Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013<br />
1
2 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 3
pengantar redaksi<br />
surat pembaca<br />
PELINDUNG:<br />
Gubernur Provinsi DKI Jakarta<br />
Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta<br />
PEMBINA<br />
Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta<br />
Asisten Pemerintahan Sekda<br />
Provinsi DKI Jakarta<br />
KETUA PENGARAH/PEMIMPIN REDA-<br />
KSI/PENANGGUNG JAWAB<br />
Kepala Dinas Kominfomas<br />
Provinsi DKI Jakarta<br />
WAKIL PEMIMPIN REDAKSI<br />
Kabid Informasi Publik<br />
KETUA PELAKSANA<br />
Dra. Nurani<br />
REDAKTUR PELAKSANA<br />
Rinta A. Imron, S.Sos<br />
Dhini Gilang Prasasti, S.Sos<br />
REDAKTUR KHUSUS/PROFESIONAL<br />
Iswati Soekarto<br />
Norman<br />
SEKRETARIS REDAKSI<br />
Dra Evi Yulianti<br />
ANGGOTA REDAKSI<br />
Ani Christiyani, S.Sos<br />
Tulus Adatama, S.Sos<br />
Raides Aryanto<br />
REPORTER<br />
Nor Raihan<br />
Risky Catur Wulan<br />
Aliefien<br />
Thantri K<br />
FOTOGRAFER<br />
Nurahadi Widjaja<br />
Sudaryanto<br />
DESAIN GRAFIS<br />
Rachmat Triturianto<br />
KEUANGAN<br />
Ferdy Riza A<br />
SEKRETARIAT<br />
Balinda Roza<br />
Rodjali<br />
Abdullah<br />
Ari Wibowo<br />
ALAMAT REDAKSI/DISTRIBUSI<br />
Jalan Medan Merdeka Selatan 8-9 Jakarta<br />
10110, TELEPON (<strong>02</strong>1) 382.2047, 382.2262,<br />
Fax 345.4486,<br />
Mail: media_jaya@yahoo.co.id<br />
PENCETAK :<br />
CV. NIRA ARTA<br />
(Isi di luar tanggung jawab percetakan)<br />
Penataan Tanah Abang,<br />
Modal Membina PKL<br />
PERHATIAN Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terhadap nasib pe dagang<br />
kaki lima (PKL) tidak perlu diragukan lagi. Kalau selama ini ada pihak yang<br />
menuding, Gubernur Joko Widodo (Jokowi) dan Wakilnya Basuki Tjahaja Purnama<br />
(Ahok) tidak serius menata PKL, itu tidak benar.<br />
Buktinya, kawasan pusat grosir tekstil dan garmen Tanah Abang kini semakin<br />
menarik. Setelah penataan yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta, kawasan ini menjadi<br />
terlihat lebih bersih dan rapi. Kemacetan dan kesemrawutan yang meng hantui Tanah<br />
Abang selama ini mulai terurai. Meskipun belum sempurna, kawasan ini mulai nyaman<br />
dikunjungi.<br />
Konsistensi pemangku kebijakan di saat awal menata Tanah Abang meru pakan<br />
sa lah satu kunci keberhasilan. PKL pun disediakan tempat di Pasar Blok G. Setelah<br />
itu, tidak ada ampun lagi karena diberlakukan larangan berdagang di tepi jalan dan di<br />
trotoar. Kini, trotoar sudah dikembalikan fungsinya menjadi tempat bagi pejalan kaki.<br />
Bahkan, Gubernur Jokowi secara terbuka menyatakan, siap secara besar-besaran<br />
untuk mempromosikan Pasar Blok G Tanah Abang yang kini dihuni para PKL itu.<br />
Diakui atau tidak, penataan yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta di kawasan<br />
Tanah Abang, Jakarta Pusat itu menjadi tolak ukur untuk melakukan pembinaan terhadap<br />
PKL lainnya yang hingga kini belum tertata dengan baik. Pemprov DKI Jakarta<br />
sejak awal memiliki kebijakan kuat untuk membina nasib PKL. Sebab, bukan rahasia<br />
umum lagi bahwa sektor usaha kecil menengah (UKM) sudah teruji ketika negeri ini<br />
tersapu krisis moneter pada 1997 lalu. Dan, Pemprov DKI Jakarta sadar akan potensi<br />
itu. Karena itu, pembinaan PKL sebagai salah satu komponen utama UKM menjadi<br />
skala prioritas masa kepemimpinan Jokowi-Ahok hingga lima tahun ke depan.<br />
PKL adalah sektor informal yang hampir dapat ditemukan di setiap sudut kota<br />
besar termasuk di Jakarta. Seperti halnya di DKI Jakarta, PKL beberapa tahun<br />
belakangan ini menjadi salah satu isu penting dalam penataan kota. Menurut<br />
Dinas Koperasi UMKM dan Perdagangan DKI Jakarta, pada 2010 terdapat 78.3<strong>02</strong><br />
PKL baik yang terdaftar maupun tidak. Tidak menutup kemungkinan, jumlah PKL<br />
sesungguhnya melebihi angka yang dirilis itu. PKL rata-rata menempati ruang publik<br />
yang, berdasarkan peraturan, tidak difungsikan untuk berjualan seperti di trotoar,<br />
badan jalan, pinggir rel kereta maupun di jembatan penyebrangan.<br />
Karena itu, penataan PKL di kawasan Tanah Abang tentunya dijadikan Pemprov<br />
DKI Jakarta untuk menata PKL di wilayah lainnya seperti di Pasar Gembrong, Jakarta<br />
Timur dan sebelumnya di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.<br />
Perlahan tetapi pasti Gubernur Jokowi dan Wakilnya Ahok sudah mulai me nempuh<br />
langkah awal untuk membenahi PKL yang juga dapat difahami sebagaimana<br />
jadikan Jakarta yang tertib hukum dan tertib sosial, setiap penertiban selalu mengedepankan<br />
solusi dan jauh dari tindakan represif. Sebab bagaimanapun juga PKL<br />
adalah modal bagi roda perekonomian Ibu Kota Jakarta. (*)<br />
Redaksi menerima kiriman surat pembaca tentang kritik, saran dan masukan<br />
berkenaan kota Jakarta.<br />
Untuk semua kiriman dapat disampaikan ke Redaksi Majalah Media Jaya<br />
d/a Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan Setda Provinsi DKI Jakarta,<br />
Jl Jalan Medan Merdeka Selatan 8-9 Jakarta 10110,<br />
TELEPON (<strong>02</strong>1) 382.2047, 382.2262, Fax 3822846, atau melalui<br />
email: mediajaya.humasdki@gmail.com.<br />
Kelancaran Lalulintas Kebutuhan Kita<br />
Iri terhadap Warga Jakarta<br />
4 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 5<br />
Redaksi Yth.<br />
Melintasi pusar-pusat perbelanjaan maupun pasar tradisional sekarang tampak lebih tertib. Lalu-lintas<br />
kendaraan lancar. Hanya pada jam-jam sibuk, pagi dan sore hari agak tersendat. Dari Pasar Mingggu ke<br />
arah Ragunan sekarang lancar. Tidak ada yang menggelar lapak dagangan di pinggir jalan.<br />
Demikian pula ketika saya melintasi kawasan Tanah Abang, Senin (19/8) lalu, juga sangat lancar.<br />
Waktu itu saya naik KRL dari Lenteng Agung dan turun di stasiun Tanah Abang. Biasanya dari depan<br />
stasiun saya naik angkot 09 atau 011 untuk melanjutkan perjalanan ke Slipi. Untuk keluar dari kawasan<br />
pasar Tanah Abang atau persisnya dekat pos Polisi, bisa mencapai 20-30 menit, karena macet yang<br />
disebabkan oleh PKL dan angkot-angkot yang ngetem. Sekarang tidak sampai 5 menit sudah melewati<br />
pos Polisi Tanah Abang tersebut, lalu melewati Jl KS Tubun pun lancar hingga Slipi.<br />
Konon, semua itu karena pedagang sudah direlokasi ke Pasar Blok G, sehinggga tidak ada lagi<br />
yang berjualan di trotoar dan badan jalan. Naik angkutan umum pun jadi lancar, karena para sopir mulai<br />
disiplin atau tidak ngetem lama untuk mengangkut penumpang dari Pasar Tanag Abang. Harapan saya,<br />
semoga kondisi itu terus dipertahankan. Ketertiban dan kelancaran lalulintas menjadi kebutuhan kita<br />
bersama.<br />
Abdul Malik,<br />
Lenteng Agung, Jakarta Selatan<br />
***<br />
Redaksi Yth.<br />
Kami warga Bogor iri dengan apa yang dinikmati warga Jakarta. Pertama, warga Jakarta yang miskin<br />
dan rentan miskin bisa mendapat pengobatan gratis dengan Kartu Jakarta Sehat (KJS). Keluarga kami<br />
memang tidak miskin tapi tergolong rentan miskin, apalagi dengan naiknya harga-harga kebutuhan seharihari.<br />
Perhatian Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo terhadap warganya, tidak hanya memberikan biaya<br />
pengobatan gratis, tapi juga memberikan kebutuhan lainnya, seperti tempat berjualan gratis selama 6<br />
bulan di Pasar Blok G Tanah Abang. Ini membuat kami makin iri melihat warga Jakarta. Saya dengar<br />
Bapak Gubernur yang suka blusukan itu juga berencana membangun apartemen murah di tengah kota.<br />
Ini tentu diperuntukkan bagi warga kelas bawah atau yang punya penghasilan kecil.<br />
Kami atas nama warga pinggiran Jakarta (Bodetabek) mengajukan usul, agar apartemen murah itu<br />
nanti bisa juga disewa oleh warga dari luar Jakarta. Selain untuk menekan biaya transportasi yang makin<br />
mahal, juga demi efisiensi jika kebetulan kami sedang ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan di<br />
Jakarta.<br />
Adisty,<br />
Cilebut Barat,<br />
Sukaraja, Bogor
daftar isi<br />
08<br />
laporan utama<br />
08<br />
11<br />
14<br />
pemandangan baru Kawasan Tanah Abang<br />
Pemandangan baru tampak di pasar Tanah Abang,<br />
Jakarta Pusat. Tidak ada pedagang kaki lima (PKL)<br />
gelar lapak atau tenda di badan jalan, dan lalulintas<br />
sekitar kawasan pasar grosir tekstil terbesar di Asia<br />
Tenggara itu pun tertib dan lancar.<br />
Menghidupkan jalan yang nyaris mati<br />
dari kamera pengintai hingga cabut<br />
listrik<br />
pendidikan<br />
44 dki jakarta terapkan kurikulum 2013<br />
Mulai tahun ajaran baru 2013/2014, sekolah-sekolah<br />
di DKI Jakarta menerapkan Kurikulum 2013. Sesuai<br />
target sasaran yang ditetapkan oleh pemerintah,<br />
jumlahnya mencapai 248 sekolah SD, SMP, SMA<br />
dan SMK. Namun di luar itu banyak sekolah yang<br />
mengajukan secara mandiri.<br />
44<br />
sosial<br />
anak jalanan di angkutan UMUM<br />
58<br />
15<br />
tertib tanah abang, langkah jelas menuju<br />
jakarta tertib hukum dan tertib sosial<br />
TANAH ABANG, selama ini dikenal sebagai wilayah<br />
mapan para preman. Di sini mereka sungguh<br />
berkuasa. Karena diduga punya back up kuat.<br />
Mereka menentukan dan memungut uang sewa<br />
para pedagang. Juga menjual area lapak yang tak<br />
lain adalah trotoar dan badan jalan kepada para<br />
pedagang dengan harga cukup tinggi.<br />
18 satpol pp selalu siaga di tanah abang<br />
20 pd pasar jaya, revitalisasi pasar<br />
dilakukan bertahap<br />
16<br />
14<br />
30<br />
buat rusun 500 blok<br />
ekonomi<br />
60 JAKARTA SIAP HADAPI ASEAN ECONOMIC<br />
COMMUNITY<br />
62 inflasi dki jakarta capai 0,95 persen<br />
penggantian kurikulum tututan<br />
46 64 perekonomian dki jakarta<br />
perkembangan<br />
tumbuh 2,2 persen<br />
48 ppkad gembleng sdm siap kerja<br />
lingkungan<br />
50 persiapan menghadapi banjir<br />
dki menyusun rencana kontinjensi<br />
58<br />
22 PERBEDAAN PASAR TRADISIONAL - MODERN 28<br />
50<br />
62<br />
perumahan rakyat<br />
26<br />
28<br />
jakarta bangun rusun terintegrasi<br />
Sebagai kota yang terus bertumbuh, Jakarta tidak bisa<br />
menolak untuk terus membangun perumahan setiap<br />
tahun, baik horizontal maupun vertikal. Dan seiring<br />
terus melejitnya harga tanah, hunian vertikal makin<br />
diminati.<br />
sejumlah rusun rampung 2014<br />
31<br />
34<br />
36<br />
38<br />
rusun diyakini menjadi solusi jitu<br />
jakarta menuju kampung vetikal<br />
perumahan rusunawa marunda, makin<br />
diminati dan dicari<br />
30<br />
beda tempat, beda jatah<br />
Ternyata tidak semua warga korban banjir Muara<br />
Baru dan Waduk Pluit yang mendapatkan prioritas<br />
menempati Rusunawa Marunda dating bersamaan.<br />
Yang dapat duluan segera bias menempati, tapi<br />
ada yang dapat belakangan dan harus menunggu<br />
berbulan-bulan. Ada yang dapat fasilitas gratis berupa<br />
TV, kulkas, kompor, tempat tidur dan lainnya, namun<br />
ada juga yang tidak dapat fasilitas sama sekali.<br />
40 jauh tapi mudah ditempuh<br />
42 pembangunan rusun di jakarta<br />
6 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 7<br />
50<br />
55<br />
perda no 3/ tahun2013, a<br />
jak partisipasi swasta kelola sampah<br />
55<br />
66<br />
seni & budaya<br />
66 meriah, lebaran betawi di silang monas<br />
Meriah. Itulah suasana Lebaran Betawi tahun 1434<br />
Hijrah ini. Pagi itu hadir karyawan di lingkungan<br />
Pemprov DKI Jakarta. Para pria berpakaian koko<br />
berkalung sarung, khas busana Betawi. Kaum ibu<br />
mengenakan kebaya warna-warni lengkap dengan<br />
kerudungnya.<br />
68<br />
SENI BETAWI DALAM AKULTURASI BUDAYA
liputan utama<br />
Pemandangan Baru<br />
Kawasan Tanah Abang<br />
semestinya. Sehingga lalu lintas di tiga<br />
lokasi yang acap didera kemacetan itu<br />
tertib dan lancar.<br />
Meski demikian penjagaan terus<br />
dlakukan oleh tim petugas terkait<br />
dari masing-masing wilayah Kota<br />
Administratif. Para petugas terkait<br />
terus memantau perkembangan selama<br />
24 jam.<br />
Dari tiga kawasan, penertiban<br />
Tanah Abang paling menyedot<br />
Pemandangan baru<br />
tampak di pasar Tanah<br />
Abang, Jakarta Pusat.<br />
Tidak ada pedagang kaki<br />
lima (PKL) gelar lapak<br />
atau tenda di badan<br />
jalan, dan lalulintas<br />
sekitar kawasan pasar<br />
grosir tekstil terbesar di<br />
Asia Tenggara itu pun<br />
tertib dan lancar.<br />
Hal serupa juga telah terjadi di<br />
kawasan pasar Pasar Minggu, Jakarta<br />
Selatan dan pasar Jatinegara, Jakarta<br />
Timur. Pemprov DKI Jakarta sejak<br />
awal Juni menertibkan para PKL di<br />
kawasan pasar Pasar Minggu, lalu Pasar<br />
Jatinegara, dan medio Juli di pasar<br />
grosir Tanah Abang. Para pedagang<br />
yang sebelumnya berjualan di area<br />
“haram”direlokasi di tempat yang sudah<br />
ditentukan, dan parkir kendaraan<br />
pun telah menempati lokasi yang<br />
Pasar Blok G Tanah Abang yang baru<br />
diresmikan kembali oleh Gubernur DKI<br />
Jakarta Joko Widodo. Pasar Blok G ini<br />
dikhususkan bagi relokasi PKL yang<br />
sebelumnya berjualan di trotoar dan badan<br />
jalan di lingkungan pasar Tanah Abang.<br />
perhatian publik. Karena sempat<br />
muncul reaksi penolakan hingga<br />
demo-demo beruntun para PKL dan<br />
komunitas wilayah Tanah Abang ke<br />
Balaikota.<br />
Setelah sekitar 10 kali Gubernur<br />
DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi)<br />
blusukan ke tanah Abang dan berdialog<br />
dengan PKL dan masyarakat Tanah<br />
Abang, akhirnya mereka bersedia<br />
ditertibkan, dan tawaran relokasi<br />
mereka terima. Usai libur lebaran, atau<br />
pada pertengahan Agustus, kawasan<br />
Tanah Abang lebih tertata dan lalulintas<br />
menjadi lancar.<br />
Sebelumnya lebih dari 1000<br />
PKL tumpah ruah menggelar lapaklapak<br />
dagangan di trotoar dan badan<br />
jalan. Kini mereka sudah menempati<br />
Blok G yang sebelumnya kurang<br />
diminati pedagang. Selain dinilai sepi<br />
pengunjung, fasilitas di Blok G juga<br />
kurang terawat dan tidak memadai.<br />
Oleh karena itu sebelum merelokasi,<br />
Jokowi meminta Dinas terkait untuk<br />
membenahi terlebih dulu, dan akses<br />
pengunjung menuju Blok G diperluas<br />
dan dipermudah dengan dibangun<br />
jembatan penghubung antarblok di<br />
sekitarnya.<br />
Tidak hanya itu, Dinas<br />
Perhubungan DKI Jakarta juga<br />
melakukan penyempurnaan penataan<br />
sirkulasi lalulintas di Kawasan Tanah<br />
Abang, sehingga akses dari dan menuju<br />
Blok G juga strategis.<br />
Satu lagi, PKL yang kini<br />
menempati Blok G, selama enam bulan<br />
ke depan tidak dikenakan biaya sewa<br />
alias gratis. Namun, diharuskan tetap<br />
membayar uang kebersihan. PKL yang<br />
berminat berdagang di Blok G terlebih<br />
dulu harus mendaftar kan diri ke PD<br />
Pasar Jaya di Tanah Abang. Jumlah kios<br />
di Blok G hampir 1000 kios.<br />
Menurut Kepala Dinas<br />
KUMKMP DKI Jakarta, Ratnaningsih,<br />
pedagang yang sudah mendapatkan kios<br />
sebanyak 601 pedagang. Sementara<br />
sisanya ada 367 kios diperebutkan para<br />
pedagang dalam verifikasi berikutnya.<br />
“Hampir semua pedagang eksisting<br />
telah mendapatkan kios di Blok G,”<br />
kata Ratna, Selasa (20/8).<br />
Dikatakan Ratna, bagi pedagang<br />
yang tidak lolos verifikasi tahap<br />
pertama, tidak diperbolehkan<br />
mengikuti verifikasi tahap kedua.<br />
Hal tersebut untuk memberikan<br />
kesempatan bagi pedagang lainnya yang<br />
belum mendapatkan kios. Yang tidak<br />
lolos disebabkan antara lain karena<br />
tidak memenuhi syarat, seperti satu<br />
KK untuk dua pedagang atau bukan<br />
pedagang lama. “Itu kan tidak boleh,”<br />
kata Ratna.<br />
Verifikasi tahap kedua, selain<br />
diperuntukan bagi pedagang eksisting<br />
yang belum mendapatkan kios, juga<br />
untuk pedagang yang berada sekitar<br />
8 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 9
liputan utama<br />
Tenda-tenda dan llapak para PKL di badan jalan<br />
sebelum ditertibkan. Arus lalu lintas acap<br />
tersendat karena para PKL berjualan di area yang<br />
tidak semestinya<br />
Suasana arus lalulintas di depan pasar Blok G Tanah Abang kini cukup lancar. Angkutan umum, mobil niaga maupun mobil pribadi dapat leluasa<br />
melewati jalan tersebut tanpa dihantui kemacetan lagi.<br />
di kawasan Tanah Abang lainnya.<br />
Pihaknya mencatat PKL di kawasan<br />
tersebut masih mencapai 1.400<br />
pedagang. Nantinya akan diprioritaskan<br />
bagi pedagang yang ber-KTP DKI.<br />
Berdasarkan data Dinas<br />
KUMKMP DKI, dari 1.400 pedagang,<br />
yang ber-KTP DKI yakni hanya<br />
sebanyak 100 pedagang. Kemudian<br />
pedagang yang berada di depan<br />
Kelurahan Kebonkacang sampai dengan<br />
pertigaan Jalan Mas Mansyur sebanyak<br />
200 pedagang, di Jalan Kebonjati<br />
sampai Jalan Jati Bunder sebanyak 300<br />
pedagang, serta di Jembatan Tinggi<br />
sampai Jalan Jatibaru mencapai 800<br />
pedagang.<br />
Dikatakan Ratna, pedagang<br />
yang telah lolos verifikasi tahap<br />
kedua ini juga diundi untuk<br />
penempatannya. Setelah diundi<br />
pedagang menandatangani kontrak per<br />
tanggal 1 September. “Sesuai arahan<br />
Pak Gubernur, enam bulan pertama<br />
pedagang akan digratiskan,” Ratna<br />
menandaskan.<br />
Upaya penataan yang tidak singkat<br />
ini akhirnya berhasil. Para pedagang<br />
yang sebelumnya menolak akhirnya<br />
setuju ditempatkan di Blok G, bahkan<br />
salah seorang pedagang menyatakan<br />
sangat mendukung program Jokowi-<br />
Ahok ini. Namun, pedagang itu lalu<br />
mengatakan, hingga kini para pedagang<br />
di sana selalu mengingatkan Pemprov<br />
DKI agar kejadian tahun-tahun<br />
sebelumnya tidak terjadi pada tahun<br />
ini. Pedagang meminta agar tempat<br />
relokasi yang disediakan pemerintah<br />
dibuat nyaman sehingga para pedagang<br />
tidak kabur ke jalan lagi. Ia juga<br />
menuntut agar Pasar Blok G segera<br />
dikelola oleh PD Pasar Jaya, karena<br />
sebelumnya menurut pedagang, pasar<br />
itu diswastanisasi. ALF<br />
Menghidupkan Jalan yang<br />
Nyaris Mati<br />
Untuk mengurai keruwetan masalah di sekitar Pasar Blok G Tanah Abang<br />
teridentifikasi beberapa hal yang menjadi sumber permasalahan. Menurut<br />
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono, terdapat empat<br />
permasalahan yang mengokupansi jalan, yakni kendaraan parkir, angkot<br />
menunggu penumpang (ngetem), pedagang kaki lima dan lori-lori<br />
pengangkut barang-barang yang berseliweran.<br />
Hal itu yang menyebabkan jalan di<br />
sekitar Tanah Abang tak berfungsi alias<br />
mati selama bertahun-tahun. Karenanya<br />
Pemerintah Provinsi DKI berupaya<br />
menghidupkan jalan yang nyaris mati<br />
tersebut dengan melakukan penataan<br />
pedagang kaki lima yang dianggap<br />
paling mengganggu kelancaran<br />
lalulintas.<br />
Dengan kebijakan itu, kini tidak<br />
memerlukan waktu selama 25 menit<br />
untuk menembus jalan sepanjang<br />
200 meter di sekitarpasar Tanah<br />
Abang.Untukmencapai Blok G Tanah<br />
Abang kini hanya dibutuhkan 15<br />
menitberjalan kaki dari area pedagang<br />
di sekitarnya.JalansekitarPasar Tanah<br />
Abangpun terlihat rapi dan jauh dari<br />
keruwetan dibanding sebelumnya.<br />
Semua pihak yang terkait<br />
penataan kawasan ini dilibatkan oleh<br />
Pemrov DKI Jakarta. Ini keberhasilan<br />
sebuah konsep dengan dukungan<br />
penuh semua pihak yang terkait di<br />
dalamnya, khususnya jajaran unit<br />
pelaksana teknis Pemprov DKI Jakarta,<br />
seperti Dinas Perhubungan, PD Pasar<br />
Jaya, Satuan Polisi Pamong Praja,<br />
Polisi, Dinas Perdagangan dan UKM,<br />
DinasPekerjaanUmum, serta perangkat<br />
wilayah setempat, mulai dari kelurahan,<br />
kecamatan hingga walikota. Dan tentu<br />
saja juga kesediaan dan dukungan<br />
para pedagang, dan masyarakat Tanah<br />
Abang,<br />
Meski diawal banyak kendala<br />
10 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 11
liputan utama<br />
dan penolakan namun pada akhirnya<br />
hampir 1000 pedagang kaki lima<br />
menyatakan berminat masuk kepasar<br />
Blok G. Bahkan beberapa pedagang lain<br />
yang berminat tidak bisa menempati<br />
Pasar Blok G karena terkendala<br />
administratif.<br />
Penanganan kendaraan parkir<br />
diarahkan ketempat yang disediakan<br />
yakni di dalam gedung pasar.<br />
Sedangkan penangangan lori-lori<br />
dari perusahaan ekspedisi yang biasa<br />
melakukan kegiatan bongkar muat<br />
barang juga disediakan tempat di dalam<br />
gedung pasar. Sementara angkutan<br />
umum yang melewati kawasan<br />
Tanah Abang telah diatur dengan<br />
rambu-rambu agar menaikkan dan<br />
Salah satu sudut pasar tanah Abang sebelum<br />
ditertibkan, penuh dengan tenda-tenda PKL.<br />
menurunkan<br />
penumpang di tempat yang<br />
disediakan.<br />
Walhasil dengan semua upaya itu<br />
yang terjadi adalah lancarnya lalulintas<br />
di kawasan Tanah Abang.<br />
Koordinasi<br />
Di bawah kordinasi Dinas<br />
Perhubungan Provinsi DKI, penataan<br />
kawasan Tanah Abang diawali dengan<br />
mengalihkan arus lalulintas dari arah<br />
Karet atau Sudirman keJalan Kebon Jati<br />
Arus lalulintas dari dan ke pasar Tanah Abang<br />
kini cukup lancar. Selain relokasi PKL ke pasar<br />
Blok G, juga dilakukan pengecatan bahu<br />
jalan, perbaikan rambu-rambu lalulintas, serta<br />
pengalihan trayek angkutan umum.<br />
dan Jati Bunder.<br />
Tujuan pengalihan<br />
arus kendaraan ini untuk<br />
mengurangi beban kendaran di Jalan<br />
KH Mas Mansyur. Selain itu penataan<br />
ini juga untuk menertibkan pedagang<br />
kaki lima yang selama ini menempati<br />
badan jalan.<br />
Setelah melakukan pengalihan<br />
arus lalulintas, Dinas Perhubungan<br />
melaku kan pengalihan transportasi<br />
angkutan umum yang selama ini<br />
tidak bias melalui jalan di depan<br />
Blok G. Kini semua angkutan<br />
umum yang menuju Tanah Abang<br />
diarahkan melintasi Pasar Blok A, B,<br />
C, F dan Blok G. Agar semua upaya<br />
itu memiliki umur penerapan<br />
yang panjang maka diperlukan<br />
adanya Estate Management.<br />
Di sini keberadaan gedung<br />
Blok G, termasuk sarana<br />
parkirnya harus difungsikan<br />
semaksimal mungkin.<br />
Dengan begitu para pedagang kaki lima<br />
mendapat tempat penampungan yang<br />
layak setelah dilarang berdagang di<br />
badan jalan.<br />
Jika pengaturan lalulintas (traffic<br />
engieering) serta pengaturan rute<br />
angkutan umum (transportation<br />
engineering) dan penyediaan sarana<br />
dan prasarana bagi pedagang kaki lima<br />
(estate management) bisa dilaksanakan<br />
dengan baik maka penataan suatu<br />
kawasan akan berhasil.<br />
Penataan khusus kawasan Tanah<br />
Abang, diharapkan akan bermuara<br />
menjadi suatu kawasan yang tidak<br />
hanya berdampak pada ekonomi<br />
Jakarta namunTanah Abang akan lebih<br />
dikenal di dunia, khususnya ASEAN.<br />
ALF<br />
Untuk mendukung sekaligus<br />
menyempurnakan penataan sirkulasi<br />
lalu lintas di Kawasan Tanah Abang<br />
yang dilakukan sejak 22 Juli lalu, Dinas<br />
Perhubungan DKI Jakarta melakukan<br />
beberapa upaya manajemen dan<br />
rekayasa lalu lintas berupa penutupan<br />
putaran (u-turn) di sepanjang Jl.<br />
Jatibaru (segmen Jembatan Tinggi<br />
sampai dengan Simpang Jatibaru)<br />
diikuti dengan penataan (penyesuaian)<br />
terhadap rute angkutan umum yang<br />
melintas di Kawasan Tanah Abang.<br />
Rekayasa lalu lintas itu sebagai berikut :<br />
1. Penutupan putaran (u-turn)<br />
di sepanjang Jl. Jatibaru (segmen<br />
Jembatan Tinggi sampai dengan<br />
Simpang Jatibaru) dilakukan untuk<br />
mengeliminasi titik-titik yang selama<br />
ini menjadi penyebab kemacetan<br />
(trouble spot) karena digunakan sebagai<br />
lokasi angkutan umum berputar,<br />
ngetem, pangkalan ojek dan terminal<br />
bayangan, diantaranya putaran (u-turn)<br />
Penutupan Putaran di<br />
Sepanjang<br />
Jl Jatibaru dan Penataan Rute<br />
Angkutan Umum<br />
di bawah Fly over Jatibaru dan putaran<br />
(u-turn) utara di Jl. Kebon Jati menuju<br />
Jembatan Tinggi<br />
2. Penataan (penyesuaian)<br />
terhadap rute angkutan umum di<br />
Kawasan Tanah Abang tersebut<br />
dimaksudkan untuk lebih memberikan<br />
kemudahan bagi masyarakat / pengguna<br />
jalan yang ingin menuju Kawasan<br />
Tanah Abang, baik ke Pasar Tanah<br />
Abang, Metro Tanah Abang, Stasiun<br />
KA dan lainnya. Dengan dialirinya<br />
arus lalu lintas, baik kendaraan pribadi<br />
maupun angkutan umum diharapkan<br />
ruas-ruas jalan yang saat ini sudah<br />
bersih (tidak terokupansi) oleh PKL<br />
dapat terjaga ketertiban dan kelancaran<br />
lalu lintasnya.<br />
3. Secara rinci beberapa trayek<br />
angkutan umum di Kawasan Tanah<br />
Abang yang terkena rencana penataan<br />
(penyesuaian) rute sebagai berikut :<br />
TRAYEK JURUSAN PENYESUAIAN RUTE<br />
DI KAWASAN TANAH ABANG<br />
Mikrolet M.09<br />
Mikrolet M.09A Kebayoran Lama – Jl. KS Tubun – Jembatan Tinggi–<br />
Mikrolet M.11 Tanah Abang Jl. Jatibaru – Jl. Kebon Jati –<br />
Jl. KH Mas Mansyur – Simpang<br />
Jatibaru – Jl. Jatibaru (arah<br />
Stasiun KA) – Jl. Kebon Jati –<br />
Jl. Jati Bunder – Jembatan Tinggi<br />
– Jl. KS Tubun<br />
Mikrolet M.10 Jembatan Lima – Jl. Cideng Timur – Simpang<br />
Tanah Abang Jatibaru – Jl. Jatibaru –<br />
Jl. Fachrudin – Jl. KH Mas<br />
Mansyur – Simpang Jatibaru –<br />
Jl. Jatibaru (arah Stasiun KA) –<br />
Jl. Kebon Jati – Jl. Jati Bunder –<br />
Jembatan Tinggi – Jl. Jatibaru –<br />
Simpang Jatibaru – Jl. Cideng<br />
Barat<br />
Mikrolet M.08 Kota – Tanah Abang Jl. Abdul Muis – Jl. Fachrudin –<br />
Jl. KH Mas Mansyur – Simpang<br />
Jatibaru – Jl. Jatibaru<br />
(arah Stasiun KA) – Jl. Kebon Jati<br />
– Jl. Jati Bunder – Jembatan<br />
Tinggi – Jl. Jatibaru – Simpang<br />
Jatibaru – Jl. Abdul Muis<br />
12 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 13
liputan utama<br />
Dari Kamera Pengintai<br />
hingga Cabut Listrik<br />
opini<br />
liputan utama<br />
Ditemui di kantornya, Kamis (22/8/2013), Kepala<br />
Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono<br />
kepada Media Jaya mengungkapkan, tujuan<br />
penataan Tanah Abang untuk memudahkan akses<br />
menuju pasar di Tanah Abang, sehingga kawasan<br />
itu menjadi pusat niaga tingkat nasional bahkan Asia<br />
Tenggara.<br />
Penataan kawasan khususnya pasar<br />
yang selama ini menjadi titik kemacetan<br />
dimulai dengan rekayasa pengaturan<br />
lalulintas. Konsep yang dijalankan<br />
adalah Push and Pull.<br />
Push merupakan institusi (Dishub,<br />
Satpol PP, Polisi) yang melakukan<br />
tindakan di lapangan dalam hal<br />
penataan kawasan seperti menggusur<br />
pedagang kaki lima serta melakukan<br />
berbagai penataan lalulintas. Sementara<br />
konsep Pull adalah institusi penampung<br />
yang menyediakan sarana kepada<br />
pedagang kaki lima, dalam hal ini Pasar<br />
Jaya.<br />
Menurut Pristono, Push and Pull<br />
harus seiring sejalan. Sebab, jika Push<br />
saja yang dilakukan, maka tidak ada<br />
jaminan bahwa pedagang kaki lima<br />
yang ditertibkan tidak kembali karena<br />
ketiadaan sarana penampungan yang<br />
layak.<br />
Selain itu agar kawasan yang<br />
sudah ditata itu tetap tertib, Dinas<br />
Perhubungan membangun posko<br />
yang disebut Early Warning System<br />
yang diawaki oleh perwakilan Dinas<br />
Perhubungan, Satuan Polisi Pamong<br />
Praja serta Komando Garnisun. Posko<br />
yang dilengkapi dengan kamera<br />
pengintai ini akan memberikan<br />
peringatan kepada pedagang kaki lima<br />
yang mencoba berjualan di badan jalan.<br />
“Posko ini juga punya kewenangan<br />
untuk melakukan cabut listrik kepada<br />
mereka yang mulai berdagang di badan<br />
jalan,” ungkap Pristono.<br />
Pasar Minggu dan Jatinegara<br />
Selain Tanah Abang, penataan<br />
kawasan juga dilakukan di Pasar<br />
Minggu dan Pasar Jatinegara. Titiktitik<br />
yang dianggap menjadi sumber<br />
kemacetan dilakukan pengalihan<br />
lalulintas. Dengan pengalihan tersebut<br />
secara tidak langsung tidak memberikan<br />
ruang gerak bagi pedagang kaki<br />
lima menempati badan jalan untuk<br />
menggelar lapaknya.<br />
Pengaturan lalulintas menja<br />
diujung tombak penataan suatu<br />
kawasan. Di Pasar Minggu dan Pasar<br />
Jatinegara pun diterapkan pengalihan<br />
lalulintas dan juga penataan parkir,<br />
sehingga lalulalang kendaraan bisa lebih<br />
lancar.<br />
Pristono mengakui pasca lancarnya<br />
lalulintas tersebut harus ditindak lanjuti<br />
dengan pengawasan serta perbaikan<br />
rambu-rambu lalulintas penunjang<br />
seperti pembangunan pembatas jalan<br />
dan sebagainya. Kehadiran posko yang<br />
selalu memantau situasi di lokasi akan<br />
sangat membantu pelaksanaan penataan<br />
di suatu kawasan.<br />
Pristono menyontohkan, Posko<br />
di Pasar Minggu didirikan untuk<br />
memantau kembalinya pedagang kaki<br />
lima berjualan di jalan. Jika masih<br />
banyak yang melakukannya maka<br />
pihak terkait berwenang melakukan<br />
tindakan cabut listrik. Tanpa adanya<br />
fasilitas berdagang di jalan, perlahan<br />
pedagang kaki lima akan hilang dengan<br />
sendirinya. ALF<br />
Petugas tengah melakukan pengecatan beton pembatas<br />
jalan. Selain lebih rapi, adanya beton yang dicat warna<br />
pencolok untuk lebih mempertegas batas antara jalur<br />
kendaraan dengan area yang peruntukkan bagi pejalan<br />
kaki atau pengunjung pasar Tanah Abang.<br />
Tertib Tanah Abang,<br />
Langkah Jelas Menuju Jakarta Tertib Hukum dan Tertib Sosial<br />
TANAH ABANG, selama ini dikenal sebagai wilayah mapan para preman.<br />
Di sini mereka sungguh berkuasa. Karena diduga punya back up kuat. Mereka<br />
menentukan dan memungut uang sewa para pedagang. Juga menjual area<br />
lapak yang tak lain adalah trotoar dan badan jalan kepada para pedagang<br />
dengan harga cukup tinggi.<br />
Tarif parkir besar pula. Para<br />
pedagang asal Tasik yang biasanya<br />
datang ke Tanah Abang pada hari pasar<br />
(Senin dan Kamis) dengan mobiltoko<br />
(moko) bermuatan pakaian jadi,<br />
mukena, ataupun jilbab, dipungut<br />
hingga Rp 100.000/hari. Trayek<br />
angkutan umum yang melewati Pasar<br />
Tanah Abang, juga tak luput dari aksi<br />
palak para preman.<br />
Bertahun-tahun, hamparan lapaklapak,<br />
baik permanen maupun tidak<br />
di area haram, menjadi pemandangan<br />
biasa di Tanah Abang. Peraturanperaturan<br />
yang sudah dibuat seolaholah<br />
tidak ada. Hukum benar-benar<br />
tiarap. Dampaknya dirasakan oleh<br />
semua yang hadir di Tanah Abang,<br />
yakni kemacetan lalu-lintas dan<br />
kesemrawutan yang sangat parah.<br />
Pasar Blok G Tanah Abang<br />
Kini, setelah penertiban PKL<br />
yang berjalan cukup alot, dan diwarnai<br />
demo-demo yang menegangkan telah<br />
berlalu. Jalanan di sekitar pasar grosir<br />
terbesar di Asia Tenggara ini menjadi<br />
tertib dan lancar.<br />
Berkat kunjungan yang intens<br />
Gubernur DKI Joko Widodo ke<br />
Tanah Abang untuk menyerap aspirasi<br />
dan memberikan solusi dengan<br />
14 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 15
merelokasi ke Pasar Blok G, serta<br />
keterangan-keterangan Wagub Basuki<br />
Tjahaja Purnama kepada pers yang<br />
ingin menegakkan peraturan, maka<br />
PKL Tanah Abang akhirnya bersedia<br />
direlokasi.<br />
Usai Lebaran Idul Fitri tahun ini<br />
menjadi harapan baru bagi ketertiban<br />
Jakarta. Keberhasilan penertiban<br />
Pasar Tanah Abang seakan menjadi<br />
barometer, tidak hanya bagi upaya<br />
penertiban serupa di lokasi lain di<br />
Jakarta, tapi Tanah Abang dianggap<br />
sebagai harapan baru bagi ketertiban<br />
ibukota. Wilayah yang selama ini<br />
dianggap sangar, akhirnya tunduk pula<br />
pada peraturan.<br />
Jokowi ketika hadir di kampus<br />
Universitas Islam Syarif Hidayatullah<br />
dalam acara halal bihalal dengan para<br />
dosen dan mahasiswa bercerita, banyak<br />
pihak yang wanti-wanti dirinya ketika<br />
ingin menata kawasan Tanah Abang.<br />
“Ada ini, ini, ini. Wah, banyak sekali,<br />
batin saya. Dan, itu di-back up sama<br />
ini, ini, ini, ini. Saya hanya diam saja,”<br />
ujar Jokowi seperti dikutip Kompas.<br />
com.<br />
Ketika itu Kepolisian Daerah<br />
Metro Jaya pun melarang sang<br />
gubernur untuk blusukan ke kawasan<br />
perdagangan terbesar se-Asia Tenggara<br />
itu. Polisi mengantisipasi gangguan<br />
keamanan di daerah itu, yang sewaktuwaktu<br />
dapat menimpanya.<br />
Memang, rencana Jokowi<br />
mengunjungi Pasar Tanah Abang<br />
sempat ditunda atas alasan gangguan<br />
keamanan. “Saya bilang, ‘Kalau begini<br />
terus, kapan saya ke sananya?’ Akhirnya<br />
hari itu saya paksakan. Masuk ke<br />
dalam. Bismillah, enggak ada apa-apa,<br />
malah nyalamin. PKL nyalamin saya,<br />
preman nyalamin saya. Saya tahu<br />
preman karena tatonya,” ujarnya sambil<br />
disambut tawa oleh peserta yang hadir.<br />
Jokowi mengatakan, kunci dari<br />
penataan Pasar Tanah Abang adalah<br />
keterbukaan. Di satu sisi, Jokowi<br />
terbuka menampung aspirasi pedagang<br />
kaki lima dan tokoh masyarakat di sana<br />
agar penataan dapat berlangsung. Di<br />
sisi lainnya, proses penataan para PKL<br />
itu pun dilaksanakan secara terbuka.<br />
Menerapkan Peraturan<br />
Penegakan peraturan bagi PKL<br />
sejatinya bukan hal baru atau bukan<br />
penerapan dari peraturan yang baru<br />
dibuat. Peraturan yang diterapkan<br />
Jokowi - Ahok (nama populer<br />
Gubernur dan Wagub DKI Jakarta)<br />
ini adalah produk hukum lama. Atau<br />
peraturan yang secara umum sudah<br />
banyak diketahui masyarakat bahwa<br />
trotoar dan badan jalan bukan sebagai<br />
tempat menggelar dagangan.<br />
Perda No 8 Tahun 2007 pasal<br />
25 (2) melarang orang atau badan<br />
berdagang di jalan, trotoar, jembatan<br />
penyebrangan, dan tempat untuk<br />
kepen tingan umum lainnya diluar<br />
yang ditetapkan. Para pelanggar bisa<br />
dikenakan denda minimal Rp 100 ribu,<br />
dan maksimal Rp 20 juta. Jika tidak<br />
bisa membayar, akan dikenakan pidana<br />
kurungan paling lama 60 hari.<br />
Yang mungkin baru dari pemimpin<br />
DKI yang membawa semboyan<br />
“Jakarta Baru, Jakarta Kita” ini adalah<br />
gaya pendekatannya. Jokowi dikenal<br />
suka blusukan, sering mendatangi<br />
warga dan mengajak mereka bicara<br />
sebelum upaya perubahan dilakukan.<br />
Kita mahfum. Warga, atau<br />
orang kebanyakan atau wong cilik,<br />
didatangi saja senang, apalagi diajak<br />
bicara. Dalam persepsi mereka,<br />
pemimpin bertandang adalah satu<br />
bentuk perhatian dan penghormatan.<br />
Dan lebih-lebih ketika diajak bicara,<br />
hati bisa berbunga-bunga, merasa<br />
“dimanusiakan” (diuwongke).<br />
Sentuhan semacam ini adalah kunci<br />
pembuka pintu-pintu dari gagasan atau<br />
upaya yang hendak dilakukan sang<br />
pemimpin untuk membuat perubahan.<br />
Kelancaran lalu lintas, dimanapun<br />
kita berkendara, menjadi harapan dan<br />
impian, utamanya bagi warga Jakarta<br />
dan sekitarnya yang kerap menghadapi<br />
kemacetan dalam beraktivitas seharihari<br />
di metropolitan ini. Memang<br />
banyak penyebab, salah satunya<br />
Tanah Abang (dulu). Penuh tendatenda<br />
PKL, sementara di pasar Blok<br />
G yang disiapkan untuk pedagang,<br />
ditinggalkan mangkrak alias sepi tak<br />
dihuni.<br />
tumpah-ruahnya PKL di trotoar dan<br />
badan jalan. Selain itu ketidakdisiplinan<br />
pengendara maupun pejalan kaki,<br />
infrastruktur, fasilitas publik yang<br />
belum memadai, dan lain-lain.<br />
Kawasan lain yang kini masih<br />
didera kemacetan tentu merasa iri<br />
melihat kelancaran lalu-lintas di<br />
Pusat Grosir Tanah Abang. Pengamat<br />
perkotaan dari Universitas Trisakti,<br />
Nirwono Yoga mengatakan perlunya<br />
penataan PKL dan arus lalulintas di<br />
wilayah lainnya di Jakarta, seperti di<br />
Pasar Minggu, Pasar Jatinegara, Pasar<br />
Gembrong, Pasar Asemka, Pasar Cipete,<br />
Pasar Mayestik, dan lain-lain.<br />
Satu hal yang perlu dilakukan<br />
Jokowi saat ini adalah bagaimana<br />
mempertahankan apa yang sudah<br />
dilaksanakan. Namun, untuk<br />
menjalankannya, menurut Nirwono,<br />
Jokowi tak dapat bekerja sendiri. Ia<br />
memerlukan kepala dinas, camat, lurah,<br />
dan wali kota untuk dapat konsisten<br />
menegakkan peraturan yang sudah<br />
ditata. Pasalnya, upaya-upaya Jokowi<br />
untuk menata kawasan Tanah Abang<br />
dan Waduk Pluit (dua kawanan yang<br />
memiliki masalah berbeda dan akut -<br />
Red), baru penyelesaian di permukaan,<br />
belum menyelesaikan di dalam. ***<br />
Iswati Soekarto<br />
16 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 17
liputan utama<br />
Satpol PP Selalu Siaga<br />
di Tanah Abang<br />
Pedagang Merasa Aman, Pengunjung pun Senang<br />
Di beberapa sudut di kawasan pasar Tanah Abang<br />
berdiri posko terpadu. Satpol PP dan aparat terkait<br />
selalu siaga setiap saat menjaga ketertiban dan<br />
kelancaran lalulintas di sekitar pasar grosir terbesar<br />
di Asia Tenggara itu.<br />
Gubernur DKI Jakarta Joko<br />
Widodo meminta Kepala Satuan Polisi<br />
Pamong Praja (Satpol PP), Kukuh Hadi<br />
Santoso untuk menerjunkan aparatnya<br />
tetap menjaga kondisi kawasan Pasar<br />
Tanah Abang agar para PKL tidak<br />
kembali berjualan di trotoar dan badan<br />
jalan. Itu dikemukakan gubernur usai<br />
mengoperasionalkan Blok G Pasar<br />
Tanah Abang,Senin (2/9) lalu<br />
“Agar kawasan Pasar Tanah Abang<br />
tetap tertib dan kondusif, Satpol PP<br />
harus siaga minimal selama setahun.<br />
Kalau sudah aman, baru bisa dilepas<br />
dan tidak ditunggu Satpol PP pun tidak<br />
apa-apa, “ kata Jokowi.<br />
Namun, kepada Media Jaya,<br />
Kukuh menegaskan, pihaknya akan siap<br />
mengawal kawasan Pasar Tanah Abang<br />
setiap saat. Tanpa batas waktu yang<br />
ditetapkan.<br />
“Ini memang tugas kami demi<br />
tertibnya ibu kota dan kenyamanan<br />
masyarakat yang akan berbelanja di<br />
Pasar Tanah Abang, khususnya di Blok<br />
G,” tutur Kukuh.<br />
Apalagi saat ini perbaikan<br />
diberbagai sisi Blok G Pasar Tanah<br />
Abang sedang dilakukan PD Pasar<br />
Jaya untuk merealisasikan target<br />
Pemprov DKI Jakarta itu belum selesai<br />
seluruhnya. Walau gubernur sudah<br />
mengoperasionalkan pasar Blok G<br />
pada 2 September lalu, kemungkinan<br />
para pedagang nekad menggelar<br />
dagangannya di trotoar dan badan jalan<br />
bisa saja terjadi<br />
Dikatakan, Satpol PP akan<br />
bersikap tegas menindak PKL yang<br />
nekad berjualan di badan jalan sesuai<br />
ketentuan yang berlaku. Namun<br />
demikian, seluruh anggota Satpol PP<br />
Jakarta Pusat diimbau melakukan<br />
penertiban lebih persuasif.<br />
“Artinya, kami memberikan<br />
pengarahan kepada mereka sambil<br />
menyosialisasikan Peraturan Daerah<br />
tentang Ketertiban Umum dan di<br />
mana seharusnya mereka berjualan agar<br />
tidak mengganggu ketertiban umum,”<br />
imbuhnya.<br />
Langkah seperti itu juga dilakukan<br />
saat melakukan penertiban di Waduk<br />
Pluit, Jakarta Utara. Hingga kini,<br />
Kukuh dan aparatnya masih aktif<br />
melakukan kontrol ke Waduk Pluit.<br />
Bahkan ke pasar Pasar Minggu,<br />
Jatinegara, Pasar Gembrong, dan<br />
berkoordinasi dengan aparat kepolisian,<br />
TNI, Satpol PP Kelurahan, Kecamatan<br />
dan Kotamadya.<br />
Ia mengaku, keberhasilan<br />
penertiban Pasar Abang merupakan<br />
kerja kolektif antara semua aparat.<br />
Termasuk PD Pasar Jaya, Dinas<br />
Koperasi dan UMKM. Karena itu<br />
Satpol PP tidak mematok waktu berapa<br />
lama mereka harus turun ke lapangan.<br />
Yang terpenting adalah bagaimana<br />
tercipta ketertiban dan iklim yang<br />
kondusif di ibu kota.<br />
Pengawasan konsisten<br />
Sementara itu Walikota Jakarta<br />
Pusat, Syaifullah juga menegaskan,<br />
pihaknya meminta Satpol PP<br />
Kotamadya tetap merlakukan<br />
pengawasan kepada PKL di kawasan<br />
Pasar Tanah Abang secara konsisten. Ia<br />
juga berpendapat adanya kemungkinan<br />
munculnya pedagang-pedagang baru<br />
yang menggelar dagangannya di trotoar<br />
dan badan jalan. Dengan pengawasan<br />
secara konsisten, diharapkan kawasan<br />
Pasar Tanah Abang dapat tertib dan<br />
terjaga kebersihannya.<br />
Menurut mantan Wakil Kepala<br />
Dinas Pendidikan DKI Jakarta tersebut,<br />
ketertiban dan kebersihan lingkungan<br />
itu kuncinya sudah ada pada diri setiap<br />
manusia. Hanya karena mereka lalai<br />
melaksanakannya, sehingga ketertiban<br />
dan kebersihan itu terabaikan.<br />
Camat Tanah Abang, juga<br />
mengajak Lurah Kebon Melati, Lurah<br />
Kampung Bali dan sekitarnya terus<br />
memantau situasi. Satpol PP Kelurahan<br />
dan Kecamatan akan terus disiagakan<br />
demi tetap terciptanya ketertiban<br />
umum dan kelancaran lalu lintas di<br />
sekitar Tanah Abang. Dia pun tak akan<br />
segan-segan menindak PKL yang nekad<br />
jualan di trotoar maupun di badan jalan<br />
dengan melakukan pembinaan kepada<br />
mereka dalam upaya meningkatkan<br />
ekonomi rakyat.<br />
Untuk mempercantik wilayah itu,<br />
antara lain sudah dilakukan perbaikan<br />
taman, pengecatan jalur pemisah jalan,<br />
dan perbaikan saluran air bantuan dari<br />
Suku Dinas Pemadam Kebakaran dan<br />
Penanggulangan Bencana (Damkar dan<br />
PB) Jakarta Pusat. Melihat kerja keras<br />
dari berbagai instansi terkait, optimisme<br />
para pedagang pun semakin besar<br />
bahwa mereka akan mampu menarik<br />
minat masyarakat berbelanja di tanah<br />
Abvang, khususnya Blok G Pasar Tanah<br />
Abang<br />
kekhawatiran yang sempat<br />
membayangi para pedagang kaki<br />
lima pasca penertiban, kini sudah tak<br />
terlihat. Sebaliknya, mereka tampak<br />
optoimis Keberadaan Satpol PP yang<br />
semula dianggap seperti musuh,<br />
kini justru menjadi mitra dalam<br />
menciptakan kondisi yang aman dan<br />
nyaman serta bebas dari pemerasan<br />
preman. RCW<br />
Jajaran Dishub, Satpol PP dan dinas terkait<br />
bekerjasama menata kawasan pasar Tanah Abang.<br />
18 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 19
liputan utama<br />
PD Pasar Jaya<br />
Revitalisasi Pasar Dilakukan Bertahap<br />
Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya konsisten<br />
berbenah guna mendukung langkah Gubernur Joko<br />
Widodo dalam menertibkan pedagang kaki lima<br />
sekaligus merevitalisasi fungsi pasar di Jakarta.<br />
Jelang lebaran lalu, sebanyak 150<br />
orang dari PD Pasar Jaya serta sejumlah<br />
suku dinas terkait dan Satpol PP, ikut<br />
membantu perbaikan Blok G Pasar<br />
Tanah Abang. Di lapangan, sejumlah<br />
karyawan Pasar Jaya yang akhirnya<br />
‘turun tangan’ membantu pembenahan<br />
mengatakan, perbaikan Blok G saat itu<br />
harus dikebut meski sebagian tukang<br />
yang dikontrak untuk perbaikan masih<br />
berada di kampung halaman.<br />
Blok G Pasar Tanah Abang<br />
merupakan blok khusus yang<br />
disediakan untuk para PKL yang<br />
sebelumnya berdagang di trotoar dan<br />
bahu jalan di daerah Tanah Abang.<br />
Atas prakarsa Gubernur DKI Jakarta,<br />
Joko Widodo, Pemprov DKI Jakarta<br />
melakukan penertiban sekaligus<br />
memberikan kompensasi dengan<br />
membagikan kios yang ada di Blok G<br />
kepada para PKL dengan cara diundi,<br />
namun tetap memprioritaskan untuk<br />
para PKL yang ber-KTP DKI Jakarta.<br />
Pelaksana Harian (Plh) Direktur<br />
Utama Pasar Jaya, Alexander Yerris<br />
kepada Media Jaya mengatakan,<br />
revitalisasi Blok G menghabiskan total<br />
biaya sekitar Rp 2 miliar. Biaya yang<br />
dianggarkan dari alokasi biaya darurat<br />
itu dilakukan untuk pengecatan seluruh<br />
kios, perbaikan rollingdoor kios yang<br />
rusak, penambahan tangga dari lantai<br />
kerja.<br />
Hasilnya, upaya yang dilakukan<br />
oleh Pasar Jaya tersebut mendapat<br />
‘acungan jempol’ dari Gubernur Joko<br />
Widodo. “Setelah kurang lebih sebulan<br />
kemarin saya terus lakukan pemantauan<br />
dan pengecekan di Blok G, mulai dari<br />
pagi, siang, sore, malam, bahkan tengah<br />
malam, akhirnya, seperti yang kita<br />
lihat, genangan air, selokan mampet<br />
dan jalanan macet sudah tidak ada<br />
lagi sekarang,” kata Jokowi, panggilan<br />
akrabnya, dalam sambutan pembukaan<br />
acara Peresmian Relokasi PKL di Blok<br />
G Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat,<br />
awal September lalu.<br />
Jokowi berpesan agar seluruh<br />
masyarakat, baik pedagang maupun<br />
pengunjung di Blok G turut menjaga,<br />
merawat, dan memelihara ketertiban<br />
dan kebersihan di lokasi tersebut.<br />
“Semuanya kan sudah dipenuhi, tempat<br />
berjualan yang bersih, pintu gerbang<br />
yang besar, rolling door diperbaiki,<br />
bahkan diberikan kios gratis sampai<br />
enam bulan. Yang penting, jangan<br />
sampai ada lagi yang turun untuk<br />
kembali berjualan di pinggir-pinggir<br />
jalan,” imbuhnya.<br />
Konsisten Berbenah<br />
Tak hanya di Blok G, aktivitas<br />
berbenah juga dilakukan PD Pasar Jaya<br />
terhadap infrastruktur bangunan milik<br />
Pasar Jaya pasar lainnya di Jakarta,<br />
antara lain Pasar Gembrong dan Pasar<br />
Minggu. Para PKL mainan Pasar<br />
Gembrong yang biasa berjualan di<br />
pinggir jalan bahkan telah dijadwalkan<br />
untuk segera menempati 130 kios<br />
baru yang akan segera diselesaikan<br />
proses revitalisasinya. Sayangnya,<br />
tidak demikian dengan para PKL di<br />
Pasar Minggu. Proses relokasi masih<br />
menemui kendala di lapangan dalam<br />
hal negosiasi pihak terkait dengan para<br />
pedagang. Meski demikian, upaya<br />
revitalisasi tetap dilakukan oleh Pasar<br />
Jaya.<br />
Terkait dengan hal tersebut,<br />
Manajer Bidang Umum dan Humas<br />
PD Pasar Jaya, M. Nur Havidz<br />
memberikan sejumlah klarfisikasi.<br />
Salah satunya perihal wewenang<br />
dalam melakukan penertiban terhadap<br />
PKL yang lebih memilih berjualan di<br />
pinggir jalan atau trotoar dibandingkan<br />
di dalam gedung pasar. “Banyak<br />
pihak mengira kewenangan untuk<br />
menertibkan PKL ada di Pasar Jaya,<br />
padahal sesungguhnya kita tidak punya<br />
kewenangan atas hal tersebut, ” ujar<br />
Havidz.<br />
Menurut dia, kewenangan PD<br />
Pasar Jaya terbatas hingga pagar<br />
terluar bangunan gedung pasar. Oleh<br />
karenanya, penertiban PKL lebih tepat<br />
jika dilakukan oleh Satpol PP, Dinas<br />
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah<br />
(KUMKM), serta pemerintah wilayah<br />
kota setempat.<br />
Namun demikian, pihaknya<br />
mendukung penuh upaya penertiban<br />
PKL serta revitalisasi fungsi sejumlah<br />
pasar milik Pasar Jaya yang digagas<br />
Gubernur Joko Widodo. Sejauh ini,<br />
dukungan tersebut dilakukan antara<br />
lain dengan merevitalisasi infrastruktur<br />
gedung atau bangunan pasar. Selain itu,<br />
dilakukan pula upaya penyempurnaan<br />
sistem pengelolaan atau manajemen<br />
pasar secara simultan.<br />
“Kalau revitalisasi infrastruktur<br />
jelas bentuknya, seperti yang telah<br />
dilakukan di Blok G kemarin. Nah,<br />
kalau untuk manajemen, contoh<br />
simple-nya, nanti masing-masing kios<br />
akan ditempeli foto pemilik sekaligus<br />
pedagang di kios yang bersangkutan.<br />
Sebagaimana pesan Pak Gubernur,<br />
pemilik kios hanya boleh yang<br />
berdagang, bukan untuk disewakan,”<br />
paparnya.<br />
Contoh lainnya ditambahkan<br />
Havidz, dalam hal pemberlakuan<br />
Biaya Pengelolaan Pasar (BPP). BPP<br />
merupakan pungutan resmi oleh<br />
Pasar Jaya kepada para pedagang<br />
yang digunakan untuk kepentingan<br />
operasional pengelolaan pasar,<br />
termasuk di dalamnya keamanan dan<br />
kebersihan pasar. Saat ini, besaran<br />
BPP telah dipertimbangkan agar tidak<br />
memberatkan pedagang. Dengan<br />
adanya BPP ini, PD Pasar Jaya tidak<br />
memberlakukan pungutan apapun lagi<br />
kepada para pedagang. “Jika ada oknum<br />
yang melakukan pungutan liar, silakan<br />
melaporkan kepada kami,” ujar Havidz.<br />
MJ<br />
dasar ke lantai dua, serta upah tenaga<br />
20 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 21
liputan utama<br />
Perbedaan Pasar<br />
Tradisional-Modern<br />
Manajer Bidang Umum<br />
dan Humas PD Pasar<br />
Jaya, M. Nur Havidz<br />
yang didampingi Asisten<br />
Manager Sub Bagian<br />
Humas, Agus Lamun<br />
memaparkan, terkait<br />
permasalahan seputar<br />
revitalisasi pasar,<br />
diharapkan membuka<br />
cakrawala pemikiran<br />
warga Jakarta tentang<br />
pasar.<br />
Selama ini, warga/publik<br />
dihadapkan pada perbedaan pasar<br />
modern-tradisional dengan ciri-ciri<br />
yang bertolak-belakang. Pasar modern<br />
biasanya digambarkan secara positif<br />
dengan ciri-ciri bersih, sejuk,<br />
dan nyaman,<br />
sementara<br />
pasar<br />
tradisional<br />
dengan<br />
penggambaran<br />
cenderung negatif seperti basah, kotor,<br />
jorok, dan tidak nyaman.<br />
Hal ini tak pelak semakin<br />
membuat citra pasar tradisional<br />
tertinggal dari pasar modern. Padahal,<br />
sejatinya, yang dimaksud pasar modern<br />
tak harus melulu berbentuk bangunan<br />
swalayan lengkap dengan AC dan<br />
eskalator (lift) sebagaimana bangunan<br />
mal atau swalayan, namun juga pada<br />
proses pengelolaannya. “Yang sering<br />
terjadi, agar ikut ‘modern’ masyarakat<br />
menuntut pasar tradisional dilengkapi<br />
dengan infrastruktur yang serupa<br />
dengan pasar swalayan, seperti AC,<br />
eskalator (lift), dan sebagainya. Padahal<br />
tidak demikian seharusnya,”<br />
ujar Havidz.<br />
Pedagang buah di pasar tradisional<br />
Apa yang dikemukakan Havidz<br />
tersebut senada dengan pernyataan<br />
Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia<br />
(IAI) Munichy B Edrees. Menurutnya,<br />
sebelum mengambil keputusan atas<br />
arah pembenahan sebuah pasar, pihak<br />
terkait harus mempertanyakan dan<br />
memahami hal yang lebih mendasar.<br />
“Ada banyak dimensi yang harus<br />
dilihat, dikritisi terlebih dahulu.<br />
Modernisasi pasar bisa dilakukan<br />
dengan memodernkan sistem pasar,<br />
bangunan fisik, dan orang-orang<br />
yang terlibat di dalamnya, terutama<br />
pengelola. Ada beberapa faktor orisinal<br />
yang membuat orang rela mengunjungi<br />
pasar tradisional. Hal-hal sederhana,<br />
seperti keinginan mendapatkan barang<br />
dagangan yang segar, dan kemungkinan<br />
tawar-menawar bisa menjadi daya tarik<br />
bagi konsumen,” ujar Munichy.<br />
Munichy juga mengingatkan,<br />
dalam membangun sebuah gedung,<br />
termasuk pasar, ada tujuh langkah yang<br />
harus diikuti. “Yang pertama fungsi,<br />
yang kedua estetika, yang ketiga teknik,<br />
termasuk konstruksi dan struktur,<br />
yang keempat, safety. Bangunan harus<br />
bisa menyelamatkan penghuninya<br />
ketika terjadi sesuatu (bencana).<br />
Yang kelima, comfort, yang keenam<br />
konteks. Keberadaan bangunan tersebut<br />
konstekstual atau tidak. Yang ketujuh,<br />
efisiensi,” imbuhnya.<br />
Selain itu, menurut Munichy, tak<br />
kalah penting adalah perhatian pada<br />
penataan zonasinya yang memudahkan<br />
konsumen mendapatkan barang yang<br />
dibutuhkan. Juga penataan koridor<br />
dan sirkulasi pengunjung yang tersebar<br />
merata antarzonasi atau wilayah<br />
dalam bangunan gedung sehingga<br />
memungkinkan terjadinya pemerataan<br />
omzet para pedagang.<br />
Menanggapi hal tersebut, Havidz<br />
mengemukakan, Pasar Jaya tengah<br />
menyusun<br />
sejumlah<br />
strategi<br />
untuk<br />
melakukan perbaikan sejumlah<br />
pasar yang dinilai krusial. Hal tersebut<br />
dilakukan guna menambah daya saing<br />
pasar tradisional di mata para pembeli.<br />
“Kalau diperhatikan lagi, pasar<br />
tradisional sesungguhnya mempunyai<br />
ciri-ciri unik yang tidak dimiliki pasar<br />
yang katanya modern itu, misalnya:<br />
barang dagangan (sayur-sayuran dan<br />
daging, red) cenderung lebih segar,<br />
memungkinkan terjadinya proses<br />
tawar-menawar, serta mempererat<br />
silaturahmi pihak-pihak yang terlibat<br />
di dalamnya, baik pedagang-pembeli,<br />
maupun antarpembeli,” paparnya.<br />
Melihat berbagai potensi yang<br />
dimiliki pasar tradisional tersebut, PD<br />
Pasar Jaya berkomitmen untuk terus<br />
melakukan revitalisasi pasar secara<br />
bertahap. Havidz optimis dengan<br />
renovasi dan pengelolaan optimal, pasar<br />
tradisional tetap akan mendapat tempat<br />
di hati para pembeli. Dalam jangka<br />
panjang, lanjut Havidz, PD Pasar Jaya<br />
sedang mengkaji dan merintis citacita<br />
untuk mengembangkan fungsi<br />
pasar sebagai pusat barang konsumsi<br />
serta agroindustri Jakarta. “Dengan<br />
kerjasama dari berbagai pihak dan<br />
dukungan Pemprov DKI Jakarta, kami<br />
optimis hal tersebut dapat terwujud,”<br />
ujarnya yakin. MJ<br />
22 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 23
liputan utama<br />
Blok G Mulai<br />
Didatangi Pengunjung<br />
Dua hari setelah<br />
diresmikan, Blok G Pusat<br />
Grosir Tanah Abang<br />
mulai ramai didatangi<br />
pengunjung. Meski<br />
demikian, penjualan di<br />
Blok G belum mengalami<br />
peningkatan signifikan.<br />
Pasca diresmikan awal September lalu, aktivitas di Pusat Grosir Blok G Tanah<br />
Abang terlihat mulai bergeliat. Berdasarkan pantauan Media Jaya, setiap lantai<br />
tampak mulai terisi oleh berbagai pedagang yang menjual barang dagangannya.<br />
Lantai satu, misalnya, ditempati para pedagang sayur dan ikan. Lantai dua<br />
ditempati para pedagang kelontong seperti plastik, perlengkapan ulang tahun,<br />
hingga barang-barang kebutuhan sehari-hari. Lantai tiga ditempati para pedangan<br />
pakaian, mulai pakaian anak, sekolah, hingga busana muslim. Sementara lantai<br />
empat belum seluruhnya ditempati, mengingat sebagian kios diperuntukkan bagi<br />
para calon pedagang yang mengikuti pengundian tahap dua.<br />
Andi, salah seorang pedagang pakaian di lantai tiga mengatakan, setelah<br />
diresmikan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi), banyak masyarakat<br />
yang mendatangi Blok G. Kebanyakan dari mereka datang karena penasaran<br />
terhadap perubahan yang dilakukan di lokasi Blok G. Namun, lanjut dia, sebagian<br />
masyarakat juga mulai melihat beberapa barang yang diperdagangkan, salah<br />
satunya untuk membandingkan dengan harga di tempat lain.<br />
Andi mengaku berhasil menjual 10 potong baju muslim dalam waktu dua<br />
hari. Selain karena motif, model terbaru yang disajikan juga menjadi daya tarik<br />
bagi para pembeli. Pakaian muslim atasan dibanderol antara 50 – 90 ribu rupiah.<br />
Sementara, pakaian muslim jenis terusan dibanderol 110 – 150 ribu rupiah. Meski<br />
jumlah yang membeli belum sebanyak yang datang melihat-lihat, Andi tetap<br />
optimis di waktu mendatang pembeli akan semakin bertambah.<br />
“Nanti setelah fasilitas semakin disempurnakan, pembeli akan lebih banyak<br />
lagi. Apalagi, saat ini seluruh angkutan umum melintas di depan Pusat Blok G<br />
sehingga mempermudah akses bagi para pengunjung,” paparnya.<br />
Hal berbeda diungkapkan Rifai, pedagang yang sehari-hari berjualan pakaian<br />
anak-anak. Ia mengeluhkan masih sedikitnya pembeli yang datang. “Dalam dua<br />
hari baru mencapai 20 pembeli, masih sedikit,” katanya. Menurutnya, salah<br />
satu faktor yang menyebabkan hal tersebut yakni fasilitas di Blok G yang belum<br />
selengkap dua lokasi lainnya (Blok A dan Blok B, red) yang ramai dikunjungi<br />
pembeli. “Dibanding Blok A dan B yang dilengkapi oleh pendingin udara dan<br />
eskalator, tentu hal itu akan memengaruhi kenyamanan pengunjung,” katanya.<br />
Beruntung, Rifai mendapat kios yang tidak jauh dari tangga sehingga<br />
masyarakat tidak terlalu merasa kepanasan. “Kemarin Pak Jokowi berjanji segera<br />
membuat eskalator agar masyarakat tidak lelah. Semoga hal tersebut bisa segera<br />
terwujud,” harap pria asal Sumatera Barat ini.<br />
Sementara itu, kisah menarik diperoleh dari cerita Ratna, salah seorang<br />
pengunjung di Blok G. Ketika ditanya alasannya datang ke Blok G, ia menjawab<br />
spontan: “untuk mencari pedagang langganannya yang biasa berjualan di bahu<br />
jalan Jati Bunder,” katanya. Sayangnya, setelah satu jam berkeliling, ia tak kunjung<br />
menemukan si pedagang langganan. “Terakhir saya bertemu pedagang itu sebelum<br />
Lebaran. Katanya dia akan pindah ke Blok G, tapi saya belum menemukannya di<br />
sini,” ujarnya.<br />
Namun demikian, Ratna mendukung upaya relokasi para pedagang kaki<br />
lima (PKL) ke lokasi pasar seperti Blok G, dibandingkan berjualan di pinggir<br />
jalan. Menurutnya, selain lebih teratur dan tertata, relokasi para PKL juga mampu<br />
meminimalisir kemacetan yang terjadi di sekitar lokasi tempat berjualan. (*)<br />
24 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013<br />
25
perumahan rakyat<br />
Jakarta Bangun Rusun Terintegrasi<br />
Sebagai kota yang terus<br />
bertumbuh, Jakarta<br />
tidak bisa menolak<br />
untuk terus membangun<br />
perumahan setiap tahun,<br />
baik horizontal maupun<br />
vertikal. Dan seiring terus<br />
melejitnya harga tanah,<br />
hunian vertikal makin<br />
diminati.<br />
Data Kementerian Perumah<br />
Rakyat menyebutkan, proyeksi<br />
kebutuhan perumahan di DKI Jakarta<br />
sebesar 70.000 unit/tahun, dengan<br />
proporsi 60% atau 42.000 unit/tahun<br />
untuk perumahan horizontal (landed<br />
houses), sedangkan 40 % atau 28.000<br />
unit/tahun untuk perumahan vertikal/<br />
rumah susun.<br />
Pembangunan perumahan<br />
horizontal/landed houses baik bagi<br />
masyarakat berpenghasilan rendah<br />
maupun berpenghasilan tinggi, telah<br />
dipenuhi oleh para pengembang<br />
perumahan, yang banyak membangun<br />
di daerah penyangga sekitar DKI<br />
Jakarta. Hal ini disebabkan keterbatasan<br />
dan mahalnya harga tanah di DKI<br />
Jakarta.<br />
Pembangunan rumah susun<br />
untuk masyarakat berpenghasilan<br />
menengah ke atas sudah dipenuhi<br />
oleh para pengembang perumahan,<br />
sedangkan pembangunan rumah<br />
susun bagi masyarakat berpenghasilan<br />
rendah masih jauh dari yang<br />
dibutuhkan masyarakat. Oleh karena<br />
itu, Pemerintah Pusat maupun Daerah<br />
turut serta melaksanakan pembangunan<br />
rumah susun sederhana.<br />
Strategi pembangunan<br />
perumahan di DKI Jakarta khususnya<br />
pembangunan rumah horizontal/<br />
landed houses dilakukan dengan<br />
mekanisme pasar, swasta dan<br />
masyarakat. Selain itu dilakukan strategi<br />
pembangunan rumah susun serta<br />
pengadaan rusun mewah (Apartemen/<br />
Condominium) bagi masyarakat<br />
berpenghasilan tinggi dengan<br />
proporsi 20% atau 5.600 unit/tahun<br />
yang pengerjaannya dilakukan para<br />
pengembang/badan usaha.<br />
Sementara pengadaan rusun<br />
menengah bagi masyarakat<br />
berpenghasilan menengah dengan<br />
proporsi 40% atau 11.200 unit/tahun<br />
dan sebagian sudah dipenuhi oleh para<br />
pengembang/badan usaha. Sedangkan<br />
pengadaan rusun sederhana bagi<br />
masyarakat berpenghasilan rendah<br />
dengan proporsi 40% atau 11.200 unit/<br />
tahun), menjadi target Pemerintah<br />
Pusat sebanyak 3.360 unit/tahun dan<br />
developer/BUMD/BUMN sebanyak<br />
7.840 unit/tahun.<br />
Sejalan dengan itu sejak tahun<br />
1994, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta<br />
dalam hal ini Dinas Perumahan<br />
menjadi pelaksana pembangunan<br />
perumahan dalam bentuk rumah<br />
susun sederhana bagi masyarakat<br />
berpenghasilan menengah ke bawah.<br />
Kegiatan pembangunan rumah susun<br />
sederhana ini bisa untuk sewa beli/<br />
milik.<br />
Dalam perkembangan banyak<br />
permasalahan yang timbul dalam<br />
pengelolaan dan penghunian rusun<br />
sewa beli. Sehingga mulai tahun 2001<br />
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk<br />
sementara waktu hanya membangun<br />
Rumah Susun Sederhana Sewa<br />
(Rusunawa).<br />
Sesuai dengan penjelasan<br />
Undang-undang No. 20 tahun 2011<br />
tentang Rumah Susun, Pemerintah<br />
juga dapat membangun rumah<br />
susun untuk keperluan Pemerintah<br />
sendiri (kebutuhan khusus). Hal<br />
ini sejalan dengan arah Kebijakan<br />
Umum Pembangunan Daerah urusan<br />
Perumahan Rakyat sebagaimana<br />
tertuang dalam RPJMD Provinsi<br />
DKI Jakarta tahun 2008-2012 yaitu<br />
Meningkatkan Ketersediaan Rumah<br />
Susun untuk memenuhi kebutuhan<br />
penduduk berpenghasilan rendah.<br />
Sejak itu maka pembangunan<br />
rumah susun di Jakarta lebih<br />
diarahkan kepada penataan lingkungan<br />
permukiman kumuh dan efisiensi<br />
lahan yang terbatas dan mahal<br />
harganya. Selain itu karena adanya<br />
tuntutan kebutuhan perumahan bagi<br />
penduduk dalam jumlah besar. Artinya,<br />
pembangunan rumah susun di Jakarta<br />
menyasar pemenuhan kebutuhan akan<br />
perumahan dan permukiman bagi<br />
masyarakat berpenghasilan menengah<br />
ke bawah.<br />
Kebijakan untuk Rusun Sewa<br />
Status penghunian Rumah Susun<br />
yang dibangun Pemerintah Provinsi<br />
DKI Jakarta adalah sewa yang dikelola<br />
oleh Unit Pengelola Rumah Susun<br />
Wilayah I, II dan III di lingkungan<br />
Dinas Perumahan dan Gedung Pemda<br />
Provinsi DKI Jakarta<br />
Penghuni Rusun merupakan<br />
warga provinsi DKI Jakarta yang<br />
terkena langsung pembangunan Rusun.<br />
Juga warga yang terkena pembangunan<br />
prasarana kota (warga terprogram),<br />
serta warga permukiman kumuh<br />
berat di sekitar lokasi pembangunan<br />
rusun dan warga masyarakat golongan<br />
ekonomi menengah ke bawah yang<br />
belum mempunyai rumah tinggal<br />
sendiri dan memenuhi persyaratan<br />
administrasi.<br />
Pada tahun 2012 Dinas<br />
Perumahan dan Gedung DKI Jakarta<br />
pernah menyatakan terdapat 20 blok<br />
rumah susun yang siap pakai namun<br />
belum bisa difungsikan akibat Perda<br />
Tarif Retribusi belum terbit. Dari 20<br />
blok itu terdiri dari 1.750 unit rusun<br />
yang dibangun melalui dana APBD<br />
DKI Jakarta yang terletak di wilayah<br />
Cakung Barat (150 unit), Pegadungan<br />
(200 unit), Pulo Gebang (400 unit),<br />
Pinus Elok (400 unit), dan Merunda<br />
(800 unit) masih kosong tidak<br />
berpenghuni.<br />
Selain terkendala Perda, juga<br />
terhambat belum adanya serah<br />
terima dari pihak pemerintah pusat.<br />
Akibatnya, 2.430 unit rusun lain belum<br />
bisa difungsikan. Rusun tersebut terdiri<br />
atas 25 blok yang dikerjakan oleh<br />
Kementerian Perumahan Rakyat dan<br />
Dirjen Cipta Karya Kemen PU. Karena<br />
belum diserahterimakan maka Pemprov<br />
DKI belum bisa mengelolanya.<br />
Peraturan mengenai penetapan<br />
tarif tersebut membutuhkan waktu<br />
yang cukup lama, karena banyaknya<br />
tahap yang perlu dilewati. Saat itu<br />
(Agustus 2012) posisi Perda itu sudah<br />
di Biro Hukum. Kehadiran Perda<br />
tersebut sangat penting. Sebab landasan<br />
penentuan tarif di masing-masing<br />
lokasi.<br />
Pembangunan dan penempatan<br />
rumah susun kembali digenjot di<br />
akhir menjelang tahun 2012 ketika<br />
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo<br />
berhasil menjadi orang nomor satu.<br />
Pemerintah DKI Jakarta tahun ini pun<br />
bertekad merampungkan pembangunan<br />
900 unit rumah susun sederhana sewa<br />
(rusunawa).<br />
Di sisi lain, pembangunan rusun<br />
ini ironis karena sedikitnya 3.741 unit<br />
atau 33,3 persen rusun belum terhuni.<br />
Penyebabnya banyak, antara lain masih<br />
banyak warga yang diprioritaskan<br />
menyewa rumah susun tidak mau<br />
masuk. Ada pula yang terhambat oleh<br />
aturan Pemprov DKI sendiri. Untuk<br />
masuk rumah susun, setidaknya<br />
masyarakat harus memiliki Kartu Tanda<br />
Penduduk (KTP) Jakarta. Selain itu,<br />
mereka harus dipastikan tidak memiliki<br />
rumah dan penghasilannya mesti di<br />
bawah Rp 2,5 juta sebulan. Biaya sewa<br />
yang diterapkan untuk setiap unit<br />
rumah susun juga menjadi masalah<br />
tersendiri.<br />
Bersamaan dengan itu akhirnya<br />
Perda yang dinanti pun dikeluarkan<br />
yaitu Peraturan Daerah Nomor 3<br />
Tahun 2012 mengenai Besaran Tarif,<br />
biaya sewa rumah susun beragam. Dari<br />
ketentuan itu maka tarif di rumah<br />
susun di DKI dapat diketahui. Yang<br />
paling murah rumah susun di Tambora,<br />
Jakarta Barat, sebesar Rp 45.000 per<br />
bulan. Sementara Biaya sewa rumah<br />
susun yang mencapai Rp 500.000 per<br />
bulan, yakni di Pondok Bambu, Jakarta<br />
Timur. *** ALF/ berbagai sumber<br />
26 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 27
perumahan rakyat<br />
Rawa Bebek, Yonathan mengatakan<br />
fungsi utama rusun itu nantinya bukan<br />
untuk keluarga. Rumah Susun itu<br />
bakal diperuntukan para pekerja dan<br />
buruh yang bekerja di kawasan Jakarta<br />
Timur, seperti Pulo Gebang. Tiap unit<br />
nantinya bakal diisi oleh maksimal<br />
delapan orang pekerja.<br />
Pembangunan Rumah Susun Rawa<br />
Bebek dilakukan oleh Kementerian<br />
Perumahan Rakyat yang nantinya bakal<br />
dihibahkan ke Pemerintah Provinsi<br />
DKI Jakarta. Adapun sebagian besar<br />
menara mencapai 100 kepala keluarga.<br />
Empat rusun yang dibangun<br />
itu menggunakan APBD. Untuk<br />
di Jatinegara akan dibangun 2 blok<br />
dengan jumlah 200 unit hunian, di<br />
Tambora 3 blok, 16 lantai dengan<br />
jumlah 549 unit hunian. Pulogebang 2<br />
blok dengan 160 unit hunian, dan di<br />
Cipinang Besar Selatan 2 blok dengan<br />
200 unit hunian.<br />
Saat ini keempat Rumah<br />
Susun itu dalam proses lelang.<br />
Pembangunan di empat lokasi tersebut<br />
Sejumlah Rusun<br />
Rampung 2014<br />
Kepala Dinas Perumahan Yonathan Pasodung menyatakan pemerintah bakal<br />
segera merealisasi pembangunan sejumlah rusun di Jakarta. Targetnya, rusun<br />
yang akan dan sedang dibangun bisa segera rampung pada 2014.<br />
tambahan untuk akses rusun menuju<br />
Stasiun Semanan.<br />
Jumlah unit rusun yang sama<br />
juga bakal dibangun di kawasan Muara<br />
rusun tersebut sudah mulai memasuki<br />
tahap pembangunan fisik. Yonathan<br />
menargetkan pembangunan rusun<br />
tersebut bakal rampung pada 2014.<br />
diperkirakan selesai pada 2014.<br />
Lamanya pembangunan karena dana<br />
yang digunakan dianggarkan secara<br />
multiyears.<br />
Hingga saat ini diperkirakan<br />
Angke yang juga bakal berdiri delapan<br />
itu dilakukan lantaran kawasan Daan<br />
Angke. Pembangunan itu juga sudah<br />
Pemerintah Provinsi DKI juga<br />
Selain empat lokasi itu,<br />
rumah susun yang sedang dalam<br />
menara, serta Rumah Susun Rawa<br />
Mogot itu kerap terendam banjir<br />
berjalan dan dibantu oleh swasta<br />
bakal membangun empat rusun baru<br />
pembangunan rumah susun yang<br />
masa pengerjaan bisa menampung<br />
Bebek sebanyak enam menara.<br />
saat musim penghujan. Rusun itu<br />
sebagai bentuk CSR perusahaan. Jadi,<br />
di Jakarta. Rusun tersebut terletak<br />
menggunakan APBD akan dibangun<br />
lebih dari 1.600 kepala keluarga baru.<br />
Untuk Rusun Daan Mogot, kata<br />
diperkirakan bakal menampung sekitar<br />
Daan Mogot dan Muara Angke sudah<br />
di Jatinegara Kaum, Cipinang Besar<br />
di Jl, KS Tubun dan Muara Angke.<br />
Yaitu antara lain rumah susun Daan<br />
Yonathan, pemerintah saat ini masih<br />
800 kepala keluarga.<br />
menampung sekitar 1.600 kepala<br />
Selatan, Pulo Gebang, dan Tambora.<br />
Namun proyek itu masih dalam tahap<br />
Mogot yang sedang dibangun sebanyak<br />
terus menambah ketinggian tanah yang<br />
Selain itu, pemerintah juga tengah<br />
keluarga.<br />
Setidaknya sembilan menara baru bakal<br />
perencanaan. ***<br />
delapan menara, Rumah Susun Muara<br />
bakal dibangun tersebut. Peninggian<br />
mengusahakan pembebasan lahan<br />
Adapun untuk Rumah Susun<br />
dibangun dengan daya tampung tiap<br />
28 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 29
perumahan rakyat<br />
perumahan rakyat<br />
Buat Rusun 500 Blok<br />
Wakil Gubernur DKI<br />
Jakarta Basuki Tjahaja<br />
Purnama, menargetkan<br />
pembangunan 500<br />
blok di Jakarta selama<br />
masa jabatannya. Selain<br />
itu, ia juga menyadari<br />
keberadaan rumah susun<br />
sewa saat ini masih<br />
terbatas.<br />
Menurut Basuki, Pak Gubernur<br />
akan buatkan rusun 500 blok dengan<br />
kapasitas 50.000 unit. Kalau itu<br />
terwujud, DKI Jakarta jadi negara<br />
pertama di dunia yang bisa pindahkan<br />
warga dari kawasan kumuh ke tempat<br />
yang tertib.<br />
Ia mengatakan, semua rusun itu<br />
akan diintegrasikan dengan kawasan<br />
perkantoran dan kawasan industri.<br />
Untuk merealisasikannya Pemprov DKI<br />
terus melakukan pembebasan lahan.<br />
Selain itu, ia juga sedang mendata aset<br />
yang dimiliki pemerintah daerah.<br />
Basuki yakin setiap tanah di DKI<br />
bisa dibangun rumah susun, jadi semua<br />
bisa tinggal di dekat tempat kerja. Ke<br />
depan tidak ada macet, hemat biaya<br />
hidup dan kehidupan sosial akan<br />
berubah.<br />
Diakui Basuki, penghasilan<br />
warganya masih paspasan. Upah<br />
Minimum Provinsi (UMP) sebesar<br />
Rp2,2 juta dianggap masih kurang<br />
ideal, ini dikarenakan perhitungan<br />
transportasi masih 35 persen dalam<br />
Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Ia<br />
dan Jokowi percaya kawasan ekonomi<br />
khusus yang terintegrasi dengan rumah<br />
susun jadi jawaban.<br />
Untuk membuat Kawasan<br />
Ekonomi Khusus yang berdekatan<br />
dengan rumah susun memerlukan<br />
persiapan kawasan Industri khusus.<br />
Luasnya 1.500 hektar. Realisasinya<br />
diperkirakan 2015-1016 di beberapa<br />
wilayah di Jakarta. Semua terintegrasi<br />
dengan rumah susun.<br />
Untuk realisasi tahap pertama<br />
akan dibuka di Marunda. Di Marunda<br />
itu akan kita siapkan 170 hektar<br />
Kawasan Berikat Nusantara (KBN).<br />
Akan ada banyak lapangan pekerjaan<br />
baru. Lokasi ini disiapkan dengan<br />
rumah susun sewa (Rusunawa).<br />
Dengan dekatnya kawasan<br />
industri dengan Rusunawa, maka akan<br />
menekan biaya transportasi yang saat<br />
ini jumlahnya mencapai 35% dari<br />
total Kebutuhan Hidup Layak yang<br />
berpengaruh pada Upah Minimum<br />
Provinsi.<br />
[Aliefien/berbagai sumber]<br />
Rusun Diyakini<br />
Menjadi Solusi Jitu<br />
Rumah susun (Rusun) diyakini mampu menjadi<br />
solusi jitu bagi pengadaan rumah layak di tengah<br />
kota bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).<br />
Rusun juga dapat menjadi jalan keluar terhadap<br />
persoalan tingginya harga tanah di perkotaan.<br />
Setidaknya, bila masyarakat tak bisa memiliki<br />
rumah susun sederhana milik (rusunami), mereka<br />
masih bisa menyewa rumah susun sederhana sewa<br />
(rusunawa).<br />
Fraksi PDI Perjuangan, H Boy<br />
Hendardi Sadikin anggota Komisi<br />
D DPRD DKI Jakarta sangat<br />
mendukung program Kementerian<br />
Perumahan Rakyat dan Pemprov DKI<br />
Jakarta untuk menghidupkan kembali<br />
program pembangunan 1.000 menara<br />
susun atau rumah susun (rusun).<br />
Walau program itu sempat mandeg<br />
setelah Sutiyoso tidak menjabat sebagai<br />
Gubernur Provinisi DKI Jakarta,<br />
tetapi Kementerian Perumahan Rakyat<br />
dan Pemprov DKI Jakarta kembali<br />
menggelorakan program tersebut<br />
sebagai upaya memenuhi kebutuhan<br />
tempat tinggal layak huni bagi warga<br />
ekonomi menengah ke bawah.<br />
Apalagi Menteri Perumahan<br />
Rakyat, Djan Faridz juga meminta agar<br />
Pemprov DKI Jakarta dapat mendorong<br />
pembangunan rumah susun dengan<br />
perubahan aturan koefesien lantai<br />
bangunan (KLB). Jika sebelumnya<br />
KLB 3,5 dengan ketinggian 12 lantai,<br />
Djan Faridz berharap aturan tersebut<br />
diubah kembali menjadi enam dengan<br />
ketinggian 24 lantai hingga 30 lantai.<br />
“Perubahan KLB tersebut sebagai upaya<br />
untuk menyiasati tigginya harga tanah,”<br />
tutur Boy, putra mantan Gubernur<br />
DKI Jakarta H Ali Sadikin itu.<br />
Melalui langkah ini, pengembang<br />
juga tak dirugikan dengan harga<br />
hunian yang tak terlalu mahal. Apalagi<br />
sebenarnya pengembang juga siap<br />
membangun rusun karena pasarnya<br />
jelas ada di DKI Jakarta.<br />
“Kementerian Perumahan Rakyat<br />
juga mendorong pemanfaatan lahan<br />
atau tanah milik pemerintah dan badan<br />
usaha milik negara (BUMN). Bahkan<br />
beberapa BUMN mengklaim bersedia<br />
agar lahan milik mereka dibangun<br />
rusun bagi masyarakat berpenghasilan<br />
rendah (MBR). Banyak tanah<br />
BUMN yang idle, itulah yang dapat<br />
dibangun dan memanfaatkannya secara<br />
maksimal,” papar Boy.<br />
30 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 31
Rusun Marunda yang sudah dipenuhi para penghuni situasinya makin tampak ramai. Selain penghuni yang keluar masuk untuk menjalankan<br />
pelbagai aktivitas sehari-hari, para kerabat maupun keluarga penghuni juga suka berkunjung ke rusun yang dulu nyaris senyap. Foto : MJ/NR<br />
Rusun Marunda, selain makin ramai penghuni juga makin asri karena di halaman rusun banyak ditanam tanaman peneduh maupun sekadar<br />
tanaman hias. Foto : Mj/NR<br />
BUMN yang menyatakan bersedia<br />
lahan miliknya untuk dibangun rusun<br />
antara lain Perusahaan Listrik Negara<br />
(PLN) yang lahannya berlokasi di<br />
Bendungan Hilir, Kecamatan Tanah<br />
Abang, Jakarta Pusat. Pertamina juga<br />
memiliki tanah di sejumlah titik dan<br />
PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) juga<br />
mempunyai banyak tanah di sekitar<br />
stasiun. Namun, tanah-tanah tersebut<br />
tetap akan berstatus sebagai tanah milik<br />
negara dengan hak perngelolaan lahan<br />
(HPL). Sedangkan bangunan di atasnya<br />
berstatus hak guna bangunan (HGB).<br />
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta<br />
melalui Dinas Perumahan dan Tata<br />
Bangunan sudah melakukan berbagai<br />
langkah untuk menyusun program<br />
pembangunan rusunawa termasuk<br />
program pembangunan kampung<br />
tematik mengacu pada program<br />
prioritas yang dicanangkan Gubernur<br />
DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil<br />
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja<br />
Purnama.<br />
Sinyal dari Menteri BUMN<br />
Menteri Badan Usaha Milik<br />
Negara (BUMN), Dahlan Iskan sudah<br />
memberikan sinyal positif terkait<br />
kerja sama Kementerian Perumahan<br />
Rakyat dan Kementerian BUMN<br />
untuk mengelola lahan-lahan tidur<br />
itu. Menurut Dahlan, setiap BUMN<br />
mempunyai kewenangan untuk<br />
mengolah asset mereka. Apalagi di<br />
sinyalir tanah BUMN banyak yang<br />
diduduki pihak lain.<br />
Dahlan Iskan menegaskan,<br />
daripada lahan itu menjadi tidak<br />
produktif, akan lebih baik jika<br />
tanah itu digunakan menjadi rumah<br />
susun. Terlebih, BUMN juga harus<br />
mengeluarkan uang untuk membayar<br />
pajak dan biaya asset tanah tersebut.<br />
Kalau sudah diduduki beneran malah<br />
ada ganti rugi.<br />
Gubernur Provinsi DKI Jakarta<br />
juga berencana membangun rumah<br />
susun deret di sepanjang bantara<br />
sungai. Wacana itu, hingga kini belum<br />
terwujud. Dengan adanya wacana<br />
Kemenpera dan Kementerian BUMN<br />
tersebut diharapkan sinergi dengan<br />
program Pemprov DKI Jakarta dalam<br />
upaya menyediakan perumahan yang<br />
layak bagi warga Jakarta. Terutama<br />
bagi keluarga miskin yang biasanya<br />
bermukim di sepanjang bantaran sungai<br />
dan sering terlanda banjir.<br />
Menurut H Mohammad Sanusi,<br />
anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta<br />
yang membidangi Pembangunan,<br />
pembangunan rusun memang perlu<br />
dilakukan. Khususnya bagi masyarakat<br />
yang berpenghasilan rendah.<br />
Namun, memang tak mudah untuk<br />
mewujudkannya, karena begitu banyak<br />
masalah di dalamnya.<br />
Wakil rakyat dari Fraksi Partai<br />
Gerindra itu menambahkan, masalah<br />
ini bahkan bisa menjadi bom waktu<br />
yang mengancam program 1.000 rusun.<br />
Menurutnya, masalah itu mengemuka<br />
dalam dialog ‘ Urgensi Peraturan<br />
Pemerintah (PP) tentang Rusun dalam<br />
Mengatasi Permasalahan Rusun di<br />
Indonesia’ di Jakarta beberapa waktu<br />
lalu.<br />
“Undang Undang Nomor 20<br />
Tahun 2011 tentang Rumah Susun<br />
sudah diterbitkan sejak dua tahun lalu.<br />
Tapi, hingga kini Peraturan Pemerintah<br />
(PP) tersebut belum keluar. Padahal,,<br />
beleid yang saat ini sudah berbentuk<br />
Rencana Peraturan Pemerintah<br />
(RPP) Rusun sudah ada di tangan<br />
Kemenpera,” tambahnya.<br />
Ungkapan senada diutarakan<br />
Mualim, Ketua Umum Persatuan<br />
Perhimpunan Penghuni Rumah Susun<br />
Indonesia (P3RSI). Menurut dia,<br />
seharusnya ada beberapa peraturan<br />
yang muncul sebagai turunan dari UU<br />
No 20 tahun 2011. Di antaranya, PP<br />
Penyelenggaraan Rumah Susun, PP<br />
Perngelolaan Rumah Susun dan PP<br />
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni<br />
Satuan Rumah Susun (P3SRS). Akibat<br />
macetnya penyusunan PP itu, situasi di<br />
lapangan menjadi tidak pasti.<br />
Apalagi timbul kisruh antara<br />
penghuni dan pengembang terkait hak<br />
suara penghuni. Belum lagi persoalan<br />
penentuan besaran dan pengelolaan<br />
service charge, mekanisme hubungan<br />
antara badan pengelola, pelaku<br />
pembangunan (developer) dan P3SRS<br />
hingga etika berinteraksi rusun.<br />
Akibatnya, pengembang , pemerintah<br />
daerah dan pemegang kepentingan<br />
lainnya gamang menghadapi masalah<br />
ini. Karena itu, PP diharapkan<br />
dapat memberikan solusi terhadap<br />
kompleksnya permasalahan di rusun.<br />
Kepala Bidang Perizinan,<br />
Penertiban dan Peran Serta Masyarakat<br />
Dinas Perumahan dan Gedung<br />
Pemrov DKI Jakarta, Yaya Mulyarso<br />
mempunyai pemandangan serupa.<br />
Menurutnya, terjadi kebingungan di<br />
tingkat pelaksana pemerintahan karena<br />
belum adanya PP tersebut. Kehadiran<br />
UU Rusun, ternyata belum mampu<br />
memcahkan persoalan, karena masih<br />
bersifat umum.<br />
Karena belum adanya Peraturan<br />
Pemerintah (PP) tersebut, Pemprov<br />
DKI Jakarta banyak menerima keluhan<br />
dari penghuni dan pengembang.<br />
Padahal, wewenang Pemda tak seluas<br />
itu. Karena itu, Dinas Perumahan dan<br />
Gedung DKI Jakarta berharap PP<br />
Rusun segera keluar, sehingga dapat<br />
menangani masalah yang dari hari ke<br />
hari semakin kompleks.<br />
“ Hal yang sering terdengar adalah<br />
persoalan pemilihan P3SRS. Selama<br />
ini terjadi kekisruhan antara penghuni,<br />
pengelola dan pengembang. Di satu sisi<br />
pengembang menginginkan pemilihan<br />
berdasarkan nilai perbandingan<br />
proporsional (NPP), sedangkana<br />
penghuni berdasarkan one man one<br />
vote, sehingga berapa pun jumlah<br />
rusun, pemiliknya hanya boleh memilih<br />
satu kali,” kata Ketua Umum Real<br />
Estate Indonesia (REI) Setyo Maharso<br />
yang dimintai pendapatnya secara<br />
terpisah.<br />
Sementara, Kemenpera masih<br />
merancang dengan teliti PP Rusun.<br />
Deputi Perumahan Formal Kemenpera,<br />
Pangihutan Marpaung mengemukakan,<br />
pihaknya masih berupaya menghimpun<br />
segala permasalahan di lapangan.<br />
Sehingga PP Rusun mampu<br />
mengakomodasi semua kepentingan.<br />
Dalam artian, PP Rusun bisa mengatasi<br />
segala persoalan di lapangan, sehingga<br />
terbentuk hubungan harmonis di antara<br />
semua pihak. RCW<br />
32 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 33
perumahan rakyat<br />
Jakarta Menuju<br />
Kampung Vertikal<br />
Oleh : Hardi SE *)<br />
Kota-kota besar di Asia<br />
dalam kurun waktu 30<br />
tahun terakhir telah<br />
membangun gedunggedung<br />
bertingkat<br />
sebagai simbol kekuatan<br />
ekonomi mereka. Bukan<br />
hanya untuk perkantoran,<br />
tetapi gedunggedung<br />
bertingkat itu<br />
juga dibangun untuk<br />
permukiman warga kota.<br />
Jakarta pun telah memulainya<br />
sejak lama. Khususnya untuk<br />
perkantoran. Untuk permukiman<br />
warga, terutama di perkampungan,<br />
DKI Jakarta baru akan<br />
mengembangkannya karena<br />
lahannya terbatas dan tak mungkin<br />
bertambah luasnya, sementara jumlah<br />
penduduknya semakin bertambah,<br />
bangunan vertikal menjadi pilihan<br />
paling masuk akal untuk tempat<br />
tinggal. Menilik Jakarta memiliki<br />
kantong-kantong padat penduduk,<br />
seperti di Kecamatan Tambora, Jakarta<br />
Barat, Kecamatan Johar Baru dan<br />
Kecamatan Senen, Jakarta Pusat,<br />
Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara<br />
dan lain-lainnya, ternyata belum ada<br />
bangunan vertikal untuk permukiman<br />
warga.<br />
Bagi warga yang mampu, bisa<br />
tinggal di apartemen. Tetapi, bagi warga<br />
tidak mampu mereka tinggal berdesak<br />
di gang-gang sempit, bantaran kali atau<br />
waduk, bahkan di kolong jembatan<br />
layang. Sementara rumah susun yang<br />
dapat disewa jumlahnya sangat terbatas<br />
dan sudah kelebihan kapasitas. Selain<br />
kondisinya memprihatinkan karena<br />
lama terlantar tak dihuni, pemeliharaan<br />
gedung sangat jarang, kalau tak mau<br />
dibilang tidak pernah dilakukan.<br />
Rumah susun yang sudah dibangun<br />
juga banyak yang mangkrak karena tak<br />
berpenghuni.<br />
Pemprov DKI Jakarta, di bawah<br />
kepemimpinan Gubernur Joko Widodo<br />
dan Wagub Basuki Tjahaja Purnama,<br />
kini menaruh perhatian besar pada<br />
pemanfaatan rumah susun yang sudah<br />
ada. Selain itu juga akan membangun<br />
rumah susun lebih banyak untuk<br />
mengurangi kepadatan di kantongkantong<br />
padat penduduk. Rumah<br />
susun yang semula mangkrak, seperti<br />
di Marunda, Jakarta Utara mulai<br />
diperbaiki dan dimanfaatlan untuk<br />
relokasi warga yang tinggal di<br />
wilayah rawan banjir dan bantaran kali.<br />
Pemprov DKI Jakarta tidak<br />
bergerak sendiri. Kini mulai<br />
menggandeng pihak swasta untuk ikut<br />
memikirkan hunian yang layak bagi<br />
warga Jakarta. Menyambut tawaran<br />
tersebut. Firma SHAU Architecture<br />
and Urbanism, yang berbasis di<br />
Rotterdam, Munich, dan perwakilan<br />
Jakarta, baru-baru ini menggelar<br />
sebuah acara bertaraf internasional yang<br />
memfokuskan bahasan pada eksplorasi<br />
desain kreatif bagi konsep kampung<br />
vertikal di Jakarta.<br />
Acara bertajuk Jakarta Vertikal<br />
Kampung itu menggandeng para<br />
arsitek muda di Asia dan Eropa yang<br />
bekerjasama dengan arsitek terbaik<br />
di Jakarta untuk membuat desain<br />
inovatif permukiman vertikal. Menurut<br />
salah seorang pendiri SHAU, Deliana<br />
Suryawinata, tidak sepertti di Eropa, di<br />
Jakarta belum ada budaya mendesain<br />
permukiman vertikal yang layak.<br />
Ini merupakan kesempatan bagi<br />
para arsitek untuk berkontribusi pada<br />
perbaikan kualitas rumah susun.<br />
Mereka tidak sekadar mengkritik<br />
kebijakan Pemda, tetapi lebih ingin<br />
menawarkan alternatif positif dalam<br />
pembangunan permukiman. Sebab, ada<br />
sekitar 60 arsitek yang berpartisipasi<br />
dalam Jakarta Vertikal Kampung yang<br />
digelar di Erasmus Huis, Jakarta itu.<br />
Mereka dikumpulkan dalam kelompokkelompok<br />
kecil untuk membuat<br />
satu desain. Para peserta mendapat<br />
perbekalan dari para pakar arsitek<br />
tingkat dunia yang sudah memiliki<br />
banyak pengalaman.<br />
Kota Mini<br />
Pemprov DKI Jakarta<br />
menyediakan enam lokasi untuk<br />
dibuatkan permukiman vertikal.<br />
Antara lain di Penjaringan, Nagrak,<br />
Rorotan, Penggilingan, Cipinang<br />
Besar Utara, dan Semanan. Firma<br />
SHAU menetapkan kriteria desain<br />
secara umum, yaitu kampung vertikal<br />
tidak sekadar rumah susun. Desainnya<br />
harus multifungsi. Di mana hidup,<br />
pekertjaan, dan rekreasi dapat<br />
dipadukan. Jadi, seperti kota mini.<br />
Kampung itu nantinya harus<br />
ada keragaman ruang untuk tempat<br />
tinggal dan ruang publik serta ada<br />
ruang untuk aktivitas ekonomi bagi<br />
para penghuninya. Permukiman itu<br />
juga harus bisa dibangun secepatnya<br />
dengan dana terjangkau. Desain<br />
permukiman vertikal juga diharapkan<br />
ramah lingkungan supaya tidak perlu<br />
ada penyejuk ruangan dan penerangan.<br />
Terutama pada siang hari. Ancaman<br />
banjir pun harus mernjadi pertibangan<br />
dalam mendesain permukiman.<br />
Yang terpenting, kata Deliana,<br />
permukiman itu harus menekankan<br />
ruang bersama untuk interaksi<br />
sosial penghuninya. Antartetangga<br />
saling terhubung. Tidak terkotakkotak.<br />
Untuk menambah karakter,<br />
desain permukiman itu juga perlu<br />
memasukkan interpretasi budaya<br />
Betawi atau Jakarta secara modern. “<br />
Bukan lantas ditaruh ondel-ondel di<br />
rumah susun,” kelakarnya.<br />
David Gianotten, salah<br />
seorang pembicara dari kantor<br />
OMA Hongkong, mengatakan,<br />
sebuah bangunan vertikal harus<br />
bisa berkontribusi pada kebahagiaan<br />
penghuninya. Menurutnya,<br />
kampung vertikal tidak sekadar<br />
membawa orang naik turun dari<br />
lantai ke lantai lewat satu jalan. Itu<br />
membosankan. Bangunan itu harus<br />
didesain sedemikian rupa, sehingga<br />
menghubungkan seluruh warga secara<br />
vertikal ataupun horizontal. Sehingga<br />
memungkinkan orang berkeliling dan<br />
berinteraksi. Sebuah hunian vertikal,<br />
bukan hanya tentang infrastruktur,<br />
melainkan juga tentang lingkungan<br />
sosial yang dapat tercipta.<br />
“ Ini akan terciptakan cakrawala<br />
yang lebih luas. Lebih dari yang dapat<br />
disediakan oleh pemerintah pusat<br />
maupun Pemprov DKI Jakarta.<br />
Hal ini akan menjadi tanggung<br />
jawab pemerintah, penghuni, dan<br />
perencananya,” papar David.<br />
Untuk itulah para peserta ajang<br />
Jakarta Vertical Kampung tidak sekadar<br />
merancang di atas meja dan di dalam<br />
ruangan. Mereka harus survei lokasi<br />
yang ditetapkan, berbincang-bincang<br />
dengan calon penghuni nantinya, dan<br />
menambah masukan dari para ahli.<br />
Hasil akhir rancangan mereka telah<br />
dipamerkan di Erasmus Huis pada<br />
7-14 Juli 2013 lalu. Rancangan itu<br />
akan menjadi referensi bagi Pemprov<br />
DKI Jakarta untuk merancang hunian<br />
vertikal di Jakarta.<br />
Wakil Gubernur DKI Jakarta,<br />
Basuki Tjahaja Purnama mengatakan,<br />
desain itu dapat diambil dan diterapkan<br />
untuk program pembangunan<br />
permukiman vertikal. Wagub pernah<br />
mengambil desain para arsitek<br />
itu untuk Muara Angke. Walau<br />
memang tidak berjanji akan memakai<br />
semua rancangan. Yang bagus dan<br />
memungkinkan akan diambil.<br />
Dananya, menurut Wagub, bisa<br />
diambil dari dana tanggung jawab sosial<br />
perusahaan (CSR).<br />
Tanah yang disediakan Pemprov<br />
DKI Jakarta berupa permukiman yang<br />
sudah eksis. Artinya, roda kehidupan<br />
di kampung itu sudah berjalan sejak<br />
lama. Namun demikian, Pemprov DKI<br />
Jakarta perlu melakukan pendekatan<br />
untuk mengubah cara hidup yang<br />
sudah sekian lama berjalan dan<br />
dilakukan kampung tersebut.<br />
Harus diakui, sebagus apa pun<br />
konsep kampung vertikal, hasilnya<br />
tidak akan pernah dapat menyamai<br />
kehidupan sebuah kampung yang sudah<br />
ada. Konsep itu hanya sebagai lecutan.<br />
Kita ingin melihat konsep itu sebagai<br />
ambisi jangka panjang. Minimal,<br />
kampung-kampung yang sudah<br />
ada, akan menjadi sumber inspirasi<br />
para arsitek yang bergerak di bidang<br />
property atau perumahan di Ibu Kota.<br />
***<br />
*) Penulis anggota Komisi D DPRD<br />
DKI Jakarta<br />
34 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 35
perumahan rakyat<br />
Perumahan<br />
Rusunawa<br />
Marunda<br />
Rusunawa Marunda, siapa yang<br />
tak kenal nama itu. Setahun lalu,<br />
jangankan kenal, mendengar saja<br />
belum pernah. Apalagi mengetahui<br />
lokasi persisnya. Namun kini<br />
Rusunawa seolah menjadi buah bibir.<br />
Semakin banyak yang mendengar<br />
dan membicarakannya. Bahkan<br />
tidak sedikit pula yang rela antre<br />
untuk mendapatkannya, meski harus<br />
menunggu sekian lama.<br />
Ini semua memang tidak bias<br />
lepas dari upaya Gubernur Jokowi yang<br />
setengah memaksa warga untuk pindah<br />
kesana. Khususnya warga yang menjadi<br />
korban banjir di daerah Penjaringan,<br />
Muara Baru maupun yang terkena<br />
revitalisasi Waduk Pluit.<br />
Seperti biasa, saat rencana<br />
itu digulirkan, banyak warga yang<br />
menentang dengan berbagai alasan.<br />
Ada yang beralasan tempatnya terlalu<br />
jauh, tidak ada angkutan umum atau<br />
pun tempatnya tidak layak huni.<br />
Tapi Jokowi tak bergeming,<br />
dengan berbagai cara dilakukan untuk<br />
membujuk warga agar mau pindah.<br />
Pelan namun pasti upaya tersebut<br />
akhirnya mulai membuahkan hasil.<br />
Sedikit demi sedikit warga mulai mau<br />
pindah. Terlebih lagi ketika Jokowi<br />
menyediakan fasilitas transportasi<br />
gratis, baik lewat darat maupun laut.<br />
Termasuk juga peralatan rumah tangga,<br />
seperti kulkas, mesin cuci, kompor,<br />
tempat tidur dan lainnya. Selain itu,<br />
biaya sewa tiap bulannya juga disubsidi<br />
hingga setengahnya.<br />
Makin Diminati dan Dicari<br />
Gebrakan Jokowi memindahkan warga korban banjir<br />
Muara Baru dan Waduk Pluit ke Rusunawa Marunda<br />
menuai hasil. Warga mulai tertarik dan bahkan rela<br />
antre demi mendapatkan satu petak Rusunawa. Padahal<br />
sebelumnya mereka tak peduli.<br />
Entah karena tertarik dengan<br />
fasilitas gratis tersebut atau karena<br />
memang warga mulai sadar, sejak<br />
itu semakin banyak warga berebutan<br />
untuk mendapatkan jatah Rusunawa<br />
Marunda. Masalahnya, ketika<br />
banyak warga yang berminat untuk<br />
menempati, ternyata tidak didukung<br />
dengan ketersediaan unit yang<br />
memadai. Hal ini disebabkan unit<br />
tempat tinggal yang ada belum siap<br />
huni. Untuk bias ditempati mesti harus<br />
diperbaiki dulu.Dan hal itu tentunya<br />
membutuhkan waktu tersendiri untuk<br />
memperbaikinya.<br />
Rusak dan Dicuri<br />
“Sebenarnya masih banyak<br />
tersedia unit tempat tinggal di sini.<br />
Tapi karena kondisinya rusak, maka<br />
tidak bias langsung ditempati dan harus<br />
diperbaiki terlebih dulu,” ujarAzrin,<br />
salah seorang staf di Kantor Pengelola<br />
yang berlokasi di Cluster A Rusunawa<br />
Marunda.<br />
Dikatakan Azrin, saat ini di<br />
Rusunawa Marunda tersedia 3 cluster,<br />
yakni; Cluster A, B dan C. Masingmasing<br />
Cluster terdiri dari 10 hingga<br />
12 blok. Kemudian tiap blok memiliki<br />
6 lantai dengan pembagian 5 lantai<br />
digunakan untuk tempat tinggal,<br />
sedangkan satu lantai (lantai 1)<br />
dipergunakan sebagai ruang terbuka<br />
yang bias dimanfaatkan untuk berbagai<br />
keperluan. Lantai 1 bisa dipakai untuk<br />
ruang usaha, ruang serbaguna, ruang<br />
sekolah, ruang parkir motor, musholla,<br />
dan lainnya.<br />
“Tiap blok rata-rata terdapat 100<br />
hunian atau tempat tinggal.Jadi saat<br />
ini total di RnawaMarunda terdapat<br />
lebihdari2.500 unit tempattinggal,”<br />
ujarnya.<br />
Semua unit yang ada, kata<br />
Azrin, dibangun secara bertahap<br />
menggunakan dana APBN dan APBD<br />
DKI Jakarta. Dari dana APBN yang<br />
dimulai pembangunannya tahun<br />
2004 dan berlanjut hingga 2008 telah<br />
menghasilkan 1.080 unit. Kemudian<br />
melalui dana APBD DKI Jakarta mulai<br />
tahun 2005 hingga 2009 bertambah<br />
lagi 1.500 unit. Total dari tiga Cluster<br />
yang ada terdapat tempat tinggal<br />
sebanyak 2.580 unit.<br />
“Dari jumah tersebut, yang terisi<br />
baru 25 persennya saja. Itu sebelum<br />
kedatangan warga Penjaringan, Muara<br />
Baru maupun warga Waduk Pluit.<br />
Dengan kedatangan mereka tentu<br />
jumlahnya bertambah. Tapi belum tahu<br />
pasti angkanya,” tandasnya.<br />
Lebih lanjut dikatakan Azrin,<br />
selama sekian tahun tak ditempati, bias<br />
dibayangkan seperti apa kondisinya.<br />
Apalagi bila yang tidak ditempati itu<br />
merupakan bangunan tahap pertama.<br />
Tentu sudah lebih dari tujuh hingga<br />
Sembilan tahun usianya. Karena tidak<br />
ditempati tentunya tidak ada perawatan<br />
dan terbengkelai. Sehingga di sanasini<br />
banyak yang rusak, mulai dinding<br />
berlubang, atap bocor, pintu dan<br />
jendela lepas dan lainnya. Kerusakan<br />
terjadi selain karena factor alamiah,<br />
juga adanya tangan jahil yang tidak<br />
bertanggungjawab. Lisjen dalam<br />
maupun wastafel yang terbuat dari<br />
aluminium banyak yang hilang karena<br />
diambil oleh pencuri. Selain itu, kloset,<br />
kabel listrik, dan pipa ledeng juga<br />
banyak yang hilang. Dalam kondisi<br />
seperti ini tentunya tidak mungkin bias<br />
ditempati sebelum diperbaiki terlebih<br />
dulu.<br />
Hampir semua Cluster yang<br />
kosong dan tidak berpenghuni,<br />
kondisinya seperti itu. Cluster A<br />
misalnya, dari 10 blok yang tersedia,<br />
baru 5 blok yang dihuni. Sedangkan<br />
5 blok lainnya kosong dalam kondisi<br />
rusak. Begitu pula dengan Cluster<br />
B yang kondisinya juga tidak jauh<br />
berbeda dengan Cluster A. Hanya<br />
Cluster C yang baru terbangun 5 blok<br />
yang kondisinya agak lumayan baik.<br />
Cluster C hanya mengalami masalah air<br />
dan listrik saja.<br />
“Sebenarnya kalau saat ini<br />
kondisinya bagus semua dan siaphuni,<br />
tentu sudah banyak yang menempati.<br />
Terutama mereka yang berasal dari<br />
Penjaringan dan sekitar Wadukpulit<br />
yang masuk dalam kelompok subsidi,”<br />
ujar Azrin.<br />
Renovasi<br />
Kondisi Rusunawa Marunda<br />
yang rusak dan belum layak huni ini<br />
direspon dengan cepat oleh Gubernur<br />
Jokowi. Melalui anggaran APBD DKI<br />
Jakarta, Jokowi telah menyiapkan<br />
anggaran Rp 15 miliar untuk perbaikan<br />
fasilitas Rusunawa Marunda yang rusak.<br />
Diperkirakan perbaikan akan selesai<br />
tahun ini. Dan secara bertahap warga<br />
akan segera menempatinya. Karena<br />
sudah lama warga memegang kunci<br />
rumah. Namun belum bias segera<br />
menempati karena kondisi yang belum<br />
layak huni.<br />
“Untuk perbaikan, saya siapkan<br />
anggaran Rp 15 miliar. Tingginya<br />
anggaran karena banyak fasilitas<br />
yang rusak,” ujar Jokowi di Balaikota<br />
beberapa waktu lalu.<br />
Menurut gubernur, perbaikan<br />
harus segera diselesaikan karena yang<br />
menunggu cukup banyak. Tidak lagi<br />
ratusan, tapi sudah mencapai ribuan.<br />
Untuk perbaikan fasilitas memang<br />
diprioritaskan Rusunawa Marunda<br />
terlebih dulu. Setelah Rusunawa<br />
Marunda beres dilanjutkan Rusunawa<br />
yang lain. Rusunawa Marunda menjadi<br />
prioritas perbaikan karena sangat<br />
mendesak untuk ditempati warga<br />
korban banjir Penjaringan dan sekitar<br />
Waduk Pluit. Mereka tidak membayar<br />
sewa penuh, melainkan mendapatkan<br />
subsidi.<br />
Besaran subsidi yang diberikan<br />
Pemprov DKI Jakarta mencapai 50<br />
persen. Tarif resmi sewa per bulan (di<br />
luar tagihan listrik dan air bersih),<br />
sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor<br />
3 Tahun 2012 adalah Rp 371.000 tiap<br />
bulan untuk hunian di lantai I, Rp<br />
354.000/bulan untuk hunian lantai II,<br />
Rp 338.000/ bulan untuk hunian lantai<br />
III, Rp 321.000/bulan untuk lantai IV,<br />
dan Rp 304.000/bulan untuk hunian di<br />
lantai V<br />
Karena mereka mendapatkan<br />
subsidi, maka besaran tariff sewa tiap<br />
bulan adalah sebagai berikut; Hunian<br />
lantai satu dikenakan Rp 159.000/<br />
bulan, lantai dua Rp 151.000/<br />
bulan, lantai tigaRp 144.000/bulan,<br />
lantai empat Rp 136.000/bulan dan<br />
lantai lima Rp 128.000/bulan. Tidak<br />
termasuk listrik, air, sampah, keamanan<br />
dan lainnya.NR<br />
36 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 37
perumahan rakyat<br />
Beda Tempat, Beda Jatah<br />
Warga korban banjir Muara Baru dan Waduk Pluit<br />
yang menempati Rusunawa Marunda mendapatkan<br />
fasilitas gratis berupa alat-alat elektronik, seperti TV,<br />
kulkas, kompor, tempat tidur dan lainnya.<br />
R.D. Gunawan (50) mengaku<br />
baru menempati Rusunawa Marunda<br />
sekitar dua minggu. Bapak dari 4<br />
orang putra ini menempati area<br />
Cluster C Blok 2 lantai 2. Ia tinggal<br />
bersama istrinya dan kedua orang<br />
anaknya. Sedangkan dua anaknya lagi<br />
pulang sebulan sekali karena bekerja<br />
di Tangerang.R.D. Gunawan bekerja<br />
sebagai tukang sol sepatu di Muara<br />
Baru dan hanya pulang seminggu sekali.<br />
“Sebelumnya saya tinggal<br />
mengontrak di bantaran Waduk Pluit<br />
sisi barat. Sekitar bulan Maret saya<br />
sudah dapat nomor undian. Tapi belum<br />
bias menempati karena harus direnovasi<br />
dulu,” ujarnya saat di temui di tempat<br />
tinggalnya.<br />
Sesuai nomer undian yang<br />
dimiliki, Gunawan sudah mendapat<br />
kepastian memperoleh hunian di<br />
Rusunawa Marunda. Namun ketika<br />
hendak ditempati, kondisinya masih<br />
kotor, belum ada listrik dan juga<br />
air. Oleh pihak pengelola, Gunawan<br />
diberitahu tempatnya mau direnovasi<br />
dulu, termasuk perbaikan fasilitas listrik<br />
dan air. Karena belum bias ditempati,<br />
maka Gunawan memutuskan<br />
mengontrak di sekitar Pluit.<br />
“Perkiraan pengelola waktu itu<br />
sebelum lebaran sudah bias ditempati.<br />
Tapi karena saya putuskan untuk<br />
berlebaran di tempat kontrakan,<br />
makanya baru bias sekarang ini,”<br />
ujarnya.<br />
Di tempat tinggalnya yang berada<br />
di lantai 2, kata Gunawan, baru ada<br />
dua keluarga yang menempati. Tapi<br />
semua unit yang ada di lantai 2 sudah<br />
terisi semua dan kuncinya dipegang<br />
oleh masing-masing pemilik. Gunawan<br />
berharap warga segera menempati<br />
agar lebih ramai dan semakin banyak<br />
penghuninya.<br />
“Terusterang saya lebih nyaman<br />
tinggal di sini disbanding waktu tinggal<br />
di kontrakan yang hanya satu ruangan<br />
saja. Disini kita dapat empat ruangan,<br />
dua ruang tidur, satu kamar mandi dan<br />
satu ruang utama yang bias dipakai<br />
untuk dapur, ruang makan dan ruang<br />
tamu,” ujarnya.<br />
“Tapi ada satu yang kurang<br />
disini, airnya kuning karena masih<br />
pakai air tanah dan belum air PAM,”<br />
sambungnya.<br />
Meski tidak mendapatkan fasilitas<br />
gratis, seperti; kulkas, tempat tidur,<br />
TV, kompor dan lainnya seperti warga<br />
Pluit lainnya yang menempati Cluster<br />
B, namun Gunawan tetap bersyukur<br />
karena masih dapat jatah Rusunawa<br />
Marunda dan dapat subsidi biaya sewa<br />
setiap bulannya.<br />
Jualan Sepi<br />
Hal yang tak jauh berbeda juga<br />
dirasakan olehYayah (34) yang tinggal<br />
di lantai 1 Blok 2 Cluster C. Ibu muda<br />
dengan dua orang putra ini bahkan<br />
baru seminggu menempati Rusunawa<br />
Marunda. Permasalahan masih tetap<br />
sama, yakni belum tersedia air dan<br />
listrik. Yayah berasal dari MuaraBaru,<br />
daerah yang selalu menjadi langganan<br />
banjir. Suaminya bekerja di pelelangan<br />
ikan dan pulang seminggu sekali.<br />
“Lebih enak di sini dan tidak takut<br />
lagi dikejar-kejar banjir seperti di Muara<br />
Baru,” ujarnya.<br />
Di tempat tinggal sebelumnya<br />
Yayah berjualan makanan ringan,<br />
maka di tempat barunya ia juga<br />
melakukan hal yang sama. Namun<br />
karena penghuninya masih jarang,<br />
tentu jualannya sepi pembeli. Sama<br />
seperti di lantai 2, di lantai 1 juga sudah<br />
Halaman rusun yang cukup luas dapat<br />
dimanfaatkan untuk arena bermain<br />
maupun lapangan olahraga seperti<br />
lapangan bulu tangkis dan lainnya.<br />
ada pemiliknya semua, namun belum<br />
ditempati. Di lantai 1 setahu Yayah<br />
ada 4 keluarga yang menempati. Tapi<br />
orangnya jarang ada.<br />
“Katanya mereka sering balik<br />
ketempat semula, entah rumah sendiri<br />
atau mengontrak. Tapi yang pasti,<br />
mereka pernah bilang akan tinggal<br />
menetap juga kalau sudah ada air PAM<br />
masuk,” tandasnya.<br />
Selain mengeluhkan masalah air,<br />
Yayah juga mengeluhkan lokasi pasar<br />
yang jauh. Karena untuk berdagang,<br />
Yayah harus sering kepasar untuk<br />
belanja. Semakin jauh jarak yang<br />
ditempuh tentu semakin berkurang<br />
untung yang diperolehnya.<br />
Uang Muka<br />
Lain lagi cerita warga yang<br />
menempati Cluster dan blok lain.<br />
Setiono (40), warga Muara Baru<br />
yang menempati Cluster B Blok 4<br />
lantai 3 mengaku sudah tinggal di<br />
Rusunawa Marunda sejak Maret 2013.<br />
Ia tergabung dalam kelompok warga<br />
Muara Baru yang mendapatkan fasilitas<br />
TV, kulkas dan tempat tidur gratis.<br />
“Tapi waktu itu saya pakai uang<br />
muka sekitar Rp 500 ribu. Belakangan<br />
uang muka dihapus dan ditiadakan.<br />
Ketika saya tanyakan uang muka itu<br />
dan rencananya untuk bayar sewa<br />
bulanan, ternyata tidak bias dan<br />
dianggap hangus,” ujarnya.<br />
Setiono mengaku saat ini dirinya<br />
sudah membayar biaya sewa bulananan.<br />
Dia hanya mendapat gratis selama<br />
dua bulan pertama. Sedangkan bulan<br />
ketiga dan seterusnya harus membayar.<br />
Karena masuk dalam program subsidi,<br />
maka Setiono hanya cukup membayar<br />
sekitar Rp 145 ribu. Ketika ditanya<br />
sampaikapan dia harus membayar<br />
sebesar itu, Setiono menjawab tidak<br />
tahu.<br />
Kini Setiono lagi menunggu<br />
panggilan kerja, setelah sempat keluar<br />
dari tempat kerjanya semula. Sambil<br />
menunggu panggilan kerja, untuk<br />
mengisi waktu luang, setiono mencoba<br />
mengolah tanah di sisibarat Cluster<br />
B untuk ditanami jagung. Setiono<br />
mengaku sudah senang dan nyaman<br />
tinggal di Rusun.NR.<br />
38 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 39
perumahan rakyat<br />
Jauh Tapi Mudah Ditempuh<br />
Ketika mendengar kata Rusunawa Marunda, kesan yang muncul pertama kali<br />
adalah jauh, terpencil, dan sulit dijangkau. Disusul kemudian kesan tidak biasa<br />
dan tidak nyaman tinggal di hunian yang bersusun dari bawah keatas.<br />
Memang tidak salah kesan<br />
seperti itu, terutama lokasi Rusunawa<br />
Marunda yang memang jauh karena<br />
berada di ujung utara Jakarta atau<br />
dekat dengan laut Jawa. Tapi itu dulu,<br />
beberapa puluh tahun lalu Marunda<br />
memang berupa rawa-rawa. Belum<br />
ada jalan aspal atau yang bias dilalui<br />
kendaraan roda dua atau roda empat.<br />
Tapi kini Marunda sudah berubah dan<br />
sebagian besar rawa-rawanya sudah<br />
menjadi gedung, tempat tinggal dan<br />
jalan raya.<br />
Salah satu bangunan gedung yang<br />
menempati rawa-rawa Marunda adalah<br />
Rusunawa Marunda. Tidak jauh dari<br />
Rusunawa Marunda, berdiri kampus<br />
Sekolah Tinggi Ilmu Pelayanan (STIP).<br />
Untuk mencapai Rusunawa Marunda<br />
tidak sulit, karena tersedia jalan beton<br />
dua arah yang cukup lebar. Jika tidak<br />
membawa kendaraan sendiri, bias<br />
dicapai dengan angkutan umum 05<br />
dari Penjaringan menuju Rusunawa<br />
Marunda dengan ongkos Rp 3.000.<br />
Namun karena angkutan umum ini<br />
hanya beroperasi dari pagi sampai<br />
sore, maka pada malam hari harus<br />
memanfaatkan ojek.<br />
Atau bila mau bersabar bias<br />
menunggu bus gratis yang mengambil<br />
rute menuju pasar terdekat. Namun<br />
bus yang tersedia terbatas dan tidak<br />
bias ditentukan waktunya. Bisa juga<br />
menumpang kapal motor gratis yang<br />
mengambil rute Rusunawa Marunda<br />
– Muara Baru. Kapal hanya berlayar<br />
sehari dua kali. Pagi berangkat ke<br />
Muara Baru dan sorenya balik ke<br />
Rusunawa Marunda. Namun kapal<br />
tidak berlayar bila ombak sedang tinggi.<br />
Jika perjalanan dimulai dari<br />
Tanjungpriok, maka harus ke<br />
Penjaringan terlebih dulu dengan<br />
menggunakan Metro Mini U-23<br />
dengan ongkos Rp 3.000. Jika jalan<br />
lancar, maka bias ditempuh selama satu<br />
hingga satu setengah jam. Tapi rata-rata<br />
bias menghabiskan dua hingga dua<br />
setangah jam perjalanan karena sering<br />
macet.<br />
Fasilitas Lengkap<br />
Setelah tiba di lokasi, cari<br />
Cluster Aatau Cluster B yang sudah<br />
banyak penghuninya. Selain banyak<br />
penghuninya, Cluster A dan Cluster<br />
B juga sudah lengkap fasilitasnya dan<br />
sudah terbentuk nama lingkungan RT<br />
dan RW-nya. Berada di lingkungan<br />
Cluster A dan Cluster B serasa<br />
berada di rumah sendiri karena sudah<br />
terbentuk pola hidup bertetangga yang<br />
memiliki aturan serta norma yang<br />
dijaga bersama.<br />
Di sini fasilitas olahraga tersedia<br />
lengkap, mulai lapangan futsal,<br />
sepakbola, bola voli hingga tenis meja.<br />
Arena dan taman bermain anak-anak<br />
juga tersedia. Kemudian tersedia<br />
sekolah PAUD dan TK. Tersedia juga<br />
layanan pendidikan terpadu yang<br />
membawahi pendidikan kesetaraan<br />
paket A, B, C dan keaksaraan.<br />
Sedangkan untuk pendidikan<br />
keterampilan, tersedia komputer,<br />
kecantikan, memasak, menjahit dan<br />
lainnya. Ada juga layanan bank dan<br />
ATM, meski baru terbatas Bank DKI<br />
saja.<br />
Bagi mereka yang ingin membuka<br />
usaha, tersedia di lantai satu. Baik secara<br />
terbuka dan bersama-sama dengan yang<br />
lain, maupun pakai ruangan tersendiri<br />
yang tertutup seperti toko. Ada juga<br />
pelayanan kesehatan dengan satu unit<br />
mobil ambulance. Sementara untuk<br />
kegiatan rohani, tersedia mushollah dan<br />
masjid semi permanen. Ruang parker<br />
juga tersedia luas, baik untuk sepeda<br />
motor maupun mobil.<br />
Meski Rusunawa Marunda<br />
diperuntukkan bagi masyarakat<br />
menengah kebawah dan kurang<br />
mampu, namun ada juga masyarakat<br />
mampu dan memiliki kendaraan roda<br />
empat juga tinggal di sana. Terbukti<br />
banyak mobil roda empat yang parkir<br />
di sana. Terkait keberadaan mobil di<br />
area parker Rusunawa Marunda ini,<br />
Kepala Dinas Perumahan dan Gedung<br />
Pemprov DKI Jakarta, Yonathan<br />
Pasodung mengatakan, pihaknya<br />
tidak segan-segan mengusir penghuni<br />
rusunawa yang terbukti memiliki<br />
mobil mewah. Meski begitu, Yonathan<br />
Pasodung akan melakukan pengecekan<br />
terlebih dahulu. Sebab, menurutnya<br />
saat ini tengah ada perbaikan di<br />
Rusunawa Marunda, sehingga bias jadi<br />
mobil yang terparkir di halaman rusun<br />
milik pengembang.<br />
Hal senada juga dikatakan<br />
Wagub DKI Jakarta, Basuki Tjahaja<br />
Purnama. Namun Basuki mengatakan<br />
tidak akan mengusir mereka. Sebab<br />
tidak manusiawi jika harus mengusir<br />
penghuni tersebut.<br />
“Kalau kita usir, mereka mau<br />
Ruang interaksi antarwarga rusun<br />
maupun ruang sarana olahraga dan<br />
taman bermain anak-anak, tersedia pula<br />
di rusun Marunda<br />
tinggal di manalagi? Kita nggak<br />
manusiawi juga kalau mengusir<br />
mereka,” ujarnya di Balaikota beberapa<br />
waktu lalu..<br />
Pastinya kedepan, Basuki akan<br />
mengusahakan agar Rusunawa<br />
Marunda tidak boleh pindah tangan<br />
atau jual beli. Satu orang tidak boleh<br />
memiliki dua unit atau lebih.NR.<br />
40 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 41
Pembangunan Rusun di Jakarta<br />
Dian Tri Irawaty: “Rusun Bukan Cuma Perkara Infrastruktur”<br />
Pintu lift terbuka. Pada salah satu<br />
pintu yang terletak di sudut ruangan,<br />
terpampang sebuah banner bertuliskan<br />
“Rujak Center for Urban Studies”<br />
(RCUS). Senyum seorang perempuan<br />
yang membukakan pintu menyambut<br />
ramah kedatangan Media Jaya ke kantor<br />
yang terletak di Jalan Timor, Menteng,<br />
Jakarta Pusat tersebut.<br />
Ruang kantor RCUS didominasi<br />
warna putih. Bagian depannya disekat<br />
oleh deretan beberapa rak buku,<br />
lengkap dengan berbagai judul koleksi<br />
yang tertata apik dalam konsep miniperpustakaan.<br />
Selain buku seputar<br />
urban studies, ada pula buku dari<br />
berbagai genre lainnya yang tak kalah<br />
menggiurkan untuk dibaca.<br />
Tak berapa lama, seorang<br />
perempuan berjilbab menghampiri<br />
dan memperkenalkan diri sebagai<br />
‘Dian Tri Irawaty’. Ia adalah salah satu<br />
peneliti sekaligus program manajer di<br />
RCUS, narasumber yang ingin ditemui<br />
Media Jaya siang itu. Kami sepakat<br />
meluangkan waktu bersama untuk<br />
ngobrol perihal permukiman warga di<br />
tengah kota Jakarta. “Pada dasarnya<br />
setiap warga berhak untuk bermukim<br />
di tengah/pusat kota. Permukiman<br />
seharusnya terjangkau oleh semua<br />
warga, tanpa terkecuali,” papar Dian,<br />
membuka obrolan dengan antusias.<br />
Sayangnya, lanjut dia, adanya<br />
keterbatasan (terutama dari sisi<br />
ekonomi, red) membuat sebagian<br />
warga terpaksa tak dapat memiliki<br />
rumah di pusat/tengah kota. Harga<br />
tanah yang melangit menjadi salah satu<br />
faktor penyebab kepemilikan rumah<br />
di Jakarta tak terjangkau bagi sebagian<br />
masyarakatnya.<br />
Ada dua prasyarat yang hendaknya digarisbawahi<br />
dalam merancang pembangunan rumah susun<br />
(rusun) di Jakarta: (1) transfer dinamika sosial;<br />
(2) tidak bersifat saling meniadakan dengan hak<br />
lainnya, misalnya akses pendidikan dan memeroleh<br />
pekerjaan.<br />
Merasa tak punya pilihan,<br />
mereka mencoba bertahan hidup<br />
dan bermukim “seadanya” di pusat/<br />
tengah kota. Caranya? Tak lain dengan<br />
menempati celah-celah pembangunan<br />
kota sebagai permukiman, seperti<br />
kolong tol, pinggir kali/sungai,<br />
bantaran rel kereta api, dan sejenisnya.<br />
Penataan Permukiman<br />
Persoalan penataan permukiman<br />
kerap dikaitkan dengan banyaknya<br />
lokasi permukiman tak layak yang<br />
kemudian disebut sebagai permukiman<br />
kumuh. Masrun (2009) memaparkan<br />
pengertian permukiman kumuh<br />
mengacu pada aspek lingkungan<br />
hunian atau komunitas. Permukiman<br />
kumuh dapat diartikan sebagai suatu<br />
lingkungan permukiman yang telah<br />
mengalami penurunan kualitas atau<br />
memburuk (deteriorated) baik secara<br />
fisik, sosial ekonomi maupun sosial<br />
budaya, yang tidak memungkinkan<br />
dicapainya kehidupan yang layak bagi<br />
penghuninya.<br />
Berdasarkan data Badan Pusat<br />
Statistik (BPS) DKI Jakarta, sekitar<br />
309 rukun warga (RW) masuk kategori<br />
permukiman kumuh. Meski jumlah<br />
ini secara statistik tercatat mengalami<br />
penurunan hingga 25 persen,<br />
kenyataannya permukiman kumuh<br />
masih menjadi ‘peer’ tersendiri dalam<br />
upaya pemerataan yang dilakukan<br />
Pemprov DKI Jakarta.<br />
Di bawah kepemimpinan<br />
Gubernur Joko Widodo, Pemprov<br />
DKI Jakarta berkomitmen melakukan<br />
penataan permukiman kumuh secara<br />
bertahap. Sedikitnya, setiap tahun 100<br />
kampung akan ditata dengan anggaran<br />
sebesar Rp 30 miliar-Rp 50 miliar per<br />
kampung.<br />
Menanggapi hal tersebut, Dian<br />
tak langsung berbicara banyak. Ia lebih<br />
memilih untuk terlebih dulu mengajak<br />
Media Jaya kembali menilik sejarah<br />
penataan permukiman di Jakarta dari<br />
masa ke masa. Salah satunya yang<br />
pernah dilakukan Ali Sadikin semasa<br />
menjabat sebagai gubernur di era 60-<br />
an. Bertepatan dengan pembangunan<br />
awal kota Jakarta, Bang Ali (sapaan<br />
akrab Ali Sadikin, red) menggagas<br />
sebuah program bernama “Kampung<br />
Improvement Program” Mohammad<br />
Husni Thamrin (KIP-MHT) dalam<br />
melakukan penataan kampung di<br />
Jakarta.<br />
Saat itu, lanjut Dian, selain warga<br />
yang belum terbiasa dengan kultur dan<br />
pola hidup vertikal, ketersediaan lahan<br />
juga masih memadai, sehingga sangat<br />
memungkinkan untuk melakukan<br />
penataan dengan melakukan siteupgrading<br />
sejumlah kampung saat itu.<br />
Program ini dinilai cukup berhasil,<br />
terutama dari segi peningkatan<br />
infrastruktur perumahan, seperti<br />
jalan, selokan, saluran sanitasi,<br />
dan sebagainya. Ali Sadikin juga<br />
mengombinasikan proses penataan saat<br />
itu dengan merelokasi 5,5 juta orang<br />
ke sejumlah titik lokasi permukiman.<br />
“Salah satunya warga Tanah Abang yang<br />
saat itu direlokasi ke Tebet,” imbuh<br />
Dian.<br />
Satu dekade kemudian, tepatnya<br />
pada era 70 hingga 80-an, pendekatan<br />
penataan permukiman mulai bergeser<br />
kepada pembangunan hunian<br />
vertikal (susun). Langkah tersebut<br />
dilakukan seiring dengan semakin<br />
banyaknya pemanfaatan ruang untuk<br />
pengembangan dan pembangunan<br />
kota Jakarta yang diikuti tingginya arus<br />
urbanisasi ke Jakarta. “Transformasi<br />
penataan permukiman horizontal ke<br />
arah vertikal melalui pembangunan<br />
rusun mulai dipandang sebagai<br />
‘panasea’ dari persoalan permukiman di<br />
pusat/tengah kota,” kata Dian.<br />
Fleksibilitas<br />
Kini, pembangunan rusun kembali<br />
diangkat sebagai solusi penataan<br />
permukiman, khususnya permukiman<br />
tak layak di Jakarta. Namun, bersamaan<br />
dengan itu, muncul pula berbagai<br />
persoalan seputar rusun, baik yang<br />
telah berdiri maupun akan dibangun<br />
di Jakarta. Misalnya menyangkut<br />
masalah peruntukan. Akibat ulah nakal<br />
oknum, rusun seringkali ditempati<br />
bukan oleh mereka yang berhak untuk<br />
menempatinya. “Tentu ini menjadi<br />
‘peer’ tersendiri bagi Pemprov DKI<br />
Jakarta. Jangan sampai peruntukan<br />
rusun tidak tepat sasaran,” jelas Dian.<br />
Oleh karenanya, jika<br />
memungkinkan, alumni Universitas<br />
Indonesia ini lebih menekankan<br />
pada proses penataan di tempat (site<br />
upgrading) yang pernah dilakukan<br />
oleh Ali Sadikin dibandingkan dengan<br />
relokasi. Namun demikian, imbuhnya<br />
lagi, jika langkah relokasi harus<br />
diambil, ada beberapa faktor penting<br />
yang harus digarisbawahi. Pertama<br />
adalah bagaimana membuat warga<br />
masyarakat yang akan direlokasi merasa<br />
dilibatkan dalam prosesnya. Caranya?<br />
mendengarkan aspirasi warga yang akan<br />
terkena relokasi. Proses pelibatan warga<br />
semacam ini, lanjut Dian, diharapkan<br />
akan mampu meminimalisir konflik<br />
yang terjadi saat proses relokasi<br />
dilakukan.<br />
Ia juga mengingatkan agar<br />
pembangunan rumah susun hendaknya<br />
diiringi dengan kajian dari sisi sosial<br />
psikologis warga yang akan direlokasi.<br />
Hal ini memegang peranan yang jauh<br />
lebih penting dari sekadar infrastruktur.<br />
“Warga biasa hidup dalam pola dan<br />
kultur horizontal dengan berbagai<br />
fleksibilitas sosial dan ekonomi yang<br />
melekat terhadapnya. Hal tersebut<br />
yang harus dipikirkan oleh pemerintah<br />
bagaimana mentransformasi fleksibilitas<br />
sosial-ekonomi yang telah terbentuk<br />
dalam pola horizontal ke dalam kultur<br />
permukiman vertikal,” tandasnya.<br />
Warga yang direlokasi bukan tidak<br />
mungkin kaget dengan kultur dan<br />
pola hidup di lingkungan permukiman<br />
sebelumnya (horizontal) ke lingkungan<br />
permukiman yang baru (vertikal).<br />
Misalnya di lingkungan sebelumnya<br />
ia memiliki fleksibilitas untuk untuk<br />
berjualan pulsa atau warung makanan<br />
di depan rumahnya. Apakah fleksibilitas<br />
tersebut mungkin didapatkan di lokasi<br />
rusun? Jika tidak apa konsekuensinya?<br />
Di samping itu, idealnya menurut<br />
Dian, relokasi warga warga ke hunian/<br />
rusun dilakukan sekaligus alih-alih<br />
relokasi secara terpencar. Dian juga<br />
menambahkan pentingnya mengukur<br />
jarak lokasi rusun yang baru dengan<br />
hunian sebelumnya. Misalnya<br />
permukiman kumuh terletak di dekat<br />
pelabuhan, dimana mata pencaharian<br />
para warganya di sekitar pelabuhan.<br />
Jarak ideal untuk memindahkan mereka<br />
ke lokasi rusun yakni dalam radius 1-2<br />
km. “Lebih jauh dari itu, relokasi bukan<br />
tidak mungkin justru meniadakan<br />
hak lainnya, dalam hal ini hak untuk<br />
memeroleh pekerjaan. Ini juga perlu<br />
diperhatikan oleh Pemprov DKI<br />
Jakarta,” tandas Dian.<br />
Social Safety Net<br />
Permukiman kumuh biasanya<br />
identik sebagai tempat tinggal warga<br />
kalangan menengah ke bawah, dengan<br />
kondisi ekonomi yang lebih banyak<br />
mengandalkan sektor informal.<br />
Uniknya, berbagai keterbatasan<br />
yang mereka hadapi, justru menjadi<br />
stimulus untuk berpikir kreatif dalam<br />
menciptakan peluang-peluang untuk<br />
meningkatkan kesejahteraan dari sisi<br />
ekonomis. “Misalnya, melihat tetangga<br />
sedang merenovasi rumah untuk<br />
membuka kos-kosan, warga lainnya<br />
bisa langsung berpikir untuk membuka<br />
warung makan atau jasa cuci baju,” ujar<br />
Dian mencontohkan.<br />
Dinamika sosial ekonomi tersebut<br />
yang kemudian disebut Dian sebagai<br />
social safety net (jaring pengaman<br />
sosial). Pada warga di lingkungan<br />
menengah ke bawah, keberadaan social<br />
safety net memiliki peranan yang cukup<br />
vital. “Suatu waktu, pernah ada salah<br />
satu pemilik warung di kolong tol cerita<br />
sama saya dia banyak dihutangi oleh<br />
tetangganya, warga lainnya cerita soal<br />
tradisi menitipkan anak ke tetangga saat<br />
orang tua terpaksa meninggalkan anak<br />
di rumah,” imbuhnya lagi.<br />
Dia menggarisbawahi keberadaan<br />
social safety net tersebut sebagai salah<br />
satu hal yang memperingan kerja<br />
pemerintah saat melakukan relokasi<br />
sebagai tindak lanjut pembangunan<br />
rusun. “Ibarat orang tua, pemerintah<br />
hanya tinggal menyediakan “mainan”<br />
bagi anak-anaknya dan mengawasi<br />
penggunaannya agar dilakukan secara<br />
benar dan tidak merugikan satu sama<br />
lain,” ungkap Dian. (DHN)<br />
42 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 43
pendidikan<br />
DKI Jakarta Terapkan<br />
Kurikulum 2013<br />
Mulai tahun ajaran baru 2013/2014, sekolah-sekolah<br />
di DKI Jakarta menerapkan Kurikulum 2013. Sesuai<br />
target sasaran yang ditetapkan oleh pemerintah,<br />
jumlahnya mencapai 248 sekolah SD, SMP, SMA<br />
dan SMK. Namun di luar itu banyak sekolah yang<br />
mengajukan secara mandiri.<br />
Kurikulum 2013 merupakan<br />
kurikulum berbasis kompetensi<br />
yang pernah digagas dalam rintisan<br />
Kurikulum Berbasis Kompetensi<br />
(KBK). Namun gagasan tersebut<br />
belum terselesaikan karena desakan<br />
untuk segera mengimplementasikan<br />
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan<br />
(KTSP). Kurikulum 2013 disiapkan<br />
untuk mencetak generasi yang siap di<br />
dalam menghadapi masa depan. Karena<br />
itu, inti dari Kurikulum 2013 adalah<br />
penyederhanaan dan tematik-integratif.<br />
Undang-undang Nomor<br />
20 Tahun 2003 tentang Sistem<br />
Pendidikan Nasional menyebutkan<br />
bahwa kurikulum adalah seperangkat<br />
rencana dan pengaturan mengenai<br />
tujuan, isi, dan bahan pelajaran<br />
serta cara yang digunakan sebagai<br />
pedoman penyelenggaraan kegiatan<br />
pembelajaran untuk mencapai tujuan<br />
pendidikan tertentu. Berdasarkan<br />
pengertian itu, ada dua dimensi<br />
kurikulum. Yang pertama, rencana<br />
dan pengaturan mengenai tujuan,<br />
isi, dan bahan pelajaran. Yang kedua,<br />
cara yang digunakan untuk kegiatan<br />
pembelajaran.<br />
Sebagai lanjutan dari<br />
pengembangan Kurikulum Berbasis<br />
Kompetensi (KBK) yang telah<br />
dirintis sejak tahun 2004, Kurikulum<br />
2013 mencakup kompetensi sikap,<br />
pengetahuan, dan keterampilan secara<br />
terpadu. Sebagaimana amanat UU 20<br />
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan<br />
Nasional pada penjelasan pasal 35,<br />
bahwa kompetensi lulusan merupakan<br />
kualifikasi kemampuan lulusan yang<br />
mencakup sikap, pengetahuan, dan<br />
keterampilan sesuai dengan standar<br />
nasional yang telah disepakati.<br />
Jadi Kurikulum 2013 bertujuan<br />
untuk mempersiapkan manusia<br />
Indonesia agar memiliki kemampuan<br />
hidup sebagai pribadi dan warga<br />
negara yang beriman, produktif,<br />
kreatif, inovatif, dan afektif serta<br />
mampu berkontribusi pada kehidupan<br />
bermasyarakat, berbangsa, bernegara,<br />
dan peradaban dunia.<br />
Berdasarkan data Sistem<br />
Elektronik Pemantauan Implementasi<br />
Kurikulum 2013 (EPIK) Kemdikbud,<br />
secara nasional sekolah yang menjadi<br />
sasaran implementasi Kurikulum<br />
2013 berjumlah 6,329 sekolah.<br />
Sekolah yang menjadi sasaran<br />
pelaksanaan penerapan kurikulum<br />
ini diprioritaskan bagi sekolah yang<br />
sudah siap, yaitu sekolah eks-RSBI<br />
dan sekolah dengan akreditasi A saja.<br />
Kemudian basisnya juga tidak lagi<br />
kabupaten/kota melainkan provinsi,<br />
sehingga bisa jadi dalam satu provinsi<br />
ada kabupaten/kota yang tidak<br />
menerapakan kurikulum ini.<br />
Sasaran Sekolah DKI Jakarta<br />
Menurut Kepala Dinas Pendidikan<br />
DKI Jakarta, Taufik Yudi Mulyanto,<br />
sekolah-sekolah di DKI Jakarta yang<br />
menjadi sasaran Kurikulum 2013<br />
secara keseluruhan mulai SD, SMP,<br />
SMA dan SMK sebanyak 248 sekolah.<br />
Untuk SD berjumlah 72 sekolah, SMP<br />
31 sekolah, SMA 90 sekolah, dan SMK<br />
55 sekolah. Di luar jumlah sasaran<br />
tersebut sebenarnya banyak sekolah<br />
lain yang mengajukan diri untuk<br />
menerapkan Kurikulum 2013 secara<br />
mandiri.<br />
Namun melalui Surat Edaran<br />
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta<br />
No 71/SE/2013 Tanggal 31 Juli 2013<br />
perihal Implementasi Kurikulum 2013,<br />
Taufik tidak memperkenankan sekolah<br />
SD dan SMP yang tidak masuk sasaran<br />
menerapkan Kurikulum 2013. Bahkan<br />
dengan tegas, Taufik melarang SD<br />
dan SMP yang tidak ditunjuk untuk<br />
menerapkan kurikulum baru. Padahal<br />
biasanya Jakarta menjadi barometer<br />
dan percontohan bagi daerah lain di<br />
Indonesia.<br />
Larangan tersebut tercantum<br />
dalam Surat Edaran pada poin 4 yang<br />
bunyinya sebagai beriktu: Sekolah<br />
Dasar (SD) dan Sekolah Menengah<br />
Pertama (SMP) Negeri selain yang<br />
ditunjuk sebagai sekolah sasaran,<br />
tidak diperkenankan melaksanakan<br />
implementasi Kurikulum 2013 secara<br />
mandiri.<br />
”Tapi bagi sekolah-sekolah yang<br />
sudah ditentukan sasaran silakan jalan.<br />
Tapi bagi sekolah-sekolah, terutama SD<br />
dan SMP negeri yang melaksanakan<br />
karena keinginan wilayah semata,<br />
itu tidak diperkenankan,” ujarnya di<br />
Balaikota.<br />
Menurut Taufik, sekolah SD<br />
dan SMP tidak diperkenankan karena<br />
adanya beberapa faktor. Pertama,<br />
karena keterbatasan anggaran. Dana<br />
BOS untuk SD dan SMP masih kurang<br />
untuk menanggung biaya buku dan<br />
pelatihan guru guna mendukung<br />
penerapan Kurikulum 2013. Kedua,<br />
masih banyak sekolah SD dan SMP<br />
yang menerapkan sistem dua sift,<br />
yakni pagi dan sore. Jumlah SD di<br />
Jakarta sekitar 2.200 sekolah, 1.700<br />
di antaranya menerapkan sistem dua<br />
sift . Jumlah sekolah SMP sekitar 289<br />
yang menerapkan dua sift sebanyak 111<br />
sekolah.<br />
”Sekolah-sekolah itu masuknya<br />
dari Senin sampai Jumat, waktu<br />
belajarnya tidak cukup untuk<br />
Kurikulum 2013. Ini yang<br />
menyebabkan SD dan SMP kita<br />
larang,” katanya.<br />
Sementara itu, untuk sekolah<br />
swasta (SD, SMP,SMA, SMK) yang<br />
akan melaksanakan implementasi<br />
Kurikulum 2013 secara mandiri,<br />
harus memperhatikan kesiapan<br />
pelaksanaan bimbingan teknis kepala<br />
sekolah, guru dan pengadaan buku<br />
panduan guru serta buku/bahan ajar<br />
peserta didik. Sedangkan sekolah<br />
yang belum ditunjuk sebagai sekolah<br />
sasaran implementasi Kurikulum<br />
2013 dari Kementerian Pendidikan<br />
dan Kebudayaan tetap menggunakan<br />
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan<br />
(KTSP).<br />
Khusus untuk sekolah SMA dan<br />
SMK negeri yang tidak menjadi sekolah<br />
sasaran, diwajibkanmelaksanakan<br />
lmplementasi Kurikulum 2013 secara<br />
mandiri. Untuk pelaksanaan bimbingan<br />
teknis kepala sekolah, guru, dan<br />
pengadaan buku panduan guru, serta<br />
buku/bahan ajar peserta didik tidak<br />
dibebankan kepada orangtua atau<br />
peserta didik.NR<br />
44 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 45
pendidikan<br />
Pergantian Kurikulum<br />
Tuntutan Perkembangan<br />
Sejak merdeka hingga<br />
sekarang ini, Indonesia telah<br />
berganti-ganti kurikulum.<br />
Pergantian kurikulum adalah<br />
hal biasa dalam rangka<br />
merespon perkembangan<br />
masyarakat yang begitu cepat.<br />
Pendidikan harus mampu<br />
menyesuaikan dinamika yang<br />
berkembang, karena kurikulum<br />
merupakan unsur utama<br />
dalam pencapaian tujuan<br />
pendidikan.<br />
Kurikulum yang pernah dipakai<br />
di Indonesia antara lain; Kurikulum<br />
1968 (subject matter atau mata<br />
pelajaran), Kurikulum 1975 Terminal<br />
objectives atau yang lebih dikenal TIU,<br />
TIK0, Kurikulun 1984 (ketrampilan<br />
proses atau CBSA), Kurikulum<br />
1994 (pembagian antara kurikulum<br />
nasional dan kurikulum muatan lokal),<br />
Kurikulum 2004 ( KBK), Kurikulum<br />
2006 (KTSP) dan Kurikulum 2013.<br />
Kurikulum 2013 dirancang agar<br />
siswa mampu meraih kompetensi<br />
utama, yakni; sikap, pengetahuan<br />
dan ketrampilan (afektif, kognitif dan<br />
psikomotor). Kompetensi tersebut<br />
dapat menggambarkan kualitas yang<br />
seimbang antara pencapain hard skills<br />
dan soft skills. Kompetensi sangat<br />
diperlukan sebagai instrumen untuk<br />
mengarahkan peserta didik menjadi<br />
manusia berkualitas yang mampu dan<br />
proaktif menjawab tantangan zaman<br />
yang selalu berubah. Selain itu, juga<br />
menjadi manusia terdidik yang beriman<br />
dan bertakwa kepada Tuhan Yang<br />
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,<br />
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan<br />
warga negara yang demokratis dan<br />
bertanggung jawab.<br />
Kurikulum 2013 jenjang SD/<br />
MI lebih menekankan aspek kognitif,<br />
afektif, psikomotorik melalui penilaian<br />
berbasis test dan portofolio yang saling<br />
melengkapi. Siswa tidak lagi banyak<br />
menghafal, tapi lebih banyak kurikulum<br />
berbasis sains. Adapun perubahan yang<br />
terjadi pada kurukulum tingkat SD/<br />
V,VI=36 jam.<br />
Untuk SMP/MTs, jumlah mata<br />
pelajaran berkurang dari 12 mata<br />
pelajaran menjadi 10 mata pelajaran.<br />
IPA dan IPS tetap sebagai mata<br />
pelajaran integrative science dan<br />
mata pelajaran wajib dan mata pelajaran<br />
pilihan. Mata pelajaran wajib sebanyak<br />
9 (Sembilan) mata pelajaran dengan<br />
beban belajar 18 jam per minggu.<br />
Konten kurikulum (Kompetensi Inti/<br />
KI dan KD) dan kemasan konten serta<br />
MI antara lain; Pelajaran berbasis pada<br />
integrative social studies dan bukan<br />
label konten (mata pelajaran) untuk<br />
sains dan bersifat tematik- integratif;<br />
sebagai pendidikan disiplin ilmu.<br />
mata pelajaran wajib bagi SMA dan<br />
kompetensi yang ingin dicapai adalah<br />
Mata pelajaran teknologi informasi<br />
SMK adalah sama.<br />
kompetensi yang berimbang antara<br />
dan komunikasi (TIK), muatan lokal,<br />
Struktur ini menempatkan prinsip<br />
sikap, keterampilan, dan pengetahuan,<br />
dan pengembangan dir. Ketiganya<br />
bahwa peserta didik adalah subjek<br />
disamping cara pembelajarannya yang<br />
diintegrasikan dengan mata pelajaran<br />
dalam belajar dan mereka memiliki hak<br />
holistik dan menyenangkan. Mata<br />
yang ada. Muatan lokal masuk ke mata<br />
untuk memilih sesuai dengan minatnya.<br />
pelajaran (mapel) SD/MI terdiri dari:<br />
pelajaran Seni Budaya, Penjaskes, dan<br />
Mata pelajaran pilihan terdiri atas<br />
Pendidikan Agama, PPKn, Bahasa<br />
Prakarya, sedangkan TIK tidak akan<br />
pilihan akademik (SMA) serta pilihan<br />
Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Seni<br />
berdiri sendiri tetapi menjadi media<br />
akademik dan vokasional (SMK). Mata<br />
Budaya dan Prakarya (Muatan Lokal;<br />
untuk semua mata pelajaran. Durasi<br />
pelajaran pilihan ini memberikan corak<br />
Mulok), Pendidikan Jasmani Olahraga<br />
belajar di sekolah bertambah sebanyak<br />
kepada fungsi satuan pendidikan dan<br />
dan Kesehatan (Muatan Lokal;Mulok).<br />
enam jam pelajaran per minggu, dari 32<br />
di dalamnya terdapat pilihan sesuai<br />
Alokasi waktu per jam pelajaran SD<br />
jam menjadi 38 jam di sekolah. Alokasi<br />
dengan minat peserta didik. Banyak<br />
35 menit; banyak jam pelajaran per<br />
waktu per jam pelajaran 40 menit.<br />
jam pelajaran per minggu SMA yakni<br />
minggu Kelas I = 30 jam, kelas II=<br />
Sementara itu, untuk SMA/MA<br />
39 jam. Satu jam belajar adalah 45<br />
32 jam, kelas III=34 jam, kelas IV,<br />
dikembangkan terdiri atas Kelompok<br />
menit. NR.<br />
46 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 47
pendidikan<br />
PPKD Gembleng<br />
SDM Siap Kerja<br />
Tenaga kerja produktif minimal lulusan SMA/SMK di wilayah DKI<br />
yang sudah mendapat pelatihan di Pusat Pelatihan Kerja Daerah<br />
(PPKD) disalurkan ke pelbagai lapangan kerja. Langkah ini guna<br />
memenuhi kebutuhan SDM di beberapa perusahaan BUMD/<br />
BUMN maupun swasta, sekaligus pemberdayaan generasi muda<br />
untuk mengurangi pengangguran.<br />
Kepala Bagian Penempatan<br />
Kerja dan Pelatihan H Suherman<br />
mengatakan, pelatihan kerja dan<br />
pemasaran lulusan PPKD di bawah<br />
pengelolaan Dinas Tenaga Kerja dan<br />
Transmigrasi.DKI Jakarta ini memiliki<br />
peranan besar dalam menggembleng<br />
sumber daya manusia (SDM) untuk<br />
siap kerja. Biaya penyelenggaraannya<br />
dibebankan pada Anggaran Pendapatan<br />
dan Belanja Daerah (APBD) atau<br />
Anggaran Pendapatan dan Belanja<br />
Nasional (APBN).<br />
Untuk PPKD Jakarta Timur<br />
yang berlokasi di Jl Naman No.1<br />
Pondok Kelapa, merupakan salah satu<br />
Unit Pelaksana Teknis pada bidang<br />
pelatihan kerja yang tugas pokoknya<br />
melaksanakan berbagai pelatihan<br />
keterampilan kerja. Ini dimaksudkan<br />
supaya mereka memiliki pengetahuan<br />
dan keterampilan kerja pada bidang<br />
industri aneka kejuruan serta pelatihan<br />
khusus seperti ketransmigrasian.<br />
Lembaga ini memiliki pegawai<br />
yang terdiri dari instruktur dan staf<br />
administrasi. Instruktur merupakan<br />
salah satu unsur utama dalam<br />
pelaksanaan pelatihan kerja yang<br />
sebagian besar telah mengikuti skill<br />
grading. Baik di dalam maupun di luar<br />
negeri. Sedangkan sarana dan prasarana<br />
yang tersedia menggunakan standar<br />
pelatihan yang meliputi kurikulum,<br />
silabus, modul pelatihan dan lembar<br />
kerja (Jopb Sheet). Dengan demikian,<br />
dari standar pelatihan tersebut dapat<br />
dihitung kebutuhan pelatihan. Antara<br />
lain material pelatihan, jumlah<br />
instruktur serta lama pelatihan..<br />
Unsur lain yang mendukung<br />
keberhasilan pelatihan adalah<br />
penyediaan bahan pelatihan yang<br />
pengadaan serta penyimpanannya<br />
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan<br />
yang berlaku dalam perbendaharaan<br />
Negara. PPKD Jakarta Timur juga<br />
memiliki fasilitas yang relatitif memadai<br />
untuk melaksanakan pelatihan yang<br />
baik. Fasilitas tersebut antara lain;<br />
bengkel kerja (work shop), ruang teori<br />
(lecture room), serta perlengkapan<br />
pelatihan lainnya.<br />
Menurut H Suherman, sesuai<br />
dengan kondisi dan fasilitas yang<br />
tersedia serta jumlah instruktur yang<br />
ada saat ini, PPKD Jakarta Timur<br />
mampu melaksanakan pelatihan bagi<br />
para pencari kerja sebanyak 800 orang<br />
samp;ai 1.000 peserta pelatihan setiap<br />
tahun. Kapasitas tersebut diupayakan<br />
terus meningkat. Baik dengan cara<br />
penambahan fasilitas maupun melalui<br />
pengembangan metodologi atau sistem<br />
pelatihan baru.<br />
Sedangkan metode pelatihan<br />
kerja mengaplikasikan azas “ training<br />
by doing”, yaitu menekankan pada<br />
bagian praktek 75 % dan teori 25<br />
%. Pelaksanaan pelatihan berbentuk<br />
shop talk, demonstrasi, simulasi<br />
atau praktek yang mengarah pada<br />
pekerjaan sesungguhnya. Diharapkan<br />
penggemblengan di sini merupakan<br />
pelatihan ketrampilan yang berbasis<br />
kompetensi dan dapat diserap pasar<br />
kerja.<br />
“Sesuai misinya, kita ingin<br />
membentuk SDM yang berkualitas,<br />
inovatif dan kreatif, “ ucap H<br />
Suherman. Selain itu, PPKD bisa<br />
menjadi Lembaga Pelatihan yang<br />
excellent dan berfungsi sebagai sumber<br />
penyedia tenaga kerja profesional<br />
yang mandiri. Melakukan kerjasama<br />
antar sesama lembaga pelatihan<br />
guna meningkatkan mutu hasil<br />
pelatihan. Menyelenggarakan pelatihan<br />
keterampilan sesuai dengan pasar<br />
kerja, dan menyelenggarakan pelatihan<br />
keterampilan khusus yang berhubungan<br />
dengan ketransmigrasian.<br />
Peserta pelatihan tidak dipungut<br />
bayaran alias gratis. Syaratnya. setiap<br />
peserta menyerahkan foto copy STTB<br />
(SLTA/Sederajat),. Foto copy KTP DKI<br />
Jakarta, foto copy SKCK yang masih<br />
berlaku, pas foto berwarna ukuran 3X4<br />
(2 lembar), Surat Keterangan Sehat dari<br />
dokter (asli), usia 18-25 tahun, terdaftar<br />
sebagai pencari kerja di kecamatan pada<br />
wilayah domisili atau tempat tinggal,<br />
dan lulus seleksi masuk.<br />
Utamakan kualitas<br />
Ada 11 jenis pelatihan atau<br />
kejuruan, yakni Tata Bahasa Inggris,<br />
Tata Boga, Tata Busana, Tata<br />
Graha,,Operator Komputer, Teknik<br />
Otomotif, Teknik Pendingin, Teknik<br />
Sepeda Motor, Teknologi Mekanik,<br />
Teknik Komputer, dan Teknik<br />
Elektronika. Waktu pukul 08.00-15.00<br />
setiap hari kerja.<br />
Untuk kejuruan Bahasa Inggris,<br />
lama pelatihannya 360 jam , setiap<br />
1 jam pelajaran lamanya 45 menit.<br />
Setiap angkatan, terdiri dari 20 orang.<br />
Saat ini, pelatihan Bahasa Inggris di<br />
PPKD Jakarta Timur telah dilengkapi<br />
dengan perangkat pelatihan yakni<br />
setiap orang satu perangkat audio.<br />
“Dengan demikian, akan diperoleh<br />
hasil pelatihan yang benar-benar siap di<br />
lapangan kerja,” tambah Herman.<br />
Demikian pula untuk kejuruan<br />
tata boga. Kejuruan ini memberikan<br />
penawaran kepada peserta pelatihan<br />
untuk berkemampuan membuat<br />
kuliner, baik dari Indonesia, Oriental,<br />
maupun continental. Pihak PPKD<br />
juga memfasilitasi pemberian Kejuruan<br />
Tatas Boga, baik dari segi keterampilan<br />
kuliner, segi higienitas, serta sertifikat<br />
kepada peserta yang dinyatakan lulus.<br />
“Bagi peserta kejuruan tata<br />
busana, setelah selesai pelatihan, mereka<br />
dipastikan telah mampu menjahit<br />
pakaian pria dan wanita lengkap<br />
dengan teknik mengukur, membuat<br />
desain dan membuat pola dengan<br />
memperhatikan estetika busana mampu<br />
menggunakan berbagai jenis mesin<br />
jahit dan perawatannya. Demikian<br />
pula kejuruan Tata Graha. Perhotelan,<br />
gedung-gedung, warehouse dan lainnya<br />
PPKB Jakarta Timur memberikan<br />
pelatihan tata graha secara intensif<br />
sehingga dapat menelorkan tenaga<br />
kerja yang siap memenuhi kebutuhan<br />
lapangan kerja untuk bidang ke tata<br />
grahaan,” tutur Herman.<br />
Begitu pula untuk kejuruan<br />
operator komputer, teknik komputer,<br />
kejuruan elektronika, teknik pendingin,<br />
teknik otomotif, teknologi mekanik<br />
dan teknik sepeda motor. Khusus<br />
pada kejuruan teknik sepeda motor,<br />
peminatnya paling banyak. Karena<br />
itu, PPKD Jakarta Timur menangkap<br />
peluang lapangan kerja dengan<br />
keterampilan spesifik ini. Setelah<br />
selesai pelatihan, ternyata para peserta<br />
Bengkel otomotif, para peserta pelatihan melakukan bongkar pasar mesin kendaraan roda dua<br />
atau memperbaiki adanya kerusakan-kerusakan.<br />
langsung banyak dipesan beberapa<br />
perusahaan/ dealer sepeda motor untuk<br />
bekerja. Baik sebagai mekanik, montir<br />
maupun sistem listriknya.<br />
Herman menambahkan, para<br />
peserta latihan mayoritas lulusan<br />
SMK. Namun demikian, ada pula<br />
yang sudah mengantongi ijazah<br />
D-3 dan S-1. Mereka menambah<br />
ilmu pengetahuannya di PPKD<br />
sebelum memperoleh lapangan kerja<br />
tetap. Bahkan, mereka yang telah<br />
memperoleh sertifikat dari PPKD<br />
Jakarta Timur, banyak pula yang<br />
memperoleh kesempatan untuk bekerja<br />
di perusahaan otomotif di Jepang.<br />
Hingga kini, sudah mencapai lebih<br />
dari 200 orang lebih peserta pelatihan<br />
di PPKD Jakarta Timur yang telah<br />
ditampung di berbagai bengkel motor<br />
di wilayah Jabodetabek. Bahkan ada<br />
yang diberi kesempatan memperluas<br />
pengetahuannya di bidang otomotif di<br />
Jepang.<br />
“Selama ini, PPKD Jakarta Timur<br />
menjalin kerja sama dengan beberapa<br />
perusahaan otomotif, dan terbesar dari<br />
perusahaan otomotif dari Jepang. Ini<br />
juga berkat keberhasilan dari bidang<br />
pemasaran tenaga kerja PPKD. Dapat<br />
dikatakan hampir 100 persen tamatan<br />
PPKD sudah tersalurkan. Bahkan,<br />
selama masih mengikuti pelatihan,<br />
sudah dipesan dealer-dealer dan<br />
perusahaan otomotif,” tutur Ir Syafri,<br />
instruktur teknik sepeda motor.<br />
Alumnus Fakultas Teknik<br />
Universitas Dharma Persada Jakarta<br />
2004 itu mengatakan, untuk tenik<br />
sepeda motor ditangani dua orang<br />
instruktur. Ia sempat menjadi mekanik<br />
road race di Sentul, dan membuat<br />
motor drugs. Ia berharap peserta<br />
pelatihan bisa menjadi montir dan<br />
mekanik handal di kemudian hari.<br />
Sebab, anak-anak muda banyak yang<br />
ingin tahu bagaimana caranya membuat<br />
motor agar larinya kencang tetapi aman<br />
dan nyaman dikendarai.<br />
“Yang jelas, kami didik mereka<br />
agar mejadi pengusaha mandiri,<br />
baik secara pribadi maupun secara<br />
berkelompok. Bahkan banyak di antara<br />
mereka sekarang sudah menjadi kepala<br />
mekanik,” imbuh Ir Syafri. RCW.<br />
48 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 49
lingkungan<br />
Persiapan Menghadapi Banjir<br />
DKI Susun<br />
Rencana Kontinjensi<br />
Badan Penanggulangan<br />
Bencana Daerah (BPBD)<br />
DKI Jakarta menyiapkan<br />
penyusunan Rencana<br />
Kontinjensi (Renkon)<br />
atau tanggap darurat<br />
tingkat kelurahan.<br />
Renkon dimaksudkan<br />
untuk meningkatan<br />
kesiapsiagaan<br />
masyarakat dan<br />
pemangku kepentingan<br />
untuk mengurangi risiko<br />
yang ditimbulkan akibat<br />
bencana banjir.<br />
Renkon secara resmi dimulai<br />
dengan ditandai pemukulan kentong<br />
dan penekanan tombol sirine oleh<br />
Kepala Bidang Informatika dan<br />
Pengendalian BPBD DKI Jakarta Edy<br />
Junaidi di Kantor Kelurahan Jelambar<br />
Baru, Grogol Petamburan Jakarta Barat,<br />
pertengahan Juli lalu. Menurut Edy<br />
Junaedi, penyusunan renkon sangat<br />
diperlukan dalam menghadapi situasi<br />
terburuk di suatu wilayah. Sebenarnya<br />
Pemprov DKI Jakarta telah menyusun<br />
Renkon ini bersamaan dengan banjir<br />
besar yang melanda Jakarta Januari lalu.<br />
Namun karena terburu-buru rencana<br />
itu tak bisa diterapkan segera.<br />
Kontinjensi (contingency)<br />
adalah suatu keadaan atau situasi yang<br />
diperkirakan akan segera terjadi,<br />
tapi mungkin juga tidak akan terjadi<br />
(Oxford Dictionary & BNPB 2011).<br />
Sedangkan menurut Childs &<br />
Dietrich (20<strong>02</strong>) Kontinjensi adalah,<br />
“The additional effort for unexpected<br />
or quickly changing circumstances”<br />
(Childs & Dietrich. 20<strong>02</strong>:241).<br />
Dikatakan Edy, risiko bencana<br />
banjir di DKI Jakarta sangat<br />
dipengaruhi oleh ancaman bencana,<br />
kerentanan dan kapasitas yang ada.<br />
Curah hujan tinggi dalam waktu yang<br />
pendek, daya dukung lingkungan<br />
yang semakin menurun, penurunan<br />
permukaan tanah akibat eksploitasi<br />
air berlebihan serta pembangunan<br />
infrastruktur, semakin meningkatkan<br />
kerentanan wilayah maupun komunitas<br />
DKI Jakarta. Kompleksnya bencana di<br />
DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara<br />
Republik Indonesia, megapolitan<br />
maupun pusat pertumbuhan dan<br />
pembangunan, membutuhkan sebuah<br />
perencanaan yang sifatnya terpadu,<br />
terkoordinasi dan menyeluruh.<br />
Sebagai pembelajaran banjir yang<br />
terjadi pada awal 2013 lalu, BPBD<br />
DKI Jakarta bekerjasama dengan Mercy<br />
Corps, Masyarakat Penanggulangan<br />
Bencana Indonesia (MPBI) dan<br />
World Vision Indonesia (WVI) telah<br />
menyelenggarakan Pelatihan Fasilitator<br />
Penyusunan Perencanaan Kontinjensi<br />
Banjir Kelurahan DKI Jakarta di Pulau<br />
Harapan, Kabupaten Kepulauan Seribu,<br />
mulai 24 Juni - 28 Juni 2013.<br />
Pelatihan ini diikuti oleh 29 orang<br />
fasilitator, 5 di antaranya perempuan,<br />
berasal dari beragam organisasi dan<br />
kelompok warga di Jakarta. Fasilitator<br />
berlatih memfasilitasi warga Pulau<br />
Harapan menyusun rencana kontinjensi<br />
angin puting beliung. Para fasilitator<br />
inilah yang akan mendukung BPBD<br />
DKI Jakarta dalam menfasilitasi<br />
penyusunan Rekon bencana banjir<br />
di 11 kelurahan di DKI Jakarta.<br />
Para fasilitator berasal dari Badan<br />
Penanggulangan Bencana Daerah<br />
(BPBD) DKI Jakarta, Mercy Corps,<br />
World Vision Indonesia (WVI),<br />
Yayasan Sringanis, Marga Sejahtera<br />
(ChildFund), Jakarta Rescue, SP3<br />
Kemenpora, Dompet Dhuafa dan<br />
Universitas Pertahanan.<br />
“Sebagai tahap awal penyusunan<br />
Renkon dilanjutkan di 11 kelurahan<br />
terpilih, yakni; KelurahanPasar Minggu,<br />
Menteng Dalam, Pulogadung, Bidara<br />
Cina, Kapuk, Kapuk Muara, Kedoya<br />
Utara, Semper Barat, Cawang, dan<br />
Kampung Melayu,“ ujarnya.<br />
“Selesai 11 kelurahan tersebut,<br />
segera disusul kelurahan lain yang<br />
jumlahnya 124 kelurahan yang<br />
merupakan kelurahan terdampak banjir,<br />
Januari 2014,” sambungnya lagi.<br />
Risiko Tinggi<br />
Berdasarkan peta BNPB yang<br />
diperkuat oleh BPBD DKI Jakarta<br />
dalam kajian risiko bencana yang<br />
dilakukan pada tahun 2011-2012,<br />
wilayah DKI Jakarta memiliki tingkat<br />
risiko bencana banjir yang tinggi.<br />
Secara obyektif, bencana banjir<br />
merupakan kejadian tahunan yang<br />
dialami sebagian besar wilayah DKI<br />
Jakarta dengan tingkat risiko yang<br />
beragam. Kejadian banjir tahun 2013<br />
menunjukkan tren peningkatan<br />
wilayah genangan dari kejadian banjir<br />
besar sebelumnya. Tidak kurang<br />
124 kelurahan merupakan wilayah<br />
terdampak buruk akibar banjir.<br />
Cukup banyak upaya telah<br />
dilakukan untuk mengurangi<br />
risiko bencana banjir, baik yang<br />
bersifat preventif, mitigasi maupun<br />
kesiapsiagaan. Upaya-upaya ini terus<br />
dilakukan, baik oleh pemerintah<br />
pusat, pemerintah provinsi mapun<br />
kelompok-kelompok masyarakat sipil<br />
dan komunitas. Kelurahan sebagai<br />
struktur pemerintahan paling kecil,<br />
sekaligus merupakan abdi negara<br />
yang langsung bersentuhan dengan<br />
masyarakat, secara efektif dapat<br />
memulai penanggulangan bencana<br />
yang dikembangkan oleh masyarakat<br />
itu sendiri. Karena sumberdaya utama<br />
dalam pengurangan risiko bencana<br />
justru bersumber dari masyarakat.<br />
Tentu saja tanpa meninggalkan peran<br />
dan kewajiban pemenerintah sebagai<br />
penanggungjawab, termasuk dalam<br />
penanggulangan bencana.<br />
Sebagai upaya mensistematisasikan<br />
penanganan bencana banjir, khususnya<br />
pada fase kesiapsiagaan dan efektivitas<br />
tanggap darurat dibutuhkan<br />
perencanaan yang dibangun<br />
berdasarkan komitmen dan kesepakatan<br />
bersama. Sehingga risiko bencana<br />
dapat diminimalisir saat adanya bahaya<br />
atau ancaman bencana. Karena sulit<br />
diprediksi waktu terjadinya banjir atau<br />
ancaman bencana lain secara pasti.<br />
Demikian juga besaran atau lamanya<br />
kejadian tersebut. Dampak perubahan<br />
iklim yang terjadi, menambah komplek<br />
kondisi tersebut, baik dampaknya<br />
terhadap tingkat ancaman bencana<br />
dan kerentanan maupun menurunkan<br />
kapasitas.<br />
Melalui perencanaan Kontinjensi,<br />
akibat dari ketidakpastian dapat<br />
diminimalisasi melalui pengembangan<br />
skenario dan asumsi proyeksi<br />
50 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 51
kebutuhan untuk tanggap darurat.<br />
Rencana Kontinjensi tingkat kelurahan<br />
merupakan upaya kesiapsiagaan pada<br />
level kelurahan yang melibatkan<br />
multipihak di tingkat kelurahan. Tidak<br />
dimilikinya kewenangan vertikal pada<br />
tingkat kelurahan, menempatkan<br />
peran serta multipihak atau pemangku<br />
kepentingan pada tingkat utama.<br />
Komitmen dan kesepakatan dari<br />
pemangku pada wilayah kelurahan<br />
menjadi dasar pelaksanaan operasional<br />
dari Renkon. Demikian juga dengan<br />
dukungan warga masyarakat lainnya.<br />
Tidak saja keterlibatannya dalam<br />
penanganan bencana atau mengikuti<br />
prosedur yang ditetapkan oleh<br />
pihak kelurahan, tapi juga kontribusi<br />
sumberdaya yang dimiliki dan<br />
dibutuhkan saat kondisi krisis terjadi.<br />
Rencana Kontinjensi tingkat<br />
kelurahan merupakan salah satu<br />
indikator dari desa tangguh yang<br />
menjadi program nasional melalui<br />
Perka BNPB No.1/2012 dan dijalankan<br />
secara serentak pada tingkat provinsi<br />
atau kabupaten/kota. Selain indikator<br />
lain berupa kajian dan peta ancamam<br />
bencana atau risiko bencana, jalur<br />
evakuasi, tim siaga bencana atau<br />
komunitas siaga bencana, forum<br />
pengurangan risiko bencana dan<br />
lainnya.<br />
Untuk itu penyusunan rencana<br />
Kontinjensi pada tingkat kelurahan<br />
secara otomatis akan memenuhi<br />
sebagian besar indikator dari desa<br />
tangguh. Karena sebagai syarat<br />
penyusunan Renkon adalah telah<br />
adanya kajian dan peta risiko bencana,<br />
peringatan dini, jalur dan temp[at<br />
evakuasi. Sedangkan sebagai rencana<br />
tindak lanjut perlu adanya dokumen<br />
Renkon yang tersusun dan dikukuhkan<br />
melalui legalisasi di tingkat kelurahan.<br />
“Saat ini kita sudah siap karena<br />
kita sudah memiliki kajian, peta risiko<br />
bencana, peringatan dini, jalur dan<br />
tempat evakuasi,” ujar Edy Junaedi.<br />
Tujuan penyusunan Renkon<br />
bencana banjir di tingkat kelurahan<br />
sebagai upaya meningkatkan<br />
kesiapsiagaan masyarakat dan<br />
pemangku kepentingan pada tingkat<br />
kelurahan untuk mengurangi risiko<br />
yang ditimbulkan akibat bencana<br />
banjir . selanjutnya Renkon akan<br />
menjadi panduan bagi seluruh pihak<br />
dalam menangani kondisi krisis yang<br />
terjadi. Telah terpetakannya kebutuhankebutuhan<br />
dasar, sumberdaya yang<br />
tersedia serta kesenjangan yang ada<br />
diharapkan mampu mempercepat<br />
pemenuhan kebutuhan dasar<br />
saat diperlukan. Demikian juga<br />
dengan peran dan tanggung jawab<br />
multipihak dapat mempercepat atau<br />
mengefektifkan kerja tanggap darurat.<br />
Hal yang terpenting dari proses<br />
ini adalah, terbangunnya kebersamaan<br />
seluruh pihak terkait, baik pemerintah<br />
kelurahan maupun instansi lain,<br />
masyarakat maupun sektor swasta<br />
untuk saling mengisi, saling membantu<br />
dan saling menguatkan untuk<br />
mengurangi risiko bencana yang terjadi<br />
di suatu kelurahan. Dengan demikian<br />
akan terbangun sebuah gerakan<br />
pengurangan risiko berlandaskan asa<br />
kemanusiaan untuk mewujudkan<br />
kehidupan bermartabat.<br />
Empat Bidang Tugas<br />
Kepala BPBD DKI Jakarta,<br />
Ery Basworo mengatakan, BPBD<br />
DKI Jakarta dalam melaksanakan<br />
tugasnya berdasarkan 4 bidang<br />
yang ada. Keempat bidang tersebut<br />
adalah; Bidang Pencegahan dan<br />
kesiap siagaan,Bidang Kedaruratan<br />
dan Logistik, Bidang Rehabilitasi dan<br />
Rekonstruksi, serta Bidang Informatika<br />
dan Pengendalian.<br />
“Kegiatan yang sedang berjalan<br />
sekarang ini, yakni penyusunan<br />
Rencana Kontinjensi (Renkon) adalah<br />
bagian dari program kerja Bidang<br />
Pencegahan dan Kesiapsiagaan,” ujar<br />
Ery Basworo saat ditemui di kantornya<br />
beberapa waktu lalu.<br />
Renkon, kata Ery lagi,<br />
disusun dalam rangka kesiapsiagaan<br />
menghadapi ancaman bencana banjir<br />
di seluruh wilayah DKI Jakarta,<br />
penyusunan Renkon kelurahan<br />
dilaksanakan di 124 kelurahan yang<br />
merupakan kelurahan terdampak banjir<br />
pada Januari 2013 lalu. Jadi intinya,<br />
suatu rencana kedepan berdasarkan<br />
kejadian-kejadian kemarin atau<br />
sebelumnya.<br />
“Contohnya beginiya, banjir yang<br />
terjadi kemari kita butuh 100 perahu.<br />
Nah tahun depan kita siapkan 115<br />
perahu. Begitu dengan kebutuhan lain,<br />
seperti makanan, tenda, obat-obatan<br />
dan lainnya,” ujarEry.<br />
Jadi berpikirnya adalah prediksi<br />
kedepan. Minimal kebutuhan ditambah<br />
15 persen dari kebutuhan sebelumnya.<br />
Selainitu, menurut Ery, BPBD<br />
juga melakukan berbagai pelatihan<br />
dan sosialisasi tentang persiapan<br />
penanggulangan bencana, baik bencana<br />
banjir, kebakaran, gempa bumi dan<br />
lainnya. Pelatihan ditujukan kepada<br />
siswa sekolah di DKI Jakarta, mulai<br />
tingkat dasar hingga SLTA. Kemudian<br />
kepada para guru, masyarakat serta para<br />
relawan di bidang kebencanaan. Khusus<br />
di lima wilayah kotamadya secara<br />
rutin juga dilaksanakan pelatihan<br />
penanggulangan bencana<br />
kebakaran.<br />
Selanjutnya kepada pemiliki<br />
gedung di Jakarta, BPBD juga<br />
melakukan sosialisasi tentang<br />
proses evakuasi mana kala terjadi<br />
bencana kebakaran atau gempa<br />
bumi. BPBD mengingatkan<br />
agar setiap pemilik gedung harus<br />
menyediakan tangga darurat<br />
untuk proses evakuasi. Tangga<br />
darurat ini harus dibiarkan kosong dan<br />
tidak boleh dipakai untuk menaruh<br />
barang apapun yang bias menghambat<br />
proses evakuasi. Selain kebakaran,<br />
pemilik gadung juga harus memiliki<br />
system keamanan saat terjadi banjir.<br />
Karena biasanya pemilik gedung lebih<br />
focus pada kebakaran ketimbang banjir.<br />
“Di DKI Jakarta, bencana<br />
kebakaran tercatat paling tinggi,<br />
tahun 2012 lalu mencapai 1042 kasus.<br />
Disusul kemudian banjir, konflik social<br />
dan lainnya,” tandas Ery.<br />
Darurat<br />
Dikatakan Ery, bidang berikutnya<br />
yang menjadi tugas pokok BPBD<br />
adalah Bidang Kedaruratan dan<br />
Logistik. Bidang ini, BPBD memilki<br />
kewenangan untuk koordinasi dan<br />
komando. Dalam kondis idarurat biasa,<br />
tugas BPBD bersifat koordinasi. Tapi<br />
bila kondisi darurat bersifat mendesak<br />
bias berubah komando. Dan jika sudah<br />
pada tahap tanggap darurat, maka<br />
kewenangannya ada di pusat.<br />
Untuk kordinasi ini, BPBD<br />
membawahi 9 Satuan Kerja Perangkat<br />
daerah (SKPD), yakni; Dinas<br />
Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas<br />
Kebakaran, Satpol PP, Dinas Pekerjaan<br />
Umum, Dinas Pertamanan, Dinas<br />
Perhubungan, Dinas Kebersihan dan<br />
Dinas Perindustrian dan Energi. Jadi<br />
untuk mengatasi keadaan darurat<br />
bencana, BPBD bias memerintahkan<br />
9 SKPD tersebut untuk mengatasi<br />
bencana maupun untuk menangani<br />
52 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 53
lingkungan<br />
korban bencana. Namun dalam kondisi<br />
tertentu, mereka bias turun langsung<br />
kelapangan tanpa harus menunggu<br />
koordinasi dengan BPBD.<br />
“Kita punya Pusdalops, SMS<br />
Gateway, Early Warning Sistem.<br />
Call Center 164 yang berfungsi<br />
24 jam untuk memantau dan<br />
menginformasikan berbagai hal yang<br />
terkait dengan bencana,” ujarnya.<br />
Di Pusdalops, kata Ery, kita<br />
punya data secara real time tentang<br />
perkembangan kondisi air di Bendung<br />
Katulampa. Jika terjadi hujan besar<br />
di Bogor dan Bandung Katulampa<br />
masuk dalam Siaga 1, maka langsung<br />
dikordinasikan kedinas-dinas terkait,<br />
terutama Dinas Sosial untuk segera<br />
menyiapkan bantuan. Dalam hal ini,<br />
BPBD sudah mengetahui baik dari<br />
segi tinggi siaga dan lamanya banjir<br />
menggenangi Jakarta.<br />
“Lewat Pusdalops, kita tahu<br />
siaga berapa dan berapa lama air<br />
menggenangi rumah warga. Kalau Siaga<br />
1 tapi Cuma satu malam, kita bias<br />
sediakan makan, bias juga tidak. Tapi<br />
kalau lebih dari 24 jam, maka harus<br />
kita sediakan makan, tempat evakuasi<br />
dan lainnya,” lanjutnya.<br />
Mengenai Bidang Rehabilitasi dan<br />
Rekonstruksi, ini yang membedakan<br />
BPBD DKI Jakarta dengan BPBD<br />
Provinsi lain. Kalau BPBD Provinsi<br />
lain punya dana dan dapat melakukan<br />
rehabilitasi dan rekronstruksi,<br />
sedangkan BPBD DKI tidak bisa,<br />
karena tidak memiliki dana sendiri<br />
untuk itu. Dana rehabilitasi dan<br />
rekonstruksi sudah ada di 9 SKPD.<br />
Jadi BPBD DKI Jakarta tinggal<br />
mengkoordinir kebutuhan saja.<br />
Jika dirasa masih kurang, BPBD<br />
bias mengusulkan adanya anggaran<br />
tambahan.<br />
“Adapun bidang yang terakhir<br />
adalah Bidang Informatika dan<br />
Pengendalian yang menghimpun<br />
dan mengolah pusat data tentang<br />
kebencanaan di DKI Jakarta. Bidang ini<br />
membawahi Pusdalops dan teknologi<br />
informasi BPBD Jakarta,” ucapnya.<br />
NR.<br />
Perda No.3/Tahun 2013<br />
Ajak Partisipasi Swasta Kelola Sampah<br />
Kini Jakarta miliki Perda baru pengelolaan sampah,<br />
Perda No.3/2013 ini menggantikan Perda No.5/ 1988<br />
tentang Kebersihan Lingkungan dalam Wilayah DKI<br />
Jakarta.<br />
Sampah di perkotaan seringkali<br />
menimbulkan persoalan ketika pola<br />
penanganannya belum mampu<br />
mengakomodir seluruh sampah yang<br />
ada. Di Jakarta, persoalan sampah<br />
menjadi kompleks karena berbagai<br />
faktor, tidak hanya besarnya jumlah<br />
sampah yang harus ditangani setiap<br />
harinya, sarana prasarana yang tersedia<br />
saat ini juga belum memadai, baik<br />
jumlah maupun kondisi yang sudah tak<br />
layak lagi serta keterbatasan lahan.<br />
Selain itu, kebiasaan masyarakat<br />
buang sampah sembarangan, seperti<br />
ke sungai atau saluran air sehingga<br />
mengakibatkan banjir. Ini merupakan<br />
tantangan bagi Pemerintah DKI<br />
Jakarta untuk mengajak masyarakat<br />
berpartisipasi aktif dalam mengelola<br />
sampah. Karenanya, Pemprov DKI<br />
Jakarta menginisiasi Perda tentang<br />
Pengelolaan Sampah sebagai turunan<br />
dari Undang-undang No.8 Tahun<br />
2008.<br />
Kepala Dinas Kebersihan Provinsi<br />
DKI Jakarta, Unu Nurdin, mengatakan,<br />
pihaknya ingin menyadarkan<br />
masyarakat agar membuang sampah<br />
pada tempatnya. “Masyarakat yang<br />
belum sadar inilah yang harus dibenahi,<br />
makanya kita buat dulu landasan<br />
aturannya,” ujarnya saat ditemui Media<br />
Jaya di ruang kerjanya.<br />
Menurutnya, Perda ini mengatur<br />
pengelolaan sampah di DKI Jakarta<br />
secara komprehensif dari hulu hingga<br />
hilir dengan sistematika pengaturan<br />
antara lain meliputi tugas dan<br />
tanggung jawab pemerintah; hak,<br />
kewajiban, dan tanggung jawab<br />
masyarakat; hak, kewajiban, dan<br />
tanggung jawab produsen; insentif dan<br />
disinsentif; perizinan; penyelenggaraan<br />
pengelolaan sampah; teknologi tepat<br />
guna dan ramah lingkungan; kerja<br />
sama dan kemitraan; pengawasan dan<br />
pengendalian; serta larangan dan sanksi.<br />
“Dibuatnya Perda Pengelolaan<br />
Sampah ini bertujuan meningkatkan<br />
peran serta masyarakat dan pelaku<br />
usaha untuk secara aktif mengurangi<br />
sampah. Pemerintah tidak dapat<br />
bekerja sendiri tetapi partisipasi aktif<br />
masyarakat dan stakeholder sangat<br />
dibutuhkan,” tegas Unu.<br />
Subsidi Silang<br />
Peran aktif seluruh stakeholder<br />
dan masyarakat untuk menjaga<br />
kebersihan sangat diperlukan. Untuk<br />
mengatur sinergitas antarpemangku<br />
kepentingan, dalam Perda ini diatur<br />
mengenai kewajiban pengelola kawasan<br />
industri, kawasan komersial, kawasan<br />
khusus, dan kawasan permukiman elite<br />
untuk mengelola sampahnya secara<br />
mandiri.<br />
Pengelola kawasan komersial,<br />
kata Unu, berkewajiban melakukan<br />
pengumpulan, pengangkutan dan<br />
pengolahan sampahnya sendiri atau<br />
dapat dikerjasamakan dengan badan<br />
usaha di bidang kebersihan. Jika<br />
mereka mengirimkan sampahnya ke<br />
TPA Bantargebang, maka diwajibkan<br />
membayar retribusi pengelolaan<br />
sampah. Sehingga pembiayaan APBD<br />
untuk sektor kebersihan yang selama ini<br />
dibebankan kepada pemerintah dapat<br />
dikurangi, sekaligus akan menjadi PAD<br />
dari retribusi tersebut, sehingga terjadi<br />
subsidi silang.<br />
Selain subsidi silang, l dalam Perda<br />
Pengelolaan Sampah tersebut dijelaskan<br />
mengenai adanya kemitraan, terutama<br />
dalam hal daur ulang dan pengolahan<br />
sampah.<br />
“Kemitraan ini bisa dilakukan<br />
dari tingkat paling bawah, yaitu<br />
rukun tetangga (RT). Masyarakat bisa<br />
menggandeng pelaku usaha sehingga<br />
sampah bisa memiliki nilai ekonomis,”<br />
tuturnya.<br />
Unu mengatakan, ketentuan<br />
mengenai adanya pengelolaan sampah<br />
agar memiliki nilai ekonomis ini<br />
merupakan kemajuan jika dibanding<br />
aturan pendahulunya, dengan sisi sanksi<br />
yang lebih menonjol.<br />
Perda ini juga menyatakan bahwa<br />
pemerintah daerah akan memberikan<br />
insentif kepada masyarakat atau<br />
kelompok di dalamnya tentang<br />
pengelolaan sampah ini. “Suntikan ini<br />
bisa berupa fiskal, seperti modal; atau<br />
non-fiskal, seperti pendampingan,”<br />
terangnya.<br />
Sanksi<br />
Sebagai landasan aturan hukum,<br />
dalam Perda tersebut telah diatur<br />
sanksi bagi pelanggar yang penegakan<br />
54 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 55
sanksinya akan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil<br />
yang telah ditetapkan bekerjasama dengan elemen kepolisian<br />
dan petugas keamanan dan ketertiban. Merekalah yang akan<br />
bertugas melakukan pengawasan serta penindakan terhadap<br />
pelanggaran Perda tersebut di lapangan.<br />
Bagi para pelanggar akan dikenakan sanksi berupa<br />
teguran hingga uang paksa yang besarnya berbeda-beda sesuai<br />
pelanggarannya. Lihat Tabel berikut :. ANN<br />
Sanksi Perorangan/Rumah Tangga<br />
Subjek Hukum Bentuk Sanksi Pasal<br />
Setiap rumah tangga<br />
yang lalai atau<br />
dengan sengaja tidak<br />
melakukan pemilahan<br />
sampah<br />
Setiap orang dengan<br />
sengaja atau terbukti<br />
membuang sampah<br />
di luar jadwal yang<br />
ditentukan<br />
Setiap orang dengan<br />
sengaja atau terbukti<br />
membuang, menumpuk<br />
sampah dan/atau<br />
bangkai binatang ke<br />
sungai/kali/kanal,<br />
waduk, situ, saluran air<br />
limbah, di jalan, taman,<br />
atau tempat umum.<br />
Setiap orang dengan<br />
sengaja atau terbukti<br />
membuang sampah dari<br />
kendaraan<br />
Setiap orang dengan<br />
sengaja atau terbukti<br />
mengeruk atau mengais<br />
sampah di TPS yang<br />
berakibat sampah<br />
menjadi berserakan,<br />
membuang sampah<br />
diluar tempat/lokasi<br />
pembuangan yang telah<br />
ditetapkan<br />
Ketua RW wajib<br />
memberikan sanksi<br />
administrative sesuai<br />
keputusan musyawarah<br />
pengurus RW<br />
Dikenakan uang<br />
paksa paling banyak<br />
Rp.100.000,00 (seratus<br />
ribu rupiah)<br />
Dikenakan uang<br />
paksa paling banyak<br />
Rp.500.000,00 (lima<br />
ratus ribu rupiah)<br />
Dikenakan uang<br />
paksa paling banyak<br />
Rp.500.000,00 (lima<br />
ratus ribu rupiah)<br />
Dikenakan uang<br />
paksa paling banyak<br />
Rp.500.000,00 (lima<br />
ratus ribu rupiah)<br />
Pasal 127 ayat (1)<br />
Pasal 130 ayat (1a)<br />
Pasal 130 ayat (1b)<br />
Pasal 130 ayat (1c)<br />
Pasal 130 ayat (1d)<br />
Sanksi Badan Usaha/Pengelola Kawasan<br />
Subjek Hukum Bentuk Sanksi Pasal<br />
Penanggungjawab dan/<br />
atau pengelola kawasan<br />
permukiman, kawasan<br />
komersial, kawasan<br />
industri, kawasan<br />
khusus, yang lali atau<br />
dengan sengaja tidak<br />
menyediakan fasilitas<br />
dan/atau melaksanakan<br />
pengelolaan sampah.<br />
Pengelola fasilitas<br />
umum, fasilitas<br />
social, dan fasilitas<br />
lainnya yang lali atau<br />
dengan sengaja tidak<br />
menyediakan fasilitas<br />
pemilahan dan/<br />
atau tidak melakukan<br />
pemilahan sampah<br />
Setiap produsen yang<br />
lalai atau dengan<br />
sengaja dan/atau<br />
tidak mencantumkan<br />
label dan tanda yang<br />
berhubungan dengan<br />
pengurangan dan<br />
penanganan sampah<br />
pada kemaan dan/atau<br />
produk yang dihasilkan<br />
dan/atau beredar di<br />
daerah dan melakukan<br />
pengelolaan kemasan<br />
dan/atau produk yang<br />
tidak dapat atau sulit<br />
terurai oleh proses alam<br />
Setiap<br />
penanggungjawab dan/<br />
atau pengelola pusat<br />
perbelanjaan, toko<br />
modern dan pasar<br />
yang lalai atau dengan<br />
sengaja menggunakan<br />
kantong belanja yang<br />
ramah lingkungan<br />
Sanksi administratif<br />
berupa uang paksa<br />
paling sedikit<br />
Rp.10.000.000,00<br />
(sepuluh juta rupiah)<br />
dan paling banyak<br />
Rp.50.000.000,00<br />
(lima puluh juta rupiah)<br />
Sanksi administratif<br />
berupa uang paksa<br />
paling sedikit<br />
Rp.1.000.000,00<br />
(satu juta rupiah)<br />
dan paling banyak<br />
Rp.5.000.000,00 (lima<br />
juta rupiah)<br />
Sanksi administratif<br />
berupa uang paksa<br />
paling sedikit<br />
Rp.25.000.000,00 (dua<br />
puluh lima juta rupiah)<br />
dan paling banyak<br />
Rp.50.000.000,00<br />
(lima puluh juta rupiah)<br />
Sanksi administratif<br />
berupa uang paksa<br />
paling sedikit<br />
Rp.5.000.000,00<br />
(lima juta rupiah)<br />
dan paling banyak<br />
Rp.25.000.000,00 (dua<br />
puluh lima juta rupiah)<br />
Pasal 127 ayat (2)<br />
Pasal 127 ayat (3)<br />
Pasal 129 ayat (2)<br />
Pasal 129 ayat (3)<br />
DKI-Rotterdam<br />
Kerjasama Tangani Banjir<br />
Pemprov DKI Jakarta melakukan<br />
kerjasama dengan Pemerintah Kota<br />
Roterdam dalam penanganan banjir di<br />
ibu kota. Bentuk kerjasama<br />
itu tertuang dalam Minute of<br />
Agreement (MoA) Jakarta-<br />
Rotterdam di bidang tata<br />
air periode 2013-2015.<br />
Kerjasama ini merupakan<br />
kelanjutan dari kerjasama<br />
serupa yang telah berjalan<br />
sejak 2009.<br />
Gubernur DKI Jakarta,<br />
Joko Widodo mengatakan,<br />
kerjasama ini meliputi<br />
manajemen operasional<br />
alat pengeruk lumpur dan<br />
pertukaran pengetahuan<br />
dalam hal penyiapan masterplan<br />
pengendalian banjir. Kerjasama ini<br />
telah berjalan sejak dilakukannya serah<br />
terima alat pengeruk lumpur dari<br />
Pemerintah Kota Rotterdam kepada<br />
Pemprov DKI Jakarta pada tahun 2009.<br />
“Untuk periode hingga tahun 2015,<br />
kerjasama difokuskan pada dua hal<br />
yaitu peningkatan kapasitas sumber<br />
daya manusia dalam pengelolaan<br />
sumber daya air perkotaan yang<br />
terpadu melalui program-program<br />
pelatihan. Selain itu juga pertukaran<br />
informasi dan pengetahuan mengenai<br />
tantangan dan isu strategis yang<br />
dihadapi oleh kota delta,” kata<br />
Jokowi, usai penandatanganan MoA<br />
bersama Walikota Rotterdam, Ahmed<br />
Aboutaleb, di Balaikota DKI Jakarta,<br />
Senin (23/9).<br />
Untuk kerjasama di bidang Sumber<br />
Daya Air, keduanya telah saling<br />
bertukar informasi dan pengalaman<br />
antara Dinas Teknis Rotterdam dengan<br />
Dinas Teknis DKI Jakarta, yang<br />
didukung oleh Kementerian Teknis dari<br />
Pemerintah Belanda dan Indonesia.<br />
“Contohnya seperti manajemen<br />
sumber daya air, perencanaan tata ruang<br />
dan infrastruktur, serta pengembangan<br />
pelabuhan, terutama dalam konteks<br />
pengembangan National Capital<br />
Integrated Coastal Development<br />
(NCICD),” tambahnya.<br />
Hubungan Jakarta-Rotterdam telah<br />
terjalin sejak tahun 1986 dan kerjasama<br />
telah dilaksanakan di bidang sistem<br />
manajemen informasi, pengelolaan<br />
sampah, manajemen sumber daya air,<br />
serta manajemen museum.<br />
Langkah konkretnya dari perjanjian<br />
ini yakni akan dikirim beberapa staf<br />
Pemprov DKI Jakarta ke Rotterdam<br />
untuk mempelajari beberapa hal.<br />
Mereka akan mempelajari pengetahuan<br />
manajemen sumber daya air kota<br />
besar, perencanaan tata ruang sekaligus<br />
infrastruktur serta pengembangan<br />
pelabuhan.<br />
Meski demikian, Jokowi belum<br />
mengetahui teknis kerja sama tersebut,<br />
terutama menyangkut jumlah orang<br />
yang akan dikirim, dari dinas mana<br />
saja, dan sebagainya. “Saya ingin kirim<br />
sebanyak-banyaknya agar mindset-nya<br />
menuju Jakarta ke lebih baru. Karena<br />
apapun mereka jauh lebih<br />
berpengalaman daripada kita,”<br />
ujarnya.<br />
Diakui Jokowi, Jakarta<br />
terlambat dalam melakukan<br />
penanganan banjir. Padahal<br />
blueprint penanganan sudah<br />
ada. Menurutnya, diperkirakan<br />
butuh waktu 10-15 tahun<br />
untuk dapat menyelesaikan<br />
masalah banjir di Jakarta.<br />
Sebab, Nederland sendiri<br />
butuh waktu hingga 200<br />
tahun. “Jangan harap setahun<br />
kita bebas banjir. Sebetulnya<br />
kalau kita kerja kenceng, 10-15 tahun<br />
itu sudah bisa. Ini selain Giant Sea Wall<br />
lho ya,” ucapnya.<br />
Jokowi juga berharap penanganan<br />
banjir ini mendapatkan dukungan dari<br />
provinsi lain. Karena Jakarta adalah<br />
hilir dari 13 sungai, sementara hulunya<br />
berada di kawasan sekitar Jakarta. “Tapi<br />
sekali lagi itu juga tergantung provinsi<br />
yang di atas. Tergantung provinsi lain,”<br />
tegasnya.<br />
Walikota Rotterdam, Ahmed<br />
Aboutaleb, mengapresiasi positif<br />
kerjasama tersebut. Menurutnya,<br />
dengan cara pertukaran informasi<br />
bagaimana manajemen pengendalian<br />
banjir yang baik, pihaknya dapat<br />
membantu Jakarta keluar dari masalah<br />
banjir.<br />
“Saya percaya Jakarta bisa. Jakarta<br />
itu kota yang kuat, Indonesia negara<br />
yang bagus. Kita pun hanya bisa<br />
membantu dalam hal pertukaran<br />
informasi,” tandasnya. (beritajakarta.<br />
com)<br />
Badan usaha yang<br />
Sanksi administratif Pasal 131 ayat (1)<br />
terbukti melkaukan berupa uang paksa<br />
usaha pengelolaan paling sedikit<br />
smapah tanpa izin<br />
Rp.5.000.000,00<br />
(lima juta rupiah)<br />
dan paling banyak<br />
Rp.10.000.000,00<br />
(sepuluh juta rupiah)<br />
dengan ketentuan<br />
wajib memproses Izin<br />
Usaha Pengelolaan<br />
56<br />
Sampah<br />
Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 57
sosial<br />
Anak Jalanan<br />
di Angkutan Umum<br />
Anak-anak jalanan acap naik-turun angkutan umum,<br />
baik bus besar maupun bus sedang. Keberadaan<br />
mereka dianggap sangat mengganggu kenyamanan<br />
penumpang.<br />
Di dalam angkutan umum<br />
tersebut mereka mengamen, namun<br />
belakangan banyak yang hanya berorasi<br />
dengan tujuan minta uang kepada para<br />
penumpang. Nadanya penuh ancaman,<br />
dengan mengumbar kata-kata yang<br />
tidak sopan. Orasinya kurang lebih<br />
seperti ini :<br />
“Bapak-ibu-0om-tante, kami hadir<br />
di sini bukan untuk menodong atau<br />
mencopet, tapi kami hanya berharap<br />
belas kasihan bapak-ibu-oom dan<br />
tante uang seribu atau dua ribu untuk<br />
membeli nasi bungkus.. Bukan kami<br />
pemalas, bukan kami tak mau kerja,<br />
tetapi di Jakarta ini sulit mendapatkan<br />
pekerjaan. Kami cuma butuh<br />
makan……minum……merokok,”<br />
teriaknya .<br />
Sementara teman lainnya di<br />
pintu depan atau belakang menyahut<br />
pula, “Ya bapak, ibu, tante, oom, kami<br />
hanya butuh makan. !” Merweka pun<br />
terus mengoceh dengan kata-kata yang<br />
tak enak didengar. “Bapak, ibu, oom<br />
dan tante tidak akan menjadi miskin<br />
hanya mengeluarkan uang seribu atau<br />
dua ribu.”<br />
Mereka lalu menadahkan<br />
tangannya kepada setiap penumpang.<br />
Jika tidak diberi atau dicueki, kadang<br />
mereka ganti memelototi, atau<br />
tangannya tetap menengadah. Ada<br />
pula yang mengaku mantan residivis.<br />
Kata-katanya seperti ini, “Kami<br />
bukan ingin menjambret. Bukan<br />
ingin menodong. Kami tidak ingin<br />
mengulangi masa lalu yang kelam. Di<br />
penjara ternyata menyakitkan. Kami<br />
hanya mengharapkan belas kasihan.<br />
Harga diri Anda akan sangat terhormat<br />
kalau rela memberikan uang recehan<br />
kepada kami untuk makan. Mati tidak<br />
membawa harta,”<br />
Jika Anda biasa naik angkutan<br />
umum, maka perilaku anak jalanan<br />
seperti itu akan Anda jumpai. Cobalah<br />
naik Metro Mini dari terminal Blok M<br />
jurusan Ciledug, atau Kopaja jurusan<br />
Meruya-Kalideres atau Fatmawati -<br />
Pondok Labu. Ketika angkutan umum<br />
itu mulai memasuki Jl Melawai Raya,<br />
anak-anak jalanan atau anak-anak punk<br />
itu mulai mengganggu ketenangan<br />
penumpang sampai Jl Barito. Dari Jl<br />
Barito, ganti kelompok lain sampai<br />
Anak-anak jalanan, acap mengganggu ketertiban umum. Selain mengamen, kadang mereka<br />
juga meminta-minta bahkan agak memaksa terhadap para penumpang angkutan umum.<br />
Pasar Mayestik. Dari Pasar Mayestik<br />
muncul kelompok baru sampai Velbak,<br />
ganti kelompok baru lagi sampai Pasar<br />
Cipulir. Dari Cipulir sampai Cileduk<br />
(C BD), tak terhitung anak jalanan<br />
naik turun Metro Mini. Demikian pula<br />
sebaliknya. Penumpang benar-benar<br />
dibuat tidak nyaman sampai terminal<br />
Blok M.<br />
“Yang bikin kesal, cara<br />
memintanya setengah memaksa. Dari<br />
mulutnya bahu minuman keras dan<br />
rokok. Bukan kita tak mau peduli, tapi<br />
tingkah laku mereka sering membuat<br />
sebel. Kata-katanya tidak etis dan<br />
cenderung menyindir,” kata Widya (27)<br />
seorang karyawati sebuah perusahaan<br />
property,<br />
Ungkapan Widya dibenarkan Ibu<br />
Mirawati (42), karyawan sebuah rumah<br />
sakit swasta di Kebayoran Baru yang<br />
kebetulan tujuannya sama, ke Blok M.<br />
Di dalam bus, masuklah anak-anak<br />
dengan model ala punk. Orasinya<br />
tentu menyebalkan.<br />
Di Jakarta ini, katanya, banyak<br />
wanita cantik jual diri. Banyak wanita<br />
cantik jadi isteri simpanan pejabat<br />
tinggi. Banyak yang menumpuk harta<br />
hasil korupsi. Hasil korupsi tidak akan<br />
dibawa mati. Lebih baik recehannya<br />
berikan pada kami untuk membeli<br />
sebungkus nasi. “Kami lapar bapak-ibuoom<br />
dan tante.” Begitulah, ujungujungnya<br />
minta duit.<br />
Anjal Liar<br />
Situasi semacam ini bukan hanya<br />
terbatas di wilayah Jakarta Selatan,<br />
tetapi sudah merata di lima wilayah<br />
Jakarta. Mereka adalah anak-anak<br />
jalanan liar yang tak jelas identitasnya.<br />
Kepala Dinas Sosial, H Kian Kelana<br />
mengutarakan, Dinas Sosial telah<br />
berulangkali merazia mereka,<br />
menampung, dan membina mereka di<br />
sebuah panti di Kedoya, Jakarta Barat.<br />
Ternyata mengalami banyak kendala.<br />
Butuh kesabaran untuk mengajak<br />
mereka disiplin. Bahkan disuruh mandi<br />
pun susah.<br />
“Untuk mengajarkan mereka<br />
hidup disiplin, mungkin perlu<br />
pembinaan dengan gaya militer. Tetapi<br />
cara itu belum dilakukan, baru wacana.<br />
Karen a, untuk menerapkan pendidikan<br />
seperti itu kami harus memikirkannya<br />
secara cermat,” tutur Kian Kelana.<br />
Berbeda dengan anak-anak jalanan<br />
yang dibina di rumah singgah. Mereka<br />
lebih santun. Karena mereka diberikan<br />
pengarahan dan pembinaan secara<br />
intensif oleh pengelola rumah singgah.<br />
Itu dapat dilihat dari kemampuan<br />
mereka ketika menggelar kreativitas<br />
seni dan budaya di Dunia Fantasi yang<br />
dihadiri Gubernur DKI Jakarta, Joko<br />
Widodo akhir Agustus lalu.<br />
“Hingga sekarang, Pemprov DKI<br />
Jakarta melalui Dinas Sosial masih<br />
memberikan tabungan sebesar Rp 1,5<br />
juta/ tahun kepada anak-anak jalanan<br />
yang masih bersekolah,” tutur Kasi<br />
Pembinaan Anak Jalanan Dinas Sosial<br />
DKI Jakarta, Vivi Kafilatul S Sos.<br />
Pengamat Sosial Universitas<br />
Indonesia, Erlangga Masdiana<br />
mengatakan, titik rawan anak jalanan<br />
dan penyandang masalah kesejahteraan<br />
sosial (PMKS) di Jakarta masih sangat<br />
banyak. Setidaklnya, ada 48 titik<br />
rawan tersebar di lima wilayah kota<br />
administrasi.<br />
“Jika terus dibiarkan, masalah ini<br />
akan membawa dampak sosial yang<br />
merugikan banyak pihak. Banyaknya<br />
jumlah anak jalanan dan PMKS dapat<br />
memicu tindak kriminal serta dampak<br />
buruk lainnya,” papar Erlangga.<br />
Menurutnya, penyelesainnya harus<br />
dilakukan antarinstansi pemeruntah<br />
dan antarpemerintah daerah. “ Harus<br />
terintegrasi. Selama ini penangannanya<br />
terpisah-pisah. Razia yang dilakukan<br />
Pemprov DKI Jakarta, harus dilakukan<br />
secara rutin,” tambahnya.<br />
Erlangga menambahkan, anakanak<br />
jalanan bergaya punk tidak<br />
bisa hanya diberi keteram pilan.<br />
Pemerintah harus memberikan<br />
modal dan pengetahuan ekonomi.<br />
Misalnya, tentang kondisi pasar<br />
untuk produk usaha mikro, kecil, dan<br />
menengah. Kalau hanya dipulangkan ke<br />
kampung halaman atau sekadar diberi<br />
ketrampilan, tidak akan menyelesaikan<br />
masalah. Selain itu, sistem administrasi<br />
kependudukan harus diperbaiki,<br />
dengan membuat sistem pengendalian<br />
penduduk. Dengan begitu, arus<br />
urbanisasi dapat dikendalikan.<br />
Dorong partisipasi swasta<br />
Gubernur DKI Jakarta, Joko<br />
Widodo juga mengaku banyaknya<br />
anak jalanan dan PMKS yang<br />
menyerbu Jakarta, membuat Ibu<br />
Kota tampak kumuh dan semrawut.<br />
Karena itu, gubernur meminta agar<br />
Satpol PP bekerja profesional dan<br />
tegas membantu Dinas Sosial dalam<br />
menangani anak jalanan dan PMKS.<br />
Tegas tetapi tidak boleh galak.<br />
Kepala Satpol PP DKI Jakarta,<br />
Kukuh Hadi Santoso yang ditemui di<br />
lapangan mengatakan, pihaknya selalu<br />
mengerahkan aparatnya ke lapangan<br />
berkoordinasi dengan Dinas Sosial<br />
dan berbagai instansi terkait. Pada<br />
bulan Ramadhan lalu, sebanyak 1.500<br />
personil dikerahkan.<br />
“Para personel itu kami turunkan<br />
di beberapa titik rawan anak jalanan<br />
dan PMKS di ibu kota,“ kata kukuh.<br />
Titik rawan itu antara lain perempatan<br />
Matraman, perempatan Pramuka,<br />
perempatan Coca-cola Cempaka<br />
Putih, perempatan Kelapa Gading,<br />
perempatan Taman Mini Indonesia<br />
Indah (TMII), perempatan Fatmawati<br />
dan perempatan Mampang-Kuningan.<br />
“Mereka biasanya di-drop di<br />
suatu titik, dan akan dijemput kembali<br />
sesuai dengan waktu yang ditetapkan<br />
koordinatornya. Semua yang ada akan<br />
ditertibkan, termasuk koordinatornya,”<br />
ucapr Kukuh lagi.<br />
Wakil Ketua DPRD Provinsi DKI<br />
Jakarta, Triwisaksana mengatakan,<br />
Pemprov DKI Jakarta harus dapat<br />
mendorong partisipasi swasta dalam<br />
menangani masalah sosial di Jakarta<br />
melalui program corporate social<br />
responsibility (CSR) yang dimiliki<br />
setiap perusahaan.<br />
“Perusahaan harujs punya<br />
kepedulian sosial sebagai bentuk<br />
tanggung jawab terhadap kota yang<br />
ditempatinya,” tutur Sani, panggilan<br />
akrab Triwisaksana. RCW<br />
58 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 59
Jakarta Siap Hadapi<br />
ASEAN Economic Community<br />
Dalam rangka pembentukan masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) 2015,<br />
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menggagas pertemuan multilateral<br />
antara Gubernur/Walikota ibukota negara ASEAN, 18-19 September 2013 lalu.<br />
Sebanyak 110 orang delegasi dari 10 ibukota negara anggota ASEAN hadir<br />
dalam pertemuan yang bertema “ASEAN Goes Local: Contributing to ASEAN<br />
Community 2015”.<br />
Joko Widodo mengatakan,<br />
pertemuan para pemimpin ibukota<br />
negara anggota ASEAN merupakan<br />
langkah awal untuk membangun<br />
kerangka institusional yang<br />
memfasilitasi peran aktif pemerintah<br />
daerah di seluruh negara anggota<br />
ASEAN dalam pembangunan<br />
Komunitas ASEAN (ASEAN<br />
Community), khususnya dalam rangka<br />
menghadapi pasar bebas ASEAN tahun<br />
2015.<br />
“Kita mengajak setiap pimpinan<br />
ibukota negara se-ASEAN untuk<br />
bersiap diri dan mampu beradaptasi<br />
dalam menghadapi perubahan besar<br />
yang terjadi, khususnya di bidang<br />
perekonomian kawasan Asia Tenggara”<br />
ujarnya.<br />
Ia menambahkan, komunitas<br />
ekonomi ASEAN akan mengubah<br />
Asia Tenggara menjadi kawasan yang<br />
mengaplikasikan perdagangan bebas<br />
dengan alur produk dan jasa, investasi,<br />
tenaga kerja terampil dan modal yang<br />
juga bebas di antara sesama negara<br />
anggota ASEAN. Dampak, tantangan,<br />
dan peluang yang dihasilkan oleh<br />
integrasi regional di kawasan Asia<br />
Tenggara pada tingkat Pemerintah<br />
Daerah perlu dibahas lebih lanjut,<br />
khususnya peluang dan kontribusi dari<br />
kota-kota di seluruh negara anggota<br />
ASEAN dalam mewujudkan tujuan<br />
pembentukan dan implementasi<br />
kebijakan ASEAN.<br />
Andalan<br />
“Starting point” kesiapan Jakarta<br />
setidaknya tercermin dari proses<br />
penataan para pedagang kaki lima<br />
(PKL) di kawasan Tanah Abang.<br />
Perlahan tapi pasti kawasan Tanah<br />
Abang yang dulu semrawut kini<br />
mulai tertib dan tertata. Pemprov<br />
DKI sendiri memiliki harapan<br />
besar agar Pasar Tanah Abang bisa<br />
diandalkan dalam menghadapi ASEAN<br />
Economic Community (AEC) pada<br />
2015 mendatang. Dengan sejumlah<br />
pembenahan yang dilakukan di<br />
segala bidang, Pemprov DKI Jakarta<br />
siap menjadikan Pasar Tanah Abang<br />
memilik nilai jual sehingga tidak kalah<br />
dengan pasar-pasar di negara-negara<br />
ASEAN.<br />
Gubernur DKI Jakarta, Joko<br />
Widodo mengatakan, Tanah Abang<br />
akan menjadi andalan DKI Jakarta<br />
dalam menghadapi AEC mendatang.<br />
Untuk itu, dirinya fokus menata<br />
kawasan tersebut agar bisa berkembang<br />
dan siap menghadapi single market<br />
ASEAN tersebut. Apalagi, harga<br />
komoditi di Tanah Abang jauh lebih<br />
murah dibandingan dengan negaranegara<br />
di Asia Tenggara lainnya.<br />
Salah satu produk unggulan yang<br />
akan dipasarkan di Tanah Abang adalah<br />
baju muslim yang selama ini menjadi<br />
andalan jualan para pedagang setempat.<br />
“Banyak produk unggulannya seperti<br />
busana muslim. Nanti di Tanah Abang<br />
kalau (single market) dibuka betul bisa<br />
menyerbu. Karena harganya kalau saya<br />
bandingkan dengan Kuala Lumpur<br />
dan Malaysia masih jauh,” kata Jokowi,<br />
dalam pertemuan Gubernur/Walikota<br />
se-ASEAN, yang digelar di Jakarta<br />
pertengahan September lalu.<br />
Optimis<br />
Ia optimis jika Indonesia<br />
khususnya Jakarta memiliki produk<br />
kompetitif, maka dapat bersaing dalam<br />
single market tersebut. Namun, batik<br />
yang telah menjadi warisan budaya<br />
dunia belum bisa menjadi produk<br />
unggulan yang dipasarkan, karena<br />
pasarnya baru ke Malaysia saja. “Kalau<br />
batik larinya kita hanya ke Malaysia<br />
saja yang lainnya belum. Tapi semuanya<br />
tetap bisa, asal kita punya produk<br />
yang kompetitif, produk daya saing.<br />
Kita bisa menang,” ujarnya. Beberapa<br />
instansi seperti Kamar Dagang dan<br />
Industri (Kadin) Indonesia, Real Estate<br />
Indonesia (REI), serta Himpunan<br />
Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI)<br />
akan digandeng oleh Pemprov DKI<br />
Jakarta untuk sosialisasi AEC ini.<br />
Diharapkan melalui instansi tersebut<br />
masyarakat siap menghadapi single<br />
market pada 2015 mendatang.<br />
“Kesiapan masyarakat itu yang bahaya,<br />
untuk itu harus disiapkan. Kita lakukan<br />
sosialisasi melalui instansi terkait,”<br />
ucapnya. DHN<br />
60 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 61
ekonomi<br />
Inflasi DKI Jakarta<br />
Capai 0.95 Persen<br />
Harga-harga di DKI Jakarta mengalami inflasi 0.95 persen pada bulan Agustus 2013.<br />
Sedangkan inflasi nasional mencapai 1.12 persen. Laju inflasi tahun 2013 mencapai<br />
6,83persen dan laju inflasi dari tahun ketahun DKI Jakarta 8,57 persen.<br />
Inflasi yang terjadi pada bulan<br />
Agustus 2013, terutama disebabkan<br />
naiknya harga-harga pada kelompok<br />
sandang. Seluruh kelompok mengalami<br />
kenaikan indeks yaitu kelompok<br />
sandang 2,59 persen; kelompok bahan<br />
makanan 1,60 persen; kelompok<br />
transpor, komunikasi dan jasa keuangan<br />
0,99 persen; kelompok makanan jadi,<br />
minuman, rokok dan tembakau 0,69<br />
persen; kelompok perumahan, air,<br />
listrik, gas & bahan bakar 0,42 persen;<br />
kelompok kesehatan 0,25 persen; dan<br />
kelompok pendidikan, rekreasi dan olah<br />
raga 0,03 persen.<br />
Beberapa komoditi yang<br />
memberikan sumbangan inflasi cukup<br />
besar antara lain: emas perhiasan<br />
(0,2390 persen); angkutan antar kota<br />
(0,1675 persen); tariflistrik (0,0882<br />
persen); kentang (0,0499 persen);<br />
mie (0,0357 persen); kelapa (0,0354<br />
persen); tomat (0,<strong>02</strong>68 persen);<br />
empek-empek (0,<strong>02</strong>08 persen);<br />
ayam goreng (0,0190 persen); melon<br />
(0,0183 persen); tahu mentah (0,0181<br />
persen); semangka (0,0180 persen);<br />
ayam hidup (0,0163 persen); tempe<br />
(0,0162 persen); kue basah (0,0150<br />
persen); cabe merah (0,0149 persen);<br />
petai (0,0122 persen); bayam (0,0116<br />
persen); tarif gunting rambut pria dan<br />
anggur masing-masing (0,0108 persen);<br />
kacang panjang (0,0105 persen); ikan<br />
mas (0,0104 persen); beras (0,0089<br />
persen); tongkol (0,0084 persen);<br />
daging ayam kampong dan ikan<br />
kembung/gembung masing-masing<br />
(0,0077 persen); udangb asah (0,0068<br />
persen); pasir (0,0066 persen); bensin<br />
(0,0063 persen); danes (0,0061 persen).<br />
Pada bulan Agustus 2013,<br />
dari 66 kota yang diteliti seluruh<br />
kota mengalami inflasi. Kota yang<br />
mengalami inflasi tertinggi adalah kota<br />
Sorong 6,47 persen dan kota yang<br />
mengalami inflasi terendah adalah<br />
kota Pangkal Pinang 0,15 persen.<br />
Kota Jakarta menempati urutan ke<br />
42 tertinggi dari seluruh kota yang<br />
mengalami inflasi.<br />
Ekspor dan Impor<br />
Nilai ekspor non migas melalui<br />
DKI Jakarta bulan Juli 2013 mencapai<br />
4.476,22 juta dollar Amerika,<br />
meningkat 15,76 persen dari nilai<br />
ekspor bulan Juni 2013 yang mencapai<br />
3.866,86 juta dollar Amerika, demikian<br />
pula bila dibandingkan dengan nilai<br />
ekspor bulan yang sama tahun 2012,<br />
nilai ekspor bulan Juli 2013 lebih tinggi<br />
5,89 persen.<br />
Ekspor yang mempunyai<br />
pengaruh besar dan langsung terhadap<br />
perekonomian Jakarta adalah ekspor<br />
atas produk-produk yang dihasilkan<br />
oleh unit usaha yang berdomisili di<br />
wilayah DKI Jakarta dan diekspor<br />
melalui pelabuhan DKI Jakarta<br />
maupun ekspor produk DKI Jakarta<br />
yang diekspor melalui pelabuhan lain<br />
seperti Lampung, Jawa Tengah dan<br />
JawaTimur, dan lain-lain. Rangkaian<br />
proses produksi maupun jalur distribusi<br />
mulai dari penanganan bahan baku<br />
untuk diproses hingga menjadi<br />
komoditi siap ekspor, seluruh kegiatan<br />
itu akan menciptakan lapangan kerja<br />
dan sekaligus akan men-generate<br />
income di DKI Jakarta.<br />
Nilai ekspor produk-produk<br />
DKI Jakarta bulan Juli 2013 mencapai<br />
994,61 juta dollar Amerika, meningkat<br />
13,78 persen dari bulan Juni 2013<br />
yang mencapai 874,19 juta dollar<br />
Amerika, namun lebih rendah 3,49<br />
persen bila dibandingkan dengan<br />
nilai ekspor bulan yang sama tahun<br />
sebelumnya. Kontri busi nilai ekspor<br />
produk-produk DKI Jakarta terhadap<br />
total nilai ekspor yang melalui DKI<br />
Jakarta bulan Juli 2013 mencapai 22,22<br />
persen, turun 0,39 poin dari kontribusi<br />
bulan sebelumnya yang mencapai 22,61<br />
persen.<br />
Bulan Juli 2013, negara yang<br />
menjadi pasar utama di masing-masing<br />
kawasan adalah Singapura untuk<br />
kawasan ASEAN dengan nilai ekspor<br />
100,06 juta dollar Amerika; Hongkong<br />
untuk kawasan Asia dengan nilai ekspor<br />
75,45 juta dollar Amerika; Amerika<br />
Serikat untuk kawasan Amerika dengan<br />
nilai ekspor 115,00 juta dollar Amerika;<br />
dan Australia untuk kawasan Australia<br />
dan Oceania dengan nilai ekspor 19,91<br />
juta dollar Amerika. Secara keseluruhan,<br />
total ekspor kedua belas Negara<br />
tujuan utama pada bulan Juli 2013<br />
meningkat 12,11 persen dibandingkan<br />
dengan bulan sebelumnya, namun jika<br />
dibandingkan dengan bulan yang sama<br />
tahun sebelumnya, total ekspor kedua<br />
belas Negara tujuan utama mengalami<br />
penurunan 4,89 persen.<br />
Sementara itu, untuk impor<br />
melalui DKI Jakarta bulan Juli 2013<br />
atas dasar CIF (cost, insurance &<br />
freight) mencapai 8.579,00 juta dollar<br />
Amerika, naik 10,53 persen dari nilai<br />
impor bulan Juni 2013 yang mencapai<br />
7.761,89 juta dollar Amerika, namun<br />
lebih rendah 2,07 persen dibandingkan<br />
dengan bulan Juli tahun 2012. Nilai<br />
impor melalui DKI Jakarta bulan Juli<br />
2013 yang mencapai 8.579,00 juta<br />
dollar Amerika terdiri dari nilai impor<br />
melalui Kawasan Berikat 1.415,44 juta<br />
dollar Amerika dan di Luar Kawasan<br />
Berikat 7.163,56 juta dollar Amerika,<br />
dengan kontribusi terhadap total impor<br />
masing-masing 16,50 persen dan 83,50<br />
persen.<br />
Pada bulan Juli 2013, impor<br />
delapan (8) golongan barang utama<br />
mengalami peningkatan dibandingkan<br />
bulan sebelumnya, peningkatan terbesar<br />
terjadi pada mesin-mesin/pesawat<br />
mekanikya itu 275,65 juta dollar<br />
Amerika; kendaraan dan bagiannya<br />
123,39 juta dollar Amerika; plastic<br />
dan barang dari plastik 118,75 juta<br />
dollar Amerika; besi dan baja 117,20<br />
juta dollar Amerika; bahan kimia<br />
organik 48,33 juta dollar Amerika;<br />
benda-benda dari besi dan baja 20,90<br />
juta dollar Amerika; perangkat optik<br />
17,31 juta dollar Amerika; dan kapas<br />
5,76 juta dollar Amerika. Sementara<br />
dua (2) golongan barang utama (HS<br />
2 Digit) impor melalui DKI Jakarta<br />
mengalami penurunan dibandingkan<br />
bulan sebelumnya. Penurunan tersebut<br />
terjadi pada kendaraan bermotor/<br />
komponen, terbongkar 4,49 juta dollar<br />
Amerika; danmesin/peralatan listrik<br />
yang mengalami penurunan 4,31 juta<br />
dollar Amerika. NR.<br />
62 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 63
ekonomi<br />
Perekonomian DKI Jakarta<br />
Tumbuh 2,2 Persen<br />
Pere konomian DKI Jakarta pada triwulan II/2013<br />
yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan<br />
2000 menunjukkan pertumbuhan sebesar 2,2 persen<br />
dibandingkan nilai triwulan I/2013 (q to q).<br />
Dari sisi lapangan usaha,<br />
pertumbuhan tersebut didorong oleh<br />
hamper semua sector ekonomi kecuali<br />
sector pertambangan dan penggalian.<br />
Pertumbuhan terbesar dicapai oleh<br />
sector konstruksi (3,6persen). Dari sisi<br />
pengeluaran, pertumbuhan tersebut<br />
disebabkan oleh naiknya konsumsi<br />
pemerintah (25,9 persen) dan<br />
pembentukan modal tetap bruto (6,6<br />
persen).<br />
PDRB triwulan II/2013 bila<br />
dibandingkan dengan triwulan yang<br />
sama tahun sebelumnya (y on y)<br />
mencerminkan perubahan tanpa<br />
dipengaruhi oleh factor musim. PDRB<br />
DKI Jakarta secara total tumbuh 6,3<br />
persen. Pertumbuhan tertinggi dicapai<br />
oleh sector pengangkutan-komunikasi,<br />
yakni sebesar 11,4 persen, kemudian<br />
diikuti sector jasa-jasa sebesar 7,4<br />
persen, sector perdagangan-hotelrestoran<br />
sebesar 7,2 persen, sector<br />
konstruksi sebesar 6,3 persen, sector<br />
keuangan-real estat-jasa perusahaan<br />
sebesar 5,4 persen, sector listrik-gasair<br />
bersih sebesar 2,6 persen, sector<br />
industry pengolahan sebesar 1,5 persen,<br />
dan sector pertanian sebesar 0,7 persen.<br />
Sementara sector pertambanganpenggalian<br />
tumbuh di bawah nol<br />
persen, yaitu sebesar minus 0,7 persen.<br />
Secara kumulatif, PDRB DKI<br />
Jakarta semester pertama tahun 2013<br />
tumbuh 6,4 persen dibandingkan<br />
semester pertama tahun 2012. Sektor<br />
pengangkutan dan komunikasi masih<br />
menjadi sector dengan pertumbuhan<br />
tertinggi, yaitu sebesar 11,4 persen.<br />
Setelah itu diikuti sector jasa dan sector<br />
perdagangan-hotel-restoran, yang<br />
masing-masing tumbuh 7,4 persen dan<br />
7,2 persen.<br />
Kajian lain yang menarik<br />
untuk dicermati adalah besarnya<br />
sumbangan masing-masing sector<br />
dalam menciptakan laju pertumbuhan<br />
ekonomi di DKI Jakarta selama periode<br />
tertentu. Sektor-sektor ekonomi<br />
dengan nilai nominal besar tetap akan<br />
menjadi penyumbang terbesar bagi<br />
pertumbuhan ekonomi meskipun<br />
pertumbuhan sektor yang bersangkutan<br />
relative kecil. Begitu pula sebaliknya.<br />
Pada triwulan II/2013,<br />
pertumbuhan yang capai oleh PDRB<br />
DKI Jakarta terutama didorong oleh<br />
sumber pertumbuhan yang diberikan<br />
oleh sector perdagangan-hotel-restoran<br />
dan sector keuangan-real estat-jasa<br />
perusahaan. Selanjutnya diikuti oleh<br />
sector pengangkutan-komunikasi,<br />
sector jasa-jasa, sector konstruksi, dan<br />
sector industry pengolahan.<br />
Sensus Pertanian<br />
Berdasarkan hasil Sensus Pertanian<br />
DKI Jakarta tahun 2013, Jakarta<br />
Barat, Jakarta Utara, dan Jakarta Timur<br />
merupakan tiga kota administrasi<br />
di DKI Jakarta yang mempunyai<br />
jumlah rumah tangga usaha pertanian<br />
terbanyak, yaitu masing-masing 3.289<br />
rumah tangga, 2.966 rumah tangga,<br />
dan 2.841 rumah tangga. Sementara<br />
itu, Kota Administrasi Jakarta Pusat<br />
merupakan wilayah yang paling<br />
sedikit jumlah rumahtangga usaha<br />
pertaniannya, yaitu 180 rumahtangga.<br />
Berdasarkan angka sementara hasil<br />
pencacahan lengkap Sensus Pertanian<br />
2013, jumlah rumahtangga usaha<br />
pertanian di Provinsi DKI Jakarta<br />
mengalami penurunan sebanyak<br />
39.891 rumahtangga, yaitu dari 52.178<br />
rumahtangga pada tahun 2003 (Sensus<br />
Pertanian 2003) menjadi 12.287<br />
rumahtangga pada tahun 2013, yang<br />
berarti menurun 76,45 persen dalam<br />
satu dasawarsa terakhir. Persen tase<br />
penurunan tertinggi terjadi di Kota<br />
Adm. Jakarta Pusat 93,38 persen dan<br />
persentase penurunan terendah terjadi<br />
di Kota Adm. Jakarta Utara 51,15<br />
persen.<br />
Jumlah perusahaan pertanian<br />
berbadan hokum dan jumlah nonrumahtangga<br />
usaha pertanian di<br />
Provinsi DKI Jakarta masing-masing<br />
sebanyak 36 unit dan 26 unit. Jumlah<br />
perusahaan pertanian berbadan hokum<br />
terbanyak berlokasi di Kota Adm.<br />
Jakarta Pusat yaitu 15 perusahaan dan<br />
paling sedikit di Kabupaten Kepulauan<br />
Seribu yaitu 2 perusahaan. Sedangkan<br />
jumlah non rumahtangga usaha<br />
pertanian terbanyak terdapat di Kota<br />
Adm. Jakarta Selatan, yaitu 8 unit dan<br />
wilayah yang tidak memiliki usaha<br />
tersebut adalah Kabupaten Kepulauan<br />
Seribu.<br />
Jumlah Perusahaan Pertanian<br />
Berbadan Hukum selama sepuluh<br />
tahun terakhir mengalami penurunan.<br />
Berdasarkan hasil ST 2003 di DKI<br />
Jakarta terdapat 48 perusahaan<br />
berbadan hukum, sementara dari hasil<br />
ST 2013 hanya tinggal 36 perusahaan<br />
yang melakukan kegiatan. Dengan<br />
demikian, jumlah perusahaan berbadan<br />
hukum di DKI Jakarta turun 25 persen<br />
selama sepuluh tahun terakhir<br />
Sapi dan Kerbau<br />
Pelaksanaan Pendataan Sapi<br />
Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK)<br />
2011 yang dilaksanakan serentak di<br />
seluruh Indonesia mulai 1-30 Juni 2011<br />
oleh BPS bekerjasama dengan Ditjen<br />
Peternakan dan Kesehatan Hewan<br />
Kementerian Pertanian mencatat<br />
populasi sapi dan kerbau kondisi 1 Juni<br />
2011 di Provinsi DKI Jakarta mencapai<br />
4.611 ekor. Sementara itu, dari hasil<br />
Sensus Pertanian 2013, populasi sapi<br />
dan kerbau mencapai 4.997 ekor,<br />
sehingga dalam periode 2011 sampai<br />
2013 mencatat pertumbuhan 8,37<br />
persen.<br />
Berdasarkan hasil Sensus Pertanian<br />
2013 di Provinsi DKI Jakarta menurut<br />
wilayah, populasi sapi dan kerbau<br />
paling banyak dijumpai di Kota Adm.<br />
Jakarta Selatan 2.244 ekor, kemudian<br />
Kota Adm. Jakarta Timur 1.965 ekor,<br />
dan Kota Adm. Jakarta Barat 616 ekor.<br />
Sementara itu, kota yang memiliki sapi<br />
dan kerbau paling sedikit adalah Kota<br />
Adm. Jakarta Pusat dengan populasi 63<br />
ekor.<br />
Jika dibandingkan populasi tahun<br />
2003, Kota Adm. Jakarta Selatan,<br />
Jakarta Utara dan Jakarta Barat<br />
mencatat peningkatan masing-masing<br />
20,58 persen, 29,76 persendan 4,94<br />
persen. Sebaliknya Kota Adm. Jakarta<br />
Pusat dan Jakarta Timur mencatat<br />
penurunan populasi masing-masing<br />
-8,70 persen dan -2,24 persen. NR<br />
64 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 65
seni & budaya<br />
Meriah, Lebaran Betawi<br />
di Silang Monas<br />
makan semua, bisa pecah perut saya,”<br />
kantanya seraya tertawa.<br />
Pada Lebaran Betawi tahun-tahun<br />
sebelumnya, yang menjadi tuan rumah<br />
bergantian selalu dari enam wilayah<br />
DKI. Untuk lebih mengefisienkan<br />
penyelenggaraan nya, Gubernur<br />
DKI Joko Widodo pun menggagas<br />
agar Lebaran Betawi tahun 2013 ini<br />
diadakan di Monas agar masyarakat luas<br />
juga bisa mengetahui budaya Betawi<br />
dalam berlebaran..<br />
Meriah. Itulah suasana Lebaran Betawi tahun 1434 Hijrah ini.<br />
Pagi itu hadir karyawan di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Para<br />
pria berpakaian koko berkalung sarung, khas busana Betawi.<br />
Kaum ibu mengenakan kebaya warna-warni lengkap dengan<br />
kerudungnya.<br />
Di area Monas, tempat<br />
berlangsungnya Lebaran Betawi,<br />
ondel-ondel berdiri tegak di setiap<br />
sudut, dan umbul-umbul pun<br />
berkibaran disana sini. Lebaran Betawi<br />
yang sudah berlangsung beberapa<br />
tahun belakangan ini, baru tahun<br />
ini berlangsung di silang Monumen<br />
Nasional, selama dua hari, Sabtu (31/8<br />
dan Minggu (1/9).<br />
Suasana seperti itu tak ubahnya<br />
suasana Lebaran ala orang Betawi.<br />
Setiap kali Lebaran tiba, orang Betawi<br />
menyediakan aneka panganan khas<br />
Betawi untuk hantaran kepada kerabat.<br />
Pemandangan yang sangat lazim saat<br />
Lebaran adalah baju baru aneka warna<br />
dengan buah tangan terlihat hilir<br />
mudik di jalan-jalan. Bisa dipastikan,<br />
orang Betawi itu sedang silaturahim<br />
ke handai tolan atau kerabat dekat.<br />
Biasanya mereka mengunjungi kerabat<br />
yang dituakan.<br />
Suasana seperti itu tampaknya<br />
yang ingin dihadirkandalam<br />
Lebaran Betaw. Itu sebabnya<br />
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta<br />
menggelar Lebaran Betawi yang<br />
penyelenggaraannya dibuat menyerupai<br />
Lebaran di kampung-kampung orang<br />
Betawi, lengkap dengan ciri khas<br />
bangunan dan ornamennya.<br />
Lebaran Betawi dibuat seperti<br />
berada dalam satu kampung Betawi.<br />
Karenanya setiap wilayah DKI Jakarta<br />
memiliki area tersendiri di Lebaran<br />
Betawi yang di dalamnya terdiri dari<br />
beberapa rumah atau stan. Setiap<br />
kampung akan terpampang di gerbang<br />
utamanya tulisan Kampung Jakarta<br />
Timur, Pusat, Selatan, Barat, Utara dan<br />
Kepulauan Seribu.<br />
Setiap kampung wilayah tersebut<br />
menyajikan makanan khas dan<br />
tak ketinggalan panggung hiburan<br />
budaya Betawi. Pada setiap kampung<br />
terlihat ramai. Mereka keluar masuk<br />
mengenakan pakaian khas Jakarta,<br />
Sadrah dan berkebaya yang notabene<br />
adalah jajaran perangkat pemerintahnya<br />
berbaur dengan masyarakat umum<br />
lainnya.<br />
Makanan khas Betawi sudah<br />
barang tentu menjadi pelengkap yang<br />
ada dir semua kampung Lebaran<br />
Betawi. Ada wajik, kembang goyang,<br />
soto mie, bir pletok dan tak ketinggalan<br />
kerak telor.<br />
Sejak pagi, di hari Minggu yang<br />
cerah itu suasana Lebaran Betawi di<br />
Monas tampak semarak. Para warga<br />
“kampung” menanti kedatangan<br />
Wagub DKI Jakarta, Basuki Tjahaja<br />
Purnama yang dijadwalkan akan<br />
berlebaran di setiap kampung pada<br />
Lebaran Betawi hari pertama.<br />
Kedatangannya disambut Liong<br />
dan Ondel-ondel. Basuki pun langsung<br />
memasuki kampung Kepulauan Seribu<br />
yang merupakan tuan rumah Lebaran<br />
Betawi 2013 ini. Basuki mengenakan<br />
busana sadariah putih lengkap dengan<br />
kain sarung cokelat yang dikalungkan<br />
di leher. Ia langsung menyapa dan<br />
menyalami sejumlah warga.<br />
Dari kampung kepulauan<br />
Basuki selanjutnya melangkah ke<br />
kampung wilayah Jakarta Utara. Di<br />
rumah panggung bergaya Betawi itu,<br />
ia disuguhi berbagai makanan khas<br />
Betawi, seperti kerak telor, wajik,<br />
kembang kelapa, akar kelapa, dan<br />
buah-buahan lokal seperti rambutan<br />
serta jambu bol.<br />
Kemudian dilanjutkan melihatlihat<br />
Kecamatan Tanjung Priok. Bir<br />
pletok pun disuguhkan. Tak lama<br />
kemudian mantan Bupati Belitung<br />
Timur itu keluar dan melihat kampung<br />
Kecamatan Cilincing dan Kecamatan<br />
Pademangan.<br />
Di kampung tersebut ia disambut<br />
tarian barongsai. “Hari ini saya<br />
mengunjungi semua wilayah di DKI<br />
Jakarta dengan cepat. Tapi saya tidak<br />
bisa makan di semua stan ya. Kalau saya<br />
Gubernur Berpantun<br />
Penyelenggaraan Lebaran Betawi<br />
tahun ini sangat kental dengan unsur<br />
budaya. Bahkan Gubernur DKI Jakarta<br />
Joko Widodo yang berasal dari Solo<br />
pun melantunkan pantun Betawi<br />
dengan logat Betawi.<br />
“Beli jahe tambah merica, bikin<br />
manisan pake kapulage”<br />
“Hati aye amatlah bahagia, rayain<br />
Lebaran ame keluarge”<br />
Tidak hanya itu rangakaian<br />
pantun berikutnya ia selipkan diantara<br />
kalimat sambutannya saat membuka<br />
Lebaran Betawi. Di antaranya saat<br />
ia menyebut tema Lebaran Betawi,<br />
“Lebaran Betawi 1434 Berpadu<br />
Wujudkan Jakarta Baru” dengan<br />
mengucapkan, “Ngarep tema jadi<br />
itikad kontrak warga bareng-bareng,<br />
rangkepin sama pemerintah. Bikin<br />
pondasi juga,”<br />
“Silaturahim bukan cuma yang<br />
muda datengin yang tua, tapi semua<br />
orang yang belum sempet dateng.”<br />
“Kudu dijadiin tempat belajar<br />
sama siapa aja yang pengen tahu,<br />
ningkatin apresiasi seni budaya Betawi”.<br />
Menurut Joko Widodo, Lebaran<br />
Betawi merupakan ajang temu muka<br />
warga Betawi dari berbagai etnis<br />
yang tersebar di wilayah Jakarta dan<br />
sekitarnya. Jokowi pada kesempatan<br />
itu berpesan agar warga menjaga tradisi<br />
seperti Lebaran Betawi ini.<br />
Dalam acara itu, Jokowi juga<br />
menerima hantaran yang isinya antara<br />
lain, keripik sukun, kue semprong,<br />
kembang goyang, kue cucur, dan roti<br />
buaya yang diberikan oleh beberapa<br />
wali Kota dan camat yang ada di<br />
Jakarta.<br />
Unjuk Budaya Betawi<br />
Pergelaran seni budaya Betawi<br />
semakin menambah ceria Lebaran<br />
Betawi kali ini. Di panggung utama<br />
para artis melantunkan lagu-lagu yang<br />
diiringi gambang kromong. Lagu-lagu<br />
khas Betawi yang mungkin jarang<br />
didengar warga Jakarta dialunkan,<br />
seperti “Kudu Inget”. Lagu lama ini<br />
menggiring suasana kehidupan Betawi<br />
tempo dulu.<br />
Sementara itu musik gambus juga<br />
terdengar dari kampung wilayah Jakarta<br />
Pusat. Kampung lainnya menghadirkan<br />
musik samrah dan lain-lain.Tidak<br />
hanya musik dan nyanyian, Betawi juga<br />
memiliki seni tari. Dipanggung Lebaran<br />
Betawi itu pun dipentaskan Tarian<br />
Betawi, di antaranya tarian Topeng<br />
Samba, tari Nandak Ganjen. Seni tari<br />
Betawi itu jelas menambah semarak<br />
Lebaran Betawi. Iini membuktikan<br />
Betawi memiliki kekayaan seni budaya.<br />
Selain musik, tari, juga wayang kulit<br />
khas Betawi. Satu lagi yang tetap eksis<br />
adalah<br />
Lenong Betawi<br />
Menurut Jaya Noin warga Betawi<br />
asli yang sehari-harinya bekerja sebagai<br />
pegawai Suku Dinas Kebudayaan<br />
Jakarta Timur, semua seni Betawi<br />
itu masih bertahan sampai sekarang.<br />
Bahkan di lima wilayah Jakarta<br />
masing-masing seni masih diminati dan<br />
berusaha dilestarikan oleh i generasi<br />
muda.Aliefien<br />
66 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 67
seni & budaya<br />
Seni Betawi dalam<br />
Akulturasi Budaya<br />
Riza Manfaluthi<br />
Jakarta sudah dikenal secara luas sebagai kota yang kaya. PAD DKI<br />
Jakarta tertinggi di Indonesia, sekitar Rp 15 triliun pada tahun 2012. Dan<br />
sebagai ibukota negara dan pusat pemerintahan, sekaligus kota jasa<br />
dan perdagangan, bahkan industri, Jakarta memiliki segalanya. Gedunggedung<br />
tinggi dan megah tidak terbilang. Pusat perbelanjaan di pelbagai<br />
kawasan, gedung pertunjukan dan pusat hiburan pun mudah dicari, baik<br />
yang berkelas lokal hingga bertaraf internasional.<br />
Dari aspek lain, perjalanan panjang yang dilalui Jakarta<br />
selama 486 tahun, sudah pasti juga memiliki berbagai<br />
kisah historis, termasuk seni budaya Betawi, yang tidak<br />
lepas dari akulturasi pelbagai budaya, seperti budaya Eropa,<br />
Cina, Arab, dan lainnya. Sementara pengaruh budaya lokal<br />
antara lain dari budaya Melayu, Sunda, Jawa, dan lain-lain.<br />
Dalam buku Data Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI<br />
Jakarta Tahun 2012, terdapat beberapa genre seni budaya<br />
Betawi yang mendapat pengaruh kuat dari pelbagai budaya<br />
tersebut, beberapa diantaranya adalah :<br />
1. Tari Betawi<br />
Bentuk tari lama yang ada di Betawi mendapat<br />
pengaruh cukup kuat dari Sunda terutama pada tarian yang<br />
biasa dibawakan dalam pertunjukan Topeng Betawi, tari<br />
Blenggo (Blenggo Rebana maupun Blenggo Ajeng), dan tari<br />
Uncul yang biasa diselipkan dalam pertunjukan Ujungan<br />
Betawi. Di kalangan masyarakat Betawi Santri, kegiatan<br />
menari yang dilakukan perempuan kurang dikehendaki,<br />
karena itu tari Japin, Samrah, dan Blenggo dilakukan oleh<br />
kaum laki-laki.<br />
2. Sastra Budaya Betawi<br />
Sastra tulis adalah produk masyarakat tulis yang<br />
lahir setelah masyarakat mengenal tulisan dan teknologi<br />
percetakan. Sastra lisan mulai muncul<br />
bersamaan dengan terbentuknya budaya<br />
Betawi, yang dapat ditemukan di acara tradisi<br />
Betawi seperti pesta perkawinan, dan sunatan.<br />
Sedangkan sastra tulisan dihasilkan oleh<br />
sejumlah penulis sejak abad ke-19.<br />
Di masa lalu pengarang hikayat dari<br />
Pecenongan bernama Sapirin bin Usman<br />
Al Faidil dan Muhammad Beramka, putra<br />
Sapirin, baru menulis naskah di awal abad<br />
ke-20. Naskah karya Sapirin berjudul Hikayat<br />
Nakhoda Asyik. Hasil karya Muhammad Bakir<br />
yang terkenal adalah Hikayat Merpati Mas.<br />
Pengarang Betawi yang menulis cerita dalam sastra<br />
cetak di masa kemerdekaan adalah M. Balfas, S.M. Ardan,<br />
dan Firman Muntaco. Mereka menulis cerita tentang<br />
masyarakat Betawi dan kehidupan sehari-hari dalam dua<br />
bahasa sekaligus, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Betawi.<br />
Balfas menerbitkan kumpulan cerita dalam Terang Bulan<br />
Terang di Kali (1955), dan novelet Nyai Dasima (1965),<br />
yang kemudian diterbitkan ulang oleh penerbit Masup<br />
Jakarta (2007), dan Firman Muntaco menerbitkan dua seri<br />
Gambang Jakarta. Di samping itu, juga ada penulis yang<br />
bukan orang Betawi tetapi menulis cerita dengan dialek<br />
Betawi seperti Aman Datuk Madjoindo dengan cerita Si Dul<br />
Anak Betawi (1936).<br />
Sastra lisan Betawi yang cukup dikenal yaitu:<br />
a. Buleng atau dongeng tentang kaum kerajaan dan<br />
kaum bangsawan serta kehidupan sehari-hari. Lakon Buleng<br />
yang dikenal Gagak Karancang, Telaga Warna, Dalem<br />
Bandung, Ciung Wanara, dan Raden Gondang. Pengaruh<br />
Melayu maupun Eropa, agaknya cukup kuat dalam sastra ini.<br />
b. Sahibul Hikayat adalah jenis sastra lisan yang masih<br />
bertahan di kalangan masyarakat Betawi, penyampai cerita<br />
disebut Juru Hikayat. Beberapa juru hikayat yang terkenal,<br />
antara lain Haji Ja’fat, Haji Ma’ruf, Mohammad Zahid atau<br />
Wak Jait. Cerita yang disampaikan biasanya berasal dari<br />
khazanah sastra lisan Timur Tengah “Seribu Satu Malam”.<br />
c. Rancag atau pantun biasanya berbentuk pantun<br />
berkait yang secara keseluruhan melukiskan sebuah kisah<br />
utuh seperti Si Angkri Jago Pasar Ikan. Suatu cerita kadang<br />
bisa dipanjangkan ditambah dengan lawakan. Rancag<br />
biasa diiringi dengan orkes Gambang Kromong, yang biasa<br />
disebut Gambang Rancag.<br />
3. Teater Tradisional Betawi<br />
merupakan pertunjukan yang membawakan<br />
lakon atau cerita, baik dengan atau tanpa tutur<br />
kata. Ondel-ondel dan gembokan termasuk<br />
teater tanpa tutur kata. Sementara teater<br />
dengan tutur kata bisa dibedakan antara teater<br />
atau lakon, yang ceritanya dituturkan oleh<br />
seorang yang lebih profesional seperti Sahibul<br />
Hikayat, dan teater yang ceritanya dimainkan<br />
oleh sejumlah boneka atau orang seperti<br />
wayang dan lenong.<br />
Tentang tradisi atau budaya Betawi yang juga mendapat<br />
pengaruh Cina adalah busana. Model busana Betawi yang<br />
tampak kuat mendapat pengaruh Cina adalah busana<br />
pengantin Betawi. Untuk busana kebaya Betawi khususnya<br />
encim yang berlengan pendek, juga merupakan pengaruh<br />
busana Cina. Demikian pula desain-desain busana wanita<br />
yang bisa kita lihat dari bentuk krah, garis potong untuk<br />
bagian kancing yang biasanya melintang pada bagian dada<br />
kiri atau kanan, dan lainnya. Termasuk pilihan warna yang<br />
dominan merah.<br />
Akulturasi yang sudah berabad silam antaradua atau<br />
beberapa budaya bangsa yang saling mempengaruhi, pada<br />
akhirnya merupakan budaya tersendiri, yang memiliki<br />
corak baru. Kadang bisa ditelisik dari mana suatu pengaruh<br />
budaya tersebut berasal, namun kadang sulit “dibedah”<br />
budaya baru hasil akulturasi tersebut, karena telah<br />
mengalami perkembangan dan sentuhan-sentuhan kreativitas<br />
dari pelaku-pelaku budaya itu sendiri. Eksistensi budaya<br />
Betawi pun tentu tak lepas dari para pengabdi seni dan para<br />
tokoh masyarakat Betawi khususnya dan tokoh masyarakat<br />
Jakarta pada umumnya. ***<br />
68 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013<br />
69
sekilas info<br />
Dibangun Masjid Raya<br />
Berkarakter Betawi<br />
Masjid raya berkarakter Betawi akan dibangun di<br />
kawasan Daan Mogot, Jakarta Barat. “Pembangunannya<br />
akan dimulai tahun ini,“ kata Gubernur DKI Jakarta<br />
Joko Widodo dalam Halal bil Halal dan Silaturami<br />
dengan Pengurus Dewan Masjid Indonesia dan Pengurus<br />
Masjid se-DKI Jakarta, Selasa (20/8) di Masjid Akbar<br />
Kemayoran, Jakarta Pusat.<br />
Mengenai konsep masjid raya yang berkarakter<br />
Betawi seperti apa, kata Jokowi, masih akan<br />
dikonsultasikan dengan para ulama dan para tokoh<br />
Betawi. Jokowi juga mengatakan telah menunjukkan<br />
beberapa masjid tua di Jakarta sebagai referensi.<br />
“Intinya konsep Betawi, bukan konsep modern, “<br />
ucapnya pula.<br />
Kegiatan silaturahmi ini untuk mempererat<br />
hubungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI<br />
Jakarta dengan ulama dan umaro dalam membangun<br />
Kota Jakarta. Dalam kesempatan itu gubernur juga<br />
melakukan peletakan batu pertama sebagai tanda<br />
dimulainya pembangunan Islamic School di lingkungan<br />
Masjid Akbar. MJ<br />
Pelayanan KTP Hanya Satu<br />
Jam<br />
Pelayanan pembuatan kartu tanda penduduk<br />
(KTP) di kelurahan yang bisa memakan waktu<br />
hingga satu hari, diminta Gubernur DKI Jakarta,<br />
Joko Widodo, agar dipercepat menjadi satu jam saja.<br />
Begitu pun dengan pembuatan kartu keluarga (KK)<br />
yang bisa memakan waktu hingga sebulan diminta<br />
dipangkas maksimal menjadi 3 hari.<br />
“Di sini cek izin bangunan, pelayanan urusan<br />
KTP, KK, dan pindah tapi memang harus dipastikan<br />
bahwa masyarakat itu dilayani atau terlayani. Saya<br />
lihat di sini ada beberapa yang sudah, seperti KTP<br />
Penertiban PKL Diusahakan Tak<br />
Pakai APBD<br />
Dalam penataan PKL di ibukota, Pemprov DKI<br />
mengupayakan menggunakan dana yang berasal dari<br />
sejumlah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), bukan<br />
dari APBD. Dana itu akan diambil dari BUMD seperti<br />
PD Pasar Jaya dan lain sebagainya. “PD Pasar Jaya ada,<br />
rekan-rekan PD Pasar Jaya juga ada. Sama seperti rekanrekan<br />
PD Pasar Jaya, kita mewajibkan mereka untuk<br />
membangun lima pasar,” kata Wagub DKI Jakarta<br />
Basuki Tjahaja Purnama di Balaikota, Kamis (15/8).<br />
1 hari sudah jadi, tapi saya minta harusnya 1 jam<br />
bisa. Terus KK, tadi saya tanya warga ada yang 1<br />
bulan, ada yang 1 minggu, saya minta ke Pak Lurah<br />
agar dipercepat 3 hari paling lama,” kata Jokowi, di<br />
Kelurahan Pondok Bambu, Jakarta Timur, Kamis<br />
(18/7).<br />
Jokowi menegaskan, dirinya tidak ingin<br />
mendengar alasan banyaknya warga yang<br />
melakukan permohonan sehingga proses input data<br />
membutuhkan waktu. “Alasan lama karena kadangkadang<br />
dari pagi yang minta dilayani banyak, tapi<br />
saya pikir itu juga bukan alasan. Hanya input data<br />
kan gampang dan cepet, “ katanya. MJ<br />
Menurut Basuki, pembangunan lima pasar<br />
sebagai solusi untuk menampung para PKL yang<br />
selama ini berdagang di badan jalan sehingga kerap kali<br />
mengakibatkan kemacetan di ibu kota. “Konsep lima<br />
pasar yang akan dibangun seperti hanggar,” tuturnya.<br />
Konsep hanggar dipilih agar kelima pasar yang<br />
dibangun memiliki kesan modern sehingga pedagang<br />
akan nyaman berdagang di sana. “Itu untuk supaya bisa<br />
masuk PKL yang harian. Dirombak bikin pasar modern,<br />
jadi pakai sistem hanggar bersih seperti di Serpong,”<br />
katanya. MJ<br />
Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) bersama anggota group band Slank saat mengunjungi markas Slank di Gang Potlot,<br />
Paswar Minggu, Jakarta Selatan<br />
Jokowi-Slank Kampanye Jakarta Bersih<br />
Jakarta harus bersih, dan bebas dari sampah, demikian ditekankan<br />
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) ketika melakukan kampanye<br />
Jakarta Bersih dengan tema “Bikin Jakarta Bebas Sampah”, Minggu (8/9) di<br />
kawasan car free day, Sarinah, Jakarta Pusat.<br />
Pada kampanye tersebut Jokowi menggandeng Slank, grup band<br />
yang banyak digandrungi anak muda. “Saya ajak Slank untuk jadi Duta<br />
Kebersihan di Jakarta, “ ucap Jokowi. Menurutnya kebersihan harus jadi<br />
tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah.<br />
Lagu Mars Slankers menjadi pembuka pada acara yang dipenuhi<br />
warga yang datang ke kawasan CFD tersebut. Jokowi yang didampingi<br />
istrinya, Iriana, juga ikut bernyanyi bersama Slank. Mereka juga melantunkan<br />
salah satu lagu andalan Slank, Ku Tak Bisa. Dalam acara tersebut,<br />
masyarakat tampak antusias ikut bernyanyi bersama Slank dan mencermati<br />
pesan-pesan yang disampaikan Jokowi.<br />
“Pagi ini, kita berkumpul untuk memulai kampanye besar-besaran<br />
kebersihan Jakarta. Jangan dibebankan semua ke Dinas Kebersihan,<br />
enggak sanggup,” kata Jokowi. Karena itu, lanjut Jokowi, peran serta dari<br />
masyarakat pun sangat dibutuhkan, apalagi produksi sampah di Jakarta<br />
per hari mencapai 6.000 ton. Dari 6.000 ton sampah per hari, 2.000 ton itu<br />
dibuang ke kali, selokan, dan sungai. “Ini kesalahan terbesar kita, harus<br />
dihentikan !” Jokowi menandaskan<br />
Kepala Dinas Kebersihan Unu Nurdin mengatakan, dengan<br />
dikampanyekan Jakarta bersih ini diharapkan agar muncul rasa peduli<br />
masyarakat akan kebersihan. Kampanye di kawasan car free day ini hanya<br />
menjadi bagian kecil dari rangkaian acara keseluruhan. Agenda utamanya<br />
adalah “memaksa” camat dan lurah mengajak warganya bersih-bersih kali.<br />
“Para camat dan lurah harus melaksanakan acara bersih kali secara rutin, “<br />
kata Unu.<br />
Kita akan melihat, kata Unu, hasilnya akan dipantau pemerintah DKI,<br />
apakah kali di kawasannya bersih atau tidak. Kali yang bersih bermanfaat<br />
bagi masyarakat sekitar, terutama dari segi kesehatan. Selain itu, juga<br />
bisa menambah nilai ekonomi. “ Kawasan kali, nantinya juga akan<br />
dikembangkan,” tambah Unu Nurdin. Usai acara kampanye tersebut<br />
Dinas Kebersihan melakukan aksi bersih-bersih Kali Krukut yang berada di<br />
sekitar Tanah Abang.<br />
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan personel band Slank juga<br />
memantau pembersihan Kali Krukut, Kelurahan Kebon Melati, Tanah<br />
Abang. Acara ini merupakan bagian dari Jakarta bersih yang digelar oleh<br />
Pemerintah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan menggandeng Slank.<br />
Menurut Jokowi, salah satu alasan Pemrov DKI Jakarta<br />
menggandeng band Slank karena kelompok musik ini lebih populer di<br />
kalangan masyarakat. Baik di kalangan anak muda maupun kalangan<br />
orang tua.<br />
“Masyarakat lebih tahu Slank daripada tahu saya. Siapa saja tahu,”<br />
kata Jokowi saat meninjau kali Krukut di Tanah Abang, Jakarta Pusat.<br />
Menurut Jokowi, kalau gerakan Jakarta bersih ini tidak segera<br />
dilakukan, semua usaha normalisasi sungai dan waduk akan percuma.<br />
Karena setiap hari ada 2.000 ton sampah yang dibuang ke sungai.<br />
“Sampah di Jakarta ini sudah parah. Kalau tidak cepat-cepat,<br />
bagaimana tidak banjir?”<br />
Sementara itu, basist Slank, Ivan, yang ditemui di Kali Krukut<br />
menyebutkan, Gerakan Jakarta bersih ini sangat penting bagi Jakarta.<br />
Karena salah satu cara untuk mengingatkan masyarakat supaya tidak<br />
membuang sampah ke sungai.<br />
“Harus ada gerakan Jakarta Bersih untuk menyadarkan<br />
masyarakat,” ucap Ivan.<br />
Dengan ikutnya Slank menjadi Ikon Jakarta Bersih, para penggemar<br />
Slank atau lebih dikenal dengan nama Slankers akan mengikuti gerakan<br />
itu. Menurut Ivan, sebelumnya, setiap Slank mengikuti gerakan apa pun<br />
Slankers selalu ikut serta.<br />
“Diharapkan mereka semua ikut. Karena dari dulu setiap ada<br />
gerakan pasti ikut. Yah mungkin dengan ikutnya Slank sekarang minimal<br />
Slangkers juga ikut gerakan ini,” ucapnya. RCW<br />
70 Media Jaya • Nomor 05 Tahun 2012<br />
70 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 71