27.11.2013 Views

MEDIA JAYA 02 2013.pdf

Media Jaya

Media Jaya

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013<br />

1


2 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 3


pengantar redaksi<br />

surat pembaca<br />

PELINDUNG:<br />

Gubernur Provinsi DKI Jakarta<br />

Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta<br />

PEMBINA<br />

Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta<br />

Asisten Pemerintahan Sekda<br />

Provinsi DKI Jakarta<br />

KETUA PENGARAH/PEMIMPIN REDA-<br />

KSI/PENANGGUNG JAWAB<br />

Kepala Dinas Kominfomas<br />

Provinsi DKI Jakarta<br />

WAKIL PEMIMPIN REDAKSI<br />

Kabid Informasi Publik<br />

KETUA PELAKSANA<br />

Dra. Nurani<br />

REDAKTUR PELAKSANA<br />

Rinta A. Imron, S.Sos<br />

Dhini Gilang Prasasti, S.Sos<br />

REDAKTUR KHUSUS/PROFESIONAL<br />

Iswati Soekarto<br />

Norman<br />

SEKRETARIS REDAKSI<br />

Dra Evi Yulianti<br />

ANGGOTA REDAKSI<br />

Ani Christiyani, S.Sos<br />

Tulus Adatama, S.Sos<br />

Raides Aryanto<br />

REPORTER<br />

Nor Raihan<br />

Risky Catur Wulan<br />

Aliefien<br />

Thantri K<br />

FOTOGRAFER<br />

Nurahadi Widjaja<br />

Sudaryanto<br />

DESAIN GRAFIS<br />

Rachmat Triturianto<br />

KEUANGAN<br />

Ferdy Riza A<br />

SEKRETARIAT<br />

Balinda Roza<br />

Rodjali<br />

Abdullah<br />

Ari Wibowo<br />

ALAMAT REDAKSI/DISTRIBUSI<br />

Jalan Medan Merdeka Selatan 8-9 Jakarta<br />

10110, TELEPON (<strong>02</strong>1) 382.2047, 382.2262,<br />

Fax 345.4486,<br />

Mail: media_jaya@yahoo.co.id<br />

PENCETAK :<br />

CV. NIRA ARTA<br />

(Isi di luar tanggung jawab percetakan)<br />

Penataan Tanah Abang,<br />

Modal Membina PKL<br />

PERHATIAN Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terhadap nasib pe dagang<br />

kaki lima (PKL) tidak perlu diragukan lagi. Kalau selama ini ada pihak yang<br />

menuding, Gubernur Joko Widodo (Jokowi) dan Wakilnya Basuki Tjahaja Purnama<br />

(Ahok) tidak serius menata PKL, itu tidak benar.<br />

Buktinya, kawasan pusat grosir tekstil dan garmen Tanah Abang kini semakin<br />

menarik. Setelah penataan yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta, kawasan ini menjadi<br />

terlihat lebih bersih dan rapi. Kemacetan dan kesemrawutan yang meng hantui Tanah<br />

Abang selama ini mulai terurai. Meskipun belum sempurna, kawasan ini mulai nyaman<br />

dikunjungi.<br />

Konsistensi pemangku kebijakan di saat awal menata Tanah Abang meru pakan<br />

sa lah satu kunci keberhasilan. PKL pun disediakan tempat di Pasar Blok G. Setelah<br />

itu, tidak ada ampun lagi karena diberlakukan larangan berdagang di tepi jalan dan di<br />

trotoar. Kini, trotoar sudah dikembalikan fungsinya menjadi tempat bagi pejalan kaki.<br />

Bahkan, Gubernur Jokowi secara terbuka menyatakan, siap secara besar-besaran<br />

untuk mempromosikan Pasar Blok G Tanah Abang yang kini dihuni para PKL itu.<br />

Diakui atau tidak, penataan yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta di kawasan<br />

Tanah Abang, Jakarta Pusat itu menjadi tolak ukur untuk melakukan pembinaan terhadap<br />

PKL lainnya yang hingga kini belum tertata dengan baik. Pemprov DKI Jakarta<br />

sejak awal memiliki kebijakan kuat untuk membina nasib PKL. Sebab, bukan rahasia<br />

umum lagi bahwa sektor usaha kecil menengah (UKM) sudah teruji ketika negeri ini<br />

tersapu krisis moneter pada 1997 lalu. Dan, Pemprov DKI Jakarta sadar akan potensi<br />

itu. Karena itu, pembinaan PKL sebagai salah satu komponen utama UKM menjadi<br />

skala prioritas masa kepemimpinan Jokowi-Ahok hingga lima tahun ke depan.<br />

PKL adalah sektor informal yang hampir dapat ditemukan di setiap sudut kota<br />

besar termasuk di Jakarta. Seperti halnya di DKI Jakarta, PKL beberapa tahun<br />

belakangan ini menjadi salah satu isu penting dalam penataan kota. Menurut<br />

Dinas Koperasi UMKM dan Perdagangan DKI Jakarta, pada 2010 terdapat 78.3<strong>02</strong><br />

PKL baik yang terdaftar maupun tidak. Tidak menutup kemungkinan, jumlah PKL<br />

sesungguhnya melebihi angka yang dirilis itu. PKL rata-rata menempati ruang publik<br />

yang, berdasarkan peraturan, tidak difungsikan untuk berjualan seperti di trotoar,<br />

badan jalan, pinggir rel kereta maupun di jembatan penyebrangan.<br />

Karena itu, penataan PKL di kawasan Tanah Abang tentunya dijadikan Pemprov<br />

DKI Jakarta untuk menata PKL di wilayah lainnya seperti di Pasar Gembrong, Jakarta<br />

Timur dan sebelumnya di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.<br />

Perlahan tetapi pasti Gubernur Jokowi dan Wakilnya Ahok sudah mulai me nempuh<br />

langkah awal untuk membenahi PKL yang juga dapat difahami sebagaimana<br />

jadikan Jakarta yang tertib hukum dan tertib sosial, setiap penertiban selalu mengedepankan<br />

solusi dan jauh dari tindakan represif. Sebab bagaimanapun juga PKL<br />

adalah modal bagi roda perekonomian Ibu Kota Jakarta. (*)<br />

Redaksi menerima kiriman surat pembaca tentang kritik, saran dan masukan<br />

berkenaan kota Jakarta.<br />

Untuk semua kiriman dapat disampaikan ke Redaksi Majalah Media Jaya<br />

d/a Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan Setda Provinsi DKI Jakarta,<br />

Jl Jalan Medan Merdeka Selatan 8-9 Jakarta 10110,<br />

TELEPON (<strong>02</strong>1) 382.2047, 382.2262, Fax 3822846, atau melalui<br />

email: mediajaya.humasdki@gmail.com.<br />

Kelancaran Lalulintas Kebutuhan Kita<br />

Iri terhadap Warga Jakarta<br />

4 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 5<br />

Redaksi Yth.<br />

Melintasi pusar-pusat perbelanjaan maupun pasar tradisional sekarang tampak lebih tertib. Lalu-lintas<br />

kendaraan lancar. Hanya pada jam-jam sibuk, pagi dan sore hari agak tersendat. Dari Pasar Mingggu ke<br />

arah Ragunan sekarang lancar. Tidak ada yang menggelar lapak dagangan di pinggir jalan.<br />

Demikian pula ketika saya melintasi kawasan Tanah Abang, Senin (19/8) lalu, juga sangat lancar.<br />

Waktu itu saya naik KRL dari Lenteng Agung dan turun di stasiun Tanah Abang. Biasanya dari depan<br />

stasiun saya naik angkot 09 atau 011 untuk melanjutkan perjalanan ke Slipi. Untuk keluar dari kawasan<br />

pasar Tanah Abang atau persisnya dekat pos Polisi, bisa mencapai 20-30 menit, karena macet yang<br />

disebabkan oleh PKL dan angkot-angkot yang ngetem. Sekarang tidak sampai 5 menit sudah melewati<br />

pos Polisi Tanah Abang tersebut, lalu melewati Jl KS Tubun pun lancar hingga Slipi.<br />

Konon, semua itu karena pedagang sudah direlokasi ke Pasar Blok G, sehinggga tidak ada lagi<br />

yang berjualan di trotoar dan badan jalan. Naik angkutan umum pun jadi lancar, karena para sopir mulai<br />

disiplin atau tidak ngetem lama untuk mengangkut penumpang dari Pasar Tanag Abang. Harapan saya,<br />

semoga kondisi itu terus dipertahankan. Ketertiban dan kelancaran lalulintas menjadi kebutuhan kita<br />

bersama.<br />

Abdul Malik,<br />

Lenteng Agung, Jakarta Selatan<br />

***<br />

Redaksi Yth.<br />

Kami warga Bogor iri dengan apa yang dinikmati warga Jakarta. Pertama, warga Jakarta yang miskin<br />

dan rentan miskin bisa mendapat pengobatan gratis dengan Kartu Jakarta Sehat (KJS). Keluarga kami<br />

memang tidak miskin tapi tergolong rentan miskin, apalagi dengan naiknya harga-harga kebutuhan seharihari.<br />

Perhatian Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo terhadap warganya, tidak hanya memberikan biaya<br />

pengobatan gratis, tapi juga memberikan kebutuhan lainnya, seperti tempat berjualan gratis selama 6<br />

bulan di Pasar Blok G Tanah Abang. Ini membuat kami makin iri melihat warga Jakarta. Saya dengar<br />

Bapak Gubernur yang suka blusukan itu juga berencana membangun apartemen murah di tengah kota.<br />

Ini tentu diperuntukkan bagi warga kelas bawah atau yang punya penghasilan kecil.<br />

Kami atas nama warga pinggiran Jakarta (Bodetabek) mengajukan usul, agar apartemen murah itu<br />

nanti bisa juga disewa oleh warga dari luar Jakarta. Selain untuk menekan biaya transportasi yang makin<br />

mahal, juga demi efisiensi jika kebetulan kami sedang ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan di<br />

Jakarta.<br />

Adisty,<br />

Cilebut Barat,<br />

Sukaraja, Bogor


daftar isi<br />

08<br />

laporan utama<br />

08<br />

11<br />

14<br />

pemandangan baru Kawasan Tanah Abang<br />

Pemandangan baru tampak di pasar Tanah Abang,<br />

Jakarta Pusat. Tidak ada pedagang kaki lima (PKL)<br />

gelar lapak atau tenda di badan jalan, dan lalulintas<br />

sekitar kawasan pasar grosir tekstil terbesar di Asia<br />

Tenggara itu pun tertib dan lancar.<br />

Menghidupkan jalan yang nyaris mati<br />

dari kamera pengintai hingga cabut<br />

listrik<br />

pendidikan<br />

44 dki jakarta terapkan kurikulum 2013<br />

Mulai tahun ajaran baru 2013/2014, sekolah-sekolah<br />

di DKI Jakarta menerapkan Kurikulum 2013. Sesuai<br />

target sasaran yang ditetapkan oleh pemerintah,<br />

jumlahnya mencapai 248 sekolah SD, SMP, SMA<br />

dan SMK. Namun di luar itu banyak sekolah yang<br />

mengajukan secara mandiri.<br />

44<br />

sosial<br />

anak jalanan di angkutan UMUM<br />

58<br />

15<br />

tertib tanah abang, langkah jelas menuju<br />

jakarta tertib hukum dan tertib sosial<br />

TANAH ABANG, selama ini dikenal sebagai wilayah<br />

mapan para preman. Di sini mereka sungguh<br />

berkuasa. Karena diduga punya back up kuat.<br />

Mereka menentukan dan memungut uang sewa<br />

para pedagang. Juga menjual area lapak yang tak<br />

lain adalah trotoar dan badan jalan kepada para<br />

pedagang dengan harga cukup tinggi.<br />

18 satpol pp selalu siaga di tanah abang<br />

20 pd pasar jaya, revitalisasi pasar<br />

dilakukan bertahap<br />

16<br />

14<br />

30<br />

buat rusun 500 blok<br />

ekonomi<br />

60 JAKARTA SIAP HADAPI ASEAN ECONOMIC<br />

COMMUNITY<br />

62 inflasi dki jakarta capai 0,95 persen<br />

penggantian kurikulum tututan<br />

46 64 perekonomian dki jakarta<br />

perkembangan<br />

tumbuh 2,2 persen<br />

48 ppkad gembleng sdm siap kerja<br />

lingkungan<br />

50 persiapan menghadapi banjir<br />

dki menyusun rencana kontinjensi<br />

58<br />

22 PERBEDAAN PASAR TRADISIONAL - MODERN 28<br />

50<br />

62<br />

perumahan rakyat<br />

26<br />

28<br />

jakarta bangun rusun terintegrasi<br />

Sebagai kota yang terus bertumbuh, Jakarta tidak bisa<br />

menolak untuk terus membangun perumahan setiap<br />

tahun, baik horizontal maupun vertikal. Dan seiring<br />

terus melejitnya harga tanah, hunian vertikal makin<br />

diminati.<br />

sejumlah rusun rampung 2014<br />

31<br />

34<br />

36<br />

38<br />

rusun diyakini menjadi solusi jitu<br />

jakarta menuju kampung vetikal<br />

perumahan rusunawa marunda, makin<br />

diminati dan dicari<br />

30<br />

beda tempat, beda jatah<br />

Ternyata tidak semua warga korban banjir Muara<br />

Baru dan Waduk Pluit yang mendapatkan prioritas<br />

menempati Rusunawa Marunda dating bersamaan.<br />

Yang dapat duluan segera bias menempati, tapi<br />

ada yang dapat belakangan dan harus menunggu<br />

berbulan-bulan. Ada yang dapat fasilitas gratis berupa<br />

TV, kulkas, kompor, tempat tidur dan lainnya, namun<br />

ada juga yang tidak dapat fasilitas sama sekali.<br />

40 jauh tapi mudah ditempuh<br />

42 pembangunan rusun di jakarta<br />

6 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 7<br />

50<br />

55<br />

perda no 3/ tahun2013, a<br />

jak partisipasi swasta kelola sampah<br />

55<br />

66<br />

seni & budaya<br />

66 meriah, lebaran betawi di silang monas<br />

Meriah. Itulah suasana Lebaran Betawi tahun 1434<br />

Hijrah ini. Pagi itu hadir karyawan di lingkungan<br />

Pemprov DKI Jakarta. Para pria berpakaian koko<br />

berkalung sarung, khas busana Betawi. Kaum ibu<br />

mengenakan kebaya warna-warni lengkap dengan<br />

kerudungnya.<br />

68<br />

SENI BETAWI DALAM AKULTURASI BUDAYA


liputan utama<br />

Pemandangan Baru<br />

Kawasan Tanah Abang<br />

semestinya. Sehingga lalu lintas di tiga<br />

lokasi yang acap didera kemacetan itu<br />

tertib dan lancar.<br />

Meski demikian penjagaan terus<br />

dlakukan oleh tim petugas terkait<br />

dari masing-masing wilayah Kota<br />

Administratif. Para petugas terkait<br />

terus memantau perkembangan selama<br />

24 jam.<br />

Dari tiga kawasan, penertiban<br />

Tanah Abang paling menyedot<br />

Pemandangan baru<br />

tampak di pasar Tanah<br />

Abang, Jakarta Pusat.<br />

Tidak ada pedagang kaki<br />

lima (PKL) gelar lapak<br />

atau tenda di badan<br />

jalan, dan lalulintas<br />

sekitar kawasan pasar<br />

grosir tekstil terbesar di<br />

Asia Tenggara itu pun<br />

tertib dan lancar.<br />

Hal serupa juga telah terjadi di<br />

kawasan pasar Pasar Minggu, Jakarta<br />

Selatan dan pasar Jatinegara, Jakarta<br />

Timur. Pemprov DKI Jakarta sejak<br />

awal Juni menertibkan para PKL di<br />

kawasan pasar Pasar Minggu, lalu Pasar<br />

Jatinegara, dan medio Juli di pasar<br />

grosir Tanah Abang. Para pedagang<br />

yang sebelumnya berjualan di area<br />

“haram”direlokasi di tempat yang sudah<br />

ditentukan, dan parkir kendaraan<br />

pun telah menempati lokasi yang<br />

Pasar Blok G Tanah Abang yang baru<br />

diresmikan kembali oleh Gubernur DKI<br />

Jakarta Joko Widodo. Pasar Blok G ini<br />

dikhususkan bagi relokasi PKL yang<br />

sebelumnya berjualan di trotoar dan badan<br />

jalan di lingkungan pasar Tanah Abang.<br />

perhatian publik. Karena sempat<br />

muncul reaksi penolakan hingga<br />

demo-demo beruntun para PKL dan<br />

komunitas wilayah Tanah Abang ke<br />

Balaikota.<br />

Setelah sekitar 10 kali Gubernur<br />

DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi)<br />

blusukan ke tanah Abang dan berdialog<br />

dengan PKL dan masyarakat Tanah<br />

Abang, akhirnya mereka bersedia<br />

ditertibkan, dan tawaran relokasi<br />

mereka terima. Usai libur lebaran, atau<br />

pada pertengahan Agustus, kawasan<br />

Tanah Abang lebih tertata dan lalulintas<br />

menjadi lancar.<br />

Sebelumnya lebih dari 1000<br />

PKL tumpah ruah menggelar lapaklapak<br />

dagangan di trotoar dan badan<br />

jalan. Kini mereka sudah menempati<br />

Blok G yang sebelumnya kurang<br />

diminati pedagang. Selain dinilai sepi<br />

pengunjung, fasilitas di Blok G juga<br />

kurang terawat dan tidak memadai.<br />

Oleh karena itu sebelum merelokasi,<br />

Jokowi meminta Dinas terkait untuk<br />

membenahi terlebih dulu, dan akses<br />

pengunjung menuju Blok G diperluas<br />

dan dipermudah dengan dibangun<br />

jembatan penghubung antarblok di<br />

sekitarnya.<br />

Tidak hanya itu, Dinas<br />

Perhubungan DKI Jakarta juga<br />

melakukan penyempurnaan penataan<br />

sirkulasi lalulintas di Kawasan Tanah<br />

Abang, sehingga akses dari dan menuju<br />

Blok G juga strategis.<br />

Satu lagi, PKL yang kini<br />

menempati Blok G, selama enam bulan<br />

ke depan tidak dikenakan biaya sewa<br />

alias gratis. Namun, diharuskan tetap<br />

membayar uang kebersihan. PKL yang<br />

berminat berdagang di Blok G terlebih<br />

dulu harus mendaftar kan diri ke PD<br />

Pasar Jaya di Tanah Abang. Jumlah kios<br />

di Blok G hampir 1000 kios.<br />

Menurut Kepala Dinas<br />

KUMKMP DKI Jakarta, Ratnaningsih,<br />

pedagang yang sudah mendapatkan kios<br />

sebanyak 601 pedagang. Sementara<br />

sisanya ada 367 kios diperebutkan para<br />

pedagang dalam verifikasi berikutnya.<br />

“Hampir semua pedagang eksisting<br />

telah mendapatkan kios di Blok G,”<br />

kata Ratna, Selasa (20/8).<br />

Dikatakan Ratna, bagi pedagang<br />

yang tidak lolos verifikasi tahap<br />

pertama, tidak diperbolehkan<br />

mengikuti verifikasi tahap kedua.<br />

Hal tersebut untuk memberikan<br />

kesempatan bagi pedagang lainnya yang<br />

belum mendapatkan kios. Yang tidak<br />

lolos disebabkan antara lain karena<br />

tidak memenuhi syarat, seperti satu<br />

KK untuk dua pedagang atau bukan<br />

pedagang lama. “Itu kan tidak boleh,”<br />

kata Ratna.<br />

Verifikasi tahap kedua, selain<br />

diperuntukan bagi pedagang eksisting<br />

yang belum mendapatkan kios, juga<br />

untuk pedagang yang berada sekitar<br />

8 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 9


liputan utama<br />

Tenda-tenda dan llapak para PKL di badan jalan<br />

sebelum ditertibkan. Arus lalu lintas acap<br />

tersendat karena para PKL berjualan di area yang<br />

tidak semestinya<br />

Suasana arus lalulintas di depan pasar Blok G Tanah Abang kini cukup lancar. Angkutan umum, mobil niaga maupun mobil pribadi dapat leluasa<br />

melewati jalan tersebut tanpa dihantui kemacetan lagi.<br />

di kawasan Tanah Abang lainnya.<br />

Pihaknya mencatat PKL di kawasan<br />

tersebut masih mencapai 1.400<br />

pedagang. Nantinya akan diprioritaskan<br />

bagi pedagang yang ber-KTP DKI.<br />

Berdasarkan data Dinas<br />

KUMKMP DKI, dari 1.400 pedagang,<br />

yang ber-KTP DKI yakni hanya<br />

sebanyak 100 pedagang. Kemudian<br />

pedagang yang berada di depan<br />

Kelurahan Kebonkacang sampai dengan<br />

pertigaan Jalan Mas Mansyur sebanyak<br />

200 pedagang, di Jalan Kebonjati<br />

sampai Jalan Jati Bunder sebanyak 300<br />

pedagang, serta di Jembatan Tinggi<br />

sampai Jalan Jatibaru mencapai 800<br />

pedagang.<br />

Dikatakan Ratna, pedagang<br />

yang telah lolos verifikasi tahap<br />

kedua ini juga diundi untuk<br />

penempatannya. Setelah diundi<br />

pedagang menandatangani kontrak per<br />

tanggal 1 September. “Sesuai arahan<br />

Pak Gubernur, enam bulan pertama<br />

pedagang akan digratiskan,” Ratna<br />

menandaskan.<br />

Upaya penataan yang tidak singkat<br />

ini akhirnya berhasil. Para pedagang<br />

yang sebelumnya menolak akhirnya<br />

setuju ditempatkan di Blok G, bahkan<br />

salah seorang pedagang menyatakan<br />

sangat mendukung program Jokowi-<br />

Ahok ini. Namun, pedagang itu lalu<br />

mengatakan, hingga kini para pedagang<br />

di sana selalu mengingatkan Pemprov<br />

DKI agar kejadian tahun-tahun<br />

sebelumnya tidak terjadi pada tahun<br />

ini. Pedagang meminta agar tempat<br />

relokasi yang disediakan pemerintah<br />

dibuat nyaman sehingga para pedagang<br />

tidak kabur ke jalan lagi. Ia juga<br />

menuntut agar Pasar Blok G segera<br />

dikelola oleh PD Pasar Jaya, karena<br />

sebelumnya menurut pedagang, pasar<br />

itu diswastanisasi. ALF<br />

Menghidupkan Jalan yang<br />

Nyaris Mati<br />

Untuk mengurai keruwetan masalah di sekitar Pasar Blok G Tanah Abang<br />

teridentifikasi beberapa hal yang menjadi sumber permasalahan. Menurut<br />

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono, terdapat empat<br />

permasalahan yang mengokupansi jalan, yakni kendaraan parkir, angkot<br />

menunggu penumpang (ngetem), pedagang kaki lima dan lori-lori<br />

pengangkut barang-barang yang berseliweran.<br />

Hal itu yang menyebabkan jalan di<br />

sekitar Tanah Abang tak berfungsi alias<br />

mati selama bertahun-tahun. Karenanya<br />

Pemerintah Provinsi DKI berupaya<br />

menghidupkan jalan yang nyaris mati<br />

tersebut dengan melakukan penataan<br />

pedagang kaki lima yang dianggap<br />

paling mengganggu kelancaran<br />

lalulintas.<br />

Dengan kebijakan itu, kini tidak<br />

memerlukan waktu selama 25 menit<br />

untuk menembus jalan sepanjang<br />

200 meter di sekitarpasar Tanah<br />

Abang.Untukmencapai Blok G Tanah<br />

Abang kini hanya dibutuhkan 15<br />

menitberjalan kaki dari area pedagang<br />

di sekitarnya.JalansekitarPasar Tanah<br />

Abangpun terlihat rapi dan jauh dari<br />

keruwetan dibanding sebelumnya.<br />

Semua pihak yang terkait<br />

penataan kawasan ini dilibatkan oleh<br />

Pemrov DKI Jakarta. Ini keberhasilan<br />

sebuah konsep dengan dukungan<br />

penuh semua pihak yang terkait di<br />

dalamnya, khususnya jajaran unit<br />

pelaksana teknis Pemprov DKI Jakarta,<br />

seperti Dinas Perhubungan, PD Pasar<br />

Jaya, Satuan Polisi Pamong Praja,<br />

Polisi, Dinas Perdagangan dan UKM,<br />

DinasPekerjaanUmum, serta perangkat<br />

wilayah setempat, mulai dari kelurahan,<br />

kecamatan hingga walikota. Dan tentu<br />

saja juga kesediaan dan dukungan<br />

para pedagang, dan masyarakat Tanah<br />

Abang,<br />

Meski diawal banyak kendala<br />

10 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 11


liputan utama<br />

dan penolakan namun pada akhirnya<br />

hampir 1000 pedagang kaki lima<br />

menyatakan berminat masuk kepasar<br />

Blok G. Bahkan beberapa pedagang lain<br />

yang berminat tidak bisa menempati<br />

Pasar Blok G karena terkendala<br />

administratif.<br />

Penanganan kendaraan parkir<br />

diarahkan ketempat yang disediakan<br />

yakni di dalam gedung pasar.<br />

Sedangkan penangangan lori-lori<br />

dari perusahaan ekspedisi yang biasa<br />

melakukan kegiatan bongkar muat<br />

barang juga disediakan tempat di dalam<br />

gedung pasar. Sementara angkutan<br />

umum yang melewati kawasan<br />

Tanah Abang telah diatur dengan<br />

rambu-rambu agar menaikkan dan<br />

Salah satu sudut pasar tanah Abang sebelum<br />

ditertibkan, penuh dengan tenda-tenda PKL.<br />

menurunkan<br />

penumpang di tempat yang<br />

disediakan.<br />

Walhasil dengan semua upaya itu<br />

yang terjadi adalah lancarnya lalulintas<br />

di kawasan Tanah Abang.<br />

Koordinasi<br />

Di bawah kordinasi Dinas<br />

Perhubungan Provinsi DKI, penataan<br />

kawasan Tanah Abang diawali dengan<br />

mengalihkan arus lalulintas dari arah<br />

Karet atau Sudirman keJalan Kebon Jati<br />

Arus lalulintas dari dan ke pasar Tanah Abang<br />

kini cukup lancar. Selain relokasi PKL ke pasar<br />

Blok G, juga dilakukan pengecatan bahu<br />

jalan, perbaikan rambu-rambu lalulintas, serta<br />

pengalihan trayek angkutan umum.<br />

dan Jati Bunder.<br />

Tujuan pengalihan<br />

arus kendaraan ini untuk<br />

mengurangi beban kendaran di Jalan<br />

KH Mas Mansyur. Selain itu penataan<br />

ini juga untuk menertibkan pedagang<br />

kaki lima yang selama ini menempati<br />

badan jalan.<br />

Setelah melakukan pengalihan<br />

arus lalulintas, Dinas Perhubungan<br />

melaku kan pengalihan transportasi<br />

angkutan umum yang selama ini<br />

tidak bias melalui jalan di depan<br />

Blok G. Kini semua angkutan<br />

umum yang menuju Tanah Abang<br />

diarahkan melintasi Pasar Blok A, B,<br />

C, F dan Blok G. Agar semua upaya<br />

itu memiliki umur penerapan<br />

yang panjang maka diperlukan<br />

adanya Estate Management.<br />

Di sini keberadaan gedung<br />

Blok G, termasuk sarana<br />

parkirnya harus difungsikan<br />

semaksimal mungkin.<br />

Dengan begitu para pedagang kaki lima<br />

mendapat tempat penampungan yang<br />

layak setelah dilarang berdagang di<br />

badan jalan.<br />

Jika pengaturan lalulintas (traffic<br />

engieering) serta pengaturan rute<br />

angkutan umum (transportation<br />

engineering) dan penyediaan sarana<br />

dan prasarana bagi pedagang kaki lima<br />

(estate management) bisa dilaksanakan<br />

dengan baik maka penataan suatu<br />

kawasan akan berhasil.<br />

Penataan khusus kawasan Tanah<br />

Abang, diharapkan akan bermuara<br />

menjadi suatu kawasan yang tidak<br />

hanya berdampak pada ekonomi<br />

Jakarta namunTanah Abang akan lebih<br />

dikenal di dunia, khususnya ASEAN.<br />

ALF<br />

Untuk mendukung sekaligus<br />

menyempurnakan penataan sirkulasi<br />

lalu lintas di Kawasan Tanah Abang<br />

yang dilakukan sejak 22 Juli lalu, Dinas<br />

Perhubungan DKI Jakarta melakukan<br />

beberapa upaya manajemen dan<br />

rekayasa lalu lintas berupa penutupan<br />

putaran (u-turn) di sepanjang Jl.<br />

Jatibaru (segmen Jembatan Tinggi<br />

sampai dengan Simpang Jatibaru)<br />

diikuti dengan penataan (penyesuaian)<br />

terhadap rute angkutan umum yang<br />

melintas di Kawasan Tanah Abang.<br />

Rekayasa lalu lintas itu sebagai berikut :<br />

1. Penutupan putaran (u-turn)<br />

di sepanjang Jl. Jatibaru (segmen<br />

Jembatan Tinggi sampai dengan<br />

Simpang Jatibaru) dilakukan untuk<br />

mengeliminasi titik-titik yang selama<br />

ini menjadi penyebab kemacetan<br />

(trouble spot) karena digunakan sebagai<br />

lokasi angkutan umum berputar,<br />

ngetem, pangkalan ojek dan terminal<br />

bayangan, diantaranya putaran (u-turn)<br />

Penutupan Putaran di<br />

Sepanjang<br />

Jl Jatibaru dan Penataan Rute<br />

Angkutan Umum<br />

di bawah Fly over Jatibaru dan putaran<br />

(u-turn) utara di Jl. Kebon Jati menuju<br />

Jembatan Tinggi<br />

2. Penataan (penyesuaian)<br />

terhadap rute angkutan umum di<br />

Kawasan Tanah Abang tersebut<br />

dimaksudkan untuk lebih memberikan<br />

kemudahan bagi masyarakat / pengguna<br />

jalan yang ingin menuju Kawasan<br />

Tanah Abang, baik ke Pasar Tanah<br />

Abang, Metro Tanah Abang, Stasiun<br />

KA dan lainnya. Dengan dialirinya<br />

arus lalu lintas, baik kendaraan pribadi<br />

maupun angkutan umum diharapkan<br />

ruas-ruas jalan yang saat ini sudah<br />

bersih (tidak terokupansi) oleh PKL<br />

dapat terjaga ketertiban dan kelancaran<br />

lalu lintasnya.<br />

3. Secara rinci beberapa trayek<br />

angkutan umum di Kawasan Tanah<br />

Abang yang terkena rencana penataan<br />

(penyesuaian) rute sebagai berikut :<br />

TRAYEK JURUSAN PENYESUAIAN RUTE<br />

DI KAWASAN TANAH ABANG<br />

Mikrolet M.09<br />

Mikrolet M.09A Kebayoran Lama – Jl. KS Tubun – Jembatan Tinggi–<br />

Mikrolet M.11 Tanah Abang Jl. Jatibaru – Jl. Kebon Jati –<br />

Jl. KH Mas Mansyur – Simpang<br />

Jatibaru – Jl. Jatibaru (arah<br />

Stasiun KA) – Jl. Kebon Jati –<br />

Jl. Jati Bunder – Jembatan Tinggi<br />

– Jl. KS Tubun<br />

Mikrolet M.10 Jembatan Lima – Jl. Cideng Timur – Simpang<br />

Tanah Abang Jatibaru – Jl. Jatibaru –<br />

Jl. Fachrudin – Jl. KH Mas<br />

Mansyur – Simpang Jatibaru –<br />

Jl. Jatibaru (arah Stasiun KA) –<br />

Jl. Kebon Jati – Jl. Jati Bunder –<br />

Jembatan Tinggi – Jl. Jatibaru –<br />

Simpang Jatibaru – Jl. Cideng<br />

Barat<br />

Mikrolet M.08 Kota – Tanah Abang Jl. Abdul Muis – Jl. Fachrudin –<br />

Jl. KH Mas Mansyur – Simpang<br />

Jatibaru – Jl. Jatibaru<br />

(arah Stasiun KA) – Jl. Kebon Jati<br />

– Jl. Jati Bunder – Jembatan<br />

Tinggi – Jl. Jatibaru – Simpang<br />

Jatibaru – Jl. Abdul Muis<br />

12 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 13


liputan utama<br />

Dari Kamera Pengintai<br />

hingga Cabut Listrik<br />

opini<br />

liputan utama<br />

Ditemui di kantornya, Kamis (22/8/2013), Kepala<br />

Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono<br />

kepada Media Jaya mengungkapkan, tujuan<br />

penataan Tanah Abang untuk memudahkan akses<br />

menuju pasar di Tanah Abang, sehingga kawasan<br />

itu menjadi pusat niaga tingkat nasional bahkan Asia<br />

Tenggara.<br />

Penataan kawasan khususnya pasar<br />

yang selama ini menjadi titik kemacetan<br />

dimulai dengan rekayasa pengaturan<br />

lalulintas. Konsep yang dijalankan<br />

adalah Push and Pull.<br />

Push merupakan institusi (Dishub,<br />

Satpol PP, Polisi) yang melakukan<br />

tindakan di lapangan dalam hal<br />

penataan kawasan seperti menggusur<br />

pedagang kaki lima serta melakukan<br />

berbagai penataan lalulintas. Sementara<br />

konsep Pull adalah institusi penampung<br />

yang menyediakan sarana kepada<br />

pedagang kaki lima, dalam hal ini Pasar<br />

Jaya.<br />

Menurut Pristono, Push and Pull<br />

harus seiring sejalan. Sebab, jika Push<br />

saja yang dilakukan, maka tidak ada<br />

jaminan bahwa pedagang kaki lima<br />

yang ditertibkan tidak kembali karena<br />

ketiadaan sarana penampungan yang<br />

layak.<br />

Selain itu agar kawasan yang<br />

sudah ditata itu tetap tertib, Dinas<br />

Perhubungan membangun posko<br />

yang disebut Early Warning System<br />

yang diawaki oleh perwakilan Dinas<br />

Perhubungan, Satuan Polisi Pamong<br />

Praja serta Komando Garnisun. Posko<br />

yang dilengkapi dengan kamera<br />

pengintai ini akan memberikan<br />

peringatan kepada pedagang kaki lima<br />

yang mencoba berjualan di badan jalan.<br />

“Posko ini juga punya kewenangan<br />

untuk melakukan cabut listrik kepada<br />

mereka yang mulai berdagang di badan<br />

jalan,” ungkap Pristono.<br />

Pasar Minggu dan Jatinegara<br />

Selain Tanah Abang, penataan<br />

kawasan juga dilakukan di Pasar<br />

Minggu dan Pasar Jatinegara. Titiktitik<br />

yang dianggap menjadi sumber<br />

kemacetan dilakukan pengalihan<br />

lalulintas. Dengan pengalihan tersebut<br />

secara tidak langsung tidak memberikan<br />

ruang gerak bagi pedagang kaki<br />

lima menempati badan jalan untuk<br />

menggelar lapaknya.<br />

Pengaturan lalulintas menja<br />

diujung tombak penataan suatu<br />

kawasan. Di Pasar Minggu dan Pasar<br />

Jatinegara pun diterapkan pengalihan<br />

lalulintas dan juga penataan parkir,<br />

sehingga lalulalang kendaraan bisa lebih<br />

lancar.<br />

Pristono mengakui pasca lancarnya<br />

lalulintas tersebut harus ditindak lanjuti<br />

dengan pengawasan serta perbaikan<br />

rambu-rambu lalulintas penunjang<br />

seperti pembangunan pembatas jalan<br />

dan sebagainya. Kehadiran posko yang<br />

selalu memantau situasi di lokasi akan<br />

sangat membantu pelaksanaan penataan<br />

di suatu kawasan.<br />

Pristono menyontohkan, Posko<br />

di Pasar Minggu didirikan untuk<br />

memantau kembalinya pedagang kaki<br />

lima berjualan di jalan. Jika masih<br />

banyak yang melakukannya maka<br />

pihak terkait berwenang melakukan<br />

tindakan cabut listrik. Tanpa adanya<br />

fasilitas berdagang di jalan, perlahan<br />

pedagang kaki lima akan hilang dengan<br />

sendirinya. ALF<br />

Petugas tengah melakukan pengecatan beton pembatas<br />

jalan. Selain lebih rapi, adanya beton yang dicat warna<br />

pencolok untuk lebih mempertegas batas antara jalur<br />

kendaraan dengan area yang peruntukkan bagi pejalan<br />

kaki atau pengunjung pasar Tanah Abang.<br />

Tertib Tanah Abang,<br />

Langkah Jelas Menuju Jakarta Tertib Hukum dan Tertib Sosial<br />

TANAH ABANG, selama ini dikenal sebagai wilayah mapan para preman.<br />

Di sini mereka sungguh berkuasa. Karena diduga punya back up kuat. Mereka<br />

menentukan dan memungut uang sewa para pedagang. Juga menjual area<br />

lapak yang tak lain adalah trotoar dan badan jalan kepada para pedagang<br />

dengan harga cukup tinggi.<br />

Tarif parkir besar pula. Para<br />

pedagang asal Tasik yang biasanya<br />

datang ke Tanah Abang pada hari pasar<br />

(Senin dan Kamis) dengan mobiltoko<br />

(moko) bermuatan pakaian jadi,<br />

mukena, ataupun jilbab, dipungut<br />

hingga Rp 100.000/hari. Trayek<br />

angkutan umum yang melewati Pasar<br />

Tanah Abang, juga tak luput dari aksi<br />

palak para preman.<br />

Bertahun-tahun, hamparan lapaklapak,<br />

baik permanen maupun tidak<br />

di area haram, menjadi pemandangan<br />

biasa di Tanah Abang. Peraturanperaturan<br />

yang sudah dibuat seolaholah<br />

tidak ada. Hukum benar-benar<br />

tiarap. Dampaknya dirasakan oleh<br />

semua yang hadir di Tanah Abang,<br />

yakni kemacetan lalu-lintas dan<br />

kesemrawutan yang sangat parah.<br />

Pasar Blok G Tanah Abang<br />

Kini, setelah penertiban PKL<br />

yang berjalan cukup alot, dan diwarnai<br />

demo-demo yang menegangkan telah<br />

berlalu. Jalanan di sekitar pasar grosir<br />

terbesar di Asia Tenggara ini menjadi<br />

tertib dan lancar.<br />

Berkat kunjungan yang intens<br />

Gubernur DKI Joko Widodo ke<br />

Tanah Abang untuk menyerap aspirasi<br />

dan memberikan solusi dengan<br />

14 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 15


merelokasi ke Pasar Blok G, serta<br />

keterangan-keterangan Wagub Basuki<br />

Tjahaja Purnama kepada pers yang<br />

ingin menegakkan peraturan, maka<br />

PKL Tanah Abang akhirnya bersedia<br />

direlokasi.<br />

Usai Lebaran Idul Fitri tahun ini<br />

menjadi harapan baru bagi ketertiban<br />

Jakarta. Keberhasilan penertiban<br />

Pasar Tanah Abang seakan menjadi<br />

barometer, tidak hanya bagi upaya<br />

penertiban serupa di lokasi lain di<br />

Jakarta, tapi Tanah Abang dianggap<br />

sebagai harapan baru bagi ketertiban<br />

ibukota. Wilayah yang selama ini<br />

dianggap sangar, akhirnya tunduk pula<br />

pada peraturan.<br />

Jokowi ketika hadir di kampus<br />

Universitas Islam Syarif Hidayatullah<br />

dalam acara halal bihalal dengan para<br />

dosen dan mahasiswa bercerita, banyak<br />

pihak yang wanti-wanti dirinya ketika<br />

ingin menata kawasan Tanah Abang.<br />

“Ada ini, ini, ini. Wah, banyak sekali,<br />

batin saya. Dan, itu di-back up sama<br />

ini, ini, ini, ini. Saya hanya diam saja,”<br />

ujar Jokowi seperti dikutip Kompas.<br />

com.<br />

Ketika itu Kepolisian Daerah<br />

Metro Jaya pun melarang sang<br />

gubernur untuk blusukan ke kawasan<br />

perdagangan terbesar se-Asia Tenggara<br />

itu. Polisi mengantisipasi gangguan<br />

keamanan di daerah itu, yang sewaktuwaktu<br />

dapat menimpanya.<br />

Memang, rencana Jokowi<br />

mengunjungi Pasar Tanah Abang<br />

sempat ditunda atas alasan gangguan<br />

keamanan. “Saya bilang, ‘Kalau begini<br />

terus, kapan saya ke sananya?’ Akhirnya<br />

hari itu saya paksakan. Masuk ke<br />

dalam. Bismillah, enggak ada apa-apa,<br />

malah nyalamin. PKL nyalamin saya,<br />

preman nyalamin saya. Saya tahu<br />

preman karena tatonya,” ujarnya sambil<br />

disambut tawa oleh peserta yang hadir.<br />

Jokowi mengatakan, kunci dari<br />

penataan Pasar Tanah Abang adalah<br />

keterbukaan. Di satu sisi, Jokowi<br />

terbuka menampung aspirasi pedagang<br />

kaki lima dan tokoh masyarakat di sana<br />

agar penataan dapat berlangsung. Di<br />

sisi lainnya, proses penataan para PKL<br />

itu pun dilaksanakan secara terbuka.<br />

Menerapkan Peraturan<br />

Penegakan peraturan bagi PKL<br />

sejatinya bukan hal baru atau bukan<br />

penerapan dari peraturan yang baru<br />

dibuat. Peraturan yang diterapkan<br />

Jokowi - Ahok (nama populer<br />

Gubernur dan Wagub DKI Jakarta)<br />

ini adalah produk hukum lama. Atau<br />

peraturan yang secara umum sudah<br />

banyak diketahui masyarakat bahwa<br />

trotoar dan badan jalan bukan sebagai<br />

tempat menggelar dagangan.<br />

Perda No 8 Tahun 2007 pasal<br />

25 (2) melarang orang atau badan<br />

berdagang di jalan, trotoar, jembatan<br />

penyebrangan, dan tempat untuk<br />

kepen tingan umum lainnya diluar<br />

yang ditetapkan. Para pelanggar bisa<br />

dikenakan denda minimal Rp 100 ribu,<br />

dan maksimal Rp 20 juta. Jika tidak<br />

bisa membayar, akan dikenakan pidana<br />

kurungan paling lama 60 hari.<br />

Yang mungkin baru dari pemimpin<br />

DKI yang membawa semboyan<br />

“Jakarta Baru, Jakarta Kita” ini adalah<br />

gaya pendekatannya. Jokowi dikenal<br />

suka blusukan, sering mendatangi<br />

warga dan mengajak mereka bicara<br />

sebelum upaya perubahan dilakukan.<br />

Kita mahfum. Warga, atau<br />

orang kebanyakan atau wong cilik,<br />

didatangi saja senang, apalagi diajak<br />

bicara. Dalam persepsi mereka,<br />

pemimpin bertandang adalah satu<br />

bentuk perhatian dan penghormatan.<br />

Dan lebih-lebih ketika diajak bicara,<br />

hati bisa berbunga-bunga, merasa<br />

“dimanusiakan” (diuwongke).<br />

Sentuhan semacam ini adalah kunci<br />

pembuka pintu-pintu dari gagasan atau<br />

upaya yang hendak dilakukan sang<br />

pemimpin untuk membuat perubahan.<br />

Kelancaran lalu lintas, dimanapun<br />

kita berkendara, menjadi harapan dan<br />

impian, utamanya bagi warga Jakarta<br />

dan sekitarnya yang kerap menghadapi<br />

kemacetan dalam beraktivitas seharihari<br />

di metropolitan ini. Memang<br />

banyak penyebab, salah satunya<br />

Tanah Abang (dulu). Penuh tendatenda<br />

PKL, sementara di pasar Blok<br />

G yang disiapkan untuk pedagang,<br />

ditinggalkan mangkrak alias sepi tak<br />

dihuni.<br />

tumpah-ruahnya PKL di trotoar dan<br />

badan jalan. Selain itu ketidakdisiplinan<br />

pengendara maupun pejalan kaki,<br />

infrastruktur, fasilitas publik yang<br />

belum memadai, dan lain-lain.<br />

Kawasan lain yang kini masih<br />

didera kemacetan tentu merasa iri<br />

melihat kelancaran lalu-lintas di<br />

Pusat Grosir Tanah Abang. Pengamat<br />

perkotaan dari Universitas Trisakti,<br />

Nirwono Yoga mengatakan perlunya<br />

penataan PKL dan arus lalulintas di<br />

wilayah lainnya di Jakarta, seperti di<br />

Pasar Minggu, Pasar Jatinegara, Pasar<br />

Gembrong, Pasar Asemka, Pasar Cipete,<br />

Pasar Mayestik, dan lain-lain.<br />

Satu hal yang perlu dilakukan<br />

Jokowi saat ini adalah bagaimana<br />

mempertahankan apa yang sudah<br />

dilaksanakan. Namun, untuk<br />

menjalankannya, menurut Nirwono,<br />

Jokowi tak dapat bekerja sendiri. Ia<br />

memerlukan kepala dinas, camat, lurah,<br />

dan wali kota untuk dapat konsisten<br />

menegakkan peraturan yang sudah<br />

ditata. Pasalnya, upaya-upaya Jokowi<br />

untuk menata kawasan Tanah Abang<br />

dan Waduk Pluit (dua kawanan yang<br />

memiliki masalah berbeda dan akut -<br />

Red), baru penyelesaian di permukaan,<br />

belum menyelesaikan di dalam. ***<br />

Iswati Soekarto<br />

16 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 17


liputan utama<br />

Satpol PP Selalu Siaga<br />

di Tanah Abang<br />

Pedagang Merasa Aman, Pengunjung pun Senang<br />

Di beberapa sudut di kawasan pasar Tanah Abang<br />

berdiri posko terpadu. Satpol PP dan aparat terkait<br />

selalu siaga setiap saat menjaga ketertiban dan<br />

kelancaran lalulintas di sekitar pasar grosir terbesar<br />

di Asia Tenggara itu.<br />

Gubernur DKI Jakarta Joko<br />

Widodo meminta Kepala Satuan Polisi<br />

Pamong Praja (Satpol PP), Kukuh Hadi<br />

Santoso untuk menerjunkan aparatnya<br />

tetap menjaga kondisi kawasan Pasar<br />

Tanah Abang agar para PKL tidak<br />

kembali berjualan di trotoar dan badan<br />

jalan. Itu dikemukakan gubernur usai<br />

mengoperasionalkan Blok G Pasar<br />

Tanah Abang,Senin (2/9) lalu<br />

“Agar kawasan Pasar Tanah Abang<br />

tetap tertib dan kondusif, Satpol PP<br />

harus siaga minimal selama setahun.<br />

Kalau sudah aman, baru bisa dilepas<br />

dan tidak ditunggu Satpol PP pun tidak<br />

apa-apa, “ kata Jokowi.<br />

Namun, kepada Media Jaya,<br />

Kukuh menegaskan, pihaknya akan siap<br />

mengawal kawasan Pasar Tanah Abang<br />

setiap saat. Tanpa batas waktu yang<br />

ditetapkan.<br />

“Ini memang tugas kami demi<br />

tertibnya ibu kota dan kenyamanan<br />

masyarakat yang akan berbelanja di<br />

Pasar Tanah Abang, khususnya di Blok<br />

G,” tutur Kukuh.<br />

Apalagi saat ini perbaikan<br />

diberbagai sisi Blok G Pasar Tanah<br />

Abang sedang dilakukan PD Pasar<br />

Jaya untuk merealisasikan target<br />

Pemprov DKI Jakarta itu belum selesai<br />

seluruhnya. Walau gubernur sudah<br />

mengoperasionalkan pasar Blok G<br />

pada 2 September lalu, kemungkinan<br />

para pedagang nekad menggelar<br />

dagangannya di trotoar dan badan jalan<br />

bisa saja terjadi<br />

Dikatakan, Satpol PP akan<br />

bersikap tegas menindak PKL yang<br />

nekad berjualan di badan jalan sesuai<br />

ketentuan yang berlaku. Namun<br />

demikian, seluruh anggota Satpol PP<br />

Jakarta Pusat diimbau melakukan<br />

penertiban lebih persuasif.<br />

“Artinya, kami memberikan<br />

pengarahan kepada mereka sambil<br />

menyosialisasikan Peraturan Daerah<br />

tentang Ketertiban Umum dan di<br />

mana seharusnya mereka berjualan agar<br />

tidak mengganggu ketertiban umum,”<br />

imbuhnya.<br />

Langkah seperti itu juga dilakukan<br />

saat melakukan penertiban di Waduk<br />

Pluit, Jakarta Utara. Hingga kini,<br />

Kukuh dan aparatnya masih aktif<br />

melakukan kontrol ke Waduk Pluit.<br />

Bahkan ke pasar Pasar Minggu,<br />

Jatinegara, Pasar Gembrong, dan<br />

berkoordinasi dengan aparat kepolisian,<br />

TNI, Satpol PP Kelurahan, Kecamatan<br />

dan Kotamadya.<br />

Ia mengaku, keberhasilan<br />

penertiban Pasar Abang merupakan<br />

kerja kolektif antara semua aparat.<br />

Termasuk PD Pasar Jaya, Dinas<br />

Koperasi dan UMKM. Karena itu<br />

Satpol PP tidak mematok waktu berapa<br />

lama mereka harus turun ke lapangan.<br />

Yang terpenting adalah bagaimana<br />

tercipta ketertiban dan iklim yang<br />

kondusif di ibu kota.<br />

Pengawasan konsisten<br />

Sementara itu Walikota Jakarta<br />

Pusat, Syaifullah juga menegaskan,<br />

pihaknya meminta Satpol PP<br />

Kotamadya tetap merlakukan<br />

pengawasan kepada PKL di kawasan<br />

Pasar Tanah Abang secara konsisten. Ia<br />

juga berpendapat adanya kemungkinan<br />

munculnya pedagang-pedagang baru<br />

yang menggelar dagangannya di trotoar<br />

dan badan jalan. Dengan pengawasan<br />

secara konsisten, diharapkan kawasan<br />

Pasar Tanah Abang dapat tertib dan<br />

terjaga kebersihannya.<br />

Menurut mantan Wakil Kepala<br />

Dinas Pendidikan DKI Jakarta tersebut,<br />

ketertiban dan kebersihan lingkungan<br />

itu kuncinya sudah ada pada diri setiap<br />

manusia. Hanya karena mereka lalai<br />

melaksanakannya, sehingga ketertiban<br />

dan kebersihan itu terabaikan.<br />

Camat Tanah Abang, juga<br />

mengajak Lurah Kebon Melati, Lurah<br />

Kampung Bali dan sekitarnya terus<br />

memantau situasi. Satpol PP Kelurahan<br />

dan Kecamatan akan terus disiagakan<br />

demi tetap terciptanya ketertiban<br />

umum dan kelancaran lalu lintas di<br />

sekitar Tanah Abang. Dia pun tak akan<br />

segan-segan menindak PKL yang nekad<br />

jualan di trotoar maupun di badan jalan<br />

dengan melakukan pembinaan kepada<br />

mereka dalam upaya meningkatkan<br />

ekonomi rakyat.<br />

Untuk mempercantik wilayah itu,<br />

antara lain sudah dilakukan perbaikan<br />

taman, pengecatan jalur pemisah jalan,<br />

dan perbaikan saluran air bantuan dari<br />

Suku Dinas Pemadam Kebakaran dan<br />

Penanggulangan Bencana (Damkar dan<br />

PB) Jakarta Pusat. Melihat kerja keras<br />

dari berbagai instansi terkait, optimisme<br />

para pedagang pun semakin besar<br />

bahwa mereka akan mampu menarik<br />

minat masyarakat berbelanja di tanah<br />

Abvang, khususnya Blok G Pasar Tanah<br />

Abang<br />

kekhawatiran yang sempat<br />

membayangi para pedagang kaki<br />

lima pasca penertiban, kini sudah tak<br />

terlihat. Sebaliknya, mereka tampak<br />

optoimis Keberadaan Satpol PP yang<br />

semula dianggap seperti musuh,<br />

kini justru menjadi mitra dalam<br />

menciptakan kondisi yang aman dan<br />

nyaman serta bebas dari pemerasan<br />

preman. RCW<br />

Jajaran Dishub, Satpol PP dan dinas terkait<br />

bekerjasama menata kawasan pasar Tanah Abang.<br />

18 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 19


liputan utama<br />

PD Pasar Jaya<br />

Revitalisasi Pasar Dilakukan Bertahap<br />

Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya konsisten<br />

berbenah guna mendukung langkah Gubernur Joko<br />

Widodo dalam menertibkan pedagang kaki lima<br />

sekaligus merevitalisasi fungsi pasar di Jakarta.<br />

Jelang lebaran lalu, sebanyak 150<br />

orang dari PD Pasar Jaya serta sejumlah<br />

suku dinas terkait dan Satpol PP, ikut<br />

membantu perbaikan Blok G Pasar<br />

Tanah Abang. Di lapangan, sejumlah<br />

karyawan Pasar Jaya yang akhirnya<br />

‘turun tangan’ membantu pembenahan<br />

mengatakan, perbaikan Blok G saat itu<br />

harus dikebut meski sebagian tukang<br />

yang dikontrak untuk perbaikan masih<br />

berada di kampung halaman.<br />

Blok G Pasar Tanah Abang<br />

merupakan blok khusus yang<br />

disediakan untuk para PKL yang<br />

sebelumnya berdagang di trotoar dan<br />

bahu jalan di daerah Tanah Abang.<br />

Atas prakarsa Gubernur DKI Jakarta,<br />

Joko Widodo, Pemprov DKI Jakarta<br />

melakukan penertiban sekaligus<br />

memberikan kompensasi dengan<br />

membagikan kios yang ada di Blok G<br />

kepada para PKL dengan cara diundi,<br />

namun tetap memprioritaskan untuk<br />

para PKL yang ber-KTP DKI Jakarta.<br />

Pelaksana Harian (Plh) Direktur<br />

Utama Pasar Jaya, Alexander Yerris<br />

kepada Media Jaya mengatakan,<br />

revitalisasi Blok G menghabiskan total<br />

biaya sekitar Rp 2 miliar. Biaya yang<br />

dianggarkan dari alokasi biaya darurat<br />

itu dilakukan untuk pengecatan seluruh<br />

kios, perbaikan rollingdoor kios yang<br />

rusak, penambahan tangga dari lantai<br />

kerja.<br />

Hasilnya, upaya yang dilakukan<br />

oleh Pasar Jaya tersebut mendapat<br />

‘acungan jempol’ dari Gubernur Joko<br />

Widodo. “Setelah kurang lebih sebulan<br />

kemarin saya terus lakukan pemantauan<br />

dan pengecekan di Blok G, mulai dari<br />

pagi, siang, sore, malam, bahkan tengah<br />

malam, akhirnya, seperti yang kita<br />

lihat, genangan air, selokan mampet<br />

dan jalanan macet sudah tidak ada<br />

lagi sekarang,” kata Jokowi, panggilan<br />

akrabnya, dalam sambutan pembukaan<br />

acara Peresmian Relokasi PKL di Blok<br />

G Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat,<br />

awal September lalu.<br />

Jokowi berpesan agar seluruh<br />

masyarakat, baik pedagang maupun<br />

pengunjung di Blok G turut menjaga,<br />

merawat, dan memelihara ketertiban<br />

dan kebersihan di lokasi tersebut.<br />

“Semuanya kan sudah dipenuhi, tempat<br />

berjualan yang bersih, pintu gerbang<br />

yang besar, rolling door diperbaiki,<br />

bahkan diberikan kios gratis sampai<br />

enam bulan. Yang penting, jangan<br />

sampai ada lagi yang turun untuk<br />

kembali berjualan di pinggir-pinggir<br />

jalan,” imbuhnya.<br />

Konsisten Berbenah<br />

Tak hanya di Blok G, aktivitas<br />

berbenah juga dilakukan PD Pasar Jaya<br />

terhadap infrastruktur bangunan milik<br />

Pasar Jaya pasar lainnya di Jakarta,<br />

antara lain Pasar Gembrong dan Pasar<br />

Minggu. Para PKL mainan Pasar<br />

Gembrong yang biasa berjualan di<br />

pinggir jalan bahkan telah dijadwalkan<br />

untuk segera menempati 130 kios<br />

baru yang akan segera diselesaikan<br />

proses revitalisasinya. Sayangnya,<br />

tidak demikian dengan para PKL di<br />

Pasar Minggu. Proses relokasi masih<br />

menemui kendala di lapangan dalam<br />

hal negosiasi pihak terkait dengan para<br />

pedagang. Meski demikian, upaya<br />

revitalisasi tetap dilakukan oleh Pasar<br />

Jaya.<br />

Terkait dengan hal tersebut,<br />

Manajer Bidang Umum dan Humas<br />

PD Pasar Jaya, M. Nur Havidz<br />

memberikan sejumlah klarfisikasi.<br />

Salah satunya perihal wewenang<br />

dalam melakukan penertiban terhadap<br />

PKL yang lebih memilih berjualan di<br />

pinggir jalan atau trotoar dibandingkan<br />

di dalam gedung pasar. “Banyak<br />

pihak mengira kewenangan untuk<br />

menertibkan PKL ada di Pasar Jaya,<br />

padahal sesungguhnya kita tidak punya<br />

kewenangan atas hal tersebut, ” ujar<br />

Havidz.<br />

Menurut dia, kewenangan PD<br />

Pasar Jaya terbatas hingga pagar<br />

terluar bangunan gedung pasar. Oleh<br />

karenanya, penertiban PKL lebih tepat<br />

jika dilakukan oleh Satpol PP, Dinas<br />

Koperasi dan Usaha Kecil Menengah<br />

(KUMKM), serta pemerintah wilayah<br />

kota setempat.<br />

Namun demikian, pihaknya<br />

mendukung penuh upaya penertiban<br />

PKL serta revitalisasi fungsi sejumlah<br />

pasar milik Pasar Jaya yang digagas<br />

Gubernur Joko Widodo. Sejauh ini,<br />

dukungan tersebut dilakukan antara<br />

lain dengan merevitalisasi infrastruktur<br />

gedung atau bangunan pasar. Selain itu,<br />

dilakukan pula upaya penyempurnaan<br />

sistem pengelolaan atau manajemen<br />

pasar secara simultan.<br />

“Kalau revitalisasi infrastruktur<br />

jelas bentuknya, seperti yang telah<br />

dilakukan di Blok G kemarin. Nah,<br />

kalau untuk manajemen, contoh<br />

simple-nya, nanti masing-masing kios<br />

akan ditempeli foto pemilik sekaligus<br />

pedagang di kios yang bersangkutan.<br />

Sebagaimana pesan Pak Gubernur,<br />

pemilik kios hanya boleh yang<br />

berdagang, bukan untuk disewakan,”<br />

paparnya.<br />

Contoh lainnya ditambahkan<br />

Havidz, dalam hal pemberlakuan<br />

Biaya Pengelolaan Pasar (BPP). BPP<br />

merupakan pungutan resmi oleh<br />

Pasar Jaya kepada para pedagang<br />

yang digunakan untuk kepentingan<br />

operasional pengelolaan pasar,<br />

termasuk di dalamnya keamanan dan<br />

kebersihan pasar. Saat ini, besaran<br />

BPP telah dipertimbangkan agar tidak<br />

memberatkan pedagang. Dengan<br />

adanya BPP ini, PD Pasar Jaya tidak<br />

memberlakukan pungutan apapun lagi<br />

kepada para pedagang. “Jika ada oknum<br />

yang melakukan pungutan liar, silakan<br />

melaporkan kepada kami,” ujar Havidz.<br />

MJ<br />

dasar ke lantai dua, serta upah tenaga<br />

20 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 21


liputan utama<br />

Perbedaan Pasar<br />

Tradisional-Modern<br />

Manajer Bidang Umum<br />

dan Humas PD Pasar<br />

Jaya, M. Nur Havidz<br />

yang didampingi Asisten<br />

Manager Sub Bagian<br />

Humas, Agus Lamun<br />

memaparkan, terkait<br />

permasalahan seputar<br />

revitalisasi pasar,<br />

diharapkan membuka<br />

cakrawala pemikiran<br />

warga Jakarta tentang<br />

pasar.<br />

Selama ini, warga/publik<br />

dihadapkan pada perbedaan pasar<br />

modern-tradisional dengan ciri-ciri<br />

yang bertolak-belakang. Pasar modern<br />

biasanya digambarkan secara positif<br />

dengan ciri-ciri bersih, sejuk,<br />

dan nyaman,<br />

sementara<br />

pasar<br />

tradisional<br />

dengan<br />

penggambaran<br />

cenderung negatif seperti basah, kotor,<br />

jorok, dan tidak nyaman.<br />

Hal ini tak pelak semakin<br />

membuat citra pasar tradisional<br />

tertinggal dari pasar modern. Padahal,<br />

sejatinya, yang dimaksud pasar modern<br />

tak harus melulu berbentuk bangunan<br />

swalayan lengkap dengan AC dan<br />

eskalator (lift) sebagaimana bangunan<br />

mal atau swalayan, namun juga pada<br />

proses pengelolaannya. “Yang sering<br />

terjadi, agar ikut ‘modern’ masyarakat<br />

menuntut pasar tradisional dilengkapi<br />

dengan infrastruktur yang serupa<br />

dengan pasar swalayan, seperti AC,<br />

eskalator (lift), dan sebagainya. Padahal<br />

tidak demikian seharusnya,”<br />

ujar Havidz.<br />

Pedagang buah di pasar tradisional<br />

Apa yang dikemukakan Havidz<br />

tersebut senada dengan pernyataan<br />

Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia<br />

(IAI) Munichy B Edrees. Menurutnya,<br />

sebelum mengambil keputusan atas<br />

arah pembenahan sebuah pasar, pihak<br />

terkait harus mempertanyakan dan<br />

memahami hal yang lebih mendasar.<br />

“Ada banyak dimensi yang harus<br />

dilihat, dikritisi terlebih dahulu.<br />

Modernisasi pasar bisa dilakukan<br />

dengan memodernkan sistem pasar,<br />

bangunan fisik, dan orang-orang<br />

yang terlibat di dalamnya, terutama<br />

pengelola. Ada beberapa faktor orisinal<br />

yang membuat orang rela mengunjungi<br />

pasar tradisional. Hal-hal sederhana,<br />

seperti keinginan mendapatkan barang<br />

dagangan yang segar, dan kemungkinan<br />

tawar-menawar bisa menjadi daya tarik<br />

bagi konsumen,” ujar Munichy.<br />

Munichy juga mengingatkan,<br />

dalam membangun sebuah gedung,<br />

termasuk pasar, ada tujuh langkah yang<br />

harus diikuti. “Yang pertama fungsi,<br />

yang kedua estetika, yang ketiga teknik,<br />

termasuk konstruksi dan struktur,<br />

yang keempat, safety. Bangunan harus<br />

bisa menyelamatkan penghuninya<br />

ketika terjadi sesuatu (bencana).<br />

Yang kelima, comfort, yang keenam<br />

konteks. Keberadaan bangunan tersebut<br />

konstekstual atau tidak. Yang ketujuh,<br />

efisiensi,” imbuhnya.<br />

Selain itu, menurut Munichy, tak<br />

kalah penting adalah perhatian pada<br />

penataan zonasinya yang memudahkan<br />

konsumen mendapatkan barang yang<br />

dibutuhkan. Juga penataan koridor<br />

dan sirkulasi pengunjung yang tersebar<br />

merata antarzonasi atau wilayah<br />

dalam bangunan gedung sehingga<br />

memungkinkan terjadinya pemerataan<br />

omzet para pedagang.<br />

Menanggapi hal tersebut, Havidz<br />

mengemukakan, Pasar Jaya tengah<br />

menyusun<br />

sejumlah<br />

strategi<br />

untuk<br />

melakukan perbaikan sejumlah<br />

pasar yang dinilai krusial. Hal tersebut<br />

dilakukan guna menambah daya saing<br />

pasar tradisional di mata para pembeli.<br />

“Kalau diperhatikan lagi, pasar<br />

tradisional sesungguhnya mempunyai<br />

ciri-ciri unik yang tidak dimiliki pasar<br />

yang katanya modern itu, misalnya:<br />

barang dagangan (sayur-sayuran dan<br />

daging, red) cenderung lebih segar,<br />

memungkinkan terjadinya proses<br />

tawar-menawar, serta mempererat<br />

silaturahmi pihak-pihak yang terlibat<br />

di dalamnya, baik pedagang-pembeli,<br />

maupun antarpembeli,” paparnya.<br />

Melihat berbagai potensi yang<br />

dimiliki pasar tradisional tersebut, PD<br />

Pasar Jaya berkomitmen untuk terus<br />

melakukan revitalisasi pasar secara<br />

bertahap. Havidz optimis dengan<br />

renovasi dan pengelolaan optimal, pasar<br />

tradisional tetap akan mendapat tempat<br />

di hati para pembeli. Dalam jangka<br />

panjang, lanjut Havidz, PD Pasar Jaya<br />

sedang mengkaji dan merintis citacita<br />

untuk mengembangkan fungsi<br />

pasar sebagai pusat barang konsumsi<br />

serta agroindustri Jakarta. “Dengan<br />

kerjasama dari berbagai pihak dan<br />

dukungan Pemprov DKI Jakarta, kami<br />

optimis hal tersebut dapat terwujud,”<br />

ujarnya yakin. MJ<br />

22 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 23


liputan utama<br />

Blok G Mulai<br />

Didatangi Pengunjung<br />

Dua hari setelah<br />

diresmikan, Blok G Pusat<br />

Grosir Tanah Abang<br />

mulai ramai didatangi<br />

pengunjung. Meski<br />

demikian, penjualan di<br />

Blok G belum mengalami<br />

peningkatan signifikan.<br />

Pasca diresmikan awal September lalu, aktivitas di Pusat Grosir Blok G Tanah<br />

Abang terlihat mulai bergeliat. Berdasarkan pantauan Media Jaya, setiap lantai<br />

tampak mulai terisi oleh berbagai pedagang yang menjual barang dagangannya.<br />

Lantai satu, misalnya, ditempati para pedagang sayur dan ikan. Lantai dua<br />

ditempati para pedagang kelontong seperti plastik, perlengkapan ulang tahun,<br />

hingga barang-barang kebutuhan sehari-hari. Lantai tiga ditempati para pedangan<br />

pakaian, mulai pakaian anak, sekolah, hingga busana muslim. Sementara lantai<br />

empat belum seluruhnya ditempati, mengingat sebagian kios diperuntukkan bagi<br />

para calon pedagang yang mengikuti pengundian tahap dua.<br />

Andi, salah seorang pedagang pakaian di lantai tiga mengatakan, setelah<br />

diresmikan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi), banyak masyarakat<br />

yang mendatangi Blok G. Kebanyakan dari mereka datang karena penasaran<br />

terhadap perubahan yang dilakukan di lokasi Blok G. Namun, lanjut dia, sebagian<br />

masyarakat juga mulai melihat beberapa barang yang diperdagangkan, salah<br />

satunya untuk membandingkan dengan harga di tempat lain.<br />

Andi mengaku berhasil menjual 10 potong baju muslim dalam waktu dua<br />

hari. Selain karena motif, model terbaru yang disajikan juga menjadi daya tarik<br />

bagi para pembeli. Pakaian muslim atasan dibanderol antara 50 – 90 ribu rupiah.<br />

Sementara, pakaian muslim jenis terusan dibanderol 110 – 150 ribu rupiah. Meski<br />

jumlah yang membeli belum sebanyak yang datang melihat-lihat, Andi tetap<br />

optimis di waktu mendatang pembeli akan semakin bertambah.<br />

“Nanti setelah fasilitas semakin disempurnakan, pembeli akan lebih banyak<br />

lagi. Apalagi, saat ini seluruh angkutan umum melintas di depan Pusat Blok G<br />

sehingga mempermudah akses bagi para pengunjung,” paparnya.<br />

Hal berbeda diungkapkan Rifai, pedagang yang sehari-hari berjualan pakaian<br />

anak-anak. Ia mengeluhkan masih sedikitnya pembeli yang datang. “Dalam dua<br />

hari baru mencapai 20 pembeli, masih sedikit,” katanya. Menurutnya, salah<br />

satu faktor yang menyebabkan hal tersebut yakni fasilitas di Blok G yang belum<br />

selengkap dua lokasi lainnya (Blok A dan Blok B, red) yang ramai dikunjungi<br />

pembeli. “Dibanding Blok A dan B yang dilengkapi oleh pendingin udara dan<br />

eskalator, tentu hal itu akan memengaruhi kenyamanan pengunjung,” katanya.<br />

Beruntung, Rifai mendapat kios yang tidak jauh dari tangga sehingga<br />

masyarakat tidak terlalu merasa kepanasan. “Kemarin Pak Jokowi berjanji segera<br />

membuat eskalator agar masyarakat tidak lelah. Semoga hal tersebut bisa segera<br />

terwujud,” harap pria asal Sumatera Barat ini.<br />

Sementara itu, kisah menarik diperoleh dari cerita Ratna, salah seorang<br />

pengunjung di Blok G. Ketika ditanya alasannya datang ke Blok G, ia menjawab<br />

spontan: “untuk mencari pedagang langganannya yang biasa berjualan di bahu<br />

jalan Jati Bunder,” katanya. Sayangnya, setelah satu jam berkeliling, ia tak kunjung<br />

menemukan si pedagang langganan. “Terakhir saya bertemu pedagang itu sebelum<br />

Lebaran. Katanya dia akan pindah ke Blok G, tapi saya belum menemukannya di<br />

sini,” ujarnya.<br />

Namun demikian, Ratna mendukung upaya relokasi para pedagang kaki<br />

lima (PKL) ke lokasi pasar seperti Blok G, dibandingkan berjualan di pinggir<br />

jalan. Menurutnya, selain lebih teratur dan tertata, relokasi para PKL juga mampu<br />

meminimalisir kemacetan yang terjadi di sekitar lokasi tempat berjualan. (*)<br />

24 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013<br />

25


perumahan rakyat<br />

Jakarta Bangun Rusun Terintegrasi<br />

Sebagai kota yang terus<br />

bertumbuh, Jakarta<br />

tidak bisa menolak<br />

untuk terus membangun<br />

perumahan setiap tahun,<br />

baik horizontal maupun<br />

vertikal. Dan seiring terus<br />

melejitnya harga tanah,<br />

hunian vertikal makin<br />

diminati.<br />

Data Kementerian Perumah<br />

Rakyat menyebutkan, proyeksi<br />

kebutuhan perumahan di DKI Jakarta<br />

sebesar 70.000 unit/tahun, dengan<br />

proporsi 60% atau 42.000 unit/tahun<br />

untuk perumahan horizontal (landed<br />

houses), sedangkan 40 % atau 28.000<br />

unit/tahun untuk perumahan vertikal/<br />

rumah susun.<br />

Pembangunan perumahan<br />

horizontal/landed houses baik bagi<br />

masyarakat berpenghasilan rendah<br />

maupun berpenghasilan tinggi, telah<br />

dipenuhi oleh para pengembang<br />

perumahan, yang banyak membangun<br />

di daerah penyangga sekitar DKI<br />

Jakarta. Hal ini disebabkan keterbatasan<br />

dan mahalnya harga tanah di DKI<br />

Jakarta.<br />

Pembangunan rumah susun<br />

untuk masyarakat berpenghasilan<br />

menengah ke atas sudah dipenuhi<br />

oleh para pengembang perumahan,<br />

sedangkan pembangunan rumah<br />

susun bagi masyarakat berpenghasilan<br />

rendah masih jauh dari yang<br />

dibutuhkan masyarakat. Oleh karena<br />

itu, Pemerintah Pusat maupun Daerah<br />

turut serta melaksanakan pembangunan<br />

rumah susun sederhana.<br />

Strategi pembangunan<br />

perumahan di DKI Jakarta khususnya<br />

pembangunan rumah horizontal/<br />

landed houses dilakukan dengan<br />

mekanisme pasar, swasta dan<br />

masyarakat. Selain itu dilakukan strategi<br />

pembangunan rumah susun serta<br />

pengadaan rusun mewah (Apartemen/<br />

Condominium) bagi masyarakat<br />

berpenghasilan tinggi dengan<br />

proporsi 20% atau 5.600 unit/tahun<br />

yang pengerjaannya dilakukan para<br />

pengembang/badan usaha.<br />

Sementara pengadaan rusun<br />

menengah bagi masyarakat<br />

berpenghasilan menengah dengan<br />

proporsi 40% atau 11.200 unit/tahun<br />

dan sebagian sudah dipenuhi oleh para<br />

pengembang/badan usaha. Sedangkan<br />

pengadaan rusun sederhana bagi<br />

masyarakat berpenghasilan rendah<br />

dengan proporsi 40% atau 11.200 unit/<br />

tahun), menjadi target Pemerintah<br />

Pusat sebanyak 3.360 unit/tahun dan<br />

developer/BUMD/BUMN sebanyak<br />

7.840 unit/tahun.<br />

Sejalan dengan itu sejak tahun<br />

1994, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta<br />

dalam hal ini Dinas Perumahan<br />

menjadi pelaksana pembangunan<br />

perumahan dalam bentuk rumah<br />

susun sederhana bagi masyarakat<br />

berpenghasilan menengah ke bawah.<br />

Kegiatan pembangunan rumah susun<br />

sederhana ini bisa untuk sewa beli/<br />

milik.<br />

Dalam perkembangan banyak<br />

permasalahan yang timbul dalam<br />

pengelolaan dan penghunian rusun<br />

sewa beli. Sehingga mulai tahun 2001<br />

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk<br />

sementara waktu hanya membangun<br />

Rumah Susun Sederhana Sewa<br />

(Rusunawa).<br />

Sesuai dengan penjelasan<br />

Undang-undang No. 20 tahun 2011<br />

tentang Rumah Susun, Pemerintah<br />

juga dapat membangun rumah<br />

susun untuk keperluan Pemerintah<br />

sendiri (kebutuhan khusus). Hal<br />

ini sejalan dengan arah Kebijakan<br />

Umum Pembangunan Daerah urusan<br />

Perumahan Rakyat sebagaimana<br />

tertuang dalam RPJMD Provinsi<br />

DKI Jakarta tahun 2008-2012 yaitu<br />

Meningkatkan Ketersediaan Rumah<br />

Susun untuk memenuhi kebutuhan<br />

penduduk berpenghasilan rendah.<br />

Sejak itu maka pembangunan<br />

rumah susun di Jakarta lebih<br />

diarahkan kepada penataan lingkungan<br />

permukiman kumuh dan efisiensi<br />

lahan yang terbatas dan mahal<br />

harganya. Selain itu karena adanya<br />

tuntutan kebutuhan perumahan bagi<br />

penduduk dalam jumlah besar. Artinya,<br />

pembangunan rumah susun di Jakarta<br />

menyasar pemenuhan kebutuhan akan<br />

perumahan dan permukiman bagi<br />

masyarakat berpenghasilan menengah<br />

ke bawah.<br />

Kebijakan untuk Rusun Sewa<br />

Status penghunian Rumah Susun<br />

yang dibangun Pemerintah Provinsi<br />

DKI Jakarta adalah sewa yang dikelola<br />

oleh Unit Pengelola Rumah Susun<br />

Wilayah I, II dan III di lingkungan<br />

Dinas Perumahan dan Gedung Pemda<br />

Provinsi DKI Jakarta<br />

Penghuni Rusun merupakan<br />

warga provinsi DKI Jakarta yang<br />

terkena langsung pembangunan Rusun.<br />

Juga warga yang terkena pembangunan<br />

prasarana kota (warga terprogram),<br />

serta warga permukiman kumuh<br />

berat di sekitar lokasi pembangunan<br />

rusun dan warga masyarakat golongan<br />

ekonomi menengah ke bawah yang<br />

belum mempunyai rumah tinggal<br />

sendiri dan memenuhi persyaratan<br />

administrasi.<br />

Pada tahun 2012 Dinas<br />

Perumahan dan Gedung DKI Jakarta<br />

pernah menyatakan terdapat 20 blok<br />

rumah susun yang siap pakai namun<br />

belum bisa difungsikan akibat Perda<br />

Tarif Retribusi belum terbit. Dari 20<br />

blok itu terdiri dari 1.750 unit rusun<br />

yang dibangun melalui dana APBD<br />

DKI Jakarta yang terletak di wilayah<br />

Cakung Barat (150 unit), Pegadungan<br />

(200 unit), Pulo Gebang (400 unit),<br />

Pinus Elok (400 unit), dan Merunda<br />

(800 unit) masih kosong tidak<br />

berpenghuni.<br />

Selain terkendala Perda, juga<br />

terhambat belum adanya serah<br />

terima dari pihak pemerintah pusat.<br />

Akibatnya, 2.430 unit rusun lain belum<br />

bisa difungsikan. Rusun tersebut terdiri<br />

atas 25 blok yang dikerjakan oleh<br />

Kementerian Perumahan Rakyat dan<br />

Dirjen Cipta Karya Kemen PU. Karena<br />

belum diserahterimakan maka Pemprov<br />

DKI belum bisa mengelolanya.<br />

Peraturan mengenai penetapan<br />

tarif tersebut membutuhkan waktu<br />

yang cukup lama, karena banyaknya<br />

tahap yang perlu dilewati. Saat itu<br />

(Agustus 2012) posisi Perda itu sudah<br />

di Biro Hukum. Kehadiran Perda<br />

tersebut sangat penting. Sebab landasan<br />

penentuan tarif di masing-masing<br />

lokasi.<br />

Pembangunan dan penempatan<br />

rumah susun kembali digenjot di<br />

akhir menjelang tahun 2012 ketika<br />

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo<br />

berhasil menjadi orang nomor satu.<br />

Pemerintah DKI Jakarta tahun ini pun<br />

bertekad merampungkan pembangunan<br />

900 unit rumah susun sederhana sewa<br />

(rusunawa).<br />

Di sisi lain, pembangunan rusun<br />

ini ironis karena sedikitnya 3.741 unit<br />

atau 33,3 persen rusun belum terhuni.<br />

Penyebabnya banyak, antara lain masih<br />

banyak warga yang diprioritaskan<br />

menyewa rumah susun tidak mau<br />

masuk. Ada pula yang terhambat oleh<br />

aturan Pemprov DKI sendiri. Untuk<br />

masuk rumah susun, setidaknya<br />

masyarakat harus memiliki Kartu Tanda<br />

Penduduk (KTP) Jakarta. Selain itu,<br />

mereka harus dipastikan tidak memiliki<br />

rumah dan penghasilannya mesti di<br />

bawah Rp 2,5 juta sebulan. Biaya sewa<br />

yang diterapkan untuk setiap unit<br />

rumah susun juga menjadi masalah<br />

tersendiri.<br />

Bersamaan dengan itu akhirnya<br />

Perda yang dinanti pun dikeluarkan<br />

yaitu Peraturan Daerah Nomor 3<br />

Tahun 2012 mengenai Besaran Tarif,<br />

biaya sewa rumah susun beragam. Dari<br />

ketentuan itu maka tarif di rumah<br />

susun di DKI dapat diketahui. Yang<br />

paling murah rumah susun di Tambora,<br />

Jakarta Barat, sebesar Rp 45.000 per<br />

bulan. Sementara Biaya sewa rumah<br />

susun yang mencapai Rp 500.000 per<br />

bulan, yakni di Pondok Bambu, Jakarta<br />

Timur. *** ALF/ berbagai sumber<br />

26 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 27


perumahan rakyat<br />

Rawa Bebek, Yonathan mengatakan<br />

fungsi utama rusun itu nantinya bukan<br />

untuk keluarga. Rumah Susun itu<br />

bakal diperuntukan para pekerja dan<br />

buruh yang bekerja di kawasan Jakarta<br />

Timur, seperti Pulo Gebang. Tiap unit<br />

nantinya bakal diisi oleh maksimal<br />

delapan orang pekerja.<br />

Pembangunan Rumah Susun Rawa<br />

Bebek dilakukan oleh Kementerian<br />

Perumahan Rakyat yang nantinya bakal<br />

dihibahkan ke Pemerintah Provinsi<br />

DKI Jakarta. Adapun sebagian besar<br />

menara mencapai 100 kepala keluarga.<br />

Empat rusun yang dibangun<br />

itu menggunakan APBD. Untuk<br />

di Jatinegara akan dibangun 2 blok<br />

dengan jumlah 200 unit hunian, di<br />

Tambora 3 blok, 16 lantai dengan<br />

jumlah 549 unit hunian. Pulogebang 2<br />

blok dengan 160 unit hunian, dan di<br />

Cipinang Besar Selatan 2 blok dengan<br />

200 unit hunian.<br />

Saat ini keempat Rumah<br />

Susun itu dalam proses lelang.<br />

Pembangunan di empat lokasi tersebut<br />

Sejumlah Rusun<br />

Rampung 2014<br />

Kepala Dinas Perumahan Yonathan Pasodung menyatakan pemerintah bakal<br />

segera merealisasi pembangunan sejumlah rusun di Jakarta. Targetnya, rusun<br />

yang akan dan sedang dibangun bisa segera rampung pada 2014.<br />

tambahan untuk akses rusun menuju<br />

Stasiun Semanan.<br />

Jumlah unit rusun yang sama<br />

juga bakal dibangun di kawasan Muara<br />

rusun tersebut sudah mulai memasuki<br />

tahap pembangunan fisik. Yonathan<br />

menargetkan pembangunan rusun<br />

tersebut bakal rampung pada 2014.<br />

diperkirakan selesai pada 2014.<br />

Lamanya pembangunan karena dana<br />

yang digunakan dianggarkan secara<br />

multiyears.<br />

Hingga saat ini diperkirakan<br />

Angke yang juga bakal berdiri delapan<br />

itu dilakukan lantaran kawasan Daan<br />

Angke. Pembangunan itu juga sudah<br />

Pemerintah Provinsi DKI juga<br />

Selain empat lokasi itu,<br />

rumah susun yang sedang dalam<br />

menara, serta Rumah Susun Rawa<br />

Mogot itu kerap terendam banjir<br />

berjalan dan dibantu oleh swasta<br />

bakal membangun empat rusun baru<br />

pembangunan rumah susun yang<br />

masa pengerjaan bisa menampung<br />

Bebek sebanyak enam menara.<br />

saat musim penghujan. Rusun itu<br />

sebagai bentuk CSR perusahaan. Jadi,<br />

di Jakarta. Rusun tersebut terletak<br />

menggunakan APBD akan dibangun<br />

lebih dari 1.600 kepala keluarga baru.<br />

Untuk Rusun Daan Mogot, kata<br />

diperkirakan bakal menampung sekitar<br />

Daan Mogot dan Muara Angke sudah<br />

di Jatinegara Kaum, Cipinang Besar<br />

di Jl, KS Tubun dan Muara Angke.<br />

Yaitu antara lain rumah susun Daan<br />

Yonathan, pemerintah saat ini masih<br />

800 kepala keluarga.<br />

menampung sekitar 1.600 kepala<br />

Selatan, Pulo Gebang, dan Tambora.<br />

Namun proyek itu masih dalam tahap<br />

Mogot yang sedang dibangun sebanyak<br />

terus menambah ketinggian tanah yang<br />

Selain itu, pemerintah juga tengah<br />

keluarga.<br />

Setidaknya sembilan menara baru bakal<br />

perencanaan. ***<br />

delapan menara, Rumah Susun Muara<br />

bakal dibangun tersebut. Peninggian<br />

mengusahakan pembebasan lahan<br />

Adapun untuk Rumah Susun<br />

dibangun dengan daya tampung tiap<br />

28 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 29


perumahan rakyat<br />

perumahan rakyat<br />

Buat Rusun 500 Blok<br />

Wakil Gubernur DKI<br />

Jakarta Basuki Tjahaja<br />

Purnama, menargetkan<br />

pembangunan 500<br />

blok di Jakarta selama<br />

masa jabatannya. Selain<br />

itu, ia juga menyadari<br />

keberadaan rumah susun<br />

sewa saat ini masih<br />

terbatas.<br />

Menurut Basuki, Pak Gubernur<br />

akan buatkan rusun 500 blok dengan<br />

kapasitas 50.000 unit. Kalau itu<br />

terwujud, DKI Jakarta jadi negara<br />

pertama di dunia yang bisa pindahkan<br />

warga dari kawasan kumuh ke tempat<br />

yang tertib.<br />

Ia mengatakan, semua rusun itu<br />

akan diintegrasikan dengan kawasan<br />

perkantoran dan kawasan industri.<br />

Untuk merealisasikannya Pemprov DKI<br />

terus melakukan pembebasan lahan.<br />

Selain itu, ia juga sedang mendata aset<br />

yang dimiliki pemerintah daerah.<br />

Basuki yakin setiap tanah di DKI<br />

bisa dibangun rumah susun, jadi semua<br />

bisa tinggal di dekat tempat kerja. Ke<br />

depan tidak ada macet, hemat biaya<br />

hidup dan kehidupan sosial akan<br />

berubah.<br />

Diakui Basuki, penghasilan<br />

warganya masih paspasan. Upah<br />

Minimum Provinsi (UMP) sebesar<br />

Rp2,2 juta dianggap masih kurang<br />

ideal, ini dikarenakan perhitungan<br />

transportasi masih 35 persen dalam<br />

Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Ia<br />

dan Jokowi percaya kawasan ekonomi<br />

khusus yang terintegrasi dengan rumah<br />

susun jadi jawaban.<br />

Untuk membuat Kawasan<br />

Ekonomi Khusus yang berdekatan<br />

dengan rumah susun memerlukan<br />

persiapan kawasan Industri khusus.<br />

Luasnya 1.500 hektar. Realisasinya<br />

diperkirakan 2015-1016 di beberapa<br />

wilayah di Jakarta. Semua terintegrasi<br />

dengan rumah susun.<br />

Untuk realisasi tahap pertama<br />

akan dibuka di Marunda. Di Marunda<br />

itu akan kita siapkan 170 hektar<br />

Kawasan Berikat Nusantara (KBN).<br />

Akan ada banyak lapangan pekerjaan<br />

baru. Lokasi ini disiapkan dengan<br />

rumah susun sewa (Rusunawa).<br />

Dengan dekatnya kawasan<br />

industri dengan Rusunawa, maka akan<br />

menekan biaya transportasi yang saat<br />

ini jumlahnya mencapai 35% dari<br />

total Kebutuhan Hidup Layak yang<br />

berpengaruh pada Upah Minimum<br />

Provinsi.<br />

[Aliefien/berbagai sumber]<br />

Rusun Diyakini<br />

Menjadi Solusi Jitu<br />

Rumah susun (Rusun) diyakini mampu menjadi<br />

solusi jitu bagi pengadaan rumah layak di tengah<br />

kota bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).<br />

Rusun juga dapat menjadi jalan keluar terhadap<br />

persoalan tingginya harga tanah di perkotaan.<br />

Setidaknya, bila masyarakat tak bisa memiliki<br />

rumah susun sederhana milik (rusunami), mereka<br />

masih bisa menyewa rumah susun sederhana sewa<br />

(rusunawa).<br />

Fraksi PDI Perjuangan, H Boy<br />

Hendardi Sadikin anggota Komisi<br />

D DPRD DKI Jakarta sangat<br />

mendukung program Kementerian<br />

Perumahan Rakyat dan Pemprov DKI<br />

Jakarta untuk menghidupkan kembali<br />

program pembangunan 1.000 menara<br />

susun atau rumah susun (rusun).<br />

Walau program itu sempat mandeg<br />

setelah Sutiyoso tidak menjabat sebagai<br />

Gubernur Provinisi DKI Jakarta,<br />

tetapi Kementerian Perumahan Rakyat<br />

dan Pemprov DKI Jakarta kembali<br />

menggelorakan program tersebut<br />

sebagai upaya memenuhi kebutuhan<br />

tempat tinggal layak huni bagi warga<br />

ekonomi menengah ke bawah.<br />

Apalagi Menteri Perumahan<br />

Rakyat, Djan Faridz juga meminta agar<br />

Pemprov DKI Jakarta dapat mendorong<br />

pembangunan rumah susun dengan<br />

perubahan aturan koefesien lantai<br />

bangunan (KLB). Jika sebelumnya<br />

KLB 3,5 dengan ketinggian 12 lantai,<br />

Djan Faridz berharap aturan tersebut<br />

diubah kembali menjadi enam dengan<br />

ketinggian 24 lantai hingga 30 lantai.<br />

“Perubahan KLB tersebut sebagai upaya<br />

untuk menyiasati tigginya harga tanah,”<br />

tutur Boy, putra mantan Gubernur<br />

DKI Jakarta H Ali Sadikin itu.<br />

Melalui langkah ini, pengembang<br />

juga tak dirugikan dengan harga<br />

hunian yang tak terlalu mahal. Apalagi<br />

sebenarnya pengembang juga siap<br />

membangun rusun karena pasarnya<br />

jelas ada di DKI Jakarta.<br />

“Kementerian Perumahan Rakyat<br />

juga mendorong pemanfaatan lahan<br />

atau tanah milik pemerintah dan badan<br />

usaha milik negara (BUMN). Bahkan<br />

beberapa BUMN mengklaim bersedia<br />

agar lahan milik mereka dibangun<br />

rusun bagi masyarakat berpenghasilan<br />

rendah (MBR). Banyak tanah<br />

BUMN yang idle, itulah yang dapat<br />

dibangun dan memanfaatkannya secara<br />

maksimal,” papar Boy.<br />

30 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 31


Rusun Marunda yang sudah dipenuhi para penghuni situasinya makin tampak ramai. Selain penghuni yang keluar masuk untuk menjalankan<br />

pelbagai aktivitas sehari-hari, para kerabat maupun keluarga penghuni juga suka berkunjung ke rusun yang dulu nyaris senyap. Foto : MJ/NR<br />

Rusun Marunda, selain makin ramai penghuni juga makin asri karena di halaman rusun banyak ditanam tanaman peneduh maupun sekadar<br />

tanaman hias. Foto : Mj/NR<br />

BUMN yang menyatakan bersedia<br />

lahan miliknya untuk dibangun rusun<br />

antara lain Perusahaan Listrik Negara<br />

(PLN) yang lahannya berlokasi di<br />

Bendungan Hilir, Kecamatan Tanah<br />

Abang, Jakarta Pusat. Pertamina juga<br />

memiliki tanah di sejumlah titik dan<br />

PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) juga<br />

mempunyai banyak tanah di sekitar<br />

stasiun. Namun, tanah-tanah tersebut<br />

tetap akan berstatus sebagai tanah milik<br />

negara dengan hak perngelolaan lahan<br />

(HPL). Sedangkan bangunan di atasnya<br />

berstatus hak guna bangunan (HGB).<br />

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta<br />

melalui Dinas Perumahan dan Tata<br />

Bangunan sudah melakukan berbagai<br />

langkah untuk menyusun program<br />

pembangunan rusunawa termasuk<br />

program pembangunan kampung<br />

tematik mengacu pada program<br />

prioritas yang dicanangkan Gubernur<br />

DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil<br />

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja<br />

Purnama.<br />

Sinyal dari Menteri BUMN<br />

Menteri Badan Usaha Milik<br />

Negara (BUMN), Dahlan Iskan sudah<br />

memberikan sinyal positif terkait<br />

kerja sama Kementerian Perumahan<br />

Rakyat dan Kementerian BUMN<br />

untuk mengelola lahan-lahan tidur<br />

itu. Menurut Dahlan, setiap BUMN<br />

mempunyai kewenangan untuk<br />

mengolah asset mereka. Apalagi di<br />

sinyalir tanah BUMN banyak yang<br />

diduduki pihak lain.<br />

Dahlan Iskan menegaskan,<br />

daripada lahan itu menjadi tidak<br />

produktif, akan lebih baik jika<br />

tanah itu digunakan menjadi rumah<br />

susun. Terlebih, BUMN juga harus<br />

mengeluarkan uang untuk membayar<br />

pajak dan biaya asset tanah tersebut.<br />

Kalau sudah diduduki beneran malah<br />

ada ganti rugi.<br />

Gubernur Provinsi DKI Jakarta<br />

juga berencana membangun rumah<br />

susun deret di sepanjang bantara<br />

sungai. Wacana itu, hingga kini belum<br />

terwujud. Dengan adanya wacana<br />

Kemenpera dan Kementerian BUMN<br />

tersebut diharapkan sinergi dengan<br />

program Pemprov DKI Jakarta dalam<br />

upaya menyediakan perumahan yang<br />

layak bagi warga Jakarta. Terutama<br />

bagi keluarga miskin yang biasanya<br />

bermukim di sepanjang bantaran sungai<br />

dan sering terlanda banjir.<br />

Menurut H Mohammad Sanusi,<br />

anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta<br />

yang membidangi Pembangunan,<br />

pembangunan rusun memang perlu<br />

dilakukan. Khususnya bagi masyarakat<br />

yang berpenghasilan rendah.<br />

Namun, memang tak mudah untuk<br />

mewujudkannya, karena begitu banyak<br />

masalah di dalamnya.<br />

Wakil rakyat dari Fraksi Partai<br />

Gerindra itu menambahkan, masalah<br />

ini bahkan bisa menjadi bom waktu<br />

yang mengancam program 1.000 rusun.<br />

Menurutnya, masalah itu mengemuka<br />

dalam dialog ‘ Urgensi Peraturan<br />

Pemerintah (PP) tentang Rusun dalam<br />

Mengatasi Permasalahan Rusun di<br />

Indonesia’ di Jakarta beberapa waktu<br />

lalu.<br />

“Undang Undang Nomor 20<br />

Tahun 2011 tentang Rumah Susun<br />

sudah diterbitkan sejak dua tahun lalu.<br />

Tapi, hingga kini Peraturan Pemerintah<br />

(PP) tersebut belum keluar. Padahal,,<br />

beleid yang saat ini sudah berbentuk<br />

Rencana Peraturan Pemerintah<br />

(RPP) Rusun sudah ada di tangan<br />

Kemenpera,” tambahnya.<br />

Ungkapan senada diutarakan<br />

Mualim, Ketua Umum Persatuan<br />

Perhimpunan Penghuni Rumah Susun<br />

Indonesia (P3RSI). Menurut dia,<br />

seharusnya ada beberapa peraturan<br />

yang muncul sebagai turunan dari UU<br />

No 20 tahun 2011. Di antaranya, PP<br />

Penyelenggaraan Rumah Susun, PP<br />

Perngelolaan Rumah Susun dan PP<br />

Perhimpunan Pemilik dan Penghuni<br />

Satuan Rumah Susun (P3SRS). Akibat<br />

macetnya penyusunan PP itu, situasi di<br />

lapangan menjadi tidak pasti.<br />

Apalagi timbul kisruh antara<br />

penghuni dan pengembang terkait hak<br />

suara penghuni. Belum lagi persoalan<br />

penentuan besaran dan pengelolaan<br />

service charge, mekanisme hubungan<br />

antara badan pengelola, pelaku<br />

pembangunan (developer) dan P3SRS<br />

hingga etika berinteraksi rusun.<br />

Akibatnya, pengembang , pemerintah<br />

daerah dan pemegang kepentingan<br />

lainnya gamang menghadapi masalah<br />

ini. Karena itu, PP diharapkan<br />

dapat memberikan solusi terhadap<br />

kompleksnya permasalahan di rusun.<br />

Kepala Bidang Perizinan,<br />

Penertiban dan Peran Serta Masyarakat<br />

Dinas Perumahan dan Gedung<br />

Pemrov DKI Jakarta, Yaya Mulyarso<br />

mempunyai pemandangan serupa.<br />

Menurutnya, terjadi kebingungan di<br />

tingkat pelaksana pemerintahan karena<br />

belum adanya PP tersebut. Kehadiran<br />

UU Rusun, ternyata belum mampu<br />

memcahkan persoalan, karena masih<br />

bersifat umum.<br />

Karena belum adanya Peraturan<br />

Pemerintah (PP) tersebut, Pemprov<br />

DKI Jakarta banyak menerima keluhan<br />

dari penghuni dan pengembang.<br />

Padahal, wewenang Pemda tak seluas<br />

itu. Karena itu, Dinas Perumahan dan<br />

Gedung DKI Jakarta berharap PP<br />

Rusun segera keluar, sehingga dapat<br />

menangani masalah yang dari hari ke<br />

hari semakin kompleks.<br />

“ Hal yang sering terdengar adalah<br />

persoalan pemilihan P3SRS. Selama<br />

ini terjadi kekisruhan antara penghuni,<br />

pengelola dan pengembang. Di satu sisi<br />

pengembang menginginkan pemilihan<br />

berdasarkan nilai perbandingan<br />

proporsional (NPP), sedangkana<br />

penghuni berdasarkan one man one<br />

vote, sehingga berapa pun jumlah<br />

rusun, pemiliknya hanya boleh memilih<br />

satu kali,” kata Ketua Umum Real<br />

Estate Indonesia (REI) Setyo Maharso<br />

yang dimintai pendapatnya secara<br />

terpisah.<br />

Sementara, Kemenpera masih<br />

merancang dengan teliti PP Rusun.<br />

Deputi Perumahan Formal Kemenpera,<br />

Pangihutan Marpaung mengemukakan,<br />

pihaknya masih berupaya menghimpun<br />

segala permasalahan di lapangan.<br />

Sehingga PP Rusun mampu<br />

mengakomodasi semua kepentingan.<br />

Dalam artian, PP Rusun bisa mengatasi<br />

segala persoalan di lapangan, sehingga<br />

terbentuk hubungan harmonis di antara<br />

semua pihak. RCW<br />

32 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 33


perumahan rakyat<br />

Jakarta Menuju<br />

Kampung Vertikal<br />

Oleh : Hardi SE *)<br />

Kota-kota besar di Asia<br />

dalam kurun waktu 30<br />

tahun terakhir telah<br />

membangun gedunggedung<br />

bertingkat<br />

sebagai simbol kekuatan<br />

ekonomi mereka. Bukan<br />

hanya untuk perkantoran,<br />

tetapi gedunggedung<br />

bertingkat itu<br />

juga dibangun untuk<br />

permukiman warga kota.<br />

Jakarta pun telah memulainya<br />

sejak lama. Khususnya untuk<br />

perkantoran. Untuk permukiman<br />

warga, terutama di perkampungan,<br />

DKI Jakarta baru akan<br />

mengembangkannya karena<br />

lahannya terbatas dan tak mungkin<br />

bertambah luasnya, sementara jumlah<br />

penduduknya semakin bertambah,<br />

bangunan vertikal menjadi pilihan<br />

paling masuk akal untuk tempat<br />

tinggal. Menilik Jakarta memiliki<br />

kantong-kantong padat penduduk,<br />

seperti di Kecamatan Tambora, Jakarta<br />

Barat, Kecamatan Johar Baru dan<br />

Kecamatan Senen, Jakarta Pusat,<br />

Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara<br />

dan lain-lainnya, ternyata belum ada<br />

bangunan vertikal untuk permukiman<br />

warga.<br />

Bagi warga yang mampu, bisa<br />

tinggal di apartemen. Tetapi, bagi warga<br />

tidak mampu mereka tinggal berdesak<br />

di gang-gang sempit, bantaran kali atau<br />

waduk, bahkan di kolong jembatan<br />

layang. Sementara rumah susun yang<br />

dapat disewa jumlahnya sangat terbatas<br />

dan sudah kelebihan kapasitas. Selain<br />

kondisinya memprihatinkan karena<br />

lama terlantar tak dihuni, pemeliharaan<br />

gedung sangat jarang, kalau tak mau<br />

dibilang tidak pernah dilakukan.<br />

Rumah susun yang sudah dibangun<br />

juga banyak yang mangkrak karena tak<br />

berpenghuni.<br />

Pemprov DKI Jakarta, di bawah<br />

kepemimpinan Gubernur Joko Widodo<br />

dan Wagub Basuki Tjahaja Purnama,<br />

kini menaruh perhatian besar pada<br />

pemanfaatan rumah susun yang sudah<br />

ada. Selain itu juga akan membangun<br />

rumah susun lebih banyak untuk<br />

mengurangi kepadatan di kantongkantong<br />

padat penduduk. Rumah<br />

susun yang semula mangkrak, seperti<br />

di Marunda, Jakarta Utara mulai<br />

diperbaiki dan dimanfaatlan untuk<br />

relokasi warga yang tinggal di<br />

wilayah rawan banjir dan bantaran kali.<br />

Pemprov DKI Jakarta tidak<br />

bergerak sendiri. Kini mulai<br />

menggandeng pihak swasta untuk ikut<br />

memikirkan hunian yang layak bagi<br />

warga Jakarta. Menyambut tawaran<br />

tersebut. Firma SHAU Architecture<br />

and Urbanism, yang berbasis di<br />

Rotterdam, Munich, dan perwakilan<br />

Jakarta, baru-baru ini menggelar<br />

sebuah acara bertaraf internasional yang<br />

memfokuskan bahasan pada eksplorasi<br />

desain kreatif bagi konsep kampung<br />

vertikal di Jakarta.<br />

Acara bertajuk Jakarta Vertikal<br />

Kampung itu menggandeng para<br />

arsitek muda di Asia dan Eropa yang<br />

bekerjasama dengan arsitek terbaik<br />

di Jakarta untuk membuat desain<br />

inovatif permukiman vertikal. Menurut<br />

salah seorang pendiri SHAU, Deliana<br />

Suryawinata, tidak sepertti di Eropa, di<br />

Jakarta belum ada budaya mendesain<br />

permukiman vertikal yang layak.<br />

Ini merupakan kesempatan bagi<br />

para arsitek untuk berkontribusi pada<br />

perbaikan kualitas rumah susun.<br />

Mereka tidak sekadar mengkritik<br />

kebijakan Pemda, tetapi lebih ingin<br />

menawarkan alternatif positif dalam<br />

pembangunan permukiman. Sebab, ada<br />

sekitar 60 arsitek yang berpartisipasi<br />

dalam Jakarta Vertikal Kampung yang<br />

digelar di Erasmus Huis, Jakarta itu.<br />

Mereka dikumpulkan dalam kelompokkelompok<br />

kecil untuk membuat<br />

satu desain. Para peserta mendapat<br />

perbekalan dari para pakar arsitek<br />

tingkat dunia yang sudah memiliki<br />

banyak pengalaman.<br />

Kota Mini<br />

Pemprov DKI Jakarta<br />

menyediakan enam lokasi untuk<br />

dibuatkan permukiman vertikal.<br />

Antara lain di Penjaringan, Nagrak,<br />

Rorotan, Penggilingan, Cipinang<br />

Besar Utara, dan Semanan. Firma<br />

SHAU menetapkan kriteria desain<br />

secara umum, yaitu kampung vertikal<br />

tidak sekadar rumah susun. Desainnya<br />

harus multifungsi. Di mana hidup,<br />

pekertjaan, dan rekreasi dapat<br />

dipadukan. Jadi, seperti kota mini.<br />

Kampung itu nantinya harus<br />

ada keragaman ruang untuk tempat<br />

tinggal dan ruang publik serta ada<br />

ruang untuk aktivitas ekonomi bagi<br />

para penghuninya. Permukiman itu<br />

juga harus bisa dibangun secepatnya<br />

dengan dana terjangkau. Desain<br />

permukiman vertikal juga diharapkan<br />

ramah lingkungan supaya tidak perlu<br />

ada penyejuk ruangan dan penerangan.<br />

Terutama pada siang hari. Ancaman<br />

banjir pun harus mernjadi pertibangan<br />

dalam mendesain permukiman.<br />

Yang terpenting, kata Deliana,<br />

permukiman itu harus menekankan<br />

ruang bersama untuk interaksi<br />

sosial penghuninya. Antartetangga<br />

saling terhubung. Tidak terkotakkotak.<br />

Untuk menambah karakter,<br />

desain permukiman itu juga perlu<br />

memasukkan interpretasi budaya<br />

Betawi atau Jakarta secara modern. “<br />

Bukan lantas ditaruh ondel-ondel di<br />

rumah susun,” kelakarnya.<br />

David Gianotten, salah<br />

seorang pembicara dari kantor<br />

OMA Hongkong, mengatakan,<br />

sebuah bangunan vertikal harus<br />

bisa berkontribusi pada kebahagiaan<br />

penghuninya. Menurutnya,<br />

kampung vertikal tidak sekadar<br />

membawa orang naik turun dari<br />

lantai ke lantai lewat satu jalan. Itu<br />

membosankan. Bangunan itu harus<br />

didesain sedemikian rupa, sehingga<br />

menghubungkan seluruh warga secara<br />

vertikal ataupun horizontal. Sehingga<br />

memungkinkan orang berkeliling dan<br />

berinteraksi. Sebuah hunian vertikal,<br />

bukan hanya tentang infrastruktur,<br />

melainkan juga tentang lingkungan<br />

sosial yang dapat tercipta.<br />

“ Ini akan terciptakan cakrawala<br />

yang lebih luas. Lebih dari yang dapat<br />

disediakan oleh pemerintah pusat<br />

maupun Pemprov DKI Jakarta.<br />

Hal ini akan menjadi tanggung<br />

jawab pemerintah, penghuni, dan<br />

perencananya,” papar David.<br />

Untuk itulah para peserta ajang<br />

Jakarta Vertical Kampung tidak sekadar<br />

merancang di atas meja dan di dalam<br />

ruangan. Mereka harus survei lokasi<br />

yang ditetapkan, berbincang-bincang<br />

dengan calon penghuni nantinya, dan<br />

menambah masukan dari para ahli.<br />

Hasil akhir rancangan mereka telah<br />

dipamerkan di Erasmus Huis pada<br />

7-14 Juli 2013 lalu. Rancangan itu<br />

akan menjadi referensi bagi Pemprov<br />

DKI Jakarta untuk merancang hunian<br />

vertikal di Jakarta.<br />

Wakil Gubernur DKI Jakarta,<br />

Basuki Tjahaja Purnama mengatakan,<br />

desain itu dapat diambil dan diterapkan<br />

untuk program pembangunan<br />

permukiman vertikal. Wagub pernah<br />

mengambil desain para arsitek<br />

itu untuk Muara Angke. Walau<br />

memang tidak berjanji akan memakai<br />

semua rancangan. Yang bagus dan<br />

memungkinkan akan diambil.<br />

Dananya, menurut Wagub, bisa<br />

diambil dari dana tanggung jawab sosial<br />

perusahaan (CSR).<br />

Tanah yang disediakan Pemprov<br />

DKI Jakarta berupa permukiman yang<br />

sudah eksis. Artinya, roda kehidupan<br />

di kampung itu sudah berjalan sejak<br />

lama. Namun demikian, Pemprov DKI<br />

Jakarta perlu melakukan pendekatan<br />

untuk mengubah cara hidup yang<br />

sudah sekian lama berjalan dan<br />

dilakukan kampung tersebut.<br />

Harus diakui, sebagus apa pun<br />

konsep kampung vertikal, hasilnya<br />

tidak akan pernah dapat menyamai<br />

kehidupan sebuah kampung yang sudah<br />

ada. Konsep itu hanya sebagai lecutan.<br />

Kita ingin melihat konsep itu sebagai<br />

ambisi jangka panjang. Minimal,<br />

kampung-kampung yang sudah<br />

ada, akan menjadi sumber inspirasi<br />

para arsitek yang bergerak di bidang<br />

property atau perumahan di Ibu Kota.<br />

***<br />

*) Penulis anggota Komisi D DPRD<br />

DKI Jakarta<br />

34 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 35


perumahan rakyat<br />

Perumahan<br />

Rusunawa<br />

Marunda<br />

Rusunawa Marunda, siapa yang<br />

tak kenal nama itu. Setahun lalu,<br />

jangankan kenal, mendengar saja<br />

belum pernah. Apalagi mengetahui<br />

lokasi persisnya. Namun kini<br />

Rusunawa seolah menjadi buah bibir.<br />

Semakin banyak yang mendengar<br />

dan membicarakannya. Bahkan<br />

tidak sedikit pula yang rela antre<br />

untuk mendapatkannya, meski harus<br />

menunggu sekian lama.<br />

Ini semua memang tidak bias<br />

lepas dari upaya Gubernur Jokowi yang<br />

setengah memaksa warga untuk pindah<br />

kesana. Khususnya warga yang menjadi<br />

korban banjir di daerah Penjaringan,<br />

Muara Baru maupun yang terkena<br />

revitalisasi Waduk Pluit.<br />

Seperti biasa, saat rencana<br />

itu digulirkan, banyak warga yang<br />

menentang dengan berbagai alasan.<br />

Ada yang beralasan tempatnya terlalu<br />

jauh, tidak ada angkutan umum atau<br />

pun tempatnya tidak layak huni.<br />

Tapi Jokowi tak bergeming,<br />

dengan berbagai cara dilakukan untuk<br />

membujuk warga agar mau pindah.<br />

Pelan namun pasti upaya tersebut<br />

akhirnya mulai membuahkan hasil.<br />

Sedikit demi sedikit warga mulai mau<br />

pindah. Terlebih lagi ketika Jokowi<br />

menyediakan fasilitas transportasi<br />

gratis, baik lewat darat maupun laut.<br />

Termasuk juga peralatan rumah tangga,<br />

seperti kulkas, mesin cuci, kompor,<br />

tempat tidur dan lainnya. Selain itu,<br />

biaya sewa tiap bulannya juga disubsidi<br />

hingga setengahnya.<br />

Makin Diminati dan Dicari<br />

Gebrakan Jokowi memindahkan warga korban banjir<br />

Muara Baru dan Waduk Pluit ke Rusunawa Marunda<br />

menuai hasil. Warga mulai tertarik dan bahkan rela<br />

antre demi mendapatkan satu petak Rusunawa. Padahal<br />

sebelumnya mereka tak peduli.<br />

Entah karena tertarik dengan<br />

fasilitas gratis tersebut atau karena<br />

memang warga mulai sadar, sejak<br />

itu semakin banyak warga berebutan<br />

untuk mendapatkan jatah Rusunawa<br />

Marunda. Masalahnya, ketika<br />

banyak warga yang berminat untuk<br />

menempati, ternyata tidak didukung<br />

dengan ketersediaan unit yang<br />

memadai. Hal ini disebabkan unit<br />

tempat tinggal yang ada belum siap<br />

huni. Untuk bias ditempati mesti harus<br />

diperbaiki dulu.Dan hal itu tentunya<br />

membutuhkan waktu tersendiri untuk<br />

memperbaikinya.<br />

Rusak dan Dicuri<br />

“Sebenarnya masih banyak<br />

tersedia unit tempat tinggal di sini.<br />

Tapi karena kondisinya rusak, maka<br />

tidak bias langsung ditempati dan harus<br />

diperbaiki terlebih dulu,” ujarAzrin,<br />

salah seorang staf di Kantor Pengelola<br />

yang berlokasi di Cluster A Rusunawa<br />

Marunda.<br />

Dikatakan Azrin, saat ini di<br />

Rusunawa Marunda tersedia 3 cluster,<br />

yakni; Cluster A, B dan C. Masingmasing<br />

Cluster terdiri dari 10 hingga<br />

12 blok. Kemudian tiap blok memiliki<br />

6 lantai dengan pembagian 5 lantai<br />

digunakan untuk tempat tinggal,<br />

sedangkan satu lantai (lantai 1)<br />

dipergunakan sebagai ruang terbuka<br />

yang bias dimanfaatkan untuk berbagai<br />

keperluan. Lantai 1 bisa dipakai untuk<br />

ruang usaha, ruang serbaguna, ruang<br />

sekolah, ruang parkir motor, musholla,<br />

dan lainnya.<br />

“Tiap blok rata-rata terdapat 100<br />

hunian atau tempat tinggal.Jadi saat<br />

ini total di RnawaMarunda terdapat<br />

lebihdari2.500 unit tempattinggal,”<br />

ujarnya.<br />

Semua unit yang ada, kata<br />

Azrin, dibangun secara bertahap<br />

menggunakan dana APBN dan APBD<br />

DKI Jakarta. Dari dana APBN yang<br />

dimulai pembangunannya tahun<br />

2004 dan berlanjut hingga 2008 telah<br />

menghasilkan 1.080 unit. Kemudian<br />

melalui dana APBD DKI Jakarta mulai<br />

tahun 2005 hingga 2009 bertambah<br />

lagi 1.500 unit. Total dari tiga Cluster<br />

yang ada terdapat tempat tinggal<br />

sebanyak 2.580 unit.<br />

“Dari jumah tersebut, yang terisi<br />

baru 25 persennya saja. Itu sebelum<br />

kedatangan warga Penjaringan, Muara<br />

Baru maupun warga Waduk Pluit.<br />

Dengan kedatangan mereka tentu<br />

jumlahnya bertambah. Tapi belum tahu<br />

pasti angkanya,” tandasnya.<br />

Lebih lanjut dikatakan Azrin,<br />

selama sekian tahun tak ditempati, bias<br />

dibayangkan seperti apa kondisinya.<br />

Apalagi bila yang tidak ditempati itu<br />

merupakan bangunan tahap pertama.<br />

Tentu sudah lebih dari tujuh hingga<br />

Sembilan tahun usianya. Karena tidak<br />

ditempati tentunya tidak ada perawatan<br />

dan terbengkelai. Sehingga di sanasini<br />

banyak yang rusak, mulai dinding<br />

berlubang, atap bocor, pintu dan<br />

jendela lepas dan lainnya. Kerusakan<br />

terjadi selain karena factor alamiah,<br />

juga adanya tangan jahil yang tidak<br />

bertanggungjawab. Lisjen dalam<br />

maupun wastafel yang terbuat dari<br />

aluminium banyak yang hilang karena<br />

diambil oleh pencuri. Selain itu, kloset,<br />

kabel listrik, dan pipa ledeng juga<br />

banyak yang hilang. Dalam kondisi<br />

seperti ini tentunya tidak mungkin bias<br />

ditempati sebelum diperbaiki terlebih<br />

dulu.<br />

Hampir semua Cluster yang<br />

kosong dan tidak berpenghuni,<br />

kondisinya seperti itu. Cluster A<br />

misalnya, dari 10 blok yang tersedia,<br />

baru 5 blok yang dihuni. Sedangkan<br />

5 blok lainnya kosong dalam kondisi<br />

rusak. Begitu pula dengan Cluster<br />

B yang kondisinya juga tidak jauh<br />

berbeda dengan Cluster A. Hanya<br />

Cluster C yang baru terbangun 5 blok<br />

yang kondisinya agak lumayan baik.<br />

Cluster C hanya mengalami masalah air<br />

dan listrik saja.<br />

“Sebenarnya kalau saat ini<br />

kondisinya bagus semua dan siaphuni,<br />

tentu sudah banyak yang menempati.<br />

Terutama mereka yang berasal dari<br />

Penjaringan dan sekitar Wadukpulit<br />

yang masuk dalam kelompok subsidi,”<br />

ujar Azrin.<br />

Renovasi<br />

Kondisi Rusunawa Marunda<br />

yang rusak dan belum layak huni ini<br />

direspon dengan cepat oleh Gubernur<br />

Jokowi. Melalui anggaran APBD DKI<br />

Jakarta, Jokowi telah menyiapkan<br />

anggaran Rp 15 miliar untuk perbaikan<br />

fasilitas Rusunawa Marunda yang rusak.<br />

Diperkirakan perbaikan akan selesai<br />

tahun ini. Dan secara bertahap warga<br />

akan segera menempatinya. Karena<br />

sudah lama warga memegang kunci<br />

rumah. Namun belum bias segera<br />

menempati karena kondisi yang belum<br />

layak huni.<br />

“Untuk perbaikan, saya siapkan<br />

anggaran Rp 15 miliar. Tingginya<br />

anggaran karena banyak fasilitas<br />

yang rusak,” ujar Jokowi di Balaikota<br />

beberapa waktu lalu.<br />

Menurut gubernur, perbaikan<br />

harus segera diselesaikan karena yang<br />

menunggu cukup banyak. Tidak lagi<br />

ratusan, tapi sudah mencapai ribuan.<br />

Untuk perbaikan fasilitas memang<br />

diprioritaskan Rusunawa Marunda<br />

terlebih dulu. Setelah Rusunawa<br />

Marunda beres dilanjutkan Rusunawa<br />

yang lain. Rusunawa Marunda menjadi<br />

prioritas perbaikan karena sangat<br />

mendesak untuk ditempati warga<br />

korban banjir Penjaringan dan sekitar<br />

Waduk Pluit. Mereka tidak membayar<br />

sewa penuh, melainkan mendapatkan<br />

subsidi.<br />

Besaran subsidi yang diberikan<br />

Pemprov DKI Jakarta mencapai 50<br />

persen. Tarif resmi sewa per bulan (di<br />

luar tagihan listrik dan air bersih),<br />

sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor<br />

3 Tahun 2012 adalah Rp 371.000 tiap<br />

bulan untuk hunian di lantai I, Rp<br />

354.000/bulan untuk hunian lantai II,<br />

Rp 338.000/ bulan untuk hunian lantai<br />

III, Rp 321.000/bulan untuk lantai IV,<br />

dan Rp 304.000/bulan untuk hunian di<br />

lantai V<br />

Karena mereka mendapatkan<br />

subsidi, maka besaran tariff sewa tiap<br />

bulan adalah sebagai berikut; Hunian<br />

lantai satu dikenakan Rp 159.000/<br />

bulan, lantai dua Rp 151.000/<br />

bulan, lantai tigaRp 144.000/bulan,<br />

lantai empat Rp 136.000/bulan dan<br />

lantai lima Rp 128.000/bulan. Tidak<br />

termasuk listrik, air, sampah, keamanan<br />

dan lainnya.NR<br />

36 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 37


perumahan rakyat<br />

Beda Tempat, Beda Jatah<br />

Warga korban banjir Muara Baru dan Waduk Pluit<br />

yang menempati Rusunawa Marunda mendapatkan<br />

fasilitas gratis berupa alat-alat elektronik, seperti TV,<br />

kulkas, kompor, tempat tidur dan lainnya.<br />

R.D. Gunawan (50) mengaku<br />

baru menempati Rusunawa Marunda<br />

sekitar dua minggu. Bapak dari 4<br />

orang putra ini menempati area<br />

Cluster C Blok 2 lantai 2. Ia tinggal<br />

bersama istrinya dan kedua orang<br />

anaknya. Sedangkan dua anaknya lagi<br />

pulang sebulan sekali karena bekerja<br />

di Tangerang.R.D. Gunawan bekerja<br />

sebagai tukang sol sepatu di Muara<br />

Baru dan hanya pulang seminggu sekali.<br />

“Sebelumnya saya tinggal<br />

mengontrak di bantaran Waduk Pluit<br />

sisi barat. Sekitar bulan Maret saya<br />

sudah dapat nomor undian. Tapi belum<br />

bias menempati karena harus direnovasi<br />

dulu,” ujarnya saat di temui di tempat<br />

tinggalnya.<br />

Sesuai nomer undian yang<br />

dimiliki, Gunawan sudah mendapat<br />

kepastian memperoleh hunian di<br />

Rusunawa Marunda. Namun ketika<br />

hendak ditempati, kondisinya masih<br />

kotor, belum ada listrik dan juga<br />

air. Oleh pihak pengelola, Gunawan<br />

diberitahu tempatnya mau direnovasi<br />

dulu, termasuk perbaikan fasilitas listrik<br />

dan air. Karena belum bias ditempati,<br />

maka Gunawan memutuskan<br />

mengontrak di sekitar Pluit.<br />

“Perkiraan pengelola waktu itu<br />

sebelum lebaran sudah bias ditempati.<br />

Tapi karena saya putuskan untuk<br />

berlebaran di tempat kontrakan,<br />

makanya baru bias sekarang ini,”<br />

ujarnya.<br />

Di tempat tinggalnya yang berada<br />

di lantai 2, kata Gunawan, baru ada<br />

dua keluarga yang menempati. Tapi<br />

semua unit yang ada di lantai 2 sudah<br />

terisi semua dan kuncinya dipegang<br />

oleh masing-masing pemilik. Gunawan<br />

berharap warga segera menempati<br />

agar lebih ramai dan semakin banyak<br />

penghuninya.<br />

“Terusterang saya lebih nyaman<br />

tinggal di sini disbanding waktu tinggal<br />

di kontrakan yang hanya satu ruangan<br />

saja. Disini kita dapat empat ruangan,<br />

dua ruang tidur, satu kamar mandi dan<br />

satu ruang utama yang bias dipakai<br />

untuk dapur, ruang makan dan ruang<br />

tamu,” ujarnya.<br />

“Tapi ada satu yang kurang<br />

disini, airnya kuning karena masih<br />

pakai air tanah dan belum air PAM,”<br />

sambungnya.<br />

Meski tidak mendapatkan fasilitas<br />

gratis, seperti; kulkas, tempat tidur,<br />

TV, kompor dan lainnya seperti warga<br />

Pluit lainnya yang menempati Cluster<br />

B, namun Gunawan tetap bersyukur<br />

karena masih dapat jatah Rusunawa<br />

Marunda dan dapat subsidi biaya sewa<br />

setiap bulannya.<br />

Jualan Sepi<br />

Hal yang tak jauh berbeda juga<br />

dirasakan olehYayah (34) yang tinggal<br />

di lantai 1 Blok 2 Cluster C. Ibu muda<br />

dengan dua orang putra ini bahkan<br />

baru seminggu menempati Rusunawa<br />

Marunda. Permasalahan masih tetap<br />

sama, yakni belum tersedia air dan<br />

listrik. Yayah berasal dari MuaraBaru,<br />

daerah yang selalu menjadi langganan<br />

banjir. Suaminya bekerja di pelelangan<br />

ikan dan pulang seminggu sekali.<br />

“Lebih enak di sini dan tidak takut<br />

lagi dikejar-kejar banjir seperti di Muara<br />

Baru,” ujarnya.<br />

Di tempat tinggal sebelumnya<br />

Yayah berjualan makanan ringan,<br />

maka di tempat barunya ia juga<br />

melakukan hal yang sama. Namun<br />

karena penghuninya masih jarang,<br />

tentu jualannya sepi pembeli. Sama<br />

seperti di lantai 2, di lantai 1 juga sudah<br />

Halaman rusun yang cukup luas dapat<br />

dimanfaatkan untuk arena bermain<br />

maupun lapangan olahraga seperti<br />

lapangan bulu tangkis dan lainnya.<br />

ada pemiliknya semua, namun belum<br />

ditempati. Di lantai 1 setahu Yayah<br />

ada 4 keluarga yang menempati. Tapi<br />

orangnya jarang ada.<br />

“Katanya mereka sering balik<br />

ketempat semula, entah rumah sendiri<br />

atau mengontrak. Tapi yang pasti,<br />

mereka pernah bilang akan tinggal<br />

menetap juga kalau sudah ada air PAM<br />

masuk,” tandasnya.<br />

Selain mengeluhkan masalah air,<br />

Yayah juga mengeluhkan lokasi pasar<br />

yang jauh. Karena untuk berdagang,<br />

Yayah harus sering kepasar untuk<br />

belanja. Semakin jauh jarak yang<br />

ditempuh tentu semakin berkurang<br />

untung yang diperolehnya.<br />

Uang Muka<br />

Lain lagi cerita warga yang<br />

menempati Cluster dan blok lain.<br />

Setiono (40), warga Muara Baru<br />

yang menempati Cluster B Blok 4<br />

lantai 3 mengaku sudah tinggal di<br />

Rusunawa Marunda sejak Maret 2013.<br />

Ia tergabung dalam kelompok warga<br />

Muara Baru yang mendapatkan fasilitas<br />

TV, kulkas dan tempat tidur gratis.<br />

“Tapi waktu itu saya pakai uang<br />

muka sekitar Rp 500 ribu. Belakangan<br />

uang muka dihapus dan ditiadakan.<br />

Ketika saya tanyakan uang muka itu<br />

dan rencananya untuk bayar sewa<br />

bulanan, ternyata tidak bias dan<br />

dianggap hangus,” ujarnya.<br />

Setiono mengaku saat ini dirinya<br />

sudah membayar biaya sewa bulananan.<br />

Dia hanya mendapat gratis selama<br />

dua bulan pertama. Sedangkan bulan<br />

ketiga dan seterusnya harus membayar.<br />

Karena masuk dalam program subsidi,<br />

maka Setiono hanya cukup membayar<br />

sekitar Rp 145 ribu. Ketika ditanya<br />

sampaikapan dia harus membayar<br />

sebesar itu, Setiono menjawab tidak<br />

tahu.<br />

Kini Setiono lagi menunggu<br />

panggilan kerja, setelah sempat keluar<br />

dari tempat kerjanya semula. Sambil<br />

menunggu panggilan kerja, untuk<br />

mengisi waktu luang, setiono mencoba<br />

mengolah tanah di sisibarat Cluster<br />

B untuk ditanami jagung. Setiono<br />

mengaku sudah senang dan nyaman<br />

tinggal di Rusun.NR.<br />

38 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 39


perumahan rakyat<br />

Jauh Tapi Mudah Ditempuh<br />

Ketika mendengar kata Rusunawa Marunda, kesan yang muncul pertama kali<br />

adalah jauh, terpencil, dan sulit dijangkau. Disusul kemudian kesan tidak biasa<br />

dan tidak nyaman tinggal di hunian yang bersusun dari bawah keatas.<br />

Memang tidak salah kesan<br />

seperti itu, terutama lokasi Rusunawa<br />

Marunda yang memang jauh karena<br />

berada di ujung utara Jakarta atau<br />

dekat dengan laut Jawa. Tapi itu dulu,<br />

beberapa puluh tahun lalu Marunda<br />

memang berupa rawa-rawa. Belum<br />

ada jalan aspal atau yang bias dilalui<br />

kendaraan roda dua atau roda empat.<br />

Tapi kini Marunda sudah berubah dan<br />

sebagian besar rawa-rawanya sudah<br />

menjadi gedung, tempat tinggal dan<br />

jalan raya.<br />

Salah satu bangunan gedung yang<br />

menempati rawa-rawa Marunda adalah<br />

Rusunawa Marunda. Tidak jauh dari<br />

Rusunawa Marunda, berdiri kampus<br />

Sekolah Tinggi Ilmu Pelayanan (STIP).<br />

Untuk mencapai Rusunawa Marunda<br />

tidak sulit, karena tersedia jalan beton<br />

dua arah yang cukup lebar. Jika tidak<br />

membawa kendaraan sendiri, bias<br />

dicapai dengan angkutan umum 05<br />

dari Penjaringan menuju Rusunawa<br />

Marunda dengan ongkos Rp 3.000.<br />

Namun karena angkutan umum ini<br />

hanya beroperasi dari pagi sampai<br />

sore, maka pada malam hari harus<br />

memanfaatkan ojek.<br />

Atau bila mau bersabar bias<br />

menunggu bus gratis yang mengambil<br />

rute menuju pasar terdekat. Namun<br />

bus yang tersedia terbatas dan tidak<br />

bias ditentukan waktunya. Bisa juga<br />

menumpang kapal motor gratis yang<br />

mengambil rute Rusunawa Marunda<br />

– Muara Baru. Kapal hanya berlayar<br />

sehari dua kali. Pagi berangkat ke<br />

Muara Baru dan sorenya balik ke<br />

Rusunawa Marunda. Namun kapal<br />

tidak berlayar bila ombak sedang tinggi.<br />

Jika perjalanan dimulai dari<br />

Tanjungpriok, maka harus ke<br />

Penjaringan terlebih dulu dengan<br />

menggunakan Metro Mini U-23<br />

dengan ongkos Rp 3.000. Jika jalan<br />

lancar, maka bias ditempuh selama satu<br />

hingga satu setengah jam. Tapi rata-rata<br />

bias menghabiskan dua hingga dua<br />

setangah jam perjalanan karena sering<br />

macet.<br />

Fasilitas Lengkap<br />

Setelah tiba di lokasi, cari<br />

Cluster Aatau Cluster B yang sudah<br />

banyak penghuninya. Selain banyak<br />

penghuninya, Cluster A dan Cluster<br />

B juga sudah lengkap fasilitasnya dan<br />

sudah terbentuk nama lingkungan RT<br />

dan RW-nya. Berada di lingkungan<br />

Cluster A dan Cluster B serasa<br />

berada di rumah sendiri karena sudah<br />

terbentuk pola hidup bertetangga yang<br />

memiliki aturan serta norma yang<br />

dijaga bersama.<br />

Di sini fasilitas olahraga tersedia<br />

lengkap, mulai lapangan futsal,<br />

sepakbola, bola voli hingga tenis meja.<br />

Arena dan taman bermain anak-anak<br />

juga tersedia. Kemudian tersedia<br />

sekolah PAUD dan TK. Tersedia juga<br />

layanan pendidikan terpadu yang<br />

membawahi pendidikan kesetaraan<br />

paket A, B, C dan keaksaraan.<br />

Sedangkan untuk pendidikan<br />

keterampilan, tersedia komputer,<br />

kecantikan, memasak, menjahit dan<br />

lainnya. Ada juga layanan bank dan<br />

ATM, meski baru terbatas Bank DKI<br />

saja.<br />

Bagi mereka yang ingin membuka<br />

usaha, tersedia di lantai satu. Baik secara<br />

terbuka dan bersama-sama dengan yang<br />

lain, maupun pakai ruangan tersendiri<br />

yang tertutup seperti toko. Ada juga<br />

pelayanan kesehatan dengan satu unit<br />

mobil ambulance. Sementara untuk<br />

kegiatan rohani, tersedia mushollah dan<br />

masjid semi permanen. Ruang parker<br />

juga tersedia luas, baik untuk sepeda<br />

motor maupun mobil.<br />

Meski Rusunawa Marunda<br />

diperuntukkan bagi masyarakat<br />

menengah kebawah dan kurang<br />

mampu, namun ada juga masyarakat<br />

mampu dan memiliki kendaraan roda<br />

empat juga tinggal di sana. Terbukti<br />

banyak mobil roda empat yang parkir<br />

di sana. Terkait keberadaan mobil di<br />

area parker Rusunawa Marunda ini,<br />

Kepala Dinas Perumahan dan Gedung<br />

Pemprov DKI Jakarta, Yonathan<br />

Pasodung mengatakan, pihaknya<br />

tidak segan-segan mengusir penghuni<br />

rusunawa yang terbukti memiliki<br />

mobil mewah. Meski begitu, Yonathan<br />

Pasodung akan melakukan pengecekan<br />

terlebih dahulu. Sebab, menurutnya<br />

saat ini tengah ada perbaikan di<br />

Rusunawa Marunda, sehingga bias jadi<br />

mobil yang terparkir di halaman rusun<br />

milik pengembang.<br />

Hal senada juga dikatakan<br />

Wagub DKI Jakarta, Basuki Tjahaja<br />

Purnama. Namun Basuki mengatakan<br />

tidak akan mengusir mereka. Sebab<br />

tidak manusiawi jika harus mengusir<br />

penghuni tersebut.<br />

“Kalau kita usir, mereka mau<br />

Ruang interaksi antarwarga rusun<br />

maupun ruang sarana olahraga dan<br />

taman bermain anak-anak, tersedia pula<br />

di rusun Marunda<br />

tinggal di manalagi? Kita nggak<br />

manusiawi juga kalau mengusir<br />

mereka,” ujarnya di Balaikota beberapa<br />

waktu lalu..<br />

Pastinya kedepan, Basuki akan<br />

mengusahakan agar Rusunawa<br />

Marunda tidak boleh pindah tangan<br />

atau jual beli. Satu orang tidak boleh<br />

memiliki dua unit atau lebih.NR.<br />

40 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 41


Pembangunan Rusun di Jakarta<br />

Dian Tri Irawaty: “Rusun Bukan Cuma Perkara Infrastruktur”<br />

Pintu lift terbuka. Pada salah satu<br />

pintu yang terletak di sudut ruangan,<br />

terpampang sebuah banner bertuliskan<br />

“Rujak Center for Urban Studies”<br />

(RCUS). Senyum seorang perempuan<br />

yang membukakan pintu menyambut<br />

ramah kedatangan Media Jaya ke kantor<br />

yang terletak di Jalan Timor, Menteng,<br />

Jakarta Pusat tersebut.<br />

Ruang kantor RCUS didominasi<br />

warna putih. Bagian depannya disekat<br />

oleh deretan beberapa rak buku,<br />

lengkap dengan berbagai judul koleksi<br />

yang tertata apik dalam konsep miniperpustakaan.<br />

Selain buku seputar<br />

urban studies, ada pula buku dari<br />

berbagai genre lainnya yang tak kalah<br />

menggiurkan untuk dibaca.<br />

Tak berapa lama, seorang<br />

perempuan berjilbab menghampiri<br />

dan memperkenalkan diri sebagai<br />

‘Dian Tri Irawaty’. Ia adalah salah satu<br />

peneliti sekaligus program manajer di<br />

RCUS, narasumber yang ingin ditemui<br />

Media Jaya siang itu. Kami sepakat<br />

meluangkan waktu bersama untuk<br />

ngobrol perihal permukiman warga di<br />

tengah kota Jakarta. “Pada dasarnya<br />

setiap warga berhak untuk bermukim<br />

di tengah/pusat kota. Permukiman<br />

seharusnya terjangkau oleh semua<br />

warga, tanpa terkecuali,” papar Dian,<br />

membuka obrolan dengan antusias.<br />

Sayangnya, lanjut dia, adanya<br />

keterbatasan (terutama dari sisi<br />

ekonomi, red) membuat sebagian<br />

warga terpaksa tak dapat memiliki<br />

rumah di pusat/tengah kota. Harga<br />

tanah yang melangit menjadi salah satu<br />

faktor penyebab kepemilikan rumah<br />

di Jakarta tak terjangkau bagi sebagian<br />

masyarakatnya.<br />

Ada dua prasyarat yang hendaknya digarisbawahi<br />

dalam merancang pembangunan rumah susun<br />

(rusun) di Jakarta: (1) transfer dinamika sosial;<br />

(2) tidak bersifat saling meniadakan dengan hak<br />

lainnya, misalnya akses pendidikan dan memeroleh<br />

pekerjaan.<br />

Merasa tak punya pilihan,<br />

mereka mencoba bertahan hidup<br />

dan bermukim “seadanya” di pusat/<br />

tengah kota. Caranya? Tak lain dengan<br />

menempati celah-celah pembangunan<br />

kota sebagai permukiman, seperti<br />

kolong tol, pinggir kali/sungai,<br />

bantaran rel kereta api, dan sejenisnya.<br />

Penataan Permukiman<br />

Persoalan penataan permukiman<br />

kerap dikaitkan dengan banyaknya<br />

lokasi permukiman tak layak yang<br />

kemudian disebut sebagai permukiman<br />

kumuh. Masrun (2009) memaparkan<br />

pengertian permukiman kumuh<br />

mengacu pada aspek lingkungan<br />

hunian atau komunitas. Permukiman<br />

kumuh dapat diartikan sebagai suatu<br />

lingkungan permukiman yang telah<br />

mengalami penurunan kualitas atau<br />

memburuk (deteriorated) baik secara<br />

fisik, sosial ekonomi maupun sosial<br />

budaya, yang tidak memungkinkan<br />

dicapainya kehidupan yang layak bagi<br />

penghuninya.<br />

Berdasarkan data Badan Pusat<br />

Statistik (BPS) DKI Jakarta, sekitar<br />

309 rukun warga (RW) masuk kategori<br />

permukiman kumuh. Meski jumlah<br />

ini secara statistik tercatat mengalami<br />

penurunan hingga 25 persen,<br />

kenyataannya permukiman kumuh<br />

masih menjadi ‘peer’ tersendiri dalam<br />

upaya pemerataan yang dilakukan<br />

Pemprov DKI Jakarta.<br />

Di bawah kepemimpinan<br />

Gubernur Joko Widodo, Pemprov<br />

DKI Jakarta berkomitmen melakukan<br />

penataan permukiman kumuh secara<br />

bertahap. Sedikitnya, setiap tahun 100<br />

kampung akan ditata dengan anggaran<br />

sebesar Rp 30 miliar-Rp 50 miliar per<br />

kampung.<br />

Menanggapi hal tersebut, Dian<br />

tak langsung berbicara banyak. Ia lebih<br />

memilih untuk terlebih dulu mengajak<br />

Media Jaya kembali menilik sejarah<br />

penataan permukiman di Jakarta dari<br />

masa ke masa. Salah satunya yang<br />

pernah dilakukan Ali Sadikin semasa<br />

menjabat sebagai gubernur di era 60-<br />

an. Bertepatan dengan pembangunan<br />

awal kota Jakarta, Bang Ali (sapaan<br />

akrab Ali Sadikin, red) menggagas<br />

sebuah program bernama “Kampung<br />

Improvement Program” Mohammad<br />

Husni Thamrin (KIP-MHT) dalam<br />

melakukan penataan kampung di<br />

Jakarta.<br />

Saat itu, lanjut Dian, selain warga<br />

yang belum terbiasa dengan kultur dan<br />

pola hidup vertikal, ketersediaan lahan<br />

juga masih memadai, sehingga sangat<br />

memungkinkan untuk melakukan<br />

penataan dengan melakukan siteupgrading<br />

sejumlah kampung saat itu.<br />

Program ini dinilai cukup berhasil,<br />

terutama dari segi peningkatan<br />

infrastruktur perumahan, seperti<br />

jalan, selokan, saluran sanitasi,<br />

dan sebagainya. Ali Sadikin juga<br />

mengombinasikan proses penataan saat<br />

itu dengan merelokasi 5,5 juta orang<br />

ke sejumlah titik lokasi permukiman.<br />

“Salah satunya warga Tanah Abang yang<br />

saat itu direlokasi ke Tebet,” imbuh<br />

Dian.<br />

Satu dekade kemudian, tepatnya<br />

pada era 70 hingga 80-an, pendekatan<br />

penataan permukiman mulai bergeser<br />

kepada pembangunan hunian<br />

vertikal (susun). Langkah tersebut<br />

dilakukan seiring dengan semakin<br />

banyaknya pemanfaatan ruang untuk<br />

pengembangan dan pembangunan<br />

kota Jakarta yang diikuti tingginya arus<br />

urbanisasi ke Jakarta. “Transformasi<br />

penataan permukiman horizontal ke<br />

arah vertikal melalui pembangunan<br />

rusun mulai dipandang sebagai<br />

‘panasea’ dari persoalan permukiman di<br />

pusat/tengah kota,” kata Dian.<br />

Fleksibilitas<br />

Kini, pembangunan rusun kembali<br />

diangkat sebagai solusi penataan<br />

permukiman, khususnya permukiman<br />

tak layak di Jakarta. Namun, bersamaan<br />

dengan itu, muncul pula berbagai<br />

persoalan seputar rusun, baik yang<br />

telah berdiri maupun akan dibangun<br />

di Jakarta. Misalnya menyangkut<br />

masalah peruntukan. Akibat ulah nakal<br />

oknum, rusun seringkali ditempati<br />

bukan oleh mereka yang berhak untuk<br />

menempatinya. “Tentu ini menjadi<br />

‘peer’ tersendiri bagi Pemprov DKI<br />

Jakarta. Jangan sampai peruntukan<br />

rusun tidak tepat sasaran,” jelas Dian.<br />

Oleh karenanya, jika<br />

memungkinkan, alumni Universitas<br />

Indonesia ini lebih menekankan<br />

pada proses penataan di tempat (site<br />

upgrading) yang pernah dilakukan<br />

oleh Ali Sadikin dibandingkan dengan<br />

relokasi. Namun demikian, imbuhnya<br />

lagi, jika langkah relokasi harus<br />

diambil, ada beberapa faktor penting<br />

yang harus digarisbawahi. Pertama<br />

adalah bagaimana membuat warga<br />

masyarakat yang akan direlokasi merasa<br />

dilibatkan dalam prosesnya. Caranya?<br />

mendengarkan aspirasi warga yang akan<br />

terkena relokasi. Proses pelibatan warga<br />

semacam ini, lanjut Dian, diharapkan<br />

akan mampu meminimalisir konflik<br />

yang terjadi saat proses relokasi<br />

dilakukan.<br />

Ia juga mengingatkan agar<br />

pembangunan rumah susun hendaknya<br />

diiringi dengan kajian dari sisi sosial<br />

psikologis warga yang akan direlokasi.<br />

Hal ini memegang peranan yang jauh<br />

lebih penting dari sekadar infrastruktur.<br />

“Warga biasa hidup dalam pola dan<br />

kultur horizontal dengan berbagai<br />

fleksibilitas sosial dan ekonomi yang<br />

melekat terhadapnya. Hal tersebut<br />

yang harus dipikirkan oleh pemerintah<br />

bagaimana mentransformasi fleksibilitas<br />

sosial-ekonomi yang telah terbentuk<br />

dalam pola horizontal ke dalam kultur<br />

permukiman vertikal,” tandasnya.<br />

Warga yang direlokasi bukan tidak<br />

mungkin kaget dengan kultur dan<br />

pola hidup di lingkungan permukiman<br />

sebelumnya (horizontal) ke lingkungan<br />

permukiman yang baru (vertikal).<br />

Misalnya di lingkungan sebelumnya<br />

ia memiliki fleksibilitas untuk untuk<br />

berjualan pulsa atau warung makanan<br />

di depan rumahnya. Apakah fleksibilitas<br />

tersebut mungkin didapatkan di lokasi<br />

rusun? Jika tidak apa konsekuensinya?<br />

Di samping itu, idealnya menurut<br />

Dian, relokasi warga warga ke hunian/<br />

rusun dilakukan sekaligus alih-alih<br />

relokasi secara terpencar. Dian juga<br />

menambahkan pentingnya mengukur<br />

jarak lokasi rusun yang baru dengan<br />

hunian sebelumnya. Misalnya<br />

permukiman kumuh terletak di dekat<br />

pelabuhan, dimana mata pencaharian<br />

para warganya di sekitar pelabuhan.<br />

Jarak ideal untuk memindahkan mereka<br />

ke lokasi rusun yakni dalam radius 1-2<br />

km. “Lebih jauh dari itu, relokasi bukan<br />

tidak mungkin justru meniadakan<br />

hak lainnya, dalam hal ini hak untuk<br />

memeroleh pekerjaan. Ini juga perlu<br />

diperhatikan oleh Pemprov DKI<br />

Jakarta,” tandas Dian.<br />

Social Safety Net<br />

Permukiman kumuh biasanya<br />

identik sebagai tempat tinggal warga<br />

kalangan menengah ke bawah, dengan<br />

kondisi ekonomi yang lebih banyak<br />

mengandalkan sektor informal.<br />

Uniknya, berbagai keterbatasan<br />

yang mereka hadapi, justru menjadi<br />

stimulus untuk berpikir kreatif dalam<br />

menciptakan peluang-peluang untuk<br />

meningkatkan kesejahteraan dari sisi<br />

ekonomis. “Misalnya, melihat tetangga<br />

sedang merenovasi rumah untuk<br />

membuka kos-kosan, warga lainnya<br />

bisa langsung berpikir untuk membuka<br />

warung makan atau jasa cuci baju,” ujar<br />

Dian mencontohkan.<br />

Dinamika sosial ekonomi tersebut<br />

yang kemudian disebut Dian sebagai<br />

social safety net (jaring pengaman<br />

sosial). Pada warga di lingkungan<br />

menengah ke bawah, keberadaan social<br />

safety net memiliki peranan yang cukup<br />

vital. “Suatu waktu, pernah ada salah<br />

satu pemilik warung di kolong tol cerita<br />

sama saya dia banyak dihutangi oleh<br />

tetangganya, warga lainnya cerita soal<br />

tradisi menitipkan anak ke tetangga saat<br />

orang tua terpaksa meninggalkan anak<br />

di rumah,” imbuhnya lagi.<br />

Dia menggarisbawahi keberadaan<br />

social safety net tersebut sebagai salah<br />

satu hal yang memperingan kerja<br />

pemerintah saat melakukan relokasi<br />

sebagai tindak lanjut pembangunan<br />

rusun. “Ibarat orang tua, pemerintah<br />

hanya tinggal menyediakan “mainan”<br />

bagi anak-anaknya dan mengawasi<br />

penggunaannya agar dilakukan secara<br />

benar dan tidak merugikan satu sama<br />

lain,” ungkap Dian. (DHN)<br />

42 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 43


pendidikan<br />

DKI Jakarta Terapkan<br />

Kurikulum 2013<br />

Mulai tahun ajaran baru 2013/2014, sekolah-sekolah<br />

di DKI Jakarta menerapkan Kurikulum 2013. Sesuai<br />

target sasaran yang ditetapkan oleh pemerintah,<br />

jumlahnya mencapai 248 sekolah SD, SMP, SMA<br />

dan SMK. Namun di luar itu banyak sekolah yang<br />

mengajukan secara mandiri.<br />

Kurikulum 2013 merupakan<br />

kurikulum berbasis kompetensi<br />

yang pernah digagas dalam rintisan<br />

Kurikulum Berbasis Kompetensi<br />

(KBK). Namun gagasan tersebut<br />

belum terselesaikan karena desakan<br />

untuk segera mengimplementasikan<br />

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan<br />

(KTSP). Kurikulum 2013 disiapkan<br />

untuk mencetak generasi yang siap di<br />

dalam menghadapi masa depan. Karena<br />

itu, inti dari Kurikulum 2013 adalah<br />

penyederhanaan dan tematik-integratif.<br />

Undang-undang Nomor<br />

20 Tahun 2003 tentang Sistem<br />

Pendidikan Nasional menyebutkan<br />

bahwa kurikulum adalah seperangkat<br />

rencana dan pengaturan mengenai<br />

tujuan, isi, dan bahan pelajaran<br />

serta cara yang digunakan sebagai<br />

pedoman penyelenggaraan kegiatan<br />

pembelajaran untuk mencapai tujuan<br />

pendidikan tertentu. Berdasarkan<br />

pengertian itu, ada dua dimensi<br />

kurikulum. Yang pertama, rencana<br />

dan pengaturan mengenai tujuan,<br />

isi, dan bahan pelajaran. Yang kedua,<br />

cara yang digunakan untuk kegiatan<br />

pembelajaran.<br />

Sebagai lanjutan dari<br />

pengembangan Kurikulum Berbasis<br />

Kompetensi (KBK) yang telah<br />

dirintis sejak tahun 2004, Kurikulum<br />

2013 mencakup kompetensi sikap,<br />

pengetahuan, dan keterampilan secara<br />

terpadu. Sebagaimana amanat UU 20<br />

tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan<br />

Nasional pada penjelasan pasal 35,<br />

bahwa kompetensi lulusan merupakan<br />

kualifikasi kemampuan lulusan yang<br />

mencakup sikap, pengetahuan, dan<br />

keterampilan sesuai dengan standar<br />

nasional yang telah disepakati.<br />

Jadi Kurikulum 2013 bertujuan<br />

untuk mempersiapkan manusia<br />

Indonesia agar memiliki kemampuan<br />

hidup sebagai pribadi dan warga<br />

negara yang beriman, produktif,<br />

kreatif, inovatif, dan afektif serta<br />

mampu berkontribusi pada kehidupan<br />

bermasyarakat, berbangsa, bernegara,<br />

dan peradaban dunia.<br />

Berdasarkan data Sistem<br />

Elektronik Pemantauan Implementasi<br />

Kurikulum 2013 (EPIK) Kemdikbud,<br />

secara nasional sekolah yang menjadi<br />

sasaran implementasi Kurikulum<br />

2013 berjumlah 6,329 sekolah.<br />

Sekolah yang menjadi sasaran<br />

pelaksanaan penerapan kurikulum<br />

ini diprioritaskan bagi sekolah yang<br />

sudah siap, yaitu sekolah eks-RSBI<br />

dan sekolah dengan akreditasi A saja.<br />

Kemudian basisnya juga tidak lagi<br />

kabupaten/kota melainkan provinsi,<br />

sehingga bisa jadi dalam satu provinsi<br />

ada kabupaten/kota yang tidak<br />

menerapakan kurikulum ini.<br />

Sasaran Sekolah DKI Jakarta<br />

Menurut Kepala Dinas Pendidikan<br />

DKI Jakarta, Taufik Yudi Mulyanto,<br />

sekolah-sekolah di DKI Jakarta yang<br />

menjadi sasaran Kurikulum 2013<br />

secara keseluruhan mulai SD, SMP,<br />

SMA dan SMK sebanyak 248 sekolah.<br />

Untuk SD berjumlah 72 sekolah, SMP<br />

31 sekolah, SMA 90 sekolah, dan SMK<br />

55 sekolah. Di luar jumlah sasaran<br />

tersebut sebenarnya banyak sekolah<br />

lain yang mengajukan diri untuk<br />

menerapkan Kurikulum 2013 secara<br />

mandiri.<br />

Namun melalui Surat Edaran<br />

Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta<br />

No 71/SE/2013 Tanggal 31 Juli 2013<br />

perihal Implementasi Kurikulum 2013,<br />

Taufik tidak memperkenankan sekolah<br />

SD dan SMP yang tidak masuk sasaran<br />

menerapkan Kurikulum 2013. Bahkan<br />

dengan tegas, Taufik melarang SD<br />

dan SMP yang tidak ditunjuk untuk<br />

menerapkan kurikulum baru. Padahal<br />

biasanya Jakarta menjadi barometer<br />

dan percontohan bagi daerah lain di<br />

Indonesia.<br />

Larangan tersebut tercantum<br />

dalam Surat Edaran pada poin 4 yang<br />

bunyinya sebagai beriktu: Sekolah<br />

Dasar (SD) dan Sekolah Menengah<br />

Pertama (SMP) Negeri selain yang<br />

ditunjuk sebagai sekolah sasaran,<br />

tidak diperkenankan melaksanakan<br />

implementasi Kurikulum 2013 secara<br />

mandiri.<br />

”Tapi bagi sekolah-sekolah yang<br />

sudah ditentukan sasaran silakan jalan.<br />

Tapi bagi sekolah-sekolah, terutama SD<br />

dan SMP negeri yang melaksanakan<br />

karena keinginan wilayah semata,<br />

itu tidak diperkenankan,” ujarnya di<br />

Balaikota.<br />

Menurut Taufik, sekolah SD<br />

dan SMP tidak diperkenankan karena<br />

adanya beberapa faktor. Pertama,<br />

karena keterbatasan anggaran. Dana<br />

BOS untuk SD dan SMP masih kurang<br />

untuk menanggung biaya buku dan<br />

pelatihan guru guna mendukung<br />

penerapan Kurikulum 2013. Kedua,<br />

masih banyak sekolah SD dan SMP<br />

yang menerapkan sistem dua sift,<br />

yakni pagi dan sore. Jumlah SD di<br />

Jakarta sekitar 2.200 sekolah, 1.700<br />

di antaranya menerapkan sistem dua<br />

sift . Jumlah sekolah SMP sekitar 289<br />

yang menerapkan dua sift sebanyak 111<br />

sekolah.<br />

”Sekolah-sekolah itu masuknya<br />

dari Senin sampai Jumat, waktu<br />

belajarnya tidak cukup untuk<br />

Kurikulum 2013. Ini yang<br />

menyebabkan SD dan SMP kita<br />

larang,” katanya.<br />

Sementara itu, untuk sekolah<br />

swasta (SD, SMP,SMA, SMK) yang<br />

akan melaksanakan implementasi<br />

Kurikulum 2013 secara mandiri,<br />

harus memperhatikan kesiapan<br />

pelaksanaan bimbingan teknis kepala<br />

sekolah, guru dan pengadaan buku<br />

panduan guru serta buku/bahan ajar<br />

peserta didik. Sedangkan sekolah<br />

yang belum ditunjuk sebagai sekolah<br />

sasaran implementasi Kurikulum<br />

2013 dari Kementerian Pendidikan<br />

dan Kebudayaan tetap menggunakan<br />

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan<br />

(KTSP).<br />

Khusus untuk sekolah SMA dan<br />

SMK negeri yang tidak menjadi sekolah<br />

sasaran, diwajibkanmelaksanakan<br />

lmplementasi Kurikulum 2013 secara<br />

mandiri. Untuk pelaksanaan bimbingan<br />

teknis kepala sekolah, guru, dan<br />

pengadaan buku panduan guru, serta<br />

buku/bahan ajar peserta didik tidak<br />

dibebankan kepada orangtua atau<br />

peserta didik.NR<br />

44 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 45


pendidikan<br />

Pergantian Kurikulum<br />

Tuntutan Perkembangan<br />

Sejak merdeka hingga<br />

sekarang ini, Indonesia telah<br />

berganti-ganti kurikulum.<br />

Pergantian kurikulum adalah<br />

hal biasa dalam rangka<br />

merespon perkembangan<br />

masyarakat yang begitu cepat.<br />

Pendidikan harus mampu<br />

menyesuaikan dinamika yang<br />

berkembang, karena kurikulum<br />

merupakan unsur utama<br />

dalam pencapaian tujuan<br />

pendidikan.<br />

Kurikulum yang pernah dipakai<br />

di Indonesia antara lain; Kurikulum<br />

1968 (subject matter atau mata<br />

pelajaran), Kurikulum 1975 Terminal<br />

objectives atau yang lebih dikenal TIU,<br />

TIK0, Kurikulun 1984 (ketrampilan<br />

proses atau CBSA), Kurikulum<br />

1994 (pembagian antara kurikulum<br />

nasional dan kurikulum muatan lokal),<br />

Kurikulum 2004 ( KBK), Kurikulum<br />

2006 (KTSP) dan Kurikulum 2013.<br />

Kurikulum 2013 dirancang agar<br />

siswa mampu meraih kompetensi<br />

utama, yakni; sikap, pengetahuan<br />

dan ketrampilan (afektif, kognitif dan<br />

psikomotor). Kompetensi tersebut<br />

dapat menggambarkan kualitas yang<br />

seimbang antara pencapain hard skills<br />

dan soft skills. Kompetensi sangat<br />

diperlukan sebagai instrumen untuk<br />

mengarahkan peserta didik menjadi<br />

manusia berkualitas yang mampu dan<br />

proaktif menjawab tantangan zaman<br />

yang selalu berubah. Selain itu, juga<br />

menjadi manusia terdidik yang beriman<br />

dan bertakwa kepada Tuhan Yang<br />

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,<br />

berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan<br />

warga negara yang demokratis dan<br />

bertanggung jawab.<br />

Kurikulum 2013 jenjang SD/<br />

MI lebih menekankan aspek kognitif,<br />

afektif, psikomotorik melalui penilaian<br />

berbasis test dan portofolio yang saling<br />

melengkapi. Siswa tidak lagi banyak<br />

menghafal, tapi lebih banyak kurikulum<br />

berbasis sains. Adapun perubahan yang<br />

terjadi pada kurukulum tingkat SD/<br />

V,VI=36 jam.<br />

Untuk SMP/MTs, jumlah mata<br />

pelajaran berkurang dari 12 mata<br />

pelajaran menjadi 10 mata pelajaran.<br />

IPA dan IPS tetap sebagai mata<br />

pelajaran integrative science dan<br />

mata pelajaran wajib dan mata pelajaran<br />

pilihan. Mata pelajaran wajib sebanyak<br />

9 (Sembilan) mata pelajaran dengan<br />

beban belajar 18 jam per minggu.<br />

Konten kurikulum (Kompetensi Inti/<br />

KI dan KD) dan kemasan konten serta<br />

MI antara lain; Pelajaran berbasis pada<br />

integrative social studies dan bukan<br />

label konten (mata pelajaran) untuk<br />

sains dan bersifat tematik- integratif;<br />

sebagai pendidikan disiplin ilmu.<br />

mata pelajaran wajib bagi SMA dan<br />

kompetensi yang ingin dicapai adalah<br />

Mata pelajaran teknologi informasi<br />

SMK adalah sama.<br />

kompetensi yang berimbang antara<br />

dan komunikasi (TIK), muatan lokal,<br />

Struktur ini menempatkan prinsip<br />

sikap, keterampilan, dan pengetahuan,<br />

dan pengembangan dir. Ketiganya<br />

bahwa peserta didik adalah subjek<br />

disamping cara pembelajarannya yang<br />

diintegrasikan dengan mata pelajaran<br />

dalam belajar dan mereka memiliki hak<br />

holistik dan menyenangkan. Mata<br />

yang ada. Muatan lokal masuk ke mata<br />

untuk memilih sesuai dengan minatnya.<br />

pelajaran (mapel) SD/MI terdiri dari:<br />

pelajaran Seni Budaya, Penjaskes, dan<br />

Mata pelajaran pilihan terdiri atas<br />

Pendidikan Agama, PPKn, Bahasa<br />

Prakarya, sedangkan TIK tidak akan<br />

pilihan akademik (SMA) serta pilihan<br />

Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Seni<br />

berdiri sendiri tetapi menjadi media<br />

akademik dan vokasional (SMK). Mata<br />

Budaya dan Prakarya (Muatan Lokal;<br />

untuk semua mata pelajaran. Durasi<br />

pelajaran pilihan ini memberikan corak<br />

Mulok), Pendidikan Jasmani Olahraga<br />

belajar di sekolah bertambah sebanyak<br />

kepada fungsi satuan pendidikan dan<br />

dan Kesehatan (Muatan Lokal;Mulok).<br />

enam jam pelajaran per minggu, dari 32<br />

di dalamnya terdapat pilihan sesuai<br />

Alokasi waktu per jam pelajaran SD<br />

jam menjadi 38 jam di sekolah. Alokasi<br />

dengan minat peserta didik. Banyak<br />

35 menit; banyak jam pelajaran per<br />

waktu per jam pelajaran 40 menit.<br />

jam pelajaran per minggu SMA yakni<br />

minggu Kelas I = 30 jam, kelas II=<br />

Sementara itu, untuk SMA/MA<br />

39 jam. Satu jam belajar adalah 45<br />

32 jam, kelas III=34 jam, kelas IV,<br />

dikembangkan terdiri atas Kelompok<br />

menit. NR.<br />

46 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 47


pendidikan<br />

PPKD Gembleng<br />

SDM Siap Kerja<br />

Tenaga kerja produktif minimal lulusan SMA/SMK di wilayah DKI<br />

yang sudah mendapat pelatihan di Pusat Pelatihan Kerja Daerah<br />

(PPKD) disalurkan ke pelbagai lapangan kerja. Langkah ini guna<br />

memenuhi kebutuhan SDM di beberapa perusahaan BUMD/<br />

BUMN maupun swasta, sekaligus pemberdayaan generasi muda<br />

untuk mengurangi pengangguran.<br />

Kepala Bagian Penempatan<br />

Kerja dan Pelatihan H Suherman<br />

mengatakan, pelatihan kerja dan<br />

pemasaran lulusan PPKD di bawah<br />

pengelolaan Dinas Tenaga Kerja dan<br />

Transmigrasi.DKI Jakarta ini memiliki<br />

peranan besar dalam menggembleng<br />

sumber daya manusia (SDM) untuk<br />

siap kerja. Biaya penyelenggaraannya<br />

dibebankan pada Anggaran Pendapatan<br />

dan Belanja Daerah (APBD) atau<br />

Anggaran Pendapatan dan Belanja<br />

Nasional (APBN).<br />

Untuk PPKD Jakarta Timur<br />

yang berlokasi di Jl Naman No.1<br />

Pondok Kelapa, merupakan salah satu<br />

Unit Pelaksana Teknis pada bidang<br />

pelatihan kerja yang tugas pokoknya<br />

melaksanakan berbagai pelatihan<br />

keterampilan kerja. Ini dimaksudkan<br />

supaya mereka memiliki pengetahuan<br />

dan keterampilan kerja pada bidang<br />

industri aneka kejuruan serta pelatihan<br />

khusus seperti ketransmigrasian.<br />

Lembaga ini memiliki pegawai<br />

yang terdiri dari instruktur dan staf<br />

administrasi. Instruktur merupakan<br />

salah satu unsur utama dalam<br />

pelaksanaan pelatihan kerja yang<br />

sebagian besar telah mengikuti skill<br />

grading. Baik di dalam maupun di luar<br />

negeri. Sedangkan sarana dan prasarana<br />

yang tersedia menggunakan standar<br />

pelatihan yang meliputi kurikulum,<br />

silabus, modul pelatihan dan lembar<br />

kerja (Jopb Sheet). Dengan demikian,<br />

dari standar pelatihan tersebut dapat<br />

dihitung kebutuhan pelatihan. Antara<br />

lain material pelatihan, jumlah<br />

instruktur serta lama pelatihan..<br />

Unsur lain yang mendukung<br />

keberhasilan pelatihan adalah<br />

penyediaan bahan pelatihan yang<br />

pengadaan serta penyimpanannya<br />

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan<br />

yang berlaku dalam perbendaharaan<br />

Negara. PPKD Jakarta Timur juga<br />

memiliki fasilitas yang relatitif memadai<br />

untuk melaksanakan pelatihan yang<br />

baik. Fasilitas tersebut antara lain;<br />

bengkel kerja (work shop), ruang teori<br />

(lecture room), serta perlengkapan<br />

pelatihan lainnya.<br />

Menurut H Suherman, sesuai<br />

dengan kondisi dan fasilitas yang<br />

tersedia serta jumlah instruktur yang<br />

ada saat ini, PPKD Jakarta Timur<br />

mampu melaksanakan pelatihan bagi<br />

para pencari kerja sebanyak 800 orang<br />

samp;ai 1.000 peserta pelatihan setiap<br />

tahun. Kapasitas tersebut diupayakan<br />

terus meningkat. Baik dengan cara<br />

penambahan fasilitas maupun melalui<br />

pengembangan metodologi atau sistem<br />

pelatihan baru.<br />

Sedangkan metode pelatihan<br />

kerja mengaplikasikan azas “ training<br />

by doing”, yaitu menekankan pada<br />

bagian praktek 75 % dan teori 25<br />

%. Pelaksanaan pelatihan berbentuk<br />

shop talk, demonstrasi, simulasi<br />

atau praktek yang mengarah pada<br />

pekerjaan sesungguhnya. Diharapkan<br />

penggemblengan di sini merupakan<br />

pelatihan ketrampilan yang berbasis<br />

kompetensi dan dapat diserap pasar<br />

kerja.<br />

“Sesuai misinya, kita ingin<br />

membentuk SDM yang berkualitas,<br />

inovatif dan kreatif, “ ucap H<br />

Suherman. Selain itu, PPKD bisa<br />

menjadi Lembaga Pelatihan yang<br />

excellent dan berfungsi sebagai sumber<br />

penyedia tenaga kerja profesional<br />

yang mandiri. Melakukan kerjasama<br />

antar sesama lembaga pelatihan<br />

guna meningkatkan mutu hasil<br />

pelatihan. Menyelenggarakan pelatihan<br />

keterampilan sesuai dengan pasar<br />

kerja, dan menyelenggarakan pelatihan<br />

keterampilan khusus yang berhubungan<br />

dengan ketransmigrasian.<br />

Peserta pelatihan tidak dipungut<br />

bayaran alias gratis. Syaratnya. setiap<br />

peserta menyerahkan foto copy STTB<br />

(SLTA/Sederajat),. Foto copy KTP DKI<br />

Jakarta, foto copy SKCK yang masih<br />

berlaku, pas foto berwarna ukuran 3X4<br />

(2 lembar), Surat Keterangan Sehat dari<br />

dokter (asli), usia 18-25 tahun, terdaftar<br />

sebagai pencari kerja di kecamatan pada<br />

wilayah domisili atau tempat tinggal,<br />

dan lulus seleksi masuk.<br />

Utamakan kualitas<br />

Ada 11 jenis pelatihan atau<br />

kejuruan, yakni Tata Bahasa Inggris,<br />

Tata Boga, Tata Busana, Tata<br />

Graha,,Operator Komputer, Teknik<br />

Otomotif, Teknik Pendingin, Teknik<br />

Sepeda Motor, Teknologi Mekanik,<br />

Teknik Komputer, dan Teknik<br />

Elektronika. Waktu pukul 08.00-15.00<br />

setiap hari kerja.<br />

Untuk kejuruan Bahasa Inggris,<br />

lama pelatihannya 360 jam , setiap<br />

1 jam pelajaran lamanya 45 menit.<br />

Setiap angkatan, terdiri dari 20 orang.<br />

Saat ini, pelatihan Bahasa Inggris di<br />

PPKD Jakarta Timur telah dilengkapi<br />

dengan perangkat pelatihan yakni<br />

setiap orang satu perangkat audio.<br />

“Dengan demikian, akan diperoleh<br />

hasil pelatihan yang benar-benar siap di<br />

lapangan kerja,” tambah Herman.<br />

Demikian pula untuk kejuruan<br />

tata boga. Kejuruan ini memberikan<br />

penawaran kepada peserta pelatihan<br />

untuk berkemampuan membuat<br />

kuliner, baik dari Indonesia, Oriental,<br />

maupun continental. Pihak PPKD<br />

juga memfasilitasi pemberian Kejuruan<br />

Tatas Boga, baik dari segi keterampilan<br />

kuliner, segi higienitas, serta sertifikat<br />

kepada peserta yang dinyatakan lulus.<br />

“Bagi peserta kejuruan tata<br />

busana, setelah selesai pelatihan, mereka<br />

dipastikan telah mampu menjahit<br />

pakaian pria dan wanita lengkap<br />

dengan teknik mengukur, membuat<br />

desain dan membuat pola dengan<br />

memperhatikan estetika busana mampu<br />

menggunakan berbagai jenis mesin<br />

jahit dan perawatannya. Demikian<br />

pula kejuruan Tata Graha. Perhotelan,<br />

gedung-gedung, warehouse dan lainnya<br />

PPKB Jakarta Timur memberikan<br />

pelatihan tata graha secara intensif<br />

sehingga dapat menelorkan tenaga<br />

kerja yang siap memenuhi kebutuhan<br />

lapangan kerja untuk bidang ke tata<br />

grahaan,” tutur Herman.<br />

Begitu pula untuk kejuruan<br />

operator komputer, teknik komputer,<br />

kejuruan elektronika, teknik pendingin,<br />

teknik otomotif, teknologi mekanik<br />

dan teknik sepeda motor. Khusus<br />

pada kejuruan teknik sepeda motor,<br />

peminatnya paling banyak. Karena<br />

itu, PPKD Jakarta Timur menangkap<br />

peluang lapangan kerja dengan<br />

keterampilan spesifik ini. Setelah<br />

selesai pelatihan, ternyata para peserta<br />

Bengkel otomotif, para peserta pelatihan melakukan bongkar pasar mesin kendaraan roda dua<br />

atau memperbaiki adanya kerusakan-kerusakan.<br />

langsung banyak dipesan beberapa<br />

perusahaan/ dealer sepeda motor untuk<br />

bekerja. Baik sebagai mekanik, montir<br />

maupun sistem listriknya.<br />

Herman menambahkan, para<br />

peserta latihan mayoritas lulusan<br />

SMK. Namun demikian, ada pula<br />

yang sudah mengantongi ijazah<br />

D-3 dan S-1. Mereka menambah<br />

ilmu pengetahuannya di PPKD<br />

sebelum memperoleh lapangan kerja<br />

tetap. Bahkan, mereka yang telah<br />

memperoleh sertifikat dari PPKD<br />

Jakarta Timur, banyak pula yang<br />

memperoleh kesempatan untuk bekerja<br />

di perusahaan otomotif di Jepang.<br />

Hingga kini, sudah mencapai lebih<br />

dari 200 orang lebih peserta pelatihan<br />

di PPKD Jakarta Timur yang telah<br />

ditampung di berbagai bengkel motor<br />

di wilayah Jabodetabek. Bahkan ada<br />

yang diberi kesempatan memperluas<br />

pengetahuannya di bidang otomotif di<br />

Jepang.<br />

“Selama ini, PPKD Jakarta Timur<br />

menjalin kerja sama dengan beberapa<br />

perusahaan otomotif, dan terbesar dari<br />

perusahaan otomotif dari Jepang. Ini<br />

juga berkat keberhasilan dari bidang<br />

pemasaran tenaga kerja PPKD. Dapat<br />

dikatakan hampir 100 persen tamatan<br />

PPKD sudah tersalurkan. Bahkan,<br />

selama masih mengikuti pelatihan,<br />

sudah dipesan dealer-dealer dan<br />

perusahaan otomotif,” tutur Ir Syafri,<br />

instruktur teknik sepeda motor.<br />

Alumnus Fakultas Teknik<br />

Universitas Dharma Persada Jakarta<br />

2004 itu mengatakan, untuk tenik<br />

sepeda motor ditangani dua orang<br />

instruktur. Ia sempat menjadi mekanik<br />

road race di Sentul, dan membuat<br />

motor drugs. Ia berharap peserta<br />

pelatihan bisa menjadi montir dan<br />

mekanik handal di kemudian hari.<br />

Sebab, anak-anak muda banyak yang<br />

ingin tahu bagaimana caranya membuat<br />

motor agar larinya kencang tetapi aman<br />

dan nyaman dikendarai.<br />

“Yang jelas, kami didik mereka<br />

agar mejadi pengusaha mandiri,<br />

baik secara pribadi maupun secara<br />

berkelompok. Bahkan banyak di antara<br />

mereka sekarang sudah menjadi kepala<br />

mekanik,” imbuh Ir Syafri. RCW.<br />

48 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 49


lingkungan<br />

Persiapan Menghadapi Banjir<br />

DKI Susun<br />

Rencana Kontinjensi<br />

Badan Penanggulangan<br />

Bencana Daerah (BPBD)<br />

DKI Jakarta menyiapkan<br />

penyusunan Rencana<br />

Kontinjensi (Renkon)<br />

atau tanggap darurat<br />

tingkat kelurahan.<br />

Renkon dimaksudkan<br />

untuk meningkatan<br />

kesiapsiagaan<br />

masyarakat dan<br />

pemangku kepentingan<br />

untuk mengurangi risiko<br />

yang ditimbulkan akibat<br />

bencana banjir.<br />

Renkon secara resmi dimulai<br />

dengan ditandai pemukulan kentong<br />

dan penekanan tombol sirine oleh<br />

Kepala Bidang Informatika dan<br />

Pengendalian BPBD DKI Jakarta Edy<br />

Junaidi di Kantor Kelurahan Jelambar<br />

Baru, Grogol Petamburan Jakarta Barat,<br />

pertengahan Juli lalu. Menurut Edy<br />

Junaedi, penyusunan renkon sangat<br />

diperlukan dalam menghadapi situasi<br />

terburuk di suatu wilayah. Sebenarnya<br />

Pemprov DKI Jakarta telah menyusun<br />

Renkon ini bersamaan dengan banjir<br />

besar yang melanda Jakarta Januari lalu.<br />

Namun karena terburu-buru rencana<br />

itu tak bisa diterapkan segera.<br />

Kontinjensi (contingency)<br />

adalah suatu keadaan atau situasi yang<br />

diperkirakan akan segera terjadi,<br />

tapi mungkin juga tidak akan terjadi<br />

(Oxford Dictionary & BNPB 2011).<br />

Sedangkan menurut Childs &<br />

Dietrich (20<strong>02</strong>) Kontinjensi adalah,<br />

“The additional effort for unexpected<br />

or quickly changing circumstances”<br />

(Childs & Dietrich. 20<strong>02</strong>:241).<br />

Dikatakan Edy, risiko bencana<br />

banjir di DKI Jakarta sangat<br />

dipengaruhi oleh ancaman bencana,<br />

kerentanan dan kapasitas yang ada.<br />

Curah hujan tinggi dalam waktu yang<br />

pendek, daya dukung lingkungan<br />

yang semakin menurun, penurunan<br />

permukaan tanah akibat eksploitasi<br />

air berlebihan serta pembangunan<br />

infrastruktur, semakin meningkatkan<br />

kerentanan wilayah maupun komunitas<br />

DKI Jakarta. Kompleksnya bencana di<br />

DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara<br />

Republik Indonesia, megapolitan<br />

maupun pusat pertumbuhan dan<br />

pembangunan, membutuhkan sebuah<br />

perencanaan yang sifatnya terpadu,<br />

terkoordinasi dan menyeluruh.<br />

Sebagai pembelajaran banjir yang<br />

terjadi pada awal 2013 lalu, BPBD<br />

DKI Jakarta bekerjasama dengan Mercy<br />

Corps, Masyarakat Penanggulangan<br />

Bencana Indonesia (MPBI) dan<br />

World Vision Indonesia (WVI) telah<br />

menyelenggarakan Pelatihan Fasilitator<br />

Penyusunan Perencanaan Kontinjensi<br />

Banjir Kelurahan DKI Jakarta di Pulau<br />

Harapan, Kabupaten Kepulauan Seribu,<br />

mulai 24 Juni - 28 Juni 2013.<br />

Pelatihan ini diikuti oleh 29 orang<br />

fasilitator, 5 di antaranya perempuan,<br />

berasal dari beragam organisasi dan<br />

kelompok warga di Jakarta. Fasilitator<br />

berlatih memfasilitasi warga Pulau<br />

Harapan menyusun rencana kontinjensi<br />

angin puting beliung. Para fasilitator<br />

inilah yang akan mendukung BPBD<br />

DKI Jakarta dalam menfasilitasi<br />

penyusunan Rekon bencana banjir<br />

di 11 kelurahan di DKI Jakarta.<br />

Para fasilitator berasal dari Badan<br />

Penanggulangan Bencana Daerah<br />

(BPBD) DKI Jakarta, Mercy Corps,<br />

World Vision Indonesia (WVI),<br />

Yayasan Sringanis, Marga Sejahtera<br />

(ChildFund), Jakarta Rescue, SP3<br />

Kemenpora, Dompet Dhuafa dan<br />

Universitas Pertahanan.<br />

“Sebagai tahap awal penyusunan<br />

Renkon dilanjutkan di 11 kelurahan<br />

terpilih, yakni; KelurahanPasar Minggu,<br />

Menteng Dalam, Pulogadung, Bidara<br />

Cina, Kapuk, Kapuk Muara, Kedoya<br />

Utara, Semper Barat, Cawang, dan<br />

Kampung Melayu,“ ujarnya.<br />

“Selesai 11 kelurahan tersebut,<br />

segera disusul kelurahan lain yang<br />

jumlahnya 124 kelurahan yang<br />

merupakan kelurahan terdampak banjir,<br />

Januari 2014,” sambungnya lagi.<br />

Risiko Tinggi<br />

Berdasarkan peta BNPB yang<br />

diperkuat oleh BPBD DKI Jakarta<br />

dalam kajian risiko bencana yang<br />

dilakukan pada tahun 2011-2012,<br />

wilayah DKI Jakarta memiliki tingkat<br />

risiko bencana banjir yang tinggi.<br />

Secara obyektif, bencana banjir<br />

merupakan kejadian tahunan yang<br />

dialami sebagian besar wilayah DKI<br />

Jakarta dengan tingkat risiko yang<br />

beragam. Kejadian banjir tahun 2013<br />

menunjukkan tren peningkatan<br />

wilayah genangan dari kejadian banjir<br />

besar sebelumnya. Tidak kurang<br />

124 kelurahan merupakan wilayah<br />

terdampak buruk akibar banjir.<br />

Cukup banyak upaya telah<br />

dilakukan untuk mengurangi<br />

risiko bencana banjir, baik yang<br />

bersifat preventif, mitigasi maupun<br />

kesiapsiagaan. Upaya-upaya ini terus<br />

dilakukan, baik oleh pemerintah<br />

pusat, pemerintah provinsi mapun<br />

kelompok-kelompok masyarakat sipil<br />

dan komunitas. Kelurahan sebagai<br />

struktur pemerintahan paling kecil,<br />

sekaligus merupakan abdi negara<br />

yang langsung bersentuhan dengan<br />

masyarakat, secara efektif dapat<br />

memulai penanggulangan bencana<br />

yang dikembangkan oleh masyarakat<br />

itu sendiri. Karena sumberdaya utama<br />

dalam pengurangan risiko bencana<br />

justru bersumber dari masyarakat.<br />

Tentu saja tanpa meninggalkan peran<br />

dan kewajiban pemenerintah sebagai<br />

penanggungjawab, termasuk dalam<br />

penanggulangan bencana.<br />

Sebagai upaya mensistematisasikan<br />

penanganan bencana banjir, khususnya<br />

pada fase kesiapsiagaan dan efektivitas<br />

tanggap darurat dibutuhkan<br />

perencanaan yang dibangun<br />

berdasarkan komitmen dan kesepakatan<br />

bersama. Sehingga risiko bencana<br />

dapat diminimalisir saat adanya bahaya<br />

atau ancaman bencana. Karena sulit<br />

diprediksi waktu terjadinya banjir atau<br />

ancaman bencana lain secara pasti.<br />

Demikian juga besaran atau lamanya<br />

kejadian tersebut. Dampak perubahan<br />

iklim yang terjadi, menambah komplek<br />

kondisi tersebut, baik dampaknya<br />

terhadap tingkat ancaman bencana<br />

dan kerentanan maupun menurunkan<br />

kapasitas.<br />

Melalui perencanaan Kontinjensi,<br />

akibat dari ketidakpastian dapat<br />

diminimalisasi melalui pengembangan<br />

skenario dan asumsi proyeksi<br />

50 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 51


kebutuhan untuk tanggap darurat.<br />

Rencana Kontinjensi tingkat kelurahan<br />

merupakan upaya kesiapsiagaan pada<br />

level kelurahan yang melibatkan<br />

multipihak di tingkat kelurahan. Tidak<br />

dimilikinya kewenangan vertikal pada<br />

tingkat kelurahan, menempatkan<br />

peran serta multipihak atau pemangku<br />

kepentingan pada tingkat utama.<br />

Komitmen dan kesepakatan dari<br />

pemangku pada wilayah kelurahan<br />

menjadi dasar pelaksanaan operasional<br />

dari Renkon. Demikian juga dengan<br />

dukungan warga masyarakat lainnya.<br />

Tidak saja keterlibatannya dalam<br />

penanganan bencana atau mengikuti<br />

prosedur yang ditetapkan oleh<br />

pihak kelurahan, tapi juga kontribusi<br />

sumberdaya yang dimiliki dan<br />

dibutuhkan saat kondisi krisis terjadi.<br />

Rencana Kontinjensi tingkat<br />

kelurahan merupakan salah satu<br />

indikator dari desa tangguh yang<br />

menjadi program nasional melalui<br />

Perka BNPB No.1/2012 dan dijalankan<br />

secara serentak pada tingkat provinsi<br />

atau kabupaten/kota. Selain indikator<br />

lain berupa kajian dan peta ancamam<br />

bencana atau risiko bencana, jalur<br />

evakuasi, tim siaga bencana atau<br />

komunitas siaga bencana, forum<br />

pengurangan risiko bencana dan<br />

lainnya.<br />

Untuk itu penyusunan rencana<br />

Kontinjensi pada tingkat kelurahan<br />

secara otomatis akan memenuhi<br />

sebagian besar indikator dari desa<br />

tangguh. Karena sebagai syarat<br />

penyusunan Renkon adalah telah<br />

adanya kajian dan peta risiko bencana,<br />

peringatan dini, jalur dan temp[at<br />

evakuasi. Sedangkan sebagai rencana<br />

tindak lanjut perlu adanya dokumen<br />

Renkon yang tersusun dan dikukuhkan<br />

melalui legalisasi di tingkat kelurahan.<br />

“Saat ini kita sudah siap karena<br />

kita sudah memiliki kajian, peta risiko<br />

bencana, peringatan dini, jalur dan<br />

tempat evakuasi,” ujar Edy Junaedi.<br />

Tujuan penyusunan Renkon<br />

bencana banjir di tingkat kelurahan<br />

sebagai upaya meningkatkan<br />

kesiapsiagaan masyarakat dan<br />

pemangku kepentingan pada tingkat<br />

kelurahan untuk mengurangi risiko<br />

yang ditimbulkan akibat bencana<br />

banjir . selanjutnya Renkon akan<br />

menjadi panduan bagi seluruh pihak<br />

dalam menangani kondisi krisis yang<br />

terjadi. Telah terpetakannya kebutuhankebutuhan<br />

dasar, sumberdaya yang<br />

tersedia serta kesenjangan yang ada<br />

diharapkan mampu mempercepat<br />

pemenuhan kebutuhan dasar<br />

saat diperlukan. Demikian juga<br />

dengan peran dan tanggung jawab<br />

multipihak dapat mempercepat atau<br />

mengefektifkan kerja tanggap darurat.<br />

Hal yang terpenting dari proses<br />

ini adalah, terbangunnya kebersamaan<br />

seluruh pihak terkait, baik pemerintah<br />

kelurahan maupun instansi lain,<br />

masyarakat maupun sektor swasta<br />

untuk saling mengisi, saling membantu<br />

dan saling menguatkan untuk<br />

mengurangi risiko bencana yang terjadi<br />

di suatu kelurahan. Dengan demikian<br />

akan terbangun sebuah gerakan<br />

pengurangan risiko berlandaskan asa<br />

kemanusiaan untuk mewujudkan<br />

kehidupan bermartabat.<br />

Empat Bidang Tugas<br />

Kepala BPBD DKI Jakarta,<br />

Ery Basworo mengatakan, BPBD<br />

DKI Jakarta dalam melaksanakan<br />

tugasnya berdasarkan 4 bidang<br />

yang ada. Keempat bidang tersebut<br />

adalah; Bidang Pencegahan dan<br />

kesiap siagaan,Bidang Kedaruratan<br />

dan Logistik, Bidang Rehabilitasi dan<br />

Rekonstruksi, serta Bidang Informatika<br />

dan Pengendalian.<br />

“Kegiatan yang sedang berjalan<br />

sekarang ini, yakni penyusunan<br />

Rencana Kontinjensi (Renkon) adalah<br />

bagian dari program kerja Bidang<br />

Pencegahan dan Kesiapsiagaan,” ujar<br />

Ery Basworo saat ditemui di kantornya<br />

beberapa waktu lalu.<br />

Renkon, kata Ery lagi,<br />

disusun dalam rangka kesiapsiagaan<br />

menghadapi ancaman bencana banjir<br />

di seluruh wilayah DKI Jakarta,<br />

penyusunan Renkon kelurahan<br />

dilaksanakan di 124 kelurahan yang<br />

merupakan kelurahan terdampak banjir<br />

pada Januari 2013 lalu. Jadi intinya,<br />

suatu rencana kedepan berdasarkan<br />

kejadian-kejadian kemarin atau<br />

sebelumnya.<br />

“Contohnya beginiya, banjir yang<br />

terjadi kemari kita butuh 100 perahu.<br />

Nah tahun depan kita siapkan 115<br />

perahu. Begitu dengan kebutuhan lain,<br />

seperti makanan, tenda, obat-obatan<br />

dan lainnya,” ujarEry.<br />

Jadi berpikirnya adalah prediksi<br />

kedepan. Minimal kebutuhan ditambah<br />

15 persen dari kebutuhan sebelumnya.<br />

Selainitu, menurut Ery, BPBD<br />

juga melakukan berbagai pelatihan<br />

dan sosialisasi tentang persiapan<br />

penanggulangan bencana, baik bencana<br />

banjir, kebakaran, gempa bumi dan<br />

lainnya. Pelatihan ditujukan kepada<br />

siswa sekolah di DKI Jakarta, mulai<br />

tingkat dasar hingga SLTA. Kemudian<br />

kepada para guru, masyarakat serta para<br />

relawan di bidang kebencanaan. Khusus<br />

di lima wilayah kotamadya secara<br />

rutin juga dilaksanakan pelatihan<br />

penanggulangan bencana<br />

kebakaran.<br />

Selanjutnya kepada pemiliki<br />

gedung di Jakarta, BPBD juga<br />

melakukan sosialisasi tentang<br />

proses evakuasi mana kala terjadi<br />

bencana kebakaran atau gempa<br />

bumi. BPBD mengingatkan<br />

agar setiap pemilik gedung harus<br />

menyediakan tangga darurat<br />

untuk proses evakuasi. Tangga<br />

darurat ini harus dibiarkan kosong dan<br />

tidak boleh dipakai untuk menaruh<br />

barang apapun yang bias menghambat<br />

proses evakuasi. Selain kebakaran,<br />

pemilik gadung juga harus memiliki<br />

system keamanan saat terjadi banjir.<br />

Karena biasanya pemilik gedung lebih<br />

focus pada kebakaran ketimbang banjir.<br />

“Di DKI Jakarta, bencana<br />

kebakaran tercatat paling tinggi,<br />

tahun 2012 lalu mencapai 1042 kasus.<br />

Disusul kemudian banjir, konflik social<br />

dan lainnya,” tandas Ery.<br />

Darurat<br />

Dikatakan Ery, bidang berikutnya<br />

yang menjadi tugas pokok BPBD<br />

adalah Bidang Kedaruratan dan<br />

Logistik. Bidang ini, BPBD memilki<br />

kewenangan untuk koordinasi dan<br />

komando. Dalam kondis idarurat biasa,<br />

tugas BPBD bersifat koordinasi. Tapi<br />

bila kondisi darurat bersifat mendesak<br />

bias berubah komando. Dan jika sudah<br />

pada tahap tanggap darurat, maka<br />

kewenangannya ada di pusat.<br />

Untuk kordinasi ini, BPBD<br />

membawahi 9 Satuan Kerja Perangkat<br />

daerah (SKPD), yakni; Dinas<br />

Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas<br />

Kebakaran, Satpol PP, Dinas Pekerjaan<br />

Umum, Dinas Pertamanan, Dinas<br />

Perhubungan, Dinas Kebersihan dan<br />

Dinas Perindustrian dan Energi. Jadi<br />

untuk mengatasi keadaan darurat<br />

bencana, BPBD bias memerintahkan<br />

9 SKPD tersebut untuk mengatasi<br />

bencana maupun untuk menangani<br />

52 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 53


lingkungan<br />

korban bencana. Namun dalam kondisi<br />

tertentu, mereka bias turun langsung<br />

kelapangan tanpa harus menunggu<br />

koordinasi dengan BPBD.<br />

“Kita punya Pusdalops, SMS<br />

Gateway, Early Warning Sistem.<br />

Call Center 164 yang berfungsi<br />

24 jam untuk memantau dan<br />

menginformasikan berbagai hal yang<br />

terkait dengan bencana,” ujarnya.<br />

Di Pusdalops, kata Ery, kita<br />

punya data secara real time tentang<br />

perkembangan kondisi air di Bendung<br />

Katulampa. Jika terjadi hujan besar<br />

di Bogor dan Bandung Katulampa<br />

masuk dalam Siaga 1, maka langsung<br />

dikordinasikan kedinas-dinas terkait,<br />

terutama Dinas Sosial untuk segera<br />

menyiapkan bantuan. Dalam hal ini,<br />

BPBD sudah mengetahui baik dari<br />

segi tinggi siaga dan lamanya banjir<br />

menggenangi Jakarta.<br />

“Lewat Pusdalops, kita tahu<br />

siaga berapa dan berapa lama air<br />

menggenangi rumah warga. Kalau Siaga<br />

1 tapi Cuma satu malam, kita bias<br />

sediakan makan, bias juga tidak. Tapi<br />

kalau lebih dari 24 jam, maka harus<br />

kita sediakan makan, tempat evakuasi<br />

dan lainnya,” lanjutnya.<br />

Mengenai Bidang Rehabilitasi dan<br />

Rekonstruksi, ini yang membedakan<br />

BPBD DKI Jakarta dengan BPBD<br />

Provinsi lain. Kalau BPBD Provinsi<br />

lain punya dana dan dapat melakukan<br />

rehabilitasi dan rekronstruksi,<br />

sedangkan BPBD DKI tidak bisa,<br />

karena tidak memiliki dana sendiri<br />

untuk itu. Dana rehabilitasi dan<br />

rekonstruksi sudah ada di 9 SKPD.<br />

Jadi BPBD DKI Jakarta tinggal<br />

mengkoordinir kebutuhan saja.<br />

Jika dirasa masih kurang, BPBD<br />

bias mengusulkan adanya anggaran<br />

tambahan.<br />

“Adapun bidang yang terakhir<br />

adalah Bidang Informatika dan<br />

Pengendalian yang menghimpun<br />

dan mengolah pusat data tentang<br />

kebencanaan di DKI Jakarta. Bidang ini<br />

membawahi Pusdalops dan teknologi<br />

informasi BPBD Jakarta,” ucapnya.<br />

NR.<br />

Perda No.3/Tahun 2013<br />

Ajak Partisipasi Swasta Kelola Sampah<br />

Kini Jakarta miliki Perda baru pengelolaan sampah,<br />

Perda No.3/2013 ini menggantikan Perda No.5/ 1988<br />

tentang Kebersihan Lingkungan dalam Wilayah DKI<br />

Jakarta.<br />

Sampah di perkotaan seringkali<br />

menimbulkan persoalan ketika pola<br />

penanganannya belum mampu<br />

mengakomodir seluruh sampah yang<br />

ada. Di Jakarta, persoalan sampah<br />

menjadi kompleks karena berbagai<br />

faktor, tidak hanya besarnya jumlah<br />

sampah yang harus ditangani setiap<br />

harinya, sarana prasarana yang tersedia<br />

saat ini juga belum memadai, baik<br />

jumlah maupun kondisi yang sudah tak<br />

layak lagi serta keterbatasan lahan.<br />

Selain itu, kebiasaan masyarakat<br />

buang sampah sembarangan, seperti<br />

ke sungai atau saluran air sehingga<br />

mengakibatkan banjir. Ini merupakan<br />

tantangan bagi Pemerintah DKI<br />

Jakarta untuk mengajak masyarakat<br />

berpartisipasi aktif dalam mengelola<br />

sampah. Karenanya, Pemprov DKI<br />

Jakarta menginisiasi Perda tentang<br />

Pengelolaan Sampah sebagai turunan<br />

dari Undang-undang No.8 Tahun<br />

2008.<br />

Kepala Dinas Kebersihan Provinsi<br />

DKI Jakarta, Unu Nurdin, mengatakan,<br />

pihaknya ingin menyadarkan<br />

masyarakat agar membuang sampah<br />

pada tempatnya. “Masyarakat yang<br />

belum sadar inilah yang harus dibenahi,<br />

makanya kita buat dulu landasan<br />

aturannya,” ujarnya saat ditemui Media<br />

Jaya di ruang kerjanya.<br />

Menurutnya, Perda ini mengatur<br />

pengelolaan sampah di DKI Jakarta<br />

secara komprehensif dari hulu hingga<br />

hilir dengan sistematika pengaturan<br />

antara lain meliputi tugas dan<br />

tanggung jawab pemerintah; hak,<br />

kewajiban, dan tanggung jawab<br />

masyarakat; hak, kewajiban, dan<br />

tanggung jawab produsen; insentif dan<br />

disinsentif; perizinan; penyelenggaraan<br />

pengelolaan sampah; teknologi tepat<br />

guna dan ramah lingkungan; kerja<br />

sama dan kemitraan; pengawasan dan<br />

pengendalian; serta larangan dan sanksi.<br />

“Dibuatnya Perda Pengelolaan<br />

Sampah ini bertujuan meningkatkan<br />

peran serta masyarakat dan pelaku<br />

usaha untuk secara aktif mengurangi<br />

sampah. Pemerintah tidak dapat<br />

bekerja sendiri tetapi partisipasi aktif<br />

masyarakat dan stakeholder sangat<br />

dibutuhkan,” tegas Unu.<br />

Subsidi Silang<br />

Peran aktif seluruh stakeholder<br />

dan masyarakat untuk menjaga<br />

kebersihan sangat diperlukan. Untuk<br />

mengatur sinergitas antarpemangku<br />

kepentingan, dalam Perda ini diatur<br />

mengenai kewajiban pengelola kawasan<br />

industri, kawasan komersial, kawasan<br />

khusus, dan kawasan permukiman elite<br />

untuk mengelola sampahnya secara<br />

mandiri.<br />

Pengelola kawasan komersial,<br />

kata Unu, berkewajiban melakukan<br />

pengumpulan, pengangkutan dan<br />

pengolahan sampahnya sendiri atau<br />

dapat dikerjasamakan dengan badan<br />

usaha di bidang kebersihan. Jika<br />

mereka mengirimkan sampahnya ke<br />

TPA Bantargebang, maka diwajibkan<br />

membayar retribusi pengelolaan<br />

sampah. Sehingga pembiayaan APBD<br />

untuk sektor kebersihan yang selama ini<br />

dibebankan kepada pemerintah dapat<br />

dikurangi, sekaligus akan menjadi PAD<br />

dari retribusi tersebut, sehingga terjadi<br />

subsidi silang.<br />

Selain subsidi silang, l dalam Perda<br />

Pengelolaan Sampah tersebut dijelaskan<br />

mengenai adanya kemitraan, terutama<br />

dalam hal daur ulang dan pengolahan<br />

sampah.<br />

“Kemitraan ini bisa dilakukan<br />

dari tingkat paling bawah, yaitu<br />

rukun tetangga (RT). Masyarakat bisa<br />

menggandeng pelaku usaha sehingga<br />

sampah bisa memiliki nilai ekonomis,”<br />

tuturnya.<br />

Unu mengatakan, ketentuan<br />

mengenai adanya pengelolaan sampah<br />

agar memiliki nilai ekonomis ini<br />

merupakan kemajuan jika dibanding<br />

aturan pendahulunya, dengan sisi sanksi<br />

yang lebih menonjol.<br />

Perda ini juga menyatakan bahwa<br />

pemerintah daerah akan memberikan<br />

insentif kepada masyarakat atau<br />

kelompok di dalamnya tentang<br />

pengelolaan sampah ini. “Suntikan ini<br />

bisa berupa fiskal, seperti modal; atau<br />

non-fiskal, seperti pendampingan,”<br />

terangnya.<br />

Sanksi<br />

Sebagai landasan aturan hukum,<br />

dalam Perda tersebut telah diatur<br />

sanksi bagi pelanggar yang penegakan<br />

54 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 55


sanksinya akan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil<br />

yang telah ditetapkan bekerjasama dengan elemen kepolisian<br />

dan petugas keamanan dan ketertiban. Merekalah yang akan<br />

bertugas melakukan pengawasan serta penindakan terhadap<br />

pelanggaran Perda tersebut di lapangan.<br />

Bagi para pelanggar akan dikenakan sanksi berupa<br />

teguran hingga uang paksa yang besarnya berbeda-beda sesuai<br />

pelanggarannya. Lihat Tabel berikut :. ANN<br />

Sanksi Perorangan/Rumah Tangga<br />

Subjek Hukum Bentuk Sanksi Pasal<br />

Setiap rumah tangga<br />

yang lalai atau<br />

dengan sengaja tidak<br />

melakukan pemilahan<br />

sampah<br />

Setiap orang dengan<br />

sengaja atau terbukti<br />

membuang sampah<br />

di luar jadwal yang<br />

ditentukan<br />

Setiap orang dengan<br />

sengaja atau terbukti<br />

membuang, menumpuk<br />

sampah dan/atau<br />

bangkai binatang ke<br />

sungai/kali/kanal,<br />

waduk, situ, saluran air<br />

limbah, di jalan, taman,<br />

atau tempat umum.<br />

Setiap orang dengan<br />

sengaja atau terbukti<br />

membuang sampah dari<br />

kendaraan<br />

Setiap orang dengan<br />

sengaja atau terbukti<br />

mengeruk atau mengais<br />

sampah di TPS yang<br />

berakibat sampah<br />

menjadi berserakan,<br />

membuang sampah<br />

diluar tempat/lokasi<br />

pembuangan yang telah<br />

ditetapkan<br />

Ketua RW wajib<br />

memberikan sanksi<br />

administrative sesuai<br />

keputusan musyawarah<br />

pengurus RW<br />

Dikenakan uang<br />

paksa paling banyak<br />

Rp.100.000,00 (seratus<br />

ribu rupiah)<br />

Dikenakan uang<br />

paksa paling banyak<br />

Rp.500.000,00 (lima<br />

ratus ribu rupiah)<br />

Dikenakan uang<br />

paksa paling banyak<br />

Rp.500.000,00 (lima<br />

ratus ribu rupiah)<br />

Dikenakan uang<br />

paksa paling banyak<br />

Rp.500.000,00 (lima<br />

ratus ribu rupiah)<br />

Pasal 127 ayat (1)<br />

Pasal 130 ayat (1a)<br />

Pasal 130 ayat (1b)<br />

Pasal 130 ayat (1c)<br />

Pasal 130 ayat (1d)<br />

Sanksi Badan Usaha/Pengelola Kawasan<br />

Subjek Hukum Bentuk Sanksi Pasal<br />

Penanggungjawab dan/<br />

atau pengelola kawasan<br />

permukiman, kawasan<br />

komersial, kawasan<br />

industri, kawasan<br />

khusus, yang lali atau<br />

dengan sengaja tidak<br />

menyediakan fasilitas<br />

dan/atau melaksanakan<br />

pengelolaan sampah.<br />

Pengelola fasilitas<br />

umum, fasilitas<br />

social, dan fasilitas<br />

lainnya yang lali atau<br />

dengan sengaja tidak<br />

menyediakan fasilitas<br />

pemilahan dan/<br />

atau tidak melakukan<br />

pemilahan sampah<br />

Setiap produsen yang<br />

lalai atau dengan<br />

sengaja dan/atau<br />

tidak mencantumkan<br />

label dan tanda yang<br />

berhubungan dengan<br />

pengurangan dan<br />

penanganan sampah<br />

pada kemaan dan/atau<br />

produk yang dihasilkan<br />

dan/atau beredar di<br />

daerah dan melakukan<br />

pengelolaan kemasan<br />

dan/atau produk yang<br />

tidak dapat atau sulit<br />

terurai oleh proses alam<br />

Setiap<br />

penanggungjawab dan/<br />

atau pengelola pusat<br />

perbelanjaan, toko<br />

modern dan pasar<br />

yang lalai atau dengan<br />

sengaja menggunakan<br />

kantong belanja yang<br />

ramah lingkungan<br />

Sanksi administratif<br />

berupa uang paksa<br />

paling sedikit<br />

Rp.10.000.000,00<br />

(sepuluh juta rupiah)<br />

dan paling banyak<br />

Rp.50.000.000,00<br />

(lima puluh juta rupiah)<br />

Sanksi administratif<br />

berupa uang paksa<br />

paling sedikit<br />

Rp.1.000.000,00<br />

(satu juta rupiah)<br />

dan paling banyak<br />

Rp.5.000.000,00 (lima<br />

juta rupiah)<br />

Sanksi administratif<br />

berupa uang paksa<br />

paling sedikit<br />

Rp.25.000.000,00 (dua<br />

puluh lima juta rupiah)<br />

dan paling banyak<br />

Rp.50.000.000,00<br />

(lima puluh juta rupiah)<br />

Sanksi administratif<br />

berupa uang paksa<br />

paling sedikit<br />

Rp.5.000.000,00<br />

(lima juta rupiah)<br />

dan paling banyak<br />

Rp.25.000.000,00 (dua<br />

puluh lima juta rupiah)<br />

Pasal 127 ayat (2)<br />

Pasal 127 ayat (3)<br />

Pasal 129 ayat (2)<br />

Pasal 129 ayat (3)<br />

DKI-Rotterdam<br />

Kerjasama Tangani Banjir<br />

Pemprov DKI Jakarta melakukan<br />

kerjasama dengan Pemerintah Kota<br />

Roterdam dalam penanganan banjir di<br />

ibu kota. Bentuk kerjasama<br />

itu tertuang dalam Minute of<br />

Agreement (MoA) Jakarta-<br />

Rotterdam di bidang tata<br />

air periode 2013-2015.<br />

Kerjasama ini merupakan<br />

kelanjutan dari kerjasama<br />

serupa yang telah berjalan<br />

sejak 2009.<br />

Gubernur DKI Jakarta,<br />

Joko Widodo mengatakan,<br />

kerjasama ini meliputi<br />

manajemen operasional<br />

alat pengeruk lumpur dan<br />

pertukaran pengetahuan<br />

dalam hal penyiapan masterplan<br />

pengendalian banjir. Kerjasama ini<br />

telah berjalan sejak dilakukannya serah<br />

terima alat pengeruk lumpur dari<br />

Pemerintah Kota Rotterdam kepada<br />

Pemprov DKI Jakarta pada tahun 2009.<br />

“Untuk periode hingga tahun 2015,<br />

kerjasama difokuskan pada dua hal<br />

yaitu peningkatan kapasitas sumber<br />

daya manusia dalam pengelolaan<br />

sumber daya air perkotaan yang<br />

terpadu melalui program-program<br />

pelatihan. Selain itu juga pertukaran<br />

informasi dan pengetahuan mengenai<br />

tantangan dan isu strategis yang<br />

dihadapi oleh kota delta,” kata<br />

Jokowi, usai penandatanganan MoA<br />

bersama Walikota Rotterdam, Ahmed<br />

Aboutaleb, di Balaikota DKI Jakarta,<br />

Senin (23/9).<br />

Untuk kerjasama di bidang Sumber<br />

Daya Air, keduanya telah saling<br />

bertukar informasi dan pengalaman<br />

antara Dinas Teknis Rotterdam dengan<br />

Dinas Teknis DKI Jakarta, yang<br />

didukung oleh Kementerian Teknis dari<br />

Pemerintah Belanda dan Indonesia.<br />

“Contohnya seperti manajemen<br />

sumber daya air, perencanaan tata ruang<br />

dan infrastruktur, serta pengembangan<br />

pelabuhan, terutama dalam konteks<br />

pengembangan National Capital<br />

Integrated Coastal Development<br />

(NCICD),” tambahnya.<br />

Hubungan Jakarta-Rotterdam telah<br />

terjalin sejak tahun 1986 dan kerjasama<br />

telah dilaksanakan di bidang sistem<br />

manajemen informasi, pengelolaan<br />

sampah, manajemen sumber daya air,<br />

serta manajemen museum.<br />

Langkah konkretnya dari perjanjian<br />

ini yakni akan dikirim beberapa staf<br />

Pemprov DKI Jakarta ke Rotterdam<br />

untuk mempelajari beberapa hal.<br />

Mereka akan mempelajari pengetahuan<br />

manajemen sumber daya air kota<br />

besar, perencanaan tata ruang sekaligus<br />

infrastruktur serta pengembangan<br />

pelabuhan.<br />

Meski demikian, Jokowi belum<br />

mengetahui teknis kerja sama tersebut,<br />

terutama menyangkut jumlah orang<br />

yang akan dikirim, dari dinas mana<br />

saja, dan sebagainya. “Saya ingin kirim<br />

sebanyak-banyaknya agar mindset-nya<br />

menuju Jakarta ke lebih baru. Karena<br />

apapun mereka jauh lebih<br />

berpengalaman daripada kita,”<br />

ujarnya.<br />

Diakui Jokowi, Jakarta<br />

terlambat dalam melakukan<br />

penanganan banjir. Padahal<br />

blueprint penanganan sudah<br />

ada. Menurutnya, diperkirakan<br />

butuh waktu 10-15 tahun<br />

untuk dapat menyelesaikan<br />

masalah banjir di Jakarta.<br />

Sebab, Nederland sendiri<br />

butuh waktu hingga 200<br />

tahun. “Jangan harap setahun<br />

kita bebas banjir. Sebetulnya<br />

kalau kita kerja kenceng, 10-15 tahun<br />

itu sudah bisa. Ini selain Giant Sea Wall<br />

lho ya,” ucapnya.<br />

Jokowi juga berharap penanganan<br />

banjir ini mendapatkan dukungan dari<br />

provinsi lain. Karena Jakarta adalah<br />

hilir dari 13 sungai, sementara hulunya<br />

berada di kawasan sekitar Jakarta. “Tapi<br />

sekali lagi itu juga tergantung provinsi<br />

yang di atas. Tergantung provinsi lain,”<br />

tegasnya.<br />

Walikota Rotterdam, Ahmed<br />

Aboutaleb, mengapresiasi positif<br />

kerjasama tersebut. Menurutnya,<br />

dengan cara pertukaran informasi<br />

bagaimana manajemen pengendalian<br />

banjir yang baik, pihaknya dapat<br />

membantu Jakarta keluar dari masalah<br />

banjir.<br />

“Saya percaya Jakarta bisa. Jakarta<br />

itu kota yang kuat, Indonesia negara<br />

yang bagus. Kita pun hanya bisa<br />

membantu dalam hal pertukaran<br />

informasi,” tandasnya. (beritajakarta.<br />

com)<br />

Badan usaha yang<br />

Sanksi administratif Pasal 131 ayat (1)<br />

terbukti melkaukan berupa uang paksa<br />

usaha pengelolaan paling sedikit<br />

smapah tanpa izin<br />

Rp.5.000.000,00<br />

(lima juta rupiah)<br />

dan paling banyak<br />

Rp.10.000.000,00<br />

(sepuluh juta rupiah)<br />

dengan ketentuan<br />

wajib memproses Izin<br />

Usaha Pengelolaan<br />

56<br />

Sampah<br />

Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 57


sosial<br />

Anak Jalanan<br />

di Angkutan Umum<br />

Anak-anak jalanan acap naik-turun angkutan umum,<br />

baik bus besar maupun bus sedang. Keberadaan<br />

mereka dianggap sangat mengganggu kenyamanan<br />

penumpang.<br />

Di dalam angkutan umum<br />

tersebut mereka mengamen, namun<br />

belakangan banyak yang hanya berorasi<br />

dengan tujuan minta uang kepada para<br />

penumpang. Nadanya penuh ancaman,<br />

dengan mengumbar kata-kata yang<br />

tidak sopan. Orasinya kurang lebih<br />

seperti ini :<br />

“Bapak-ibu-0om-tante, kami hadir<br />

di sini bukan untuk menodong atau<br />

mencopet, tapi kami hanya berharap<br />

belas kasihan bapak-ibu-oom dan<br />

tante uang seribu atau dua ribu untuk<br />

membeli nasi bungkus.. Bukan kami<br />

pemalas, bukan kami tak mau kerja,<br />

tetapi di Jakarta ini sulit mendapatkan<br />

pekerjaan. Kami cuma butuh<br />

makan……minum……merokok,”<br />

teriaknya .<br />

Sementara teman lainnya di<br />

pintu depan atau belakang menyahut<br />

pula, “Ya bapak, ibu, tante, oom, kami<br />

hanya butuh makan. !” Merweka pun<br />

terus mengoceh dengan kata-kata yang<br />

tak enak didengar. “Bapak, ibu, oom<br />

dan tante tidak akan menjadi miskin<br />

hanya mengeluarkan uang seribu atau<br />

dua ribu.”<br />

Mereka lalu menadahkan<br />

tangannya kepada setiap penumpang.<br />

Jika tidak diberi atau dicueki, kadang<br />

mereka ganti memelototi, atau<br />

tangannya tetap menengadah. Ada<br />

pula yang mengaku mantan residivis.<br />

Kata-katanya seperti ini, “Kami<br />

bukan ingin menjambret. Bukan<br />

ingin menodong. Kami tidak ingin<br />

mengulangi masa lalu yang kelam. Di<br />

penjara ternyata menyakitkan. Kami<br />

hanya mengharapkan belas kasihan.<br />

Harga diri Anda akan sangat terhormat<br />

kalau rela memberikan uang recehan<br />

kepada kami untuk makan. Mati tidak<br />

membawa harta,”<br />

Jika Anda biasa naik angkutan<br />

umum, maka perilaku anak jalanan<br />

seperti itu akan Anda jumpai. Cobalah<br />

naik Metro Mini dari terminal Blok M<br />

jurusan Ciledug, atau Kopaja jurusan<br />

Meruya-Kalideres atau Fatmawati -<br />

Pondok Labu. Ketika angkutan umum<br />

itu mulai memasuki Jl Melawai Raya,<br />

anak-anak jalanan atau anak-anak punk<br />

itu mulai mengganggu ketenangan<br />

penumpang sampai Jl Barito. Dari Jl<br />

Barito, ganti kelompok lain sampai<br />

Anak-anak jalanan, acap mengganggu ketertiban umum. Selain mengamen, kadang mereka<br />

juga meminta-minta bahkan agak memaksa terhadap para penumpang angkutan umum.<br />

Pasar Mayestik. Dari Pasar Mayestik<br />

muncul kelompok baru sampai Velbak,<br />

ganti kelompok baru lagi sampai Pasar<br />

Cipulir. Dari Cipulir sampai Cileduk<br />

(C BD), tak terhitung anak jalanan<br />

naik turun Metro Mini. Demikian pula<br />

sebaliknya. Penumpang benar-benar<br />

dibuat tidak nyaman sampai terminal<br />

Blok M.<br />

“Yang bikin kesal, cara<br />

memintanya setengah memaksa. Dari<br />

mulutnya bahu minuman keras dan<br />

rokok. Bukan kita tak mau peduli, tapi<br />

tingkah laku mereka sering membuat<br />

sebel. Kata-katanya tidak etis dan<br />

cenderung menyindir,” kata Widya (27)<br />

seorang karyawati sebuah perusahaan<br />

property,<br />

Ungkapan Widya dibenarkan Ibu<br />

Mirawati (42), karyawan sebuah rumah<br />

sakit swasta di Kebayoran Baru yang<br />

kebetulan tujuannya sama, ke Blok M.<br />

Di dalam bus, masuklah anak-anak<br />

dengan model ala punk. Orasinya<br />

tentu menyebalkan.<br />

Di Jakarta ini, katanya, banyak<br />

wanita cantik jual diri. Banyak wanita<br />

cantik jadi isteri simpanan pejabat<br />

tinggi. Banyak yang menumpuk harta<br />

hasil korupsi. Hasil korupsi tidak akan<br />

dibawa mati. Lebih baik recehannya<br />

berikan pada kami untuk membeli<br />

sebungkus nasi. “Kami lapar bapak-ibuoom<br />

dan tante.” Begitulah, ujungujungnya<br />

minta duit.<br />

Anjal Liar<br />

Situasi semacam ini bukan hanya<br />

terbatas di wilayah Jakarta Selatan,<br />

tetapi sudah merata di lima wilayah<br />

Jakarta. Mereka adalah anak-anak<br />

jalanan liar yang tak jelas identitasnya.<br />

Kepala Dinas Sosial, H Kian Kelana<br />

mengutarakan, Dinas Sosial telah<br />

berulangkali merazia mereka,<br />

menampung, dan membina mereka di<br />

sebuah panti di Kedoya, Jakarta Barat.<br />

Ternyata mengalami banyak kendala.<br />

Butuh kesabaran untuk mengajak<br />

mereka disiplin. Bahkan disuruh mandi<br />

pun susah.<br />

“Untuk mengajarkan mereka<br />

hidup disiplin, mungkin perlu<br />

pembinaan dengan gaya militer. Tetapi<br />

cara itu belum dilakukan, baru wacana.<br />

Karen a, untuk menerapkan pendidikan<br />

seperti itu kami harus memikirkannya<br />

secara cermat,” tutur Kian Kelana.<br />

Berbeda dengan anak-anak jalanan<br />

yang dibina di rumah singgah. Mereka<br />

lebih santun. Karena mereka diberikan<br />

pengarahan dan pembinaan secara<br />

intensif oleh pengelola rumah singgah.<br />

Itu dapat dilihat dari kemampuan<br />

mereka ketika menggelar kreativitas<br />

seni dan budaya di Dunia Fantasi yang<br />

dihadiri Gubernur DKI Jakarta, Joko<br />

Widodo akhir Agustus lalu.<br />

“Hingga sekarang, Pemprov DKI<br />

Jakarta melalui Dinas Sosial masih<br />

memberikan tabungan sebesar Rp 1,5<br />

juta/ tahun kepada anak-anak jalanan<br />

yang masih bersekolah,” tutur Kasi<br />

Pembinaan Anak Jalanan Dinas Sosial<br />

DKI Jakarta, Vivi Kafilatul S Sos.<br />

Pengamat Sosial Universitas<br />

Indonesia, Erlangga Masdiana<br />

mengatakan, titik rawan anak jalanan<br />

dan penyandang masalah kesejahteraan<br />

sosial (PMKS) di Jakarta masih sangat<br />

banyak. Setidaklnya, ada 48 titik<br />

rawan tersebar di lima wilayah kota<br />

administrasi.<br />

“Jika terus dibiarkan, masalah ini<br />

akan membawa dampak sosial yang<br />

merugikan banyak pihak. Banyaknya<br />

jumlah anak jalanan dan PMKS dapat<br />

memicu tindak kriminal serta dampak<br />

buruk lainnya,” papar Erlangga.<br />

Menurutnya, penyelesainnya harus<br />

dilakukan antarinstansi pemeruntah<br />

dan antarpemerintah daerah. “ Harus<br />

terintegrasi. Selama ini penangannanya<br />

terpisah-pisah. Razia yang dilakukan<br />

Pemprov DKI Jakarta, harus dilakukan<br />

secara rutin,” tambahnya.<br />

Erlangga menambahkan, anakanak<br />

jalanan bergaya punk tidak<br />

bisa hanya diberi keteram pilan.<br />

Pemerintah harus memberikan<br />

modal dan pengetahuan ekonomi.<br />

Misalnya, tentang kondisi pasar<br />

untuk produk usaha mikro, kecil, dan<br />

menengah. Kalau hanya dipulangkan ke<br />

kampung halaman atau sekadar diberi<br />

ketrampilan, tidak akan menyelesaikan<br />

masalah. Selain itu, sistem administrasi<br />

kependudukan harus diperbaiki,<br />

dengan membuat sistem pengendalian<br />

penduduk. Dengan begitu, arus<br />

urbanisasi dapat dikendalikan.<br />

Dorong partisipasi swasta<br />

Gubernur DKI Jakarta, Joko<br />

Widodo juga mengaku banyaknya<br />

anak jalanan dan PMKS yang<br />

menyerbu Jakarta, membuat Ibu<br />

Kota tampak kumuh dan semrawut.<br />

Karena itu, gubernur meminta agar<br />

Satpol PP bekerja profesional dan<br />

tegas membantu Dinas Sosial dalam<br />

menangani anak jalanan dan PMKS.<br />

Tegas tetapi tidak boleh galak.<br />

Kepala Satpol PP DKI Jakarta,<br />

Kukuh Hadi Santoso yang ditemui di<br />

lapangan mengatakan, pihaknya selalu<br />

mengerahkan aparatnya ke lapangan<br />

berkoordinasi dengan Dinas Sosial<br />

dan berbagai instansi terkait. Pada<br />

bulan Ramadhan lalu, sebanyak 1.500<br />

personil dikerahkan.<br />

“Para personel itu kami turunkan<br />

di beberapa titik rawan anak jalanan<br />

dan PMKS di ibu kota,“ kata kukuh.<br />

Titik rawan itu antara lain perempatan<br />

Matraman, perempatan Pramuka,<br />

perempatan Coca-cola Cempaka<br />

Putih, perempatan Kelapa Gading,<br />

perempatan Taman Mini Indonesia<br />

Indah (TMII), perempatan Fatmawati<br />

dan perempatan Mampang-Kuningan.<br />

“Mereka biasanya di-drop di<br />

suatu titik, dan akan dijemput kembali<br />

sesuai dengan waktu yang ditetapkan<br />

koordinatornya. Semua yang ada akan<br />

ditertibkan, termasuk koordinatornya,”<br />

ucapr Kukuh lagi.<br />

Wakil Ketua DPRD Provinsi DKI<br />

Jakarta, Triwisaksana mengatakan,<br />

Pemprov DKI Jakarta harus dapat<br />

mendorong partisipasi swasta dalam<br />

menangani masalah sosial di Jakarta<br />

melalui program corporate social<br />

responsibility (CSR) yang dimiliki<br />

setiap perusahaan.<br />

“Perusahaan harujs punya<br />

kepedulian sosial sebagai bentuk<br />

tanggung jawab terhadap kota yang<br />

ditempatinya,” tutur Sani, panggilan<br />

akrab Triwisaksana. RCW<br />

58 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 59


Jakarta Siap Hadapi<br />

ASEAN Economic Community<br />

Dalam rangka pembentukan masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) 2015,<br />

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menggagas pertemuan multilateral<br />

antara Gubernur/Walikota ibukota negara ASEAN, 18-19 September 2013 lalu.<br />

Sebanyak 110 orang delegasi dari 10 ibukota negara anggota ASEAN hadir<br />

dalam pertemuan yang bertema “ASEAN Goes Local: Contributing to ASEAN<br />

Community 2015”.<br />

Joko Widodo mengatakan,<br />

pertemuan para pemimpin ibukota<br />

negara anggota ASEAN merupakan<br />

langkah awal untuk membangun<br />

kerangka institusional yang<br />

memfasilitasi peran aktif pemerintah<br />

daerah di seluruh negara anggota<br />

ASEAN dalam pembangunan<br />

Komunitas ASEAN (ASEAN<br />

Community), khususnya dalam rangka<br />

menghadapi pasar bebas ASEAN tahun<br />

2015.<br />

“Kita mengajak setiap pimpinan<br />

ibukota negara se-ASEAN untuk<br />

bersiap diri dan mampu beradaptasi<br />

dalam menghadapi perubahan besar<br />

yang terjadi, khususnya di bidang<br />

perekonomian kawasan Asia Tenggara”<br />

ujarnya.<br />

Ia menambahkan, komunitas<br />

ekonomi ASEAN akan mengubah<br />

Asia Tenggara menjadi kawasan yang<br />

mengaplikasikan perdagangan bebas<br />

dengan alur produk dan jasa, investasi,<br />

tenaga kerja terampil dan modal yang<br />

juga bebas di antara sesama negara<br />

anggota ASEAN. Dampak, tantangan,<br />

dan peluang yang dihasilkan oleh<br />

integrasi regional di kawasan Asia<br />

Tenggara pada tingkat Pemerintah<br />

Daerah perlu dibahas lebih lanjut,<br />

khususnya peluang dan kontribusi dari<br />

kota-kota di seluruh negara anggota<br />

ASEAN dalam mewujudkan tujuan<br />

pembentukan dan implementasi<br />

kebijakan ASEAN.<br />

Andalan<br />

“Starting point” kesiapan Jakarta<br />

setidaknya tercermin dari proses<br />

penataan para pedagang kaki lima<br />

(PKL) di kawasan Tanah Abang.<br />

Perlahan tapi pasti kawasan Tanah<br />

Abang yang dulu semrawut kini<br />

mulai tertib dan tertata. Pemprov<br />

DKI sendiri memiliki harapan<br />

besar agar Pasar Tanah Abang bisa<br />

diandalkan dalam menghadapi ASEAN<br />

Economic Community (AEC) pada<br />

2015 mendatang. Dengan sejumlah<br />

pembenahan yang dilakukan di<br />

segala bidang, Pemprov DKI Jakarta<br />

siap menjadikan Pasar Tanah Abang<br />

memilik nilai jual sehingga tidak kalah<br />

dengan pasar-pasar di negara-negara<br />

ASEAN.<br />

Gubernur DKI Jakarta, Joko<br />

Widodo mengatakan, Tanah Abang<br />

akan menjadi andalan DKI Jakarta<br />

dalam menghadapi AEC mendatang.<br />

Untuk itu, dirinya fokus menata<br />

kawasan tersebut agar bisa berkembang<br />

dan siap menghadapi single market<br />

ASEAN tersebut. Apalagi, harga<br />

komoditi di Tanah Abang jauh lebih<br />

murah dibandingan dengan negaranegara<br />

di Asia Tenggara lainnya.<br />

Salah satu produk unggulan yang<br />

akan dipasarkan di Tanah Abang adalah<br />

baju muslim yang selama ini menjadi<br />

andalan jualan para pedagang setempat.<br />

“Banyak produk unggulannya seperti<br />

busana muslim. Nanti di Tanah Abang<br />

kalau (single market) dibuka betul bisa<br />

menyerbu. Karena harganya kalau saya<br />

bandingkan dengan Kuala Lumpur<br />

dan Malaysia masih jauh,” kata Jokowi,<br />

dalam pertemuan Gubernur/Walikota<br />

se-ASEAN, yang digelar di Jakarta<br />

pertengahan September lalu.<br />

Optimis<br />

Ia optimis jika Indonesia<br />

khususnya Jakarta memiliki produk<br />

kompetitif, maka dapat bersaing dalam<br />

single market tersebut. Namun, batik<br />

yang telah menjadi warisan budaya<br />

dunia belum bisa menjadi produk<br />

unggulan yang dipasarkan, karena<br />

pasarnya baru ke Malaysia saja. “Kalau<br />

batik larinya kita hanya ke Malaysia<br />

saja yang lainnya belum. Tapi semuanya<br />

tetap bisa, asal kita punya produk<br />

yang kompetitif, produk daya saing.<br />

Kita bisa menang,” ujarnya. Beberapa<br />

instansi seperti Kamar Dagang dan<br />

Industri (Kadin) Indonesia, Real Estate<br />

Indonesia (REI), serta Himpunan<br />

Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI)<br />

akan digandeng oleh Pemprov DKI<br />

Jakarta untuk sosialisasi AEC ini.<br />

Diharapkan melalui instansi tersebut<br />

masyarakat siap menghadapi single<br />

market pada 2015 mendatang.<br />

“Kesiapan masyarakat itu yang bahaya,<br />

untuk itu harus disiapkan. Kita lakukan<br />

sosialisasi melalui instansi terkait,”<br />

ucapnya. DHN<br />

60 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 61


ekonomi<br />

Inflasi DKI Jakarta<br />

Capai 0.95 Persen<br />

Harga-harga di DKI Jakarta mengalami inflasi 0.95 persen pada bulan Agustus 2013.<br />

Sedangkan inflasi nasional mencapai 1.12 persen. Laju inflasi tahun 2013 mencapai<br />

6,83persen dan laju inflasi dari tahun ketahun DKI Jakarta 8,57 persen.<br />

Inflasi yang terjadi pada bulan<br />

Agustus 2013, terutama disebabkan<br />

naiknya harga-harga pada kelompok<br />

sandang. Seluruh kelompok mengalami<br />

kenaikan indeks yaitu kelompok<br />

sandang 2,59 persen; kelompok bahan<br />

makanan 1,60 persen; kelompok<br />

transpor, komunikasi dan jasa keuangan<br />

0,99 persen; kelompok makanan jadi,<br />

minuman, rokok dan tembakau 0,69<br />

persen; kelompok perumahan, air,<br />

listrik, gas & bahan bakar 0,42 persen;<br />

kelompok kesehatan 0,25 persen; dan<br />

kelompok pendidikan, rekreasi dan olah<br />

raga 0,03 persen.<br />

Beberapa komoditi yang<br />

memberikan sumbangan inflasi cukup<br />

besar antara lain: emas perhiasan<br />

(0,2390 persen); angkutan antar kota<br />

(0,1675 persen); tariflistrik (0,0882<br />

persen); kentang (0,0499 persen);<br />

mie (0,0357 persen); kelapa (0,0354<br />

persen); tomat (0,<strong>02</strong>68 persen);<br />

empek-empek (0,<strong>02</strong>08 persen);<br />

ayam goreng (0,0190 persen); melon<br />

(0,0183 persen); tahu mentah (0,0181<br />

persen); semangka (0,0180 persen);<br />

ayam hidup (0,0163 persen); tempe<br />

(0,0162 persen); kue basah (0,0150<br />

persen); cabe merah (0,0149 persen);<br />

petai (0,0122 persen); bayam (0,0116<br />

persen); tarif gunting rambut pria dan<br />

anggur masing-masing (0,0108 persen);<br />

kacang panjang (0,0105 persen); ikan<br />

mas (0,0104 persen); beras (0,0089<br />

persen); tongkol (0,0084 persen);<br />

daging ayam kampong dan ikan<br />

kembung/gembung masing-masing<br />

(0,0077 persen); udangb asah (0,0068<br />

persen); pasir (0,0066 persen); bensin<br />

(0,0063 persen); danes (0,0061 persen).<br />

Pada bulan Agustus 2013,<br />

dari 66 kota yang diteliti seluruh<br />

kota mengalami inflasi. Kota yang<br />

mengalami inflasi tertinggi adalah kota<br />

Sorong 6,47 persen dan kota yang<br />

mengalami inflasi terendah adalah<br />

kota Pangkal Pinang 0,15 persen.<br />

Kota Jakarta menempati urutan ke<br />

42 tertinggi dari seluruh kota yang<br />

mengalami inflasi.<br />

Ekspor dan Impor<br />

Nilai ekspor non migas melalui<br />

DKI Jakarta bulan Juli 2013 mencapai<br />

4.476,22 juta dollar Amerika,<br />

meningkat 15,76 persen dari nilai<br />

ekspor bulan Juni 2013 yang mencapai<br />

3.866,86 juta dollar Amerika, demikian<br />

pula bila dibandingkan dengan nilai<br />

ekspor bulan yang sama tahun 2012,<br />

nilai ekspor bulan Juli 2013 lebih tinggi<br />

5,89 persen.<br />

Ekspor yang mempunyai<br />

pengaruh besar dan langsung terhadap<br />

perekonomian Jakarta adalah ekspor<br />

atas produk-produk yang dihasilkan<br />

oleh unit usaha yang berdomisili di<br />

wilayah DKI Jakarta dan diekspor<br />

melalui pelabuhan DKI Jakarta<br />

maupun ekspor produk DKI Jakarta<br />

yang diekspor melalui pelabuhan lain<br />

seperti Lampung, Jawa Tengah dan<br />

JawaTimur, dan lain-lain. Rangkaian<br />

proses produksi maupun jalur distribusi<br />

mulai dari penanganan bahan baku<br />

untuk diproses hingga menjadi<br />

komoditi siap ekspor, seluruh kegiatan<br />

itu akan menciptakan lapangan kerja<br />

dan sekaligus akan men-generate<br />

income di DKI Jakarta.<br />

Nilai ekspor produk-produk<br />

DKI Jakarta bulan Juli 2013 mencapai<br />

994,61 juta dollar Amerika, meningkat<br />

13,78 persen dari bulan Juni 2013<br />

yang mencapai 874,19 juta dollar<br />

Amerika, namun lebih rendah 3,49<br />

persen bila dibandingkan dengan<br />

nilai ekspor bulan yang sama tahun<br />

sebelumnya. Kontri busi nilai ekspor<br />

produk-produk DKI Jakarta terhadap<br />

total nilai ekspor yang melalui DKI<br />

Jakarta bulan Juli 2013 mencapai 22,22<br />

persen, turun 0,39 poin dari kontribusi<br />

bulan sebelumnya yang mencapai 22,61<br />

persen.<br />

Bulan Juli 2013, negara yang<br />

menjadi pasar utama di masing-masing<br />

kawasan adalah Singapura untuk<br />

kawasan ASEAN dengan nilai ekspor<br />

100,06 juta dollar Amerika; Hongkong<br />

untuk kawasan Asia dengan nilai ekspor<br />

75,45 juta dollar Amerika; Amerika<br />

Serikat untuk kawasan Amerika dengan<br />

nilai ekspor 115,00 juta dollar Amerika;<br />

dan Australia untuk kawasan Australia<br />

dan Oceania dengan nilai ekspor 19,91<br />

juta dollar Amerika. Secara keseluruhan,<br />

total ekspor kedua belas Negara<br />

tujuan utama pada bulan Juli 2013<br />

meningkat 12,11 persen dibandingkan<br />

dengan bulan sebelumnya, namun jika<br />

dibandingkan dengan bulan yang sama<br />

tahun sebelumnya, total ekspor kedua<br />

belas Negara tujuan utama mengalami<br />

penurunan 4,89 persen.<br />

Sementara itu, untuk impor<br />

melalui DKI Jakarta bulan Juli 2013<br />

atas dasar CIF (cost, insurance &<br />

freight) mencapai 8.579,00 juta dollar<br />

Amerika, naik 10,53 persen dari nilai<br />

impor bulan Juni 2013 yang mencapai<br />

7.761,89 juta dollar Amerika, namun<br />

lebih rendah 2,07 persen dibandingkan<br />

dengan bulan Juli tahun 2012. Nilai<br />

impor melalui DKI Jakarta bulan Juli<br />

2013 yang mencapai 8.579,00 juta<br />

dollar Amerika terdiri dari nilai impor<br />

melalui Kawasan Berikat 1.415,44 juta<br />

dollar Amerika dan di Luar Kawasan<br />

Berikat 7.163,56 juta dollar Amerika,<br />

dengan kontribusi terhadap total impor<br />

masing-masing 16,50 persen dan 83,50<br />

persen.<br />

Pada bulan Juli 2013, impor<br />

delapan (8) golongan barang utama<br />

mengalami peningkatan dibandingkan<br />

bulan sebelumnya, peningkatan terbesar<br />

terjadi pada mesin-mesin/pesawat<br />

mekanikya itu 275,65 juta dollar<br />

Amerika; kendaraan dan bagiannya<br />

123,39 juta dollar Amerika; plastic<br />

dan barang dari plastik 118,75 juta<br />

dollar Amerika; besi dan baja 117,20<br />

juta dollar Amerika; bahan kimia<br />

organik 48,33 juta dollar Amerika;<br />

benda-benda dari besi dan baja 20,90<br />

juta dollar Amerika; perangkat optik<br />

17,31 juta dollar Amerika; dan kapas<br />

5,76 juta dollar Amerika. Sementara<br />

dua (2) golongan barang utama (HS<br />

2 Digit) impor melalui DKI Jakarta<br />

mengalami penurunan dibandingkan<br />

bulan sebelumnya. Penurunan tersebut<br />

terjadi pada kendaraan bermotor/<br />

komponen, terbongkar 4,49 juta dollar<br />

Amerika; danmesin/peralatan listrik<br />

yang mengalami penurunan 4,31 juta<br />

dollar Amerika. NR.<br />

62 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 63


ekonomi<br />

Perekonomian DKI Jakarta<br />

Tumbuh 2,2 Persen<br />

Pere konomian DKI Jakarta pada triwulan II/2013<br />

yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan<br />

2000 menunjukkan pertumbuhan sebesar 2,2 persen<br />

dibandingkan nilai triwulan I/2013 (q to q).<br />

Dari sisi lapangan usaha,<br />

pertumbuhan tersebut didorong oleh<br />

hamper semua sector ekonomi kecuali<br />

sector pertambangan dan penggalian.<br />

Pertumbuhan terbesar dicapai oleh<br />

sector konstruksi (3,6persen). Dari sisi<br />

pengeluaran, pertumbuhan tersebut<br />

disebabkan oleh naiknya konsumsi<br />

pemerintah (25,9 persen) dan<br />

pembentukan modal tetap bruto (6,6<br />

persen).<br />

PDRB triwulan II/2013 bila<br />

dibandingkan dengan triwulan yang<br />

sama tahun sebelumnya (y on y)<br />

mencerminkan perubahan tanpa<br />

dipengaruhi oleh factor musim. PDRB<br />

DKI Jakarta secara total tumbuh 6,3<br />

persen. Pertumbuhan tertinggi dicapai<br />

oleh sector pengangkutan-komunikasi,<br />

yakni sebesar 11,4 persen, kemudian<br />

diikuti sector jasa-jasa sebesar 7,4<br />

persen, sector perdagangan-hotelrestoran<br />

sebesar 7,2 persen, sector<br />

konstruksi sebesar 6,3 persen, sector<br />

keuangan-real estat-jasa perusahaan<br />

sebesar 5,4 persen, sector listrik-gasair<br />

bersih sebesar 2,6 persen, sector<br />

industry pengolahan sebesar 1,5 persen,<br />

dan sector pertanian sebesar 0,7 persen.<br />

Sementara sector pertambanganpenggalian<br />

tumbuh di bawah nol<br />

persen, yaitu sebesar minus 0,7 persen.<br />

Secara kumulatif, PDRB DKI<br />

Jakarta semester pertama tahun 2013<br />

tumbuh 6,4 persen dibandingkan<br />

semester pertama tahun 2012. Sektor<br />

pengangkutan dan komunikasi masih<br />

menjadi sector dengan pertumbuhan<br />

tertinggi, yaitu sebesar 11,4 persen.<br />

Setelah itu diikuti sector jasa dan sector<br />

perdagangan-hotel-restoran, yang<br />

masing-masing tumbuh 7,4 persen dan<br />

7,2 persen.<br />

Kajian lain yang menarik<br />

untuk dicermati adalah besarnya<br />

sumbangan masing-masing sector<br />

dalam menciptakan laju pertumbuhan<br />

ekonomi di DKI Jakarta selama periode<br />

tertentu. Sektor-sektor ekonomi<br />

dengan nilai nominal besar tetap akan<br />

menjadi penyumbang terbesar bagi<br />

pertumbuhan ekonomi meskipun<br />

pertumbuhan sektor yang bersangkutan<br />

relative kecil. Begitu pula sebaliknya.<br />

Pada triwulan II/2013,<br />

pertumbuhan yang capai oleh PDRB<br />

DKI Jakarta terutama didorong oleh<br />

sumber pertumbuhan yang diberikan<br />

oleh sector perdagangan-hotel-restoran<br />

dan sector keuangan-real estat-jasa<br />

perusahaan. Selanjutnya diikuti oleh<br />

sector pengangkutan-komunikasi,<br />

sector jasa-jasa, sector konstruksi, dan<br />

sector industry pengolahan.<br />

Sensus Pertanian<br />

Berdasarkan hasil Sensus Pertanian<br />

DKI Jakarta tahun 2013, Jakarta<br />

Barat, Jakarta Utara, dan Jakarta Timur<br />

merupakan tiga kota administrasi<br />

di DKI Jakarta yang mempunyai<br />

jumlah rumah tangga usaha pertanian<br />

terbanyak, yaitu masing-masing 3.289<br />

rumah tangga, 2.966 rumah tangga,<br />

dan 2.841 rumah tangga. Sementara<br />

itu, Kota Administrasi Jakarta Pusat<br />

merupakan wilayah yang paling<br />

sedikit jumlah rumahtangga usaha<br />

pertaniannya, yaitu 180 rumahtangga.<br />

Berdasarkan angka sementara hasil<br />

pencacahan lengkap Sensus Pertanian<br />

2013, jumlah rumahtangga usaha<br />

pertanian di Provinsi DKI Jakarta<br />

mengalami penurunan sebanyak<br />

39.891 rumahtangga, yaitu dari 52.178<br />

rumahtangga pada tahun 2003 (Sensus<br />

Pertanian 2003) menjadi 12.287<br />

rumahtangga pada tahun 2013, yang<br />

berarti menurun 76,45 persen dalam<br />

satu dasawarsa terakhir. Persen tase<br />

penurunan tertinggi terjadi di Kota<br />

Adm. Jakarta Pusat 93,38 persen dan<br />

persentase penurunan terendah terjadi<br />

di Kota Adm. Jakarta Utara 51,15<br />

persen.<br />

Jumlah perusahaan pertanian<br />

berbadan hokum dan jumlah nonrumahtangga<br />

usaha pertanian di<br />

Provinsi DKI Jakarta masing-masing<br />

sebanyak 36 unit dan 26 unit. Jumlah<br />

perusahaan pertanian berbadan hokum<br />

terbanyak berlokasi di Kota Adm.<br />

Jakarta Pusat yaitu 15 perusahaan dan<br />

paling sedikit di Kabupaten Kepulauan<br />

Seribu yaitu 2 perusahaan. Sedangkan<br />

jumlah non rumahtangga usaha<br />

pertanian terbanyak terdapat di Kota<br />

Adm. Jakarta Selatan, yaitu 8 unit dan<br />

wilayah yang tidak memiliki usaha<br />

tersebut adalah Kabupaten Kepulauan<br />

Seribu.<br />

Jumlah Perusahaan Pertanian<br />

Berbadan Hukum selama sepuluh<br />

tahun terakhir mengalami penurunan.<br />

Berdasarkan hasil ST 2003 di DKI<br />

Jakarta terdapat 48 perusahaan<br />

berbadan hukum, sementara dari hasil<br />

ST 2013 hanya tinggal 36 perusahaan<br />

yang melakukan kegiatan. Dengan<br />

demikian, jumlah perusahaan berbadan<br />

hukum di DKI Jakarta turun 25 persen<br />

selama sepuluh tahun terakhir<br />

Sapi dan Kerbau<br />

Pelaksanaan Pendataan Sapi<br />

Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK)<br />

2011 yang dilaksanakan serentak di<br />

seluruh Indonesia mulai 1-30 Juni 2011<br />

oleh BPS bekerjasama dengan Ditjen<br />

Peternakan dan Kesehatan Hewan<br />

Kementerian Pertanian mencatat<br />

populasi sapi dan kerbau kondisi 1 Juni<br />

2011 di Provinsi DKI Jakarta mencapai<br />

4.611 ekor. Sementara itu, dari hasil<br />

Sensus Pertanian 2013, populasi sapi<br />

dan kerbau mencapai 4.997 ekor,<br />

sehingga dalam periode 2011 sampai<br />

2013 mencatat pertumbuhan 8,37<br />

persen.<br />

Berdasarkan hasil Sensus Pertanian<br />

2013 di Provinsi DKI Jakarta menurut<br />

wilayah, populasi sapi dan kerbau<br />

paling banyak dijumpai di Kota Adm.<br />

Jakarta Selatan 2.244 ekor, kemudian<br />

Kota Adm. Jakarta Timur 1.965 ekor,<br />

dan Kota Adm. Jakarta Barat 616 ekor.<br />

Sementara itu, kota yang memiliki sapi<br />

dan kerbau paling sedikit adalah Kota<br />

Adm. Jakarta Pusat dengan populasi 63<br />

ekor.<br />

Jika dibandingkan populasi tahun<br />

2003, Kota Adm. Jakarta Selatan,<br />

Jakarta Utara dan Jakarta Barat<br />

mencatat peningkatan masing-masing<br />

20,58 persen, 29,76 persendan 4,94<br />

persen. Sebaliknya Kota Adm. Jakarta<br />

Pusat dan Jakarta Timur mencatat<br />

penurunan populasi masing-masing<br />

-8,70 persen dan -2,24 persen. NR<br />

64 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 65


seni & budaya<br />

Meriah, Lebaran Betawi<br />

di Silang Monas<br />

makan semua, bisa pecah perut saya,”<br />

kantanya seraya tertawa.<br />

Pada Lebaran Betawi tahun-tahun<br />

sebelumnya, yang menjadi tuan rumah<br />

bergantian selalu dari enam wilayah<br />

DKI. Untuk lebih mengefisienkan<br />

penyelenggaraan nya, Gubernur<br />

DKI Joko Widodo pun menggagas<br />

agar Lebaran Betawi tahun 2013 ini<br />

diadakan di Monas agar masyarakat luas<br />

juga bisa mengetahui budaya Betawi<br />

dalam berlebaran..<br />

Meriah. Itulah suasana Lebaran Betawi tahun 1434 Hijrah ini.<br />

Pagi itu hadir karyawan di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Para<br />

pria berpakaian koko berkalung sarung, khas busana Betawi.<br />

Kaum ibu mengenakan kebaya warna-warni lengkap dengan<br />

kerudungnya.<br />

Di area Monas, tempat<br />

berlangsungnya Lebaran Betawi,<br />

ondel-ondel berdiri tegak di setiap<br />

sudut, dan umbul-umbul pun<br />

berkibaran disana sini. Lebaran Betawi<br />

yang sudah berlangsung beberapa<br />

tahun belakangan ini, baru tahun<br />

ini berlangsung di silang Monumen<br />

Nasional, selama dua hari, Sabtu (31/8<br />

dan Minggu (1/9).<br />

Suasana seperti itu tak ubahnya<br />

suasana Lebaran ala orang Betawi.<br />

Setiap kali Lebaran tiba, orang Betawi<br />

menyediakan aneka panganan khas<br />

Betawi untuk hantaran kepada kerabat.<br />

Pemandangan yang sangat lazim saat<br />

Lebaran adalah baju baru aneka warna<br />

dengan buah tangan terlihat hilir<br />

mudik di jalan-jalan. Bisa dipastikan,<br />

orang Betawi itu sedang silaturahim<br />

ke handai tolan atau kerabat dekat.<br />

Biasanya mereka mengunjungi kerabat<br />

yang dituakan.<br />

Suasana seperti itu tampaknya<br />

yang ingin dihadirkandalam<br />

Lebaran Betaw. Itu sebabnya<br />

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta<br />

menggelar Lebaran Betawi yang<br />

penyelenggaraannya dibuat menyerupai<br />

Lebaran di kampung-kampung orang<br />

Betawi, lengkap dengan ciri khas<br />

bangunan dan ornamennya.<br />

Lebaran Betawi dibuat seperti<br />

berada dalam satu kampung Betawi.<br />

Karenanya setiap wilayah DKI Jakarta<br />

memiliki area tersendiri di Lebaran<br />

Betawi yang di dalamnya terdiri dari<br />

beberapa rumah atau stan. Setiap<br />

kampung akan terpampang di gerbang<br />

utamanya tulisan Kampung Jakarta<br />

Timur, Pusat, Selatan, Barat, Utara dan<br />

Kepulauan Seribu.<br />

Setiap kampung wilayah tersebut<br />

menyajikan makanan khas dan<br />

tak ketinggalan panggung hiburan<br />

budaya Betawi. Pada setiap kampung<br />

terlihat ramai. Mereka keluar masuk<br />

mengenakan pakaian khas Jakarta,<br />

Sadrah dan berkebaya yang notabene<br />

adalah jajaran perangkat pemerintahnya<br />

berbaur dengan masyarakat umum<br />

lainnya.<br />

Makanan khas Betawi sudah<br />

barang tentu menjadi pelengkap yang<br />

ada dir semua kampung Lebaran<br />

Betawi. Ada wajik, kembang goyang,<br />

soto mie, bir pletok dan tak ketinggalan<br />

kerak telor.<br />

Sejak pagi, di hari Minggu yang<br />

cerah itu suasana Lebaran Betawi di<br />

Monas tampak semarak. Para warga<br />

“kampung” menanti kedatangan<br />

Wagub DKI Jakarta, Basuki Tjahaja<br />

Purnama yang dijadwalkan akan<br />

berlebaran di setiap kampung pada<br />

Lebaran Betawi hari pertama.<br />

Kedatangannya disambut Liong<br />

dan Ondel-ondel. Basuki pun langsung<br />

memasuki kampung Kepulauan Seribu<br />

yang merupakan tuan rumah Lebaran<br />

Betawi 2013 ini. Basuki mengenakan<br />

busana sadariah putih lengkap dengan<br />

kain sarung cokelat yang dikalungkan<br />

di leher. Ia langsung menyapa dan<br />

menyalami sejumlah warga.<br />

Dari kampung kepulauan<br />

Basuki selanjutnya melangkah ke<br />

kampung wilayah Jakarta Utara. Di<br />

rumah panggung bergaya Betawi itu,<br />

ia disuguhi berbagai makanan khas<br />

Betawi, seperti kerak telor, wajik,<br />

kembang kelapa, akar kelapa, dan<br />

buah-buahan lokal seperti rambutan<br />

serta jambu bol.<br />

Kemudian dilanjutkan melihatlihat<br />

Kecamatan Tanjung Priok. Bir<br />

pletok pun disuguhkan. Tak lama<br />

kemudian mantan Bupati Belitung<br />

Timur itu keluar dan melihat kampung<br />

Kecamatan Cilincing dan Kecamatan<br />

Pademangan.<br />

Di kampung tersebut ia disambut<br />

tarian barongsai. “Hari ini saya<br />

mengunjungi semua wilayah di DKI<br />

Jakarta dengan cepat. Tapi saya tidak<br />

bisa makan di semua stan ya. Kalau saya<br />

Gubernur Berpantun<br />

Penyelenggaraan Lebaran Betawi<br />

tahun ini sangat kental dengan unsur<br />

budaya. Bahkan Gubernur DKI Jakarta<br />

Joko Widodo yang berasal dari Solo<br />

pun melantunkan pantun Betawi<br />

dengan logat Betawi.<br />

“Beli jahe tambah merica, bikin<br />

manisan pake kapulage”<br />

“Hati aye amatlah bahagia, rayain<br />

Lebaran ame keluarge”<br />

Tidak hanya itu rangakaian<br />

pantun berikutnya ia selipkan diantara<br />

kalimat sambutannya saat membuka<br />

Lebaran Betawi. Di antaranya saat<br />

ia menyebut tema Lebaran Betawi,<br />

“Lebaran Betawi 1434 Berpadu<br />

Wujudkan Jakarta Baru” dengan<br />

mengucapkan, “Ngarep tema jadi<br />

itikad kontrak warga bareng-bareng,<br />

rangkepin sama pemerintah. Bikin<br />

pondasi juga,”<br />

“Silaturahim bukan cuma yang<br />

muda datengin yang tua, tapi semua<br />

orang yang belum sempet dateng.”<br />

“Kudu dijadiin tempat belajar<br />

sama siapa aja yang pengen tahu,<br />

ningkatin apresiasi seni budaya Betawi”.<br />

Menurut Joko Widodo, Lebaran<br />

Betawi merupakan ajang temu muka<br />

warga Betawi dari berbagai etnis<br />

yang tersebar di wilayah Jakarta dan<br />

sekitarnya. Jokowi pada kesempatan<br />

itu berpesan agar warga menjaga tradisi<br />

seperti Lebaran Betawi ini.<br />

Dalam acara itu, Jokowi juga<br />

menerima hantaran yang isinya antara<br />

lain, keripik sukun, kue semprong,<br />

kembang goyang, kue cucur, dan roti<br />

buaya yang diberikan oleh beberapa<br />

wali Kota dan camat yang ada di<br />

Jakarta.<br />

Unjuk Budaya Betawi<br />

Pergelaran seni budaya Betawi<br />

semakin menambah ceria Lebaran<br />

Betawi kali ini. Di panggung utama<br />

para artis melantunkan lagu-lagu yang<br />

diiringi gambang kromong. Lagu-lagu<br />

khas Betawi yang mungkin jarang<br />

didengar warga Jakarta dialunkan,<br />

seperti “Kudu Inget”. Lagu lama ini<br />

menggiring suasana kehidupan Betawi<br />

tempo dulu.<br />

Sementara itu musik gambus juga<br />

terdengar dari kampung wilayah Jakarta<br />

Pusat. Kampung lainnya menghadirkan<br />

musik samrah dan lain-lain.Tidak<br />

hanya musik dan nyanyian, Betawi juga<br />

memiliki seni tari. Dipanggung Lebaran<br />

Betawi itu pun dipentaskan Tarian<br />

Betawi, di antaranya tarian Topeng<br />

Samba, tari Nandak Ganjen. Seni tari<br />

Betawi itu jelas menambah semarak<br />

Lebaran Betawi. Iini membuktikan<br />

Betawi memiliki kekayaan seni budaya.<br />

Selain musik, tari, juga wayang kulit<br />

khas Betawi. Satu lagi yang tetap eksis<br />

adalah<br />

Lenong Betawi<br />

Menurut Jaya Noin warga Betawi<br />

asli yang sehari-harinya bekerja sebagai<br />

pegawai Suku Dinas Kebudayaan<br />

Jakarta Timur, semua seni Betawi<br />

itu masih bertahan sampai sekarang.<br />

Bahkan di lima wilayah Jakarta<br />

masing-masing seni masih diminati dan<br />

berusaha dilestarikan oleh i generasi<br />

muda.Aliefien<br />

66 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 67


seni & budaya<br />

Seni Betawi dalam<br />

Akulturasi Budaya<br />

Riza Manfaluthi<br />

Jakarta sudah dikenal secara luas sebagai kota yang kaya. PAD DKI<br />

Jakarta tertinggi di Indonesia, sekitar Rp 15 triliun pada tahun 2012. Dan<br />

sebagai ibukota negara dan pusat pemerintahan, sekaligus kota jasa<br />

dan perdagangan, bahkan industri, Jakarta memiliki segalanya. Gedunggedung<br />

tinggi dan megah tidak terbilang. Pusat perbelanjaan di pelbagai<br />

kawasan, gedung pertunjukan dan pusat hiburan pun mudah dicari, baik<br />

yang berkelas lokal hingga bertaraf internasional.<br />

Dari aspek lain, perjalanan panjang yang dilalui Jakarta<br />

selama 486 tahun, sudah pasti juga memiliki berbagai<br />

kisah historis, termasuk seni budaya Betawi, yang tidak<br />

lepas dari akulturasi pelbagai budaya, seperti budaya Eropa,<br />

Cina, Arab, dan lainnya. Sementara pengaruh budaya lokal<br />

antara lain dari budaya Melayu, Sunda, Jawa, dan lain-lain.<br />

Dalam buku Data Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI<br />

Jakarta Tahun 2012, terdapat beberapa genre seni budaya<br />

Betawi yang mendapat pengaruh kuat dari pelbagai budaya<br />

tersebut, beberapa diantaranya adalah :<br />

1. Tari Betawi<br />

Bentuk tari lama yang ada di Betawi mendapat<br />

pengaruh cukup kuat dari Sunda terutama pada tarian yang<br />

biasa dibawakan dalam pertunjukan Topeng Betawi, tari<br />

Blenggo (Blenggo Rebana maupun Blenggo Ajeng), dan tari<br />

Uncul yang biasa diselipkan dalam pertunjukan Ujungan<br />

Betawi. Di kalangan masyarakat Betawi Santri, kegiatan<br />

menari yang dilakukan perempuan kurang dikehendaki,<br />

karena itu tari Japin, Samrah, dan Blenggo dilakukan oleh<br />

kaum laki-laki.<br />

2. Sastra Budaya Betawi<br />

Sastra tulis adalah produk masyarakat tulis yang<br />

lahir setelah masyarakat mengenal tulisan dan teknologi<br />

percetakan. Sastra lisan mulai muncul<br />

bersamaan dengan terbentuknya budaya<br />

Betawi, yang dapat ditemukan di acara tradisi<br />

Betawi seperti pesta perkawinan, dan sunatan.<br />

Sedangkan sastra tulisan dihasilkan oleh<br />

sejumlah penulis sejak abad ke-19.<br />

Di masa lalu pengarang hikayat dari<br />

Pecenongan bernama Sapirin bin Usman<br />

Al Faidil dan Muhammad Beramka, putra<br />

Sapirin, baru menulis naskah di awal abad<br />

ke-20. Naskah karya Sapirin berjudul Hikayat<br />

Nakhoda Asyik. Hasil karya Muhammad Bakir<br />

yang terkenal adalah Hikayat Merpati Mas.<br />

Pengarang Betawi yang menulis cerita dalam sastra<br />

cetak di masa kemerdekaan adalah M. Balfas, S.M. Ardan,<br />

dan Firman Muntaco. Mereka menulis cerita tentang<br />

masyarakat Betawi dan kehidupan sehari-hari dalam dua<br />

bahasa sekaligus, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Betawi.<br />

Balfas menerbitkan kumpulan cerita dalam Terang Bulan<br />

Terang di Kali (1955), dan novelet Nyai Dasima (1965),<br />

yang kemudian diterbitkan ulang oleh penerbit Masup<br />

Jakarta (2007), dan Firman Muntaco menerbitkan dua seri<br />

Gambang Jakarta. Di samping itu, juga ada penulis yang<br />

bukan orang Betawi tetapi menulis cerita dengan dialek<br />

Betawi seperti Aman Datuk Madjoindo dengan cerita Si Dul<br />

Anak Betawi (1936).<br />

Sastra lisan Betawi yang cukup dikenal yaitu:<br />

a. Buleng atau dongeng tentang kaum kerajaan dan<br />

kaum bangsawan serta kehidupan sehari-hari. Lakon Buleng<br />

yang dikenal Gagak Karancang, Telaga Warna, Dalem<br />

Bandung, Ciung Wanara, dan Raden Gondang. Pengaruh<br />

Melayu maupun Eropa, agaknya cukup kuat dalam sastra ini.<br />

b. Sahibul Hikayat adalah jenis sastra lisan yang masih<br />

bertahan di kalangan masyarakat Betawi, penyampai cerita<br />

disebut Juru Hikayat. Beberapa juru hikayat yang terkenal,<br />

antara lain Haji Ja’fat, Haji Ma’ruf, Mohammad Zahid atau<br />

Wak Jait. Cerita yang disampaikan biasanya berasal dari<br />

khazanah sastra lisan Timur Tengah “Seribu Satu Malam”.<br />

c. Rancag atau pantun biasanya berbentuk pantun<br />

berkait yang secara keseluruhan melukiskan sebuah kisah<br />

utuh seperti Si Angkri Jago Pasar Ikan. Suatu cerita kadang<br />

bisa dipanjangkan ditambah dengan lawakan. Rancag<br />

biasa diiringi dengan orkes Gambang Kromong, yang biasa<br />

disebut Gambang Rancag.<br />

3. Teater Tradisional Betawi<br />

merupakan pertunjukan yang membawakan<br />

lakon atau cerita, baik dengan atau tanpa tutur<br />

kata. Ondel-ondel dan gembokan termasuk<br />

teater tanpa tutur kata. Sementara teater<br />

dengan tutur kata bisa dibedakan antara teater<br />

atau lakon, yang ceritanya dituturkan oleh<br />

seorang yang lebih profesional seperti Sahibul<br />

Hikayat, dan teater yang ceritanya dimainkan<br />

oleh sejumlah boneka atau orang seperti<br />

wayang dan lenong.<br />

Tentang tradisi atau budaya Betawi yang juga mendapat<br />

pengaruh Cina adalah busana. Model busana Betawi yang<br />

tampak kuat mendapat pengaruh Cina adalah busana<br />

pengantin Betawi. Untuk busana kebaya Betawi khususnya<br />

encim yang berlengan pendek, juga merupakan pengaruh<br />

busana Cina. Demikian pula desain-desain busana wanita<br />

yang bisa kita lihat dari bentuk krah, garis potong untuk<br />

bagian kancing yang biasanya melintang pada bagian dada<br />

kiri atau kanan, dan lainnya. Termasuk pilihan warna yang<br />

dominan merah.<br />

Akulturasi yang sudah berabad silam antaradua atau<br />

beberapa budaya bangsa yang saling mempengaruhi, pada<br />

akhirnya merupakan budaya tersendiri, yang memiliki<br />

corak baru. Kadang bisa ditelisik dari mana suatu pengaruh<br />

budaya tersebut berasal, namun kadang sulit “dibedah”<br />

budaya baru hasil akulturasi tersebut, karena telah<br />

mengalami perkembangan dan sentuhan-sentuhan kreativitas<br />

dari pelaku-pelaku budaya itu sendiri. Eksistensi budaya<br />

Betawi pun tentu tak lepas dari para pengabdi seni dan para<br />

tokoh masyarakat Betawi khususnya dan tokoh masyarakat<br />

Jakarta pada umumnya. ***<br />

68 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013<br />

69


sekilas info<br />

Dibangun Masjid Raya<br />

Berkarakter Betawi<br />

Masjid raya berkarakter Betawi akan dibangun di<br />

kawasan Daan Mogot, Jakarta Barat. “Pembangunannya<br />

akan dimulai tahun ini,“ kata Gubernur DKI Jakarta<br />

Joko Widodo dalam Halal bil Halal dan Silaturami<br />

dengan Pengurus Dewan Masjid Indonesia dan Pengurus<br />

Masjid se-DKI Jakarta, Selasa (20/8) di Masjid Akbar<br />

Kemayoran, Jakarta Pusat.<br />

Mengenai konsep masjid raya yang berkarakter<br />

Betawi seperti apa, kata Jokowi, masih akan<br />

dikonsultasikan dengan para ulama dan para tokoh<br />

Betawi. Jokowi juga mengatakan telah menunjukkan<br />

beberapa masjid tua di Jakarta sebagai referensi.<br />

“Intinya konsep Betawi, bukan konsep modern, “<br />

ucapnya pula.<br />

Kegiatan silaturahmi ini untuk mempererat<br />

hubungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI<br />

Jakarta dengan ulama dan umaro dalam membangun<br />

Kota Jakarta. Dalam kesempatan itu gubernur juga<br />

melakukan peletakan batu pertama sebagai tanda<br />

dimulainya pembangunan Islamic School di lingkungan<br />

Masjid Akbar. MJ<br />

Pelayanan KTP Hanya Satu<br />

Jam<br />

Pelayanan pembuatan kartu tanda penduduk<br />

(KTP) di kelurahan yang bisa memakan waktu<br />

hingga satu hari, diminta Gubernur DKI Jakarta,<br />

Joko Widodo, agar dipercepat menjadi satu jam saja.<br />

Begitu pun dengan pembuatan kartu keluarga (KK)<br />

yang bisa memakan waktu hingga sebulan diminta<br />

dipangkas maksimal menjadi 3 hari.<br />

“Di sini cek izin bangunan, pelayanan urusan<br />

KTP, KK, dan pindah tapi memang harus dipastikan<br />

bahwa masyarakat itu dilayani atau terlayani. Saya<br />

lihat di sini ada beberapa yang sudah, seperti KTP<br />

Penertiban PKL Diusahakan Tak<br />

Pakai APBD<br />

Dalam penataan PKL di ibukota, Pemprov DKI<br />

mengupayakan menggunakan dana yang berasal dari<br />

sejumlah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), bukan<br />

dari APBD. Dana itu akan diambil dari BUMD seperti<br />

PD Pasar Jaya dan lain sebagainya. “PD Pasar Jaya ada,<br />

rekan-rekan PD Pasar Jaya juga ada. Sama seperti rekanrekan<br />

PD Pasar Jaya, kita mewajibkan mereka untuk<br />

membangun lima pasar,” kata Wagub DKI Jakarta<br />

Basuki Tjahaja Purnama di Balaikota, Kamis (15/8).<br />

1 hari sudah jadi, tapi saya minta harusnya 1 jam<br />

bisa. Terus KK, tadi saya tanya warga ada yang 1<br />

bulan, ada yang 1 minggu, saya minta ke Pak Lurah<br />

agar dipercepat 3 hari paling lama,” kata Jokowi, di<br />

Kelurahan Pondok Bambu, Jakarta Timur, Kamis<br />

(18/7).<br />

Jokowi menegaskan, dirinya tidak ingin<br />

mendengar alasan banyaknya warga yang<br />

melakukan permohonan sehingga proses input data<br />

membutuhkan waktu. “Alasan lama karena kadangkadang<br />

dari pagi yang minta dilayani banyak, tapi<br />

saya pikir itu juga bukan alasan. Hanya input data<br />

kan gampang dan cepet, “ katanya. MJ<br />

Menurut Basuki, pembangunan lima pasar<br />

sebagai solusi untuk menampung para PKL yang<br />

selama ini berdagang di badan jalan sehingga kerap kali<br />

mengakibatkan kemacetan di ibu kota. “Konsep lima<br />

pasar yang akan dibangun seperti hanggar,” tuturnya.<br />

Konsep hanggar dipilih agar kelima pasar yang<br />

dibangun memiliki kesan modern sehingga pedagang<br />

akan nyaman berdagang di sana. “Itu untuk supaya bisa<br />

masuk PKL yang harian. Dirombak bikin pasar modern,<br />

jadi pakai sistem hanggar bersih seperti di Serpong,”<br />

katanya. MJ<br />

Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) bersama anggota group band Slank saat mengunjungi markas Slank di Gang Potlot,<br />

Paswar Minggu, Jakarta Selatan<br />

Jokowi-Slank Kampanye Jakarta Bersih<br />

Jakarta harus bersih, dan bebas dari sampah, demikian ditekankan<br />

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) ketika melakukan kampanye<br />

Jakarta Bersih dengan tema “Bikin Jakarta Bebas Sampah”, Minggu (8/9) di<br />

kawasan car free day, Sarinah, Jakarta Pusat.<br />

Pada kampanye tersebut Jokowi menggandeng Slank, grup band<br />

yang banyak digandrungi anak muda. “Saya ajak Slank untuk jadi Duta<br />

Kebersihan di Jakarta, “ ucap Jokowi. Menurutnya kebersihan harus jadi<br />

tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah.<br />

Lagu Mars Slankers menjadi pembuka pada acara yang dipenuhi<br />

warga yang datang ke kawasan CFD tersebut. Jokowi yang didampingi<br />

istrinya, Iriana, juga ikut bernyanyi bersama Slank. Mereka juga melantunkan<br />

salah satu lagu andalan Slank, Ku Tak Bisa. Dalam acara tersebut,<br />

masyarakat tampak antusias ikut bernyanyi bersama Slank dan mencermati<br />

pesan-pesan yang disampaikan Jokowi.<br />

“Pagi ini, kita berkumpul untuk memulai kampanye besar-besaran<br />

kebersihan Jakarta. Jangan dibebankan semua ke Dinas Kebersihan,<br />

enggak sanggup,” kata Jokowi. Karena itu, lanjut Jokowi, peran serta dari<br />

masyarakat pun sangat dibutuhkan, apalagi produksi sampah di Jakarta<br />

per hari mencapai 6.000 ton. Dari 6.000 ton sampah per hari, 2.000 ton itu<br />

dibuang ke kali, selokan, dan sungai. “Ini kesalahan terbesar kita, harus<br />

dihentikan !” Jokowi menandaskan<br />

Kepala Dinas Kebersihan Unu Nurdin mengatakan, dengan<br />

dikampanyekan Jakarta bersih ini diharapkan agar muncul rasa peduli<br />

masyarakat akan kebersihan. Kampanye di kawasan car free day ini hanya<br />

menjadi bagian kecil dari rangkaian acara keseluruhan. Agenda utamanya<br />

adalah “memaksa” camat dan lurah mengajak warganya bersih-bersih kali.<br />

“Para camat dan lurah harus melaksanakan acara bersih kali secara rutin, “<br />

kata Unu.<br />

Kita akan melihat, kata Unu, hasilnya akan dipantau pemerintah DKI,<br />

apakah kali di kawasannya bersih atau tidak. Kali yang bersih bermanfaat<br />

bagi masyarakat sekitar, terutama dari segi kesehatan. Selain itu, juga<br />

bisa menambah nilai ekonomi. “ Kawasan kali, nantinya juga akan<br />

dikembangkan,” tambah Unu Nurdin. Usai acara kampanye tersebut<br />

Dinas Kebersihan melakukan aksi bersih-bersih Kali Krukut yang berada di<br />

sekitar Tanah Abang.<br />

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan personel band Slank juga<br />

memantau pembersihan Kali Krukut, Kelurahan Kebon Melati, Tanah<br />

Abang. Acara ini merupakan bagian dari Jakarta bersih yang digelar oleh<br />

Pemerintah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan menggandeng Slank.<br />

Menurut Jokowi, salah satu alasan Pemrov DKI Jakarta<br />

menggandeng band Slank karena kelompok musik ini lebih populer di<br />

kalangan masyarakat. Baik di kalangan anak muda maupun kalangan<br />

orang tua.<br />

“Masyarakat lebih tahu Slank daripada tahu saya. Siapa saja tahu,”<br />

kata Jokowi saat meninjau kali Krukut di Tanah Abang, Jakarta Pusat.<br />

Menurut Jokowi, kalau gerakan Jakarta bersih ini tidak segera<br />

dilakukan, semua usaha normalisasi sungai dan waduk akan percuma.<br />

Karena setiap hari ada 2.000 ton sampah yang dibuang ke sungai.<br />

“Sampah di Jakarta ini sudah parah. Kalau tidak cepat-cepat,<br />

bagaimana tidak banjir?”<br />

Sementara itu, basist Slank, Ivan, yang ditemui di Kali Krukut<br />

menyebutkan, Gerakan Jakarta bersih ini sangat penting bagi Jakarta.<br />

Karena salah satu cara untuk mengingatkan masyarakat supaya tidak<br />

membuang sampah ke sungai.<br />

“Harus ada gerakan Jakarta Bersih untuk menyadarkan<br />

masyarakat,” ucap Ivan.<br />

Dengan ikutnya Slank menjadi Ikon Jakarta Bersih, para penggemar<br />

Slank atau lebih dikenal dengan nama Slankers akan mengikuti gerakan<br />

itu. Menurut Ivan, sebelumnya, setiap Slank mengikuti gerakan apa pun<br />

Slankers selalu ikut serta.<br />

“Diharapkan mereka semua ikut. Karena dari dulu setiap ada<br />

gerakan pasti ikut. Yah mungkin dengan ikutnya Slank sekarang minimal<br />

Slangkers juga ikut gerakan ini,” ucapnya. RCW<br />

70 Media Jaya • Nomor 05 Tahun 2012<br />

70 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 71

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!