27.11.2013 Views

MEDIA JAYA 02 2013.pdf

Media Jaya

Media Jaya

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

perumahan rakyat<br />

Jakarta Menuju<br />

Kampung Vertikal<br />

Oleh : Hardi SE *)<br />

Kota-kota besar di Asia<br />

dalam kurun waktu 30<br />

tahun terakhir telah<br />

membangun gedunggedung<br />

bertingkat<br />

sebagai simbol kekuatan<br />

ekonomi mereka. Bukan<br />

hanya untuk perkantoran,<br />

tetapi gedunggedung<br />

bertingkat itu<br />

juga dibangun untuk<br />

permukiman warga kota.<br />

Jakarta pun telah memulainya<br />

sejak lama. Khususnya untuk<br />

perkantoran. Untuk permukiman<br />

warga, terutama di perkampungan,<br />

DKI Jakarta baru akan<br />

mengembangkannya karena<br />

lahannya terbatas dan tak mungkin<br />

bertambah luasnya, sementara jumlah<br />

penduduknya semakin bertambah,<br />

bangunan vertikal menjadi pilihan<br />

paling masuk akal untuk tempat<br />

tinggal. Menilik Jakarta memiliki<br />

kantong-kantong padat penduduk,<br />

seperti di Kecamatan Tambora, Jakarta<br />

Barat, Kecamatan Johar Baru dan<br />

Kecamatan Senen, Jakarta Pusat,<br />

Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara<br />

dan lain-lainnya, ternyata belum ada<br />

bangunan vertikal untuk permukiman<br />

warga.<br />

Bagi warga yang mampu, bisa<br />

tinggal di apartemen. Tetapi, bagi warga<br />

tidak mampu mereka tinggal berdesak<br />

di gang-gang sempit, bantaran kali atau<br />

waduk, bahkan di kolong jembatan<br />

layang. Sementara rumah susun yang<br />

dapat disewa jumlahnya sangat terbatas<br />

dan sudah kelebihan kapasitas. Selain<br />

kondisinya memprihatinkan karena<br />

lama terlantar tak dihuni, pemeliharaan<br />

gedung sangat jarang, kalau tak mau<br />

dibilang tidak pernah dilakukan.<br />

Rumah susun yang sudah dibangun<br />

juga banyak yang mangkrak karena tak<br />

berpenghuni.<br />

Pemprov DKI Jakarta, di bawah<br />

kepemimpinan Gubernur Joko Widodo<br />

dan Wagub Basuki Tjahaja Purnama,<br />

kini menaruh perhatian besar pada<br />

pemanfaatan rumah susun yang sudah<br />

ada. Selain itu juga akan membangun<br />

rumah susun lebih banyak untuk<br />

mengurangi kepadatan di kantongkantong<br />

padat penduduk. Rumah<br />

susun yang semula mangkrak, seperti<br />

di Marunda, Jakarta Utara mulai<br />

diperbaiki dan dimanfaatlan untuk<br />

relokasi warga yang tinggal di<br />

wilayah rawan banjir dan bantaran kali.<br />

Pemprov DKI Jakarta tidak<br />

bergerak sendiri. Kini mulai<br />

menggandeng pihak swasta untuk ikut<br />

memikirkan hunian yang layak bagi<br />

warga Jakarta. Menyambut tawaran<br />

tersebut. Firma SHAU Architecture<br />

and Urbanism, yang berbasis di<br />

Rotterdam, Munich, dan perwakilan<br />

Jakarta, baru-baru ini menggelar<br />

sebuah acara bertaraf internasional yang<br />

memfokuskan bahasan pada eksplorasi<br />

desain kreatif bagi konsep kampung<br />

vertikal di Jakarta.<br />

Acara bertajuk Jakarta Vertikal<br />

Kampung itu menggandeng para<br />

arsitek muda di Asia dan Eropa yang<br />

bekerjasama dengan arsitek terbaik<br />

di Jakarta untuk membuat desain<br />

inovatif permukiman vertikal. Menurut<br />

salah seorang pendiri SHAU, Deliana<br />

Suryawinata, tidak sepertti di Eropa, di<br />

Jakarta belum ada budaya mendesain<br />

permukiman vertikal yang layak.<br />

Ini merupakan kesempatan bagi<br />

para arsitek untuk berkontribusi pada<br />

perbaikan kualitas rumah susun.<br />

Mereka tidak sekadar mengkritik<br />

kebijakan Pemda, tetapi lebih ingin<br />

menawarkan alternatif positif dalam<br />

pembangunan permukiman. Sebab, ada<br />

sekitar 60 arsitek yang berpartisipasi<br />

dalam Jakarta Vertikal Kampung yang<br />

digelar di Erasmus Huis, Jakarta itu.<br />

Mereka dikumpulkan dalam kelompokkelompok<br />

kecil untuk membuat<br />

satu desain. Para peserta mendapat<br />

perbekalan dari para pakar arsitek<br />

tingkat dunia yang sudah memiliki<br />

banyak pengalaman.<br />

Kota Mini<br />

Pemprov DKI Jakarta<br />

menyediakan enam lokasi untuk<br />

dibuatkan permukiman vertikal.<br />

Antara lain di Penjaringan, Nagrak,<br />

Rorotan, Penggilingan, Cipinang<br />

Besar Utara, dan Semanan. Firma<br />

SHAU menetapkan kriteria desain<br />

secara umum, yaitu kampung vertikal<br />

tidak sekadar rumah susun. Desainnya<br />

harus multifungsi. Di mana hidup,<br />

pekertjaan, dan rekreasi dapat<br />

dipadukan. Jadi, seperti kota mini.<br />

Kampung itu nantinya harus<br />

ada keragaman ruang untuk tempat<br />

tinggal dan ruang publik serta ada<br />

ruang untuk aktivitas ekonomi bagi<br />

para penghuninya. Permukiman itu<br />

juga harus bisa dibangun secepatnya<br />

dengan dana terjangkau. Desain<br />

permukiman vertikal juga diharapkan<br />

ramah lingkungan supaya tidak perlu<br />

ada penyejuk ruangan dan penerangan.<br />

Terutama pada siang hari. Ancaman<br />

banjir pun harus mernjadi pertibangan<br />

dalam mendesain permukiman.<br />

Yang terpenting, kata Deliana,<br />

permukiman itu harus menekankan<br />

ruang bersama untuk interaksi<br />

sosial penghuninya. Antartetangga<br />

saling terhubung. Tidak terkotakkotak.<br />

Untuk menambah karakter,<br />

desain permukiman itu juga perlu<br />

memasukkan interpretasi budaya<br />

Betawi atau Jakarta secara modern. “<br />

Bukan lantas ditaruh ondel-ondel di<br />

rumah susun,” kelakarnya.<br />

David Gianotten, salah<br />

seorang pembicara dari kantor<br />

OMA Hongkong, mengatakan,<br />

sebuah bangunan vertikal harus<br />

bisa berkontribusi pada kebahagiaan<br />

penghuninya. Menurutnya,<br />

kampung vertikal tidak sekadar<br />

membawa orang naik turun dari<br />

lantai ke lantai lewat satu jalan. Itu<br />

membosankan. Bangunan itu harus<br />

didesain sedemikian rupa, sehingga<br />

menghubungkan seluruh warga secara<br />

vertikal ataupun horizontal. Sehingga<br />

memungkinkan orang berkeliling dan<br />

berinteraksi. Sebuah hunian vertikal,<br />

bukan hanya tentang infrastruktur,<br />

melainkan juga tentang lingkungan<br />

sosial yang dapat tercipta.<br />

“ Ini akan terciptakan cakrawala<br />

yang lebih luas. Lebih dari yang dapat<br />

disediakan oleh pemerintah pusat<br />

maupun Pemprov DKI Jakarta.<br />

Hal ini akan menjadi tanggung<br />

jawab pemerintah, penghuni, dan<br />

perencananya,” papar David.<br />

Untuk itulah para peserta ajang<br />

Jakarta Vertical Kampung tidak sekadar<br />

merancang di atas meja dan di dalam<br />

ruangan. Mereka harus survei lokasi<br />

yang ditetapkan, berbincang-bincang<br />

dengan calon penghuni nantinya, dan<br />

menambah masukan dari para ahli.<br />

Hasil akhir rancangan mereka telah<br />

dipamerkan di Erasmus Huis pada<br />

7-14 Juli 2013 lalu. Rancangan itu<br />

akan menjadi referensi bagi Pemprov<br />

DKI Jakarta untuk merancang hunian<br />

vertikal di Jakarta.<br />

Wakil Gubernur DKI Jakarta,<br />

Basuki Tjahaja Purnama mengatakan,<br />

desain itu dapat diambil dan diterapkan<br />

untuk program pembangunan<br />

permukiman vertikal. Wagub pernah<br />

mengambil desain para arsitek<br />

itu untuk Muara Angke. Walau<br />

memang tidak berjanji akan memakai<br />

semua rancangan. Yang bagus dan<br />

memungkinkan akan diambil.<br />

Dananya, menurut Wagub, bisa<br />

diambil dari dana tanggung jawab sosial<br />

perusahaan (CSR).<br />

Tanah yang disediakan Pemprov<br />

DKI Jakarta berupa permukiman yang<br />

sudah eksis. Artinya, roda kehidupan<br />

di kampung itu sudah berjalan sejak<br />

lama. Namun demikian, Pemprov DKI<br />

Jakarta perlu melakukan pendekatan<br />

untuk mengubah cara hidup yang<br />

sudah sekian lama berjalan dan<br />

dilakukan kampung tersebut.<br />

Harus diakui, sebagus apa pun<br />

konsep kampung vertikal, hasilnya<br />

tidak akan pernah dapat menyamai<br />

kehidupan sebuah kampung yang sudah<br />

ada. Konsep itu hanya sebagai lecutan.<br />

Kita ingin melihat konsep itu sebagai<br />

ambisi jangka panjang. Minimal,<br />

kampung-kampung yang sudah<br />

ada, akan menjadi sumber inspirasi<br />

para arsitek yang bergerak di bidang<br />

property atau perumahan di Ibu Kota.<br />

***<br />

*) Penulis anggota Komisi D DPRD<br />

DKI Jakarta<br />

34 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 35

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!