27.11.2013 Views

MEDIA JAYA 02 2013.pdf

Media Jaya

Media Jaya

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

sosial<br />

Anak Jalanan<br />

di Angkutan Umum<br />

Anak-anak jalanan acap naik-turun angkutan umum,<br />

baik bus besar maupun bus sedang. Keberadaan<br />

mereka dianggap sangat mengganggu kenyamanan<br />

penumpang.<br />

Di dalam angkutan umum<br />

tersebut mereka mengamen, namun<br />

belakangan banyak yang hanya berorasi<br />

dengan tujuan minta uang kepada para<br />

penumpang. Nadanya penuh ancaman,<br />

dengan mengumbar kata-kata yang<br />

tidak sopan. Orasinya kurang lebih<br />

seperti ini :<br />

“Bapak-ibu-0om-tante, kami hadir<br />

di sini bukan untuk menodong atau<br />

mencopet, tapi kami hanya berharap<br />

belas kasihan bapak-ibu-oom dan<br />

tante uang seribu atau dua ribu untuk<br />

membeli nasi bungkus.. Bukan kami<br />

pemalas, bukan kami tak mau kerja,<br />

tetapi di Jakarta ini sulit mendapatkan<br />

pekerjaan. Kami cuma butuh<br />

makan……minum……merokok,”<br />

teriaknya .<br />

Sementara teman lainnya di<br />

pintu depan atau belakang menyahut<br />

pula, “Ya bapak, ibu, tante, oom, kami<br />

hanya butuh makan. !” Merweka pun<br />

terus mengoceh dengan kata-kata yang<br />

tak enak didengar. “Bapak, ibu, oom<br />

dan tante tidak akan menjadi miskin<br />

hanya mengeluarkan uang seribu atau<br />

dua ribu.”<br />

Mereka lalu menadahkan<br />

tangannya kepada setiap penumpang.<br />

Jika tidak diberi atau dicueki, kadang<br />

mereka ganti memelototi, atau<br />

tangannya tetap menengadah. Ada<br />

pula yang mengaku mantan residivis.<br />

Kata-katanya seperti ini, “Kami<br />

bukan ingin menjambret. Bukan<br />

ingin menodong. Kami tidak ingin<br />

mengulangi masa lalu yang kelam. Di<br />

penjara ternyata menyakitkan. Kami<br />

hanya mengharapkan belas kasihan.<br />

Harga diri Anda akan sangat terhormat<br />

kalau rela memberikan uang recehan<br />

kepada kami untuk makan. Mati tidak<br />

membawa harta,”<br />

Jika Anda biasa naik angkutan<br />

umum, maka perilaku anak jalanan<br />

seperti itu akan Anda jumpai. Cobalah<br />

naik Metro Mini dari terminal Blok M<br />

jurusan Ciledug, atau Kopaja jurusan<br />

Meruya-Kalideres atau Fatmawati -<br />

Pondok Labu. Ketika angkutan umum<br />

itu mulai memasuki Jl Melawai Raya,<br />

anak-anak jalanan atau anak-anak punk<br />

itu mulai mengganggu ketenangan<br />

penumpang sampai Jl Barito. Dari Jl<br />

Barito, ganti kelompok lain sampai<br />

Anak-anak jalanan, acap mengganggu ketertiban umum. Selain mengamen, kadang mereka<br />

juga meminta-minta bahkan agak memaksa terhadap para penumpang angkutan umum.<br />

Pasar Mayestik. Dari Pasar Mayestik<br />

muncul kelompok baru sampai Velbak,<br />

ganti kelompok baru lagi sampai Pasar<br />

Cipulir. Dari Cipulir sampai Cileduk<br />

(C BD), tak terhitung anak jalanan<br />

naik turun Metro Mini. Demikian pula<br />

sebaliknya. Penumpang benar-benar<br />

dibuat tidak nyaman sampai terminal<br />

Blok M.<br />

“Yang bikin kesal, cara<br />

memintanya setengah memaksa. Dari<br />

mulutnya bahu minuman keras dan<br />

rokok. Bukan kita tak mau peduli, tapi<br />

tingkah laku mereka sering membuat<br />

sebel. Kata-katanya tidak etis dan<br />

cenderung menyindir,” kata Widya (27)<br />

seorang karyawati sebuah perusahaan<br />

property,<br />

Ungkapan Widya dibenarkan Ibu<br />

Mirawati (42), karyawan sebuah rumah<br />

sakit swasta di Kebayoran Baru yang<br />

kebetulan tujuannya sama, ke Blok M.<br />

Di dalam bus, masuklah anak-anak<br />

dengan model ala punk. Orasinya<br />

tentu menyebalkan.<br />

Di Jakarta ini, katanya, banyak<br />

wanita cantik jual diri. Banyak wanita<br />

cantik jadi isteri simpanan pejabat<br />

tinggi. Banyak yang menumpuk harta<br />

hasil korupsi. Hasil korupsi tidak akan<br />

dibawa mati. Lebih baik recehannya<br />

berikan pada kami untuk membeli<br />

sebungkus nasi. “Kami lapar bapak-ibuoom<br />

dan tante.” Begitulah, ujungujungnya<br />

minta duit.<br />

Anjal Liar<br />

Situasi semacam ini bukan hanya<br />

terbatas di wilayah Jakarta Selatan,<br />

tetapi sudah merata di lima wilayah<br />

Jakarta. Mereka adalah anak-anak<br />

jalanan liar yang tak jelas identitasnya.<br />

Kepala Dinas Sosial, H Kian Kelana<br />

mengutarakan, Dinas Sosial telah<br />

berulangkali merazia mereka,<br />

menampung, dan membina mereka di<br />

sebuah panti di Kedoya, Jakarta Barat.<br />

Ternyata mengalami banyak kendala.<br />

Butuh kesabaran untuk mengajak<br />

mereka disiplin. Bahkan disuruh mandi<br />

pun susah.<br />

“Untuk mengajarkan mereka<br />

hidup disiplin, mungkin perlu<br />

pembinaan dengan gaya militer. Tetapi<br />

cara itu belum dilakukan, baru wacana.<br />

Karen a, untuk menerapkan pendidikan<br />

seperti itu kami harus memikirkannya<br />

secara cermat,” tutur Kian Kelana.<br />

Berbeda dengan anak-anak jalanan<br />

yang dibina di rumah singgah. Mereka<br />

lebih santun. Karena mereka diberikan<br />

pengarahan dan pembinaan secara<br />

intensif oleh pengelola rumah singgah.<br />

Itu dapat dilihat dari kemampuan<br />

mereka ketika menggelar kreativitas<br />

seni dan budaya di Dunia Fantasi yang<br />

dihadiri Gubernur DKI Jakarta, Joko<br />

Widodo akhir Agustus lalu.<br />

“Hingga sekarang, Pemprov DKI<br />

Jakarta melalui Dinas Sosial masih<br />

memberikan tabungan sebesar Rp 1,5<br />

juta/ tahun kepada anak-anak jalanan<br />

yang masih bersekolah,” tutur Kasi<br />

Pembinaan Anak Jalanan Dinas Sosial<br />

DKI Jakarta, Vivi Kafilatul S Sos.<br />

Pengamat Sosial Universitas<br />

Indonesia, Erlangga Masdiana<br />

mengatakan, titik rawan anak jalanan<br />

dan penyandang masalah kesejahteraan<br />

sosial (PMKS) di Jakarta masih sangat<br />

banyak. Setidaklnya, ada 48 titik<br />

rawan tersebar di lima wilayah kota<br />

administrasi.<br />

“Jika terus dibiarkan, masalah ini<br />

akan membawa dampak sosial yang<br />

merugikan banyak pihak. Banyaknya<br />

jumlah anak jalanan dan PMKS dapat<br />

memicu tindak kriminal serta dampak<br />

buruk lainnya,” papar Erlangga.<br />

Menurutnya, penyelesainnya harus<br />

dilakukan antarinstansi pemeruntah<br />

dan antarpemerintah daerah. “ Harus<br />

terintegrasi. Selama ini penangannanya<br />

terpisah-pisah. Razia yang dilakukan<br />

Pemprov DKI Jakarta, harus dilakukan<br />

secara rutin,” tambahnya.<br />

Erlangga menambahkan, anakanak<br />

jalanan bergaya punk tidak<br />

bisa hanya diberi keteram pilan.<br />

Pemerintah harus memberikan<br />

modal dan pengetahuan ekonomi.<br />

Misalnya, tentang kondisi pasar<br />

untuk produk usaha mikro, kecil, dan<br />

menengah. Kalau hanya dipulangkan ke<br />

kampung halaman atau sekadar diberi<br />

ketrampilan, tidak akan menyelesaikan<br />

masalah. Selain itu, sistem administrasi<br />

kependudukan harus diperbaiki,<br />

dengan membuat sistem pengendalian<br />

penduduk. Dengan begitu, arus<br />

urbanisasi dapat dikendalikan.<br />

Dorong partisipasi swasta<br />

Gubernur DKI Jakarta, Joko<br />

Widodo juga mengaku banyaknya<br />

anak jalanan dan PMKS yang<br />

menyerbu Jakarta, membuat Ibu<br />

Kota tampak kumuh dan semrawut.<br />

Karena itu, gubernur meminta agar<br />

Satpol PP bekerja profesional dan<br />

tegas membantu Dinas Sosial dalam<br />

menangani anak jalanan dan PMKS.<br />

Tegas tetapi tidak boleh galak.<br />

Kepala Satpol PP DKI Jakarta,<br />

Kukuh Hadi Santoso yang ditemui di<br />

lapangan mengatakan, pihaknya selalu<br />

mengerahkan aparatnya ke lapangan<br />

berkoordinasi dengan Dinas Sosial<br />

dan berbagai instansi terkait. Pada<br />

bulan Ramadhan lalu, sebanyak 1.500<br />

personil dikerahkan.<br />

“Para personel itu kami turunkan<br />

di beberapa titik rawan anak jalanan<br />

dan PMKS di ibu kota,“ kata kukuh.<br />

Titik rawan itu antara lain perempatan<br />

Matraman, perempatan Pramuka,<br />

perempatan Coca-cola Cempaka<br />

Putih, perempatan Kelapa Gading,<br />

perempatan Taman Mini Indonesia<br />

Indah (TMII), perempatan Fatmawati<br />

dan perempatan Mampang-Kuningan.<br />

“Mereka biasanya di-drop di<br />

suatu titik, dan akan dijemput kembali<br />

sesuai dengan waktu yang ditetapkan<br />

koordinatornya. Semua yang ada akan<br />

ditertibkan, termasuk koordinatornya,”<br />

ucapr Kukuh lagi.<br />

Wakil Ketua DPRD Provinsi DKI<br />

Jakarta, Triwisaksana mengatakan,<br />

Pemprov DKI Jakarta harus dapat<br />

mendorong partisipasi swasta dalam<br />

menangani masalah sosial di Jakarta<br />

melalui program corporate social<br />

responsibility (CSR) yang dimiliki<br />

setiap perusahaan.<br />

“Perusahaan harujs punya<br />

kepedulian sosial sebagai bentuk<br />

tanggung jawab terhadap kota yang<br />

ditempatinya,” tutur Sani, panggilan<br />

akrab Triwisaksana. RCW<br />

58 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 59

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!