Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
perumahan rakyat<br />
Jakarta Bangun Rusun Terintegrasi<br />
Sebagai kota yang terus<br />
bertumbuh, Jakarta<br />
tidak bisa menolak<br />
untuk terus membangun<br />
perumahan setiap tahun,<br />
baik horizontal maupun<br />
vertikal. Dan seiring terus<br />
melejitnya harga tanah,<br />
hunian vertikal makin<br />
diminati.<br />
Data Kementerian Perumah<br />
Rakyat menyebutkan, proyeksi<br />
kebutuhan perumahan di DKI Jakarta<br />
sebesar 70.000 unit/tahun, dengan<br />
proporsi 60% atau 42.000 unit/tahun<br />
untuk perumahan horizontal (landed<br />
houses), sedangkan 40 % atau 28.000<br />
unit/tahun untuk perumahan vertikal/<br />
rumah susun.<br />
Pembangunan perumahan<br />
horizontal/landed houses baik bagi<br />
masyarakat berpenghasilan rendah<br />
maupun berpenghasilan tinggi, telah<br />
dipenuhi oleh para pengembang<br />
perumahan, yang banyak membangun<br />
di daerah penyangga sekitar DKI<br />
Jakarta. Hal ini disebabkan keterbatasan<br />
dan mahalnya harga tanah di DKI<br />
Jakarta.<br />
Pembangunan rumah susun<br />
untuk masyarakat berpenghasilan<br />
menengah ke atas sudah dipenuhi<br />
oleh para pengembang perumahan,<br />
sedangkan pembangunan rumah<br />
susun bagi masyarakat berpenghasilan<br />
rendah masih jauh dari yang<br />
dibutuhkan masyarakat. Oleh karena<br />
itu, Pemerintah Pusat maupun Daerah<br />
turut serta melaksanakan pembangunan<br />
rumah susun sederhana.<br />
Strategi pembangunan<br />
perumahan di DKI Jakarta khususnya<br />
pembangunan rumah horizontal/<br />
landed houses dilakukan dengan<br />
mekanisme pasar, swasta dan<br />
masyarakat. Selain itu dilakukan strategi<br />
pembangunan rumah susun serta<br />
pengadaan rusun mewah (Apartemen/<br />
Condominium) bagi masyarakat<br />
berpenghasilan tinggi dengan<br />
proporsi 20% atau 5.600 unit/tahun<br />
yang pengerjaannya dilakukan para<br />
pengembang/badan usaha.<br />
Sementara pengadaan rusun<br />
menengah bagi masyarakat<br />
berpenghasilan menengah dengan<br />
proporsi 40% atau 11.200 unit/tahun<br />
dan sebagian sudah dipenuhi oleh para<br />
pengembang/badan usaha. Sedangkan<br />
pengadaan rusun sederhana bagi<br />
masyarakat berpenghasilan rendah<br />
dengan proporsi 40% atau 11.200 unit/<br />
tahun), menjadi target Pemerintah<br />
Pusat sebanyak 3.360 unit/tahun dan<br />
developer/BUMD/BUMN sebanyak<br />
7.840 unit/tahun.<br />
Sejalan dengan itu sejak tahun<br />
1994, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta<br />
dalam hal ini Dinas Perumahan<br />
menjadi pelaksana pembangunan<br />
perumahan dalam bentuk rumah<br />
susun sederhana bagi masyarakat<br />
berpenghasilan menengah ke bawah.<br />
Kegiatan pembangunan rumah susun<br />
sederhana ini bisa untuk sewa beli/<br />
milik.<br />
Dalam perkembangan banyak<br />
permasalahan yang timbul dalam<br />
pengelolaan dan penghunian rusun<br />
sewa beli. Sehingga mulai tahun 2001<br />
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk<br />
sementara waktu hanya membangun<br />
Rumah Susun Sederhana Sewa<br />
(Rusunawa).<br />
Sesuai dengan penjelasan<br />
Undang-undang No. 20 tahun 2011<br />
tentang Rumah Susun, Pemerintah<br />
juga dapat membangun rumah<br />
susun untuk keperluan Pemerintah<br />
sendiri (kebutuhan khusus). Hal<br />
ini sejalan dengan arah Kebijakan<br />
Umum Pembangunan Daerah urusan<br />
Perumahan Rakyat sebagaimana<br />
tertuang dalam RPJMD Provinsi<br />
DKI Jakarta tahun 2008-2012 yaitu<br />
Meningkatkan Ketersediaan Rumah<br />
Susun untuk memenuhi kebutuhan<br />
penduduk berpenghasilan rendah.<br />
Sejak itu maka pembangunan<br />
rumah susun di Jakarta lebih<br />
diarahkan kepada penataan lingkungan<br />
permukiman kumuh dan efisiensi<br />
lahan yang terbatas dan mahal<br />
harganya. Selain itu karena adanya<br />
tuntutan kebutuhan perumahan bagi<br />
penduduk dalam jumlah besar. Artinya,<br />
pembangunan rumah susun di Jakarta<br />
menyasar pemenuhan kebutuhan akan<br />
perumahan dan permukiman bagi<br />
masyarakat berpenghasilan menengah<br />
ke bawah.<br />
Kebijakan untuk Rusun Sewa<br />
Status penghunian Rumah Susun<br />
yang dibangun Pemerintah Provinsi<br />
DKI Jakarta adalah sewa yang dikelola<br />
oleh Unit Pengelola Rumah Susun<br />
Wilayah I, II dan III di lingkungan<br />
Dinas Perumahan dan Gedung Pemda<br />
Provinsi DKI Jakarta<br />
Penghuni Rusun merupakan<br />
warga provinsi DKI Jakarta yang<br />
terkena langsung pembangunan Rusun.<br />
Juga warga yang terkena pembangunan<br />
prasarana kota (warga terprogram),<br />
serta warga permukiman kumuh<br />
berat di sekitar lokasi pembangunan<br />
rusun dan warga masyarakat golongan<br />
ekonomi menengah ke bawah yang<br />
belum mempunyai rumah tinggal<br />
sendiri dan memenuhi persyaratan<br />
administrasi.<br />
Pada tahun 2012 Dinas<br />
Perumahan dan Gedung DKI Jakarta<br />
pernah menyatakan terdapat 20 blok<br />
rumah susun yang siap pakai namun<br />
belum bisa difungsikan akibat Perda<br />
Tarif Retribusi belum terbit. Dari 20<br />
blok itu terdiri dari 1.750 unit rusun<br />
yang dibangun melalui dana APBD<br />
DKI Jakarta yang terletak di wilayah<br />
Cakung Barat (150 unit), Pegadungan<br />
(200 unit), Pulo Gebang (400 unit),<br />
Pinus Elok (400 unit), dan Merunda<br />
(800 unit) masih kosong tidak<br />
berpenghuni.<br />
Selain terkendala Perda, juga<br />
terhambat belum adanya serah<br />
terima dari pihak pemerintah pusat.<br />
Akibatnya, 2.430 unit rusun lain belum<br />
bisa difungsikan. Rusun tersebut terdiri<br />
atas 25 blok yang dikerjakan oleh<br />
Kementerian Perumahan Rakyat dan<br />
Dirjen Cipta Karya Kemen PU. Karena<br />
belum diserahterimakan maka Pemprov<br />
DKI belum bisa mengelolanya.<br />
Peraturan mengenai penetapan<br />
tarif tersebut membutuhkan waktu<br />
yang cukup lama, karena banyaknya<br />
tahap yang perlu dilewati. Saat itu<br />
(Agustus 2012) posisi Perda itu sudah<br />
di Biro Hukum. Kehadiran Perda<br />
tersebut sangat penting. Sebab landasan<br />
penentuan tarif di masing-masing<br />
lokasi.<br />
Pembangunan dan penempatan<br />
rumah susun kembali digenjot di<br />
akhir menjelang tahun 2012 ketika<br />
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo<br />
berhasil menjadi orang nomor satu.<br />
Pemerintah DKI Jakarta tahun ini pun<br />
bertekad merampungkan pembangunan<br />
900 unit rumah susun sederhana sewa<br />
(rusunawa).<br />
Di sisi lain, pembangunan rusun<br />
ini ironis karena sedikitnya 3.741 unit<br />
atau 33,3 persen rusun belum terhuni.<br />
Penyebabnya banyak, antara lain masih<br />
banyak warga yang diprioritaskan<br />
menyewa rumah susun tidak mau<br />
masuk. Ada pula yang terhambat oleh<br />
aturan Pemprov DKI sendiri. Untuk<br />
masuk rumah susun, setidaknya<br />
masyarakat harus memiliki Kartu Tanda<br />
Penduduk (KTP) Jakarta. Selain itu,<br />
mereka harus dipastikan tidak memiliki<br />
rumah dan penghasilannya mesti di<br />
bawah Rp 2,5 juta sebulan. Biaya sewa<br />
yang diterapkan untuk setiap unit<br />
rumah susun juga menjadi masalah<br />
tersendiri.<br />
Bersamaan dengan itu akhirnya<br />
Perda yang dinanti pun dikeluarkan<br />
yaitu Peraturan Daerah Nomor 3<br />
Tahun 2012 mengenai Besaran Tarif,<br />
biaya sewa rumah susun beragam. Dari<br />
ketentuan itu maka tarif di rumah<br />
susun di DKI dapat diketahui. Yang<br />
paling murah rumah susun di Tambora,<br />
Jakarta Barat, sebesar Rp 45.000 per<br />
bulan. Sementara Biaya sewa rumah<br />
susun yang mencapai Rp 500.000 per<br />
bulan, yakni di Pondok Bambu, Jakarta<br />
Timur. *** ALF/ berbagai sumber<br />
26 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 27