You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
seni & budaya<br />
Seni Betawi dalam<br />
Akulturasi Budaya<br />
Riza Manfaluthi<br />
Jakarta sudah dikenal secara luas sebagai kota yang kaya. PAD DKI<br />
Jakarta tertinggi di Indonesia, sekitar Rp 15 triliun pada tahun 2012. Dan<br />
sebagai ibukota negara dan pusat pemerintahan, sekaligus kota jasa<br />
dan perdagangan, bahkan industri, Jakarta memiliki segalanya. Gedunggedung<br />
tinggi dan megah tidak terbilang. Pusat perbelanjaan di pelbagai<br />
kawasan, gedung pertunjukan dan pusat hiburan pun mudah dicari, baik<br />
yang berkelas lokal hingga bertaraf internasional.<br />
Dari aspek lain, perjalanan panjang yang dilalui Jakarta<br />
selama 486 tahun, sudah pasti juga memiliki berbagai<br />
kisah historis, termasuk seni budaya Betawi, yang tidak<br />
lepas dari akulturasi pelbagai budaya, seperti budaya Eropa,<br />
Cina, Arab, dan lainnya. Sementara pengaruh budaya lokal<br />
antara lain dari budaya Melayu, Sunda, Jawa, dan lain-lain.<br />
Dalam buku Data Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI<br />
Jakarta Tahun 2012, terdapat beberapa genre seni budaya<br />
Betawi yang mendapat pengaruh kuat dari pelbagai budaya<br />
tersebut, beberapa diantaranya adalah :<br />
1. Tari Betawi<br />
Bentuk tari lama yang ada di Betawi mendapat<br />
pengaruh cukup kuat dari Sunda terutama pada tarian yang<br />
biasa dibawakan dalam pertunjukan Topeng Betawi, tari<br />
Blenggo (Blenggo Rebana maupun Blenggo Ajeng), dan tari<br />
Uncul yang biasa diselipkan dalam pertunjukan Ujungan<br />
Betawi. Di kalangan masyarakat Betawi Santri, kegiatan<br />
menari yang dilakukan perempuan kurang dikehendaki,<br />
karena itu tari Japin, Samrah, dan Blenggo dilakukan oleh<br />
kaum laki-laki.<br />
2. Sastra Budaya Betawi<br />
Sastra tulis adalah produk masyarakat tulis yang<br />
lahir setelah masyarakat mengenal tulisan dan teknologi<br />
percetakan. Sastra lisan mulai muncul<br />
bersamaan dengan terbentuknya budaya<br />
Betawi, yang dapat ditemukan di acara tradisi<br />
Betawi seperti pesta perkawinan, dan sunatan.<br />
Sedangkan sastra tulisan dihasilkan oleh<br />
sejumlah penulis sejak abad ke-19.<br />
Di masa lalu pengarang hikayat dari<br />
Pecenongan bernama Sapirin bin Usman<br />
Al Faidil dan Muhammad Beramka, putra<br />
Sapirin, baru menulis naskah di awal abad<br />
ke-20. Naskah karya Sapirin berjudul Hikayat<br />
Nakhoda Asyik. Hasil karya Muhammad Bakir<br />
yang terkenal adalah Hikayat Merpati Mas.<br />
Pengarang Betawi yang menulis cerita dalam sastra<br />
cetak di masa kemerdekaan adalah M. Balfas, S.M. Ardan,<br />
dan Firman Muntaco. Mereka menulis cerita tentang<br />
masyarakat Betawi dan kehidupan sehari-hari dalam dua<br />
bahasa sekaligus, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Betawi.<br />
Balfas menerbitkan kumpulan cerita dalam Terang Bulan<br />
Terang di Kali (1955), dan novelet Nyai Dasima (1965),<br />
yang kemudian diterbitkan ulang oleh penerbit Masup<br />
Jakarta (2007), dan Firman Muntaco menerbitkan dua seri<br />
Gambang Jakarta. Di samping itu, juga ada penulis yang<br />
bukan orang Betawi tetapi menulis cerita dengan dialek<br />
Betawi seperti Aman Datuk Madjoindo dengan cerita Si Dul<br />
Anak Betawi (1936).<br />
Sastra lisan Betawi yang cukup dikenal yaitu:<br />
a. Buleng atau dongeng tentang kaum kerajaan dan<br />
kaum bangsawan serta kehidupan sehari-hari. Lakon Buleng<br />
yang dikenal Gagak Karancang, Telaga Warna, Dalem<br />
Bandung, Ciung Wanara, dan Raden Gondang. Pengaruh<br />
Melayu maupun Eropa, agaknya cukup kuat dalam sastra ini.<br />
b. Sahibul Hikayat adalah jenis sastra lisan yang masih<br />
bertahan di kalangan masyarakat Betawi, penyampai cerita<br />
disebut Juru Hikayat. Beberapa juru hikayat yang terkenal,<br />
antara lain Haji Ja’fat, Haji Ma’ruf, Mohammad Zahid atau<br />
Wak Jait. Cerita yang disampaikan biasanya berasal dari<br />
khazanah sastra lisan Timur Tengah “Seribu Satu Malam”.<br />
c. Rancag atau pantun biasanya berbentuk pantun<br />
berkait yang secara keseluruhan melukiskan sebuah kisah<br />
utuh seperti Si Angkri Jago Pasar Ikan. Suatu cerita kadang<br />
bisa dipanjangkan ditambah dengan lawakan. Rancag<br />
biasa diiringi dengan orkes Gambang Kromong, yang biasa<br />
disebut Gambang Rancag.<br />
3. Teater Tradisional Betawi<br />
merupakan pertunjukan yang membawakan<br />
lakon atau cerita, baik dengan atau tanpa tutur<br />
kata. Ondel-ondel dan gembokan termasuk<br />
teater tanpa tutur kata. Sementara teater<br />
dengan tutur kata bisa dibedakan antara teater<br />
atau lakon, yang ceritanya dituturkan oleh<br />
seorang yang lebih profesional seperti Sahibul<br />
Hikayat, dan teater yang ceritanya dimainkan<br />
oleh sejumlah boneka atau orang seperti<br />
wayang dan lenong.<br />
Tentang tradisi atau budaya Betawi yang juga mendapat<br />
pengaruh Cina adalah busana. Model busana Betawi yang<br />
tampak kuat mendapat pengaruh Cina adalah busana<br />
pengantin Betawi. Untuk busana kebaya Betawi khususnya<br />
encim yang berlengan pendek, juga merupakan pengaruh<br />
busana Cina. Demikian pula desain-desain busana wanita<br />
yang bisa kita lihat dari bentuk krah, garis potong untuk<br />
bagian kancing yang biasanya melintang pada bagian dada<br />
kiri atau kanan, dan lainnya. Termasuk pilihan warna yang<br />
dominan merah.<br />
Akulturasi yang sudah berabad silam antaradua atau<br />
beberapa budaya bangsa yang saling mempengaruhi, pada<br />
akhirnya merupakan budaya tersendiri, yang memiliki<br />
corak baru. Kadang bisa ditelisik dari mana suatu pengaruh<br />
budaya tersebut berasal, namun kadang sulit “dibedah”<br />
budaya baru hasil akulturasi tersebut, karena telah<br />
mengalami perkembangan dan sentuhan-sentuhan kreativitas<br />
dari pelaku-pelaku budaya itu sendiri. Eksistensi budaya<br />
Betawi pun tentu tak lepas dari para pengabdi seni dan para<br />
tokoh masyarakat Betawi khususnya dan tokoh masyarakat<br />
Jakarta pada umumnya. ***<br />
68 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013 Media Jaya • Nomor <strong>02</strong> Tahun 2013<br />
69