24.07.2014 Views

Banjarmasin Post Kamis, 24 Juli 2014

NO. 151524 TH XLII/ ISSN 0215-2987

NO. 151524 TH XLII/ ISSN 0215-2987

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

16<br />

Aspirasi<br />

<strong>Banjarmasin</strong> <strong>Post</strong><br />

KAMIS <strong>24</strong> JULI <strong>2014</strong><br />

TAJUK<br />

Cerita Manis Gratifikasi<br />

AKHIRNYA kasus gratifikasi yang menyeret<br />

mantan Bupati Tanahlaut Adriansyah dan Wali<br />

Kota <strong>Banjarmasin</strong>, Muhidin, tak berlanjut. Kejaksaan<br />

Tinggi Kalsel tidak meneruskan kasus yang<br />

sudah bergulir selama empat tahun, itu ke meja<br />

hijau. Langkah itu diambil menyusul beleid Kejaksaan<br />

Agung berupa Surat Ketetapan Pemberhentian<br />

Penuntutan (SKP2) atas publik figur<br />

tersebut.<br />

Ini, tentu sebuah kado menarik bagi Adriansyah<br />

dan Muhidin di bulan suci Ramadan. Bukan<br />

apa-apa, selama 4 tahun kasus gratifikasi tersebut<br />

seakan telah membatasi setiap ruang gerak<br />

keduanya dalam beraktivitas. Menjadi wajar memang<br />

setiap kasus hukum yang menimpa kepada<br />

siapa pun orangnya ataupun jabatannya, pastilah<br />

memiliki imbas bagi diri yang bersangkutan.<br />

Memang sudah seharusnya kasus gratifikasi<br />

Adriansyah dan Muhidin disikapi secara jelas; berlanjut<br />

atau tidak. Sejak kasus itu diangkat, dan<br />

sudah beberapa kali terjadi penggantian kepala<br />

kejaksaan tinggi, kasus itu seolah ‘berjalan di<br />

tempat’. Tidak jelas memang mengapa kasus itu<br />

harus begitu lama bisa terpendam di meja jaksa.<br />

Padahal, sejatinya penanganan kasus gratifikasi<br />

tidaklah jauh berbeda dengan kasuskasus<br />

hukum lainnya, khusus yang beraroma<br />

korupsi. Logika sederhananya, begitu ada dua<br />

alat bukti, kasus itu bisa langsung jalan. Nah,<br />

untuk kasus gratifikasi Adriansyah dan Muhidin<br />

malah dirasakan menjadi aneh. Aneh karena<br />

saban kali penggantian pucuk pimpinan di institusi<br />

Kejati Kalsel, kasus gratifikasi itu selalu diangkat<br />

sebagai komoditas oleh setiap pengampu<br />

kebijakan. Dan, lucunya, setelah itu tidak jelas<br />

lagi penanganannya.<br />

Publik tentu tidak ingin berprasangka yang<br />

bukan-bukan terhadap institusi kejaksaan dan<br />

juga petingginya selaku pengampu kebijakan.<br />

Faktanya, suka tidak suka, lambannya penanganan<br />

kasus gratifikasi itu telah melahirkan<br />

pandangan yang negatif publik terhadap kejaksaan.<br />

Karenanya kita pun tabik kepada kejaksaan<br />

yang kemudian menyetop cara pandang<br />

yang kurang bijak dari publik dengan terbitnya<br />

SKP2 atas kasus gratifikasi tersebut.<br />

Cukup beralasan bagi kejaksaan menghentikan<br />

kasus gratifikasi dengan berpegang pada<br />

putusan perkara perdata yang sudah berkekuatan<br />

hukum tetap dengan objek dan barang<br />

Penerbit : PT Grafika Wangi Kalimantan<br />

SIUPP : SK Menpen No. 004/SK MENPEN/<br />

SIUPP/A.7/1985 tgl <strong>24</strong> Oktober 1985<br />

Sejak Tanggal : 2 Agustus 1971<br />

Direktur Utama : Herman Darmo<br />

Pemimpin Redaksi: Yusran Pare<br />

Wakil: Harry Prihanto<br />

Redaktur Pelaksana: Dwie Sudarlan<br />

Manajer Peliputan: Elpianur Achmad<br />

Asisten Manajer Peliputan :<br />

R Hari Tri Widodo<br />

Manajer Produksi: M Taufik<br />

Redaktur Eksekutif: Muhammad Yamani<br />

(<strong>Banjarmasin</strong> <strong>Post</strong>/Online), Mulyadi Danu<br />

Saputra (Metro Banjar), Irhamsyah Safari<br />

(Serambi UmmaH),<br />

Manajer Redaksi: Irhamsyah Safari<br />

Wakil: Agus Rumpoko<br />

Redaktur: Sigit Rahmawan A, Syamsuddin, Alpri<br />

Widianjono, Kamardi, Mahmud M Siregar, Aya<br />

Sugianto, Sofyar Redhani, M Royan Naimi, Siti<br />

Hamsiah. Asisten: Sudarti , Halmien Thaha,<br />

Murhan, Anjar Wulandari, Ernawati,Idda Royani,<br />

Mohammad Choiruman, Budi Arif RH.<br />

Staf Redaksi: Umi Sriwahyuni, Eka Dinayanti,<br />

Hanani, Burhani Yunus, AM Ramadhani, Syaiful<br />

Anwar, Syaiful Akhyar, Khairil Rahim, Ibrahim<br />

Ashabirin, Sutransyah, Faturahman, Irfani<br />

Rahman, Jumadi, Edi Nugroho, Doni Usman,<br />

Mustain Khaitami (Kabiro), Hari Widodo, Ratino, M<br />

Risman Noor, Salmah, Rahmawandi, M Hasby<br />

Suhaily, Helriansyah, Didik Triomarsidi (Kabiro),<br />

Nia Kurniawan, Mukhtar Wahid, Rendy Nicko<br />

Ramandha, Restudia, Yayu Fathilal, Aprianto,<br />

Frans, Nurholis Huda, Man Hidayat,<br />

Reni Kurnia Wati<br />

Fotografer: Donny Sophandi, Kaspul Anwar.<br />

Tim Pracetak: Syuhada Rakhmani (Kepala), M<br />

Syahyuni, Aminuddin Yunus, Syaiful Bahri, Edi<br />

Susanto, Sri Martini, Kiki Amelia, Rahmadi, Ibnu<br />

Zulkarnain, Achmad Sabirin, Rahmadhani, Ahmad<br />

Radian, M Trino Rizkiannoor, M Denny Irwan<br />

Saputra.<br />

Biro Jakarta: Febby Mahendra Putra (Kepala),<br />

Domuara Ambarita, Murdjani, Antonius Bramantoro,<br />

Budi Prasetyo, Fikar W Eda, FX Ismanto, Johson<br />

Simandjuntak, Rahmat Hidayat, Yulis Sulistyawan,<br />

Choirul Arifin, Hendra Gunawan, Sugiyarto<br />

bukti yang sama. Artinya, kasus gratifikasi itu<br />

memang tidak lantas ujug-ujug dihentikan, setelah<br />

4 tahun ‘terombang-ambing’ tidak ada kejelasan.<br />

Ada alasan dan dasar hukum yang benar-benar<br />

menjadi sandaran bagi kejaksaan memutuskan<br />

penghentian kasus gratifikasi.<br />

Namun, jujur saja, dari kasus gratifikasi menjadi<br />

catatan kurang baik bagi kejaksaan selama<br />

ini. Publik tentu sama sekali tidak ingin adanya<br />

perlakuan berbeda terhadap kasus-kasus istimewa<br />

seperti itu. Apa pun alasannya, setiap kasus<br />

yang bernuansa korupsi tetap harus diperlakukan<br />

sama dengan kasus lainnya. Sekadar<br />

dicamkan, setiap individu yang bermasalah dengan<br />

hukum, bukan resah lantaran sanksi yang<br />

bakal diterimanya, melainkan kepastian hukum<br />

itu sendiri.<br />

Publik tidak ingin kasus bansos yang kini tengah<br />

ditangani kejaksaan bernasib sama dengan<br />

kasus gratifikasi berada dalam ‘ruang tanpa<br />

arah’. Harus ada kepastian hukum yang jelas;<br />

siapa yang bersalah, dan harus menjalani sanksi<br />

hukum sesuai tidak pidana perbuatannya. Kalau<br />

memang tidak bersalah, katakan tidak bersalah<br />

sesuai aturan hukum. Sekali lagi, jangan menjadikan<br />

kasus bansos yang merugikan negara<br />

puluhan miliar rupiah itu sebagai ‘ruang sepi’ yang<br />

menguntungkan pihak-pihak tertentu.<br />

Seharusnya kejaksaan bisa belajar dari KPK<br />

yang nyaris tidak pernah mengendapkan kasus<br />

yang ditangani dalam waktu yang lama. Siapa<br />

yang terlibat apa pun jabatannya, apa pun kedudukannya,<br />

KPK tidak pernah peduli semuanya.<br />

Apa yang dilakukan KPK tidak lain tidak bukan<br />

adalah selain penegakan hukum, juga kepastian<br />

hukum terhadap setiap individu yang terlibat di<br />

dalam suatu kasus. Dengan begitu tidak perlu<br />

ada ‘ruang hampa’ yang malah melahirkan tafsiran-tafsiran<br />

negatif.<br />

Ending dari kasus gratifikasi yang melibatkan<br />

dua figur publik di Banua kita berakhir manis.<br />

Bagi Adriansyah yang sebentar lagi bakal berkantor<br />

di Senayan tidak lagi terbebani dengan<br />

kasus tersebut. Orang nomor satu di PDI Perjuangan<br />

Kalsel ini diharapkan bisa lebih ‘khusyuk’<br />

melakukan kewajibannya mengemban amanah<br />

sebagai wakil rakyat Banua. Demikian pula Muhidin<br />

diharapkan bisa lebih atraktif dalam mengelola<br />

Kota <strong>Banjarmasin</strong> menjadi pusat dagang, industri<br />

dan hunian yang manusiawi. (*)<br />

SUARA REKAN<br />

Apresiasi Pelayanan yang Prima<br />

Homepage: http//www.banjarmasinpost.co.id<br />

<strong>Banjarmasin</strong> <strong>Post</strong> Group<br />

Penasihat Hukum: DR Masdari Tasmin SH MH<br />

SETELAH sukses mencetak hattrick, tiga<br />

kali berturut- turut dapat mempertahankan predikat<br />

Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan<br />

Pemeriksa Keuangan (BPK), Pemko Pontianak<br />

kembali menorehkan prestasi tingkat nasional.<br />

Kota Pontianak menempati posisi ketiga<br />

setelah Bali dan Padang dalam penilaian pelayanan<br />

publik yang dilakukan Ombudsman Republik<br />

Indonesia (ORI) terhadap seluruh pemerintah<br />

daerah se-Indonesia.<br />

Bertempat di Rumah Dinas Wali Kota Pontianak,<br />

Minggu (20/7), Wali Kota Pontianak Sutarmidji<br />

menyerahkan sertifikat kepada 16 Satuan<br />

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang meraih<br />

predikat kepatuhan standar pelayanan<br />

publik dari Ombudsman RI.<br />

Menurut Sutarmidji, dari 22<br />

SKPD di Pemkot, ada 16<br />

yang masuk ke dalam zona<br />

hijau, artinya pelayanannya<br />

sudah prima. Sisanya, 6<br />

SKPD masuk dalam zona kuning.<br />

Untuk diketahui, predikat WTP merupakan penilaian<br />

tertinggi yang diberikan oleh BPK RI berdasarkan<br />

hasil audit terhadap laporan keuangan<br />

Pemko Pontianak tahun 2013. Sebelumnya untuk<br />

hasil audit laporan keuangan tahun 2011 dan 2012,<br />

Kota Pontianak juga mendapat predikat WTP.<br />

Predikat WTP dari Kepala BPK RI Perwakilan<br />

Kalbar, Didi Budi Satrio diserahkan kepada Walikota<br />

Pontianak Sutarmidji, Senin (2/6/<strong>2014</strong>).<br />

Sebanyak 16 SKPD Pemko Pontianak yang<br />

masuk zona hijau tersebut di antaranya Unit<br />

Layanan Pengujian Kendaraan Bermotor Dinas<br />

Perhubungan, Dinas Kependudukan dan Pencatatan<br />

Sipil, Badan Kepegawaian Daerah, Unit<br />

Layanan Kesatuan Bangsa dan Politik, Unit Rawat<br />

Jalan RSUD Sultan Syarif Mohammad<br />

Alkadrie, PDAM.<br />

Penghargaan tersebut diberikan atas kepatuhan<br />

instansi untuk menjalankan amanah Undang-Undang<br />

Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan<br />

Publik. Disebutkan dalam Pasal 3 ada empat<br />

tujuan UU tentang pelayanan publik. Pertama,<br />

terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas<br />

tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, serta<br />

kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan<br />

penyelenggaraan pelayanan publik.<br />

Kedua, terwujudnya sistem penyelenggaraan<br />

pelayanan publik yang layak sesuai dengan<br />

asas-asas umum pemerintahan dan korporasi<br />

yang baik. Ketiga, terpenuhinya penyelenggaraan<br />

pelayanan publik sesuai dengan peraturan<br />

perundang-undangan. Keempat, terwujudnya<br />

perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat<br />

dalam penyelenggaraan pelayanan publik.<br />

Kota Pontianak patut berbangga lantaran memperoleh<br />

peringkat ketiga<br />

dari 22 daerah yang diobservasi.<br />

Sudah sepantasnya<br />

kita berikan apresiasi<br />

atas prestasi dan perhatian<br />

yang diberikan Wali Kota<br />

Pontianak Sutarmidji.<br />

Prestasi ini seyogyanya dapat terus dikembangkan<br />

serta ditingkatkan. Ke-16 SKPD tersebut<br />

diharapkan dapat menjadi contoh bagi instansi<br />

lain atau unit lain di lingkungan pemerintah daerah<br />

ini untuk bisa menerapkan pelayanan publik prima.<br />

Pelayanan prima, artinya pelayanan yang<br />

lebih cepat, biaya murah dan sistem kepengurusan<br />

perizinan tidak berbelit-belit.<br />

Aspek lainnya yang harus dipenuhi untuk<br />

menjalankan pelayanan publik yang prima, yaitu<br />

adanya sistem dan standar pelayanan yang<br />

diinformasikan ke publik dan masyarakat bisa<br />

mengaksesnya dengan mudah. Sistem informasi<br />

pelayanan publik tersebut harus diunggah ke<br />

website resmi milik Pemko Pontianak sebagai<br />

bentuk transparansi pelayanan sehingga masyarakat<br />

bisa mengaksesnya dengan mudah.<br />

Kepada seluruh SKPD di Pemko Pontianak selamat<br />

untuk memberikan pelayanan yang terbaik<br />

dan dirasakan langsung oleh masyarakat. (*)<br />

e-mail : redaksi@banjarmasinpost.co.id<br />

Pemimpin Umum : HG (P) Rusdi Effendi AR<br />

Pendiri : Drs H J Djok Mentaya (1939-1994)<br />

Drs H Yustan Aziddin (1933-1995)<br />

HG (P) Rusdi Effendi AR<br />

Pemimpin Perusahaan:<br />

A Wahyu Indriyanta<br />

General Manager Percetakan: A Wahyu Indriyanta<br />

Asisten General Manager Percetakan : Suharyanto<br />

Wakil PP (Bidang Humas dan Promosi): M Fachmy Noor<br />

Manajer Iklan : Helda Annatasia (08115803012)<br />

Manajer Sirkulasi :<br />

Alamat: Gedung HJ Djok Mentaya, Jl AS Musyaffa No 16<br />

<strong>Banjarmasin</strong> 70111, Telepon (0511) 3354370<br />

Fax 4366123, 3353266, 3366303<br />

Bagian Redaksi: Ext 402-405 ; Bagian Iklan: Ext. 113, 114<br />

Bagian Sirkulasi: Ext. 116, 117<br />

Pengaduan Langganan: 08115000117 (0511) 3352050<br />

Biro Jakarta-Persda: Redaksi, Jl Pal Merah Selatan No<br />

12 Lantai II Jakarta 10270, Telp (021) 5483008, 5480888<br />

dan 5490666 Fax (021) 5495358<br />

Perwakilan Surabaya: Jl Raya Jemursari 64 Surabaya, Telp<br />

(031) 8471096/ 843428, Fax (031) 8471163<br />

Biro Banjarbaru: Jl Mister Cokrokusumo Kav 15-17<br />

Widya Chandra Utama, Cempaka, Kota Banjarbaru Telp<br />

(0511) 4780355 Fax (0511) 4780356, Biro Palangka Raya:<br />

Jl RTA Milono Km 1,5 Palangka Raya, Telp (0536) 3<strong>24</strong>2922<br />

Tarif Iklan:<br />

Display Umum: Hitam Putih (BW): Rp 22.500/mmk<br />

Berwarna (FC): Rp 45.000/mmk<br />

Display Halaman 1: Hitam Putih (BW): Rp 45.000/mmk<br />

Berwarna (FC): Rp 90.000/mmk<br />

Iklan kolom/Duka Cita: Hitam Putih (BW):<br />

Rp 15.000/mmk Berwarna (FC): Rp 30.000/mmk<br />

Iklan Kuping: (FC) Rp 100.000/mmk<br />

Iklan Baris: (FC) Rp 20.000/baris:<br />

(BW): Rp 15.000/baris<br />

Iklan Satu Kolom : (FC)Rp 30.000/mmk, (BW):<br />

Rp15.000/mmk<br />

Catatan: Harga belum termasuk PPN 10%.<br />

Harga Langganan: Rp 75.000/bln<br />

Percetakan: PT Grafika Wangi Kalimantan<br />

Alamat: Lianganggang Km 21 Landasan Ulin Selatan<br />

Banjarbaru<br />

Telepon (0511) 4705900-01<br />

Isi di luar tanggung jawab percetakan<br />

Setiap artikel/tulisan/foto atau materi apa pun yang telah dimuat di<br />

harian “<strong>Banjarmasin</strong> <strong>Post</strong>” dapat diumumkan/dialihwujudkan<br />

kembali dalam format digital maupun nondigital yang tetap<br />

merupakan bagian dari harian “<strong>Banjarmasin</strong> <strong>Post</strong>”.<br />

WARTAWAN “BANJARMASIN POST GROUP” SELALU DIBEKALI TANDA PENGENAL DAN TIDAK<br />

DIPERKENANKAN MENERIMA/MEMINTA APA PUN DARI NARASUMBER.<br />

P<br />

emilu Presiden (Pilpres)<br />

sudah dilalui<br />

bersama. Komisi<br />

Pemilihan Umum<br />

(KPU) telah menetapkan<br />

pasangan capres-cawapres<br />

Joko Widodo-Jusuf<br />

Kalla sebagai pemenang pemilu<br />

den menjadi presiden terpilih<br />

<strong>2014</strong>-2019. Namun sayangnya<br />

capres Prabowo Subianto<br />

mengundurkan diri dari<br />

proses rekapitulasi dan menolak<br />

hasil pilpres. Meski penolakan<br />

itu tidak berimplikasi<br />

hukum apa pun, permainan<br />

ini diakhiri dengan kurang<br />

happy ending.<br />

Pilpres kali ini memang menegangkan.<br />

Perang urat syaraf<br />

antarkandidat begitu luar<br />

biasa. Antusiasme pemilih<br />

yang sangat tinggi benar-benar<br />

memulihkan kelumpuhan/kelelahan<br />

demokrasi seperti<br />

ditengarai sejumlah pengamat.<br />

Melalui hitung cepat lembaga-lembaga<br />

survei sudah<br />

dapat diketahui siapa yang<br />

menang dalam pilpres kali ini.<br />

Meski hasilnya dobel alias ganda,<br />

lembaga survei kredibel<br />

pasti lebih bisa dipercaya ketimbang<br />

yang abal-abal.<br />

Pilpres kali ini memiliki<br />

peran strategis dalam konsolidasi<br />

demokrasi. Presiden dan<br />

wakil presiden terpilih kali ini<br />

mempunyai peran penting<br />

melanjutkan proses reformasi<br />

atau stagnan dan kembali ke<br />

Orde Baru. Kenyataan rakyat<br />

lebih menghendaki sosok<br />

baru alias ingin ada perubahan.<br />

Harapan terhadap kedua<br />

pasang kandidat pun demikian<br />

membuncah. Rakyat pun<br />

terpecah antara pendukung<br />

status quo melanjutkan program<br />

presiden sebelumnya<br />

atau berganti nahkoda baru<br />

pemerintahan.<br />

Menurut sejumlah catatan,<br />

pilpres kali ini menjadi yang<br />

terburuk dalam sejarah, terutama<br />

dari sisi maraknya kampanye<br />

hitam dan lautan fitnah<br />

yang menimpa kedua pasang<br />

capres-cawapres yang berlaga.<br />

Kampanye hitam, fitnah dan<br />

cara-cara kotor dilakukan<br />

untuk membangun citra buruk<br />

pesaing dan mencitrakan positif<br />

calon lainnya. Karena calon<br />

yang dipoles terlalu banyak<br />

mengandung kelemahan,<br />

lawan perlu dicitrakan sangat<br />

buruk melalui berbagai cara<br />

baik kampanye hitam, fitnah.<br />

“Manusia jenius tidak membuat kesalahan. Kesalahan yang dibuatnya atas<br />

kemauannya sendiri dan merupakan portal-portal penemuan”<br />

Terbitnya sebuah media<br />

partisan bernama “Obor Rakyat”<br />

merupakan salah satu<br />

upaya melemahkan lawan<br />

dengan cara yang tidak terhormat.<br />

Dari pernyataan sejumlah<br />

tokoh pendukung pasangan<br />

capres, pilpres dicitrakan<br />

sebagai perang badar<br />

yang mengonotasikan perang<br />

suci atau membela agama. Tak<br />

pelak di beberapa tempat pilpres<br />

ini sedemikian mencekam.<br />

Ini menjadi pilpres pertama<br />

di era reformasi ketika<br />

persaingan kandidat, pendukung,<br />

tim sukses, tim bayangan<br />

demikian sengit.<br />

Setelah pengumuman resmi<br />

Komisi Pemilihan Umum<br />

22 <strong>Juli</strong> kemarin pasti muncul<br />

sosok pemenang yang menjadi<br />

presiden dan wakil presiden<br />

lima tahun ke depan.<br />

Aroma persaingan demikian<br />

sengit, karena menjadi presiden<br />

dan wakil presiden terbukalah<br />

akses kekuasaan dan<br />

mengatur distribusi kesejahteraan<br />

bagi rakyat. Pilpres akan<br />

menghasilkan pemenang dan<br />

pihak yang kalah. Terhadap<br />

hasil pilpres rakyat harus dipersiapkan<br />

untuk siap menghadapi<br />

kekalahan dan kemenangan.<br />

Bagi pihak yang menang,<br />

tentu jauh lebih mudah<br />

menerima. Tidak demikian<br />

dengan pihak yang kalah.<br />

Mereka yang kalah harus<br />

menerima secara jantan dan<br />

bertanggung jawab. Sekarang<br />

semua sudah selesai. Tidak<br />

perlu lagi ada friksi apalagi<br />

sampai menggerakkan massa<br />

untuk membuat kerusuhan<br />

Harapan pada Presiden Terpilih<br />

JAMES JOYCE<br />

Siap Menang<br />

dan Kalah<br />

Oleh:<br />

Paulus Mujiran<br />

Mantan tim seleksi<br />

Panwaslu Provinsi Jawa<br />

Tengah<br />

yang tidak ada gunanya. Justru<br />

dalam situasi seperti ini mudah<br />

sekali dibaca siapa yang<br />

menjadi dalang kalau terjadi<br />

kerusuhan dan kekerasan.<br />

Mungkin akan sulit menggerakkan<br />

massa seperti halnya<br />

1998, karena harga sembako<br />

dan BBM relatif stabil. Andai<br />

pasangan yang kalah akan<br />

menggerakkan massa dan beraksi<br />

anarkis pun sukar mendapat<br />

dukungan rakyat.<br />

Dalam aroma persaingan<br />

yang demikian sengit seperti<br />

sekarang ini kekalahan sering<br />

sulit diterima secara akal sehat.<br />

Kekalahan sering direspons<br />

dengan cara-cara yang tidak<br />

terhormat seperti mengamuk,<br />

merusak bahkan mencederai<br />

pihak-pihak yang lain.<br />

Yang sering terjadi di permukaan,<br />

kandidat yang berlaga<br />

dalam pilpres kali ini hanya<br />

dididik untuk mendukung<br />

salah satu pasangan namun<br />

lupa mendidik mereka untuk<br />

siap kalah.<br />

Deklarasi menang dan kalah<br />

jelang pilpres hanya di lapisan<br />

elite seperti pejabat pusat<br />

dan daerah, sementara di<br />

akar rumput gesekan yang timbul<br />

benar-benar nyata. Di akar<br />

rumput jauh tidak mudah dipersiapkan<br />

untuk menghadapi<br />

kemenangan dan kekalahan.<br />

Bagi yang menang tentu lebih<br />

mudah untuk menerima, sementara<br />

yang kalah sering<br />

bereaksi dengan cara yang<br />

kurang santun dan berlebihan.<br />

Frans Magnis Suseno dalam<br />

buku Etika Jawa (1996)<br />

memperkenalkan cara-cara<br />

orang Jawa menghadapi lawan.<br />

Antara lain ungkapan,<br />

“nglurug ranpa bala lan menang<br />

tanpa ngasorake” (menyerang<br />

tanpa pasukan dan menang<br />

dengan tidak merendahkan<br />

lawan). Falsafah itu mengandung<br />

makna kemenangan tidak<br />

perlu diraih dengan caracara<br />

yang hina dan nista seperti<br />

mengambinghitamkan lawan,<br />

menebar fitnah dan kampanye<br />

hitam.<br />

Kampanye hitam adalah<br />

upaya menutupi kelemahan<br />

sendiri dan melemparkannya<br />

ke pihak yang lain. Semakin<br />

banyak hal yang harus ditutupi,<br />

maka kampanye hitam<br />

dan fitnah yang dialamatkan<br />

ke lawan semakin banyak. Padahal<br />

dengan cara seperti itu<br />

akan semakin kelihatan belangnya.<br />

Mereka yang menang<br />

tidak perlu merendahkan<br />

lawan yang sudah kalah.<br />

Jadi kemenangan mesti diraih<br />

dengan cara-cara yang terhormat,<br />

bertanggung jawab dan<br />

santun. Perlu dicatat presiden<br />

dan wakil presiden terpilih<br />

harus menjadi presiden bagi<br />

pihak yang menang maupun<br />

kalah yang dulunya lawan.<br />

Dan pihak yang kalah tidak<br />

ada cara menolak presiden<br />

dan wakil presiden terpilih. Paling-paling<br />

dengan tidak memasang<br />

gambar pasangan itu<br />

di rumah. Ungkapan senada<br />

orang Jawa juga ada “menang<br />

ora umuk kalah ora ngamuk”<br />

(menang tidak sombong dan<br />

kalah tidak mengamuk). Kemenangan<br />

dan kekalahan<br />

merupakan keniscayaan dalam<br />

kontestasi yang memang<br />

hanya menyediakan kemenangan<br />

dan kekalahan. Para<br />

pendukung pasangan yang<br />

kalah tidak perlu mengamuk.<br />

Karena itu relevan manakala<br />

hasil pilpres disikapi dengan<br />

legawa, rendah hati. Siapa<br />

pun yang menang hendaknya<br />

didukung. Demikian juga<br />

yang kalah harus mampu menerima<br />

kenyataan. Pilihan<br />

rakyat tidak bisa diatur. Siapa<br />

yang hendak diberi mandat<br />

tergantung dari suara rakyat<br />

yang juga suara Tuhan.<br />

Pengamat politik Ikrar Nusa<br />

Bhakti menyatakan sistem<br />

demokrasi merupakan sistem<br />

yang pejal dan mudah pecah.<br />

Namun, dalam pengalaman<br />

sejarah Indonesia tidak pernah<br />

hasil pemilu menimbulkan<br />

kerusuhan atau kekacauan.<br />

Meski demikian, tidak ada<br />

gunanya memperpanjang<br />

rasa permusuhan karena kontestasi<br />

sudah selesai.<br />

Perlawanan dari yang kalah<br />

pun akan sia-sia karena<br />

KPU didukung rakyat sudah<br />

memutuskan siapa yang jadi<br />

pemenang. Yang terpenting<br />

tidak ada mobilisasi dari lapisan<br />

elite. Capres Prabowo Subianto<br />

mestinya dengan legawa<br />

menerima kekalahan dan<br />

kesatria mengakui kalah sebagai<br />

negarawan. Dengan demikian<br />

akan menjadi teladan<br />

yang baik bagi anak-anak<br />

bangsa. Konstituen harus diberikan<br />

pengertian dan pendidikan<br />

politik agar tidak melakukan<br />

reaksi berlebihan<br />

menyikapi hasil Pilpres ini. (*)<br />

Tulisan Opini bisa dikirim ke email: redaksi@banjarmasinpost.co.id (Maksimal 1.000 karakter tanpa spasi). Sertakan nama, alamat lengkap, nomor telepon,<br />

nomor rekening dan fotokopi (KTP). Opini yang terbit akan kami berikan imbalan ke nomor rekening penulis. Terima kasih.<br />

Artikel yang masuk batas waktu pemuatannya maksimal dua minggu.<br />

Jangan Abaikan Kepentingan Masyarakat<br />

PILPRES <strong>2014</strong> telah selesai<br />

dilaksanakan. Hajatan lima<br />

tahunan tersebut memberikan<br />

arti sangat besar kepada<br />

bangsa Indonesia. Karena melalui<br />

pesta demokrasi tersebut,<br />

sekitar 185 juta jiwa yang<br />

mempunyai hak pilih dari 250<br />

juta jiwa penduduk Indonesia,<br />

telah menentukan pemimpin<br />

lima tahun ke depan.<br />

Suka tidak suka, senang tidak<br />

senang itulah presiden<br />

republik Indonesia yang ketujuh<br />

yang berdaulat, sah dan<br />

harus kita hormati menjadi<br />

pemimpin seluruh rakyat Indonesia.<br />

Kita tidak boleh pesimis.<br />

Kita harus optimis bahwa presiden<br />

terpilih akan mampu<br />

membawa perubahan yang<br />

Ahmad Yuni SAg<br />

Wakamad MTsN Sungai Tabuk<br />

lebih baik di masa yang akan<br />

datang.<br />

Namun terlepas dari semua<br />

itu, presiden yang baru,<br />

program dan visi dam misi<br />

yang baru tentunya membawa<br />

harapan yang baru pula<br />

bagi masyarakat di republik<br />

yang kita cintai ini.<br />

Berbagai persoalan masih<br />

menghantui negeri yang kaya<br />

sumber daya alam ini, mulai<br />

dari kemiskinan, lapangan pekerjaan,<br />

pendidikan dan kesehatan,<br />

keamanan dan korupsi<br />

yang sudah mengakar<br />

kuat di negeri ini.<br />

Peliknya berbagai persoalan<br />

dinegeri tentunya menuntut<br />

pemimpin yang mau peduli,<br />

konsekuen dan konsisten<br />

untuk memperbaiki negeri<br />

ini. Kita tidak menginginkan<br />

presiden terpilih hanya mementingkan<br />

kelompok atau<br />

golongan tertentu, sehingga<br />

kepentingan masyarakat<br />

yang lebih besar terabaikan.<br />

Karena, apa pun pilihan rakyat<br />

pada pilpres tersebut, yang<br />

menjadi pemenang atau presiden<br />

adalah presiden seluruh<br />

rakyat indonesia.<br />

Di sisi lain presiden terpilih<br />

hendaknya betul-betul melaksanakan<br />

janjinya dan program<br />

serta visi serta misinya,<br />

jangan sekadar tulisan dan<br />

simbol untuk menarik simpati<br />

masyarakat yang pada akhirnya<br />

tak pernah terwujudkan.<br />

Yang terpenting adalah presiden<br />

terpilih mampu menciptakan<br />

suasana yang kondusif<br />

di negeri ini baik antaragama,<br />

golongan, suku, dan budaya<br />

dalam naungan Bhinneka<br />

Tunggal Eka, memberantas<br />

korupsi serta mampu menjaga<br />

keutuhan Negara Kesatuan<br />

Republik Indonesia (NKRI).<br />

Untuk mewujudkan semua<br />

itu, perlu kerja sama seluruh<br />

rakyat Indonesia. Presiden<br />

hanyalah seorang pelayan<br />

rakyat bukan penguasa,<br />

sehingga dengan semangat<br />

kebersamaan dan persatuan,<br />

serta kesatuan untuk menuntaskan<br />

berbagai permasalahan<br />

dan persoalan yang terjadi<br />

di negeri ini, insya Allah Bangsa<br />

Indonesia akan menjadi<br />

lebih baik dan bermartabat<br />

serta disegani di mata dunia.<br />

Aamin. (*)<br />

Jalankan Sesuai<br />

Hukum Allah<br />

PEMILIHAN Presiden 9<br />

<strong>Juli</strong> <strong>2014</strong> sudah kita lalui. Bahkan,<br />

siapa yang memimpin<br />

negeri ini pun sudah kita ketahui<br />

yakni Joko Widodo dan<br />

wakilnya Jusuf Kalla.<br />

Sebelum pemilihan diadakan,<br />

setiap minggu debat capres-cawepres.<br />

Debat diadakan<br />

untuk mengetahui visi<br />

dan misi dari dua kandidat,<br />

serta penanganan kemorosatan<br />

di negeri ini.<br />

Harapan rakyat Indonesia<br />

kini sangat besar. Karena rakyat<br />

menginginkan perubahan<br />

nyata. Perubahan tidak hanya<br />

perekonomian, pendidikan,<br />

tapi semua aspek kehidupan.<br />

Siti Rahmah<br />

Warga Tabalong<br />

Bisakah itu terwujud dengan<br />

terpilihnya Jokowi-JK tersebut?<br />

Seluruh rakyat tentunya<br />

memberikan harapan kepada<br />

presiden terpilih. Setiap pesta<br />

demokrasi lima tahunan, harapan<br />

itu selalu sirna. Lalu<br />

kepada siapa kita berharap?<br />

Harapan itu hanya bisa terwujud<br />

dengan adanya seorang<br />

pemimpin yang menjalankan<br />

hukum-hukum Allah dalam<br />

wadah Daulah Khilafah Islamiyah,<br />

insya Allah. (*)<br />

Tema berikutnya: Palestina Dibombardir Israel<br />

Sampaikan komentar Anda maksimal 250 karakter secara santun ke redaksi@banjarmasinpost.co.id, disertai salinan kartu identitas diri dan<br />

foto (mohon jangan pasfoto). Kini, saatnya Anda bicara demi kebaikan bersama.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!