29.10.2014 Views

Profil Sosial Ekonomi Petani pada Lokasi P4MI di Kabupaten ...

Profil Sosial Ekonomi Petani pada Lokasi P4MI di Kabupaten ...

Profil Sosial Ekonomi Petani pada Lokasi P4MI di Kabupaten ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

ICASEPS WORKING PAPER No. 90<br />

<strong>Profil</strong> <strong>Sosial</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Petani</strong> <strong>pada</strong> <strong>Lokasi</strong><br />

<strong>P4MI</strong> <strong>di</strong> <strong>Kabupaten</strong> Lombok Timur, Nusa<br />

Tenggara Barat<br />

Muhammad Iqbal dan Iwan Setiadjie Anugrah<br />

Mei 2007<br />

Pusat Analisis <strong>Sosial</strong> <strong>Ekonomi</strong> dan Kebijakan Pertanian<br />

(Indonesian Center for Agricultural Socio Economic and Policy Stu<strong>di</strong>es)<br />

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian<br />

Departemen Pertanian


PROFIL SOSIAL EKONOMI PETANI PADA LOKASI <strong>P4MI</strong><br />

DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR, NUSA TENGGARA BARAT<br />

Muhammad Iqbal dan Iwan Setiajie Anugrah<br />

Pusat Analisis <strong>Sosial</strong> <strong>Ekonomi</strong> dan Kebijakan Pertanian<br />

Jalan Ahmad Yani No, 70, Bogor 16161<br />

ABSTRACT<br />

As a part of baseline survey of Poor Farmers’ Income Improvement through Innovation<br />

Project (PFI3P), this article aims to describe farmer’s socioeconomic profile focused on<br />

household and agricultural system characteristics in Lombok Timur Regency, West<br />

Nusa Tenggara Province. The research result shows that locale of the study was<br />

relatively uncategorized as poor villages; however, it had lack of technology and<br />

information accessibilities. Basically, therefore, community’s empowerment through<br />

community’s participation supported by government is needed. Existence of PFI3P can<br />

be viewed as a strategic model for rural community’s development.<br />

Keywords : farmers, poor, PFI3P, East Lombok, West Nusa Tenggara<br />

ABSTRAK<br />

Sebagai bagian dari hasil survai pendasaran Proyek Peningkatan Pendapatan <strong>Petani</strong><br />

Miskin melaui Inovasi (<strong>P4MI</strong>) <strong>di</strong> <strong>Kabupaten</strong> Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara<br />

Barat, tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil sosial ekonomi petani dengan<br />

fokus karakteristik rumah tangga dan sistem pertanian <strong>di</strong> lokasi setempat. Hasil<br />

penelitian menunjukkan bahwa desa contoh boleh <strong>di</strong>katakan relatif tidak termasuk<br />

kategori desa miskin. Kon<strong>di</strong>si yang <strong>di</strong>anggap sesuai untuk menggambarkan desa<br />

contoh adalah adanya kekurangan atau keterbatasan dalam hal teknologi dan<br />

informasi. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat mutlak <strong>di</strong>perlukan yakni melalui<br />

partisipasi masyarakat bersama pemerintah. <strong>P4MI</strong> <strong>di</strong>pandang strategis dan sekaligus<br />

dapat <strong>di</strong>ja<strong>di</strong>kan model acuan, khususnya untuk pembangunan masyarakat pedesaan.<br />

Kata kunci : petani, miskin, <strong>P4MI</strong>, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat<br />

PENDAHULUAN<br />

Salah satu strategi yang <strong>di</strong>lakukan Departemen Pertanian untuk<br />

mewujudkan visi pertanian modern, tangguh dan efisien adalah penerapan<br />

rekayasa teknologi pertanian. Memang <strong>di</strong>sadari bahwa <strong>pada</strong> setiap tahapan<br />

pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi<br />

(IPTEK) memainkan peranan penting dan menjanjikan kontribusi yang lebih<br />

besar terhadap sumberdaya yang terse<strong>di</strong>a. Peningkatan efisiensi pemanfaatan<br />

sumberdaya melalui pemanfaatan teknologi unggulan, antara lain dapat<br />

meningkatkan keunggulan kompetitif suatu produk pertanian. Disamping itu,<br />

potensi pasar serta pertumbuhan permintaan yang pesat merupakan potensi<br />

dan peluang untuk mengembangkan produk yang memiliki daya saing tinggi.<br />

1


Tantangan <strong>pada</strong> masa datang dalam penelitian dan pengembangan pertanian<br />

untuk mengantisipasi permintaan pasar adalah : (1) menciptakan teknologi<br />

yang mampu meningkatkan produksi pertanian, baik kuantitas maupun<br />

kualitasnya; dan (2) menciptakan nilai tambah serta meningkatkan efisiensi<br />

pemanfaatan sumberdaya. Tantangan tersebut harus <strong>di</strong>jawab dengan<br />

mempertimbangkan tingkat potensi lestari sumberdaya yang terse<strong>di</strong>a dan<br />

selalu <strong>di</strong>sesuaikan dengan prospek permintaan pasar (Adnyana dan Suryana,<br />

1996).<br />

Berdasarkan gambaran <strong>di</strong>atas, keberadaan Proyek Peningkatan<br />

Pendapatan <strong>Petani</strong> Miskin Melalui Inovasi (P4M2I) <strong>di</strong>pandang strategis,<br />

mengingat proyek ini memiliki tujuan untuk meningkatkan inovasi para petani<br />

dalam menyelesaikan permasalahan yang <strong>di</strong>hadapi. Sehubungan dengan itu,<br />

mereka harus <strong>di</strong>berikan dukungan dalam bentuk pengembangan teknologi<br />

pertanian yang tepat (misalnya melalui peluang kesempatan untuk mengakses<br />

informasi yang relevan), sehingga mampu mengadopsi inovasi yang<br />

<strong>di</strong>perkenalkan, khususnya dalam teknologi pertanian dan agribisnis agar<br />

akhirnya dapat keluar dari perangkap kemiskinan (Badan Litbang Deptan dan<br />

ADB. 2003).<br />

Secara umum tulisan ini bertujuan untuk membahas profil sosial<br />

ekonomi petani <strong>pada</strong> salah satu lokasi <strong>P4MI</strong>, yaitu <strong>di</strong> <strong>Kabupaten</strong> Lombok<br />

Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara spesifik, fokus pembahasan<br />

menyangkut dua hal, yaitu karakteristik rumah tangga dan sistem pertanian <strong>di</strong><br />

lokasi <strong>P4MI</strong>,<br />

METODOLOGI<br />

Kerangka Pemikiran<br />

Proyek Peningkatan Pendapatan <strong>Petani</strong> Miskin melalui Inovasi (<strong>P4MI</strong>)<br />

dapat <strong>di</strong>katakan sebagai salah satu penjabaran dari Undang-undang No, 25<br />

tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-<br />

2004 (Pemerintah RI, 2000). Dalam Undang-undang tersebut termaktub arah<br />

kebijakan dalam pembangunan ekonomi, <strong>di</strong>mana kemiskinan merupakan<br />

masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat <strong>di</strong>tunda-tunda<br />

dan harus menja<strong>di</strong> prioritas pembangunan nasional.<br />

Sesuai dengan prinsip kea<strong>di</strong>lan, penanggulangan kemiskinan<br />

merupakan salah satu upaya strategis dalam mewujudkan ekonomi<br />

2


kerakyatan. Peningkatan pendapatan petani juga terkait erat dengan upaya<br />

pemberdayaan masyarakat dan penye<strong>di</strong>aan berbagai kebutuhan pokok<br />

dengan biaya terjangkau, sehingga secara bertahap mereka dapat<br />

meningkatkan kemampuannya untuk memanfaatkan peluang yang terse<strong>di</strong>a.<br />

Pemberdayaan masyarakat tidak dapat <strong>di</strong>lakukan hanya oleh pemerintah,<br />

tetapi partisipasi masyarakat justru menja<strong>di</strong> kunci sukses upaya<br />

pemberdayaan. <strong>P4MI</strong> <strong>di</strong>maksudkan untuk memberdayakan masyarakat tani <strong>di</strong><br />

pedesaan, khususnya mereka yang berusaha tani <strong>di</strong> lahan marginal (lahan<br />

kering dan tadah hujan) dalam mengelola sumberdaya lahan mereka yang<br />

umumnya kurang subur dengan luasan yang terbatas. Melalui pemberdayaan,<br />

<strong>di</strong>mungkinkan berhasilnya program pembangunan, sebab arti pembangunan<br />

yang sebenarnya adalah memberdayakan masyarakat agar mereka dapat<br />

menolong <strong>di</strong>ri mereka sen<strong>di</strong>ri. Dengan kata lain, pembangunan yang<br />

“meniadakan suatu bentuk ketergantungan” adalah pembangunan yang<br />

berkelanjutan.<br />

Melalui <strong>P4MI</strong> berbagai inovasi atau gagasan dalam kaitannya dengan<br />

pembangunan pertanian <strong>di</strong>perkenalkan ke<strong>pada</strong> masyarakat petani <strong>di</strong> lokasi<br />

proyek, dengan harapan <strong>pada</strong> akhirnya mereka mampu melaksanakan<br />

pembangunan sesuai dengan kebutuhannya, Sementara itu, fungsi pemerintah<br />

lebih fokus sebagai fasilitator. Inovasi tersebut <strong>di</strong>dasarkan <strong>pada</strong> identifikasi<br />

permasalahan <strong>di</strong> lokasi yang bersangkutan.<br />

Rancangan Penelitian<br />

Penelitian <strong>di</strong>laksanakan <strong>di</strong> kabupaten Lombok Timur, provinsi Nusa<br />

Tenggara Barat. Di kabupaten ini <strong>di</strong>pilih lima desa contoh secara sengaja<br />

(purposive), yaitu desa-desa yang berada <strong>di</strong> lokasi <strong>P4MI</strong>. Kelima desa contoh<br />

tersebut adalah : (1) Desa Korleko (Kecamatan Labuhan Haji); (2) Desa<br />

Suangi (Kecamatan Sakra); (3) Desa Selebung Ketangga (Kecamatan<br />

Keruak); (4) Desa Sambelia (Kecamatan Sambelia); dan (5) Desa Sembalun<br />

Lawang (Kecamatan Sembalun). Pada setiap desa tersebut <strong>di</strong>pilih 30 rumah<br />

tangga responden secara acak (random), yaitu sebagai representasi populasi<br />

penduduk <strong>di</strong> lokasi <strong>P4MI</strong>,<br />

Jenis data dan informasi yang <strong>di</strong>kumpulkan adalah data dan informasi<br />

primer dan sekunder. Pengumpulan data dan informasi primer <strong>di</strong>lakukan<br />

melalui wawancara <strong>di</strong> tingkat rumah tangga responden menggunakan daftar<br />

pertanyaan (kuesioner) terstruktur dan semi-terstruktur. Data dan informasi<br />

3


sekunder, terutama yang berkaitan dengan keberadaan <strong>P4MI</strong>, seperti profil<br />

lokasi proyek, potensi sumberdaya alam, dan sebagainya <strong>di</strong>kumpulkan dari<br />

dokumentasi laporan instansi terkait dengan keberadaan <strong>P4MI</strong>.<br />

HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

Nusa Tenggara Barat (NTB) menduduki peringkat kelima kategori<br />

provinsi miskin <strong>di</strong> Indonesia (BPS, 2003). Sekitar 26,34 persen penduduk<br />

provinsi ini tergolong miskin, <strong>di</strong>mana 27,49 persen <strong>di</strong>antaranya berada <strong>di</strong><br />

<strong>Kabupaten</strong> Lombok Timur. Lebih dari setengah jumlah penduduk miskin NTB<br />

(65,66%) dan Lombok Timur (69,96%) tidak tamat SD (Sekolah Dasar).<br />

Sebagian besar <strong>di</strong>antara penduduk miskin tersebut bekerja <strong>di</strong> sektor pertanian<br />

dengan perincian masing-masing 73,94 persen <strong>di</strong> propinsi NTB dan 75,68<br />

persen <strong>di</strong> kabupaten Lombok Timur.<br />

Hampir sebagian besar (40,68%) kontribusi PDRB <strong>Kabupaten</strong> Lombok<br />

Timur berasal dari sektor pertanian (BPS Lombok Timur, 2002). Sementara itu,<br />

secara berurutan kontribusi sektor pertanian <strong>di</strong> masing-masing kecamatan<br />

adalah Sambelia (64,54%), Sembalun (62,44%), Keruak (53,45%), Labuhan<br />

Haji (32,05), dan Keruak (53,45%). Sekitar 69,92 persen penduduk <strong>Kabupaten</strong><br />

Lombok Timur bekerja <strong>pada</strong> sektor pertanian, sebagian besar <strong>di</strong>antaranya <strong>di</strong><br />

sub-sektor tanaman pangan (38,08%) dan sub-sektor perkebunan (22,93%).<br />

Pada dasarnya infrastruktur <strong>di</strong> desa contoh sudah banyak yang<br />

terse<strong>di</strong>a, sekalipun secara fisik belum menunjukkan kon<strong>di</strong>si yang representatif.<br />

Misalnya jalan dan jembatan, <strong>di</strong> beberapa desa contoh – terutama yang<br />

berada <strong>di</strong> sekitar kota kecamatan seperti Korleko, Sambelia, dan Selebung<br />

Ketangga – keberadaan infrastruktur (prasarana dan sarana) relatif lebih<br />

lengkap <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan <strong>di</strong> desa lainnya (Suangi dan Sembalun Lawang). Namun<br />

demikian, fasilitas prasarana dan sarana ke lahan pertanian (jalan usahatani)<br />

relatif kurang terse<strong>di</strong>a, terutama <strong>di</strong> Desa Suangi. Sementara itu, fasilitas<br />

prasarana dan sarana ekonomi seperti pasar, keberadaannya boleh <strong>di</strong>katakan<br />

relatif terbatas. Keberadaan prasarana dan sarana tersebut <strong>pada</strong> sebagian<br />

desa contoh masih terpusat <strong>di</strong> pasar-pasar kecamatan, baik pasar mingguan<br />

maupun pasar harian.<br />

4


Karakteristik Rumah Tangga<br />

Jumlah anggota rumah tangga responden <strong>di</strong> desa contoh rata-rata<br />

berkisar antara 4-5 jiwa. Rataan usia kepala keluarga (KK) adalah sekitar<br />

41,58 tahun, atau dengan kata lain tergolong kelompok usia produktif. Ratarata<br />

tingkat pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan KK adalah sekitar 8,21 tahun. atau setara dengan<br />

jenjang pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan kelas dua SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama).<br />

Sebagian besar (90,07%) KK bekerja sebagai petani, terutama <strong>di</strong> sub-sektor<br />

tanaman pangan.<br />

Rataan luas bangunan rumah berkisar antara 45-56 meter persegi<br />

dengan luas pekarangan rata-rata sekitar 294 meter persegi. Sebagian besar<br />

(95,30%) memiliki rumah sen<strong>di</strong>ri dengan konstruksi lantai semen (82,21%) dan<br />

<strong>di</strong>n<strong>di</strong>ng tembok semen (57,99%). Kebanyakan sumber keperluan air berasal<br />

dari sumur (54,62%), sedangkan kelengkapan sanitasi dan penerangan berupa<br />

MCK priba<strong>di</strong> (44,68%) dan listrik PLN (74,40%). Lengkapnya, resume<br />

karakteristik rumah tangga responden <strong>di</strong>sajikan <strong>pada</strong> Tabel Lampiran 1.<br />

Karakteristik Sistem Pertanian<br />

Sesuai dengan karakteristik agro-ekosistem wilayahnya, areal<br />

usahatani <strong>di</strong> <strong>Kabupaten</strong> Lombok Timur <strong>di</strong>dominasi oleh lahan sawah dan lahan<br />

kering. Rataan pemilikan lahan sawah per rumah tangga responden <strong>di</strong> desa<br />

contoh masing-masing seluas 0,47 hektar untuk lahan sawah tadah hujan dan<br />

0,56 hektar untuk lahan sawah irigasi. Sementara itu, rataan pemilikan<br />

ladang/tegalan dan kebun masing-masing seluas 0,53 hektar dan 0,67 hektar.<br />

Kendati rataan pemilikan ladang/tegalan dan kebun se<strong>di</strong>kit <strong>di</strong>atas rataan<br />

pemilikan lahan sawah, namun luas penyebarannya tidak merata.<br />

Lahan sawah <strong>di</strong> desa contoh dapat <strong>di</strong>tanami pa<strong>di</strong> 1-2 kali musim tanam<br />

dalam setahun, tergantung keterse<strong>di</strong>aan air yang berasal dari irigasi<br />

sederhana atau pedesaan serta tadah hujan. Disamping pa<strong>di</strong>, jenis tanaman<br />

lainnya yang <strong>di</strong>usahakan petani <strong>di</strong> lahan sawah adalah palawija, hortikultura,<br />

dan tembakau. Sementara itu untuk lahan kering lebih banyak <strong>di</strong>usahakan<br />

untuk bu<strong>di</strong>daya palawija seperti jagung, kacang-kacangan, dan umbi-umbian,<br />

serta hortikultura dengan pola umum tumpangsari atau tumpanggilir secara<br />

tidak beraturan.<br />

Jenis tanaman utama yang <strong>di</strong>usahakan responden <strong>di</strong> desa contoh<br />

masing-masing pa<strong>di</strong>, jagung, cabai, tembakau, dan bawang putih. Pa<strong>di</strong><br />

5


<strong>di</strong>usahakan <strong>di</strong> semua desa contoh, jagung <strong>di</strong> Desa Sambelia, Suangi, Korleko,<br />

dan Sembalun Lawang, Cabai <strong>di</strong> Desa Suangi, Korleko, dan Sembalun<br />

Lawang, sementara tembakau dan bawang putih hanya <strong>di</strong>usahakan masingmasing<br />

<strong>di</strong> Desa Selebung Ketangga dan Sembalun Lawang. Secara agregat,<br />

pola tanam dominan <strong>di</strong> desa contoh dapat <strong>di</strong>perhatikan <strong>pada</strong> Tabel 1.<br />

Tabel 1.<br />

Keragaan Pola Tanam Dominan Lahan Sawah <strong>pada</strong> Desa Contoh <strong>P4MI</strong> <strong>di</strong> <strong>Kabupaten</strong> Lombok<br />

Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2004 (%)<br />

Desa Contoh<br />

Pola Tanam Dominan<br />

Sambelia Suangi Korleko<br />

Selebung<br />

Ketangga<br />

Sembalun<br />

Lawang<br />

Rataan<br />

Pa<strong>di</strong>-Pa<strong>di</strong>-Bera 40,00 10,00 6,67 - - 11,33<br />

Pa<strong>di</strong>-Bera-Bera 36,67 30,00 - 30,00 53,33 30,00<br />

Pa<strong>di</strong>-Jagung-Jagung 23,33 - 43,33 - - 13,33<br />

Pa<strong>di</strong>-Jagung-Bera - 43,33 33,33 - - 15,33<br />

Pa<strong>di</strong>-Tembakau - - - 70,00 - 14,00<br />

Pa<strong>di</strong>-Cabai - 16,67 16,67 - 16,67 10,00<br />

Pa<strong>di</strong>-Bawang Putih-Jagung - - - - 10,00 2,00<br />

Pa<strong>di</strong>-Bawang Putih-Bera - - - - 20,00 4,00<br />

Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00<br />

Sumber : PSE dan <strong>P4MI</strong>, 2004<br />

Penggunaan bibit unggul sudah <strong>di</strong>lakukan sebagian besar petani<br />

responden <strong>di</strong> desa contoh, khususnya tanaman pa<strong>di</strong>. Varietas pa<strong>di</strong> yang umum<br />

<strong>di</strong>tanam adalah IR-64, kecuali <strong>di</strong> Desa Sembalun Lawang yang konsisten<br />

menanam varietas lokal. Jenis sarana produksi lainnya seperti pupuk dan<br />

pestisida hampir <strong>di</strong>gunakan oleh semua reponden, terkecuali untuk pa<strong>di</strong> lokal<br />

yang relatif tidak <strong>di</strong>pupuk sama sekali. Kuantitas penggunaan pupuk dan<br />

pestisida terbanyak adalah untuk usahatani cabai, tembakau, dan bawang<br />

putih. Untuk usahatani pa<strong>di</strong>, kuantitas penggunaan pupuk yang cukup<br />

signifikan adalah Urea dan ZA dengan rataan hampir sekitar 250 kilogram per<br />

hektar. Umumnya teknis pemupukan berimbang belum banyak <strong>di</strong>lakukan,<br />

mengingat sebagian besar petani menggunakan pupuk sesuai dengan<br />

kebiasaan dan keterbatasan jangkauan dalam pembelian jenis sarana produksi<br />

ini. Hal yang sama juga untuk aplikasi pestisida, <strong>di</strong>mana penggunaannya<br />

terutama terkait dengan ada atau tidaknya serangan organisme pengganggu<br />

tanaman (OPT).<br />

Secara umum, jenis dan kuantitas penggunaan masukan sarana<br />

produksi pupuk dan pestisida <strong>pada</strong> usahatani yang berorientasi pasar<br />

(komersial) seperti cabai, tembakau, dan bawang putih lebih lengkap dan lebih<br />

tinggi (intensif) <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan usahatani pa<strong>di</strong> dan jagung yang sebagian<br />

6


<strong>di</strong>tujukan untuk keperluan keluarga (subsisten). Kon<strong>di</strong>si ini sekaligus juga<br />

terkait dengan curahan tenaga kerja, <strong>di</strong>mana rata-rata pengalokasiannya <strong>pada</strong><br />

masing-masing usahatani cabai (210 HOK/ha), tembakau (206 HOK/ha), dan<br />

bawang putih (223 HOK/ha) lebih tinggi <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan pengalokasian untuk<br />

usahatani pa<strong>di</strong> (147 HOK/ha) dan jagung (103 HOK/ha). Secara agregat,<br />

sekitar 60 persen dari total pengalokasian tenaga kerja tersebut berasal dari<br />

tenaga luar keluarga atau tenaga upahan (Tabel 2).<br />

Tabel 2. Curahan Tenaga Kerja <strong>pada</strong> Usahatani Pa<strong>di</strong>, Jagung, Cabai, Tembakau,<br />

Bawang Putih <strong>pada</strong> <strong>Lokasi</strong> <strong>P4MI</strong> <strong>di</strong> <strong>Kabupaten</strong> Lombok Timur, Provinsi Nusa<br />

Tengara Timur, 2004 (HOK/Ha)<br />

Desa Contoh<br />

Uraian<br />

Sambelia Suangi Korleko<br />

Selebung<br />

Ketangga<br />

Sembalun<br />

Lawang<br />

Pa<strong>di</strong> :<br />

TKDK 55,39 86,98 60,45 69,56 91,96<br />

TKLK 81,01 68,65 85,08 86,96 39,43<br />

Total 136,40 155,63 145,53 156,52 131,39<br />

Jagung :<br />

TKDK 67,45 54,17 36,13 - 14,00<br />

TKLK 58,79 67,50 82,82 - 22,00<br />

Total 126,24 121,67 118,95 - 36,00<br />

Cabai :<br />

TKDK - 89,07 96,66 - 88,71<br />

TKLK - 122,69 122,22 - 109,44<br />

Total - 211,76 218,88 - 198,15<br />

Tembakau :<br />

. TKDK - - - 60,86 -<br />

. TKLK - - - 143,32 -<br />

Total - - - 204,18 -<br />

Bawang Putih :<br />

TKDK - - - - 74,05<br />

TKLK - - - - 148,81<br />

Total - - - - 222,86<br />

Keterangan : TKDK (Tenaga Kerja Dalam Keluarga)<br />

TKLK (Tenaga Kerja Luar Keluarga)<br />

Sumber : PSE dan <strong>P4MI</strong>, 2004<br />

Rataan produktivitas tanaman utama <strong>di</strong> desa contoh masing-masing<br />

adalah pa<strong>di</strong> GKP (4,2 ton/ha), jagung pipilan (3,8 ton/ha), cabai (5,4 ton/ha),<br />

tembakau rajangan (4,8 ton/ha), dan bawang putih (11,9 ton/ha). Usahatani<br />

yang memiliki tingkat penerimaan tertinggi adalah bawang putih, cabai dan<br />

tembakau dengan rataan <strong>di</strong>atas Rp, 10 juta per hektar. Usahatani pa<strong>di</strong> dan<br />

jagung hanya memiliki tingkat penerimaan masing-masing Rp, 4,2 juta dan Rp,<br />

7


2,8 juta per hektar. Sementara itu, tingkat pendapatan paling tinggi berasal dari<br />

usahatani cabai dan bawang putih, masing-masing sekitar Rp, 6,7 juta per<br />

hektar, berikut usahatani tembakau (lebih kurang Rp, 3,4 juta/ha). Tingkat<br />

pendapatan usahatani pa<strong>di</strong> dan jagung masing-masing hanya mencapai<br />

sekitar Rp, 1,3 juta dan mendekati Rp, 1 juta per hektar. Imbangan (rasio)<br />

antara penerimaan dan biaya (R/C) usahatani jagung (1,50) se<strong>di</strong>kit berada<br />

<strong>di</strong>atas R/C usahatani pa<strong>di</strong> (1,47) dan usahatani tembakau (1,43), sedangkan<br />

R/C dua usahatani utama lainnya relatif lebih tinggi, yaitu masing-masing cabai<br />

(2,32) dan usahatani bawang putih (1,76). Informasi lengkap dapat <strong>di</strong>amati<br />

<strong>pada</strong> Tabel 3 dan Tabel 4.<br />

Tabel 3.<br />

Keragaan Produktivitas Usahatani Dominan <strong>pada</strong> <strong>Lokasi</strong> <strong>P4MI</strong> <strong>di</strong> <strong>Kabupaten</strong> Lombok Timur,<br />

Provinsi Nusa Tengara Timur, 2004 (hektar)<br />

Uraian<br />

Bentuk<br />

Produksi<br />

Unit<br />

Desa Contoh<br />

Sambelia Suangi Korleko<br />

Selebung<br />

Ketangga<br />

Sembalun<br />

Lawang<br />

Pa<strong>di</strong> GKP kg 4.362,79 4.730,14 4.866,54 5.196,36 1.875,26<br />

Jagung Pipilan kg 4.709,50 4.800,00 4.817,10 - 1.050,00<br />

Cabai Biah segar kg - 5.984,50 5.437,50 - 4.878,00<br />

Tembakau Rajangan kg - - - 4.834,23 -<br />

Bawang Putih Umbi kg - - - - 11.922,06<br />

Sumber : PSE dan <strong>P4MI</strong>, 2004<br />

Tabel 4.<br />

Resume Analisis Usahatani Pa<strong>di</strong>, Jagung, Cabai, Tembakau, dan Bawang<br />

Putih <strong>pada</strong> <strong>Lokasi</strong> <strong>P4MI</strong> <strong>di</strong> <strong>Kabupaten</strong> Lombok Timur, Provinsi Nusa<br />

Tenggara Timur (hektar)<br />

Jenis Usahatani<br />

Biaya<br />

(Rp 000)<br />

Penerimaan<br />

(Rp 000)<br />

Pendapatan<br />

(Rp 000)<br />

BCR<br />

Pa<strong>di</strong> 2.884,38 4.243,18 1.358,80 1,47<br />

Jagung 1.862,10 2.828,32 966,22 1,50<br />

Cabai 5.104,68 11.829,94 6.725,24 2,32<br />

Tembakau 7.144,41 10.575,81 3.431,40 1,43<br />

Bawang putih 8.938,44 15.730,95 6.792,51 1,76<br />

Sumber : PSE dan <strong>P4MI</strong>. 2005<br />

Usahatani tanaman tahunan termasuk <strong>di</strong>dalamnya hortikultura (buahbuahan)<br />

dan tanaman perkebunan, relatif hanya <strong>di</strong>bu<strong>di</strong>dayakan secara<br />

sambilan oleh petani <strong>di</strong> desa contoh. Dengan kata lain, keberadaan usahatani<br />

tanaman tahunan hanya <strong>di</strong>peruntukkan sebagai sumber tambahan pendapatan<br />

rumah tangga. Beberapa jenis tanaman tahunan yang dominan <strong>di</strong>usahakan<br />

petani <strong>di</strong> desa contoh antara lain kelapa, mangga, pisang, kopi, kakao, dan<br />

8


mete. Pengusahaan jenis-jenis tanaman tersebut menyebar mulai dari<br />

pekarangan, pinggiran atau <strong>di</strong>sela-sela tanaman musiman <strong>di</strong> lahan kering,<br />

sampai lahan khusus tanaman tahunan. Pola penanaman umumnya bersifat<br />

campuran dengan pemeliharaan sederhana. Dapat <strong>di</strong>katakan bahwa sentuhan<br />

teknologi bu<strong>di</strong>daya seperti introduksi bibit unggul, pemupukan, pengendalian<br />

hama dan penyakit, panen dan pasca panen masih rendah. Upaya<br />

pemeliharaan yang lazim <strong>di</strong>laksanakan adalah penyiangan secara berkala.<br />

Kelapa <strong>di</strong>samping merupakan jenis tanaman yang paling dominan<br />

<strong>di</strong>temui <strong>di</strong> semua desa contoh, juga sekaligus mendatangkan pendapatan yang<br />

cukup berarti bagi keluarga petani (rata-rata sekitar Rp, 1,144,000 per tahun).<br />

Jenis tanaman tahunan lainnya yang cukup berperan dalam menopang<br />

ekonomi rumah tangga tani adalah kopi <strong>di</strong> Desa Sembalun Lawang (Rp,<br />

707,000 per tahun) dan pisang <strong>di</strong> Desa Sambelia, Korleko, dan Sembalun<br />

Lawang (rata-rata sekitar Rp, 585,000 per tahun). Sementara itu, jenis<br />

tanaman lainnya seperti kakao dan mete <strong>di</strong>pandang cukup potensial untuk<br />

<strong>di</strong>kembangkan.<br />

Keragaan usaha peternakan <strong>di</strong> desa contoh dapat <strong>di</strong>kategorikan<br />

sebagai kegiatan sampingan penopang ekonomi rumah tangga. Jenis ternak<br />

yang <strong>di</strong>usahakan ter<strong>di</strong>ri dari ruminansia besar (sapi dan kerbau), ruminansia<br />

kecil (kambing/domba), dan unggas (ayam buras dan itik). Sapi boleh<br />

<strong>di</strong>katakan dapat <strong>di</strong>jumpai <strong>di</strong> semua desa contoh, mengingat jenis ternak ini<br />

memiliki nilai fungsi ganda sebagai tenaga kerja dan tabungan ekonomi rumah<br />

tangga. Sistem pemeliharaan sebagian besar <strong>di</strong>lakukan secara tra<strong>di</strong>sional<br />

dengan pemberian pakan hijauan makanan ternak (HMT), tanpa sanitasi dan<br />

vaksinasi, serta sistem perkawinan ternak bersifat alami.<br />

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN<br />

Pada dasarnya infrastruktur <strong>di</strong> desa contoh sudah banyak yang<br />

terse<strong>di</strong>a, sekalipun secara fisik belum menunjukkan kon<strong>di</strong>si yang representatif.<br />

Dilihat dari karakteristik rumah tangga contoh, rataan jumlah anggota keluarga,<br />

usia dan tingkat pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan KK masing-masing 4-5 jiwa, 41,58 tahun<br />

(tergolong usia produktif), dan 8,21 tahun (setingkat SLTP). Sementara itu,<br />

sebagian besar rumah tangga contoh (95,30%) memiliki rumah sen<strong>di</strong>ri dengan<br />

konstruksi lantai semen (82,21%) dan <strong>di</strong>n<strong>di</strong>ng tembok semen (57,99%).<br />

Kebanyakan sumber keperluan air berasal dari sumur (54,62%), sedangkan<br />

9


kelengkapan sanitasi dan penerangan berupa MCK priba<strong>di</strong> (44,68%) dan listrik<br />

PLN (74,40%).<br />

Ditinjau dari karakteristik sistem pertanian, rataan pemilikan lahan<br />

sawah per rumah tangga responden <strong>di</strong> desa contoh masing-masing seluas<br />

0,47 hektar untuk lahan sawah tadah hujan dan 0,56 hektar untuk lahan sawah<br />

irigasi. Sementara itu, rataan pemilikan ladang/tegalan dan kebun masingmasing<br />

seluas 0,53 hektar dan 0,67 hektar. Jenis tanaman utama yang<br />

<strong>di</strong>usahakan responden <strong>di</strong> desa contoh masing-masing pa<strong>di</strong>, jagung, cabai,<br />

tembakau, dan bawang putih. Imbangan (rasio) antara penerimaan dan biaya<br />

(R/C) usahatani jagung (1,50) se<strong>di</strong>kit berada <strong>di</strong>atas R/C usahatani pa<strong>di</strong> (1,47)<br />

dan usahatani tembakau (1,43), sedangkan R/C dua usahatani utama lainnya<br />

relatif lebih tinggi, yaitu masing-masing cabai (2,32) dan usahatani bawang<br />

putih (1,76).<br />

Desa contoh boleh <strong>di</strong>katakan relatif tidak termasuk kategori desa<br />

miskin. Kon<strong>di</strong>si yang <strong>di</strong>anggap sesuai untuk menggambarkan desa contoh<br />

adalah adanya kekurangan atau keterbatasan dalam hal teknologi dan<br />

informasi. Oleh karena itu, keberadaan <strong>P4MI</strong> <strong>di</strong>pandang strategis dan<br />

sekaligus dapat <strong>di</strong>ja<strong>di</strong>kan model acuan, khususnya untuk pembangunan<br />

masyarakat pedesaan.<br />

Peningkatan pendapatan petani melalui dukungan penye<strong>di</strong>aan<br />

berbagai kebutuhan pokok dengan biaya terjangkau dapat <strong>di</strong>anggap sebagai<br />

upaya pemberdayaan masyarakat, sehingga secara bertahap mereka dapat<br />

meningkatkan kemampuannya untuk memanfaatkan peluang yang ada.<br />

Implikasinya, pemberdayaan masyarakat tidak dapat <strong>di</strong>lakukan hanya oleh<br />

pemerintah semata, tetapi partisipasi masyarakat justru menja<strong>di</strong> kunci sukses<br />

upaya pemberdayaan.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Adnyana, M.O., dan A. Suryana. 1996. Pengkajian dan Pengembangan SUP<br />

Berorientasi Agribisnis, Makalah <strong>di</strong>sampaikan <strong>pada</strong> Raker Badan<br />

Agribisnis Departemen Pertanian. Wisma Kinasih. Bogor.<br />

Badan Litbang Deptan dan ADB. 2003. Project Administration Memorandum<br />

for the Poor Farmers’ Income Improvement through Innovation Project.<br />

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Asian<br />

Development Bank. Jakarta.<br />

BPS Lombok Timur. 2002. Lombok Timur Dalam Angka, Kerjasama Badan<br />

Posit Statistik (BPS) dan Badan Perencana Pembangunan Daerah<br />

(Bappeda) <strong>Kabupaten</strong> Lombok Timur. Mataram.<br />

10


BPS. 2003. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2003 (Buku I Provinsi dan<br />

Buku II <strong>Kabupaten</strong>). CV Nasional. Jakarta.<br />

Pemerintah RI. 2000. Lampiran Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25<br />

Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas)<br />

Tahun 2000-2004. Pemerintah Republik Indonesia. Jakarta.<br />

PSE dan <strong>P4MI</strong>. 2004. Survai Pendasaran <strong>Sosial</strong> <strong>Ekonomi</strong> Proyek Peningkatan<br />

Pendapatan <strong>Petani</strong> Miskin melalui Inovasi <strong>di</strong> Lombok Timur, Provinsi<br />

Nusa Tenggara Barat. Laporan Penelitian. Kerjasama Pusat Penelitian<br />

dan Pengembangan <strong>Sosial</strong> <strong>Ekonomi</strong> Pertanian dengan Proyek<br />

Peningkatan Pendapatan <strong>Petani</strong> Miskin Melalui Inovasi. Bogor,<br />

11


Lampiran Tabel 1. Resume Karakteristik Rumah Tangga Responden <strong>pada</strong> <strong>Lokasi</strong> <strong>P4MI</strong> <strong>di</strong> <strong>Kabupaten</strong> Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2004<br />

Karakteristik<br />

Desa Contoh<br />

Sambelia Suangi Korleko Selebung Ketangga Sembalun Lawang<br />

Rataan<br />

1, Jumlah anggota keluarga (jiwa) 5,20 3,81 5,11 4,71 4,43 4,65<br />

2, Usia KK 43,30 39,75 45,75 42,48 36,63 41,58<br />

3, Tingkat pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan (tahun) 8,75 6,60 8,70 8,04 8,97 8,21<br />

4, Pekerjaan utama KK (%) :<br />

a. Pertanian 93,33 90,63 85,71 83,87 96,67 90,04<br />

b. Lainnya 6,67 9,37 14,29 16,13 3,33 9,96<br />

5, Luas bangunan (m 2 ) 56,45 44,88 47,41 50,44 52,95 50,43<br />

6, Luas pekarangan 370,00 347,50 187,16 242,00 322,63 293,86<br />

7, Status pemilikan rumah (%) : 93,33 96,88 88,89 96,77 100,00 95,17<br />

8, Konstruksi bangunan rumah (%) : 6,67 3,12 11,11 3,23 0 4,83<br />

a. Lantai :<br />

- Tanah 3,33 28,13 3,70 16,13 3,45 10,95<br />

- Kayu 3,33 0 0 3,23 3,45 2,00<br />

- Semen 90,00 68,75 88,89 80,65 82,76 82,21<br />

- Keramik 3,33 0 3,70 0 10,34 3,47<br />

- Lainnya 0 3,13 3,70 0 0 1,37<br />

b. Din<strong>di</strong>ng :<br />

- Rumbia 3,33 6,25 3,70 0 6,90 4,04<br />

- Bambu 16,67 25,00 7,41 4,94 17,24 14,25<br />

- Kayu 0 0 3,70 3,23 27,59 6,90<br />

- Setengah tembok 10,00 15,63 7,41 41,94 17,24 18,44<br />

- Tembok tanah 0 0 3,70 0 3,46 1,43<br />

- Tembok semen 70,00 53,13 70,37 51,61 44,83 57,99<br />

- Lainnya 0 0 3,70 0 0 0,74<br />

Sumber : PSE dan <strong>P4MI</strong>, 2004<br />

12


Lampiran Tabel 1. (Lanjutan)<br />

Karakteristik<br />

Desa Contoh<br />

Sambelia Suangi Korleko Selebung Ketangga Sembalun Lawang<br />

Rataan<br />

9, Sumber keperluan air (%) :<br />

a, Sumur 16,67 87,50 81,84 87,10 0 54,62<br />

b, Mata air 43,33 9,38 14,81 3,23 100,00 34,15<br />

c, Sungai 3,33 3,13 3,70 0 0 2,03<br />

d, Lainnya 36,67 0 0 9,68 0 9,27<br />

10, Kelengkapan sanitasi (%) :<br />

a. Alam 13,33 12,50 11,11 9,68 3,45 10,01<br />

b. Sungai 3,33 34,38 11,11 3,23 13,79 13,17<br />

c. Kamar man<strong>di</strong> 10,00 6,25 18,52 9,68 10,34 10,96<br />

d. MCK priba<strong>di</strong> 46,67 15,63 44,44 58,06 58,62 44,68<br />

e. MCK umum 16,67 31,25 7,41 16,13 13,79 17,05<br />

f. Lainnya 0 0 7,41 3,23 0 2,13<br />

11, Sumber penerangan (%) :<br />

a. Sentir 10,00 12,50 11,11 0 0 6,72<br />

b. Lampu teplok 26,67 12,50 11,11 0 0 10,06<br />

c. PLN 43,33 71,88 66,67 93,55 96,55 74,40<br />

d. Generator 10,00 3,13 7,41 6,45 3,45 6,09<br />

Sumber : PSE dan <strong>P4MI</strong>, 2004<br />

13

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!