Prosiding Workshop Nasional Jakarta 24 Juli 2007 - ITTO
Prosiding Workshop Nasional Jakarta 24 Juli 2007 - ITTO
Prosiding Workshop Nasional Jakarta 24 Juli 2007 - ITTO
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
HASIL RUMUSAN DAN REKOMENDASI WORKSHOP<br />
EVALUATION AND THE PROMOTION OF CITES IMPLEMENTATION<br />
ON RAMIN IN INDONESIA<br />
A. HASIL RUMUSAN<br />
• Ramin telah masuk ke dalam Appendix CITES sejak tahun 2001, namun populasi<br />
ramin di Indonesia terus menurun. Hal ini disebabkan masih terus berlangsungnya<br />
illegal logging dan illegal trade baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor.<br />
• Data tahun 2001 mengenai kondisi dan potensi ramin saat ini sudah tidak valid lagi.<br />
Data terakhir yang berhasil dikumpulkan adalah data hasil pre-harvest cruising yang<br />
dilakukan oleh beberapa HPH Hutan Rawa Gambut sebelum diberlakukannya<br />
kebijakan moratorium. Data tersebut telah dikompilasi dan di up-date pada preproject<br />
<strong>ITTO</strong> tahun 2005 dengan menggabungkan data dari berbagai sumber<br />
termasuk data dari Pusat Perencanaan Kehutanan, Badan Planologi Kehutanan.<br />
Data potensi yang relatif masih akurat adalah data potensi areal PT. Diamond Raya<br />
Timber, Riau.<br />
Sejak kurun waktu Iima tahun terakhir telah terjadi perubahan yang sangat cepat di<br />
lapangan akibat illegal logging dan kebakaran hutan, sehingga diperkirakan data<br />
mengenai potensi dan penyebaran ramin sudah tidak valid dan akurat untuk dijadikan<br />
dasar dalam management plan. Sejak ramin masuk ke dalam Appendix CITES pada<br />
tahun 2001 belum ada upaya untuk meng-update data-data tersebut dan<br />
memberikan perlakuan khusus untuk melestarikan dan mengelola hutan ramin.<br />
• Harga jual kayu ramin asal Indonesia sampai sa at ini dianggap masih terlaiu rendah<br />
(underpricing) dibandingkan dengan harga jual kayu ramin asal Malaysia. Ada<br />
dugaan bahwa underpricing disebabkan kayu ramin asal Indonesia tidak kompetitif<br />
karena tidak adanya keleluasan menentukan harga sebagai akibat dari penyesuaian<br />
harga terhadap masa berlaku Rencana Karya Tahunan (RKT). Masa berlaku RKT<br />
yang pendek (satu tahun) menyebabkan keleluasaan menembus pasar pada harga<br />
tertinggi terbatas. Underpricing dapat pula terjadi untuk mengurangi nilai pungutan<br />
pajak dan atau setoran lainnya. Logika umum adalah dengan terbatasnya jumlah<br />
pasokan ke pasar terbuka, harga jual produk ramin akan meningkat sehingga dengan<br />
demikian perusahaan dan negara akan memperoleh penerimaan yang lebih besar.<br />
• Masuknya ramin ke dalam Appendix CITES telah berdampak positif, antara lain<br />
menjadikan perdagangan ramin lebih terkontrol dan cara pemanenannya lebih<br />
terkendali karena adanya pel1gawasan dari CITES Management Authority dan<br />
Scientific Authority. Namun secara· umum perdagangan ramin belum rnemberikan<br />
nilai tambah yang maksimal bagi produsen dan pengusaha. Nilai tambah dari<br />
perdagangan ramin saat ini masih lebih banyak dinikmati oleh importir, terutama<br />
Singapore, dibandingkan dengan eksportir atau produsen dari Indonesia.<br />
• Dengan adanya kebijakan moratorium penebangan ramin tahun 2001 dan masuknya<br />
ramin ke dalam Appendix CITES (2001), ijin penebangan ramin hanya diberikan<br />
kepada perusahaan (HPH) yang telah memperoleh Sertifikat Pengelolaan Hutan<br />
Alam Produksi Lestari (PHAPL), yaitu PT. Diamond Raya Timber dan ijin<br />
perdagangan kayu ramin diberikan kepada induk perusahaannya, yaitu<br />
PT. Uniseraya. Terbatasnya jumlah perusahaan yang diberi ijin penebangan dan<br />
perdagangan kayu ramin telah menyebabkan kerugian dalam bentuk .hilangnya<br />
PROSIDING WORKSHOP NASIONAL - 1