blakasuta 05.pdf - Fahmina Institute
blakasuta 05.pdf - Fahmina Institute
blakasuta 05.pdf - Fahmina Institute
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Asep Saefuddin Jazuli<br />
asus meninggalnya Ny. Muzayanah akibat kesalahan<br />
transfusi darah pada hari Jum'at, 12 Maret 2004 di RST<br />
Ciremai, jelas menambah semakin panjang daftar buruk<br />
Kpelayanan medis di negeri kita. Meski tidak berdasar pada<br />
penelitian yang komprehensif, tapi keluhan dan kekecewaan<br />
masyarakat terhadap buruknya pelayanan medis sudah sering<br />
terdengar telinga kita. Di antara yang kerap dikeluhkan publik<br />
adalah soal lambannya penanganan pasien, kurang ramah dan<br />
keputusan medis yang berdampak komersial. Pasien diputuskan<br />
untuk dioperasi untuk penyakit yang sebenarnya bisa ditangani<br />
tanpa operasi. Kemampun dana pasein, atau keluarga pasien juga<br />
kerap menjadi penentu apakah pelayanan medis diteruskan atau<br />
dihentikan.<br />
Menggugat Instansi Pelayanan Medis<br />
Agaknya, keluhan dan kekecewaan terhadap kinerja instansi<br />
medis cukup banyak dan beragam. Instansi ini tidak hanya<br />
berpotensi menambah penyakit yang menimpa pasien, tetapi juga<br />
memiliki panyakit buruknya kinerja birokrasi di dalam dirinya<br />
sendiri. Banyak instansi pelayanan medis yang agaknya telah<br />
mengalami pergeseran dari fungsi yang seharusnya. Instansi medis<br />
yang seyogyanya menjadi tempat menyembuhkan orang sakit,<br />
terkadang justru menjadi tempat yang menyakitkan, atau<br />
setidaknya, membuat orang bertambah sakit. Jika semula pasien<br />
hanya menderita sakit fisik, setelah ke instansi medis justru<br />
bertambah dengan sakit hati.<br />
Buruknya kinerja dan pelayanan instansi medis dirasakan<br />
banyak masyarakat Kota Cirebon sejak lama. Dalam kegiatan<br />
Lokakarya Penilaian Partisipatif Tata Pemerintahan Kota Cirebon<br />
yang dilaksanakan oleh Partnership for Governance Reform in<br />
Indonesia bekerjasama dengan <strong>Fahmina</strong>-institute pada tanggal 30<br />
September-3 Oktober 2002,peserta Lokakarya yang terdiri dari<br />
berbagai elemen multipelaku di Kota Cirebon -anggota dewan,<br />
unsur pemda, pengusaha, akademisi, mahasiswa, buruh, nelayan,<br />
tukang beca dan pedagang kaki lima- menyimpulkan bahwa<br />
pelayanan medis menjadi salah satu persoalan krusial di Kota<br />
Cirebon. Selain dua persoalan lain; pengalokasian dan penggunaan<br />
APBD yang kurang memihak rakyat, serta kekerasan tehadap<br />
perempuan akibat ketidak-adilan gender.<br />
Kasus buruknya pelayanan medis membuat kita patut<br />
bertanya; sebenarnya sejauh mana komitmen pengelola instansi<br />
medis memberikan pertolongan terhadap pasien dalam bingai<br />
nilai-nilai kemanusiaan? Bukankah pasien datang karena memang<br />
membutuhkan pertolongan yang wajar diterima sebagai warga<br />
negara? Bukankah kita semua sepakat bahwa nilai kemanusiaan<br />
adalah universal dan tidak memandang kekayaan atau status<br />
sosial? Ataukah karena setiap hari bergaul dengan berbagai macam<br />
penyakit, dan setiap hari pula mendengar rintihan pasien sampai<br />
tangisan keluarga yang ditinggalkan oleh pasien meninggal dunia,<br />
lalu membuat para pengelola menjadi kehilangan kepekaan dan<br />
empati?<br />
Pelayan Masyarakat<br />
Setidaknya, ada tiga hal yang patut direnungkan pengelola<br />
instansi medis. Pertama, bahwa instansi medis adalah sarana<br />
ibadah untuk hifdz al-nafs (menjaga kelangsungan hidup), yang di<br />
mata Tuhan bernilai luhur.<br />
Perhatian agama terhadap<br />
kelangsungan hidup umat<br />
manusia sangatlah tinggi.<br />
Dalam al-Quran, ditegaskan,<br />
“Barangsiapa yang<br />
menghidupkan (satu) jiwa, maka<br />
seakan-akan dia menghidupkan manusia<br />
seluruhnya” (QS. al-Mâidah, 5: 32). Artinya nilai untuk<br />
mempertahankan kehidupan satu jiwa dengan berusaha<br />
menghindari kematiannya adalah sama halnya dengan<br />
mempertahankan kehidupan seluruh manusia di muka bumi. Dan<br />
disitulah terdapat nilai jihad yang sesungguhnya.<br />
Kedua, pengelolaan dan pelayanan di instansi medis<br />
merupakan amanah. Amanah dari pemerintah yang memberikan<br />
izin dan/atau berbagai fasilitas dan sarana, juga amanah dari<br />
masyarakat umum yang telah memberikan kepercayaan<br />
penanganan dan membayar biaya sesuai dengan ketentuan yang<br />
semestinya. Amanah tersebut jelas harus dijunjung tinggi, dijaga<br />
dan dipelihara dengan melakukan yang terbaik dalam memberikan<br />
pelayanan medis.<br />
Ketiga, pengelolaan dan pelayanan di instansi medis adalah<br />
wahana mengamalkan ilmu yang telah dipelajari dan dimiliki. Bisa<br />
dipastikan, bahwa dalam pembelajaran pasti diajarkan mengenai<br />
penanganan medis yang harus didasarkan pada sentuhan kasih<br />
sayang kemanusiaan, tidak mengedepankan kepentingan pribadi,<br />
apalagi untuk hal-hal yang bersifat materi. Agama secara jelas<br />
mengecam orang-orang yang memiliki pengetahuan tetapi justru<br />
melakukan tindakan sebaliknya dalam kehidupan nyata. Atas dasar<br />
hal-hal tersebut, seyogyanya pemerintah memiliki tanggaung<br />
jawab penuh memberikan pelayanan medis kepada masyarakat<br />
semaksimal mungkin. Bagi pengelola instansi medis, seharusnya<br />
penanganan dan perhatian terhadap pasien menjadi prioritas<br />
utama. Untuk itu, peningkatan kualitas pelayanan sudah menjadi<br />
hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.<br />
Sikap dan perilku buruk yang selama ini diterima masyarakat<br />
ketika berurusan dengan instansi medis, seharusnya dihapuskan<br />
atau paling tidak dikurangi terus sampai tingkat terendah.<br />
Mengabaikan pasien, menangani dengan cara asal-asalan, atau<br />
memberikan pelayanan yang tidak atau kurang semestinya harus<br />
disadari sebagai bentuk pelanggaran terhadap norma-norma<br />
agama dan sosial. Pada saat yang sama, pengabaian tersebut<br />
merupakan pengingkaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan.<br />
Semua orang sebagai manusia, termasuk pihak pemerintah dan<br />
para pengelola instansi medis memiliki moralitas yang sama untuk<br />
membela kemanusiaan, dan dididik untuk menerapkan nilai-nilai<br />
kemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari.<br />
Penderitaan, kesakitan dan kematian adalah siklus kehidupan<br />
yang selalu menghampri setiap orang. Termasuk mereka yang<br />
duduk di pemerintahan, atau yang mengelola instansi kesehatan.<br />
Adakah kita berkenan apabila ketika sakit, kita justru tambah<br />
disakiti dengan perlakuan yang lebih menyakitkan dari pada<br />
penyakit itu sendiri? Jika kita tidak berkenan, maka orang lainpun<br />
sama. Semoga kita terbiasa untuk berbahagia manakala mampu<br />
membahagiakan orang-orang yang kebahagiaannya terkurangi,<br />
karena suatu penyakit misalnya.*****<br />
04