Dewa-dewi lain yang sering dipuja - Klenteng Po An Thian on the Web

BAB V. <strong>Dewa</strong>-<strong>dewi</strong> <strong>lain</strong> <strong>yang</strong> <strong>sering</strong> <strong>dipuja</strong> 

Sekalipun tidak memiliki arca ataupun meja pemujaan di 

klenteng <strong>Po</strong> <strong>An</strong> <strong>Thian</strong>, namun dewa-dewa berikut ini erat kaitannya 

dalam pemujaan Taois dan Buddhis pada umumnya dan pemujaan di 

klenteng <strong>Po</strong> <strong>An</strong> <strong>Thian</strong> pada khususnya. 

1. Sam Koan Tay Te (San Guan Da Di) 三官大帝 

Sam Koan Tay Te disebut juga Sam Kay Kong (San Jie Gong), 

adalah dewata penguasa alam, <strong>yang</strong> terdiri dari : 

a. <strong>Thian</strong> Koan (Tian Guan ) atau Penguasa Udara / Langit. 

Menguasai peredaran matahari, bulan, bumi dan planet <strong>lain</strong>nya 

serta udara <strong>yang</strong> dikandungnya. Turun ke dunia pada tanggal 15 

bulan 1 Imlek, sehingga disebut Siang Goan (Shang Yuan). 

). 

官天帝大微 

Gelarnya adalah Ci Wie Tay Te (Zi Wei Da Di 

b. Tee Koan (Di Guan ) atau Penguasa Darat / Bumi. 

Menguasai terciptanya planet-planet, manusia, binatang dan 

tumbuhan. Turun ke dunia pada tanggal 15 bulan 7 Imlek, 

sehingga disebut Tiong Goan (Zhong Yuan). Gelarnya adalah 

紫官地大虛 

Jing Hi Tay Te (Qing Xu Da Di 

c. Cui Koan (Shui Guan Penguasa Air. Menguasai semua 

<strong>yang</strong> berhubungan dengan air dan peredarannya. Turun ke dunia 

pada tanggal 15 bulan 10 Imlek, sehingga disebut Hee Goan 

(Xia Yuan). Gelarnya adalah Tong Hi Tay Te (Dong Xu Da Di 

水凊 

Pemujaan kepada Sam Koan Tay Te bertujuan untuk mendapatkan 

Berkah, Pengampunan Dosa dan Perlindungan dari Bencana. 

官水官 ) 

2. Su Tay <strong>Thian</strong> Ong (Si Da Tian Wang) 四大天王 

Su Tay <strong>Thian</strong> Ong atau Empat Raja Langit, disebut juga Su Tay 

Kim Kong (Si Da Jin Gang), merupakan dewata Buddhis. Dalam 

bahasa Sansekerta disebut Catumaharajika atau Empat Maha Raja, 

yaitu : 

a. Dhrtarastra, <strong>Dewa</strong> bagian Timur. Disebut juga Pengawal Putih 

Penjaga Negara, Raja dari para Gandharba dan Pisaca. 

大虛洞 

| http:// poanthian.blogspot.com 

124 

帝 ). 

帝 ).

Dalam versi Tiongkok disebut Dong Fang Chi Guo Tian Wang 

( ) atau Raja Langit Pen<strong>yang</strong>ga Negara, dijabat oleh 

Mo Le Siu (Mo Li Shou). Digambarkan sebagai raja <strong>yang</strong> 

membawa seekor ular atau cambuk sakti, serta sebuah kantong. 

b. Virudhaka, <strong>Dewa</strong> bagian Selatan. Disebut juga Pengawal Biru 

Pengawas Pertumbuhan, Raja dari para Kumbhanda. 

Di versi Tiongkok disebut Nan Fang Zeng Chang Tian Wang 

( 

東 

) 

方 

atau 

持 

Raja 

國 

Langit 

天 

Penguasa 

王 

Pertumbuhan, dijabat 

oleh Mo Le Jing (Mo Li Qing). Digambarkan sebagai raja <strong>yang</strong> 

berwajah bengis dan brewokan, membawa sebuah gelang dan 

pedang lima unsur. 

c. Virupaksa, <strong>Dewa</strong> bagian Barat. Disebut juga Pengawal Merah 

Bermata Jauh, Raja dari para Ular dan Naga. 

Dalam versi Tiongkok disebut Xi Fang Guang Mu Tian Wang 

( 

南 

) 

方 

atau 

增 

Raja 

長 

Langit 

天 

Pelihat 

王 

Jauh, dijabat oleh Mo Le 

Hong (Mo Li Hong). Digambarkan sebagai raja <strong>yang</strong> membawa 

Payung Pusaka <strong>yang</strong> disebut Payung Pengacau Jagat. 

d. Vaisramana atau Dhanada, <strong>Dewa</strong> bagian Utara. Disebut juga 

Pengawal Kuning Banyak Mendengarkan, Raja dari para 

Raksasa dan Yakha. 

Dalam versi Tiongkok disebut Bei Fang Duo Wen Tian Wang 

( 

西 

atau Raja Langit Yang Mashur, dijabat oleh Mo Le 

Hay (Mo Li Hai). Digambarkan sebagai raja <strong>yang</strong> membawa 

sebuah alat musik sejenis mandolin dengan empat dawai. 

Gambar Su Tay Tian Ong <strong>sering</strong> kali ditampilkan dalam susunan 

dewata Buddhisme <strong>yang</strong> lengkap, berdiri disekeliling Te Cong Ong 

方廣目天王 

<strong>Po</strong> Sat, dan berada di sebelah bawah Bun Cu <strong>Po</strong> Sat dan <strong>Po</strong> Hian 

<strong>Po</strong> Sat. 

北 

3. Su Tay Goan Swee (Si Da Yuan Shuai) 四大元帥 

Sebenarnya dewata ini tidak ada hubungannya dengan klenteng <strong>Po</strong> 

<strong>An</strong> <strong>Thian</strong>. Namun sengaja ditambahkan dengan maksud 

memperjelas perbedaannya dengan dewata Su Tay Tian Ong, dan 

sekaligus menambah wawasan kita. 

125 


) 聞天王多方

Su Tay Goan Swee adalah empat Jendral Penjaga Pintu Kah<strong>yang</strong>an, 

<strong>yang</strong> masing-masing menguasai bagian Timur, Selatan, Barat dan 

Utara. Tidak begitu jelas mengenai asal usul dewata ini, namun 

sempat disinggung sedikit pada novel Hong Sin, mereka adalah 

Wang Mo, Yang Sen, Kao Yu Chien dan Li Hsin Pa, <strong>yang</strong> diangkat 

menjadi Su Tay Goan Swee. Namun versi <strong>lain</strong> mengatakan bahwa 

Su Tay Goan Swee adalah Lie Ceng (Li Jing – ayah Li Ne Zha), 

Bun Tiong (Wen Zhong atau Wen Tai Shi – jendral dari kerajaan 

Zhou Wang), Tio Kong Beng (Zhao Gong Ming – terkenal juga 

sebagai dewa kekayaan), dan seorang dari keluarga Ma <strong>yang</strong> tidak 

jelas namanya. 

4. Oey Te (Huang Di) 黃帝 

Oey Te atau Huang Di dikenal sebagai seorang kaisar <strong>yang</strong> 

pertama kali memperkenalkan sistem tata pemerintahan dan sistem 

peribadatan. Jaman Oey Te terkenal sebagai jaman <strong>yang</strong> gemilang, 

sebab di jaman itu mulai dipekenalkan adanya pembangunan 

rumah, pembuatan perabot, perahu, kereta, busur, panah, dan 

kompas penunjuk arah. Sistem penanggalan Imlek <strong>yang</strong> sekarang 

dipakai, adalah hasil dari perhitungan tahun menurut peredaran 

bulan <strong>yang</strong> diketemukan oleh Oey Te. Isterinya <strong>yang</strong> bernama 

Lwee Cu (Lei Zu) adalah pencetus pertenunan sutera. Ia 

mengajarkan rakyatnya membuat pakaian. 

5. Ciao Kun Kong (Zao Jun Gong) 灶君公 

Ciao Kun Kong atau Ciao Kun Ya (Zao Jun Ye), <strong>sering</strong> disebut 

juga Ciao Ong Ya (Zao Wang Ye) atau Su Bing Ciao Kun (Si 

Ming Zao Jun) atau <strong>Dewa</strong> Dapur. Termasuk dewa <strong>yang</strong> paling 

populer di kalangan masyarakat Tionghoa. Walaupun 

berkedudukan di dapur, tapi Ciao Kun Kong termasuk dewa <strong>yang</strong> 

berkedudukan tinggi, sebab ia <strong>yang</strong> mencatat semua kebajikan dan 

kebaikan <strong>yang</strong> dilakukan oleh tiap-tiap penghuni rumah. 

Konon menurut cerita, Ciao Kun Kong adalah cucu dari Oey Te 

(Huang Di), <strong>yang</strong> sudah <strong>dipuja</strong> sejak jaman dinasti Zhou (770 – 

221 SM). Namun ada juga cerita <strong>yang</strong> mengatakan bahwa ia adalah 


126

Thio Siang (Zhang Sheng). Ia adalah pemuda kaya <strong>yang</strong> karena 

pengaruh Li Hai Tang - perempuan jahat <strong>yang</strong> dijadikan isteri 

keduanya -, akhirnya jatuh pailit. Suatu hari pada saat dia 

mengemis, tanpa sengaja ia masuk ke dalam rumah bekas isterinya 

<strong>yang</strong> pertama, Guo Ding Xiang. Karena malu bertemu dengan 

bekas isterinya, Thio Siang bersembunyi dalam tungku di dapur 

Ding Xiang, sampai akhirnya mati terbakar tanpa sengaja. 

Mengetahui bahwa <strong>yang</strong> mati di dalam tungku adalah bekas 

suaminya, Ding Xiang menjadi begitu sedih hingga meninggal. 

Arwah kedua suami-isteri ini akhirnya diangkat sebagai <strong>Dewa</strong><strong>dewi</strong> 

Dapur oleh Giok Hong Tay Te. 

Arca Ciao Kun Kong umumnya ditampilkan dalam wujud seorang 

pemuda hartawan. 

Perayaan kepada Ciao Kun Kong ada dua kali, yaitu : 

- Tanggal 24 bulan 12 Imlek, disebut Ciao Kun Kong Naik 

Melapor, disebut sembah<strong>yang</strong> Sang Sien. 

- Tanggal 4 bulan 1 Imlek, disebut Ciao Kun Kong Turun, 

disebut sembah<strong>yang</strong> Cie Sien. 

6. Toa Pek Kong (Da Bo Gong) 大伯公 

Toa Pek Kong merupakan nama salah satu dewa <strong>yang</strong> cukup 

terkenal, terutama di daerah Penang, Malaysia dan Sumatera. 

Nama Toa Pek Kong <strong>sering</strong> disalah tafsirkan oleh masyarakat 

Tionghoa, sehingga menjadi sebutan umum bagi semua arca dewa 

<strong>yang</strong> <strong>dipuja</strong>. Setiap ada perayaan pawai kirab arca dewata, selalu 

disebutkan sebagai arak-arakan Toa Pek Kong, <strong>Dewa</strong> Dapur <strong>yang</strong> 

naik melapor disebut sebagai Toa Pek Kong Naik. 

Memang di daerah ‘asalnya’ (Tiongkok), Toa Pek Kong tidak 

dikenal, sebab ia termasuk dalam tokoh dewa daerah / tokoh 

setempat. Menurut cerita, Toa Pek Kong asalnya adalah seorang 

pelajar <strong>yang</strong> bernama Zhang Li, <strong>yang</strong> lari dari Fujian ke Malaysia 

pada masa pemerintahan kaisar Qian Long (1736-1790 M). Ia 

seorang <strong>yang</strong> jujur serta banyak menolong penduduk, sehingga 

ketenarannya sampai ke pulau Sumatera. Setelah kematiannya, ia 

dianggap sebagai dewa oleh masyarakat setempat dan disebut Toa 

127 

| http:// poanthian.blogspot.com

Pek Kong (mirip riwayat Tek Hay Cin Jin). <strong>Klenteng</strong> Toa Pek 

Kong <strong>yang</strong> terkenal terdapat di Batam, Riau. 

7. Pat Sian (Ba Xian) 八仙 

Apabila diamati, sebenarnya Pat Sian sama populernya dengan 

Hok Lok Siu. Banyak ornamen-ornamen persembah<strong>yang</strong>an <strong>yang</strong> 

menggunakan gambar ataupun ukiran dari Pat Sian atau Delapan 

<strong>Dewa</strong>. Cerita Pat Sian sendiri sama populernya dengan cerita Sun 

Go Kong maupun riwayat Puteri Miao San. Pat Sian atau delapan 

dewa itu adalah : 

d. Lie Thi Koay (Li Tie Guai) 

Sering diesbut juga Tie Guai Li, atau Li si tongkat besi. Ia 

adalah penduduk asli Shan Zhou, <strong>yang</strong> hidup pada jaman dinasti 

Sui (581 – 618 M). dan bernama asli Li Hian (Li Xuan). 

Terdapat dua versi mengenai riwayatnya, <strong>yang</strong> pertama 

diceritakan bahwa ia adalah seorang yatim piatu <strong>yang</strong> <strong>sering</strong> 

disiksa oleh kakak tirinya. Suatu hari ia melarikan diri dengan 

membawa luka parah pada kakinya dan diketemukan oleh See 

Ong Bo (Xi Wang Mu). Sejak itu ia menjadi murid See Ong Bo 

hingga mencapai kedewaan. 

Versi <strong>lain</strong> mengatakan bahwa ia adalah murid dari Thay Siang 

Lo Kun. Suatu hari ia diundang ke gunung Hoa San 

oleh Thay Siang Lo Kun. Untuk memenuhi 

undangan itu, ia meninggalkan badan kasarnya, dan 

ia menyuruh seorang muridnya untuk menjaga 

jasadnya agar tidak diganggu selama tujuh hari. 

Malangnya, sebelum hari ketujuh, sang murid 

dipanggil pulang karena ibunya sakit keras. 

Terpaksa ia membakar jasad Li Hian, karena 

dianggap gurunya tidak mungkin hidup lagi. 

Sewaktu Li Hian pulang dan mendapati bahwa 

jasadnya sudah tidak ada lagi, terpaksa ia memasuki 

badan seorang pengemis pincang <strong>yang</strong> baru saja mati. Dengan 

berbadan seorang pengemis <strong>yang</strong> memakai tongkat besi karena 

pincang dan berbekal buli-buli arak, ia berkelana dan menolong 

128 


anyak orang. Ia terkenal sebagai dewa <strong>yang</strong> suka 

menyembuhkan orang. 

e. Ciong Lie Koan (Zhong Li Quan) 

Ciong Lie Koan <strong>sering</strong> disebut juga dengan nama Han Ciong Lie 

(Han Zhong Li). Ia adalah seorang jendral dar kota In Tiong, 

gelarnya adalah Ceng Yang Cu (Zheng Yang Zi). 

Suatu ketika ia kalah berperang dengan tentara musuh, lalu ia 

melarikan diri ke gunung Zhong Nan Shan. Di 

gunung itu ia bertemu dengan Lie Thi Koay, <strong>yang</strong> 

kemudian menurunkan ilmu kedewaan kepadanya. 

Ia <strong>sering</strong> menolong penduduk miskin dengan 

merubah tembaga menjadi emas dan perak. 

Versi <strong>lain</strong> dari Ciong Lie Koan menceritakan 

bahwa ia adalah seorang pendeta Taois <strong>yang</strong> 

bernama Ciong Lie Cu (Zhong Li Zi). Suatu hari 

sewaktu ia sedang bersemedi dalam gua, tiba-tiba 

sebuah kitab muncul dihadapannya. Setelah dibuka 

dan dipelajarinya, ternyata isinya adalah ilmu 

kedewaan. Setelah berhasil melatih ilmu tersebut, pada suatu 

hari muncullah seekor bangau dan kemudian menerbangkannya 

ke alam dewa. 

Ciong Lie Koan biasanya digambarkan sebagai seorang <strong>yang</strong> 

gemuk, berwajah ramah, berjenggot panjang, memakai baju 

<strong>yang</strong> selalu terbuka perutnya, dan membawa kipas bulu. 

f. Lu Tong Pin (Lu Dong Bin) 

Lu Tong Pin adalah seorang bupati <strong>yang</strong> hidup pada sekitar 

permulaan abad ad IX, pada jaman pemerintahan kaisar Yi Zong. 

Karena negara kacau akibat pemberontakan dan saran-sarannya 

tidak pernah diperhatikan, maka kemudian ia meletakkan jabatan 

dan pergi berkelana. Dalam pengembaraannya ia bertemu 

dengan Ciong Li Koan, <strong>yang</strong> kemudian mengajarinya ilmu 

pedang dan ilmu kedewaan di gunung Ciong Lam San. Setelah 

mencapai kedewaan, ia berkelana dan banyak menolong 

penduduk. Gelarnya ada bermacam-macam, yaitu : Hui To Jin 

(Hui Dao Ren), Tun Yang Cu (Chun Yang Zi), dan Hu Yu Tee 

Kun (Fu You Di Jun). 


129

Salah satu cerita <strong>yang</strong> menarik dari riwayat Lu Tong Pin adalah 

cerita burung kertas. Suatu ketika Lu Tong Pin 

masuk ke sebuah kedai, ia memesan beberapa 

macam masakan dan arak. Setelah selesai makan 

ken<strong>yang</strong>, Lu Tong Pin pergi begitu saja tanpa 

membayarnya. <strong>An</strong>ehnya, perempuan pemilik kedai 

hanya diam saja. Esok harinya, Lu Tong Pin 

kembali melakukan hal <strong>yang</strong> sama, ia makan 

seken<strong>yang</strong>nya dan pergi begitu saja. Pada hari ketiga, 

Lu Tong Pin kembali makan di kedai itu. Kali ini 

selesai dia makan, ia mengeluarkan sebuah kertas, 

melipat-lipatnya lipatnya dan membuat sebuah burung kertas. 

Kemudian burung kertas tersebut ditempelnya di dinding kedai, 

dan ia memanggil perempuan pemilik kedai. Ia lalu berkata 

kepada pemilik kedai, ‘Aku telah beberapa hari makan di 

kedaimu tanpa bayar, maka biarlah burung kertas di dinding itu 

sebagai pembayarannya. Bila ada tamu <strong>yang</strong> ingin dihibur, maka 

ia cukup memanggil si burung, dan burung itu akan turun dari 

dinding ke meja tamu tersebut. Setelah mendapat makan dan 

minum sekedarnya, ia akan kembali lagi’. Setelah itu Lu Tong 

Pin pergi. Pemilik kedai juga tidak menaruh perhatian pada 

ucapannya. Suatu hari si pemilik kedai iseng-iseng mengatakan 

pada seorang tamunya, bahwa burung kertas <strong>yang</strong> di dinding 

bisa dipanggilnya. Sang tamu-pun mencobanya. Sungguh aneh, 

burung kertas itu tiba-tiba berubah jadi burung betulan dan 

terbang ke meja tamu tadi. Setelah mematuk beberapa butir 

kacang, ia lalu terbang kembali dan menjadi burung kertas <strong>yang</strong> 

menempel di dinding. Akibat kejadian ini, maka kedai itu 

menjadi semakin ramai dikunjungi orang, sampai akhirnya 

menjadi sebuah kedai <strong>yang</strong> terbesar. Akhirnya setelah beberapa 

bulan berlalu, Lu Tong Pin kembali lagi makan di kedai itu. Ia 

menanyakan kepada pemilik kedai, bagaimana dagangannya. 

Pemilik kedai menjawab dan berterima kasih karena 

dagangannya jadi laris sejak ada burung kertas. Sekarang ia 

sudah punya cukup banyak tabungan. Kemudian Lu Tong Pin 

memberikan wejangan agar pemilik kedai senantiasa bersikap 


130

dermawan. Lalu ia mengebut burung kertas di dinding dengan 

tangannya, maka sekejap kemudian burung itu menjelma 

menjadi burung bangau <strong>yang</strong> besar. Lu Tong Pin kemudian naik 

di atas punggung bangau itu dan terbang pergi. 

Lu Tong Pin biasanya digambarkan sebagai seorang pengelana 

<strong>yang</strong> menyandang pedang di punggungnya. 

g. Thio Ko Lo (Zhang Guo Lao) 

Menurut cerita, Thio Ko Lo asalnya adalah laba-laba putih <strong>yang</strong> 

mendapatkan 

unsur matahari dan bulan selama ia bertapa. 

Akhirnya ia dapat memperoleh wujud sebagai manusia. Konon 

bila ia bepergian, ia mengendarai seekor keledai <strong>yang</strong> dapat 

menempuh jarak ribuan mil dalam sehari. Bila sudah sampai di 

tempat tujuan, maka keledai itu dilipat seperti kertas 

dan dimasukkan dalam jubahnya. 

Suatu ketika kaisar Xuan Zhong tertarik mendengar 

kisah Thio Ko Lo, maka ia mengutus menterinya 

untuk mengundang ke istana. Sebelum Thio Ko Lo 

tiba, kaisar sempat bertanya kepada pendeta istana, 

siapakah sebenarnya Thio Ko Lo itu. Pendeta <strong>yang</strong> 

bernama Ye Fa Shan menjawab bahwa bila ia 

mengungkapkan riwayat Thio Ko Lo, maka setelah 

selesai bercerita ia pasti akan mati. Hanya Thio Ko 

Lo <strong>yang</strong> dapat menghidupkannya kembali, itupun 

bila kaisar mau meminta maaf kepada Thio Ko Lo, dan kaisar 

harus menghadap dengan cara bertelanjang kaki dan tanpa 

memakai mahkota kaisar. 

Kaisarpun men<strong>yang</strong>gupinya, dan akhirnya Ye Fa Shan mati 

setelah bercerita bahwa Thio Ko Lo adalah jelmaan dari labalaba 

putih. Setelah Thio Ko Lo tiba, kaisarpun menyambut Thio 

Ko Lo dan dengan melepas mahkota dan alas kakinya, ia 

memohon maaf atas kelancangannya serta memohon kepada 

Thio Ko Lo agar sudi menghidupkan kembali Ye Fa Shan. Thio 

Ko Lo-pun memenuhi permintaan kaisar. 

Selang beberapa tahun kemudian, kaisar kembali ingin berjumpa 

dengan Thio Ko Lo. Ia mengirim utusan untuk mengundang 

Thio Ko Lo, tapi Thio Ko Lo sudah mengetahui maksud kaisar 


131

itu. Ia kemudian berpura-pura mati dan menyuruh muridnya 

untuk menguburkan jenasahnya di hadapan utusan kaisar. 

Setelah utusan kaisar kembali ke istana, murid Thio Ko Lo 

cepat-cepat membuka kubur gurunya, tetapi ternyata sudah 

kosong. Thio Ko Lo sudah pergi ke alam dewa karena memang 

sudah waktunya menjadi dewa. 

Thio Ko Lo biasanya digambarkan sebagai seorang <strong>yang</strong> 

membawa alat musik Yu Gu (berwujud tabung dari bambu 

dengan dua tongkat sebagai pemukulnya). 

h. Han Siang Cu (Han Xiang Zi) 

Han Siang Cu sebenarnya anak yatim piatu <strong>yang</strong> diasuh oleh 

pamannya <strong>yang</strong> bernama Han Bu Kong, seorang pejabat 

pemerintah. Sejak kecil Siang Cu memang gemar 

menolong dan jujur. Setelah dewasa, ia pergi 

mencari ilmu kedewaan dan berguru kepada Ciong 

Lie Koan. Karena tekun belajar dan berlatih, maka 

dalam waktu <strong>yang</strong> tidak terlalu lama, ia berhasil 

mencapai tingkatan dewa. 

Suatu ketika ia mendengar bahwa pamannya <strong>yang</strong> 

sedang mengadakan upacara memanggil hujan. 

Bermacam-macam pendeta telah diundang dan telah 

mencoba mendatangkan hujan, namun tidak ada 

satupun <strong>yang</strong> berhasil. Karena kasihan melihat sang 

paman, maka Siang Cu menyamar menjadi seorang petapa dan 

mencobanya. Hanya dalam waktu sekejap setelah Siang Cu 

membaca mantera, langit menjadi mendung dan hujan deraspun 

tiba. Sang paman masih belum percaya akan kesaktian petapa 

jelmaan Siang Cu itu. Ia bertanya, ’Sebenarnya mantera siapa 

<strong>yang</strong> manjur, apakah pendeta-pendeta terdahulu ataukah mantera 

anda ?’. Agar pamannya yakin, akhirnya Siang Cu berterus 

terang, ‘Harap paman tidak gusar, sebenarnya hamba adalah 

Siang Cu keponakan paman sendiri. Sekarang hamba telah 

mencapai kedewaan, hujan <strong>yang</strong> turun itu adalah hasil mantera 

hamba, kalau paman tidak percaya, silahkan lihat keluar, karena 

tadi hamba memohon agar ar hujan turun dan airnya setinggi lutut’. 

132 


Setelah melihat keluar dan apa <strong>yang</strong> dikatakan Siang Cu tepat 

sekali, maka Han Bu Kong baru percaya. 

Han Siang Cu biasanya digambarkan sebagai seorang pelajar 

tampan <strong>yang</strong> senantiasa membawa seruling bambu. 

i. Co Kok Kiu (Cao Guo Jiu) 

Co Kok Kiu adalah adik dari permaisuri kaisar Ren Zong dari 

dinasti Song. Karena tidak puas melihat kelakuan salah seorang 

saudaranya <strong>yang</strong> semena-mena terhadap rakyat, Co Kok Ku 

akhirnya menjual semua hartanya dan 

membagikannya kepada rakyat miskin. Ia kemudian 

pergi mengasingkan diri ke sebuah gunung. Suatu 

hari sewaktu ia sedang khusuk bersembah<strong>yang</strong> 

kepada <strong>Thian</strong>, tiba-tiba dari langit datanglah dua 

dewa ke hadapannya. Salah seorang dewa itu 

bertanya kepada Kok Kiu, ‘Engkau bersembah 

sujud kepada <strong>Thian</strong>, sesungguhnya <strong>Thian</strong> ada 

dimana ?’ Cu Kok Kiu menjawab, ‘<strong>Thian</strong> Yang 

Maha Kuasa sesungguhnya berada di dalam hati 

kita <strong>yang</strong> bersih’. Kemudian kedua dewa itu 

menjelaskan bahwa ia adalah Ciong Lie Koan dan Lu Tong Pin, 

dan ia berniat mengajak Cu Kok Kiu untuk memepelajari ilmu 

dewa karena berjodoh. Cu Kok Kiu akhirnya mengikuti Ciong 

Lie Koan dan Lu Tong Pin dan melatih diri menjadi dewa. 

Cu Kok Kiu biasanya ditampilkan sebagai seorang <strong>yang</strong> 

berpakaian pejabat kerajaan dan membawa alat musik semacam 

castanet. 

j. Ho Sian Kouw (He Xian Gu) 

Ho Sian Kouw adalah satu-satunya satunya dewa wanita dalam Pat Sian. 

Ia lahir di tepi sungai Yun Mu Xi, kabupaten Zengcheng 

propinsi Guangdong. Konon menurut cerita, sewaktu berumur 

14 tahun ia bermimpi didatangi seorang dewa <strong>yang</strong> mengatakan 

bahwa kalau ia memakan bubuk In Bo Hun, maka tubuhnya 

akan menjadi enteng. Karena penasaran dengan mimpinya, ia 

lalu mencoba memakan bubuk In Bo Hun. Ternyata impiannya 

benar, sedikit demi sedikit tubuhnya terasa enteng, ringan seperti 

kapas. as. Suatu hari ia bertemu dengan Lie Thi Koay, <strong>yang</strong> 


133

kemudian mengajarinya ilmu dewa. Berkat ketekunannya 

berlatih, maka dalam waktu sebentar saja ia sudah 

menjadi hebat. Ia dapat berjalan dengan cepat 

sekali, mencapai ribuan li dalam waktu sehari. 

Kaisar Bu Cek <strong>Thian</strong> (Wu Ze Tian) <strong>yang</strong> 

mendengar kehebatannya, berniat 

mengundangnya ke istana. Dengan dikawal 

ratusan pengawal, Ho Sian Kouw ditandu menuju 

istana kaisar. Ternyata setelah sampai di istana, 

tandu <strong>yang</strong> tadinya berisi Ho Sian Kouw sudah 

kosong melompong. Rupanya secara diam-diam, 

Ho Sian Kouw mela<strong>yang</strong> pergi menuju ke alam 

dewa karena sudah saatnya ia menjadi dewa. 

Ho Sian Kouw biasanya digambarkan sebagai seorang gadis 

<strong>yang</strong> membawa setangkai teratai mustika atau membawa sebuah 

kebutan. 

k. Na Cay Ho (Lan Cai He) 

Na Cay Ho adalah tokoh <strong>yang</strong> paling eksentrik dari 

Pat Sian, sebenarnya ia adalah seorang pemuda, 

namun karena wataknya <strong>yang</strong> feminim maka ia 

<strong>sering</strong> dianggap sebagai waria. Konon menurut 

cerita ia adalah jelmaan dari dewa Cia Ka Tay Sian, 

<strong>yang</strong> karena telah melakukan pelanggaran maka 

diturunkan ke dunia. Karena watak Na Cay Ho <strong>yang</strong> 

aneh, ia <strong>sering</strong> berpenampilan berbeda-beda. 

Kadang ia memakai satu sandal saja pada kakinya, 

kadang ia menarik-narik rencengan uang logam, dan 

kadang-kadang ia membawa keranjang berisi 

bunga-bunga. bunga. Setelah bertemu dengan Lie Thi Koay dan diajari 

ilmu kedewaan, maka ia akhirnya menjadi salah satu dewa 

dalam Pat Sian. 

8. Sam <strong>Po</strong> Hud (San Bao Fo) 三寶佛 

Sam <strong>Po</strong> Hud dalam bahasa Sansekerta disebut Triratna Buddha, 

<strong>yang</strong> terdiri dari : 

134 


l. Ji Lay Hud (Ru Lay Fo) atau Sakyamuni Buddha. 

(lihat keterangan sebelumnya) 

m. O Mi To Hud (O Mi Tuo Fo) atau Amitabha Buddha. 

O Mi To Hud disebut juga dengan Bu Liang Siu Hud (Wu Liang 

Shou Fo). Konon menurut cerita ia adalah seorang raja <strong>yang</strong> 

menjadi bhikshu, bernama Dharmakarsa. Ia mengucapkan 48 

janji di hadapan Buddha Lokesvaraja, untuk menyelamatkan 

makhluk <strong>yang</strong> sengsara. Setelah mencapai kesempurnaan, ia 

membangun tanah Sukhavati. O Mi To Hud merupakan simbol 

dari Dharma (Fa Bao). 

n. Yok Su Hud ( Yao Shi Fo) atau Bhaisajya Guru Buddha. 

Yok Su Hud dikenal sebagai guru penyembuhan. Sewaktu 

menjadi Bodhisatva, ia pernah mengucapkan 12 janji untuk 

menolong makhluk <strong>yang</strong> sengsara, 7 janji diantaranya adalah 

membebaskan manusia dari penyakit badaniah. Yok Su Hud 

merupakan simbol dari Sangha (Seng Bao). 

9. Tay Su Ci <strong>Po</strong> Sat (Da Shi Zhi Pu Sha) 大勢至菩薩 

Tay Su Ci <strong>Po</strong> Sat adalah salah satu Bodhisatva <strong>yang</strong> terkemuka 

dalam aliran Sukhavati (Tanah Suci). Dalam bahasa Sansekerta 

namanya adalah Mahasthamaprapta Bodhisatva, artinya 

Bodhisatva <strong>yang</strong> memiliki kemampuan universal. Sewaktu 

Amitabha menjadi Buddha, Tay Su Ci dan Koan Im adalah muridmuridnya. 

Apabila Koan Im adalah pencerminan sifat welas-asih, 

maka Tay Su Ci adalah pencerminan sifat kebijaksanaan. Menurut 

salah satu Sutra Mahayana, ‘Apabila saatnya Koan Im mencapai 

ke-Buddha-an dan menggantikan Amitabha, maka Tay Su Ci akan 

menggantikan kedudukan Koan Im sebagai <strong>Po</strong> Sat’. 

Tay Su Ci digambarkan memiliki kekuatan <strong>yang</strong> amat besar, 

apabila ia menggo<strong>yang</strong>kan tangannya, maka di bumi ini akan 

timbul gempa. 

Secara umum jarang <strong>dipuja</strong> sendirian, biasanya bersama-sama 

dengan O Mi To Hud dan Koan Im <strong>Po</strong> Sat. 

Perayaan Shejidnya diperingati pada tanggal 13 bulan 7 Imlek. 

135

Dewa-dewi lain yang sering dipuja - Klenteng Po An Thian on the Web

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

Delete template?

Save as template?