Edisi Maret - April Tahun 2009 per HAL - Elsam
Edisi Maret - April Tahun 2009 per HAL - Elsam
Edisi Maret - April Tahun 2009 per HAL - Elsam
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA<br />
<strong>per</strong>spektif<br />
Meninjau Pemilu<br />
sebagai Mekanisme Koreksi<br />
Oleh Widiyanto<br />
(Kontributor Aceh Feature)<br />
emilihan umum memiliki<br />
hubungan erat dengan<br />
hak asasi manusia.<br />
Se<strong>per</strong>ti sepasang keka- Psih yang berjodoh, keduanya sulit<br />
dilepaskan satu dengan lainnya.<br />
Pelaksanaan pemilu yang jujur<br />
dan adil serta penghormatan<br />
terhadap hak asasi manusia<br />
menjadi indikator penting sebuah<br />
negara untuk dikatakan demokratis.<br />
Idealnya, pemilu merupakan<br />
implementasi<br />
pelak-sanaan hak<br />
asasi manusia yang<br />
diatur dalam Kovenan<br />
Hak Sipil dan<br />
Politik Pasal 25 butir<br />
a dan b. Pasal ini<br />
berbunyi, “Setiap<br />
warga ne-gara harus<br />
mem-punyai hak<br />
dan kesempatan<br />
tanpa pembedaan<br />
apapun dan pembatasan<br />
yang layak,<br />
untuk: (a) ikut serta<br />
dalam pelaksanaan<br />
urusan pemerintahan,<br />
baik secara langsung<br />
ataupun melalui wakil-wakil yang<br />
dipilih secara bebas; (b) memilih<br />
dan dipilih dalam pemilihan umum<br />
berkala yang murni, dan dengan<br />
hak pilih yang universal dan sama,<br />
s e r t a d i l a k u k a n m e l a l u i<br />
pemungutan suara secara rahasia<br />
untuk menjamin kebebasan<br />
menya-takan keinginan dari para<br />
pemilih.<br />
Namun <strong>per</strong>lu diingat<br />
bahwa Pemilu tanpa esensi untuk<br />
menghormati hak-hak sipil<br />
manusia diyakini menjadi sebuah<br />
praktik pemborosan prosedur<br />
demokrasi. Pemilu se<strong>per</strong>ti ini pada<br />
akhirnya menghasilkan sebuah<br />
pemerintahan yang tidak memiliki<br />
Surat suara pemilu <strong>2009</strong> dok: yahoo.com<br />
legitimasi. Kekuasaan yang ada<br />
tidak didasarkan atas legitimasi,<br />
namun sebaliknya kekuasaan<br />
digunakan untuk mencari legitimasi.<br />
Karakter pemilu se<strong>per</strong>ti ini<br />
dapat kita jumpai di negaranegara<br />
otoriter yang berarti juga<br />
terjadi sepanjang pemerintahan<br />
(Orde Baru) Soeharto. Rejim<br />
otoriter menjadikan Pemilu sebagai<br />
ritual belaka. Segala sesuatunya<br />
diatur, mulai dari <strong>per</strong>siapan,<br />
sistem, jumlah partai hingga<br />
kandidat yang ditawarkan lebih<br />
tepatnya direkayasa oleh rejim<br />
yang berkuasa. Bentuk rekayasanya<br />
dapat kita ingat lewat prasyarat<br />
“bersih lingkungan” maupun<br />
lolos penelitian khusus alias<br />
“litsus”. Dalam hal ini, masyarakat<br />
pemilih menjadi objek dan tidak<br />
memiliki posisi tawar.<br />
Pelaksanaan Pemilu yang<br />
berada dalam bayang-bayang<br />
otoritarianisme tak <strong>per</strong>nah berjalan<br />
fair meskipun slogannya<br />
mengatakan pemilu berlangsung<br />
secara “bebas”. Bebas di sini<br />
dimaknai bebas memilih dengan<br />
pilihan terbatas yakni yang tidak<br />
membahayakan kekuasaan.<br />
Pilihan yang ada adalah pilihan<br />
penguasa, bukan atas kehendak<br />
yang diingini oleh rakyat. Beruntung<br />
Pemilu yang demikian<br />
<strong>per</strong>lahan-lahan terkikis oleh arus<br />
besar reformasi 1998. Pembenahan<br />
pun dimulai dari sistem<br />
pemilu, partisipasi politik dibuka<br />
lebar, ratusan partai ikut ambil<br />
bagian dalam Pemilu, dan dibentuk<br />
satu lembaga independen<br />
penyelenggara pe<br />
m i l u . Te r j a d i l a h<br />
liberalisasi politik<br />
yang memang menjadi<br />
pra-syarat utama<br />
menuju transisi demokrasi,<br />
meninggalkan<br />
suramnya<br />
politik di bawah<br />
ketiak rejim otoriter.<br />
Pengaruh reformasi<br />
menyebabkan paradigma<br />
terhadap pemilu<br />
bergeser dari<br />
sekadar ritual dan<br />
menghasilkan pemerintahan<br />
yang kurang<br />
legitimasi menjadi sarana koreksi<br />
ter-hadap pemerintahan dan kerja<br />
lembaga <strong>per</strong>wakilan. Baik atau<br />
buruknya penerimaan rakyat<br />
terhadap pemerintah dan partai<br />
d i s a l u r k a n d a l a m p e m i l u .<br />
Masyarakat pemilih merupakan<br />
juri otonom bagi mereka yang<br />
berkuasa.<br />
Yang <strong>per</strong>lu digarisbawahi<br />
dalam tiga kali pelaksanaan<br />
pemilu paska Orde Baru adalah<br />
ada upaya sistematis dari<br />
kalangan non-negara untuk<br />
mem<strong>per</strong>baiki substansi dan juga<br />
berupaya mem<strong>per</strong>baiki hasil<br />
pemilu. Artinya, pemilu tak hanya<br />
melibatkan dua kubu saja: pemilih<br />
dan yang dipilih tetapi juga<br />
20<br />
EDISI MARET - APRIL TAHUN <strong>2009</strong>