o_19l2ab95j4rl1rpj1om31pjdvra.pdf
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
agaknya semaksud dengan “Perdana Menteri” di pemerintahan gaya<br />
lama atau sama dengan “First Minister,” atau “Prime Minister,” atau<br />
“Principal Minister” di pemerintahan beberapa negeri Eropa dan<br />
Amerika sana. Aku sebagai tokoh utama dalam cerita ini, adalah orang<br />
yang memegang jabatan Mentut terpilih hasil “Pemirak (pemilihan<br />
rakyat)” yang sungguh-sungguh sangat demokratis, konstitusionis,<br />
sedikit dramatis dan yang terpenting adalah Pemirak yang bersifat,<br />
Betaraha (bebas tak rahasia), anti gaya lama. Jadi teranglah segalanya,<br />
bahwa penggantian nama panggilan buatku menjadi Pak Mentut,<br />
sangatlah kuat dan beralasan.<br />
Dampaknya tergambar bersih jelas namun tak mengenakkan buat<br />
aku pribadi, berlangsung terus menerus sejak terpilihnya Menteri<br />
utama baru dan awal pencanangan langkah kerja, aku menerbitkan<br />
Keputusan Menteri Utama disingkat “Kementut.”<br />
Tak lazim bagi perilaku seorang Menteri, apalagi untuk seorang<br />
Mentut. Hal ini sungguh membuat bingung orang dekatku yang<br />
setiap saat selalu mendampingiku kemana-mana, dan ketak-laziman<br />
itu kembali terulang kali ini.<br />
Melanggar rambu-rambu protokoler, meninggalkan setiap<br />
pertemuan resmi maupun tak resmi pulang ke kediaman sebelum<br />
acara benar-benar usai dan anehnya, kulakukan setiap selesai jamuan<br />
makan.<br />
“Mana remote control pembuka pintu pagar!” Tergesa tak sabar,<br />
merangsak ke depan, meraih benda kecil bertombol banyak yang<br />
terletak di dash board mobil dinasku. Menekan salah salah satu tombol<br />
alat otomatis pembuka pintu pagar kediaman. Tak sempat mencapai<br />
car-port, apalagi tindakan lazim ajudan untuk membukakan pintu<br />
kendaraan, aku membuka sendiri pintu mobil, menghambur ke<br />
luar menerajang pintu kediaman, menghilang masuk kamar dan<br />
menguncinya dari dalam.<br />
Tak ada yang tahu, apapula penyakit atau kelainan yang ku-idap<br />
akhir-akhir ini. Pernah pada suatu hari, pada kejadian yang sama, Bu<br />
Mentut isteriku karena rasa khawatir dan cemas melihat perubahan<br />
perilaku aku, bertanya.<br />
“Kenapa bang? Apa yang terjadi, apa abang kurang sehat? Dinda<br />
panggilkan dokter keluarga kita ya.” Beruntun pertanyaan dan jalan<br />
keluar yang diusulkan isteriku, sebagai ungkapan rasa prihatin<br />
seorang isteri tak bertendensi apa-apa. Namun, kalimat itu jadi alat<br />
pemicu meledaknya amarahku.<br />
“Diaaaaaam! Dinda telah menabur pupuk di kebun kemarahanku<br />
halaman 10