09.07.2015 Views

makalah seminar 2007-kaji tindak - Pusat Sosial Ekonomi dan ...

makalah seminar 2007-kaji tindak - Pusat Sosial Ekonomi dan ...

makalah seminar 2007-kaji tindak - Pusat Sosial Ekonomi dan ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

KAJI TINDAK (Action Research) PEMBERDAYAAN MASYARAKATDI WILAYAH TERTINGGAL (Tahap-3)AbstrakKegiatan Kaji Tindak (Action research) pemberdayaan masyarakat di wilayah tertinggalyang berlokasi di wilayah Kabupaten Bogor <strong>dan</strong> Sukabumi, telah memasuki tahun ketiga. Kegiatan yang bertujuan memfasilitasi kelompok tersebut, telah memperolehberbagai lessons learned yang dapat dijadikan pedoman pelaksanaan kegiatan yangsama. Tahun 2005 merupakan tahap pengenalan, termasuk pelaksanaan PRA <strong>dan</strong>berakhir dengan terbentuknya kelompok, menyusul pelaksanaan berbagai pelatihan<strong>dan</strong> pembuatan rencana kerja kelompok. Tahun 2006 adalah tahapan pelaksanaan,yang diisi dengan pelatihan lanjutan serta studi banding. Kegiatan tahun <strong>2007</strong> intinyamelanjutkan kegiatan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, kegiatan mampumemberi kontribusi berharga bagi kelompok, meskipun tidak selalu dalam konotasifinansial, tetapi lebih pada aspek pemberdayaan, baik dalam kaitannya denganorganisasi kelompok, pelatihan, pemeliharaan ternak, pembuatan kerajinan maupunkegiatan simpan pinjam. Kelompok tani yang semula fokus pada tanaman panganberkembang ke pemeliharaan domba, yang semula hanya diniatkan sebagai upayamemperoleh pupuk kan<strong>dan</strong>g. Kinerja pemeliharaan domba telah mengantarkankelompok memperoleh sumbangan <strong>dan</strong>a CSR dari sebuah perusahaan sebesar Rp. 82juta. Kelompok simpan pinjam menunjukkan perkembangan yang menggembirakandengan masih aktifnya kelompok di kedua lokasi, serta kenaikan aset kelompok dariRp. 13.500.000 menjadi Rp. 28.350.000 pada Nopember <strong>2007</strong>. Kelompok kerajinanmengalami kendala pemasaran, meskipun keterampilan <strong>dan</strong> wawasan dari pelatihandapat dianggap sebagai nilai tambah. Aspek penting pemberdayaan masyarakat antaralain pendampingan, yang dalam kegiatan ini belum dapat dilakukan tim secara optimal.Diperlukan modifikasi tertentu dalam administrasi, mengingat kegiatan pemberdayaanmempunyai kekhususan. Pengembangan peternakan di Bogor terkendala olehkenyataan bahwa lokasi adalah daerah endemi penyakit anthrak. Wacana untukmenjadikan lokasi kegiatan sebagai laboratorum belum memperoleh prioritas, minimalsampai saat ini. Hal ini sebetulnya tergambar dari relatif rendahnya ketertarikan penelitiPSEKP dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat. Kerjasama yang telah dirintisdengan Pemda perlu <strong>tindak</strong> lanjut kalau agar kontribusi PSEKP terhadap masyarakatlebih nyata.Kata Kunci: Pemberdayaan masyarakat; kelompok tani, simpan pinjam, Bogor,Sukabumi1


I. PENDAHULUAN1.1. Review Hasil Penelitian SebelumnyaPada dasarnya kegiatan <strong>kaji</strong> <strong>tindak</strong> yang memasuki tahun kedua ini sebelumnya telahbanyak dilakukan. Khusus untuk komoditas padi (Silitonga, dkk, 1995) <strong>dan</strong> kedelai (SYGAP,1991) telah memperlihatkan keberhasilannya, minimal dari aspek teknis. Namun demikian, yangmembedakan antara kegiatan ini dengan berbagai kegiatan sebelumnya adalah dalam halpendekatan. Pendekatan partisipatif menjadi fokus dalam kegiatan <strong>kaji</strong> <strong>tindak</strong> ini denganharapan keberlanjutannya menjadi lebih nyata, sehingga kemandirian masyarakat dapatdiwujudkan. Pendekatan partisipatif yang sama sebetulnya juga telah dilakukan oleh ProyekPembinaan Peningkatan Pendapatan Petani Kecil (P4K), namun pada prakteknya kegiatannyamasih banyak bersifat top-down (Ana, 2001). Sementara itu, kegiatan pemberdayaanmasyarakat, khususnya di Jawa Barat telah lama dilakukan oleh pihak pemerintahan daerah,baik di tingkat provinsi oleh Kantor Ba<strong>dan</strong> Pemberdayaan Masyarakat Propinsi Jawa Barat,maupun di tingkat kabupaten/kota oleh Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa, yangsebelumnya adalah Kantor Pembangunan Masyarakat Desa (PMD) di bawah DepartemenDalam Negeri (Bapemdes Kabupaten Sukabumi, 2005).Untuk kegiatan tahun <strong>2007</strong> tidak dilakukan perubahan lokasi <strong>kaji</strong> <strong>tindak</strong>, yaitu tetap diKecamatan Nagrak (Kabupaten Sukabumi) <strong>dan</strong> Kecamatan Babakan Ma<strong>dan</strong>g (KabupatenBogor). Di Sukabumi, kegiatan difokuskan pada usaha tani palawija (pepaya <strong>dan</strong> kacangpanjang) melalui pelatihan, studi banding, pemupukan modal kelompok serta usaha keuanganmikro berupa simpan pinjam bagi ibu-ibu. Se<strong>dan</strong>g pemeliharaan ternak masih dalam prosespenjajagan dengan berbagai pihak.Sementara itu untuk lokasi Bogor, dua kegiatan yang dilaksanakan, pertama, fokus padaupaya penanggulangan penyakit Anthraks melalui pelatihan bekerja sama dengan pihak DinasPeternakan <strong>dan</strong> Perikanan Kabupaten Bogor <strong>dan</strong> kedua melalui pembuatan kerajinan, yangdimaksudkan lebih untuk membuka wawasan <strong>dan</strong> membuktikan kemampuan masyarakat dalamberusaha. Pada gilirannya keterampilan membuat kerajinan ini dapat berkembang sesuaidengan potensi lokal yang ada. Kegiatan kerajinan pada tahun kedua ini dimaksudkan sebagaibatu loncatan untuk berusaha dibi<strong>dan</strong>g lain <strong>dan</strong> akan terus dilanjutkan pada tahun ke III.Kegiatan yang telah dilakukan di Sukabumi selama tahun ke II adalah memeliharakontak dengan berbagai lembaga di tingkat kabupaten, khususnya dengan Kantor Ba<strong>dan</strong>Pemberdayaan Masyarakat <strong>dan</strong> Desa (Bapemdes). Salah satu kegiatan yang telahdilaksanakan adalah penyajian hasil kegiatan tahun 2005 di Kantor Kecamatan Nagrak dalam2


suatu <strong>seminar</strong> yang dihadiri oleh berbagai pihak, antara lain unsur Muspika Kecamatan,Penyuluh Pertanian, Kepala Bapemdes <strong>dan</strong> beberapa stafnya, staf kecamatan <strong>dan</strong> anggotakelompok tani. Hal yang sama juga telah dilakukan di Bogor, yakni dengan memelihara kontakdengan Kantor Ba<strong>dan</strong> Pemberdayaan Masyarakat <strong>dan</strong> Kesejahteraan <strong>Sosial</strong> (BPMKS). Darikontak tersebut diharapkan berbagai program pelatihan tahun <strong>2007</strong> dari kantor tersebut dapatdilakukan di lokasi <strong>kaji</strong> <strong>tindak</strong>. Selain itu, dari kontak dengan Kantor Dinas Peternakan <strong>dan</strong>Perikanan telah memperoleh bantuan tenaga penyuluh peternakan untuk melakukan pelatihanpeternakan yang dikaitkan dengan penanggulangan penyakit anthrax. Oleh Dinas Perindustrian<strong>dan</strong> Perdagangan telah difasilitasi untuk mengadakan pelatihan kerajinan peralatan rumahtangga (house wares) di Galery Laa Nona dengan gratis. Selain itu dari kontak dengan pihakKecamatan Babakan Ma<strong>dan</strong>g telah disepakati untuk menggarap lokasi Kaji Tindak bersamasama.1.2. Perumusan MasalahKegagalan dalam kegiatan pemberdayaan biasanya karena dalam pelaksanaannyatidak didasarkan pada keperluan masyarakat yang diberdayakan, tetapi didasarkan padaasumsi-asumsi umum. Pelaksanaan seperti ini juga sebenarnya dapat berkembang dariketidaktahuan masyarakat terhadap masalah yang mereka hadapi (Johnston, 1982), sehinggamenganggap bahwa pemberdayaan harus dilakukan secara directive. Kegagalan akibat kurangmengakomodasi keinginan masyarakat dapat terjadi berupa pelaksanaan kegiatan yang bersifatsementara, karena masyarakat tidak merasa bahwa kegiatan yang dilakukan dimiliki olehmereka. Dalam kasus seperti ini, maka pemberdayaan tidak terjadi. Sebaliknya melalui teknikpemberdayaan melalui <strong>kaji</strong> <strong>tindak</strong> yang bersifat partisipatif akan memberikan hasil yang lebihbaik, baik dilihat dari pemahaman terhadap teknologi <strong>dan</strong> pengetahuan yang ditransfer maupundari kelangsungan kegiatannya.Fasilitasi merupakan teknik yang banyak dikembangkan dalam melaksanakanpemberdayaan secara partisipatif, karena teknik ini memiliki tingkat intervensi yang sangatrendah (Sumpeno, 2004). Melalui teknik fasilitasi, masalah-masalah yang dihadapi masyarakatdapat terungkap, sehingga memungkinkan untuk melakukan perencanaan <strong>dan</strong> penerapanteknologi yang ditransfer secara lebih baik.Walaupun teknik fasilitasi dapat diterapkan untuk berbagai kegiatan, namun untukkegiatan <strong>kaji</strong> <strong>tindak</strong> pemberdayaan masyarakat perlu dilihat faktor-faktor yang secara potensialmempengaruhi tingkat keberhasilannya. Faktor-faktor tersebut terutama berkaitan dengan3


persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan kegiatan yang mereka lakukan, <strong>dan</strong> kepekaanmasyarakat dalam mendukung tercapainya keberhasilan pelaksanaan kegiatan.1.3. Justikasi PenelitianPerlu dicermati bahwa tujuan akhir pembangunan pertanian tidak semata untukpeningkatan produksi, tetapi juga membangun masyarakat tani seutuhnya. Artinya,pembangunan pertanian tidak hanya diharapkan mampu meningkatkan pendapatan <strong>dan</strong>kesejahteraan petani sebagai individu, tetapi juga kesejahteraan masyarakat secarakeseluruhan. Dalam pembangunan pertanian, diyakini bahwa program-program mikro dapatberperan bagi pemenuhan keperluan khas lingkungan budaya, pasar, <strong>dan</strong> iklim mikro tertentudalam upaya peningkatan kehidupan petani. Disamping itu program-program mikro tersebutdapat dibangun melalui sumber daya setempat, seperti pengetahuan tradisional, bakat-bakatkepemimpinan lokal yang menonjol serta jenis-jenis organisasi setempat. Sebagaimanadikemukakan oleh Bunch (2001), program-program mikro memiliki tingkat keluwesan tinggi,sehingga memungkinkan untuk dimodifikasi sesuai dinamika keperluan.Pada saat pemerintahan Orde Baru, Indonesia mencapai kemajuan ekonomi <strong>dan</strong> sosialyang cukup berarti. Walaupun demikian, kesuksesan tersebut dicapai dengan menggunakansistim pendekatan yang tersentralisasi <strong>dan</strong> top-down mulai dari perencanaan, pelaksanaan,serta sistim pengaturan keuangan. Pendekatan demikian berdampak negatif terhadapmasyarakat karena mereka relatif sedikit dilibatkan dalam proses pembangunan, termasukdalam menikmati manfaat pembangunan. Oleh karena itu muncul berbagai kegiatanpemberdayaan masyarakat yang dipelopori oleh berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat(LSM).Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat, terutama merekayang miskin sumber daya, kaum perempuan <strong>dan</strong> kelompok yang terabaikan lainnya, difasilitasiagar mampu meningkatkan kesejahteraannya secara mandiri. Dalam pelaksanaannya, suatulembaga berperan sebagai fasilitator yang mendampingi proses pemberdayaan masyarakat.Pada prinsipnya masyarakatlah yang menjadi pelaku <strong>dan</strong> penentu kegiatan pembangunan.Usulan-usulan masyarakat merupakan dasar bagi program pembangunan baik lokal maupunregional, bahkan semestinya menjadi titik tolak bagi program nasional. Aspek penting dalamsuatu program pemberdayaan masyarakat antara lain : (1) program yang disusun sendiri olehmasyarakat; (2) menjawab keperluan dasar masyarakat; (3) mendukung keterlibatan kaummiskin, perempuan, buta huruf <strong>dan</strong> kelompok terabaikan lainnya; (4) dibangun dari sumberdayalokal; (5) sensitif terhadap nilai-nilai budaya setempat; (6) memperhatikan dampak lingkungan;4


(7) tidak menciptakan ketergantungan; (8) berbagai pihak terkait saling terlibat; <strong>dan</strong> (9)berkelanjutan.Guna merealisasikan pernyataan diatas, penelitian “Kaji Tindak (Action Reserach)Pemberdayaan Masyarakat di Wilayah Tertinggal” ini perlu dilakukan. Sekaligus, penelitianterkait merupakan bagian dari rencana <strong>Pusat</strong> Analisis <strong>Sosial</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>dan</strong> Kebijakan Pertanian(PSE-KP) dalam rangka membangun laboratorium lapang di pedesaan dengan fokus kegiatanpemberdayaan masyarakat. Implementasinya, dalam kegiatan ini peneliti PSE-KP berperansekaligus sebagai fasilitator bagi masyarakat setempat dalam kerangka tugas kerja penelitian<strong>dan</strong> <strong>tindak</strong>an (aksi) secara partisipatif (participatory action research).Kegiatan tahap pertama telah dilaksanakan dengan hasil berupa data <strong>dan</strong> informasipokok mengenai lokasi penelitian, pembentukan <strong>dan</strong> pembekalan organisasi masyarakat, <strong>dan</strong>rencana kegiatan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian tahap kedua perlu dilanjutkan gunamengimplementasikan hasil <strong>dan</strong> rencana penelitian tahap pertama.1.4. Perumusan Tujuan <strong>dan</strong> KeluaranKegiatan <strong>kaji</strong> <strong>tindak</strong> yang bersifat partisipatif memerlukan waktu pelaksanaan yangrelatif lama <strong>dan</strong> agar mampu berlanjut diperkirakan memerlukan waktu lima tahun. Oleh karenaitu dengan a<strong>dan</strong>ya keterlibatan masyarakat, diperlukan komitmen maksimal dari penentukebijakan <strong>dan</strong> para pelaksana. Kegiatan seperti ini relatif tergantung pada inisiatif masyarakatdalam menentukan keperluan yang dianggap paling prioritas untuk dicarikan jalan keluarpermasalahannya. Sementara itu, peneliti <strong>dan</strong> pemerintah daerah sekedar meresponkebutuhan tersebut. Namun secara umum, tujuan keseluruhan dari kegiatan pemberdayaanadalah mewujudkan kemandirian masyarakat, yakni masyarakat yang mampu mencarikan jalankeluar masalah mereka sendiri. Hal ini tidak terbatas pada aspek ekonomi semata, tetapi jugaterkait dengan rasa keadilan, jaminan keamanan, peluang memperoleh pendidikan, peluangberusaha <strong>dan</strong> berbagai kemudahan hidup lainnya.Penelitian ini merupakan penelitian tahap ketiga, melanjutkan penelitian tahap keduayang sudah dilaksanakan sebelumnya. Oleh karena itu, tujuan penelitian tahap ketiga ini adalahmelanjutkan kegiatan yang telah dilakukan pada tahap kedua.1.4.1. TujuanSecara umum tujuan penelitian tahap ketiga ini adalah melanjutkan mewujudkanbeberapa rencana kelompok melalui fasilitasi kegiatan partisipatif. Secara spesifik tujuanpenelitian pada tahap III ini adalah sebagai berikut :5


1. Melanjutkan fasilitasi kelompok dalam kegiatan <strong>kaji</strong> <strong>tindak</strong> partisipatif, pelatihan <strong>dan</strong>studi banding;2. Melanjutkan fasilitasi kelompok dalam bekerja dengan pihak lain;3. Melanjutkan fasilitasi kelompok dalam peningkatan kemampuan kelompok dalampenguatan modal usaha melalui gerakan menabung di tingkat RT.4. Melaksanakan monitoring <strong>dan</strong> evaluasi kegiatan kelompok secara partisipatif.1.4.2. KeluaranBerdasarkan tujuan penelitian di atas, keluaran yang diharapkan dari penelitian iniadalah sebagai berikut :1. Meningkatnya kemampuan kelompok dalam menyusun perencanaan,menyelenggarakan pelatihan, melakukan studi banding <strong>dan</strong> melaksanakan kegiatanyang disusun secara kolektif;2. Dimulainya kerjasama antara kelompok dengan pihak lain;3. Terdapat peningkatan kemampuan attitude, skill <strong>dan</strong> pengetahuan anggota kelompokdalam hal manajemen <strong>dan</strong> praktek pengelolaan usaha tani;4. Meningkatnya kemampuan kelompok dalam melakukan monev terhadap pelaksanaankegiatan kelompok secara partisipatif.II. METODE PENELITIAN2.1. Kerangka PemikiranPelaksanaan <strong>kaji</strong> <strong>tindak</strong> partisipatif merupakan kegiatan yang dilakukan secaraberkelanjutan dengan beberapa perbaikan. Kegiatan seperti ini terkait dengan upayapeningkatan kesejahteraan masyarakat, sebagai tujuan akhir. Kegiatannya sendiri bervariasi,antara lain dalam bentuk introduksi teknologi yang lebih baik <strong>dan</strong> dianggap lebihmenguntungkan. Sebagai manifestasi dari pelaksanaan konsep partisipatif, maka bentukkegiatan serta berbagai tahapan yang dilakukan akan ditentukan oleh peserta <strong>kaji</strong> <strong>tindak</strong>,dengan fasilitasi oleh peneliti.Pelatihan merupakan bagian yang paling penting dalam pemberdayaan masyarakat(Sumpeno, 2004). Kegiatan ini merupakan ajang kegiatan transfer teknologi <strong>dan</strong> ataupengetahuan dari narasumber kepada peserta pelatihan. Dalam Kaji Tindak ini pelatihandilakukan di dalam kelas <strong>dan</strong> di lapangan dengan cara belajar sambil bekerja (learning bydoing). Sementara itu, materi pelatihan disesuaikan dengan keinginan <strong>dan</strong> kebutuhan peserta6


<strong>kaji</strong> <strong>tindak</strong>. Disamping itu, dalam <strong>kaji</strong> <strong>tindak</strong> ini suatu pelatihan dimaksudkan sebagai unsurpembinaan organisasi dalam rangka kegiatan berkelompok.Studi banding merupakan kegiatan yang penting sebagai upaya belajar daripengalaman orang lain, sehingga bukan hanya dapat mempelajari penggunaan teknologi yangterbukti menguntungkan, tetapi juga belajar cara menyelesaikan masalah <strong>dan</strong> mengantisipasiperubahan iklim usaha yang mungkin terjadi. Model farmer-to-farmer visit dipan<strong>dan</strong>g efektifkarena petani anggota kelompok dapat belajar dari kondisi nyata (real). Selain itu, petanisukses yang dikunjungi dapat mentransfer ilmu <strong>dan</strong> pengalaman yang dimilikinya secara tulus,tanpa ada kekhawatiran akan tersaingi. Pendampingan diperlukan untuk mengawal kegiatanyang dilakukan kelompok pascapelatihan <strong>dan</strong> studi banding. Pendampingan juga diharapkanmampu memotivasi secara berkelanjutan agar tingkat percaya diri dari kelompok menjadioptimal.Monev secara partisipatif merupakan kegiatan yang ditujukan untuk melihat sampaisejauh mana pelaksanaan kegiatan dapat memberikan manfaat bagi kelompok Kegiatan initerus menerus dilakukan, tidak hanya dilakukan pada akhir kegiatan. Sebagai kegiatanpartisipatif, monev dilakukan oleh peserta dengan fasilitasi tim peneliti. Mengetahui persepsipeserta <strong>kaji</strong> <strong>tindak</strong> terhadap kegiatan yang diikuti juga menjadi hal penting.Pelaksanaan kegiatan <strong>kaji</strong> <strong>tindak</strong> dikondisikan dengan melibatkan semua pemangkukepentingan (stakeholders). Pelibatan ini merupakan keharusan karena Tim Kaji Tindak PSEKPtidak akan selamanya mendampingi kelompok tersebut. Berbagai stakeholders dapat berperansebagai sumber teknologi, selain penyan<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong>a untuk pemberdayaan masyarakat.2.2. Perencanaan SamplingKegiatan ini merupakan kegiatan lanjutan, sehingga lokasi kegiatan tidak mengalamiperubahan. Namun perlu ditekankan bahwa masing-masing lokasi mempunyai fokus kegiatanyang berlainan, yakni pemberdayaan petani lahan kering di Kabupaten Sukabumi <strong>dan</strong>pemberdayaan peternak rumminansia kecil di Kabupaten Bogor.Seperti dimaklumi bahwa <strong>kaji</strong> <strong>tindak</strong> merupakan perpaduan antara kegiatan penelitian(research) <strong>dan</strong> <strong>tindak</strong>an (action) secara partisipatif, atau dikenal dengan istilah ParticipatoryAction Research. Penelitian dilakukan sepanjang proses pelaksanaan kegiatan <strong>tindak</strong>an (<strong>kaji</strong><strong>tindak</strong>) dengan muara pemberdayaan masyarakat.7


2.3. Jenis <strong>dan</strong> Analisis DataBerbeda dengan jenis penelitian survei, jenis data <strong>dan</strong> informasi dalam penelitian inilebih banyak bersumber dari data <strong>dan</strong> informasi primer, se<strong>dan</strong>gkan data <strong>dan</strong> informasisekunder hanya bersifat penunjang. Data <strong>dan</strong> informasi primer diperoleh dari hasil interaksidengan masyarakat, pengamatan, pencatatan <strong>dan</strong> wawancara dengan sumber-sumber yangrelevan secara mendalam (in-depth) <strong>dan</strong> validasi (triangulation). Alat yang digunakan antaralain catatan lapang (field note), buku catatan kegiatan (farm record keeping), foto <strong>dan</strong> rekaman(documentary), serta daftar pertanyaan (questionnaire) terstruktur <strong>dan</strong> semi-terstruktur.Sementara itu data <strong>dan</strong> informasi sekunder dikumpulkan dari berbagai laporan instansi terkaitlainnya. Data <strong>dan</strong> informasi akan diolah dalam bentuk tabulasi silang <strong>dan</strong> dianalisis secaradeskriptif. Perlu digarisbawahi bahwa berbe<strong>dan</strong>ya karakteristik kegiatan ini, indikatorkeberhasilannya juga berbeda. Seringkali indikator nya tidak dapat dikuantifikasi seperti padapenelitian yang bersifat survei. Peningkatan kepercayaan anggota kelompok misalnya, hanyadapat diamati kalau dilakukan pendekatan tertentu. Perubahan sikap anggota kelompokkhususnya <strong>dan</strong> masyarakat pada umumnya juga sulit untuk dikuantifikasi. Semua data <strong>dan</strong>informasi tersebut akan dikumpulkan <strong>dan</strong> dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian ini.III. HASIL DAN PEMBAHASANPada tahun ke tiga, meskipun tujuan kegiatan dalam proposal dijabarkan dalam empatbutir, ternyata sebagian besar kegiatan masih terfokus pada tujuan pertama, yaitu memfasilitasikelompok dalam rangka terbentuknya kelompok yang kuat <strong>dan</strong> mengarah pada kemandirian.Disamping itu, fokus juga diberikan pada kelompok simpan pinjam ibu-ibu <strong>dan</strong> penataan lebihlanjut dari kegiatan pemeliharan domba melalui kontribusi aktif dari pihak Dompet Dhuafaharian Republika. Kegiatan yang mengarah pada mewujudkan kemampuan kelompok untukmelakukan kerjasama dengan pihak luar dilaksanakan melalui pemberian motivasi secaraberkelanjutan kepada kelompok.Dalam hasil <strong>dan</strong> pembahasan ini akan diuraikan berbagai kegiatan yang dilakukansampai tahun ke tiga sebagai refleksi secara keseluruhan kegiatan <strong>kaji</strong> <strong>tindak</strong> yang telahdimulai sejak tahun 2005. Namun demikian, laporan ini akan bias pada aspek pemberlajarantim selama melaksanakan kegiatan pemberdayaan di dua lokasi yang berbeda. Disadari bahwawaktu tiga tahun untuk suatu pemberdayaan masyarakat dirasakan sebagai waktu yang relatifpendek. Namun diharapkan dasar-dasar pemberdayaan telah ditanamkan terhadap kelompok,sehingga dimasa datang pihak pemda setempat mampu melanjutkan kegiatan yang telah8


dimulai, dengan mengalokasikan program-program pemerintah yang erat kaitannya denganpemberdayaan masyarakat.Kegiatan 2005Profil masyarakat dilokasi penelitian di Kabupaten Sukabumi antara lain dicirikan olehjenis pekerjaan dominan bi<strong>dan</strong>g pertanian, rasa kebersamaan relatif tinggi, taat pada ajaranagama, <strong>dan</strong> memiliki prinsip collective action (aksi bersama) yang dapat terorganisir secaraspontan berlandaskan kepentingan bersama. Kehidupan sebagian masyarakat boleh dikatakanbelum sejahtera, sehingga langkah yang harus dilakukan adalah memberikan motivasi secaratepat kepada masyarakat untuk dapat bekerja secara berkelompok. Lingkungan biofisik ditandaioleh beralihnya sebagian besar lahan sawah menjadi lahan kering karena hilangnya sumberirigasi. Akses ke lokasi penelitian relatif mudah, sementara fasilitas umum seperti pendidikan,kesehatan, <strong>dan</strong> pasar boleh dikatakan cukup memadai. Secara fisik, dampak programpembangunan di wilayah ini cukup membantu aktivitas masyarakat sehar-hari. Namun,pembangunan fisik tersebut relatif kurang diiringi dengan pembangunan non-fisik, khususnya dibi<strong>dan</strong>g pertanian. Mengingat hal tersebut, pemberdayaan masyarakat melalui usaha pertaniandapat dipan<strong>dan</strong>g sebagai salah satu upaya strategis (Basuno dkk. 2005)Usahatani dominan adalah usahatani tanaman musiman dengan jenis tanaman utamaubukayu, jagung, <strong>dan</strong> berbagai macam jenis sayuran. Rataan penguasaan lahan kurang dari0,5 hektar per rumah tangga, dimana sebagian petani menyewa lahan milik orang luar desayang sebelumnya dibeli dari masyarakat setempat. Teknik budidaya masih tergolong rendah,tenaga kerja sebagian besar tenaga kerja keluarga, penguasaan modal usahatani masihterbatas, intensitas serangan hama <strong>dan</strong> penyakit tanaman cukup tinggi (khususnya hama uretatau kuuk pada tanaman ubikayu <strong>dan</strong> penyakit bulai pada tanaman jagung), <strong>dan</strong> pemasaranhasil pertanian (terutama ubikayu <strong>dan</strong> jagung) kebanyakan dalam bentuk ‘tebasan’. Bertitiktolak dari kondisi ini, pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan pengetahuan <strong>dan</strong>keterampilan merupakan solusi utama yang tepat.Sumber daya manusia merupakan kendala utama di lokasi penelitian, oleh karena itufokus intervensi terhadap masyarakat setempat adalah melalui penguatan kelompok. Hasiloptimal dari pemberdayan masyarakat di lokasi penelitian akan memberi peluang lokasi yangbersangkutan dijadikan sebagai laboratorium lapang pada masa datang. Pada tahap awal,pemberdayaan masyarakat dimulai dengan pembentukan, pembekalan, <strong>dan</strong> perencanaankegiatan kelompok. Pembentukan kelompok dilaksanakan secara partisipatif berazaskan9


keperluan, kesukarelaan, <strong>dan</strong> kebersamaan Pembekalan kelompok dititikbertakan padapengenalan pengetahuan dasar kepada anggota kelompok, khususnya cara-cara berorganisasi,pembuatan AD/ART, pemilihan pengurus, rapat anggota, serta tugas-tugas yang harusdilakukan oleh setiap elemen dalam organisasi. Usaha penanaman papaya telah ditetapkansecara definitif sebagai rencana kelompok. Perencanaan lainnya adalah penanggulangan hama<strong>dan</strong> penyakit tanaman (terutama hama uret atau kuuk) <strong>dan</strong> pengembangan sistem keuanganmikro (micro-finance).Profil Desa Kadumanggu dicirikan oleh masyarakatnya yang berpendidikan rendah, 80persen dari 10.514 orang penduduknya hanya lulus Sekolah Dasar kebawah, <strong>dan</strong> 60 persendiantaranya tergolong miskin. Terbatasnya keterampilan masyarakat mengakibatkan merekatidak dapat melakukan pekerjaan di bi<strong>dan</strong>g non pertanian dengan penghasilan yang memadai.Budaya kota <strong>dan</strong> makin banyaknya pengaruh budaya lain serta tidak a<strong>dan</strong>ya sarana pengikatsosial, telah menyebabkan sikap masyarakat menjadi kurang koordinatif. Dari sisipemberdayaan, masyarakat di desa ini memerlukan stimulasi intensif agar termotivasi <strong>dan</strong>dapat melakukan kerjasama dengan sesama anggota masyarakat, khususnya di bi<strong>dan</strong>g usaha.Dari aspek biofisik, Desa Kadumanggu memiliki luas wilayah sekitar 410 hektar, yangsebagian lahannya mengarah pada konversi yang cukup masif. Saat ini distribusi pemanfaatanlahan terluas adalah untuk pemukiman, disusul oleh la<strong>dan</strong>g/tegalan, sarana olah raga <strong>dan</strong>rekreasi, khususnya lapangan golf. Lahan tegalan di Desa Kadumanggu terletak sekitar 600meter diatas permukaan laut (dpl) dengan rataan curah hujan 751 milimeter per tahun. Keadaantopografi desa datar sampai bergelombang dengan prasarana jalan cukup memadai <strong>dan</strong>memungkinkan akses sampai ke perkampungan.Beternak ruminansia kecil (kambing/domba) merupakan satu-satunya pilihan usahapaling terbuka, walaupun keuntungannya kecil. Usaha ini juga hanya dapat dilakukan selamalahan sebagai sumber pakan ternak masih belum dialihfungsikan oleh pemiliknya. Ancamanpenyakit antraks yang mengancam kelangsungan peternakan kambing masih sulit dihindarkanselama masih ada peternak yang tidak bersedia melakukan vaksinasi. Pemberantasan penyakitini dapat dilakukan dengan penanggulangan langsung <strong>dan</strong> tidak langsung. Penanggulanganlangsung dengan meningkatkan keterampilan peternak melalui pelatihan <strong>dan</strong> penyuluhanberkelanjutan. Sementara penanggulangan secara tidak langsung berkaitan denganpengembangan usaha alternatif untuk mengalihkan masyarakat dari beternak kambing/dombake usaha lain. Hal ini perlu dilakukan karena bakteri antraks sangat sulit diberantas secaratuntas.10


Upaya untuk melakukan pemberdayaan di lokasi penelitian harus dimulai dari kebutuhanyang sangat mendasar, yaitu dengan memberi perhatian terhadap upaya peningkatanpendidikan anak-anak <strong>dan</strong> memberi pelatihan ketrampilan untuk orang dewasa. Pelatihanketrampilan harus diarahkan untuk pekerjaan non-pertanian yang tidak memerlukan lahan luas.Bersamaan dengan upaya peningkatan pendidikan <strong>dan</strong> ketrampilan, diperlukan juga upayauntuk menstimulir kerjasama, khususnya di bi<strong>dan</strong>g usaha.Kegiatan 2006Di Dusun Pasantren, Desa Balekambang, Kecamatan Nagrak, Sukabumi telah terbentukKelompok Tani Binangkit yang terdiri dari kelompok inti (23 orang) <strong>dan</strong> kelompokpengembangan, dengan jumlah anggota sekitar 40 orang. Kepercayaan diri kelompok ini mulaiberkembang dengan indikasi terwujudnya pengumpulan modal kelompok melalui usahatanipepaya <strong>dan</strong> pembentukan kios saprotan serta jual beli hasil pertanian. Berbagai pelatihan <strong>dan</strong>kegiatan penguatan kelompok lainnya, seperti studi banding juga telah memperkuat rasapercaya diri kelompok. Mereka menyadari arti penting usahatani yang ramah lingkungan <strong>dan</strong>melalui Studi Kelayakan Wilayah <strong>dan</strong> Studi Kelayakan Mitra, kelompok tani akhirnya menjadimitra kerja Program Kampoeng Ternak, Dompet Dhuafa.Disamping itu, sebagian remaja tani di dusun tersebut telah memperoleh peluang untukmenggarap sebi<strong>dan</strong>g lahan sewa seluas 1.000 m 2 . Fasilitasi tim tampak mampu memberimotivasi kepada mereka untuk bangkit perlahan-lahan <strong>dan</strong> mulai berkarya. Melalui kontaksecara intensif terungkap bahwa masalah utama yang dihadapi remaja adalah tia<strong>dan</strong>yalapangan kerja didesa. Kegiatan simpan pinjam ibu-ibu di Sukabumi yang dimulai padapertengahan 2006 merupakan salah satu upaya untuk pemberdayaan ibu-ibu yang selama inimenjadi nasabah bank keliling. Simpan pinjam pada tahap awal dimulai dengan 15 orang ibuibuyang domisilinya berdekatan <strong>dan</strong> dengan berkembangnya kegiatan simpan pinjam ibu-ibu,maka kegiatan ini perlu diperluas di kelompok yang berbeda. Ternyata kemampuanmasyarakat, termasuk ibu-ibu dalam mengumpulkan modal bersama sebagai modal usahasangat minim. Di Kabupaten Bogor, berdirinya simpan pinjam rintisan di RT 2 Leuwijambedisambut dengan antusias oleh peserta. Kelompok yang dipersiapkan melalui ketua RT inirelatif lebih baik dibanding dengan dua kelompok lainnya. Oleh karena itu, kegiatan simpanpinjam seharusnya merupakan kegiatan utama pemberdayaan di Dusun Leuwijambe, karenaselama ini mereka menjadi “korban” pihak bank keliling. Dalam perkembangannya, di lokasiSukabumi telah terbentuk 3 kelompok simpan pinjam <strong>dan</strong> di lokasi Bogor 4 kelompok simpanpinjam.11


Pada Mei 2006 telah dilakukan ekspose hasil kegiatan 2005 di Kantor KecamatanNagrak yang dihadiri oleh Kepala Kantor Ba<strong>dan</strong> Pemberdayaan Masyarakat <strong>dan</strong> Pedesaan(Bapemdes) Kabupaten Sukabumi, Staf Bapemdes, Camat <strong>dan</strong> staf kecamatan, lima desa yangberdekatan dengan Desa Balekambang <strong>dan</strong> para penyuluh di Kecamatan Nagrak. DiKabupaten Bogor ekspose yang sama telah dilaksanakan pada awal Agustus 2006 <strong>dan</strong>difasilitasi oleh Bi<strong>dan</strong>g Kesejahteraan <strong>Sosial</strong>, Kantor Ba<strong>dan</strong> Pemberdayaan Masyarakat <strong>dan</strong>Kesejahteraan Sosia (BPMKS) Kabupaten Bogor. Presentasi dimaksudkan untuk memberipeluang bagi jajaran Pemda terdedah dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat partisipatif.Dari kedua ekspose tersebut terungkap bahwa sebagian besar peserta belum memahami kalaupemberdayaan masyarakat harus berawal dari masyarakat. Selama ini orientasi keberhasilankegiatan pemberdayaan masyarakat baru terbatas pada aspek administrasi. Keberlanjutan <strong>dan</strong>peningkatan taraf kehidupan masyarakat sebagai indikator keberhasilan kegiatan juga belummenjadi acuan baku dalam melaksanakan program pemberdayaan.Koordinasi dengan unit kerja Pemda Kabupaten Bogor telah dilakukan dengan empatinstansi, yaitu Ba<strong>dan</strong> Perencanaan Daerah (Bapeda), Ba<strong>dan</strong> Pemberdayaan Masyarakat <strong>dan</strong>Kesejahteraan <strong>Sosial</strong> (BPMKS), Dinas Perindustrian <strong>dan</strong> Perdagangan (Indag) <strong>dan</strong> DinasPeternakan <strong>dan</strong> Perikanan. Peran PSE-KP dalam pembangunan di Kabupaten Bogor dapatdilakukan antara lain dengan: (i) mengadakan kunjungan formal; (ii) mengupayakan <strong>seminar</strong>bersama, antara Pemda Bogor dengan PSE-KP; <strong>dan</strong> (iii) melakukan program pelatihan bagiaparat Pemda, sesuai kebutuhan. Kontak dengan pihak Dinas Perindustrian <strong>dan</strong> Perdaganganmenjadi awal dari pelatihan bagi kelompok pengrajin Maju Bersama membuat kerajinan di LaaNoNa Galery di Cikaret, Cibinong. Pelatihan dilakukan dengan cara magang (learning bydoing). Dengan Dinas Peternakan <strong>dan</strong> Perikanan telah dilakukan 9 kali penyuluhan SaptaUsaha Peternakan <strong>dan</strong> dengan Bi<strong>dan</strong>g Pembinaan Keterampilan Masyarakat (Binram), KantorBPMKS telah dilakukan pelatihan tata boga pada tanggal 16 Nopember 2006, selama lima hari.Kelompok pengrajin telah mampu membuat berbagai jenis kerajinan rumah tangga,seperti tudung saji, hiasan dinding <strong>dan</strong> tutup galon air minum. Berbagai pameran telah diikutidalam rangka promosi, antara lain di Kantor Kecamatan Babakan Ma<strong>dan</strong>g, di Seminar NasionalUsaha Kecil Menengah <strong>dan</strong> Koperasi (UKMK) di Universitas Nusa Bangsa Bogor (24 Juni2006), di kompleks Pemda Bogor (akhir Juni 2006) <strong>dan</strong> pameran di JHCC dua kali (10 Juni <strong>dan</strong>13-16 Juli 2006). Ke tiga pameran terakhir dilakukan bersama-sama dengan Laa NoNa Galery.Pameran berikutnya adalah di pertemuan Dharma Wanita Kelompok PSE-KP (15 September12


2006), di Bazaar Ramadhan Dharma Wanita Departemen Pertanian di Ragunan (12 Oktober2006) <strong>dan</strong> di Desa Cipambuan (24 November 2006).Penyuluhan Sapta Usaha Peternakan merupakan satu upaya untuk meningkatkanketerampilan dalam memelihara ruminansia kecil. Disamping itu, dalam penyuluhan jugadiberikan informasi tentang cara beternak yang sehat, tidak mengganggu kesehatan peternak<strong>dan</strong> keluarganya serta lingkungan. Kenyataan bahwa daerah endemik anthrax tidak bolehdilakukan pengembangan ternak rawan anthrax, merupakan dilema bagi pengembanganmasyarakat melalui usaha peternakan ruminansia kecil.Kegiatan <strong>2007</strong>Sampai akhir tahun <strong>2007</strong>, berbagai kegiatan yang pernah <strong>dan</strong> se<strong>dan</strong>g dilaksanakan,baik di lokasi Sukabumi maupum Bogor minimal mampu memberi kontribusi berharga bagikelompok binaan di kedua lokasi tersebut. Kontribusi itu sendiri tidak selalu dalam konotasifinansial, tetapi lebih pada aspek pemberdayaan, baik dalam kaitannya dengan organisasikelompok, pelatihan, pemeliharaan ternak, pembuatan kerajinan maupun kegiatan simpanpinjam. Butir-butir berikut ini dinilai berharga untuk dikemukakan sebagai lesson learned selamakegiatan Kaji Tindak berlangsung.Kelompok taniUntuk lokasi Sukabumi, penentuan Calon Penerima Calon Lokasi (CPCL) program KajiTindak dianggap sudah mengikuti prosedur yang benar yaitu mempertimbangkan tingkatkemiskinan. Namun, informasi dari aparat desa setempat pada awal kegiatan bahwa wargaDusun Pasantren relatif sulit untuk diajak kerja sama, kurang memperoleh perhatikan Tim saatitu. Hal ini berdampak pada perkembangan kelompok yang dibentuk, antara lain Tim kesulitanuntuk mengajak kelompok meningkatkan statusnya. Misalnya, kelompok masih sulit untukmembuat catatan administrasi keuangan. Pengalaman berorganisasi yang relatif minim dariwarga Pasantren selama ini ternyata menjadi kendala yang cukup signifikan bagi Tim dalamproses penguatan kelompok. Saran dari pihak aparat desa sebenarnya merupakan peringatanawal tentang beratnya tantangan yang akan dihadapi Tim di lokasi Sukabumi.Entry point pelaksanaan Kaji Tindak melalui kegiatan pertanian dianggap sudah tepat.Hal ini sesuai dengan agroekosistem lokasi, disamping mayoritas warga adalah petani.Diperkirakan anggota kelompok mampu berupaya meningkatkan pengetahuan <strong>dan</strong>13


keterampilannya dalam berusahatani, khususnya usahatani pepaya, yang menjadi komoditaspilihan kelompok <strong>dan</strong> sesuai dengan perencanaan kegiatan kelompok pada tahun 2005.Berbagai permasalahan dalam mengelola kelompok dialami oleh kelompok tani diDusun Pasantren pada paruh waktu <strong>2007</strong> ini. Tim merasa belum berhasil memberi masukankepada kelompok untuk mewujudkan kelompok yang solid. Kasus penjualan hasil panen yangdikoordinasikan oleh pengurus kelompok tampaknya dinilai kurang transparan oleh sebagianbesar anggota <strong>dan</strong> menuai banyak protes dari anggota. Akhirnya, untuk sementara anggotadibebaskan untuk menjual hasil panen secara individu, sampai ditemukan solusi yangdisepakati semua. Demikian juga dalam menetapkan harga jual saprotan yang disediakan dikios kelompok, beberapa anggota menganggap harga saprotan relatif tinggi. Kejadian seperti inidapat dipan<strong>dan</strong>g sebagai proses pembelajaran bagi kelompok, terutama pengurus, untuk tidakmengulangi kesalahan yang sama di waktu mendatang. Dari pengalaman di atas, terbuktipentingnya a<strong>dan</strong>ya saling percaya (trust) antara pengurus <strong>dan</strong> anggota kelompok. Disampingitu, transparansi dalam mengelola kelompok menjadi keharusan yang harus disadari bersama.Ternyata kelompok binaan tidak secara otomatis menerima saran dari Tim <strong>dan</strong> secaraserta merta melaksanakan saran tersebut, seperti berbagai pengalaman yang telah dialami olehTim. Misalnya, pengurus kelompok kurang konsisten dengan rencana yang sebelumnya sudahdisepakati bersama. Keinginan kelompok untuk memfasilitasi petani selain anggota kelompokdalam hal pinjaman saprotan, ternyata telah menguras modal kelompok, yang pada gilirannyaberakibat macetnya usaha kelompok yang se<strong>dan</strong>g dirintis, yaitu penyediaan saprotan di kiospertanian. Pengurus kelompok yang relatif miskin pengalaman, menjadikan usaha produktifkelompok sebagai “dewa penolong” bagi siapa saja, sehingga melupakan kesepakatan yangtelah digariskan. Pada awalnya pinjaman saprotan hanya diperuntukkan bagi anggota inti, tetapipada akhirnya jumlah peminjam melebihi yang sudah ditentukan. Di sini Tim belajar betapatingginya keinginan kelompok untuk membantu, meskipun kapasitas untuk itu belum dimilikinya.Di masa mendatang hal-hal seperti ini akan terus diingatkan kepada kelompok, agar hal yangsama dapat dihindari.Simpan pinjamMenyediakan modal untuk usaha super mikro di wilayah pedesaan menjadi syarat yangtidak dapat ditawar lagi dalam pemberdayaan masyarakat. Intervensi Tim dalam menyediakanmodal usaha mikro dalam bentuk simpan pinjam mendapat apresiasi yang cukup tinggi darimasyarakat setempat, khususnya ibu-ibu. Baik di lokasi Bogor maupun Sukabumi, ibu-ibu14


anggota simpan pinjam merasa terbantu dengan kegiatan ini, minimal mereka terhindar darirayuan bank keliling yang banyak beroperasi di wilayah pedesaan. Melalui simpan pinjam,kelompok mempuyai asset modal yang dapat digunakan oleh anggota dalam meningkatkanskala usahanya. Selain peran koordinator, kapasitas anggota dalam bekerjasama, sertakedisiplinan anggota dalam mengangsur pinjaman menjadi kunci keberhasilan dari kegiatansimpan pinjam ibu-ibu. Hal ini terbukti dari hasil pemantauan selama ini terhadap beberapakelompok yang difasilitasi Tim. Oleh karena itu, sosialisasi tentang seluk beluk simpan pinjamharus menjadi prioritas awal dalam mengembangkan kegiatan ini. Namun demikian, bukanberarti simpan pinjam tidak menghadapi kendala. Tabel 1 menyajikan data mengenai simpanpinjam yang menunjukkan prospek positif.Tabel 4.11. Rekapitulasi perkembangan i kelompok simpan pinjamdi Sukabumi <strong>dan</strong> Bogor, November <strong>2007</strong>No Lokasi PutarankeModalawal(Rp.1.000)Aset, Nop.<strong>2007</strong>(Rp.1.000)Pinjamanawal(Rp.1.000)Pinjamantertinggi(Rp.1.000)Sukabumi1. RT 1 11 1.500 2.550 100 3002. RT 2 5 2.000 2.915 200 4003. RT 3 4 2.000 2.650 200 200Bogor4. RT 1 10 2.000 5.500 200 6005. RT 2 11 2.000 5.820 200 6006. RT 5 7 2.000 4.556 200 6007. RT 6 6 2.000 4.359 200 400T o t a l 13.500 28.350Manfaat kegiatanSeluruh tim pelaksana kegiatan memperoleh peluang yang tidak terhingga dalammelaksanakan penelitan ini. Tim semakin yakin bahwa tanpa didahului proses persiapan yangmatang <strong>dan</strong> komitmen yang tinggi dari pelaksana, maka semua bentuk pemberdayaan akanberakhir dengan kegagalan. Kaji Tindak juga memberi pelajaran kepada seluruh anggota tim,bahwa sikap ingin dibantu dari kelompok di Pasantren masih sangat dominan. Sikapbergantung pada bantuan dari luar - yang dalam waktu relatif lama pernah menjadi polapembangunan pedesaan - dirasakan menghambat proses kemandirian yang menjadi target darisuatu pemberdayaan.15


Tim Kaji Tindak menganggap keterlibatan pihak Dompet Dhuafa (DD) melalui programpemberdayaan Kampoeng Ternak di lokasi Sukabumi sebagai proses keberlanjutan yang cukuptepat. Kebutuhan akan pupuk kan<strong>dan</strong>g sebagai upaya penghematan dalam usaha tanimemperoleh solusi yang menarik dari pihak DD. Tim menganggap kerja sama dengan pihak DDmerupakan langkah berarti yang diharapkan mampu menunjukkan kepada kelompok bahwatidak semua kegiatan harus diawali dengan modal atau uang dengan jumlah besar, tetapi lebihpada semangat bekerja yang keras. Upaya Tim dalam melakukan pendekatan kepada pihakDD membuahkan hasil dengan ditunjuknya Kelompok Tani Binangkit sebagai kelompok binaanmereka. Dengan kata lain, jalan keluar terhadap suatu permasalahan akan selalu ada kalaudisertai dengan upaya yang tidak kenal menyerah <strong>dan</strong> kerja sama dengan DD menjadi buktiuntuk itu.Berpartisipasi dalam menyediaan tambahan modal usaha bagi ibu-ibu yang memilikiusaha mikro, merupakan upaya strategis dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Sepertidimaklumi, bahwa ketiadaan modal usaha merupakan kendala yang paling sering dikeluhkanoleh masyarakat pedesaan. Kegiatan simpan pinjam yang saat ini telah ada di empat dari enamRT di Dusun Leuwijambe, dimaksudkan untuk membantu ibu-ibu yang memiliki usaha mikro<strong>dan</strong> memperoleh penghasilan secara harian. Disamping itu, simpan pinjam dimaksudkan untukmenyediakan modal usaha yang dikelola kelompok. Modal tsb. dapat digunakan oleh anggotadalam memperluas usaha mikro mereka. Sebelumnya, dalam menambah modal usaha, merekaselalu berhubungan dengan pihak bank keliling yang banyak beroperasi di dusun tsb. Bankkeliling menggunakan kendala kesulitan modal tersebut sebagai peluang untukmengembangkan usaha melalui peminjaman uang. Dengan bunga sekitar 33 persen per bulan,masyarakat sangat terbebani <strong>dan</strong> merasa berat. Tetapi karena tidak ada alternatif sumbermodal yang lain, maka sampai saat ini usaha bank keliling bisa terus berkembang. Oleh karenaiu, simpan pinjam yang digagas oleh Tim sebagai alternatif penyediaan tambahan modal bagipelaku usaha super mikro di pedesaan.Pada suatu tahapan, dampak suatu kegiatan pemberdayaan masyarakat tidakselamanya berupa fisik <strong>dan</strong> finansial, tetapi juga dalam berbagai aspek lainnya, sepertikesadaran untuk bekerja berkelompok, penambahan wawasan, keinginan untuk mewujudkankehidupan yang lebih sejahtera, kemampuan mengemukakan pendapat didepan umum, mampubekerjasama dengan pihak luar dsb. Perbaikan tingkat pendapatan akan mengikuti, kalaukualitas sumber daya manusia setempat menjadi lebih baik <strong>dan</strong> inilah sebenarnya substansidari sebuah pemberdayaan. SDM yang berdaya akan mampu mengidentifikasi potensi yang16


dimliki, mengembangkannya dengan mempertimbangkan berbagai kendala yang ada. Olehkarena itu, pemberdayaan masyarakat partisipatif menjadi jawaban kalau wilayah pedesaandiinginkan untuk berkembang.Suatu kelompok yang dinilai mempunyai kinerja bagus ternyata tidak terlalu sulit untukmemperoleh sumber <strong>dan</strong>a. Pihak Kampung Ternak menilai bahwa kinerja kelompok dalammemelihara domba cukup baik <strong>dan</strong> karena sebagian besar peternak jumlah dombanya sudahdiatas 10 ekor, maka KT mencarikan investor yang bersedia menanamkan uangnya. Kasusyang terjadi di kelompok tani Binangkit adalah digantinya seluruh uang yang telah dialokasikanoleh pihak KT oleh investor, yaitu PT. Tugu Pratama dengan nilai Rp. 82 juta. Dengandemikian, domba yang saat ini dipelihara petani, sebetulnya sudah menjadi milik mereka <strong>dan</strong>oleh KT, domba tersebut dianggap sebagai modal awal untuk menambah pendapatan keluarga.Melalui kegiatan memelihara domba yang jumlahnya minimal 10 ekor per peternak, diharapkankelompok mampu mengelolanya sebagai modal usaha.Kendala dalam pelaksanaan kegiatanSalah satu pilar penting dalam pemberdayaan masyarakat adalah pendampingan.Namun demikian, pendampingan yang intensif kurang bisa dilaksanakan oleh Tim. Hal iniantara lain karena minimnya pengalaman Tim dalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan,disamping alokasi anggaran yang kurang sesuai dengan jenis kegiatan. Mungkin diperlukanmodifikasi tertentu menginagt kegiatan pemberdayaan mempunyai kekhususan tertentu.Kesanggupan Tim untuk melaksanakan kegiatan pemberdayaan selama 3 tahun lebih banyakdipengaruhi oleh keinginan Tim untuk menjaga wibawa unit kerja, meskipun menghadapiberbagai kendala.Tidak semua saran baik dari Tim memperoleh apresiasi positif dari masyarakat,sehingga diperlukan sosialisasi secara tepat sebelum suatu kegiatan dilaksanakan. Misalnya,berkembangnya simpan pinjam di Dusun Pasantren memicu kecemburuan dari KetuaKelompok Tani Binangkit. Rupanya diinginkan agar fasilitasi Tim tidak terbagi untuk kegiatanselain di kelompok tani. Berbagai komentar negatif sempat dilontarkan tentang simpan pinjam,namun ternyata tidak mempunyai bukti <strong>dan</strong> sampai saat laporan ini dipersiapkan, simpanpinjam tersebut masih tetap berlangsung. Menghadapi hal-hal semacam ini diperlukan caracaratertentu, sekaligus menghindari hal-hal yang sifatnya emosional.Untuk lokasi Bogor, ternyata usaha peternakan ruminansia kecil yang banyak digelutioleh masyarakat di Desa Kadumanggu tidak mungkin dikembangkan lebih lanjut dengan alasan17


lokasi tsb. merupakan daerah endemik anthraks. Dalam melaksanakan pembangunanpeternakan, ternyata ada kebijakan yang intinya tidak dibenarkan mengembangkan programpeternakan didaerah yang telah ditetapkan sebagai daerah endemi penyakit tertentu. Dengandemikian, pihak Dinas Peternakan tidak dibenarkan menganggarkan suatu bentuk kegiatan,kecuali yang berkaitan dengan aspek kesehatan hewan. Kenyataan ini akhirnya disikapi Timdengan memfasilitasi pelatihan bagi pemelihara ruminansia kecil (kambing/domba). Pelatihantersebut meliputi teknik-teknik pemeliharaan ternak, termasuk tentang kesehatan hewan,khususnya anthraks, oleh penyuluh dari Dinas Peternakan <strong>dan</strong> Perikanan Kabupaten Bogor,.Target jangka pendek adalah menghindarkan terulangnya kejadian akhir 2004, saat anthraksmenelan korban jiwa manusia. Meskipun secara keseluruhan pelatihan disambut dengan baikoleh masyarakat sebagai bentuk pembelajaran, aplikasi dari hasil pelatihan diperkirakan relativemasih minimal.Kesulitan menciptakan pasar untuk produk kerajinan yang dihasilkan oleh ibu-ibu diDesa Kadumanggu menjadi salah satu kendala penting. Kegiatan membuat kerajinan yangselama ini dipelajari dari Laa Nona Galery di Cikaret, Cibinong, belum mampu memberi dampaksecara finansial. Meskipun keterampilan telah dimiliki, kalau produk kerajinan tersebut tidakdapat dipasarkan dengan mudah, maka manfaatnya masih relatif terbatas. Tampaknya hargaproduk kerajinan masih terlalu mahal bagi masyarakat di Babakan Ma<strong>dan</strong>g. Namun demikian,kalau dilihat dari aspek pemberdayaan perempuan, minimal fasilitasi pembuatan kerajinan telahmampu meningkatkan kepercayaan diri mereka, disamping membuka wawasan ibu-ibu lebihluas. Keterampilan membuat kerajinan membuktikan bahwa melalui pelatihan, mereka mampumemproduksi suatu perlatan rumah tangga dengan kualitas baik. Berpartisipasi dalam berbagaipameran, baik di Bogor maupun di Jakarta telah memberi peluang kepada anggota mengenal“dunia luar”. Peningkatan wawasan ini pada gilirannya akan membuat mereka lebih siapmenangkap kesempatan yang terbuka bagi mereka dikemudian hari.Pada awal Kaji Tindak dilaksanakan, yaitu pada tahun 2005 sempat diwacanakanbahwa lokasi KT akan menjadi laboratorium PSEKP dalam pengembangan masyarakatpedesaan. Sebuah wacana yang perlu diingat kembali relevansinya saat ini, yaitu apakahPSEKP memang memerlukan laboratorium seperti itu, atau mungkin tidak perlu laboratoriumyang terkesan persiapannya lama <strong>dan</strong> mahal, tetapi langsung terjun ke pedesaan. Perludisampaikan bahwa laboratorium diharapkan mampu digunakan sebagai arena uji cobarekayasa pengembangan masyarakat bagi PSEKP, yang menyan<strong>dan</strong>g predikat think tank nyaDeptan dibi<strong>dan</strong>g sosial ekonomi pertanian.18


Melakukan kegiatan pengembangan masyarakat secara langsung melalui partisipasiaktif masyarakat, tampaknya belum banyak menarik perhatian para peneliti PSEKP saat ini.Selain permasalahan pengalaman peneliti yang relatif terbatas dalam melaksanakan <strong>kaji</strong>an<strong>kaji</strong>anyang sifatnya action, sistem insentif yang berlaku untuk jenis-jenis kegiatan yang sifatnyaaction tersebut ternyata tidak cukup menjadi daya tarik bagi peneliti. Sebaliknya, <strong>kaji</strong>an-<strong>kaji</strong>anyang sifatnya ektraktif, yaitu pengumpulan data di lapang ternyata lebih menjanjikan, baik darisegi beban kerja, maupun besarnya insentif. Oleh karena itu, kalau dimasa mendatang PSEKPmenginginkan penelitinya terlibat dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat, minimal perludipikirkan dua hal, yaitu kesiapan peneliti <strong>dan</strong> dukungan <strong>dan</strong>a yang sistem administrasinyadibedakan dengan penelitian konvensional selama ini. Kesiapan peneliti dapat ditanggulangimelalui pelatihan dari lembaga pelatihan yang telah teruji.V. DAFTAR PUSTAKAAna, B.R. 2001. Sintesa Model Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus Proyek P4K, KUM,P2LK, PHT, KUF <strong>dan</strong> DELIVERI). Dalam : Pembangunan Pertanian MelaluiPemberdayaan Masyarakat Desa. Bina Swadaya <strong>dan</strong> DFID, Jakarta.Bapemdes Kabupaten Sukabumi. 2005. Laporan Pelaksanaan Program PenembanganKecamatan (PPK) Kabupaten Sukabumi. Ba<strong>dan</strong> Pemberdayaan Masyarakat <strong>dan</strong> Desa.Sukabumi.Basuno, E., R.N. Suhaeti, S., Wahyuni, R.S. Rivai, T. Pranaji, G.S. Budhi, <strong>dan</strong> M. Iqbal. 2005.Kaji Tindak (Action Research) Pemberdayaan Masyarakat di Wilayah Tertinggal. <strong>Pusat</strong>Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan <strong>Sosial</strong> <strong>Ekonomi</strong> Pertanian. Bogor.Bunch, R. 2001. Dua Tongkol Jagung. Yayasan Obor. Jakarta.Johnston, M. 1982. The Labirinth of Community Participation : Experience Indonesia.Community Development Journal, 17(3), 202-207.Silitonga, C., D.J. Rachbini, M.H. Sawit, <strong>dan</strong> A. Pakpahan. 1995. Peringatan 25 TahunPERHEPI : Perkembangan <strong>Ekonomi</strong> Pertanian Nasional, 1969-1994. Perhimpunan<strong>Ekonomi</strong> Pertanian Indonesia (PERHEPI). Jakarta.Sumpeno, W. 2004. Sekolah Masyarakat: Menerapkan Rapid Training Design DalamMembangun Kapasitas. CRS, Jakarta.SYGAP. 1991. Science and Technology for Development. Field Report in the Districts ofKarawang, Jombang and Wonogiri. Soybean Yield Gap Analysis Project, ESCAPCGPRT Centre. Bogor.19

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!