01.12.2012 Views

4 5 6 - Trubus Online

4 5 6 - Trubus Online

4 5 6 - Trubus Online

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

“Tarikan mesin jadi lebih ringan. Saya akan<br />

terus memakai bioetanol,” kata H. Sapari, pemilik<br />

angkot. Sejak November 2007, ia melanggani<br />

bioetanol untuk bahan bakar 3 angkotnya jurusan<br />

Cidahu—Cicurug, keduanya di Kabupaten Sukabumi.<br />

Setiap angkot menghabiskan 25 liter bahan<br />

bakar E10 per hari. Bioetanol yang digunakan oleh<br />

Sapari dan pemilik angkot lain itu berbahan baku<br />

singkong dan molase alias limbah tetes tebu.<br />

Skala rumahan<br />

Menurut Winandar biaya untuk memproduksi<br />

seliter bioetanol berbahan baku singkong berkisar<br />

Rp3.400—Rp4.000. Satu liter bioetanol terbuat dari<br />

energi<br />

6,5 kg singkong atau 2 kg molase. Setahun terakhir<br />

popularitas bioetanol alias etanol yang diproses<br />

dari tumbuhan memang meningkat. Bersamaan<br />

dengan tren itu, bermunculan produsen bioetanol<br />

skala rumahan. Untuk memproduksi bioetanol tak<br />

perlu lahan luas, di teras rumah pun bisa.<br />

Sekadar menyebut beberapa contoh produsen<br />

bioetanol skala rumahan adalah Sidik Omar di<br />

Depok, Jawa Barat, Himawan (Cilegon, Banten),<br />

Soelaiman Budi Sunarto (Karanganyar, Jawa<br />

Tengah), Johan Susilo (Balikpapan, Kalimantan<br />

Timur) Edmond Mononutu (Minhasa Selatan), dan<br />

Andreas Gabriel Hartoyo (Lampung). Menyebut<br />

bioetanol berarti juga harus menoleh ke Bekonang,<br />

Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.<br />

TRUBUS EDISI KHUSUS HUT KE-63 RI 41

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!