Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
“Saya sudah lakukan analisis terhadap<br />
sepak bola Indonesia dan kami akan<br />
melakukan serangkaian program<br />
agar pemain bisa mengeluarkan kemampuannya<br />
dengan maksimal. Kami<br />
akan tingkatkan teknik, mental, dan<br />
fisik. Inilah yang dibutuhkan Indonesia<br />
saat ini,” ujarnya dalam konferensi<br />
pers di Jakarta, Kamis (9/2).<br />
Ketiga faktor yang dirujuk Milla<br />
(teknik, mental, dan fisik) sejatinya hal<br />
yang paling dasar dalam sepak bola.<br />
Pelatih timnas semestinya bertugas<br />
untuk meramu<br />
taktik<br />
dan filosofi bermain, bukan justru disibukkan<br />
mengurusi tiga hal ini.<br />
BERKACA PADA PIALA AFF 2016<br />
Publik boleh sedikit berbangga<br />
menengok perjuangan Timnas Indonesia<br />
di Piala AFF 2016. Maklum,<br />
dengan segala polemik yang melanda,<br />
skuat Garuda sukses menembus<br />
final pesta sepak bola Asia Tenggara.<br />
Namun, dewi fortuna tak mampu<br />
lagi menolong Indonesia ketika harus<br />
bertemu Thailand di final. Tim Merah<br />
Putih kalah segalanya dari Thailand<br />
dan harus menyerah dengan agregat<br />
3-4. Semangat juang dan keberuntungan<br />
saja tak cukup melawan<br />
Thailand yang mulai mampu<br />
menerapkan gaya tiki-taka ala<br />
Kiatisuk Senamuang. Tim Gajah<br />
Perang tampil agresif sepanjang<br />
90 menit tanpa berkutat dengan<br />
persoalan stamina yang masih<br />
jadi penyakit Indonesia. Semua<br />
pemain bergerak dinamis seakan<br />
tak kenal lelah untuk mengalirkan<br />
bola dari segala arah.<br />
Sebaliknya para penggawa Indonesia,<br />
termasuk kapten Boaz<br />
Solossa tampak kelelahan meladeni<br />
permainan dinamis Thailand. Gelandang<br />
serang Stefano Lilipaly juga<br />
lebih banyak berlarian mencari bola.<br />
Performa gelandang muda berbakat<br />
Indonesia yang meroket di Timnas<br />
U-19, Evan Dimas Darmono, juga<br />
memprihatinkan. Ia tak mampu tampil<br />
maksimal di sepanjang turnamen<br />
karena persoalan kebugaran.<br />
Pelatih Alfred Riedl pernah<br />
menurunkan Evan sebagai starter di<br />
fase grup melawan Filipina. Namun,<br />
hasilnya mengecewakan. Staminanya<br />
jeblok. Ia bahkan kesulitan membantu<br />
pertahanan di wilayahnya sendiri.<br />
Evan adalah pemain muda berbakat<br />
yang punya intuisi memainkan<br />
gaya tiki-taka. Gelandang 21 tahun<br />
itu punya teknik dan intelegensia<br />
cukup mumpuni sebagai pengatur<br />
ritme permainan di lini tengah.<br />
Maklum, ia pernah digembleng<br />
pelatih Indonesia U-19, Indra Sjafri,<br />
yang juga mengadopsi tiki-taka dan<br />
sukses menjuarai Piala AFF U-19<br />
pada 2013. Indra kala itu mempopulerkan<br />
istilah Pepepa atau pendekpendek-panjang.<br />
Namun, pola makan yang tak<br />
tak disiplin mulai memengaruhi<br />
daya tahan tubuhnya di lapangan.<br />
Tak heran jika Riedl pada akhirnya<br />
lebih sering memarkirnya di bangku<br />
cadangan. Riedl mengakui Evan<br />
Dimas sangat bagus secara teknik<br />
dan taktikal, tapi ia tak memiliki<br />
stamina yang ideal. Inilah yang<br />
menjadi pekerjaan rumah terbesar<br />
sepak bola Indonesia jika ingin mengadopsi<br />
tiki-taka. Selain persoalan<br />
kecerdasan, Milla harus menghadapi<br />
pemain yang staminanya<br />
masih di bawah standar.<br />
Saya jadi teringat kutipan<br />
Cruyff yang melegenda, “Sepak<br />
bola adalah permainan sederhana.<br />
Tapi, memainkan sepak bola<br />
yang sederhana sangat sulit.”<br />
Di atas kertas, memainkan<br />
umpan-umpan pendek secara<br />
cepat memang terdengar<br />
sederhana. Tapi justru kesederhaan<br />
itulah yang akan<br />
menjadi tantangan terbesar<br />
Milla bersama Indonesia.<br />
Selain merebut emas tentunya.<br />
(budianta)<br />
FEBRUARI 2017<br />
SPORT NEWS<br />
17