FUSE#2
FUSE is a bi-annual publication that documents the projects at Dance Nucleus .
FUSE is a bi-annual publication that documents the projects at Dance Nucleus .
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Element#2<br />
BAHASA KOREOGRAFI<br />
Proses “Bahasa<br />
Koreografi”<br />
oleh Ayu Permata<br />
Setelah mengenal beberapa karya dari setiap peserta, kami<br />
memfokuskan kepada karya yang akan kami presentasikan di<br />
Dance Nucleus. Satu-persatu menjelaskan tentang<br />
asal-muasal kenapa kami memilih konsep tersebut untuk<br />
berproses dan saya menjelaskan karya yang sedang saya<br />
geluti sejak awal tahun 2018 yaitu penubuhan gerak penonton<br />
dangdut. Saya sendiri memiliki kegelisahan tentang konsep<br />
“menari dengan hati”. Banyak orang yang mengatakan<br />
“menarilah dengan hati”, namun seperti apa kedalaman menari<br />
dengan hati tersebut? Saya bertanya-tanya pada diri saya<br />
sendiri, apakah saya sudah menari dengan hati atau hanya<br />
dengan pikiran. Selain kalimat “menari dengan hati” saya juga<br />
memiliki kegelisahan dengan pembendaharaan gerak yang<br />
ada di dalam tubuh saya. Saya merasa bosan dengan<br />
ketubuhan tari yang saya miliki, sehingga saya membutuhkan<br />
asupan yang lain untuk perbendaharaan gerak pada tubuh<br />
saya sendiri. Dua kegelisahan saya tersebut saya temui di<br />
penonton dangdut. Dangdut adalah musik pop khas Indonesia<br />
yang merupakan akulturasi dari budaya Arab, India dan<br />
Melayu. (Akan saya cantumkan bagan di halaman akhir untuk<br />
proses saya menemukan konsep ini.)<br />
Konsep karya dangdut tersebut saya tandai dengan istilah<br />
ruang antara. M,endengar penjelasan tersebut, Amin<br />
memberitahu saya tentang konsep liminalitas. Sejak itu saya<br />
mencari arti dari kata liminalitas dan bagaimana “proses” dari<br />
liminalitas itu sendiri. Karya yang akan saya presentasikan ini<br />
saya beri judul TubuhDang TubuhDut. Karya ini sudah pernah<br />
di presentaskan di festival Jejak Tabi Exchange: Wandering<br />
Contemporary Asian Performance, di Yogyakarta bulan Juli<br />
2018. Saya mencoba menceritakan alur dan pemanggungan<br />
karya ini. Untuk bagian awal saya menggunakan video<br />
sabagai pengantar, namun banyak pertanyaan muncul seperti<br />
seberapa penting video itu diadakan. Helly dan Alfian<br />
menegaskan tentang penonton karya TubuhDang TubuhDut,<br />
sejauh mana penonton karya TubuhDang-TubuhDut<br />
mengakses dangdut, dan ditanyakan ulang kepada diri sendiri<br />
(saya) niatnya apa dalam menciptakan karya ini.<br />
Terdapat waktu satu minggu sebelum hari presentasi yaitu tanggal<br />
21-22 september 2018. Pada tanggal 15-20 September 2018 kami<br />
para peserta berproses secara mandiri. Pada awalnya saya<br />
menggunakan studio untuk proses latihan, namun pada hari terakhir<br />
pertemuan tanggal 14 September 2018, saya mengubah konsep<br />
latihan saya dari dalam studio ke ruang publik seperti MRT, Mall,<br />
Pusat berbelanja seperti Bugis, pinggir jalan atau di persimpangan<br />
jalan/area lampu tanda lalu lintas. Meskipun cukup susah meminta<br />
izin untuk menari dengan petugas keamanan setempat. Sesekali<br />
waktu saya pun menari sendiri tanpa meminta izin atau istilah lainnya<br />
“tembak tempat” namun saya melihat terlebih dahulu kawasannya,<br />
apakah aman atau tidak untuk saya menari, karena takut ditangkap<br />
polisi yang mungkin berpikir bahwa saya orang gila. Saya melatih<br />
kepercayaan diri saya dalam bergerak di ruang publik.. Gerak-gerak<br />
penonton dangdut yang cukup terlihat memalukan sering kali<br />
membuat saya kurang percaya diri untuk bergerak, sehingga saya<br />
harus melatih kepercayaan diri saya di ruang publik.<br />
Tanggal 21-22 September 2018 presentasi Dance Nucleus di<br />
laksanakan. Tidak hanya kami berempat yang mempresentasikan<br />
karya, tetapi juga seniman-seniman lainnya yang juga presentasi<br />
pada hari tersebut. Presentasi karya TubuhDang TubuhDut<br />
memdapat nomor urut kedua di hari pertama tanggal 21 September<br />
2018. Pengalaman yang berbeda ketika saya mementaskan karya ini<br />
di Yogyakarta sebelumnya. Di Yogyakarta semua penonton yang<br />
hadir 90% mengetahui Dangdut, sehingga suasana pementasan cair<br />
dan semua orang tau konteks yang sedang dituju. Berbeda dengan<br />
di Singapura dimana penonton tidak mengetahui apa itu dangdut<br />
sehingga cukup sulit menyerap energi penonton meskipun ada satu<br />
orang yang ikut bergoyang. Pengalaman penonton pada presentasi<br />
di Dance Nucleus ini, mereka menginterpretasikan saya memiliki<br />
ruang sendiri dalam menikmati musik dan mereka takut<br />
mengganggunya meskipun mereka ingin ikut bergabung serta<br />
interpretasi tentang ketidakpedulian dengan sekitar. Daniel Kok<br />
menegaskan kepada saya, bagaimana membuat penonton<br />
mengetahui bahwa ini adalah soal penubuhan. Pekerjaan rumah<br />
bagi saya dalam mencari sebuah pengantar yang tepat untuk<br />
memulai pertunjukan karya ini<br />
33 34