Hal 46-55 - Badan Pemeriksa Keuangan
Hal 46-55 - Badan Pemeriksa Keuangan
Hal 46-55 - Badan Pemeriksa Keuangan
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
PROFESI<br />
EksIstEnsI profesi penilai<br />
sepertinya bakal makin jelas<br />
tahun ini. Pasalnya, jika tidak<br />
ada aral melintang, Rancangan<br />
Undang-undang Penilai akan<br />
diajukan ke DPR oleh pihak kementerian<br />
keuangan sebagai usulan dari<br />
Pemerintah.<br />
Ada tiga institusi yang terlibat<br />
dalam penyusunan draf RUU Penilai.<br />
Yakni Pusat Pembinaan Akuntan<br />
dan Jasa Penilai, Direktorat Jenderal<br />
Pajak, dan Direktorat Jenderal kekayaan<br />
negara.<br />
Menurut kepala Pusat Pembinaan<br />
Akuntan dan Jasa Penilai kemenkeu<br />
Langgeng subur, untuk mengatur<br />
profesi penilai sebagai sebuah sistem<br />
yang baik dibutuhkan landasan hukum<br />
yang kuat. Dia membandingkan<br />
di beberapa negara, seperti Amerika<br />
serikat, Australia, dan Malaysia.<br />
Profesi jasa penilai diatur dengan<br />
peraturan setingkat UU. Dengan begitu,<br />
sangat penting untuk mengembangkan<br />
profesi jasa penilai. Apalagi,<br />
profesi ini mengambil peranan penting<br />
dalam kegiatan perekonomian<br />
negara.<br />
Langgeng mengharapkan regulasi<br />
setingkat UU ini dapat menempatkan<br />
profesi ini dengan sebenarnya. Para<br />
pengguna jasa dan masyarakat secara<br />
umum dapat memperoleh perlindungan<br />
dan kepastian hukum.<br />
<strong>Hal</strong> ini diperlukan karena profesi<br />
jasa penilai memiliki banyak<br />
persinggungan dengan kepentingan<br />
masyarakat. Misalnya, kepentingan<br />
pemegang saham atas nilai kekayaan<br />
suatu badan usaha, kepentingan<br />
masyarakat terhadap nilai ganti rugi<br />
atas tanah dan bangunan yang diambil<br />
alih untuk kepentingan umum,<br />
kepentingan individu akan nilai pajak<br />
properti, dan kepentingan investor<br />
atas nilai properti yang dijadikan underlying<br />
assets bagi pengajuan pinjaman<br />
ke bank.<br />
Untuk itu lanjutnya, penyusunan<br />
RUU Penilai harus memperhatikan<br />
segala kepentingan yang berkaitan<br />
dengan praktek penilaian. Dengan<br />
demikian ruang lingkup kegiatan<br />
Menanti Payung Hukum<br />
Profesi Penilai<br />
Untuk mengatur profesi penilai dibutuhkan landasan hukum yang kuat.<br />
Kementerian <strong>Keuangan</strong> sudah mengajukan RUU Penilai ke DPR. Kepastian<br />
hukum dan eksistensi penilai menjadi harapan.<br />
Kepala Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai Kemenkeu Langgeng Subur<br />
yang diatur dalam RUU itu tidak hanya<br />
terbatas pada penilaian atas<br />
obyek tanah atau bangunan (properti),<br />
akan tetapi juga obyek-obyek lain.<br />
selain itu, dengan adanya RUU<br />
Penilai diharapkan dapat menjadi payung<br />
hukum yang mencakup semua<br />
jenis kepentingan dan profesi penilai<br />
di Indonesia serta tidak ada lagi<br />
mengkotak-kotakkan profesi ini.<br />
saat ini, RUU Penilai sedang dirumuskan<br />
oleh Direktorat Jenderal<br />
kekayaan negara (DJkn), dan diharapkan<br />
dapat dimasukkan ke DPR<br />
pada awal tahun depan.<br />
ketua Umum Masyarakat Penilai<br />
Indonesia Yusuf Hamid menjelaskan<br />
profesi jasa penilai membutuhkan payung<br />
hukum berupa UU. tujuannya,<br />
agar ada standardisasi dan penyatuan<br />
kelompok profesi penilai sehingga<br />
memudahkan tugas penilaian.<br />
Pasalnya, tambahnya, profesi penilai<br />
tidak mungkin berjalan dengan<br />
baik tanpa payung hukum. Oleh karena<br />
itu, dia meminta agar peme rintah<br />
dan DPR segera melahirkan UU Penilai.<br />
Dia menjelaskan ketika perekonomian<br />
Indonesia melaju dengan pertumbuhan<br />
6,40% hingga Maret 2011,<br />
keberadaan payung hukum Penilai<br />
Publik dalam bentuk UU sangat vital.<br />
Jika tidak diatur, bagaimana hasil penilaian<br />
itu dipertangungjawabkan di<br />
depan publik.<br />
Yusuf menambahkan keberadaan<br />
UU itu menjadi lebih penting karena<br />
<strong>46</strong> MEI 2011<br />
Warta BPK<br />
istimewa
tahun depan, dunia akuntansi Indonesia<br />
telah menggunakan sistem fair<br />
value, dengan diterapkannya IFRs (International<br />
Financial Reportir Standar)<br />
yang dalam laporan keuangannya<br />
wajib dilakukan penilaian.<br />
selama ini sektor-sektor yang sangat<br />
erat dengan penilaian adalah<br />
perbankan dan pasar modal. Dalam<br />
dunia perbankan, pentingnya peranan<br />
penilai publik berkaitan dengan<br />
nilai agunan debitur. Demikian pula<br />
di pasar modal tak bisa lepas dari kegiatan<br />
penilaian.<br />
selama ini, lanjutnya, terdapat<br />
dua kategori penilai berpraktek sehari-hari.<br />
Penilai pemerintahan yang<br />
menaksir kekayaan negara dan penilai<br />
swasta yang menaksir nilai aset<br />
nonpemerintah. Penilai sektor privat,<br />
yang tergabung dalam organisasi<br />
Masyarakat Profesi Penilai Indonesia<br />
(Mappi) jumlahnya sekitar 2.000<br />
orang. namun, dari jumlah itu baru<br />
316 yang sudah mengantongi izin<br />
dari kementerian keuangan.<br />
Oleh karena itu, Yusuf menegaskan<br />
pentingnya pengesahan segera<br />
RUU Penilaian. Menurut dia, UU harus<br />
memuat klausul pembentukan<br />
Dewan standar Penilai. Dewan ini<br />
merupakan gabungan profesi penilai<br />
pemerintah dan swasta. kewenangan<br />
Dewan adalah membuat kriteria penilaian<br />
dan sertifikasi penilai.<br />
Hasil sertifikasi penilai ini direkomendasi<br />
kepada Menteri keuangan<br />
untuk disahkan. Untuk itu, Mappi<br />
meminta RUU mengatur persyaratan<br />
minimum seorang dapat menjadi penilai<br />
secara profesional<br />
Yusuf juga menyoroti masalah<br />
akses penilai kepada pemilik aset.<br />
Pasalnya, saat ini tidak ada aturan<br />
hukum yang dapat membuat penilai<br />
memaksakan tindakan penilaian. Jika<br />
pemilik aset menolak diperiksa atau<br />
memberi data, proses penilaian pun<br />
batal dilakukan.<br />
“ternyata banyak pihak yang asetnya<br />
tidak ada apa-apa alias bodong.<br />
Itu yang menyebabkan kerugian bank<br />
selama ini,” jelasnya.<br />
Jadi, dia berharap RUU Penilai<br />
Warta BPK<br />
nantinya bisa mengatur sanksi bagi<br />
pemilik aset yang menolak diperiksa.<br />
Validitas Penilaian<br />
Pendapat serupa jug dilontarkan<br />
anggota komisi keuangan DPR Ahsanul<br />
Qosasi. Dia meminta Pemerintah<br />
memperhatikan dengan cermat setiap<br />
aspek profesi penilai dalam RUU<br />
Ketua Umum Masyarakat Penilai Indonesia Yusuf Hamid<br />
itu.<br />
Mantan praktisi perbankan ini<br />
juga mengingatkan pentingnya validitas<br />
hasil penilaian. sebab, hasil<br />
penilaian mempengaruhi banyak hal<br />
berkaitan erat dengan kepentingan<br />
rakyat. Misalnya, keinginan pemilik<br />
modal untuk menambah saham<br />
di bank, juga melihat hasil penilaian<br />
tersebut.<br />
Ahsanul meminta tim penyusun<br />
RUU memikirkan mekanisme sanksi<br />
bagi penilai jika hasil penilaiannya<br />
tidak benar. “termasuk kemungkinan<br />
sanksi pidana meski ini akan menjadi<br />
perdebatan panjang,” katanya.<br />
Dekan Fakultas Universitas Indonesia<br />
Firmanzah juga memandang<br />
betapa pentingnya Penilai dipayungi<br />
dengan UU. Apalagi, setelah peristiwa<br />
IPO (Initial Public Offering) krakatau<br />
steel beberapa waktu lalu, yang<br />
kabarnya terjadi dugaan adanya penghilangan<br />
aset negara. namun, persoalan<br />
tersebut hingga kini belum diketahui<br />
berapa nilainya dan bagaimana<br />
mekanisme penghilangannya, termasuk<br />
apakah benar<br />
terjadi penghilangan<br />
aset. kalau pun itu<br />
memang benar terjadi,<br />
berdasarkan apa<br />
penilaiannya.<br />
seperti diketahui,<br />
profesi penilai<br />
pertama kali diatur<br />
dengan keputusan<br />
Menteri keungan<br />
nomor 1.677/1976<br />
tentang Penilaian<br />
kembali Aktiva tetap<br />
Perusahaan Perseroan<br />
terbatas dalam<br />
Rangka Penjualan<br />
saham-sahamnya di<br />
Pasar Modal.<br />
s e l a n j u t n y a<br />
pada 1977, terbit<br />
keputusan Menteri<br />
Perdagangan nomor<br />
161/1977 tentang<br />
ketentuan Perizinan<br />
Usaha Penilai. Bleid<br />
ini menjadi awal payung<br />
hukum beroperasinya perusahaan<br />
penilai di Indonesia.<br />
selanjutnya pada 1996, terbit<br />
keputusan Menteri keuangan no. 57/<br />
1996 tentang Jasa Penilai. keputusan<br />
Menkeu ini mengatur mengenai izin<br />
penilai yang melekat pada pribadi<br />
dan penilai harus bersertifikat.<br />
Pada 2002 kembali terbit keputusan<br />
Menteri Perindustrian dan<br />
Perdagangan no. 594/2002 tentang<br />
ketentuan Perizinan Usaha Jasa Penilai.<br />
namun, kini para penilai patut<br />
bersyukur. sebab, berbagai lembaga<br />
negara tengah menyusun draf RUU<br />
Penilai. Diharapkan, tahun ini sudah<br />
masuk program legislasi nasional<br />
DPR. bw<br />
istimewa<br />
MEI 2011<br />
47
ROAD TO WTP<br />
DEngan bekal sejumlah<br />
prestasi yang telah dicapai<br />
di antaranya sebagai kabupaten<br />
dengan Indeks Pembangunan<br />
Manusia (IPM) tertinggi<br />
dan PDRB yang terus meningkat,<br />
Sleman bertekad menjadi kabupaten<br />
yang terbaik. Kini Pemkab Sleman<br />
terus berupaya mengembangkan<br />
pembangunan di berbagai sektor<br />
demi kemajuan dan peningkatan kesejahteraan<br />
masyarakat.<br />
Bila dilihat dari data keuangan secara<br />
keseluruhan, hingga 2009 masih<br />
terjadi defisit. Namun, jika dicermati<br />
lagi, dari tahun ke tahun menunjukkan<br />
tren yang membaik. Sangat wajar<br />
bila akhirnya BPK, sejak 2008,<br />
memberikan Opini WDP (Wajar Dengan<br />
Pengecualian) terhadap laporan<br />
keuangan Kabupaten Sleman.<br />
Berdasarkan data BPK, pendapatan<br />
Kabupaten Sleman pada 2009<br />
mencapai Rp9<strong>46</strong>,48 miliar, atau meningkat<br />
14,72% dibandingkan dengan<br />
tahun sebelumnya Rp825,00<br />
miliar. Sumbangan peningkatan<br />
tertinggi berasal dari pendapatan<br />
asli daerah (PaD) yang meningkat<br />
31,73%, yaitu dari Rp120,66 miliar<br />
menjadi Rp140,63 miliar.<br />
Meskipun secara proposional<br />
dana perimbangan tetap menjadi<br />
sumber pendapatan daerah terbesar,<br />
akan tetapi dari tahun ke tahun terjadi<br />
kecenderungan semakin menurun,<br />
dari 79,33% pada 2004 menjadi<br />
72,79% untuk 2009. Sebaliknya, pada<br />
periode yang sama porsi PaD terhadap<br />
pendapatan daerah semakin meningkat<br />
yaitu dari 12,25% menjadi<br />
14,86%.<br />
Sementara itu, realisasi belanja<br />
pada 2009 mencapai Rp906,61<br />
miliar. Terdiri dari belanja operasi<br />
sebesar Rp770,76 miliar, dan belanja<br />
modal Rp98,39 miliar, dan belanja<br />
transfer Rp37,15 miliar . Realisasi<br />
belanja ini naik 20,54% dari tahun<br />
sebelumnya Rp752,11 miliar.<br />
Di aPBD 2010, pendapatan Kabupaten<br />
Sleman mencapai Rp1,096<br />
triliun dengan total belanja sebesar<br />
Rp1,244 triliun sehingga terjadi de<br />
Sleman Terus Kerja<br />
Keras Capai WTP<br />
Meski tahun lalu sejumlah wilayah di Kabupaten Sleman terkena<br />
dampak erupsi Gunung Merapi, akan tetapi Bupati Sleman Sri<br />
Purnomo tetap optimistis mampu menjadi salah satu kabupaten<br />
termaju di seluruh Indonesia.<br />
Bupati Sleman, Sri Purnomo<br />
fisit sebesar Rp147,387 miliar.<br />
Sehubungan dengan adanya nota<br />
kesepahaman antara Pemprov,<br />
Pemkab/Kota Daerah Istimewa Yogyakarta<br />
dengan BPK, Sri Purnomo<br />
mendukung sepenuhnya. Menurut<br />
dia, kerja sama itu akan semakin<br />
memperjelas hubungan Pemkab Sleman<br />
dengan BPK.<br />
Bahkan, tambahnya, jauhjauh<br />
hari Pemkab Sleman sebenarnya memang<br />
telah berusaha mempersiapkan<br />
semua sarana, termasuk sumber daya<br />
manusia (SDM), yang intinya sejalan<br />
dengan isi MoU dengan BPK itu.<br />
Dia mencontohkan beberapa tahun<br />
ini pihaknya secara tepat waktu<br />
selalu menyiapkan dengan sebaik<br />
baiknya dan sesempurna mungkin<br />
laporan keuangan. Bahkan, selain<br />
menyangkut masalah pelaporan<br />
keuangan, juga selalu melaporkan<br />
masalah kelembagaan serta perubahan<br />
mindset birokrasi.<br />
“Seperti juga yang telah dilakukan<br />
oleh Pemprov DIY, yang pertamatama<br />
kami persiapkan adalah SDM,”<br />
jelas Sri Purnomo yang didampingi<br />
wakilnya Yuni Setia Rahayu belum<br />
lama ini.<br />
<strong>Hal</strong> ini penting karena SDM merupakan<br />
salah satu kunci keberhasilan.<br />
Oleh karena itu, tambahnya, dari waktu<br />
ke waktu pihaknya selalu mempersiapkan<br />
SDM agar mumpuni sehingga<br />
tidak tertinggal dari perkembangan<br />
48 MEI 2011<br />
Warta BPK<br />
warta bpk-rianto
pemerintah pusat maupun dari daerah<br />
lain.<br />
Dalam hal eaudit, Pemkab Sleman<br />
juga terus menerus menggenjot<br />
tenaga TI serta menyiapkan perang<br />
katnya. Bahkan, belakangan ini<br />
Pemkab Sleman mengirimkan beberapa<br />
tenaga TI mempelajari masalah<br />
jaringan, termasuk mendorong sejumlah<br />
karyawan agar mengambil<br />
jenjang pendidikan S2, karena Pemkab<br />
Sleman meyakini untuk ke depannya<br />
masalah TI akan menjadi tulang<br />
punggung pemerintahan.<br />
“Dalam hal peningkatan SDM<br />
kami juga telah merekrut para sarjana<br />
akuntansi, terutama yang penguasaan<br />
komputernya mumpuni agar<br />
si ner gi dengan BPK atau dengan instansi<br />
lain semakin lancar,” katanya.<br />
Kendala SDM dan Aset<br />
namun, Sri Purnomo mengakui<br />
pengembang semua itu membutuhkan<br />
dana yang tidak sedikit. Selain<br />
mempersiapkan SDM yang mumpuni,<br />
pihaknya juga harus menyiapkan anggaran<br />
yang tidak sedikit untuk mengup<br />
grade peralatan yang ada serta<br />
memberikan proteksi yang memadai,<br />
mengingat data ini sangat penting tapi<br />
rentan.<br />
Menyinggung kewenangan BPK<br />
di bidang pengawasan, Sri Purnomo<br />
menegaskan belakangan ini Pemkab<br />
Sleman selalu mendapat bimbingan<br />
dari BPK, termasuk BPK pusat.<br />
“Di lingkungan kantor, penekanan<br />
disiplin ada tiga yaitu waktu, pekerjaan,<br />
dan anggaran. Dengan demikian<br />
anggaran yang kita keluarkan itu<br />
benarbenar anggaran yang berbasis<br />
kinerja. Pelaporan yang kita susun juga<br />
harus sesuai dengan aturan yang telah<br />
ditetapkan sehingga pada saat hasil<br />
kinerja kita itu dilaporkan ke publik<br />
dan media, kita sudah siap dan dapat<br />
melakukan semua itu dengan baik,”<br />
ujarnya.<br />
Dia yakin dengan kerja keras yang<br />
sudah dilakukan selama ini Sleman<br />
pasti mendapatkan opini WTP.<br />
Kendala lain yang selama ini sering<br />
menjadi catatan BPK, secara terus te<br />
Warta BPK<br />
rang Sri Purnomo menunjuk masalah<br />
aset. Sekalipun sejak 5 tahun yang lalu<br />
pembenahan perhitungan aset negara<br />
di mulai, tapi hal ini masih sering menjadi<br />
kendala .<br />
Sri Purnomo mengaku setiap tahun<br />
memperbaiki laporan tentang aset<br />
dengan mencari dan mengumpulkan<br />
dokumen pendukung sehingga asetaset<br />
yang ditemukan itu benarbenar<br />
murni menjadi milik Sleman. Hasilnya,<br />
setiap tahun pasti ada temuan sehingga<br />
pelaporan keuangannya terus<br />
membaik.<br />
Dia juga mengakui kendala lain<br />
yang sering terjadi adalah adanya perbedaan<br />
penafsiran. namun, hal itu selalu<br />
bisa diatasi dengan cara mendiskusikan<br />
dengan BPK dan mengurai<br />
persoalan itu sampai sejelasjelasnya.<br />
Sebagai pelaku lapangan yang<br />
mengerjakan dari a sampai Z, terkadang<br />
pihaknya merasa apa yang<br />
dilakukan sudah sesuai dengan aturan.<br />
namun, BPK menganggap belum sepe<br />
nuhnya benar. Bila terjadi seperti ini<br />
pemecahannya dapat dibawa ke dinas<br />
yang muaranya ke inspektorat, BPKP,<br />
dan juga dikonsultasikan ke BPK .<br />
“Jadi salah satu kuncinya adalah<br />
diskusi. Dengan adanya MOU ini kami<br />
akan selalu selalu berkonsultasi dan<br />
Usai penandatanganan nota kesepahaman antara BPK dengan<br />
Pemda se-provinsi DIY.<br />
bekerjasama dengan BPK untuk mencari<br />
pemecahan agar cara menghitungnya<br />
sama dan sesuai dengan peraturan.”<br />
apakah bencana yang sering menimpa<br />
Sleman tidak menjadi kendala<br />
tersendiri? “Bencana alam ini bukan<br />
kita yang meminta dan kita juga tidak<br />
dapat menolaknya. antisipasi memang<br />
selalu dilakukan. namun, tetap saja<br />
ada kerugian yang semuanya harus<br />
kita pertanggungjawabkan dengan<br />
baik,” katanya.<br />
Cara mengatasinya adalah setiap<br />
ada bencana pihaknya segera turun<br />
ke lapangan untuk menginventarisir<br />
kerusakan dan kerugian. Selajutnya<br />
dilaporkan ke Pemerintah Pusat, dinas/departemen<br />
terkait, termasuk<br />
ke BPK.<br />
“Seperti pada 2006, terjadi gempa<br />
besar di Yogyakarta Selatan. Wilayah<br />
kita yang benarbenar mengalami<br />
kerusakan ada di dua kecamatan. Di<br />
Kalasan, setengah wilayah kita luluh<br />
lantak. Di Depok, seperempat wilayah<br />
hancur. Karena sejak awal kita sudah<br />
berkoordinasi dengan BPK, sehingga<br />
bisa ikut langsung mengawasi dan<br />
semua laporan keuangan bisa kami<br />
pertanggungjawabkan secara benar<br />
dan tepat,” jelasnya. bD<br />
MEI 2011<br />
49<br />
warta bpk-rianto
BPK DAERAH<br />
BPK Provinsi Daerah Istimewa<br />
Yogyakarta merupakan perwakilan<br />
pertama dan tertua<br />
di Indonesia. Oleh karena itu, seiring<br />
sejarah perjalanan BPK, perwakilan<br />
ini mengalami perubahan peranan,<br />
nama, serta jumlah entitas yang menjadi<br />
wilayah pemeriksaannya.<br />
Pada akhir periode 1978-1983,<br />
berdasarkan Surat Keputusan BPK<br />
No 20/SK/K/1979 telah ditetapkan<br />
satu Perwakilan Kantor BPK di Jogjakarta<br />
dengan lingkungan pemeriksaan<br />
meliputi Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,<br />
DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali,<br />
Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara<br />
Timur, serta BUMD yang ada di<br />
Provinsi-provinsi tersebut.<br />
Namun, setelah terakhir terjadi beberapa<br />
kali penyempurnaan dalam<br />
tubuh organisasi, ditetapkan dengan<br />
Keputusan saat ini Perwakilan BPK di<br />
DI Yogyakarta hanya memiliki enam<br />
entitas yaitu Provinsi DI Yogyakarta,<br />
Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman,<br />
Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon<br />
Progo, dan Kabupaten Gunung Kidul.<br />
“Kami melihat hasil laporan pengelolaan<br />
keuangan negara yang dilakukan<br />
pemprov pemkab/kota di<br />
provinsi DI Yogayakarta terus membaik.<br />
Selain laporan itu sistematis, juga<br />
selalu tepat waktu, sehingga sangat<br />
wajar bila mereka berharap tahun ini<br />
opini bisa naik kelas dari WDP ke<br />
WTP,” ujar Kepala Perwakilan BPK<br />
Provinsi DI Yogyakarta Sunarto, belum<br />
lama ini.<br />
Dia menuturkan sejak dia menjabat<br />
sebagai Kepala Perwakilan tahun<br />
lalu, tidak mengalami kesulitan berarti.<br />
Selain hubungan antarinstansi<br />
pemprov, pemkab/kota cukup sinergi,<br />
setiap entitas juga memiliki SDM yang<br />
mumpuni. Alhasil, semua laporan<br />
sudah tertata dengan baik dan tepat<br />
waktu.<br />
“Terus terang, DI Yogyakarta ini<br />
wilayahnya tidak terlalu luas. Sementara<br />
anggarannya juga tidak terlalu<br />
besar. Jadi untuk mempertanggungjawabkannya<br />
tidak terlalu pelik. Harus<br />
diakui terkadang masih ada saja perbedaan<br />
persepsi antara kita sebagai<br />
pemeriksa dan pemda sebagai auditee.<br />
Namun, pada umumnya semua<br />
itu bisa kita diskusikan dan diselesaikan<br />
dengan baik,” ungkapnya.<br />
Tahun ini, lanjutnya, semua laporan<br />
keuangan bisa dikategorikan<br />
sudah bagus. Namun, yang paling belakang<br />
menyerahkan laporan adalah<br />
Kabupaten Sleman. Alasannya, mereka<br />
menginginkan masalah aset yang<br />
selama ini selalau menjadi kendala<br />
benar-benar bisa selesai.<br />
“Ini wajar karena Sleman memiliki<br />
obsesi mengejar WTP. Yang<br />
jelas, laporan itu diserahkan kepada<br />
BPK tidak melewati batas waktu yang<br />
ditetapkan.”<br />
Lantas apa rencana tahun ini,<br />
Sunarto menjelaskan pihaknya akan<br />
melaksanakan rencana strategi (Renstra)<br />
yang telah ditetapkan BPK Pu-<br />
50 MEI 2011<br />
Warta BPK
sat. Inti dari Renstra itu salah satunya<br />
meningkatkan kualitias sumber daya<br />
manusia dan kualitas hasil audit.<br />
Untuk itu, pihaknya telah menyelenggarakan<br />
berbagai pendidikan dan<br />
latihan (Diklat) yang menyangkut<br />
hal-hal teknis. Misalnya, meningkatkan<br />
kemampuan TI guna penanganan<br />
masalah administrasi, masalah pelaporan,<br />
protokuler, pendokumentasian,<br />
termasuk mempersiapkan pelaksanaan<br />
e-audit.<br />
“Saat ini, kita akan mempersiapkan<br />
para ahli. Belakangan ini kita banyak<br />
diminta oleh instansi lain guna<br />
menjadi ahli, baik dalam persida ngan<br />
atau pada peristiwa lainnya. Oleh<br />
karena itu, selain melakukan pembinaan<br />
secara intensif kepada para ahli<br />
yang ada di BPK, kita juga akan menyiapkan<br />
ahli-ahli dari disiplin ilmu lain<br />
yang berada di luar BPK guna membackup<br />
tugas dan kewenangan BPK,”<br />
tegasnya.<br />
Menurut dia, keberadaan para ahli<br />
dari luar BPK sangat penting. Pasalnya,<br />
pekerjaan yang dilakukan BPK<br />
tak hanya sekadar melakukan audit<br />
keuangan, akan tetapi terkadang<br />
berkaitan dengan hal-hal teknis pada<br />
disiplin ilmu lain. Misalnya, ahli teknik<br />
yang mampu menghitung konstruksi<br />
jembatan, pembuatan dan pengaspalan<br />
jalan, serta konstruksi bangunan.<br />
Bentuk latihan lain dilakukan<br />
melalui simulasi persidangan dalam<br />
menghadapi satu kasus. Dia menjelaskan<br />
dari hasil evaluasi diketahui kendala<br />
yang dihadapi adalah minimnya<br />
pengalaman sidang.<br />
“Kalau dibandingkan dengan para<br />
penegak hukum lain, ahli dari BPK ini<br />
memang sangat jarang tampil di muka<br />
persidangan. Akibatnya, pengetahuannya<br />
tidak bisa disampaikan dipersidangan<br />
secara maksimal.”<br />
Sunarto menjelaskan guna menambah<br />
pengalaman itu ada beberapa<br />
solusi yang tengah ditempuh. Pertama,<br />
pihaknya harus sering-sering<br />
melakukan simulasi. Kedua, setiap<br />
BPK Pusat mengadakan pelatihan peradilan<br />
semu, secara bergilir mereka<br />
akan disertakan dalam kegiatan itu.<br />
Warta BPK<br />
Ketiga, mengundang instansi penegak<br />
hukum lainnya untuk memberikan<br />
semacam pembekalan menyangkut<br />
apa dan bagaimana tugas, wewenang<br />
serta kedudukan Ahli dalam suatu<br />
perkara.<br />
“Saya menekankan saksi ahli, karena<br />
kehadiran BPK itu biasanya diminta<br />
sebagai Ahli terkait dengan pengetahuannya.<br />
Jadi memang harus jelas sebatas<br />
apa saja yang boleh disampaikan<br />
dan menjadi kewenangan BPK untuk<br />
disampaikan ke pengadilan,” tegasnya.<br />
Sebagai contoh, ada instansi yang<br />
memiliki kewenangan dalam penyidikan<br />
meminta BPK untuk menetapkan<br />
jumlah korupsi dari hasil penyidikan<br />
yang mereka lakukan. <strong>Hal</strong> ini ditolak<br />
karena di luar wewenangnya.<br />
“Kalau penyidikan itu merupakan<br />
tindak lanjut dari hasil temuan kami,<br />
pasti permintaan itu kami penuhi. Namun,<br />
kalau kami hanya diminta jadi<br />
stempel tentu akan ditolak,” katanya.<br />
Menanggapi usulan seharusnya setiap<br />
pemeriksaan ahli BPK menyangkut<br />
kinerja pihak luar seperti pemeriksaan<br />
sampel dan pemeriksaan laboratorium,<br />
disertai dengan berita acara,<br />
Sunarto mengatakan bahwa hal itu<br />
memang prosedur audit yang bagus.<br />
Namun, tak bisa dipungkiri<br />
kadang-kadang ada pemeriksa BPK<br />
yang lupa bila semua pemeriksaan itu<br />
harus disertai berita acara yang tidak<br />
hanya ditandatangani dari BPK sebagai<br />
pemeriksa, tetapi juga harus diikuti<br />
tanda tangan orang yang melakukan<br />
pekerjaan tersebut, termasuk petugas<br />
lapangan, dan auditee.<br />
Lemah e-audit<br />
Menyangkut e-audit, Sunarto mengakui<br />
pihaknya masih lemah karena<br />
e-audit merupakan hal baru dan<br />
membutuhkan keahlian khusus. Namun,<br />
secara umum semua entitas yang<br />
berada di bawah lingkungan pemeriksaannya<br />
sudah mulai mencoba untuk<br />
membangun akses data dengan BPK.<br />
Sejak beberapa bulan lalu, tuturnya,<br />
kami sudah keliling ke<br />
provinsi, kabupaten/kota DI Yogyakarta<br />
untuk meyakinkan dan melaku-<br />
kan koordinasi tentang implementasi<br />
e-audit.<br />
“Kita mulai dari provinsi dan kota<br />
DI Yogyakarta dengan membawa tim<br />
ahli dan biro hukum. Setelah melakukan<br />
paparan, ternyata mereka sangat<br />
mendukung. Akhirnya, kita lanjutkan<br />
ke Kabupaten Sleman, Bantul, Kulon<br />
Progo dan Gunung Kidul,” paparnya.<br />
Jadi, sekalipun waktu itu draf dari<br />
BPK Pusat belum ada, dirinya minta<br />
dikirimkan tenaga TI dan Biro hukum,<br />
dengan draf MoU dari Provinsi Banten<br />
sebagai acuan.<br />
Setelah beberapa kali pertemuan,<br />
akhirnya semua kepala daerah menyetujui.<br />
Sekarang ini, Kabupaten Sleman<br />
dan Gunung Kidul menyatakan sudah<br />
siap. Sementara itu, Bantul dan Kulon<br />
Progo yang semula masih sedikit ada<br />
gangguan, sekarang juga sudah siap.<br />
Untuk kesiapan SDM, secara mentalitas<br />
dan moralitas sangat bagus dan<br />
anggaran juga tidak terlalu besar. Oleh<br />
karena itu, laporan keuangan juga cukup<br />
bagus. Bahkan saat ini, hasil laporan<br />
keuangan Kota Yogyakarta sudah<br />
mendapatkan opini WTP. Sementara<br />
semua kabupaten mendapatkan WDP.<br />
“Hampir semua kabupaten memiliki<br />
catatan yang sama yaitu soal aset.<br />
Namun, pada tahun ini mereka sudah<br />
mulai memperbaiki,” tegasnya.<br />
Sunarto berharap dengan SDM<br />
yang memadai semoga tiap tahun<br />
laporan keuangan di wilayah Provinsi<br />
DI Yogyakarta semakin baik. Apalagi,<br />
Gubernur Yogyakarta Sri Sultan<br />
Hamengkubuwono X sudah memberikan<br />
contoh bahwa pengelolaan<br />
keuangan yang baik tujuan akhirnya<br />
adalah mensejahterakan masyarakat.<br />
“Jadi tata kelola keuangan yang<br />
tertib, dan taat pada peraturan perundang-undang<br />
merupakan modal bagi<br />
pemerintah setempat untuk memberikan<br />
pertanggungjawaban keuangan<br />
kepada masyarakat. Sehingga<br />
opini BPK bisa dikatakan merupakan<br />
cermin kinerja pemprov, pemkab/<br />
kota yang memiliki nilai strategis.<br />
Oleh karena itu, mereka selalu berlomba<br />
dan berusaha untuk memperbaiki<br />
laporan,” tegasnya. Bd<br />
MEI 2011<br />
51
AKSENTUASI<br />
DI negara manapun,<br />
tidak ada jabatan publik<br />
yang diraih dengan<br />
gratis. Di negara maju<br />
maupun negara berkembang,<br />
sami mawon. Yang membedakan<br />
adalah bagaimana biaya politik itu<br />
didapat. Presiden Amarika Serikat<br />
Barack H. Obama mengumpulkan<br />
dana kampanye melalui konvensi<br />
penggalangan dana yang melibatkan<br />
konstituen. Para pendukungnya juga<br />
berkesempatan menyumbang meski<br />
US$5.<br />
di Indonesia lain lagi. Konstituen<br />
justru mengharapkan kucuran dana<br />
atau saweran dari calon pejabat. Itu<br />
sebabnya, begitu terpilih menjadi<br />
penjabat public yang terpikir<br />
pertama kali adalah bagaimana<br />
mengembalikan modal yang telah<br />
dikucurkan. Ini terjadi baik di<br />
legislatife maupun di eksekutif.<br />
APBN atau APBD menjadi<br />
sasaran utama dan pertama. Pejabat<br />
public yang terkena kasus pidana<br />
hampir sebagian besar urusannya<br />
terkait dengan anggaran. Ini sudah<br />
menjadi pengetahuan public.<br />
Rupanya bukan hanya anggaran<br />
yang menjadi ajang bancakan. Aset<br />
Negara atau daerah juga tidak luput<br />
dari penjarahan baik secara halus<br />
atau terang-terangan. Di sejumlah<br />
daerah penjarahan asset dilakukan<br />
melalui mekanisme tukar guling.<br />
Dasar hukum<br />
Proses penjarahan asset melalui<br />
tukar guling atau ruislag memang<br />
tidak mudah dideteksi karena secara<br />
formalitas telah sesuai dengan<br />
peraturan perundang-undangan<br />
yang berlaku. Namun bila ditelisik<br />
lebih dalam akan tampak jejak<br />
permainan yang mereka lakukan.<br />
Ketentuan mengenai pengelolaan<br />
barang negara atau daerah diatur<br />
dalam Peraturan Pemerintah No.<br />
6/2006 yang terakhir diubah dengan<br />
PP Np. 38/2008. Pada dasarnya,<br />
barang milik negara/daerah harus<br />
dikelola berdasarkan asas fungsional,<br />
kepastian hukum, transparansi dan<br />
Merampok aset daerah<br />
Melalui ruislag<br />
keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas,<br />
dan kepastian nilai.<br />
Pengelolaan asset tersebut<br />
meliputi:<br />
a. perencanaan kebutuhan dan<br />
penganggaran;<br />
b. pengadaan;<br />
c. penggunaan;<br />
d. pemanfaatan;<br />
e. pengamanan dan pemeliharaan;<br />
f. penilaian;<br />
g. penghapusan;<br />
h. pemindahtanganan;<br />
i. penatausahaan;<br />
j. pembinaan, pengawasan dan<br />
pengendalian.<br />
Dalam PP tersebut jelas<br />
semangat dalam pengelolaan<br />
barang Negara atau daerah adalah<br />
bagaimana memaksimalkan manfaat<br />
bagi Negara. Namun yang sering<br />
terjadi justru sebaliknya. Banyak<br />
daerah yang berusaha mengambil<br />
keuntungan untuk kepentingan<br />
dirinya atau orang lain melalui<br />
rekayasa nilai.<br />
Modus yang paling banyak<br />
dipakai adalah tukar menukar atau<br />
biasa disebut tukar guling atau<br />
ruislag. Modus ini lebih disenangi<br />
karena mereka bisa menangguk dua<br />
kali keuntungan yaitu mengecilkan<br />
nilai asset pemerintah dan<br />
meninggikan nilai asset swasta yang<br />
akan ditukar.<br />
Dalam PP No. 6/2006 qq PP No.<br />
38/2008, nilai barang yang akan<br />
ditukar harus dilakukan penilaian<br />
untuk mendapat nilai wajar, dengan<br />
estimasi terendag menggunakan<br />
NJOP (nilai jual objek pajak).<br />
Penilaian dapat dilaksanakan oleh<br />
penilai independen, yang ditunjuk<br />
oleh gubernur, bupati atau walikota<br />
tergantung siapa pemilik asset<br />
tersebut.<br />
Namun penilaian asset oleh<br />
penilai independen sekalipun sering<br />
kali terasa aneh dan cenderung<br />
menguntungkan swasta. Berikut<br />
salah satu contoh nyata bagaimana<br />
penilaian asset untuk keperluan<br />
tukar guling dilakukan oleh<br />
pemerintah kota dan swasta. Nama<br />
kota dan nama swasta disamarkan.<br />
52 MEI 2011<br />
Warta BPK
I. Tanah A milik Pemkot.<br />
No. Dasar Perhitungan Harga/m2 Luas (m2) Taksiran harga<br />
1. NJOP 2007 103.000 18.100 Rp1.864.300.000<br />
2. Penilai Independen 194.530 18.000 Rp3.521.000.000<br />
Warta BPK<br />
Harga Wajar naik 88,86%<br />
II. Tanah B milik Pemkot<br />
No. Dasar Perhitungan Harga/m2 Luas (m2) Taksiran harga<br />
1. NJOP 2007 160.000 45.190 Rp7.230.400.000<br />
2. Penilai Independen 164.992 45.190 Rp7.456.000.000<br />
Harga wajar naik 3,12%<br />
III. Tanah C milik Pemkot<br />
No. Dasar Perhitungan Harga/m2 Luas (m2) Taksiran harga<br />
1. NJOP 2007 243.000 60.675 Rp14.744.025.000<br />
2. Penilai Independen 250.003 60.675 Rp15.169.00.000<br />
Harga wajar naik 2,88%<br />
IV. Tanah D milik Pemkot<br />
No. Dasar Perhitungan Harga/m2 Luas (m2) Taksiran harga<br />
1. NJOP 2007 243.000 43.260 Rp10.512.180.000<br />
2. Penilai Independen 250.000 43.260 Rp10.815.000.000<br />
Harga Wajar naik 2,88%<br />
V. Tanah E milik Swasta<br />
No. Dasar Perhitungan Harga/m2 Luas (m2) Taksiran harga<br />
1. NJOP 2007 64.000 204.816 Rp13.108.224.000<br />
2. Penilai Independen 110.509 204.816 Rp22.634.000.000<br />
Harga wajar naik 72,67%<br />
MEI 2011<br />
53
AKSENTUASI<br />
Berdasarkan kalkulasi tersebut maka:<br />
1. Aset Pemkor dinilai Rp36.961.000.000<br />
2. Aset Swasta Rp22.634.000.000<br />
Kewajiban swasta setor ke APBD Rp14.327.000.000<br />
I. Tanah A<br />
Dengan Pola Penghitungan sederhana ini maka asset<br />
yang dipertukarkan tersebut sbb:<br />
1. Nilai asset Pemkot Rp59.285.910.<strong>46</strong>0<br />
2. Nilai aset Swasta Rp22.634.000.000<br />
Sehingga yang harus<br />
disetor ke APBD Rp36.661.910.<strong>46</strong>0<br />
Secara sederhana saja tampak bahwa pemkot mengalami<br />
Pertanyannya, mengapa harga wajar yang dipakai<br />
penilai independen untuk asset pemkot naiknya sangat<br />
rendah? Masing-masing naik 88,86%, 3,12%, dan 2,88%.<br />
Sementara harga wajar milik swasta naik sangat tinggi<br />
yaitu semua naik 72,67%.<br />
Jika nilai wajar asset milik Pemkot disamakan dengan<br />
milik swasta maka nilainya menjadi:<br />
No. Dasar Perhitungan Harga/m2 Luas (m2) Taksiran harga<br />
1. NJOP 2007 103.000 18.100 Rp1.864.300.000<br />
2. Nilai Wajar 177.850 18.000 Rp3.201.300.000<br />
II. Tanah B<br />
No. Dasar Perhitungan Harga/m2 Luas (m2) Taksiran harga<br />
1. NJOP 2007 160.000 45.190 Rp7.230.400.000<br />
2. Nilai Wajar 276.272 45.190 Rp12.484.731.680<br />
III. Tanah C<br />
No. Dasar Perhitungan Harga/m2 Luas (m2) Taksiran harga<br />
1. NJOP 2007 243.000 60.675 Rp14.744.025.000<br />
2. Nilai Wajar 419.588 60.675 Rp25.458.501.900<br />
IV. Tanah D<br />
No. Dasar Perhitungan Harga/m2 Luas (m2) Taksiran harga<br />
1. NJOP 2007 243.000 43.260 Rp10.512.180.000<br />
2. Nilai Wajar 419.588 43.260 Rp18.151.376.880<br />
kerugian hingga Rp22 miliar. Belum lagi kalau melihat<br />
kondisi fisik tanahnya. Tanah milik pemkot berada di<br />
tengah kota dan berupa lahan kering, sementara tanah<br />
milik swasta adanya di tepi laut berupa tambah. Dengan<br />
demikian seharusnya nilai wajar tanah pemkot secara<br />
presentase naik lebih tinggi dibanding tanah milik<br />
swasta.<br />
Jadi meski secara formal ruislag tersebut bisa<br />
dipertanggungjawabkan, namun secara material perlu<br />
diuji lebih lanjut. wiT<br />
54 MEI 2011<br />
Warta BPK
Warta BPK<br />
INMEMORIAL<br />
Selamat Jalan Pak Herman<br />
Innalillahi wa inaillaihi roji’un....<br />
Hari ini, Indonesia<br />
berduka...seperti hati kita<br />
yang diselimuti kesedihan<br />
yang mendalam atas<br />
kepergian Bapak Herman<br />
Widyananda pagi tadi..<br />
Belum terpikir oleh saya,<br />
bagaimana BPK tanpa<br />
kehadiran beliau, karena<br />
peristiwa ini begitu<br />
mendadak dan jauh di<br />
luar rencana kita sebagai<br />
manusia biasa yang hanya<br />
berencana....<br />
(Ketua BPK Hadi Poernomo)<br />
Pada hari Senin (20/6) lalu, sekitar pukul 06.30 WIB, Wakil<br />
Ketua BPK Herman Widyananda menghembuskan nafas<br />
terakhirnya di Rumah Sakit Metropolitan Medical Center,<br />
Jakarta. Sudah beberapa lama, beliau menderita kanker hati.<br />
Herman Widyananda wafat pada usia 51 tahun.<br />
Meninggalkan keluarga terkasih, sang istri Susi Satriana, dan<br />
tiga anak yakni Diani Nabila Widyaputri, Ahmad Alfinur Aldi<br />
Widyaputra, dan ahmad antanur aldi Widyaputra.<br />
Jenazah disemayamkan di kediamannya, Jalan denpasar<br />
17 Blok C.3, Kuningan, Jakarta Selatan, pada pukul 09.00<br />
WIB. Sekitar pukul 13.00 WIB dibawa ke Kantor Pusat BPK<br />
untuk disalatkan di Masjid Baitul Hasib BPK. Lalu, pada pukul<br />
14.00 disemayamkan di auditorium BPK untuk dilakukan<br />
upacara pelepasan jenazah. Sekitar pukul 14.30 WIB, jenazah<br />
almarhum dimakamkan di TPU Karet Bivak, Pejompongan,<br />
Jakarta Pusat.<br />
almarhum Herman Widyananda lahir di Kota Bangkalan,<br />
Madura, Jawa Timur, pada 28 Mei 1960. Beliau menjabat<br />
sebagai anggota BPK sejak 2007. anggota IV BPK Bidang<br />
Sumberdaya alam, Lingkungan Hidup, dan Infrastruktur,<br />
periode 2007-2009. Kemudian pada periode kepemimpinan<br />
Ketua BPK Hadi Poernomo (2009-2014), beliau menjabat<br />
sebagai Wakil Ketua.<br />
Sebelum menjadi anggota BPK, Herman pernah menjadi<br />
anggota dPR pada dua periode 1993-1999 dan 2003-2007.<br />
Saat menjadi anggota Komisi XI dPR, mulai menggeluti<br />
keuangan negara. Modal yang cukup penting untuk terjun<br />
di kepemimpinan BPK. Pada periode pertamanya sebagai<br />
anggota dPR, pada 1998, beliau salah satu inisiator hak angket<br />
dan pimpinan panitia khusus kasus Bank Bali.<br />
Pengalamannya lengkap. Bukan hanya sebagai politisi.<br />
Namun, di bidang pendidikan, dia menjadi pengajar di<br />
beberapa perguruan tinggi. Bahkan, pernah menjadi direktur<br />
utama di dua perusahaan konsultan.<br />
Tak hanya itu, selama di bangku kuliah, Herman aktif<br />
dalam berorganisasi. Mulai dari aktivis kampus, hingga<br />
organisasi mahasiswa nasional. Tampuk pimpinan organisasi<br />
mahasiswa nasional pun pernah dia jabat<br />
dengan sedemikian banyak kegiatan yang dilakukannya,<br />
tak heran jika banyak tokoh yang mengenal beliau. Saat<br />
jenazah beliau disemayamkan di rumah duka dan kantor<br />
pusat BPK, tak kurang beberapa tokoh politik dan pejabat<br />
pemerintahan melayat. Mulai dari Ketua Umum Partai Golkar<br />
aburizal Bakrie, Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri<br />
Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, sejumlah anggota<br />
dPR, dan kalangan lainnya.<br />
Semoga apa yang telah dikerjakannya mendapat imbalan<br />
yang setimpal. Semoga arwahnya diterima di sisi allah SWT.<br />
Semua dari allah, dan semuanya kembali kepada allah...<br />
Selamat Jalan Pak Herman. and/bw<br />
Riwayat Pendidikan:<br />
• Insinyur Teknik arsitektur ITS lulus 1986<br />
• Sarjana Ekonomi Universitas Terbuka lulus 1995<br />
• Magister Sains Perencanaan Lingkungan,<br />
Universitas Indonesia, lulus 1995<br />
• doktor IPB, Program Keteknikan dan Teknologi<br />
Informasi, lulus 2006<br />
Riwayat Organisasi:<br />
Ketua Senat Mahasiswa Jurusan arsitektur ITS periode 1982-<br />
1983<br />
Ketua <strong>Badan</strong> Perwakilan Mahasiswa (FPSP) ITS, 1983-1984<br />
Ketua Umum PB HMI, 1988-1990<br />
Ketua dPP KNPI, 1990-1993<br />
departemen Pemenangan Pemilu dPP Partai Golkar, 1998-<br />
2004<br />
Sekretaris Jenderal Majelis Nasional Korps alumni Himpunan<br />
Mahasiswa Islam (KaHMI), 1999-2004<br />
anggota dewan Kehormatan Nasional Ikatan Nasional<br />
Konsultan Indonesia (Inkindo), 2006-2010<br />
Riwayat Pekerjaan/Jabatan<br />
dosen Jurusan arsitektur Universitas Tarumanegara, 1986-<br />
1988<br />
dosen Jurusan arsitektur ISTN, 1986-2011<br />
direktur Utama PT. Meksa Matra Jasatama, 1988-1993<br />
anggota dPR RI, 1993-1999<br />
dosen Jurusan akuntansi Universitas Pancasila, 1995-2011<br />
direktur Utama PT. Tridaya Cipta Pertama Konsultan, 1999-<br />
2003<br />
anggota dPR RI, 2003-2007<br />
anggota BPK RI, Bidang Sumberdaya alam, Lingkungan<br />
Hidup, dan Infrastruktur, 2007-2009<br />
Wakil Ketua BPK RI, 2009-2011<br />
MEI 2011<br />
<strong>55</strong>