24.06.2013 Views

FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA

FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA

FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

4.2 Ilmu dan Nilai<br />

Kaum positivisme yang tidak membedakan ilmu alam, sosial dan ilmu<br />

kemanusiaan merupakan pembela gigih gagasan ilmu bebas nilai. Arti bebas nilai<br />

bagi mereka antara lain tampak pada penggunaan metodologi yang sama bagi<br />

semua ilmu tanpa mempersoalkan perbedaan objek tiap ilmu yang memiliki ciri<br />

khas.<br />

Dalam sejarah pemikiran Descartes (1596-1650) yang mencoba dengan<br />

keraguan metodisnya mencari titik tolak kebenaran yang tidak dikaitkan baik pada<br />

dogma maupun nilai tertentu. Ia menemukan bahwa dasar yang pasti dari<br />

kebenaran adalah “Akuyang berpikir”. Dari titik tolak itulah kebenaran lain harus<br />

diturunkan. Auguste Comte (1798-1857) bahkan berpendapat lebih tajam,<br />

penjelasan berbagai gejala yang didasarkan pada titik tolak ajaran agama (teologi)<br />

disamakan dengan tahap berpikir manusia sewaktu masih anak-anak. Penjelasan<br />

berbagai gejala dalam rangka mencari kebenaran haruslah dengan cara positif<br />

lewat percobaan (eksperimen) dalam pengalaman indrawi. Inilah yang disebut ilmu.<br />

Perjalanan pemikiran ilmu dan filsafatnya bahkan mencatat munculnya<br />

kaum neopositivisme yang beranggapan pernbicaraan tentang niiai, metafisika, dan<br />

Tuhan tidak bermakna karena tidak bisa diuji secara empiris (diverifikasi).<br />

Peinbicaraan lebih lanjut mengenai masalah ini dapat dibaca pada tulisan “Aliran-<br />

Aliran dan Tokoh-Tokoh Filsafat Ilmu”. Perkembangan lebih lanjut khususnya dalam<br />

ilmu sosial dan kemanusiaan menunjukkan bahwa persoalan metodologi pun tidak<br />

bebas dari perdebatan mengenai nilai. Mazhab Frankfurt yang dimotori Horkheimer<br />

bahkan menuduh ilmu sosial yang bebas nilai lebih merupakan ideologi ketimbang<br />

ilmu karena dengan mempertahankan gagasan bebas niiai, ilmu-ilmu sosial itu<br />

sebenarnya bersikap membenarkan keadaan sosial yang terjadi di tengah<br />

masyarakat yang ingin dipertahankannya dalam terminologi bebas nilai. Ilrnu-ilmu<br />

sosial seperti itu tidak lagi memiliki daya kritis untuk mempertanyakan niiai-nilai<br />

yang ingin dipertahankan.<br />

Pertanyaan di sekitar tujuan-tujuan dan cara pengembangan ilmu yang tidak dapat<br />

dijawab sendiri oleh ilmu kiranya akan memaksa ilmu untuk mencari referensi<br />

kepada patokanpatokan lain, seperti moral dan agama. Tentu saja, keadaan ini<br />

tidak akan memaksa kita kembali ke abad pertengahan ketika Galileo diadili,<br />

melainkan untuk memberi makna barn baik kepada ilmu maupun nilai. Inilah<br />

tantangan bare yang harus dihadapi dewasa ini.<br />

4.3 Kajian Filsafat<br />

Filsafat tidak berkutat dengan menghasilkan sebanyak mungkin jawaban<br />

atas pertanyaan yang dikemukakan, melainkan lebih dulu memusatkan<br />

perhatiannya pada pemeriksaan atas pertanyaan-pertanyaan, merumuskannya<br />

secara tepat dan benar, baru kemudian mencoba menjawabnya. Jawaban yang<br />

muncul terbuka untuk dikritik, dipertanyakan kembali. Mengapa pemeriksaan<br />

terhadap pertanyaan? Karena pertanyaan yang salah akan menimbulkan kekacauan<br />

berpikir dan kerancuan jawaban.<br />

Pertanyaan-pertanyaan jenis apakah yang ditelaah dan dicoba untuk<br />

dijawab oleh filsafat? Tentulah pertanyaan-pertanyaan yang bersifat fundamental<br />

bagi manusia. Filsafat tidak berurusan dengan pertanyaan-pertanyaan remeh.<br />

- 30 -

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!