08.08.2013 Views

Majalah Santunan edisi Juli 2010 - Kementerian Agama Prov Aceh

Majalah Santunan edisi Juli 2010 - Kementerian Agama Prov Aceh

Majalah Santunan edisi Juli 2010 - Kementerian Agama Prov Aceh

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Kedua pertanyaan ini selalu<br />

menghantui para mufassir dalam<br />

mengkritisi esensi ayat gharānīq.<br />

Tentunya ayat-ayat Alquran tidak<br />

mungkin disisipi oleh setan sementara<br />

Allah telah menjamin keaslian dan<br />

kelestariannya. Demikian pula Nabi<br />

Muhammad tidak mungkin berbuat<br />

lacur, sementara ia diakui Quraysy<br />

sebagai sosok yang terpercaya, teguh,<br />

dan tangguh. Namun sisi kemanusiaan<br />

dari Muhammad juga tidak boleh<br />

dipungkiri, ia juga bisa sedih, gundah<br />

dan sebagainya. Lalu bagaimana<br />

seharusnya fakta ini dipertautkan?<br />

Zamakhsyarī sebagai tokoh ulama<br />

rasional dari kalangan Muktazilah,<br />

kelihatan menerima riwayat itu. Dalam<br />

tafsirnya al-Kasyaf, ia menyatakan<br />

bahwa nabi terlanjur lidah karena lalai<br />

dan tidak sengaja mengucapkannya,<br />

(al- Zamakhsyarī, t.th.: III, 100):<br />

Demikian pula Jalāl al-Mahallī<br />

dari golongan Syāfi‘iyyah, dalam<br />

Tafsir Jalālayn ia menyatakan bahwa<br />

secara tanpa sadar Nabi Muhammad<br />

saw. telah membaca sesuatu yang<br />

disisipkan setan, (Jalāl al-Mahallī, t.th.:<br />

III, 102):<br />

Sebagaimana Ibn Sa‘ad dan al-<br />

Tabarī, kelihatannya Zamakhsyarī<br />

dan al-Mahallī juga menerima<br />

semua riwayat tentang gharāniq apa<br />

adanya. Mereka cenderung hanya<br />

mengumpulkan semua informasi<br />

tentang penafsiran ayat ini, tanpa<br />

mengkritisi dan melakukan verifikasi.<br />

Bisa saja tafsir seperti ini dipandang<br />

sebagai rekaman deskriptif saja<br />

sambil meyakini bahwa penafsirnya<br />

masih teguh dalam keimanan. Namun<br />

tidak adanya catatan khusus untuk<br />

ini, membuat informasi itu bisa<br />

diselewengkan, terutama oleh yang<br />

memusuhi Islam.<br />

Bagi Haykal, riwayat tentang<br />

Tentunya ayatayat<br />

Alquran tidak<br />

mungkin disisipi<br />

oleh setan sementara<br />

Allah telah menjamin<br />

keaslian dan<br />

kelestariannya<br />

gharānīq ini bertentangan dengan<br />

sifat kesucian para nabi, maka sangat<br />

mengherankan jika para penulis<br />

riwayat nabi menukil cerita ini, (Haykal,<br />

1980: 130). Al-Qurtubī dalam kitabnya<br />

al-Jāmi‘ li Ahkām al-Qur’an, secara<br />

tegas menyatakan tidak ada satu pun<br />

dari riwayat-riwayat tentang gharānīq<br />

yang sahih, (Al-Qurtubī, t.th.: XII, 69).<br />

Cerita gharānīq yang diriwayatkan<br />

oleh al-Layts dari Yunus, dari al-Zuhri,<br />

menurut al-Nuhās merupakan hadis<br />

munqati‘ (terputus sanadnya), jadi<br />

tidak bisa menjadi hujah. Demikian<br />

pula satu riwayat dari Qatadah, juga<br />

bernilai munqati‘. Satu riwayat lain<br />

dari al-Wāqidī justru bernilai munkar<br />

dan munqati‘. Semua hadis ini telah<br />

diteliti ulang oleh Muhammad Nāsir<br />

al-Dīn al-Albānī, dan tidak ada satu<br />

pun yang dapat dinyatakan sahih.<br />

Riwayat yang tidak sahih ini tentunya<br />

36 <strong>Santunan</strong> JULI <strong>2010</strong><br />

tidak boleh dijadikan pegangan untuk<br />

menafsirkan ayat di atas. Oleh karena<br />

itu para mufasir melakukan penafsiran<br />

dengan meninggalkan semua riwayat<br />

itu. Benar bahwa Nabi Saw pernah<br />

membacakan surat al-Najm di depan<br />

khalayak Quraysy sehingga semua<br />

bersujud, baik muslim maupun<br />

musyrik. Hal ini diriwayatkan oleh<br />

Bukhari dalam kitab Sahīh-nya pada<br />

kitab tafsir, bab fasjudū lillāh wa‘budū,<br />

tanpa menyinggung adanya ayat<br />

gharānīq, (Lihat: Ibn Hajar, Fath al-Bārī,<br />

Mesir: Maktabah al-Tawfiqiyyah, t.th.,<br />

jld. VIII, hlm. 655). Jadi tidak benar<br />

Nabi saw. membaca ayat gharānīq<br />

yang dibisikkan setan, lalu bagaimana<br />

ayat 52 surat al-Hajj ditafsirkan?<br />

Qādī Qan‘an al-Sāwī yang men-syarh<br />

Tafsīr Jalālayn menjelaskan tafsirnya,<br />

bahwa setan mencampakkan keraguan<br />

(syubhat) dalam apa yang dibaca Nabi<br />

saw., artinya ia membisikkan kepada<br />

umat bahwa bacaan itu adalah sihir.<br />

Maka Allah menghapuskan keraguan<br />

itu, dari hati orang-orang yang dikehendakinya<br />

mendapat petunjuk, (Qādī<br />

Qan‘an al-Sāwī, t.th.: III, 106).<br />

Sa‘ad Yūsuf Mahmūd Abū ‘Azīz<br />

dalam kitabnya al-Isrā’īliyyah wa al-<br />

Mawdū‘at fī Kutub al-Tafāsir Qadīman<br />

wa Hadīthan (hlm. 270), mengutip<br />

pendapat al-Syanqitī yang berbeda<br />

dari kebanyakan mufasir. Umumnya<br />

para mufasir mengkaji secara semantik<br />

dengan mentakwil kata ‘tamanni’<br />

dari arti ‘ingin/cita-cita’ menjadi arti<br />

‘membaca’. Padahal secara sintaksis<br />

dengan berpegang kepada makna<br />

hakiki (lughawī) saja ayat ini sudah<br />

bisa dipahami sebagaimana penafsiran<br />

al-Syanqitī.<br />

Dari sudut pandang ini, pendapat<br />

al-Syanqitī lebih kuat karena tidak<br />

mentakwil. Dengan demikian, tafsirnya<br />

menjadi; bahwa ketika para nabi<br />

bercita-cita agar semua umatnya<br />

mengikuti petunjuk, lalu setan<br />

mencampakkan keraguan (syubhat)<br />

untuk menghalangi cita-cita para nabi.<br />

Yaitu kalimat-kalimat yang katanya<br />

pemahaman dari ayat, tapi sebenarnya<br />

adalah penyesatan. Kalimat-kalimat<br />

seperti inilah yang dihapuskan oleh<br />

Allah. Wa Allāh a‘lam bi al-sawab. n<br />

(Penulis adalah kandidat Doktor IAIN<br />

Ar-Raniry Banda <strong>Aceh</strong>)

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!