08.08.2013 Views

Majalah Santunan edisi Juli 2010 - Kementerian Agama Prov Aceh

Majalah Santunan edisi Juli 2010 - Kementerian Agama Prov Aceh

Majalah Santunan edisi Juli 2010 - Kementerian Agama Prov Aceh

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Konsultasi Hukum Islam dan BP4<br />

Diasuh Oleh Drs. H. Abdul Gani Isa, SH, M.Ag., Ketua BP4 <strong>Prov</strong>insi <strong>Aceh</strong><br />

Pilihanku Tidak Direstui Orang Tua<br />

Pertanyaan:<br />

Pengasuh Konsultasi Hukum Islam dan<br />

BP4 yang saya hormati !<br />

Saya, sebut saja “Lis” seorang gadis<br />

(23 tahun), baru beberapa bulan lalu<br />

menamatkan pendidikan di salah satu<br />

Perguruan Tinggi di Banda <strong>Aceh</strong>, dan<br />

tinggal bersama orang tua dalam wilayah<br />

Kabupaten <strong>Aceh</strong> Besar. Saat ini juga telah<br />

bekerja di sebuah perusahaan sesuai<br />

keahlian dan profesi yang selama ini Lis<br />

tekuni.<br />

Sesuai naluri dan fitrah seorang<br />

manusia, Lis juga ingin membina<br />

rumah tangga dengan seorang laki-laki,<br />

merupakan pilihan saya sendiri yang<br />

sudah beberapa tahun lalu mengikat<br />

dalam sebuah janji. Harapan dan cita-cita<br />

tersebut telah membuat kekecewaan bagi<br />

Lis. Karena kedua orang tua Lis menolak<br />

dan tidak merestui lamarannya dengan<br />

alasan, karena, di samping “orang yang<br />

selama ini sangat saya cintai belum<br />

memiliki pekerjaan tetap”, juga “Ia dinilai<br />

orang tua Lis bukan suku <strong>Aceh</strong>”.<br />

Yang ingin Lis tanyakan kepada<br />

Pengasuh adalah (1) Bagaimana dan apa<br />

yang harus Lis lakukan dalam situasi itu.<br />

Karena di satu sisi Lis harus menghormati<br />

orang tua, di sisi lain “kami sudah lama<br />

mengikat janji untuk menikah.” Pilihan<br />

Lis sudah bekerja, tapi bukan PNS (2)<br />

Bagaimana jalan keluarnya agar Lis dapat<br />

menikah, tanpa mengabaikan nasehat<br />

orangtua, yang keduanya saat ini sudah<br />

lanjut usia? Jawaban Ustadz sangat<br />

Lis harapkan, dan atas bantuannya Lis<br />

ucapkan terimakasih.<br />

Wassalam<br />

Lis di Lambaro<br />

Jawaban Pengasuh:<br />

Ananda Lis, Pengasuh Rubrik Konsultasi<br />

Hukum Islam dan BP4 (KHI BP4) sangat<br />

memahami isi hati, perasaan, dan harapan<br />

yang selama ini hendak ananda wujudkan,<br />

yaitu ingin menikah dan membina rumah<br />

tangga dengan pilihan anda sendiri.<br />

Menikah adalah Sunnatullah dan Sunnah<br />

Rasul-Nya. Islam menganjurkan menikah,<br />

melarang umatnya untuk membujang,<br />

selama-lamanya. Islam, memberikan<br />

tuntunan, kapan seseorang harus menikah<br />

dan dengan siapa akan menikah? Menurut<br />

pengasuh, keinginan Lis, adalah sesuatu<br />

yang normal, yang mungkin kedua orang<br />

tua anda tidak memahami “cinta” yang<br />

selama ini Lis pahami dan rasakan. Dari<br />

segi umur sudah baligh (23 tahun) dan<br />

memenuhi ketentuan yang diatur dalam<br />

Undang-undang Perkawinan No. 1/1974.<br />

Bahkan UU ini menyebutkan bila sudah<br />

berumur 21 tahun, tidak diperlukan lagi<br />

izin kawin dari orang tua. Anda juga sudah<br />

menamatkan studi dan sudah bekerja,<br />

demikian pula calon pilihan anda. Namun<br />

yang menjadi persoalan adalah orang tua<br />

anda belum merestuinya , dengan kata<br />

lain menolak lamarannya.<br />

Menurut Pengasuh, Islam tidak<br />

mensyaratkan bahwa sebuah pernikahan,<br />

baru dapat dilangsungkan, bila masingmasing<br />

pasangan sudah bekerja atau PNS.<br />

Juga tidak mengharuskan kesamaan suku<br />

di antara keduanya. Banyak pasangan<br />

yang menikah, awalnya miskin tapi setelah<br />

berumah tangga, Allah cukupkan rezekinya;<br />

“In yakunu fuqara-a yughnihumullahu<br />

min fadhlihi” Jika mereka dalam keadaan<br />

faqir, niscaya Allah akan mencukupkan<br />

mereka dengan karunia-Nya (QS. Al-Nur:<br />

32). Rasulullah SAW memberi tuntunan:<br />

“Tunkahul mar ‘atu li arba ‘in, limaliha,<br />

walihasabiha, walijamaliha, walidiniha,<br />

fadhfar bidzatiddin taribat yadaka” Wanita<br />

dinikahi karena empat sebab, karena<br />

hartanya, keturunannya, kecantikannya<br />

dan agamanya, pilihlah yang beragama,<br />

niscaya beruntung tanganmu (berbahagia)<br />

(HR. Bukhari Muslim).<br />

Betapa banyak kasus rumah tangga,<br />

bahkan diakhiri dengan “perceraian”,<br />

karena mengutamakan “harta”,<br />

“kecantikan dan “keturunan”, mengabaikan<br />

unsur “agama” dan “akhlaq mulia”.Lebih<br />

lanjut Rasulullah juga menjelaskan: “Ya ma<br />

‘syaras syabab manistata ‘a minkuml baata<br />

falyatazawwaj…” Wahai para pemuda,<br />

barang siapa di antara kamu sudah mampu<br />

untuk menikah, maka hendaklah kamu<br />

menikah(HR. Bukhari).<br />

Pengasuh juga menilai, bahwa laki-laki<br />

pilihan anda sudah memenuhi “kafaah”,<br />

artinya sama, sederajat, dan sebanding.<br />

Anda berdua adalah anak-anak yang<br />

baik, berpendidikan dan taat menjalankan<br />

perintah agama, dan selama ini belum<br />

tersangkut kasus kriminalitas.<br />

46 <strong>Santunan</strong> JULI <strong>2010</strong><br />

Selanjutnya pengasuh memberikan<br />

beberapa jalan ke luar dan saran kepada Lis<br />

dalam menghadapi problema ini. Pertama,<br />

sebagai anak yang baik, yang selama ini<br />

sudah mendapat pengasuhan, bimbingan<br />

dari kedua orangtua anda, supaya selalu<br />

bersikap sopan, santun dan upayakan<br />

tidak menyakiti hati keduanya. Kedua,<br />

selalulah berdo’a kepada Allah, agar kedua<br />

orang tua anda, mau merubah sikapnya<br />

menerima, mengabulkan keinginan dan<br />

harapan anda berdua. Ketiga, fokuskan diri<br />

anda pada pekerjaan yang selama ini anda<br />

mengabdi, jangan karena nila setitik rusak<br />

susu sebelanga. Akhirnya yang dicari tidak<br />

dapat, yang dikejar berceceran. Keempat,<br />

anjurkan kepada pasangan anda, agar ia<br />

melakukan peminangan sesuai dengan<br />

tatacara, adat istiadat yang selama ini<br />

berlaku di <strong>Aceh</strong>, artinya ada perantara/<br />

selangke, yang merupakan utusan resmi<br />

dari pihak keluarganya. Kelima, tidak<br />

merestui keinginan anda untuk menikah,<br />

dalam fiqih disebut dengan adhal-nya<br />

wali. Artinya wali enggan memberikan<br />

hukum nikah kepada anda. Bila wali tidak<br />

mau memberikan hukum nikah, padahal<br />

memenuhi syarat “kafaah”, anda dapat<br />

memohon ke Mahkamah Syariyah, untuk<br />

ditetapkan “adhal wali”(Lebih lanjut<br />

dapat dilihat dalam I’anatuttalibin, juz<br />

IIV314-317). Dalam pasal 23 ayat (2) KHI<br />

(Kompilasi Hukum Islam) disebutkan<br />

bahwa dalam hal wali adhal atau enggan,<br />

maka wali hakim baru dapat bertindak<br />

sebagai wali nikah setelah ada putusan<br />

Pengadilan <strong>Agama</strong>/Mahkamah Syar’iyah<br />

tentang wali tersebut.<br />

Selanjutnya kepada wali/orang tua<br />

anda pengasuh hanya mengingatkan<br />

sebuah hadis Rasulullah, yang<br />

menjelaskan: “Tsalatsun la yuakkharna,<br />

wa hunna alshalatu idza atat, wal janazatu<br />

idza hadharat, wal ayyimu idza wajadad<br />

kufan “ Tiga perkara tidak boleh ditundatunda,<br />

yaitu shalat bila tiba waktunya,<br />

jenazah bila telah siap, dan perempuan<br />

bila ia telah ditemukan pasangannya yang<br />

sepadan.(HR Baihaqi).<br />

Demikian jawaban pengasuh, semoga<br />

bermanfaat, dan hanya kepada Allah kita<br />

senantiasa bertawakkal dan berserah diri,<br />

amin ya Allah. Wassalam.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!