Majalah Santunan edisi Juli 2010 - Kementerian Agama Prov Aceh
Majalah Santunan edisi Juli 2010 - Kementerian Agama Prov Aceh
Majalah Santunan edisi Juli 2010 - Kementerian Agama Prov Aceh
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Tetaplah Menjadi Pelita<br />
Ungkapan dayah telah menjadi bagian dari<br />
bahasa <strong>Aceh</strong>, sehingga sulit melacak kembali<br />
asal-usulnya, apakah murni kreasi orang <strong>Aceh</strong>,<br />
atau merupakan serapan dari bahasa lain, seperti bahasa<br />
Arab. Dua teori yang lazim dikemukakan menyatakan<br />
bahwa istilah dayah diserap dari bahasa Arab.<br />
Teori pertama menganggap istilah dayah adalah<br />
turunan dari kata zawiyyah, yang dalam bahasa Arab<br />
berarti sudut, atau tempat pengajian di sudut-sudut<br />
masjid. Dalam perkembangan sejarah, kelompokkelompok<br />
tarekat (turunan dari aliran tasawuf) menyebut<br />
tempat mereka berkumpul<br />
dan belajar sebagai<br />
zawiyyah. Teori ini cocok<br />
dengan dinamika dayah<br />
yang menjadi tempat<br />
belajar ilmu agama Islam<br />
dan pusat pendidikan<br />
kader-kader tarekat.<br />
Teori kedua menyatakan<br />
asal kata dayah dari<br />
ungkapan hidayah, yang<br />
dalam bahasa arab berarti<br />
petunjuk. Teori ini juga<br />
cocok dengan sejarah<br />
keberadaan dayah yang<br />
menjadi pusat pengajaran<br />
dan penyebaran agama<br />
Islam dari awal-awal<br />
kedatangannya di Bumi Nanggroe <strong>Aceh</strong> Darussalam, dan<br />
daerah-daerah lain di nusantara.<br />
Terlepas dari penamaannya, anatomi dayah, yang<br />
secara nasional dikenal dengan istilah pondok pesantren,<br />
haruslah terdiri dari seorang tokoh sentral yang menjadi<br />
panutan dan rujukan dari seluruh penghuni lembaga<br />
pendidikan tersebut, baik besar maupun kecil. Selain itu,<br />
sebuah dayah juga harus memiliki santri yang menetap,<br />
dan proses belajar mengajarnya berlangsung siangmalam.<br />
Di luar syarat-syarat ini, secara anatomis tidak<br />
bisa disebut sebagai dayah.<br />
Hal lazim lainnya yang menjadi ciri dayah adalah<br />
pengajian tingkat tinggi, tinggi meskipun relatif, tinggi<br />
dapat berarti bahwa materi yang diajarkan di dayah<br />
bukan lagi pelajaran dasar yang biasa diterima oleh<br />
orang awam di meunasah-meunasah (mungkin sekali<br />
4 <strong>Santunan</strong> JULI <strong>2010</strong><br />
merupakan turunan dari kata madrasah), balee beut<br />
(balai pengajian) dan pengajian rumahan lainnya.<br />
Alumni-alumni yang pulang dari dayah selalu disapa<br />
Teungku, dan mendapatkan penghormatan yang pantas<br />
dari masyarakat tempat tinggalnya, baik diangkat menjadi<br />
Teungku Imuem maupun tidak, mereka selalu dipercaya<br />
untuk memimpin kegiatan keagamaan dan mengajar<br />
anak-anak serta masyarakat sekitar tentang ilmu-ilmu<br />
agama.<br />
Dayah-dayah di <strong>Aceh</strong> juga identik dengan tasawuf yang<br />
melembaga dalam tarekat-tarekat. Bahkan hubungan<br />
yang dibentuk oleh<br />
tarekat ini bisa menjadi<br />
justifikasi bagi suksesi<br />
seorang Abu (Guru Besar<br />
yang dihormati) oleh<br />
muridnya di dayah, atau<br />
membuka cabang dayah<br />
baru di tempat lain.<br />
Seunik apapun dayah<br />
kita di <strong>Aceh</strong> ini, tetaplah<br />
merupakan suatu produk<br />
budaya yang harus<br />
berhadapan dengan<br />
budaya-budaya lain di<br />
luar dayah, khususnya<br />
di era perdagangan,<br />
telekomonukasi dan<br />
transportasi yang sangat<br />
canggih ini. Dayah wajib melakukan penyesuaianpenyesuaian<br />
sehingga tidak tergerus oleh zaman, tanpa<br />
harus kehilangan substansinya sebagai sinar Penerangan<br />
<strong>Agama</strong> di dalam masyarakat.<br />
Merebaknya dayah-dayah dalam bentuk modern<br />
dan terpadu merupakan salah satu bentuk kesadaran<br />
baru masyarakat akan kebutuhan keilmuan agama dan<br />
kemampuan berkompetisi di dalam kehidupan nyata,<br />
yang tidak selamanya dikendalikan secara sadar oleh<br />
penduduk lokal, tapi juga sangat dipengaruhi oleh<br />
faktor-faktor luar yang mungkin sangat jauh dari tempat<br />
kita berada. Itulah yang sering disebut sebagai dampak<br />
globalisasi.<br />
Dayah! tetaplah menjadi pelita di tengah masyarakat,<br />
tanpa lupa berkaca diri, sehingga tidak tertupi cahayanya<br />
oleh ‘beulaga-beulaga’. nKhairuddin