Master-Buku-Pendidikan-Anti-Korupsi-untuk-Perguruan-Tinggi-2012_1-1
Master-Buku-Pendidikan-Anti-Korupsi-untuk-Perguruan-Tinggi-2012_1-1
Master-Buku-Pendidikan-Anti-Korupsi-untuk-Perguruan-Tinggi-2012_1-1
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Bab 07. Tindak Pidana <strong>Korupsi</strong> Dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia<br />
Penyalahgunaan wewenang, kesempatan, atau sarana adalah setiap perbuatan yang<br />
dilakukan oleh seorang yang mempunyai wewenang yang sah, kesempatan, atau sarana,<br />
<strong>untuk</strong> kemudian wewenang sah, kesempatan, dan sarana mana digunakan oleh pelaku <strong>untuk</strong><br />
mendapatkan penambahan materiil dan keuangan. Dengan kata lain, penyalahgunaan<br />
wewenang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang mempunyai kewenangan yang sah,<br />
namun kewenangan itu disalahgunakan. Demikian pula kesempatan atau sarana, hanya<br />
dapat digunakan oleh mereka yang memang mempunyai kesempatan atau mempunyai<br />
sarana, tetapi kemudian kesempatan atau sarana itu disalahgunakan.<br />
Sama halnya dengan apa yang diatur dalam Pasal 2, unsur kerugian keuangan negara atau<br />
perekonomian negara dalam Pasal 3 juga tidak mutlak dipersyaratkan telah terjadi. Sekedar<br />
perbuatan mencari untung itu telah dilakukan, dan perbuatan itu dapat menimbulkan<br />
kerugian keuangan negara atau perekonomian negara maka Pasal 3 telah dapat diancamkan<br />
kepada pelaku.<br />
• Pasal 13<br />
Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat<br />
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi<br />
hadiah atau janji dianggap, melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut dipidana dengan<br />
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00<br />
(seratus lima puluh juta rupiah).<br />
Perbuatan utama yang dilarang di dalam Pasal 13 sebagai perbuatan korupsi yang ketiga<br />
adalah memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri. Memberi adalah perbuatan yang<br />
baik, akan tetapi memberikan hadiah kepada seseorang dengan mengingat kekuasaan atau<br />
wewenangnya, yang melekat pada jabatan atau kedudukan orang itu, adalah perbuatan<br />
yang masuk ke dalam pengertian delik korupsi. Pemahaman mendasar yang perlu dipahami<br />
adalah bahwa perbuatan memberi yang dilarang oleh delik ini adalah memberi hadiah atau<br />
memberi janji.<br />
Sebagaimana kita pahami bersama, pada umumnya suatu hadiah diberikan karena<br />
seseorang sebagai penerima telah melakukan suatu prestasi tertentu. Atas prestasi itulah<br />
hadiah diberikan. Pemberian yang tidak mensyaratkan adanya prestasi tidak memenuhi<br />
pengertian hadiah. Yang agak membingungkan adalah pengertian memberi janji. Undangundang<br />
tidak menjelaskan pengertian memberi janji yang dimaksud, oleh karena itu<br />
perbuatan memberi janji yang dimaksud disini dapat diartikan sebagai setiap, semua,<br />
dan segala perbuatan memberi janji, termasuk yang dalam aktivitas sehari-hari kita kenal<br />
sebagai “janjian”!<br />
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita memberikan sesuatu kepada seeorang pegawai<br />
negeri, terutama pejabat, dengan memandang jabatan dan atau kewenangan yang melekat<br />
kepada jabatan atau kedudukannya. Doktrin anti korupsi tidak menghendaki perbuatan<br />
memberi yang seperti itu. Hubungan dengan pegawai negeri, pejabat, orang yang punya<br />
kekuasaan dan atau kewenangan tidak perlu mendapat tempat yang istimewa. Delik ini<br />
hanya dapat diancam kepada seorang pemberi, adapun penerima akan diancam dengan<br />
pasal lain.<br />
• Pasal 15<br />
Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantua,n atau permufakatan jahat <strong>untuk</strong><br />
melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud<br />
dalam Pasal 2. Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.<br />
Delik korupsi yang diatur dalam Pasal 15 sebenarnya tidak dapat dikategorikan sebagai<br />
delik yang dirumuskan oleh pembuat undang-undang mengingat konsep perumusan delik<br />
yang digunakannya mengadopsi konsep yang ada di dalam KUHP. Untuk menerapkan<br />
Pasal 15 kita perlu memahami terlebih dahulu konsep hukum pidana mengenai percobaan<br />
(poging), perbantuan (medeplichtigheid), dan permufakatan jahat yang diatur dalam KUHP.<br />
132