01.11.2014 Views

Pengembangan Program PRIMA TANI - Pusat Sosial Ekonomi dan ...

Pengembangan Program PRIMA TANI - Pusat Sosial Ekonomi dan ...

Pengembangan Program PRIMA TANI - Pusat Sosial Ekonomi dan ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

LAPORAN AKHIR<br />

PENELITIAN TA 2007<br />

<strong>Pengembangan</strong> <strong>Program</strong> <strong>PRIMA</strong> <strong>TANI</strong><br />

Oleh :<br />

Tahlim Sudaryanto<br />

Rudy Sunarja Rivai<br />

Syahyuti<br />

Herman Supriyadi<br />

Hendiarto<br />

Budi Wiryono<br />

PM<br />

PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PER<strong>TANI</strong>AN<br />

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PER<strong>TANI</strong>AN<br />

DEPARTEMEN PER<strong>TANI</strong>AN<br />

2007


Ringkasan Eksekutif<br />

PENGEMBANGAN PROGRAM <strong>PRIMA</strong> <strong>TANI</strong><br />

Pendahuluan<br />

1. Prima Tani (<strong>Program</strong> Rintisan <strong>dan</strong> Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi<br />

Pertanian) telah dijalankan di Ba<strong>dan</strong> Litbang Pertanian, semenjak tahun 2005, yang<br />

dilatarbelakangi oleh lambatnya proses difusi hasil inovasi <strong>dan</strong> teknologi dari<br />

lembaga penelitian ke petani pengguna. Dari pelaksanaan selama dua tahun<br />

(2005-2006) telah diperoleh berbagai perkembangan yang positif. Meskipun<br />

demikian, BPTP sebagai motor pelaksana di lapangan menghadapi berbagai<br />

hambatan yang perlu didukung <strong>dan</strong> didampingi oleh institusi yang kompeten,<br />

khususnya permasalahan yang berkaitan dengan bi<strong>dan</strong>g sosial ekonomi pertanian.<br />

Permasalahan tersebut selain disebabkan oleh kelemahan internal BPTP, adalah<br />

karena Prima Tani merupakan pendekatan baru, <strong>dan</strong> bahkan merupakan<br />

paradigma baru di Ba<strong>dan</strong> Litbang Pertanian, sehingga pemahaman pelaksana<br />

dalam pelaksanaannya tidak berjalan memuaskan. Pembinaan <strong>dan</strong> pendampingan<br />

sangat dibutuhkan untuk mengawal petugas di lapangan sehingga kegiatan dapat<br />

berjalan secara tepat, efisien, <strong>dan</strong> sistematis.<br />

2. Sebagai sebuah konsep baru terbukti banyak menghadapi kendala <strong>dan</strong> tantangan<br />

ketika diimplementasikan pada kondisi riel yang memiliki keragaman yang tinggi<br />

mulai dari karakteristik agroekosistemnya, sosial ekonomi masyarakatnya,<br />

kelembagaan birokrasi pelaksananya, serta ketersediaan sarana <strong>dan</strong> prasarana<br />

wilayahnya. Alasan inilah yang mendasari kegiatan ini. Alasan lainnya adalah<br />

karena permasalahan kelembagaan, sebagai bagian pokok dari permasalahan<br />

aspek sosial ekonomi, merupakan kendala yang banyak dihadapi selama ini.<br />

Karena itulah dibutuhkan pendampingan mulai dari bagaimana mengenali<br />

permasalahan kelembagaan, menyusuan rancang bangun untuk inovasi<br />

kelembagaan, serta mengimplementasikan penumbuhan <strong>dan</strong> penguatan<br />

kelembagaan di lokasi Prima Tani.<br />

Tujuan <strong>dan</strong> Keluaran<br />

3. Tujuan kegiatan ini adalah: (1) Membantu BPTP DI Yogyakarta, Sulut <strong>dan</strong> NTB<br />

dalam pelaksanaan Prima Tani, khususnya dalam hal menyempurnakan hasil<br />

identifikasi permasalahan, menyempurnakan rancang bangun AIP, melakukan<br />

baseline survey bersama-sama tim pelaksana, serta mengimplementasikan<br />

pengembangan kelembagaan; (2) Melakukan monitoring <strong>dan</strong> evaluasi pelaksanaan<br />

Prima Tani di propvinsi DI Yogyakarta, Sulut <strong>dan</strong> NTB; (3) Membantu <strong>dan</strong><br />

menyempurnakan tahapan kegiatan implementasi Prima Tani untuk seluruh BPTP<br />

yang memerlukan pendampingan aspek sosial ekonomi pertanian; <strong>dan</strong> (4)<br />

Mempelajari <strong>dan</strong> merumuskan pembelajaran dari pelaksanaan Prima Tani di<br />

propinsi Sumatera Utara, Jawa Tengah, Bali <strong>dan</strong> Sulawesi Tengah.<br />

RE-1


4. Adapun keluaran dari kegiatan ini adalah: (1) Meningkatnya kemampuan staf<br />

pelaksana Prima Tani di propinsi DI Yogyakarta, Sulut <strong>dan</strong> NTB dalam<br />

pelaksanaan Prima Tani, khususnya dalam hal identifikasi permasalahan,<br />

menyempurnakan rancang bangun AIP, melakukan baseline survey, serta<br />

mengimplementasikan pengembangan kelembagaan; (2) Diperolehnya informasi<br />

<strong>dan</strong> permasalahan melalui kegiatan monitoring <strong>dan</strong> evaluasi pelaksanaan Prima<br />

Tani di propvinsi DI Yogyakarta, Sulut <strong>dan</strong> NTB; (3) Lebih sempurnanya tahapan<br />

kegiatan implementasi Prima Tani di tingkat lapangan; (4) Diperolehnya berbagai<br />

bentuk pembelajaran dari pelaksanaan Prima Tani di propinsi Sumatera Utara,<br />

Jawa Tengah, Bali <strong>dan</strong> Sulawesi Tengah.<br />

Tinjauan Pustaka<br />

5. Prima Tani merupakan sebuah upaya pemberdayaan masyarakat yang<br />

berbasiskan kepada sumberdaya setempat, <strong>dan</strong> menggunakan pendekatan<br />

partisipatif. Pada akhirnya, kegiatan Prima Tani sebagai sebuah bentuk program<br />

pengembangan ekonomi masyarakat pedesaan, maka indikator keberhasilan<br />

utamanya adalah meningkatnya pendapatan <strong>dan</strong> kesejahteraan petani peserta<br />

program.<br />

6. Untuk itu, selain mengintroduksikan teknologi pertanian yang terunggul,<br />

kelembagaan utama yang dibangun dalam program Prima Tani adalah sebuah<br />

model agribisnis industrial Pedesaan (AIP) yang sesungguhya merupakan usaha<br />

pertanian dengan ditunjang oleh berbagai lembaga pendukungnya yang terkait<br />

secara institusional. Untuk mewujudkan inovasi teknologi dibutuhkan penguatan<br />

kelembagaan berupa dukungan jaringan kelembagaan pemerintahan, ekonomi,<br />

<strong>dan</strong> sosio-budaya setempat; sistem organisasi usaha yang dapat dikelola oleh<br />

masyarakat pedesaan setempat; program kerja yang telah tersosialisasi <strong>dan</strong><br />

diterima dengan baik oleh masyarakat pedesaan; serta dukungan kebijakan dari<br />

pemerintah daerah setempat.<br />

7. Satu faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan pendampingan adalah faktor<br />

waktu. Untuk mewujudkan perubahan yang otonom di masyarakat membutuhkan<br />

waktu pendampingan yang lebih panjang, mengingat degradasi paradigma lama<br />

yang dianut sekelopok orang hanya akan terjadi secara gradual pula, yakni<br />

berubah sedikit demi sedikit. Selama kegiatan pendampingan, fasilitator harus<br />

senantiasa melakukan improvisasi <strong>dan</strong> inovasi, baik dalam hal penguatan<br />

substansi di masyarakat maupun dalam teknis aplikasinya di lapangan, dimana hal<br />

tersebut tentu membutuhkan waktu yang lebih lama pula.<br />

8. Pendampingan tidak dapat diabaikan. Dari pengalaman, ketika kegiatan dilakukan<br />

dalam skala kecil dengan support <strong>dan</strong>a <strong>dan</strong> pendampingan cukup, ternyata bisa<br />

berhasil. Namun, ketika kegiatan dimasalkan, <strong>dan</strong> kegiatan pendampingan menjadi<br />

kurang intensif, hasilnya lebih banyak yang gagal. Pada prinsipnya, pendampingan<br />

juga merupakan aktifitas pokok dalam konteks Community Development. Tujuan<br />

RE-2


utama CD adalah kemandirian, dengan titik berat pada proses (process goals). Ini<br />

bertolak dari asumsinya bahwa ada kesenjangan relasi <strong>dan</strong> kapasitas dalam<br />

memecahkan masalah secara demokrastis, <strong>dan</strong> bertolak dari keyakinan bahwa<br />

komunitas berbentuk tradisional statis.<br />

9. Lembaga-lembaga petani merupakan wadah yang paling banyak dipakai dalam<br />

kegiatan pembangunan <strong>dan</strong> pemberdayaan di desa. Selama ini, pemerintah telah<br />

mengintroduksikan berbagai lembaga ke desa-desa untuk menjalankan sistem<br />

agribisnis. Satu lembaga dapat menjalankan berbagai fungsi agribisnis, <strong>dan</strong><br />

sebaliknya satu fungsi juga dapat dijalankan oleh lembaga yang berbeda.<br />

Kerangka Pemikiran<br />

10. Dari pengalaman 2 tahun kegiatan Prima Tani, masih banyak dijumpai kelemahankelemahan,<br />

khususnya dari aspek sosial ekonomi pertanian. Pada intinya, Prima<br />

Tani berupaya membangun model percontohan sistem <strong>dan</strong> usaha agribisnis<br />

progresif berbasis teknologi inovatif yang memadukan sistem inovasi <strong>dan</strong> sistem<br />

agribisnis, sehingga mampu meujudkan suatu model terpadu Penelitian –<br />

Penyuluhan – Agribsinis – Pelayanan Pendukung (Research – Extention –<br />

Agribusiness – Supporting Service Linkages). Dalam kegiatan Prima Tani,<br />

dilakukan rekayasa kelembagaan dengan segala aspeknya.<br />

11. Kompleksitas permasalahan <strong>dan</strong> kebutuhan teknologi yang bersifat spesifik lokasi<br />

serta perlunya koordinasi <strong>dan</strong> integrasi antar institusi terkait, mendorong perlunya<br />

pendampingan teknologi dari sumber teknologi itu sendiri (Puslit/Balit) terhadap<br />

BPTP sebagai pelaksana utama program Prima Tani di daerah. Kegiatan Prima<br />

Tani yang pelaksanaannya langsung dilakukan oleh staf BPTP sebagai<br />

pendamping kegiatan, membutuhkan bimbingan <strong>dan</strong> arahan dari lembaga-lembaga<br />

lain di atasnya.<br />

12. Pendampingan dari sosial ekonomi, khususnya tentang inovasi kelembagaan,<br />

merupakan hal yang esensial dalam Prima Tani. Pengalaman 2 tahun Prima Tani<br />

(2005-2006) menunjukkan bahwa hal ini masih merupakan titik lemah yang belum<br />

digarap dengan tegas <strong>dan</strong> sistematis. <strong>Pengembangan</strong> kelembagaan baru dimaknai<br />

sebatas pembentukan lembaga-lembaga petani, seperti kelompok tani <strong>dan</strong><br />

koperasi. Demikian pula untuk kegiatan pemenuhan informasi yang mengandalkan<br />

hanya kepada Klinik Agribisnis.<br />

13. Pendampingan dilakukan dalam beberapa bentuk <strong>dan</strong> tahapan. Pelaksana<br />

lapangan pada hakekatnya adalah staf BPTP <strong>dan</strong> stakeholders setempat, sehingga<br />

kepada level inilah pendampingan dari PSE-KP akan dilakukan. Namun, pada<br />

kondisi tertentu keterlibatan langsung di lapangan juga dimungkinkan, khususnya<br />

untuk permasalahan yang berkenaan langsung dengan kapasitas Tim Penyelia<br />

atau Pendamping.<br />

RE-3


Pendekatan kegiatan<br />

14. Kegiatan pendampingan ini dilakukan di atas prinsip-prinsip partisipatif dengan<br />

pelaksana kegiatan di lapangan. Dalam kegiatan mengumpulkan data <strong>dan</strong><br />

kondisi kegiatan <strong>dan</strong> lapangan secara umum, diterapkan prinsip-prinsip<br />

triangulasi untuk memperoleh kehandalan informasi yang dikumpulkan. Informasi<br />

yang terkumpul merupakan langkah pertama dalam kegiatan pendampingan.<br />

Sumber informasi sangat beragam berupa interview, diskusi, <strong>dan</strong> observasi.<br />

Seluruh tahapan proses akan dipelajari, dengan penekanan kepada partisipasi<br />

seluruh pelaku, berpedoman kepada panduan program yang telah disusun <strong>dan</strong><br />

didistribusikan.<br />

15. Dalam kegiatan pendampingan, Tim akan terlibat secara penuh dalam seluruh<br />

tahapan kegiatan. Pendampingan akan difokuskan kepada pengembangan<br />

kelembagaan ekonomi pedesaan, khususnya kelembagaan-kelembagaan yang<br />

tercakup dalam Laboratorium Agribisnis di lokasi kegiatan Prima Tani. Pada<br />

hakekatnya kegiatan ini terdiri atas 3 bentuk yaitu: (1) kegiatan pendampingan<br />

terhadap pelaksana lapangan <strong>dan</strong> masyarakat, (2) Workshop dengan berbagai<br />

pihak yang terlibat dalam Prima Tani, <strong>dan</strong> (3) Studi pembelajaran pelaksanaan<br />

Prima Tani 2005-2006 dalam rangka memperoleh masukan kritis untuk<br />

menyempurnakan konsep <strong>dan</strong> implementasi kegiatan Prima Tani di Sumut,<br />

Jateng, Bali, <strong>dan</strong> Sulteng.<br />

Ruang Lingkup Kegiatan<br />

16. Pada pokoknya yang menjadi objek utama kegiatan ini adalah seluruh komponen<br />

kelembagaan yang terlibat, serta seluruh tahapan pelaksanaan <strong>dan</strong> aspek<br />

manajemen pelaksanaan. Pendampingan mulai dari aspek perencanaan sampai<br />

implementasi. Sesuai dengan mandat <strong>dan</strong> tupoksi PSE-KP, maka dalam<br />

kegiatan pendampingan program Prima Tani juga membantu Propinsi diluar<br />

pembinaannya.<br />

Metoda Analisis<br />

17. Dialkukan dua jenis analisis yaitu analisis kualitatif <strong>dan</strong> analisis kuantitatif.<br />

Analisis kualitatif diarahkan pada tiga komponen pokok, yaitu input, proses <strong>dan</strong><br />

output dari empat aspek utama yang dikaji (penciptaan teknologi, diseminasi <strong>dan</strong><br />

adopsi teknologi, pengembangan agribisnis, serta dampak pengembangan<br />

inovasi/teknologi). Dalam analisis kualitatif ini dilihat keragaan, kendala/hambatan<br />

<strong>dan</strong> persepsi yang dimiliki oleh penerima manfaat Prima Tani. Analisis kuantitatif<br />

diarahkan untuk melihat kelayakan teknologi unggulan yang dihitung atas dasar<br />

household farm analysis.<br />

18. Dalam mempalajari lembaga di tingkat petani digunakan analisis kelembagaan<br />

(Institutional Analisys) dengan metode Rapid Organizational Assessment (ROA).<br />

RE-4


Aspek-aspek yang diperhatikan adalah kinerja organisasi (Organizational<br />

Performance), kemampuan organisasi tumbuh di lingkungannya (The Enabling<br />

Environment and Organizational Performance), motivasi organisasi<br />

(Organizational Motivation), <strong>dan</strong> kapasitas organisasi (Organizational Capacity).<br />

Selain itu juga dilakukan analisis Kelayakan Teknologi dengan menggunakan<br />

partial budgeting analysis.<br />

Pendampingan Pelaksanaan Prima Tani<br />

19. Di Propinsi DI Yogyakarta, tim Penyelia PSEKP ikut memberi masukan dalam<br />

seminar proposal kegiatan BPTP tahun 2007. Dalam seminar ini dilakukan<br />

pembahasan secara kritis terhadap proposal yang sudah disusun, mulai dari<br />

aspek bahasa, sistematika, konsistensi <strong>dan</strong> metodologi. Untuk penyempurnaan<br />

laporan PRA <strong>dan</strong> rancang bangun Primatani, tim terlibat dalam penyempurnaan<br />

laporan. Tim Primatani PSE-KP dibantu Tim Teknis Primatani <strong>Pusat</strong> membantu<br />

seluruh tim dengan mendiskusikan secara bersama-sama bagaimana<br />

melengkapi kegiatan PRA serta menyusun laporan PRA secara lebih baik. Dalam<br />

pendampingan ini dilakukan beberapa kali pertemuan dengan manajer <strong>dan</strong><br />

seluruh penanggung jawab Primatani, serta juga dibahas rencana <strong>dan</strong> jadwal<br />

kegiatan secara umum, mulai dari sosialisasi <strong>dan</strong> perkenalan Pemandu Teknologi<br />

kepada masing-masing Pemerintah Daerah Tingkat II, rencana pertemuan atau<br />

jadwal global pendampingan selanjutnya selama setahun.<br />

20. Sepanjang tahun 2007, Tim Penyelia PSEKP membantu dalam dua kali<br />

peresmian klinik agribsinis, yaitu Kabupaten Kulon Progo <strong>dan</strong> di Gunung Kidul.<br />

Klinik agribisnis ini disamping berfungsi sebagai pusat informasi bagi petani juga<br />

sebagai base camp bagi para manajer, pemantek, peneliti, teknisi <strong>dan</strong> penyuluh<br />

dalam mengawal program Prima Tani.<br />

21. Dalam pelaksanaan sosialisasi <strong>Program</strong> Prima Tani dengan Bupati Kabupaten<br />

Sleman, tanggapan Bupati sangat positif yaitu dengan menunjuk Kepala<br />

Bappeda sebagai ketua tim teknis di tingkat kabupaten. Untuk menindak lanjuti<br />

atas tanggapan bupati tersebut maka ketua Bappeda mengun<strong>dan</strong>g Kepala BPTP<br />

untuk memaparkan detailnya program Prima Tani yang akan dilakukan di<br />

Kabupaten Sleman. Pesertanya selain dari Bappeda sendiri juga dari dinas<br />

terkait, kelompok tani dari calon lokasi Prima Tani, Penyuluh <strong>dan</strong> dari perguruan<br />

tinggi yaitu dari Fakultas Biologi <strong>dan</strong> Pertanian UGM serta dari Fakultas<br />

Pertanian UPN.<br />

22. Tim juga terlibat dalam upaya peningkatan koordinasi <strong>dan</strong> sinergi dengan Bupati<br />

Gunung Kidul. Pertemuan dengan Bupati dihadiri oleh para Kepala Dinas terkait<br />

<strong>dan</strong> Staf BPTP. Dari pertemuan dengan Bupati, beberapa hal penting yang perlu<br />

diperhatikan adalah perlunya perbaikan pola pertanaman karena selama ini<br />

pemanfaatan lahan belum optimal, perlu diusahakan pakan ternak dari limbah<br />

budidaya pertanian termasuk kulit kacang tanah <strong>dan</strong> lain-lain<br />

RE-5


23. Di di propinsi Sulawesi Utara, Untuk kegiatan tahun 2007, studi pemahaman<br />

wilayah secara komprehensif menggunakan metode PRA telah dilakukan sejak<br />

akhir tahun 2006. Dari hasil kegiatan ini, dirumuskan rancang bangun<br />

laboratorium agribisnis sebagai wujud kesepakatan antara masyarakat dengan<br />

pelaksana. Draft rancang bangun tersebut disempurnakan lagi melalui pertemuan<br />

sosialisasi dengan kalangan Pemerintah Daerah di tingkat kabupaten maupun<br />

propinsi.<br />

24. Tim penyelia PSEKP terlibat dalam penyempurnaan rancang bangun, yang<br />

dilakukan di ruang pertemuan BPTP Sulut <strong>dan</strong> dihadiri lebih kurang 40 peserta.<br />

Meskipun keempat tim sudah menyusun rancang bangun untuk masing-masing<br />

lokasi, namun terlihat kekurangan yang masih banyak dalam dokumen tersebut,<br />

di antaranya adalah ketidaklengkapan data pendukung, ketidakjelasan bentuk<br />

<strong>dan</strong> pendekatan aktifitas di lapangan, serta ketidakkonsistenan antara<br />

pengembangan teknologi dengan kelembagaan. Teknologi yang akan<br />

diintroduksikan belum detail dalam hal karakteristiknya, luas skala adopsi, petani<br />

kooperator, serta pelaksananya. Demikian pula halnya dengan rancangan<br />

kelembagaan. Tim Penyelia memberikan contoh sekaligus petunjuk penyusunan<br />

rancang bangun yang aplikatif.<br />

25. Di Kabupaten Bolaang Mongondow <strong>dan</strong> Kota Tomohon, Tim PSEKP terlibat<br />

dalam sosialisasi dengan Pemda setempat. Pertemuan dalam rangka soialisasi<br />

tersebut dihadiri para Kepala Bagian/Subdin dari Dinas terkait <strong>dan</strong> Staf BPTP<br />

yang bertugas melaksanakan Prima Tani di Kabupaten Bolaang Mongondow,<br />

termasuk Pemandu Teknologi, Penyelia <strong>dan</strong> Tim Teknis <strong>Pusat</strong>. Dari pertemuan<br />

tersebut disadari perlunya ditingkatkan koordinasi <strong>dan</strong> kerjasama dengan<br />

Penyuluh Pertanian di tingkat lapang. Pada sambutannya Walikota Tomohon<br />

menyambut baik Prima Tani di Kabupaten Bolaang Mongondow, <strong>dan</strong> akan<br />

melakukan koordinasi dengan jajaran Pemerintah Daerah Kabupaten Bolaang<br />

Mongondow, termasuk dengan instansi terkaitdengan harapan agar Prima Tani<br />

dapat mengembangkan agribisnis yang merupakan pendekatan baru dalam<br />

rangka diseminasi hasil ionvasi teknologi pertanian.<br />

26. Dalam konteks monev di Kabupaten Minahasa Selatan <strong>dan</strong> Bolaang<br />

Mongondow, telah dilakukan pengumpulan data <strong>dan</strong> informasi secara langsung<br />

ke BPTP Sulawesi Utara berupa hasil PRA <strong>dan</strong> laporannya, rancang bangun<br />

laboratorium agribisnis <strong>dan</strong> beberapa informasi mengenai rencana pelaksanaan<br />

Prima Tani kedepan. Kunjungan ke lokasi Prima Tani di Propinsi Sulawesi Utara<br />

hanya akan dilakukan di dua lokasi, yaitu Desa Ongkaw, Kabupaten Minahasa<br />

Selatan yang mulai dibangun tahun 2006 <strong>dan</strong> Desa Cempaka di Kabupaten<br />

Bolaang Mongondow yang mulai dibangun tahun 2007, dengan persiapan tahun<br />

2006 akhir (mewakili Prima Tani 2007). Di Desa Ongkaw, dilakukan wawancara<br />

kelompok dengan kelompok tani peserta kegiatan Prima Tani. Wawancara<br />

difokuskan pada hasil kemajuan kegiatan Prima Tani yang telah dilaksanakan<br />

mulai tahun 2006 sampai saat kunjungan dilakukan. Se<strong>dan</strong>gkan di Desa<br />

RE-6


Cempaka, digali informasi <strong>dan</strong> data dari pengurus kelompok tani, pejabat desa<br />

serta kunjungan lapang. Hasil pembahasan <strong>dan</strong> pengamatan lapang<br />

dibandingkan dengan rancang bangun laboratorium agribisnis yang sudah<br />

disusun.<br />

27. Selanjutnya, untuk kegiatan pendampingan di propinsi Nusa Tenggara Barat,<br />

telah dilakukan sosialisasi <strong>dan</strong> pendampingan rancang bangun laboratorium<br />

agribisnis. <strong>Sosial</strong>isasi rancang bangun primatani lebih diarahkan kepada<br />

pemahaman bersama antara tim teknis, penyelia <strong>dan</strong> pelaksana Primatani di<br />

BPTP. Rancang bangun yang telah disusun selama ini hampir keseluruhan<br />

berdasarkan hasil PRA yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Base line survey<br />

belum bisa menjadi acuan karena laporannya belum seselai. Rancang bangun<br />

belum sepenuhnya partisipatif <strong>dan</strong> belum merupakan milik masyarakat. Hal ini<br />

terlihat dari respon masyarakat terhadap Primatani yang cenderung menunggu<br />

apa lagi kegiatan yang akan dijalankan. Rancang bangun yang sudah dibuat <strong>dan</strong><br />

telah mengalami perbaikan setelah sosialisasi bulan Juni lalu, perlu dilihat<br />

kembali sejauh mana perbaikan yang sudah dilakukan.<br />

28. Dalam upaya penyempurnaan rancang bangun, dipelajari semua dokumen<br />

rancang bangun yang sudah disusun oleh tim pelaksana Primatani di 8 desa.<br />

Kenyataan menunjukkan bahwa setelah sosialisasi bulan yang lalu, rancang<br />

bangun belum banyak mengalami perubahan untuk perbaikan. Alasan petugas<br />

adalah karena banyaknya kesibukan pengkajian lainnya. Untuk perbaikan secara<br />

menyeluruh diperlukan waktu yang khusus dengan pendampingan dari tim teknis<br />

atau penyelia. Isi rancang bangun cukup bervariasi, ada yang sedikit hanya<br />

berisi program-program secara singkat, ada juga yang isinya cukup komprehensif<br />

<strong>dan</strong> panjang lebar.<br />

Workshop Pemantapan Pelaksanaan Penyeliaan Kegiatan Prima Tani<br />

29. Sepanjang tahun 2007 dilakukan dua kali workshop, yaitu Workshop untuk<br />

pembekalan Pemandu Teknologi di bi<strong>dan</strong>g sosial ekonomi <strong>dan</strong> kelembagaan,<br />

serta workshop Pemantapan Pelaksanaan Penyeliaan Kegiatan Prima Tani.<br />

Workshop untuk pemnadu pada hakekatnya merupakan pembekalan <strong>dan</strong><br />

persamaan persepsi diantara para pelaksana tentang ruang lingkup <strong>dan</strong> materi<br />

pokok pengembangan Prima Tani. Dari kegiatan workshop ini, peserta workshop<br />

memperoleh manfaat yaitu dapat lebih memahami konsep Prima Tani <strong>dan</strong><br />

implementasinya di lapangan, serta tumbuhnya kepercayaan <strong>dan</strong> motivasi<br />

terhadap bi<strong>dan</strong>g tugas yang akan menjadi tanggung jawabnya, baik bertugas<br />

dalam pendampingan maupun pemandu teknologi pertanian di lokasi Prima Tani.<br />

Kegiatan workshop ini, selain diberikan materi – materi berupa konsep Prima<br />

Tani, peserta juga diajak aktif berdiskusi untuk memberikan masukan ataupun<br />

pemikiran yang positif terhadap pengembangan Prima Tani.<br />

RE-7


30. Selanjutnya, pada workshop ”Pemantapan Pelaksanaan Penyeliaan Kegiatan<br />

Prima Tani” terdapat tujuh materi pokok yang dibahas dalam workshop ini, yaitu :<br />

(1) Kegiatan penyeliaan <strong>dan</strong> perkembangannya; (2) Pengalaman penyeliaan<br />

Prima Tani oleh PSEKP di Propinsi DI Yogjakarta, NTB <strong>dan</strong> Sulut; (3)<br />

Pengalaman penyeliaan/pendampingan terhadap BPTP dalam kegiatan<br />

penelitian, pengkajian <strong>dan</strong> diseminasi teknologi; (4) Pemberdayaan masyarakat<br />

melalui pendekatan partisipatif; (5) Kebutuhan BPTP dalam kegiatan penyeliaan<br />

Prima Tani di Propinsi DI Yogjakarta; (6) Kebutuhan BPTP dalam kegiatan<br />

penyeliaan Prima Tani di Propinsi NTB <strong>dan</strong> (7) Kebutuhan BPTP dalam kegiatan<br />

penyeliaan Prima Tani di Propinsi Sulut. Setelah dua tahun lebih<br />

penyelenggaraan Prima Tani, dirasakan masih terdapat perbedaan persepsi <strong>dan</strong><br />

pemahaman pelaksana baik dalam hal konsep maupun penyelenggaraannya,<br />

termasuk pada kegiatan kepenyeliaan <strong>dan</strong> pemanduan teknologi. Perbedaan<br />

persepsi ini sangat menentukan dalam penyelenggaraan Prima Tani di daerah,<br />

<strong>dan</strong> berdampak pada bervariasinya kinerja yang dicapai. Peserta workshop<br />

setuju perbedaan persepsi <strong>dan</strong> pemahaman tersebut perlu diluruskan <strong>dan</strong> di<br />

upayakan solusinya. Selain melalui workshop seperti yang saat ini dilakukan,<br />

juga dapat disebarluaskan dengan menyusun panduan/pedoman, juklak <strong>dan</strong><br />

juknis dari berbagai kegiatan utama Prima Tani, termasuk kepenyeliaan Prima<br />

Tani.<br />

31. Terungkap dalam diskusi beberapa kendala penting yang dihadapi penyelia.<br />

Kendala administrasi <strong>dan</strong> manajemen mencakup<br />

komunikasi yang terbatas<br />

antara penyelia dengan BPTP, koordinasi yang belum optimal, panduan umum<br />

penyeliaan belum tersedia, otoritas penyelia lemah dihadapan BPTP, belum ada<br />

indikator dalam menilai keberhasilan tugas penyelia,<br />

pemotongan anggaran di tahun 2007.<br />

serta blokir <strong>dan</strong><br />

32. Harapan BPTP kepada penyelia ditahun mendatang adalah membantu dalam<br />

pelaksanaan <strong>dan</strong> analisa survai base line, membantu dalam pengembangan<br />

kelembagaan Prima Tani di tingkat usahatani, membantu dalam koordinasi <strong>dan</strong><br />

advokasi kegiatan Prima Tani, terutama pada lokasi Prima Tani tahun 2007,<br />

melakukan monitoring <strong>dan</strong> evaluasi secara berkala, <strong>dan</strong> pengembangan model<br />

Prima Tani ke lokasi lainnya dalam tahapan pemasalan.<br />

Pembelajaran Pelaksanaan Prima Tani 2005 di Propinsi Sumut, Jateng,<br />

Bali, <strong>dan</strong> Sulteng<br />

33. Dari studi di Desa Siparepare (Sumut) ditemukan bahwa kegiatan Prima Tani<br />

secara nyata baru dilakukan pada tahun 2006, se<strong>dan</strong>g pada tahun 2005<br />

digunakan untuk persiapan–persiapan dalam bentuk sosialisasi, pemilihan<br />

lokasi, PRA <strong>dan</strong> Base Line Survey yang cukup menyita waktu. Bahkan<br />

implementasi kegiatan dilapangan baru dapat berjalan setelah bulan september,<br />

karena keterlambatan pencairan <strong>dan</strong>a DIPA. Dukungan pemerintah daerah<br />

terhadap pengembangan Prima Tani pada umumnya cukup tanggap <strong>dan</strong> baik.<br />

RE-8


Prima Tani berhasil mengintroduksikan inovasi teknologi, membina <strong>dan</strong><br />

memotivasi kelembagaan kelompok tani untuk bangkit <strong>dan</strong> menumbuhkan<br />

kelembagaan penunjangnya, sehingga mereka dapat mengadopsi inovasi<br />

komponen teknologi yang diperbaiki (PTT padi sawah) <strong>dan</strong> sudah mulai<br />

mengadopsi inovasi paket teknologi introduksi (seperti pengembangan<br />

semangka).<br />

34. <strong>Pengembangan</strong> Prima Tani menjadi kelembagaan agroindustrial pedesaan (AIP)<br />

memerlukan waktu, partisipatif, kepercayaan masyarakat, pelayanan, pembinaan<br />

terpadu secara intensif, jaminan keberhasilan <strong>dan</strong> manfaat bagi masyarakat. Hal<br />

ini karena kondisi masyarakat petani masih perlu banyak pemberdayaan.<br />

Disamping itu, masalah utama dalam pengembangan kelembagaan AIP adalah<br />

sulitnya membuat keterkaitan yang saling menguntungkan antar kelembagaan,<br />

aturan main yang kurang jelas, lemahnya dukungan kebijakan, mental pasif dari<br />

masyarakat <strong>dan</strong> belum jelasnya tolok ukur keberhasilan.<br />

35. Agar dalam pelaksanaan mengembangkan Prima Tani dapat terlaksana sesuai<br />

rancang bangun yang dibuat maka perlu untuk dilihat <strong>dan</strong> disusun kembali secara<br />

lebih jelas peran, keterkaitan <strong>dan</strong> langkah–langkah pengembangannya sehingga<br />

tujuan yang ingin dicapai dapat terpenuhi. Untuk memudahkan evaluasi,<br />

sebaiknya target yang ingin dicapai dalam roadmap harus jelas tolok ukurnya,<br />

maka dalam melaksanakannya perlu ada dokumen dari semua kegiatan yang<br />

dilakukan baik <strong>dan</strong>a yang digunakan, pengelolaannya, kegiatannya sendiri <strong>dan</strong><br />

output yang dihasilkan dari kegiatan tersebut.<br />

36. Pembentukan lembaga, apalagi lembaga Kelompok Kolaborasi, perlu pendekatan<br />

yang sangat partisipatif dari seluruh masyarakat, <strong>dan</strong> hindari dominasi sedikit elit<br />

saja. Khusus untuk lembaga yang sifatnya sekunder (representatif <strong>dan</strong><br />

koordinatif), pembentukan <strong>dan</strong> manajemen operasionalnya tetap membutuhkan<br />

partisipasi warga, meskipun secara tidak langsung.<br />

37. Di Kabupaten Magelang (Jateng), berdasarkan faktor – faktor keberhasilan <strong>dan</strong><br />

beberapa kelemahan yang ada tersebut disarankan a<strong>dan</strong>ya tindak lanjut untuk<br />

keberlanjutan usaha ternak sapi potong yaitu perlu ditinjau kembali apakah model<br />

kelompok atau rumah tangga yang sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi <strong>dan</strong><br />

budaya masyarakat setempat. Peternak hendaknya diberi keleluasaan memilih<br />

model usahatani ternak potong yang sesuai. Dikawatirkan bahwa sistem<br />

kan<strong>dan</strong>g kelompok yang ada hanya merupakan model percontohan bukan model<br />

yang diinginkan masyarakat. Hal ini yang menggambarkan belum optimalnya<br />

PRA yang dilaksanakan di Prima Tani Magelang. Perlu dijajagi model usaha<br />

ternak terpadu skala rumah tangga, karena kemungkinan besar skala rumah<br />

tangga lebih bisa diterima masyarakat petani secara luas, tentunya dibawah<br />

pembinaan Gapoktan sebagai lembaga usaha bersama.<br />

38. Respon <strong>dan</strong> partisipasi aktif masyarakat Banyuroto distimulasi oleh kemampuan<br />

tokoh masyarakat untuk ikut memberikan pemahaman, pan<strong>dan</strong>gan ke depan (cita<br />

RE-9


– cita) <strong>dan</strong> kesadaran kepada anggota masyarakat. Sehingga kelompok tani<br />

dapat termobilisasi, khususnya di kelompok penggemukan sapi. Kelembagaan<br />

yang ada di tingkat desa sebelum program aksi Prima Tani masih bersifat sosial<br />

<strong>dan</strong> budaya, belum mengarah kepada lembaga usaha pertanian. Koordinasi <strong>dan</strong><br />

integrasi dengan instansi terkait sangat diperlukan untuk pengembangan Prima<br />

Tani <strong>dan</strong> ini akan efektif kalau penentu kebijakan BPTP proaktif mengikuti <strong>dan</strong><br />

siap membantu perencanaan pembangunan pertanian daerah.<br />

39. Secara umum kegiatan sosialisasi, sesuai identifikasi wilayah <strong>dan</strong> rancang<br />

bangun sudah dilaksanakan dengan baik <strong>dan</strong> partisipatif, hal yang perlu<br />

mendapat perhatian adalah bagaimana mengambil manfaat dari umpan balik<br />

yang ada. Respon petani terhadap kelembagaan AIP di Magelang cukup baik<br />

selain karakter masyarakat yang mudah menerima pembinaan juga menaruh<br />

harapan besar untuk keberhasilan dengan pendekatan Prima Tani yang intensif<br />

<strong>dan</strong> partisipatif.<br />

40. Faktor yang masih dianggap kelemahan dalam pengembangan Prima Tani di<br />

desa ini adalah kurang efektifnya lembaga penyuluhan didesa, kurang<br />

matangnya uji kelayakan teknbologi yang diintroduksikan, kurangnya antisipasi<br />

terhadap keberlanjutan pengembangan AIP, kurangnya kaderisasi pengurus<br />

kelompok tani <strong>dan</strong> usaha, kurangnya upaya pemberdayaan kelembagaan, <strong>dan</strong><br />

kurangnya jaminan pemasaran produk pertanian <strong>dan</strong> hasil olahannya.<br />

41. Untuk pembelajaran di Bali, terlihat bahwa dukungan pemerintah daerah<br />

terhadap pengembangan Prima Tani pada umumnya cukup tanggap <strong>dan</strong> baik.<br />

Namun agar dukungan tersebut kontinyu, perlu ada pembuktian terlebih dahulu<br />

bahwa inovasi tersebut dapat meningkatkan produksi <strong>dan</strong> pendapatan. Prima<br />

Tani berhasil mengintroduksikan inovasi teknologi, membina <strong>dan</strong> memotivasi<br />

kelembagaan kelompok tani untuk bangkit <strong>dan</strong> menumbuhkan kelembagaan<br />

penunjangnya, sehingga mereka dapat mengadopsi inovasi teknologi yang<br />

ditawarkan.<br />

42. Belum disusun analisis inovasi teknologi <strong>dan</strong> kelembagaan untuk mencapai<br />

roadmap dalam rancang bangun laboratorium agribisnis, sehingga kegiatan<br />

SUID <strong>dan</strong> pengembangan AIP belum dapat diuraikan secara jelas. Pencapaian<br />

target roadmap laboratorium agribisnis hanya sekedar perkiraan saja. Kwalitas<br />

penerapan inovasi paket teknologi yang sama diantara keempat lokasi Prima<br />

Tani masih bervariasi. Selain masalah teknis (pengetahuan, kemampuan,<strong>dan</strong><br />

keterampilan manager), juga masalah lemahnya pengelolaan menjadi<br />

pelaksanaanya kurang optimal. Lemahnya pengelolaan pemasaran untuk<br />

pengembangan AIP merupakan hal yang perlu mendapat perhatian.<br />

43. Dalam rancang bangun laboratorium agribisnis, investasi pembangunan sarana<br />

produksi yang membutuhkan modal selektif besar tidak/belum dianalisis<br />

kelayakan investasinya. Dengan pola produksi pakan konsentrat sapi jauh<br />

dibawah kapasitas terpasangnya, maka setelah dihitung kelayakan investasinya<br />

RE-10


dalam jangka 10 tahun kedepan akan mengalami kerugian yang cukup besar,<br />

apabila sistim pengelolaan tidak diperbaiki.<br />

44. Agar dalam pelaksanaan mengembangkan Prima Tani dapat terlaksana sesuai<br />

rancang bangun yang dibuat maka perlu untuk dilihat <strong>dan</strong> disusun kembali secara<br />

lebih jelas peran, keterkaitan <strong>dan</strong> langkah–langkah pengembangannya sehingga<br />

tujuan yang ingin dicapai dapat terpenuhi. Agar kelayakan investasi<br />

pengembangan pabrik pakan konsentrat di Buleleng tidak mengalami kerugian,<br />

maka perlu diupaya kan peningkatan produksi mendekati kapasitas<br />

terpasangnya, untuk itu pangadaan bahan lokal sertifikat nutrisi pakan, <strong>dan</strong><br />

perluasan pasar harus dilakukan, selain memperbaiki sistim pengelolaan pabrik<br />

pakan.<br />

45. Di Kabupaten Parigi Moutong (Sulteng), di awal perencanaan Prima Tani tahun<br />

2005, para pelaksana di tingkat lapang sering mengalami kebingungan <strong>dan</strong><br />

keraguan, mengingat Panduan <strong>dan</strong> Juklak Prima Tani yang diterbitkan belum<br />

memberikan kejelasan <strong>dan</strong> pemahaman yang memadai dalam konsep maupun<br />

pelaksanaan. Uraian inovasi teknologi dalam rancang bangun belum lengkap<br />

<strong>dan</strong> jelas, baik dari segi pemahaman, pentahapan apalagi tentang analisa target<br />

roadmap.<br />

46. Penangkaran benih padi berlabel <strong>dan</strong> bermutu di Parigi Moutong ternyata bukan<br />

merupakan bagian dari kegiatan kelompok Prima Tani tetapi usaha perorangan<br />

atas nama kelompok. Jaringan kelembagaan pemasaran benih padi bermutu di<br />

wilayah ini belum terbentuk, karena belum ada kerjasama kelembagaan <strong>dan</strong><br />

perencanaan pengembangannya. Langkah–langkah pengembangan dalam<br />

rancang bangun kelembagaan belum terakomodasi secara jelas. <strong>Pengembangan</strong><br />

kelembagaan kelompok tani cenderung tertumpu <strong>dan</strong> tergantung pada seorang<br />

tokoh dalam lembaga tersebut, sehingga proses demokrasi <strong>dan</strong> alih<br />

kepemimpinan serta kepengurusan kurang berjalan dengan baik. Perlu<br />

direncanakan kembali pengembangan penangkar benih padi yang telah<br />

mempunyai segmen pasar di lokasi Prima Tani. Keberhasilan dalam penerapan<br />

budidaya produksi benih padi harus disertai dengan pengembangan<br />

kelembagaan produksi <strong>dan</strong> pemasarannya. Sehingga usaha ini bukan menjadi<br />

usaha perorangan, tetapi merupakan usaha kelompok.<br />

Kesimpulan <strong>dan</strong> Implikasi Kebijakan<br />

47. Dari ketiga propinsi lokasi penyeliaan PSEKP, yang seluruhnya mencakup 17<br />

lokasi desa, sebagian besar merupakan tahun pertama kegiatan. Sehingga<br />

kegiatan pendampingan lebih fokus kepada penyusunan rancang bangun <strong>dan</strong><br />

penyempurnaannya di lapangan. Penyusunan rancang bangun yang kurang<br />

didukung data dari pelaksanaan PRA yang memadai, menyebabkan materi <strong>dan</strong><br />

strateginya tidak sesuai dengan kondisi lapangan secara memuaskan. Selain itu,<br />

penyusunan rancang bangun cenderung belum melibatkan petani secara<br />

RE-11


mendalam, terutama dalam hal-hal yang bersifat lebih detail. Untuk itu, selain<br />

sosialisasi, diskusi <strong>dan</strong> respon masyarakat desa sebagai peserta kegiatan,<br />

sangat diperlukan untuk penyempurnaan rancang bangun yang disusun.<br />

48. Berdasarkan informasi <strong>dan</strong> diskusi dengan pelaksana, ditemukan berbagai<br />

kendala di lapangan, baik dari sisi konseptual, manajemen, maupun<br />

implementasi. Karena itu, kegiatan pendampingan menjadi berarti, karena<br />

dilakukan pada tahap-tahap awal dalam proses kegiatan Primatani yang akan<br />

berlangsung selama 5 tahun.<br />

49. Sebagaimana pelaksanaan tahun 2005 <strong>dan</strong> 2006, secara umum, pada petugas<br />

pelaksana Primatani yang dimulai tahun 2007 (tahun pertama), pemahaman<br />

tentang hal-hal berkenaan dengan kelembagaan belum memadai. Hal ini terlihat<br />

mulai dari hasil laporan PRA, dalam dokumen rancang bangun, maupun<br />

implementasi di lapangan. Dari pelaksanaan pembelajaran dari empat lokasi<br />

Primatani 2005 (tahun ketiga), juga ditemukan permasalahan serupa.<br />

50. Lebih jauh, dari kegiatan pembelajaran di empat lokasi Primatani 2005 telah<br />

berhasil diungkap berbagai kelemahan <strong>dan</strong> kendala dalam pelaksanaan. Adopsi<br />

teknologi belum berjalan secara memuaskan, <strong>dan</strong> secara umum sistematika<br />

pelaksanaan di lapangan cenderung kabur, terutama dalam target, strategi <strong>dan</strong><br />

pencapaian adopsi teknologi inovasi maupun kelembagaan. Berbagai masukan<br />

yang diberikan langsung kepada petugas lapang, diharapkan dapat memperbaiki<br />

kinerja untuk masa selanjutnya.<br />

51. Meskipun banyak pihak yang sesungguhnya terlibat dalam pelaksanaan<br />

Primatani, misalnya Tim Teknis, penyelia, pemandu <strong>dan</strong> stakeholders lokal;<br />

namun tampaknya peran nyata di lapangan belum dapat diidentifikasi dengan<br />

mudah. Ke depan, manajemen pelaksana mulai dari pusat sampai daerah, <strong>dan</strong><br />

sampai di tingkat petani, masih harus ditingkatkan. Untuk itu pembagian peran<br />

<strong>dan</strong> penyusunan jadwal keterlibatan masing-masing pihak perlu disusun<br />

setidaknya setiap awal tahun, sehingga dapat dipedomani dengan jelas.<br />

RE-12

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!