VXLio5

INTERVIEW
S
ebagai
“SEMUA CERITA IBU SELAMA DI SAUDI MENJADI BEKAL SAYA UNTUK MEMAKSIMALKAN
PELAYANAN DAN PERLINDUNGAN KEPADA TKI.”
aktivis pergerakan di masa-masa
pengujung era Orde Baru, namanya boleh
jadi kalah populer dibandingkan Wiji Thukul,
Andi Arief, atau Nezar Patria. Tapi kala itu
Hanif Dhakiri sebetulnya berada dalam
satu visi dengan mereka. Selain itu, lelaki
kelahiran Salatiga, 6 Juni 1972, ini punya
komitmen tersendiri dalam membenahi dunia
ketenagakerjaan. Maklum, ibunya pernah
bekerja di Arab Saudi selama enam tahun.
“Sewaktu saya masih SMP, Ibu bekerja di
Saudi. Jadi tahu bagaimana suka-dukanya para
tenaga kerja kita di luar negeri,” kata Hanif
saat bersilaturahmi ke kantor redaksi Detik.
com, Selasa malam, 4 November lalu. Ia juga
mengaku punya bekal lain sebagai Menteri
Ketenagakerjaan karena pernah menjadi staf
khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Erman Suparno, 2005-2009.
Karena itu, meski baru seminggu memangku
jabatan Menteri Ketenagakerjaan Hanif sudah
memiliki beberapa konsep untuk membenahi
dunia ketenagakerjaan. Sebut saja soal
moratorium pengiriman tenaga kerja ke Arab
Saudi dan pembenahan TKI di Malaysia. Sayang,
karena masih harus mendapat persetujuan
Presiden Joko Widodo, ia tak bersedia ideidenya
itu dipublikasikan. Berikut ini pemaparan
secara garis besar visi dan komitmennya dalam
membenahi masalah TKI.
Kami dengar Ibunda pernah bekerja di
Arab Saudi. Bagaimana rasanya kemudian
Anda dipercaya menjadi Menteri Ketenagakerjaan?
Ini mungkin suratan takdir saya dipercaya
menjadi Menteri Ketenagakerjaan. Saya anak
seorang TKI. Ibu saya pernah bekerja selama
enam tahun di Jeddah dan Riyadh. Dua tahun
pertama beliau pulang kampung, terus
berangkat lagi ke Saudi. Itu saat saya kelas II
SMP. Karena itu, saya merasa punya keterika-
MAJALAH DETIK 10 - 16 NOVEMBER 2014