LATAR BELAKANG - Direktorat Jenderal Industri Agro
LATAR BELAKANG - Direktorat Jenderal Industri Agro
LATAR BELAKANG - Direktorat Jenderal Industri Agro
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
ROADMAP<br />
INDUSTRI PETROKIMIA<br />
DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA<br />
DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN<br />
JAKARTA, 2009
I. PENDAHULUAN<br />
1.1. Ruang Lingkup <strong>Industri</strong> Petrokimia<br />
• <strong>Industri</strong> petrokimia secara umum dapat didefinisikan sebagai ”industri<br />
yang berbahan baku utama produk migas (naphta, kondensat yang<br />
merupakan produk samping eksploitasi gas bumi, gas alam), batubara,<br />
gas metana batubara, serta biomassa yang mengandung senyawasenyawa<br />
olefin, aromatik, n-parrafin, gas sintesa, asetilena dan<br />
menghasilkan beragam senyawa organik yang dapat diturunkan dari<br />
bahan-bahan baku utama tersebut, untuk menghasilkan produk-produk<br />
yang memiliki nilai tambah lebih tinggi daripada bahan bakunya.”<br />
Kondisi ketersediaan bahan baku dari produk migas yang makin<br />
terbatas dan mahal mengakibatkan mulai munculnya pencarianpencarian<br />
bahan baku pengganti, diantaranya gas etana, batubara,<br />
gas dari coal bed methane, dan limbah refinery (coke).<br />
• Indonesia mempunyai sumber yang potensial untuk pengembangan<br />
klaster industri petrokimia yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan<br />
dasar manusia seperti sandang, papan dan pangan. Produk-produk<br />
petrokimia merupakan produk strategis karena merupakan bahan baku<br />
bagi industri hilirnya (industri tekstil, plastik, karet sintetik, kosmetik,<br />
pestisida, bahan pembersih, bahan farmasi, bahan peledak, bahan<br />
bakar, kulit imitasi, dll).<br />
1.2. Pengelompokan <strong>Industri</strong> Petrokimia<br />
<strong>Industri</strong> petrokimia dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :<br />
a. <strong>Industri</strong> petrokimia hulu<br />
<strong>Industri</strong> petrokimia hulu merupakan industri paling hulu dalam<br />
rangkaian industri petrokimia, memproses bahan baku berupa naphta<br />
dan/atau kondensat menjadi hidrokarbon olefin, aromatik, dan parafin.<br />
1
Contoh : industri olefin (ethylene, polyethylene, dll), industri aromatik<br />
(benzene, paraxylene, dll), industri berbasis C-1 (ammonia,<br />
methanol)<br />
b. <strong>Industri</strong> petrokimia antara<br />
<strong>Industri</strong> petrokimia antara adalah industri yang memproses bahan<br />
baku olefin, aromatik (produk industri petrokimia hulu) menjadi produkproduk<br />
turunannya seperti vinyl chloride, styrene, ethylene glycol, dll.<br />
c. <strong>Industri</strong> petrokimia hilir<br />
<strong>Industri</strong> petrokimia hilir adalah industri yang mengolah bahan yang<br />
dihasilkan oleh industri petrokimia antara menjadi berbagai produk<br />
akhir yang digunakan oleh industri atau konsumen akhir (industrial dan<br />
consumer goods).<br />
Contoh : industri PET, PP, HDPE, PVC, EDC, PTA, dll.<br />
1.3. Kecenderungan Global <strong>Industri</strong> Petrokimia<br />
• Konsumsi produk industri petrokimia masih besar, mengingat masih<br />
rendahnya konsumsi plastik per kapita yang baru mencapai 9 kg per<br />
kapita per tahun, sementara Malaysia 44 kg, Singapura 75 kg,<br />
Thailand 18 kg dan Philipina 9 kg.<br />
• Pangsa pasar Indonesia di pasar dunia relatif kecil yaitu dibawah<br />
0,5%. Sedangkan pasar utama produk-produk petrokimia dunia antara<br />
lain : USA, Jerman, Perancis, Jepang, Korea Selatan, China, Saudi<br />
Arabia, Iran, Uni Emirat Arab, dll. Prospek pasar dunia ada<br />
kecenderungan meningkat dan memberikan peluang bagi Indonesia<br />
untuk meningkatkan pangsa pasar.<br />
• Di industri petrokimia, kemampuan produksi ditentukan oleh<br />
penguasaan bahan baku, teknologi, dan kapital untuk investasi, serta<br />
tingkat integrasi antar industri. Integrasi menentukan efisiensi industri<br />
dan pada gilirannya meningkatkan daya saing dalam memenangkan<br />
2
kompetisi pasar. Integrasi ditentukan oleh unsur perencanaan dan<br />
ketersediaan kapital.<br />
• Di berbagai negara yang telah mengembangkan klaster industri<br />
petrokimia, pemeran kunci (champion) dari suatu klaster industri<br />
petrokimia adalah industri kilang minyak.<br />
• Di Singapura, klaster petrokimia di Pulau Jurong diawali dengan<br />
dibangunnya bebrapa industri kilang minyak cukup besar di Pulau Ayer<br />
Chawan, Pulau Pesek, dan Pulau Merlimau. Setelah pengilangan<br />
berdiri, komplek petrokimia pertama Singapura didirikan di Pulau Ayer<br />
Merbau.<br />
• Di Port Antwerp – Belgia, industri petrokimia juga berkembang dengan<br />
sistem klaster, dimana pemeran kuncinya (champion) adalah dua buah<br />
industri refinery di Port of Antwerp dan Unit Petrochim’s Ethylene<br />
Oxide di Marshal Doc. Klaster dikelola oleh suatu badan otoritas<br />
tersendiri.<br />
• Di Belanda, klaster industri petrokimia berada di Pelabuhan<br />
Rotterdam, yang merupakan salah satu pusat utama industri minyak<br />
bumi dan kimia pada beberapa dekade ini.<br />
1.4. Permasalahan yang Dihadapi <strong>Industri</strong> Petrokimia<br />
a. Permasalahan yang dihadapi industri petrokimia secara umum :<br />
• Bahan baku khususnya naphta dan kondensat masih diimpor,<br />
sementara industri migas nasional mengekspor naphta dan<br />
kondensat;<br />
• Pabrik pupuk di Indonesia pada umumnya berusia tua dengan<br />
konsumsi gas bumi sebagai bahan baku dan energi yang tidak<br />
efisien;<br />
• Belum terintegrasinya industri migas dengan industri petrokimia<br />
hulu, industri petrokimia antara dan industri petrokimia hilir;<br />
3
• Infrastruktur pengembangan antara lain pelabuhan, jalan akses,<br />
dan pipanisasi masih terbatas;<br />
• Utilitas industri petrokimia antara lain suplai listrik, pasokan gas<br />
bumi, dan air bersih masih belum memadai;<br />
• Penguasaan riset dan pengembangan teknologi industri petrokimia<br />
masih terbatas.<br />
b. Indonesia memiliki sumber daya migas sebagai bahan baku industri<br />
petrokimia yang cukup besar dan potensial. Sementara itu, sumber<br />
daya migas sebagian besar masih dimanfaatkan sebagai produk<br />
ekspor dan energi domestik serta sebagian kecil yang dimanfaatkan<br />
sebagai bahan baku industri.<br />
c. Pemanfaatan migas sebagai bahan baku industri petrokimia akan<br />
memberikan efek berganda yang luas bagi pembangunan industri dan<br />
ekonomi nasional. Efek berganda dengan keberadaan industri<br />
petrokimia yang memanfaatkan migas sebagai bahan bakunya<br />
meliputi 1). penguatan struktur industri kimia dan industri lainnya, 2).<br />
pertumbuhan sub sektor ekonomi lainnya, 3). pengembangan wilayah<br />
industri, 4). proses alih teknologi, 5). perluasan lapangan kerja, 6).<br />
penghematan devisa, 7). perolehan devisa, 8). peningkatan<br />
penerimaan pajak bagi pemerintah.<br />
d. Agar industri petrokimia tumbuh menjadi industri yang kompetitif dalam<br />
persaingan internasional dengan mendapat pasokan yang stabil dan<br />
murah, maka diperlukan kerjasama semua pemangku kepentingan<br />
dan keterkaitan yang harmonis terutama antara pihak industri primer<br />
dengan industri petrokimia.<br />
e. Pada hakekatnya secara operasional pengembangan industri<br />
petrokimia dapat menggunakan pendekatan klaster, sebab industri<br />
petrokimia memiliki keterkaitan yang kuat secara horisontal dan<br />
vertikal dengan industri hilirnya dan sub-sektor industri/sektor ekonomi<br />
lainnya. Namun demikian, industri petrokimia di Indonesia belum<br />
4
sepenuhnya terintegrasi antara industri primer (migas) dengan industri<br />
petrokimia hulu, antara dan hilir, sehingga masih diperlukan<br />
pengembangan industri petrokimia melalui pendekatan klaster.<br />
II.<br />
FAKTOR DAYA SAING<br />
2.1. Permintaan dan Penawaran<br />
2.1.1. Permintaan dan Penawaran Dunia/Regional/Domestik<br />
• Permintaan dunia terhadap produk industri petrokimia terus<br />
meningkat, karena luasnya jenis dan kegunaannya.<br />
• Kecendrungan harga produk petrokimia lebih didasarkan siklus<br />
pasok dan kebutuhan dunia.<br />
• Meningkatnya harga minyak bumi dunia, menyebabkan profit<br />
margin produk industri petrokimia berkurang.<br />
• Pasokan produk industri petrokimia banyak dilakukan dalam<br />
bentuk kontrak jangka panjang dibandingkan spot.<br />
• Terbatasnya informasi pasar luar negeri.<br />
a. Produk Olefin Ethylene<br />
Prediksi pertumbuhan permintaan dunia untuk ethylene sebesar<br />
4,6 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Permintaan : tahun 2004 = 102,7 juta ton, tahun 2009 =<br />
128,3 juta ton.<br />
• Pertumbuhan : Asia Tenggara : 5,5 %, Amerika Utara : 3,4<br />
%, Eropa Barat : 2 %, Timur Tengah : 7,5 %<br />
Prediksi pertumbuhan kapasitas produksi dunia untuk ethylene<br />
sebesar 4,7 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Kapasitas produksi : tahun 2004 = 111,6 juta ton, tahun<br />
2009 = 140,6 juta ton<br />
5
• Pertumbuhan : Asia Tenggara : 3,4 %, China : 13,7 %,<br />
Amerika Utara : 0,4 %, Eropa Barat : 0,8 %, Timur Tengah :<br />
19,7 %<br />
b. Produk Olefin Propylene<br />
Prediksi pertumbuhan permintaan dunia untuk propylene<br />
sebesar 6,1 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Permintaan : tahun 2004 = 57,9 juta ton, tahun 2009 = 76,2<br />
juta ton.<br />
• Pertumbuhan : Asia Timur : 9,5 %, Amerika Utara : 3,4 %,<br />
Amerika Selatan : 7,2 %, Eropa : 3,2 %, Timur Tengah : 3,7<br />
%.<br />
Prediksi pertumbuhan kapasitas produksi dunia untuk propylene<br />
sebesar 2,7 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Kapasitas produksi : tahun 2004 = 67,1 juta ton, tahun 2009<br />
= 76,2 juta ton.<br />
• Pertumbuhan : Asia Timur : 5,5 %, Amerika Utara : 0,11 %,<br />
Amerika Selatan : 3,3 %, Eropa : 0,4 %, Timur Tengah :<br />
19,6 %.<br />
c. Produk Aromatik Benzene<br />
Prediksi pertumbuhan permintaan dunia untuk benzene sebesar<br />
4,34 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Permintaan : tahun 2004 = 36,07 juta ton, tahun 2009 =<br />
43,9 juta ton.<br />
• Pertumbuhan : Asia : 4,5 %, Amerika Utara : 2 %, Eropa<br />
Barat : 1,9 %, Timur Tengah : 16 %.<br />
Prediksi pertumbuhan kapasitas produksi dunia untuk benzene<br />
sebesar 3,88 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
6
• Kapasitas produksi : tahun 2004 = 45,05 juta ton, tahun<br />
2009 = 53,8 juta ton.<br />
• Pertumbuhan : Asia : 3,39 %, Amerika Utara : 0 %, Eropa<br />
Barat : 0,43%, Timur Tengah : 11,3 %<br />
d. Produk Aromatik Toluene<br />
Prediksi pertumbuhan permintaan dunia untuk toluene sebesar<br />
5,1 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Permintaan : tahun 2004 = 16,1 juta ton, tahun 2009 = 20,2<br />
juta ton.<br />
• Pertumbuhan : Asia : 8,7 %, Amerika Utara : 1,7 %, Eropa<br />
Barat : 0%, Timur Tengah : 1,0 %.<br />
Prediksi pertumbuhan kapasitas produksi dunia untuk toluene<br />
sebesar 4,9 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Kapasitas produksi : tahun 2004 = 20,5 juta ton, tahun 2009<br />
= 25,5 juta ton.<br />
• Pertumbuhan : Asia : 0,24 %, Amerika Utara : 11,3 %, Eropa<br />
Barat : 0,0 %, Timur Tengah : 0,0 %<br />
e. Produk Aromatic Xylene<br />
Prediksi pertumbuhan permintaan dunia untuk xylene sebesar<br />
7,2 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Permintaan : tahun 2004 = 26,10 juta ton, tahun 2009 =<br />
35,48 juta ton.<br />
• Pertumbuhan : Asia : 6,4 %, Amerika Utara : 3,2 %, Eropa<br />
Barat : 6,1 %, Timur Tengah : 17,07 %.<br />
Prediksi pertumbuhan kapasitas produksi dunia untuk xylene<br />
sebesar 3,4 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Kapasitas produksi : tahun 2004 = 36,22 juta ton, tahun<br />
2009 = 42,36 juta ton.<br />
7
• Pertumbuhan : Asia : 4,1 %, Amerika Utara : 2,8 %, Eropa<br />
Barat : 0,0%, Timur Tengah : 24,6 %<br />
f. Produk Methane Base<br />
Prediksi pertumbuhan permintaan dunia untuk urea sebesar 3,1<br />
% per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Permintaan : tahun 2004 = 119,38 juta ton, tahun 2009 =<br />
139,23 juta ton.<br />
• Pertumbuhan : Asia : 3,1 %, Amerika Utara : 0,1 %, Oceania<br />
: 4,5 %, Amerika Latin : 6,5 %.<br />
Prediksi pertumbuhan kapasitas produksi dunia untuk Urea<br />
sebesar 3,2 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Kapasitas produksi : tahun 2004 = 140,62 juta ton, tahun<br />
2009 = 164,12 juta ton.<br />
• Pertumbuhan : Asia : 2,3 %, Amerika Utara : - 2 %, Oceania:<br />
-15,8 %, Amerika Latin : 6,8 %<br />
g. Produk Olefin Ethylene<br />
Prediksi pertumbuhan permintaan lokal untuk ethylene sebesar<br />
10 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Permintaan lokal : tahun 2004 = 983 ribu ton, tahun 2009 =<br />
1.573 ribu ton.<br />
Prediksi pertumbuhan kapasitas lokal untuk ethylene sebesar<br />
14,62 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Kapasitas lokal : tahun 2004 = 520 ribu ton, tahun 2009 =<br />
600 ribu ton<br />
Prediksi pertumbuhan produksi lokal untuk ethylene sebesar<br />
2,75 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Produksi lokal : tahun 2004 = 510 ribu ton, tahun 2009 =<br />
580 ribu ton<br />
8
Prediksi pertumbuhan impor untuk ethylene sebesar 22,97 %<br />
per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Impor : tahun 2004 = 475 ribu ton, tahun 2009 = 1.021 ribu<br />
ton.<br />
h. Produk Olefin Propylene<br />
Prediksi pertumbuhan permintaan lokal untuk propylene<br />
sebesar 11 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Permintaan lokal : tahun 2004 = 654 ribu ton, tahun 2009 =<br />
1.102 ribu ton.<br />
Prediksi pertumbuhan kapasitas lokal untuk propylene sebesar<br />
3,90 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Kapasitas lokal : tahun 2004 = 513 ribu ton, tahun 2009 =<br />
613 ribu ton<br />
Prediksi pertumbuhan produksi lokal untuk propylene sebesar<br />
3,36 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Produksi lokal : tahun 2004 = 512 ribu ton, tahun 2009 =<br />
598 ribu ton<br />
Prediksi pertumbuhan impor untuk propylene sebesar 56,38 %<br />
per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Impor : tahun 2004 = 143 ribu ton, tahun 2009 = 544 ribu<br />
ton.<br />
i. Produk Aromatic Benzene<br />
Prediksi pertumbuhan permintaan lokal untuk benzene sebesar<br />
8,3 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Permintaan lokal : tahun 2004 = 410 ribu ton, tahun 2009 =<br />
612 ribu ton.<br />
Prediksi pertumbuhan kapasitas lokal untuk benzene sebesar<br />
33,66 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
9
• Kapasitas lokal : tahun 2004 = 123 ribu ton, tahun 2009 =<br />
330 ribu ton.<br />
Prediksi pertumbuhan produksi lokal untuk benzene sebesar<br />
5,53 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Produksi lokal : tahun 2004 = 109 ribu ton, tahun 2009 =<br />
275 ribu ton.<br />
Prediksi pertumbuhan impor untuk benzene sebesar 2,3 % per<br />
tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Impor : tahun 2004 = 302 ribu ton, tahun 2009 = 275 ribu<br />
ton.<br />
j. Produk Aromatic Paraxylene<br />
Prediksi pertumbuhan permintaan lokal untuk paraxylene<br />
sebesar 32,43 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Permintaan lokal : tahun 2004 = 1.013 ribu ton, tahun 2009<br />
= 1.455 ribu ton.<br />
Prediksi pertumbuhan kapasitas lokal untuk paraxylene sebesar<br />
37,04 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Kapasitas lokal : tahun 2004 = 270 ribu ton, tahun 2009 =<br />
770 ribu ton.<br />
Prediksi pertumbuhan produksi lokal untuk paraxylene sebesar<br />
31,84 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Produksi lokal : tahun 2004 = 235 ribu ton, tahun 2009 =<br />
609 ribu ton.<br />
Prediksi pertumbuhan impor untuk paraxylene sebesar 1,73 %<br />
per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Impor : tahun 2004 = 778 ribu ton, tahun 2009 = 845 ribu<br />
ton.<br />
10
k. Produk Aromatic Toluene<br />
Prediksi pertumbuhan permintaan lokal untuk toluene sebesar<br />
6,76 % per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Permintaan lokal : tahun 2004 = 85 ribu ton, tahun 2009 =<br />
114 ribu ton.<br />
Prediksi pertumbuhan kapasitas lokal untuk toluene sebesar - %<br />
per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Kapasitas lokal : tahun 2004 = 0 ribu ton, tahun 2009 = 120<br />
ribu ton.<br />
Prediksi pertumbuhan produksi lokal untuk toluene sebesar - %<br />
per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Produksi lokal : tahun 2004 = 0 ribu ton, tahun 2009 = 108<br />
ribu ton.<br />
Prediksi pertumbuhan impor untuk toluene sebesar –18,52 %<br />
per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Impor : tahun 2004 = 86 ribu ton, tahun 2009 = 6 ribu ton.<br />
l. Produk Methane<br />
Prediksi pertumbuhan permintaan lokal untuk Urea sebesar 2,1<br />
% per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Permintaan lokal : tahun 2004 = 4,98 juta ton, tahun 2009 =<br />
5,69 juta ton.<br />
Prediksi pertumbuhan kapasitas lokal untuk Urea sebesar 0 %<br />
per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Kapasitas lokal : tahun 2004 = 7,4 juta ton, tahun 2009 =<br />
8,57 juta ton.<br />
Prediksi pertumbuhan produksi lokal untuk Urea sebesar 4,3 %<br />
per tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Produksi lokal : tahun 2004 = 5,67 juta ton, tahun 2009 =<br />
7,72 juta ton.<br />
11
Prediksi pertumbuhan ekspor untuk Urea sebesar 12 % per<br />
tahun antara tahun 2004 s/d 2009 :<br />
• Impor : tahun 2004 = 465 ribu ton, tahun 2009 = 2,3 juta<br />
ton.<br />
2.1.2. Gap Analysis : Permintaan – Penawaran Produk Petrokimia<br />
• Ethylene : 2004 = - 473 ribu ton, 2009 = - 1.003 ribu ton.<br />
• Propylene : 2004 = - 142 ribu ton, 2009 = - 504 ribu ton.<br />
• Benzene : 2004 = - 301 ribu ton, 2009 = - 336 ribu ton.<br />
• Paraxylene : 2004 = - 778 ton, 2009 = - 845 ribu ton.<br />
• Toluene : 2004 = - 85 ribu ton, 2009 = - 24 ribu ton<br />
• Ammonia : 2004 = + 875 ribu ton, 2009 = + 1.560 ribu ton.<br />
• Urea : 2004 = + 465 ribu ton, 2009 = + 2.026 ribu ton<br />
Catatan :<br />
• Permintaan 2004 = produksi DN + impor – ekspor; Penawaran<br />
2004 = produksi DN.<br />
• Permintaan 2009 = estimasi permintaan yang tumbuh hingga<br />
2009;<br />
• Penawaran 2009 = estimasi produksi yang tumbuh hingga<br />
2009.<br />
• Ammonia & Urea apabila pasok gas bumi mencukupi.<br />
2.1.2. Perilaku Pasar<br />
• Produk-produk petrokimia mengenal adanya perubahan/siklus<br />
harga setiap 7 – 9 tahun (cenderung siklusnya semakin<br />
pendek), dengan fluktuasi harga yang pada saat ini cenderung<br />
sedang meningkat.<br />
• Harga produk-produk petrokimia ditentukan oleh permintaan<br />
dan penawaran serta harga minyak internasional.<br />
12
• Pasar didominasi oleh beberapa negara tertentu antara lain,<br />
Amerika, Eropa, Timur Tengah, Jepang, Korea dan China.<br />
• Penetrasi pasar berlangsung cepat dan tanpa batas negara<br />
(borderless).<br />
• Permintaan produk petrokimia di negara berkembang terus<br />
meningkat.<br />
2.2. Faktor Kondisi (Input)<br />
2.2.1. Sumber Daya Alam<br />
• Tersedia sumber bahan baku berupa naphtha, condensate dan<br />
gas bumi, namun selama ini lebih banyak yang diekspor.<br />
• Kurangnya dukungan kebijakan untuk pemanfaatan sebagai<br />
bahan baku.<br />
• Potensi minyak bumi sebagai bahan baku tersaji dalam<br />
gambar1.<br />
• Potensi gas bumi sebagai bahan baku tersaji dalam gambar 2.<br />
• Unit pengilangan migas tersaji dalam gambar 3.<br />
• Persebaran industri petrokimia tersaji dalam gambar 4.<br />
• Lokasi pengembangan klaster industri petrokimia tersaji dalam<br />
gambar 5.<br />
13
Gambar 1. : Potensi minyak bumi sebagai bahan baku<br />
135.3<br />
Aceh<br />
117.9<br />
Sumatera Utara<br />
407.7<br />
Natuna<br />
100.1<br />
4533.5<br />
Sumatera<br />
Bagian Tengah<br />
886.8<br />
Sumatera<br />
Bagian Selatan<br />
738.0 259.4<br />
Jawa Bagian<br />
Barat<br />
Jawa Timur<br />
920.1<br />
Kalimantan<br />
Timur<br />
81.1<br />
Sulawesi<br />
Selatan<br />
Maluku<br />
109.1<br />
Papua<br />
Persebaran potensi cadangan minyak bumi di Indonesia dalam juta barel [Migas. 2005]<br />
14
Gambar 2. : Potensi bahan baku industri petrokimia nasional<br />
P. Bran<br />
dan<br />
Naphta: 259 .221<br />
Sumatera<br />
Dumai<br />
LSWR: 1.935 .875<br />
S. Pakning<br />
LSWR: 4.385 .352<br />
Kalimantan<br />
Balikpapan<br />
Naphta: 6.671.033<br />
LSWR: 18.921.161<br />
Maluku<br />
Musi<br />
Naphta : 3.601 .827<br />
LSWR: 802.850<br />
Sulawesi<br />
Papua<br />
Kasim<br />
LSWR: 1.061 .869<br />
Balongan<br />
Propylene : 2.468.662<br />
Jawa<br />
Cilacap<br />
Naphta : 8.204 .852<br />
LSWR: 2.081.510<br />
Cepu<br />
Residue : 246.660<br />
Persebaran bahan baku industri petrokimia di Indonesia dalam barel [Migas. 2005]<br />
15
Gambar 3. : Potensi gas bumi sebagai bahan baku<br />
ACEH (NAD)<br />
4.49<br />
1.27<br />
NATUNA<br />
53.61<br />
North<br />
SUMATERA<br />
7.75<br />
CENTRAL<br />
SUMATERA<br />
SOUTH<br />
24.63<br />
SUMATERA<br />
EAST<br />
KALIMANTAN<br />
48.80<br />
SOUTH<br />
SULAWESI<br />
IRIAN JAYA (PAPUA)<br />
4.56 24.24<br />
6.04<br />
WEST JAVA<br />
EAST JAVA<br />
4.57<br />
GAS RESERVES (TCF)<br />
PROVEN = 97.26 TCF<br />
POTENTIAL = 82.70 TCF<br />
TOTAL = 179.96 TCF<br />
16
Gambar 4 : Unit pengilangan migas<br />
Sungai Pakning<br />
50 MBSD<br />
Kasim<br />
10 MBSD<br />
Balikpapan<br />
260 MBSD<br />
Dumai<br />
120 MBSD<br />
Musi<br />
135.2 MBSD<br />
Pangkalan Brndan<br />
5.0 MBSD<br />
EXOR I, Balongan<br />
125 MBSD<br />
Cilacap<br />
348 MBSD<br />
Cepu<br />
3.8 MBSD<br />
Australia<br />
17
SUMUT<br />
• Belawan Deli Chemical PT.<br />
• RGM Glue, PT<br />
• Superin PT<br />
SUM. SEL.<br />
• Pertamina, PN.<br />
• Pupuk Sriwidjaya, PT.<br />
• Sri Melamine, PT.<br />
• Sulsel Prima Pratama, PT.<br />
• Uforin Prajen PT<br />
Gambar 5 : Persebaran perusahaan industri petrokimia<br />
ACEH<br />
• Asean Aceh Fertilizer, PT<br />
• Dyno Mugi Indonesia, PT<br />
• Pupuk Iskanda Muda PT<br />
BANTEN<br />
• Amoco Mitsui PTA Indonesia, PT.<br />
• Asahimas Subentra Chemicalk, PT.<br />
• Buana Sulvindo, PT.<br />
• Cabot Indonesia, PT.<br />
• Chandra Asri, PT.<br />
• Dong Jin Indonesia, PT.<br />
• Dow Polymers Indonesia, PT.<br />
• Dover Chemical, PT.<br />
• Eternal Buana Chemical, PT.<br />
• GT. Petrochem Ind.ustries Tbk., PT.<br />
• Indonesia Kasai Prakarsa, PT.<br />
• Indopolymers Adipura, PT.<br />
• Karbon Indonesia, PT.<br />
• Lyondell Indonesia, PT.<br />
• Mitsubishi Chemical Indonesia, PT.<br />
• Mulya Adhi Paramita, PT.<br />
• Nippon Shokubai Indonesia, PT.<br />
• Pardic Chemical, PT.<br />
• PENI, PT.<br />
• Petnesia Resindo, PT.<br />
• PIPI, PT.<br />
Malaysia<br />
JAMBI<br />
• Putra Sumber Kimindo, PT.<br />
• Sabak Indah, PT.<br />
LAMPUNG<br />
2.2.2. Sumber • Intan Daya Prima Tani, Modal PT<br />
2.2.3. Sumber Daya Manusia<br />
• Polypet Karya Persada, PT..<br />
KALBAR<br />
• Benua Multi Lestari, PT.<br />
• Duta Pertiwi Nusantara, PT.<br />
• Duta Rendra, PT.<br />
• Kurnia Kapus Utama GI, PT.<br />
RIAU<br />
• Korindo Abadi, PT.<br />
• Perawang Perkasa PT<br />
DKI JAKARA.<br />
• Eastern Polymer, PT.<br />
• Findeco Jaya, PT.<br />
• Justus Sakti, PT.<br />
• Pulosynthetic, PT.<br />
• Sayap M Utama PT<br />
2.2.4. Infrastruktur<br />
• Polychem Lindo Inc.,<br />
:<br />
PT.<br />
Fisik, Administrasi dan Iptek<br />
• Polyprima Karyareksa, PT.<br />
• Rhone Poulenc Indolatex, PT.<br />
• Risjad Brasali Styrene, PT.<br />
• Sari Dahin Plasindo, PT.<br />
• Satomo Indovyl Monomer, PT..<br />
• Satomo Inovyl Polymers, PT.<br />
• Sentra Sintetikajaya, PT.<br />
• Showa Esterindo Indonesia, PT.<br />
• Standard Toyo Polimer, PT.<br />
• Styrindo Mono Indonesia, PT.<br />
• Sulfindo Adi Usaha, PT.<br />
• Sunkyoang Keris Adiputra, PT.<br />
• Timur Raya Tunggal, PT.<br />
• Tri Polyta Indonesia, PT.<br />
• Unggul Indah Corp., PT.<br />
JAWA BARAT<br />
• Arindo Pacific Chemical, PT.<br />
• Aristek High Polymer, PT.<br />
• B ASF Indonesia, PT.<br />
• Branta Mulia, PT.<br />
• Dayin Prima Paint, PT.<br />
• Exor, PT.<br />
• Henkel Indonesia, PT.<br />
• Henoch Jaya Chem. <strong>Industri</strong>, PT.<br />
• Herbert Indonesia, PT.<br />
• Indorama Synthetics Interindo, PT.<br />
• Peroxide Indonesia Pratama, PT.<br />
• Polysindo Eka Perkasa, PT.<br />
• Polytama Propindo, PT.<br />
KALSEL<br />
• Austral Byna, PT.<br />
• Binajaya Rodakarya, PT.<br />
• Intan Wijaya Internasional, PT.<br />
• Gelora Citra Kimia Abadi, PT.<br />
• Giat Ultra Chemical, PT.<br />
KALTENG<br />
• Korindo Ariabima Sari, PT<br />
JAWA TENGAH<br />
• Indo Acidatama Chem. Ind., PT.<br />
• Kayu Lapis Indonesia, PT.<br />
• Pertamina<br />
• Pupuk Kujang, PT.<br />
• Risyad Brasali Peroksida, PT.<br />
• Sintas Kurama Perdana, PT.<br />
• Tunas Sumber Idea Kreasi, PT.<br />
• Unilever Indonesia, PT.<br />
• Union Carbide, PT.<br />
• Warna Agung, PT.<br />
Philipina<br />
KAL-TIM.<br />
• Batu Penggal Chemical, PT.<br />
• Balik Papan Forest, PT.<br />
• Cakram Utama Jaya, PT.<br />
• DSM Kaltim Melamine, PT.<br />
• Fintra Hamka Mandiri, PT.<br />
• Inne Donghwa, PT.<br />
• Kaltim Hexamindo, PT.<br />
• Kaltim Hexamindo W., PT.<br />
• Kaltim Methanol Industry, PT.<br />
• Kaltim Pacific Amoniak, PT.<br />
• Kaltim Parna <strong>Industri</strong>, PT.<br />
• Lakosta Indah, PT.<br />
• Pertamina, PN<br />
• Prima Adhenas, PT.<br />
• Pupuk Kalimantan Timur, PT.<br />
JAWA TIMUR<br />
• Aktif Indonesia Indah, PT.<br />
• Akzo Nobel Raung Resin, PT.<br />
• Albright & Wislon manyar, PT.<br />
• Arjuna Utama Kimia, PT.<br />
• Eterindo Nusa Graha, PT.<br />
• Golden Bridge Chemicals, PT.<br />
• Maspion Styrene, PT.<br />
• Mitsui Eterindo Chemical, PT.<br />
• Pamolite Adhesive, PT.<br />
• Petro Oxo Nusantara, PT.<br />
• Petrokimia Gresik, PT.<br />
• Petrokimia, PT.<br />
• Petrowidada, PT.<br />
• Samator Inti Peroxide, PT.<br />
• Siam Maspion Polymer, PT.<br />
• Sindopex Perotama, PT.<br />
Australia<br />
MALUKU<br />
• Nusa Prima Pratama Industry, PT.<br />
• Wira Nusa Trisatrya, PT.<br />
IRIAN JAYA<br />
• Kayu Lapis Indonesia, PT.<br />
• Kodeco Memberamo, PT.<br />
18
Gambar 6 : Lokasi pengembangan klaster industri petrokimia<br />
NAD<br />
Sumut<br />
Riau<br />
Kalbar<br />
Kaltim<br />
Kalteng<br />
Sumsel<br />
Kalsel<br />
Banten<br />
Jabar<br />
DKI Jakarta<br />
Jateng<br />
Jatim<br />
Papua<br />
Indikasi Lokasi: Banten, Jawa Timur, Kalimantan Timur,<br />
Perusahaan : PT. Chandra Asri (Banten), PT. Tri Polyta Indonesia (Banten), PT. TITAN (Banten), PT. Styrindo Mono Indonesia<br />
(Banten), PT.Asahimas Chemical (Banten), PT. Dow Chemical Indonesia (Banten), PT. Amoco Mitsui PTA<br />
Indonesia (Banten), PT. GT Petrochem <strong>Industri</strong>es (Banten), PT. Satomo Indovyl Monomer (Banten), PT. Trans<br />
Pasific Petrochemical Indotama (Jatim), PT. Petrokimia Gresik (Jatim), PT. Petro Widada (Jatim), PT. Aktif<br />
Indonesia Indah (Jatim) , PT. Pupuk Sriwijaya (Sumsel) , PT. Pupuk Iskandar Muda (NAD), PT. Petro Oxo<br />
Nusantara (Jatim), PT. Pupuk Kalimantan Timur (Kaltim) PT. Kaltim Methanol Industry (Kaltim), PT. Kaltim Pasific<br />
Amoniak (Kaltim) PT.Kaltim Parna <strong>Industri</strong> (Kaltim), PT. Indo Bharat Rayon (Jabar), PT. Pupuk Kujang (Jabar),<br />
Pertamina UP I (Sumut), Pertamina UP II (Riau), Pertamina UP III Plaju (Sumsel), Pertamina UP IV (Jateng),<br />
Pertamina UP V (Balikpapan), Pertamina UP VI (Jabar), Beberapa Pabrik Adhesive Resin di Kalimantan Barat,<br />
Tengah, Selatan, dan di Propinsi Papua<br />
19
2.2.2. Sumber Daya Modal<br />
• Bunga pinjaman investasi relatif tinggi.<br />
• Dana masyarakat belum dimanfaatkan secara optimal.<br />
• Beberapa daerah yang kaya sumber daya alam mempunyai<br />
peluang untuk pengembangan industri petrokimia.<br />
• Investasi industri petrokimia tergolong padat modal, sehingga<br />
peranan investor asing lebih besar.<br />
2.2.3. Sumber Daya Manusia<br />
• Penguasan teknologi terbatas.<br />
• Perlunya peningkatan sistem pendidikan/kejuruan yang sesuai<br />
kompetensinya untuk industri petrokimia.<br />
• Belum optimal pemanfaatan institusi/balai latihan tenaga kerja.<br />
• Sudah mulai dikuasainya kemampuan rancang bangun dan<br />
perekayasaan industri petrokimia serta industri<br />
manufaktur/barang modal, serta kemampuan pengoperasian<br />
fasilitas produksi yang menggunakan teknologi canggih.<br />
• Terbatasnya tenaga ahli dalam bidang penelitian dan<br />
pengembangan khusus industri petrokimia.<br />
• Tingkat upah relatif kompetitif.<br />
• Peraturan/Perundang-undangan ketenagakerjaan belum<br />
kondusif.<br />
2.2.4. Infrastruktur<br />
a. Fisik<br />
• Fasilitas bongkar/muat di beberapa daerah disediakan<br />
sendiri oleh masing-masing investor (negara lain oleh<br />
pemerintahnya), sehingga menambah biaya investasi dan<br />
menyulitkan optimalisasi pemanfaatan.<br />
• Belum tersedianya fasilitas terminal/tangki penyimpanan<br />
bahan baku.<br />
20
• Sarana dan prasarana transportasi belum mendukung<br />
pengembangan industri petrokimia.<br />
• Fasiltas pengolahan limbah terpadu belum tersedia disemua<br />
daerah.<br />
• Sarana dan prasarana telekomunikasi belum merata di<br />
seluruh wilayah pengembangan industri.<br />
• Tersedianya kawasan industri di beberapa daerah dengan<br />
fasilitas yang memadai, namun belum sepenuhnya<br />
dimanfaatkan.<br />
• Kawasan industri masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.<br />
• Pemerintah masih kurang berperan serta dalam pengadaan<br />
infrastruktur pendukung industri.<br />
b. Administrasi<br />
• Kebijakan Pemerintah Daerah belum sepenuhnya<br />
mendukung pengembangan industri.<br />
• Iklim usaha belum kondusif : tarif belum harmonis serta<br />
insentif investasi belum berjalan.<br />
• Tingginya pajak, pungutan yang memberatkan industri.<br />
c. Iptek<br />
• Belum adanya sinergi riset pengembangan antara industri,<br />
Litbang dan Perguruan Tinggi.<br />
• Ketergantungan lisensi teknologi dari negara lain terutama<br />
desain dasar teknologi proses.<br />
• Lisensi teknologi yang sudah habis masa patennya belum<br />
dimanfaatkan secara optimal dengan modifikasi-modifikasi.<br />
21
2.3. <strong>Industri</strong> Inti, Pendukung dan Terkait<br />
• <strong>Industri</strong> inti petrokimia adalah industri polimer.<br />
• <strong>Industri</strong> terkait adalah industri primer (migas), industri petrokimia hulu,<br />
dan industri hilirnya (termasuk industri otomotif, elektronik, kemasan,<br />
kimia khusus dsb.<br />
• <strong>Industri</strong> pendukung adalah jasa litbang, perbankan/keuangan,<br />
peninbgkatan SDM dsb.<br />
• Struktur <strong>Industri</strong> petrokimia belum kuat diantara hulu, antara dan<br />
hilirnya, seperti butadiene, orthoxylene, acetic acid, caprolactam,<br />
cyclohexane, dsb.<br />
• Terbatasnya jejaring (network) antar industri petrokimia dengan<br />
industri pendukung dan terkait.<br />
• Terbatasnya dukungan dari Pusat Litbang, Lembaga Uji, Lembaga<br />
Sertifikasi dan Perguruan Tinggi.<br />
• Keterkaitan industri inti, pendukung dan terkait seperti gambar di<br />
bawah ini.<br />
22
Gambar 7. : Kerangka Keterkaitan <strong>Industri</strong> Petrokimia<br />
Pemerintah<br />
Pusat<br />
Depperin,<br />
Dep ESDM<br />
•Working Group<br />
•Forum Daya Saing<br />
•Fasilitator Klaster<br />
Pemda,<br />
Dinas<br />
Perindag<br />
Gas Alam,<br />
Kondensat,<br />
Naphta, Residu<br />
Mesin<br />
Peralatan dan<br />
Teknologi<br />
Aromatic<br />
centre<br />
POLYMER<br />
Olefin centre<br />
Methane Based<br />
Pupuk<br />
Methanol<br />
Bahan baku<br />
Plastik,<br />
Tekstil,<br />
Coating /<br />
Painting,<br />
Speciality<br />
Chemical,<br />
Farmasi,<br />
Komponen<br />
Otomotif,<br />
Peralatan<br />
Listrik<br />
Eksportir<br />
Distributor<br />
PASAR<br />
LUAR<br />
NEGER<br />
I<br />
PASAR<br />
DALAM<br />
NEGER<br />
I<br />
Lembaga<br />
Litbang/PT<br />
BBKK, BPPT, LIPI,<br />
LEMIGAS,<br />
ITB/UGM/UI<br />
JASA<br />
Transportasi<br />
Darat-Laut<br />
Assosiasi<br />
INAPLAS<br />
APPI<br />
23
2.4. Strategi Pengusaha dan Perusahaan<br />
• Strategi industri petrokimia skala dunia (Multi National Corporation =<br />
MNC) yaitu melakukan upaya merger dan akuisisi, mengembangkan<br />
produk yang bernilai tambah tinggi serta mendekatkan basis produksi<br />
dengan sumber bahan baku dan pasar.<br />
• Perusahaan industri petrokimia skala dunia (MNC) mengembangkan<br />
basis produksi di berbagai bagian dunia dengan total kapasitas<br />
produksi yang besar.<br />
• Perusahaan industri petrokimia skala dunia (MNC) mengembangkan<br />
teknologi yang semakin efisien, ramah lingkungan dan menggunakan<br />
berbagai alternatif bahan baku.<br />
• Perusahaan industri petrokimia skala dunia (MNC) umumnya<br />
terintegrasi dari produsen bahan baku primer (migas) dengan<br />
petrokimia hulu dan petrokimia antara.<br />
III. ANALISA SWOT<br />
3.1. Kekuatan<br />
• Indonesia merupakan penghasil migas yang potensial.<br />
• Bahan baku alternatif untuk industri petrokimia tersedia di Indonesia.<br />
• Sudah berkembangnya industri petrokimia hulu dan menengah, serta<br />
industri hilirnya.<br />
• Teknologi di bidang petrokimia sudah established dan cukup banyak<br />
yang diterapkan di industri petrokimia dalam negeri.<br />
• Memiliki tenaga kerja yang berpengalaman dalam bidang produksi,<br />
rancang bangun & perekayasaan dan manufaktur peralatan pabrik.<br />
• Biaya tenaga kerja di Indonesia murah.<br />
• Pangsa pasar produk industri petrokimia dalam negeri semakin<br />
meningkat.<br />
• Kapasitas pabrik petrokimia yang sudah ada masih dapat ditingkatkan<br />
untuk memenuhi peningkatan demand.<br />
24
3.2. Kelemahan<br />
• Kurangnya dukungan kebijakan untuk pemanfaatan SDA/Migas,<br />
mengakibatkan kurangnya terjaminnya pasokan bahan baku DN.<br />
• <strong>Industri</strong> tidak terintegrasi dengan bahan bakunya.<br />
• Kapasitas produksi nasional terpasang kurang mampu memenuhi<br />
pasar DN.<br />
• Kapasitas produksi per pabrik belum dikategorikan skala dunia.<br />
• Ketergantungan teknologi yang tinggi dari negara lain, terutama desain<br />
dasar teknologi proses.<br />
• Masih lemahnya kerjasama dunia usaha dan litbang.<br />
• Terbatasnya penyediaan infrastruktur, menurunnya kinerja pelayanan<br />
infrastruktur industri petrokimia.<br />
• Masih lemahnya kemampuan penetrasi pasar ekspor.<br />
• Belum adanya sinkronisasi dalam hal regulasi beberapa sektor terkait<br />
industri petrokimia<br />
• Masih tingginya bunga pinjaman.<br />
• Bargaining position Indonesia di mata lembaga keuangan /pendanaan<br />
investasi regional dan internasional tidak kuat.<br />
• Belum termanfaatkannya dana masyarakat secara optimal.<br />
• Tingginya pajak, pungutan resmi maupun tidak resmi yang<br />
memberatkan industri.<br />
3.3. Peluang<br />
• Besarnya peluang pasar DN terutama mendukung industri hilirnya<br />
maupun peluang pasar ekspor.<br />
• Masih rendahnya konsumsi per kapita produk industri petrokimia di<br />
DN.<br />
• Konsumsi produk industri petrokimia di Cina tinggi sehingga dapat<br />
menjadi pasar bagi produk industri-industri petrokimia hulu dan antara<br />
Indonesia.<br />
• Adanya AFTA, World Free Trade mendorong penurunan tarif ekspor<br />
dan impor produk petrokimia.<br />
25
• Peluang investasi, baik investasi baru maupun perluasan.<br />
• Adanya tawaran dari Iran untuk membangun kilang di Indonesia.<br />
• Pengembangan industri petrokimia berorientasi daur ulang.<br />
3.4. Tantangan<br />
• Munculnya pesaing-pesaing yang kuat di kawasan regional/dunia.<br />
• Adanya pembangunan industri petrokimia (terintegrasi dengan kilang)<br />
di Singapura dan Timur Tengah (Qatar & UEA) yang bahan bakunya<br />
murah merupakan kompetitor bagi industri petrokimia hulu dan antara<br />
di Indonesia.<br />
• Perkembangan teknologi proses yang semakin efisien dan efektif<br />
dengan skala dunia.<br />
• Semakin terbatasnya cadangan migas sebagai SDA tidak terbarukan.<br />
• Munculnya isu keselamatan, kesehatan dan lingkungan hidup.<br />
• Praktek persaingan tidak sehat, baik melalui instrumen tarif dan non<br />
tarif.<br />
• Adanya serbuan produk industri petrokimia hilir dari Cina yang<br />
harganya lebih murah.<br />
• Daya tarik investasi industri petrokimia di kawasan regional lebih<br />
kondusif, terutama dalam bidang infrastruktur.<br />
• Tidak stabilnya iklim politik di Indonesia turut mempengaruhi kebijakan<br />
pemerintah.<br />
IV. SASARAN<br />
4.1. Sasaran Jangka Menengah (2010-2014)<br />
a. Optimalisasi pemanfaatan kapasitas terpasang industri petrokimia dari<br />
81 % (2009) menjadi lebih dari 85 % (2014).<br />
b. Meningkatnya pemanfaatan bahan baku lokal menjadi lebih dari 20 %<br />
(2014).<br />
c. Meningkatnya kapasitas produksi industri petrokimia hulu :<br />
26
• Olefin : ethylene dari 600.000 Ton/Tahun menjadi 900.000<br />
Ton/Tahun,<br />
• Aromatik : toluene 100.000 Ton/Tahun, dan orthoxylene 120.000<br />
Ton/Tahun.<br />
• Berbasis C1 : amoniak 6,1 Juta Ton/Tahun menjadi 6,8 Juta<br />
Ton/Tahun, methanol 990.000 Ton/Tahun.<br />
d. Terintegrasinya pengembangan industri petrokimia dengan<br />
pendekatan klaster, berlokasi di Banten (Anyer, Merak, Cilegon) untuk<br />
yang berbasis olefin, di Jawa Timur (Tuban, Gresik, Lamongan) untuk<br />
yang berbasis aromatik dan di Kalimantan Timur (Bontang) untuk yang<br />
berbasis C1.<br />
4.2. Sasaran Jangka Panjang (2015-2025)<br />
a. Meningkatnya kapasitas produksi industri petrokimia hulu :<br />
• Olefin : ethylene dari 900.000 Ton/Tahun menjadi 1,25 Juta<br />
Ton/Tahun,<br />
• Berbasis C1 : amoniak 6,8 Juta Ton/Tahun menjadi 7,5 Juta<br />
Ton/Tahun, methanol 990.000 Ton/Tahun menjadi 1,5 Juta<br />
Ton/Tahun, pupuk NPK dari 700.000 Ton/Tahun menjadi 1,9 Juta<br />
Ton/Tahun.<br />
b. Terintegrasinya industri migas dengan industri petrokimia hulu, industri<br />
petrokimia antara dan industri petrokimia hilir melalui jaringan distribusi<br />
dan infrastruktur yang efektif dan efisien.<br />
27
V. STRATEGI DAN KEBIJAKAN<br />
5.1. Visi dan Arah Pengembangan <strong>Industri</strong> Petrokimia<br />
Visi :<br />
Mewujudkan industri petrokimia yang berdaya saing dan mandiri.<br />
Misi :<br />
• Pemantapan struktur industri petrokimia<br />
• Peningkatan efisiensi.<br />
• Perluasan lapangan kerja.<br />
• Percepatan alih teknologi<br />
Arah Pengembangan <strong>Industri</strong> Petrokimia :<br />
Pengembangan industri berskala besar<br />
Strategi<br />
a. Peningkatan utilisasi :<br />
- Penguasaan pasar DN dan pasar ekspor, serta peningkatan<br />
informasi pasar.<br />
- Peningkatan efisiensi bahan baku dan energi.<br />
- Optimalisasi pemanfaatan bahan baku dalam negeri.<br />
- Penciptaan iklim usaha kondusif terhadap industri daur ulang<br />
petrokimia.<br />
- Integrasi industri petrokimia hulu dengan industri migas.<br />
b. Penguatan struktur industri petrokimia yang terkait pada semua<br />
tingkat dalam rantai nilai (value chain) :<br />
- Peningkatan nilai tambah dengan peningkatan kandungan lokal<br />
(bahan baku, barang modal/peralatan pabrik, SDM, teknologi, jasa<br />
konstruksi, jasa pemeliharaan dan modal DN)<br />
- Penciptaan Iklim investasi dan usaha yang kondusif melalui<br />
pemberian insentif dibidang fiskal, moneter dan administrasi<br />
termasuk jaminan hukum dan kestabilan keamanan.<br />
28
- Pengembangan industri yang berwawasan lingkungan dan<br />
berkelanjutan.<br />
- Pengembangan kemampuan SDM.<br />
c. Pengembangan teknologi kedepan :<br />
- Meningkatkan kemampuan alih teknologi dengan memanfaatkan<br />
lisensi teknologi proses petrokimia C-1, Olefin dan Aromatik yang<br />
habis masa lisensinya berdasarkan inovasi teknologi dalam negeri.<br />
- Mengaplikasikan lisensi teknologi proses <strong>Industri</strong> Urea yang<br />
dikembangkan bersama pemilik lisensor.<br />
- Sinergi dalam penelitian teknologi proses industri polimer seperti<br />
alkyd resin, unsaturated polyester resin, polyurethane resin.<br />
d. Pengembangan lokasi klaster :<br />
- Bontang, Kaltim<br />
- Tuban - Gresik, Jawa Timur<br />
- Anyer – Merak – Cilegon – Serang, Banten<br />
Kebijakan<br />
• Pengaturan alokasi SDA lokal sebagai bahan baku industri petrokimia.<br />
• Pengaturan efisiensi bahan baku/energi melalui penghematan maupun<br />
diversifikasi bahan baku/energi.<br />
• Pengaturan limbah/scrap/used-product petrokimia sebagai bahan<br />
baku.<br />
• Pengaturan insentif pajak untuk mendorong peningkatan investasi<br />
industri petrokimia.<br />
• Pengaturan peningkatan SDM melalui peningkatan standar<br />
kompetensi kerja nasional industri petrokimia.<br />
• Pengaturan mengenai pembangunan infrastruktur industri antara<br />
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan swasta.<br />
• Pengaturan yang mengutamakan penggunaan produksi DN.<br />
29
• Pengaturan pengembangan litbang teknologi DN yang terintegrasi dan<br />
berkualitas melalui pemberian insentif.<br />
5.2. Indikator Pencapaian<br />
• Meningkatnya pemanfaatan kapasitas terpasang industri petrokimia.<br />
• Meningkatnya pemanfaatan bahan baku lokal.<br />
• Meningkatnya kapasitas produksi industri petrokimia hulu : Olefin,<br />
Aromatik, Berbasis C1.<br />
5.3. Tahapan Implementasi<br />
• Mengalokasikan secara khusus pemanfaatan komponen-komponen<br />
gas bumi, kondensat, naphta dan senyawa-senyawa alkana, yang di<br />
satu sisi mendukung perkembangan kebutuhan untuk industri<br />
petrokimia dan di sisi lain tidak mengganggu upaya penggalangan<br />
cadangan devisa nasional;<br />
• Membuka peluang pemanfaatan bahan baku alternatif dari dalam<br />
negeri, seperti batubara dan biomassa yang saat ini belum digunakan<br />
di industri petrokimia.<br />
• Memacu pengembangan industri petrokimia yang menggunakan<br />
kandungan teknologi yang dikembangkan di dalam negeri yang makin<br />
meningkat;<br />
• Mendorong pengembangan industri petrokimia yang memiliki<br />
keterkaitan kuat dengan sektor ekonomi lainnya.<br />
• Menciptakan iklim investasi yang menarik bagi pengembangan industri<br />
petrokimia berskala menengah, terutama pada tingkat daerah, bagi<br />
pengembangan industri petrokimia antara dan hilir dan yang<br />
berpotensi memanfaatkan sumber daya alam lain selain minyak dan<br />
gas bumi, yaitu batubara dan biomassa.<br />
30
• Menstimulasi dan memobilisasi kemampuan nasional untuk<br />
membangun dan menegakkan berfungsinya teknologi yang<br />
berhubungan dengan industri petrokimia.<br />
VI. PROGRAM/RENCANA AKSI<br />
6.1. Rencana Aksi Jangka Menengah (2010-2014) :<br />
1. Revisi UU No. 22 / 2001 tentang Migas, Peraturan Pemerintah Nomor<br />
35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas dan Peraturan<br />
Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir<br />
Migas, sebagai upaya pengamanan pasok migas nasional untuk<br />
bahan baku industri (sebagai tindak lanjut amandemen UU No. 22 /<br />
2001 tentang Migas).<br />
2. Mengupayakan insentif berupa split yang lebih besar bagi KPS yang<br />
memasok industri dalam negeri.<br />
3. Proses Debottlenecking Unit Ethylene meningkatkan kapasitas<br />
produksi ethylene 30.000 Ton/Tahun.<br />
4. Fasilitasi penerapan AICO (ASEAN <strong>Industri</strong>al Co-operation) scheme<br />
dan pengembangan Ethylene Cracker Unit PT. Titan Indonesia di<br />
Merak untuk mendukung industri polietilen pada tahun 2009.<br />
5. Usulan kebijakan mengenai alokasi bahan baku dengan harga khusus<br />
yang diprioritaskan untuk industri petrokimia hulu;<br />
6. Studi untuk mengkaji fasilitasi proses integrasi antara industri primer,<br />
petrokimia hulu, antara, dan hilir;<br />
7. Peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur pendukung industri<br />
petrokimia antara lain pelabuhan, kereta api & aero-train, jalan akses,<br />
serta utilitas.<br />
8. Revitalisasi 5 pabrik urea yang sudah tua, pembangunan 1 pabrik<br />
urea, pembangunan 5 pabrik compound, 6 pabrik amonia (terintegrasi<br />
dengan pabrik pupuk).<br />
31
9. Peningkatan kegiatan riset teknologi industri dan rekayasa produk<br />
petrokimia yang terintegrasi.<br />
10. Peningkatan kualitas SDM melalui training dan kerjasama pihak industri<br />
dengan lembaga pendidikan/Perguruan Tinggi.<br />
11. Promosi investasi industri petrokimia (pengembangan bahan baku<br />
industri plastik teknik) seperti polycarbonate, polyacetal, polyamide, ke<br />
negara a.l. Jepang, Korea dan China.<br />
12. Pembentukan Working Group Klaster <strong>Industri</strong> Petrokimia, melalui<br />
kegiatan-kegiatan pembahasan/evaluasi pengembangan industri<br />
petrokimia di wilayah klaster industri meliputi aspek bahan baku,<br />
teknologi, pemasaran, infrastruktur, sumber daya manusia, Corporate<br />
Social Responsibility (CSR), pengelolaan lingkungan, manajemen<br />
tanggap darurat (emergency response), sinkronisasi kebijakan<br />
pemerintah pusat dan daerah.<br />
13. Pengembangan sistem informasi industri petrokimia.<br />
14. Pembangunan centre of excellence industri petrokimia, yang mencakup<br />
aspek penyediaan, konservasi dan efisiensi bahan baku & energi,<br />
teknologi, pemasaran, infrastruktur, sumber daya manusia, Corporate<br />
Social Responsibility (CSR), kerjasama luar negeri, serta penerapan<br />
manajemen penanganan dampak Keselamatan, Keamanan,<br />
Kesehatan dan Lingkungan Hidup (K3L) di lingkungan industri<br />
petrokimia.<br />
15. Harmonisasi tarif bea masuk industri petrokimia dalam rangka AFTA<br />
maupun FTA.<br />
16. New PP Plant (kapasitas 250.000 ton/tahun) yang terintegrasi dengan<br />
RCC Offgas to Propylene Project/Methatesis pada awal 2011 oleh<br />
Pertamina.<br />
17. Kajian/bantuan teknik “Gas bumi melalui proses splitting untuk industri<br />
olefin dan aromatik”.<br />
18. Belum ada studi Prakelayakan <strong>Industri</strong> Unggulan ”Batubara melalui<br />
proses gasifikasi untuk industri ammonia & methanol”.<br />
32
19. Dukungan berupa kajian/bantuan teknik untuk mengembangkan pusat<br />
Olefin berbasis pati khususnya sagu di wilayah Riau yang akan<br />
dikembangkan oleh Mitsubishi Group.<br />
20. Dukungan berupa kajian/bantuan teknik untuk mengembangkan pusat<br />
Olefin yang bahan bakunya berasal dari pati atau biomassa di<br />
wil.Banten yang akan dikembangkan oleh PT. Titan.<br />
21. Mempercepat realisasi MOU antara PT. Pertamina /PT. Medco Energy<br />
dg PT. Pusri (holding) mengenai rencana pembangunan industri<br />
ammonia/urea dengan kapasitas global terintegrasi berbasis gas bumi,<br />
berlokasi di Sonoro (Sulawesi Tengah).<br />
22. Mendorong perencanaan pembangunan infrastruktur industri petrokimia<br />
di Sonoro dan Papua Barat.<br />
23. Pertemuan dengan instansi terkait untuk pengembangan, perawatan<br />
dan perawatan infrastruktur.<br />
6.2. Rencana Aksi Jangka Panjang (2015-2025) :<br />
1. Meneruskan & meningkatkan diversifikasi sumber bahan baku dan<br />
sumber energi industri petrokimia.<br />
2. Peningkatan kegiatan riset teknologi industri dan rekayasa produk<br />
petrokimia yang terintegrasi.<br />
3. Peningkatan kualitas SDM melalui trainning & standar kompetensi kerja<br />
nasional industri petrokimia.<br />
4. Pemeliharaan kualitas dan kuantitas infrastruktur pendukung industri<br />
petrokimia antara lain pelabuhan, jalan akses, dan utilitas.<br />
5. Pengembangan centre of excellence industri petrokimia.<br />
33
<strong>Industri</strong> Inti<br />
Produk Polimer<br />
<strong>Industri</strong> Pendukung<br />
Kondesat; Naphta; Gas Alam; Residu;<br />
Aromatic Centre; Olefin Centre<br />
<strong>Industri</strong> Terkait<br />
Produk Plastik; Tekstil; Coating/Painting Product; Speciality<br />
Chemical; Pharmacy ; Perlengkapan Otomotif ; Peralatan Listrik ;<br />
Karet Sintetis ; Serat Sintetis<br />
Sasaran Jangka Menengah 2010 – 2014<br />
1. Terpenuhinya pertumbuhan kebutuhan dalam negeri produk olefin sebesar 10-12 % per tahun; produk aromatik<br />
sebesar 8-10 % per tahun dan produk petrokimia C-1 sebesar 4-6 % per tahun.<br />
2. Meningkatnya kapasitas industri olefin, yaitu ethylene menjadi 1,5 juta ton/tahun dan propylene menjadi 1,2 juta<br />
ton/tahun.<br />
3. Meningkatnya kapasitas industri aromatik, yaitu benzene menjadi 900 ribu ton/tahun; paraxylene menjadi 1,6<br />
juta ton/tahun; ortho-xylene menjadi 240 ribu ton/tahun dan toluene menjadi 200 ribu ton/tahun;<br />
4. Meningkatnya kapasitas industri petrokimia C-1, yaitu ammonia menjadi 8,1 juta ton/tahun dan methanol<br />
menjadi 2,3 juta ton/tahun.<br />
Sasaran Jangka Panjang 2015 – 2025<br />
1. Meningkatnya kapasitas produksi industri petrokimia hulu:<br />
- Berbasis C1: pupuk NPK dari 700.000 ton/tahun menjadi 1,9 juta<br />
ton/tahun.<br />
2. Terintegrasinya industri migas dengan industri petrokimia hulu, industri<br />
petrokimia antara dan industri petrokimia hilir melalui jaringan distribusi dan<br />
infrastruktur yang efektif dan efisien.<br />
Strategi<br />
Sektor : Peningkatan produksi guna memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri melalui diversifikasi produk, peningkatan nilai tambah, peningkatan kandungan lokal (bahan baku/penolong, peralatan<br />
pabrik, jasa teknik dan konstruksi, jasa pendukung produksi), integrasi industri migas dengan industri petrokimia, restrukturisasi usaha (merjer dan akuisisi), dan promosi investasi industri<br />
petrokimia unggulan.<br />
Teknologi : Meningkatkan litbang teknologi industri dengan memanfaatkan lisensi teknologi yang sudah habis masa berlakunya dengan inovasi dalam negeri serta pengembangan industri peralatan<br />
pabrik.<br />
Pokok-pokok Rencana Aksi Jangka Menengah ( 2010 – 2014)<br />
1. Revisi UU No. 22 / 2001 tentang Migas, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004<br />
tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004<br />
tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas, sebagai upaya pengamanan pasok migas nasional<br />
untuk bahan baku industri (sebagai tindak lanjut amandemen UU No. 22 / 2001 tentang<br />
Migas).<br />
2. Mengupayakan insentif berupa split yang lebih besar bagi KPS yang memasok industri<br />
dalam negeri.<br />
3. Proses Debottlenecking Unit Ethylene meningkatkan kapasitas produksi ethylene 30.000<br />
Ton/Tahun.<br />
4. Fasilitasi penerapan AICO (ASEAN <strong>Industri</strong>al Co-operation) scheme dan pengembangan<br />
Ethylene Cracker Unit PT. Titan Indonesia di Merak untuk mendukung industri polietilen<br />
pada tahun 2009.<br />
5. Usulan kebijakan mengenai alokasi bahan baku dengan harga khusus yang diprioritaskan<br />
untuk industri petrokimia hulu;<br />
6. Studi untuk mengkaji fasilitasi proses integrasi antara industri primer, petrokimia hulu,<br />
antara, dan hilir;<br />
Pokok-pokok Rencana Aksi Jangka Panjang ( 2015 – 2025)<br />
1. Meneruskan & meningkatkan diversifikasi sumber bahan<br />
baku dan sumber energi industri petrokimia.<br />
2. Peningkatan kegiatan riset teknologi industri dan rekayasa<br />
produk petrokimia yang terintegrasi.<br />
3. Peningkatan kualitas SDM melalui trainning & standar<br />
kompetensi kerja nasional industri petrokimia.<br />
4. Pemeliharaan kualitas dan kuantitas infrastruktur pendukung<br />
industri petrokimia antara lain pelabuhan, jalan akses, dan<br />
utilitas.<br />
5. Pengembangan centre of excellence industri petrokimia.<br />
24
7. Peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur pendukung industri petrokimia antara lain<br />
pelabuhan, kereta api & aero-train, jalan akses, serta utilitas.<br />
8. Revitalisasi 5 pabrik urea yang sudah tua, pembangunan 1 pabrik urea, pembangunan 5<br />
pabrik compound, 6 pabrik amonia (terintegrasi dengan pabrik pupuk).<br />
9. Peningkatan kegiatan riset teknologi industri dan rekayasa produk petrokimia yang<br />
terintegrasi.<br />
10. Peningkatan kualitas SDM melalui training dan kerjasama pihak industri dengan lembaga<br />
pendidikan/Perguruan Tinggi.<br />
11. Promosi investasi industri petrokimia (pengembangan bahan baku industri plastik teknik)<br />
seperti polycarbonate, polyacetal, polyamide, ke negara a.l. Jepang, Korea dan China.<br />
12. Pembentukan Working Group Klaster <strong>Industri</strong> Petrokimia, melalui kegiatan-kegiatan<br />
pembahasan/evaluasi pengembangan industri petrokimia di wilayah klaster industri meliputi<br />
aspek bahan baku, teknologi, pemasaran, infrastruktur, sumber daya manusia, Corporate<br />
Social Responsibility (CSR), pengelolaan lingkungan, manajemen tanggap darurat<br />
(emergency response), sinkronisasi kebijakan pemerintah pusat dan daerah.<br />
13. Pengembangan sistem informasi industri petrokimia.<br />
14. Pembangunan centre of excellence industri petrokimia, yang mencakup aspek penyediaan,<br />
konservasi dan efisiensi bahan baku & energi, teknologi, pemasaran, infrastruktur, sumber<br />
daya manusia, Corporate Social Responsibility (CSR), kerjasama luar negeri, serta<br />
penerapan manajemen penanganan dampak Keselamatan, Keamanan, Kesehatan dan<br />
Lingkungan Hidup (K3L) di lingkungan industri petrokimia.<br />
15. Harmonisasi tarif bea masuk industri petrokimia dalam rangka AFTA maupun FTA.<br />
16. New PP Plant (kapasitas 250.000 ton/tahun) yang terintegrasi dengan RCC Offgas to<br />
Propylene Project/Methatesis pada awal 2011 oleh Pertamina.<br />
17. Kajian/bantuan teknik “Gas bumi melalui proses splitting untuk industri olefin dan aromatik”.<br />
18. Dukungan berupa kajian/bantuan teknik untuk mengembangkan pusat Olefin berbasis pati<br />
khususnya sagu di wilayah Riau yang akan dikembangkan oleh Mitsubishi Group.<br />
19. Dukungan berupa kajian/bantuan teknik untuk mengembangkan pusat Olefin yang bahan<br />
bakunya berasal dari pati atau biomassa di wil.Banten yang akan dikembangkan oleh PT.<br />
Titan.<br />
20. Mempercepat realisasi MOU antara PT. Pertamina /PT. Medco Energy dg PT. Pusri<br />
(holding) mengenai rencana pembangunan industri ammonia/urea dengan kapasitas global<br />
terintegrasi berbasis gas bumi, berlokasi di Sonoro (Sulawesi Tengah).<br />
21. Mendorong perencanaan pembangunan infrastruktur industri petrokimia di Sonoro dan<br />
Papua Barat.<br />
22. Pertemuan dengan instansi terkait untuk pengembangan, perawatan dan perawatan<br />
infrastruktur.<br />
25
Unsur Penunjang<br />
Periodesasi Peningkatan Teknologi<br />
a. Inisiasi 2004 – 2009 : Penguasaan lisensi teknologi (basic desain & detail desain);<br />
b. Pengembangan Cepat 2010 – 2015 : Penguasaan pembuatan peralatan pabrik (industri manufaktur);<br />
c. Matang 2016 – 2025 : Aplikasi Penguasaan Teknologi proses melalui retrofitting<br />
Pasar<br />
a. Membangun jaringan pasar internasional.<br />
b. Meningkatkan efisiensi distribusi produk petrokimia<br />
c. Mengamankan pasar dalam negeri<br />
SDM<br />
a. Peningkatan kemampuan SDM di bidang petrokimia;<br />
b. Peningkatan peran perguruan tinggi dan lembaga Litbang bidang<br />
petrokimia.<br />
Infrastruktur<br />
a. Mendorong investasi baru untuk kawasan industri yang kompetitif;<br />
b. Memberikan keringanan pajak untuk investasi baru<br />
c. Harmonisasi tarif produk petrokimia hulu, antara & hilir.<br />
26
VI. KELEMBAGAAN<br />
Pemerintah<br />
Dept. Perindustrian<br />
Dept. Perdagangan<br />
Dept. Energi dan Sumber Daya Mineral<br />
Dept. Keuangan<br />
Dept. Tenaga Kerja dan Trasmigrasi<br />
Kement. Ristek<br />
Kement. Lingkungan Hidup<br />
Badan Koordinasi Penanaman Modal<br />
Pemerintah Daerah<br />
Asosiasi &<br />
Lembaga Litbang<br />
Perguruan Tinggi<br />
INAPLAS, APKODI, APROBSI, APPI, AIFTA, ASRI<br />
Lembaga Litbang<br />
Produsen<br />
Perusahaan Penyedia <strong>Industri</strong> Penunjang, Perusahaan Penyedia<br />
Mesin Peralatan, Jasa Transportasi, Jasa Keuangan, Jasa<br />
Konsultasi<br />
Perusahaan<br />
Penghasil<br />
Bahan Baku<br />
Perusahaan<br />
<strong>Industri</strong><br />
Petrokimia<br />
Perusahaan<br />
Jasa Distribusi<br />
Eksportir<br />
24