29.01.2015 Views

buletin kadin Juli 2008-revised.indd - Kadin Indonesia

buletin kadin Juli 2008-revised.indd - Kadin Indonesia

buletin kadin Juli 2008-revised.indd - Kadin Indonesia

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Edisi Agustus - September <strong>2008</strong><br />

Daftar Isi<br />

Berita<strong>Kadin</strong><br />

Kondisi Perekonomian<br />

<strong>Indonesia</strong><br />

<strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> telah<br />

menandatangani MoU dengan<br />

BNN<br />

MUPROV IV KADIN Jambi<br />

H.A.. Bakri HM, SE terpilih<br />

secara aklamasi sebagai ketua<br />

umum<br />

Meskipun kenaikan Tarif<br />

PPnBM masih dalam rencana,<br />

KADIN <strong>Indonesia</strong> telah<br />

meminta kepada Pemerintah<br />

dan DPR untuk mengkaji secara<br />

komprehensif<br />

Strategi penguatan ketahanan<br />

pangan untuk mengantisipasi<br />

dan menjawab tantangan pangan<br />

di tingkat global<br />

Hasil Rapat Koordinasi<br />

Nasional Perhubungan <strong>Kadin</strong><br />

<strong>Indonesia</strong><br />

Mohanad S Hidayat: Pengusaha<br />

belum yakin, bahwa dengan<br />

kenaikan tarif listrik, tidak akan<br />

ada lagi pemadaman<br />

Kebijakan dan Rekomendasi<br />

KADIN<br />

KPPOD AWARD, Merupakan<br />

suatu ajang kompetisi sehat<br />

antar pemerintah daerah<br />

Pemberitahuan awal mengenai<br />

penyelenggaraanMunas-V<br />

<strong>Kadin</strong><br />

Laporan Ekonomi Bulanan<br />

<strong>Juli</strong> <strong>2008</strong><br />

1<br />

4<br />

5<br />

6<br />

9<br />

11<br />

12<br />

13<br />

15<br />

<strong>Kadin</strong>Internasional<br />

18<br />

Perkembangan Industri Plastik<br />

Pakistan, dan peluang Ekspor<br />

plastik dari <strong>Indonesia</strong> ke<br />

Pakistan<br />

Perkembangan hubungan<br />

Ekonomi <strong>Indonesia</strong> dan<br />

Tanzania<br />

Undangan untuk mengikuti<br />

Festival Kopi dan teh di<br />

Tashkent pada tanggal 19-21<br />

November <strong>2008</strong><br />

Informasi kepada para<br />

eksportir Furniture, bilamana<br />

akan mengekspor produknya<br />

ke Ceko<br />

Market Intellegence produk<br />

keramik dan Batu Alam<br />

<strong>Indonesia</strong> pada Coverings<br />

<strong>2008</strong> di Orlando - Florida,<br />

disampaikan oleh Konsulat<br />

Jenderal Republik <strong>Indonesia</strong><br />

Houston<br />

Hasil Seminar: "Economical<br />

and Financial Turmoil: What<br />

Lies Ahead"<br />

Sebuah Kesempatan untuk<br />

memamerkan budaya<br />

<strong>Indonesia</strong>, serta berbisnis di<br />

San Francisco Amerika Serikat<br />

Momentum Kebangkitan<br />

Ekonomi Nasional<br />

19<br />

20<br />

21<br />

22<br />

23<br />

Berita<strong>Kadin</strong><br />

Kondisi Perekonomian <strong>Indonesia</strong><br />

Kondisi perekonomian dunia<br />

1 dikhawatirkan akan benarbenar<br />

menuju jurang resesi jika<br />

tidak segera dilakukan upayaupaya<br />

konkrit untuk mengatasi<br />

keadaan ini. Perkembangan<br />

harga minyak dunia cenderung<br />

terus melonjak bahkan sempat<br />

melampaui US$ 145 per barrel,<br />

sementara harga komoditi<br />

pangan juga terus meningkat.<br />

Hal ini menyebabkan ancaman<br />

stagflasi – yaitu situasi dimana<br />

pertumbuhan ekonomi sangat<br />

lamban, tetapi diikuti oleh<br />

tingkat inflasi yang sangat<br />

tinggi – bisa menjadi kenyataan.<br />

130<br />

120<br />

110<br />

100<br />

90<br />

Yen<br />

Euro<br />

Dalam hal perekonomian<br />

2 nasional, meskipun dampak<br />

sosial kenaikan harga BBM<br />

pada 24 Mei <strong>2008</strong> tidak terlalu<br />

berpengaruh terhadap kondisi<br />

negara secara keseluruhan,<br />

namun dampaknya terhadap<br />

perekonomian sangatlah besar.<br />

Tingkat inflasi diperkirakan<br />

akan mencapai double digit,<br />

yaitu sekitar12,5 persen, di saat<br />

daya beli masyarakat masih<br />

dalam kondisi sangat tertekan<br />

Perekonomian dunia diprediksi<br />

hanya akan tumbuh sekitar<br />

1,8 persen pada tahun <strong>2008</strong>,<br />

yang merupakan suatu<br />

penurunan yang cukup drastis<br />

dibandingkan dengan angka<br />

pertumbuhan sebesar 3,8 persen<br />

pada tahun 2007.<br />

Sementara itu akibat krisis<br />

keuangan dan krisis perumahan<br />

di Amerika Serikat, berbagai<br />

faktor lain juga bermunculan<br />

mengiringi ketidakseimbangan<br />

global. Terus anjloknya kurs<br />

dollar Amerika Serikat dan<br />

memburuknya krisis kredit<br />

Kurs Yen dan Euro Terhadap Dollar AS<br />

2 Januari 2007 - 19 <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong><br />

akibat melonjaknya harga<br />

komoditi pangan akhir-akhir ini.<br />

Tingkat pertumbuhan ekonomi<br />

dipastikan tidak akan mencapai<br />

target APBN sebesar 6,4 persen,<br />

tetapi paling tinggi akan berada<br />

di sekitar 6 persen untuk tahun<br />

<strong>2008</strong>.<br />

Sedangkan APBN tetap belum<br />

bisa dikatakan aman, karena<br />

selain masih mengandung beban<br />

defisit sebesar Rp 82,3 triliun<br />

Oleh: Tim Ekonomi <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong><br />

di negara-negara industri<br />

semakin memperburuk<br />

keadaan dan menyebabkan<br />

perekonomian dunia berada<br />

dalam ketidakpastian yang<br />

mengkhawatirkan. Meskipun<br />

beberapa negara di Eropa<br />

dan Jepang, serta sejumlah<br />

negara berkembang bisa tetap<br />

menjadi mesin pertumbuhan<br />

ekonomi dunia, namun dampak<br />

penurunan perekonomian<br />

Amerika Serikat tetap cukup<br />

besar dalam mempengaruhi<br />

perekonomian global akibat<br />

contagion effect pada banyak<br />

negara di dunia.<br />

2-Jan-07<br />

26-Jan-07<br />

19-Feb-07<br />

15-Mar-07<br />

8-Apr-07<br />

2-May-07<br />

26-May-07<br />

19-Jun-07<br />

13-Jul-07<br />

6-Aug-07<br />

30-Aug-07<br />

23-Sep-07<br />

17-Oct-07<br />

10-Nov-07<br />

4-Dec-07<br />

28-Dec-07<br />

21-Jan-08<br />

14-Feb-08<br />

9-Mar-08<br />

2-Apr-08<br />

26-Apr-08<br />

20-May-08<br />

13-Jun-08<br />

7-Jul-08<br />

0.8<br />

0.7<br />

0.6<br />

0.5<br />

untuk tahun <strong>2008</strong>, juga tetap<br />

dibayang-bayangi oleh kenaikan<br />

harga minyak dunia yang masih<br />

terus bergejolak hingga saat ini.<br />

Adanya kekhawatirkan bahwa<br />

harga minyak mentah dunia<br />

bisa menembus angka US$<br />

200 per barrel di akhir tahun<br />

<strong>2008</strong> bukanlah suatu hal yang<br />

berlebihan, melihat kondisi<br />

kondisi pasar uang dan pasar<br />

komoditi dunia yang semakin<br />

tidak terkendali akhir-akhir ini.


2<br />

Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />

Susunan Redaksi<br />

Diterbitkan:<br />

Sekretariat <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong>.<br />

Pelindung:<br />

Ketua Umum <strong>Kadin</strong><br />

<strong>Indonesia</strong>, MS Hidayat.<br />

Wakil Ketua Umum <strong>Kadin</strong><br />

<strong>Indonesia</strong> Bidang<br />

Keorganisasian dan<br />

Keanggotaan, Adi Putra Tahir<br />

Penanggung Jawab:<br />

Direktur Eksekutif <strong>Kadin</strong><br />

<strong>Indonesia</strong>, Hariadi Saptadji<br />

Para Direktur dan Kepala Biro<br />

<strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong>.<br />

Pemimpin Redaksi:<br />

Sutrisno<br />

Wakil Pemimpin Redaksi/<br />

Pelaksana Teknis:<br />

Hadi Widianto<br />

Redaksi:<br />

Yoyo Picaulima.<br />

Kontributor:<br />

Miftahul Hakim<br />

Ruwiyati Sri Rahayu (Wiwik)<br />

Nursyamsi Gemawaty.<br />

Meskipun pada triwulan I <strong>2008</strong> pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 6,3% secara year on<br />

3 year, namun secara triwulanan hanya tumbuh sekitar 2,1 persen terhadap triwulan IV 2007.<br />

Pertumbuhan ekonomi tersebut hanya bertumpu pada kegiatan ekspor, karena dari empat komponen<br />

pengguna Produk Domestik Bruto (PDB) hanya ekspor yang tercatat positif, yaitu sekitar 5,7 persen.<br />

Sedangkan investasi fisik (Pembentukan Modal Tetap Bruto) mengalami kontraksi sekitar 0,6 persen,<br />

dan pengeluaran konsumsi masyarakat turun sekitar 0,4 persen akibat turunnya daya beli di awal tahun<br />

<strong>2008</strong> ini.<br />

Pertumbuhan PDB Harga Konstan 2000 menurut Penggunaan(%)<br />

Pengeluaran<br />

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga<br />

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah<br />

Pembentukan Modal Tetap Bruto<br />

Ekspor Barang dan Jasa<br />

Dikurangi : Impor Barang dan Jasa<br />

Produk Domestik Bruto<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik<br />

Trw IV 2007<br />

thd<br />

Trw III 2007<br />

2,3<br />

23,2<br />

2,3<br />

2,6<br />

1,3<br />

-2,1<br />

Trw I <strong>2008</strong><br />

thd<br />

Trw IV 2007<br />

-0,4<br />

-30,5<br />

-0,6<br />

5,7<br />

2,7<br />

2,1<br />

Trw I <strong>2008</strong><br />

thd<br />

Trw I <strong>2008</strong><br />

5,5<br />

3,6<br />

13,3<br />

15,0<br />

16,8<br />

6,3<br />

Sumber Pertumbuhan<br />

year on year<br />

Sementara itu secara sektoral, pendukung utama pertumbuhan adalah sektor pertanian, yang tumbuh<br />

sebesar 18 persen pada triwulan I <strong>2008</strong> (terhadap triwulan IV 2007). Sedangkan sektor industri<br />

pengolahan mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar -0,1 persen, meskipun secara year on year<br />

(triwulan I <strong>2008</strong> terhadap triwulan I 2007) menunjukkan pertumbuhan sekitar 1,2 persen. Tingginya<br />

pertumbuhan pada sektor pertanian dimungkinkan tidak saja karena faktok musiman (terjadinya<br />

panen raya pada bulan Maret), tetapi juga didukung oleh kenaikan harga komoditas pertanian dan<br />

perkebunan yang melonjak secara sangat berarti.<br />

3,2<br />

0,2<br />

2,9<br />

7,1<br />

-<br />

6,3<br />

Pertumbuhan PDB Harga Konstan 2000 Menurut Sektor (%)<br />

Lapangan Usaha<br />

1. PERTANIAN, PETERNAKAN,<br />

KEHUTANAN DAN PERIKANAN<br />

2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN<br />

3. INDUSTRI PENGOLAHAN<br />

4. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH<br />

5. B A N G U N A N<br />

6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN<br />

7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI<br />

8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH.<br />

9. JASA - JASA<br />

Trw IV 2007<br />

thd<br />

Trw III 2007<br />

-0,1<br />

-0,2<br />

2<br />

3,8<br />

0,5<br />

6,8<br />

3,1<br />

2,9<br />

Trw I <strong>2008</strong><br />

thd<br />

Trw IV 2007<br />

-1,1<br />

-0,1<br />

1,2<br />

-1,6<br />

-0,2<br />

0,6<br />

1,8<br />

0,4<br />

Trw I <strong>2008</strong><br />

thd<br />

Trw I <strong>2008</strong><br />

-2,3<br />

4,3<br />

12,1<br />

8,3<br />

7,2<br />

19,7<br />

8,3<br />

5,7<br />

Sumber Pertumbuhan<br />

year on year<br />

-22,9 18 6 0,8<br />

-0,2<br />

1,2<br />

0,1<br />

0,5<br />

1,2<br />

1,4<br />

0,8<br />

0,5<br />

Produk Domestik Bruto<br />

-2,1<br />

2,1<br />

6,3<br />

6,3<br />

Produk Domestik Bruto Tanpa Migas<br />

-2,2<br />

2,4<br />

6,8<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik<br />

KAMAR DAGANG DAN<br />

INDUSTRI INDONESIA<br />

Menara <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> Lt.29<br />

Jalan HR. Rasuna Said X-5 kav 2-3,<br />

Jakarta 12950 – <strong>Indonesia</strong><br />

Telepon: (62-21) 5274484 (hunting)<br />

Fax: (62-21) 5274331, 5274332<br />

E-mail: info<strong>kadin</strong>@<strong>kadin</strong>-indonesia.or.id<br />

Tekanan eksternal, kenaikan harga BBM, dan gangguan pasokan barang-barang kebutuhan pokok<br />

4 telah mengakibatkan kenaikan inflasi telah mencapai angka dua digit pada akhir bulan Juni lalu.<br />

Pada Juni <strong>2008</strong> angka inflasi mencapai 2,46 persen, sehingga secara kumulatif pada Januari-Juni <strong>2008</strong><br />

telah mencapai 7,37 persen, dan inflasi year on year tercatat sebesar 11,03 persen. Laju inflasi yang<br />

tinggi terutama disumbang oleh kelompok pengeluaran Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan<br />

yang mencatat inflasi sebesar 8,72 persen pada bulan Juni <strong>2008</strong>.<br />

Kemudian diikuti oleh kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan<br />

tembakau, dimana laju inflasi pada kedua kelompok pengeluaran ini pada bulan Juni <strong>2008</strong> masingmasing<br />

mencapai 1,28 persen dan 1,33 persen.


Info <strong>Kadin</strong> Agustus - September <strong>2008</strong><br />

3<br />

%<br />

8<br />

7<br />

6<br />

5<br />

4<br />

3<br />

2<br />

1<br />

0<br />

<strong>2008</strong><br />

2006<br />

2007<br />

Inflasi Kumulatif (%) 2006 - <strong>2008</strong><br />

7.37<br />

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sept Oct Nov Dec<br />

6.59<br />

Inflasi Bulanan, Tahun Kalender, Year on Year,<br />

Tahun 2006–<strong>2008</strong><br />

5Meskipun mengalami sedikit tekanan akibat terjadinya gejolak<br />

pada pasar modal dalam dan luar negeri, secara keseluruhan<br />

kurs rupiah tidak berfluktuasi secara berlebihan sampai pertengahan<br />

bulan <strong>Juli</strong> ini. Sebagai lembaga yang bertugas menjaga laju inflasi<br />

dan menjaga stabilitas kurs mata uang rupiah, Bank <strong>Indonesia</strong><br />

Rp/US$<br />

9,000<br />

9,100<br />

9,200<br />

9,300<br />

9,400<br />

9,500<br />

2-Jan-08<br />

Kurs Tengah Rupiah terhadap Dollar AS Januari <strong>2008</strong> - 10 <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong><br />

15-Jan-08<br />

25-Jan-08<br />

7-Feb-08<br />

19-Feb-08<br />

29-Feb-08<br />

13-Mar-08<br />

27-Mar-08<br />

berhasil menjaga nilai rupiah pada level yang cukup kredibel dalam<br />

pandangan para pelaku ekonomi. Dalam menjaga rupiah, Bank<br />

<strong>Indonesia</strong> terus melakukan intervensi terhadap kurs rupiah demi<br />

kenyamanan para eksportir dan para importir melakukan kegiatan<br />

usahanya.<br />

6Sementara itu, terus menurunnya kinerja pasar modal <strong>Indonesia</strong><br />

sejalan dengan menurunnya kinerja pasar modal global. Sejak<br />

20 Juni <strong>2008</strong> indeks Dow Jones terus terkoreksi tajam, sehingga<br />

pada 9 <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong> berada pada level 11,147.44, atau mengalami<br />

penurunan sebesar 11,8 persen terhadap level 12,638.32 pada<br />

akhir Mei <strong>2008</strong>. Dalam kurun waktu yang sama indeks harga<br />

saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek <strong>Indonesia</strong> juga mengalami<br />

penurunan sebesar 6,48 persen, yaitu dari 2,444.35 pada akhir Mei<br />

<strong>2008</strong> menjadi 2,286.03 pada 9 <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong> lalu. Selain dipengaruhi<br />

oleh melemahnya bursa global, penurunan IHSG juga dipengaruhi<br />

oleh reaksi negatif pasar terhadap tingginya tingkat inflasi dalam<br />

dua bulan terakhir ini. Angka inflasi yang mencapai 1,41 persen<br />

pada bulan Mei dan sebesar 2,46 persen pada bulan Juni lalu telah<br />

menimbulkan kekhawatiran pada para pelaku pasar.<br />

Selain itu, naiknya suku bunga SBI dan suku bunga deposito<br />

yang ditawarkan sektor perbankan, diperkirakan juga telah<br />

Terjadinya defisit sebesar US$ 524,1 juta pada neraca perdagangan<br />

7 di bulan April <strong>2008</strong> lalu cukup memprihatinkan. Defisit ini dipicu<br />

oleh turunnya kinerja ekspor nasional ditengah tingginya harga<br />

minyak dan beberapa harga komoditas dunia. Padahal pada bulan<br />

sebelumnya neraca perdagangan masih mencatat surplus sebesar<br />

US$ 1,89 miliar. Defisit yang terjadi pada April <strong>2008</strong> disebabkan<br />

nilai total ekspor hanya mencapai US$ 10,97 miliar atau turun<br />

sekitar 7,8 persen dari nilai ekspor pada Maret <strong>2008</strong> sebesar US$<br />

11,9 miliar. Sementara nilai impor meningkat sebesar 14,9 persen<br />

8-Apr-08<br />

18-Apr-08<br />

30-Apr-08<br />

13-May-08<br />

23-May-08<br />

4-Jun-08<br />

16-Jun-08<br />

26-Jun-08<br />

9,172<br />

8-Jul-08<br />

Selain itu Bank <strong>Indonesia</strong> juga telah mengantisipasi kemungkinan<br />

dampak dari naiknya inflasi akibat kenaikan harga BBM. Dalam<br />

menjaga kemungkinan melonjaknya inflasi tersebut, Bank <strong>Indonesia</strong><br />

telah tiga kali menaikkan suku bunga acuan BI-rate sejak bulan Mei<br />

lalu, sehingga dewasa ini BI-rate kembali berada pada level 8,75<br />

persen. Hal ini diharapkan dapat menahan keluarnya dana dari<br />

<strong>Indonesia</strong>, yang berpotensi menurunkan kurs rupiah jika suku bunga<br />

riil dalam negeri mengalami penurunan. Dengan suku bunga BI-rate<br />

sebesar 8,75 persen dan laju inflasi sebesar 11,03 persen, saat ini<br />

suku bunga riil di <strong>Indonesia</strong> memang sudah menjadi negatif.<br />

Sempat melemahnya rupiah ke level Rp 9.376 per dollar AS pada<br />

27 Mei lalu sempat menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku<br />

ekonomi. Kekhawatiran terhadap terganggunya stabilitas moneter<br />

muncul bersamaan dengan meningkatnya angka inflasi pada bulan<br />

Mei lalu. Untungnya, Bank <strong>Indonesia</strong> kembali berhasil membawa<br />

kurs rupiah ke tingkat yang lebih aman. Intervensi pasar terhadap<br />

rupiah berkali-kali dilakukan demi terjaganya nilai rupiah yang<br />

realistis, meskipun kebijakan ini membawa konsekuensi pada<br />

menurunnya cadangan devisa. Posisi cadangan devisa yang pada<br />

23 Mei <strong>2008</strong> tercatat sebesar US$ 58,8 miliar, turun hampir sebesar<br />

2 miliar pada 6 Juni <strong>2008</strong> lalu, yaitu menjadi US$ 56,9 miliar.<br />

Untungnya kembali meningkat menjadi sekitar US$ 59,5 miliar<br />

pada akhir Juni <strong>2008</strong> lalu.<br />

DJIA<br />

13,500<br />

13,000<br />

12,500<br />

12,000<br />

11,500<br />

11,000<br />

DOW Jones Index dan Indeks Harga Saham Gabungan di BEI<br />

January 2007- 10 <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong><br />

DJIA<br />

IHSG<br />

2-Jan-08<br />

9-Jan-08<br />

18-Jan-08<br />

28-Jan-08<br />

14-Feb-08<br />

22-Feb-08<br />

29-Feb-08<br />

10-Mar-08<br />

17-Mar-08<br />

25-Mar-08<br />

1-Apr-08<br />

8-Apr-08<br />

15-Apr-08<br />

22-Apr-08<br />

29-Apr-08<br />

7-May-08<br />

14-May-08<br />

22-May-08<br />

2-Jun-08<br />

9-Jun-08<br />

16-Jun-08<br />

23-Jun-08<br />

30-Jun-08<br />

8-Jul-08<br />

merubah portolio investasi di kalangan para investor. Yaitu dengan<br />

mengalihkan sebagian dananya dari pasar modal ke deposito atau<br />

obligasi.<br />

dibandingkan impor bulan Maret <strong>2008</strong>, yaitu dari US$ 10,01 miliar<br />

menjadi US$ 11,50 miliar.<br />

Untungnya, sejalan dengan meningkatnya volume ekspor minyak<br />

mentah dan hasil minyak masing-masing sebesar 18,63% dan<br />

18,31%, nilai ekspor kembali meningkat secara berarti pada bulan<br />

Mei lalu. Pada bulan Mei <strong>2008</strong>, nilai ekspor mencapai hampir US$<br />

12,888 miliar atau naik sekitar 17,5 persen terhadap nilai ekspor<br />

bulan April <strong>2008</strong>. Dengan nilai impor sekitar US$ 11,658 milar<br />

IHSG<br />

2800<br />

2600<br />

2400<br />

2200<br />

2000


4<br />

Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />

maka pada bulan Mei <strong>2008</strong> neraca perdagangan <strong>Indonesia</strong> kembali<br />

mencatat surplus sebesar US$ 1,23 miliar.<br />

Surplus tersebut diperoleh dari surplus neraca perdagangan<br />

non migas yang mencapai US$ 1,283 miliar, karena neraca<br />

perdagangan migas mulai mencatat defisit sebesar US$ 52,7 juta.<br />

Hal ini menunjukkan bahwa era migas telah menjadi masa lalu bagi<br />

perekonomian <strong>Indonesia</strong>. Dewasa ini kinerja ekspor <strong>Indonesia</strong><br />

terselamatkan oleh lonjakan harga minyak sawit mentah (CPO),<br />

yang menyebabkan komoditi ini menjadi penyumbang utama ekspor<br />

non-migas <strong>Indonesia</strong>. Pada tahun 2007 nilai ekspor CPO dan<br />

produk turunannya mencapai US$ 10,23 miliar atau 11,13 persen<br />

dari total nilai ekspor non-migas. Dalam periode Januari-Mei <strong>2008</strong><br />

nilai ekspor CPO dan produk turunannya sudah mencapai US$ 7,1<br />

miliar atau 15,9 persen dari total nilai ekspor non-migas.<br />

12 0<br />

10 0<br />

80<br />

60<br />

40<br />

20<br />

0<br />

62.1<br />

Ekspor<br />

Impor<br />

56.3<br />

57.2<br />

61.0<br />

71.6<br />

85.6<br />

100.7<br />

44.3<br />

<strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> Telah Menandatangani MoU dengan BNN<br />

(Badan Nasional Narkotika)<br />

<strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> dan BNN (Badan<br />

Nasional Narkotika) telah<br />

menandatangani MoU kesepahaman<br />

pencegahan penggunaan narkotika<br />

dikalangan dunia kerja.<br />

Kesepahaman ini ditandatangani bersama<br />

oleh Ketua Umum <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong><br />

Mohamad S. Hidayat dan Ketua Badan<br />

Narkotika Nasional Jend. Pol. Drs. Sutanto,<br />

di Kantor <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong>, 3 <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong> lalu.<br />

Dalam sambutannya, Ketua BNN Jend.<br />

Pol. Drs. Sutanto menjelaskan bahwa<br />

maksud dilakukannya nota kesepahaman<br />

bersama ini bertujuan untuk meningkatkan<br />

peran serta dunia usaha, dalam pencegahan<br />

penyalahgunaan dan peredaran gelap<br />

narkoba melalui penyampaian pengetahuan,<br />

perubahan sikap, perilaku dan budaya<br />

melalui upaya komunikasi, informasi dan<br />

edukasi.<br />

Sedangkan Ketua Umum <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong><br />

menjelaskan bahwa jerat narkoba tidak<br />

hanya terhenti pada saat pemakaian dan<br />

bertobatnya pemakai, tapi terus menggurita<br />

hingga masa pemulihan serta efek domino<br />

yang dirasakan orang lain di luar korban.<br />

“Untuk itu dibutuhkan komitmen serta<br />

Dalam gambar: Ketua Umum <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> MS Hidayat (kiri) dan Kapolri Jenderal Pol Drs.Sutanto, sewaktu menandatangi naskah tersebut.


Info <strong>Kadin</strong> Agustus - September <strong>2008</strong><br />

5<br />

penanganan yang terkoordinasi dan<br />

kontinyu dari berbagai pihak untuk bisa<br />

menekan turun angka-angka yang tidak<br />

sedikit tersebut sehingga tiap rupiah tidak<br />

lagi terbuang percuma.”<br />

Data BNN menyebutkan, jumlah tindak<br />

pidana narkoba yang diungkap terus<br />

meningkat dari 17.355 kasus pada tahun<br />

2006 menjadi 22.630 kasus. Jumlah pelaku<br />

tindak pidana narkoba juga meningkat<br />

dari 31.635 orang menjadi 36.169 orang.<br />

Biaya ekonomi yang terjadi karena<br />

penyalahgunaan narkoba diperkirakan<br />

sebesar Rp. 18,4 trilyun per tahun. Biaya itu<br />

terbagi atas biaya langsung dan biaya tidak<br />

langsung. Biaya langsung terdiri dari dua<br />

komponen, yaitu biaya pembelian narkoba,<br />

biaya penanganan over dosis (OD) dan<br />

rehabilitasi.<br />

a. Diperkirakan total biaya konsumsi<br />

narkoba dalam satu tahun di kalangan<br />

pengguna mencapai 11,3 trilyun<br />

b. Biaya penanganan over dosis dan<br />

rehabilitasi.Dalam setahun, jumlah biaya<br />

yang dikeluarkan untuk over dosis adalah<br />

sebesar Rp. 314 milyar dan biaya<br />

rehabilitasi diperkirakan mencapai<br />

Rp. 410 milyar per tahun.<br />

Nampak dalam gambar, ketika Jend Polisi Drs Sutanto mengenakan Jacket BNN kepada Ketua<br />

Umum Kadi <strong>Indonesia</strong><br />

Kemudian Pengobatan sendiri. Jumlah<br />

keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk<br />

upaya pengobatan sendiri mencapai<br />

Rp. 263 milyar per tahun.<br />

Berikutnya adalah Biaya Tidak Langsung<br />

yang terdiri dari tiga komponen yaitu :<br />

hilangnya waktu produktif, biaya kematian,<br />

dan biaya terkait penyakit tertentu.<br />

a. Biaya waktu produktif yang hilang<br />

Diperkirakan biaya ini mencapai<br />

Rp. 1,4 trilyun per tahun.<br />

b. Biaya kematian akibat narkoba<br />

(premature death)<br />

Berdasarkan estimasi, biaya kerugian<br />

yang timbul sebesar Rp. 4,9 trilyun<br />

dalam setahun.<br />

c. Biaya terkait penyakit tertentu<br />

Diperkirakan biaya keseluruhan untuk<br />

pengobatan penyakit tertentu (HIV/<br />

AIDS, Hepatitis, TB) mencapai<br />

Rp 372 milyar.<br />

Selanjutnya Biaya Sosial yang terdiri<br />

dari biaya langsung dan tidak langsung,<br />

dan total biaya sosial mencapai angka<br />

Rp 5,5 trilyun.<br />

a. Biaya langsung<br />

Biaya langsung terdiri dari tiga<br />

komponen yaitu biaya<br />

kriminalitas yang menelan kerugian<br />

biaya sebesar Rp 4,2 trilyun. Biaya<br />

kecelakaan menelan biaya sebesar<br />

Rp 787 milyar. Biaya biaya waktu<br />

produktif yang hilang dari keluarga<br />

penyalahguna narkoba yang menelan<br />

kerugian sebesar Rp 106 milyar dalam<br />

satu tahun. Angka itu didapat dari<br />

estimasi total hari produktif yang hilang<br />

pada keluarga dikalikan dengan UMR<br />

per hari.<br />

b. Biaya tidak langsung<br />

Biaya tidak langsung yaitu biaya<br />

rehabilitasi di penjara khusus narkoba.<br />

Biaya ini mencapai Rp 38,3 milyar per<br />

tahunnya.<br />

”Dengan penandatangan Kesepakatan<br />

Bersama ini diharapkan dapat<br />

dilakukan kerja sama dalam mencegah<br />

penyalahgunaan bahaya narkotika,<br />

psikotropika dan bahan aditif lainnya di<br />

tempat kerja demi meraih visi bersama<br />

yaitu menyelamatkan seluruh bangsa<br />

<strong>Indonesia</strong> dari penyalahgunaan dan<br />

peredaran narkoba menuju Masyarakat<br />

<strong>Indonesia</strong> bebas penyalahgunaan dan<br />

peredaran gelap narkoba Tahun 2015,”<br />

Hidayat menambahkan..<br />

MUPROV IV KADIN JAMBI H.A. BAKRI HM, SE TERPILIH<br />

SECARA AKLAMASI SEBAGAI KETUA UMUM PERIODE <strong>2008</strong> - 2013<br />

Musyawarah Provinsi (Muprov) IV<br />

<strong>Kadin</strong> Jambi telah berlangsung di<br />

Gladio Room Abadi Suite Hotel<br />

Jambi pada 29 <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong> lalu. Musprov<br />

IV <strong>Kadin</strong> Jambi ini dilangsungkan setiap 5<br />

tahun sekali sebagai sarana untuk memilih<br />

Ketua <strong>Kadin</strong> Provinsi yang baru dan<br />

membentuk kepengurusan <strong>Kadin</strong> Provinsi<br />

yang baru.<br />

Pembukaan Muprov IV <strong>Kadin</strong> Jambi<br />

dihadiri oleh Ketua Umum <strong>Kadin</strong><br />

<strong>Indonesia</strong> dan Gubernur Jambi Drs. H.


6<br />

Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />

Zulkifli Nurdin. Dalam sambutannya yang<br />

cukup singkat Gubernur menyampaikan<br />

agar kepada Ketua Umum terpilih untuk<br />

melaksanakan tugas sesuai program<br />

kerja yang ditetapkan Muprov dan siap<br />

bekerjasama dengan Pemerintah Daerah<br />

membangun perekonomian Provinsi Jambi.<br />

Sumber daya alam Provinsi Jambi batubara,<br />

gas, sawit, karet dan lain-lain harus diolah<br />

dalam bentuk final product sehingga<br />

ada nilai tambah untuk kesejahteraan<br />

masyarakat Jambi.<br />

Muprov ini dihadiri oleh peserta dan<br />

peninjau dari <strong>Kadin</strong> Kabupaten/Kota se-<br />

Provinsi Jambi, dan Asosiasi/Himpunan<br />

Anggota Luar Biasa <strong>Kadin</strong> Jambi serta 9<br />

orang Pengurus <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong>.<br />

Setelah melalui Sidang Pleno I sampai<br />

dengan IV dan sidang, akhirnya peserta<br />

Muprov memutuskan dan menetapkan<br />

secara aklamasi H.A. Bakrie HM, SE<br />

menjadi Ketua Umum <strong>Kadin</strong> Jambi untuk<br />

periode <strong>2008</strong>-2013 dan sebagai Ketua<br />

Dewan Pertimbangan terpilih H. Zoerman<br />

Manap. Peserta Muprov juga telah<br />

menetapkan 5 orang tim formatur terdiri<br />

dari Ketua Umum terpilih dengan anggota<br />

S.Y Pasha dari Asosiasi dan 3 orang dari<br />

<strong>Kadin</strong> Kabupaten /Kota H. Mardinal,<br />

Syamsu Rizak, SE dan H. Syahruddin Z.<br />

Hasil Tim<br />

Formatur menyusun kepengurusan <strong>Kadin</strong><br />

Provinsi Jambi dan telah disahkan dengan<br />

Keputusan Dewan Pengurus <strong>Kadin</strong><br />

<strong>Indonesia</strong> No. Skep/065/DP/VII/<strong>2008</strong><br />

sebagai berikut : Ketua Umum H.A. Bakrie<br />

HM, SE dan Wakil-Wakil Ketua Umum :<br />

1. SY Pasha, 2. Yos Sumarsono, 3. H. AS.<br />

Budianto, SE, MM, 4. Rudi Ardiansyah,<br />

SH, 5. Effendi Hatta, 6. Asep Soedrajat, 7.<br />

Ir. Cornelis Buston. Dewan Pertimbangan<br />

Ketua : H. Zoerman Manap dan Wakil<br />

Ketua : H. Hasrin Nurdin dan HR. Denmar.<br />

Anggota Dewan Pertimbangan, Bidang-<br />

Bidang Wakil Ketua Umum dan Komite<br />

Tetap akan disusun kembali oleh Formatur<br />

dalam jangka waktu satu bulan.<br />

Acara Muprov ini ditutup dengan<br />

pelantikan terhadap Kepengurusan <strong>Kadin</strong><br />

Provinsi Jambi yang baru oleh Ketua<br />

Umum <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> Mohamad S.<br />

Hidayat. (sp/hdw)<br />

Meskipun Kenaikan Tarif PPnBM Masih Dalam Rencana, <strong>Kadin</strong><br />

<strong>Indonesia</strong> Telah Meminta Kepada Pemerintah dan DPR Untuk<br />

Mengkaji Secara Komprehensif.<br />

Ketua Umum <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> MS Hidayat:<br />

“ Wacana kenaikan tariff PPnBM sampai<br />

200% itu, jangan sampai mengganggu<br />

kinerja industri.”<br />

“Harus diterapkan secara berimbang, yang<br />

artinya dalam penerapannya jangan sampai<br />

mengganggu kinerja industrial yang masih<br />

potensial untuk dikembangkan.” lanjut<br />

Hidayat.<br />

“<strong>Kadin</strong> bisa mengerti jika ada rencana<br />

seperti itu, namun kategorisasinya juga<br />

harus jelas, jangan sampai merusak industri<br />

yang potensial, jadi harus dikaji secara hatihati.”<br />

ujarnya.<br />

Hal itu disampaikan Hidayat, setelah Ketua<br />

Panja RUU Pajak Pertambahan Nilai (PPN)<br />

dan PPnBM (Pajak Penjualan Barang<br />

Mewah) DPR Vera Febyanti mengatakan<br />

bahwa pemerintah dan DPR merencanakan<br />

kenaikan tariff PPnBM maksimum 200%<br />

dan minimum 10% dalam amandemen<br />

UU Perubahan Ketiga Atas UU No.6/1983<br />

tentang PPN dan PPnBM. Undang-Undang<br />

sebelumnya telah menetapkan tariff<br />

tertinggi PPnBM 75% dan terendah 10%.<br />

Pajak tersebut dikenakan pada produk<br />

otomotif, elektronik, minuman beralkohol,<br />

perhiasan, permadani, pesawat udara,<br />

senjata api, alat music, sampai kepada<br />

peralatan olah raga.<br />

Dan apabila rencana kenaikan PPnBM<br />

tersebut tidak diterapkan secara adil dan<br />

berimbang, maka kalangan pengusaha<br />

mengkhawatirkan akan terjadinya suatu<br />

dampak negatif yang akan menekan<br />

daya beli masyarakat, sehingga dapat<br />

memangkas pertumbuhan industri nasional.<br />

(yoyo sp)<br />

STRATEGI PENGUATAN KETAHANAN<br />

PANGAN UNTUK MENGANTISIPASI DAN<br />

MENJAWAB TANTANGAN PANGAN<br />

DI TINGKAT GLOBAL<br />

Oleh: Prof.Dr. Bustanul Arifin (Anggota Tim Ahli Bidang Ekonomi <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong>)<br />

Ketahanan pangan dan energi <strong>Indonesia</strong><br />

pada tahun ini dan beberapa tahun ke<br />

depan mengalami tantangan yang semain<br />

kompleks, karena tidak dapat dipisahkan<br />

dari kondisi dan dinamika perekonomian<br />

global. Disamping itu, kinerja produksi<br />

pangan dan energi di dalam negeri juga<br />

tidak terlalu memuaskan. Beberapa<br />

komoditas pangan strategis masih<br />

mengandalkan tambahan produksi dan


Info <strong>Kadin</strong> Agustus - September <strong>2008</strong><br />

7<br />

produktivitas dari perluasan areal panen,<br />

bukan dari perubahan teknologi produksi,<br />

yang tentunya mengandung dimensi<br />

peningkatan efisiensi ekonomi. Produksi<br />

harian minyak bumi <strong>Indonesia</strong> menurun<br />

drastis hampir setengah dari produksi<br />

harian pada tahun 2000, suatu proses<br />

dekadensi yang cukup mengkhawatirkan.<br />

Ketika harga minyak dunia sampai di atas<br />

US$ 135 per barel, maka <strong>Indonesia</strong> harus<br />

menanggung beban dari kenaikan harga<br />

sumber energi penting tersebut, yang sangat<br />

mengganggu keseimbangan anggran negara<br />

dan perekonomian masyarakat secara<br />

umum.<br />

Kenaikan harga minyak bumi dunia<br />

turut berkontribusi pada lonjakan<br />

harga pangan secara dramatis, baik di<br />

tingkat global, maupun di tingkat domestik.<br />

Harga pangan strategis seperti gandum,<br />

beras, daging, dan susu, meningkat<br />

terutama karena fenomena penurunan<br />

produksi di beberapa negara penghasil<br />

pangan. Akibatnya volume perdagangan<br />

menjadi tipis karena permintaan pangan<br />

yang senantiasa meningkat. Fenomena<br />

kenaikan harga minyak bumi dunia telah<br />

berkontribusi pada peningkatan biaya<br />

produksi, transportasi dan distribusi, dan<br />

menjadi pemicu inflasi di beberapa negara,<br />

tidak terkecuali <strong>Indonesia</strong>. Disamping<br />

itu, sebagian besar negara yang memeliki<br />

sumberdaya alam agak berlimpah, saat<br />

ini sedang mengembangkan bahan bakar<br />

biologi (biofuels), yang juga mendorong<br />

permintaan terhadap minyak nabati dunia<br />

cukup pesat.<br />

Akibat berikutnya, harga dunia<br />

komoditas minyak dan lemak yang<br />

dapat digunakan untuk energi menjadi<br />

meningkat tajam. Harga dunia minyak<br />

sawit mentah (CPO), jagung, kedelai,<br />

tebu, rapeseed, dan lain-lain yang selama<br />

ini digunakan sebagai sumber pangan<br />

dan minyak nabati meningkat sangat<br />

signifikan sepanjang dua tahun terakhir.<br />

Kenaikan harga pangan yang kemungkinan<br />

masih akan berlanjut tahun depan, tentu<br />

sangat berpengaruh pada perjalanan dan<br />

strategi kebijakan ketahanan pangan di<br />

<strong>Indonesia</strong>. Pada kesempatan lain (Arifin,<br />

<strong>2008</strong>), penulis telah mengidentifikasi<br />

tiga faktor utama yang sering dianggap<br />

bertanggung jawab terhadap eskalasi harga<br />

pangan dan pertanian di tingkat global,<br />

yaitu: (1) fenomena perubahan iklim yang<br />

mengacaukan ramalan produksi pangan<br />

strategis, (2) peningkatan permintaan<br />

komoditas pangan karena konversi<br />

terhadap biofuel, dan (3) aksi spekulasi<br />

yang dilakukan para investor (spekulan)<br />

tingkat global karena kondisi pasar<br />

keuangan yang tidak menentu. Tanpa harus<br />

menguraikan lebih panjang lagi tentang<br />

determinan di atas, eskalasi harga pangan<br />

adalah tantangan (dan peluang) baru untuk<br />

merumuskan strategi antisipasi dan mitigasi<br />

terhadap berbagai ancaman ketahanan<br />

pangan di <strong>Indonesia</strong>.<br />

Di dalam literatur, ketahanan pangan<br />

meliputi tiga dimensi penting: yaitu<br />

(1) ketersediaan pangan, (2) aksesibilitas<br />

masyarakat terhadap pangan, dan (3)<br />

stabilitas harga pangan. Salah satu dari<br />

dimensi tersebut tidak terpenuhi, maka<br />

ketahanan pangan dapat mengalami<br />

ancaman yang tidak sederhana. Misalnya,<br />

walaupun pangan tersedia cukup di tingkat<br />

nasional dan regional, tetapi jika akses<br />

individu untuk memenuhi kebutuhan<br />

pangannya tidak merata, maka ketahanan<br />

pangan masih dikatakan rapuh.<br />

Demikian pula, walaupun ketersediaan dan<br />

aksesibilitas masyarakat dapat dikatakan<br />

cukup, namun jika stabilitas harga pangan<br />

tidak mampu terjaga secara baik (dan<br />

tentunya berakibat pada ketersediaan dan<br />

aksesibilitas), maka ketahanan pangan tidak<br />

dapat dikatakan telah cukup kuat. Oleh<br />

karena itu, aspek distribusi pangan mulai<br />

dari sentra produksi di pedesaan sampai<br />

pada konsumen perkotaan dan konsumen<br />

di seluruh pelosok rumah tangga pedesaan<br />

juga tidak kalah pentingnya dalam upaya<br />

memperkuat strategi ketahanan pangan.<br />

Aspek distribusi pangan ini mencakup<br />

eksistensi dan perubahan fungsi tempat,<br />

fungsi ruang dan fungsi waktu dan<br />

melibatkan banyak pelaku di dalamnya.<br />

Perhatian dunia tertuju pada tiga<br />

komoditas pangan biji-bijian utama,<br />

seperti beras, gandum dan jagung, yang<br />

mengalami lonjakan di luar akal sehat.<br />

Harga gandum dunia per 11 Juni <strong>2008</strong><br />

untuk kualitas sedang (hard red winter<br />

HRW) sekitar US$ 400 per ton (naik 96%<br />

dalam setahun), harga beras kualitas sedang<br />

(Thai 5% broken) juga di atas US$ 900<br />

per ton (naik 203%), dan harga jagung<br />

kualitas sedang (number 2 yellow) di atas<br />

US$ 240 per ton (naik 94%). Bahkan, total<br />

neraca pangan dunia tahun <strong>2008</strong> ini juga<br />

diperkirakan defisit karena jumlah pasokan<br />

yang lebih rendah dari permintaan, suatu<br />

pra-kondisi awal yang dapat mengarah<br />

pada krisis pangan yang lebih dahsyat.<br />

Pada Food Summit awal Juni <strong>2008</strong> di<br />

Roma, Organisasi Pangan Dunia (FAO)<br />

perlu menghimbau negara-negara maju<br />

dan besar yang mengalami surplus pangan<br />

untuk memberikan bantuan tanpa ikatan<br />

kepada negara-negara miskin dan kelompok<br />

negara berkembang. Sebagaimana<br />

diperkirakan para analis, FAO ternyata<br />

tidak keluar dengan pernyataan lebih keras,<br />

misalnya tentang “moratorium konversi<br />

bahan pangan menjadi bioenergi”, karena<br />

dikhawatirkan “membunuh” inisiatif<br />

penelitian dan pengembangan energi<br />

alternatif tersebut. Apakah “himbauan”<br />

seperti itu akan membawa hasil bagi<br />

mitigasi krisis pangan, waktulah yang akan<br />

menjawabnya.<br />

Laporan berkala bulanan “Commodity<br />

Market Review” yang dikeluarkan<br />

Bank Dunia tidak lagi mampu<br />

mengumpulkan dan menampilkan data<br />

harga dunia beras kualitas medium (Thai<br />

25% broken), tepatnya sejak Februari<br />

<strong>2008</strong>, karena praktis tidak ada transaksi<br />

pada komoditas pangan yang sebenarnya<br />

sangat sensitif itu. Struktur pasar beras<br />

dunia beras menjadi agak kacau karena<br />

produsen beras dunia tidak memprioritas<br />

untuk “melempar” produksi berasnya<br />

ke pasar global, yang mengakibatkan<br />

stok beras dunia makin tipis. Strategi<br />

protektif negara-negara eksportir besar<br />

beras dunia, seperti Thailand, Vietnam,<br />

India, dan China, memang sempat menjadi<br />

ajang diskusi hebat pada Food Summit<br />

di Roma. Namun, sebagai negara yang<br />

berdaulat, negara produsen beras dunia<br />

itu lebih mengutamakan stok beras di<br />

dalam negerinya sendiri serta fluktuasi<br />

harga pangan pokok yang sering memiliki<br />

dimensi politik yang lebih besar.<br />

China, misalnya. Walau berstatus sebagai<br />

produsen beras terbesar di dunia karena<br />

produksinya mencapai 129,5 juta ton, China<br />

benar-benar fokus pada kecukupan stok<br />

pangan domestiknya. China tidak gegabah<br />

melakukan ekspor karena perkiraan<br />

konsumsi domestiknya juga berkisar 129,1<br />

juta ton. Surplus beras—tepatnya selisih<br />

produksi dan konsumsi—yang hanya<br />

artifisial 400.000 ton tentu terlalu riskan<br />

jika terlalu outward looking. Cina telah<br />

bertekad mengamankan stok domestik<br />

dan nampaknya berupaya menjadi tuan<br />

rumah yang baik pada penyelenggarakan<br />

Olimpiade Beijing <strong>2008</strong>.<br />

Produksi beras di tingkat dunia<br />

memang sedang mengalami stagnansi<br />

atau pelandaian (leveling-off) karena<br />

peningkatan produksi lebih banyak<br />

hanya mengandalkan pertambahan areal<br />

panen. Produksi beras global diperkirakan<br />

sekitar 643 juta ton pada tahun 2007 atau<br />

equivalent 429 juta ton beras.<br />

Angka tersebut juga sedikit lebih tinggi<br />

dibandingkan dengan produksi beras 581<br />

juta ton pada tahun 2006 atau dari perkiraan<br />

Food Outlook FAO sebelumya pada edisi<br />

Juni 2007. Kenaikan produksi di India,<br />

Myanmar dan <strong>Indonesia</strong> diperkirakan cukup<br />

signifikan untuk meningkatkan produksi<br />

beras dunia tahun 2007. Persoalan menjadi<br />

agak kompleks ketika produktivitas beras<br />

rata-rata dunia nyaris tidak bertambah pada<br />

beberapa tahun terakhir dan tercatat hanya<br />

4,1 ton per hektar. Maknanya, betapa<br />

rendahnya tingkat perubahan teknologi,<br />

aplikasi benih baru dan teknologi lain di<br />

sektor pangan pokok ini.


8<br />

Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />

Tantangan (dan ancaman) ketahanan<br />

pangan di tingkat global bahkan<br />

lebih menakutkan, terutama karena<br />

pertambahan penduduk, pemanasan global<br />

dan ketidakpastian iklim serta ancaman<br />

ekologis karena keterlambatan adaptasi<br />

dan mitigasi peruabahan iklim. Menurut<br />

laporan Program Pangan Dunia (WFP),<br />

sebanyak 57 negara (29 di Afrika, 19 di<br />

Asia dan 9 di Amerika Latin) juga terkena<br />

terpaan banjir dan bencana ekologis yang<br />

menakutkan. Di pihak lain, bencana<br />

kekeringan dan gelombang panas juga<br />

melanda beberapa tempat di Asia, Eropa,<br />

Cina, Mozambik dan Uruguay. Di Australia,<br />

yang menjadi salah satu produsen gandum<br />

dunia, bencana kekeringan tahun 2007 lalu<br />

telah menurunkan produksi gandum sekitar<br />

40 persen atau 4 juta ton! Tidak heran<br />

jika kondisi suplai gandum dunia agak<br />

terganggu dan melonjakkan harga gandum<br />

di pasar global.<br />

Laporan WFP tersebut juga menyebutkan<br />

bahwa sekitar 854 juta jiwa di seluruh<br />

dunia terancam kelaparan. Kelompok rawan<br />

pangan ini bertambah sekitar 4 juta jiwa<br />

per tahun, sehingga kenaikan harga pangan<br />

dunia saat ini benar-benar di luar jangkauan<br />

mereka dari kelompok lapis paling bawah<br />

tersebut. Inilah tantangan paling besar bagi<br />

siapa pun yang peduli tentang ekonomi<br />

pangan dan pencapai Tujuan Pembangunan<br />

Milenium (MDG).<br />

Di <strong>Indonesia</strong>, menurut angka ramalan<br />

pertama Badan Pusat Statisti (BPS),<br />

produksi beras <strong>Indonesia</strong> pada tahun <strong>2008</strong><br />

ini diramalkan mencapai 58,27 juta ton<br />

gabah kering giling (GKG) atau sektiar<br />

34 juta ton beras, sehingga sering diklaim<br />

sebagai surplus beras 2-3 juta ton, jika<br />

konsumsi beras diperkirakan 32 juta ton<br />

atau kurang. Kesimpulan artificial inilah<br />

yang sering digunakan pemerintah untuk<br />

mengklaim telah terjadi surplus beras di<br />

<strong>Indonesia</strong>. Jika diperhatikan lebih seksama,<br />

laju peningkatan produktivitas (0,3 persen)<br />

jauh lebih kecil dibandingkan dengan laju<br />

pertambahan areal panen (1,4 persen).<br />

Dengan kata lain, kenaikan produksi tahun<br />

ini sebesar 2,13 persen, lebih banyak<br />

disebabkan karena pertambahan aeral<br />

panen, bukan berasal dari perbaikaan<br />

perubahan teknologi, yang mampu<br />

meningkatkan produktivitas per satuan<br />

lahan.<br />

Ketika lembaga lain dalam lingkup<br />

Departemen Pertanian mengeluarkan angka<br />

simulasi produksi gabah yang lebih rendah<br />

(54 juta ton), maka kontroversi publik<br />

kembali bermunculan. Beberapa komponen<br />

dalam estimasi produksi beras di <strong>Indonesia</strong><br />

memang masih harus disempurnakan secara<br />

akademis dan metodologis karena sangat<br />

sensitif terhadap perubahan koefisien yang<br />

digunakan.<br />

Proses peningkatan produksi yang<br />

tidak bertumpu pada perubahan<br />

teknologi tidak akan dapat diandalkan<br />

untuk menjawab tantangan penyediaan<br />

pangan yang semakin kompleks. Beberapa<br />

faktor kunci (driver) dalam peningkatan<br />

produksi beras justru tampak tidak saling<br />

mendukung. Misalnya, perbaikan jaringan<br />

irigasi sangat lambat, gangguan banjir di<br />

sentra produksi, atau berita kelangkaan<br />

pupuk makin sering dijumpai. Dalam<br />

teori ekonomi pertanian, tingkat produksi<br />

pertanian ditentukan dari interaksi yang<br />

cukup kompleks antara faktor luas lahan,<br />

curahan tenaga kerja, manajemen air,<br />

alokasi pupuk, pestisida, dan teknologi<br />

pertanian lainnya. Kemudian titik optimal<br />

dari alokasi faktor-faktor produksi di atas<br />

masih ditentukan oleh kombinasi harga<br />

output dan harga input. Petani masih harus<br />

memperhitungkan sistem insentif (dan<br />

disinentif) yang tersedia di pasar (atau<br />

disediakan oleh pemerintah), misalnya<br />

pada kasus membaiknya ekspektasi harga<br />

jual saat ini (dan kesulitan memperoleh<br />

air karena peluang kekeringan atau karena<br />

harga BBM yang naik tajam). Apabila<br />

karena salah antisipasi lalu <strong>Indonesia</strong><br />

harus kembali mengimpor beras pada<br />

masa-masa sulit tersebut, biaya ekonomisosial-politiknya<br />

pasti akan lebih besar.<br />

Bayangkan seperti apa jadinya jika<br />

stok pangan menipis, masyarakat harus<br />

membayar harga beras Rp 8.000 per<br />

kilogram, sementara musim kemarau<br />

mengganas.<br />

Produksi bahan pangan penting<br />

menunjukkan kecenderungan<br />

peningkatan yang cukup tinggi, kecuali<br />

kedelai yang mengalami penurunan<br />

sejak dekade 1990an. Pada tahun <strong>2008</strong><br />

ini, produksi jagung diramalkan 13,9<br />

juta ton, terutama karena peningkatan<br />

luas panen di Propinsi Sulawesi Selatan,<br />

Gorontalo, Sulawesi Utara, Lampung, dan<br />

Sumatera Utara. Angka tersebut memang<br />

masih belum mampu mencapai target<br />

swasembada jagung, yang seharusnya<br />

telah tercapai sejak tahun 2007, karena<br />

<strong>Indonesia</strong> masih harus memenuhi konsumsi<br />

jagung dari pasar impor. Hal yang agak<br />

positif adalah bahwa penggunaan benih<br />

unggul jagung hibrida, terutamabuah<br />

hasil bioteknologi pertanian. Bersamaan<br />

dengan itu, peningkatan produksi jagung<br />

hibrida juga sekaligus mampu mendukung<br />

sektor peternakan karena industri pakan<br />

ternak ikut tumbuh pasca stagnansi<br />

yang cukup serius pada puncak krisis<br />

ekonomi. Membaiknya produksi jagung<br />

domestik sedikit membantu mengurangi<br />

ketergantungan sektor peternakan kecil<br />

terhadap pakan impor, dan sempat<br />

memberikan ekspektasi pertumbuhan<br />

yang lebih tinggi. Akan tetapi, karena laju<br />

konsumsi jagung yang tumbuh lebih cepat,<br />

<strong>Indonesia</strong> masih harus mengandalkan<br />

jagung impor dalam jumlah yang cukup<br />

signifikan.<br />

Produksi kedelai tahun <strong>2008</strong> diperkirakan<br />

mendekati 700 ribu ton biji kering,<br />

suatu peningkatan signifikan dibandingkan<br />

angka produksi tahun 2007 yang hanya<br />

tercatat 600 tibu ton. Namun demikian,<br />

kinerja produksi beberapa tahun terakhir<br />

adalah penurunan permanen dari angka<br />

produksi di atas 1,5 juta ton pada awal<br />

1990an. Saat ini agak sulit meyakinkan<br />

petani <strong>Indonesia</strong> untuk kembali menanam<br />

kedelai ketika tingkat permintaan terhadap<br />

kebutuhan pokok seperti beras dan<br />

komoditas bernilai timbah tinggi lain<br />

semain meningkat. Hal ini terlihat dari<br />

penurunan areal panen kedelai yang cukup<br />

signifikan, yaitu 20 persen. Pada dekade<br />

1980an, <strong>Indonesia</strong> melaksanakan suatu<br />

program sistematis untuk meningkatkan<br />

produksi dan produktivitas palawija,<br />

tidak hanya sebagai sumber tambahan<br />

pendapatan petani, tapi juga untuk<br />

meningkatkan kualitas dan kesuburan<br />

tanah. Secara agronomis, tanaman dari<br />

kelompok legum (kacang-kacangan)<br />

mampu mengikat Nitrogen dari udara,<br />

sehingga mengurangi biaya penggunaan<br />

pupuk kimia buatan. Namun demikian,<br />

peluang tersebut tidak dapat dimanfaatkan<br />

secara baik di <strong>Indonesia</strong>. Produktivitas<br />

kedelai di <strong>Indonesia</strong> hanya 1,28 ton/ha<br />

atau setengah dari produktivitas kedelai<br />

di luar negeri, seperti di Brazil, Argentina<br />

dan Amerika Serikat. Target swasembada<br />

kedelai tahun <strong>2008</strong> sulit tercapai, kecuali<br />

dengan perluasan areal tanam 2,02 juta<br />

hektar, meningkatkan produktivitas menjadi<br />

3,68 ton/ha pada tahun <strong>2008</strong> nanti, dan<br />

insentif kebijakan memperbaiki harga<br />

kedelai lokal.<br />

Salah satu strategi penguatan ketahanan<br />

pangan bagi <strong>Indonesia</strong>, terutama<br />

untuk mengantisipasi dan menjawab<br />

tantangan pangan di tingkat global adalah<br />

memperkuat cadangan pangan di tingkat<br />

domestik. Secara strategis, <strong>Indonesia</strong> harus<br />

memperkuat cadangan pangan tersebut<br />

(secara legal, diamanatkan dalam Peraturan<br />

Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang<br />

Ketahanan Pangan, sebagai penjabaran<br />

dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun<br />

1996 tentang Pangan). Di sana disebutkan<br />

cadangan beras pemerintah (CBP), yang<br />

sebenarnya merupakan manifestasi dari<br />

konsep stok besi (iron stock) atau cadangan<br />

yang harus ada sepanjang waktu, terutama<br />

untuk mengatasi kondisi darurat. Stok<br />

besi ini yang aman minimal setara satu<br />

bulan total konsumsi, atau sekitar 300<br />

ribu ton. Selain itu, cadangan pangan<br />

pokok juga perlu disimpan dalam bentuk<br />

stok penyangga (buffer stock) untuk<br />

pengendalian gejolak harga, dalam skema


Info <strong>Kadin</strong> Agustus - September <strong>2008</strong><br />

9<br />

operasi pasar. Perum Bulog kini mengelola<br />

CBP dan stok penyangga, terutama untuk<br />

menjalankan program beras untuk keluarga<br />

miskin (raskin). Apabila saat ini Bulog<br />

hanya mampu melakukan pengadaan<br />

beras dalam negeri mencapat 2 juta ton<br />

atau lebih, hal itu adalah batas bawah<br />

tingkat aman untuk mengantisipasi gejolak<br />

peningkatan harga, terutama pada musim<br />

paceklik. Kapasitas gudang Bulog di<br />

seluruh <strong>Indonesia</strong> mencapai 4 juta ton lebih,<br />

sehingga strategi pengadaan pangan (dari)<br />

dalam negeri hampir perlu memperoleh<br />

perhatian memadai.<br />

Strategi kedua adalah memberdayakan<br />

masyarkat untuk meningkatkan<br />

cadangan pangan yang bersifat pokok,<br />

walau pun tidak terbatas pada romantisasi<br />

lumbung pangan seperti pada masa lalu.<br />

Apabila kekuatan Bulog hanya 7 persen<br />

dari total produksi beras di dalam negeri,<br />

berarti sebagian besar stok pangan di<br />

<strong>Indonesia</strong> itu dikelola masyarkat sendiri<br />

dan kalangan dunia usaha (Kamar Dagang<br />

dan Industri <strong>Indonesia</strong>=KADIN). Di satu<br />

sisi, secara administratif (dan legal formal)<br />

telah ditegaskan bahwa ketahanan pangan<br />

adalah “urusan wajib” bagi pemerintahan<br />

daearah (Peraturan Pemerintah (PP)<br />

Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan<br />

Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah<br />

dan PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang<br />

Pembagian Urusan Pemerintahan antara<br />

Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi,<br />

dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/<br />

Kota). Dalam hal ini kata kuncinya<br />

adalah pemerintah dan pemerintah daerah<br />

(plus masyarakat) perlu bahu-membahu<br />

meningkatkan cadangan pangan, demi<br />

terciptanya ketahanan pangan, bahkan<br />

kemandirian pangan di <strong>Indonesia</strong>.<br />

Upaya pengelolaan cadangan pangan<br />

oleh pemerintah daerah dapat menjadi<br />

komplemen dari cadangan beras pemerintah<br />

(CBP) di tingkat pusat (yang umumnya<br />

dikelola Perum Bulog). Prasyarat, kriteria,<br />

dan indikator untuk mewujudkan cadangan<br />

pangan regional ini memang perlu secara<br />

rinci dirumuskan, agar meminimalisir<br />

upaya perburuan rente dari para petualang.<br />

Di sisi lain, dengan tantangan di tingkat<br />

global yang berubah cukup cepat tersebut,<br />

komoditas pangan adalah primadona<br />

investasi dan seharusnya menjadi prioritas<br />

investasi bagi dunia usaha. Namun<br />

demikian, dunia usaha tetap harus<br />

memperhatikan bahwa komoditas pangan<br />

(dan pertanian) lainnya juga mengandung<br />

risiko usaha seperti faktor musim, jeda<br />

waktu (time-lag), perbedaan produktivitas<br />

dan kualitas produk yang cukup mencolok.<br />

Siapa pun perlu memperhatikan mekanisme<br />

lindung nilai (hedging) yang telah tersedia,<br />

serta mekanisme lain yang masih akan<br />

berkembang, karena di dalam komoditas<br />

pangan ini juga melibatkan petani sebagai<br />

stakeholders paling strategis dalam<br />

investasi di sektor pangan. Instrumen pasar<br />

lelang dan resi gudang adalah langkah awal<br />

yang perlu dikuasai dan dikembangkan<br />

untuk masuk ke dalam pasar berjangka<br />

yang lebih menantang.<br />

Strategi ketiga adalah tidak berhenti<br />

untuk meningkatkan produksi dan<br />

produktivitas pangan melalui aplikasi<br />

teknologi baru, yang dihasilkan melalui<br />

perjalanan panjang penelitian dan<br />

pengembangan (R and D), serta penelitian<br />

untuk pengembangan (R for D). Dunia<br />

usaha dan sektor swasta <strong>Indonesia</strong> secara<br />

umum perlu secara nyata melaksanakan<br />

kemitraaan strategis dengan peguruan<br />

tinggi dan pusat-pusat penelitian pangan,<br />

yang sebenarnya tersebut di segenap<br />

pelosok <strong>Indonesia</strong>. Hanya dengan R-<br />

and-D dan R-for-D inilah, inovasi baru<br />

akan tercipta, sehingga daya saing<br />

Imdonesia akan meningkat berlipat-lipat.<br />

Dunia usaha dapat pula untuk menjadi<br />

aktor terdepan dalam mengembangkan<br />

diversifikasi pangan, terutama yang<br />

berbasis pemanfaatan teknologi dan industri<br />

pangan. Diversifikasi pangan yang berbasis<br />

kearifan dan budaya lokal akan sangat<br />

kompatibel dengan strategi pemenuhan<br />

kebutuhan gizi yang seimbang sesuai<br />

dengan kondisi demografi <strong>Indonesia</strong> yang<br />

plural heterogen. Dalam hal ini, langkah<br />

engembangan teknologi dan industri pangan<br />

disesuaikan dengan kandungan sumber<br />

daya, kelembagaan dan budaya lokal.<br />

Strategi keempat adalah menjamin<br />

kelancaran manajeman distribusi<br />

pangan pokok, maka pemerintah daerah dan<br />

pemerintah pusat harus mampu menjaga<br />

stabilitas harga pangan pokok, dengan<br />

cara memperbaiki manajemen kebijakan<br />

perdagangan dalam negeri dan luar negeri.<br />

Sebagaimana disinggung sebelumnya,<br />

dalam menghadapi kondisi darurat,<br />

pemerintah perlu memobilisasi cadangan<br />

pangan pemerintah dan cadangan pangan<br />

masyarakat serta melakukan dan melibatkan<br />

industri pangan nasional.<br />

Pada kondisi tidak normal tersebut, subsidi<br />

harga pangan [dalam format Program Beras<br />

untuk Keluarga Miskin (Raskin), Sistem<br />

Kepaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), Pos<br />

Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan lainlain],<br />

mungkin masih diperlukan, karena<br />

mampu menjangkau ribuan titik distribusi<br />

di segenap pelosok tanah air. Lebih penting<br />

lagi, skema subsidi pangan tersebut perlu<br />

pula dilihat sebagai investasi negara<br />

untuk memperkuat jaringan distribusi<br />

program bahan pangan bersubsidi lainnya,<br />

bahkan menjadi cikal-bakal pelaksanaan<br />

food-stamp atau bantuan pangan dalam<br />

program pengentasan kemiskinan. Dari<br />

pembahasan di atas, maka semakin<br />

jelaslah bahwa strategi ketahanan<br />

pangan juga mengandung pembangunan<br />

sumberdaya manusia <strong>Indonesia</strong> yang lebih<br />

komprehensif.<br />

HASIL RAPAT KOORDINASI NASIONAL PERHUBUNGAN<br />

KADIN INDONESIA Jakarta, Senin 12 Mei <strong>2008</strong><br />

PENDAHULUAN<br />

Perhubungan -- baik sebagai infrastruktur<br />

maupun sebagai suatu sektor jasa (jasa<br />

transportasi) -- adalah suatu uratnadi<br />

utama kegiatan perekonomian yang pada<br />

giliran berikutnya akan menentukan<br />

tingkat keunggulan daya saing suatu<br />

perekonomian.<br />

Bagi <strong>Indonesia</strong> sebagai negara kepulauan<br />

dengan sekitar 18.108 pulau (2002, saat<br />

pasang naik, data dari LAPAN) yang<br />

tersebar luas, peran dan fungsi seluruh<br />

sektor jasa perhubungan menjadi sangat<br />

vital. Ketersediaan prasarana dan sarana<br />

yang mencukupi dan efektif, serta<br />

tumbuhnya industri jasa yang efisien dan<br />

berdaya saing tinggi pada setiap sektor<br />

perhubungan, baik darat, laut maupun<br />

udara, akan menentukan kecepatan<br />

pertumbuhan perekonomian <strong>Indonesia</strong><br />

mengatasi persaingan global yang makin<br />

ketat dan berat.


10<br />

Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />

Kondisi Dewasa Ini<br />

Belum ada suatu kebijakan dasar<br />

strategis (grand strategy) pembangunan<br />

dan pengembangan industri jasa<br />

perhubungan. Kebijakan yang ada masih<br />

tersegmentasi.<br />

Penerapan pemisahan peran dan fungsi<br />

regulator, fasilitator serta operator<br />

terutama di pelabuhan dan bandar udara<br />

perlu ditata kembali untuk menghindari<br />

tumpang tindih.<br />

Kondisi infrastruktur perhubungan<br />

<strong>Indonesia</strong> dewasa ini pada setiap sektor<br />

jasa transportasi tidak memadai untuk<br />

kelancaran arus transportasi penumpang<br />

dan barang.<br />

Kapasitas dan kualitas prasarana-sarana<br />

transportasi masih rendah, dan sementara<br />

itu praktik-praktik ekonomi biaya tinggi<br />

masih berlangsung di pelabuhan, bandar<br />

udara, dan jalan raya.<br />

Jaringan multi-moda transportasi belum<br />

terkoneksi dengan baik dan optimal satu<br />

sama lain.<br />

Ketersediaan infrastruktur antar-wilayah<br />

perhubungan belum merata, baik secara<br />

geografis, potensi ekonomi maupun<br />

jumlah populasi.<br />

Angkutan laut barang, terutama untuk<br />

ekspor-impor masih didominasi mutlak<br />

oleh perusahaan pelayaran berbendera<br />

asing. Kebijakan dalam Instruksi<br />

Presiden Nomor 5 Tahun 2005 yang<br />

berhubungan dengan sektor perdagangan<br />

luar negeri belum efektif.<br />

Kebijakan pengembangan industri jasa<br />

logistik belum diformulasikan dengan<br />

jelas, khususnya untuk pelaksanaan asas<br />

kabotase.<br />

Tingkat keamanan dan keselamatan<br />

transportasi nasional belum memenuhi<br />

persyaratan atau standar internasional.<br />

Kecelakaan transportasi sering<br />

terjadi dalam sektiap sektor. Dunia<br />

internasional pun mengkhawatirkan<br />

tingkat keselamatan transportasi<br />

<strong>Indonesia</strong>, sehingga, misalnya, Uni Eropa<br />

menerapkan larangan terbang terhadap<br />

maskapai penerbangan ke wilayahnya.<br />

Penyelenggaraan Rakornas<br />

Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas)<br />

Perhubungan <strong>Kadin</strong> <strong>2008</strong> diselenggarakan<br />

atas dasar latar belakang dan permasalahan<br />

di atas dengan tema “Menuju Transportasi<br />

yang Efektif, Efisien, dan Lancar<br />

dalam rangka Memacu Pertumbuhan<br />

Perekonomian Nasional” Para pembicara<br />

dan narasumber adalah unsur-unsur utama<br />

dalam sektor perhubungan, baik<br />

unsur-unsur regulator, operator,pengawas,<br />

pengguna, maupun unsur-unsur<br />

berkepentingan (stakeholders) lainnya, yaitu:<br />

a.<br />

b.<br />

c.<br />

d.<br />

e.<br />

f.<br />

g.<br />

h.<br />

i.<br />

Menko Perekonomian, Dr. Budiono<br />

Menteri Perhubungan, dibacakan oleh<br />

Sekjen Dephub, Harijogi<br />

Ketua Umum <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong>,<br />

Mohamad S. Hidayat<br />

Ketua Komisi VDPR-RI, HA<br />

Muqowam<br />

Dirjen Otonomi Daerah Depdagri,<br />

Dr. Sodjuangon Situmorang<br />

Dirjen Binamarga, Dep. PU,<br />

Dr. Ir. A. Hermanto Dardak<br />

Pakar Perhubungan,<br />

Ir. Giri Suseno Hadihardjono<br />

Dirjen Perhubungan Laut Dephub,<br />

Dirjen Perhubungan Darat Dephub,<br />

Ir. Iskandar Abubakar, MSc<br />

j.<br />

k.<br />

l.<br />

m.<br />

n.<br />

o.<br />

p.<br />

q.<br />

r.<br />

s.<br />

t.<br />

Dirjen Perhubungan Udara Dephub,<br />

Dirjen Perkereta-apian Dephub, Wendy<br />

Aritenang Yazid<br />

Dirjen Perdagangan Luar Negeri<br />

Depdag, disampaikan oleh Direktur<br />

Ekspor dan Impor, Harmen Sembiring<br />

Ketua Umum INSA, Oentoro Surya<br />

Ketua Umum Organda,<br />

Ketua Umum Gapasdap,<br />

Sekjen INACA, T. Burhanuddin, SE<br />

Sekjen Gafeksi, Parlagutan Silitonga<br />

WKU Perhubungan <strong>Kadin</strong> Sumatera<br />

Utara,<br />

WKU Perhubungan <strong>Kadin</strong> Sulawesi<br />

Selatan, M. Basri Zain, SE<br />

Masyarakat Transportasi <strong>Indonesia</strong><br />

u.<br />

v.<br />

w.<br />

x.<br />

y.<br />

- Koordinator Forum Transportasi<br />

Perkeretaapian, Djoko Setijowarno<br />

Ketua Asosiasi Asuransi Umum<br />

<strong>Indonesia</strong>, Kornelius Simanjuntak, SH,<br />

MH, AAIK<br />

Asosiasi Broker Asuransi & Reasuransi<br />

<strong>Indonesia</strong>, Sri Hadiah Watie, BSc, SH,<br />

AAIK (Hon)<br />

Yayasan Lembaga Konsumen<br />

<strong>Indonesia</strong>, Tulus Abadi, SH<br />

Paparan <strong>Kadin</strong> Sumatera Barat (tidak<br />

disajikan); dan<br />

Peserta Rakornas dari unsur-unsur<br />

berkepentingan (stakeholders):<br />

regulator, operator, pengawas dan<br />

pengguna<br />

Rakornas dibuka oleh Menko<br />

Perekonomian dan dengan sambutan<br />

kunci (keynote speech) dari Menteri<br />

Perhubungan, serta pembicara dan<br />

narasumber terdiri atas semua unsur<br />

regulator, operator, pengawas dan<br />

pengguna. Dialog berupa tanya jawab<br />

berlangsung intensif. Dengan demikian,<br />

Rakornas dapat menghasilkan kesimpulan<br />

yang berimbang dan objektif sekaligus<br />

memiliki perspektif yang lebih mendalam<br />

dan lebih jauh jangkauannya ke depan.<br />

SAMBUTAN, PAPARAN DAN DIALOG<br />

Pentingnya Transportasi<br />

Dalam kalimat plastis dan ringkas,<br />

pakar perhubungan Giri Suseno,<br />

mengungkapkan, bahwa kehidupan<br />

akan berhenti jika transportasi tidak<br />

beroperasi. Transportasi membantu<br />

menghilangkan kesenjangan antara<br />

anggota masyarakat dalam hal ekonomi,<br />

sosial-budaya, politik dan keamanan.<br />

Transportasi juga merupakan salah satu<br />

wahana untuk mempertahankan persatuan<br />

dan keutuhan nasional, wahana untuk<br />

mensejahterakan Bangsa. Karena itu<br />

kebijakan-kebijakan yang menyangkut<br />

transportasi tidak hanya didasarkan pada<br />

pertimbangan ekonomi/bisnis semata,<br />

tetapi didasarkan pada pertimbangan<br />

kepentingan Bangsa secara utuh. Untuk<br />

itu, pendekatan pembangunan yang<br />

digunakan harus bersifat holistik.<br />

Infrastruktur<br />

Semua pembicaraan, mulai dari<br />

sambutan, pembukaan, pemaparan


Info <strong>Kadin</strong> Agustus - September <strong>2008</strong><br />

11<br />

narasumber sampai masukan peserta,<br />

menekankan pentingnya ketersediaan,<br />

pemerataan ketersediaan serta kualitas<br />

infrastruktur selaras dengan faktorfaktor<br />

ekonomi, penduduk dan<br />

geografis wilayah serta keselamatan<br />

dan kenyamanan. Instansi teknis terkait<br />

merancang program pembangunan<br />

prasarana dan sarana berdasarkan<br />

faktor-faktor tersebut. Secara eksplisit<br />

ini dicerminkan dalam pembangunan<br />

prasarana jalan yang sekarang ini<br />

sebarannya belum merata di wilayah<br />

<strong>Indonesia</strong>.<br />

Khusus pembangunan prasarana jalan,<br />

ada tiga kategori wilayah dalam program<br />

pembangunan infratsruktur jalan.<br />

Pertama, wilayah telah berkembang<br />

yang meliputi Sumatera, Jawa dan<br />

Bali. Ketersediaan jalan di wilayah ini<br />

berpotensi menjadi bagian dari jaringan<br />

jalan raya ASEAN dan Asian Highway.<br />

Kedua, wilayah sedang berkembang yang<br />

mencakup Kalimantan, Sulawesi dan<br />

Nusa Tenggara Barat. Pembangunan jalan<br />

di Kalimantan kelak akan menjadi bagian<br />

dari jaringan Pan Borneo Highway<br />

dan Asean Highway. Ketiga, wilayah<br />

pengembangan baru, yang meliputi<br />

Kepulauan maluku, Papua dan Nusa<br />

Tenggara Timur. Prioritas pengembangan<br />

prasarana di wilayah ini diarahkan untuk<br />

pengembangan jaringan jalan di pusatpusat<br />

pelayanan wilayah dan jaringan<br />

penghubung antar-pusat pelayanan serta<br />

intermoda dengan angkutan laut.<br />

Kondisi dan program pembangunan<br />

sarana dan prasarana sektor-sektor<br />

lainnya juga mengacu pada faktor-faktor<br />

tersebut.<br />

Ketidak-cukupan dan rendahnya kinerja<br />

infrastruktur, khususnya dalam sektor<br />

perhubungan laut, telah menyebabkan<br />

banyak perusahaan pelayaran memilih<br />

negara ASEAN lainnya sebagai<br />

pangkalan utama (home base)-nya.<br />

Padahal, jika dilihat dari volume barang,<br />

seharusnya mereka berpangkalan di<br />

pelabuhan <strong>Indonesia</strong>.<br />

Pada sisi lain, perencanaan pembangunan<br />

infrastruktur terkesan belum mengacu<br />

kepada pembangunan industri logistik<br />

yang berdaya saing tinggi.<br />

Keselamatan dan Kenyamanan<br />

Transportasi<br />

Kondisi sarana dan prasarana yang<br />

tidak memadai sehingga kinerjanya<br />

sangat rendah, beban biaya yang tinggi<br />

termasuk karena kenaikan BBM dan<br />

listrik, perizinan yang sangat banyak<br />

dan birokratis serta penerapannya<br />

yang tidak konsisten dan transparan,<br />

menyebabkan pelayanan dalam sektor<br />

transportasi tidak efisien, kenyamanan<br />

minim, dan tingkat keselamatan rendah.<br />

Kecelakaan penerbangan, pelayaran,<br />

angkutan jalan raya dan bahkan kereta<br />

api, mencerminkan rendahnya tingkat<br />

keselamatan dan kenyamanan transportasi<br />

di <strong>Indonesia</strong>.<br />

Linkage antarmoda<br />

Sering pembangunan infrastruktur tidak<br />

memperhatikan linkage antarmoda.<br />

Akibatnya keterkaitan antarmoda<br />

transportasi menjadi rendah, sehingga<br />

biaya distribusi menjadi tinggi; jasa<br />

logistik nasional tidak memiliki daya<br />

saing. Rendahnya linkage antarmoda<br />

juga disebabkan adanya ketimpangan<br />

ketersediaan infrastruktur antar-daerah.<br />

Pembiayaan<br />

Investasi untuk pengembangan jasa<br />

transportasi tidak didukung sektor<br />

perbankan, dan tingkat bunga saat ini<br />

berlaku tidak kompetitif dibandingkan<br />

dengan negara lain. Dalam sektor<br />

pelayaran, hal tersebut menjadi kendala<br />

untuk mewujudkan asas kabotase.<br />

Perpajakan,Retribusi dan Kenaikan<br />

Harga BBM dan Listrik<br />

Perpajakan dan retribusi dalam sektor<br />

jasa transportasi, merupakan beban berat<br />

bagi berkembangnya industri transportasi<br />

nasional. Pajak kendaraan angkutan<br />

umum/massal selayaknya diturunkan<br />

untuk mengimbangi kenaikan harga BBM<br />

dan listrik.<br />

Mohamad S Hidayat: Pengusaha belum yakin, bahwa dengan<br />

kenaikan tarif listrik, tidak akan ada lagi pemadaman<br />

Sampai saat ini, KADIN masih<br />

melakukan pengkajian masalah<br />

kenaikan tarif listrik untuk kawasan<br />

industri, karena industri besar mau<br />

menerima kenaikan tarif listrik, dengan<br />

jaminan tidak lagi ada istilah terkena giliran<br />

pemadaman. Namun bagi kalangan industri<br />

menengah kebawah, kanaikan tarif tersebut<br />

akan menjadikan beban yang sangat berat.<br />

Dikatakan Hidayat, bahwa kenaikan tariff<br />

yang diberlakukan, belum dapat menjamin<br />

kepercayaan kalangan pengusaha , karena<br />

kondisi PLN sekarang ini mempunyai<br />

minus, tekor Rp26 triliun yang diakibatkan<br />

ada tambahan subsidi listrik karena<br />

kenaikan harga minyak. Dan….. PLN<br />

meminta kepada kalangan pengusaha,<br />

supaya seluruh kekurangan yang Rp 26<br />

triliun itu dibebankan ke industri. Nah kalau<br />

dihitung, untuk menambal minus yang Rp<br />

26 triliun itu, berarti kenaikannya 80%<br />

untuk golongan 1-3, 1-4 dan B-3. Dan…..<br />

itu tidak mungkin. “ Terlalu tinggi.” ujar<br />

Hidayat.<br />

“Mula-mula, dengan kenaikan PLN itu,<br />

kami tidak mau menerimanya. Akan tetapi<br />

setelah terjadi suatu pembicaraan antara<br />

KADIN dengan PLN, maka terungkap<br />

bahwa ada suatu kesulitan yang sedang<br />

dihadapi oleh dipihak PLN. Sehingga kami<br />

secara moderat mau mencari problem<br />

solving, untuk menjajaki kemungkinannya<br />

masing-masing. Kamipun telah memberi<br />

tahu kepada PLN, tentang beban yang<br />

ditanggung oleh kalangan pengusaha yang<br />

terdiri dari beban resmi dan beban tidak<br />

resmi.” kata Hidayat.<br />

Dalam menanggapi keluarnya SKB<br />

5 Menteri, Hidayat sebelumnya telah<br />

meminta agar dalam aturanya nanti<br />

disebutkan bahwa pergeseran dalam<br />

mengganti waktu kerja pada hari Saptu dan<br />

Minggu itu sifatnya hanya sementara. Dan<br />

tidak mungkin pergeseran waktu kerja pada<br />

hari Saptu dan Minggu dapat dilakukan<br />

sampai bulan Desember 2009, saat proyek<br />

10 ribu megawatt dimulai. Dan untuk<br />

pergeseran itu juga ada masalah-masalah<br />

teknis, yaitu akan menggeser kebiasaan<br />

para pekerja untuk bertemu dengan<br />

keluarganya, dan bagi kaum Nasrani yang<br />

beribadah pada hari Minggu .<br />

Hidayat mengemukakan, bahwa untuk<br />

memenuhi kontrak buyers dengan pihak<br />

luar negeri, maka pengiriman barang akan<br />

dilakukan pada hari Saptu dan Minggu.<br />

“Apakah kantor pengiriman, Bea dan<br />

Cukai pada hari tersebut buka Nah kalau<br />

diusahakan Bea dan Cukai buka, maka<br />

Perbankan juga akan buka ”<br />

ujar Hidayat.


12<br />

Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />

KEBIJAKAN DAN REKOMENDASI KADIN<br />

Dari paparan para narasumber serta dialog intensif yang berkembang, <strong>Kadin</strong> perlu mengembangkan berbagai langkah untuk mendorong<br />

tumbuhnya sekor perhubungan atau industri transportasi nasional yang berdaya saing dalam kerangka <strong>Indonesia</strong> Incorporated. Langkahlangkah<br />

tersebut diuraikan secara tabulasi singkat untuk memudahkan penjadwalan dan pengecekan pelaksanaannya.<br />

No.<br />

SUBYEK<br />

KETERANGAN<br />

1.<br />

Kebijakan pembangunan infrastruktur dan pembangunan<br />

sektor transportasi bukan sekadar pembangunan sektor<br />

ekonomi semata, tetapi lebih merupakan pembangunan<br />

wahana untuk mempertahankan persatuan dan keutuhan<br />

nasional dan wahana untuk mensejahterakan bangsa dengan<br />

menghilangkan kesenjangan ekonomi, sosial-budaya,<br />

politik dan keamanan dalam kehidupan berbangsa dan<br />

bernegara.<br />

Seyogyanya filosofi ini menjadi pijakan dasar<br />

holistik penetapan kebijakan pembangunan nasional<br />

dalam semua sektor ekonomi dan sosial budaya.<br />

2. <strong>Kadin</strong> harus aktif dan intensif memberikan masukan untuk<br />

perumusan peraturan pelaksanaan Undang-Undang 17/<strong>2008</strong><br />

tentang Pelayaran. 41 pasal dalam UU ini mengamanatkan<br />

Peraturan Pemerintah yang disepakati untuk menjadi 8<br />

PP (dengan adanya penggabungan untuk hal-hal yang<br />

berkaitan) dan 8 Peraturan Menteri.<br />

Setiap PP dan Permen dari UU ini perlu menampung<br />

seluruh aspirasi dunia usaha nasional untuk<br />

berkembang dengan daya saing yang tinggi.<br />

3. Strategi utama (grand strategy) pembangunan saranaprasarana<br />

sektor perhubungan harus mengacu pada<br />

Untuk mengantisipasi kondisi perdagangan<br />

internasional, yakni:<br />

kelancaran arus logistik, baik dalam perdagangan dalam<br />

1. Persaingan memasuki pasar dunia semakin ketat<br />

negeri maupun perdagangan luar negeri (ekspor-impor)<br />

2. Pasar dalam negeri menjadi bagian pasar regional<br />

melalui FTA<br />

3. Produsen harus mampu tepat harga; tepat<br />

kwalitas, tepat deliferi, tepat pasar<br />

4.<br />

5.<br />

6.<br />

7.<br />

8.<br />

9.<br />

10.<br />

Rancangan Peraturan Pemerintah dalam lingkup jasa<br />

logistik perlu segera diselesaikan dengan mengacu kepada<br />

undang-undang dalam bidang perhubungan serta kepada<br />

pewujudan layanan satu atap perdagangan luar negeri<br />

(National Single Window)<br />

Periizinan ekspor-impor perlu disederhanakan tanpa<br />

mengurangi aspek keamanan dan ketahanan ekonomi<br />

nasional<br />

Dalam pembangunan infrastruktur dan pengembangan<br />

sektor-sektor perhubungan, perlu diperhatikan linkage<br />

integrasi antarmoda transportasi<br />

Pemerintah harus segera secara konsekuen dan konsisten<br />

menerapkan asas kabotase sesuai amanat UU 17/<strong>2008</strong> dan<br />

Inpres 5/2005<br />

Asas kabotase juga harus diterapkan dalam sektor<br />

penerbangan. Bandar udara yang dapat didarati<br />

penerbangan asing harus sebanding dengan bandar udara<br />

negara mitra yang terbuka bagi penerbangan nasional<br />

<strong>Indonesia</strong><br />

Pemerintah seyogyanya membatasi jumlah pelabuhan<br />

internasional (ocean port), pelabuhan-pelabuhan lainnya<br />

dijadikan sebagai pelabuhan feeder.<br />

Untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, alokasi<br />

anggaran pembangunannya sudah harus dinaikkan,<br />

setidaknya 6-7% dari APBN<br />

RPP ini dapat dijadikan blueprint logistik nasional<br />

sebelum adanya suatu undang-undang yang<br />

komprehensif dengan visi yang jauh kedepan dan<br />

mengutamakan daya saing nasional.<br />

Dewasa ini, sesuai dengan data Tim NSW, terdapat<br />

20 “pintu perizinan” dengan 178 dokumen perizinan.<br />

Kebijakan ini diperlukan agar jasa transportasi<br />

menjadi kompetitif menghadapi persaingan<br />

intrernasional<br />

Inpres 5/2005 sudah berusia 3 tahun lebih, tapi<br />

langkah konkret pelaksanaannya belum ada<br />

Contoh: Jika Thailand hanya membuka 1 bandara<br />

bagi perusahaan penerbangan <strong>Indonesia</strong>, maka bagi<br />

penerbangan Thailand juga hanya satu bandara yang<br />

dapat didarati perusahaan penerbangannya<br />

Kebijakan ini perlu untuk mempercepat<br />

keterlaksanaan asas kabotase<br />

Saat ini anggaran infrastruktur hanya sekitar 3%<br />

APBN, yang berimplikasi rendahnya daya saing,<br />

inefisiensi tinggi dan kontribusinya pada PDB<br />

rendah.


Info <strong>Kadin</strong> Agustus - September <strong>2008</strong><br />

13<br />

No.<br />

SUBYEK<br />

KETERANGAN<br />

11.<br />

12.<br />

13.<br />

14.<br />

Pembangunan dryport dengan dukungan transportasi<br />

angkutan barang massal yang efektif dan efisien yaitu<br />

kereta api harus dikembangkan.<br />

Perlu dibentuk Komisi Keselamatan Transportasi untuk<br />

peningkatan keselamatan transportasi yang optimal<br />

Untuk menekan biaya transportasi karena kenaikan BBM,<br />

sekaligus untuk menambah dan meremajakan alat angkutan<br />

barang dan angkutan umum massal, sebaiknya pemerintah<br />

pemerintah menurunkan pajak balik nama alat angkutan<br />

umum menjadi 0%.<br />

Dalam penentuan tarif penerbangan penumpang,<br />

Pemerintah seyogyanya cukup mengatur tarif bawah,<br />

sedangkan tarif atas sewajarnya dilepaskan penetapannya<br />

kepada setiap perusahaan<br />

1.<br />

2.<br />

3.<br />

Sebagai angkutan massal yang dapat mengangkut<br />

barang dalam jumlah besar yang efektif dan<br />

efisien, perlu dikembangkan prasarana dan sarana<br />

angkutan kereta api dari dryport sehingga masuk<br />

ke dermaga bongkar-muat pelabuhan.<br />

Perlunya dibangun prasarana KA dari dryport<br />

hingga masuk dermaga bongkar-muat pelabuhan<br />

(tidak double handling lagi), sehingga barang bisa<br />

langsung dihandle menggunakan crane langsung<br />

ke kapal.<br />

Perlunya dibangun prasarana KA (dibangun<br />

double track) dari dryport hingga dermaga<br />

bongkar-muat pelabuhan dan pengadaan sarana<br />

angkutan KA (lokomotif dan gerbong) yang<br />

handal untuk mempertinggi pelayanan pengiriman<br />

barang.<br />

Catatan:<br />

Pembangunan transportasi kereta api baru dari<br />

kawasan industri ke pelabuhan ekspor-impor,<br />

khususnya pelabuhan Tanjung Priok perlu<br />

pengkajian dengan matang**), karena pada saat ini<br />

kepadatan di areal pelabuhan tidak memungkinkan<br />

manuver kereta api lebih cepat.<br />

Masalah keselamatan perlu ditingkatkan karena<br />

belum menjadi perhatian yang sungguh-sungguh.<br />

1.<br />

2.<br />

Penurunan pajak menjadi 0% lebih mudah<br />

dan lebih efektif daripada program smartcard<br />

BBM, sekaligus lebih merangsang investasi<br />

di sektor transportasi. Pendapatan negara dari<br />

pajak penjualan kendaraan relatif kecil terhadap<br />

pembentukan PDB<br />

Efektif untuk meminimalkan beban biaya sosial<br />

(social costs)<br />

Tarif bawah harus diatur pemerintah untuk menjamin<br />

terlaksananya keselamatan penerbangan<br />

15.<br />

Untuk meningkatkan daya saing, sudah seharusnya<br />

dikembangkan pelayanan online<br />

Umumnya pelayanan saat ini masih manual<br />

KPPOD AWARD, Merupakan Suatu Ajang Kompetisi Sehat<br />

Antar Pemerintah Daerah<br />

KPPOD (Komite Pemantauan<br />

Pelaksanaan Otonomi Daerah) kembali<br />

melakukan survey atas Tata Kelola<br />

Ekonomi di Daerah. Untuk Award<br />

tahun ini, jumlah responden yang di<br />

survey sebanyak 243 pemerintah daerah<br />

setingkat kabupaten/kota. Pengumuman<br />

hasil survey telah dilakukan di Balai<br />

Kartini pada acara KPPOD Award<br />

tanggal 22 <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong> lalu.<br />

Daerah penelitian kali ini berbeda dengan<br />

survei tahun sebelumnya yang mencakup<br />

hampir seluruh provinsi di <strong>Indonesia</strong><br />

(namun tidak seluruh kabupaten/kota di<br />

tiap prpvinsi), survei tata kelola ekonomi<br />

daerah 2007, meliputi 15 provinsi ,<br />

namun mencakup seluruh kabupaten


14<br />

Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />

/kota di 15 provinsi tersebut. Untuk sisa<br />

seluruh kabupaten/kota dari 18 provinsi<br />

yang disurvei tahun 2007, akan dilakukan<br />

survei di tahun berikutnya.<br />

Metodologi dan Fokus Penelitian:<br />

Fokus studi tahun 2007, berbeda dengan<br />

penelitian pada tahun-tahun sebelumnya.<br />

Apabila studi tahun 2001 – 2005<br />

menggabungkan indicator-indikator<br />

yang bersifat anugerah (endowment<br />

variables) seperti sumber daya alam<br />

dengan indikator-indikator yang bersifat<br />

kebijakan, maka studi pada tahun 2007<br />

hanya meneliti indicator-indikator<br />

kebijakan.<br />

Hal ini dimaksudkan agar hasil studi<br />

dapat focus pada sejumlah rekomendasi<br />

untuk perbaikan tata kelola ekonomi<br />

daerah yang dapat dengan segera dapat<br />

dilaksanakan oleh tiap-tiap pemerintah<br />

daerah yang bersangkutan.<br />

Ada 10 Kategori KPPOD Award, yaitu:<br />

1.<br />

2.<br />

3.<br />

4.<br />

5.<br />

6.<br />

7.<br />

8.<br />

9.<br />

10.<br />

Tata Kelola Ekonomi Daerah diberikan kepada Pemda Kota. Blitar;<br />

Akses Terhadap Lahan Usaha dan Kepastian Usaha diberikan kepada Pemda Kab. Timor Tengah Utara;<br />

Perizinan Usaha diberikan kepada Pemda Kota Blitar;<br />

Interaksi Pemda dengan Pelaku Usaha diberikan kepada Pemda Kab. Musi Rawas;<br />

Program Pengembangan Usaha diberikan kepada Pemda Kab. Bantul;<br />

Integritas Bupati / Walikota diberikan kepada Pemda Kab. Soppeng;<br />

Biaya Transaksi di Daerah diberikan kepada Pemda Kab. Tabanan - Bali;<br />

Pengelolaan Infrastruktur Fisik di Daerah diberikan kepada Pemda Kab. Tuban-Jawa Timur ;<br />

Keamanan dan Resolusi Konflik diberikan kepada Pemda Kab. Pamekasan – Jawa Timur;<br />

dan Peraturan Daerah diberikan kepada Pemda Kota. Prabumulih.<br />

Penyerahan penghargaan dilakukan oleh<br />

Ketua Umum <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> Mohamad<br />

S. Hidayat didampingi oleh Sofyan<br />

Wanandi (Dewan Pembina KPPOD) dan<br />

Douglas E. Ramage (Country Rep. The<br />

Asia Foundation).<br />

Pemberian KPPOD Award, bertujuan<br />

untuk memberikan informasi mengenai<br />

kinerja pemerintah daerah dibidang<br />

tata kelola ekonomi daerah, dan juga<br />

dimaksudkan untuk menciptakan<br />

kompetisi yang positif antar kabupaten/<br />

kota di <strong>Indonesia</strong> .<br />

Ketua Umum <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> Mohamad S. Hidayat (kanan)<br />

memberikan selamat kepada perwakilan Pemda penerima<br />

penghargaan KPPOD Award<br />

Ketua Umum <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> Mohamad S. Hidayat, (no 8 dari kiri),<br />

Sofjan Wanandi,(no 5 dari kiri), dan Douglas E. Ramage (paling<br />

kiri) berfoto bersama dengan perwakilan pemerintah daerah yang<br />

menerima penghargaan KPPOD Award.<br />

Laporan Lengkap Hasil Penelitian<br />

Tata Kelola Ekonomi Daerah di <strong>Indonesia</strong> Tahun 2007<br />

Dapat diperoleh di Sekretariat KPPOD<br />

Plaza Grat River, 15th floor, Jl. HR Rasuna Said Kav.X-2 No.1 Jakarta 12950<br />

Tel: +62 (021) 5226018, Fax: +62 (021) 522 6027, Home Page: http://www.kppod.org<br />

Kontak: P.Agung Pambudhi, E-mail:pambudi@kppod.org


Info <strong>Kadin</strong> Agustus - September <strong>2008</strong><br />

15<br />

Pemberitahuan awal mengenai penyelenggaraan Munas-V <strong>Kadin</strong><br />

Sehubungan dengan akan berakhirnya masa jabatan Dewan<br />

Pertimbangan dan Dewan Pengurus <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> tahun<br />

2004 – 2009, maka dengan ini diberitahukan bahwa Dewan<br />

Pengurus <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> akan menyelenggarakan Musyawarah<br />

Nasional Ke-V Kamar Dagang dan Industri (disingkat Munas-<br />

V <strong>Kadin</strong>) untuk memilih dan mengangkat Dewan Pertimbangan<br />

dan Dewan Pengurus <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> masa bakti 2009 – 2014<br />

yang menurut rencana akan dilaksanakan pada tanggal 19 – 20<br />

Desember <strong>2008</strong> di Jakarta.<br />

Munas-V <strong>Kadin</strong> dihadiri oleh Peserta dan Peninjau, yaitu :<br />

1.<br />

2.<br />

Peserta Munas-V <strong>Kadin</strong> terdiri atas :<br />

a. Anggota Biasa yang diwakili oleh utusan Anggota, yaitu :<br />

a.1. Para Ketua Umum Dewan Pengurus <strong>Kadin</strong> Provinsi secara ex-officio ;<br />

a.2. Utusan Anggota Provinsi yang dipilih dalam Rapat Dewan Pengurus Lengkap <strong>Kadin</strong> Provinsi yang diagendakan khusus untuk<br />

itu menjelang Munas-V <strong>Kadin</strong>, sebanyak 2 (dua) orang ;<br />

b. Dewan Pertimbangan <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong><br />

c. Dewan Pengurus Lengkap <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong><br />

d. Anggota Luar Biasa yang diwakili oleh utusan Organisasi Perusahaan dan Organisasi Pengusaha Tingkat Nasional yang dipilih<br />

melalui konvensi yang khusus diadakan untuk itu menjelang Munas-V <strong>Kadin</strong>.<br />

Peninjau Munas-V <strong>Kadin</strong> terdiri atas :<br />

a. Anggota Kehormatan <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> ;<br />

b. Utusan Anggota Provinsi diluar Peserta dengan membawa Mandat dari Dewan Pengurus <strong>Kadin</strong> Provinsi masing-masing ;<br />

c. Utusan Anggota Kabupaten/Kota dengan membawa Mandat dari Dewan Pengurus <strong>Kadin</strong> Kabupaten/Kota dan Dewan Pengurus<br />

<strong>Kadin</strong> Provinsi masing-masing ;<br />

d. Utusan Anggota Luar Biasa Tingkat Nasional diluar Peserta dengan membawa Mandat dari organisasi masing-masing ;<br />

e. Tokoh-tokoh pengusaha dan masyarakat <strong>Indonesia</strong> tingkat nasional ;<br />

f. Pengusaha asing ;<br />

g. Pejabat Pemerintah.<br />

Peserta Munas-V <strong>Kadin</strong> sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf d<br />

tersebut diatas harus memenuhi seluruh kewajibannya sebagaimana<br />

dimaksud Anggaran Dasar <strong>Kadin</strong> Pasal 32, termasuk kewajiban<br />

keuangan pada organisasi sampai dengan tahun berjalan.<br />

Jumlah Peninjau Munas-V <strong>Kadin</strong> sebagaimana dimaksud huruf<br />

b sampai dengan huruf g tersebut diatas ditentukan oleh Dewan<br />

Pengurus <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong>.<br />

Selanjutnya, dalam waktu dekat, Dewan Pengurus <strong>Kadin</strong><br />

<strong>Indonesia</strong> akan menyampaikan undangan kepada seluruh Peserta<br />

dan Peninjau Munas-V <strong>Kadin</strong> disertai berbagai penjelasan dan<br />

ketentuan yang dianggap perlu untuk diketahui dan dilaksanakan<br />

sebagaimana mestinya. (sekretariat <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong>).<br />

Laporan Ekonomi Bulanan <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong><br />

Perkembangan Ekonomi <strong>Indonesia</strong><br />

Oleh Sekretariat KADIN <strong>Indonesia</strong> Erna Zetha Rusman<br />

Setelah mencapai rekor tertinggi di atas<br />

US$ 147 per barrel pada pertengahan <strong>Juli</strong><br />

lalu, tren harga minyak dunia akhirnya<br />

mengalami penurunan sehingga kembali<br />

berada di bawah US$ 120 per barrel.<br />

Penurunan ini terutama terjadi setelah<br />

munculnya pengumuman mengenai<br />

cadangan minyak mentah Amerika Serikat<br />

yang ternyata lebih besar dari perkiraan<br />

pasar. Peningkatan cadangan minyak di<br />

Amerika Serikat tidak saja merupakan<br />

indikasi terjadinya penurunan permintaan<br />

minyak, tetapi juga sebagai dampak dari<br />

melemahnya perekonomian negara tersebut.<br />

Selain itu perkembangan krisis nuklir Iran<br />

yang melunak, seiring dengan perubahan<br />

kebijakan diplomasi AS, juga berpengaruh<br />

besar terhadap penurunan harga minyak<br />

dunia.<br />

Meskipun harga minyak mentah dunia<br />

yang menurun melegakan banyak pihak,<br />

namun kondisi perekonomian dunia belum<br />

dapat dikatakan terlepas dari ancaman<br />

resesi. Selain belum ada tanda-tanda<br />

bahwa krisis finansial – akibat krisis macet<br />

di AS -- akan segera berlalu, ancaman<br />

inflasi global juga semakin meningkat<br />

karena tingginya ekspektasi inflasi, yang<br />

semakin terpicu oleh ketidakstabilan sektor<br />

finansial. Indeks harga saham global<br />

terus mengalami penurunan, dan ini bisa<br />

berdampak luas karena dikhawatirkan<br />

dapat mengganggu proses rekapitalisasi<br />

perbankan dan lembaga keuangan lainnya.<br />

Di awal Agustus ini penurunan indeks<br />

harga saham dialami oleh hampir seluruh<br />

bursa saham dunia, termasuk di <strong>Indonesia</strong>.<br />

Bursa saham Amerika Serikat melemah<br />

setelah Pemerintah AS mengumumkan<br />

penurunan belanja konsumen sebesar<br />

0,2 persen pada bula Juni lalu. Hal ini<br />

menunjukkan terjadinya penurunan daya<br />

beli akibat peningkatan inflasi di negara<br />

tersebut. Pasar saham Eropa melemah<br />

setelah diumumkannya penurunan laba<br />

Bank HSBC (bank terbesar di Eopa) secara<br />

drastis yang juga terkait dengan krisis<br />

di Amerika Serikat. Dan melemahnya<br />

sebagian besar pasar saham Asia tidak<br />

saja karena faktor negatif memburuknya


16<br />

Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />

DJIA<br />

13,500<br />

13,000<br />

12,500<br />

12,000<br />

11,500<br />

11,000<br />

10,500<br />

DJIA<br />

IHSG<br />

DOW Jones Index dan Indeks Harga Saham Gabungan di BEI<br />

January 2007- 4 Agustus <strong>2008</strong><br />

2-Jan-08<br />

14-Jan-08<br />

23-Jan-08<br />

31-Jan-08<br />

21-Feb-08<br />

29-Feb-08<br />

11-Mar-08<br />

19-Mar-08<br />

28-Mar-08<br />

7-Apr-08<br />

15-Apr-08<br />

23-Apr-08<br />

2-May-08<br />

12-May-08<br />

21-May-08<br />

2-Jun-08<br />

10-Jun-08<br />

18-Jun-08<br />

26-Jun-08<br />

7-Jul-08<br />

15-Jul-08<br />

23-Jul-08<br />

1-Aug-08<br />

perekonomian AS, tetapi juga karena<br />

peningkatan inflasi telah mendorong<br />

Setelah sempat mengalami sedikit tekanan<br />

di bulan Mei <strong>2008</strong>, sejak bulan Juni lalu<br />

kurs rupiah cenderung terus menguat<br />

hingga akhir bulan <strong>Juli</strong> lalu. Sebagai<br />

lembaga yang bertugas menjaga laju inflasi<br />

dan menjaga stabilitas kurs mata uang<br />

rupiah, Bank <strong>Indonesia</strong> dapat dikatakan<br />

berhasil menjaga nilai rupiah pada level<br />

yang relatif aman bagi perkembangan<br />

ekonomi <strong>Indonesia</strong>, kendati harus<br />

mengorbankan cadangan devisa.<br />

Melemahnya rupiah ke level Rp 9.376 per<br />

dollar AS pada 27 Mei <strong>2008</strong> lalu sempat<br />

menimbulkan kekhawatiran di kalangan<br />

pelaku ekonomi. Kekhawatiran terhadap<br />

terganggunya stabilitas moneter muncul<br />

bersamaan dengan meningkatnya angka<br />

inflasi pada bulan Mei tersebut. Intervensi<br />

Bank <strong>Indonesia</strong> berhasil membawa<br />

kurs rupiah ke tingkat yang lebih aman,<br />

meskipun kebijakan ini membawa<br />

konsekuensi pada menurunnya cadangan<br />

devisa. Posisi cadangan devisa yang pada<br />

IHSG<br />

2800<br />

2600<br />

2400<br />

2200<br />

2000<br />

kenaikan tingkat suku bunga di beberapa<br />

negara Asia.<br />

Perkembangan Pasar Uang dan Pasar Modal<br />

Rp/US$<br />

9,000<br />

9,100<br />

9,200<br />

9,300<br />

9,400<br />

9,500<br />

23 Mei <strong>2008</strong> tercatat sebesar US$ 58,8<br />

miliar, turun hampir sebesar 2 miliar pada<br />

6 Juni <strong>2008</strong> lalu, yaitu menjadi US$ 56,9<br />

miliar. Namun, kinerja ekspor yang sangat<br />

baik dalam dua bulan terakhir ini telah<br />

meningkatkan kembali cadangan devisa,<br />

dan bahkan mencapai angka US$ 60,6<br />

miliar pada akhir <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong> lalu. Cadangan<br />

devisa sebesar itu merupakan suatu prestasi<br />

tersendiri bagi perekonomian <strong>Indonesia</strong>,<br />

karena selain diperoleh dalam kondisi<br />

perekonomian dunia yang sedang melemah,<br />

cadangan yang sejumlah 5,5 bulan impor<br />

itu diharapkan mampu menjaga kelanjutan<br />

kegiatan perekonomian.<br />

Selain menjaga stabilitas rupiah Bank<br />

<strong>Indonesia</strong> juga terus mengantisipasi<br />

kemungkinan dampak dari naiknya inflasi<br />

akibat kenaikan harga BBM. Dalam<br />

menjaga kemungkinan melonjaknya inflasi<br />

tersebut, Bank <strong>Indonesia</strong> sampai telah<br />

empat kali menaikkan suku bunga acuan<br />

BI-rate sejak bulan Mei lalu, sehingga sejak<br />

Kurs Tengah Rupiah terhadap Dollar AS<br />

Januari <strong>2008</strong> - 4 Agustus <strong>2008</strong><br />

2-Jan-08<br />

11-Jan-08<br />

21-Jan-08<br />

29-Jan-08<br />

7-Feb-08<br />

15-Feb-08<br />

25-Feb-08<br />

4-Mar-08<br />

13-Mar-08<br />

25-Mar-08<br />

2-Apr-08<br />

10-Apr-08<br />

18-Apr-08<br />

28-Apr-08<br />

7-May-08<br />

15-May-08<br />

23-May-08<br />

2-Jun-08<br />

10-Jun-08<br />

18-Jun-08<br />

26-Jun-08<br />

4-Jul-08<br />

14-Jul-08<br />

22-Jul-08<br />

30-Jul-08<br />

9,103<br />

Kendati demikian, Dana Moneter<br />

Internasional (IMF) melihat bahwa krisis<br />

kredit di Amerika Serikat tidak seburuk<br />

yang dikhawatirkan berbagai pihak.<br />

Meskipun juga memperkirakan kenaikan<br />

tingkat inflasi pada berbagai negara<br />

di dunia, lembaga ini menjelang akhir<br />

bulan <strong>Juli</strong> lalu, melakukan revisi ke atas<br />

terhadap terhadap perkiraan pertumbuhan<br />

ekonomi dunia untuk tahun <strong>2008</strong>, yaitu<br />

menjadi 4,1 persen dari sebelumnya<br />

sebesar 3,7 persen. Begitupun lembaga<br />

tersebut tetap memperingatkan bahwa<br />

perekonomian dunia masih berada pada<br />

kondisi yang sangat sulit. Hal ini tidak<br />

saja berkaitan dengan menurun tajamnya<br />

tingkat permintaan sektor-sektor ekonomi<br />

akibat tingginya tekanan inflasi, tetapi juga<br />

dipengaruhi oleh ketidak stabilan sektor<br />

keuangan dan kondisi pasar saham global.<br />

5 Agustus <strong>2008</strong> lalu BI-rate kembali berada<br />

pada level 9 persen. Hal ini diharapkan<br />

dapat menahan keluarnya dana dari<br />

<strong>Indonesia</strong>, yang berpotensi menurunkan<br />

kurs rupiah jika suku bunga riil dalam<br />

negeri mengalami penurunan. Dengan suku<br />

bunga BI-rate sebesar 9 persen, diharapkan<br />

suku bunga riil di <strong>Indonesia</strong> tidak terlalu<br />

rendah dengan inflasi kumulatif (selama<br />

tujuh bulan) sebesar 8,85 persen hingga<br />

bulan <strong>Juli</strong> lalu. Melalui kebijakankebijakannya<br />

ini Bank ini terlihat sangat<br />

konsisten menjaga stabilitas moneter dalam<br />

negeri, baik dengan menjaga stabilitas nilai<br />

tukar maupun menjaga tingkat inflasi agar<br />

tidak mengalami overshooting.<br />

Sementara itu, terus menurunnya kinerja<br />

pasar modal <strong>Indonesia</strong> berlangsung sejalan<br />

dengan menurunnya kinerja pasar modal<br />

global. Sejak 20 Juni <strong>2008</strong> indeks Dow<br />

Jones terus terkoreksi tajam, sehingga pada<br />

15 <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong> sempat berada pada level<br />

10,962.54, atau mengalami penurunan<br />

sebesar 13,3 persen terhadap level<br />

12,638.32 pada akhir Mei <strong>2008</strong>. Dalam<br />

kurun waktu yang sama indeks harga saham<br />

gabungan (IHSG) di Bursa Efek <strong>Indonesia</strong><br />

juga mengalami penurunan sebesar 9,4<br />

persen, yaitu dari 2,444.35 pada akhir Mei<br />

<strong>2008</strong> menjadi 2,214.85 pada 15 <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong><br />

lalu.<br />

Selain dipengaruhi oleh melemahnya bursa<br />

global, penurunan IHSG juga dipengaruhi<br />

oleh reaksi negatif pasar terhadap tingginya<br />

tingkat inflasi dalam dua bulan terakhir ini.<br />

Angka inflasi yang mencapai 1,41 persen<br />

pada bulan Mei dan sebesar 2,46 persen<br />

pada bulan Juni lalu telah menimbulkan<br />

kekhawatiran pada para pelaku pasar.<br />

Disamping itu, naiknya suku bunga SBI<br />

dan suku bunga deposito yang ditawarkan


Info <strong>Kadin</strong> Agustus - September <strong>2008</strong><br />

17<br />

sektor perbankan, diperkirakan juga telah<br />

merubah portolio investasi di kalangan<br />

para investor, yaitu dengan mengalihkan<br />

sebagian dananya dari pasar modal ke<br />

deposito atau obligasi.<br />

Kembali meningkatnya indeks harga saham<br />

dunia pada minggu keempat <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong>,<br />

juga segera diikuti oleh membaiknya IHSG<br />

di BEI, sehingga pada akhir <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong><br />

IHSG di Bursa Efek <strong>Indonesia</strong> tercatat<br />

berada pada level 2.304,51. Secara umum<br />

kenaikan IHSG tersebut didorong oleh<br />

kenaikan harga saham pada hampir semua<br />

sektor. Namun pendorong utama adalah<br />

kenaikan harga saham-saham komoditas<br />

di sektor pertambangan dan perkebunan,<br />

serta kenaikan harga saham unggulan yang<br />

tergabung dalam indeks LQ-45.<br />

Laju Inflasi<br />

Meskipun dampak kenaikan harga BBM<br />

sudah mulai berkurang, namun angka inflasi<br />

pada bulan <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong> relatif masih tinggi,<br />

yaitu sekitar 1,37 persen. Sehingga secara<br />

kumulatif pada Januari-<strong>Juli</strong> <strong>2008</strong> angka<br />

inflasi sudah mencapai 8,85 persen, yang<br />

memastikan bahwa angka inflasi untuk<br />

seluruh tahun <strong>2008</strong> akan mencapai double<br />

digit. Pada bulan <strong>Juli</strong> lalu laju inflasi<br />

yang cukup tinggi terutama disumbang<br />

oleh kelompok pengeluaran bahan<br />

makanan yang mencatat inflasi sebesar<br />

1,85. Kemudian diikuti oleh kelompok<br />

perumahan, listrik, gas dan bahan bakar,<br />

serta kelompok pendidikan, rekreasi dan<br />

olah raga, yang laju inflasi pada kedua<br />

kelompok pengeluaran tersebut pada bulan<br />

<strong>Juli</strong> <strong>2008</strong> masing-masing mencapai 1,8<br />

persen dan 1,74 persen.<br />

Adanya gangguan suplai bahan makanan<br />

dan kenaikan harga elpiji merupakan<br />

penyebab utama tingginya angka inflasi<br />

pada bulan <strong>Juli</strong> lalu. Kebijakan konversi<br />

energi dari minyak tanah bersubsidi<br />

ke elpiji di seluruh Jakarta tidak saja<br />

mendorong kenaikan konsumsi masyarakat<br />

terhadap gas tetapi juga mendorong<br />

kenaikan harga elpiji akibat ketidaksiapan<br />

Pemerintah menyediakan stock elpiji<br />

%<br />

10<br />

9<br />

8<br />

7<br />

6<br />

5<br />

4<br />

3<br />

2<br />

1<br />

0<br />

January<br />

<strong>2008</strong><br />

2006<br />

2007<br />

February<br />

March<br />

Inflasi Kumulatif (%)<br />

2006 - <strong>2008</strong><br />

April<br />

May<br />

secara memadai. Lagi-lagi dalam hal ini<br />

kita melihat arogansi pemerintah dalam<br />

mengeluarkan kebijakan-kebijakannya.<br />

Tidak adanya koordinasi antar berbagai<br />

instansi terkait juga tercermin dalam<br />

kebijakan sektor migas, dan lagi-lagi yang<br />

dirugikan adalah masyarakat luas.<br />

Selain itu tahun ajaran baru yang diikuti<br />

oleh kenaikan biaya pendidikan juga<br />

menjadi pemicu inflasi pada bulan <strong>Juli</strong><br />

lalu. Kenaikan uang sekolah dari tingkat<br />

SD sampai tingkat Perguruan Tinggi,<br />

June<br />

July<br />

8.85<br />

August<br />

September<br />

October<br />

November<br />

6.59<br />

December<br />

dan semakin mahalnya harga buku dan<br />

kepentingan sekolah lainnya menunjukkan<br />

bahwa sampai saat ini ketersediaan<br />

pendidikan murah hanya slogan semata.<br />

Pemerintah belum betul-betul serius ingin<br />

meningkatkan pendidikan masyarakat,<br />

karena pada kenyataannya pembebasan<br />

SPP pada tingkat SD dan SMP Negeri tidak<br />

menjadikan biaya sekolah lebih murah<br />

dengan tetap tingginya pungutan-pungutan<br />

di luar SPP dan mahalnya harga buku<br />

sekolah.<br />

Perkembangan Ekspor Impor<br />

Perekonomian <strong>Indonesia</strong> yang dapat<br />

tumbuh sebesar 6,3 persen pada triwulan<br />

I <strong>2008</strong> merupakan suatu hal yang cukup<br />

menggembirakan, di tengah melemahnya<br />

perekonomian dunia. Dilihat dari dari<br />

empat komponen pengguna Produk<br />

Domestik Bruto (PDB) terlihat bahwa<br />

ekspor merupakan motor penggerak utama<br />

yang telah mendorong pertumbuhan sebesar<br />

itu. Meningkatnya harga ekspor berbagai<br />

komoditas perkebunan dan pertambangan<br />

menjadikan perekonomian <strong>Indonesia</strong><br />

pada saat itu (triwulan I <strong>2008</strong>) sangat<br />

didukung oleh kenaikan ekspor barang<br />

yang mencapai 31,4 persen. Dari kenaikan<br />

ini, sektor migas mencatat kenaikan nilai<br />

ekspor sebesar 61,8 persen dan sektor<br />

pertanian mencatat kenaikan ekspor sebesar<br />

41,7 persen.<br />

Kondisi seperti ini, yang masih berlanjut<br />

sampai akhir semester I <strong>2008</strong> tentu sangat<br />

melegakan. Hal tersebut menunjukkan<br />

bahwa permintaan pasar dunia terhadap<br />

komoditas ekspor <strong>Indonesia</strong> masih kuat,<br />

dan karenanya perlu diimbangi oleh<br />

peningkatan produksi dalam negeri.<br />

Ketergantungan ekonomi pada kinerja<br />

ekspor semata tidak akan menjadi persoalan<br />

selama didukung oleh peningkatan<br />

produksi yang memadai. Namun hal<br />

tersebut tentunya juga sangat membutuhkan<br />

peningkatan investasi secara lebih moderat.<br />

Dengan data empiris yang menunjukkan<br />

bahwa kenaikan ekspor sangat ditunjang


18<br />

Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />

oleh kenaikan ekspor CPO, karet dan<br />

produk karet, batu bara, kopi, teh, dan<br />

kakao, selayaknya semangat pemerintah<br />

terpacu untuk mendorong investasi di<br />

sektor pertanian dan pertambangan.<br />

Semangat pemerintah ini harus<br />

direfleksikan dalam bentuk perhatian penuh<br />

dan serius, dengan segera mengeluarkan<br />

kebijakan-kebijakan ekonomi yang dapat<br />

mendorong peningkatan investasi dan<br />

produksi.<br />

Pada Januari-Juni <strong>2008</strong> nilai ekspor<br />

<strong>Indonesia</strong> yang mencapai 70,45 miliar<br />

dollar AS merupakan kenaikan sebesar 30,8<br />

persen terhadap nilai ekspor pada periode<br />

yang sama tahun 2007. Dengan nilai<br />

impor sekitar 65,05 miliar dollar AS, maka<br />

pada semester I <strong>2008</strong> neraca perdagangan<br />

<strong>Indonesia</strong> mencatat surplus sebesar<br />

5,4 miliar dollar AS. Surplus tersebut<br />

diperoleh dari surplus neraca perdagangan<br />

non migas yang mencapai 6,03 miliar dollar<br />

AS, karena neraca perdagangan migas<br />

mencatat defisit sebesar US$ 630,2 juta.<br />

Hal ini menunjukkan bahwa era migas<br />

telah menjadi masa lalu bagi perekonomian<br />

<strong>Indonesia</strong>. Dewasa ini kinerja ekspor<br />

<strong>Indonesia</strong> terselamatkan oleh lonjakan<br />

harga minyak sawit mentah (CPO), yang<br />

menyebabkan komoditi ini menjadi<br />

penyumbang utama ekspor non-migas<br />

<strong>Indonesia</strong>. Pada tahun 2007 nilai ekspor<br />

CPO dan produk turunannya mencapai US$<br />

10,23 miliar atau 11,13 persen dari total<br />

nilai ekspor non-migas. Dalam periode<br />

Januari-Juni <strong>2008</strong> nilai ekspor CPO dan<br />

produk turunannya sudah mencapai US$<br />

9,16 miliar, atau 16,9 persen dari total nilai<br />

ekspor non-migas.<br />

Secara sektoral, naiknya nilai ekspor pada<br />

Januari-Juni <strong>2008</strong> terutama didukung<br />

oleh naiknya ekspor hasil pertanian yang<br />

mencapai 50,1 persen, serta hasil industri<br />

sebesar 25,1 persen. Sementara ekspor<br />

sektor pertambangan dan lainnya hanya<br />

mengalami kenaikan sebesar 5,2 persen.<br />

Namun jika dilihat kontribusi secara<br />

sektoral, kontribusi ekspor produk industri<br />

pada periode Januari-Juni <strong>2008</strong> tercatat<br />

sebesar 64,55 persen yang kemudian<br />

diikuti oleh sektor pertambangan di luar<br />

migas sebesar 9,3 persen. Sedangkan<br />

sektor pertanian hanya mencapai sekitar<br />

3,4 persen saja. Kondisi ini semakin<br />

menunjukkan bahwa membaiknya kinerja<br />

ekspor <strong>Indonesia</strong> lebih ditopang oleh situasi<br />

eksternal berupa kenaikan harga komoditas<br />

sektor perkebunan. Pertanyaannya<br />

bagaimana jika harga komoditas yang<br />

menjadi andalan ekspor tersebut mengalami<br />

penurunan<br />

<strong>Kadin</strong>Internasional<br />

Perkembangan Industri Plastik Pakistan, dan Peluang Ekspor<br />

Plastik dari <strong>Indonesia</strong> ke Pakistan<br />

Dari sejumlah komoditi ekspor nonmigas<br />

<strong>Indonesia</strong>, plastik merupakan<br />

salah satu jenis komoditas ekspor<br />

<strong>Indonesia</strong> ke Pakistan.<br />

Pertumbuhan Industri Plastik Pakistan<br />

Industri Plastik, merupakan salah<br />

satu industri yang tertua di Pakistan.<br />

Keberadaannya sejak tahun 1947, berpusat<br />

di kota pusat bisnis Lahore. Penggunaan<br />

bahan palstik tersebut menunjukkan<br />

peningkatan terus menrus, dan kira-kira 60<br />

persen industri plastik berlokasi didaerah<br />

Lahore.<br />

Pertumbuhannya cukup pesat, yakni<br />

mencapai rata-rata 15 % jika dibanding<br />

dengan pertumbuhan industri plastik dunia<br />

yang hanya mencapai 8%. Dan industri<br />

plastik Pakistan terdiri dari dua segmen,<br />

yakni 7 unit industri hulu dan industri hilir<br />

yang didominasi oleh sektor informal yakni<br />

sekitar 5000 unit.<br />

Seiring dengan berkembangnya industri<br />

plastik didalam negerinya, Pakistan telah<br />

berhasil mengekspor produk-produk<br />

dari plastik ke beberapa pasar di dunia.<br />

Antara lain: Australia, Afrika Selatan,<br />

Saudi Arabia, West Indies, UAE, Kuwait,<br />

Nigeria dan Zimbabwe. Selain itu, Pakistam<br />

nerupakan tempat yang strategis bagi buyer<br />

lokal, dan internasional jika dilihat dari segi<br />

lokasi negara tersebut.<br />

Sebagian besar ekspor plastik Pakistan<br />

terdiri dari Polyethylene terephthalate<br />

(PET) resin, yang digunakan sebagai<br />

bahan baku untuk pembuatan botol bagi<br />

industri minuman (43,8%), bubuk PVC<br />

(3,9%), miscellaneous plastic (17,4%),<br />

kitchenware (3,7%) dan produk-produk<br />

plastik lainnya (31,3%). Industri plastik di<br />

Pakistan tersebut telah menarik sejumlah<br />

investasi yang mencapai sekitar US 260<br />

milyar dolar, dimana kebanyakan investasi<br />

tersebut berupa Foreign Direct Investment<br />

(FDI). Sedangkan industri lainnya yang<br />

terkait dengan industri plastik, seperti<br />

percetakan dan pengepakan juga mengalami<br />

pertumbuhan cukup pesat, selama beberapa<br />

tahun ini.<br />

Ekspor Plastic Materials <strong>Indonesia</strong> ke<br />

Pakistan<br />

Dari sejumlah komoditi ekspor non-migas<br />

<strong>Indonesia</strong>, plastik merupakan salah satu<br />

jenis komoditas ekspor <strong>Indonesia</strong> ke<br />

Pakistan.<br />

Berdasarkan data statistik perdagangan<br />

antara <strong>Indonesia</strong> dengan Pakistan dari tahun<br />

2001 sampai 2005, terlihat bahwa ekspor<br />

komoditas plastik <strong>Indonesia</strong> dari segi nilai<br />

menunjukkan peningkatan yang cukup<br />

signifikan.<br />

Jenis komoditi ekspor plastik <strong>Indonesia</strong><br />

ke Pakistan yang mempunyai nilai cukup<br />

tinggi adalah polymer of ethylene in<br />

primary forms. Tercatat bahwa pada tahun<br />

2005, nilai ekspor polymer of ethylene in<br />

primary forms dari <strong>Indonesia</strong> ke Pakistan<br />

mencapai US 328,97 ribu dolar, atau<br />

mengalami kenaikan sebesar US 123,79<br />

ribu dolar jika dibandingkan dengan tahun<br />

2001 yang hanya mencapai US 205,18 ribu<br />

dolar.<br />

Jenis komoditi ekspor plastik <strong>Indonesia</strong> ke<br />

Pakistan yang mempunyai nilai yang cukup<br />

besar adalah plates, sheets, film, foil and<br />

strip of plastics yang mengalami kenaikan<br />

sebesar US 92,76 ribu dolar pada tahun<br />

2005 jika dibandingkan dengan tahun 2001.<br />

Pada tahun 2005, ekspor plates, sheets,<br />

film, foil and strip of plastics mencapai US<br />

186 ribu dolar. Sedangkan pada tahun 2001<br />

hanya mencapai US $ 93,76 ribu dolar.<br />

Impor plasic material Pakistan dari<br />

tahun ketahun terus memperlihatkan<br />

kecenderungan meningkat. Kecenderungan<br />

peningkatan impor plastic materials<br />

tersebut, tentunya dapat dimanfaatkan<br />

oleh para pengusaha dari <strong>Indonesia</strong>, dan<br />

dapat untuk dijadikan penjajakan peluang<br />

peningkatan ekspor plastik <strong>Indonesia</strong><br />

ke Pakistan, serta upaya-upaya promosi<br />

produk plastik andalan <strong>Indonesia</strong>.<br />

(sumber: KBRI Islamabad / yp)


Info <strong>Kadin</strong> Agustus - September <strong>2008</strong><br />

19<br />

Perkembangan Hubungan Ekonomi <strong>Indonesia</strong> dan Tanzania.<br />

Komoditas ekspor dan impor terbesar<br />

<strong>Indonesia</strong> ke Tanzania adalah:<br />

produk kimia, semen, barang<br />

elektronik, furniture dan lain sebagainya.<br />

Selengkapnya…<br />

Beberapa komoditas ekspor dan impor<br />

terbesar <strong>Indonesia</strong> ke Tanzania adalah:<br />

produk kimia, semen, barang elektronik,<br />

furniture dan lain sebagainya. Produk<br />

<strong>Indonesia</strong> yang masuk ke Tanzania<br />

merupakan barang-barang low medium<br />

yang dikenal memiliki mutu yang lebih<br />

baik dengan harga yang cukup kompetitif.<br />

Tanzania sebagai salah satu negara besar<br />

di kawasan Afrika Timur telah turut andil<br />

dalam menciptakan stabilitas kawasan, baik<br />

secara politik ataupun ekonomi. Dalam<br />

bidang ekonomi, Tanzania telah berhasil<br />

meningkatkan perekonomian negara, dan<br />

hal ini dapat dilihat dari meningkatnya<br />

pertumbuhan GDP sampai dengan 6,7%<br />

pada tahun 2007.<br />

Indikator ini telah menunjukkan besarnya<br />

potensi dan daya tarik Tanzania, khususnya<br />

bagi masuknya produk ekspor <strong>Indonesia</strong>.<br />

Dalam konteks hubungan ekonomi<br />

<strong>Indonesia</strong>-Tanzania, sektor perdagangan<br />

yang paling mendominasi hubungan<br />

tersebut. Pesaing utama <strong>Indonesia</strong> di<br />

Tanzania dan Afrika pada umumnya adalah<br />

China. China telah melakukan pembukaan<br />

pasar dan sekaligus mencari raw materials<br />

bagi kebutuhan industri mereka.<br />

Upaya yang harus kita lakukan untuk<br />

menembus pasar Tanzania adalah perlunya<br />

merancang strategi dan mengambil<br />

langkah-langkah yang terintegrasi dan<br />

bersinergi, antara pemerintah, swasta dan<br />

stake holder lainnya, baik jangka pendek<br />

ataupun jangka panjang. (nurty)<br />

Undangan untuk mengikuti Festival Kopi dan Teh di Tashkent<br />

pada tanggal 19 - 21 November <strong>2008</strong>.<br />

International Exhibition Group Uzbekistan (IEG) akan menyelenggarakan 3rd International Apecialized<br />

Exhibition – Festival Tea & Coffee and Specialized Exhibition Sweet Expo Uzbekistan di Taskent.<br />

Selain untuk mengembangkan prospek industri the dan kopi di Uzbekistan, pameran ini juga bertujuan untuk menampilkan<br />

kemajuan di bidang produksi dan pemrosesan dari perusahaan negara lain penghasil the dan kopi.<br />

Selain itu, pada pameran ini juga akan ditampilkan produk the & kopi, produk susu dan kue kering, madu, proses pengalengan dan<br />

asesoris penyajian the dan kopi.<br />

Negara-negar yang diharapkan akan membuka stand disana adalah: Turki, Azerbaijan, Georgia, Rusia, Cina, Korea, India,<br />

<strong>Indonesia</strong>, Sri Lanka, Bangladesh, Mesir, Iran, Vietnam dan Uzbekistan. (yoyo sp, sumber: KBRI Tashkent)<br />

Informasi Kepada Para Ekspotir Furniture,<br />

bilamana akan mengekspor produknya ke Ceko.<br />

Furniture yang diminati, pada umumnya terbuat dari bahan kayu jati, mahoni, rotan alami<br />

dan sintetik, besi, alumunium, plastik, dan bamboo.<br />

Beberapa waktu lalu, Pelaksana<br />

Fungsi Ekonomi KBRI Praha<br />

meninjau pameran internasional<br />

furniture (Mobitex) yang berlangsung di<br />

kota Brno (kota kedua terbesar setelah<br />

Praha), untuk melihat dari dekat produk<br />

furniture dari negara lain, dan mendapatkan<br />

informasi dalam upaya meningkatkan<br />

ekspor furniture dari <strong>Indonesia</strong> yang<br />

merupakan salah satu komoditi ekspor<br />

utama <strong>Indonesia</strong> ke Ceko.<br />

Pameran yang diadakan secara reguler<br />

dalam setiap tahun sekali itu, merupakan<br />

pameran terbesar untuk kawasan Eropa<br />

Tengah dan Timur yang diikuti oleh 240<br />

peserta dari 10 negara, seperti dari: China,<br />

Austria, Jerman, Korea Selatan, Makedonia,<br />

Polandia, Slovakia, Turki serta Inggris,<br />

yang masing-masing negara mengirimkan<br />

4 sampai 5 perusahaannya, namun sebagian<br />

besar masih didominasi oleh perusahaan<br />

dari Republik Ceko.<br />

Furniture yang dipamerkan, pada umumnya<br />

terbuat dari bahan kayu jati, mahoni,<br />

rotan alami dan sintetik, besi, alumunium,<br />

plastik, bamboo. Sedangkan produk yang<br />

ditampilkan adalah furniture untuk ruang<br />

tamu, kamar tidur, ruang makan dan<br />

dapur, termasuk perlengkapan untuk hotel,<br />

sekolah, kantor, taman dll.<br />

Dilaporkan oleh Pelaksana Fungsi Ekonomi<br />

KBRI Praha, model furniture dari <strong>Indonesia</strong><br />

pada umumnya memiliki ukiran dengan<br />

bahan jenis kayu mahoni, yang banyak<br />

disukai oleh konsumen kelas menengah<br />

keatas. Namun, banyak importir dari Ceko<br />

yang mengeluh, bahwa furniture kayu dari<br />

<strong>Indonesia</strong> setelah dipakai, atau bahkan baru<br />

beberapa hari disimpan digudang sering<br />

mengalami penyusutan dan retak karena<br />

adanya perbedaan suhu udara. Akan tetapi<br />

furniture yang terbuat dari rotan, tidak<br />

mengalami masalah dengan perbedaan<br />

kelembaban udara.<br />

Untuk mengatasi masalah itu, para importir<br />

umumnya mendatangkan furniture setengah<br />

jadi dari <strong>Indonesia</strong>, dan setelah mengalami<br />

finishing di Ceko, barulah dijual kepasaran.<br />

Dalam memenuhi jumlah pemesanan<br />

furniture, maka dari <strong>Indonesia</strong> dalam setiap<br />

2 sampai 3 bulan didatangkan 1 kontainer<br />

(40 feet) ke Ceko. Selain untuk memenuhi<br />

pasar Ceko, mereka juga menjual kepada


20<br />

Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />

konsumen di Slovakia.<br />

Disamping furniture dari kayu, pada<br />

umumnya buyers dari Ceko lebih menyukai<br />

yang terbuat dari rotan alami, dibandingkan<br />

dari sintetis., yang dari segi kualitas tidak<br />

trahan lama. Pelaksana Fungsi Ekonomi<br />

KBRI Praha, mengatakan, sekiranya<br />

pengusaha <strong>Indonesia</strong> berminat untuk<br />

mengembangkan pasar furniture ke Ceko,<br />

disarankan dapat lebih memberikan focus<br />

kepada produk untuk kebutuhan perhotelan,<br />

restauran dan sekolah, mengingat yang<br />

dibutuhkan lebih banyak dan kontinuitas<br />

pesanan lebih sering. Diharapkan pada<br />

masa yang akan datang dapat ikut<br />

berpartisipasi dari para eksportir furniture<br />

<strong>Indonesia</strong> untuk mengikuti pameran<br />

furniture bertaraf internasional, seperti<br />

pameran Mobitex yang rutin diadakan pada<br />

setiap tahun.<br />

(sumber: Pelaksana Fungsi Ekonomi KBRI<br />

Praha – yp)<br />

Market Intellegence Produk Keramik dan<br />

Batu Alam <strong>Indonesia</strong> pada Coverings <strong>2008</strong><br />

di Orlando – Florida, disampaikan oleh Konsulat<br />

Jenderal Republik <strong>Indonesia</strong> Houston.<br />

Tanggal 30 April - 1. Mei <strong>2008</strong> lalu,<br />

Konjen RI Houston dan Konsul<br />

Ekonomi mengunjungi pameran<br />

produk tile/keramik dan batu alam<br />

Coverings <strong>2008</strong>: The Ultimate Tile snd<br />

Experience di Orenge Country Convention<br />

Center, yang diadakan di Orlando, Florida.<br />

Pada kunjungannya itu, bertemu dengan<br />

Mr. Glenn Feder (Presiden penyelenggara<br />

Coverings <strong>2008</strong>).<br />

Pada kesempatan itu telah dibahas berbagai<br />

hal yang terkait dengan perkembangan<br />

pasaran keramik dan batu alam, serta<br />

melihat secara langsung produk-produk tile/<br />

keramik dan batu alam yang dipamerkan<br />

pada Coverings <strong>2008</strong>. Konjen RI, dan<br />

Konsul Ekonomi menyampaikan pada Mr.<br />

Feder, bahwa <strong>Indonesia</strong> merupakan salah<br />

satu negara yang memproduksi keramik<br />

dan batu alam, serta sebagian dari hasil<br />

tersebut telah diekspor ke berbagai negara<br />

, termasuk diantaranya Amerika Serikat.<br />

Dari catatan KJRI Houston, nilai impor<br />

AS pada produk keramik dari <strong>Indonesia</strong><br />

yang masuk melalui wilayah KJRI Houston<br />

selama tahun 2007, adalah sebesar US<br />

$ 84.262.304. Kemudian Mr. Feder<br />

mengemukakan bahwa Coverings <strong>2008</strong>,<br />

merupakan pameran produk keramik tile<br />

dan batu alam terbesar di kawasan Amerika<br />

yang diselenggarakan pada setiap tahun.<br />

Selain memamerkan produk keramik,<br />

granit dan batu alam, pada pameran ini juga<br />

menampilkan mesin-mesin yang terkait<br />

dengan proses pembuatan dan pemesangan<br />

tile/keramik, produk-produk pemeliharaan<br />

keramik, dan produk-produk asessoris<br />

lainnya.<br />

Pameran ini menempati areal seluas 500<br />

ribu square feet dan diikuti oleh 1100<br />

peserta yang berasal dari 50 negara, antara<br />

lain: Italia, Spanyol, China, Turki, Amerika<br />

Serikat, Mesir, Brazil, Mexiko, India<br />

dan lain-lainnya.Pengunjunya rata-rata<br />

mencapai sekitar 37.000 orang, dengan nilai<br />

transaksi:<br />

a. 38% nilai transaksi dari US$ 0 – US$<br />

999.999<br />

b. 41% nilai transaksi antara US$<br />

1.000.000 – US$ 9.999.999, dan<br />

c. 21% dengan nilai transaksi diatas US$<br />

10.000.000.<br />

Dikemukakan oleh Mr. Feder, trend pasar di<br />

AS saat ini lebih condong pada produk batu<br />

alam, seperti marble dan granite. Produk<br />

jenis ini banyak dipakai pada gedunggedung<br />

perkantoran, hotel, rumah sakit dan<br />

lain-lainnya.<br />

Masyarakat AS yang umumnya<br />

menggunakan karpet, kini sudah mulai<br />

banyak beralih menggunakan produk dari<br />

bahan keramik/tile untuk mendekorasi<br />

atau membuat lantai rumah, kamar tidur,<br />

khususnya untuk kelas rumah mewah.<br />

Mr. Feder terus berupaya untuyk merobah<br />

pola pikir dan kebiasaan masyarakat AS<br />

untuk menggunakan keramik tile, daripada<br />

karpet. Untuk pameran berikutnya, akan<br />

diselenggarakan di Chicago pada tanggal<br />

21 sampai 24 April 2009, dan bilamana<br />

ada perusahaan dari <strong>Indonesia</strong> yang akan<br />

menjadi peserta pameran, diharapkan<br />

untuk segera mendaftar, karena tempatnya<br />

sangat terbatas, melalui Konsulat Jenderal<br />

Republik <strong>Indonesia</strong> 10900 Richmond<br />

Avenue Houston, TX 77042 Telp: (1-713)<br />

785-1691 Fax: (1-713) 780-9644 UP: Heru<br />

Prayitno (Konsul Ekonomi).<br />

Industri Restoran di Amerika Serikat<br />

merupakan sektor swasta yang terbanyak<br />

menyerap tenaga kerja.<br />

Ketika Fungsi Ekonomi KJRI Chicago<br />

menghadiri National Restaurant Association<br />

(NRA) Restaurant, Hotel-Motel Show <strong>2008</strong><br />

(NRA Show <strong>2008</strong>) yang berlangsung di<br />

McCormick Palce – Chicago pada tanggal<br />

17 hingga 20 Mei <strong>2008</strong> lalu, memperoleh<br />

data bahwa NRA Show telah dikunjungi<br />

oleh sekitar 80.000 orang dalam setiap<br />

tahunnya, dan diselenggarakan oleh asosiasi<br />

bisnis restoran AS (National Restaurant<br />

Association), yang berdiri sejak tahun<br />

1919 dan beranggotakan sekitar 945.000<br />

restoran.<br />

NRA Show untuk tahun ini, merupakan<br />

pameran foodservice and hospitality<br />

terbesar dan terkomprehensif di Amereika<br />

Utara, dengan menempati lahan seluas 2,2<br />

juta square feet dengan sekitar 2.000 booths<br />

peserta pameran (exhibitor) dari sejumlah<br />

perusahaan nasional dan asing.<br />

Kemudian mengenai produk yang<br />

ditampilkan terbagi dalam beberapa<br />

kategori, yakni: beverages, educational,<br />

equipment, food, furniture / furnishing /<br />

decorations, lodging, paper/plastic/supplies/<br />

small wares, service, tableware, linens,<br />

technology / entertainment dan uniforms.<br />

Disamping itu masih ditambah lagi dengan<br />

berbagai kegiatan, antara lain: Seminar,<br />

resepsi internasional, lomba memahat es<br />

(ice carving), penandatanganan buku oleh


Info <strong>Kadin</strong> Agustus - September <strong>2008</strong><br />

21<br />

juru masak (chefs) terkenal di AS dan<br />

pemberian penghargaan bagi inovasi cara<br />

memasak atau peralatan dapur.<br />

Industri restoran AS, merupakan sektor<br />

swasta terbanyak menyerap tenaga kerja.<br />

Pada tahun <strong>2008</strong> telah mempekerjakan 13,1<br />

juta tenaga kerja dengan omzet penjualan<br />

mencapai 558 milyar USD.<br />

Hasil pembicaraan lainya yang diperoleh<br />

Fungsi Ekonomi KJRI Chicago kepada<br />

sejumlah peserta pameran, adalah<br />

memperlihatkan adanya potensi kerjasama<br />

ekonomi, perdagangan dan investasi yang<br />

kemungkinan dapat dimanfaatkan oleh<br />

industri terkait di <strong>Indonesia</strong>. Misalnya:<br />

Pasokan seafood segar<br />

“Maritime Product International” yang<br />

berbasis di Virginia dan didirikan sejak<br />

tahun 1887 membutuhkan pasokan seafood<br />

segar.”<br />

Kerjasama pembudidayaan lobster<br />

“Braun Management Co.Ltd” yang berbasis<br />

di Caledonia menawarkan kerjasama<br />

pembudidayaan lobster dan udang untuk<br />

pasokan ekspor.<br />

Penggunaan alat untuk mematikan<br />

lobster dan kepiting<br />

“Crustastun” yang berbasis di Inggris<br />

menawarkan alat berdaya listrik 1200<br />

Watt untuk mematikan lobster dan<br />

kepiting dalam waktu 5 hingga 10 detik,<br />

dibandingkan dengan cara konvensional<br />

yang memakan waktu 15 sampai 20<br />

menit, sehingga cocok dimanfaatkan oleh<br />

industri restoran atau hotel di <strong>Indonesia</strong>.<br />

Alat ini sudah meraih penghargaan produk<br />

berinovasi teknik terbaik tahun 2007 dari<br />

Otoritas industri makanan laut.<br />

KJRI Chicago akan selalu membantu<br />

dan memfasilitasi semua bentuk<br />

partisipasi perusahaan <strong>Indonesia</strong> pada<br />

kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di<br />

wilayah akreditasi KJRI Chicago. Dan<br />

untuk komunikasi lebih lanjut, dapat<br />

menghubungi Fungsi Ekonomi KJRI<br />

Chicago, Agus Buana / HP +1 312 804<br />

0809 atau Ernawati Hp: +1 312 773 574<br />

4798 atau dapat juga melalui telp / Fax /<br />

KJRI.<br />

(sumber: Konsulat Jenderal Republik<br />

<strong>Indonesia</strong> 211 West Wacker Drive, 8 th<br />

Floor, Chicago IL 60606 Telp: (312) 920<br />

1880, Fax: (312) 920 1881 CP: Ernawati<br />

– Konsul Muda Ekonomi / yp).<br />

HASIL SEMINAR:<br />

“ Economic and Financial Turmoil: What Lies Ahead”<br />

Tanggal 20 Mei lalu di Mid America Club, AON Center – Kota Chicago, dilaporkan oleh: Konsulat Jenderal Republik <strong>Indonesia</strong><br />

Chicago, Ernawati (Konsul Muda Ekonomi).<br />

Materi seminar ini sangat menarik<br />

untuk dicermati, karena mengulas<br />

mengenai perspektif pengamat<br />

AS terhadap perekonomian nasionalnya<br />

yang merupakan salah satu barometer<br />

perekonomian dunia, dengan dinamika<br />

yang akan berimbas kepeda perekonomian<br />

kawasan, termasuk Asia Tenggara.<br />

Kelesuan perekonomian AS sangat<br />

dirasakan dalam keseharian perilaku<br />

konsumsi masyarakat Chicago yang<br />

dengan berbagai macam cara, berupaya<br />

untuk memangkas pengeluaran bulanan<br />

mereka, termasuk kecenderungan dalam<br />

menggunakan kendaraan pribadi ke moda<br />

transportasi umum, mengurangi frekuensi<br />

kegiatan berakhir pekan keluar kota dan<br />

makan diluar rumah.<br />

Seminar yang diselenggarakan oleh World<br />

Trade Center lllinois (WTCI) dan The<br />

Economist Intelligence Unit (EIU), dihadiri<br />

oleh sekitar 60 orang, yang terdiri dari<br />

kalangan bisnis, perwakilan dagang asing<br />

serta para akademisi di Chicago.<br />

Ms. Leila Butt (Senior Economist EIU<br />

pada kesempatan itu dalam paparanya<br />

menyatakan bahwa kecenderungan<br />

penurunan ekonomi dunia tahun <strong>2008</strong>,<br />

diperkirakan hanya mencapai 3,7%<br />

dibanding 4,8% tahun 2007, sebagai<br />

dampak dari kenaikan harga bahan<br />

makanan dan bahan bakar minyak yang<br />

dipastikan akan berdampak pada ekspansi<br />

ekonomi negara berkembang.<br />

Stimulus perekonomian sangat ditentukan<br />

oleh kekuatan emerging economies yang<br />

dipresentasikan oleh Cina dan India,<br />

dengan pertumbuhan akumulasi rata-rata<br />

emerging economies mencapai 8,3% pada<br />

tahun 2007.<br />

Kondisi serupa, juga dialami oleh negara<br />

industri maju (OECD) yang diperparah<br />

dengan penurunan kinerja sektor perumahan<br />

dan jasa perbankan serta kenaikan harga<br />

minyak dunia. Pertumbuhan ekonomi<br />

negara OECD tahun <strong>2008</strong>, diperkirakan<br />

hanya akan mencapai 1,5% dan diharapkan<br />

dapat meningkat menjadi 1,9% pada tahun<br />

2009, yang berarti relatif lebih rendah<br />

dibanding prediksi pertumbuhan ekonomi<br />

negara Non OECD yang mencapai 6,7%<br />

tahun 2009 dan 6,6% tahun 2010. Berkaitan<br />

dengan perekonomian AS, disampaikan<br />

bahwa pertumbuhan ekonomi tahun <strong>2008</strong><br />

diperkirakan hanya mencapai 0,8% dan<br />

1,4% pada tahun 2009.<br />

Hasil pengamatan KJRI menyebutkan<br />

bahwa: Kelesuan perekonomian AS<br />

yang dibarengi dengan menguatnya<br />

perekonomian emerging market sebagai<br />

focus perhatian dunia (dalam hal ini<br />

didominasi oleh Cina dan India),<br />

menurutnya dapat dimanfaatkan <strong>Indonesia</strong><br />

sebagai momentum untuk lebih agrsif<br />

dalam melakukan inovasi dan diversifikasi<br />

produk yang disesuaikan dengan standar<br />

internasional.<br />

Pada saatnya nanti, diharapkan produk<br />

ekspor <strong>Indonesia</strong> dapat menjadi salah<br />

satu alternatif utama barang konsumsi<br />

masyarakat AS yang lebih berorientasi<br />

kepada kualitas dibandingkan dengan harga.<br />

Pemanfaatan keunggulan komperatif AS<br />

dibidang teknologi tinggi dan sektor jasa<br />

harus dapat dioptimalkan bagi kepentingan<br />

pengembangan industri dalam negeri dan<br />

peningkatan capacity building <strong>Indonesia</strong><br />

sebagai antisipasi momentum berpalingnya<br />

perhatian dunia kepada emerging market<br />

dalam waktu dekat. (sumber: Konsulat<br />

Jenderal Republik <strong>Indonesia</strong> Chicago / yp)


22<br />

Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />

Sebuah Kesempatan Untuk Memamerkan<br />

Budaya <strong>Indonesia</strong>, serta Berbisnis di San<br />

Francisco Amerika Serikat.<br />

KJRI San Francisco akan<br />

membantu yang berminat<br />

di <strong>Indonesia</strong> untuk<br />

mempertemukan langsung dengan<br />

pengelola The Globe.<br />

Tanggal 28 Mei <strong>2008</strong>, Konjen RI San<br />

Francisco didampingi Konsul, dan Kosul<br />

Muda Ekonomi telah mengadakan rapat<br />

dengan John Wynn, Presiden perusahaan<br />

Imperial Investment and Development<br />

(IID). Pada pertemuan tersebut, John<br />

Eynn memberikan presentasi mengenai<br />

proyek pembangunan pusat perbelanjaan<br />

The Globe yang berlokasi di kota<br />

Fremont, California (sekitar 50 km dari<br />

kota San Francisco).<br />

Dalam pertemuan itu, John Wynn<br />

menyampaikan antara lain bahwa: The<br />

globe merupakan pusat perbelanjaan<br />

yang dibangun dengan konsep<br />

keragaman budaya dunia. Bentuk<br />

bangunan, dekorasi dan produk yang<br />

dijual, mencerminkan budaya dari<br />

bernagai negara, dan setiap negara/<br />

kawasan akan menempati area yang di<br />

disain sesuai dengan cirri khas budaya<br />

negara/kawasan masing-masing.<br />

Dan pada saat ini, IID sedang<br />

menyelesaikan pembangunan tahap<br />

pertama, yaitu area dengan tema budaya<br />

Asia Timur (Chinatown, Japan Town, dan<br />

Little Vietnam). Pembangunan pertama,<br />

direncanakan dapat selesai pada bulan<br />

Agustus <strong>2008</strong>, dan pada akhir tahun ini<br />

sebagian area pusat perbelanjaan akan<br />

mulai beroperasi.<br />

Pembangunan tahap berikutnya,<br />

mencakup area-area dengan tema budaya<br />

Amerika, Eropa, Australia dan Eropa,<br />

serta sarana pendukung lainnya seperti<br />

hotel, ruang pertunjukan, dan musium.<br />

Dipilihnya kota Fremont, karena<br />

posisinya sangat strategis, berada di<br />

antara 3 kota besar di wilayah California<br />

bagian utara, yaitu San Francisco,<br />

Oakland, dan San Jose. Ketiga kota<br />

tersebut dan kota-kota satelit lainnya<br />

disekitarnya, merupakan pasar potensial<br />

untuk pusat perbelanjaan dengan tema<br />

budaya, karena memiliki penduduk<br />

dengan latar belakang etnis yang beragam<br />

(multi culture). Selain itu, pada jangka<br />

panjang The Globe didesain menjadi<br />

salah satu obyek wisata budaya.<br />

Pihak IID sangat mengharapkan<br />

dibukanya gerai/toko yang<br />

merepresentasikan <strong>Indonesia</strong> di<br />

pusat perbelanjaan tersebut. Hal itu<br />

dikemukakan John Wynn, karena budaya<br />

yang unik dan beragam akan dapat<br />

menjadi daya tarik tersendiri, karena John<br />

Wynn telah beberapa kali melakukan<br />

kunjungan ke <strong>Indonesia</strong>.<br />

Ada beberapa jenis usaha yang dapat<br />

merepresentasikan budaya <strong>Indonesia</strong> di<br />

pusat perbelanjaan tersebut, antara lain:<br />

1. Restauran yang menyajikan makanan<br />

khas <strong>Indonesia</strong><br />

2. Toko kerajinan khas <strong>Indonesia</strong><br />

3. Toko busana dan aksesoris khas<br />

<strong>Indonesia</strong>, dan<br />

4. Agen perjalanan (travel agent) yang<br />

secara khusus mempromosikan wisata<br />

<strong>Indonesia</strong>.<br />

Kepada para pengusaha di <strong>Indonesia</strong><br />

yang berminat dengan penawaran dari<br />

John Wynn dan membuka usaha atau<br />

melakukan promosi budaya/pariwisata<br />

di Amerika Serikat, KJRI San Francisco<br />

akan membantu untuk bertemu langsung<br />

dengan pengelola The Globe.<br />

Kemudian untuk komunikasi<br />

langsung dengan KJRI dapat<br />

dialamatkan melalui:<br />

Fungsi Ekonomi KJRI<br />

San Francisco<br />

CP: Deddy Saiful Hadi dan<br />

Khasan Ashari<br />

Alamat surat:<br />

1111 Columbus Avenue<br />

San Francisco, CA 94133<br />

United States of America<br />

Telp: + 1 415 474 9571 (ext.225<br />

dan 235)<br />

Fax: +1 415 441 4320<br />

Email: ekonomi@kjrisfo.net<br />

Informasi lengkap The Globe<br />

dapat dilihat pada website<br />

http://www.theqlobemall.com<br />

(sumber: KJRI San Francisco).


Info <strong>Kadin</strong> Agustus - September <strong>2008</strong><br />

23<br />

Momentum Kebangkitan<br />

Ekonomi Nasional<br />

Oleh : Rachmat Gobel<br />

Wakil Ketua Umum <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong>,<br />

Bid. Industri, Teknologi & Kelautan<br />

Setelah kesulitan pasti ada kemudahan.<br />

Pandangan ini mengisyaratkan<br />

bahwa kita harus menjaga semangat<br />

optimistis dalam menghadapi berbagai<br />

kesulitan, termasuk lonjakan harga<br />

komoditas pangan dan minyak bumi.<br />

Lonjakan harga setahun belakangan ini<br />

memang telah membuat kian banyak<br />

masyarakat yang terjerembab ke dalam<br />

jurang kemiskinan. Di sisi lain, lonjakan<br />

harga ini memberi peluang baru bagi<br />

perekonomian untuk kembali bangkit.<br />

Dengan kekayaan sumber daya alam yang<br />

dimiliki, booming komoditas seharusnya<br />

lebih banyak membawa berkah ketimbang<br />

petaka bagi <strong>Indonesia</strong>. Apalagi dengan<br />

jumlah penduduk keempat terbesar di dunia<br />

dan PDB yang sudah mencapai sekitar<br />

Rp 3.500 triliun atau mendekati US$ 400<br />

miliar, pasar domestik adalah potensi<br />

dan modal untuk kembali tampil bangkit<br />

sebagai negara yang diperhitungkan.<br />

Peluang semakin terbuka karena sejumlah<br />

negara pesaing potensial kini mengalami<br />

kemunduran daya saing akibat turbelensi<br />

perekonomian global akibat mereka tidak<br />

mempunyai sumber daya alam selengkap<br />

<strong>Indonesia</strong>. Daya saing produk manufaktur<br />

Vietnam, misalnya, sangat tergerus akibat<br />

kenaikan harga-harga bahan baku. Tuntutan<br />

kenaikan upah buruh akibat laju inflasi<br />

yang meroket juga turut membuat daya<br />

tarik negeri ini mulai memudar. Hal serupa<br />

terjadi pula terhadap China dan negaranegara<br />

sekawasan lainnya yang selama<br />

ini merupakan pesaing potensial produkproduk<br />

<strong>Indonesia</strong>.<br />

Tantangannya, adalah bagaimana<br />

memanfaatkan perubahan di lingkungan<br />

eksternal yang sedang menuju<br />

keseimbangan baru menjadi peluang bagi<br />

kebangkitan ekonomi nasional, yakni<br />

dengan merajut potensi-potensi yang<br />

dimiliki menjadi sumber kekuatan baru<br />

berdasarkan potensi keunggulan komparatif<br />

atau keunggulan relatif terhadap negara<br />

pesaing.<br />

Untuk itu diperlu keberanian melakukan<br />

rekonstruksi di bidang pembangunan<br />

ekonomi dengan menetapkan visi, dan<br />

target yang jelas dan terukur sesuai dengan<br />

potensi sumber daya yang ada. Kita perlu<br />

melakukan hal ini, agar peluang dan<br />

momentum jangan hilang begitu saja.<br />

Semua pihak, termasuk pemerintah dan<br />

DPR, harus belajar dari pengalaman<br />

krisis 1998 lalu. Negara lain yang samasama<br />

terkena krisis finansial waktu<br />

itu seperti Thailand, Malaysia, Korea<br />

Selatan, bisa cepat pulih karena mereka<br />

mampu bertindak cepat sehingga mampu<br />

memanfaat peluang yang muncul pasca<br />

krisis. Sementara <strong>Indonesia</strong> sampai saat ini<br />

masih terseok-seok antara lain rendahnya<br />

konsistensi kebijakan.<br />

Dalam kaitan itu, pemerintah diminta harus<br />

bisa segera memanfaatkan momentum yang<br />

ada dengan mempercepat pembenahan<br />

stuktur perekonomian nasional khususnya<br />

dalam tataran mikro, membenahi masalah<br />

berbagai struktural yang menghambat<br />

perekonomian. Perlu dilakukan terobosan<br />

yang konstruktif di berbagai bidang,<br />

termasuk sektor fiskal (anggaran) terutama<br />

untuk mendongkrak perekonomian<br />

masyarakat luas. Dan itu tidak bisa hanya<br />

dilakukan dengan pemberian Bantuan Tunai<br />

Langsung (BLT) yang berisifat instan, tapi<br />

harus lebih bersifat pemberdayaan sehingga<br />

bisa berkesinambungan.<br />

Dibutuhkan alokasikan dana dan insentif<br />

yang lebih besar bagi sektor UMKM<br />

dan pertanian rakyat termasuk pangan<br />

dan pembenahan sektor infrastruktur di<br />

pedesaan. Langkah ini sangat penting<br />

untuk mendongkrak perekonomian<br />

mayoritas masyarakat, mengingat bahwa<br />

hampir separuh pekerja <strong>Indonesia</strong><br />

menggeluti sektor pertanian dan sebagian<br />

besar penduduk tinggal di pedesaan.<br />

Alokasi anggaran untuk Program Nasional<br />

Pengembangan Masyarakat Mandiri yang<br />

dikelola Kantor Menko Kesra perlu lebih<br />

dipertajam dan diperluas agar benarbenar<br />

mampu membangkitkan semangat<br />

kemandirian di kalangan masyarakat, baik<br />

di pedesaan maupun perkotaan. Pemerintah<br />

juga perlu melibatkan dunia usaha,<br />

termasuk PMA, untuk mendukung program<br />

ini dengan menggunakan insentif sebagai<br />

umpan.<br />

Semua pihak harus melakukan sinergi untuk<br />

optimalisasi pemanfaatan keunggulan dan<br />

potensi pasar domestik. Pemberian insentif<br />

fiskal bagi industri dalam negeri, jangan<br />

lagi dilihat hanya sebagai biaya dalam<br />

sisi anggaran pemerintah, tapi harus juga<br />

dipandang sebagai upaya memperkokoh<br />

meningkatkan nilai tambah industri dalam<br />

negeri dan memperluas lapangan kerja. Saat<br />

ini misalnya, banyak diantara UKM yang<br />

memasok industri komponen collaps, akibat<br />

kenaikan berbagai biaya termasuk bahan<br />

baku, ini harus dicarikan solusinya dengan<br />

membuat skim pembiayaan yang memberi<br />

peluang kepada mereka untuk kembali<br />

berusaha.<br />

Perlu upaya yang lebih kuat untuk<br />

mendorong pola kemitraan Industri Besar<br />

dan UKM secara efektif seperti terlihat<br />

dalam keberhasilan usaha mebel di Kab.<br />

Mojokerto Jatim yang mampu mengubah<br />

desa penerima IDT menjadi Desa Makmur<br />

Sejahtera. Contoh kemitraan lainnya<br />

yang telah terbangun baik dan perlu terus<br />

dikembangkan adalah antara industri jamu<br />

dengan UKM penghasil bahan baku jamu,<br />

industri elektronik dan otomotif dengan<br />

UKM Komponen, yang secara langsung<br />

memiliki andil dalam perkuatan struktur<br />

industri.<br />

Program tersebut juga perlu diikuti<br />

pengembangan kewirausahaan, terutama<br />

bagi SDM berkualitas yang kini banyak<br />

menganggur karena terkena pemutusan<br />

hubungan kerja. Ini sangat penting agar<br />

program peningkatan kualitas SDM dan alih<br />

teknologi yang dicanangkan pemerintah<br />

selama ini tidak menjadi sia-sia.<br />

Semua pihak (pemerintah, parlemen,<br />

dunia usaha, LSM dan perguruan tinggi)<br />

harus bisa sama-sama menjaga agar<br />

<strong>Indonesia</strong> tidak lagi kehilangan kesempatan<br />

memanfaatkan momentum yang terbuka<br />

saat ini untuk mengumandangkan era<br />

menuju Kebangkitan Ekonomi Nasional.<br />

Kita semua harus segera bangkit agar<br />

masalah kemiskinan dan pengangguran<br />

yang dalam beberapa dekade terakhir terus<br />

menggelayuti kehidupan jutaan orang pada<br />

bangsa ini bisa segera diatasi.


24<br />

Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />

Don’t miss out on networking opportunities at the most comprehensive<br />

exhibition that provides cost-effective innovative alternatives to your<br />

manufacturing challenges!<br />

Interested to see live demo of advanced technology to optimize production,<br />

improve quality, increase profits, and enhance competitiveness while lowering<br />

production cost Interested in business expansions or exports and looking to<br />

form strategic partnerships<br />

For four days from 10:30 AM to 6:30 PM, over 500 companies representing 26<br />

countries/regions will unveil top-notch metalworking and tooling technology. It’s<br />

the ONLY industry focused event in <strong>Indonesia</strong> that’s dedicated to meet your<br />

every need and tailored to your satisfaction!<br />

Contact us NOW !<br />

Telephone : 62-21-65700023<br />

Email : mtt@ecm-intl.com TODAY<br />

Online registration<br />

http://www.mtt-indonesia.com is open until August 1st, <strong>2008</strong>.<br />

Stay Ahead of Your Competitors! Find Out How at MTT<strong>2008</strong> <strong>Indonesia</strong>.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!