buletin kadin Juli 2008-revised.indd - Kadin Indonesia
buletin kadin Juli 2008-revised.indd - Kadin Indonesia
buletin kadin Juli 2008-revised.indd - Kadin Indonesia
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
12<br />
Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />
KEBIJAKAN DAN REKOMENDASI KADIN<br />
Dari paparan para narasumber serta dialog intensif yang berkembang, <strong>Kadin</strong> perlu mengembangkan berbagai langkah untuk mendorong<br />
tumbuhnya sekor perhubungan atau industri transportasi nasional yang berdaya saing dalam kerangka <strong>Indonesia</strong> Incorporated. Langkahlangkah<br />
tersebut diuraikan secara tabulasi singkat untuk memudahkan penjadwalan dan pengecekan pelaksanaannya.<br />
No.<br />
SUBYEK<br />
KETERANGAN<br />
1.<br />
Kebijakan pembangunan infrastruktur dan pembangunan<br />
sektor transportasi bukan sekadar pembangunan sektor<br />
ekonomi semata, tetapi lebih merupakan pembangunan<br />
wahana untuk mempertahankan persatuan dan keutuhan<br />
nasional dan wahana untuk mensejahterakan bangsa dengan<br />
menghilangkan kesenjangan ekonomi, sosial-budaya,<br />
politik dan keamanan dalam kehidupan berbangsa dan<br />
bernegara.<br />
Seyogyanya filosofi ini menjadi pijakan dasar<br />
holistik penetapan kebijakan pembangunan nasional<br />
dalam semua sektor ekonomi dan sosial budaya.<br />
2. <strong>Kadin</strong> harus aktif dan intensif memberikan masukan untuk<br />
perumusan peraturan pelaksanaan Undang-Undang 17/<strong>2008</strong><br />
tentang Pelayaran. 41 pasal dalam UU ini mengamanatkan<br />
Peraturan Pemerintah yang disepakati untuk menjadi 8<br />
PP (dengan adanya penggabungan untuk hal-hal yang<br />
berkaitan) dan 8 Peraturan Menteri.<br />
Setiap PP dan Permen dari UU ini perlu menampung<br />
seluruh aspirasi dunia usaha nasional untuk<br />
berkembang dengan daya saing yang tinggi.<br />
3. Strategi utama (grand strategy) pembangunan saranaprasarana<br />
sektor perhubungan harus mengacu pada<br />
Untuk mengantisipasi kondisi perdagangan<br />
internasional, yakni:<br />
kelancaran arus logistik, baik dalam perdagangan dalam<br />
1. Persaingan memasuki pasar dunia semakin ketat<br />
negeri maupun perdagangan luar negeri (ekspor-impor)<br />
2. Pasar dalam negeri menjadi bagian pasar regional<br />
melalui FTA<br />
3. Produsen harus mampu tepat harga; tepat<br />
kwalitas, tepat deliferi, tepat pasar<br />
4.<br />
5.<br />
6.<br />
7.<br />
8.<br />
9.<br />
10.<br />
Rancangan Peraturan Pemerintah dalam lingkup jasa<br />
logistik perlu segera diselesaikan dengan mengacu kepada<br />
undang-undang dalam bidang perhubungan serta kepada<br />
pewujudan layanan satu atap perdagangan luar negeri<br />
(National Single Window)<br />
Periizinan ekspor-impor perlu disederhanakan tanpa<br />
mengurangi aspek keamanan dan ketahanan ekonomi<br />
nasional<br />
Dalam pembangunan infrastruktur dan pengembangan<br />
sektor-sektor perhubungan, perlu diperhatikan linkage<br />
integrasi antarmoda transportasi<br />
Pemerintah harus segera secara konsekuen dan konsisten<br />
menerapkan asas kabotase sesuai amanat UU 17/<strong>2008</strong> dan<br />
Inpres 5/2005<br />
Asas kabotase juga harus diterapkan dalam sektor<br />
penerbangan. Bandar udara yang dapat didarati<br />
penerbangan asing harus sebanding dengan bandar udara<br />
negara mitra yang terbuka bagi penerbangan nasional<br />
<strong>Indonesia</strong><br />
Pemerintah seyogyanya membatasi jumlah pelabuhan<br />
internasional (ocean port), pelabuhan-pelabuhan lainnya<br />
dijadikan sebagai pelabuhan feeder.<br />
Untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, alokasi<br />
anggaran pembangunannya sudah harus dinaikkan,<br />
setidaknya 6-7% dari APBN<br />
RPP ini dapat dijadikan blueprint logistik nasional<br />
sebelum adanya suatu undang-undang yang<br />
komprehensif dengan visi yang jauh kedepan dan<br />
mengutamakan daya saing nasional.<br />
Dewasa ini, sesuai dengan data Tim NSW, terdapat<br />
20 “pintu perizinan” dengan 178 dokumen perizinan.<br />
Kebijakan ini diperlukan agar jasa transportasi<br />
menjadi kompetitif menghadapi persaingan<br />
intrernasional<br />
Inpres 5/2005 sudah berusia 3 tahun lebih, tapi<br />
langkah konkret pelaksanaannya belum ada<br />
Contoh: Jika Thailand hanya membuka 1 bandara<br />
bagi perusahaan penerbangan <strong>Indonesia</strong>, maka bagi<br />
penerbangan Thailand juga hanya satu bandara yang<br />
dapat didarati perusahaan penerbangannya<br />
Kebijakan ini perlu untuk mempercepat<br />
keterlaksanaan asas kabotase<br />
Saat ini anggaran infrastruktur hanya sekitar 3%<br />
APBN, yang berimplikasi rendahnya daya saing,<br />
inefisiensi tinggi dan kontribusinya pada PDB<br />
rendah.