buletin kadin Juli 2008-revised.indd - Kadin Indonesia
buletin kadin Juli 2008-revised.indd - Kadin Indonesia
buletin kadin Juli 2008-revised.indd - Kadin Indonesia
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Edisi Agustus - September <strong>2008</strong><br />
Daftar Isi<br />
Berita<strong>Kadin</strong><br />
Kondisi Perekonomian<br />
<strong>Indonesia</strong><br />
<strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> telah<br />
menandatangani MoU dengan<br />
BNN<br />
MUPROV IV KADIN Jambi<br />
H.A.. Bakri HM, SE terpilih<br />
secara aklamasi sebagai ketua<br />
umum<br />
Meskipun kenaikan Tarif<br />
PPnBM masih dalam rencana,<br />
KADIN <strong>Indonesia</strong> telah<br />
meminta kepada Pemerintah<br />
dan DPR untuk mengkaji secara<br />
komprehensif<br />
Strategi penguatan ketahanan<br />
pangan untuk mengantisipasi<br />
dan menjawab tantangan pangan<br />
di tingkat global<br />
Hasil Rapat Koordinasi<br />
Nasional Perhubungan <strong>Kadin</strong><br />
<strong>Indonesia</strong><br />
Mohanad S Hidayat: Pengusaha<br />
belum yakin, bahwa dengan<br />
kenaikan tarif listrik, tidak akan<br />
ada lagi pemadaman<br />
Kebijakan dan Rekomendasi<br />
KADIN<br />
KPPOD AWARD, Merupakan<br />
suatu ajang kompetisi sehat<br />
antar pemerintah daerah<br />
Pemberitahuan awal mengenai<br />
penyelenggaraanMunas-V<br />
<strong>Kadin</strong><br />
Laporan Ekonomi Bulanan<br />
<strong>Juli</strong> <strong>2008</strong><br />
1<br />
4<br />
5<br />
6<br />
9<br />
11<br />
12<br />
13<br />
15<br />
<strong>Kadin</strong>Internasional<br />
18<br />
Perkembangan Industri Plastik<br />
Pakistan, dan peluang Ekspor<br />
plastik dari <strong>Indonesia</strong> ke<br />
Pakistan<br />
Perkembangan hubungan<br />
Ekonomi <strong>Indonesia</strong> dan<br />
Tanzania<br />
Undangan untuk mengikuti<br />
Festival Kopi dan teh di<br />
Tashkent pada tanggal 19-21<br />
November <strong>2008</strong><br />
Informasi kepada para<br />
eksportir Furniture, bilamana<br />
akan mengekspor produknya<br />
ke Ceko<br />
Market Intellegence produk<br />
keramik dan Batu Alam<br />
<strong>Indonesia</strong> pada Coverings<br />
<strong>2008</strong> di Orlando - Florida,<br />
disampaikan oleh Konsulat<br />
Jenderal Republik <strong>Indonesia</strong><br />
Houston<br />
Hasil Seminar: "Economical<br />
and Financial Turmoil: What<br />
Lies Ahead"<br />
Sebuah Kesempatan untuk<br />
memamerkan budaya<br />
<strong>Indonesia</strong>, serta berbisnis di<br />
San Francisco Amerika Serikat<br />
Momentum Kebangkitan<br />
Ekonomi Nasional<br />
19<br />
20<br />
21<br />
22<br />
23<br />
Berita<strong>Kadin</strong><br />
Kondisi Perekonomian <strong>Indonesia</strong><br />
Kondisi perekonomian dunia<br />
1 dikhawatirkan akan benarbenar<br />
menuju jurang resesi jika<br />
tidak segera dilakukan upayaupaya<br />
konkrit untuk mengatasi<br />
keadaan ini. Perkembangan<br />
harga minyak dunia cenderung<br />
terus melonjak bahkan sempat<br />
melampaui US$ 145 per barrel,<br />
sementara harga komoditi<br />
pangan juga terus meningkat.<br />
Hal ini menyebabkan ancaman<br />
stagflasi – yaitu situasi dimana<br />
pertumbuhan ekonomi sangat<br />
lamban, tetapi diikuti oleh<br />
tingkat inflasi yang sangat<br />
tinggi – bisa menjadi kenyataan.<br />
130<br />
120<br />
110<br />
100<br />
90<br />
Yen<br />
Euro<br />
Dalam hal perekonomian<br />
2 nasional, meskipun dampak<br />
sosial kenaikan harga BBM<br />
pada 24 Mei <strong>2008</strong> tidak terlalu<br />
berpengaruh terhadap kondisi<br />
negara secara keseluruhan,<br />
namun dampaknya terhadap<br />
perekonomian sangatlah besar.<br />
Tingkat inflasi diperkirakan<br />
akan mencapai double digit,<br />
yaitu sekitar12,5 persen, di saat<br />
daya beli masyarakat masih<br />
dalam kondisi sangat tertekan<br />
Perekonomian dunia diprediksi<br />
hanya akan tumbuh sekitar<br />
1,8 persen pada tahun <strong>2008</strong>,<br />
yang merupakan suatu<br />
penurunan yang cukup drastis<br />
dibandingkan dengan angka<br />
pertumbuhan sebesar 3,8 persen<br />
pada tahun 2007.<br />
Sementara itu akibat krisis<br />
keuangan dan krisis perumahan<br />
di Amerika Serikat, berbagai<br />
faktor lain juga bermunculan<br />
mengiringi ketidakseimbangan<br />
global. Terus anjloknya kurs<br />
dollar Amerika Serikat dan<br />
memburuknya krisis kredit<br />
Kurs Yen dan Euro Terhadap Dollar AS<br />
2 Januari 2007 - 19 <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong><br />
akibat melonjaknya harga<br />
komoditi pangan akhir-akhir ini.<br />
Tingkat pertumbuhan ekonomi<br />
dipastikan tidak akan mencapai<br />
target APBN sebesar 6,4 persen,<br />
tetapi paling tinggi akan berada<br />
di sekitar 6 persen untuk tahun<br />
<strong>2008</strong>.<br />
Sedangkan APBN tetap belum<br />
bisa dikatakan aman, karena<br />
selain masih mengandung beban<br />
defisit sebesar Rp 82,3 triliun<br />
Oleh: Tim Ekonomi <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong><br />
di negara-negara industri<br />
semakin memperburuk<br />
keadaan dan menyebabkan<br />
perekonomian dunia berada<br />
dalam ketidakpastian yang<br />
mengkhawatirkan. Meskipun<br />
beberapa negara di Eropa<br />
dan Jepang, serta sejumlah<br />
negara berkembang bisa tetap<br />
menjadi mesin pertumbuhan<br />
ekonomi dunia, namun dampak<br />
penurunan perekonomian<br />
Amerika Serikat tetap cukup<br />
besar dalam mempengaruhi<br />
perekonomian global akibat<br />
contagion effect pada banyak<br />
negara di dunia.<br />
2-Jan-07<br />
26-Jan-07<br />
19-Feb-07<br />
15-Mar-07<br />
8-Apr-07<br />
2-May-07<br />
26-May-07<br />
19-Jun-07<br />
13-Jul-07<br />
6-Aug-07<br />
30-Aug-07<br />
23-Sep-07<br />
17-Oct-07<br />
10-Nov-07<br />
4-Dec-07<br />
28-Dec-07<br />
21-Jan-08<br />
14-Feb-08<br />
9-Mar-08<br />
2-Apr-08<br />
26-Apr-08<br />
20-May-08<br />
13-Jun-08<br />
7-Jul-08<br />
0.8<br />
0.7<br />
0.6<br />
0.5<br />
untuk tahun <strong>2008</strong>, juga tetap<br />
dibayang-bayangi oleh kenaikan<br />
harga minyak dunia yang masih<br />
terus bergejolak hingga saat ini.<br />
Adanya kekhawatirkan bahwa<br />
harga minyak mentah dunia<br />
bisa menembus angka US$<br />
200 per barrel di akhir tahun<br />
<strong>2008</strong> bukanlah suatu hal yang<br />
berlebihan, melihat kondisi<br />
kondisi pasar uang dan pasar<br />
komoditi dunia yang semakin<br />
tidak terkendali akhir-akhir ini.
2<br />
Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />
Susunan Redaksi<br />
Diterbitkan:<br />
Sekretariat <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong>.<br />
Pelindung:<br />
Ketua Umum <strong>Kadin</strong><br />
<strong>Indonesia</strong>, MS Hidayat.<br />
Wakil Ketua Umum <strong>Kadin</strong><br />
<strong>Indonesia</strong> Bidang<br />
Keorganisasian dan<br />
Keanggotaan, Adi Putra Tahir<br />
Penanggung Jawab:<br />
Direktur Eksekutif <strong>Kadin</strong><br />
<strong>Indonesia</strong>, Hariadi Saptadji<br />
Para Direktur dan Kepala Biro<br />
<strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong>.<br />
Pemimpin Redaksi:<br />
Sutrisno<br />
Wakil Pemimpin Redaksi/<br />
Pelaksana Teknis:<br />
Hadi Widianto<br />
Redaksi:<br />
Yoyo Picaulima.<br />
Kontributor:<br />
Miftahul Hakim<br />
Ruwiyati Sri Rahayu (Wiwik)<br />
Nursyamsi Gemawaty.<br />
Meskipun pada triwulan I <strong>2008</strong> pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 6,3% secara year on<br />
3 year, namun secara triwulanan hanya tumbuh sekitar 2,1 persen terhadap triwulan IV 2007.<br />
Pertumbuhan ekonomi tersebut hanya bertumpu pada kegiatan ekspor, karena dari empat komponen<br />
pengguna Produk Domestik Bruto (PDB) hanya ekspor yang tercatat positif, yaitu sekitar 5,7 persen.<br />
Sedangkan investasi fisik (Pembentukan Modal Tetap Bruto) mengalami kontraksi sekitar 0,6 persen,<br />
dan pengeluaran konsumsi masyarakat turun sekitar 0,4 persen akibat turunnya daya beli di awal tahun<br />
<strong>2008</strong> ini.<br />
Pertumbuhan PDB Harga Konstan 2000 menurut Penggunaan(%)<br />
Pengeluaran<br />
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga<br />
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah<br />
Pembentukan Modal Tetap Bruto<br />
Ekspor Barang dan Jasa<br />
Dikurangi : Impor Barang dan Jasa<br />
Produk Domestik Bruto<br />
Sumber: Badan Pusat Statistik<br />
Trw IV 2007<br />
thd<br />
Trw III 2007<br />
2,3<br />
23,2<br />
2,3<br />
2,6<br />
1,3<br />
-2,1<br />
Trw I <strong>2008</strong><br />
thd<br />
Trw IV 2007<br />
-0,4<br />
-30,5<br />
-0,6<br />
5,7<br />
2,7<br />
2,1<br />
Trw I <strong>2008</strong><br />
thd<br />
Trw I <strong>2008</strong><br />
5,5<br />
3,6<br />
13,3<br />
15,0<br />
16,8<br />
6,3<br />
Sumber Pertumbuhan<br />
year on year<br />
Sementara itu secara sektoral, pendukung utama pertumbuhan adalah sektor pertanian, yang tumbuh<br />
sebesar 18 persen pada triwulan I <strong>2008</strong> (terhadap triwulan IV 2007). Sedangkan sektor industri<br />
pengolahan mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar -0,1 persen, meskipun secara year on year<br />
(triwulan I <strong>2008</strong> terhadap triwulan I 2007) menunjukkan pertumbuhan sekitar 1,2 persen. Tingginya<br />
pertumbuhan pada sektor pertanian dimungkinkan tidak saja karena faktok musiman (terjadinya<br />
panen raya pada bulan Maret), tetapi juga didukung oleh kenaikan harga komoditas pertanian dan<br />
perkebunan yang melonjak secara sangat berarti.<br />
3,2<br />
0,2<br />
2,9<br />
7,1<br />
-<br />
6,3<br />
Pertumbuhan PDB Harga Konstan 2000 Menurut Sektor (%)<br />
Lapangan Usaha<br />
1. PERTANIAN, PETERNAKAN,<br />
KEHUTANAN DAN PERIKANAN<br />
2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN<br />
3. INDUSTRI PENGOLAHAN<br />
4. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH<br />
5. B A N G U N A N<br />
6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN<br />
7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI<br />
8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH.<br />
9. JASA - JASA<br />
Trw IV 2007<br />
thd<br />
Trw III 2007<br />
-0,1<br />
-0,2<br />
2<br />
3,8<br />
0,5<br />
6,8<br />
3,1<br />
2,9<br />
Trw I <strong>2008</strong><br />
thd<br />
Trw IV 2007<br />
-1,1<br />
-0,1<br />
1,2<br />
-1,6<br />
-0,2<br />
0,6<br />
1,8<br />
0,4<br />
Trw I <strong>2008</strong><br />
thd<br />
Trw I <strong>2008</strong><br />
-2,3<br />
4,3<br />
12,1<br />
8,3<br />
7,2<br />
19,7<br />
8,3<br />
5,7<br />
Sumber Pertumbuhan<br />
year on year<br />
-22,9 18 6 0,8<br />
-0,2<br />
1,2<br />
0,1<br />
0,5<br />
1,2<br />
1,4<br />
0,8<br />
0,5<br />
Produk Domestik Bruto<br />
-2,1<br />
2,1<br />
6,3<br />
6,3<br />
Produk Domestik Bruto Tanpa Migas<br />
-2,2<br />
2,4<br />
6,8<br />
Sumber: Badan Pusat Statistik<br />
KAMAR DAGANG DAN<br />
INDUSTRI INDONESIA<br />
Menara <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> Lt.29<br />
Jalan HR. Rasuna Said X-5 kav 2-3,<br />
Jakarta 12950 – <strong>Indonesia</strong><br />
Telepon: (62-21) 5274484 (hunting)<br />
Fax: (62-21) 5274331, 5274332<br />
E-mail: info<strong>kadin</strong>@<strong>kadin</strong>-indonesia.or.id<br />
Tekanan eksternal, kenaikan harga BBM, dan gangguan pasokan barang-barang kebutuhan pokok<br />
4 telah mengakibatkan kenaikan inflasi telah mencapai angka dua digit pada akhir bulan Juni lalu.<br />
Pada Juni <strong>2008</strong> angka inflasi mencapai 2,46 persen, sehingga secara kumulatif pada Januari-Juni <strong>2008</strong><br />
telah mencapai 7,37 persen, dan inflasi year on year tercatat sebesar 11,03 persen. Laju inflasi yang<br />
tinggi terutama disumbang oleh kelompok pengeluaran Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan<br />
yang mencatat inflasi sebesar 8,72 persen pada bulan Juni <strong>2008</strong>.<br />
Kemudian diikuti oleh kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan<br />
tembakau, dimana laju inflasi pada kedua kelompok pengeluaran ini pada bulan Juni <strong>2008</strong> masingmasing<br />
mencapai 1,28 persen dan 1,33 persen.
Info <strong>Kadin</strong> Agustus - September <strong>2008</strong><br />
3<br />
%<br />
8<br />
7<br />
6<br />
5<br />
4<br />
3<br />
2<br />
1<br />
0<br />
<strong>2008</strong><br />
2006<br />
2007<br />
Inflasi Kumulatif (%) 2006 - <strong>2008</strong><br />
7.37<br />
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sept Oct Nov Dec<br />
6.59<br />
Inflasi Bulanan, Tahun Kalender, Year on Year,<br />
Tahun 2006–<strong>2008</strong><br />
5Meskipun mengalami sedikit tekanan akibat terjadinya gejolak<br />
pada pasar modal dalam dan luar negeri, secara keseluruhan<br />
kurs rupiah tidak berfluktuasi secara berlebihan sampai pertengahan<br />
bulan <strong>Juli</strong> ini. Sebagai lembaga yang bertugas menjaga laju inflasi<br />
dan menjaga stabilitas kurs mata uang rupiah, Bank <strong>Indonesia</strong><br />
Rp/US$<br />
9,000<br />
9,100<br />
9,200<br />
9,300<br />
9,400<br />
9,500<br />
2-Jan-08<br />
Kurs Tengah Rupiah terhadap Dollar AS Januari <strong>2008</strong> - 10 <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong><br />
15-Jan-08<br />
25-Jan-08<br />
7-Feb-08<br />
19-Feb-08<br />
29-Feb-08<br />
13-Mar-08<br />
27-Mar-08<br />
berhasil menjaga nilai rupiah pada level yang cukup kredibel dalam<br />
pandangan para pelaku ekonomi. Dalam menjaga rupiah, Bank<br />
<strong>Indonesia</strong> terus melakukan intervensi terhadap kurs rupiah demi<br />
kenyamanan para eksportir dan para importir melakukan kegiatan<br />
usahanya.<br />
6Sementara itu, terus menurunnya kinerja pasar modal <strong>Indonesia</strong><br />
sejalan dengan menurunnya kinerja pasar modal global. Sejak<br />
20 Juni <strong>2008</strong> indeks Dow Jones terus terkoreksi tajam, sehingga<br />
pada 9 <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong> berada pada level 11,147.44, atau mengalami<br />
penurunan sebesar 11,8 persen terhadap level 12,638.32 pada<br />
akhir Mei <strong>2008</strong>. Dalam kurun waktu yang sama indeks harga<br />
saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek <strong>Indonesia</strong> juga mengalami<br />
penurunan sebesar 6,48 persen, yaitu dari 2,444.35 pada akhir Mei<br />
<strong>2008</strong> menjadi 2,286.03 pada 9 <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong> lalu. Selain dipengaruhi<br />
oleh melemahnya bursa global, penurunan IHSG juga dipengaruhi<br />
oleh reaksi negatif pasar terhadap tingginya tingkat inflasi dalam<br />
dua bulan terakhir ini. Angka inflasi yang mencapai 1,41 persen<br />
pada bulan Mei dan sebesar 2,46 persen pada bulan Juni lalu telah<br />
menimbulkan kekhawatiran pada para pelaku pasar.<br />
Selain itu, naiknya suku bunga SBI dan suku bunga deposito<br />
yang ditawarkan sektor perbankan, diperkirakan juga telah<br />
Terjadinya defisit sebesar US$ 524,1 juta pada neraca perdagangan<br />
7 di bulan April <strong>2008</strong> lalu cukup memprihatinkan. Defisit ini dipicu<br />
oleh turunnya kinerja ekspor nasional ditengah tingginya harga<br />
minyak dan beberapa harga komoditas dunia. Padahal pada bulan<br />
sebelumnya neraca perdagangan masih mencatat surplus sebesar<br />
US$ 1,89 miliar. Defisit yang terjadi pada April <strong>2008</strong> disebabkan<br />
nilai total ekspor hanya mencapai US$ 10,97 miliar atau turun<br />
sekitar 7,8 persen dari nilai ekspor pada Maret <strong>2008</strong> sebesar US$<br />
11,9 miliar. Sementara nilai impor meningkat sebesar 14,9 persen<br />
8-Apr-08<br />
18-Apr-08<br />
30-Apr-08<br />
13-May-08<br />
23-May-08<br />
4-Jun-08<br />
16-Jun-08<br />
26-Jun-08<br />
9,172<br />
8-Jul-08<br />
Selain itu Bank <strong>Indonesia</strong> juga telah mengantisipasi kemungkinan<br />
dampak dari naiknya inflasi akibat kenaikan harga BBM. Dalam<br />
menjaga kemungkinan melonjaknya inflasi tersebut, Bank <strong>Indonesia</strong><br />
telah tiga kali menaikkan suku bunga acuan BI-rate sejak bulan Mei<br />
lalu, sehingga dewasa ini BI-rate kembali berada pada level 8,75<br />
persen. Hal ini diharapkan dapat menahan keluarnya dana dari<br />
<strong>Indonesia</strong>, yang berpotensi menurunkan kurs rupiah jika suku bunga<br />
riil dalam negeri mengalami penurunan. Dengan suku bunga BI-rate<br />
sebesar 8,75 persen dan laju inflasi sebesar 11,03 persen, saat ini<br />
suku bunga riil di <strong>Indonesia</strong> memang sudah menjadi negatif.<br />
Sempat melemahnya rupiah ke level Rp 9.376 per dollar AS pada<br />
27 Mei lalu sempat menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku<br />
ekonomi. Kekhawatiran terhadap terganggunya stabilitas moneter<br />
muncul bersamaan dengan meningkatnya angka inflasi pada bulan<br />
Mei lalu. Untungnya, Bank <strong>Indonesia</strong> kembali berhasil membawa<br />
kurs rupiah ke tingkat yang lebih aman. Intervensi pasar terhadap<br />
rupiah berkali-kali dilakukan demi terjaganya nilai rupiah yang<br />
realistis, meskipun kebijakan ini membawa konsekuensi pada<br />
menurunnya cadangan devisa. Posisi cadangan devisa yang pada<br />
23 Mei <strong>2008</strong> tercatat sebesar US$ 58,8 miliar, turun hampir sebesar<br />
2 miliar pada 6 Juni <strong>2008</strong> lalu, yaitu menjadi US$ 56,9 miliar.<br />
Untungnya kembali meningkat menjadi sekitar US$ 59,5 miliar<br />
pada akhir Juni <strong>2008</strong> lalu.<br />
DJIA<br />
13,500<br />
13,000<br />
12,500<br />
12,000<br />
11,500<br />
11,000<br />
DOW Jones Index dan Indeks Harga Saham Gabungan di BEI<br />
January 2007- 10 <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong><br />
DJIA<br />
IHSG<br />
2-Jan-08<br />
9-Jan-08<br />
18-Jan-08<br />
28-Jan-08<br />
14-Feb-08<br />
22-Feb-08<br />
29-Feb-08<br />
10-Mar-08<br />
17-Mar-08<br />
25-Mar-08<br />
1-Apr-08<br />
8-Apr-08<br />
15-Apr-08<br />
22-Apr-08<br />
29-Apr-08<br />
7-May-08<br />
14-May-08<br />
22-May-08<br />
2-Jun-08<br />
9-Jun-08<br />
16-Jun-08<br />
23-Jun-08<br />
30-Jun-08<br />
8-Jul-08<br />
merubah portolio investasi di kalangan para investor. Yaitu dengan<br />
mengalihkan sebagian dananya dari pasar modal ke deposito atau<br />
obligasi.<br />
dibandingkan impor bulan Maret <strong>2008</strong>, yaitu dari US$ 10,01 miliar<br />
menjadi US$ 11,50 miliar.<br />
Untungnya, sejalan dengan meningkatnya volume ekspor minyak<br />
mentah dan hasil minyak masing-masing sebesar 18,63% dan<br />
18,31%, nilai ekspor kembali meningkat secara berarti pada bulan<br />
Mei lalu. Pada bulan Mei <strong>2008</strong>, nilai ekspor mencapai hampir US$<br />
12,888 miliar atau naik sekitar 17,5 persen terhadap nilai ekspor<br />
bulan April <strong>2008</strong>. Dengan nilai impor sekitar US$ 11,658 milar<br />
IHSG<br />
2800<br />
2600<br />
2400<br />
2200<br />
2000
4<br />
Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />
maka pada bulan Mei <strong>2008</strong> neraca perdagangan <strong>Indonesia</strong> kembali<br />
mencatat surplus sebesar US$ 1,23 miliar.<br />
Surplus tersebut diperoleh dari surplus neraca perdagangan<br />
non migas yang mencapai US$ 1,283 miliar, karena neraca<br />
perdagangan migas mulai mencatat defisit sebesar US$ 52,7 juta.<br />
Hal ini menunjukkan bahwa era migas telah menjadi masa lalu bagi<br />
perekonomian <strong>Indonesia</strong>. Dewasa ini kinerja ekspor <strong>Indonesia</strong><br />
terselamatkan oleh lonjakan harga minyak sawit mentah (CPO),<br />
yang menyebabkan komoditi ini menjadi penyumbang utama ekspor<br />
non-migas <strong>Indonesia</strong>. Pada tahun 2007 nilai ekspor CPO dan<br />
produk turunannya mencapai US$ 10,23 miliar atau 11,13 persen<br />
dari total nilai ekspor non-migas. Dalam periode Januari-Mei <strong>2008</strong><br />
nilai ekspor CPO dan produk turunannya sudah mencapai US$ 7,1<br />
miliar atau 15,9 persen dari total nilai ekspor non-migas.<br />
12 0<br />
10 0<br />
80<br />
60<br />
40<br />
20<br />
0<br />
62.1<br />
Ekspor<br />
Impor<br />
56.3<br />
57.2<br />
61.0<br />
71.6<br />
85.6<br />
100.7<br />
44.3<br />
<strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> Telah Menandatangani MoU dengan BNN<br />
(Badan Nasional Narkotika)<br />
<strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> dan BNN (Badan<br />
Nasional Narkotika) telah<br />
menandatangani MoU kesepahaman<br />
pencegahan penggunaan narkotika<br />
dikalangan dunia kerja.<br />
Kesepahaman ini ditandatangani bersama<br />
oleh Ketua Umum <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong><br />
Mohamad S. Hidayat dan Ketua Badan<br />
Narkotika Nasional Jend. Pol. Drs. Sutanto,<br />
di Kantor <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong>, 3 <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong> lalu.<br />
Dalam sambutannya, Ketua BNN Jend.<br />
Pol. Drs. Sutanto menjelaskan bahwa<br />
maksud dilakukannya nota kesepahaman<br />
bersama ini bertujuan untuk meningkatkan<br />
peran serta dunia usaha, dalam pencegahan<br />
penyalahgunaan dan peredaran gelap<br />
narkoba melalui penyampaian pengetahuan,<br />
perubahan sikap, perilaku dan budaya<br />
melalui upaya komunikasi, informasi dan<br />
edukasi.<br />
Sedangkan Ketua Umum <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong><br />
menjelaskan bahwa jerat narkoba tidak<br />
hanya terhenti pada saat pemakaian dan<br />
bertobatnya pemakai, tapi terus menggurita<br />
hingga masa pemulihan serta efek domino<br />
yang dirasakan orang lain di luar korban.<br />
“Untuk itu dibutuhkan komitmen serta<br />
Dalam gambar: Ketua Umum <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> MS Hidayat (kiri) dan Kapolri Jenderal Pol Drs.Sutanto, sewaktu menandatangi naskah tersebut.
Info <strong>Kadin</strong> Agustus - September <strong>2008</strong><br />
5<br />
penanganan yang terkoordinasi dan<br />
kontinyu dari berbagai pihak untuk bisa<br />
menekan turun angka-angka yang tidak<br />
sedikit tersebut sehingga tiap rupiah tidak<br />
lagi terbuang percuma.”<br />
Data BNN menyebutkan, jumlah tindak<br />
pidana narkoba yang diungkap terus<br />
meningkat dari 17.355 kasus pada tahun<br />
2006 menjadi 22.630 kasus. Jumlah pelaku<br />
tindak pidana narkoba juga meningkat<br />
dari 31.635 orang menjadi 36.169 orang.<br />
Biaya ekonomi yang terjadi karena<br />
penyalahgunaan narkoba diperkirakan<br />
sebesar Rp. 18,4 trilyun per tahun. Biaya itu<br />
terbagi atas biaya langsung dan biaya tidak<br />
langsung. Biaya langsung terdiri dari dua<br />
komponen, yaitu biaya pembelian narkoba,<br />
biaya penanganan over dosis (OD) dan<br />
rehabilitasi.<br />
a. Diperkirakan total biaya konsumsi<br />
narkoba dalam satu tahun di kalangan<br />
pengguna mencapai 11,3 trilyun<br />
b. Biaya penanganan over dosis dan<br />
rehabilitasi.Dalam setahun, jumlah biaya<br />
yang dikeluarkan untuk over dosis adalah<br />
sebesar Rp. 314 milyar dan biaya<br />
rehabilitasi diperkirakan mencapai<br />
Rp. 410 milyar per tahun.<br />
Nampak dalam gambar, ketika Jend Polisi Drs Sutanto mengenakan Jacket BNN kepada Ketua<br />
Umum Kadi <strong>Indonesia</strong><br />
Kemudian Pengobatan sendiri. Jumlah<br />
keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk<br />
upaya pengobatan sendiri mencapai<br />
Rp. 263 milyar per tahun.<br />
Berikutnya adalah Biaya Tidak Langsung<br />
yang terdiri dari tiga komponen yaitu :<br />
hilangnya waktu produktif, biaya kematian,<br />
dan biaya terkait penyakit tertentu.<br />
a. Biaya waktu produktif yang hilang<br />
Diperkirakan biaya ini mencapai<br />
Rp. 1,4 trilyun per tahun.<br />
b. Biaya kematian akibat narkoba<br />
(premature death)<br />
Berdasarkan estimasi, biaya kerugian<br />
yang timbul sebesar Rp. 4,9 trilyun<br />
dalam setahun.<br />
c. Biaya terkait penyakit tertentu<br />
Diperkirakan biaya keseluruhan untuk<br />
pengobatan penyakit tertentu (HIV/<br />
AIDS, Hepatitis, TB) mencapai<br />
Rp 372 milyar.<br />
Selanjutnya Biaya Sosial yang terdiri<br />
dari biaya langsung dan tidak langsung,<br />
dan total biaya sosial mencapai angka<br />
Rp 5,5 trilyun.<br />
a. Biaya langsung<br />
Biaya langsung terdiri dari tiga<br />
komponen yaitu biaya<br />
kriminalitas yang menelan kerugian<br />
biaya sebesar Rp 4,2 trilyun. Biaya<br />
kecelakaan menelan biaya sebesar<br />
Rp 787 milyar. Biaya biaya waktu<br />
produktif yang hilang dari keluarga<br />
penyalahguna narkoba yang menelan<br />
kerugian sebesar Rp 106 milyar dalam<br />
satu tahun. Angka itu didapat dari<br />
estimasi total hari produktif yang hilang<br />
pada keluarga dikalikan dengan UMR<br />
per hari.<br />
b. Biaya tidak langsung<br />
Biaya tidak langsung yaitu biaya<br />
rehabilitasi di penjara khusus narkoba.<br />
Biaya ini mencapai Rp 38,3 milyar per<br />
tahunnya.<br />
”Dengan penandatangan Kesepakatan<br />
Bersama ini diharapkan dapat<br />
dilakukan kerja sama dalam mencegah<br />
penyalahgunaan bahaya narkotika,<br />
psikotropika dan bahan aditif lainnya di<br />
tempat kerja demi meraih visi bersama<br />
yaitu menyelamatkan seluruh bangsa<br />
<strong>Indonesia</strong> dari penyalahgunaan dan<br />
peredaran narkoba menuju Masyarakat<br />
<strong>Indonesia</strong> bebas penyalahgunaan dan<br />
peredaran gelap narkoba Tahun 2015,”<br />
Hidayat menambahkan..<br />
MUPROV IV KADIN JAMBI H.A. BAKRI HM, SE TERPILIH<br />
SECARA AKLAMASI SEBAGAI KETUA UMUM PERIODE <strong>2008</strong> - 2013<br />
Musyawarah Provinsi (Muprov) IV<br />
<strong>Kadin</strong> Jambi telah berlangsung di<br />
Gladio Room Abadi Suite Hotel<br />
Jambi pada 29 <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong> lalu. Musprov<br />
IV <strong>Kadin</strong> Jambi ini dilangsungkan setiap 5<br />
tahun sekali sebagai sarana untuk memilih<br />
Ketua <strong>Kadin</strong> Provinsi yang baru dan<br />
membentuk kepengurusan <strong>Kadin</strong> Provinsi<br />
yang baru.<br />
Pembukaan Muprov IV <strong>Kadin</strong> Jambi<br />
dihadiri oleh Ketua Umum <strong>Kadin</strong><br />
<strong>Indonesia</strong> dan Gubernur Jambi Drs. H.
6<br />
Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />
Zulkifli Nurdin. Dalam sambutannya yang<br />
cukup singkat Gubernur menyampaikan<br />
agar kepada Ketua Umum terpilih untuk<br />
melaksanakan tugas sesuai program<br />
kerja yang ditetapkan Muprov dan siap<br />
bekerjasama dengan Pemerintah Daerah<br />
membangun perekonomian Provinsi Jambi.<br />
Sumber daya alam Provinsi Jambi batubara,<br />
gas, sawit, karet dan lain-lain harus diolah<br />
dalam bentuk final product sehingga<br />
ada nilai tambah untuk kesejahteraan<br />
masyarakat Jambi.<br />
Muprov ini dihadiri oleh peserta dan<br />
peninjau dari <strong>Kadin</strong> Kabupaten/Kota se-<br />
Provinsi Jambi, dan Asosiasi/Himpunan<br />
Anggota Luar Biasa <strong>Kadin</strong> Jambi serta 9<br />
orang Pengurus <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong>.<br />
Setelah melalui Sidang Pleno I sampai<br />
dengan IV dan sidang, akhirnya peserta<br />
Muprov memutuskan dan menetapkan<br />
secara aklamasi H.A. Bakrie HM, SE<br />
menjadi Ketua Umum <strong>Kadin</strong> Jambi untuk<br />
periode <strong>2008</strong>-2013 dan sebagai Ketua<br />
Dewan Pertimbangan terpilih H. Zoerman<br />
Manap. Peserta Muprov juga telah<br />
menetapkan 5 orang tim formatur terdiri<br />
dari Ketua Umum terpilih dengan anggota<br />
S.Y Pasha dari Asosiasi dan 3 orang dari<br />
<strong>Kadin</strong> Kabupaten /Kota H. Mardinal,<br />
Syamsu Rizak, SE dan H. Syahruddin Z.<br />
Hasil Tim<br />
Formatur menyusun kepengurusan <strong>Kadin</strong><br />
Provinsi Jambi dan telah disahkan dengan<br />
Keputusan Dewan Pengurus <strong>Kadin</strong><br />
<strong>Indonesia</strong> No. Skep/065/DP/VII/<strong>2008</strong><br />
sebagai berikut : Ketua Umum H.A. Bakrie<br />
HM, SE dan Wakil-Wakil Ketua Umum :<br />
1. SY Pasha, 2. Yos Sumarsono, 3. H. AS.<br />
Budianto, SE, MM, 4. Rudi Ardiansyah,<br />
SH, 5. Effendi Hatta, 6. Asep Soedrajat, 7.<br />
Ir. Cornelis Buston. Dewan Pertimbangan<br />
Ketua : H. Zoerman Manap dan Wakil<br />
Ketua : H. Hasrin Nurdin dan HR. Denmar.<br />
Anggota Dewan Pertimbangan, Bidang-<br />
Bidang Wakil Ketua Umum dan Komite<br />
Tetap akan disusun kembali oleh Formatur<br />
dalam jangka waktu satu bulan.<br />
Acara Muprov ini ditutup dengan<br />
pelantikan terhadap Kepengurusan <strong>Kadin</strong><br />
Provinsi Jambi yang baru oleh Ketua<br />
Umum <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> Mohamad S.<br />
Hidayat. (sp/hdw)<br />
Meskipun Kenaikan Tarif PPnBM Masih Dalam Rencana, <strong>Kadin</strong><br />
<strong>Indonesia</strong> Telah Meminta Kepada Pemerintah dan DPR Untuk<br />
Mengkaji Secara Komprehensif.<br />
Ketua Umum <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> MS Hidayat:<br />
“ Wacana kenaikan tariff PPnBM sampai<br />
200% itu, jangan sampai mengganggu<br />
kinerja industri.”<br />
“Harus diterapkan secara berimbang, yang<br />
artinya dalam penerapannya jangan sampai<br />
mengganggu kinerja industrial yang masih<br />
potensial untuk dikembangkan.” lanjut<br />
Hidayat.<br />
“<strong>Kadin</strong> bisa mengerti jika ada rencana<br />
seperti itu, namun kategorisasinya juga<br />
harus jelas, jangan sampai merusak industri<br />
yang potensial, jadi harus dikaji secara hatihati.”<br />
ujarnya.<br />
Hal itu disampaikan Hidayat, setelah Ketua<br />
Panja RUU Pajak Pertambahan Nilai (PPN)<br />
dan PPnBM (Pajak Penjualan Barang<br />
Mewah) DPR Vera Febyanti mengatakan<br />
bahwa pemerintah dan DPR merencanakan<br />
kenaikan tariff PPnBM maksimum 200%<br />
dan minimum 10% dalam amandemen<br />
UU Perubahan Ketiga Atas UU No.6/1983<br />
tentang PPN dan PPnBM. Undang-Undang<br />
sebelumnya telah menetapkan tariff<br />
tertinggi PPnBM 75% dan terendah 10%.<br />
Pajak tersebut dikenakan pada produk<br />
otomotif, elektronik, minuman beralkohol,<br />
perhiasan, permadani, pesawat udara,<br />
senjata api, alat music, sampai kepada<br />
peralatan olah raga.<br />
Dan apabila rencana kenaikan PPnBM<br />
tersebut tidak diterapkan secara adil dan<br />
berimbang, maka kalangan pengusaha<br />
mengkhawatirkan akan terjadinya suatu<br />
dampak negatif yang akan menekan<br />
daya beli masyarakat, sehingga dapat<br />
memangkas pertumbuhan industri nasional.<br />
(yoyo sp)<br />
STRATEGI PENGUATAN KETAHANAN<br />
PANGAN UNTUK MENGANTISIPASI DAN<br />
MENJAWAB TANTANGAN PANGAN<br />
DI TINGKAT GLOBAL<br />
Oleh: Prof.Dr. Bustanul Arifin (Anggota Tim Ahli Bidang Ekonomi <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong>)<br />
Ketahanan pangan dan energi <strong>Indonesia</strong><br />
pada tahun ini dan beberapa tahun ke<br />
depan mengalami tantangan yang semain<br />
kompleks, karena tidak dapat dipisahkan<br />
dari kondisi dan dinamika perekonomian<br />
global. Disamping itu, kinerja produksi<br />
pangan dan energi di dalam negeri juga<br />
tidak terlalu memuaskan. Beberapa<br />
komoditas pangan strategis masih<br />
mengandalkan tambahan produksi dan
Info <strong>Kadin</strong> Agustus - September <strong>2008</strong><br />
7<br />
produktivitas dari perluasan areal panen,<br />
bukan dari perubahan teknologi produksi,<br />
yang tentunya mengandung dimensi<br />
peningkatan efisiensi ekonomi. Produksi<br />
harian minyak bumi <strong>Indonesia</strong> menurun<br />
drastis hampir setengah dari produksi<br />
harian pada tahun 2000, suatu proses<br />
dekadensi yang cukup mengkhawatirkan.<br />
Ketika harga minyak dunia sampai di atas<br />
US$ 135 per barel, maka <strong>Indonesia</strong> harus<br />
menanggung beban dari kenaikan harga<br />
sumber energi penting tersebut, yang sangat<br />
mengganggu keseimbangan anggran negara<br />
dan perekonomian masyarakat secara<br />
umum.<br />
Kenaikan harga minyak bumi dunia<br />
turut berkontribusi pada lonjakan<br />
harga pangan secara dramatis, baik di<br />
tingkat global, maupun di tingkat domestik.<br />
Harga pangan strategis seperti gandum,<br />
beras, daging, dan susu, meningkat<br />
terutama karena fenomena penurunan<br />
produksi di beberapa negara penghasil<br />
pangan. Akibatnya volume perdagangan<br />
menjadi tipis karena permintaan pangan<br />
yang senantiasa meningkat. Fenomena<br />
kenaikan harga minyak bumi dunia telah<br />
berkontribusi pada peningkatan biaya<br />
produksi, transportasi dan distribusi, dan<br />
menjadi pemicu inflasi di beberapa negara,<br />
tidak terkecuali <strong>Indonesia</strong>. Disamping<br />
itu, sebagian besar negara yang memeliki<br />
sumberdaya alam agak berlimpah, saat<br />
ini sedang mengembangkan bahan bakar<br />
biologi (biofuels), yang juga mendorong<br />
permintaan terhadap minyak nabati dunia<br />
cukup pesat.<br />
Akibat berikutnya, harga dunia<br />
komoditas minyak dan lemak yang<br />
dapat digunakan untuk energi menjadi<br />
meningkat tajam. Harga dunia minyak<br />
sawit mentah (CPO), jagung, kedelai,<br />
tebu, rapeseed, dan lain-lain yang selama<br />
ini digunakan sebagai sumber pangan<br />
dan minyak nabati meningkat sangat<br />
signifikan sepanjang dua tahun terakhir.<br />
Kenaikan harga pangan yang kemungkinan<br />
masih akan berlanjut tahun depan, tentu<br />
sangat berpengaruh pada perjalanan dan<br />
strategi kebijakan ketahanan pangan di<br />
<strong>Indonesia</strong>. Pada kesempatan lain (Arifin,<br />
<strong>2008</strong>), penulis telah mengidentifikasi<br />
tiga faktor utama yang sering dianggap<br />
bertanggung jawab terhadap eskalasi harga<br />
pangan dan pertanian di tingkat global,<br />
yaitu: (1) fenomena perubahan iklim yang<br />
mengacaukan ramalan produksi pangan<br />
strategis, (2) peningkatan permintaan<br />
komoditas pangan karena konversi<br />
terhadap biofuel, dan (3) aksi spekulasi<br />
yang dilakukan para investor (spekulan)<br />
tingkat global karena kondisi pasar<br />
keuangan yang tidak menentu. Tanpa harus<br />
menguraikan lebih panjang lagi tentang<br />
determinan di atas, eskalasi harga pangan<br />
adalah tantangan (dan peluang) baru untuk<br />
merumuskan strategi antisipasi dan mitigasi<br />
terhadap berbagai ancaman ketahanan<br />
pangan di <strong>Indonesia</strong>.<br />
Di dalam literatur, ketahanan pangan<br />
meliputi tiga dimensi penting: yaitu<br />
(1) ketersediaan pangan, (2) aksesibilitas<br />
masyarakat terhadap pangan, dan (3)<br />
stabilitas harga pangan. Salah satu dari<br />
dimensi tersebut tidak terpenuhi, maka<br />
ketahanan pangan dapat mengalami<br />
ancaman yang tidak sederhana. Misalnya,<br />
walaupun pangan tersedia cukup di tingkat<br />
nasional dan regional, tetapi jika akses<br />
individu untuk memenuhi kebutuhan<br />
pangannya tidak merata, maka ketahanan<br />
pangan masih dikatakan rapuh.<br />
Demikian pula, walaupun ketersediaan dan<br />
aksesibilitas masyarakat dapat dikatakan<br />
cukup, namun jika stabilitas harga pangan<br />
tidak mampu terjaga secara baik (dan<br />
tentunya berakibat pada ketersediaan dan<br />
aksesibilitas), maka ketahanan pangan tidak<br />
dapat dikatakan telah cukup kuat. Oleh<br />
karena itu, aspek distribusi pangan mulai<br />
dari sentra produksi di pedesaan sampai<br />
pada konsumen perkotaan dan konsumen<br />
di seluruh pelosok rumah tangga pedesaan<br />
juga tidak kalah pentingnya dalam upaya<br />
memperkuat strategi ketahanan pangan.<br />
Aspek distribusi pangan ini mencakup<br />
eksistensi dan perubahan fungsi tempat,<br />
fungsi ruang dan fungsi waktu dan<br />
melibatkan banyak pelaku di dalamnya.<br />
Perhatian dunia tertuju pada tiga<br />
komoditas pangan biji-bijian utama,<br />
seperti beras, gandum dan jagung, yang<br />
mengalami lonjakan di luar akal sehat.<br />
Harga gandum dunia per 11 Juni <strong>2008</strong><br />
untuk kualitas sedang (hard red winter<br />
HRW) sekitar US$ 400 per ton (naik 96%<br />
dalam setahun), harga beras kualitas sedang<br />
(Thai 5% broken) juga di atas US$ 900<br />
per ton (naik 203%), dan harga jagung<br />
kualitas sedang (number 2 yellow) di atas<br />
US$ 240 per ton (naik 94%). Bahkan, total<br />
neraca pangan dunia tahun <strong>2008</strong> ini juga<br />
diperkirakan defisit karena jumlah pasokan<br />
yang lebih rendah dari permintaan, suatu<br />
pra-kondisi awal yang dapat mengarah<br />
pada krisis pangan yang lebih dahsyat.<br />
Pada Food Summit awal Juni <strong>2008</strong> di<br />
Roma, Organisasi Pangan Dunia (FAO)<br />
perlu menghimbau negara-negara maju<br />
dan besar yang mengalami surplus pangan<br />
untuk memberikan bantuan tanpa ikatan<br />
kepada negara-negara miskin dan kelompok<br />
negara berkembang. Sebagaimana<br />
diperkirakan para analis, FAO ternyata<br />
tidak keluar dengan pernyataan lebih keras,<br />
misalnya tentang “moratorium konversi<br />
bahan pangan menjadi bioenergi”, karena<br />
dikhawatirkan “membunuh” inisiatif<br />
penelitian dan pengembangan energi<br />
alternatif tersebut. Apakah “himbauan”<br />
seperti itu akan membawa hasil bagi<br />
mitigasi krisis pangan, waktulah yang akan<br />
menjawabnya.<br />
Laporan berkala bulanan “Commodity<br />
Market Review” yang dikeluarkan<br />
Bank Dunia tidak lagi mampu<br />
mengumpulkan dan menampilkan data<br />
harga dunia beras kualitas medium (Thai<br />
25% broken), tepatnya sejak Februari<br />
<strong>2008</strong>, karena praktis tidak ada transaksi<br />
pada komoditas pangan yang sebenarnya<br />
sangat sensitif itu. Struktur pasar beras<br />
dunia beras menjadi agak kacau karena<br />
produsen beras dunia tidak memprioritas<br />
untuk “melempar” produksi berasnya<br />
ke pasar global, yang mengakibatkan<br />
stok beras dunia makin tipis. Strategi<br />
protektif negara-negara eksportir besar<br />
beras dunia, seperti Thailand, Vietnam,<br />
India, dan China, memang sempat menjadi<br />
ajang diskusi hebat pada Food Summit<br />
di Roma. Namun, sebagai negara yang<br />
berdaulat, negara produsen beras dunia<br />
itu lebih mengutamakan stok beras di<br />
dalam negerinya sendiri serta fluktuasi<br />
harga pangan pokok yang sering memiliki<br />
dimensi politik yang lebih besar.<br />
China, misalnya. Walau berstatus sebagai<br />
produsen beras terbesar di dunia karena<br />
produksinya mencapai 129,5 juta ton, China<br />
benar-benar fokus pada kecukupan stok<br />
pangan domestiknya. China tidak gegabah<br />
melakukan ekspor karena perkiraan<br />
konsumsi domestiknya juga berkisar 129,1<br />
juta ton. Surplus beras—tepatnya selisih<br />
produksi dan konsumsi—yang hanya<br />
artifisial 400.000 ton tentu terlalu riskan<br />
jika terlalu outward looking. Cina telah<br />
bertekad mengamankan stok domestik<br />
dan nampaknya berupaya menjadi tuan<br />
rumah yang baik pada penyelenggarakan<br />
Olimpiade Beijing <strong>2008</strong>.<br />
Produksi beras di tingkat dunia<br />
memang sedang mengalami stagnansi<br />
atau pelandaian (leveling-off) karena<br />
peningkatan produksi lebih banyak<br />
hanya mengandalkan pertambahan areal<br />
panen. Produksi beras global diperkirakan<br />
sekitar 643 juta ton pada tahun 2007 atau<br />
equivalent 429 juta ton beras.<br />
Angka tersebut juga sedikit lebih tinggi<br />
dibandingkan dengan produksi beras 581<br />
juta ton pada tahun 2006 atau dari perkiraan<br />
Food Outlook FAO sebelumya pada edisi<br />
Juni 2007. Kenaikan produksi di India,<br />
Myanmar dan <strong>Indonesia</strong> diperkirakan cukup<br />
signifikan untuk meningkatkan produksi<br />
beras dunia tahun 2007. Persoalan menjadi<br />
agak kompleks ketika produktivitas beras<br />
rata-rata dunia nyaris tidak bertambah pada<br />
beberapa tahun terakhir dan tercatat hanya<br />
4,1 ton per hektar. Maknanya, betapa<br />
rendahnya tingkat perubahan teknologi,<br />
aplikasi benih baru dan teknologi lain di<br />
sektor pangan pokok ini.
8<br />
Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />
Tantangan (dan ancaman) ketahanan<br />
pangan di tingkat global bahkan<br />
lebih menakutkan, terutama karena<br />
pertambahan penduduk, pemanasan global<br />
dan ketidakpastian iklim serta ancaman<br />
ekologis karena keterlambatan adaptasi<br />
dan mitigasi peruabahan iklim. Menurut<br />
laporan Program Pangan Dunia (WFP),<br />
sebanyak 57 negara (29 di Afrika, 19 di<br />
Asia dan 9 di Amerika Latin) juga terkena<br />
terpaan banjir dan bencana ekologis yang<br />
menakutkan. Di pihak lain, bencana<br />
kekeringan dan gelombang panas juga<br />
melanda beberapa tempat di Asia, Eropa,<br />
Cina, Mozambik dan Uruguay. Di Australia,<br />
yang menjadi salah satu produsen gandum<br />
dunia, bencana kekeringan tahun 2007 lalu<br />
telah menurunkan produksi gandum sekitar<br />
40 persen atau 4 juta ton! Tidak heran<br />
jika kondisi suplai gandum dunia agak<br />
terganggu dan melonjakkan harga gandum<br />
di pasar global.<br />
Laporan WFP tersebut juga menyebutkan<br />
bahwa sekitar 854 juta jiwa di seluruh<br />
dunia terancam kelaparan. Kelompok rawan<br />
pangan ini bertambah sekitar 4 juta jiwa<br />
per tahun, sehingga kenaikan harga pangan<br />
dunia saat ini benar-benar di luar jangkauan<br />
mereka dari kelompok lapis paling bawah<br />
tersebut. Inilah tantangan paling besar bagi<br />
siapa pun yang peduli tentang ekonomi<br />
pangan dan pencapai Tujuan Pembangunan<br />
Milenium (MDG).<br />
Di <strong>Indonesia</strong>, menurut angka ramalan<br />
pertama Badan Pusat Statisti (BPS),<br />
produksi beras <strong>Indonesia</strong> pada tahun <strong>2008</strong><br />
ini diramalkan mencapai 58,27 juta ton<br />
gabah kering giling (GKG) atau sektiar<br />
34 juta ton beras, sehingga sering diklaim<br />
sebagai surplus beras 2-3 juta ton, jika<br />
konsumsi beras diperkirakan 32 juta ton<br />
atau kurang. Kesimpulan artificial inilah<br />
yang sering digunakan pemerintah untuk<br />
mengklaim telah terjadi surplus beras di<br />
<strong>Indonesia</strong>. Jika diperhatikan lebih seksama,<br />
laju peningkatan produktivitas (0,3 persen)<br />
jauh lebih kecil dibandingkan dengan laju<br />
pertambahan areal panen (1,4 persen).<br />
Dengan kata lain, kenaikan produksi tahun<br />
ini sebesar 2,13 persen, lebih banyak<br />
disebabkan karena pertambahan aeral<br />
panen, bukan berasal dari perbaikaan<br />
perubahan teknologi, yang mampu<br />
meningkatkan produktivitas per satuan<br />
lahan.<br />
Ketika lembaga lain dalam lingkup<br />
Departemen Pertanian mengeluarkan angka<br />
simulasi produksi gabah yang lebih rendah<br />
(54 juta ton), maka kontroversi publik<br />
kembali bermunculan. Beberapa komponen<br />
dalam estimasi produksi beras di <strong>Indonesia</strong><br />
memang masih harus disempurnakan secara<br />
akademis dan metodologis karena sangat<br />
sensitif terhadap perubahan koefisien yang<br />
digunakan.<br />
Proses peningkatan produksi yang<br />
tidak bertumpu pada perubahan<br />
teknologi tidak akan dapat diandalkan<br />
untuk menjawab tantangan penyediaan<br />
pangan yang semakin kompleks. Beberapa<br />
faktor kunci (driver) dalam peningkatan<br />
produksi beras justru tampak tidak saling<br />
mendukung. Misalnya, perbaikan jaringan<br />
irigasi sangat lambat, gangguan banjir di<br />
sentra produksi, atau berita kelangkaan<br />
pupuk makin sering dijumpai. Dalam<br />
teori ekonomi pertanian, tingkat produksi<br />
pertanian ditentukan dari interaksi yang<br />
cukup kompleks antara faktor luas lahan,<br />
curahan tenaga kerja, manajemen air,<br />
alokasi pupuk, pestisida, dan teknologi<br />
pertanian lainnya. Kemudian titik optimal<br />
dari alokasi faktor-faktor produksi di atas<br />
masih ditentukan oleh kombinasi harga<br />
output dan harga input. Petani masih harus<br />
memperhitungkan sistem insentif (dan<br />
disinentif) yang tersedia di pasar (atau<br />
disediakan oleh pemerintah), misalnya<br />
pada kasus membaiknya ekspektasi harga<br />
jual saat ini (dan kesulitan memperoleh<br />
air karena peluang kekeringan atau karena<br />
harga BBM yang naik tajam). Apabila<br />
karena salah antisipasi lalu <strong>Indonesia</strong><br />
harus kembali mengimpor beras pada<br />
masa-masa sulit tersebut, biaya ekonomisosial-politiknya<br />
pasti akan lebih besar.<br />
Bayangkan seperti apa jadinya jika<br />
stok pangan menipis, masyarakat harus<br />
membayar harga beras Rp 8.000 per<br />
kilogram, sementara musim kemarau<br />
mengganas.<br />
Produksi bahan pangan penting<br />
menunjukkan kecenderungan<br />
peningkatan yang cukup tinggi, kecuali<br />
kedelai yang mengalami penurunan<br />
sejak dekade 1990an. Pada tahun <strong>2008</strong><br />
ini, produksi jagung diramalkan 13,9<br />
juta ton, terutama karena peningkatan<br />
luas panen di Propinsi Sulawesi Selatan,<br />
Gorontalo, Sulawesi Utara, Lampung, dan<br />
Sumatera Utara. Angka tersebut memang<br />
masih belum mampu mencapai target<br />
swasembada jagung, yang seharusnya<br />
telah tercapai sejak tahun 2007, karena<br />
<strong>Indonesia</strong> masih harus memenuhi konsumsi<br />
jagung dari pasar impor. Hal yang agak<br />
positif adalah bahwa penggunaan benih<br />
unggul jagung hibrida, terutamabuah<br />
hasil bioteknologi pertanian. Bersamaan<br />
dengan itu, peningkatan produksi jagung<br />
hibrida juga sekaligus mampu mendukung<br />
sektor peternakan karena industri pakan<br />
ternak ikut tumbuh pasca stagnansi<br />
yang cukup serius pada puncak krisis<br />
ekonomi. Membaiknya produksi jagung<br />
domestik sedikit membantu mengurangi<br />
ketergantungan sektor peternakan kecil<br />
terhadap pakan impor, dan sempat<br />
memberikan ekspektasi pertumbuhan<br />
yang lebih tinggi. Akan tetapi, karena laju<br />
konsumsi jagung yang tumbuh lebih cepat,<br />
<strong>Indonesia</strong> masih harus mengandalkan<br />
jagung impor dalam jumlah yang cukup<br />
signifikan.<br />
Produksi kedelai tahun <strong>2008</strong> diperkirakan<br />
mendekati 700 ribu ton biji kering,<br />
suatu peningkatan signifikan dibandingkan<br />
angka produksi tahun 2007 yang hanya<br />
tercatat 600 tibu ton. Namun demikian,<br />
kinerja produksi beberapa tahun terakhir<br />
adalah penurunan permanen dari angka<br />
produksi di atas 1,5 juta ton pada awal<br />
1990an. Saat ini agak sulit meyakinkan<br />
petani <strong>Indonesia</strong> untuk kembali menanam<br />
kedelai ketika tingkat permintaan terhadap<br />
kebutuhan pokok seperti beras dan<br />
komoditas bernilai timbah tinggi lain<br />
semain meningkat. Hal ini terlihat dari<br />
penurunan areal panen kedelai yang cukup<br />
signifikan, yaitu 20 persen. Pada dekade<br />
1980an, <strong>Indonesia</strong> melaksanakan suatu<br />
program sistematis untuk meningkatkan<br />
produksi dan produktivitas palawija,<br />
tidak hanya sebagai sumber tambahan<br />
pendapatan petani, tapi juga untuk<br />
meningkatkan kualitas dan kesuburan<br />
tanah. Secara agronomis, tanaman dari<br />
kelompok legum (kacang-kacangan)<br />
mampu mengikat Nitrogen dari udara,<br />
sehingga mengurangi biaya penggunaan<br />
pupuk kimia buatan. Namun demikian,<br />
peluang tersebut tidak dapat dimanfaatkan<br />
secara baik di <strong>Indonesia</strong>. Produktivitas<br />
kedelai di <strong>Indonesia</strong> hanya 1,28 ton/ha<br />
atau setengah dari produktivitas kedelai<br />
di luar negeri, seperti di Brazil, Argentina<br />
dan Amerika Serikat. Target swasembada<br />
kedelai tahun <strong>2008</strong> sulit tercapai, kecuali<br />
dengan perluasan areal tanam 2,02 juta<br />
hektar, meningkatkan produktivitas menjadi<br />
3,68 ton/ha pada tahun <strong>2008</strong> nanti, dan<br />
insentif kebijakan memperbaiki harga<br />
kedelai lokal.<br />
Salah satu strategi penguatan ketahanan<br />
pangan bagi <strong>Indonesia</strong>, terutama<br />
untuk mengantisipasi dan menjawab<br />
tantangan pangan di tingkat global adalah<br />
memperkuat cadangan pangan di tingkat<br />
domestik. Secara strategis, <strong>Indonesia</strong> harus<br />
memperkuat cadangan pangan tersebut<br />
(secara legal, diamanatkan dalam Peraturan<br />
Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang<br />
Ketahanan Pangan, sebagai penjabaran<br />
dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun<br />
1996 tentang Pangan). Di sana disebutkan<br />
cadangan beras pemerintah (CBP), yang<br />
sebenarnya merupakan manifestasi dari<br />
konsep stok besi (iron stock) atau cadangan<br />
yang harus ada sepanjang waktu, terutama<br />
untuk mengatasi kondisi darurat. Stok<br />
besi ini yang aman minimal setara satu<br />
bulan total konsumsi, atau sekitar 300<br />
ribu ton. Selain itu, cadangan pangan<br />
pokok juga perlu disimpan dalam bentuk<br />
stok penyangga (buffer stock) untuk<br />
pengendalian gejolak harga, dalam skema
Info <strong>Kadin</strong> Agustus - September <strong>2008</strong><br />
9<br />
operasi pasar. Perum Bulog kini mengelola<br />
CBP dan stok penyangga, terutama untuk<br />
menjalankan program beras untuk keluarga<br />
miskin (raskin). Apabila saat ini Bulog<br />
hanya mampu melakukan pengadaan<br />
beras dalam negeri mencapat 2 juta ton<br />
atau lebih, hal itu adalah batas bawah<br />
tingkat aman untuk mengantisipasi gejolak<br />
peningkatan harga, terutama pada musim<br />
paceklik. Kapasitas gudang Bulog di<br />
seluruh <strong>Indonesia</strong> mencapai 4 juta ton lebih,<br />
sehingga strategi pengadaan pangan (dari)<br />
dalam negeri hampir perlu memperoleh<br />
perhatian memadai.<br />
Strategi kedua adalah memberdayakan<br />
masyarkat untuk meningkatkan<br />
cadangan pangan yang bersifat pokok,<br />
walau pun tidak terbatas pada romantisasi<br />
lumbung pangan seperti pada masa lalu.<br />
Apabila kekuatan Bulog hanya 7 persen<br />
dari total produksi beras di dalam negeri,<br />
berarti sebagian besar stok pangan di<br />
<strong>Indonesia</strong> itu dikelola masyarkat sendiri<br />
dan kalangan dunia usaha (Kamar Dagang<br />
dan Industri <strong>Indonesia</strong>=KADIN). Di satu<br />
sisi, secara administratif (dan legal formal)<br />
telah ditegaskan bahwa ketahanan pangan<br />
adalah “urusan wajib” bagi pemerintahan<br />
daearah (Peraturan Pemerintah (PP)<br />
Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan<br />
Pertanggungjawaban Pemerintahan Daerah<br />
dan PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang<br />
Pembagian Urusan Pemerintahan antara<br />
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi,<br />
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/<br />
Kota). Dalam hal ini kata kuncinya<br />
adalah pemerintah dan pemerintah daerah<br />
(plus masyarakat) perlu bahu-membahu<br />
meningkatkan cadangan pangan, demi<br />
terciptanya ketahanan pangan, bahkan<br />
kemandirian pangan di <strong>Indonesia</strong>.<br />
Upaya pengelolaan cadangan pangan<br />
oleh pemerintah daerah dapat menjadi<br />
komplemen dari cadangan beras pemerintah<br />
(CBP) di tingkat pusat (yang umumnya<br />
dikelola Perum Bulog). Prasyarat, kriteria,<br />
dan indikator untuk mewujudkan cadangan<br />
pangan regional ini memang perlu secara<br />
rinci dirumuskan, agar meminimalisir<br />
upaya perburuan rente dari para petualang.<br />
Di sisi lain, dengan tantangan di tingkat<br />
global yang berubah cukup cepat tersebut,<br />
komoditas pangan adalah primadona<br />
investasi dan seharusnya menjadi prioritas<br />
investasi bagi dunia usaha. Namun<br />
demikian, dunia usaha tetap harus<br />
memperhatikan bahwa komoditas pangan<br />
(dan pertanian) lainnya juga mengandung<br />
risiko usaha seperti faktor musim, jeda<br />
waktu (time-lag), perbedaan produktivitas<br />
dan kualitas produk yang cukup mencolok.<br />
Siapa pun perlu memperhatikan mekanisme<br />
lindung nilai (hedging) yang telah tersedia,<br />
serta mekanisme lain yang masih akan<br />
berkembang, karena di dalam komoditas<br />
pangan ini juga melibatkan petani sebagai<br />
stakeholders paling strategis dalam<br />
investasi di sektor pangan. Instrumen pasar<br />
lelang dan resi gudang adalah langkah awal<br />
yang perlu dikuasai dan dikembangkan<br />
untuk masuk ke dalam pasar berjangka<br />
yang lebih menantang.<br />
Strategi ketiga adalah tidak berhenti<br />
untuk meningkatkan produksi dan<br />
produktivitas pangan melalui aplikasi<br />
teknologi baru, yang dihasilkan melalui<br />
perjalanan panjang penelitian dan<br />
pengembangan (R and D), serta penelitian<br />
untuk pengembangan (R for D). Dunia<br />
usaha dan sektor swasta <strong>Indonesia</strong> secara<br />
umum perlu secara nyata melaksanakan<br />
kemitraaan strategis dengan peguruan<br />
tinggi dan pusat-pusat penelitian pangan,<br />
yang sebenarnya tersebut di segenap<br />
pelosok <strong>Indonesia</strong>. Hanya dengan R-<br />
and-D dan R-for-D inilah, inovasi baru<br />
akan tercipta, sehingga daya saing<br />
Imdonesia akan meningkat berlipat-lipat.<br />
Dunia usaha dapat pula untuk menjadi<br />
aktor terdepan dalam mengembangkan<br />
diversifikasi pangan, terutama yang<br />
berbasis pemanfaatan teknologi dan industri<br />
pangan. Diversifikasi pangan yang berbasis<br />
kearifan dan budaya lokal akan sangat<br />
kompatibel dengan strategi pemenuhan<br />
kebutuhan gizi yang seimbang sesuai<br />
dengan kondisi demografi <strong>Indonesia</strong> yang<br />
plural heterogen. Dalam hal ini, langkah<br />
engembangan teknologi dan industri pangan<br />
disesuaikan dengan kandungan sumber<br />
daya, kelembagaan dan budaya lokal.<br />
Strategi keempat adalah menjamin<br />
kelancaran manajeman distribusi<br />
pangan pokok, maka pemerintah daerah dan<br />
pemerintah pusat harus mampu menjaga<br />
stabilitas harga pangan pokok, dengan<br />
cara memperbaiki manajemen kebijakan<br />
perdagangan dalam negeri dan luar negeri.<br />
Sebagaimana disinggung sebelumnya,<br />
dalam menghadapi kondisi darurat,<br />
pemerintah perlu memobilisasi cadangan<br />
pangan pemerintah dan cadangan pangan<br />
masyarakat serta melakukan dan melibatkan<br />
industri pangan nasional.<br />
Pada kondisi tidak normal tersebut, subsidi<br />
harga pangan [dalam format Program Beras<br />
untuk Keluarga Miskin (Raskin), Sistem<br />
Kepaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), Pos<br />
Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan lainlain],<br />
mungkin masih diperlukan, karena<br />
mampu menjangkau ribuan titik distribusi<br />
di segenap pelosok tanah air. Lebih penting<br />
lagi, skema subsidi pangan tersebut perlu<br />
pula dilihat sebagai investasi negara<br />
untuk memperkuat jaringan distribusi<br />
program bahan pangan bersubsidi lainnya,<br />
bahkan menjadi cikal-bakal pelaksanaan<br />
food-stamp atau bantuan pangan dalam<br />
program pengentasan kemiskinan. Dari<br />
pembahasan di atas, maka semakin<br />
jelaslah bahwa strategi ketahanan<br />
pangan juga mengandung pembangunan<br />
sumberdaya manusia <strong>Indonesia</strong> yang lebih<br />
komprehensif.<br />
HASIL RAPAT KOORDINASI NASIONAL PERHUBUNGAN<br />
KADIN INDONESIA Jakarta, Senin 12 Mei <strong>2008</strong><br />
PENDAHULUAN<br />
Perhubungan -- baik sebagai infrastruktur<br />
maupun sebagai suatu sektor jasa (jasa<br />
transportasi) -- adalah suatu uratnadi<br />
utama kegiatan perekonomian yang pada<br />
giliran berikutnya akan menentukan<br />
tingkat keunggulan daya saing suatu<br />
perekonomian.<br />
Bagi <strong>Indonesia</strong> sebagai negara kepulauan<br />
dengan sekitar 18.108 pulau (2002, saat<br />
pasang naik, data dari LAPAN) yang<br />
tersebar luas, peran dan fungsi seluruh<br />
sektor jasa perhubungan menjadi sangat<br />
vital. Ketersediaan prasarana dan sarana<br />
yang mencukupi dan efektif, serta<br />
tumbuhnya industri jasa yang efisien dan<br />
berdaya saing tinggi pada setiap sektor<br />
perhubungan, baik darat, laut maupun<br />
udara, akan menentukan kecepatan<br />
pertumbuhan perekonomian <strong>Indonesia</strong><br />
mengatasi persaingan global yang makin<br />
ketat dan berat.
10<br />
Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />
Kondisi Dewasa Ini<br />
Belum ada suatu kebijakan dasar<br />
strategis (grand strategy) pembangunan<br />
dan pengembangan industri jasa<br />
perhubungan. Kebijakan yang ada masih<br />
tersegmentasi.<br />
Penerapan pemisahan peran dan fungsi<br />
regulator, fasilitator serta operator<br />
terutama di pelabuhan dan bandar udara<br />
perlu ditata kembali untuk menghindari<br />
tumpang tindih.<br />
Kondisi infrastruktur perhubungan<br />
<strong>Indonesia</strong> dewasa ini pada setiap sektor<br />
jasa transportasi tidak memadai untuk<br />
kelancaran arus transportasi penumpang<br />
dan barang.<br />
Kapasitas dan kualitas prasarana-sarana<br />
transportasi masih rendah, dan sementara<br />
itu praktik-praktik ekonomi biaya tinggi<br />
masih berlangsung di pelabuhan, bandar<br />
udara, dan jalan raya.<br />
Jaringan multi-moda transportasi belum<br />
terkoneksi dengan baik dan optimal satu<br />
sama lain.<br />
Ketersediaan infrastruktur antar-wilayah<br />
perhubungan belum merata, baik secara<br />
geografis, potensi ekonomi maupun<br />
jumlah populasi.<br />
Angkutan laut barang, terutama untuk<br />
ekspor-impor masih didominasi mutlak<br />
oleh perusahaan pelayaran berbendera<br />
asing. Kebijakan dalam Instruksi<br />
Presiden Nomor 5 Tahun 2005 yang<br />
berhubungan dengan sektor perdagangan<br />
luar negeri belum efektif.<br />
Kebijakan pengembangan industri jasa<br />
logistik belum diformulasikan dengan<br />
jelas, khususnya untuk pelaksanaan asas<br />
kabotase.<br />
Tingkat keamanan dan keselamatan<br />
transportasi nasional belum memenuhi<br />
persyaratan atau standar internasional.<br />
Kecelakaan transportasi sering<br />
terjadi dalam sektiap sektor. Dunia<br />
internasional pun mengkhawatirkan<br />
tingkat keselamatan transportasi<br />
<strong>Indonesia</strong>, sehingga, misalnya, Uni Eropa<br />
menerapkan larangan terbang terhadap<br />
maskapai penerbangan ke wilayahnya.<br />
Penyelenggaraan Rakornas<br />
Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas)<br />
Perhubungan <strong>Kadin</strong> <strong>2008</strong> diselenggarakan<br />
atas dasar latar belakang dan permasalahan<br />
di atas dengan tema “Menuju Transportasi<br />
yang Efektif, Efisien, dan Lancar<br />
dalam rangka Memacu Pertumbuhan<br />
Perekonomian Nasional” Para pembicara<br />
dan narasumber adalah unsur-unsur utama<br />
dalam sektor perhubungan, baik<br />
unsur-unsur regulator, operator,pengawas,<br />
pengguna, maupun unsur-unsur<br />
berkepentingan (stakeholders) lainnya, yaitu:<br />
a.<br />
b.<br />
c.<br />
d.<br />
e.<br />
f.<br />
g.<br />
h.<br />
i.<br />
Menko Perekonomian, Dr. Budiono<br />
Menteri Perhubungan, dibacakan oleh<br />
Sekjen Dephub, Harijogi<br />
Ketua Umum <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong>,<br />
Mohamad S. Hidayat<br />
Ketua Komisi VDPR-RI, HA<br />
Muqowam<br />
Dirjen Otonomi Daerah Depdagri,<br />
Dr. Sodjuangon Situmorang<br />
Dirjen Binamarga, Dep. PU,<br />
Dr. Ir. A. Hermanto Dardak<br />
Pakar Perhubungan,<br />
Ir. Giri Suseno Hadihardjono<br />
Dirjen Perhubungan Laut Dephub,<br />
Dirjen Perhubungan Darat Dephub,<br />
Ir. Iskandar Abubakar, MSc<br />
j.<br />
k.<br />
l.<br />
m.<br />
n.<br />
o.<br />
p.<br />
q.<br />
r.<br />
s.<br />
t.<br />
Dirjen Perhubungan Udara Dephub,<br />
Dirjen Perkereta-apian Dephub, Wendy<br />
Aritenang Yazid<br />
Dirjen Perdagangan Luar Negeri<br />
Depdag, disampaikan oleh Direktur<br />
Ekspor dan Impor, Harmen Sembiring<br />
Ketua Umum INSA, Oentoro Surya<br />
Ketua Umum Organda,<br />
Ketua Umum Gapasdap,<br />
Sekjen INACA, T. Burhanuddin, SE<br />
Sekjen Gafeksi, Parlagutan Silitonga<br />
WKU Perhubungan <strong>Kadin</strong> Sumatera<br />
Utara,<br />
WKU Perhubungan <strong>Kadin</strong> Sulawesi<br />
Selatan, M. Basri Zain, SE<br />
Masyarakat Transportasi <strong>Indonesia</strong><br />
u.<br />
v.<br />
w.<br />
x.<br />
y.<br />
- Koordinator Forum Transportasi<br />
Perkeretaapian, Djoko Setijowarno<br />
Ketua Asosiasi Asuransi Umum<br />
<strong>Indonesia</strong>, Kornelius Simanjuntak, SH,<br />
MH, AAIK<br />
Asosiasi Broker Asuransi & Reasuransi<br />
<strong>Indonesia</strong>, Sri Hadiah Watie, BSc, SH,<br />
AAIK (Hon)<br />
Yayasan Lembaga Konsumen<br />
<strong>Indonesia</strong>, Tulus Abadi, SH<br />
Paparan <strong>Kadin</strong> Sumatera Barat (tidak<br />
disajikan); dan<br />
Peserta Rakornas dari unsur-unsur<br />
berkepentingan (stakeholders):<br />
regulator, operator, pengawas dan<br />
pengguna<br />
Rakornas dibuka oleh Menko<br />
Perekonomian dan dengan sambutan<br />
kunci (keynote speech) dari Menteri<br />
Perhubungan, serta pembicara dan<br />
narasumber terdiri atas semua unsur<br />
regulator, operator, pengawas dan<br />
pengguna. Dialog berupa tanya jawab<br />
berlangsung intensif. Dengan demikian,<br />
Rakornas dapat menghasilkan kesimpulan<br />
yang berimbang dan objektif sekaligus<br />
memiliki perspektif yang lebih mendalam<br />
dan lebih jauh jangkauannya ke depan.<br />
SAMBUTAN, PAPARAN DAN DIALOG<br />
Pentingnya Transportasi<br />
Dalam kalimat plastis dan ringkas,<br />
pakar perhubungan Giri Suseno,<br />
mengungkapkan, bahwa kehidupan<br />
akan berhenti jika transportasi tidak<br />
beroperasi. Transportasi membantu<br />
menghilangkan kesenjangan antara<br />
anggota masyarakat dalam hal ekonomi,<br />
sosial-budaya, politik dan keamanan.<br />
Transportasi juga merupakan salah satu<br />
wahana untuk mempertahankan persatuan<br />
dan keutuhan nasional, wahana untuk<br />
mensejahterakan Bangsa. Karena itu<br />
kebijakan-kebijakan yang menyangkut<br />
transportasi tidak hanya didasarkan pada<br />
pertimbangan ekonomi/bisnis semata,<br />
tetapi didasarkan pada pertimbangan<br />
kepentingan Bangsa secara utuh. Untuk<br />
itu, pendekatan pembangunan yang<br />
digunakan harus bersifat holistik.<br />
Infrastruktur<br />
Semua pembicaraan, mulai dari<br />
sambutan, pembukaan, pemaparan
Info <strong>Kadin</strong> Agustus - September <strong>2008</strong><br />
11<br />
narasumber sampai masukan peserta,<br />
menekankan pentingnya ketersediaan,<br />
pemerataan ketersediaan serta kualitas<br />
infrastruktur selaras dengan faktorfaktor<br />
ekonomi, penduduk dan<br />
geografis wilayah serta keselamatan<br />
dan kenyamanan. Instansi teknis terkait<br />
merancang program pembangunan<br />
prasarana dan sarana berdasarkan<br />
faktor-faktor tersebut. Secara eksplisit<br />
ini dicerminkan dalam pembangunan<br />
prasarana jalan yang sekarang ini<br />
sebarannya belum merata di wilayah<br />
<strong>Indonesia</strong>.<br />
Khusus pembangunan prasarana jalan,<br />
ada tiga kategori wilayah dalam program<br />
pembangunan infratsruktur jalan.<br />
Pertama, wilayah telah berkembang<br />
yang meliputi Sumatera, Jawa dan<br />
Bali. Ketersediaan jalan di wilayah ini<br />
berpotensi menjadi bagian dari jaringan<br />
jalan raya ASEAN dan Asian Highway.<br />
Kedua, wilayah sedang berkembang yang<br />
mencakup Kalimantan, Sulawesi dan<br />
Nusa Tenggara Barat. Pembangunan jalan<br />
di Kalimantan kelak akan menjadi bagian<br />
dari jaringan Pan Borneo Highway<br />
dan Asean Highway. Ketiga, wilayah<br />
pengembangan baru, yang meliputi<br />
Kepulauan maluku, Papua dan Nusa<br />
Tenggara Timur. Prioritas pengembangan<br />
prasarana di wilayah ini diarahkan untuk<br />
pengembangan jaringan jalan di pusatpusat<br />
pelayanan wilayah dan jaringan<br />
penghubung antar-pusat pelayanan serta<br />
intermoda dengan angkutan laut.<br />
Kondisi dan program pembangunan<br />
sarana dan prasarana sektor-sektor<br />
lainnya juga mengacu pada faktor-faktor<br />
tersebut.<br />
Ketidak-cukupan dan rendahnya kinerja<br />
infrastruktur, khususnya dalam sektor<br />
perhubungan laut, telah menyebabkan<br />
banyak perusahaan pelayaran memilih<br />
negara ASEAN lainnya sebagai<br />
pangkalan utama (home base)-nya.<br />
Padahal, jika dilihat dari volume barang,<br />
seharusnya mereka berpangkalan di<br />
pelabuhan <strong>Indonesia</strong>.<br />
Pada sisi lain, perencanaan pembangunan<br />
infrastruktur terkesan belum mengacu<br />
kepada pembangunan industri logistik<br />
yang berdaya saing tinggi.<br />
Keselamatan dan Kenyamanan<br />
Transportasi<br />
Kondisi sarana dan prasarana yang<br />
tidak memadai sehingga kinerjanya<br />
sangat rendah, beban biaya yang tinggi<br />
termasuk karena kenaikan BBM dan<br />
listrik, perizinan yang sangat banyak<br />
dan birokratis serta penerapannya<br />
yang tidak konsisten dan transparan,<br />
menyebabkan pelayanan dalam sektor<br />
transportasi tidak efisien, kenyamanan<br />
minim, dan tingkat keselamatan rendah.<br />
Kecelakaan penerbangan, pelayaran,<br />
angkutan jalan raya dan bahkan kereta<br />
api, mencerminkan rendahnya tingkat<br />
keselamatan dan kenyamanan transportasi<br />
di <strong>Indonesia</strong>.<br />
Linkage antarmoda<br />
Sering pembangunan infrastruktur tidak<br />
memperhatikan linkage antarmoda.<br />
Akibatnya keterkaitan antarmoda<br />
transportasi menjadi rendah, sehingga<br />
biaya distribusi menjadi tinggi; jasa<br />
logistik nasional tidak memiliki daya<br />
saing. Rendahnya linkage antarmoda<br />
juga disebabkan adanya ketimpangan<br />
ketersediaan infrastruktur antar-daerah.<br />
Pembiayaan<br />
Investasi untuk pengembangan jasa<br />
transportasi tidak didukung sektor<br />
perbankan, dan tingkat bunga saat ini<br />
berlaku tidak kompetitif dibandingkan<br />
dengan negara lain. Dalam sektor<br />
pelayaran, hal tersebut menjadi kendala<br />
untuk mewujudkan asas kabotase.<br />
Perpajakan,Retribusi dan Kenaikan<br />
Harga BBM dan Listrik<br />
Perpajakan dan retribusi dalam sektor<br />
jasa transportasi, merupakan beban berat<br />
bagi berkembangnya industri transportasi<br />
nasional. Pajak kendaraan angkutan<br />
umum/massal selayaknya diturunkan<br />
untuk mengimbangi kenaikan harga BBM<br />
dan listrik.<br />
Mohamad S Hidayat: Pengusaha belum yakin, bahwa dengan<br />
kenaikan tarif listrik, tidak akan ada lagi pemadaman<br />
Sampai saat ini, KADIN masih<br />
melakukan pengkajian masalah<br />
kenaikan tarif listrik untuk kawasan<br />
industri, karena industri besar mau<br />
menerima kenaikan tarif listrik, dengan<br />
jaminan tidak lagi ada istilah terkena giliran<br />
pemadaman. Namun bagi kalangan industri<br />
menengah kebawah, kanaikan tarif tersebut<br />
akan menjadikan beban yang sangat berat.<br />
Dikatakan Hidayat, bahwa kenaikan tariff<br />
yang diberlakukan, belum dapat menjamin<br />
kepercayaan kalangan pengusaha , karena<br />
kondisi PLN sekarang ini mempunyai<br />
minus, tekor Rp26 triliun yang diakibatkan<br />
ada tambahan subsidi listrik karena<br />
kenaikan harga minyak. Dan….. PLN<br />
meminta kepada kalangan pengusaha,<br />
supaya seluruh kekurangan yang Rp 26<br />
triliun itu dibebankan ke industri. Nah kalau<br />
dihitung, untuk menambal minus yang Rp<br />
26 triliun itu, berarti kenaikannya 80%<br />
untuk golongan 1-3, 1-4 dan B-3. Dan…..<br />
itu tidak mungkin. “ Terlalu tinggi.” ujar<br />
Hidayat.<br />
“Mula-mula, dengan kenaikan PLN itu,<br />
kami tidak mau menerimanya. Akan tetapi<br />
setelah terjadi suatu pembicaraan antara<br />
KADIN dengan PLN, maka terungkap<br />
bahwa ada suatu kesulitan yang sedang<br />
dihadapi oleh dipihak PLN. Sehingga kami<br />
secara moderat mau mencari problem<br />
solving, untuk menjajaki kemungkinannya<br />
masing-masing. Kamipun telah memberi<br />
tahu kepada PLN, tentang beban yang<br />
ditanggung oleh kalangan pengusaha yang<br />
terdiri dari beban resmi dan beban tidak<br />
resmi.” kata Hidayat.<br />
Dalam menanggapi keluarnya SKB<br />
5 Menteri, Hidayat sebelumnya telah<br />
meminta agar dalam aturanya nanti<br />
disebutkan bahwa pergeseran dalam<br />
mengganti waktu kerja pada hari Saptu dan<br />
Minggu itu sifatnya hanya sementara. Dan<br />
tidak mungkin pergeseran waktu kerja pada<br />
hari Saptu dan Minggu dapat dilakukan<br />
sampai bulan Desember 2009, saat proyek<br />
10 ribu megawatt dimulai. Dan untuk<br />
pergeseran itu juga ada masalah-masalah<br />
teknis, yaitu akan menggeser kebiasaan<br />
para pekerja untuk bertemu dengan<br />
keluarganya, dan bagi kaum Nasrani yang<br />
beribadah pada hari Minggu .<br />
Hidayat mengemukakan, bahwa untuk<br />
memenuhi kontrak buyers dengan pihak<br />
luar negeri, maka pengiriman barang akan<br />
dilakukan pada hari Saptu dan Minggu.<br />
“Apakah kantor pengiriman, Bea dan<br />
Cukai pada hari tersebut buka Nah kalau<br />
diusahakan Bea dan Cukai buka, maka<br />
Perbankan juga akan buka ”<br />
ujar Hidayat.
12<br />
Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />
KEBIJAKAN DAN REKOMENDASI KADIN<br />
Dari paparan para narasumber serta dialog intensif yang berkembang, <strong>Kadin</strong> perlu mengembangkan berbagai langkah untuk mendorong<br />
tumbuhnya sekor perhubungan atau industri transportasi nasional yang berdaya saing dalam kerangka <strong>Indonesia</strong> Incorporated. Langkahlangkah<br />
tersebut diuraikan secara tabulasi singkat untuk memudahkan penjadwalan dan pengecekan pelaksanaannya.<br />
No.<br />
SUBYEK<br />
KETERANGAN<br />
1.<br />
Kebijakan pembangunan infrastruktur dan pembangunan<br />
sektor transportasi bukan sekadar pembangunan sektor<br />
ekonomi semata, tetapi lebih merupakan pembangunan<br />
wahana untuk mempertahankan persatuan dan keutuhan<br />
nasional dan wahana untuk mensejahterakan bangsa dengan<br />
menghilangkan kesenjangan ekonomi, sosial-budaya,<br />
politik dan keamanan dalam kehidupan berbangsa dan<br />
bernegara.<br />
Seyogyanya filosofi ini menjadi pijakan dasar<br />
holistik penetapan kebijakan pembangunan nasional<br />
dalam semua sektor ekonomi dan sosial budaya.<br />
2. <strong>Kadin</strong> harus aktif dan intensif memberikan masukan untuk<br />
perumusan peraturan pelaksanaan Undang-Undang 17/<strong>2008</strong><br />
tentang Pelayaran. 41 pasal dalam UU ini mengamanatkan<br />
Peraturan Pemerintah yang disepakati untuk menjadi 8<br />
PP (dengan adanya penggabungan untuk hal-hal yang<br />
berkaitan) dan 8 Peraturan Menteri.<br />
Setiap PP dan Permen dari UU ini perlu menampung<br />
seluruh aspirasi dunia usaha nasional untuk<br />
berkembang dengan daya saing yang tinggi.<br />
3. Strategi utama (grand strategy) pembangunan saranaprasarana<br />
sektor perhubungan harus mengacu pada<br />
Untuk mengantisipasi kondisi perdagangan<br />
internasional, yakni:<br />
kelancaran arus logistik, baik dalam perdagangan dalam<br />
1. Persaingan memasuki pasar dunia semakin ketat<br />
negeri maupun perdagangan luar negeri (ekspor-impor)<br />
2. Pasar dalam negeri menjadi bagian pasar regional<br />
melalui FTA<br />
3. Produsen harus mampu tepat harga; tepat<br />
kwalitas, tepat deliferi, tepat pasar<br />
4.<br />
5.<br />
6.<br />
7.<br />
8.<br />
9.<br />
10.<br />
Rancangan Peraturan Pemerintah dalam lingkup jasa<br />
logistik perlu segera diselesaikan dengan mengacu kepada<br />
undang-undang dalam bidang perhubungan serta kepada<br />
pewujudan layanan satu atap perdagangan luar negeri<br />
(National Single Window)<br />
Periizinan ekspor-impor perlu disederhanakan tanpa<br />
mengurangi aspek keamanan dan ketahanan ekonomi<br />
nasional<br />
Dalam pembangunan infrastruktur dan pengembangan<br />
sektor-sektor perhubungan, perlu diperhatikan linkage<br />
integrasi antarmoda transportasi<br />
Pemerintah harus segera secara konsekuen dan konsisten<br />
menerapkan asas kabotase sesuai amanat UU 17/<strong>2008</strong> dan<br />
Inpres 5/2005<br />
Asas kabotase juga harus diterapkan dalam sektor<br />
penerbangan. Bandar udara yang dapat didarati<br />
penerbangan asing harus sebanding dengan bandar udara<br />
negara mitra yang terbuka bagi penerbangan nasional<br />
<strong>Indonesia</strong><br />
Pemerintah seyogyanya membatasi jumlah pelabuhan<br />
internasional (ocean port), pelabuhan-pelabuhan lainnya<br />
dijadikan sebagai pelabuhan feeder.<br />
Untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, alokasi<br />
anggaran pembangunannya sudah harus dinaikkan,<br />
setidaknya 6-7% dari APBN<br />
RPP ini dapat dijadikan blueprint logistik nasional<br />
sebelum adanya suatu undang-undang yang<br />
komprehensif dengan visi yang jauh kedepan dan<br />
mengutamakan daya saing nasional.<br />
Dewasa ini, sesuai dengan data Tim NSW, terdapat<br />
20 “pintu perizinan” dengan 178 dokumen perizinan.<br />
Kebijakan ini diperlukan agar jasa transportasi<br />
menjadi kompetitif menghadapi persaingan<br />
intrernasional<br />
Inpres 5/2005 sudah berusia 3 tahun lebih, tapi<br />
langkah konkret pelaksanaannya belum ada<br />
Contoh: Jika Thailand hanya membuka 1 bandara<br />
bagi perusahaan penerbangan <strong>Indonesia</strong>, maka bagi<br />
penerbangan Thailand juga hanya satu bandara yang<br />
dapat didarati perusahaan penerbangannya<br />
Kebijakan ini perlu untuk mempercepat<br />
keterlaksanaan asas kabotase<br />
Saat ini anggaran infrastruktur hanya sekitar 3%<br />
APBN, yang berimplikasi rendahnya daya saing,<br />
inefisiensi tinggi dan kontribusinya pada PDB<br />
rendah.
Info <strong>Kadin</strong> Agustus - September <strong>2008</strong><br />
13<br />
No.<br />
SUBYEK<br />
KETERANGAN<br />
11.<br />
12.<br />
13.<br />
14.<br />
Pembangunan dryport dengan dukungan transportasi<br />
angkutan barang massal yang efektif dan efisien yaitu<br />
kereta api harus dikembangkan.<br />
Perlu dibentuk Komisi Keselamatan Transportasi untuk<br />
peningkatan keselamatan transportasi yang optimal<br />
Untuk menekan biaya transportasi karena kenaikan BBM,<br />
sekaligus untuk menambah dan meremajakan alat angkutan<br />
barang dan angkutan umum massal, sebaiknya pemerintah<br />
pemerintah menurunkan pajak balik nama alat angkutan<br />
umum menjadi 0%.<br />
Dalam penentuan tarif penerbangan penumpang,<br />
Pemerintah seyogyanya cukup mengatur tarif bawah,<br />
sedangkan tarif atas sewajarnya dilepaskan penetapannya<br />
kepada setiap perusahaan<br />
1.<br />
2.<br />
3.<br />
Sebagai angkutan massal yang dapat mengangkut<br />
barang dalam jumlah besar yang efektif dan<br />
efisien, perlu dikembangkan prasarana dan sarana<br />
angkutan kereta api dari dryport sehingga masuk<br />
ke dermaga bongkar-muat pelabuhan.<br />
Perlunya dibangun prasarana KA dari dryport<br />
hingga masuk dermaga bongkar-muat pelabuhan<br />
(tidak double handling lagi), sehingga barang bisa<br />
langsung dihandle menggunakan crane langsung<br />
ke kapal.<br />
Perlunya dibangun prasarana KA (dibangun<br />
double track) dari dryport hingga dermaga<br />
bongkar-muat pelabuhan dan pengadaan sarana<br />
angkutan KA (lokomotif dan gerbong) yang<br />
handal untuk mempertinggi pelayanan pengiriman<br />
barang.<br />
Catatan:<br />
Pembangunan transportasi kereta api baru dari<br />
kawasan industri ke pelabuhan ekspor-impor,<br />
khususnya pelabuhan Tanjung Priok perlu<br />
pengkajian dengan matang**), karena pada saat ini<br />
kepadatan di areal pelabuhan tidak memungkinkan<br />
manuver kereta api lebih cepat.<br />
Masalah keselamatan perlu ditingkatkan karena<br />
belum menjadi perhatian yang sungguh-sungguh.<br />
1.<br />
2.<br />
Penurunan pajak menjadi 0% lebih mudah<br />
dan lebih efektif daripada program smartcard<br />
BBM, sekaligus lebih merangsang investasi<br />
di sektor transportasi. Pendapatan negara dari<br />
pajak penjualan kendaraan relatif kecil terhadap<br />
pembentukan PDB<br />
Efektif untuk meminimalkan beban biaya sosial<br />
(social costs)<br />
Tarif bawah harus diatur pemerintah untuk menjamin<br />
terlaksananya keselamatan penerbangan<br />
15.<br />
Untuk meningkatkan daya saing, sudah seharusnya<br />
dikembangkan pelayanan online<br />
Umumnya pelayanan saat ini masih manual<br />
KPPOD AWARD, Merupakan Suatu Ajang Kompetisi Sehat<br />
Antar Pemerintah Daerah<br />
KPPOD (Komite Pemantauan<br />
Pelaksanaan Otonomi Daerah) kembali<br />
melakukan survey atas Tata Kelola<br />
Ekonomi di Daerah. Untuk Award<br />
tahun ini, jumlah responden yang di<br />
survey sebanyak 243 pemerintah daerah<br />
setingkat kabupaten/kota. Pengumuman<br />
hasil survey telah dilakukan di Balai<br />
Kartini pada acara KPPOD Award<br />
tanggal 22 <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong> lalu.<br />
Daerah penelitian kali ini berbeda dengan<br />
survei tahun sebelumnya yang mencakup<br />
hampir seluruh provinsi di <strong>Indonesia</strong><br />
(namun tidak seluruh kabupaten/kota di<br />
tiap prpvinsi), survei tata kelola ekonomi<br />
daerah 2007, meliputi 15 provinsi ,<br />
namun mencakup seluruh kabupaten
14<br />
Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />
/kota di 15 provinsi tersebut. Untuk sisa<br />
seluruh kabupaten/kota dari 18 provinsi<br />
yang disurvei tahun 2007, akan dilakukan<br />
survei di tahun berikutnya.<br />
Metodologi dan Fokus Penelitian:<br />
Fokus studi tahun 2007, berbeda dengan<br />
penelitian pada tahun-tahun sebelumnya.<br />
Apabila studi tahun 2001 – 2005<br />
menggabungkan indicator-indikator<br />
yang bersifat anugerah (endowment<br />
variables) seperti sumber daya alam<br />
dengan indikator-indikator yang bersifat<br />
kebijakan, maka studi pada tahun 2007<br />
hanya meneliti indicator-indikator<br />
kebijakan.<br />
Hal ini dimaksudkan agar hasil studi<br />
dapat focus pada sejumlah rekomendasi<br />
untuk perbaikan tata kelola ekonomi<br />
daerah yang dapat dengan segera dapat<br />
dilaksanakan oleh tiap-tiap pemerintah<br />
daerah yang bersangkutan.<br />
Ada 10 Kategori KPPOD Award, yaitu:<br />
1.<br />
2.<br />
3.<br />
4.<br />
5.<br />
6.<br />
7.<br />
8.<br />
9.<br />
10.<br />
Tata Kelola Ekonomi Daerah diberikan kepada Pemda Kota. Blitar;<br />
Akses Terhadap Lahan Usaha dan Kepastian Usaha diberikan kepada Pemda Kab. Timor Tengah Utara;<br />
Perizinan Usaha diberikan kepada Pemda Kota Blitar;<br />
Interaksi Pemda dengan Pelaku Usaha diberikan kepada Pemda Kab. Musi Rawas;<br />
Program Pengembangan Usaha diberikan kepada Pemda Kab. Bantul;<br />
Integritas Bupati / Walikota diberikan kepada Pemda Kab. Soppeng;<br />
Biaya Transaksi di Daerah diberikan kepada Pemda Kab. Tabanan - Bali;<br />
Pengelolaan Infrastruktur Fisik di Daerah diberikan kepada Pemda Kab. Tuban-Jawa Timur ;<br />
Keamanan dan Resolusi Konflik diberikan kepada Pemda Kab. Pamekasan – Jawa Timur;<br />
dan Peraturan Daerah diberikan kepada Pemda Kota. Prabumulih.<br />
Penyerahan penghargaan dilakukan oleh<br />
Ketua Umum <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> Mohamad<br />
S. Hidayat didampingi oleh Sofyan<br />
Wanandi (Dewan Pembina KPPOD) dan<br />
Douglas E. Ramage (Country Rep. The<br />
Asia Foundation).<br />
Pemberian KPPOD Award, bertujuan<br />
untuk memberikan informasi mengenai<br />
kinerja pemerintah daerah dibidang<br />
tata kelola ekonomi daerah, dan juga<br />
dimaksudkan untuk menciptakan<br />
kompetisi yang positif antar kabupaten/<br />
kota di <strong>Indonesia</strong> .<br />
Ketua Umum <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> Mohamad S. Hidayat (kanan)<br />
memberikan selamat kepada perwakilan Pemda penerima<br />
penghargaan KPPOD Award<br />
Ketua Umum <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> Mohamad S. Hidayat, (no 8 dari kiri),<br />
Sofjan Wanandi,(no 5 dari kiri), dan Douglas E. Ramage (paling<br />
kiri) berfoto bersama dengan perwakilan pemerintah daerah yang<br />
menerima penghargaan KPPOD Award.<br />
Laporan Lengkap Hasil Penelitian<br />
Tata Kelola Ekonomi Daerah di <strong>Indonesia</strong> Tahun 2007<br />
Dapat diperoleh di Sekretariat KPPOD<br />
Plaza Grat River, 15th floor, Jl. HR Rasuna Said Kav.X-2 No.1 Jakarta 12950<br />
Tel: +62 (021) 5226018, Fax: +62 (021) 522 6027, Home Page: http://www.kppod.org<br />
Kontak: P.Agung Pambudhi, E-mail:pambudi@kppod.org
Info <strong>Kadin</strong> Agustus - September <strong>2008</strong><br />
15<br />
Pemberitahuan awal mengenai penyelenggaraan Munas-V <strong>Kadin</strong><br />
Sehubungan dengan akan berakhirnya masa jabatan Dewan<br />
Pertimbangan dan Dewan Pengurus <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> tahun<br />
2004 – 2009, maka dengan ini diberitahukan bahwa Dewan<br />
Pengurus <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> akan menyelenggarakan Musyawarah<br />
Nasional Ke-V Kamar Dagang dan Industri (disingkat Munas-<br />
V <strong>Kadin</strong>) untuk memilih dan mengangkat Dewan Pertimbangan<br />
dan Dewan Pengurus <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> masa bakti 2009 – 2014<br />
yang menurut rencana akan dilaksanakan pada tanggal 19 – 20<br />
Desember <strong>2008</strong> di Jakarta.<br />
Munas-V <strong>Kadin</strong> dihadiri oleh Peserta dan Peninjau, yaitu :<br />
1.<br />
2.<br />
Peserta Munas-V <strong>Kadin</strong> terdiri atas :<br />
a. Anggota Biasa yang diwakili oleh utusan Anggota, yaitu :<br />
a.1. Para Ketua Umum Dewan Pengurus <strong>Kadin</strong> Provinsi secara ex-officio ;<br />
a.2. Utusan Anggota Provinsi yang dipilih dalam Rapat Dewan Pengurus Lengkap <strong>Kadin</strong> Provinsi yang diagendakan khusus untuk<br />
itu menjelang Munas-V <strong>Kadin</strong>, sebanyak 2 (dua) orang ;<br />
b. Dewan Pertimbangan <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong><br />
c. Dewan Pengurus Lengkap <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong><br />
d. Anggota Luar Biasa yang diwakili oleh utusan Organisasi Perusahaan dan Organisasi Pengusaha Tingkat Nasional yang dipilih<br />
melalui konvensi yang khusus diadakan untuk itu menjelang Munas-V <strong>Kadin</strong>.<br />
Peninjau Munas-V <strong>Kadin</strong> terdiri atas :<br />
a. Anggota Kehormatan <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong> ;<br />
b. Utusan Anggota Provinsi diluar Peserta dengan membawa Mandat dari Dewan Pengurus <strong>Kadin</strong> Provinsi masing-masing ;<br />
c. Utusan Anggota Kabupaten/Kota dengan membawa Mandat dari Dewan Pengurus <strong>Kadin</strong> Kabupaten/Kota dan Dewan Pengurus<br />
<strong>Kadin</strong> Provinsi masing-masing ;<br />
d. Utusan Anggota Luar Biasa Tingkat Nasional diluar Peserta dengan membawa Mandat dari organisasi masing-masing ;<br />
e. Tokoh-tokoh pengusaha dan masyarakat <strong>Indonesia</strong> tingkat nasional ;<br />
f. Pengusaha asing ;<br />
g. Pejabat Pemerintah.<br />
Peserta Munas-V <strong>Kadin</strong> sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf d<br />
tersebut diatas harus memenuhi seluruh kewajibannya sebagaimana<br />
dimaksud Anggaran Dasar <strong>Kadin</strong> Pasal 32, termasuk kewajiban<br />
keuangan pada organisasi sampai dengan tahun berjalan.<br />
Jumlah Peninjau Munas-V <strong>Kadin</strong> sebagaimana dimaksud huruf<br />
b sampai dengan huruf g tersebut diatas ditentukan oleh Dewan<br />
Pengurus <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong>.<br />
Selanjutnya, dalam waktu dekat, Dewan Pengurus <strong>Kadin</strong><br />
<strong>Indonesia</strong> akan menyampaikan undangan kepada seluruh Peserta<br />
dan Peninjau Munas-V <strong>Kadin</strong> disertai berbagai penjelasan dan<br />
ketentuan yang dianggap perlu untuk diketahui dan dilaksanakan<br />
sebagaimana mestinya. (sekretariat <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong>).<br />
Laporan Ekonomi Bulanan <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong><br />
Perkembangan Ekonomi <strong>Indonesia</strong><br />
Oleh Sekretariat KADIN <strong>Indonesia</strong> Erna Zetha Rusman<br />
Setelah mencapai rekor tertinggi di atas<br />
US$ 147 per barrel pada pertengahan <strong>Juli</strong><br />
lalu, tren harga minyak dunia akhirnya<br />
mengalami penurunan sehingga kembali<br />
berada di bawah US$ 120 per barrel.<br />
Penurunan ini terutama terjadi setelah<br />
munculnya pengumuman mengenai<br />
cadangan minyak mentah Amerika Serikat<br />
yang ternyata lebih besar dari perkiraan<br />
pasar. Peningkatan cadangan minyak di<br />
Amerika Serikat tidak saja merupakan<br />
indikasi terjadinya penurunan permintaan<br />
minyak, tetapi juga sebagai dampak dari<br />
melemahnya perekonomian negara tersebut.<br />
Selain itu perkembangan krisis nuklir Iran<br />
yang melunak, seiring dengan perubahan<br />
kebijakan diplomasi AS, juga berpengaruh<br />
besar terhadap penurunan harga minyak<br />
dunia.<br />
Meskipun harga minyak mentah dunia<br />
yang menurun melegakan banyak pihak,<br />
namun kondisi perekonomian dunia belum<br />
dapat dikatakan terlepas dari ancaman<br />
resesi. Selain belum ada tanda-tanda<br />
bahwa krisis finansial – akibat krisis macet<br />
di AS -- akan segera berlalu, ancaman<br />
inflasi global juga semakin meningkat<br />
karena tingginya ekspektasi inflasi, yang<br />
semakin terpicu oleh ketidakstabilan sektor<br />
finansial. Indeks harga saham global<br />
terus mengalami penurunan, dan ini bisa<br />
berdampak luas karena dikhawatirkan<br />
dapat mengganggu proses rekapitalisasi<br />
perbankan dan lembaga keuangan lainnya.<br />
Di awal Agustus ini penurunan indeks<br />
harga saham dialami oleh hampir seluruh<br />
bursa saham dunia, termasuk di <strong>Indonesia</strong>.<br />
Bursa saham Amerika Serikat melemah<br />
setelah Pemerintah AS mengumumkan<br />
penurunan belanja konsumen sebesar<br />
0,2 persen pada bula Juni lalu. Hal ini<br />
menunjukkan terjadinya penurunan daya<br />
beli akibat peningkatan inflasi di negara<br />
tersebut. Pasar saham Eropa melemah<br />
setelah diumumkannya penurunan laba<br />
Bank HSBC (bank terbesar di Eopa) secara<br />
drastis yang juga terkait dengan krisis<br />
di Amerika Serikat. Dan melemahnya<br />
sebagian besar pasar saham Asia tidak<br />
saja karena faktor negatif memburuknya
16<br />
Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />
DJIA<br />
13,500<br />
13,000<br />
12,500<br />
12,000<br />
11,500<br />
11,000<br />
10,500<br />
DJIA<br />
IHSG<br />
DOW Jones Index dan Indeks Harga Saham Gabungan di BEI<br />
January 2007- 4 Agustus <strong>2008</strong><br />
2-Jan-08<br />
14-Jan-08<br />
23-Jan-08<br />
31-Jan-08<br />
21-Feb-08<br />
29-Feb-08<br />
11-Mar-08<br />
19-Mar-08<br />
28-Mar-08<br />
7-Apr-08<br />
15-Apr-08<br />
23-Apr-08<br />
2-May-08<br />
12-May-08<br />
21-May-08<br />
2-Jun-08<br />
10-Jun-08<br />
18-Jun-08<br />
26-Jun-08<br />
7-Jul-08<br />
15-Jul-08<br />
23-Jul-08<br />
1-Aug-08<br />
perekonomian AS, tetapi juga karena<br />
peningkatan inflasi telah mendorong<br />
Setelah sempat mengalami sedikit tekanan<br />
di bulan Mei <strong>2008</strong>, sejak bulan Juni lalu<br />
kurs rupiah cenderung terus menguat<br />
hingga akhir bulan <strong>Juli</strong> lalu. Sebagai<br />
lembaga yang bertugas menjaga laju inflasi<br />
dan menjaga stabilitas kurs mata uang<br />
rupiah, Bank <strong>Indonesia</strong> dapat dikatakan<br />
berhasil menjaga nilai rupiah pada level<br />
yang relatif aman bagi perkembangan<br />
ekonomi <strong>Indonesia</strong>, kendati harus<br />
mengorbankan cadangan devisa.<br />
Melemahnya rupiah ke level Rp 9.376 per<br />
dollar AS pada 27 Mei <strong>2008</strong> lalu sempat<br />
menimbulkan kekhawatiran di kalangan<br />
pelaku ekonomi. Kekhawatiran terhadap<br />
terganggunya stabilitas moneter muncul<br />
bersamaan dengan meningkatnya angka<br />
inflasi pada bulan Mei tersebut. Intervensi<br />
Bank <strong>Indonesia</strong> berhasil membawa<br />
kurs rupiah ke tingkat yang lebih aman,<br />
meskipun kebijakan ini membawa<br />
konsekuensi pada menurunnya cadangan<br />
devisa. Posisi cadangan devisa yang pada<br />
IHSG<br />
2800<br />
2600<br />
2400<br />
2200<br />
2000<br />
kenaikan tingkat suku bunga di beberapa<br />
negara Asia.<br />
Perkembangan Pasar Uang dan Pasar Modal<br />
Rp/US$<br />
9,000<br />
9,100<br />
9,200<br />
9,300<br />
9,400<br />
9,500<br />
23 Mei <strong>2008</strong> tercatat sebesar US$ 58,8<br />
miliar, turun hampir sebesar 2 miliar pada<br />
6 Juni <strong>2008</strong> lalu, yaitu menjadi US$ 56,9<br />
miliar. Namun, kinerja ekspor yang sangat<br />
baik dalam dua bulan terakhir ini telah<br />
meningkatkan kembali cadangan devisa,<br />
dan bahkan mencapai angka US$ 60,6<br />
miliar pada akhir <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong> lalu. Cadangan<br />
devisa sebesar itu merupakan suatu prestasi<br />
tersendiri bagi perekonomian <strong>Indonesia</strong>,<br />
karena selain diperoleh dalam kondisi<br />
perekonomian dunia yang sedang melemah,<br />
cadangan yang sejumlah 5,5 bulan impor<br />
itu diharapkan mampu menjaga kelanjutan<br />
kegiatan perekonomian.<br />
Selain menjaga stabilitas rupiah Bank<br />
<strong>Indonesia</strong> juga terus mengantisipasi<br />
kemungkinan dampak dari naiknya inflasi<br />
akibat kenaikan harga BBM. Dalam<br />
menjaga kemungkinan melonjaknya inflasi<br />
tersebut, Bank <strong>Indonesia</strong> sampai telah<br />
empat kali menaikkan suku bunga acuan<br />
BI-rate sejak bulan Mei lalu, sehingga sejak<br />
Kurs Tengah Rupiah terhadap Dollar AS<br />
Januari <strong>2008</strong> - 4 Agustus <strong>2008</strong><br />
2-Jan-08<br />
11-Jan-08<br />
21-Jan-08<br />
29-Jan-08<br />
7-Feb-08<br />
15-Feb-08<br />
25-Feb-08<br />
4-Mar-08<br />
13-Mar-08<br />
25-Mar-08<br />
2-Apr-08<br />
10-Apr-08<br />
18-Apr-08<br />
28-Apr-08<br />
7-May-08<br />
15-May-08<br />
23-May-08<br />
2-Jun-08<br />
10-Jun-08<br />
18-Jun-08<br />
26-Jun-08<br />
4-Jul-08<br />
14-Jul-08<br />
22-Jul-08<br />
30-Jul-08<br />
9,103<br />
Kendati demikian, Dana Moneter<br />
Internasional (IMF) melihat bahwa krisis<br />
kredit di Amerika Serikat tidak seburuk<br />
yang dikhawatirkan berbagai pihak.<br />
Meskipun juga memperkirakan kenaikan<br />
tingkat inflasi pada berbagai negara<br />
di dunia, lembaga ini menjelang akhir<br />
bulan <strong>Juli</strong> lalu, melakukan revisi ke atas<br />
terhadap terhadap perkiraan pertumbuhan<br />
ekonomi dunia untuk tahun <strong>2008</strong>, yaitu<br />
menjadi 4,1 persen dari sebelumnya<br />
sebesar 3,7 persen. Begitupun lembaga<br />
tersebut tetap memperingatkan bahwa<br />
perekonomian dunia masih berada pada<br />
kondisi yang sangat sulit. Hal ini tidak<br />
saja berkaitan dengan menurun tajamnya<br />
tingkat permintaan sektor-sektor ekonomi<br />
akibat tingginya tekanan inflasi, tetapi juga<br />
dipengaruhi oleh ketidak stabilan sektor<br />
keuangan dan kondisi pasar saham global.<br />
5 Agustus <strong>2008</strong> lalu BI-rate kembali berada<br />
pada level 9 persen. Hal ini diharapkan<br />
dapat menahan keluarnya dana dari<br />
<strong>Indonesia</strong>, yang berpotensi menurunkan<br />
kurs rupiah jika suku bunga riil dalam<br />
negeri mengalami penurunan. Dengan suku<br />
bunga BI-rate sebesar 9 persen, diharapkan<br />
suku bunga riil di <strong>Indonesia</strong> tidak terlalu<br />
rendah dengan inflasi kumulatif (selama<br />
tujuh bulan) sebesar 8,85 persen hingga<br />
bulan <strong>Juli</strong> lalu. Melalui kebijakankebijakannya<br />
ini Bank ini terlihat sangat<br />
konsisten menjaga stabilitas moneter dalam<br />
negeri, baik dengan menjaga stabilitas nilai<br />
tukar maupun menjaga tingkat inflasi agar<br />
tidak mengalami overshooting.<br />
Sementara itu, terus menurunnya kinerja<br />
pasar modal <strong>Indonesia</strong> berlangsung sejalan<br />
dengan menurunnya kinerja pasar modal<br />
global. Sejak 20 Juni <strong>2008</strong> indeks Dow<br />
Jones terus terkoreksi tajam, sehingga pada<br />
15 <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong> sempat berada pada level<br />
10,962.54, atau mengalami penurunan<br />
sebesar 13,3 persen terhadap level<br />
12,638.32 pada akhir Mei <strong>2008</strong>. Dalam<br />
kurun waktu yang sama indeks harga saham<br />
gabungan (IHSG) di Bursa Efek <strong>Indonesia</strong><br />
juga mengalami penurunan sebesar 9,4<br />
persen, yaitu dari 2,444.35 pada akhir Mei<br />
<strong>2008</strong> menjadi 2,214.85 pada 15 <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong><br />
lalu.<br />
Selain dipengaruhi oleh melemahnya bursa<br />
global, penurunan IHSG juga dipengaruhi<br />
oleh reaksi negatif pasar terhadap tingginya<br />
tingkat inflasi dalam dua bulan terakhir ini.<br />
Angka inflasi yang mencapai 1,41 persen<br />
pada bulan Mei dan sebesar 2,46 persen<br />
pada bulan Juni lalu telah menimbulkan<br />
kekhawatiran pada para pelaku pasar.<br />
Disamping itu, naiknya suku bunga SBI<br />
dan suku bunga deposito yang ditawarkan
Info <strong>Kadin</strong> Agustus - September <strong>2008</strong><br />
17<br />
sektor perbankan, diperkirakan juga telah<br />
merubah portolio investasi di kalangan<br />
para investor, yaitu dengan mengalihkan<br />
sebagian dananya dari pasar modal ke<br />
deposito atau obligasi.<br />
Kembali meningkatnya indeks harga saham<br />
dunia pada minggu keempat <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong>,<br />
juga segera diikuti oleh membaiknya IHSG<br />
di BEI, sehingga pada akhir <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong><br />
IHSG di Bursa Efek <strong>Indonesia</strong> tercatat<br />
berada pada level 2.304,51. Secara umum<br />
kenaikan IHSG tersebut didorong oleh<br />
kenaikan harga saham pada hampir semua<br />
sektor. Namun pendorong utama adalah<br />
kenaikan harga saham-saham komoditas<br />
di sektor pertambangan dan perkebunan,<br />
serta kenaikan harga saham unggulan yang<br />
tergabung dalam indeks LQ-45.<br />
Laju Inflasi<br />
Meskipun dampak kenaikan harga BBM<br />
sudah mulai berkurang, namun angka inflasi<br />
pada bulan <strong>Juli</strong> <strong>2008</strong> relatif masih tinggi,<br />
yaitu sekitar 1,37 persen. Sehingga secara<br />
kumulatif pada Januari-<strong>Juli</strong> <strong>2008</strong> angka<br />
inflasi sudah mencapai 8,85 persen, yang<br />
memastikan bahwa angka inflasi untuk<br />
seluruh tahun <strong>2008</strong> akan mencapai double<br />
digit. Pada bulan <strong>Juli</strong> lalu laju inflasi<br />
yang cukup tinggi terutama disumbang<br />
oleh kelompok pengeluaran bahan<br />
makanan yang mencatat inflasi sebesar<br />
1,85. Kemudian diikuti oleh kelompok<br />
perumahan, listrik, gas dan bahan bakar,<br />
serta kelompok pendidikan, rekreasi dan<br />
olah raga, yang laju inflasi pada kedua<br />
kelompok pengeluaran tersebut pada bulan<br />
<strong>Juli</strong> <strong>2008</strong> masing-masing mencapai 1,8<br />
persen dan 1,74 persen.<br />
Adanya gangguan suplai bahan makanan<br />
dan kenaikan harga elpiji merupakan<br />
penyebab utama tingginya angka inflasi<br />
pada bulan <strong>Juli</strong> lalu. Kebijakan konversi<br />
energi dari minyak tanah bersubsidi<br />
ke elpiji di seluruh Jakarta tidak saja<br />
mendorong kenaikan konsumsi masyarakat<br />
terhadap gas tetapi juga mendorong<br />
kenaikan harga elpiji akibat ketidaksiapan<br />
Pemerintah menyediakan stock elpiji<br />
%<br />
10<br />
9<br />
8<br />
7<br />
6<br />
5<br />
4<br />
3<br />
2<br />
1<br />
0<br />
January<br />
<strong>2008</strong><br />
2006<br />
2007<br />
February<br />
March<br />
Inflasi Kumulatif (%)<br />
2006 - <strong>2008</strong><br />
April<br />
May<br />
secara memadai. Lagi-lagi dalam hal ini<br />
kita melihat arogansi pemerintah dalam<br />
mengeluarkan kebijakan-kebijakannya.<br />
Tidak adanya koordinasi antar berbagai<br />
instansi terkait juga tercermin dalam<br />
kebijakan sektor migas, dan lagi-lagi yang<br />
dirugikan adalah masyarakat luas.<br />
Selain itu tahun ajaran baru yang diikuti<br />
oleh kenaikan biaya pendidikan juga<br />
menjadi pemicu inflasi pada bulan <strong>Juli</strong><br />
lalu. Kenaikan uang sekolah dari tingkat<br />
SD sampai tingkat Perguruan Tinggi,<br />
June<br />
July<br />
8.85<br />
August<br />
September<br />
October<br />
November<br />
6.59<br />
December<br />
dan semakin mahalnya harga buku dan<br />
kepentingan sekolah lainnya menunjukkan<br />
bahwa sampai saat ini ketersediaan<br />
pendidikan murah hanya slogan semata.<br />
Pemerintah belum betul-betul serius ingin<br />
meningkatkan pendidikan masyarakat,<br />
karena pada kenyataannya pembebasan<br />
SPP pada tingkat SD dan SMP Negeri tidak<br />
menjadikan biaya sekolah lebih murah<br />
dengan tetap tingginya pungutan-pungutan<br />
di luar SPP dan mahalnya harga buku<br />
sekolah.<br />
Perkembangan Ekspor Impor<br />
Perekonomian <strong>Indonesia</strong> yang dapat<br />
tumbuh sebesar 6,3 persen pada triwulan<br />
I <strong>2008</strong> merupakan suatu hal yang cukup<br />
menggembirakan, di tengah melemahnya<br />
perekonomian dunia. Dilihat dari dari<br />
empat komponen pengguna Produk<br />
Domestik Bruto (PDB) terlihat bahwa<br />
ekspor merupakan motor penggerak utama<br />
yang telah mendorong pertumbuhan sebesar<br />
itu. Meningkatnya harga ekspor berbagai<br />
komoditas perkebunan dan pertambangan<br />
menjadikan perekonomian <strong>Indonesia</strong><br />
pada saat itu (triwulan I <strong>2008</strong>) sangat<br />
didukung oleh kenaikan ekspor barang<br />
yang mencapai 31,4 persen. Dari kenaikan<br />
ini, sektor migas mencatat kenaikan nilai<br />
ekspor sebesar 61,8 persen dan sektor<br />
pertanian mencatat kenaikan ekspor sebesar<br />
41,7 persen.<br />
Kondisi seperti ini, yang masih berlanjut<br />
sampai akhir semester I <strong>2008</strong> tentu sangat<br />
melegakan. Hal tersebut menunjukkan<br />
bahwa permintaan pasar dunia terhadap<br />
komoditas ekspor <strong>Indonesia</strong> masih kuat,<br />
dan karenanya perlu diimbangi oleh<br />
peningkatan produksi dalam negeri.<br />
Ketergantungan ekonomi pada kinerja<br />
ekspor semata tidak akan menjadi persoalan<br />
selama didukung oleh peningkatan<br />
produksi yang memadai. Namun hal<br />
tersebut tentunya juga sangat membutuhkan<br />
peningkatan investasi secara lebih moderat.<br />
Dengan data empiris yang menunjukkan<br />
bahwa kenaikan ekspor sangat ditunjang
18<br />
Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />
oleh kenaikan ekspor CPO, karet dan<br />
produk karet, batu bara, kopi, teh, dan<br />
kakao, selayaknya semangat pemerintah<br />
terpacu untuk mendorong investasi di<br />
sektor pertanian dan pertambangan.<br />
Semangat pemerintah ini harus<br />
direfleksikan dalam bentuk perhatian penuh<br />
dan serius, dengan segera mengeluarkan<br />
kebijakan-kebijakan ekonomi yang dapat<br />
mendorong peningkatan investasi dan<br />
produksi.<br />
Pada Januari-Juni <strong>2008</strong> nilai ekspor<br />
<strong>Indonesia</strong> yang mencapai 70,45 miliar<br />
dollar AS merupakan kenaikan sebesar 30,8<br />
persen terhadap nilai ekspor pada periode<br />
yang sama tahun 2007. Dengan nilai<br />
impor sekitar 65,05 miliar dollar AS, maka<br />
pada semester I <strong>2008</strong> neraca perdagangan<br />
<strong>Indonesia</strong> mencatat surplus sebesar<br />
5,4 miliar dollar AS. Surplus tersebut<br />
diperoleh dari surplus neraca perdagangan<br />
non migas yang mencapai 6,03 miliar dollar<br />
AS, karena neraca perdagangan migas<br />
mencatat defisit sebesar US$ 630,2 juta.<br />
Hal ini menunjukkan bahwa era migas<br />
telah menjadi masa lalu bagi perekonomian<br />
<strong>Indonesia</strong>. Dewasa ini kinerja ekspor<br />
<strong>Indonesia</strong> terselamatkan oleh lonjakan<br />
harga minyak sawit mentah (CPO), yang<br />
menyebabkan komoditi ini menjadi<br />
penyumbang utama ekspor non-migas<br />
<strong>Indonesia</strong>. Pada tahun 2007 nilai ekspor<br />
CPO dan produk turunannya mencapai US$<br />
10,23 miliar atau 11,13 persen dari total<br />
nilai ekspor non-migas. Dalam periode<br />
Januari-Juni <strong>2008</strong> nilai ekspor CPO dan<br />
produk turunannya sudah mencapai US$<br />
9,16 miliar, atau 16,9 persen dari total nilai<br />
ekspor non-migas.<br />
Secara sektoral, naiknya nilai ekspor pada<br />
Januari-Juni <strong>2008</strong> terutama didukung<br />
oleh naiknya ekspor hasil pertanian yang<br />
mencapai 50,1 persen, serta hasil industri<br />
sebesar 25,1 persen. Sementara ekspor<br />
sektor pertambangan dan lainnya hanya<br />
mengalami kenaikan sebesar 5,2 persen.<br />
Namun jika dilihat kontribusi secara<br />
sektoral, kontribusi ekspor produk industri<br />
pada periode Januari-Juni <strong>2008</strong> tercatat<br />
sebesar 64,55 persen yang kemudian<br />
diikuti oleh sektor pertambangan di luar<br />
migas sebesar 9,3 persen. Sedangkan<br />
sektor pertanian hanya mencapai sekitar<br />
3,4 persen saja. Kondisi ini semakin<br />
menunjukkan bahwa membaiknya kinerja<br />
ekspor <strong>Indonesia</strong> lebih ditopang oleh situasi<br />
eksternal berupa kenaikan harga komoditas<br />
sektor perkebunan. Pertanyaannya<br />
bagaimana jika harga komoditas yang<br />
menjadi andalan ekspor tersebut mengalami<br />
penurunan<br />
<strong>Kadin</strong>Internasional<br />
Perkembangan Industri Plastik Pakistan, dan Peluang Ekspor<br />
Plastik dari <strong>Indonesia</strong> ke Pakistan<br />
Dari sejumlah komoditi ekspor nonmigas<br />
<strong>Indonesia</strong>, plastik merupakan<br />
salah satu jenis komoditas ekspor<br />
<strong>Indonesia</strong> ke Pakistan.<br />
Pertumbuhan Industri Plastik Pakistan<br />
Industri Plastik, merupakan salah<br />
satu industri yang tertua di Pakistan.<br />
Keberadaannya sejak tahun 1947, berpusat<br />
di kota pusat bisnis Lahore. Penggunaan<br />
bahan palstik tersebut menunjukkan<br />
peningkatan terus menrus, dan kira-kira 60<br />
persen industri plastik berlokasi didaerah<br />
Lahore.<br />
Pertumbuhannya cukup pesat, yakni<br />
mencapai rata-rata 15 % jika dibanding<br />
dengan pertumbuhan industri plastik dunia<br />
yang hanya mencapai 8%. Dan industri<br />
plastik Pakistan terdiri dari dua segmen,<br />
yakni 7 unit industri hulu dan industri hilir<br />
yang didominasi oleh sektor informal yakni<br />
sekitar 5000 unit.<br />
Seiring dengan berkembangnya industri<br />
plastik didalam negerinya, Pakistan telah<br />
berhasil mengekspor produk-produk<br />
dari plastik ke beberapa pasar di dunia.<br />
Antara lain: Australia, Afrika Selatan,<br />
Saudi Arabia, West Indies, UAE, Kuwait,<br />
Nigeria dan Zimbabwe. Selain itu, Pakistam<br />
nerupakan tempat yang strategis bagi buyer<br />
lokal, dan internasional jika dilihat dari segi<br />
lokasi negara tersebut.<br />
Sebagian besar ekspor plastik Pakistan<br />
terdiri dari Polyethylene terephthalate<br />
(PET) resin, yang digunakan sebagai<br />
bahan baku untuk pembuatan botol bagi<br />
industri minuman (43,8%), bubuk PVC<br />
(3,9%), miscellaneous plastic (17,4%),<br />
kitchenware (3,7%) dan produk-produk<br />
plastik lainnya (31,3%). Industri plastik di<br />
Pakistan tersebut telah menarik sejumlah<br />
investasi yang mencapai sekitar US 260<br />
milyar dolar, dimana kebanyakan investasi<br />
tersebut berupa Foreign Direct Investment<br />
(FDI). Sedangkan industri lainnya yang<br />
terkait dengan industri plastik, seperti<br />
percetakan dan pengepakan juga mengalami<br />
pertumbuhan cukup pesat, selama beberapa<br />
tahun ini.<br />
Ekspor Plastic Materials <strong>Indonesia</strong> ke<br />
Pakistan<br />
Dari sejumlah komoditi ekspor non-migas<br />
<strong>Indonesia</strong>, plastik merupakan salah satu<br />
jenis komoditas ekspor <strong>Indonesia</strong> ke<br />
Pakistan.<br />
Berdasarkan data statistik perdagangan<br />
antara <strong>Indonesia</strong> dengan Pakistan dari tahun<br />
2001 sampai 2005, terlihat bahwa ekspor<br />
komoditas plastik <strong>Indonesia</strong> dari segi nilai<br />
menunjukkan peningkatan yang cukup<br />
signifikan.<br />
Jenis komoditi ekspor plastik <strong>Indonesia</strong><br />
ke Pakistan yang mempunyai nilai cukup<br />
tinggi adalah polymer of ethylene in<br />
primary forms. Tercatat bahwa pada tahun<br />
2005, nilai ekspor polymer of ethylene in<br />
primary forms dari <strong>Indonesia</strong> ke Pakistan<br />
mencapai US 328,97 ribu dolar, atau<br />
mengalami kenaikan sebesar US 123,79<br />
ribu dolar jika dibandingkan dengan tahun<br />
2001 yang hanya mencapai US 205,18 ribu<br />
dolar.<br />
Jenis komoditi ekspor plastik <strong>Indonesia</strong> ke<br />
Pakistan yang mempunyai nilai yang cukup<br />
besar adalah plates, sheets, film, foil and<br />
strip of plastics yang mengalami kenaikan<br />
sebesar US 92,76 ribu dolar pada tahun<br />
2005 jika dibandingkan dengan tahun 2001.<br />
Pada tahun 2005, ekspor plates, sheets,<br />
film, foil and strip of plastics mencapai US<br />
186 ribu dolar. Sedangkan pada tahun 2001<br />
hanya mencapai US $ 93,76 ribu dolar.<br />
Impor plasic material Pakistan dari<br />
tahun ketahun terus memperlihatkan<br />
kecenderungan meningkat. Kecenderungan<br />
peningkatan impor plastic materials<br />
tersebut, tentunya dapat dimanfaatkan<br />
oleh para pengusaha dari <strong>Indonesia</strong>, dan<br />
dapat untuk dijadikan penjajakan peluang<br />
peningkatan ekspor plastik <strong>Indonesia</strong><br />
ke Pakistan, serta upaya-upaya promosi<br />
produk plastik andalan <strong>Indonesia</strong>.<br />
(sumber: KBRI Islamabad / yp)
Info <strong>Kadin</strong> Agustus - September <strong>2008</strong><br />
19<br />
Perkembangan Hubungan Ekonomi <strong>Indonesia</strong> dan Tanzania.<br />
Komoditas ekspor dan impor terbesar<br />
<strong>Indonesia</strong> ke Tanzania adalah:<br />
produk kimia, semen, barang<br />
elektronik, furniture dan lain sebagainya.<br />
Selengkapnya…<br />
Beberapa komoditas ekspor dan impor<br />
terbesar <strong>Indonesia</strong> ke Tanzania adalah:<br />
produk kimia, semen, barang elektronik,<br />
furniture dan lain sebagainya. Produk<br />
<strong>Indonesia</strong> yang masuk ke Tanzania<br />
merupakan barang-barang low medium<br />
yang dikenal memiliki mutu yang lebih<br />
baik dengan harga yang cukup kompetitif.<br />
Tanzania sebagai salah satu negara besar<br />
di kawasan Afrika Timur telah turut andil<br />
dalam menciptakan stabilitas kawasan, baik<br />
secara politik ataupun ekonomi. Dalam<br />
bidang ekonomi, Tanzania telah berhasil<br />
meningkatkan perekonomian negara, dan<br />
hal ini dapat dilihat dari meningkatnya<br />
pertumbuhan GDP sampai dengan 6,7%<br />
pada tahun 2007.<br />
Indikator ini telah menunjukkan besarnya<br />
potensi dan daya tarik Tanzania, khususnya<br />
bagi masuknya produk ekspor <strong>Indonesia</strong>.<br />
Dalam konteks hubungan ekonomi<br />
<strong>Indonesia</strong>-Tanzania, sektor perdagangan<br />
yang paling mendominasi hubungan<br />
tersebut. Pesaing utama <strong>Indonesia</strong> di<br />
Tanzania dan Afrika pada umumnya adalah<br />
China. China telah melakukan pembukaan<br />
pasar dan sekaligus mencari raw materials<br />
bagi kebutuhan industri mereka.<br />
Upaya yang harus kita lakukan untuk<br />
menembus pasar Tanzania adalah perlunya<br />
merancang strategi dan mengambil<br />
langkah-langkah yang terintegrasi dan<br />
bersinergi, antara pemerintah, swasta dan<br />
stake holder lainnya, baik jangka pendek<br />
ataupun jangka panjang. (nurty)<br />
Undangan untuk mengikuti Festival Kopi dan Teh di Tashkent<br />
pada tanggal 19 - 21 November <strong>2008</strong>.<br />
International Exhibition Group Uzbekistan (IEG) akan menyelenggarakan 3rd International Apecialized<br />
Exhibition – Festival Tea & Coffee and Specialized Exhibition Sweet Expo Uzbekistan di Taskent.<br />
Selain untuk mengembangkan prospek industri the dan kopi di Uzbekistan, pameran ini juga bertujuan untuk menampilkan<br />
kemajuan di bidang produksi dan pemrosesan dari perusahaan negara lain penghasil the dan kopi.<br />
Selain itu, pada pameran ini juga akan ditampilkan produk the & kopi, produk susu dan kue kering, madu, proses pengalengan dan<br />
asesoris penyajian the dan kopi.<br />
Negara-negar yang diharapkan akan membuka stand disana adalah: Turki, Azerbaijan, Georgia, Rusia, Cina, Korea, India,<br />
<strong>Indonesia</strong>, Sri Lanka, Bangladesh, Mesir, Iran, Vietnam dan Uzbekistan. (yoyo sp, sumber: KBRI Tashkent)<br />
Informasi Kepada Para Ekspotir Furniture,<br />
bilamana akan mengekspor produknya ke Ceko.<br />
Furniture yang diminati, pada umumnya terbuat dari bahan kayu jati, mahoni, rotan alami<br />
dan sintetik, besi, alumunium, plastik, dan bamboo.<br />
Beberapa waktu lalu, Pelaksana<br />
Fungsi Ekonomi KBRI Praha<br />
meninjau pameran internasional<br />
furniture (Mobitex) yang berlangsung di<br />
kota Brno (kota kedua terbesar setelah<br />
Praha), untuk melihat dari dekat produk<br />
furniture dari negara lain, dan mendapatkan<br />
informasi dalam upaya meningkatkan<br />
ekspor furniture dari <strong>Indonesia</strong> yang<br />
merupakan salah satu komoditi ekspor<br />
utama <strong>Indonesia</strong> ke Ceko.<br />
Pameran yang diadakan secara reguler<br />
dalam setiap tahun sekali itu, merupakan<br />
pameran terbesar untuk kawasan Eropa<br />
Tengah dan Timur yang diikuti oleh 240<br />
peserta dari 10 negara, seperti dari: China,<br />
Austria, Jerman, Korea Selatan, Makedonia,<br />
Polandia, Slovakia, Turki serta Inggris,<br />
yang masing-masing negara mengirimkan<br />
4 sampai 5 perusahaannya, namun sebagian<br />
besar masih didominasi oleh perusahaan<br />
dari Republik Ceko.<br />
Furniture yang dipamerkan, pada umumnya<br />
terbuat dari bahan kayu jati, mahoni,<br />
rotan alami dan sintetik, besi, alumunium,<br />
plastik, bamboo. Sedangkan produk yang<br />
ditampilkan adalah furniture untuk ruang<br />
tamu, kamar tidur, ruang makan dan<br />
dapur, termasuk perlengkapan untuk hotel,<br />
sekolah, kantor, taman dll.<br />
Dilaporkan oleh Pelaksana Fungsi Ekonomi<br />
KBRI Praha, model furniture dari <strong>Indonesia</strong><br />
pada umumnya memiliki ukiran dengan<br />
bahan jenis kayu mahoni, yang banyak<br />
disukai oleh konsumen kelas menengah<br />
keatas. Namun, banyak importir dari Ceko<br />
yang mengeluh, bahwa furniture kayu dari<br />
<strong>Indonesia</strong> setelah dipakai, atau bahkan baru<br />
beberapa hari disimpan digudang sering<br />
mengalami penyusutan dan retak karena<br />
adanya perbedaan suhu udara. Akan tetapi<br />
furniture yang terbuat dari rotan, tidak<br />
mengalami masalah dengan perbedaan<br />
kelembaban udara.<br />
Untuk mengatasi masalah itu, para importir<br />
umumnya mendatangkan furniture setengah<br />
jadi dari <strong>Indonesia</strong>, dan setelah mengalami<br />
finishing di Ceko, barulah dijual kepasaran.<br />
Dalam memenuhi jumlah pemesanan<br />
furniture, maka dari <strong>Indonesia</strong> dalam setiap<br />
2 sampai 3 bulan didatangkan 1 kontainer<br />
(40 feet) ke Ceko. Selain untuk memenuhi<br />
pasar Ceko, mereka juga menjual kepada
20<br />
Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />
konsumen di Slovakia.<br />
Disamping furniture dari kayu, pada<br />
umumnya buyers dari Ceko lebih menyukai<br />
yang terbuat dari rotan alami, dibandingkan<br />
dari sintetis., yang dari segi kualitas tidak<br />
trahan lama. Pelaksana Fungsi Ekonomi<br />
KBRI Praha, mengatakan, sekiranya<br />
pengusaha <strong>Indonesia</strong> berminat untuk<br />
mengembangkan pasar furniture ke Ceko,<br />
disarankan dapat lebih memberikan focus<br />
kepada produk untuk kebutuhan perhotelan,<br />
restauran dan sekolah, mengingat yang<br />
dibutuhkan lebih banyak dan kontinuitas<br />
pesanan lebih sering. Diharapkan pada<br />
masa yang akan datang dapat ikut<br />
berpartisipasi dari para eksportir furniture<br />
<strong>Indonesia</strong> untuk mengikuti pameran<br />
furniture bertaraf internasional, seperti<br />
pameran Mobitex yang rutin diadakan pada<br />
setiap tahun.<br />
(sumber: Pelaksana Fungsi Ekonomi KBRI<br />
Praha – yp)<br />
Market Intellegence Produk Keramik dan<br />
Batu Alam <strong>Indonesia</strong> pada Coverings <strong>2008</strong><br />
di Orlando – Florida, disampaikan oleh Konsulat<br />
Jenderal Republik <strong>Indonesia</strong> Houston.<br />
Tanggal 30 April - 1. Mei <strong>2008</strong> lalu,<br />
Konjen RI Houston dan Konsul<br />
Ekonomi mengunjungi pameran<br />
produk tile/keramik dan batu alam<br />
Coverings <strong>2008</strong>: The Ultimate Tile snd<br />
Experience di Orenge Country Convention<br />
Center, yang diadakan di Orlando, Florida.<br />
Pada kunjungannya itu, bertemu dengan<br />
Mr. Glenn Feder (Presiden penyelenggara<br />
Coverings <strong>2008</strong>).<br />
Pada kesempatan itu telah dibahas berbagai<br />
hal yang terkait dengan perkembangan<br />
pasaran keramik dan batu alam, serta<br />
melihat secara langsung produk-produk tile/<br />
keramik dan batu alam yang dipamerkan<br />
pada Coverings <strong>2008</strong>. Konjen RI, dan<br />
Konsul Ekonomi menyampaikan pada Mr.<br />
Feder, bahwa <strong>Indonesia</strong> merupakan salah<br />
satu negara yang memproduksi keramik<br />
dan batu alam, serta sebagian dari hasil<br />
tersebut telah diekspor ke berbagai negara<br />
, termasuk diantaranya Amerika Serikat.<br />
Dari catatan KJRI Houston, nilai impor<br />
AS pada produk keramik dari <strong>Indonesia</strong><br />
yang masuk melalui wilayah KJRI Houston<br />
selama tahun 2007, adalah sebesar US<br />
$ 84.262.304. Kemudian Mr. Feder<br />
mengemukakan bahwa Coverings <strong>2008</strong>,<br />
merupakan pameran produk keramik tile<br />
dan batu alam terbesar di kawasan Amerika<br />
yang diselenggarakan pada setiap tahun.<br />
Selain memamerkan produk keramik,<br />
granit dan batu alam, pada pameran ini juga<br />
menampilkan mesin-mesin yang terkait<br />
dengan proses pembuatan dan pemesangan<br />
tile/keramik, produk-produk pemeliharaan<br />
keramik, dan produk-produk asessoris<br />
lainnya.<br />
Pameran ini menempati areal seluas 500<br />
ribu square feet dan diikuti oleh 1100<br />
peserta yang berasal dari 50 negara, antara<br />
lain: Italia, Spanyol, China, Turki, Amerika<br />
Serikat, Mesir, Brazil, Mexiko, India<br />
dan lain-lainnya.Pengunjunya rata-rata<br />
mencapai sekitar 37.000 orang, dengan nilai<br />
transaksi:<br />
a. 38% nilai transaksi dari US$ 0 – US$<br />
999.999<br />
b. 41% nilai transaksi antara US$<br />
1.000.000 – US$ 9.999.999, dan<br />
c. 21% dengan nilai transaksi diatas US$<br />
10.000.000.<br />
Dikemukakan oleh Mr. Feder, trend pasar di<br />
AS saat ini lebih condong pada produk batu<br />
alam, seperti marble dan granite. Produk<br />
jenis ini banyak dipakai pada gedunggedung<br />
perkantoran, hotel, rumah sakit dan<br />
lain-lainnya.<br />
Masyarakat AS yang umumnya<br />
menggunakan karpet, kini sudah mulai<br />
banyak beralih menggunakan produk dari<br />
bahan keramik/tile untuk mendekorasi<br />
atau membuat lantai rumah, kamar tidur,<br />
khususnya untuk kelas rumah mewah.<br />
Mr. Feder terus berupaya untuyk merobah<br />
pola pikir dan kebiasaan masyarakat AS<br />
untuk menggunakan keramik tile, daripada<br />
karpet. Untuk pameran berikutnya, akan<br />
diselenggarakan di Chicago pada tanggal<br />
21 sampai 24 April 2009, dan bilamana<br />
ada perusahaan dari <strong>Indonesia</strong> yang akan<br />
menjadi peserta pameran, diharapkan<br />
untuk segera mendaftar, karena tempatnya<br />
sangat terbatas, melalui Konsulat Jenderal<br />
Republik <strong>Indonesia</strong> 10900 Richmond<br />
Avenue Houston, TX 77042 Telp: (1-713)<br />
785-1691 Fax: (1-713) 780-9644 UP: Heru<br />
Prayitno (Konsul Ekonomi).<br />
Industri Restoran di Amerika Serikat<br />
merupakan sektor swasta yang terbanyak<br />
menyerap tenaga kerja.<br />
Ketika Fungsi Ekonomi KJRI Chicago<br />
menghadiri National Restaurant Association<br />
(NRA) Restaurant, Hotel-Motel Show <strong>2008</strong><br />
(NRA Show <strong>2008</strong>) yang berlangsung di<br />
McCormick Palce – Chicago pada tanggal<br />
17 hingga 20 Mei <strong>2008</strong> lalu, memperoleh<br />
data bahwa NRA Show telah dikunjungi<br />
oleh sekitar 80.000 orang dalam setiap<br />
tahunnya, dan diselenggarakan oleh asosiasi<br />
bisnis restoran AS (National Restaurant<br />
Association), yang berdiri sejak tahun<br />
1919 dan beranggotakan sekitar 945.000<br />
restoran.<br />
NRA Show untuk tahun ini, merupakan<br />
pameran foodservice and hospitality<br />
terbesar dan terkomprehensif di Amereika<br />
Utara, dengan menempati lahan seluas 2,2<br />
juta square feet dengan sekitar 2.000 booths<br />
peserta pameran (exhibitor) dari sejumlah<br />
perusahaan nasional dan asing.<br />
Kemudian mengenai produk yang<br />
ditampilkan terbagi dalam beberapa<br />
kategori, yakni: beverages, educational,<br />
equipment, food, furniture / furnishing /<br />
decorations, lodging, paper/plastic/supplies/<br />
small wares, service, tableware, linens,<br />
technology / entertainment dan uniforms.<br />
Disamping itu masih ditambah lagi dengan<br />
berbagai kegiatan, antara lain: Seminar,<br />
resepsi internasional, lomba memahat es<br />
(ice carving), penandatanganan buku oleh
Info <strong>Kadin</strong> Agustus - September <strong>2008</strong><br />
21<br />
juru masak (chefs) terkenal di AS dan<br />
pemberian penghargaan bagi inovasi cara<br />
memasak atau peralatan dapur.<br />
Industri restoran AS, merupakan sektor<br />
swasta terbanyak menyerap tenaga kerja.<br />
Pada tahun <strong>2008</strong> telah mempekerjakan 13,1<br />
juta tenaga kerja dengan omzet penjualan<br />
mencapai 558 milyar USD.<br />
Hasil pembicaraan lainya yang diperoleh<br />
Fungsi Ekonomi KJRI Chicago kepada<br />
sejumlah peserta pameran, adalah<br />
memperlihatkan adanya potensi kerjasama<br />
ekonomi, perdagangan dan investasi yang<br />
kemungkinan dapat dimanfaatkan oleh<br />
industri terkait di <strong>Indonesia</strong>. Misalnya:<br />
Pasokan seafood segar<br />
“Maritime Product International” yang<br />
berbasis di Virginia dan didirikan sejak<br />
tahun 1887 membutuhkan pasokan seafood<br />
segar.”<br />
Kerjasama pembudidayaan lobster<br />
“Braun Management Co.Ltd” yang berbasis<br />
di Caledonia menawarkan kerjasama<br />
pembudidayaan lobster dan udang untuk<br />
pasokan ekspor.<br />
Penggunaan alat untuk mematikan<br />
lobster dan kepiting<br />
“Crustastun” yang berbasis di Inggris<br />
menawarkan alat berdaya listrik 1200<br />
Watt untuk mematikan lobster dan<br />
kepiting dalam waktu 5 hingga 10 detik,<br />
dibandingkan dengan cara konvensional<br />
yang memakan waktu 15 sampai 20<br />
menit, sehingga cocok dimanfaatkan oleh<br />
industri restoran atau hotel di <strong>Indonesia</strong>.<br />
Alat ini sudah meraih penghargaan produk<br />
berinovasi teknik terbaik tahun 2007 dari<br />
Otoritas industri makanan laut.<br />
KJRI Chicago akan selalu membantu<br />
dan memfasilitasi semua bentuk<br />
partisipasi perusahaan <strong>Indonesia</strong> pada<br />
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di<br />
wilayah akreditasi KJRI Chicago. Dan<br />
untuk komunikasi lebih lanjut, dapat<br />
menghubungi Fungsi Ekonomi KJRI<br />
Chicago, Agus Buana / HP +1 312 804<br />
0809 atau Ernawati Hp: +1 312 773 574<br />
4798 atau dapat juga melalui telp / Fax /<br />
KJRI.<br />
(sumber: Konsulat Jenderal Republik<br />
<strong>Indonesia</strong> 211 West Wacker Drive, 8 th<br />
Floor, Chicago IL 60606 Telp: (312) 920<br />
1880, Fax: (312) 920 1881 CP: Ernawati<br />
– Konsul Muda Ekonomi / yp).<br />
HASIL SEMINAR:<br />
“ Economic and Financial Turmoil: What Lies Ahead”<br />
Tanggal 20 Mei lalu di Mid America Club, AON Center – Kota Chicago, dilaporkan oleh: Konsulat Jenderal Republik <strong>Indonesia</strong><br />
Chicago, Ernawati (Konsul Muda Ekonomi).<br />
Materi seminar ini sangat menarik<br />
untuk dicermati, karena mengulas<br />
mengenai perspektif pengamat<br />
AS terhadap perekonomian nasionalnya<br />
yang merupakan salah satu barometer<br />
perekonomian dunia, dengan dinamika<br />
yang akan berimbas kepeda perekonomian<br />
kawasan, termasuk Asia Tenggara.<br />
Kelesuan perekonomian AS sangat<br />
dirasakan dalam keseharian perilaku<br />
konsumsi masyarakat Chicago yang<br />
dengan berbagai macam cara, berupaya<br />
untuk memangkas pengeluaran bulanan<br />
mereka, termasuk kecenderungan dalam<br />
menggunakan kendaraan pribadi ke moda<br />
transportasi umum, mengurangi frekuensi<br />
kegiatan berakhir pekan keluar kota dan<br />
makan diluar rumah.<br />
Seminar yang diselenggarakan oleh World<br />
Trade Center lllinois (WTCI) dan The<br />
Economist Intelligence Unit (EIU), dihadiri<br />
oleh sekitar 60 orang, yang terdiri dari<br />
kalangan bisnis, perwakilan dagang asing<br />
serta para akademisi di Chicago.<br />
Ms. Leila Butt (Senior Economist EIU<br />
pada kesempatan itu dalam paparanya<br />
menyatakan bahwa kecenderungan<br />
penurunan ekonomi dunia tahun <strong>2008</strong>,<br />
diperkirakan hanya mencapai 3,7%<br />
dibanding 4,8% tahun 2007, sebagai<br />
dampak dari kenaikan harga bahan<br />
makanan dan bahan bakar minyak yang<br />
dipastikan akan berdampak pada ekspansi<br />
ekonomi negara berkembang.<br />
Stimulus perekonomian sangat ditentukan<br />
oleh kekuatan emerging economies yang<br />
dipresentasikan oleh Cina dan India,<br />
dengan pertumbuhan akumulasi rata-rata<br />
emerging economies mencapai 8,3% pada<br />
tahun 2007.<br />
Kondisi serupa, juga dialami oleh negara<br />
industri maju (OECD) yang diperparah<br />
dengan penurunan kinerja sektor perumahan<br />
dan jasa perbankan serta kenaikan harga<br />
minyak dunia. Pertumbuhan ekonomi<br />
negara OECD tahun <strong>2008</strong>, diperkirakan<br />
hanya akan mencapai 1,5% dan diharapkan<br />
dapat meningkat menjadi 1,9% pada tahun<br />
2009, yang berarti relatif lebih rendah<br />
dibanding prediksi pertumbuhan ekonomi<br />
negara Non OECD yang mencapai 6,7%<br />
tahun 2009 dan 6,6% tahun 2010. Berkaitan<br />
dengan perekonomian AS, disampaikan<br />
bahwa pertumbuhan ekonomi tahun <strong>2008</strong><br />
diperkirakan hanya mencapai 0,8% dan<br />
1,4% pada tahun 2009.<br />
Hasil pengamatan KJRI menyebutkan<br />
bahwa: Kelesuan perekonomian AS<br />
yang dibarengi dengan menguatnya<br />
perekonomian emerging market sebagai<br />
focus perhatian dunia (dalam hal ini<br />
didominasi oleh Cina dan India),<br />
menurutnya dapat dimanfaatkan <strong>Indonesia</strong><br />
sebagai momentum untuk lebih agrsif<br />
dalam melakukan inovasi dan diversifikasi<br />
produk yang disesuaikan dengan standar<br />
internasional.<br />
Pada saatnya nanti, diharapkan produk<br />
ekspor <strong>Indonesia</strong> dapat menjadi salah<br />
satu alternatif utama barang konsumsi<br />
masyarakat AS yang lebih berorientasi<br />
kepada kualitas dibandingkan dengan harga.<br />
Pemanfaatan keunggulan komperatif AS<br />
dibidang teknologi tinggi dan sektor jasa<br />
harus dapat dioptimalkan bagi kepentingan<br />
pengembangan industri dalam negeri dan<br />
peningkatan capacity building <strong>Indonesia</strong><br />
sebagai antisipasi momentum berpalingnya<br />
perhatian dunia kepada emerging market<br />
dalam waktu dekat. (sumber: Konsulat<br />
Jenderal Republik <strong>Indonesia</strong> Chicago / yp)
22<br />
Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />
Sebuah Kesempatan Untuk Memamerkan<br />
Budaya <strong>Indonesia</strong>, serta Berbisnis di San<br />
Francisco Amerika Serikat.<br />
KJRI San Francisco akan<br />
membantu yang berminat<br />
di <strong>Indonesia</strong> untuk<br />
mempertemukan langsung dengan<br />
pengelola The Globe.<br />
Tanggal 28 Mei <strong>2008</strong>, Konjen RI San<br />
Francisco didampingi Konsul, dan Kosul<br />
Muda Ekonomi telah mengadakan rapat<br />
dengan John Wynn, Presiden perusahaan<br />
Imperial Investment and Development<br />
(IID). Pada pertemuan tersebut, John<br />
Eynn memberikan presentasi mengenai<br />
proyek pembangunan pusat perbelanjaan<br />
The Globe yang berlokasi di kota<br />
Fremont, California (sekitar 50 km dari<br />
kota San Francisco).<br />
Dalam pertemuan itu, John Wynn<br />
menyampaikan antara lain bahwa: The<br />
globe merupakan pusat perbelanjaan<br />
yang dibangun dengan konsep<br />
keragaman budaya dunia. Bentuk<br />
bangunan, dekorasi dan produk yang<br />
dijual, mencerminkan budaya dari<br />
bernagai negara, dan setiap negara/<br />
kawasan akan menempati area yang di<br />
disain sesuai dengan cirri khas budaya<br />
negara/kawasan masing-masing.<br />
Dan pada saat ini, IID sedang<br />
menyelesaikan pembangunan tahap<br />
pertama, yaitu area dengan tema budaya<br />
Asia Timur (Chinatown, Japan Town, dan<br />
Little Vietnam). Pembangunan pertama,<br />
direncanakan dapat selesai pada bulan<br />
Agustus <strong>2008</strong>, dan pada akhir tahun ini<br />
sebagian area pusat perbelanjaan akan<br />
mulai beroperasi.<br />
Pembangunan tahap berikutnya,<br />
mencakup area-area dengan tema budaya<br />
Amerika, Eropa, Australia dan Eropa,<br />
serta sarana pendukung lainnya seperti<br />
hotel, ruang pertunjukan, dan musium.<br />
Dipilihnya kota Fremont, karena<br />
posisinya sangat strategis, berada di<br />
antara 3 kota besar di wilayah California<br />
bagian utara, yaitu San Francisco,<br />
Oakland, dan San Jose. Ketiga kota<br />
tersebut dan kota-kota satelit lainnya<br />
disekitarnya, merupakan pasar potensial<br />
untuk pusat perbelanjaan dengan tema<br />
budaya, karena memiliki penduduk<br />
dengan latar belakang etnis yang beragam<br />
(multi culture). Selain itu, pada jangka<br />
panjang The Globe didesain menjadi<br />
salah satu obyek wisata budaya.<br />
Pihak IID sangat mengharapkan<br />
dibukanya gerai/toko yang<br />
merepresentasikan <strong>Indonesia</strong> di<br />
pusat perbelanjaan tersebut. Hal itu<br />
dikemukakan John Wynn, karena budaya<br />
yang unik dan beragam akan dapat<br />
menjadi daya tarik tersendiri, karena John<br />
Wynn telah beberapa kali melakukan<br />
kunjungan ke <strong>Indonesia</strong>.<br />
Ada beberapa jenis usaha yang dapat<br />
merepresentasikan budaya <strong>Indonesia</strong> di<br />
pusat perbelanjaan tersebut, antara lain:<br />
1. Restauran yang menyajikan makanan<br />
khas <strong>Indonesia</strong><br />
2. Toko kerajinan khas <strong>Indonesia</strong><br />
3. Toko busana dan aksesoris khas<br />
<strong>Indonesia</strong>, dan<br />
4. Agen perjalanan (travel agent) yang<br />
secara khusus mempromosikan wisata<br />
<strong>Indonesia</strong>.<br />
Kepada para pengusaha di <strong>Indonesia</strong><br />
yang berminat dengan penawaran dari<br />
John Wynn dan membuka usaha atau<br />
melakukan promosi budaya/pariwisata<br />
di Amerika Serikat, KJRI San Francisco<br />
akan membantu untuk bertemu langsung<br />
dengan pengelola The Globe.<br />
Kemudian untuk komunikasi<br />
langsung dengan KJRI dapat<br />
dialamatkan melalui:<br />
Fungsi Ekonomi KJRI<br />
San Francisco<br />
CP: Deddy Saiful Hadi dan<br />
Khasan Ashari<br />
Alamat surat:<br />
1111 Columbus Avenue<br />
San Francisco, CA 94133<br />
United States of America<br />
Telp: + 1 415 474 9571 (ext.225<br />
dan 235)<br />
Fax: +1 415 441 4320<br />
Email: ekonomi@kjrisfo.net<br />
Informasi lengkap The Globe<br />
dapat dilihat pada website<br />
http://www.theqlobemall.com<br />
(sumber: KJRI San Francisco).
Info <strong>Kadin</strong> Agustus - September <strong>2008</strong><br />
23<br />
Momentum Kebangkitan<br />
Ekonomi Nasional<br />
Oleh : Rachmat Gobel<br />
Wakil Ketua Umum <strong>Kadin</strong> <strong>Indonesia</strong>,<br />
Bid. Industri, Teknologi & Kelautan<br />
Setelah kesulitan pasti ada kemudahan.<br />
Pandangan ini mengisyaratkan<br />
bahwa kita harus menjaga semangat<br />
optimistis dalam menghadapi berbagai<br />
kesulitan, termasuk lonjakan harga<br />
komoditas pangan dan minyak bumi.<br />
Lonjakan harga setahun belakangan ini<br />
memang telah membuat kian banyak<br />
masyarakat yang terjerembab ke dalam<br />
jurang kemiskinan. Di sisi lain, lonjakan<br />
harga ini memberi peluang baru bagi<br />
perekonomian untuk kembali bangkit.<br />
Dengan kekayaan sumber daya alam yang<br />
dimiliki, booming komoditas seharusnya<br />
lebih banyak membawa berkah ketimbang<br />
petaka bagi <strong>Indonesia</strong>. Apalagi dengan<br />
jumlah penduduk keempat terbesar di dunia<br />
dan PDB yang sudah mencapai sekitar<br />
Rp 3.500 triliun atau mendekati US$ 400<br />
miliar, pasar domestik adalah potensi<br />
dan modal untuk kembali tampil bangkit<br />
sebagai negara yang diperhitungkan.<br />
Peluang semakin terbuka karena sejumlah<br />
negara pesaing potensial kini mengalami<br />
kemunduran daya saing akibat turbelensi<br />
perekonomian global akibat mereka tidak<br />
mempunyai sumber daya alam selengkap<br />
<strong>Indonesia</strong>. Daya saing produk manufaktur<br />
Vietnam, misalnya, sangat tergerus akibat<br />
kenaikan harga-harga bahan baku. Tuntutan<br />
kenaikan upah buruh akibat laju inflasi<br />
yang meroket juga turut membuat daya<br />
tarik negeri ini mulai memudar. Hal serupa<br />
terjadi pula terhadap China dan negaranegara<br />
sekawasan lainnya yang selama<br />
ini merupakan pesaing potensial produkproduk<br />
<strong>Indonesia</strong>.<br />
Tantangannya, adalah bagaimana<br />
memanfaatkan perubahan di lingkungan<br />
eksternal yang sedang menuju<br />
keseimbangan baru menjadi peluang bagi<br />
kebangkitan ekonomi nasional, yakni<br />
dengan merajut potensi-potensi yang<br />
dimiliki menjadi sumber kekuatan baru<br />
berdasarkan potensi keunggulan komparatif<br />
atau keunggulan relatif terhadap negara<br />
pesaing.<br />
Untuk itu diperlu keberanian melakukan<br />
rekonstruksi di bidang pembangunan<br />
ekonomi dengan menetapkan visi, dan<br />
target yang jelas dan terukur sesuai dengan<br />
potensi sumber daya yang ada. Kita perlu<br />
melakukan hal ini, agar peluang dan<br />
momentum jangan hilang begitu saja.<br />
Semua pihak, termasuk pemerintah dan<br />
DPR, harus belajar dari pengalaman<br />
krisis 1998 lalu. Negara lain yang samasama<br />
terkena krisis finansial waktu<br />
itu seperti Thailand, Malaysia, Korea<br />
Selatan, bisa cepat pulih karena mereka<br />
mampu bertindak cepat sehingga mampu<br />
memanfaat peluang yang muncul pasca<br />
krisis. Sementara <strong>Indonesia</strong> sampai saat ini<br />
masih terseok-seok antara lain rendahnya<br />
konsistensi kebijakan.<br />
Dalam kaitan itu, pemerintah diminta harus<br />
bisa segera memanfaatkan momentum yang<br />
ada dengan mempercepat pembenahan<br />
stuktur perekonomian nasional khususnya<br />
dalam tataran mikro, membenahi masalah<br />
berbagai struktural yang menghambat<br />
perekonomian. Perlu dilakukan terobosan<br />
yang konstruktif di berbagai bidang,<br />
termasuk sektor fiskal (anggaran) terutama<br />
untuk mendongkrak perekonomian<br />
masyarakat luas. Dan itu tidak bisa hanya<br />
dilakukan dengan pemberian Bantuan Tunai<br />
Langsung (BLT) yang berisifat instan, tapi<br />
harus lebih bersifat pemberdayaan sehingga<br />
bisa berkesinambungan.<br />
Dibutuhkan alokasikan dana dan insentif<br />
yang lebih besar bagi sektor UMKM<br />
dan pertanian rakyat termasuk pangan<br />
dan pembenahan sektor infrastruktur di<br />
pedesaan. Langkah ini sangat penting<br />
untuk mendongkrak perekonomian<br />
mayoritas masyarakat, mengingat bahwa<br />
hampir separuh pekerja <strong>Indonesia</strong><br />
menggeluti sektor pertanian dan sebagian<br />
besar penduduk tinggal di pedesaan.<br />
Alokasi anggaran untuk Program Nasional<br />
Pengembangan Masyarakat Mandiri yang<br />
dikelola Kantor Menko Kesra perlu lebih<br />
dipertajam dan diperluas agar benarbenar<br />
mampu membangkitkan semangat<br />
kemandirian di kalangan masyarakat, baik<br />
di pedesaan maupun perkotaan. Pemerintah<br />
juga perlu melibatkan dunia usaha,<br />
termasuk PMA, untuk mendukung program<br />
ini dengan menggunakan insentif sebagai<br />
umpan.<br />
Semua pihak harus melakukan sinergi untuk<br />
optimalisasi pemanfaatan keunggulan dan<br />
potensi pasar domestik. Pemberian insentif<br />
fiskal bagi industri dalam negeri, jangan<br />
lagi dilihat hanya sebagai biaya dalam<br />
sisi anggaran pemerintah, tapi harus juga<br />
dipandang sebagai upaya memperkokoh<br />
meningkatkan nilai tambah industri dalam<br />
negeri dan memperluas lapangan kerja. Saat<br />
ini misalnya, banyak diantara UKM yang<br />
memasok industri komponen collaps, akibat<br />
kenaikan berbagai biaya termasuk bahan<br />
baku, ini harus dicarikan solusinya dengan<br />
membuat skim pembiayaan yang memberi<br />
peluang kepada mereka untuk kembali<br />
berusaha.<br />
Perlu upaya yang lebih kuat untuk<br />
mendorong pola kemitraan Industri Besar<br />
dan UKM secara efektif seperti terlihat<br />
dalam keberhasilan usaha mebel di Kab.<br />
Mojokerto Jatim yang mampu mengubah<br />
desa penerima IDT menjadi Desa Makmur<br />
Sejahtera. Contoh kemitraan lainnya<br />
yang telah terbangun baik dan perlu terus<br />
dikembangkan adalah antara industri jamu<br />
dengan UKM penghasil bahan baku jamu,<br />
industri elektronik dan otomotif dengan<br />
UKM Komponen, yang secara langsung<br />
memiliki andil dalam perkuatan struktur<br />
industri.<br />
Program tersebut juga perlu diikuti<br />
pengembangan kewirausahaan, terutama<br />
bagi SDM berkualitas yang kini banyak<br />
menganggur karena terkena pemutusan<br />
hubungan kerja. Ini sangat penting agar<br />
program peningkatan kualitas SDM dan alih<br />
teknologi yang dicanangkan pemerintah<br />
selama ini tidak menjadi sia-sia.<br />
Semua pihak (pemerintah, parlemen,<br />
dunia usaha, LSM dan perguruan tinggi)<br />
harus bisa sama-sama menjaga agar<br />
<strong>Indonesia</strong> tidak lagi kehilangan kesempatan<br />
memanfaatkan momentum yang terbuka<br />
saat ini untuk mengumandangkan era<br />
menuju Kebangkitan Ekonomi Nasional.<br />
Kita semua harus segera bangkit agar<br />
masalah kemiskinan dan pengangguran<br />
yang dalam beberapa dekade terakhir terus<br />
menggelayuti kehidupan jutaan orang pada<br />
bangsa ini bisa segera diatasi.
24<br />
Agustus - September <strong>2008</strong> Info <strong>Kadin</strong><br />
Don’t miss out on networking opportunities at the most comprehensive<br />
exhibition that provides cost-effective innovative alternatives to your<br />
manufacturing challenges!<br />
Interested to see live demo of advanced technology to optimize production,<br />
improve quality, increase profits, and enhance competitiveness while lowering<br />
production cost Interested in business expansions or exports and looking to<br />
form strategic partnerships<br />
For four days from 10:30 AM to 6:30 PM, over 500 companies representing 26<br />
countries/regions will unveil top-notch metalworking and tooling technology. It’s<br />
the ONLY industry focused event in <strong>Indonesia</strong> that’s dedicated to meet your<br />
every need and tailored to your satisfaction!<br />
Contact us NOW !<br />
Telephone : 62-21-65700023<br />
Email : mtt@ecm-intl.com TODAY<br />
Online registration<br />
http://www.mtt-indonesia.com is open until August 1st, <strong>2008</strong>.<br />
Stay Ahead of Your Competitors! Find Out How at MTT<strong>2008</strong> <strong>Indonesia</strong>.