Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Hidup Berwawasan ... - DPPM UII

More documents

Recommendations

Info

$D:\Data Penting\Fenomena Vol 2 - DPPM UII - Universitas Islam ...$

4 2 perempuan). 4. Laki-laki dan perempuan memiliki tugas yang sama dalam sebuah kegiatan. Hasil Penelitian dan Pembahasan Kebijakan dan Perngaturan Pengelolaan Lingkungan Hidup Analisis jender juga diterapkan dalam pengaturan mengenai suatu kegiatan didalam peraturan hukum. Analisis terhadap peraturan hukum ini dilakukan dengan asumsi bahwa terjadinya ketimpangan jender ditengah masyarakat dapat disebabkan oleh adanya peraturan hukum yang substansinya diskriminatif. Telaah atas peraturan hukum ini ditujukan untuk memperoleh gambaran mengenai ada tidaknya aturan yang diskriminatif. Peranserta masyarakat di dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1982 tentang ketnetuanketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup (UULN) disebutkan didalam Pasal 6 ayat (1) yang berbunyi : “setiap orang mempunyai hak dan kewajiban untuk berperanserta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup”. Penjelasannya berbunyi : “Hak dan kewajiban setiap orang sebagai anggota masyarakat untuk berperanserta dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup mencakup baik tetap perencanaan maupun tahap pelaksanaan dan penilaian. Dengan adanya peranserta tersebut anggota masyarakat mempunyai motivasi kuat untuk bersama-sama mengatasi masalah lingkungan hidup dan mengusahakan berhasilnya kegiatan pengelolaan lingkungan hidup”. Kemudian di dalam UUPLH, disebutkan di dalam Pasal 5 ayat (3) dan Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2). Pasal 5 ayat (3) Undang-undang No. 23 Tahun 1997 (UUPLH) berbunyi : “Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Penjelasannya berbunyi : “Peran sebagaiamana dimaksud di dalam Pasal ini meliputi peran dalam proses pengambilan keputusan, baik dengan cara mengajukan keberatan, maupun dengan pendapat atau dengan cara lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Peran tersebut dilakukan antara lain dalam proses penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau perumusan kebijaksanaan lingkungan hidup. Pelaksanaannya didasarkan pada prinsip keterbukaan. Dengan keterbukaan dimungkinkan masyarakat ikut memikirkan dan memberikan pandangan serta pertimbangan dalam pengambilan keputusan di bidang pengelolaan lingkungan hidup”. Kemudian Pasal 7 ayat (1) berbunyi : “Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup”. Ayat (2) berbunyi : “Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1) diatas, dilakukan dengan cara: 1. Meningkatkan kemandirian, kebudayaan masyarakat dan kemitraan. 2. Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat. 3. Menumbuh ketanggapsegaran masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial. 4. Memberikan saran pendapat. 5. Menyampaikan informasi dan atau menyampaikan laporan. Pelaksanaannya berbunyi : Huruf a :“Kemandirian dan keberdayaan masyarakat merupakan masyarakat untuk menumbuhkan kemampuan masyarakat sebagai pelaku dalam pengelolaan lingkungan hidup bersama dengan pemerintah dan pelaku pembangunan lainnya. Huruf b : “Peningkatan kemajuan dan kepeloporan masyarakat akan meningkatkan peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup”. Huruf c berbunyi : “Meningkatkan ketanggap segeraan masyarakat akan semakin menurunkan kemungkinan terjadinya dampak negatif”. Huruf e berbunyi : “Dengan meningkatnya ketanggap segeraan akan meningkatkan Fenomena: Vol. 4 No. 1 Maret 2006 ISSN : 1693-4296
kecepatan pemberian informasi tentang sesuatu masalah lingkungan hidup sehingga dapat segera ditindaklanjuti”. Apabila dicermati ketentuan-ketentuan tentang peranserta baik di dalam UULH maupun UUPLH tidak satupun ayat yang memberi peluang diskriminasi peran. Di dalam ketentuan tersebut hanya disebutkan kata masyarakat. Dengan demikian, secara substausial, ketentuanketentuan tersebut tidak mengindikasikan adanya jender pada laki-laki atau pada perempuan saja. Didalam peraturan daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No. 14 Tahun 1998 tentang pembentukan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah juga tidak ada satupun yang diskriminatif atau mengandung ketimpangan jender. Demikian pula didalam Peraturan Daerah Propinsi D.I.Y. No. 3 Tahun 1997 tentang pengendalian pembuangan limbah cair, tidak terdapat satu pasal pun yang diskriminatif terhadap perempuan. Ketentuan tentang perizinan (Pasal 3 ayat (1)), ketentuan tentang kewajiban pengusaha (Pasal 10 sampai Pasal 15) maupun ketentuan Pidana dan Penyidikan didalam peraturan daerah No. 3 Tahun 1997 ini, secara subtansial tidak mengandung diskriminasi terhadap perempuan atau tidak mengandung bias jender pada laki-laki atau perempuan Hal yang sama juga tergambar didalam surat Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta No. 258/KPTS/1998 tentang PROKASIH, keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta No. 157 A/KPTS/1998 tentang Baku Mutu limbah cair bagi kegiatan Hotel, keputusan Gubernur Jepala Daerah Istimewa Yogyakarta No. 65/KTPS/1999 tentang Baku Mutu limbah cair untuk kegiatan pelayanan kesehatan. Di tingkat Kotamdya Yogyakarta, ketentuan didalam peraturan daerah No. 6 Tahun 1994 tentang RUTRK, terutama didalam Pasal 107 b disebutkan tentang hak setiap orang untuk berperan serta dalam penyusunan, pelaksanaan dan pengendalian RUTRK Yogyakarta sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Di dalam Pasal 108 juga disebutkan kewajiban setiap orang untuk mentaati RUTRK dan ikut serta memelihara kualitas tata ruang kota, baik dari segi redaksi maupun subtansi, ketentuan didalam peraturan daerah ini juga tidak mengindikasikan adanya ketimpangan jender sebab hak dan kewajiban masyarakat dalam RUTRK adalah sama atau berlaku baik untuk laki-laki maupun perempuan. Hal yang sama terdapat pula didalam peraturan Daerah Kotamdya Yogyakarta tentang persampahan dan assainering. Didalam Pasal 7 Peraturan Daerah Kotamadya Yogyakarta No. 6 Tahun 1995 tentang persampahan dikatakan bahwa: “Pengelolaan sampah adalah sangat dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan masyarakat dalam penanganan sampah”. Pasal 8 ayat (1) berbunyi: “Pemeliharaan kebersihan sampah mejadi tanggung jawab bersama antara pemerintah Daerah dan masyarakat”. Pasal 8 ayat (4) berbunyi: “Kegiatan masyarakat didalam melaksanakan usaha tindakan sebagaimana tersebut Pasal 7 Peraturan Daerah dilakukan melalui : a. Pemeliharaan kebersihan sampah di lingkungan masing-masing baik secara pribadi maupun secara gotong royong. b. Penanganan sampah khusus wajib dilakukan sendiri oleh penimbun sampah untuk menghilangkan khususannya sehingga menjadi sampah umum. c. Penyediaan tempat sampah didalam persil secara tertutup dengan jumlah menurut kebutuhan dan diletakkan ditempat yang mudah dicapai oleh armada sampah. Kemudian didalam peraturan Daerah Kotamadya Yogyakarta No. 9 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan assainering. Pasal 2 disebutkan bahwa pemilik izin assainering adalah orang atau badan hukum. Didalam Pasal 7 dikatakan bahwa penyambungan assainering dapat Fenomena: Vol. 4 No. 1 Maret 2006 ISSN : 1693-4296 4 3
Page 1 and 2: 3 9 Evaluasi Pengelolaan Lingkungan
Page 3: Pengambilan di 4 (empat) Kecamatan
Page 7 and 8: Tabel 2 Keterlibatan laki-laki dan
Page 9 and 10: 4 7 Tabel 5 Klasifikasi Kegiatan Be
Page 11 and 12: 3. Peningkatan akses perempuan terh
Page 13 and 14: dan Wirobrajan terutama pengelolaan
Page 15: 5 3 1996 Gerdiner ,Mayling Oey Pere

Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Hidup Berwawasan ... - DPPM UII

Create successful ePaper yourself

Delete template?

Save as template?