Asasi Edisi Januari-Februari 2010 - Elsam
Asasi Edisi Januari-Februari 2010 - Elsam
Asasi Edisi Januari-Februari 2010 - Elsam
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
laporan utama<br />
dilakukan secara tidak tepat dan<br />
gegabah, tindakan ini justru<br />
merupakan pelanggaran hak<br />
asasi manusia. Pertama,<br />
kebijakan ini dapat secara<br />
langsung melanggar hak warga<br />
n e g a r a ( p e n u l i s ) u n t u k<br />
menyatakan pendapat dan<br />
kebebasan untuk berekspresi<br />
yang dijamin dalam Pasal 19 Ayat<br />
1 dan 2 Kovenan Hak Sipil dan<br />
Politik yang telah diratifikasi<br />
melalui UU No 12 Tahun 2005.<br />
Kedua, tindakan pelarangan juga<br />
d a p a t s e c a r a l a n g s u n g<br />
menghalangi hak warga negara<br />
(pembaca) untuk mencari dan<br />
memperoleh informasi, yang<br />
dijamin dalam pasal yang sama.<br />
Lantas kapan tepatnya suatu<br />
tindakan pelarangan dapat<br />
dikatakan sebagai tindakan<br />
p e l a n g g a r a n h a k a s a s i<br />
manusia?<br />
Memang seperti diatur lebih lanjut<br />
dalam Pasal 19 (3) Kovenan<br />
tersebut, penikmatan hak ini<br />
membawa kewajiban dan<br />
tanggung jawab khusus. Oleh<br />
karenanya, pemenuhan hak ini<br />
dimungkinkan tunduk pada<br />
pembatasan tertentu. Namun<br />
pembatasan ini hanya dapat<br />
dilakukan apabila:<br />
(1) Diatur dalam undangundang,<br />
(2) Untuk melindungi hak<br />
atau reputasi orang lain,<br />
(3) Untuk perlindungan<br />
keamanan nasional, atau<br />
ketertiban umum, atau<br />
kesehatan masyarakat<br />
atau moral publik.<br />
Lebih lanjut ditegaskan oleh<br />
Komite Hak Sipil dan Politik PBB<br />
bahwa tindakan pembatasan<br />
tersebut, meskipun dimungkinkan,<br />
tidak boleh membahayakan<br />
hak tersebut (Komentar<br />
Umum Komite Hak Sipil dan<br />
Politik paragraf 4) sehingga<br />
menghilangkan jaminan penikmatan<br />
hak tersebut.<br />
Prasyarat dan prosedur<br />
pembatasan seperti diatur dalam<br />
kovenan tersebut memang<br />
dirumuskan dengan bahasa yang<br />
sangat umum yang memungkinkan<br />
adanya variasi pemahaman<br />
dan inteprestasi, misalnya<br />
terkait dengan batasan dan<br />
cakupan ketertiban umum,<br />
keamanan nasional maupun<br />
kesehatan masyarakat ataupun<br />
moral publik. Upaya untuk<br />
merumuskan suatu panduan<br />
yang lebih rigid atas praktek<br />
pembatasan hak-hak sipil dan<br />
politik melahirkan Prinsip-Prinsip<br />
Siracusa yang secara universal<br />
telah dipergunakan oleh badanbadan<br />
PBB dan organisasi<br />
internasional lainnya untuk<br />
menilai tindakan pembatasan hak<br />
oleh negara. Prinsip ini lahir dari<br />
suatu konferensi internasional di<br />
Siracusa Italia di tahun 1984 yang<br />
diprakarsai sejumlah NGOs dan<br />
didukung oleh akademisi serta<br />
praktisi hak asasi dari seluruh<br />
dunia. Serangkaian prinsip ini<br />
kemudian diadopsi badan dunia<br />
PBB di tahun yang sama.<br />
B e r d a s a r k a n p r i n s i p<br />
Siracusa, prasyarat 'diatur dalam<br />
undang-undang' mensyaratkan<br />
lima hal:<br />
1. Pembatasan hanya dapat dilakukan<br />
melalui suatu undangundang<br />
yang secara umum<br />
berlaku yang substansinya<br />
konsisten dengan Kovenan.<br />
Dengan demikian, keberadaan<br />
suatu undang-undang sebagai<br />
suatu alas pembenar pelarangan<br />
tidak secara otomatis bisa<br />
menjadi justifikasi keabsahan<br />
tindakan pelarangan tersebut.<br />
Apabila substansi dari undangundang<br />
tersebut tidak sesuai<br />
a t a u k o n s i s t e n d e n g a n<br />
Kovenan, tindakan pelarangan<br />
justru dapat menjadi suatu<br />
bentuk pelanggaran hak asasi,<br />
2. Selain itu, hukum yang<br />
dipergunakan untuk mendasari<br />
pembatasan haruslah tidak<br />
bersifat semena-mena dan<br />
masuk akal,<br />
3. Aturan hukum yang membatasi<br />
penikmatan hak asasi tersebut<br />
haruslah dirumuskan secara<br />
jelas dan dapat diakses oleh<br />
setiap orang,<br />
4. Perlindungan yang memadai<br />
dan pemulihan yang efektif<br />
harus disediakan oleh hukum<br />
atas penerapan kebijakan<br />
pembatasan yang melawan<br />
hukum dan kejam,<br />
5. Negara memiliki beban untuk<br />
menunjukkan bahwa pembatasan<br />
tersebut tidak merusak fungsi<br />
demokratis masyarakat.<br />
Perumusan prasyarat ini<br />
ditegaskan lebih lanjut melalui<br />
prinsip Johannesburg yang secara<br />
khusus menguraikan prinsipprinsip<br />
utama pembatasan<br />
penikmatan atas kebebasan<br />
berekspresi dan mengeluarkan<br />
pendapat. Berdasarkan prinsip ini,<br />
prasyarat kejelasan substansi<br />
undang-undang yang dipergunakan<br />
untuk melakukan pembatasan<br />
diuraikan dengan lebih mendetail<br />
dengan mensyaratkan keterjangkauan,<br />
batasan dan ketepatan<br />
rumusan sehingga memungkinkan<br />
seseorang menilai sah<br />
tidaknya tindakan pelarangan<br />
yang diterapkan.<br />
Dengan mempertimbangkan<br />
kelima elemen tersebut sebagai<br />
indikator, tampaknya sulit<br />
m e m b e r i k a n p e m b e n a r a n<br />
terhadap praktek pelarangan yang<br />
d i d a s a r k a n p a d a U U N o<br />
4/PNPS/1964. Sebaliknya justru<br />
terlihat absennya beberapa<br />
prasyarat penting, seperti absennya<br />
mekanisme perlindungan dan<br />
pemulihan yang efektif bagi<br />
korban pelarangan. Dengan<br />
demikian, lebih mudah mengidentifikasi<br />
tindakan tersebut sebagai<br />
bentuk pelanggaran daripada<br />
menemukan argumentasi yang<br />
kuat untuk menunjukkan kesesuaiannya<br />
dengan prinsip dan<br />
standar hak asasi manusia<br />
Selain itu, pelarangan buku<br />
paling sering dikaitkan dengan<br />
alasan melindungi ketertiban<br />
umum. Meskipun ketertiban<br />
umum merupakan alasan yang<br />
dapat dibenarkan dalam melakukan<br />
pembatasan, cakupan<br />
pengertian ketertiban umum perlu<br />
diperiksa apakah sesuai dengan<br />
standar hak asasi yang telah<br />
diakui secara universal. Artinya<br />
negara tidak dapat secara<br />
ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA<br />
06 EDISI JANUARI-FEBRUARI TAHUN <strong>2010</strong>