12.07.2015 Views

Panel Petani Nasional (PATANAS) - Pusat Sosial Ekonomi dan ...

Panel Petani Nasional (PATANAS) - Pusat Sosial Ekonomi dan ...

Panel Petani Nasional (PATANAS) - Pusat Sosial Ekonomi dan ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

5. Konsumsi pangan rumah tangga yang meliputi: kecukupan konsumsi panganrumah tangga, struktur konsumsi bahan pangan pokok, keragaman sumber gizirumah tangga.6. Nilai tukar petani yang meliputi: nilai tukar komoditas yang dihasilkan petani, nilaitukar petani terhadap produk konsumsi pangan.7. Teknologi pertanian yang meliputi: penerapan teknis budidaya tanaman <strong>dan</strong>penanganan pasca panen, analisis finansial budidaya tanaman.8. Kelembagaan agribisnis yang meliputi: kelembagaan penguasaan lahan,transaksi lahan, transasksi upah tenaga kerja, transaksi sarana produksipertanian, transaksi modal usahatani, pemasaran hasil pertanian, organisasipetani, <strong>dan</strong> pengelolaan kolektif infrastruktur pertanian.9. Dinamika wilayah pedesaan yang meliputi: struktur ekonomi pedesaan,ketersediaan infrastruktur, peralatan <strong>dan</strong> industri pertanian, aksesibilitasterhadap pasar, perubahan tata guna lahan <strong>dan</strong> dinamika agroindustri.II. METODE PENELITIAN2.1. Kerangka PemikiranPembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses yang direncanakanuntuk mencapai tujuan <strong>dan</strong> sasaran tertentu. Di sektor pertanian tujuan pembangunanadalah: (1) Meningkatkan kapasitas produksi pertanian, (2) Meningkatkan ca<strong>dan</strong>gandevisa, (3) Meningkatkan kesempatan kerja, <strong>dan</strong> (4) Meningkatkan ketahanan pangan.Se<strong>dan</strong>gkan sasaran yang ingin dicapai melalui pembangunan pertanian adalahmeningkatkan kesejahteraan petani <strong>dan</strong> masyarakat desa lainnya yang tercerminkandari meningkatnya pendapatan petani, meningkatnya produktivitas tenaga kerjapertanian, berkurangnya jumlah penduduk miskin, berkurangnya jumlah penduduk yangkekurangan pangan <strong>dan</strong> turunnya ketimpangan pendapatan di daerah pedesaan.Dalam rangka mencapai tujuan <strong>dan</strong> sasaran diatas, berbagai program <strong>dan</strong>kebijakan telah ditempuh pemerintah sehingga menimbulkan perubahan sosial ekonomidi daerah pedesaan. Secara tidak langsung dinamika sosial ekonomi di daerahpedesaan juga dapat dirangsang oleh kebijakan <strong>dan</strong> program pembangunan di sektorlain. Dinamika pedesaan yang dimaksud dapat terjadi dalam konteks: (1) wilayahpedesaan sebagai basis kegiatan ekonomi, (2) rumah tangga pedesaan yang4


melakukan aktivitas ekonomi di wilayah pedesaan, <strong>dan</strong> (3) usahatani pada lahangarapan petani. Perubahan dalam konteks wilayah pedesaan misalnya dapat meliputiperubahan ketersediaan lahan pertanian, ketersediaan sarana transportasi pedesaan<strong>dan</strong> kelembagaan agribisnis pedesaan. Perubahan dalam konteks rumahtanggamisalnya meliputi perubahan tingkat pendapatan rumahtangga, tingkat kecukupanpangan rumahtangga, tingkat kemiskinan, alokasi tenaga kerja rumahtangga, dst.Se<strong>dan</strong>gkan perubahan dalam konteks usahatani dapat meliputi perubahan produktivitasusahatani, pola tanam, penggunaan input usahatani, dst.Dinamika pedesaan dalam ketiga konteks diatas dapat saling terkait satu samalain. Sebagai contoh, pembangunan infrastruktur transportasi <strong>dan</strong> ekonomi dapatmerangsang migrasi tenaga kerja pedesaan akibat meningkatnya aksesibilitasmasyarakat desa terhadap pasar tenaga kerja di luar desa. Peningkatan produktivitas<strong>dan</strong> efisiensi usahatani juga dapat mempengaruhi pendapatan rumah tangga melaluipengaruhnya terhadap peningkatan pendapatan yang bersumber dari kegiatanusahatani. Sebaliknya peningkatan pendapatan rumah tangga juga dapat meningkatkanproduktivitas usahatani akibat meningkatnya kemampuan modal petani untukmenerapkan teknologi usahatani yang lebih unggul, yang biasanya membutuhkantambahan biaya usahatani.Daerah pedesaan umumnya memiliki tipe agroekosistem yang berbeda.Perbedaan tipe agroekosistem di daerah pedesaan dapat disebabkan oleh perbedaanletak geografis yang mempengaruhi tipe iklim. Variasi tipe agroekosistem di daerahpedesaan juga dapat dipengaruhi oleh kebijakan pembangunan pada masa lalu.Sebagai gambaran, kebijakan pembangunan lahan sawah yang pada masa lalu lebihdifokuskan di Pulau Jawa menyebabkan agroekosistem lahan sawah lebih banyakdijumpai di Pulau Jawa dibanding pulau-pulau lainnya.Variasi tipe agroekosistem akan mempengaruhi jenis komoditas pertanian yangdapat dikembangkan oleh petani. Mengingat sebagian besar pendapatan petanibersumber dari kegiatan usahatani maka pendapatan rumahtangga pedesaan jugadapat bervariasi menurut tipe agroekosistem. Sementara itu karena daya beli pangan<strong>dan</strong> non pangan rumahtangga tangga antara lain dipengaruhi oleh pendapatanrumahtangga maka kecukupan pangan rumahtangga <strong>dan</strong> insiden kemiskinan akanbervariasi pula menurut tipe agroekosistem.Dalam rangka mengevaluasi hasil-hasil pembangunan <strong>dan</strong> mempertajamkebijakan pembangunan maka diperlukan kegiatan monitoring yang memantau berbagai5


parameter akan lebih baik karena keterkaitan antar aspek dapat dianalisis <strong>dan</strong> jumlahcontoh rumahtangga untuk tipe desa tertentu lebih banyak, (4) variasi geografis untuktipe desa tertentu dapat lebih tertangkap karena jumlah desa contoh untuk tipe desatertentu dapat lebih banyak <strong>dan</strong> tersebar menurut lokasi geografis, (5) replikasi desacontoh untuk tipe desa tertentu dapat dilakukan karena jumlah desa contoh lebihbanyak, <strong>dan</strong> (6) dalam analisis perubahan antar waktu dapat ditangkap cakupan aspekyang relatif luas. Se<strong>dan</strong>gkan kelemahan yang melekat pada pilihan tersebut adalah: (1)pada setiap kegiatan survey rumahtangga variasi aspek yang dianalisis menurut tipedesa tidak tertangkap, <strong>dan</strong> (2) kesimpulan yang diperoleh tidak dapat digeneralisasiuntuk seluruh daerah pedesaan karena hanya mencakup tipe desa tertentu.Pada pilihan kedua juga terdapat keunggulan <strong>dan</strong> kelemahan yang padadasarnya merupakan kebalikan dari pilihan pertama. Keunggulan yang terdapat padapilihan kedua adalah pada setiap kegiatan survey rumahtangga dapat ditangkap variasiaspek yang dianalisis menurut tipe desa <strong>dan</strong> dapat dilakukan generalisasi hasilpenelitian karena data yang dikumpulkan diperoleh dari berbagai tipe desa. Namunkelemahan dari pilihan ini adalah akurasi data yang kurang baik karena tidak dapatdilakukan uji konsistensi data, jumlah contoh rumahtangga untuk setiap tipe desa relatifsedikit, <strong>dan</strong> variasi geografis menurut tipe desa kurang tertangkap.Tabel 1. Keunggulan <strong>dan</strong> Kelemahan Menurut Alternatif Pelaksanaan Survey RumahtanggaALTERNATIF (A) ALTERNATIF (B)VARIABELSeluruh aspekpada tipe desa tertentuSeluruh tipe desauntuk aspek tertentu1. Kelengkapan aspek yang dianalisis Baik Kurang2. Akurasi data <strong>dan</strong> uji konsistensi data Baik Kurang3. Kelengkapan data untuk modelingBaikKurang<strong>dan</strong> estimasi parameter4. Variasi geografis Baik Kurang5. Replikasi desa contoh Baik Kurang6. Cakupan aspek dalam analisisBaikKurangperubahan antar waktu7. Variasi antar tipe desa Kurang Baik8. Generalisasi hasil penelitian Kurang BaikDalam penelitian ini pentahapan kegiatan survey rumahtangga akandilaksanakan menurut tipe desa tetapi mencakup seluruh aspek yang dianalisis. Hal inimengingat dengan pentahapan tersebut maka akurasi data yang diperoleh akan lebih7


aik. Secara keseluruhan kegiatan survey rumahtangga yang akan dilakukan menuruttahun penelitian adalah sebagai berikut :Tahun 2007 : tipe desa sawah irigasi berbasis padi.Tahun 2008 : tipe desa lahan kering berbasis komoditas sayuran <strong>dan</strong> palawija.Tahun 2009 : tipe desa lahan kering berbasis komoditas perkebunan.Tahun 2010 : resurvey tipe desa sawah irigasi berbasis padi.2.3. Lokasi PenelitianHasil analisis tipologi desa menunjukkan bahwa secara nasional terdapat 5 tipedesa yang memiliki jumlah desa terbanyak yaitu : (1) desa sawah irigasi berbasis padi,(2) desa sawah non irigasi berbasis padi, (3) desa lahan kering berbasis palawija, (4)desa lahan kering berbasis sayuran, <strong>dan</strong> (5) desa lahan kering berbasis komoditasperkebunan. Pada tahun 2007 survey rumah tangga telah dilakukan pada tipe desasawah irigasi berbasis padi dengan jumlah desa contoh sebanyak 14 desa yangtersebar di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, <strong>dan</strong>Sumatera Utara. Pada tahun 2008 survey rumah tangga tersebut akan dilakukan untuktipe desa lahan kering berbasis palawija <strong>dan</strong> sayuran yang secara keseluruhan memilikipangsa sebesar 19.7% dari total desa secara nasional.Pada tahun 2006 telah dilakukan identifikasi desa lahan kering berbasiskomoditas sayuran <strong>dan</strong> palawija yang dapat dipilih sebagai desa contoh. Pemilihan desacontoh tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa kriteria yaitu :a. Desa contoh dipilih di propinsi yang memiliki populasi terbanyak untuk tipe desayang dianalisis (desa lahan kering berbasis palawija <strong>dan</strong> sayuran) <strong>dan</strong> memiliki luaskomoditas (palawija/sayuran) tertinggi.b. Luas sumberdaya lahan basis <strong>dan</strong> luas komoditas basis di desa contoh lebih besardibanding rata-rata per desa di tingkat propinsi <strong>dan</strong> tingkat nasional. Kriteria inidigunakan agar desa contoh yang dipilih merupakan daerah sentra sumberdayalahan <strong>dan</strong> komoditas basis yang dianalisis.c. Desa contoh yang dipilih tidak merupakan kelurahan atau merupakan desa ibukotakecamatan, <strong>dan</strong> berlokasi cukup jauh dari ibukota kecamatan. Kriteria ini digunakanagar desa contoh yang dipilih benar-benar menggambarkan situasi desa secaraumum. Dalam penelitian ini desa yang berlokasi sedikitnya 5 km dari kotakecamatan dianggap dapat mewakili situasi desa secara umum.8


d. Desa contoh yang dipilih tidak termasuk kedalam wilayah rencana pengembangandaerah kota atau pengembangan infrastruktur publik lainnya (kawasan industri,lapangan terbang, <strong>dan</strong> seterusnya). Kriteria ini digunakan agar desa contoh yangdipilih tidak cepat mengalami perubahan yang disebabkan oleh kegiatanpembangunan di sektor lain.e. Desa contoh berbasis lahan kering yang dipilih tidak termasuk kedalam wilayahrencana pembangunan jaringan irigasi <strong>dan</strong> lahan sawah. Kriteria ini digunakan agartipe lahan di desa contoh tidak cepat mengalami perubahan karena perubahankualitas lahan dapat merangsang perubahan jenis komoditas yang diusahakanpetani.f. Untuk provinsi di Jawa, dalam satu kecamatan tertentu dapat dipilih paling banyak 3desa contoh dengan tipe lahan <strong>dan</strong> basis komoditas yang sama se<strong>dan</strong>gkan untukprovinsi di luar Jawa dapat dipilih paling banyak 2 desa contoh. Kriteria ini digunakanagar dapat ditangkap variasi tipe agroklimat untuk setiap desa contoh yang dipilih.g. Jika akan dipilih lebih dari satu desa contoh untuk tipe lahan <strong>dan</strong> basis komoditasyang sama di suatu kecamatan tertentu maka desa-desa contoh yang dipilih tidaksaling berdampingan. Kriteria ini digunakan agar desa-desa contoh yang dipilihcukup tersebar meskipun masih berada dalam kecamatan yang sama.h. Dalam setiap kabupaten tertentu tidak dipilih hanya satu desa contoh. Kriteria inidigunakan agar lokasi desa-desa contoh tidak terlalu saling berjauhan satu samalain yang dapat mempengaruhi efisiensi dalam pengumpulan data lapangan.i. Desa ”<strong>PATANAS</strong> lama” dengan tipe lahan <strong>dan</strong> basis komoditas tertentu mendapatprioritas untuk dipilih kembali jika memenuhi kriteria sampling yang digunakan.Berdasarkan seluruh kriteria tersebut maka untuk tipe desa lahan kering berbasiskomoditas sayuran <strong>dan</strong> palawija terdapat 49 desa alternatif yang dapat dipilih sebagaidesa contoh <strong>dan</strong> terdapat di 7 propinsi yaitu: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara <strong>dan</strong> Nusa Tenggara Timur (Tabel 2).Dalam penelitian ini desa contoh akan dipilih dari populasi desa tersebut se<strong>dan</strong>gkanbanyaknya desa contoh akan ditentukan kemudian, tergantung pada <strong>dan</strong>a penelitianyang tersedia.9


Tabel 2.Sebaran Calon Desa Contoh <strong>PATANAS</strong> Untuk Tipe Desa Lahan KeringBerbasis Komoditas Sayuran <strong>dan</strong> Palawija Menurut Propinsi.Sumut Lampung Jabar Jateng jatim NTT Sulsel totalPalawija 3 3 5 9 8 3 4 35Jagung 2 1 - 3 4 1 2 13Kedele - - 1 2 3 - - 6Kc.Tanah - - 2 2 1 - 2 7Ubikayu 1 2 2 2 - 2 - 9Sayuran 1 - 4 4 4 - 1 14-D.Tinggi 1 - 4 2 2 - 1 10-D.Rendah - - - 2 2 - - 4Total 4 3 9 13 12 3 5 492.4. Sampling Rumahtangga ContohPengumpulan data rumahtangga dilakukan melalui survey rumahtangga yangmelibatkan 25 rumahtangga contoh untuk setiap tipe desa. Pemilihan rumahtanggacontoh dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut :(1) Identifikasi blok-blok Sensus Pertanian 2003 di setiap desa contoh yang telahdipilih beserta jumlah rumahtangga di setiap blok.(2) Pilih 2-3 blok Sensus Pertanian 2003 yang merupakan daerah sentra sumberdayalahan <strong>dan</strong> sentra komoditas yang dianalis, yang memiliki jumlah rumahtanggaterbanyak.(3) Buat daftar rumah tangga di blok Sensus Pertanian 2003 yang dipilih beserta :alamat, luas pemilikan <strong>dan</strong> penguasaan lahan menurut jenis lahan, kegiatananggota rumahtangga <strong>dan</strong> penguasaan asset produktif.(4) Berdasarkan daftar rumahtangga yang diperoleh dari butir (3) dipilih secara acak25 rumah tangga contoh.2.5. Metoda AnalisisSecara total terdapat 8 topik sosial <strong>dan</strong> ekonomi yang dianalisis untukmenggambarkan profil rumah tangga contoh di setiap desa yaitu : (1) penguasaansumberdaya lahan, (2) tenaga kerja, (3) pendapatan rumahtangga, (4) kemiskinan, (5)konsumsi rumahtangga, (6) nilai tukar petani, (7) penerapan teknologi pertanian, <strong>dan</strong> (8)kelembagaan agribisnis. Uraian berikut menjelaskan secara ringkas aspek-aspek yangakan dianalisis pada setiap topik tersebut beserta konsepsi pengukuran variabel <strong>dan</strong>metoda analisis yang digunakan.10


2.5.1. Penguasaan Sumberdaya LahanAnalisis penguasaan sumberdaya lahan meliputi tiga aspek yang dikaji, yaitu:struktur penguasaan lahan, distribusi penguasaan lahan rumahtangga <strong>dan</strong> polapemanfaatan lahan. Analisis struktur penguasaan lahan rumahtangga dilakukan denganmenghitung luas lahan garapan rumahtangga menurut jenis lahan (lahan sawah,tegalan, kebun) <strong>dan</strong> status penguasaan lahan (milik, sewa, sakap, gadai). Analisisdistribusi penguasaan lahan rumahtangga dilakukan dengan menghitung Indeks Ginipenguasaan <strong>dan</strong> pemilikan lahan menurut jenis lahan, se<strong>dan</strong>gkan analisis polapemanfaatan lahan dilakukan dengan menghitung pemanfaatan lahan <strong>dan</strong> perubahanluas lahan pertanian ke penggunaan non pertanian selama 3 tahun yang lalu.2.5.2. Tenaga Kerja PedesaanAnalisis tenaga kerja ditujukan untuk memahami sejauh mana kegiatanpembangunan pedesaan dapat menyediakan kesempatan kerja bagi rumahtanggapedesaan. Analisis ini meliputi empat aspek yang dikaji, yaitu: (1) Curahan kerja <strong>dan</strong>alokasi tenaga kerja rumahtangga, (2) Produktivitas tenaga kerja rumahtangga, (3)Tingkat pengangguran rumahtangga, <strong>dan</strong> (4) Tingkat migrasi tenaga kerja di pedesaan.Curahan kerja rumahtangga diukur dari total jam kerja rumahtangga yang digunakanuntuk berbagai jenis kegiatan ekonomi. Produktivitas tenaga kerja rumahtangga diukurdari pendapatan kotor yang dihasilkan dari setiap jenis kegiatan yang dilakukan. Tingkatpengangguran rumahtangga diukur dari banyaknya anggota rumahtangga yangmenganggur atau tidak memiliki pekerjaan. Se<strong>dan</strong>gkan tingkat migrasi tenaga kerjadiukur dari banyaknya jumlah penduduk desa yang melakukan migrasi, baik migrasikomutasi, sirkulasi maupun menetap, baik migrasi antar wilayah di dalam negerimaupun ke luar negeri.Konsep <strong>dan</strong> definisi yang digunakan dalam pengumpulan data ketenagakerjaanmengacu pada Ba<strong>dan</strong> <strong>Pusat</strong> Statistik. Konsep ini membagi penduduk menjadi duakelompok, yaitu penduduk usia kerja <strong>dan</strong> penduduk bukan usia kerja. Selanjutnya,penduduk usia kerja dibedakan pula menjadi dua kelompok berdasarkan kegiatan utamayang se<strong>dan</strong>g dilakukannya. Kelompok tersebut adalah Angkatan Kerja <strong>dan</strong> BukanAngkatan Kerja.Definisi yang berkaitan dengan penerapan konsep tersebut dapat dijelaskansebagai berikut:11


a. Penduduk usia kerja adalah penduduk berumur 15 tahun <strong>dan</strong> lebih.b. Penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15tahun <strong>dan</strong> lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidakbekerja <strong>dan</strong> pengangguran.c. Penduduk yang termasuk bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja(15 tahun <strong>dan</strong> lebih) yang masih sekolah, mengurus rumahtangga ataumelaksanakan kegiatan lainnya.d. Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang denganmaksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan,paling sedikit 1 jam (tidak putus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebuttermasuk pula kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatukegiatan ekonomi.e. Punya pekerjaan tetapi se<strong>dan</strong>g tidak bekerja adalah keadaan dari seseorangyang mempunyai pekerjaan tetapi selama seminggu yang lalu tidak bekerjakarena berbagai sebab, seperti: sakit, cuti, menunggu panenan, mogok <strong>dan</strong>sebagainya, termasuk mereka yang sudah diterima bekerja tetapi selamaseminggu yang lalu belum mulai bekerja.f. Penganggur terbuka, terdiri dari: (a) mereka yang mencari pekerjaan, (b)mereka yang mempersiapkan usaha, (c) mereka yang tidak mencari pekerjaankarena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, <strong>dan</strong> (d) mereka yangsudah punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja.g. Setengah Penganggur adalah mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal(kurang dari 35 jam seminggu). Setengah Penganggur terdiri dari (a) SetengahPenganggur Terpaksa adalah mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal(kurang dari 35 jam seminggu), <strong>dan</strong> masih mencari pekerjaan atau masihbersedia menerima pekerjaan, <strong>dan</strong> (b) Setengah Penganggur Sukarela adalahmereka yang bekerja di bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu),tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain(sebagian pihak menyebutkan sebagai pekerja paruh waktu/part time worker)(BPS,2004).2.5.3. Pendapatan RumahtanggaAnalisis pendapatan rumahtangga ditujukan untuk memahami besarnya tingkatpendapatan rumahtangga, distribusi pendapatan rumahtangga <strong>dan</strong> struktur pendapatan12


umahtangga. Peningkatan pendapatan rumahtangga antar waktu dapat digunakansebagai indikator meningkatnya daya beli rumahtangga untuk memenuhi kebutuhannya.Distribusi pendapatan rumahtangga yang diukur dengan Indeks Gini dapat digunakansebagai indikator ketimpangan pendapatan rumahtangga sebagai akibatketidakmerataan aksesibilitas rumahtangga terhadap sumberdaya ekonomi. Se<strong>dan</strong>gkanstruktur pendapatan rumahtangga dapat digunakan untuk melihat seberapa besarlapangan kerja <strong>dan</strong> usaha pertanian mampu berkontribusi terhadap pendapatanrumahtangga.Tingkat pendapatan rumahtangga dalam penelitian ini dibagi atas dua kelompokbesar, yaitu: (a) Pendapatan rumahtangga yang berbasis lahan pertanian, <strong>dan</strong> (b)Pendapatan rumahtangga yang tidak berbasis lahan pertanian. Pengelompokkan inidigunakan untuk memahami sejauh mana tekanan terhadap lahan pertanian sebagaisumber pendapatan rumahtangga pedesaan.Pendapatan berbasis lahan dapat dirinci atas: (1) Nilai produksi berbagaikomoditas pertanian yang dihasilkan petani, <strong>dan</strong> (2) Pendapatan yang diperoleh darikegiatan berburuh tani. Se<strong>dan</strong>gkan pendapatan yang tidak berbasis lahan dapat dirinciatas: (1) Pendapatan tetap sebagai pegawai, (2) Pendapatan dari kegiatan berburuhnon pertanian, (3) Pendapatan dari usaha industri rumahtangga, (4) Pendapatan dariusaha perdagangan, (5) Pendapatan dari transfer/kiriman uang, <strong>dan</strong> (6) Pendapatandari mencari di alam bebas (menggali pasir, mencari kayu, <strong>dan</strong> sebagainya) .2.5.4. Kemiskinan RumahtanggaAnalisis kemiskinan rumahtangga meliputi insiden kemiskinan, karakteristikrumahtangga miskin, penyebab kemiskinan, <strong>dan</strong> survival strategy untuk mengurangimasalah kemiskinan. Dalam penelitian ini perkiraan jumlah penduduk miskin mengacupada konsep <strong>dan</strong> metode pengukuran yang dilakukan oleh BPS agar dapatdiperbandingkan antara masalah kemiskinan pada agregat provinsi <strong>dan</strong> kabupaten(yang dihasilkan BPS) dengan masalah kemiskinan di tingkat desa contoh, secarakonsisten.Metode penghitungan penduduk miskin yang dilakukan BPS hingga saat iniadalah berdasarkan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs). Dengan pendekatanini, kemiskinan didefinisikan sebagai “ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhandasar”. Dengan kata lain, kemiskinan dipan<strong>dan</strong>g sebagai ketidakmampuan secara13


ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan <strong>dan</strong> non makanan yang bersifatmendasar.Garis kemiskinan (GK) dihitung berdasarkan rata-rata pengeluaran makanan <strong>dan</strong>non makanan per kapita pada kelompok referensi yang telah ditetapkan sebelumnya.Kelompok referensi tersebut didefinisikan sebagai penduduk kelas marjinal, yaitumereka yang tingkat kehidupannya berada diatas perkiraan awal GK. Se<strong>dan</strong>gkanperkiraan awal GK tersebut dihitung berdasarkan tingkat pengeluaran pada kelompokreferensi. Dalam pendekatan ini GK dibagi kedalam dua bagian, yaitu Garis KemiskinanMakanan (GKM) <strong>dan</strong> Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). GKM dihitung daribesarnya pengeluaran yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan minimum energi(kalori) per kapita/hari. Se<strong>dan</strong>gkan GKNM dihitung dari besarnya pengeluaran yangdibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar non makanan, seperti kebutuhanperumahan, san<strong>dan</strong>g, kesehatan, pendidikan, transportasi, <strong>dan</strong> lain-lain.Sementara itu, karena keterbatasan data konsumsi, perkiraan garis kemiskinanper kabupaten <strong>dan</strong> per provinsi dilakukan dengan pendekatan yang berbeda. Metodeyang digunakan dalam perkiraan GK per kabupaten <strong>dan</strong> provinsi didasarkan padaHukum Engel yang menyatakan bahwa semakin miskin suatu rumahtangga, semakintinggi proporsi pengeluaran makanan rumahtangga tersebut. Mengacu pada hukumtersebut, maka GK per kabupaten dihitung berdasarkan proporsi pengeluaran makananpenduduk miskin. Namun, jika proporsi pengeluaran makanan suatu rumahtangga lebihbesar dari proporsi pengeluaran rumahtangga miskin tetapi pengeluaran per kapitanyalebih besar dari interval garis kemiskinan agregat nasional maka dikategorikan tidakmiskin.Dalam penelitian ini perkiraan garis kemiskinan di setiap desa contoh dilakukandengan pendekatan yang sama seperti yang dilakukan BPS. Penetapan gariskemiskinan di setiap desa contoh dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:1. Mengidentifikasi kelompok rumahtangga referensi, yaitu rumahtangga contohyang tidak mampu mencukupi kebutuhan energinya. Kelompok rumahtanggatersebut adalah mereka yang memiliki konsumsi energi lebih rendah darikebutuhan konsumsi energi menurut norma gizi.2. Menghitung total pengeluaran (makanan <strong>dan</strong> non makanan) <strong>dan</strong> proporsipengeluaran makanan rumahtangga yang tidak mampu memenuhi kebutuhanenerginya.14


3. Dengan asumsi bahwa rumahtangga yang tidak mampu memenuhi kebutuhanmakanannya mencerminkan rumahtangga miskin, maka nilai pengeluaran yangdiperoleh dari butir (2) dapat digunakan sebagai batas kemiskinan.4. Dengan asumsi bahwa semakin miskin rumahtangga semakin besar proporsipengeluaran makanan pada rumahtangga tersebut (Hukum Engel), makaproporsi pengeluaran yang diperoleh dari butir (2) juga dapat digunakan sebagaibatas kemiskinan.5. Garis kemiskinan (GK) di setiap desa contoh diukur dari pangsa pengeluaranmakanan <strong>dan</strong> total pengeluaran rumahtangga referensi. Rumahtangga contohyang memiliki pangsa pengeluaran makanan lebih besar <strong>dan</strong> memiliki totalpengeluaran lebih rendah dikategorikan sebagai rumahtangga miskin.6. Berdasarkan butir (5) dapat diidentifikasi <strong>dan</strong> dihitung jumlah rumahtanggamiskin di setiap desa contoh.2.5.5. Konsumsi Pangan RumahtanggaAnalisis konsumsi pangan rumahtangga meliputi kecukupan konsumsi panganrumahtangga, struktur konsumsi bahan pangan pokok, <strong>dan</strong> keragaman sumber gizirumahtangga. Analisis ini ditujukan untuk memahami sejauh mana rumahtanggapedesaan maupun memenuhi kebutuhan energinya sesuai dengan norma gizi. Dalamanalisis tersebut tingkat kecukupan konsumsi kalori rumahtangga akan digunakansebagai indikator. Tingkat kecukupan konsumsi kalori rumahtangga diukur dari rasioantara konsumsi kalori per kapita per hari setiap rumahtangga yang bersangkutan.Kebutuhan konsumsi kalori rumahtangga dihitung berdasarkan tingkat kebutuhanmenurut kelompok umur <strong>dan</strong> jenis kelamin. Se<strong>dan</strong>gkan konsumsi kalori rumahtanggadihitung berdasarkan nilai kalori produk pangan yang dikonsumsi. Formula yangdigunakan dalam menghitung tingkat kecukupan konsumsi rumahtangga adalah sebagaiberikut:a. Konsumsi kalori rumahtangga per kapita per hari:n∑KR = Ki.Qiib. Kebutuhan konsumsi kalori rumahtangga per kapita per hari:∑KBR = Ajs.Njs15


c. Tingkat kecukupan konsumsi kalori rumahtanggaTKKR= KBR× 100Keterangan:i…. n = produk pangan yang dikonsumsi rumahtanggaKi = nilai kalori produk pangan iQi = kuantitas konsumsi produk pangan iAjs = anggota rumahtangga dengan jenis kelamin j <strong>dan</strong> kelompok umur sNjs = kebutuhan konsumsi kalori jenis kelamin j <strong>dan</strong> kelompok umur s2.5.6. Nilai Tukar <strong>Petani</strong>Dalam rangka mengevaluasi keberhasilan pembangunan perlu dipahami sejauhmana peningkatan kesejahteraan penduduk pedesaan khususnya. Salah satu indikatoryang dapat digunakan untuk mengukur kesejahteraan petani adalah Nilai Tukar <strong>Petani</strong>(NTP). Indikator tersebut dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakatpedesaan mengingat sebagian besar pendapatan rumahtangga pedesaan berasal darikegiatan usaha pertanian.Secara konseptual NTP merupakan indikator pengukur kemampuan tukar produkpertanian yang dihasilkan petani dengan produk yang dibeli petani untuk konsumsirumahtangga maupun kebutuhan untuk menghasilkan produk pertanian. Dalampenelitian ini NTP dibagi atas dua kategori, yaitu: (1) Nilai Tukar <strong>Petani</strong> (NTP) yangmencerminkan daya tukar seluruh komoditas pertanian yang dihasilkan petani denganseluruh produk yang dibeli petani untuk keperluan konsumsi rumahtangga <strong>dan</strong>menghasilkan produk pertanian, <strong>dan</strong> (2) Nilai Tukar <strong>Petani</strong> terhadap Konsumsi Panganatau NTPkon, yang mencerminkan daya tukar seluruh komoditas pertanian yangdihasilkan petani dengan produk konsumsi pangan yang dibutuhkan petani.Formula yang digunakan untuk mengukur kedua nilai tukar diatas adalah:(1) Nilai Tukar <strong>Petani</strong> (NTP) :NTP = HT HB = ∑ aiPTi ∑ bxPBxDimana: HT = harga yang diterima petaniHB = harga yang dibayar petaniPTi = harga komoditas i yang diproduksi petaniPBx = harga produk yang dibeli petani16


ai = pembobot komoditas ibx = pembobot produk x(2) Nilai Tukar <strong>Petani</strong> terhadap produk konsumsi pangan (NTPkon):NTPkon=HTHBkon=∑aiPTi∑cjPBcDimana: HBkon = harga produk pangan yang dibayar petaniPBc = harga produk pangan c yang dibeli petanicj = pembobot produk pangan j2.5.7. Penerapan Teknologi PertanianDengan luas penguasaan lahan yang umumnya sempit, penerapan teknologipertanian merupakan upaya penting untuk meningkatkan pendapatan rumahtangga taniyang berasal dari budidaya tanaman. Secara umum teknologi pertanian dapatdibedakan atas dua kategori, yaitu: (1) teknologi produksi atau teknologi budidayatanaman, <strong>dan</strong> (2) teknologi pasca panen yang meliputi kegiatan pasca panen <strong>dan</strong>pengolahan hasil pertanian. Berdasarkan hal tersebut maka aspek teknologi yang dikajidalam penelitian ini meliputi : teknologi budidaya tanaman <strong>dan</strong> teknologi pasca panen.Analisis penerapan teknologi pertanian dalam penelitian ini diarahkan untukmemahami dua hal, yaitu: (1) Variasi teknologi budidaya <strong>dan</strong> teknologi pasca panenyang dilakukan petani, <strong>dan</strong> (2) Variasi profitabilitas usahatani menurut teknologiusahatani. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan teknologi usahatani adalahkombinasi dari penggunaan jenis varitas, penggunaan pupuk/ha, penggunaan tenagakerja/ha, cara pengolahan tanah, pengaturan pola tanam <strong>dan</strong> cara penanganan pascapanen.Profitabilitas usahatani didefinisikan sebagai selisih antara penerimaan usahatani<strong>dan</strong> biaya usahatani. Biaya usahatani yang diperhitungkan meliputi: nilai sewa lahan,biaya pupuk, biaya tenaga kerja, biaya benih, biaya pestisida, biaya pengairan, pajaklahan, biaya penanganan pasca panen/pengolahan, biaya pengangkutan <strong>dan</strong> biaya lainyang terkait.2.5.8. Kelembagaan AgribisnisAnalisis kelembagaan agribisnis difokuskan pada dua aspek yaitu : aksesibilitaspetani terhadap lembaga agribisnis termasuk lembaga pendukung agribisnis <strong>dan</strong> polatransaksi antara petani dengan lembaga agribisnis. Lembaga agribisnis yang dimaksud17


meliputi: lembaga input usahatani, organisasi petani, lembaga pasca panen/pengolahanhasil usahatani, lembaga pemasaran, lembaga alsintan, lembaga penyuluhan <strong>dan</strong>lembaga modal.III. PERENCANAAN OPERASIONAL3.1. Personalia <strong>dan</strong> Tim PelaksanaSusunan tim peneliti menurut golongan kepangkatan, jabatan fungsiona <strong>dan</strong>bi<strong>dan</strong>g keahlian seperti berikut:No Nama Gol/Pangkat Jabatan FungsionalKedudukandalam Tim1. Dr. Bambang Irawan IVc Peneliti Utama Ketua2. Ir. Sugiarto,MP IVa Peneliti Madya Anggota3. Ir. Supadi IVa Peneliti Madya Anggota4. Julia Forcina Sinuraya,SP,MSi IIIc Peneliti Non Klas Anggota5. Dr. Reni Kustiari IVb Peneliti Muda Anggota6 Ir. Mewa Ariani, MS IVb Peneliti Utama Anggota7. Ir. Tri Bastuti P IIId Peneliti Pertama Anggota8. Ir. Sunarsih,MSi IIId Peneliti Non Klas Anggota9. Prajogo U.Hadi, SE,MEc IVd Peneliti Utama Anggota10. Mohamad Maulana, SP IIIb Peneliti Non Klas Anggota11. Ir. Adreng Purwoto, MS IVb Peneliti Madya Anggota12. Drs. Bambang Winarso IVa Peneliti Madya Anggota13. Drs. Waluyo IIIc Peneliti Pertama Anggota14. Drs. Deri Hidayat IIId Peneliti Non Klas Anggota18


3.2. Jadwal PalangSesuai dengan acuan pelaksanaan kegiatan, penelitian ini direncanakan selesaidalam satu tahun anggaran. Adapun perincian jadwal kegiatan direncanakan sebagaiberikut :Jenis KegiatanPersiapan- Studi Pustaka- Penyusunan Proposal- Seminar Proposal- Perbaikan Proposal- PenyusunanKuesionerPengumpulan Data di <strong>Pusat</strong>Pra SurveySurveyPengolahan <strong>dan</strong> AnalisisDataPenulisan LaporanSeminar HasilPerbaikan LaporanPenggandaanB u l a n1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1219

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!