You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
2 <strong>Bisnis</strong> Utama<br />
EDISI <strong>282</strong>/TAHUN 06, 17 - 23 OKTOBER 2016<br />
Beli Obat di Kampung Herbal<br />
Ditengah maraknya peredaran obat palsu dan tingginya<br />
harga obat yang dijual di apotek, masyarakat mencari<br />
pengobatan alternatif. Obat herbal menjadi pilihan<br />
masyarakat. Pasalnya, obat herbal yang diolah dari bahan<br />
baku tumbuhan atau tanaman serta hewan mudah<br />
didapat dan harganya relatif murah.<br />
Selain itu, kualitas dan<br />
khasiatnya tak jauh berbeda<br />
dengan obat kimia<br />
dalam menyembuhkan<br />
penyakit. Karena itu, pengolahan<br />
dan pemasaran<br />
obat herbal marak. Salah<br />
satu, yang menjadi pusat<br />
pengolahan obat herbal di<br />
<strong>Surabaya</strong> adalah kampung<br />
Genteng Ngadirejo.<br />
Gang ini masuk wilayah<br />
RT 2/RW 8.<br />
Ada 15.000 ibu rumah tangga<br />
di kampung yang terletak di belakang<br />
Pasar Genteng ini, menjadi<br />
pengolah utama obat herbal.<br />
Untuk mencari kampung tersebut<br />
tidak terlalu sulit. Di belakang<br />
Pasar Genteng ini ada gang buntu<br />
Genteng Ngadirejo. Di depan gang<br />
tersebut tertera sebuah taulisan<br />
besar Gang Genteng Ngadirejo.<br />
Pengobatan herbal menjadi alternative di tengah<br />
maraknya obat palsu. Sebab industri farmasi<br />
bukan saja menjadi ladang karena harganya<br />
sangat mahal. Untuk menghindari obat palsu dan<br />
mahalnya harga obat di apotek, masyarakat cenderung<br />
memilih obat alternative. Yakni, pengobatan<br />
secara herbal.<br />
Dari data badan pengawas obat dan makanan<br />
(BPOM) peredaran obat ilegal sepanjang 2013<br />
hingga 2016 terjadi peningkatan. Temuan peredaran<br />
obat ilegal sebanyak 71 item dengan nilai<br />
sekitar Rp 5,67 miliar. Pada 2014 sebanyak 3.656<br />
item dengan nilai Rp 31,6 miliar. Kemudian pada<br />
2015 sebanyak 3.671 dengan nilai Rp 20,8 miliar.<br />
Yang terbaru mulai periode Februari-Maret 2016<br />
sebanyak 4.441 item dengan nilai mencapai Rp 49,<br />
8 miliar.<br />
Kepala BPOM Roy Sparringga mengaku lebih<br />
dari setengah produk farmasi ilegal yang ditemukan<br />
berasal dari Pulau Jawa. “Sumber obat<br />
beredar di <strong>Surabaya</strong>, kemudian beberapa obat<br />
yang dipalsukan yakni paracetamol, dexametason<br />
dan fenilbutazon,” kata Roy. Temuan di Jawa<br />
Timur/Jatim sebesar 55 persen dan 96 sarana,<br />
di Jawa Barat 14 persen dan 24 sarana, DKI<br />
Jakarta 22 persen dan 38 sarana, Sumatera Utara<br />
2 persen dan wilayah lainnya sebesar 7 pesen dan<br />
12 sarana.<br />
Antara Gengsi dan Manfaat<br />
Sementara obat herbal cenderung lebih murah<br />
dibandingkan obat kimia. Hal ini disebabkan obat<br />
herbal tak perlu membayar biaya paten dan dana<br />
rilis untuk melakukan penelitian. Bahkan, harga<br />
obat herbal bisa jauh lebih murah jika diproduksi<br />
dengan skala yang lebih efisien. Namun obat<br />
herbal yang beredar di Indonesia tidak boleh mengandung<br />
Bahan Kimia Obat (BKO) karena dapat<br />
Begitu masuk ke gang sepanjang<br />
sekitar 100 meter ini, terdapat<br />
berbagai tanaman keluarga (Toga)<br />
yang menjadi bahan baku<br />
untuk herbal. Kiri-kanan<br />
gang tersebut nampak<br />
hijau dan berseri oleh<br />
tanaman toga. Terdapat<br />
berbagai jenis, antara lain<br />
blimbing wulu, blimbing,<br />
jahe, pohon asem dan<br />
sebagainya.<br />
Buah, daun dan kulit dari tanaman<br />
tersebut menjadi bahan baku<br />
untuk pembuatan obat herbal.<br />
Karena jumlah toganya sedikit<br />
dan areanya terbatas, banyak diantara<br />
pengelola herbal membelinya<br />
di pasar tradisional dibeberapa<br />
wilayah di <strong>Surabaya</strong>. “Kami sering<br />
pergi membeli bahan baku di pasar<br />
tradisional disejumlah daerah di<br />
<strong>Surabaya</strong>,” kata Koordinator UKM<br />
Herbal di Genteng Ngadirejo,<br />
Wiwik Sri Hayati, kepada <strong>Bisnis</strong><br />
<strong>Surabaya</strong>, pekan lalu.<br />
Menurut pengakuan ibu Wiwi,<br />
sapaan akrab Wiwik Sri Hayati,<br />
sekarang terdapat 15.000 ibu rumah<br />
tangga di gang tersebut yang aktif<br />
mengelola atau membuat herbal.<br />
Setiap ibu mempunyai<br />
kekhasan herbal dengan namanya<br />
sendiri. Bu Wiwi memberi merek<br />
produknya dengan nama Kendi 42.<br />
Nama ini, diambil dari nama gang<br />
Genteng Ngadirejo yang disingkat<br />
dengan Kendi. Sedangkan nomor<br />
42 diambil dari normor rumahnya.<br />
Mereka masing-masing sudah<br />
mempunyai pemasaran tersendiri<br />
baik di <strong>Surabaya</strong>, maupun di luar<br />
kota. Bahkan hingga ke Sumatera,<br />
Bali dan daerah lain di Indonesia.<br />
Ibu dua putera itu, mengaku<br />
hingga saat ini pihaknya sudah<br />
berhasil mengolah 11 jenis herbal<br />
dari berbagai jenis tanaman dengan<br />
khasiatnya masing-masing.<br />
Menurut Wiwi, bahan tumbuhan<br />
itu, diolah dengan cara direbus<br />
dan kemudian diambil sarinya dan<br />
diisi dalam botol lalu dimasukkan<br />
ke kulkas agar dingin. Sehingga<br />
Banyak Obat Palsu, Herbal Solusinya?<br />
membahayakan kesehatan dan berakibat fatal.<br />
Contoh BKO yang dimaksud adalah<br />
paracetamol sebagai obat pereda rasa sakit atau<br />
sildenafil sebagai obat penambah stamina. Hal ini<br />
diperkuat anjuran BPOM tegas melarang masyarakat<br />
mengonsumsi obat herbal dengan kandungan<br />
BKO. Wajar bila obat herbal di Indonesia<br />
marak. Karena, berhubungan dengan kekayaan<br />
tumbuhan yang tersimpan di negeri ini. Indonesia<br />
tercatat sebagai salah satu negara yang memiliki<br />
kekayaan tumbuhan yang melimpah.<br />
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Kesehatan<br />
Kota <strong>Surabaya</strong>, Febria Rahmanita, mengatakan,<br />
pantauan atau supervisi yang dilakukan menyasar<br />
semua toko obat . Mulai herbal termasuk toko<br />
obat Cina. Semua jenis obat yang beredar, kata<br />
Febria, tentu harus mengantongi izin.<br />
Apabila dalam pengawasan ditemukan obat<br />
palsu, pihaknya akan memberi sanksi berupa<br />
penutupan. “Karena pemalsuan dalam bentuk<br />
apapun itu pidana. Jadi, sanksinya langsung<br />
tutup,” katanya ketika disinggung termasuk beredarnya<br />
obat herbal.<br />
Selama melakukan pemantauan di lapangan,<br />
pihaknya belum menemukan adanya peredaran<br />
obat palsu di toko obat di <strong>Surabaya</strong>. Baik yang<br />
kimia maupun herbal. Saat ini, pihaknya terus<br />
melakukan pemantauan. Tidak saja melihat<br />
izin dari Kementerian Kesehatan, namun juga<br />
meneliti faktur pembeliannya. Pengambilan obat<br />
itu harus mengambil dari distributor yang legal.<br />
Apabila obat yang diperjualbelikan adalah<br />
produk impor, mekanismenya harus tetap melewati<br />
pemeriksaan Kementerian Kesehatan dan<br />
Badan POM. Karena, produsen harus mengambil<br />
nomor registrasi di Badan POM sebelum mendistribusikannya.<br />
(ton)<br />
ketika diminum rasanya segar dan<br />
nikmat.<br />
Ia menjelaskan, pemasaran<br />
herbal hasil olahannya tidak terlalu<br />
sulit. Karena banyak yang membutuhkan.<br />
Baik di <strong>Surabaya</strong> hingga<br />
luar kota dan luar pulau. Dirinya<br />
sering mengirim herbalnya ke<br />
Lampung dan Bali. Sedangkan di<br />
dalam <strong>Surabaya</strong> dia selalu melayani<br />
pembelian dari ITS, Pemerintah<br />
Kota/Pemkot <strong>Surabaya</strong>, Kodam,<br />
Hotel Weta dan Depdikbud Jawa<br />
Timur.<br />
“Dalam sebulan, saya mendapat<br />
uang Rp 7 juta dari hasil penjualan<br />
berbagai herbal tersebut,”<br />
ujarnya sambil tersenyum ramah.<br />
Herbal yang diproduksi Ibu Wiwik adalah:<br />
Hingga sekarang herbalnya selalu<br />
diproduksi dalam bentuk cair dan<br />
ada juga yang dalam bentuk padat.<br />
Peminat herbal akhir-akhir ini<br />
semakin meningkat, apalagi kalau<br />
ada yang merasa penyakitnya bisa<br />
sembuh setelah minum herbal.<br />
Selain Wiwi, ada juga Sunarti<br />
yang berhasil membuat sari susu<br />
kedele dan jumlahnya relatif banyak<br />
dan pembelinya sangat banyak.<br />
Sehingga hasil yang diperolehnya<br />
cukup banyak.<br />
Pengembangan herbal ini dapat<br />
berjalan lancar berkat bantuan<br />
dan bimbingan dari Telkomsel,<br />
Dinas Perdagangan dan Pertanian<br />
Provinsi Jawa Timur/Jatim. Kebanyakan<br />
mereka bantu dalam bentuk<br />
peralatan untuk pengolahan herbal<br />
dan juga memberi pelatihan tentang<br />
teknik mengolah herbal yang benar<br />
dan baik.<br />
Sementara itu, Saada, yang<br />
mendapat tugas untuk mengelola<br />
Taman Baca yang terletak persis<br />
sebelah kiri mulut gang Genteng<br />
Kampung herbal Genteng Candirejo<br />
Ngadirejo tersebut. Buku yang<br />
terdapat di Taman Baca ini sebanyak<br />
1.000 buku dan mereka terus<br />
mengharapkan bantuan buku dan<br />
majalah dari mana saja.<br />
Saat ini terdapat 1.000 buku di<br />
Taman Baca dan hampir setiap hari<br />
ada ibu-ibu dan anak-anak disini<br />
yang datang baca. “Terus terang<br />
kami masih membutuhkan banyak<br />
buku bacaan dan kalau ada yang<br />
berminat untuk membantu, silakan<br />
kirim kesini,” ujar Saada didampingi<br />
para pengurus taman bacaan<br />
tersebut.<br />
Menurut dia, keterlibatan warga<br />
dalam pengolahan herbal ini sebenarnya<br />
berawal dari prestasi yang<br />
1. Beras Kencur untuk anti biotik.<br />
2. Temu Lawak dan kunyit putih<br />
untuk anti kanker.<br />
3. Kunyit asem untuk lancarkan<br />
mens.<br />
4. Sinom Luntas untuk lancarkan<br />
mens dan hilangkan bau amis.<br />
5. Rosela untuk anti oksidan<br />
6. Jahe secang untuik cegah masuk<br />
angin<br />
7. Sari blimbing wulu untuk vitamin<br />
C dan menurunkan tekanan<br />
darah.<br />
8. Lemon teh untuk anti oksidan.<br />
9. Sere apel untuk sembuhkan<br />
asem urat.<br />
10. Jeruk selasi untuk mencegah<br />
bau badan.<br />
11. Sari jagung manis untuk protein.<br />
diraih kampung ini saat lomba toga<br />
tingkat Jatim. Dalam lomba tersebut,<br />
warga gang Genteng Ngadirejo<br />
ini berhasil meraih juara pertama<br />
dan kemudian diikut sertakan dalam<br />
lomba toga tingkat nasional di Jakarta<br />
pada 2010 dan berhasil meraih<br />
juara ketiga.<br />
Sejak itu, semangat ibu-ibu<br />
sepertinya terpacu untuk menanam<br />
toga sebanyak-banyaknya dan<br />
kemudian mengolahnya menjadi<br />
herbal. Selama enam tahun ini, sudah<br />
banyak yang berhasil membuat<br />
herbal dan memasarkannya baik<br />
di <strong>Surabaya</strong> maupun di luar kota<br />
bahkan luar pulau.<br />
“Kampung ini sekarang menjadi<br />
terkenal dengan ikon blimbing wulu<br />
dan hampir setiap hari selalu ada<br />
tamu dari luar yang datang kesini,”<br />
ujarnya. Jumlah rumah yang ada di<br />
gang ini sebanyak 55 unit namun<br />
jumlah kepala keluarga (KK) jauh<br />
lebih banyak karena dalam satu<br />
rumah ada yang dihuni dua atau<br />
lebih dari dua KK. (jos)