E - PAPER RADAR BEKASI EDISI 21 AGUSTUS 2019
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
TERUSAN METROPOLIS<br />
Walkot Minta<br />
Pemprov Terlibat<br />
Sambungan dari Hal 16<br />
diduga terjadi dari hulu<br />
sungai Cileungsi Kabupaten<br />
Bogor. Sehingga persoalan<br />
tersebut juga perlu disikapi<br />
serius pemerintah provinsi<br />
(Pemprov) Jawa Barat.<br />
”Kita sudah ke Menteri<br />
Lingkungan Hidup, ke Dirjen,<br />
nah kita tahu kan di Cikeas<br />
juga ada persoalan, di Cileungsi<br />
juga ada persoalan,<br />
kalau di Kali Bekasi, sudah<br />
<strong>BEKASI</strong> SELATAN – Selangkah<br />
lagi Kota Bekasi ditetapkan<br />
sebagai daerah penghasil Minyak<br />
dan Gas (Migas). Penetapan<br />
Kota Bekasi sebagai<br />
daerah penghasil Migas diketahui<br />
sudah diteruskan ke<br />
Kementrian Energi dan Sumber<br />
Daya Mineral (ESDM)<br />
Republik Indonesia.<br />
Kota Bekasi sejak tahun 2016<br />
lalu diketahui sudah menghasilkan<br />
gas bumi. Dua sumur<br />
sudah beroperasi menghasilkan<br />
produk melalui Sumur Jatinegara<br />
yang terletak diwilayah<br />
Kecamatan Jatisampurna,<br />
Kota Bekasi.<br />
Surat permohonan untuk<br />
menetapkan Kota Bekasi sebagai<br />
daerah penghasil Migas<br />
diserahkan oleh Wali Kota<br />
Bekasi pada awal tahun lalu.<br />
Pada tanggal 16 Agustus kemarin<br />
surat permohonan yang<br />
sebelumnya diajukan telah<br />
diteruskan melalui surat permohonan<br />
penetapan Kota<br />
Bekasi sebagai penghasil Migas<br />
dari Pertamina kepada<br />
Kementerian ESDM.<br />
“Surat permohonan supaya<br />
Kota Bekasi diajukan terhadap<br />
daerah penghasil migas, Alhamdulillah<br />
kemarin tanggal<br />
16 Agustus itu akhirnya sudah<br />
keluar lah surat itu. Jadi prosedurnya<br />
kan pertamina mengajukan<br />
permohonan ke Menteri<br />
ESDM,” kata Ketua Tim Wali<br />
Kota untuk Percepatan Penyelenggaraan<br />
Pemerintahan dan<br />
Pembangunan (TWUP4) Kota<br />
Bekasi, Suryaman, Selasa<br />
(20/8).<br />
Dia menjelaskan bahwa proses<br />
di Kementerian tidak memakan<br />
waktu lama. Waktu lebih<br />
lama dibutuhkan ketika surat<br />
diajukan kepada Pertamina.<br />
Pasalnya, Pertamina harus<br />
meyakini dan memastikan<br />
bahwa sumur yang selama ini<br />
sudah menghasilkan Gas tersebut<br />
terletak diwilayah Kota<br />
Bekasi.<br />
kita tutup satu perusahaannya<br />
(pembuang limbah),”<br />
ungkap Wali Kota Bekasi,<br />
Rahmat Effendi ketika ditemui<br />
di Plaza Pemerintah Kota<br />
Bekasi belum lama ini.<br />
Guna mengatasi pencemaran,<br />
pria yang akrab disapa<br />
Pepen tersebut meminta<br />
Gubernur Jawa Barat turun<br />
tangan memfasilitasi penyelesaian<br />
persoalan di Kali<br />
Bekasi.<br />
”Dihulunya kita nggak punya<br />
kewenangan kecuali di<br />
asistensi oleh Pak Gubernur.<br />
Nah, ini lah penting Pak Gubernur<br />
manggil Bekasi-Bogor<br />
apa yang harus dilakukan,”<br />
tambahnya.<br />
Sejauh ini, selain mengganggu<br />
ekosistem, pencemaran<br />
juga mengganggu pasokan<br />
air bersih bagi warga<br />
Kota Bekasi melalui Perusahaan<br />
Daerah Air Minum<br />
(PDAM). Diketahui, pasokan<br />
air baku untuk PDAM tidak<br />
Pemkot Segera Sandang Status<br />
Penghasil Migas<br />
Undang-undang Nomor 3<br />
tahun 2004 tentang perimbangan<br />
keuangan antara pemerintah<br />
pusat dan pemerintah<br />
daerah disebutkan bahwa<br />
dalam Bab VI tentang dana<br />
perimbangan terdiri dari dana<br />
bagi hasil, dana alokasi umum<br />
dan dana alokasi khusus.<br />
Pada pasal selanjutnya, yakni<br />
pasal 11 poin ketiga disebutkan<br />
dana bagi hasil yang<br />
bersumber dari sumber daya<br />
alam diantaranya adalah pertambangan<br />
gas bumi. Sementara<br />
dalam ketentuan lainnya<br />
sesuai Peraturan Pemerintah<br />
(PP) nomor 55 tahun 2005<br />
tentang dana perimbangan,<br />
termaktub dana bagi hasil pertambangan<br />
gas bumi.<br />
Bagian kelima dalam PP tersebut<br />
menyebutkan dana<br />
bagi hasil untuk pertambagan<br />
gas bumi sebesar 30 persen<br />
tersebut terdiri dari enam persen<br />
untuk provinsi yang bersangkutan,<br />
12 persen untuk<br />
hanya berasal dari air Kali<br />
Malang, namun juga berasal<br />
dari Kali Bekasi.<br />
Beberapa waktu lalu PDAM<br />
Tirta Patriot (TP) terpaksa<br />
mengurangi produksi air<br />
bersihnya lantaran air Kali<br />
Bekasi sudah tidak bisa digunakan<br />
sebagai air baku.<br />
”Apalagi PDAM kita sumber<br />
bakunya kan bukan hanya<br />
dari Jatiluhur tapi juga dari<br />
Kali Bekasi,” tandasnya.<br />
(sur)<br />
kabupaten atau kota penghasil<br />
dan 12 persen untuk seluruh<br />
kabupatan dan kota lainnya<br />
yang berada di dalam provinsi<br />
yang bersangkutan.<br />
“Jadi begitu ini ditetapkan<br />
sebagai daerah penghasil itu<br />
kita sudah punya income statement<br />
dibayarkan oleh menteri<br />
keuangan setiap berapa<br />
bulan saya nggak tau, kalau<br />
tidak salah tiga bulanan,” tambahnya.<br />
Kajian yang telah dilakukan<br />
oleh TWUP4 pada akhir tahun<br />
2018 lalu sejak tahun 2016<br />
dana bagi hasil sesuai dengan<br />
ketentuan yang berlaku mencapai<br />
Rp14 Miliar.<br />
Jika sudah ditetapkan sebagai<br />
daerah penghasil gas bumi,<br />
Kota Bekasi secara otomatis<br />
akan mendapatkan bagian<br />
dari dana bagi hasil sebagai<br />
daerah penghasil selama sumur<br />
masih beroperasi dan menghasilkan<br />
dana bagi hasil kepada<br />
Negara.(sur)<br />
rabu, <strong>21</strong> <strong>AGUSTUS</strong> <strong>2019</strong><br />
Tarif Parkir Diprotes<br />
Sambungan dari Hal 16<br />
Selain tarif parkir tak sesuai,<br />
pemkot juga diminta menertibkan<br />
sejumlah parkir liar yang<br />
belakangan menjamur di sejumlah<br />
pusat keramaian Kota<br />
Bekasi. Ketika dikonfirmasi,<br />
Bidang Prasarana pada Dinas<br />
Wacana Jalan Berbayar Disoal<br />
Sambungan dari Hal 16<br />
dinilai berdampak pada pendapatan<br />
masyarakat yang tadinya<br />
usaha menggunakan mobil<br />
atau motor pribadi harus<br />
mengeluarkan uang.<br />
Pihaknya justru meminta<br />
pemerintah memberikan kebijakan<br />
yang bisa menambah<br />
nilai ekonomi masayarakatnya<br />
bukan justru menambah beban<br />
masyarakat.<br />
”Saya sih keberatan, karena<br />
biasa bawa kendaraan sendiri,<br />
lebih baik pikirkan jalanan aja<br />
dulu sudah bagus atau belum<br />
jangan senaknya membuat<br />
peraturan jalan berbayar, saya<br />
tidak setuju itu diterapkan di<br />
Kota Bekasi,” cetusnya.<br />
Hal tersebut juga mendapat<br />
respon dari Anggota DPRD<br />
Kota Bekasi terpilih, Choiruman<br />
Perhubungan (Dishub) Kota<br />
Bekasi, Heri Yanto mengatakan,<br />
untuk tarif parkir pihaknya<br />
sudah menentukan di Perwal<br />
nomor 90 tahun 2018 untuk<br />
kendaraan roda dua itu standarnya<br />
Rp3ribu perjam pertama,<br />
dan jam berikutnya akan<br />
bertambah.<br />
J Putro. Dewan tiga periode<br />
dari Fraksi PKS ini menyampaikan<br />
Pemerintah Kota Bekasi<br />
harus mengkaji peraturan<br />
tersebut.<br />
Dia membandingkan, jika di<br />
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta<br />
sudah memiliki Pergub<br />
dan di atasnya sudah ada Perpres<br />
nomor 55 tahun 2018.<br />
”Saya juga belum tahu sejauh<br />
mana jalan berbayar itu dikenakan<br />
dan jalan mana saja yang<br />
akan di kenakan berbayar oleh<br />
Pemkot Bekasi,” katanya.<br />
Dijelaskannya jalan berbayar<br />
sejatinya diterapkan pada<br />
jalan yang dibangun oleh pihak<br />
swasta. Namun menurut dia,<br />
itu dilakukan agar bisa mengembalikan<br />
biaya pembangunan<br />
yang sudah dikeluarkan.<br />
”Saya gak tau nih jalan yang<br />
di bangun APBN, APBD kalau<br />
15<br />
”Sebelumnya kita sudah<br />
edarkan Perwal tersebut ke<br />
pengusaha parkir tetapi kita<br />
balik lagi ada saja pengusaha<br />
parkir tidak mengikuti tarif<br />
parkir. Jika ada laporan kita<br />
lakukan investigasi dan memang<br />
kita belum temukan hal<br />
itu,” ungkapnya. (pay)<br />
di kenakan biaya, itu gak masuk<br />
akal menurut saya,” ucapnya.<br />
Karena yang pertama, kata<br />
dia, jalan di Kota Bekasi dibangun<br />
untuk warga secara<br />
gratis dan yang kedua jika ada<br />
biaya yang menyangkut publik<br />
itu harus mendapat persetujuan<br />
DPRD.<br />
”Untuk itu belum dibicarakan<br />
juga, saya belum tahu ini apakah<br />
hanya wacana saja, itu seharusnya<br />
tidak boleh dikenakan<br />
berbayar. Karena hal tersebut<br />
mempunyai payung hukumnya<br />
dan menurut undang-undang<br />
tidak boleh ada pungutan lagi,”<br />
jelasnya.<br />
Kedepan pihaknya akan mempelajari<br />
terkait jalan berbayar<br />
yang diwacanakan Pemkot<br />
Bekasi. Sehingga tidak menjadi<br />
beban masyarakat dikemudian<br />
hari. (pay)<br />
RAIZA SEPTIANTO/<strong>RADAR</strong> <strong>BEKASI</strong><br />
MINIM RTH<br />
Anak-anak bermain di lahan kumuh dekat kawasan pembangunan hunian vertikal, Pekayon,<br />
Bekasi Selatan. Maraknya pembangunan semakin mengikis ruang terbuka hijau (RTH).<br />
Nekat Nyolong untuk<br />
Bayar Utang Pernikahan<br />
ARIESANT/<strong>RADAR</strong><strong>BEKASI</strong><br />
UNJUK RASA: Sejumlah warga melakukan unjuk rasa di Kantor Pemerintah Kabupaten Bekasi, Desa Sukamahi, Cikarang Pusat,<br />
Selasa (20/8). Aksi warga kampung pilar yang tergabung dalam Forum Warga Pilar Tertindas (Fowapti) itu menuntut Pengadilan<br />
Negeri Cikarang yang menandatangai surat putusan perkara eksekusi lahan. Padahal, putusan kasasi Mahkamah Agung menyebut<br />
bahwa tanah tersebut hak milik warga.<br />
Warga Pilar Tolak<br />
Penggusuran<br />
CIKARANG SELATAN – Seorang<br />
pemuda berinisial M (28)<br />
nekat mencuri uang yang tersimpan<br />
di bagasi sepeda motor di<br />
depan Toko Susu Kha risma 2,<br />
Jalan Raya Cika rang-Cibarusah,<br />
Desa Suka dami, Rabu (7/8)<br />
lalu. Dia ber alasan nekat mencuri<br />
kare na harus membayar<br />
utang acara pernikahannya<br />
sebesar Rp8 juta.<br />
M bertugas sebagai eksekutor<br />
dalam pencurian tersebut. Dia<br />
beraksi bersama dua rekannya<br />
berinisial FS (48) dan GRY.<br />
Dia<br />
”Saya kepepet untuk bayar<br />
utang yang saya gunakan untuk<br />
nikah, jumlahnya sekitar Rp8<br />
juta. Saya baru menikah tiga<br />
hari yang lalu (4 Agustus <strong>2019</strong>),<br />
sebelumnya dagang buah,”<br />
katanya saat ungkap kasus di<br />
Mapolsek Cikarang Selatan,<br />
Selasa (20/8).<br />
Sebelum mencuri di tempat<br />
tersebut, M mengaku sudah<br />
mencuri uang sebesar Rp1,7<br />
juta di wilayah Serangbaru bersama<br />
dua orang rekannya.<br />
”Kita mengincar orang yang<br />
baru keluar dari bank. Jadi saya<br />
nunggu di luar, nanti ada teman<br />
yang ngasih (memberi) tahu,<br />
tugasnya saya menunggu korban<br />
lengah, dan langsung mengambil<br />
uangnya,” bebernya.<br />
Di tempat yang sama, Kapolsek<br />
Cikarang Selatan, Kompol<br />
Dona Zatulo Harefa menjelaskan,<br />
kejadian berawal saat<br />
kor ban berinisial DV (40),<br />
hen dak menukarkan uang<br />
receh di Bank BCA, Ruko<br />
Comer sial City Centre, Desa<br />
Ciantra.<br />
Dia berangkat dari tempat<br />
kerjanya, Toko Susu Kharisma<br />
2, menggunakan sepeda motor<br />
Honda BeAT Street warna<br />
hitam. Setelah menukarkan<br />
uang, dia keluar dari bank<br />
dengan membawa amplop<br />
bertuliskan BCA dan diletakan<br />
di bagasi sepeda motornya.<br />
Lalu DV kembali kembali<br />
tem pat kerjanya untuk membuka<br />
toko. Secara bersamaan<br />
M langsung menghampiri<br />
motor DV yang terparkir di<br />
depan toko.<br />
M membuka jok sepeda<br />
motor secara paksa untuk<br />
mengambil uang yang ada di<br />
dalam bagasi. DV mendengar<br />
suara jok sepeda motor dibuka<br />
paksa dan melihat M. Dia pun<br />
langsung berteriak.<br />
Selanjutnya, M yang sudah<br />
berhasil mengambil amplop<br />
berisi uang itu berlari ke arah<br />
FS yang sudah menunggu di<br />
sepeda motor Yamaha Jupiter<br />
warna hitam. Keduanya langsung<br />
kabur meninggalkan lokasi.<br />
Teriakan DV menyedot perha<br />
tian warga yang ada di<br />
sekitar lokasi kejadian. Secara<br />
spontan, warga pun mengejar<br />
M dan FS. Warga berhasil menangkap<br />
tangan pelaku hingga<br />
kedua pelaku ini terjatuh dari<br />
kendaraan yang dikendarai.<br />
Setelah itu, ia menuturkan,<br />
pihak kepolisian langsung<br />
datang ke lokasi kejadian dan<br />
mengamankan kedua pelaku<br />
ke Polsek Cikarang Selatan.<br />
”Pelaku ini mengambil uang<br />
korban sebanyak Rp7 juta yang<br />
sudah ditukarkan receh. Sebenar<br />
nya masih satu pelaku lainnya<br />
berinisial GRY, yang bertugas<br />
mengawasi kondisi di dalam<br />
bank, dan mengasih (memberi)<br />
tahu pelaku M dan FS yang<br />
berada di luar bank. Pelaku GRY<br />
berhasil kabur, sekarang masih<br />
DPO,” jelasnya.<br />
Atas perbuatannya, pelaku<br />
dikenakan pasal 363 KUHP,<br />
tentang pencurian dan pemberatan,<br />
dengan ancaman<br />
hukuman penjara lima tahun.(pra)<br />
CIKARANG PUSAT – Puluhan<br />
warga Kampung Pilar,<br />
Desa Cikarang Kota, Kecamatan<br />
Cikarang Utara menolak<br />
pe ng gusuran di lahan yang<br />
me re ka tempati. Mereka melakukan<br />
unjuk rasa di Kantor<br />
Pemkab Bekasi, Selasa (20/8).<br />
Hal itu dilakukan untuk mempertanyakan<br />
surat eksekusi<br />
yang dikeluarkan Pengadilan<br />
Negeri Cikarang.<br />
Warga yang tergabung dalam<br />
Forum Warga Pilar Tertindas<br />
(FOWAPTI) dan didominasi<br />
kaum hawa ini membentangkan<br />
spanduk berwarna putih bertulis<br />
lan ”Tolak Eksekusi dan Stop<br />
Penindasan Terhadap Rak yat”<br />
di Kantor Pemkab Bekasi.<br />
Juru Bicara warga Kampung<br />
Pilar, Maskuri mengatakan, warga<br />
mendesak kepala Pengadilan<br />
Negeri Cikarang untuk segera<br />
membatalkan rencana eksekusi<br />
lahan yang sudah ditempati warga<br />
selama bertahun-tahun.<br />
Pasalnya, kata dia, warga<br />
telah menang secara hukum<br />
berdasarkan keputusan kasasi<br />
yang dikeluarkan oleh Mahkamah<br />
Agung (MA) dengan<br />
putusan No. 1570 K.Pdt/2007.<br />
”Ini dimana letak keadilanya,<br />
masa Pengadilan Negeri tidak<br />
tunduk dan patuh terhadap<br />
keputusan yang lebih tinggi<br />
dari MA,” katanya kemarin.<br />
Dia menjelaskan, kasus tanah<br />
yang mereka perjuangkan<br />
sudah berjalan sejak awal<br />
tahun 2000. Namun tiba-tiba<br />
Pengadilan Negeri Cikarang<br />
mengeluarkan surat edaran<br />
rapat koordinasi untuk melaksanakan<br />
eksekusi.<br />
”Yang kami pertanyakan, kenapa<br />
ada perkara yang berbe da<br />
dengan objek hukum yang sama,<br />
Harusnya penga dilan bisa<br />
membaca sejarah kasus tanah<br />
di kampung kami. Jelas-jelas<br />
kami sudah dimenangkan putusan<br />
kasasi MA,” jelasnya.<br />
Maskuri membeberkan, jumlah<br />
warga yang tinggal di lokasi<br />
tersebut kini mencapai 300<br />
Kepala Keluarga (KK) de n gan<br />
jumlah penduduk sekitar 3.000.<br />
Oleh karena itu, dirinya bersama<br />
warga mengaku akan<br />
terus mempertahankan hak<br />
atas tanahnya.<br />
”Selangkah pun kami tidak<br />
akan pernah mundur dari<br />
tanah yang kami tempati, kami<br />
tidak melawan hukum, kami<br />
taat hukum. Oleh karena itu<br />
negara harus berpihak kepada<br />
rakyat,” tegasnya.<br />
Sementara itu, pihak Pengadilan<br />
Negeri Cikarang masih<br />
belum bisa memberikan keterangan<br />
terkait tuntutan yang<br />
disampaikan warga dalam<br />
unjuk rasa tersebut. (pra)<br />
ARIESANT/<strong>RADAR</strong> <strong>BEKASI</strong><br />
DIBEKUK: Petugas kepolisian menunjukan dua pelaku pencurian uang nasabah bank saat<br />
ungkap kasus di Polsek Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, Selasa (20/8).