10.06.2021 Views

PLEDOI RS UMMI HRS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Bahkan juga memberi kesaksian bahwa ia dan Stafnya tidak pernah melaporkan SAYA ke Polisi,

melainkan hanya melaporkan RS UMMI.

Jadi jelas, ketiga KASUS PELANGGARAN PROKES itu memang dirancang untuk

mempidanakan SAYA, sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa ini semua adalah KRIMINALISASI dan

sekaligus DISKRIMINASI untuk memenuhi syahwat pelampiasan DENDAM POLITIK OLIGARKI.

Adanya DISKRIMINASI dalam Kasus SAYA diakui oleh Majelis Hakim KASUS KERUMUNAN

PETAMBURAN melalui Amar Putusannya menyatakan :

”Bahwa dalam perkara A quo dari pertanyaan TERDAKWA mau pun PENASIHAT HUKUMNYA

ada KETERANGAN SAKSI yang menyatakan banyaknya terjadi KERUMUNAN MASSA yang

mengabaikan Aturan PROTOKOL KESEHATAN namun tidak memiliki IMPLIKASI HUKUM.

Memanglah mencermati FENOMENA tersebut MAJELIS berpendapat sbb :

1. Bahwa telah terjadi KETIMPANGAN PERLAKUAN atau DISKRIMINASI yang seharusnya

tidak terjadi dalam Negara Kesstuan Republik Indonesia yang mengagungkan dirinya

sebagai NEGARA HUKUM bukan sebagai NEGARA KEKUASAAN.

2. Bahwa telah terjadi pengabaian Aturan PROTOKOL KESEHATAN oleh masyarakat itu

sendiri karena kejenuhan terhadap kondisi PANDEMI ini dan juga ada PEMBEDAAN

PERLAKUAN di antara masyarakat satu sama lain.”

Pernyataan yang sangat tulus dan mulia dari Majelis Hakim KASUS KERUMUNAN

PETAMBURAN, namun sayangnya tidak diikuti dengan pemenuhan RASA KEADILAN, sehingga

tetap saja KASUS KERUMUNAN PETAMBURAN mau pun KASUS KERUMUNAN MEGAMENDUNG

yang divonis sebagai PELANGGARAN PROKES dikenakan Sanksi Pidana terkait Pasal 93 ayat (1)

UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Dan walau pun kedua Kasus tersebut sama-sama divonis lewat UU dan Pasal serta Ayat

yang sama, namun ada PERBEDAAAN SANKSI, yaitu KASUS KERUMUNAN MEGAMENDUNG

hanya divonis Denda Rp 20 juta Tanpa Penjara, sedang KASUS KERUMUNAN PETAMBURAN

yang sebelumnya sudah bayar Denda Rp 50 juta, tapi masih tetap ditambah dengan Vonis

Penjara 8 bulan tanpa mempertimbangkan Denda yang sudah dibayar tersebut.

Pantas, seorang mantan Hakim Mahkamah Kontitusi RI, DR Hamdan Zoelva SH, MH,

mengomentari Vonis Kedua Kasus tersebut dalam cutian di akun Twitter TResminya dengan

pernyataan :

”Putusan Perkara HRS, memenuhi aspek hukum memenuhi pelanggaran pidana, tetapi tidak

memenuhi rasa keadilan. Hukum tanpa rasa keadilan adalah hukum yang kehilangan jiwa.”

Namun demikian PENGAKUAN JUJUR Majelis Hakim KASUS KERUMUNAN PETAMBURAN

tentang adanya DISKRIMINASI dalam proses hukum SAYA, serta PENGAKUAN JUJUR Majelis

36

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!