Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
PLEDOI
MENEGAKKAN KEADILAN & MELAWAN KEZALIMAN
KRIMINALISASI
PASIEN, DOKTER & RUMAH SAKIT
VIA PIDANAISASI PELANGGARAN PROKES MENJADI KEJAHATAN PROKES
BALAS DENDAM POLITIK
VIA OPERASI PENGHAKIMAN & PENGHUKUMAN
NOTA PEMBELAAN
AL-HABIB MUHAMMAD RIZIEQ BIN HUSEIN SYIHAB
ATAS DAKWAAN & TUNTUTAN JAKSA PENUNTUT UMUM
TERKAIT KASUS TEST SWAB PCR DI RS UMMI KOTA BOGOR
No. Reg. Perkara : 225 / Pid.B / 2021 / PN.Jkt.Tim
Pada Pengadilan Negeri Jakarta Timur
TAHUN 2021
1
سُبْحَانَ اهللِّٰ الجَْب َّارِ
الْقَه َّارِ،
وَالحَْمْدُ هللِِّٰ الْغَف َّارِ الس َّت َّارِ،
سبحانك ما ذكرك حق ذكرك، سبحانك ما شكرك حق شكرك
سبحانك ما عبدك حق عبادتك، اللهم أعني على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك
الل َُّه َّم ا ْجَعْلنيِْ
َراضِيًا بَِقضآِءك وَ
َشاكًِرا لِنَعْمآءِك وَصَابِرًا عَلَى بَلآءِك
اللهم اقذف في قلبي رجآءك واقطع رجآئي عمن سواك حتى لا أرجو أحدا غيرك
اللهم اجعلني صغيرا في عيني وكبيرا في أعين الناس ومرهبا في أعين الأعداء
ومحبواب في أعين الأولياء ومرضيا في عينك التي لا تنام وكنفك الذي لا يرام
وصلى الله على خير الأم وآله الكرام وأصحابه ذوى المقام وأتباعه إلى يوم القيام
والحمد هلل رب العالمين عدد خلقه ورضاء نفسه وزنة عرشه ومداد كلماته
2
BAB I
PENDAHULUAN
MENEGAKKAN KEADILAN DAN MELAWAN KEZALIMAN
A. MENEGAKKAN KEADILAN
Kepada Yang Mulia Majelis Hakim
Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum
Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum
Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada
Sebelum saya menyampaikan Isi Pokok PLEDOI (NOTA PEMBELAAN) saya atas DAKWAAN
& TUNTUTAN Jaksa Penuntut Umum (JPU), maka terlebih dahulu untuk yang kesekian kalinya
saya mengingatkan diri saya khususnya, dan umumnya kepada Majelis Hakim Yang Mulia, seluruh
Pengacara yang tercinta, semua Jaksa Penuntut Umum yang terhormat, serta segenap Para
Pecinta Keadilan, bahwasanya salah satu nama Allah SWT adalah AL-’ADL, yang artinya MAHA
ADIL.
Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah SWT yang MAHA ADIL memerintahkan
segenap umat manusia untuk bersikap dan berbuat ADIL, serta selalu menegakkan KEADILAN,
sebagaimana termaktub dalam Kitab Suci Al-Qur’an :
1. Allah SWT memerintahkan semua Umat Manusia untuk BERLAKU ADIL dan BERBUAT
KEBAJIKAN sebagaimana Firman-Nya SWT dalam Surat An-Nahl ayat 90 :
Artinya : ”Sesungguhnya Allah memerintahkan Berlaku adil dan berbuat kebajikan.”
2. Allah SWT memerintahkan untuk MENETAPKAN HUKUM DENGAN ADIL di tengah Umat
Manusia sebagaimana Firman-Nya SWT dalam Surat An-Nisaa ayat 58 :
Artinya : ”Dan apabila kalian menetapkan Hukum di antara manusia, maka tetapkanlah
Hukum dengan adil.”
3
ِ
ْ ٓ
َّ
ِ
ۚ
َّ
َ
3. Allah SWT memerintahkan untuk MENEGAKKAN KEADILAN di tengah Umat Manusia dan
Allah SWT menyintai orang-orang yang MENEGAKKAN KEADILAN sebagaimana Firman-Nya
SWT dalam Surat Al-Maa-idah ayat 42 :
Artinya : ”Jika kamu memutuskan perkara di antara mereka, maka putuskanlah dengan adil.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.”
4. Allah SWT memerintahkan untuk BERSIKAP ADIL kepada SIAPA PUN dan melarang berbuat
TIDAK ADIL kepada SIAPA SAJA lantaran KEBENCIAN atau KETIDAK-SUKAAN kepadanya,
sebagaimana Firman-Nya SWT dalam Surat Al-Maaidah ayat 8 :
Artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang-orang yang menegakkan
kebenaran karena Allah, menjadi saksi-saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada Takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah.”
5. Allah SWT memerintahkan untuk BERKATA DENGAN ADIL walau terhadap Kerabat atau
Orang Dekat sekali pun sebagaimana Firman-Nya SWT dalam Surat Al-An’aam ayat 152 :
Artinya : ”Dan apabila kamu berkata, maka adillah, walau terhadap kerabat / orang dekat.”
6. Allah SWT memerintahkan untuk MENEGAKKAN KEADILAN walau terhadap diri sendiri mau
pun terhadap Kedua Orang Tua dan Keluarga Dekat, baik Kaya atau pun Miskin, sebagaimana
Firman-Nya SWT dalam Surat Al-Nisaa’ ayat 135 :
4
َ
َ
ٰٓ
ۡ ۡ َق رََِ
َا
ُّه
ِي َن ٱ
ءَامَنُواْ ك ُونُواْ قَ
سِۡط
ٱ ل ۡ قِ
َيۡ
َوِ ٱ
ُسِ ۡ ُم أ
َنف
ۡ
ن تَل ُوۥا
واْ
ۡ َعدِلُ
َ َ ٰٓ أ
َو ۡ
َد
شُ ه
تَتَّبُِعو َ اْ
ِن
ۡ
أَو
ل ۡ َ ٰ
ۚ
أَن
وٱ
ُع ۡ رُِضو اْ
َّ
ٱ فَإِ ن
إِن يَ ا غَنِي أَو
فٱ
ٱل ۡ هَوَ ٰٓ ى
َّ َ ٰمِ بِ َ ا ٓ ءَ ِ وَل
ُ َّ َ
أَو َٰبِهِمَاۖفَ
ۡ
ٗ
فَقِ
ُ نۡ ًّ ۡ
َ َّ
١٣٥
ٗ
َبِ
َلُون َ خ
َع ۡ م
َا
َ ن َ بِم
Artinya : ”Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan
kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya.
Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari
kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi,
maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”
PENEGAKAN KEADILAN bukan hanya Ajaran Islam, tapi juga Ajaran Semua Agama,
bahkan Amanat Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah digariskan dalam
Undang Undang Dasar 1945 bahwa setiap orang harus mendapat perlakuan hukum yang sama
(EQUALITY BEFORE THE LAW), sehingga tidak boleh ada DISKRIMINASI HUKUM dalam
Penegakan Hukum terhadap SIAPA PUN.
Karenanya, jika suatu PELANGGARAN HUKUM diproses, sedang PELANGGARAN HUKUM
lain yang sama tidak diproses, maka itu merupakan DISKRIMINASI HUKUM yang tidak
dibenarkan dalam Konstitusi dan Tatanan Hukum NKRI. DISKRIMINASI HUKUM adalah
PELANGGARAN terhadap HUKUM AGAMA dan HUKUM NEGARA, sekaligus merupakan
ANCAMAN bagi Konstitusi dan Tatanan Hukum.
Jadi Jelas, bahwa JUSTICE FOR ALL yaitu KEADILAN UNTUK SEMUA, sehingga tidak boleh
ada DISKRIMINASI HUKUM. Siapa pun manusianya dan apa pun Suku, Agama, Budaya, Ras dan
Golongannya, wajib diperlakukan dengan ADIL, tanpa terkecuali.
حسبنا الله ونعم الوكيل،
نعم المولى ونعم النصير،
ولا حول ولا قوة إلا ابهلل العلي العظيم
B. MELAWAN KEZALIMAN
Kepada Yang Mulia Majelis Hakim
Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum
Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum
Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada
Dan ketahui pulalah bahwa Allah SWT yang MAHA ADIL mengharamkan KEZALIMAN atas
DZAT-Nya dan atas segenap umat manusia. Allah SWT yang MAHA ADIL berfirman dalam HADITS
QUDSI :
ي، عَلَى الظ ُّلْ َم حَر َّمْ ُت عِبَادِيْ،
نَفْسِ ْ
تَظَالَمُوْا فَلاَ ْم، بَيْنَ ُك وَجَعَلْتُهُ محَُر َّمًا
َ إِنيّ ِ
5
Artinya : ”Wahai para hambaku, sesungguhnya Aku haramkan KEZALIMAN atas diri-Ku, dan aku
menjadikannya sebagai sesuatu yang HARAM di antara kalian, karenanya janganlah
kalian saling MENZALIMI”
HADITS ini SHAHIH ada diriwayatkan dalam Kitab Shahih Muslim hadits ke-2.577, dan
Kitab Al-Adab Al-Mufrad karya Imam Al-Bukhari hadits ke-490, dan Kitab Musnad Abi Daud hadits
ke-465, dan Kitab Musnad Al-Bazzaar hadits ke-4.053, dan Kitab Shahih Ibnu Hibbaan hadits ke-
619, dan Kitab As-Sunan Al-Kubro karya Imam Al-Baihaqi hadits ke-11.503, serta Kitab Musnad
Imam Ahmad hadits ke-21.420, dan kitab hadits lainnya.
Lalu Rasulullah SAW menegaskan dalam haditsnya bahwa KEZALIMAN akan menjadi
KEGELAPAN di Hari Qiyamat :
6
الْقِيَامَِة يَوْ َم ظُلُمَا ٌت الظ ُّلْ َم فَإِ َّن اتقوا الظ ُّلْمَ
Artinya : ”Takutlah kalian berbuat KEZALIMAN, karena KEZALIMAN itu merupakan aneka
KEGELAPAN di hari Qiyamat”.
HADITS ini SHAHIH ada diriwayatkan dalam Kitab Shahih Muslim hadits ke-2.578, dan
Kitab Al-Adab Al-Mufrad karya Imam Al-Bukhari hadits ke- 483 dan 488, dan Kitab Musnad Al-
Bazzaar hadits ke-8.481, dan As-Sunan Al-Kubro karya Imam An-Nasaa-I hadits ke-11.519, dan
Kitab Al-Mu’jam Al-Kabir karya Imam Ath-Thabraani hadits ke-13.799, Kitab Al-Mustadrak karya
Imam Al-Hakim hadits ke-26 dan 27, dan Kitab As-Sunan Al-Kubro karya Imam Al-Baihaqi hadits
ke-11.501, serta Kitab Musnad Imam Ahmad hadits ke-5.662 dan 6.206, dan kitab hadits lainnya.
Rasulullah SAW menyebut bahwa KEZALIMAN akan menjadi KEGELAPAN yang berlapislapis
di Hari Qiyamat, di antara KEGELAPAN tersebut adalah bahwa KEZALIMAN akan membuat
Pelakunya menjadi orang yang BANGRUT di Hari Qiyamat, sebagaimana HADITS SHAHIH yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA :
عَ نْ أَ بيِ ي هَُر ْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَن َّ رَسُولَ اللهِ صَل َّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَل َّمَ قَالَ : "أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ؟"
قَالُوا: "الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ". فَقَالَ صَل َّى اللهُعَلَيْهِ وَسَل ََّم "إِن َّ الْمُفْلِسَ مِنْ
أُم َّتيِ َْتيِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَ ةٍ، وَصِيَامٍ، وَزَكَاةٍ، وََْتيِ قَدْ شَتَمَ هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا،
:
وَسَفَكَ دَمَ هَذَا، وَضَرَبَ هَذَا، فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ
قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِ ذَ مِنْ خَطَاَهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثمُ َّ طُرِحَ فيِ الن َّارِ".
Artinya : ”Dari Abu Hurairah RA bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW berkata (bertanya) :
”Adakah kamu tahu siapa itu Orang yang BANGKRUT ?” Mereka (Para Shahabat)
menjawab : ”Orang yang BANGKRUT di tengah-tengah kami adalah orang yang tidak
punya dirham (uang) mau pun harta.” Maka Rasulullah SAW bersabda : ”Sesungguhnya
Orang yang BANGKRUT dari umatku adalah orang yang datang di Hari Qiyamat dengan
amal Shalat dan Puasa serta Zakat, dan dia juga datang dengan perbuatan mencaci
yang ini dan memfitnah yang itu, serta memakan harta orang ini dan menumpahkan
darah orang itu, serta juga memukul orang yang satunya lagi, maka orang yang ini
diberikan dari kebaikannya, dan orang yang itu juga diberikan dari kebaikannya, lalu
saat habis semua kebaikannya sebelum selesai urusannya, maka diambil dari
keburukan mereka dan diberikan ke dirinya, kemudian ia dijebloskan ke dalam
Neraka.”
HADITS ini SHAHIH ada diriwayatkan dalam Kitab Shahih Muslim hadits ke-2.581, dan
Kitab Jami’ Imam At-Tirmidzi hadits ke-2.418, dan Kitab Musnad Abi Ya’la Al-Maushili hadits ke-
6.499, dan Kitab Shahih Ibnu Hibbaan hadits ke-4.411 dan 7.359, dan Kitab As-Sunan Al-Kubro
karya Imam Al-Baihaqi hadits ke-11.504, serta Kitab Musnad Imam Ahmad hadits ke-8.029 dan
8.414 serta 8.842, dan kitab hadits lainnya.
Dalam riwayat Imam Ath-Thabarani di Kitab Al-Mu’jam Al-Awsath hadits ke-2.778
menggunakan lafazh MENZALIMI yaitu sebagai berikut :
ُ
"
قَالَ رَسُولُ اهلل َِّ صَل َّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَل َّمَ:
فِينَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعٌ".
قَالَ
"هَلْ تَدْ رُونَ مَا الْمُفْلِسُ ؟"
صَل َّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَل ََّم:
قَالُوا:
َ رَسُولَ اهلل َِّ، الْمُفْلِس
"إِن َّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُم َّتيِ مَنْ َْتيِ يَوْ َم
الْقِيَامَةِ بِصِيَامٍ وَصَلاَ ةٍ وَصَدَقَةٍ، وََْتيِ قَدْ ظَلَمَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، وَضَرَبَ هَذَا، وَشَتَمَ هَذَا،
فَيَقْعُدُ، فَيُقْتَص ُّ لهَِذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَلهَِذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْ ل أَ نْ يَقْضِيَ ال َّذِي
عَلَيْهِ مِنَ الخَْطَاَ أَخَذَ مِنْ خَطَاَهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثمُ َّ طُرِحَ بِهِ فيِ الن َّار".
َ
Artinya : ”Rasulullah SAW berkata (bertanya) : ”Adakah kamu tahu siapa itu Orang yang
BANGKRUT ?” Mereka (Para Shahabat) menjawab : ”Wahai Rasulullah ! Orang yang
BANGKRUT di tengah-tengah kami adalah orang yang tidak punya dirham (uang) mau
pun harta.” Maka Rasulullah SAW bersabda : ”Sesungguhnya Orang yang BANGKRUT
dari umatku adalah orang yang datang di Hari Qiyamat dengan amal Puasa dan Shalat
serta Sedekah, dan dia juga datang dengan perbuatan MENZALIMI yang ini dan
memakan harta yang itu, serta memukul orang ini dan mencaci orang itu, maka ia
duduk dan diqishash untuk orang yang ini dari kebaikannya, dan untuk orang yang itu
dari kebaikannya juga, lalu saat habis semua kebaikannya sebelum selesai urusannya
dari berbagai kesalahan, maka diambil dari keburukan mereka dan diberikan ke
dirinya, kemudian ia dijebloskan ke dalam Neraka.”
7
ۚ
ۡ
Imam Al-Bukhari dalam Kitab Shahihnya hadits ke-2.449 dan 6.534 meriwayatkan tentang
akibat KEZALIMAN di Hari Qiyamat :
عَ نْ أَ بيِ ي هَُر ْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَن َّ رَسُولَ اهلل َِّ صَل َّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَل َّمَ قَالَ "مَ نْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ
لأَِخِ يهِ فَلْيَتَحَل َّلْهُ مِنْهَا، فَإِن َّهُ لَيْسَ ثمَ َّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ، مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لأَِخِ يهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِ ْن
:
لمَْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِ ذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِ يهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ".
Artinya : ”Dari Abu Hurairah RA bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : ”Barangsiapa
yang pernah berbuat ZALIM kepada saudaranya, maka mohonlah kepadanya untuk
dihalalkan (dimaafkan) dari padanya, karena sesungguhnya tidak ada disana (-Akhirat)
Dinar mau pun Dirham, sebelum nanti diambil dari kebaikannya buat saudaranya, dan
manakala ia tidak punya kebaikan maka diambil dari keburukan saudaranya untuk
diberikan kepadanya.”
HADITS ini SHAHIH ada diriwayatkan juga dalam Kitab Jami’ Imam At-Tirmidzi hadits ke-
2.419, dan Kitab Musnad Abi Daud hadits ke-2.440 dan 2.446, dan Kitab Musnad Ibnu Al-Ja’di
hadits ke-2.771 dan 2.842, dan Kitab Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah hadits ke-34.669, dan Kitab
Musnad Al-Bazzar hadits ke-2.524 dan 3.202 serta 8.476, dan Kitab Musnad Imam Ahmad hadits
ke-9.615 dan 10.573, dan Kitab Hadits lainnya.
Hati-hati wahai semua saudaraku tercinta, Allah SWT tidak tuli dan tidak buta, Allah SWT
Maha Mendengar lagi Maha Melihat, dan Allah SWT tidak akan pernah lalai dari manusia yang
ZALIM, di Dunia atau pun di Akhirat Allah SWT pasti akan membalas segala KEZALIMAN,
sebagaimana Firman-Nya SWT dalam Surat Ibrahim ayat 42 :
َ ٰ ُر
ۡ ۡ
َب
َّ ٰلِمُونَ
8
َ َّ
ٱ
َ ٰفِ ً َمَّا َع ۡ مَلُ
ٱل
ُ َص ِيهِ ٱ
ِرُهُم ِ ۡ َوٖ ۡ َشخ
َّمَا يُؤَخّ ۡ
إِ
َّ َ
َ ۡ س َ
Artinya : “Dan janganlah sekali-kali kamu mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh
orang-orang yang ZALIM. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka
sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.”
Perlu diketahui juga bahwasanya saking bencinya Allah SWT terhadap KEZALIMAN,
sehingga Allah SWT izinkan bagi orang yang DIZALIMI untuk berkata buruk/kasar kepada orang
yang MENZALIMINYA, bahkan boleh menyumpahinya. Allah SWT berfirman dalam Surat An-
Nisaa’ ayat 148 :
١٤٨
َ
مِن
ُ َّ
ٱبِ لسُّ ٓ و ءِ َهۡ َر ٱ ٱ
َوۡ
لق
ِل ٱ ۡ
ۚ َ وَ نَ
َّ إِ مَن ظُ لِمَ
ٱ
ًا
َلِيم
ًا ع
َّ ُ سَ مِيع
Artinya : ”Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang, kecuali oleh
orang yang DIZALIMI. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
ُّ
ِب
ُ َّ
َ
وَ
Tidak sampai disitu, bahkan saking bencinya Allah SWT terhadap KEZALIMAN, maka orang
yang DIZALIMI jika berdoa kepada Allah SWT maka TIDAK ADA HIJAB yang menghalangi antara
dia dengan Allah SWT, sebagaimana Rasulullah SAW sabdakan :
"وَات َّقِ دَعْوَةَ المَظْلُومِ، فَإِن َّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَينَْ اهلل َِّ حِ جَابٌ"
Artinya : ”Takutlah terhadap DOA ORANG YANG DIZALIMI, karena sesungguhnya antara dia dan
Allah tidak ada HIJAB (PENGHALANG).”
HADITS ini SHAHIH ada diriwayatkan dalam Kitab Shahih Al-Bukhari hadits ke-1.496 dan
2.448 serta 4.347, dan Kitab Shahih Muslim hadits ke-29 (19), dan Kitab Sunan Ibnu Maajah hadits
ke-1.783, dan Kitab Sunan Abi Daudu hadits ke-1.584, dan Kitab Jami’ Imam At-Tirmidzi hadits
ke-625 dan 2.014, dan Kitab Sunan Imam Nasaa-i hadits ke-2.522, dan Kitab Shahih Ibnu
Khuzaimah hadits ke-2.275 dan 2.346, dan Kitab Shahih Ibnu Hibbaan hadits ke-5.081, dan Kitab
Sunan Imam Ad-Daaraquthni hadits ke-2.058, dan Kitab As-Sunan Al-Kubro karya Imam Al-
Baihaqi hadits ke-7.276 dan 11.502 serta 13.128, dan Kitab Musnad Imam Ahmad hadits ke-
2.071, dan Kitab Hadits lainnya.
Dan DOA ORANG YANG DIZALIMI termasuk DOA MUSTAJAB yang dijamin akan
dikabulkan oleh Allah SWT , sebagaimana disbadakan Rasulullah SAW :
"ثَلاَ ثُ دَعَوَاتٍ
مُسْتَجَاابَتٌ، لاَ شَك َّ فِيهِن َّ: دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْوَالِ ِد
عَلَى وَلَدِهِ"
Artinya : ”Tiga Doa Mustajab (Manjur Pasti Diterima), tidak diragukan keamanjuran ketiganya :
DOA ORANG YANG DIZALIMI, dan Doa Musafir, serta Doa Orangtua untuk anaknya.”
HADITS ini HASAN ada diriwayatkan dalam Kitab Musnad Imam Ahmad hadits ke-7.510
dan 8.581 serta 10.196 dan 10.771, dan Kitab Jami Imam At-Tirmidzi hadits ke-1.905 dan 3.448,
dan Kitab Sunan Ibnu Maajah hadits ke-3.862, dan Kitab Musnad Abi Daud hadits ke-2.639, dan
Kitab Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah hadits ke-29.830, dan Kitab Shahih Ibnu Hibbaan hadits ke-
2.699, dan Kitab Hadits lainnya.
Dahsyatnya, saking bencinya Allah SWT terhadap KEZALIMAN, maka Allah SWT akan
mengabulkan Doa Orang yang dizalimi walau pun ia FAJIR (PENDOSA), sebagaimana disabdakan
Rasulullah SAW :
"دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ مُسْتَجَابَةٌ، وَإِنْ كَانَ فَاجِ رًا فَفُجُورُهُ عَلَى نَفْسِ هِ"
9
Artinya : ”DOA ORANG YANG DIZALIMI Mustajab (Manjur Pasti Diterima), walau pun ia seorang
FAJIR (PENDOSA / AHLI MA’SIAT), maka kejahatan/kema’siatannya adalah tanggungjawab
dirinya.”
HADITS ini HASAN menurut Imam Al-Haitsami dalam Kitab Majma’ Az-Zawaa-id wa
Manba' Al-Fawaa-id hadits ke-17.227. HADITS ini ada diriwayatkan dalam Kitab Musnad Imam
Ahmad hadits ke 7.895, dan Kitab Musnad Asy-Syihaab Al-Qudhoo’ii hadits ke-315, dan Kitab
Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah hadits ke-29.374, dan Kitab Musnad Abi Daud ke-2.450, dan Kitab
Ad-Du’aa karya Imam Ath-Thabrani hadits ke-1.318.
Lebih Dahsyatnya lagi, saking bencinya Allah SWT terhadap KEZALIMAN, maka Allah SWT
akan mengabulkan Doa Orang yang dizalimi walau pun ia KAFIR (BUKAN ISLAM), sebagaimana
disabdakan Rasulullah SAW :
"ات َّقُوا دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، وَإِنْ كَانَ كَافِرًا، فَإِن َّهُ لَيْسَ دُونَهَا حِ جَابٌ"
Artinya : ”Takutlah terhadap DOA ORANG YANG DIZALIMI, walau pun ia seorang KAFIR (BUKAN
MUSLIM), karena sesungguhnya tiada HIJAB yang menghalanginya.”
HADITS ini HASAN menurut Imam Al-Haitsami dalam Kitab Majma’ Az-Zawaa-id wa
Manba' Al-Fawaa-id hadits ke-17.235. Hadits ini ada diriwayatakn dalam Kitab Musnad Imam
Ahmad hadits ke-12.549, dan Kitab Musnad Asy-Syihaab Al-Qudhoo’ii hadits ke-960, dan Kitab
Al-Kunaa wal Asmaa hadits ke-1.536, dan Kitab Al-Ahaadiits Al-Mukhtaaroh karya Dhiya-uddin
Al-Maqdasi hadits ke-2.748, serta diriwayatkan juga dalam Kitab Makaarimul Akhlaaq karya
Imam Ath-Thabrani hadits ke-127dengan redaksi :
"ات َّقُوا دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ وَإِنْ كَانَ كَافِرًا، كُفْرُهُ عَلَى نَفْسِ هِ"
Artinya : ”Takutlah terhadap DOA ORANG YANG DIZALIMI, walau pun ia seorang KAFIR (BUKAN
MUSLIM), soal kekufurannya adalah tanggung-jawab dirinya.”
Camkanlah wahai saudaraku tercinta : Jika orang Fajir (Pendosa) bahkan Kafir (Non
Islam) DIZALIMI, maka doanya terhadap orang yang MENZALIMINYA dikabulkan Allah SWT, lalu
bagaimana kalau yang DIZALIMI adalah seorang muslim atau mu’min, apalagi kalau yang dizalimi
itu adalah para Habaib dan Ulama serta Para Da’i yang selama ini berda’wah di jalan Allah SWT
!?
Takutlah kepada Allah SWT … !!!
10
Akhirnya, saya serukan untuk kesekian kalinya kepada semua yang mengikuti dan
menyaksikan SIDANG PENGADILAN ini, termasuk Majelis Hakim Yang Mulia, seluruh Pengacara
tercinta, semua JPU terhormat, dan segenap Para Pecinta Keadilan :
”AYO… TEGAKKAN KEADILAN & LAWAN KEZALIMAN”
INGAT :
Hari ini kita kumpul di Pengadilan Dunia
Esok kita akan kumpul di Pengadilan Akhirat
Siapa adil di dunia niscaya akan selamat Dunia & Akhirat
Siapa zalim di dunia niscaya akan binasa Dunia & Akhirat
SEKALI LAGI :
”AYO… TEGAKKAN KEADILAN & LAWAN KEZALIMAN”
حسبنا الله ونعم الوكيل،
نعم المولى ونعم النصير، ولا حول ولا قوة إلا ابهلل العلي العظيم
11
BAB II
OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR
Kepada Yang Mulia Majelis Hakim
Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum
Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum
Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada
Semua KASUS PELANGGARAN PROKES yang saya hadapi, mulai dari Kasus Petamburan dan
Megamendung hingga Kasus RS UMMI tidak murni masalah hukum, namun lebih kental warna politisnya,
dan ini semua merupakan bagian dari OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR yang bertujuan untuk
membunuh Karakter saya, sekaligus mentarget untuk memenjarakan saya selama mungkin demi
kepentingan OLIGARKI ANTI TUHAN yang telah menguasai hampir semua sendi kekuasaan di Negeri ini.
OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR tersebut adalah Gerakan Politik Balas Dendam
terhadap saya dan FPI serta kawan-kawan seperjuangan yang dianggap sebagai halangan dan ancamam
bagi geraka OLIGARKI ANTI TUHAN.
Kami sebut INTELIJEN HITAM karena mereka tidak bekerja untuk keselematan Bangsa dan
Negara, tapi hanya untuk Kepentingan OLIGARKI. Sedang Intelijen yang bekerja dengan Ikhlas untuk
menjaga dan melindungi Bangsa dan Negara dari segala rongrongan, itulah yang pantas disebut INTELIJEN
PUTIH.
Semoga Allah SWT memberkahi INTELIJEN PUTIH dan menghancurkan INTELIJEN HITAM, serta
menyelamatkan Bangsa dan Negara Indonesia dari Kerakusan dan Keserakahan serta Kezaliman
OLIGARKI ANTI TUHAN.
Ketahuilah bahwa Dunia dan Isinya cukup mememuhi kebutuhan hidup seluruh umat manusia, namun
Dunia dan isinya tidak akan pernah mampu memenuhi keserakahan seorang manusia sekali pun.
حسبنا الله ونعم الوكيل،
نعم المولى ونعم النصير، ولا حول ولا قوة إلا ابهلل العلي العظيم
12
A. POLITISASI HUKUM
Kepada Yang Mulia Majelis Hakim
Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum
Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum
Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada
Setelah saya mengikuti PROSES HUKUM yang sangat melelahkan ini, mulai dari
PEMERIKSAAN hingga digelarnya PERSIDANGAN sampai PEMBACAAN PLEDOI ini, saya semakin
percaya dan semakin yakin bahwa ini adalah KASUS POLITIK yang dibungkus dan dikemas
dengan KASUS HUKUM, sehingga Hukum hanya menjadi alat LEGALISASI dan JUSTIFIKASI untuk
memenuhi DENDAM POLITIK OLIGARKI terhadap saya dan keluarga serta kawan-kawan.
Apalagi setelah saya mendengar dan mambaca TUNTUTAN JPU yang menjatuhkan saya
dengan Tuntutan Penjara 6 Tahun. TUNTUTAN JPU tersebut tidak masuk di akal dan berada jauh
di luar nalar, bahkan terlalu sadis dan tidak bermoral, karena :
1. Bahwa Kasus Test Swab PCR di RS UMMI adalah KASUS PELANGGARAN PROTOKOL
KESEHATAN.
2. Bahwa KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN adalah Kasus PELANGGARAN bukan
Kasus KEJAHATAN, sehingga cukup diterapkan SANKSI ADMINSTRASI bukan SANKSI
HUKUM PIDANA PENJARA.
3. Bahwa sesuai Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) No 6 Tahun 2020 tentang
Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan
Pengendalian Corona Virus Disease 2019, di halaman 7 – 8 pada angka 5 dan 6 ditetapkan
sebagai berikut :
1) Memuat sanksi terhadap pelanggaran penerapan protokol kesehatan dalam
pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covi-19) yang dilakukan oleh
perorangan, pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, , atau penanggung-jawab tempat
dan fasilitas umum.
2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 5) berupa :
a) teguran lisan atau teguran tertulis ;
b) kerja sosial ;
c) denda administratif : atau
d) penghentian atau penutupan sementara penyelenggaraan usaha
13
Jadi jelas dalam Inpres No 6 Tahun 2020 tersebut bahwa PELANGGARAN PROTOKOL
KESEHATAN hanya diterapkan HUKUM ADMISNITRASI bukan HUKUM PIDANA PENJARA.
4. Bahwa TUNTUTAN JPU dalam Kasus Test Swab PCR RS UMMI adalah bentuk abuse of power
yaitu penyalah-gunaan wewenang / penyalah-gunaan kekuasaan, yang melampaui batas,
dan bentuk ”KRIMINALISASI Pasien dan Dokter serta Rumah Sakit” yang harus dihentikan,
serta bentuk DISKRIMINASI HUKUM yang manipulatif, sehingga wajib DIBATALKAN DEMI
HUKUM.
5. Bahwa JPU menjadikan KASUS PELANGGARAN PROKES sebagai KEJAHATAN yang jauh lebih
jahat dan lebih berat dari pada KASUS KORUPSI, buktinya antara lain :
a. Bahwa dalam Kasus Koruptor Djoko Tjandra : Ternyata Djoko Tjandra dan Jaksa
Pinangki masing-masing hanya dituntut 4 tahun penjara, sedang Irjen Napoleon lebih
ringan hanya dituntut 3 tahun penjara, dan Brigjen Prasetyo lebih ringan lagi hanya
dituntut 2,5 tahun penjara. Bahkan Kasus mantan Bos Garuda Ary Askhara hanya
dituntut 1 tahun penjara.
b. Bahwa dalam Konferensi Pers Online ICW (Indonesian Corruption Watch) pada tgl 19
April 2020 dipaparkan DATA ICW yang menunjukkan bahwa sepanjang Tahun 2019 dari
911 Terdakwa Korupsi 604 orang dituntut di bawah 4 tahun penjara.
c. Bahwa Peneliti ICW Kurnia Ramadhana pada tgl 22 Maret 2021 memberi keterangan
pers bahwa sepanjang Tahun 2020 dari 1.298 Terdakwa Korupsi rata-rata tuntutan
hanya 4 tahun penjara.
Jadi, dalam pandangan JPU bahwa KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN bukan
sekedar KEJAHATAN biasa, tapi jauh LEBIH JAHAT dan LEBIH BERAT dari pada KASUS
KORUPSI yang telah merampok uang Rakyat dan membangkrutkan Negara, sehingga KASUS
PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN harus dituntut 6 tahun penjara.
Selain itu ternyata juga bagi JPU bahwa KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN
bukan hanya KEJAHATAN biasa, tapi KEJAHATAN LUAR BIASA, sehingga jauh LEBIH JAHAT dan
LEBIH BERAT dari pada KASUS PENISTAAN AGAMA yang pernah dilakukan AHOK sehingga buat
Gaduh Satu Negeri, juga jauh LEBIH JAHAT dan LEBIH BERAT dari pada KASUS PENYIRAMAN AIR
KERAS tehadap Petugas Negara & Penyidik KPK Novel Baswedan sehingga salah satu matanya
Buta Permanen. BUKTINYA : Ahok Si Penista Agama hanya dituntut Hukuman Percobaan 2
tahun, sedang Penyiram Air Keras ke Penyidik KPK hanya dituntut 1 tahun penjara, tapi KASUS
PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN dituntut 6 tahun penjara.
Itulah sebabnya menanggapi TUNTUTAN 6 TAHUN PENJARA yang diajukan JPU terhadap
SAYA, maka Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) KH
Muhyiddin Junaidi pd tanggal 3 Juni 2021 menyatakan di berbagai Media Massa sbb :
14
”Kami sangat kecewa dengan Tuntutan JPU terhadap Habib Rizieq, karena itu sangat
memberatkan, di luar nalar logika sehat, beraroma politik dan bernuansa dendam serta
mengada-ada.”
Kekecewaan para Habaib dan Ulama serta Umat Islam terhadap Tuntutan JPU sangat
wajar, karena fakta menunjukkan banyak Kasus Korupsi yang merugikan Negara milyaran hingga
Trilyunan rupiah tapi dituntut ringan, sementara hanya Kasus Pelanggaran Protokol Kesehatan
dituntut sampai penjara 6 tahun. Itulah sebabnya saya bertambah yakin bahwa semua KASUS
PROKES yang hadapi di PN Jakarta Timur, mulai dari Kasus Petamburan dan Kasus
Megamendung hingga Kasus RS UMMI hanya merupakan bagian dari OPERASI INTELIJEN HITAM
BERSKALA BESAR yang liar dan jahat serta sadis dan kejam.
Semoga Majelis Hakim yang mulia diselamatkan oleh Allah SWT dari jeratan jahat
OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR tersebut, dan diberi kekuatan oleh Allh SWT untuk
tetap mempertahankan Indonesia sebagai NEGARA HUKUM bukan sebagai NEGARA
KEKUASAAN sebagaimana Amanat Konstitusi Pancasila dan UUD 1945.
حسبنا الله ونعم الوكيل،
نعم المولى ونعم النصير،
ولا حول ولا قوة إلا ابهلل العلي العظيم
B. OLIGARKI ANTI TUHAN
Kepada Yang Mulia Majelis Hakim
Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum
Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum
Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada
Sebelum saya BUKTIKAN dengan memaparkan berbagai INDIKASI yang menjadi
PETUNJUK bahwa KASUS yang saya hadapi lebih tepat disebut sebagai KASUS POLITIK ketimbang
KASUS HUKUM, maka saya memandang perlu untuk memaparkan RANGKAIAN PERISTIWA yang
saya hadapi, sebelum dan saat serta setelah, saya dirawat di Rumah Sakit UMMI Kota Bogor,
agar menjadi jelas BENANG MERAH yang menghubungkan semua Rangkaian Kejadian tersebut
dengan KASUS yang sedang saya hadapi di pengadilan ini, sehingga menjadi masukan penting
bagi mereka yang punya HATI JERNIH dan AKAL SEHAT serta NURANI KEADILAN untuk
mengambil KESIMPULAN.
Sejak saya dan Keluarga beserta Para Sahabat bersama Umat Islam Indonesia terlibat
langsung dalam AKSI BELA ISLAM 411 pada tgl 4 November 2016 di Depan Istana Presiden, dan
dilanjutkan dengan AKSI BELA ISLAM 212 pada tgl 2 Desember Tahun 2016 di Lapangan
Monumen Nasional (Monas) Jakata, kemudian dilanjutkan lagi denga AKSI-AKSI BELA ISLAM
15
lainnya yang berjilid-jilid, seperti AKSI BELA ISLAM 121, 161, 21-2, 313 dan 55 serta lainnya, yang
dengan izin Allah SWT dan karunia serta anugerah-Nya bahwa semua AKSI BELA ISLAM tersebut
telah menjadi MEDIA DA’WAH yang luar biasa, antara lain :
1. PENYADARAN UMAT tentang betapa pentingnya PERSAUDARAAN dan PERSATUAN di
dalam melengserkan dan melongsorkan KESOMBONGAN dan KEANGKUHAN Kekuasaan
OLIGARKI.
2. PEMOMPA SEMANGAT UMAT untuk selalu berjuang MENEGAKKAN KEADILAN dan
MELAWAN KEZALIMAN tanpa merasa takut terhadap RESIKO PERJUANGAN.
3. PEMILAH ANTARA HAQ DAN BATHIL agar tidak dicampur-adukkan dengan tetap selalu
menjunjung tinggi bahwa AYAT SUCI DI ATAS AYAT KONSTITUSI.
PRINSIP JUANG kami selama ini adalah AYAT SUCI DI ATAS AYAT KONSTITUSI, karena
AYAT SUCI adalah WAHYU ILAHI yang datang dari YANG MAHA SUCI, sehingga menjadi HARGA
MATI yang wajib DIPATUHI dan DITAATI tanpa KOMPROMI, serta tidak boleh DIREVISI apalagi
DIGANTI. Sedang AYAT KONSTITUSI adalah produk AKAL INSANI yang wajib tunduk kepada AYAT
SUCI, sehingga manakala berkesusaian dengan Ayat Suci maka wajib dipatuhi dan ditaati,
sebaliknya manakala bertentangan dengan Ayat Suci maka wajib diperbaiki dan direvisi, bahkan
bisa diganti melalui jalur Konstitusional.
PRINSIP JUANG kami telah sejalan dengan SILA PERTAMA PANCASILA yang menjunjung
tinggi KETUHANAN YANG MAHA ESA yang bukan lagi sebagai PILAR NEGARA, akan tetapi jauh
lebih tinggi lagi yaitu sebagai DASAR NEGARA, sebagaimana ditetapkan oleh UUD 1945 dalam
Pembukaan dan Pasal 29 ayat 1 yang berbunyi : ”Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang
Maha Esa”.
INDONESIA memang bukan NEGARA AGAMA akan tetapi Indonesia juga bukan Negara
Iblis atau Negara Setan atau Negara Kafir atau Negara Thogut atau Negara Atheis atau Negara
Komunis, melainkan Indonesia adalah Negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
yaitu Negara yang menjunjung tinggi Norma-Norma dan Nilai-Nilai Luhur KETUHANAN YANG
MAHA ESA yang tertuang dalam AYAT-AYAT SUCI yang datang dari TUHAN YANG MAHA ESA lagi
MAHA SUCI.
Oleh karenanya, semua produk Hukum dan Aturan serta Perundangan-undangan di
Indonesia harus selaras dan sejalan serta sesuai dengan Norma-Norma dan Nilai-Nilai Luhur
KETUHANAN YANG MAHA ESA yang tertuang dalam AYAT-AYAT SUCI yang datang dari TUHAN
YANG MAHA ESA lagi MAHA SUCI.
PRINSIP JUANG kami tersebut telah membuat KEBAKARAN UBUN-UBUN Para
Gerombolan ATHEIS dan KOMUNIS yang Pasca Reformasi 1998 banyak yang menyamar menjadi
LIBERALIS dan SEKULARIS, sehingga mereka Risau, Kacau dan Galau, serta Marah, Murka dan
Kalap, karena selama ini mereka selalu berkampanye secara besar-besaran dengan Dana Tak
16
Terbatas mencuci otak Rakyat Indonesia dan merusak Imannya kepada Tuhan Yang Maha Esa
dengan slogan AYAT KONSTITUSI DI ATAS AYAT SUCI.
Mereka semakin KEBAKARAN UBUN-UBUN manakala saya dan Para Sahabat
seperjuangan sepanjang Tahun 2016 dan 2017 secara terus menerus melalui SEMINAR dan
DISKUSI serta TABLIGH AKBAR membongkar habis-habisan INDIKASI KEBANGKITAN NEO PKI,
sekaligus menggelar AKSI PARADE TAUHID yang dikuti ratusan ribu massa Long March dari
Senayan menuju Istana untuk menolak KEBANGKITAN NEO PKI.
Pada Tahun 2016 dalam Simposium Mewaspadai Kebangkitan PKI di hadapan ratusan
pensiunan TNI bersama Para Sesepuhnya, seperti Jenderal TNI (Pur) Sayyidiman dan Jenderal TNI
(Pur) Tri Sutrisno serta lainnya, saya telah bahas tuntas INDIKASI KEBANGKITAN NEO PKI, antara
lain :
1. Tuntutan Pencabutan TAP MPRS No XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran dan Pelarangan
PKI sekaligus Pelaragan Penyebaran Paham Marxisme dan leninisme serta Komunisme.
2. Penghapusan Sejarah Pengkhianatan PKI dari Kurikulum Pelajaran di semua jenjang
Pendidikan di Indonesia.
3. Penghentian Pemutaran Film Pengkhianatan G30S/PKI dari Stasiun TVRI dan Televisi Swasta.
4. Penghapusan Litsus Bersih PKI bagi Calon Pejabat di Indonesia.
5. Putra-Putri PKI yang masih mengususng Ideologi PKI masuk ke Parpol dan menjadi Anggota
DPR RI dan Pejabat Negara.
6. Pembuatan dan Penyebaran Buku mau pun Film Pembelaan terhadap PKI.
7. Adanya RUU KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) yang memposisikan PKI sebagai
Korban sehingga harus direhabilitasi.
8. Pembelaan Komnas HAM dan LSM LIBERAL terhadap PKI atas nama HAM.
9. Bantuan Negara China Komunis kepada Indonesia berikut Kompensasinya.
10. Kerja-sama sejumlah Parpol dengan Partai Komunis China.
11. Pagelaran Seminar dan Temu Kangen antar Keluarga PKI sekaligus Promosi Ideologi mereka.
12. Pembentukan Ormas dan Orsospol serta LSM yang berafiliasi kepada Neo PKI.
13. Pemutar Balikkan Sejarah PKI melalui Buku, Film, Wawancara, Seminar, Diskusi, TV dan
MEDSOS serta berbagai Media Cetak mau pun Elekronik lainnya.
14. Penyebaran Lambang Palu Arit PKI di kalangan Selebritis dan Kawula Muda secara besarbesaran.
15. Usulan Penghapusan Kolom Agama dari KTP.
16. Sejak Reformasi ada upaya semua Presiden didorong-dorong untuk minta maaf kepada PKI
dengan dalih Rekonsiliasi.
17. Adanya Jargon REVOLUSI MENTAL yang dulu pernah menjadi Jargon PKI.
18. Adanya Jargon SAMA RATA SAMA RASA yang juga dulu pernah jadi Jargon PKI.
19. Anggota DPR RI dari PDIP Ribka Ciptaning mengarang buku “Aku Bangga jadi Anak PKI” dan
buku “Anak PKI masuk Parlemen”.
20. Pengakuan Anggota DPR RI dari PDIP Ribka Ciptaning bahwa Jutaan Pendukung PKI di
Indonesia merapat dan memilih serta memenangkan Partai PDIP agar berkuasa, sehingga
Anak Keturunan PKI bisa kembali bangkit.
17
Dan kini satu per satu INDIKASI tersebut di atas terbukti, antara lain :
1. Adanya RUU HIP yang mengadopsi MANIFESTO POLITIK PKI 1960-an dengan memeras
PANCASILA menjadi TRISILA bahkan EKASILA. Setelah diprotes ternyata pembahasan RUU
tsbt bukan dibatalkan, tapi hanya ditunda untuk menunggu pengesahan di saat umat Islam
lengah.
2. Adanya PP No 57 Tahun 2021 menghapus Mata Kuliah Wajib PANCASILA dan BAHASA
INDONESIA.
3. Adanya Kamus Sejarah Indonesia yang diterbitkan Kemendikbud RI telah dengan sengaja
menghilangkan sejumlah TOKOH ISLAM seperti Pendiri NU KH Hasyim Asy’ari dan Pelopor
NKRI M. Natsir, juga KH Mas Mansur, Mr Syafruddin Prawiranegara, dsb. Dan sebaliknya
banyak TOKOH PKI justru dimasukkan ke dalam Kamus Sejarah tersebut, seperti : Darsono
Notosudirjo (Hal 51), DN Aidit (Hal 58), Henk Sneevlit (Hal 87), Semaoen (Hal 262), dsb.
4. Adanya sejumlah Pendukung Ideologi PKI yang diangkat sebagai Pejabat, seperti HILMAR
FARID sebagai Dirjen Kemendikbud RI yang berpendapat bahwa PKI tidak berontak dan
hanya Korban Fitnah Orde Baru, serta berencana untuk merevisi Film G30S/PKI sesuai
pendapatnya tersebut.
5. Adanya Test Wawasan Kebangsaan (TWK) di KPK yang pertanyaannya beraroma ANTI
AGAMA, antara lain : Apakah anda bersedia melepas Jilbab demi Bangsa dan Negara ? Jika
anda diminta memilih, anda pilih Al-Qur’an atau Pancasila ? Lalu dengan entengnya di
berbagai Media Massa Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(Menpan RB) Cahyo Kumolo menyebut bahwa Test Wawasan Kebangsaan (TWK) sama
dengan Litsus di Zaman Orde Baru. Padahal Litsus di Zaman Orba untuk memastikan bahwa
Pegawai Negeri tidak terkontaminasi Ideologi PKI yang Anti Tuhan dan Anti Agama, sedang
TWK di KPK untuk memastikan ASN siap meninggalakan Ajaran Agama dengan dalih demi
Bangsa dan Negara. Apakah TWK bentuk balas dendam Neo PKI terhadap Umat Islam ?
Sejak AKSI-AKSI BELA ISLAM dan AKS-AKSI ANTI PKI sepanjang Tahun 2016, saya dan
Keluarga serta Para Sahabat seperjuangan menjadi TARGET KRIMINALISASI dan MAKARISASI
bahkan TERORISASI, sehingga sepanjang Tahun 2017 aneka ragam REKAYASA KASUS
dialamatkan kepada kami, bahkan kami menjadi TARGET OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA
BESAR yang bekerja untuk Kepentingan OLIGARKI ANTI TUHAN.
OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR telah menebar aneka ragam TEROR dan
INTIMIDASI terhadap kami, seperti : Pelemparan Bom Molotov ke beberapa Posko FPI, dan
Penembakan Kamar Pribadi saya di Pesantren MARKAZ SYARIAH Megamendung Bogor, serta
Peledakan Bom Mobil di acara Tabligh Akbar saya di Cawang Jakarta, juga pengepungan dan
pengeroyokan serta percobaan pembunuhan terhadap saya dan kawan-kawan oleh Gerombolan
18
Preman GMBI depan Mapolda Jawa Barat di Bandung, yang kesemuanya sampai saat ini tak satu
pun diproses hukum dan diungkap kasusnya oleh para APARAT PENEGAK HUKUM.
Tidak sampai disitu, OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR juga membangun
KOLABORASI dengan berbagai INDUSTRI MEDSOS untuk membunuh KARAKTER saya dan FPI
secara habis-habisan. Sejak Tahun 2016 tersebut Identitas saya dan FPI menjadi TERLARANG
tampil di Facebook dan Instagram serta Twitter, baik nama lengkap, inisial, logo, atribut, foto,
video, pernyataan, atau berita apa pun yang terkait saya dan FPI. Namun jahat dan sadisnya,
tayangan apa saja terkait saya dan FPI yang sifatnya menghina dan melecehkan serta membunuh
karakter, maka TIDAK DILARANG tampil di Facebook mau pun Instagram dan Twitter, bahkan
ramai menghiasi Facebook dan Instagram serta Twitter.
Saat itu ESKALASI POLITIK cukup memanas, sehingga saya dan Para Sahabat pernah
menawarkan Dialog dan Rekonsiliasi kepada REZIM PENGUASA untuk meredam Konflik, karena
kami bukan sedang BER-OPOSISI melainkan sedang BERHISBAH yaitu BER-AMAR MA’RUF NAHI
MUNKAR.
OPISISI tidak sama dengan HISBAH, Gerakan Oposisi adalah Gerakan Politik yang sering
Subjektif Tidak Objektif dalam menilai Kebijakan Pemerintah, sehingga segala Kebijakan
Pemerintah, yang baik mau pun yang tidak baik, tetap sering DIKRITISI. Sedang Gerakan HISBAH
yaitu AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR bukan Gerakan Politik, melainkan Gerakan Sosial
Keagamaan yang harus selalu Objektif, artinya saat Kebijakan Pemerintah itu baik dan bagus,
maka harus diapresiasi dan didukung, namun saat Kebijakan Pemerintah itu tidak baik atau
kurang tepat, maka wajib dikritisi, bahkan jika kebijakan tersebut bertentangan dengan Agama
dan Konstitusi, maka wajib diprotes keras, namun tetap harus dalam Koridor Konstitusi.
Sayangnya saat itu REZIM PENGUASA kurang menyambut baik ajakan kami untuk Dialog
dan Rekonsiliasi, akibat ulah para BuzzeRp Bayaran dan Para Pembinanya yang selalu mengadu
domba dan memecah belah Pejabat dan Rakyat untuk Kepentingan OLIGARKI ANTI TUHAN.
Akhirnya ESKALASI POLITIK semakin tinggi dan memanas, bahkan masyarakat baik di
tinggkat elit mau pun di tingkat akar rumput mulai terbelah dimana-mana, sehingga saya dan
Keluarga memilih jalan untuk sementara waktu HIJRAH ke Kota Suci Mekkah, demi
menghindarkan KONFLIK HORIZONTAL yang bisa mengantarkan kepada kerusuhan dan
pertumpahan darah.
Namun ternyata ada OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR yang menjadikan
HIJRAH kami sebagai PENGASINGAN, sehingga kami tidak bisa pulang selama 3,5 tahun. Dan saya
beserta Keluarga selama dalam PENGASINGAN tersebut kerap mengalami TEROR dan
INTIMIDASI berupa aneka FITNAH yang ingin mencelakakan saya sekeluarga agar ditangkap oleh
Pemerintah Saudi.
Ternyata para Sahabat seperjuangan saya di Indonesia pun terus DITEROR dan
DIINTIMIDASI serta DIKRIMINALISASI, bahkan DIMAKARASIASI hingga DITERORISASI. Selain itu
19
ada juga terjadi upaya percobaan pembunuhan terhadap Saksi Ahli IT Alumni ITB Ir Hermansyah
yang dengan setia membela saya, beliau di hapadan isterinya dihadang dan diserang serta
ditusuk-tusuk di tengah jalan tol. Belum lagi terjadi SABOTASE dalam Acara Reuni 212 pada tahun
2018 dengan Peledakan BOM PIPA di lokasi Acara di Monas.
حسبنا الله ونعم الوكيل،
نعم المولى ونعم النصير،
ولا حول ولا قوة إلا ابهلل العلي العظيم
C. DIALOG DAN REKONSILIASI
Kepada Yang Mulia Majelis Hakim
Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum
Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum
Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada
Selama di Kota Suci Mekkah pada setahun pertama sebelum saya dicekal / diasingkan,
saya selalu membuka diri dan megajak PEMERINTAH INDONESIA untuk BERDIALOG
menyelesaikan semua Konflik demi menjaga persatuan dan kesatuan NKRI. Pada awal bulan
Syawwal 1438 H sekitar Akhir Mei 2017 saat saya berada di Kota Tarim – Yaman, saya ditelpon
Menko Polhukam RI Jenderal TNI (Pur) Wiranto dan beliau mengajak saya dkk untuk
membangun kesepakatan agar tetap membuka pintu Dialog dan Rekonsiliasi. Kami sambut baik
himbauan beliau tersebut, karena sejak semula justru itu yang kami harapkan.
Lalu sekitar Awal Juni 2017 yang juga pertengahan bulan Syawwal 1438 H, saya bertemu
dan berdialog langsung dengan Kepala BIN (Badan Intelijen Negara) Jenderal Polisi (Pur) Budi
Gunawan bersama Timnya di salah satu Hotel Berbintang Lima di Kota Jeddah – Saudi Arabia.
Hasil pertemuan tersebut SANGAT BAGUS, kita buat kesepakatan tertulis hitam di atas putih
yang ditanda-tangani oleh saya dan Komandan Operasional BIN Mayjen TNI (Pur) Agus Soeharto
di hadapan Kepala BIN dan Timnya, yang kemudian Surat tersebut dibawa ke Jakarta dan
dipersaksikan serta ditanda-tangani juga oleh Ketua Umum MUI Pusat KH Ma’ruf Amin yang kini
menjadi Wakil Presiden RI.
Di antara isi kesepakatan tersebut adalah ”Stop semua kasus hukum saya dkk” sehingga
tidak ada lagi Fitnah Kriminalisasi, dan sepakat mengedepankan DIALOG dari pada Pengerahan
Massa, serta siap mendukung semua kebijakan Pemerintahan Jokowi selama tidak bertentangan
dengan Ajaran Agama Islam dan Konstitusi Negara Indonesia.
Dan saya juga dua kali bertemu dan berdialog langsung dengan Kapolri Jenderal Polisi
(Pur) Muhammad Tito Carnavian pada tahun 2018 dan 2019 di salah satu Hotel Berbintang Lima
di dekat Masjidil Haram Kota Suci Mekkah. Dalam dua kali pertemuan tersebut saya menekankan
20
bahwa saya siap tidak terlibat sama sekali dengan urusan politik praktis terkait Pilpres 2019
dengan tiga syarat :
1. Stop Penodaan Agama
Artinya siapa pun yang menista / menodai agama apa pun harus diproses hukum sesuai
Amanat UU Anti Penodaan Agama yang tertuang dalam Perpres No 1 Tahun 1965 dan KUHP
Pasal 156a. Sebagaimana Ahok Si Penista A-Qur’an diproses, maka selain Ahok seperti Abu
Janda, Ade Armando, Denny Siregar, dan semua gerombolan mereka yang sering menodai
Agama dan menista Ulama juga harus diproses hukum, sesuai dengan Prinsip Equality
Before The Law sebagaimana dimanatkan UUD 1945.
2. Stop Kebangkitan PKI
Artinya sesuai Amanat TAP MPRS RI No XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran dan
Pelarangan PKI sekaligus Pelarangan Penggunaan Atribut PKI dan Pelarangan Penyebaran
Paham Komunisme dan Marxisme serta Lininisme, yang Sanksi Hukum Pidananya sudah
tertuang dalam UU No 27 Tahun 1999 ttg Perubahan KUHP yang berkaitan dengan
kejahatan terhadap Keamanan Negara yaitu : KUHP Pasal 107 huruf a, c, d dan e, yang
kesemuanya khusus terkait kejahatan penyebaran paham Komunisme dan Marxisme serta
Leninisme.
3. Stop Penjualan Aset Negara ke Asing mau pun Aseng
Artinya semua Aset dan Kekayaan Negara sebesar-besarnya digunakan untuk kesejahteraan
Rakyat dan Bangsa Indonesia, lalu khusus Pribumi Indonesia perlu diberi kesempatan
bersaing yang sehat dengan Asing mau pun Aseng agar bisa jadi Tuan di Negeri sendiri
dengan tanpa bermaksud DISKRIMINASI.
Namun sayang sejuta sayang, Dialog dan Kesepakatan yang sudah sangat bagus dengan
Menko Polhukam RI dan Kepala BIN serta Kapolri saat itu, akhirnya semua kandas akibat adanya
OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR yang berhasil mempengaruhi Pemerintah Saudi,
sehingga saya dicekal / diasingkan dan tidak bisa pulang ke Indonesia.
SAYA TIDAK TAHU apakah Menko Polhukam RI Wiranto dan Kepala BIN Budi Gunawan
serta Kapolri Tito Carnavian yang MENGKHIANATI Dialog dan Kesepakatan, serta mereka terlibat
dalam OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR tersebut, atau memang disana ada PIHAK
LAIN yang memiliki KEKUATAN BESAR yang melakukan OPERASI RAHASIA untuk melayani
OLIGARKI ANTI TUHAN yang bersembunyi di balik INSTRUMEN KEKUASAAN. Wallaahu A’lam.
Namun yang jelas, SIAPA PUN yang bermain dan menggelar OPERASI LIAR semacam ini
sangat berbahaya, sekaligus sangat mengancam Persatuan dan kesatuan NKRI, sehingga WAJIB
DIHENTIKAN.
21
Karenanya, demi keutuhan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, Pemerintah
Indonesia wajib merangkul Para Ulama bukan memukul, dan wajib memeluk Para Tokoh bukan
menggebuk, serta wajib menyayang Para Aktivis bukan menendang, sehingga semua KEKUATAN
BANGSA disatukan untuk menghentikan OPERASI LIAR dari segelintir MANUSIA JAHAT yang
menjilat Para OLIGARKI ANTI TUHAN.
Saya dan Keluarga dibantu Para Sahabat setia yang ada di Kota Suci Mekkah terus
berusaha keluar dari PENGASINGAN yang dibungkus dengan nama PENCEKALAN. Akhirnya
Alhamdulillaah, setelah jatuh bangun penuh suka duka, dengan izin dan pertolongan Allah SWT,
saya dan Keluarga bisa kembali ke Tanah Air, walau pun hingga detik-detik terakhir di Bandara
Jeddah saat keberangkatan saya dari Saudi masih saja ada upaya untuk menggagalkan
Kepulangan saya sekeluarga.
Setibanya saya dan Keluarga di Tanah Air, serangan BuzzeRp Bayaran yang dikenadlikan
oleh OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR tidak berhenti mendorong supaya POLISI
menangkap saya. Bahkan pasca acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Petamburan yang
diselenggarakan pada tgl 14 November 2020, serangan tersebut semakin gencar dan masif
dengan memanfaatkan issue PELANGGARAN PROKES yang terjadi dalam acara Maulid tersebut,
walau pun sudah membayar Denda Administratif sebesar Rp.50 juta.
Dan tgl 17 November 2020 saat saya menerima KLIRENS KESEHATAN dari pihak Bandara
Cengkareng yang terlambat diserahkan ke saya, maka saya baru mulai melaksanakan ISOLASI
MANDIRI di Rumah Petamburan, namun ISOLASI MANDIRI saya di Rumah Petamburan sangat
terganggu dengan sejumlah hal, antara lain :
1. Tgl 19 November 2020 Jalan Raya Petamburan wilayah tempat tinggal saya didatangi oleh
Pasukan KOOPSUS TNI (Komando Operasi Khusus TNI) yang terdiri dari tiga pasukan elite
TNI, yaitu : Kopassus AD, Marinir AL serta Paskhas AU, mereka lewat sambil berhenti
sebentar dengan menyalakan sirine di mulut Gang Markas Besar FPI, sehingga masyarakat
resah.
Sebenarnya Pasukan Elit KOOPSUS ini hanya boleh bergerak dengan Perintah Presiden,
namun saya tidak yakin kalau yang menggerakkannya saat itu adalah PRESIDEN, tapi saya
lebih yakin bahwa yang menggerakkannya adalah OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA
BESAR yang telah menyusup ke semua lini Pemerintahan mau pun Swasta untuk
Kepentingan OLIGARKI ANTI TUHAN.
2. Tgl 20 November 2020 Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurrahman saat Apel Kodam
Jaya di Monas tanpa sebab yang jelas mengancam dan menantang perang FPI, lalu
menurunkan Pasukan Perang lengkap dengan Kendaraan Tempur Panser dan lainnya hanya
untuk menurunkan BALIHO UCAPAN SELAMAT DATANG HRS di Petamburan dan tempat
lainnya di Jakarta dan sekitarnya.
22
Padahal FPI bukan MILISI BERSENJATA, melainkan Ormas Sosial Keagamaan yang banyak
bergerak di Bidang Da’wah dan Kemanusiaan, bahkan di berbagai Daerah FPI sering turun
bareng dengan TNI dan POLRI dalam menanggulangi Bencana Alam. Karenanya, saya juga
tidak yakin OPERASI PENURUNAN BALIHO tersebut murni kemauan Pangdam Jaya, akan
tetapi saya tetap yakin kalau semua itu tidak lepas dari OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA
BESAR yang telah menyusup ke semua lini, termasuk TNI dan POLRI untuk Kepentingan
OLIGARKI ANTI TUHAN.
Kini Sang Pangdam yang sukses dalam OPERASI PENURUNAN BALIHO diangkat menjadi
PANGKOSTRAD, saya doakan semoga dengan jabatan barunya berani mengerahkan pasukan
ke PERTEMPURAN bukan ke PETAMBURAN, khususnya ke PAPUA untuk melawan PARA
TERORIS SEPARATIS yang sedang merongrong NKRI dan membunuhi aparat dan warga sipil.
Itulah sebabnya saya dan keluarga memilih untuk pindah ISOLASI MANDIRI dari Rumah
Petamburan ke Rumah di Sentul Bogor agar lebih tenang dari gangguan OPERASI INTELIJEN
HITAM BERSKALA BESAR.
حسبنا الله ونعم الوكيل،
نعم المولى ونعم النصير، ولا حول ولا قوة إلا ابهلل العلي العظيم
23
BAB III
DARI RUMAH SAKIT KE RUANG SIDANG
Kepada Yang Mulia Majelis Hakim
Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum
Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum
Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada
Pada hari SELASA tgl 24 November 2020 tengah malam saya dan istri secara resmi
menjalani perawatan di RS UMMI Kota Bogor, dan sengaja perawatan tersebut kami rahasiakan
agar tidak ada yang besuk, sehingga tidak mengganggu perawatan, sekaligus supaya tidak
menimbulkan KEHEBOHAN di tengah masyarakat.
Namun pada hari RABU tgl 25 November 2020 lagi-lagi OPERASI INTELIJEN HITAM
BERSKALA BESAR membongkar perawatan saya di RS UMMI tersebut dan para BuzzeRp pun
menebar berbagai HOAX dengan menyebut saya kritis dan sekarat, bahkan mati akibat Covid.
Pada hari KAMIS tgl 26 November 2020 pagi OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA
BESAR pun menggelar OPERASI PENGIRIMAN BUNGA ke RS UMMI dari pihak-pihak yang tidak
jelas yang dikirim secara SEKALIGUS dan berisi kalimat-kalimat menghina dan memperolok-olok.
OPERASI PENGIRIMAN BUNGA tersebut dimaksudkan untuk memainkan OPINI JAHAT bahwa
SAYA sedang KRITIS bahkan SEKARAT di RS UMMI akibat Covid, senada dengan aneka HOAX
yang ditebar para BuzzeRp di media sosial . Di malam harinya Wali Kota Bogor Bima Arya
mendatangi RS UMMI bersama Satgas Covidnya dan KOAR-KOAR di Media, sehingga banyak
Kerabat dan Sahabat resah, lalu menanyakan kondisi saya dan istri melalui Keluarga kami.
Itulah sebabnya, pada malam hari itu juga banyak Habaib, Ulama dan Para Tokoh
meminta kepada menantu kami Hb Muhammad Hanif Alattas untuk membuat REKAMAN VIDEO
singkat buat Kerabat dan Sahabat untuk meredam FITNAH dan HOAX tersebut, sehingga Kerabat
dan Sahabat pun yang semula resah menjadi tenang.
Pada hari JUMAT 27 November 2020 pagi dini hari Hb Hanif Alattas membuat Video
Klarifikasi yang isinya menerangkan bahwa saya ”baik-baik saja” dan masih dalam perawatan
serta meminta doa semua pihak, karena memang kondisi saya saat masuk RS stabil berdasarkan
Pemeriksaan Dokter dan Hasil Laboratorium yang semakin hari semakin baik, serta juga belum
ada Hasil Test PCR yang menyatakan saya POSITIF COVID, disamping saya “merasa” segar dan
sehat. Begitu juga pihak RS UMMI melalui Direktur Utamanya Dr. Andi Tatat langsung
24
mengklarifikasi segala Berita HOAX tentang saya untuk menenangkan masyarakat, sekaligus
menjaga ketenangan pelayanan kesehatan di RS UMMI.
Jadi, Berita HOAX dan KOAR-KOAR Walikota Bogor Bima Arya secara konkrit telah
menyebabkan keresahan dan kepanikan masyarakat, sedang Rekaman Video Klarifikasi Hb Hanif
Alattas dan Wawancara Klarifikasi DR Andi Tatat justru sebaliknya yaitu telah berhasil
menenangkan dan menyejukkan masyarakat.
Selanjutnya, hari JUM’AT tgl 27 November 2020 di siang hari saya melakukan Test PCR
bersama Tim Mer-C di RS UMMI tanpa didampingi Satgas Covid Kota Bogor, karena mereka tidak
datang sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Di malam harinya kembali Walikota Bogor Bima Arya
bersama Satgas Covidnya mendatangi RS UMMI untuk meminta Rekam Medis saya dan memaksa
pelaksanaan Test PCR ulang, serta kembali KOAR-KOAR di Media sambil tebar ancaman periksa
paksa dan sebagainya. Padahal Satgas Covid tidak berhak mengambil Rekam Medis Pasien,
karena Rekam Medis Pasien secara online sudah tersambung dengan Dinkes Kota Bogor dan
Kemenkes RI, serta tiap hari terlaporkan secara Real Time. Selain itu Satgas Covid tidak berhak
melakukan Test PCR, yang berhak adalah Dinas Kesehatan bukan Satgas Covid, apalagi melakukan
Test PCR ulang kepada orang yang baru ditest PCR.
Pada hari SABTU tgl 28 November 2020 pagi dini hari sekitar pukul 02.00 WIB, Walikota
Bogor setelah berunding dengan Tim Satgas, di dalamnya ada Kapolres Kota Bogor, langsung
menugaskan Ketua Satpol PP Kota Bogor untuk melaporkan RS UMMI dengan tuduhan
menghalang-halangi Satgas Covid Kota Bogor dalam melaksanakan tugas. Padahal sudah ada
kesepakatan antara Walikota Bogor dengan RS UMMI untuk menunggu Hasil Test PCR saya, tapi
hanya beberapa jam dari kesepakatan tersebut, tiba-tiba Walikota Bogor berubah pikiran setelah
rapat dengan Kapolres Kota Bogor bersama Tim Satgas Covid.
PERUBAHAN DRASTIS Sikap Walikota Bogor Bima Arya yang begitu cepat, dari KAMIS tgl
26 November 2020 di malam hari Bima Arya datang ke RS UMMI, dan JUM’AT tgl 27 November
2020 juga malam hari buat kesepakatan dengan RS UMMI untuk menunggu Hasil Test PCR, lalu
SABTU tgl 28 November 2020 pagi di hari sekitar pukul 02.00 WIB sudah buat LAPORAN POLISI
terhadap RS UMMI terkait perawatan saya disana, maka menjadi INDIKASI KUAT bahwa semua
itu merupakan bagian dari OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR yang terus mengejar
dan mengganggu saya selama ini.
Akhirnya, malam hari itu juga yaitu SABTU tgl 28 November 2020 tersebut saya memohon
izin ke RS UMMI untuk pulang dan melanjutkan perawatan di rumah dengan pertimbangan :
1. Bahwa berdasarkan Hasil Test Laboratorium kondisi saya semakin hari semakin baik dari
sejak masuk RS UMMI.
2. Bahwa saya punya Tim Medis Pribadi dari Tim Mer-C yang sangat berpengalaman akan
melanjutkan Pendampingan dan Pemeriksaan Kesehatan dalam ISOLASI MANDIRI di rumah.
25
3. Bahwa TEROR dan INTIMIDASI dari Walikota Bogor BIMA ARYA yang terus menerus sangat
mengganggu perawatan saya, sekaligus merusak ketenangan RS UMMI.
4. Bahwa OPERASI BERITA HOAX dari BuzzeRp dan OPERASI PENGIRIMAN BUNGA dari pihak
yang tidak jelas ke RS UMMI juga sangat mengganggu.
5. Bahwa Walikota Bogor melaporkan RS UMMI ke polisi, sehingga saya semakin tidak enak hati
terhadap RS UMMI yang sudah banyak membantu saya dalam perawatan.
Sebelum saya keluar dari RS UMMI ada dua hal yang saya lakukan :
1. Membuat Surat Pernyataan melarang mempublikasikan Hasil Test Laboratorium mau pun
Hasil Test Swab dan PCR tanpa izin saya, kecuali laporan yang sebagaimana mestinya seperti
pengiriman sample dan laporan Real Time ke Dinkes Kota Bogor mau pun Kemnkes RI.
2. Membuat Rekaman Testimoni untuk RS UMMI sebagai tanda Terima Kasih saya atas kerja
keras para Tenaga Medis RS UMMI dalam perawatan saya, sehingga saya ”merasa” sehat wal
afiyat.
HASIL RESMI Test PCR baru SAYA terima dari Dr Hadiki melalui Habib Hanif Alattas pada
tgl 30 November 2020 sesuai Keterangan SAYA dan Keterangan Saksi Fakta Dr Hadiki serta Saksi
Mahkota Habib Hanif Alattas di depan persidangan, karena Test PCR dilaksanakan hari JUM’AT
27 November 2020, sementara hari SABTU dan AHAD yaitu tgl 28 dan 29 November 2020
merupakan HARI LIBUR, sehingga Laporan Hasil PCR baru bisa disampaikan kepada SAYA pada
hari SENIN tgl 30 November 2020
Hasil Test PCR tersebut menyatakan bahwa saya POSITIF COVID, sehingga atas arahan
Tim Mer-C maka saya wajib melanjutkan ISOLASI MANDIRI di bawah pengawasan Tim Mer-C
hingga sembuh. Saya juga dapat penjelasan bahwa kondisi covid saya sudah ke arah membaik,
atau tidak lagi berbahaya, sehingga jika saya tetap konsisten ikut arahan Tim Medis, maka akan
lebih cepat sembuh. Dan kenyataannya memang seperti itu, setelah saya ikuti semua arahan Tim
Mer-C dengan izin Allah SWT saya sembuh total dalam waktu relatif singkat. Alhamdulillaah.
Oleh karena saya masih dalam MASA ISOLASI MANDIRI, pada hari SELASA tgl 1 Desember
2020 saya tidak bisa memenuhi PANGGILAN PERTAMA Polda Metro Jaya untuk Pemeriksaan
sebagai SAKSI KASUS PELANGGARAN PROKES dalam KERUMUNAN MAULID NABI MUHAMMAD
SAW DI PETAMBURAN.
Entah kenapa, pada hari KAMIS tgl 3 Desember 2020 Kapolri Jenderal (Pol) Idham Aziz
umbar ancaman keras terhadap saya dan FPI. Lalu esoknya hari JUM’AT tgl 4 Desember 2020
Kapolda Metro Jaya Irjen (Pol) Fadil Imran juga ancam sikat saya dan FPI. Pada hari yang sama 3
Anggota BIN (Badan Intelijen Negara) yang sedang melakukan penyusupan dan pengintaian di
Pesantren MARKAZ SYARIAH Megamendung Bogor dengan menggunakan DRONE tertangkap
oleh Petugas Pos Penjagaan Pesantren. Dan setelah diperiksa secara baik-baik, kemudian
26
diketahui melalui Kartu Identitasnya bahwa mereka bertiga adalah Anggota BIN, maka dilepas
dan dibebaskan secara terhormat, karena mereka adalah Petugas Negara.
Pada hari SABTU tgl 5 Desember 2020 saya dan Keluarga beserta Penjaga Rumah Sentul
Bogor melihat ada DRONE mutar-mutar di atas rumah saya dan mondar-mandir di sekitar rumah
tinggal kami di Sentul - Bogor. Dan ada Laporan dari Penjaga Rumah bahwa di depan Perumahan
Mutiara Sentul pun ada beberapa mobil asing yang mencurigakan selalu standby selama 24 jam
untuk memperhatikan siapa saja yang keluar dari Komplek Perumahan.
Karenanya kami memutuskan untuk melanjutkan ISOLASI MANDIRI di Tempat
Peristirahatan di Luar Kota yaitu di suatu tempat di Daerah Karawang yang asri, alami dan segar,
jauh dari pengawasan dan pengintaian pihak mana pun, juga tidak diketahui Kerabat mau pun
Sahabat agar tidak ada tamu yang mengganggu, sekaligus bisa gelar pengajian khusus sekeluarga
tiap hari selama ISOLASI.
Pada hari AHAD tgl 6 Desember 2020 sekitar jam 22.00 kami sekeluarga berangkat dari
rumah kami di Sentul – Bogor menuju tempat peristirahatan di Karawang. Kami memilih jalan di
waktu malam untuk menghindari MACET karena bersama kami banyak perempuan dan anakanak
bahkan beberapa bayi. Ternyata beberapa mobil asing mencurigakan yang selama ini
standby depan Komplek Perumahan mulai mengikuti dan menguntit rombongan kami. Dan
secara mengejutkan di tengah Tol Karawang kami dikejar dan dipepet hingga keluar Tol Karawang
Timur, namun berhasil dihalau dan dihalangi oleh para Pengawal kami dari Laskar FPI, sehingga
saya dan keluarga selamat dari kejaran mereka.
Sampai pagi dini hari jam 00.30 SENIN 7 Desember 2020, Laskar Pengawal kami terus
dikejar dan diserang serta ditembaki secara brutal oleh Gerombolan Orang Tak Dikenal (OTK)
tersebut. Saya dan keluarga selamat, tapi 6 Laskar FPI diculik, dan akhirnya mereka dibawa masuk
kembali ke dalam Tol Karawang, lalu dibawa ke KM 50, selanjutnya digiring ke suatu tempat untuk
disiksa dengan sadis dan dibunuh secara kejam dan biadab. Semoga Allah SWT menjadikan
mereka sebagai Syuhada dan memasukkann ke dalam Surga Firdaus-Nya :
اللهم اغفر لهم مغفرةً جامعة وارحمهم رحمةً واسعة وأدخلهم جنة الفردوس الأعلى
برحمتك أرحم الراحمين
Dan semoga Allah SWT menghancurkan sehancur-hancurnya para pelaku pembantaian 6
Syuhada FPI dan yang memerintahkannya serta para Aktor Intelektualnya juga yang merestuinya
dan semua yang terlibat dalam Pembantaian SADIS dan BRUTAL tersebut secara langsung mau
pun tidak langsung :
قوي متين منتقم
27
ِ ا
اللهم دمّرهم تدميرً
واقتلهم بددًا ولا تغادر منهم أحدًا
Akhirnya pagi hari itu juga SENIN 7 Desember 2020 sekitar Jam 10.00 WIB saya masih
belum bisa memenuhi PANGGILAN KEDUA Polda Metro Jaya untuk Pemeriksaan sebagai SAKSI
KASUS PELANGGARAN PROKES dalam KERUMUNAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW DI
PETAMBURAN, karena saya masih harus istirahat pemulihan kesehatan di luar kota, apa lagi di pagi
dini hari tersebut saya dan keluarga baru saja mendapat SERANGAN BRUTAL oleh GEROMBOLAN
ORANG TAK DIKENAL (OTK) yang menembaki rombongan kami dan menculik 6 pengawal kami.
Penyidik di Polda Metro Jaya menerima ‘udzur kami dan memberi waktu hingga hari SENIN tgl 14
Desember 2020 untuk pemeriksaan sebagai SAKSI.
Masih di hari yang sama SENIN 7 Desember 2020 sekitar Jam 12.00 WIB : Kapolda Metro
Jaya Irjen (Pol) Fadil Imran dan Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurrahman secara
mengejutkan gelar SIARAN PERS yang mengakui bahwa yang MENGINTAI dan MENGUNTIT saya
dari Sentul hingga Tol Kerawang adalah ANGGOTA POLDA METRO JAYA, dan mengakui juga
bahwa mereka yang MEMBUNUH 6 Laskar FPI yang mengawal saya dan keluarga. Bagi saya
sekeluarga PENGAKUAN KAPOLDA METRO JAYA yang didampingi PANGDAM JAYA tersebut
merupakan PERTOLONGAN ALLAH SWT yang luar biasa, karena tanpa pengakuan mereka
tersebut maka saya dan Keluarga tidak akan pernah tahu siapa PARA BAJINGAN pengintai dan
penguntit serta pengganggu kami di Jalan Tol Karawang malam itu, dan tidak akan pernah tahu
pula siapa PARA BAJINGAN BIADAB yang menculik dan menyiksa serta membantai 6 Laskar
Pengawal kami secara Sadis dan Biadab.
الحمد هلل الذي كشف سر َّ الأعداء حتى نعلم من قتل الشهداء
اللهم مزِّق الأعداء كل َّ ممز َّق مز َّقته أعداءك انتصارًا لأنبياءك ورسلك وأولياءك
بحق سيد المرسلين رب العالمين
Selanjutnya, pada hari RABU tgl 9 Desember 2020 Polda Metro Jaya langsung
mengumumkan di berbagai Media Cetak mau pun Elektronik bahwa saya sebagai TERSANGKA
KASUS PELANGGARAN PROKES dalam KERUMUNAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW DI
PETAMBURAN. Padahal sampai saat itu saya belum pernah diperiksa sebagai SAKSI, bahkan
sebelumnya justru sudah ada kesepakatan dengan Polda Metro Jaya bahwa saya akan jalani
pemeriksaan pada hari SENIN 14 November 2020 sebagai SAKSI KASUS PELANGGARAN PROKES
dalam KERUMUNAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW DI PETAMBURAN.
Hari KAMIS tgl 10 Desember 2020 Polda Metro Jaya mengancam akan JEMPUT PAKSA
saya. Dan hari JUM’AT 11 Desember 2020 saya mengirim Penasihat Hukum ke Penyidik Polda
Metro Jaya untuk menanyakan kejelasan berita. Akhirnya hari SABTU tgl 12 Desember 2020 saya
secara sukarela didampingi Pengacara mendatangi POLDA METRO JAYA secara untuk
menjalankan pemeriksaan, tapi saya langsung DITANGKAP dan DITAHAN hingga saat ini.
28
Selama saya ditahan di Rutan Polda Metro Jaya, saya pun langsung dijadikan lagi sebagai
TERSANGKA dalam KASUS KERUMUNAN MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR dan KASUS
TEST SWAB PCR RS UMMI KOTA BOGOR, sehingga saya dadili di Pengadilan Negeri Jakarta Timur
sebagai TERDAKWA dalam TIGA KASUS PELANGGARAN PROKES, yaitu : KERUMUNAN MAULID
NABI SAW DI PETAMBURAN dan KERUMUNAN SPONTAN MASYARAKAT MEGAMENDUNG
KABUPATEN BOGOR, serta TEST SWAB PCR RS UMMI KOTA BOGOR.
Dalam Kasus PROKES PETAMBURAN dan Kasus PROKES MEGAMENDUNG oleh Majelis
Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur saya dinyatakan bersalah melanggar Pasal 93 ayat (1)
UU No 6 Tahun 2018 ttg Kekarantinaan Kesehatan, tapi dengan VONIS BERBEDA untuk masingmasing
kasus walau pun dengan UU dan Pasal serta Ayat yang sama. Kasus PROKES
MEGAMENDUNG divonis Denda Rp. 20 juta tanpa hukuman penjara, sedang Kasus PROKES
PETAMBURAN yang sudah bayar denda Rp. 50 juta justru dihukum penjara 8 bulan dengan
potong masa tahanan. Kini tinggal menunggu VONIS Kasus Test Swab PCR RS UMMI kota Bogor.
Tidak sampai disitu, kemudian serangan terhadap saya dan Keluarga serta Para Shahabat
seperjuangan berikut Ormas FPI masih berlanjut. Pada Tgl 30 Desember 2020 Ormas FPI
dibubarkan dan dilarang, lalu Rekening Saya dan Keluarga serta para Pengurus FPI dibekukan,
kemudian Pesantren yang saya dirikan diancam mau ditutup, selanjutnya pengurus FPI
ditangkapi, ada yang dikriminalisasi dan ada juga yang diterorisasi, sementara Kasus
Pembantaian 6 Syuhada FPI di Km 50 ditutup-tutupi bahkan ada upaya untuk dipeti-eskan, para
pelakunya tidak ditangkap bahkan tidak juga diumumkan namanya, sedang Komnas HAM
melakukan TRANSAKSI NYAWA dengan Para Pembantai dan Pelindungnya, sementara DPR RI
bungkam seribu bahasa.
Rentetan TEROR dan INTIMIDASI serta PEMBUNUHAN KARAKTER terhadap saya dan
kawan-kawan, yang datang secara terus menerus tanpa henti, dari sejak PARADE TAUHID
MENOLAK KEBANGKITAN PKI, hingga AKSI BELA ISLAM 411 dan 212 di Tahun 2016, lalu
PENGASINGAN saya di Kota Suci Mekkah selama 3,5 tahun dari pertengahan Tahun 2017 sampai
akhir Tahun 2020, hingga pulang ke Tanah Air dan sampai dihadirkan di dalam sidang ini, menjadi
BUKTI bahwa TIGA KASUS PELANGGARAN PROKES yang saya hadapi merupakan bagian dari
OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR yang didanai PARA OLIGARKI ANTI TUHAN,
sehingga Ketiga Kasus Hukum tersebut hanya dijadikan sekedar ALAT JUSTIFIKASI dengan
menunggangi POLISI dan JAKSA PENUNTUT UMUM dalam rangka BALAS DENDAM POLITIK via
OPERASI PENGHAKIMAN dan PENGHUKUMAN untuk KRIMINALISASI dan PIDANAISASI
PELANGGARAN PROKES menjadi KEJAHATAN PROKES.
Jadi jelas bahwasanya TIGA KASUS PELANGGARAN PROKES yang saya hadapi, termasuk
Kasus Test Swab PCR RS UMMI Kota Bogor adalah KASUS POLITIK yang dibungkus dan dikemas
dengan KASUS HUKUM, sehingga Hukum hanya menjadi alat LEGALISASI dan JUSTIFIKASI untuk
memenuhi DENDAM POLITIK OLIGARKI terhadap saya dan Keluarga serta Kawan-Kawan.
29
Jika TIGA KASUS PELANGGARAN PROKES tersebut adalah murni hanya MASALAH
PELANGGARAN PROKES, maka kenapa ada RIBUAN PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN
(PROKES) di Tanah Air sejak awal Pandemi hingga kini, bahkan banyak dilakukan oleh Tokoh
Nasional, mulai dari Artis hingga Pejabat, tidak terkecuali Menteri dan Presiden, akan tetapi
waktu kita selama ini hanya habis dikuras untuk KRIMINALISASI PELANGGARAN PROKES yang
melibatkan SAYA dkk saja pada Kerumunan Maulid Nabi Muhammad SAW di Petamburan dan
Kerumunan Sambutan Spontan Masyarakat di Megamendung Kabupaten Bogor, serta
Perawatan SAYA di Rumah Sakit UMMI Kota Bogor, sehingga SAYA diproses ke Pengadilan
dengan 3 Kasus dan 3 Sidang untuk 3 Vonis melalui 11 Dakwaan dengan 18 Pasal Undang-
Undang ?!
Dan jika benar TIGA KASUS PELANGGARAN PROKES tersebut adalah murni hanya
MASALAH PELANGGARAN PROKES, mana mungkin sampai terjadi hal-hal yang sangat TRAGIS,
antara lain :
1. Penangkapan Saya dan Menantu 5. Pemblokiran Rekening Saya dan Keluarga
2. Penangkapan Pengurus FPI 6. Pemblokiran 75 Rekening Pengurus FPI
3. Pembubaran Ormas FPI 7. Upaya Penutupan Pesantren MARKAZ SYARIAH
4. Pelarangan Atribut FPI 8. Teror terhadap Keluarga dan Sahabat
Dan TRAGEDI yang paling SADIS adalah PEMBANTAIAN 6 PENGAWAL SAYA DARI LASKAR FPI
DI KM 50
Akhirnya, saya hanya bisa memohon kepada Allah SWT :
اللهم ارزقنا نصرًا عزيزًا وفتحًا مبينًا وخلاصًا جميلاً وفرَجًا عاجلاً
بحق فاطمة وأبيها وأمِّها وجد َّهتا وإخوهتا وبعلها وبنيها ومحبِّيها
عليهم الصلاة والسلام
قوي متين برحمتك نستغيث ... رب العالمين
حسبنا الله ونعم الوكيل،
نعم المولى ونعم النصير، ولا حول ولا قوة إلا ابهلل العلي العظيم
30
BAB IV
KRIMINALISASI PASIEN, DOKTER DAN RUMAH SAKIT
Kepada Yang Mulia Majelis Hakim
Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum
Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum
Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada
POLITIK KRIMINALISASI sangat berbahaya, karena tidak lagi mencari KEBENARAN, akan
tetapi hanya mencari PEMBENARAN, sehingga siapa saja yang melakukan praktek POLITIK
KRIMINALISASI maka telinganya akan menjadi TULI tidak bisa mendengar SUARA KEBENARAN,
dan mulutnya akan menjadi BISU tidak bisa berkata BENAR, serta matanya akan menjadi BUTA
tidak bisa melihat CAHAYA KEBENARAN. Karenanya POLITIK KRIMINALISASI akan
menghancurkan sendi-sendi KEADILAN dan meluluh-lantakkan TATANAN HUKUM serta
menyuburkan KEZALIMAN.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an tentang orang-orang yang TULI, BISU dan BUTA dari
KEBENARAN :
1. Surat Al-Baqarah ayat 18 :
١٨
ُم ۡ َ يَر ۡ جِعُونَ
َه
ٞ ۡ
ُ
بُ ۡ مٌ
ص ُ مُّ ۢ
Artinya : ”Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar).”
2. Surat Al-Baqarah ayat 171 :
١٧١
َه ۡ ُم َ ۡ َع قِلُونَ
ُ ٞ ۡ
ب ۡ ُمٌ
صُ مُّ ۢ
Artinya : ”Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.”
POLITIK KRIMINALSASI membuat pelakunya kehilangan HATI JERNIH dan AKAL SEHAT
serta NURANI KEADILAN, sehingga ia akan jatuh ke martabat yang sangat hina. Allah SWT telah
menegaskan dalam Al-Qur’an bahwa manusia yang tidak menggunakan Hati Jernih dan Akal
Sehat untuk mengenal KEBENARAN, serta tidak menggunakan Mata untuk melihat CAHAYA
KEBENARAN dan tidak menggunakan Telinga untuk mendengar SUARA KEBENARAN, maka
31
َ
ِ
َّ
َ
َ
derajat mereka lebih rendah dari BINATANG TERNAK, sebagaimana Firman-Nya SWT dalam
Surat Al-A’raaf ayat 179 :
َه ۡ ُم أ ُونَ بِه
َل
َا و
ل َٰفِلُو ن ١٧٩
ٱ ۡ
ِٰٓكَ هُمُ
ُب
ۡ ٞ ُ َ ۡ
َ
َ بِه
لَه
ْ ِٰٓكَ
كٱ
َا ٓ ۚ أ
ُون َ بِه
َع
َس ۡ م
َان ٞ َّ
ُم ۡ ءَاذ
َه
َل
َا و
ُو
ْ
ۚ أُو
ُون
َه
ب ۡ َل ۡ هُم أَضَ لُّ ۡ َفق
ۡ ُم ٞ قُلُوب َّ
َ ٰ ِم
ۡ ۡ
َن
Artinya : ”Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat
Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagai binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
POLITIK KRIMINALISASI memang sering sulit dibuktikan secara konkrit (nyata), karena
selalu tampil atas nama Hukum dan Undang-Undang, bahkan terkadang ada pelaku yang sadar
sedang melakukan Kriminalisasi tapi tetap dilakukan dengan dalih tugas, dan ada juga pelakunya
yang memang tidak sadar sama sekali sedang melakukan Kriminalisasi, karena tanpa terasa ia
dijadikan operator saja oleh Aktor Intelektual yang sebenarnya.
Namun demikian sejumlah indikasinya bisa menjadi Bukti Petunjuk adanya Kriminalisasi,
sekurangnya ada tiga indikator Kriminalisasi, yaitu : Pertama, adanya Praktek Pidanaisasi. Kedua,
adanya Diskriminasi Hukum. Ketiga, adanya Manipulasi Fakta.
I. PRAKTEK PIDANAISASI
MEMPIDANAKAN suatu perbuatan yang bukan pidana adalah bentuk PIDANAISASI, sama
halnya dengan MENGKRIMINALKAN suatu perbuatan yang bukan kriminal adalah bentuk
KRIMINALISASI. Baik PIDANAISASI mau pun KRIMINALISASI adalah bentuk praktek KEJAHATAN
HUKUM yang sangat berbahaya bagi PENEGAKAN KEADILAN, apalagi manakala praktek
PIDANAISASI atau KRIMINALISASI dilakukan oleh Para PENEGAK HUKUM.
KRIMINALISASI terhadap siapa pun hukumnya HARAM, sekali pun terhadap orang yang
kita benci atau musuhi, karena Allah SWT memerintahkan kita untuk berbuat dan bersikap adil
kepada semua umat manusia, dan sekaligus memperingatkan agar jangan sampai kebencian kita
kepada seseorang atau kepada suatu kaum membuat kita tidak adil terhadap mereka,
sebagaimana Allah SWT Firmankan dalam Surat Al-Maa-idah ayat 8 :
32
ِ
َّ
Artinya :”Hai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang-orang yang menegakkan
kebenaran karena Allah, menjadi saksi-saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada Takwa. dan bertakwalah kepada Allah.”
PELANGGARAN PROKES adalah sebuah PELANGGARAN bukan KEJAHATAN, sehingga
dalam ATURAN pun disebut sebagai PELANGGARAN PROKES tidak disebut sebagai KEJAHATAN
PROKES. Penggunaan istilah ini pun diakui oleh para Pakar Hukum Pidana mau pun Hukum Tata
Negara, baik di tingkat Nasional mau pun Internasional. Karenanya PELANGGARAN PROKES
sebagai sebuah Pelanggaran yang bukan Kejahatan cukup diberi Sanksi Administrasi bukan Sanksi
Pidana.
Hal tersebut di atas disepakati oleh Para Saksi Ahli antara lain : DR Refly Harun (Ahli
Tata Negara), DR Muzakkir (Ahi Hukum Pidana), DR Abdul Choir Ramadhan (Ahli Teori Hukum
Pidana), dan DR Luthfi Hakim Ahli Hukum Pidana Kesehatan.
حسبنا الله ونعم الوكيل،
نعم المولى ونعم النصير،
ولا حول ولا قوة إلا ابهلل العلي العظيم
II. DISKRIMINASI HUKUM
POLITIK KRIMINALISASI adalah suatu KEZALIMAN yang sangat jauh dari nilai-nilai
KEADILAN, karena hanya berisi DISKRIMINASI HUKUM, sehingga bertentangan dengan Ajaran
Islam yang ANTI DISKRIMINASI.
Allah SWT telah menegaskan bahwa standar kemuliaan manusia adalah TAQWA, tiada
ukuran keutamaan apa pun di antara manusia kecuali hanya TAQWA. Firman-Nya dalam Surat
Al-Hujuraat ayat 13 :
َّ
إِن
َا ٓ َ ِل ِ ۚ ٓ َعَارَفُو اْ
َب
َ
ٗا و
ُو
َل ۡ َ ٰ ۡ ُم ُ شع
َع
َج
١٣
َ ٰ و
َ َّ
َّ
ۚ إِن
َٮ ٰ ُمۡ
َق
ۡ
ُ
َ
َ
ٰٓ
َُم ۡ عِندَ
أَ ۡ رَم
ُن
َأ
َر ٖ و
ِن ذَك
َّا ۡ خَلَق َ ُٰم مّ
َا ٱ َّا س إِن
ُّه
ٱ ع َلِيمٌ خَبِ ٞ
ٱ
Artinya : ”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal.”
33
Dan Rasulullah SAW pernah bersabda :
َعجَمِيٍّ وَاحِ دٌ، وَإِن َّ أَابَكُمْ وَاحِ دٌ، أَلاَ لاَ فَضْلَ لِعَرَبيٍِّ عَلَى ، وََلا
"َ أَي ُّهَا الن َّاسُ، أَلاَ إِن َّ رَب َّكُمْ
لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبيٍِّ، وَلاَ أَحمَْرَ عَلَى أَسْوَدَ، وَلاَ أَسْوَدَ عَلَى أَحمَْرَ، إِلا َّ ابِلت َّقْوَى أَبَل َّغْتُ ".
Artinya : ”Wahai Manusia, ketahuilah bahwa sesungguhnya Tuhan kalian adalah satu, dan
sesungguhnya Ayah kalian juga satu, ingatlah bahwasanya tiada Keutamaan bagi Arab
atas ‘Ajam, dan tiada keutamaan bagi ‘Ajam atas Arab, dan tiada Keutamaan bagi
Hitam atas Merah, dan tiada Keutamaan bagi Merah atas Hitam, kecuali dengan
Taqwa. Saksikanlah bahwa aku telah menyampaikan.”
HADITS ini SHAHIH ada diriwayatkan dalam Kitab Musnad Imam Ahmad hadits ke-23.489,
dan Kitab Musnad Abdullah Ibnul Mubarak hadits ke-239, dan Kitab Syu’abul Iman karya Imam
Al-Baihaqi hadits ke-4.774, Kitab Mu’jam Ibnu ‘Asakir hadits ke-1.045, dan Kitab Majma’ Az-
Zawaa-id karya Nuuruddin Al-Haitsami hadits ke-5.622, dan Kitab hadits lainnya.
Dalam penegakan Hukum, Islam secara tegas menolak DISKRIMINASI HUKUM,
sebagaimana Allah SWT tegaskan dalam Al-Qur’an bahwa keadilan harus ditegakkan walau
terhadap kerabat atau orang dekat sekali pun, sebagaimana Firman-Nya SWT dalam Surat Al-
An’aam ayat 152 :
Artinya : “ Dan apabila kamu berkata, maka adillah, walau terhadap kerabat / orang dekat”
Dan Rasulullah SAW juga pernah mengingatkan tentang Bahaya Diskrimnasi Hukum sambil beliau
bersumpah :
إِنم ََّا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ إِذَا سَرَقَ فِيْهِمُ الش َّرِيْفُ تَرَكُوْهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيْهِمُ الض َّعِيْفُ يُقَامُ
عَلَيْهِ الحَْد ُّ، وَيمُْ اهللِّٰ إِنْ كَانَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ محَُم َّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَ َها.
Artinya : “Sesungguhnya telah binasa umat sebelum kamu lantaran jika di tengah mereka ada
seorang (yang dianggap) mulia / terhormat mencuri atau dibiarkan, tapi jika ada di
tengah mereka seorang lemah / rakyat biasa mencuri maka ditegakkan atasnya hukum,
Demi Allah, jika Fathimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya”
34
Dari HADITS SHAHIH ini kita mendapat pelajaran sangat berharga, antara lain :
1. Betapa pentingnya PENEGAKKAN KEADILAN.
2. Bahwa KETIDAK-ADILAN hanya membawa PETAKA.
3. Tidak boleh ada DISKRIMINASI dalam Penegakkan Hukum.
4. Betapa Adilnya Nabi Muhammad SAW.
5. Betapa Agungnya dan Mulianya kedudukan Sayyidah Fathimah RA, sehingga dijadikan
contoh utama oleh Nabi SAW untuk memberi pesan bahwasanya jangankan orang lain yang
dianggap terhormat, bahkan Fathimah Az-Zahra sekali pun, yang merupakan semuliamulianya
wanita, pemimpin wanita semesta alam, kecintaan dan jantung hati Nabi SAW,
namun kalau salah tetap harus dihukum.
Subhaanallaah … betapa Agung dan Mulia serta Sempurnanya Akhaq Nabi Muhammad SAW.
POLITIK KRIMINALISASI sama sekali tidak berpegang pada prinsip EQUALITY BEFORE THE
LAW yang NON DISKRIMINATIF, sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 Pasal 27 ayat 1 yang
berbunyi : ”Semua Warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum.”
Ada ribuan PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN (PROKES) di Tanah Air sejak awal
Pandemi hingga kini, bahkan banyak dilakukan oleh Tokoh Nasional, mulai dari Artis hingga
Pejabat, tidak terkecuali Menteri dan Presiden, akan tetapi waktu kita selama ini hanya habis
dikuras untuk KRIMINALISASI PELANGGARAN PROKES yang melibatkan SAYA pada Kerumunan
Petamburan di Jakarta dan Kerumunan Megamendung di Kabupaten Bogor, serta Test Swab PCR
di Rumah Sakit UMMI Kota Bogor, sehingga SAYA diproses ke Pengadilan dengan 3 Kasus & 3
Sidang untuk 3 Vonis melalui 11 Dakwaan dengan 18 Pasal Undang-Undang.
Walikota Jakarta Pusat DR Bhayu Meghantara M.Si memberi Kesakksian dalam sidang
KASUS KERUMUNAN PETAMBURAN ini bahwa di Jakarta banyak terjadi PELANGGARAN
PROKES, tapi tak satu pun yang dipidanakan kecuali KASUS KERUMUNAN PETAMBURAN yang
melibatkan SAYA. Bahkan juga memberi kesaksian bahwasanya Pemprov Jakarta hanya
mengenakan Sanksi Denda kepada SAYA dan tidak pernah lapor polisi untuk dipidanakan.
Dan Ketua Satpol PP Kabupaten Bogor Agus Ridallah dalam sidang KASUS KERUMUNAN
MEGAMENDUNG juga memberi kesaksian bahwa bahwa di Kabupaten Bogor pun banyak terjadi
PELANGGARAN PROKES tapi tak satu pun yang dipidanakan kecuali KASUS KERUMUNAN
MEGAMENDUNG yang juga melibatkan SAYA. Bahkan juga memberi kesaksian bahwa ia tidak
pernah melaporkan SAYA ke Polisi, melainkan yang dilaporkan hanya soal kerumunannya.
Serta Wali Kota Bogor DR Bima Arya dalam sidang KASUS TEST SWAB PCR RS UMMI pun
memberi kesaksian bahwa di Kota Bogor banyak terjadi PELANGGARAN PROKES tapi tak satu
pun yang dipidanakan kecuali KASUS TEST SWAB PCR RS UMMI yang pun melibatkan SAYA.
35
Bahkan juga memberi kesaksian bahwa ia dan Stafnya tidak pernah melaporkan SAYA ke Polisi,
melainkan hanya melaporkan RS UMMI.
Jadi jelas, ketiga KASUS PELANGGARAN PROKES itu memang dirancang untuk
mempidanakan SAYA, sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa ini semua adalah KRIMINALISASI dan
sekaligus DISKRIMINASI untuk memenuhi syahwat pelampiasan DENDAM POLITIK OLIGARKI.
Adanya DISKRIMINASI dalam Kasus SAYA diakui oleh Majelis Hakim KASUS KERUMUNAN
PETAMBURAN melalui Amar Putusannya menyatakan :
”Bahwa dalam perkara A quo dari pertanyaan TERDAKWA mau pun PENASIHAT HUKUMNYA
ada KETERANGAN SAKSI yang menyatakan banyaknya terjadi KERUMUNAN MASSA yang
mengabaikan Aturan PROTOKOL KESEHATAN namun tidak memiliki IMPLIKASI HUKUM.
Memanglah mencermati FENOMENA tersebut MAJELIS berpendapat sbb :
1. Bahwa telah terjadi KETIMPANGAN PERLAKUAN atau DISKRIMINASI yang seharusnya
tidak terjadi dalam Negara Kesstuan Republik Indonesia yang mengagungkan dirinya
sebagai NEGARA HUKUM bukan sebagai NEGARA KEKUASAAN.
2. Bahwa telah terjadi pengabaian Aturan PROTOKOL KESEHATAN oleh masyarakat itu
sendiri karena kejenuhan terhadap kondisi PANDEMI ini dan juga ada PEMBEDAAN
PERLAKUAN di antara masyarakat satu sama lain.”
Pernyataan yang sangat tulus dan mulia dari Majelis Hakim KASUS KERUMUNAN
PETAMBURAN, namun sayangnya tidak diikuti dengan pemenuhan RASA KEADILAN, sehingga
tetap saja KASUS KERUMUNAN PETAMBURAN mau pun KASUS KERUMUNAN MEGAMENDUNG
yang divonis sebagai PELANGGARAN PROKES dikenakan Sanksi Pidana terkait Pasal 93 ayat (1)
UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Dan walau pun kedua Kasus tersebut sama-sama divonis lewat UU dan Pasal serta Ayat
yang sama, namun ada PERBEDAAAN SANKSI, yaitu KASUS KERUMUNAN MEGAMENDUNG
hanya divonis Denda Rp 20 juta Tanpa Penjara, sedang KASUS KERUMUNAN PETAMBURAN
yang sebelumnya sudah bayar Denda Rp 50 juta, tapi masih tetap ditambah dengan Vonis
Penjara 8 bulan tanpa mempertimbangkan Denda yang sudah dibayar tersebut.
Pantas, seorang mantan Hakim Mahkamah Kontitusi RI, DR Hamdan Zoelva SH, MH,
mengomentari Vonis Kedua Kasus tersebut dalam cutian di akun Twitter TResminya dengan
pernyataan :
”Putusan Perkara HRS, memenuhi aspek hukum memenuhi pelanggaran pidana, tetapi tidak
memenuhi rasa keadilan. Hukum tanpa rasa keadilan adalah hukum yang kehilangan jiwa.”
Namun demikian PENGAKUAN JUJUR Majelis Hakim KASUS KERUMUNAN PETAMBURAN
tentang adanya DISKRIMINASI dalam proses hukum SAYA, serta PENGAKUAN JUJUR Majelis
36
Hakim tentang pentingnya penegakan prinsip EQUALITY BEFORE THE LAW yang NON
DISKRIMINATIF, patut diacungkan jempol. Tidak seperti JPU dalam Kasus RS UMMI ini yang
berusaha mencari dalih penghalalan DISKRIMINASI dan dalih pembenaran melanggar prinsip
EQUALITY BEFORE THE LAW, sebagaimana dituangkan sendiri oleh JPU dalam Pembukaan
TUNTUTAN-nya halaman 2 yang berbunyi sbb :
”Asas EQUALITY BEFORE THE LAW dalam keadaan apa pun tidak bisa dilaksanakan secara
”rigid”, atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana ”Pukat Harimau”, yang digunakan nelayan
untuk menangkap ikan, baik ikan kecil mau pun ikan yang besar seluruhnya dapat terjaring.”
Sungguh sangat memalukan dan sekaligus menjijikkan tatkala Penegak Hukum
mengucapkan kalimat seperti ini, yang secara terang-terangan membenarkan tindakan
DISKRIMINASI dan mengabaikan prinsip EQUALITY BEFORE THE LAW dalam penegakan hukum.
Kalimat seperti ini sangat sangat tidak pantas diucapkan oleh seorang Penegak Hukum, karena :
1. Bahwa Prinsip EQUALITY BEFORE THE LAW adalah Amanat Konstitusi yaitu : Pancasila sila
kedua ”Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” dan sila kelima ”Keadilan Sosial bagi seluruh
Rakyat Indonesia”, serta UUD 1945 Pasal 27 ayat 1 yang berbunyi : ”Semua Warga Negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum.”
2. Bahwa sesulit apa pun Penegakan Prinsip EQUALITY BEFORE THE LAW tetap saja seorang
Penegak Hukum wajib berusaha sekuat tenaga dan semaksimal kemampuan untuk
menegakkannya.
3. Bahwa Pengabaian Prinsip EQUALITY BEFORE THE LAW dalam penegakan hukum akan
mengantarkan kepada DISKRIMINASI HUKUM yang diharamkan semua Agama dan dilarang
Konstitusi Negara.
4. Bahwa sikap Penegak Hukum yang mencari-cari Dalih Pembenaran DISKRIMINASI dalam
penegakan hukum akan membuat si Penegak Hukum merasa benar dan merasa tidak
bersalah saat melakukan KEZALIMAN DISKRIMINASI.
5. Bahwa sikap Penegak Hukum yang mencari-cari Dalih Pembenaran DISKRIMINASI dalam
penegakan hukum juga akan meluluh-lantakkan norma-norma hukum dan nilai-nilai
kehidupan serta sendi-sendi keadilan di tengah kehidupan berbangsa dan bertanah-air.
Melalui sidang terhormat ini di hadapan Majelis Hakim yang mulia, SAYA mengingatkan
bahwa di dalam ruang sidang ini, Para Saksi Ahli antara lain : DR Refly Harun (Ahli Tata Negara),
DR Muzakkir (Ahli Hukum Pidana), DR Abdul Choir Ramadahan (Ahli Teori Hukum Pidana), DR
Luthfi Hakim (Ahli Hukum Pidana Kesehatan), dan DR M Nasser (Ahli Hukum Kesehatan)
semuanya sepakat bahwa DISKRIMINASI HUKUM adalah Pelanggaran terhadap Konstitusi dan
sekaligus merupakan ancaman bagi Tatanan Hukum, yang bisa membuat kehancuran Bangsa
dan Negara.
37
Karenanya menurut hemat SAYA bahwasanya Para Penegak Hukum yang berprinsip
seperti Prinsip JPU tadi wajib segera disingkirkan dari Dunia Peradilan, karena keberadaan
mereka hanya membuat keonaran dan kekacauan di Dunia Hukum, serta sangat membahayakan
Penegakan Hukum di Negara Hukum Indonesia.
Penegak Hukum yang sudah tidak peduli dengan Prinsip EQUALITY BEFORE THE LAW yang
NON DISKRIMINATIF dalam penegakan hukum, maka akan mudah untuk memperdagangkan
Kasus dan Perkara, memperjual-belikan Pasal dan Ayat, serta mengindustrikan Hukum dan
Perundang-undangan. Menko Polhukam RI Prof DR Mahfud MD dalam salah satu ceramahnya
yang viral tentang INDUSTRI HUKUM sebagai berikut :
”Sering kali di Indonesia itu, hukum menjadi industri itu sendiri. Tahu hukum menjadi industri
itu sendiri? Hukum dibuat sedemikian rupa agar orang yang benar menjadi salah, yang salah
menjadi benar.”
Lalu Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI ini melanjutkan :
”Karena Hukum itu diindustrikan, hukum itu bisa diolah sedemikian rupa, bisa menjadi Industri
Hukum bukan Hukum Industri, maka kalau ada orang berperkara kepada saya, seketika itu
juga saya bisa mengatakan kalau anda mau menang saya tahu pasalnya, saya tahu Undang-
Undangnya, tapi kalau anda mau salah, saya tahu juga pasalnya, saya tahu Undang-
Undangnya untuk menyatakan anda salah, saya tahu pasalnya dan Undang-Undangnya untuk
menyatakan anda benar. Tinggal saya memilih.”
Bahkan Prof Dr Mahfud MD dalam cuitan di Twitter Resminya pada tgl 9 November 2017 pernah
menyatakan :
”Setiap kasus bs dicari pasal benar atau salahnya mnrt hukum. Tinggal siapa yg lihai m,encari
atau membeli. Intelektual tukang bs mencarikan pasal2 sesuai dgn esanan dan bayarannya.”
Semoga Allah SWT selamatkan Bangsa dan Negara Indonesia dari Para Penegak Hukum
yang korup dan berhati Iblis, yang suka memperdagangkan Kasus dan Perkara, memperjualbelikan
Pasal dan Ayat, serta mengindustrikan Hukum dan Perundang-undangan.
حسبنا الله ونعم الوكيل،
نعم المولى ونعم النصير، ولا حول ولا قوة إلا ابهلل العلي العظيم
38
III. MANIPULASI FAKTA
POLITIK KRIMINALISASI juga menghalalkan segala acara dalam rangka mencari
PEMBENARAN, di antaranya adalah MANIPULASI FAKTA. Dan MANIPULASI FAKTA ini
merupakan KEJAHATAN SERIUS dalam Penegakan Hukum. Karenanya seorang Penegak Hukum
Sejati yang selalu mencari kebenaran pasti akan senantiasa menjaga diri dari kejahatan
MANIPULASI FAKTA.
Dalam KASUS TEST SWAB PCR DI RS UMMI KOTA BOGOR, banyak kita dapatkan PAKTEK
MANIPULATIF, baik dengan menghilangkan Fakta Kebenaran atau membuat Fakta Bohong atau
Cara Kontroversial lainnya.
1. MENGHILANGKAN FAKTA KEBENARAN
Banyak Fakta Persidangan KASUS TEST SWAB PCR DI RS UMMI KOTA BOGOR, baik
berupa Keterangan Saksi Fakta yang kuat mau pun Pendapat Ahli yang bagus diabaikan begitu
saja oleh JAKSA Penuntut Umum (JPU), karena tidak sesuai dengan syahwat mencari
pembenaran dalam praktek Politik Kriminalisasi, antara lain :
a. Semua SAKSI FAKTA A DE CHARGE yang dihadirkan oleh SAYA dan Penasihat Hukum
diabaikan JPU, sehingga tak satu pun kesaksian mereka dijadikan bahan pertimbangan
dalam membuat Analisa Hukum untuk mengambil kesimpulan.
b. Semua SAKSI AHLI A DE CHARGE yang dihadirkan oleh SAYA dan Penasihat Hukum juga
diabaikan oleh JPU, yaitu :
1) Saat SAYA dan Penasihat Hukum menghadirkan Saksi Ahli Sosiologi seorang
PROFESOR DOKTOR dan REKTOR PERGURUAN TINGGI yaitu Prof DR Musni Umar
yang diakui di dalam mau pun luar negeri, dengan seenaknya JPU meremehkan
keahliannya dalam ruang sidang. Tentu merupakan Hak JPU menerima atau menolak
pendapat Ahli, tapi bukan Hak Jaksa untuk menghina dan melecehkan Keahlian para
Saksi Ahli.
2) Bahkan pada saat SAYA dan Penasihat Hukum menghadirkan enam Saksi Ahli
sekaligus, yaitu : DR Refly Harun (Ahli Tata Negara), DR Muzakkir (Ahli Hukum
Pidana), DR Abdul Choir Ramadahan (Ahli Teori Hukum Pidana), DR Luthfi Hakim
(Ahli Hukum Pidana Kesehatan), DR Tonang (Ahli Kesehatan dan Epidemiologi) dan
DR Frans (Ahli Linguistik Forensik), ternyata JPU dengan angkuh dan sombong
langsung menolak semua Saksi Ahli tersebut tanpa alasan yang logis, kecuali DR
Muzakkir (Ahli Hukum Pidana), itu pun JPU ingin seenaknya memaksakan
pendapatnya kepada Saksi Ahli tersebut hingga ditegur oleh Hakim Ketua dari Majelis
Hakim yang mulia.
39
Lucunya, dalam Tuntutan halaman 119 JPU mengklaim bahwa Saksi Ahli DR Muzakkir
sengaja tidak menjawab pertanyaan JPU, untuk mengesankan bahwa Saksi Ahli
seolah tidak bisa menjawab pertanyaan JPU, padahal JPU sendiri yang tidak mampu
mengajukan pertanyaan yang berkualitas dan juga tidak mampu memahami uraian
ilmiah Saksi Ahli, sehingga sampai ditegur oleh Hakim Ketua dengan mengatakan
kepada JPU : ”Kok anda begitu saja tidak mengerti ?!”
Sungguh sangat kami sesalkan para JPU yang konon katanya berpendidikan tinggi dan
konon katanya menjunjung tinggi kesopanan, ternyata berani dengan sengaja dan secara sadar
melakukan perbuatan yang sangat hina yaitu MANIPULASI FAKTA dengan cara
MENGHILANGKAN FAKTA KEBENARAN.
2. MEMBUAT FAKTA BOHONG
Dalam KASUS TEST SWAB PCR DI RS UMMI KOTA BOGOR, dalam DAKWAAN mau pun
TUNTUTAN JPU ada didapat FAKTA PALSU yang tidak pernah dipersaksikan oleh Keterangan
TERDAKWA mau pun Saksi Fakta atau pun Pendapat Ahli, tapi oleh JPU dijadikan sebagai Fakta
Persidangan demi mendapat Dalil Pembenaran atas Dakwaan atau Tuntutannya hanya untuk
memenuhi syahwat Politik Kriminalisasinya, antara lain :
a. Dalam TUNTUTAN halaman 19 pada bagian DAKWAAN KEDUA, JPU tanpa punya rasa
malu dengan semangat jahat untuk mempidanakan dan mengkriminalisasikan serta
memenjarakan SAYA menyatakan :
”Akibat perbuatan Tedakwa mengisi Formulir Persetujuan Umum (General Consent) tgl
24 November 2020 dan membuat surat pernyataan yang pada pokoknya tidak mau
memberikan informasi terkait hasil pemeriksaan terdakwa yang POSITIF COVID
merupakan tindakan dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan
wabah.”
Disini ada Manipulasi Data dan Fakta, karena tidak ada seorang Saksi pun, baik Saksi Fakta
mau pun Saksi Ahli yang menyatakan bahwa SAYA sudah POSITIF COVID dengan hasil Test
PCR pada tgl 24 November 2020 saat ditanda-tangani General Consent RS UMMI hingga
tgl 28 November 2020 saat dibuat Surat Pernyataan tersebut, karena Faktanya Test PCR
baru dilakukan tgl 27 November 2020.
HASIL RESMI Test PCR baru SAYA terima dari Dr Hadiki melalui Habib Hanif Alattas pada
tgl 30 November 2020 sesuai Keterangan SAYA dan Keterangan Saksi Fakta Dr Hadiki
serta Saksi Mahkota Habib Hanif Alattas di depan persidangan, karena Test PCR
dilaksanakan hari JUM’AT 27 November 2020, sementara hari SABTU dan AHAD yaitu tgl
28 dan 29 November 2020 merupakan HARI LIBUR, sehingga Laporan Hasil PCR baru bisa
disampaikan kepada SAYA pada hari SENIN tgl 30 November 2020
40
Dari mana JPU bisa langsung menyebut sudah POSITIF COVID sejak tgl 24 November 2020
tanpa Fakta Kesaksian dan tanpa Data Hasil Test PCR !?
Padahal ada pengakuan JPU bahwa Test PCR baru diambil tgl 27 November 2020 dalam
TUNTUTAN JPU halaman 121 yang berbunyi : ”Test PCR tersebut diambil oleh Tim Mer-C
pada hari Jum’at tgl 27 November 2020 setelah Shalat Jum’at, hasilnya diperoleh Positif
Covid-19”.
Namun JPU tetap saja licik, karena dalam pengakuan ini kalimat ”hasilnya diperoleh
Positif Covid-19” ditebalkan oleh JPU tanpa disebut kapan keluar hasil tersebut, seolah
hasil tersebut diterima oleh SAYA dan RS UMMI pada hari itu juga yaitu Jum’at 27
November2020.
Padahal HASIL RESMI Test PCR baru SAYA terima dari Dr Hadiki melalui Habib Hanif
Alattas pada tgl 30 November 2020 sesuai Keterangan SAYA dan Keterangan Saksi Fakta
Dr Hadiki serta Saksi Mahkota Habib Hanif Alattas di depan persidangan, karena Test PCR
dilaksanakan hari JUM’AT 27 November 2020, sementara hari SABTU dan AHAD yaitu tgl
28 dan 29 November 2020 merupakan HARI LIBUR, sehingga Laporan Hasil PCR baru bisa
disampaikan kepada SAYA pada hari SENIN tgl 30 November 2020
Selain itu, Formulir GENERAL CONSENT yang disediakan di setiap RS adalah Hak Pasien
untuk mengisi dan menanda-tanganinya sesuai UU Kesehatan dan UU Kedokteran mau
pun UU Rumah Sakit. Dan dalam GENERAL CONSENT sudah dijelaskan bahwa
Kerahasiaan Pasien tetap wajib dijaga KECUALI untuk keperluan kesehatan yang sudah
diatur dalam UU seperti pengiriman sampling ke Laboratorium atau laporan ke Dinkes
dan Kemenkes, apalagi pada saat Darurat Wabah, sehingga pengisian General Consent
atau pembuatan Surat Pernyataan yang sejalan dengannya tidak bisa diartikan sebagai
menghalangi Penanggulangan Wabah, justru itu merupakan bagian Hak Pasien yang tetap
harus dijaga sesuai UU Kesehatan dan UU Kedokteran mau pun UU Rumah Sakit, tanpa
melanggar UU Kekarantinaan Kesehatan mau pun UU Penanggulangan Wabah.
b. Dalam TUNTUTAN halaman 20 pada bagian DAKWAAN KEDUA, JPU melanjutkan
pernyataannya sbb :
”Akibat perbuatan terdakwa tersebut menimbulkan Penyebaran Covid 19 di wilayah
Kota Bogor mengalami peningkatan”
Disini jelas sekali JPU menjadikan OBSERVASI dan PERAWATAN serta PENGOBATAN
SAYA di RS UMMI dan ISOLASI MANDIRI di Rumah setelah pulang dari RS UMMI, sebagai
penyebab Peningkatan Covid di Kota Bogor.
41
Kok bisa JPU yang konon katanya berpendidikan tinggi dan konon katanya selalu
menjunjung kesopanan, secara serampangan dan seenaknya menuduh dan memfitnah
bahwa OBSERVASI dan PERAWATAN serta PENGOBATAN SAYA di RS UMMI sebagai
penyebab Peningkatan Covid di Kota Bogor. Sungguh sangat menjijikkan melihat caracara
kotor dan jorok JPU dalam membuat Analisa Hukum dengan FAKTA KHAYALAN alias
PALSU demi mendapat Dalil Pembenaran atas Dakwaan atau Tuntutannya hanya untuk
memenuhi syahwat Politik Kriminalisasinya.
Sebagian Jaksa dalam Kasus RS UMMI ini memang terlibat juga dalam Tim Jaksa dalam
KASUS KERUMUNAN MEGAMENDUNG dan KASUS KERUMUNAN PETAMBURAN. Dalam
kedua KASUS KERUMUNAN tersebut mengaitkan dan menghubungkan Peristiwa
Kerumunan dengan Peningkatan Covid masih bisa dianggap logis dan wajar, karena
memang kerumunan berpotensi meningkatkan penyebaran virus, sehingga masih ada
potensi hubungan kausalitas (sebab akibat), akan tetapi itu pun masih harus dibuktikan
melalui Penyelidikan Epidemiologis yang dilanjutkan dengan Penetapan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat oleh Pemerintah yang berwenang, untuk memastikan bahwa
Kerumunan tersebut sebagai sebab satu-satunya atau setidaknya sebagai sebab
dominan bagi terjadinya Peningkatan Covid di wilayah tersebut.
Namun dalam KASUS PERAWATAN SAYA di RS UMMI Kota Bogor yang dijadikan sebagai
sebab Peningkatan Covid di Kota Bogor sangat tidak logis dan amat tidak wajar, walau
pun benar ada Data Peningkatan Covid di Kota Bogor, namun tidak ada hubungan
kausalitas sama sekali dengan SAYA yang dirawat sebagai pasien di RS UMMI. Dan Para
Saksi dari Satgas Covid Kota Bogor di persidangan tak satu yang menyatakan bahwa
Peningkatan Covid di Kota Bogor akibat SAYA dirawat di RS UMMI.
Bahkan setelah SAYA pulang ke rumah di Sentul Kabupaten Bogor yaitu tgl 28 November
2020 langsung melanjutkan ISOLASI MANDIRI di bawah pengawasan Tim Mer-C, sehingga
tidak melakukan kontak fisik dengan SIAPA PUN, lalu dari mana JPU langsung
menyatakan bahwa akibat SAYA pulang tgl 28 November 2020, maka pada tgl 1 Desember
2020 langsung terjadi Peningkatan Covid di Kota Bogor, sebagaimana tertera di
TUNTUTAN halaman 20 pada bagian DAKWAAN KEDUA tadi secara lengkap :
”Akibat perbuatan terdakwa tersebut menimbulkan Penyebaran Covid 19 di wilayah
Kota Bogor mengalami peningkatan. Hal tersebut berdasarkan penetapan Gugus Tugas
Nasional Kota Bogor masuk dalam Zona Resiko Sedang / Zona Orange per tanggal 1
Desember 2020, jumlah pasien Covid 19 yang sudah terkonfirmasi sebagai berikut :
Jumlah terkonfirmasi Positif 3.398 orang, meninggal 98 orang, masih sakir 540 orang
dan sembuh 2.760 orang.”
Ajaib Data Peningkatan Covid Kota Bogor tersebut dibebankan kepada SAYA yang dirawat
di RS UMMI dan lanjut ISOLASI di rumah tanpa kontak dengan siapa pun selama
perawatan. Kenapa JPU tidak sekalian saja peningkatan Covid di seluruh Indonesia juga
dibebankan kepada SAYA agar angkanya lebih fantastis !?
42
Justru orang yang suspect / probable / konfirm covid sekali pun yang melakukan
perawatan di RUMAH SAKIT atau melakukan ISOLASI MANDIRI di rumah sesuai aturan,
telah mengambil langkah tepat dalam menekan Peningkatan Covid tersebut. Lain halnya
orang yang Positif Covid keluyuran di jalan atau di pasar, bahkan yang sehat pun jika tidak
menjaga PROKES, termasuk berpotensi meningkatkan Penyebaran Covid.
Jadi, Otak Jaksa sudah kusut dan rusak, karena AKAL SEHAT mustahil menjadikan
OBSERVASI dan PERAWATAN serta PENGOBATAN PASIEN di RUMAH SAKIT sebagai
penyebab Peningkatan Covid. Ini Bukti bahwa JPU telah mengarang cerita sehingga
mengambil kesimpulan dengan FAKTA PALSU.
Sekali lagi, sungguh sangat kami sesalkan para JPU yang konon katanya berpendidikan
tinggi dan konon katanya menjunjung tinggi kesopanan, ternyata berani dengan sengaja dan
secara sadar melakukan perbuatan yang sangat hina yaitu MANIPULASI FAKTA dengan cara
MEMBUAT FAKTA BOHONG.
3. CARA KONTROVERSIAL LAINNYA
Dalam Fakta Persidangan sering terjadi SAKSI FAKTA diminta pendapat, sementara SAKSI
AHLI ditanya Fakta Kasus. Padahal perbedaan antara SAKSI FAKTA dan SAKSI AHLI adalah bahwa
SAKSI FAKTA memberi keterangan berdasarkan sesuatu yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri,
dan ia alami sendiri, sedang SAKSI AHLI memberikan keterangannya berdasarkan keahlian khusus
yang dimilikinya.
Dan praktek SAKSI FAKTA diminta pendapat, sementara SAKSI AHLI ditanya Fakta Kasus
sering terjadi semenjak pembuatan BAP hingga pemeriksaan di persidangan, termasuk dalam
KASUS TEST SWAB PCR DI RS UMMI KOTA BOGOR .
Banyak Saksi Fakta dalam BAP KASUS TEST SWAB PCR DI RS UMMI KOTA BOGOR ditanya
tentang PENDAPAT dan ASUMSI mereka. Padahal Saksi Fakta tidak boleh ditanya tentang
PENDAPAT atau ASUMSINYA, tapi hanya boleh ditanya tentang apa yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri, dan ia alami sendiri. Dan sebaliknya banyak sekali Saksi Ahli ditunjukkan oleh Penyidik
FAKTA-FAKTA KASUS secara rinci berikut berbagai Dokumen dan Barang Buktinya, lalu ditanya
pendapatnya tentang FAKTA KASUS tersebut. Berikut rinciannya :
a. Hampir semua SAKSI FAKTA KASUS TEST SWAB PCR DI RS UMMI KOTA BOGOR kecuali Dr
Andi Tatat (Dirut RS MMI) dan Dr. Nuri (Petugas Laboratorium RSCM Jakarta) serta Zulfickar
(Manager Media RS UMMI Kota Bogor), saat pembuatan BAP ditunjukkan oleh Penyidik
Kepolisian beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang
menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian
diminta PENDAPAT SAKSI FAKTA sambil digiring oleh Penyidik untuk menyatakan bahwa
43
SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG, bahkan dalam Ruang
Sidang pun JPU sering menggiring hal serupa sebagaimana di BAP :
1) Walikota Bogor Bima Arya di BAP TAMBAHAN tgl 18 Jan 2021 No 5 ttg Rekam Medis & N0
6 – 10 ttg Video.
2) Kasatpol PP Kota Bogor Agustian Syah BAP TAMBAHAN tgl 26 Jan 2021 No 7 - 10 ttg Video.
3) Dr. Sri Nowo Retno (Kadinkes Kota Bogor) di BAP TAMBAHAN tgl 26 Jan 2021 No 6 - 9 ttg
Rekam Medis & No 12 ttg Video.
4) Johan Musali (Anggota Satgas Covid Kota Bogor) di BAP tgl 29 Des 2020 No 16 ttg Rekam
Medis & BAP TAMBAHAN tgl 26 Jan 2021 No 8 ttg Video.
5) Ferro Sopacua (Anggota Satgas Covid Kota Bogor) di BAP TAMBAHAN tgl 30 Des 2020 No
9 – 11 ttg Video.
6) Dr. Sarbini (Ketua Presidium Mer-C) di BAP TAMBAHAN tgl 14 Jan 2021 No 11 ttg Rekam
Medis & No 12 – 13ttg Video).
7) Dr. Hadiki (Relawan Mer-C) di BAP TAMBAHAN tgl 11 Jan 2021 No 23 ttg Video.
8) Dr. Tonggo Mea (Relawan Mer-C) di BAP TAMBAHAN tgl 14 Jan 2021 No 6 ttg Video.
9) Dr. Faris (Dr Jaga RS UMMI) di BAP TAMBAHAN tgl 27 Jan 2021 No 6 - 7 ttg Rekam Medis
& No 8 ttg Video.
10) Dr. Nerina (Dr Rawat RS UMMI) di BAP TAMBAHAN tgl 11 Jan 2021 No 15 - 17 ttg Rekam
Medis & No 18 - 20 ttg Video.
11) Dr. Nuri (Lab RSCM) hanya ditanya seputar Hasil Laboratorium Hasil Pemeriksaan PCR
SAYA.
12) Herdiansyah (Pedagang Sayur) di BAP TAMBAHAN tgl 28 Jan 2021 No 13 ttg Rekam Medis
& No 14 - 16 ttg Video.
13) Dr Najamudin (Direktur Umum RS UMMI) di BAP TAMBAHAN tgl 11 Jan 2021 No 25 ttg
Rekam Medis & No 27 ttg Video & BAP TAMBAHAN tgl 27 Jan 2021 No 8 – 9 ttg Video.
14) Fitri Sri Lestari (Perawat RS UMMI) di BAP TAMBAHAN tgl 27 Jan 2021 No 13 - 14 ttg
Rekam Medis & No 15 ttg Video.
15) Zulfickar (Manager Media RS UMMI) di BAP tgl 27 Jan 2021 No 10 : Video yg diupload
saksi.
16) Ahmad Suhadi (Pimpinan FMPB) di BAP tgl 14 Jan 2021 No 8 - 10 ttg Video.
17) Ikha Nurhakim (Anggota FMPB) di BAP tgl 14 Jan 2021 N0 10 – 13 ttg Video.
18) M Aditiya (Ketua BEM se-Bogor Raya) di BAP tgl 27 Jan 2021 No 11 ttg Video & No 15 – 16
ttg Rekam Medis.
19) M Aslam (Anggota BEM se-Bogor Raya) di BAP tgl 27 Jan 2021 No 14 - 16 ttg Video & No
13 ttg Rekam Medis.
b. SAKSI MAHKOTA pun Hb Hanif Alattas saat pembuatan BAP ditunjukkan oleh Penyidik
Kepolisian ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI FAKTA,
namun SAKSI menolak untuk menjawab kecuai nanti di persidangan.sebagaimana di BAP tgl
4 Jan 2021 No 35 ttg Rekam Medis.
44
c. Semua SAKSI AHLI saat pembuatan BAP oleh Penyidik Kepolisian ada yang diceritakan FAKTA
KASUS, bahkan ada yang ditunjukkan FAKTA KASUS berupa beberapa Rekaman Video ttg
SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik
saja”, lalu ditunjukkan berbagai Dokumen dan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta
PENDAPAT SAKSI terhadap FAKTA KASUS sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa
SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG.
1) DR TRI YUNIS (Ahli Epidemiologi & Anggota Satgas Covid Kota Bogor) saat pembuatan
BAP oleh Penyidik Kepolisian diceritakan FAKTA KASUS SAYA, kemudian diminta
PENDAPAT SAKSI tentang FAKTA KASUS tersebut, sambil digiring oleh Penyidik untuk
memposisikan SAYA sebagai pihak yang melanggar PIDANA sebagaimana termaktub
dalam BAP SAKSI AHLI tgl 28 Des 2020 No Soal 16 s/d 19.
Saksi Ahli ini ditolak oleh SAYA dan Penasihat Hukum karena posisinya sebagai
ANGGOTA SATGAS COVID KOTA BOGOR, artinya satu Grup dengan PELAPOR, sehingga
diragukan INDEPENDENSI dan OBJEKTIVITASNYA.
SAYA cantumkan Saksi Ahli ini disini bukan untuk mengambil pendapatnya, karena
sudah SAYA tolak, tapi untuk sebagai BUKTI bagi CARA KONTROVERSIAL PENYIDIK
dalam buat BAP.
2) DR TRUBUS (Ahli Hukum Sosiologi) saat pembuatan BAP oleh Penyidik Kepolisian
diceritakan FAKTA KASUS SAYA secara rinci sebagaimana tertulis dalam BAP SAKSI AHLI
tgl 18 Jan 2021 Soal No 3, bahkan ditunjukkan oleh Penyidik FAKTA KASUS beberapa
Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan
bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan berbagai Dokumen dan Rekam Medis
SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI terhadap FAKTA KASUS tersebt, sambil
digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi
Tatat telah BERBOHONG, sebagaimana tertulis dalam BAP SAKSI AHLI tgl 18 Jan 2021
Soal No 13 ttg Dokumen dan Rekam Medis SAYA, dan Soal No 14 – 15 ttg Video.
3) DR ANDHIKA (Ahli Lingusitik Forensik) saat pembuatan BAP oleh Penyidik Kepolisian
diceritakan FAKTA KASUS SAYA secara rinci sebagaimana tertulis dalam BAP SAKSI AHLI
tgl 18 Jan 2021 Soal No 3, bahkan ditunjukkan oleh Penyidik FAKTA KASUS beberapa
Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan
bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan berbagai Dokumen dan Rekam Medis
SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI terhadap FAKTA KASUS tersebt, sambil
digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi
Tatat telah BERBOHONG, sebagaimana tertulis dalam BAP SAKSI AHLI tgl 18 Jan 2021
Soal No 18 ttg Dokumen dan Rekam Medis SAYA, dan Soal No 19 - 22 ttg Video.
45
Sekali lagi dan sekali lagi, sungguh sangat kami sesalkan para JPU yang konon katanya
berpendidikan tinggi dan konon katanya menjunjung tinggi kesopanan, ternyata berani dengan
sengaja dan secara sadar melakukan perbuatan yang sangat hina yaitu MANIPULASI FAKTA
dengan CARA-CARA KONTROVERSIAL yang tidak jujur dan jauh dari amanah semacam ini.
4. KISAH AYAH, ANAK DAN DOKTER
Dalam rangka mengcounter MANUVER JAHAT Penyidik Kepolisian dan Jaksa Penuntut
Umum yang tidak jujur dan amanah tersebut, karena didorong oleh semangat mencari DALIL
PEMBENARAN bukan mencari FAKTA KEBENARAN, sekaligus unutk meluruskan Sikap Saksi Fakta
mau pun Pendapat Saksi Ahli, maka SAYA membawakan sebuah cerita pengandaian tentang
Kisah Ayah, Anak dan Dokter sebagai gambaran tentang FAKTA KASUS RS UMMI, sbb :
”Ada seorang Ayah ditanya oleh anaknya tentang kondisi dirinya, maka ia menjawab :”Saya
baik-baik saja”, dan saat jumpa sahabatnya yang berprofesi Dokter, ia juga berkata yang
sama. Lalu Sang Dokter mengajak Sang Ayah mengikuti Test Swab PCR di sebuah Rumah Sakit
untuk mengantisipasi karena sedang musim Pandemi. Sebelum Hasil Test PCR keluar, tersebar
berita HOAX bahwa Si Ayah di Rumah Sakit sedang Kritis dan Parah, bahkan ada berita ia
sudah Mati akibat Covid, sehingga Kerabat dan Sahabat Si Ayah resah dan menghubungi
anaknya, maka Si Anak pun untuk meredam HOAX dan menenangkan keresahan langsung
mengklarifikasi lewat Rekaman Video singkat bahwa Ayahnya sesuai yang ia lihat dan
tanyakan langsung bahwa Ayahnya baik-baik saja. Dan Sang Dokter pun saat ditanya
wartawan tentang kebenaran berita KRITIS dan PARAH, juga menjawab bahwa Si Ayah baikbaik
saja dan masih dalam OBSERVASI PEMERIKSAAN. Beberapa hari kemudian keluar Hasil
Test PCR ternyata si Ayah POSITIF COVID, sehingga harus dirawat. Semenjak itu Si Ayah, Si
Anak dan Si Dokter jika ditanya kondisi Si Ayah maka dijawab sesuai Hasil Test PCR
bahwasanya Si Ayah POSITIF COVID. Pertanyaannya apakah Si Ayah, Si Anak dan Si Dokter
saat memberi pernyataan jawaban sebelum ada Hasil Test PCR bisa dikatagorikab
BERBOHONG ?!”
Setelah mendengar kisah terebut, maka semua SAKSI baik SAKSI FAKTA mau pun SAKSI
AHLI sepakat bahwa baik Si Ayah mau pun Si Anak dan Si Dokter tidak boleh disebut BERBOHONG
apalagi disebut mau berbuat KEONARAN karena mereka menjawab sesuai FAKTA KONDISI saat
ditanya, dan motif tujuannya pun dengan niat dan maksud untuk meredam HOAX dan FITNAH
yang meresahkan Kerabat dan Sahabat.
حسبنا الله ونعم الوكيل،
نعم المولى ونعم النصير، ولا حول ولا قوة إلا ابهلل العلي العظيم
46
BAB V
FAKTA SIDANG
A. KETERANGAN SAKSI FAKTA (19 orang) :
I. Bima Arya : Wali Kota Bogor.
10 (Sepuluh) Kebohongan dan Kelicikan Bima Arya :
1. Bahwa benar Walikota Bogor Bima Arya datang ke RS UMMI tgl 26 dan 27 November
2020 ke RS UMMI di malam hari bersama Satgas Covid-19, termasuk Kapolres dan
Dandim Kota Bogor, mereka disambut baik oleh RS UMMI dan dipertemukan dengan
Keluarga HRS, lalu musyawarah sepakat untuk selesaikan masalah secara
KEKELUARGAAN.
FAKTANYA : Tengah malam sepulang dari RS UMMI setelah Rapat dengan Tim Satgas
yang di dalamnya ada Kapolres Kota Bogor, tiba-tiba Bima Arya berubah pikiran dan
langsung menugaskan Stafnya yaitu Kasatpol PP Kota Bogor Agustian Syah untuk buat
LAPORAN POLISI pada tgl 28 november 2020 pagi dini hari sekitar jam 02.00 WIB. Dan
di dalam sidang Bima Arya mengaku bahwa ia lebih mengedepankan Penyelesaian
Hukum dari pada Penyelesaian Kekeluargaan, sehingga bertolak belakang dengan
Kesepakatan Musyawarah yang ingin Penyelesaian Kekeluargaan.
2. Bahwa benar Walikota Bogor Bima Arya janji kepada Habaib dan Ulama Kota Bogor
bahwa Laporan Polisi akan dicabut.
FAKTANYA : Laporan Polisi tidak pernah dicabut dengan alasan dilarang oleh Kapolda
Jawa Barat.
3. Bahwa benar Walikota Bogor Bima Arya menyatakan bahwa RS UMMI tidak Kooperatif
dan tidak pernah melapor sampai saat Bima Arya hadir dalam sidang Tgl 8 April 2021.
FAKTANYA :
a. Saat Walikota Bogor Bima Arya datang ke RS UMMI disambut baik dan sangat
kooperatif, serta permintaan Bima agar SAYA Test PCR dipenuhi, serta Bima Arya
minta Kontak Tim Mer-C yang nelakukan Test PCR diberikan.
b. Laporan Rekam Medis Pasien sudah disampaikan secara online dan Real Time ke
Dinkes Kota Bogor dan Kemenkes RI sejak H +1 oleh Bagian Rekam Medis RS Ummi
sesuai dengan aturan.
c. Laporan Hasit Test PCR SAYA juga sudah dikirim juga secara online dan Real Time
oleh Laboratorium RSCM ke Kemenkes RI pd tgl 27 November 2020.
47
d. Jadi Laporan tersebut bukan langsung ke Walikota atau ke Satgas Covid-19, karena
Satgas Covid tidak berwenang mengambil Rekam Medis Pasien dari Rumah Sakit.
e. Ada pun Laporan Hasil PCR Pasien ke Dinkes Kota Bogor baru disampaikan tgl 16
Desember 2020, karena Berkas Pasien tersebut diambil Petugas Penyidik Kepolisian
Polresta Bogor akibat Laporan Bima Arya cs tgl 28 November 2020, dan baru
dikembalikan kurang lebih dua minggu kemudian.
4. Bahwa benar Walikota Bogor Bima Arya menuduh RS UMMI menghalangi Test PCR
terhadap SAYA.
FAKTANYA : Saat RS UMMI sudah setuju Satgas Covid Kota Bogor yang ditugaskan Bima
Arya untuk mendampingi Tim Mer-C untuk Tets PCR SAYA, namun setalah diberi waktu
ba’da Jum’at & ditunggu hingga jam 14.00 WIB, ternyata Satgas Covid Kota Bogor TIDAK
DATANG, sehingga atas permintaan SAYA maka Tim Mer-C langsung melakukan Test
PCR tanpa didampingi mereka, karena khawatir bawa sampling Test PCR ke
Laboratorium terlambat sebab saat itu hari Jum’at akhir hari kerja.
5. Bahwa benar Walikota Bogor Bima Arya merasa dihalang-halangi oleh SAYA dan
menantunya Hb Hanif Alattas karena menurutnya MENOLAK Test PCR Ulang.
FAKTANYA : SAYA keberatan Test PCR dua kali dalam waktu berdekatan dan Hb Hanif
hanya menanyakan apa urgensi Test PCR dua kali dalam waktu berdekatan. Setelah
dicecar pertanyaan dalam sidang akhirnya Bima Arya mengaku bahwa sebenarnya SAYA
dan Hb Hanif TIDAK MENGHALANGINYA, melainkan hanya mengarahkan agar
komunikasi dengan Tim Mer-C yang telah melakukan Test PCR terhadap SAYA.
6. Bahwa benar Walikota Bogor Bima Arya sudah DAMAI dengan RS UMMI dan janji tidak
akan lanjut ke Polisi.
FAKTANYA : Tetap lanjut ke Polisi.
7. Bahwa benar Walikota Bogor Bima Arya mengaku hanya melaporkan RS UMMI saja.
FAKTANYA : SAYA dan Hb Hanif dijadikan TERSANGKA oleh POLISI dan JAKSA, sehingga
jadi TERDAKWA di Pengadilan, bahkan Hb Hanif DITAHAN.
8. Bahwa benar Walikota Bogor Bima Arya dalam sidang pada awalnya mengaku sudah
dapat janji dari Hb Hanif tentang Laporan Hasil PCR.
FAKTANYA : Setelah dicecar dengan pertanyaan dalam sidang oleh Hb Hanif akhirnya
mengaku bahwa yang janji adalah Tim Mer-C bukan Hb Hanif.
9. Bahwa benar Walikota Bogor Bima Arya mengaku menindak tegas semua Pelenggar
Prokes di Kota Bogor
48
FAKTANYA : Hanya RS UMMI dan SAYA serta Hb Hanif yang dipidanakan hingga
disidangkan ke Pengadilan.
10. Bahwa benar Walikota Bogor Bima Arya mengaku bahwa jika ada seseorang yang tidak
tahu dirinya sakit lalu mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja, kemudian setelah
diperiksa Dokter ternyata dia sakit, maka orang tersebut tidak bisa disebut BERBOHONG
karena TIDAK TAHU.
FAKTANYA : Khusus untuk SAYA tetap disebut BERBOHONG walau pun TIDAK TAHU.
Selain itu Walikota Bogor Bima Arya memberi kesaksian :
1. Bahwa benar terkait perawatan SAYA di RS UMMI Kota Bogor TIDAK ADA KERUSUHAN
/ HURU HARA di Kota Bogor.
2. Bahwa benar tidak ada DEMO MAHASISWA terkait Perawatan SAYA di RS UMMI Kota
Bogor.
3. Bahwa benar SAKSI tidak pernah menugaskan Ka Satpol PP untuk melaporkan SAYA
mau pun menantunya Hb Hanif Alattas, melainkan hanya melaporkan RS UMMI saja.
4. Bahwa benar pasca Pelaporan RS UMMI ada pertemuan antara SAKSI dengan Para
Habaib dan Ulama serta Tokoh Kota Bogor.
5. Bahwa benar di Kota Bogor banyak PELANGGARAN PROKES yang dikenakan Sanksi
Administratif, tapi tidak ada yang dipidanakan kecuali Kasus RS UMMI.
6. Bahwa benar ada Rumah Sakit lain yang terlambat melapor terkait Covid tapi tidak
dilaporkanoleh SAKSI mau pun Stafnya ke polisi.
7. Bahwa benar SAKSI setuju jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat
atau baik-baik saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter
atau dia belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut
BERBOHONG.
8. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb
Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu
ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring
Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah
BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 18 Jan 2021 No 5 ttg Rekam Medis & N0 6 – 10 ttg
Video)
II. Agustian Syah
: Ka Satpol PP Kota Bogor (PELAPOR}.
1. Bahwa benar pada tgl 26 November 2020 malam SAKSI diajak Walikota Bogor Bima
Arya ke RS UMMI.
2. Bahwa benar pada tgl 27 November 2020 malam SAKSI diajak Waloikota Bogor
musyawarah dengan RS UMMI.
49
3. Bahwa benar pada tgl 27 November 2020 malam SAKSI diajak rapat oleh Walikota
Bogor bersama Kapolresta Bogor dan Tim Satgas Covid untuk melaporkan RS UMMI ke
Polisi.
4. Bahwa benar pd tgl 28 November 2020 pagi dini hari sekitar pukul 02.00 WIB SAKSI
melaporkan RS UMMI ke Polrest Bogor.
5. Bahwa benar SAKSI yang ditugaskan oleh Walikota Bogor Bima Arya untuk buat Laporan
Polisi terhadap RS UMMI.
6. Bahwa benar SAKSI hanya melaporkan RS UMMI bukan melaporkan SAYA.
7. Bahwa benar di Kota Bogor banyak PELANGGARAN PROKES yang dikenakan Sanksi
Administratif, tapi tidak ada yang dipidanakan kecuali Kasus RS UMMI.
8. Bahwa benar ada Rumah Sakit lain yang terlambat melapor terkait Covid tapi tidak
dilaporkan ke polisi.
9. Bahwa benar terkait perawatan SAYA di RS UMMI Kota Bogor TIDAK ADA Keonaran /
Kegemparan / Kerusuhan / Huru Hara / Kegaduhan / Keributan di Kota Bogor dalam
bentuk apa pun.
10. Bahwa benar jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baikbaik
saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia
belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.
11. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb
Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu
ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring
Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah
BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 26 Jan 2021 No 7 - 10 ttg Video)
III. Dr. Sri Nowo Retno
: Kadinkes Kota Bogor.
1. Bahwa benar di Kota Bogor ada RS Rujukan Covid selain RS UMMI yang terlambat
mengirim laporan, tapi tidak dipidanakan.
2. Bahwa benar saat SAYA dirawat di RS UMMI bulan November 2020 yang memastikan
seseorang POSITIF COVID adalah Test Swab PCR bukan Rapid Test Antigen.
3. Bahwa benar selama belum ada Hasil Test PCR maka SAYA tidak boleh disebut
KONFIRM COVID.
4. Bahwa benar jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baikbaik
saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia
belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.
5. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb
Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu
ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring
Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah
BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 26 Jan 2021 No 6 - 9 : Rekam Medis & no 12 :
Video)
50
IV. Johan Musali
: Anggota Satgas Covid Kota Bogor.
1. Bahwa benar di Kota Bogor ada RS Rujukan Covid selain RS UMMI yang terlambat
mengirim laporan, tapi tidak dipidanakan.
2. Bahwa benar saat SAYA dirawat di RS UMMI bulan November 2020 yang memastikan
seseorang POSITIF COVID adalah Test Swab PCR bukan Rapid Test Antigen.
3. Bahwa benar selama belum ada Hasil Test PCR maka SAYA tidak boleh disebut
KONFIRM COVID.
4. Bahwa benar jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baikbaik
saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia
belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.
5. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb
Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu
ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring
Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah
BERBOHONG. (BAP tgl 29 Des 2020 No 16 ttg Rekam Medis & BAP TAMBAHAN tgl 26
Jan 2021 No 8 ttg Video)
V. Ferro Sopacua : Anggota Satgas Covid Kota Bogor.
1. Bahwa benar di Kota Bogor ada RS Rujukan Covid selain RS UMMI yang terlambat
mengirim laporan, tapi tidak dipidanakan.
2. Bahwa benar saat SAYA dirawat di RS UMMI bulan November 2020 yang memastikan
seseorang POSITIF COVID adalah Test Swab PCR bukan Rapid Test Antigen.
3. Bahwa benar selama belum ada Hasil Test PCR maka SAYA tidak boleh disebut
KONFIRM COVID.
4. Bahwa benar jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baikbaik
saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia
belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.
5. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb
Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu
ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring
Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah
BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 30 Des 2020 No 9 – 11 ttg Video)
51
VI. Dr. Sarbini
: Ketua Presidium Mer-C.
1. Bahwa benar SAKSI adalah Presidium Tim Mer-C yang menugaskan Tim Mer-C
melakukan pendampingan Kesehatan SAYA atas permintaan SAYA sendiri.
2. Bahwa benar SAYA saat didampingi Tim Mer-C sejak tgl 12 November 2020 dalam
kondisi KELELAHAN.
3. Bahwa benar sejak tgl 17 November 2020 Tim Mer-C mendampingi dan mengawasi
SAYA melakukan ISOLASI MANDIRI di Rumah Petamburan lalu lanjut di Rumah Sentul
Bogor.
4. Bahwa benar saat itu yang memastikan seseorang POSITIF COVID adalah Test Swab
PCR bukan Rapid Test Antigen.
5. Bahwa benar selama belum ada Hasil Test PCR maka SAYA tidak boleh disebut
KONFIRM COVID.
6. Bahwa benar jika SAYA merasa segar atau sehat sebelum ada Hasil Test PCR, maka
SAYA tidak boleh disebut BERBOHONG, karena Subjektivitas Pasien berdasarkan apa
yang dirasa, sedang Objektivitas Dokter berdasarkan Hasil Pemeriksaan.
7. Bahwa Bahwa benar Tim Mer-C mau pun RS UMMI tidak pernah menghalang-halangi
Petugas Covid dalam melaksanakan tugasnya.
8. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb
Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu
ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring
Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah
BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 14 Jan 2021 No 11 ttg Rekam Medis & No 12 - 13
ttg Video)
VII. Dr. Hadiki
: Relawan Mer-C.
1. Bahwa benar SAKSI adalah Relawan Tim Mer-C yang melakukan pendampingan
Kesehatan SAYA.
2. Bahwa benar SAYA saat didampingi Tim Mer-C sejak tgl 12 November 2020 dalam
kondisi KELELAHAN.
3. Bahwa benar sejak tgl 17 November 2020 SAKSI mendampingi dan mengawasi SAYA
melakukan ISOLASI MANDIRI di Rumah Petamburan lalu lanjut di Rumah Sentul Bogor.
4. Bahwa benar SAKSI pada hari SENIN tgl 23 November 2020 melakukan Rapid Test
Antigen terhadap SAYA dan hasilnya adalah REAKTIF.
5. Bahwa benar SAKSI mengusulkan agar SAYA dirawat di RS untuk mendapat
pemeriksaan dan pengobatan serta perawatan yang lebih intensif.
6. Bahwa benar SAYA setuju untuk dirawat RS dan memilih RS UMMI Kota Bogor, karena
dekat Rumahnya yang di Sentul, sekaligus SAYA sudah sejak lama biasa berobat di RS
UMMI sehingga ada Rekam Riwayat Medisnya.
52
7. Bahwa benar pada hari SELASA tgl 24 November 2020 malam SAKSI mengantar SAYA
ke RS UMMI untuk dirawat.
8. Bahwa benar SAKSI menginfokan kepada pihak RS UMMI tentang kondisi SAYA yang
DIDUGA terpapar Covid, yang kemudian dipahami oleh Dokter yang menerima sebagai
Konfirm Covid, padahal belum ada Hasil Test Swab PCR.
9. Bahwa benar saat itu yang memastikan seseorang POSITIF COVID adalah Test Swab
PCR bukan Rapid Test Antigen.
10. Bahwa benar selama belum ada Hasil Test PCR maka SAYA tidak boleh disebut
KONFIRM COVID.
11. Bahwa benar jika SAYA merasa segar atau sehat sebelum ada Hasil Test PCR, maka
SAYA tidak boleh disebut BERBOHONG.
12. Bahwa benar Tim Mer-C mau pun RS UMMI tidak pernah menghalang-halangi Petugas
Covid dalam melaksanakan tugasnya.
13. Bahwa benar pada hari JUM’AT tgl 27 November 2020 siang setelah Shalat Jum’at Tim
Mer-C melakukan Test Swab PCR terhadap SAYA di RS UMMI.
14. Bahwa benar pada hari JUM’AT tgl 27 November 2020 sore sample Test PCR SAYA
dibawa oleh Tim Mer-C ke Laboratorium RSCM di Jakarta.
15. Bahwa benar pada hari JUM’AT tgl 27 November 2020 malam Tim Mer-C dikontak oleh
Walikota Bogor Bima Arya yang meminta Hasil Tes PCR SAYA, tapi dijawab bahwa Hasil
Test tsb belum ada.
16. Bahwa benar HASIL RESMI Test PCR baru SAYA terima dari SAKSI melalui Habib Hanif
Alattas pada tgl 30 November 2020, karena Test PCR dilaksanakan hari JUM’AT 27
November 2020, sementara hari SABTU dan AHAD yaitu tgl 28 dan 29 November 2020
merupakan HARI LIBUR, sehingga Laporan Hasil PCR baru bisa disampaikan kepada
SAYA pada hari SENIN tgl 30 November 2020
17. Bahwa benar setelah Hasil Test PCR tersebut SAYA terima pada Tgl 30 November 2020
di rumah dan hasilnya adalah POSITIF COVID, sehingga SAYA lanjut ISOLASI MANDIRI
di rumah bawah pengawasan Tim Mer-C hingga sembuh total.
18. Bahwa benar SEBELUM tgl 30 November 2020 SAYA tidak pernah tahu kalau
TERPAPAR COVID-19.
19. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb
Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu
ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring
Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah
BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 11 Jan 2021 No 23 ttg Video)
VIII. Dr. Tonggo Mea
: Relawan Mer-C.
1. Bahwa benar SAKSI adalah Relawan Tim Mer-C yang ikut melakukan pendampingan
Kesehatan SAYA.
53
2. Bahwa benar SAYA saat didampingi Tim Mer-C sejak tgl 12 November 2020 dalam
kondisi KELELAHAN.
3. Bahwa benar sejak tgl 17 November 2020 SAKSI mendampingi dan mengawasi SAYA
melakukan ISOLASI MANDIRI di Rumah Petamburan lalu lanjut di Rumah Sentul Bogor.
4. Bahwa benar Dr Hadiki dari Tim Mer-C pada hari SENIN tgl 23 November 2020
melakukan Rapid Test Antigen terhadap SAYA dan hasilnya adalah REAKTIF.
5. Bahwa benar Tim Mer-C mengusulkan agar SAYA dirawat di RS untuk mendapat
pemeriksaan dan pengobatan serta perawatan yang lebih intensif.
6. Bahwa benar SAYA setuju untuk dirawat RS dan memilih RS UMMI Kota Bogor, karena
dekat Rumahnya yang di Sentul, sekaligus SAYA sudah sejak lama biasa berobat di RS
UMMI sehingga ada Rekam Riwayat Medisnya.
7. Bahwa benar pada hari SELASA tgl 24 November 2020 malam Tim Mer-C mengantar
SAYA ke RS UMMI untuk dirawat.
8. Bahwa benar saat itu yang memastikan seseorang POSITIF COVID adalah Test Swab
PCR bukan Rapid Test Antigen.
9. Bahwa benar selama belum ada Hasil Test PCR maka SAYA tidak boleh disebut
KONFIRM COVID.
10. Bahwa benar jika SAYA merasa segar atau sehat sebelum ada Hasil Test PCR, maka
SAYA tidak boleh disebut BERBOHONG.
11. Bahwa benar Tim Mer-C mau pun RS UMMI tidak pernah menghalang-halangi Petugas
Covid dalam melaksanakan tugasnya.
12. Bahwa benar pada hari JUM’AT tgl 27 November 2020 siang setelah Shalat Jum’at Tim
Mer-C melakukan Test Swab PCR terhadap SAYA di RS UMMI.
13. Bahwa benar pada hari JUM’AT tgl 27 November 2020 sore sample Test PCR SAYA
dibawa oleh Tim Mer-C ke Laboratorium RSCM di Jakarta.
14. Bahwa benar setelah Hasil Test PCR tersebut SAYA terima pada Tgl 30 November 2020
di rumah dan hasilnya adalah POSITIF COVID, sehingga SAYA lanjut ISOLASI MANDIRI
di rumah bawah pengawasan Tim Mer-C hingga sembuh total.
15. Bahwa benar SEBELUM tgl 30 November 2020 SAYA tidak pernah tahu kalau
TERPAPAR COVID-19.
16. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb
Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu
ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring
Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah
BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 14 Jan 2021 No 6 ttg Video)
IX. Dr. Faris
: Dr Jaga RS UMMI.
1. Bahwa benar saat SAYA masuk ke RS UMMI tidak dalam kondisi Kritis mau pun Parah.
2. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb
Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu
54
ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring
Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah
BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 27 Jan 2021 No 6 - 7 ttg Rekam Medis & No 8 ttg
Video)
X. Dr. Nerina : Dr Rawat RS UMMI.
1. Bahwa benar SAKSI adalah Dokter Spesialis Internis yang merawat SAYA di RS UMMI.
2. Bahwa benar saat SAKSI menerima SAYA sebagai pasien di RS UMMI dalam kondisi
Relatif Stabil dan Relatif Baik, tidak dalam keadaan Kritis atau Parah.
3. Bahwa benar SAKSI yang menulis pada Laporan Diagnosa Awal bahwa SAYA ”Konfirm
Covid” berdasarkan Keterangan Dr Hadiki dari Tim Mer-C yang mengantar dan
menyerahkan SAYA.
4. Bahwa benar saat SAYA diserahkan tidak ada Hasil Test Swab PCR.
5. Bahwa benar seharusnya sebelum ada Hasil Test PCR, SAYA tidak boleh dalam Laporan
Diagnosa Awal disebut Konfirm Covid, tapi cukup ditulis Suspect atau Probable.
6. Bahwa benar Hasil Radilogi RS UMMI menyatakan bahwa SAYA terinfeksi Paru antara
Ringan hingga sedang, sehingga direkomendasikan agar SAYA ditest Swab PCR untuk
memastikan Covid atau tidaknya.
7. Bahwa benar kondisi SAYA selama perawatan di RS UMMI semakin hari semakin baik.
8. Bahwa benar Limfosit SAYA saat masuk RS UMMI berada di posisi angka 5 dari ambang
batas 20 – 40. Limfosit adalah yang menentukan kekuatan Imun seseorang.
9. Bahwa benar Limfosit SAYA setelah 24 jam dirawat di RS UMMI naik ke posisi angka 16
dari ambang batas 20 – 40. Dan selanjutnya semakin hari semakin baik.
10. Bahwa benar SAYA selama mengikuti perawatan di RS UMMI sangat patuh dan taat
terhadap semua arahan dan petunjuk Dokter.
11. Bahwa benar SAKSI tidak pernah mengatakan kepada SAYA secara eksplisit bahwa
ANDA COVID, karena belum ada hasil Test Swab PCR.
12. Bahwa benar Dr Nerina dkk di RS UMMI membuat Grup WA dengan nama Grup HARIS
yang isinya adalah saling tukar informasi antar Dokter tentang langkah-langkah yang
diambil dalam merawat dan mengobati SAYA. Dan Grup WA ini pun tidak ada
pembicaraan tentang SAYA apakah terpapar covid atau tidak, karena belum ada Hasil
Test Swab PCR, namun memang penanganan pasien suspect atau probable atau posiitif
covid secara umum mempunyai prosedur yang hampir sama seperti sama-sama ada
kewajiban memakai APD, dan sama-sama harus ditest Swab PCR, dsb.
13. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb
Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu
ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring
Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah
BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 11 Jan 2021 No 15 - 17 ttg Rekam Medis & No 18
- 20 ttg Video)
55
XI. Dr. Nuri
: Lab RSCM.
1. Bahwa benar sample Test Swab PCR SAYA dibawa ke Laporatotium RSCM di Jakarta.
2. Bahwa benar Hasil Test Swab PCR SAYA di Laboratorium RSCM sudah secara langsung
dan Real Time terlaporkan ke Sistem Data Base Kemenkes RI.
3. Bahwa benar belum ada aturan yang melarang pasien Suspect / Probable / Konfirm
Covid untuk makan bersama keluarga.
4. Bahwa benar jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baikbaik
saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia
belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.
5. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb
Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu
ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring
Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah
BERBOHONG.
XII. Herdiansyah
: Pedagang Sayur.
1. Bahwa benar SAKSI berdagang sayuran di Pasar di Kota Bogor agak jauh dari RS UMMI.
2. Bahwa benar SAKSI tahu SAYA dirawat di RS UMMI hanya dari Media.
3. Bahwa benar SAKSI mendengar simpang siur ttg SAYA di RS UMMI melalui Media.
4. Bahwa benar SAKSI tidak pernah konfirmasi tentang SAYA ke RS UMMI.
5. Bahwa benar faktanya di Kota Bogor tidak ada KERUSUHAN / KERIBUTAN terkait
Perawatan SAYA di RS UMMI.
6. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb
Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu
ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring
Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah
BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 28 Jan 2021 No 13 ttg Rekam Medis & No 14 - 16
ttg Video)
XIII. Dr Najamudin
: Direktur Umum RS UMMI.
1. Bahwa benar SAYA masuk dan keluar dari RS UMMI dengan izin, tidak lari.
2. Bahwa benar SAYA telah menyelesaikan semua kewajiban Administrasi Perawatan di
RS UMMI.
3. Bahwa benar selama belum ada Hasil Test PCR maka SAYA tidak boleh disebut
KONFIRM COVID.
4. Bahwa benar jika SAYA merasa segar atau sehat sebelum ada Hasil Test PCR, maka
SAYA tidak boleh disebut BERBOHONG.
56
5. Bahwa benar RS UMMI mau pun SAYA dan Keluarga tidak pernah menghalang-halangi
Petugas Covid dalam melaksanakan tugasnya.
6. Bahwa benar ada tiga perawat RS UMMI yang melayani perawatan SAYA ditest Swab
PCR dengan hasil ketiganya NEGATIF.
7. Bahwa benar jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baikbaik
saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia
belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.
8. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb
Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu
ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring
Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah
BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 11 Jan 2021 No 25 ttg Rekam Medis & No 27 ttg
Video & BAP TAMBAHAN tgl 27 Jan 2021 No 8 – 9 ttg Video)
XIV. Fitri Sri Lestari
: Perawat RS UMMI.
1. Bahwa benar saat SAYA masuk ke RS UMMI dalam keadaan Stabil tidak Kritis atau
Parah.
2. Bahwa benar kondisi SAYA di RS UMMI semakin hari semakin baik.
3. Bahwa benar selama perawatan SAYA selalu mematuhi semua arahan Dokter dan
Perawat.
4. Bahwa benar jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baikbaik
saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia
belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.
5. Bahwa benar ada tiga perawat RS UMMI yang melayani perawatan SAYA ditest Swab
PCR dengan hasil ketiganya NEGATIF.
6. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb
Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu
ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring
Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah
BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 27 Jan 2021 No 13 - 14 ttg Rekam Medis & No 15
ttg Video)
XV. Zulfickar
: Manager Media RS UMMI.
1. Bahwa benar SAKSI bekerja di bagian Media RS UMMI.
2. Bahwa benar Rekaman Video SAYA adalah Testimoni penghargaan untuk pelayanan RS
UMMI yang dibuat sebelum ada Hasil PCR dan sebelum SAYA pulang dari RS UMMI.
3. Bahwa benar bahwa Rekaman Video Hb Hanif Alattas menantu SAYA untuk meredam
berita HOAX yang memfitnah bahwa SAYA Kritis dan Parah di RS UMMI, bahkan sudah
Mati akibat Covid.
57
4. Bahwa benar Rekaman Video Hb Hanif dibuat sebelum ada Hasil PCR SAYA.
5. Bahwa benar penayangan kedua Video tersebut adalah inisitaif SAKSI bukan diminta
atau disuruh oleh SAYA mau pun menantunya Hb Hanif Alattas.
6. Bahwa benar jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baikbaik
saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia
belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.
7. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb
Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu
ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring
Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah
BERBOHONG. (BAP tgl 27 Jan 2021 No 10 ttg Video yg diupload saksi)
XVI. Ahmad Suhadi
XVII. Ikha Nurhakim
: FMPB.
: FMPB.
Keduanya sama memberi kesaksian :
1. Bahwa benar FMPB adalah organisasi yang dibentuk mendadak sehari sebelum Demo
hanya untuk keperluan mendemo SAYA.
2. Bahwa benar mereka tinggal di Kabupaten Bogor bukan di Kota Bogor dan jauh dari RS
UMMI.
3. Bahwa benar mereka bukan penghuni Perumahan Mutiara Sentul dan mereka pun
tinggal jauh dari perumahan tersebut.
4. Bahwa benar mereka Demo tanpa Pemberitahuan ke Polisi, tapi mereka tidak
dibubarkan oleh Polisi, padahal polisi ada saat mereka Demo di Sentul.
5. Bahwa benar mereka Demo di Sentul hanya sebentar sekitar 15 sampai 20 menit saja,
dan mereka bubar sendiri dengan damai.
6. Bahwa benar mereka Demo di Sentul tanpa niat sedikit pun untuk buat KEONARAN
7. Bahwa benar mereka Demo di Sentul dengan Damai tanpa ada KEONARAN dalam
bentuk apa pun.
8. Bahwa benar mereka Demo karena ada BERITA HOAX bahwa SAYA lari dari RS UMMI.
9. Bahwa benar mereka Demo bukan karena Wawancara Klarifikasi Dr Andi Tatat atau
pun karena Rekaman Video Klarifikasi Habib Hanif, juga bukan karena Rekaman
Testimoni SAYA, tapi semata-mata karena ada BERITA HOAX bahwa SAYA lari dari RS
UMMI.
10. Bahwa benar mereka tidak pernah konfirmasi berbagai berita HOAX tentang SAYA ke
RS UMMI di Kota Bogor.
11. Bahwa benar mereka Demo di Sentul hanya mau Konfirmasi berita ke SAYA apa benar
TERAKWA lari dari RS UMMI.
12. Bahwa benar mereka mengaku KHILAF dan MINTA MAAF kepada SAYA dalam ruang
sidang.
58
13. Bahwa benar jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baikbaik
saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia
belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.
14. Bahwa benar mereka ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb
Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu
ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT mereka sambil digiring
Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah
BERBOHONG. (BAP Ahmad Suhadi tgl 14 Jan 2021 No 8 - 10 ttg Video & BAP Ikha
Nurhakim tgl 14 Jan 2021 N0 10 – 13 ttg Video)
XVIII. M Aditiya
XIX. M Aslam
: Ketua BEM se-Bogor Raya.
: Anggota BEM se-Bogor Raya.
Keduanya sama memberi kesaksian :
1. Bahwa benar mereka adalah Pengurus BEM se-Bogor Raya, dimana M Aditya sebagai
Ketua, sedang M Aslam sebagai Anggota.
2. Bahwa benar BEM se-Bogor Raya sama sekali tidak melakukan Demo berkaitan dengan
urusan SAYA.
3. Bahwa benar Surat Pernyataan BEM se-Bogor Raya yang ditunjukkan JPU yang di antara
isinya ada keterkaitan dengan urusan SAYA hanya baru berupa DRAFT.
4. Bahwa benar Surat Pernyataan BEM se-Bogor Raya yang resmi hanya berisi tiga poin
dan tak satu pun tekait dengan urusan SAYA.
5. Bahwa benar mereka ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb
Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu
ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT mereka sambil digiring
Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah
BERBOHONG. (BAP M Aditya tgl 27 Jan 2021 No 11 ttg Video & No 15 – 16 ttg Rekam
Medis & BAP M Aslam tgl 27 Jan 2021 No 14 - 16 ttg Video & No 13 ttg Rekam Medis)
B. KETERANGAN SAKSI FAKTA A DE CHARGE (4 Orang) :
I. Veni : Petugas Rekam Medis RS UMMI.
1. Bahwa benar di Rekam Medis SAYA tertulis ”Confirm Covid” tapi belum ada Hasil Test
PCR, sehingga diminta untuk Test PCR buat memastikan.
2. Bahwa benar di Rekam Medis SAYA tertulis ”Confirm Covid” tapi belum ada Hasil Test
PCR, sehingga oleh SAKSI dicatat sebagai SUSPECT.
59
3. Bahwa benar Rekam Medis SAYA sudah terlapor secara Real Time ke Sistem Komputer
Kemenkes RI mau pun Dinkes Pemkot Bogor mulai dari H+1 dari hari masuk ke RS
UMMI.
4. Bahwa benar selain Laporan ke Kemenkes RI dan Dinkes Pemkot Bogor, ada juga
laporan di Grup WA Khusus Rumah Sakit se-Kota Bogor bersama Dinkes Pemkot
Bogor, sehingga Rekam Medis SAYA juga terlaporkan di Grup WA tersebut secara Real
Time.
5. Bahwa benar Rekam Medis SAYA disita oleh Petugas Penyidik Kepolisian, sehingga
membuat Laporan Lanjutan Rekam Medis SAYA ke Kemenkes RI mau pun ke Dinkes
Pemkot Bogor terlambat hingga tgl 16 Desember 2020, karena harus menunggu Rekam
Medis SAYA tersebut dikembalikan.
6. Bahwa benar yang bisa mengakses Rekam Medis SAYA di RS UMMI hanya Petugas
Rekam Medis, sehingga jika ada Dokter atau Menejmen yang ingin tahu, maka harus
melalui Petugas Rekam Medis yang memegang Paswordnya.
II. Hb Mahdi Assegaf
: Tokoh Habaib Kota Bogor.
1. Bahwa benar banyak berita HOAX yang menyebar di tengah masyarakat bahwa SAYA
Kritis dan Parah dirawat di ruang ICU, bahkan sudah Mati di RS akibat Covid, sehingga
meresahkan para Habaib dan Ulama serta Umat di Kota Bogor dan sekitarnya.
2. Bahwa benar Wawancara Walikota Bogor di TV yang juga mengerahkan Satgas Covid
ke RS UMMI telah menambah keresahan Para Habaib dan Ulama serta Tokoh Kota
Bogor dan sekitarnya.
3. Bahwa benar banyak Habaib dan Ulama serta Tokoh di Kota Bogor dan sekitarnya yang
menghubungi SAKSI menanyakan berita HOAX tersebut, karena SAKSI punya hubungan
dekat dengan SAYA mau pun menantunya Hb Hanif Alattas.
4. Bahwa benar SAKSI menghubungi Hb Hanif Alattas selaku menantu SAYA untuk
mengkonfirmasi berita dan mendapat jawaban bahwa semua berita tersebut adalah
HOAX dan FITNAH.
5. Bahwa benar SAKSI mengusulkan kepada Hb Hanif Alattas untuk membuat REKAMAN
VIDEO SINGKAT menjelaskan tentang kondisi SAYA dalam rangka meredam berita
HOAX agar Habaib dan Ulama serta Umat menjadi tenang.
6. Bahwa benar berbagai Berita HOAX tentang SAYA telah sangat meresahkan Habaib dan
Ulama serta Umat, tapi Wawancara Klarifikasi Dr Andi Tatat di TV dan Rekaman Video
Klarifikasi Hb Hanif serta Rekaman Testimoni SAYA justru sebaliknya sangat
menenangkan Umat dan menghilangkan segala keresahan.
7. Bahwa benar terkait perawatan SAYA di RS UMMI Kota Bogor TIDAK ADA Keonaran /
Kegemparan / Kerusuhan / Huru Hara / Kegaduhan / Keributan di Kota Bogor dalam
bentuk apa pun.
60
8. Bahwa benar justru dengan adanya perawatan SAYA di RS UMMI, maka para Habaib
dan Ulama serta Umat semakin tenang, karena SAYA menurut mereka sebagai Tokoh
yang dicintai Umat berada dalam pengawasan Para Dokter yang berpengalaman.
9. Bahwa benar SAKSI bersama para Habaib dan Ulama serta Tokoh Kota Bogor menemui
Walikota Bogor Bima Arya untuk menanyakan tentang alasan Pelaporan Polisi terhadap
RS UMMI yang justru sudah berjasa besar memberi perawatan dan pengobatan kepada
SAYA.
10. Bahwa benar Walikota Bogor di hadapan Para Habaib dan Ulama serta Tokoh Kota
Bogor berjanji untuk mencabut Laporan Polisinya terhadap RS UMMI.
11. Bahwa benar Walikota Bogor juga berjanji untuk menyelesaikan masalah RS UMMI
secara Kekeluargaan.
12. Bahwa benar ternyata Walikota Bogor BERBOHONG atau INGKAR JANJI, karena
Laporan Polisi terhadap RS UMMI tidak pernah dicabut, bahkan di Sidang Pengadilan
mengaku hanya akan mengedepankan Hukum daripada Kekeluargaan.
III. Hb Abdullah Masyhur
: Tokoh Habaib Kota Bogor
1. Bahwa benar banyak berita HOAX yang menyebar di tengah masyarakat bahwa SAYA
Kritis dan Parah dirawat di ruang ICU, bahkan sudah Mati di RS akibat Covid, sehingga
meresahkan para Habaib dan Ulama serta Umat di Kota Bogor dan sekitarnya.
2. Bahwa benar Wawancara Walikota Bogor di TV yang juga mengerahkan Satgas Covid
ke RS UMMI telah menambah keresahan Para Habaib dan Ulama serta Tokoh Kota
Bogor dan sekitarnya.
3. Bahwa benar SAKSI sempat lewat RS UMMI dan melihat serta mendengar pihak RS
UMMI menerangkan bahwa SAYA dirawat di RS UMMI, tapi tidak dijelaskan tentang
sakit apa.
4. Bahwa benar berbagai Berita HOAX tentang SAYA telah sangat meresahkan Habaib dan
Ulama serta Umat, tapi Wawancara Klarifikasi Dr Andi Tatat di TV dan Rekaman Video
Klarifikasi Hb Hanif serta Rekaman Testimoni SAYA justru sebaliknya sangat
menenangkan Umat dan menghilangkan segala keresahan.
5. Bahwa benar SAKSI tinggal tidak jauh dari RS UMMI dan SAKSI sering hadir Majelis dan
Ziarah yang lokasinya bersebelahan dengan RS UMMI.
6. Bahwa benar jama’ah Majelis dan Ziarah serta masyarakat sekitar RS UMMI tidak ada
yang RESAH karena takut tertular Covid akibat SAYA dirawat di RS UMMI.
7. Bahwa benar terkait perawatan SAYA di RS UMMI Kota Bogor TIDAK ADA Keonaran /
Kegemparan / Kerusuhan / Huru Hara / Kegaduhan / Keributan di sekitar RS UMMI mau
pun di seluruh Kota Bogor dalam bentuk apa pun.
8. Bahwa benar justru dengan adanya perawatan SAYA di RS UMMI, maka para Habaib
dan Ulama serta masyarakat di sekitar RS UMMI semakin tenang, karena SAYA sebagai
Tokoh yang dicintai Umat berada dalam pengawasan Para Dokter yang berpengalaman.
61
IV. Ust Slamet Maarif : Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212
1. Bahwa benar banyak berita HOAX yang menyebar di tengah masyarakat bahwa SAYA
Kritis dan Parah dirawat di ruang ICU, bahkan sudah Mati di RS akibat Covid, sehingga
meresahkan para Habaib dan Ulama serta Tokoh secara Nasional.
2. Bahwa benar di antara Berita HOAX ada Editan Foto SAKSI dan Gubernur Jakarta Anies
Baswedan yang sedang melihat SAYA terbaring Kritis di sebuah ruangan RS dengan
penonton Akun tersebut yang mencapai jutaan orang. Padahal SAKSI belum pernah
besuk SAYA saat Sakit di RS UMMI karena memang siapa pun tidak boleh besuk,
termasuk semua Pengurus DPP FPI.
3. Bahwa benar Wawancara Walikota Bogor di TV yang juga mengerahkan Satgas Covid
ke RS UMMI telah menambah keresahan Para Habaib dan Ulama serta Tokohsecara
Nasional.
4. Bahwa benar banyak Habaib dan Ulama serta Tokoh dari berbagai Daerah yang
menghubungi SAKSI menanyakan berita HOAX tersebut, karena SAKSI sebagai salah
satu Ketua DPP FPI dan juga Ketum PA 212 punya hubungan dekat dengan SAYA mau
pun menantunya Hb Hanif Alattas.
5. Bahwa benar SAKSI menghubungi Hb Hanif Alattas selaku menantu SAYA untuk
mengkonfirmasi berita dan mendapat jawaban bahwa semua berita tersebut adalah
HOAX dan FITNAH.
6. Bahwa benar SAKSI mengusulkan kepada Hb Hanif Alattas untuk membuat REKAMAN
VIDEO SINGKAT menjelaskan tentang kondisi SAYA dalam rangka meredam berita
HOAX agar Habaib dan Ulama serta Umat secara Nasional menjadi tenang.
7. Bahwa benar berbagai Berita HOAX tentang SAYA telah sangat meresahkan Habaib dan
Ulama serta Umat, tapi Wawancara Klarifikasi Dr Andi Tatat di TV dan Rekaman Video
Klarifikasi Hb Hanif serta Rekaman Testimoni SAYA justru sebaliknya sangat
menenangkan Umat dan menghilangkan segala keresahan.
8. Bahwa benar Berita Hoax dan Wawancara Walikota Bogor Bima Arya menjadi
penyebab KERESAHAN, sedang Klarifikasi Hb Hanif Alattas dan Dr Andi Tatat justru
menjadi peredam KERESAHAN dan sekaligus pencipta KETENANGAN di tengah Umat.
9. Bahwa benar terkait perawatan SAYA di RS UMMI Kota Bogor TIDAK ADA Keonaran /
Kegemparan / Kerusuhan / Huru Hara / Kegaduhan / Keributan di Kota Bogor mau pun
Kota-Kota lainnya dalam bentuk apa pun.
10. Bahwa benar justru dengan adanya perawatan SAYA di RS UMMI, maka para Habaib
dan Ulama serta Umat di berbagai Daerah semakin tenang, karena SAYA sebagai Tokoh
yang dicintai Umat berada dalam pengawasan Para Dokter yang berpengalaman.
62
C. SAKSI AHLI DARI JPU (4 Orang) :
Bahwa KETIGA SAKSI saat pemeriksaan oleh Penyidik Kepolisian ada yang diceritakan
FAKTA KASUS, bahkan ada yang ditunjukkan FAKTA KASUS berupa beberapa Rekaman Video ttg
SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”,
lalu ditunjukkan berbagai Dokumen dan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT
SAKSI terhadap FAKTA KASUS sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb
Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG.
Bahwa KETIGA SAKSI diceritakan oleh SAYA Kisah Ayah, Anak dan Dokter yang diandaikan
sebagai gambaran Kasus RS UMMI, maka KETIGA SAKSI sepakat bahwa baik Si Ayah mau pun Si
Anak dan Si Dokter tidak boleh disebut BERBOHONG apalagi disebut mau berbuat KEONARAN.
Selain itu KETIGA SAKSI masing-masing menyampaikan pendapat sebagai berikut :
I. DR TRI YUNIS : Ahli Epidemiologi & Anggota Satgas Covid Kota Bogor
Saksi Ahli ini ditolak oleh SAYA dan Penasihat Hukum karena posisinya sebagai ANGGOTA
SATGAS COVID KOTA BOGOR, artinya satu Grup dengan PELAPOR, sehingga diragukan
INDEPENDENSI dan OBJEKTIVITASNYA.
II. DR TRUBUS
: Ahli Hukum Sosiologi
1. Bahwa jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja
sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu
kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.
2. Bahwa penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK RELEVAN,
karena UU tersebut saat dibuat untuk konteks kondisi darurat baru merdeka yang penuh
dengan berita BOHONG UNTUK membuat KEONARAN.
3. Bahwa Kisah Ayah, Anak dan Dokter yang diandaikan sebagai gambaran Kasus RS UMMI,
maka baik Si Ayah mau pun Si Anak dan Si Dokter tidak boleh disebut BERBOHONG
apalagi disebut mau berbuat KEONARAN, sehingga tidak bisa dikenakan pasal 14 baik
ayat (1) atau ayat (2) dan tidak ada sangkut pautnya dengan pasal 15.
4. Bahwa DEMO DAMAI merupakan penyampaian aspirasi yang dijamin undang-undang
dan tidak bisa disebut sebagai KEONARAN;
63
5. Bahwa KEONARAN yang dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) bukan sekedar kegelisahan
atau pro kontra ditengan masyarskat akan tetapi harus dibarengi dengan KEKACAUAN
/ KERUSUHAN.
6. Keonaran dikalangan rakyat harus bersifat MELUAS.
7. Bahwa KERESAHAN PUBLIK itu urusan hati, tidak bisa diukur, sehingga tidak bisa
dituangkan dalam perbuatan ONAR. Jadi hanya perbuatan yang bisa diukur saja yang
boleh dituangkan dalam perbuatan ONAR.
8. Bahwa benar SAKSI AHLI saat pemeriksaan oleh Penyidik Kepolisian diceritakan FAKTA
KASUS SAYA secara rinci sebagaimana tertulis dalam BAP SAKSI AHLI tgl 18 Jan 2021
Soal No 3, bahkan ditunjukkan oleh Penyidik FAKTA KASUS beberapa Rekaman Video
ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baikbaik
saja”, lalu ditunjukkan berbagai Dokumen dan Rekam Medis SAYA, kemudian
diminta PENDAPAT SAKSI terhadap FAKTA KASUS tersebt, sambil digiring Penyidik
untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah
BERBOHONG, sebagaimana tertulis dalam BAP SAKSI AHLI tgl 18 Jan 2021 Soal No 13
ttg Dokumen dan Rekam Medis SAYA, dan Soal No 14 – 15 ttg Video.
III. DR ANDHIKA : Ahli Lingusitik Forensik
1. Bahwa jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja
sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu
kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.
2. Bahwa orang yang berbicara berdasarkan APA YANG DIA TAU maka tidak dapat
dikatakan BOHONG.
3. Bahwa benar Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah RUJUKAN RESMI dalam
Bahasa Indonesia.
4. Bahwa benar menurut KBBI bahwa makna ONAR adalah Huru-hara, Gempar, Keributan
dan Kegaduhan, sedang makan KEONARAN lebih khusus lagi yatu Kegemparan,
Kerusuhan dan Keributan.
5. Bahwa SAKSI AHLI mencoba mengartikan ONAR dengan makna RESAH, namun SAKSI
AHLI tidak mampu menunjukkan rujukan ilmiahnya, sehingga pendapat tersebut ditolak
oleh SAYA dan Penasihat Hukum, apalagi ada bantahan dari Saksi Ahli Lingusitik Forensik
DR Frans dan Ahli Sosiologi Prof DR Musni Umar serta Ahli Hukum Pidana DR Muzakkir,
yang ketiganya dihadirkan oleh SAYA dan Penasihat Hukum, serta menerangkan bahwa
64
ONAR adalah Kerusuhan dan Keributan serta Huru Hara. Bahkan pendapat Ahli tersbeut
juga terbantahkan oleh pendapat Saksi Ahli Sosiologi yang dihadirkan JPU yaitu DR
TRUBUS.
6. Bahwa SAKSI juga mencoba mengartikan MASYARAKAT cukup hanya DUA ORANG,
namun juga TIDAK ADA REFERENSI ILMIAHNYA, sehingga dibantah juga oleh Saksi Ahli
Lingusitik Forensik DR Frans dan Ahli Sosiologi Prof DR Musni Umar serta Ahli Hukum
Pidana DR Muzakkir, yang ketiganya dihadirkan oleh SAYA dan Penasihat Hukum, serta
menerangkan bahwa makna MASYARAKAT tidak cukup hanya dua orang saja, tapi harus
banyak.
7. Bahwa benar SAKSI AHLI saat pemeriksaan oleh Penyidik Kepolisian diceritakan FAKTA
KASUS SAYA secara rinci sebagaimana tertulis dalam BAP SAKSI AHLI tgl 18 Jan 2021
Soal No 3, bahkan ditunjukkan oleh Penyidik FAKTA KASUS beberapa Rekaman Video
ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baikbaik
saja”, lalu ditunjukkan berbagai Dokumen dan Rekam Medis SAYA, kemudian
diminta PENDAPAT SAKSI terhadap FAKTA KASUS tersebt, sambil digiring Penyidik
untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah
BERBOHONG, sebagaimana tertulis dalam BAP SAKSI AHLI tgl 18 Jan 2021 Soal No 18
ttg Dokumen dan Rekam Medis SAYA, dan Soal No 19 - 22 ttg Video.
IV. HERY PRIYANTO : Ahli Forensik :
DITOLAK kesaksian dan pendapatnya oleh SAYA dan Panasihat Hukum karena :
1. Tidak dihadirkan dalam sidang.
2. Anggota POLRI, sehingga TIDAK INDEPENDENT dan diragukan OBJEKTIVITAS
PENILAIANNYA.
Dengan demikian semua BARANG BUKTI berupa Rekaman Video yang diperiksa oleh SAKSI
AHLI ini pun ditolak oleh SAYA dan Penasihat Hukum untuk dijadikan ALAT BUKTI.
D. SAKSI AHLI DARI SAYA & PH (8 Orang) :
Semua SAKSI AHLI sepakat bahwa jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau
sehat atau baik-baik saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau
dia belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG, karena
Subjektivitas Pasien berdasarkan Apa yang Dirasa, sedang Objektivitas Dokter berdasarkan
Hasil Pemeriksaan.
65
Semua SAKSI AHLI diceritakan oleh SAYA tentang ”Kisah Ayah, Anak dan Dokter” yang
diandaikan sebagai gambaran Kasus RS UMMI, maka semua SAKSI AHLI sepakat bahwa baik Si
Ayah mau pun Si Anak dan Si Dokter tidak boleh disebut BERBOHONG apalagi disebut mau
berbuat KEONARAN. sehingga tidak bisa dikenakan UU No 1 Tahun 1946 pasal 14 baik ayat (1)
atau ayat (2) dan tidak ada sangkut pautnya dengan pasal 15.
Semua AHLI HUKUM PIDANA dan AHLI HUKUM TATA NEGARA serta AHLI SOSIOLOGI
sepakat bahwa penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang untuk konteks kekinian sudah
TIDAK RELEVAN, karena UU tersebut saat dibuat untuk konteks kondisi darurat baru merdeka
yang penuh dengan berita BOHONG untuk membuat KEONARAN.
Semua Saksi Ahli juga sepakat bahwa Bahwa ONAR adalah Huru-hara, Keributan,
Kegaduhan, Kegemparan dan Kerusuhan.
Selain itu SEMUA SAKSI AHLI masing-masing menyampaikan pendapat sebagai berikut :
I. PROF DR MUSNI UMAR : Ahli Sosiologi & Rektor Universitas Ibnu Choldun
1. Bahwa jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja
sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu kalau
dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG, karena Subjektivitas
Pasien berdasarkan Apa yang Dirasa, sedang Objektivitas Dokter berdasarkan Hasil
Pemeriksaan.
2. Bahwa Kisah Ayah, Anak dan Dokter yang diandaikan sebagai gambaran Kasus RS UMMI,
maka baik Si Ayah mau pun Si Anak dan Si Dokter tidak boleh disebut BERBOHONG apalagi
disebut mau berbuat KEONARAN.
3. Bahwa bohong boleh jika untuk meredam fitnah atau untuk menenangkan publik atau
untuk Kebenaran atau untuk Keselamatan.
4. Bahwa ONAR adalah Huru-hara, Keributan, Kegaduhan, Kegemparan dan Kerusuhan.
5. Bahwa Pro Kontra pendapat atau Demo Damai menyatakan pendapat bukan KEONARAN.
6. Bahwa masyarakat adalah Kumpulan Banyak Orang bukan satu dua orang.
66
7. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK RELEVAN, karena
UU tersebut saat dibuat untuk konteks kondisi darurat baru merdeka yang penuh dengan
berita BOHONG untuk membuat KEONARAN.
II. DR M NASSER : Ahli Hukum Kesehatan
1. Bahwa jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja
sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu kalau
dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG, karena Subjektivitas
Pasien berdasarkan Apa yang Dirasa, sedang Objektivitas Dokter berdasarkan Hasil
Pemeriksaan.
2. Bahwa Kisah Ayah, Anak dan Dokter yang diandaikan sebagai gambaran Kasus RS UMMI,
maka baik Si Ayah mau pun Si Anak dan Si Dokter tidak boleh disebut BERBOHONG apalagi
disebut mau berbuat KEONARAN.
3. Bahwa bohong jika untuk meredam kegaduhan di tengah masyarakat boleh-boleh saja,
seperti bohongnya Menkes RI pada bulan Maret 2020 yang mengatakan bahwa Covid
belum masuk ke Indonesia, padahal sudah.
4. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK RELEVAN, karena
UU tersebut saat dibuat untuk konteks kondisi darurat baru merdeka yang penuh dengan
berita BOHONG untuk membuat KEONARAN.
5. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 dalam Kasus PELANGGARAN PROKES lebih TIDAK
RELEVAN dan sangat TIDAK TEPAT serta amat TIDAK LOGIS, karena PELANGGARAN
PROKES bukan KEJAHATAN, kalau pun dikatagorikan sebagai Pidana termasuk Pidana
Ringan bukan Pidana Berat.
6. Bahwa jika seorang pasien sudah ditest Swab PCR, lalu dalam waktu beberapa jam
kemudian mau diswab lagi tanpa alasan kesehatan yang benar, maka PASIEN BERHAK
MENOLAK.
7. Bahwa KERAHASIAAN DATA PASIEN dilindungi UU, hanya boleh dibuka saat darurat sesuai
aturan, bukan dibuka untuk publik tanpa aturan.
8. Bahwa Pasien yang memeriksakan diri atau merawat atau berobat ke Rumah Sakit saat
Pandemi sudah melakukan hal yang tepat dan sesuai dengan Pelaksanaan Penanggulangan
Wabah.
67
9. Bahwa SATGAS COVID adalah badan Ad-Hoc yang tupoksinya terkait KEBIJAKAN
STRATEGIS, sehingga secara teknis tidak berhak mengambil Rekam Medsi Pasien atau
melakukan Test Swab Antigen mau pun PCR.
10. Bahwa dalam Penegakan Hukum terahadap PELANGGARAN PROKES tidak boleh ada
DISKRIMNASI HUKUM, karena Diskrimansi Hukum sangat berbahaya bagi Konstitusi dan
Tatanan Hukum di NKRI.
III. DR MUZAKKIR
: Ahli Hukum Pidana
1. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK RELEVAN, karena
UU tersebut saat dibuat untuk konteks kondisi darurat baru merdeka yang penuh dengan
berita BOHONG untuk membuat KEONARAN, sehingga tidak lagi sesuai dengan NORMA
HUKUM.
2. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK TEPAT, karena UU
tersebut terkait PENYIARAN sebagaimana bunyi Pasal 14 ayat (1) : ”Barang siapa, dengan
MENYIARKAN berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan
keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya
sepuluh tahun”, sehingga soal PENYIARAN semestinya ditarik ke UU Penyiaran No 32 Th
2002 bukan ke UU No 1 Tahun 1946.
3. Bahwa dalam konteks PENYIARAN maka yang bertanggung-jawab adalah yang
menyiarkan bukan yang memberi pernyataan atau menjawab pertanyaan.
4. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK LOGIS, karena
SANKSI dalam UU tersebut dipandang sudah tidak sesuai dengan Konteks Kekinian,
sehingga dalam RUU KUHP yang baru Pasal 309 dicantumkan pasal serupa tersebut, tapi
dengan Sansksi Hukum hanya 2 tahun.
5. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 dalam Kasus PELANGGARAN PROKES lebih TIDAK
RELEVAN dan lebih TIDAK TEPAT serta lebih TIDAK LOGIS, karena PELANGGARAN PROKES
bukan KEJAHATAN, kalau pun dikatagorikan sebagai Pidana termasuk Pidana Ringan
bukan Pidana Berat.
6. Bahwa jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja
sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu kalau
dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG, karena Subjektivitas
Pasien berdasarkan Apa yang Dirasa, sedang Objektivitas Dokter berdasarkan Hasil
Pemeriksaan.
68
7. Bahwa Kisah Ayah, Anak dan Dokter yang diandaikan sebagai gambaran Kasus RS UMMI,
maka baik Si Ayah mau pun Si Anak dan Si Dokter tidak boleh disebut BERBOHONG apalagi
disebut mau berbuat KEONARAN, sehingga tidak bisa dikenakan pasal 14 baik ayat (1) atau
ayat (2) dan tidak ada sangkut pautnya dengan pasal 15.
8. Bahwa MENGGANGGU ketenangan Rumah Sakit dan pengobatan pasien di musim
Pandemi termasuk menghalang-halangi Pelaksanaan Penanganan Wabah.
9. Bahwa tidak bisa dibenarkan PENYITAAN Rekam Medis dari Rumah Sakit yang bisa
menggangu pelayanan RS dan bisa membahayakan jiwa pasien.
10. Bahwa PENYITAAN Rekam Medis dari Rumah Sakit yang bisa menggangu pelayanan RS dan
bisa membahayakan jiwa pasien termasuk menghalang-halangi Pelaksanaan Penanganan
Wabah.
11. Bahwa Pasien yang BERHAK menolak Petugas yang tidak berwenang terkait perawatan dan
pengobatannya.
12. Bahwa ONAR adalah Huru-hara, Keributan, Kegaduhan, Kegemparan, Kerusuhan dan
Keributan.
13. Bahwa Pro Kontra pendapat atau Demo Damai menyatakan pendapat bukan KEONARAN.
14. Bahwa masyarakat adalah Kumpulan Banyak Orang bukan satu dua orang.
IV. DR REFLY HARUN : Ali Hukum Tata Negara
1. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK RELEVAN, karena
UU tersebut saat dibuat untuk konteks kondisi darurat baru merdeka yang penuh dengan
berita BOHONG untuk membuat KEONARAN, sehingga tidak lagi sesuai dengan NORMA
HUKUM.
2. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK TEPAT, karena UU
tersebut saat dibuat untuk konteks KEJAHATAN BERAT yang merongrong Kemerdekaan
Indonesia saat baru merdeka.
3. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK LOGIS, karena
SANKSI dalam UU tersebut dipandang sudah tidak sesuai dengan Konteks Kekinian,
sehingga dalam RUU KUHP yang baru Pasal 309 dicantumkan pasal serupa tersebut, tapi
dengan Sansksi Hukum hanya 2 tahun.
69
4. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 dalam Kasus PELANGGARAN PROKES lebih TIDAK
RELEVAN dan lebih TIDAK TEPAT serta lebih TIDAK LOGIS, karena PELANGGARAN PROKES
bukan KEJAHATAN, kalau pun dikatagorikan sebagai Pidana termasuk Pidana Ringan
bukan Pidana Berat.
5. Bahwa jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja
sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu kalau
dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG, karena Subjektivitas
Pasien berdasarkan Apa yang Dirasa, sedang Objektivitas Dokter berdasarkan Hasil
Pemeriksaan.
6. Bahwa Kisah Ayah, Anak dan Dokter yang diandaikan sebagai gambaran Kasus RS UMMI,
maka baik Si Ayah mau pun Si Anak dan Si Dokter tidak boleh disebut BERBOHONG apalagi
disebut mau berbuat KEONARAN, sehingga tidak bisa dikenakan UU No 1 Tahun 1946 pasal
14 baik ayat (1) atau ayat (2) dan tidak ada sangkut pautnya dengan pasal 15.
7. Bahwa UU No 1 Tahun 1946 memang masih berlaku, tapi jangan dijaidikan ALASAN untuk
mengurung diri dalam aturan lama yang TIDAK RELEVAN, sehingga menolak KONTEKS
KEKINIAN.
8. Bahwa untuk tidak lagi menggunakan UU No 1 Tahun 1946 yang sudah ketinggalan zaman
tersebut ada tiga jalan : Pertama, Pencabutan UU via Perppu / UU Baru. Kedua, Gugat
melalui Yudicial Review ke mahakamah Konstitusi. Ketiga, lewat Putusan Hakim yang
mengenyampingkan UU tersebut karena ada UU lain yang lebih Relevan, Tepat dan Logis.
9. Bahwa disarankan kepada MAJELIS HAKIM untuk mengenyampingkan UU No 1 Tahun
1946 dalam mengambil keputusan, karena sudah tidak sesuai dengan konteks kekinian.
10. Bahwa ONAR adalah Huru-hara, Keributan, Kegaduhan, Kegemparan dan Kerusuhan.
V. DR TONANG : Ahli Kesehatan dan Epidemiologi
1. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK RELEVAN, karena
UU tersebut saat dibuat untuk konteks kondisi darurat baru merdeka yang penuh dengan
berita BOHONG untuk membuat KEONARAN.
2. Bahwa Kisah Ayah, Anak dan Dokter yang diandaikan sebagai gambaran Kasus RS UMMI,
maka baik Si Ayah mau pun Si Anak dan Si Dokter tidak boleh disebut BERBOHONG apalagi
disebut mau berbuat KEONARAN.
70
3. Bahwa KERAHASIAAN DATA PASIEN dilindungi UU, hanya boleh dibuka saat darurat sesuai
aturan, bukan dibuka untuk publik tanpa aturan.
4. Bahwa MENGGANGGU ketenangan Rumah Sakit dan pengobatan pasien di musim
Pandemi termasuk menghalang-halangi Pelaksanaan Penanganan Wabah.
5. Bahwa tidak bisa dibenarkan PENYITAAN Rekam Medis dari Rumah Sakit yang bisa
menggangu pelayanan RS dan bisa membahayakan jiwa pasien.
6. Bahwa PENYITAAN Rekam Medis dari Rumah Sakit yang bisa menggangu pelayanan RS dan
bisa membahayakan jiwa pasien termasuk menghalang-halangi Pelaksanaan Penanganan
Wabah.
7. Bahwa Pasien yang BERHAK menolak Petugas yang tidak berwenang terkait perawatan dan
pengobatannya.
8. Bahwa Pasien yang memeriksakan diri atau merawat atau berobat ke Rumah Sakit saat
Pandemi sudah melakukan hal yang tepat dan sesuai dengan Pelaksanaan Penanggulangan
Wabah.
9. Bahwa SATGAS COVID adalah badan Ad-Hoc yang tupoksinya terkait KEBIJAKAN
STRATEGIS, sehingga secara teknis tidak berhak mengambil Rekam Medsi Pasien atau
melakukan Test Swab Antigen mau pun PCR.
10. Bahwa ONAR adalah Huru-hara, Keributan, Kegaduhan, Kegemparan dan Kerusuhan.
VI. DR FRANS : Ahli Linguistik Forensik
1. Bahwa benar Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah RUJUKAN RESMI dalam
Bahasa Indonesia.
2. Bahwa benar menurut KBBI bahwa makna BOHONG adalah tidak sesuai dengan yang
sebenarnya, dusta, palsu.
3. Bahwa benar menurut KBBI bahwa makna ONAR adalah Huru-hara, Gempar, Keributan
dan Kegaduhan, sedang makan KEONARAN adalah Kegemparan, Kerusuhan dan
Keributan.
4. Bahwa jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja
sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu
kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.
71
5. Bahwa orang yang berbicara berdasarkan APA YANG DIA TAU maka tidak dapat
dikatakan BOHONG.
6. Bahwa BOHONG tidak sama dengan KELIRU, dan BOHONG harus ada NIAT untuk
melakukan kebohongan.
7. Bahwa Kisah Ayah, Anak dan Dokter yang diandaikan sebagai gambaran Kasus RS
UMMI, maka baik Si Ayah mau pun Si Anak dan Si Dokter tidak boleh disebut
BERBOHONG apalagi disebut mau berbuat KEONARAN.
8. Bahwa Pro Kontra pendapat atau Demo Damai menyatakan pendapat bukan
KEONARAN.
9. Bahwa masyarakat adalah Kumpulan Banyak Orang bukan satu dua orang.
VII.
DR ABDUL CHAIR RAMADHAN : Ahli Teori Hukum Pidana
1. Bahwa penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK RELEVAN, karena
UU tersebut saat dibuat untuk konteks kondisi darurat baru merdeka yang penuh dengan
berita BOHONG untuk membuat KEONARAN, sehingga tidak lagi sesuai dengan NORMA
HUKUM.
2. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK LOGIS, karena
SANKSI dalam UU tersebut dipandang sudah tidak sesuai dengan Konteks Kekinian,
sehingga dalam RUU KUHP yang baru Pasal 309 dicantumkan pasal serupa tersebut, tapi
dengan Sansksi Hukum hanya 2 tahun.
3. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 dalam Kasus PELANGGARAN PROKES lebih TIDAK
RELEVAN dan lebih TIDAK LOGIS, serta sangat TIDAK TEPAT, karena PELANGGARAN
PROKES bukan KEJAHATAN, kalau pun dikatagorikan sebagai Pidana termasuk Pidana
Ringan bukan Pidana Berat.
4. Bahwa UU No 1 Tahun 1946 bukan aturan untuk Prokes atau PSBB, sehingga tidak bisa
diterapkan dalam urusan PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN.
5. Bahwa jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja
sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu kalau
dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG, karena Subjektivitas
Pasien berdasarkan Apa yang Dirasa, sedang Objektivitas Dokter berdasarkan Hasil
Pemeriksaan.
72
6. Bahwa Kisah Ayah, Anak dan Dokter yang diandaikan sebagai gambaran Kasus RS UMMI,
maka baik Si Ayah mau pun Si Anak dan Si Dokter tidak boleh disebut BERBOHONG apalagi
disebut mau berbuat KEONARAN, sehingga tidak bisa dikenakan UU No 1 Tahun 1946 pasal
14 baik ayat (1) atau ayat (2) dan tidak ada sangkut pautnya dengan pasal 15.
7. Bahwa ONAR adalah Huru-hara, Keributan, Kegaduhan, Kegemparan, Kerusuhan dan Keributan.
8. Bahwa Pro Kontra pendapat atau Demo Damai menyatakan pendapat bukan KEONARAN.
9. Bahwa masyarakat adalah Kumpulan Banyak Orang bukan satu dua orang.
VIII. DR LUTHFI HAKIM : Ahi Medco Legal & Hukum Pidana Kesehatan
1. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK RELEVAN, karena UU
tersebut saat dibuat untuk konteks kondisi darurat baru merdeka yang penuh dengan berita
BOHONG untuk membuat KEONARAN, sehingga tidak lagi sesuai dengan NORMA HUKUM.
2. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK LOGIS, karena
SANKSI dalam UU tersebut dipandang sudah tidak sesuai dengan Konteks Kekinian,
sehingga dalam RUU KUHP yang baru Pasal 309 dicantumkan pasal serupa tersebut, tapi
dengan Sansksi Hukum hanya 2 tahun.
3. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 dalam Kasus PELANGGARAN PROKES lebih TIDAK
RELEVAN dan lebih TIDAK LOGIS, serta sangat TIDAK TEPAT, karena PELANGGARAN
PROKES bukan KEJAHATAN, kalau pun dikatagorikan sebagai Pidana termasuk Pidana
Ringan bukan Pidana Berat.
4. Bahwa jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja
sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu kalau
dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG, karena Subjektivitas
Pasien berdasarkan Apa yang Dirasa, sedang Objektivitas Dokter berdasarkan Hasil
Pemeriksaan.
5. Bahwa Kisah Ayah, Anak dan Dokter yang diandaikan sebagai gambaran Kasus RS UMMI,
maka baik Si Ayah mau pun Si Anak dan Si Dokter tidak boleh disebut BERBOHONG apalagi
disebut mau berbuat KEONARAN, sehingga tidak bisa dikenakan UU No 1 Tahun 1946 pasal
14 baik ayat (1) atau ayat (2) dan tidak ada sangkut pautnya dengan pasal 15.
6. Bahwa KERAHASIAAN DATA PASIEN dilindungi UU, hanya boleh dibuka saat darurat sesuai
aturan, bukan dibuka untuk publik tanpa aturan.
73
7. Bahwa MENGGANGGU ketenangan Rumah Sakit dan pengobatan pasien di musim
Pandemi termasuk menghalang-halangi Pelaksanaan Penanganan Wabah.
8. Bahwa tidak bisa dibenarkan PENYITAAN Rekam Medis dari Rumah Sakit yang bisa
menggangu pelayanan RS dan bisa membahayakan jiwa pasien.
9. Bahwa PENYITAAN Rekam Medis dari Rumah Sakit yang bisa menggangu pelayanan RS dan
bisa membahayakan jiwa pasien termasuk menghalang-halangi Pelaksanaan Penanganan
Wabah.
10. Bahwa Pasien yang BERHAK menolak Petugas yang tidak berwenang terkait perawatan dan
pengobatannya.
11. Bahwa Pasien yang memeriksakan diri atau merawat atau berobat ke Rumah Sakit saat
Pandemi sudah melakukan hal yang tepat dan sesuai dengan Pelaksanaan Penanggulangan
Wabah.
12. Bahwa SATGAS COVID adalah badan Ad-Hoc yang tupoksinya terkait KEBIJAKAN
STRATEGIS, sehingga secara teknis tidak berhak mengambil Rekam Medsi Pasien atau
melakukan Test Swab Antigen mau pun PCR.
13. Bahwa ONAR adalah Huru-hara, Keributan, Kegaduhan, Kegemparan, Kerusuhan dan
Keributan.
14. Bahwa Pro Kontra pendapat atau Demo Damai menyatakan pendapat bukan KEONARAN.
15. Bahwa masyarakat adalah Kumpulan Banyak Orang bukan satu dua orang.
E. SAKSI MAHKOTA :
I. Dr Andi Tatat (Dirut RS MMI)
1. Bahwa benar pada awalnya saat SAKSI diperiksa oleh Penyidik Kepolisian sebagai
SAKSI pada tgl 6 Januari 2021 hanya berkaitan dengan PELANGGARAN PROKES,
sehingga diduga melanggar Pasal 14 ayat (1) atau ayat (2) UU No. 4 / Th. 1984 ttg
Wabah Penyakit Menular terkait dugaan dengan sengaja menghalangi pelaksanaan
Penanggulangan Wabah, dan atau Pasal 216 ayat (1) KUHP terkait dugaan dengan
sengaja tidak mentaati atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau
menggagalkan tugas pejabat.
74
2. Bahwa benar saat SAKSI diperiksa sebagai TERSANGKA pada tgl 15 Januari 2021 ada
penambahan pasal yaitu Pasal 14 dan atau Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 ttg Peraturan
Hukum Pidana terkait dugaan dengan sengaja menyiarkan kebohongan untuk
menimbulkan keonaran. Bahkan akhirnya pasal tambahan inilah yang justru djadikan
DAKWAAN KESATU baik yang Primer mau pun Subsider dan Lebih Subsider.
3. Bahwa benar SAYA masuk dan pulang dari Rumah Sakit secara baik-baik dengan
melunasi semua pembayaran dan atas izin RS UMMI mau pun Dokter yang merawat.
4. Bahwa benar selama belum ada Hasil Test PCR maka SAYA tidak boleh disebut
KONFIRM COVID.
5. Bahwa benar jika SAYA merasa segar atau sehat sebelum ada Hasil Test PCR, maka
SAYA tidak boleh disebut BERBOHONG.
6. Bahwa benar RS UMMI mau pun SAYA dan Keluarga tidak pernah menghalang-halangi
Petugas Covid dalam melaksanakan tugasnya.
7. Bahwa benar ada tiga perawat RS UMMI yang melayani perawatan SAYA ditest Swab
PCR dengan hasil ketiganya NEGATIF.
8. Bahwa benar Dr Andi Tatat dkk di RS UMMI membuat Grup WA dengan nama Grup
HARIS yang isinya adalah saling tukar informasi antar Dokter tentang langkah-langkah
yang diambil dalam merawat dan mengobati SAYA. Dan Grup WA tidak ada
pembicaraan tentang SAYA apakah terpapar covid atau tidak, karena belum ada Hasil
Test Swab PCR, namun memang penanganan pasien suspect atau probable atau
posiitif covid secara umum mempunyai prosedur yang hampir sama seperti sama-sama
ada kewajiban memakai APD, dan sama-sama harus ditest Swab PCR, dsb.
9. Bahwa benar sebelum masuk RS UMMI SAYA merasa KELELAHAN, tapi setelah masuk
RS UMMI dalam waktu singkat setelah diberi Infus dan Obat SAYA merasa segar dan
baik-baik saja, karena RASA LELAH yang semula dirasa telah hilang.
10. Bahwa benar SAYA merasa sehat dan segar serta baik-baik saja sebelum ada Hasil Test PCR.
11. Bahwa benar SAYA saat ditanya Dokter dan Keluarga tentang konsisi SAYA sebelum ada
Hasil PCR selalu menjawab sesuai yang SAYA rasakan yaitu sehat dan baik-baik saja.
12. Bahwa benar SAYA tidak pernah sengaja atau bermaksud BERBOHONG apalagi
menyiarkan KEBOHONGAN dengan mengaku sehat, karena memang SAYA bicara apa
yang dirasa yaitu segar dan sehat, apalagi pada saat SAYA masuk RS UMMI dalam
75
kondisi STABIL, ditambah dengan Laporan Dokter bahwa kondisi SAYA semakin hari
semakin bagus, dan saat itu belum ada Hasil Test PCR.
13. Bahwa benar SAYA dan HABIB HANIF ALATTAS serta SAKSI TIDAK BERBOHONG,
karena bicara atas dasar apa yang dilihat dan dirasa serta diketahui, sebab saat itu
belum ada Hasil Test PCR.
14. Bahwa benar selama perawatan SAYA di RS UMMI para Dokter mau pun Perawat saat
melayani SAYA selalu menggunakan APD (Alat Pelindung Diri), karena itu merupakan
Protap Satndar atau SOP dalam merawat Pasien yang Suspect atau Probable atau
Positif Covid.
15. Bahwa benar tgl 24 November 2020 SAYA dengan sukarela ke RS UMMI untuk
General Medical Check Up karena KELELAHAN, sekaligus untuk Observasi dan
Pemeriksaan serta Perawatan dan Pengobatan, sehingga SAYA mengikuti pemeriksan
Darah di Laboratorium, dan Radiologi serta City Scan Thorax, juga EKG dan lainnya,
untuk mendeteksi kalau ada penyakit yang diderita.
16. Bahwa benar SAYA saat masuk RS UMMI dalam keadaan relatif stabil dan bisa duduk
mau pun berdiri serta berjalan secara normal, tidak dalam keadaan kritis atau parah
atau tidak sadarkan diri.
17. Bahwa benar SAYA saat perawatan di RS UMMI merasa semakin hari semakin baik dan
segar, bahkan dalam waktu sehari saja sudah hilang rasa lelah dan demam serta
batuknya.
18. Bahwa benar SAKSI tahu adanya HOAX dari Para BuzzeRp yang menyebut bahwa SAYA
Kritis dan Parah di Ruang ICU, bahkan sudah MATI akibat Covid, sehingga
MERESAHKAN Kerabat dan Shahabat SAYA.
19. Bahwa benar SAKSI saat dihadang Wartawan dan ditanya ”Apakah benar SAYA Kritis
dan Parah serta sudah pakai VENTILATOR DI RUANG ICU”, SAKSI menjawab bahwa
kondisi SAYA ”baik-baik saja dan selanjutnya masih menunggu hasil pemeriksaan”.
Dan jawaban SAKSI tersebut untuk meredam kepanikan dan keresahan Kerabat dan
Shahabat akibat HOAX yang disebar BuzzeRp. Wawancara tersebut terjadi sebelum
ada Hasil Test PCR, dan jawaban SAKSI tersebut bukan Siaran Pers Resmi RS UMMI,
tapi jawaban spontan atas pertanyaan Wartawan yang menghadang dam mendadak.
20. Bahwa benar SAKSI tahu bahwa HOAX yang disebar BuzzeRp telah menimbulkan
KERESAHAN di kalangan Habaib dan Ulama serta Umat, sedang Wawancara SAKSI di
Televisi dan Rekaman Video Klarifikasi HABIB HANIF ALATTAS menantu SAYA justru
76
yang berhasil MEREDAM dan MENENANGKAN serta MENYEJUKKAN di kalangan
Habaib dan Ulama serta Umat.
21. Bahwa benar setelah ada Wawancara SAKSI dan Video Klarifikasi HABIB HANIF
ALATTAS memang masih ada beberapa BERITA HOAX beredar, itulah sebabnya dibuat
lagi REKAMAN TESTIMONI SAYA agar Umat melihat dan mendengar langsung dari
SAYA yang menjadi KORBAN HOAX, sehingga BERITA HOAX tersebut teredam habis
dan tuntas.
22. Bahwa benar selain adanya BERITA HOAX yang menyerang SAYA, baru sehari SAYA
dirawat tiba-tiba ada OPERASI PENGIRIMAN BUNGA dari pihak yang tidak jelas SECARA
SEKALIGUS ke RS UMMI yang berisi aneka tulisan menghina dan mengolok-olok.
23. Bahwa benar tgl 27 November 2020 SAYA setuju dengan Pelaksanaan Test Swab PCR
di RS UMMI lewat Tim Mer-C didampingi Tim Satgas Covid Kota Bogor, tapi Tim
Satgasnya tidak datang.
24. Bahwa benar SAYA dan Keluarga mau pun RS UMMI tidak pernah menghalang-halangi
Satgas Covid dalam melaksanakan Tugasnya.
25. Bahwa benar SAYA sepulang dari RS UMMI berkomitmen dengan RS UMMI untuk
tetap melanjutkan perawatan dan pengobatan dengan ISOLASI MANDIRI DI RUMAH
di bawah arahan Tim Dokter Mer-C, sehingga tidak melakukan kontak fisik dengan
siapa pun sesuai aturan.
26. Bahwa benar tgl 28 November 2021 sebelum pulang dari RS UMMI SAYA membuat
Rekaman Video Testimoni sebagai Penghargaan untuk RS UMMI yang telah merawat
SAYA secara profesional dan proporsional, sebelum ada Hasil Test PCR.
27. Bahwa benar Hasil Test PCR SAYA baru diterima RS UMMI pada Tgl 16 Desember 2020
di rumah dan hasilnya adalah POSITIF COVID.
28. Bahwa benar di Kota Bogor tidak ada satu pun Demo yang dilakukan kelompok
masyarakat atau pun mahasiswa terkait perawatan SAYA di RS UMMI.
29. Bahwa benar di Kota Bogor dan sekitarnya sama sekali TIDAK ADA KEONARAN akibat
Perawatan SAYA di RS UMMI.
30. Bahwa benar di sekitar RS UMMI pun tidak ada keresahan akibat SAYA dirawat di RS
UMMI, bahkan masyarakat tenang karena SAYA ditangani oleh Para dokter yang
berpengalaman.
77
31. Bahwa benar SAYA diobservasi dan dirawat serta diobati di RS UMMI bukan untuk
menghalangi Pelaksanaan Penanggulangan Wabah sebagaimana tuduhan dan Fitnah
JPU yang ngawur, justru sebaliknya untuk ikut melaksanakan Penanggulangan Wabah,
karena SAYA tidak keluyuran di Jalan Raya atau di Pasar mau pun di Keramaian, tapi
justru datang mengisolasi diri di RUMAH SAKIT RUJUKAN COVID.
II. Hb Hanif Alattas (Menantu SAYA) di BAP tgl 4 Jan 2021 N0 35 ttg Rekam Medis.
1. Bahwa benar pada awalnya saat SAKSI diperiksa oleh Penyidik Kepolisian sebagai
SAKSI pada tgl 4 Januari 2021 hanya berkaitan dengan PELANGGARAN PROKES,
sehingga diduga melanggar Pasal 14 ayat (1) atau ayat (2) UU No. 4 / Th. 1984 ttg
Wabah Penyakit Menular terkait dugaan dengan sengaja menghalangi pelaksanaan
Penanggulangan Wabah, dan atau Pasal 216 ayat (1) KUHP terkait dugaan dengan
sengaja tidak mentaati atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau
menggagalkan tugas pejabat.
2. Bahwa benar saat SAKSI diperiksa sebagai TERSANGKA pada tgl 15 Januari 2021 ada
penambahan pasal yaitu Pasal 14 dan atau Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 ttg Peraturan
Hukum Pidana terkait dugaan dengan sengaja menyiarkan kebohongan untuk
menimbulkan keonaran. Bahkan akhirnya pasal tambahan inilah yang justru djadikan
DAKWAAN KESATU baik yang Primer mau pun Subsider dan Lebih Subsider.
3. Bahwa benar tgl 23 November 2020 SAYA periksa Test Swab Antigen di rumah oleh
Dr Hadiki dari Tim Mer-C yang mengenakan pakaian APD (Alat Pelindung Diri) dan
hasilnya hanya diberitahu kepada SAYA, sehingga SAKSI tidak tahu tentang hasil
pemeriksaan tersebut.
4. Bahwa benar selama perawatan SAYA di RS UMMI para Dokter mau pun Perawat saat
melayani SAYA selalu menggunakan APD (Alat Pelindung Diri), karena itu merupakan
Protap Satndar atau SOP dalam merawat Pasien yang Suspect atau Probable atau
Positif Covid.
5. Bahwa benar tgl 24 November 2020 SAKSI ikut mengantar SAYA dengan sukarela ke
RS UMMI untuk General Medical Check Up karena KELELAHAN, sekaligus untuk
Observasi dan Pemeriksaan serta Perawatan dan Pengobatan, sehingga SAYA
mengikuti pemeriksan Darah di Laboratorium, dan Radiologi serta City Scan Thorax,
juga EKG dan lainnya, untuk mendeteksi kalau ada penyakit yang diderita.
6. Bahwa benar SAYA saat masuk RS UMMI dalam keadaan relatif stabil dan bisa duduk
mau pun berdiri serta berjalan secara normal, tidak dalam keadaan kritis atau parah
atau tidak sadarkan diri.
78
7. Bahwa benar SAYA saat perawatan di RS UMMI merasa semakin hari semakin baik dan
segar, bahkan dalam waktu sehari saja sudah hilang rasa lelah dan demam serta
batuknya.
8. Bahwa benar SAKSI tahu adanya HOAX dari Para BuzzeRp yang menyebut bahwa SAYA
Kritis dan Parah di Ruang ICU, bahkan sudah MATI akibat Covid, sehingga
MERESAHKAN Kerabat dan Shahabat SAYA.
9. Bahwa benar SAYA merasa RESAH dan SANGAT TERGANGGU dengan berbagai berita
HOAX yang disebar Para BuzzeRp, apalagi SAYA sedang menjalani pemeriksaan dan
perawatan di RUMAH SAKIT.
10. Bahwa benar SAYA tahu dan setuju dengan Rekaman Video SAKSI yang mengabarkan
bahwa SAYA ”baik-baik saja” sesuai dengan yang SAYA sampaikan kepada SAKSI
bahwa SAYA merasa segar dan ”baik-baik saja”, untuk meredam KERESAHAN Kerabat
dan Shahabat akibat HOAX yang disebar Para BuzzeRp. Dan Rekaman tersebut dibuat
sebelum ada Hasil Test PCR SAYA artinya sebelum ada kepastian bahwa SAYA POSITIF
COVID.
11. Bahwa benar SAKSI tahu lewat media Jawaban Dirut RS UMMI Dr Andi Tatat saat
dihadang Wartawan dan ditanya ”Apakah benar Habib Rizieq Kritis dan Parah serta
sudah pakai VENTILATOR DI RUANG ICU”, Dr Andi Tatat menjawab bahwa kondisi
SAYA ”baik-baik saja dan selanjutnya masih menunggu hasil pemeriksaan”. Dan
sepengetahuan SAKSI bahwa jawaban Dr Andi Tatat tersebut untuk meredam
kepanikan dan keresahan Kerabat dan Shahabat akibat HOAX yang disebar BuzzeRp.
Wawancara tersebut terjadi sebelum ada Hasil Test PCR, dan jawaban Dr Andi Tatat
tersebut bukan Siaran Pers Resmi RS UMMI, tapi jawaban spontan atas pertanyaan
Wartawan yang menghadang dam mendadak.
12. Bahwa benar SAKSI tahu bahwa HOAX yang disebar BuzzeRp telah menimbulkan
KERESAHAN di kalangan Habaib dan Ulama serta Umat, sedang Rekaman Video SAKSI
dan Wawancara Dirut RS UMMI Dr Andi Tatat di Televisi justru yang berhasil
MEREDAM dan MENENANGKAN serta MENYEJUKKAN di kalangan Habaib dan Ulama
serta Umat.
13. Bahwa benar setelah ada Wawancara Dr Abdi Tatat dan Video Klarifikasi SAKSI
memang masih ada beberapa BERITA HOAX beredar, itulah sebabnya dibuat lagi
REKAMAN TESTIMONI SAYA agar Umat melihat dan mendengar langsung dari SAYA
yang menjadi KORBAN HOAX, sehingga BERITA HOAX tersebut teredam habis dan
tuntas.
79
14. Bahwa benar selain adanya BERITA HOAX yang menyerang SAYA, baru sehari SAYA
dirawat tiba-tiba ada OPERASI PENGIRIMAN BUNGA dari pihak yang tidak jelas
SECARA SEKALIGUS ke RS UMMI yang berisi aneka tulisan menghina dan mengolokolok.
15. Bahwa benar tgl 27 November 2020 SAYA setuju dengan Pelaksanaan Test Swab PCR
di RS UMMI lewat Tim Mer-C didampingi Tim Satgas Covid Kota Bogor, tapi Tim
Satgasnya tidak datang.
16. Bahwa benar SAYA dan Keluarga mau pun RS UMMI tidak pernah menghalang-halangi
Satgas Covid dalam melaksanakan Tugasnya.
17. Bahwa benar SAYA pulang dari Rumah Sakit secara baik-baik dengan melunasi semua
pembayaran dan atas izin RS UMMI mau pun Dokter yang merawat.
18. Bahwa benar SAYA sepulang dari RS UMMI tetap melanjutkan perawatan dan
pengobatan dengan ISOLASI MANDIRI DI RUMAH di bawah arahan Tim Dokter Mer-
C, sehingga tidak melakukan kontak fisik dengan siapa pun sesuai aturan.
19. Bahwa benar tgl 28 November 2021 sebelum pulang dari RS UMMI SAYA membuat
Rekaman Video Testimoni sebagai Penghargaan untuk RS UMMI yang telah merawat
SAYA secara profesional dan proporsional, sebelum ada Hasil Test PCR.
20. Bahwa benar HASIL RESMI Test PCR baru SAYA terima dari Dr Hadiki melalui SAKSI
pada tgl 30 November 2020, karena Test PCR dilaksanakan hari JUM’AT 27 November
2020, sementara hari SABTU dan AHAD yaitu tgl 28 dan 29 November 2020
merupakan HARI LIBUR, sehingga Laporan Hasil PCR baru bisa disampaikan kepada
SAYA pada hari SENIN tgl 30 November 2020
21. Bahwa benar setelah Hasil Test PCR tersebut SAYA terima pada Tgl 30 November 2020
di rumah dan hasilnya adalah POSITIF COVID, sehingga SAYA lanjut ISOLASI MANDIRI
di rumah bawah pengawasan Tim Mer-C hingga sembuh total.
22. Bahwa benar SEBELUM tgl 30 November 2020 SAYA tidak pernah tahu kalau
TERPAPAR COVID-19.
23. Bahwa benar sebelum masuk RS UMMI SAYA merasa KELELAHAN, tapi setelah masuk
RS UMMI dalam waktu singkat setelah diberi Infus dan Obat SAYA merasa segar dan
baik-baik saja, karena RASA LELAH yang semula dirasa telah hilang.
24. Bahwa benar SAYA merasa sehat dan segar serta baik-baik saja sebelum ada Hasil Test
PCR.
80
25. Bahwa benar SAYA saat ditanya Dokter dan Keluarga tentang konsisi SAYA sebelum ada
Hasil PCR selalu menjawab sesuai yang SAYA rasakan yaitu sehat dan baik-baik saja.
26. Bahwa benar SAYA tidak pernah sengaja atau bermaksud BERBOHONG apalagi
menyiarkan KEBOHONGAN dengan mengaku sehat, karena memang SAYA bicara apa
yang dirasa yaitu segar dan sehat, apalagi pada saat SAYA masuk RS UMMI dalam
kondisi STABIL, ditambah dengan Laporan Dokter bahwa kondisi SAYA semakin hari
semakin bagus, dan saat itu belum ada Hasil Test PCR.
27. Bahwa benar SAYA dan SAKSI serta Dirut RS UMMI Dr Andi Tatat TIDAK BERBOHONG,
karena bicara atas dasar apa yang dilihat dan dirasa serta diketahui, sebab saat itu
belum ada Hasil Test PCR.
28. Bahwa benar di Kota Bogor tidak ada satu pun Demo yang dilakukan kelompok
masyarakat atau pun mahasiswa terkait perawatan SAYA di RS UMMI.
29. Bahwa benar SAKSI tahu melalui media pada tgl 30 November 2020 ada DEMO DAMAI
yang dilakukan FMPB dengan massa sekitar 15 sampai 20 orang dari Parung Kabupaten
Bogor di depan Perumahan Mutiara Sentul Kabupaten Bogor.
30. Bahwa benar di Kota Bogor dan sekitarnya sama sekali TIDAK ADA KEONARAN akibat
Perawatan SAYA di RS UMMI.
31. Bahwa benar di sekitar RS UMMI pun tidak ada keresahan akibat SAYA dirawat di RS
UMMI, bahkan masyarakat tenang karena SAYA ditangani oleh Para dokter yang
berpengalaman.
32. Bahwa benar SAYA diobservasi dan dirawat serta diobati di RS UMMI bukan untuk
menghalangi Pelaksanaan Penanggulangan Wabah sebagaimana tuduhan dan Fitnah
JPU yang ngawur, justru sebaliknya untuk ikut melaksanakan Penanggulangan Wabah,
karena SAYA tidak keluyuran di Jalan Raya atau di Pasar mau pun di Keramaian, tapi
justru datang mengisolasi diri di RUMAH SAKIT RUJUKAN COVID.
33. Bahwa benar sesudah ada kepastian Konfirmasi Covid maka SAYA selalu berterus
terang kepada siapa pun bahwa dirinya sedang TERPAPAR COVID dan sedang
menjalankan perawatan sekaligus pengobatan Covid-19.
F. KETERANGAN TERDAKWA :
HABIB MUHAMMAD RIZIEQ SYIHAB
I. BAGIAN PERTAMA : KETERANGAN DI EKSEPSI TERDAKWA :
81
1. Bahwa benar SAYA tiga tahun setengah tinggal / diasingkan di Kota Suci MEKKAH.
2. Bahwa benar SAYA beberapa kali mencoba pulang tapi gagal karena
DICEKAL/DIASINGKAN.
3. Bahwa benar SAYA dicekal Pemerintah Saudi atas permintaan Pemerintah RI.
4. Bahwa benar SAYA saat pulang tgl 9 November 2020 sempat diganggu agar gagal.
5. Bahwa benar SAYA dengan izin Allah SWT tgl 10 November 2020 BERHASIL pulang.
6. Bahwa benar SAYA punya SURAT BEBAS COVID dari Otoritas Saudi Arabia.
7. Bahwa benar SAYA tidak diperiksa kesehatan di Bandara Soetta.
8. Bahwa benar SAYA tidak dapat Klirens Kesehatan saat tiba di Bandara Soetta.
9. Bahwa benar SAYA tidak tahu Surat Edaran Isolasi 14 hari bagi WNI dari luar negeri.
10. Bahwa benar SAYA setelah terima Surat Edaran pada tgl 17 November 2020
melakukan ISOLASI MANDIRI di rumah di bawah pengawasan Tim Mer-C.
II. BAGIAN KEDUA : KETERANGAN TERDAKWA DI PERSIDANGAN :
1. Bahwa benar pada awalnya saat SAYA diperiksa oleh Penyidik Kepolisian sebagai SAKSI
pada tgl 4 Januari 2021 hanya berkaitan dengan PELANGGARAN PROKES, sehingga
diduga melanggar Pasal 14 ayat (1) atau ayat (2) UU No. 4 / Th. 1984 ttg Wabah
Penyakit Menular terkait dugaan dengan sengaja menghalangi pelaksanaan
Penanggulangan Wabah, dan atau Pasal 216 ayat (1) KUHP terkait dugaan dengan
sengaja tidak mentaati atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau
menggagalkan tugas pejabat.
2. Bahwa benar saat SAYA diperiksa sebagai TERSANGKA pada tgl 15 Januari 2021 ada
penambahan pasal yaitu Pasal 14 dan atau Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 ttg Peraturan
Hukum Pidana terkait dugaan dengan sengaja menyiarkan kebohongan untuk
menimbulkan keonaran. Bahkan akhirnya pasal tambahan inilah yang justru djadikan
DAKWAAN KESATU baik yang Primer mau pun Subsider dan Lebih Subsider.
3. Bahwa benar SAYA sangat KELELAHAN sepulang dari Saudi Arabia akibat adanya upaya
penggagalan kepulangan SAYA via Operasi Intelijen Berskala Besar sejak di Saudi dan
ditambah lagi adanya sambutan jutaan Umat yang ANTUSIAS dan SPONTAN di
82
Bandara Cengkareng sehingga terjadi himpitan berdesakan dan kemacetan berjamjam
saat menuju rumah di Petamburan.
4. Bahwa benar tgl 23 November 2020 SAYA periksa Test Swab Antigen di rumah oleh
Dr Hadiki dari Tim Mer-C yang mengenakan pakaian APD (Alat Pelindung Diri) dan
hasilnya Reaktif.
5. Bahwa benar selama perawatan SAYA di RS UMMI para Dokter mau pun Perawat saat
melayani SAYA selalu menggunakan APD (Alat Pelindung Diri), karena itu merupakan
Protap Satndar atau SOP dalam merawat Pasien yang Suspect atau Probable atau
Positif Covid.
6. Bahwa benar tgl 24 November 2020 SAYA dengan sukarela ke RS UMMI untuk General
Medical Check Up karena KELELAHAN, sekaligus untuk menelusuri Hasil Reaktif Test
Antigen melalui Observasi dan Pemeriksaan serta Perawatan dan Pengobatan,
sehingga SAYA mengikuti pemeriksan Darah di Laboratorium, dan Radiologi serta City
Scan Thorax, juga EKG dan lainnya.
7. Bahwa benar melalui General Medical Check Up di RS UMMI, SAYA mendapat
Informasi lengkap tentang kondisi Jantung dan Paru-Paru serta Organ Tubuh lainnya,
dan juga Kondisi Gula Darah dan Garam Darah, Cholesterol dan Limfosit serta lainnya.
Jadi, pemeriksaan SAYA di RS UMMI tidak semata-mata hanya untuk memastikan ada
Covid atau tidak, tapi juga untuk menelusuri kemungkinan adanya penyakit lain seperti
: Diabetes Melitus atau Tekanan Darah Tinggi atau Cholesterol yang tidak stabil atau
Kekentalan Darah yang tidak normal, dan lain-lain.
8. Bahwa benar saat masuk RS UMMI SAYA menanda-tangani Formulir General Concent
(Persetujuan Umum) di RS UMMI yang artinya bahwa Rahasia Pasien hanya boleh
dibuka untuk kepentingan kesehatan sesuai aturan. Pengisisan General Consent oleh
SAYA saat itu sebagai Pasien di RS UMMI yang pada pokoknya :
a. Tidak mengumumkan keberadaaan Pasien di RS UMMI.
b. Tidak mengizinkan siapa pun membesuk Pasien kecuali Keluarga.
c. Tidak mempublikasikan Informasi Medis Pasien kecuali kepada yang berwenang
sesuai aturan.
9. Bahwa benar SAYA saat masuk RS UMMI dalam keadaan relatif stabil dan bisa duduk
mau pun berdiri serta berjalan secara normal, tidak dalam keadaan kritis atau parah
atau tidak sadarkan diri sebagaimana diakui oleh para Saksi Fakta dari RS UMMI yang
merawat SAYA.
10. Bahwa benar SAYA saat perawatan di RS UMMI merasa semakin hari semakin baik dan
segar, bahkan dalam waktu sehari saja sudah hilang rasa lelah dan demam serta
batuknya.
83
11. Bahwa benar hasil Pemeriksaan Laboratorium SAYA menunjukkan bahwa LIMFOSIT
(yaitu Imun Kekebalan Tubuh) yang saat SAYA masuk RS UMMI berada pada poin 5
dari ambang batas antara 20 sampai 40, justru dalam sehari setelah disuntik dan
diinfus serta diberi obat naik drastis ke poin 16, lalu selanjutnya semakin baik.
12. Bahwa benar selama SAYA dirawat di RS UMMI tidak ada satu pun Dokter mau pun
Perawat yang mengabarkan kepada SAYA bahwa SAYA terpapar Covid atau Konfirm
Covid, melainkan mereka hanya menyampaikan bahwa SAYA mengalami Infeksi Paru
dan Gula Darah yang tinggi serta Tensi Darah yang tidak stabil, dan beberapa informasi
Laboratorium lainnya seperti posisi Cholesterol, limfosit dan Triglserid, dll. Dan Dr
Nerina berdasarkan rekomendasi Hasil Radiologi menyarankan agar SAYA melakukan
TEST Swab PCR untuk memastikan apakah terpapar Covid atau tidak.
13. Bahwa benar selama perawatan SAYA di RS UMMI para Dokter mau pun Perawat saat
melayani SAYA selalu menggunakan APD (Alat Pelindung Diri), karena itu merupakan
Protap Satndar atau SOP dalam merawat Pasien yang Suspect atau Probable atau
Positif Covid.
14. Bahwa benar tgl 24 November 2020 SAYA dengan sukarela ke RS UMMI untuk General
Medical Check Up karena KELELAHAN, sekaligus untuk Observasi dan Pemeriksaan
serta Perawatan dan Pengobatan, sehingga SAYA mengikuti pemeriksan Darah di
Laboratorium, dan Radiologi serta City Scan Thorax, juga EKG dan lainnya, untuk
mendeteksi kalau ada penyakit yang diderita.
15. Bahwa benar SAYA saat masuk RS UMMI dalam keadaan relatif stabil dan bisa duduk
mau pun berdiri serta berjalan secara normal, tidak dalam keadaan kritis atau parah
atau tidak sadarkan diri.
16. Bahwa benar SAYA saat perawatan di RS UMMI merasa semakin hari semakin baik dan
segar, bahkan dalam waktu sehari saja sudah hilang rasa lelah dan demam serta
batuknya.
17. Bahwa benar SAYA tahu adanya HOAX dari Para BuzzeRp yang menyebut bahwa SAYA
Kritis dan Parah di Ruang ICU, bahkan sudah MATI akibat Covid, sehingga
MERESAHKAN Kerabat dan Shahabat SAYA.
18. Bahwa benar SAYA sendiri merasa RESAH dan SANGAT TERGANGGU dengan berbagai
berita HOAX yang disebar Para BuzzeRp, apalagi SAYA sedang menjalani pemeriksaan
dan perawatan di RUMAH SAKIT.
19. Bahwa benar SAYA tahu dan setuju dengan Rekaman Video Hb Hanif Alattas yang
mengabarkan bahwa SAYA ”baik-baik saja” sesuai dengan yang SAYA sampaikan
84
kepadanya bahwa SAYA merasa segar dan ”baik-baik saja”, untuk meredam
KERESAHAN Kerabat dan Shahabat akibat HOAX yang disebar Para BuzzeRp. Dan
Rekaman tersebut dibuat sebelum ada Hasil Test PCR artinya sebelum ada kepastian
bahwa SAYA POSITIF COVID.
20. Bahwa benar SAYA tahu lewat media dan setuju dengan Jawaban Dirut RS UMMI Dr
Andi Tatat saat dihadang Wartawan dan ditanya ”Apakah benar Habib Rizieq Kritis
dan Parah serta sudah pakai VENTILATOR DI RUANG ICU”, Dr Andi Tatat menjawab
bahwa kondisi SAYA ”baik-baik saja dan selanjutnya masih menunggu hasil
pemeriksaan”, untuk meredam kepanikan dan keresahan Kerabat dan Shahabat akibat
HOAX yang disebar BuzzeRp. Wawancara tersebut terjadi sebelum ada Hasil Test PCR,
dan jawaban Dr Andi Tatat tersebut bukan Siaran Pers Resmi RS UMMI, tapi jawaban
spontan atas pertanyaan Wartawan yang menghadang dam mendadak.
21. Bahwa benar SAYA tahu dan rasakan sendiri bahwa HOAX yang disebar BuzzeRp telah
menimbulkan KERESAHAN di kalangan Habaib dan Ulama serta Umat, sedang
Rekaman Video Hb Hanif Alattas dan Wawancara Dirut RS UMMI Dr Andi Tatat di
Televisi justru yang berhasil MEREDAM dan MENENANGKAN serta MENYEJUKKAN di
kalangan Habaib dan Ulama serta Umat.
22. Bahwa benar setelah ada Wawancara Dr Abdi Tatat dan Video Klarifikasi SAKSI
memang masih ada beberapa BERITA HOAX beredar, itulah sebabnya dibuat lagi
REKAMAN TESTIMONI SAYA agar Umat melihat dan mendengar langsung dari SAYA
yang menjadi KORBAN HOAX, sehingga BERITA HOAX tersebut teredam habis dan
tuntas.
23. Bahwa benar SAYA sendiri merasa RESAH dan SANGAT TERGANGGU dengan berbagai
berita HOAX yang disebar Para BuzzeRp, apalagi SAYA sedang menjalani pemeriksaan
dan perawatan di RUMAH SAKIT.
24. Bahwa benar selain adanya BERITA HOAX yang menyerang SAYA, baru sehari SAYA
dirawat tiba-tiba ada OPERASI PENGIRIMAN BUNGA dari pihak yang tidak jelas
SECARA SEKALIGUS ke RS UMMI yang berisi aneka tulisan menghina dan mengolokolok
sesuai Keterangan SAYA dan Dua Saksi Mahkota HABIB HANIF dan Dr ANDI TATAT.
25. Bahwa benar di bulan November 2020 saat SAYA dirawat di RS UMMI ketentuan yang
berlaku dari Kementerian Kesehatan RI dalam menentukan seseorang itu POSITIF
COVID atau NEGATIF COVID adalah Hasil Test Swab PCR bukan Rapid Test atau pun
Tets Swab Antigen.
26. Bahwa benar tgl 27 November 2020 SAYA setuju dengan Pelaksanaan Test Swab PCR
di RS UMMI lewat Tim Mer-C didampingi Tim Satgas Covid Kota Bogor, tapi Tim
Satgasnya tidak datang.
85
27. Bahwa benar SAYA dan Keluarga mau pun RS UMMI tidak pernah menghalang-halangi
Satgas Covid dalam melaksanakan Tugasnya.
28. Bahwa benar SAYA pulang dari RS UMMI atas permintaan sendiri dengan 5 (lima)
alasan :
a. Bahwa berdasarkan Hasil Test Laboratorium kondisi saya semakin hari semakin
baik dari sejak masuk RS UMMI.
b. Bahwa saya punya Tim Medis Pribadi dari Tim Mer-C yang sangat berpengalaman
akan melanjutkan Pendampingan dan Pemeriksaan Kesehatan dalam ISOLASI
MANDIRI di rumah.
c. Bahwa TEROR dan INTIMIDASI dari Walikota Bogor BIMA ARYA dan Satgas
Covidnya yang terus menerus sangat mengganggu perawatan saya, sekaligus
merusak ketenangan RS UMMI.
d. Bahwa OPERASI BERITA HOAX dari BuzzeRp dan OPERASI PENGIRIMAN BUNGA
dari pihak yang tidak jelas secara sekaligus ke RS UMMI juga sangat mengganggu,
karena isi tulisan Karangan Bunga tersebut menghina dan mengolok-olok.
e. Bahwa Walikota Bogor melalui Kasatpol PP Kota Bogor melaporkan RS UMMI ke
polisi, sehingga membuat saya semakin tidak enak hati terhadap RS UMMI yang
sudah banyak membantu saya dalam perawatan dan pengobatan.
29. Bahwa benar SAYA pulang dari Rumah Sakit secara baik-baik dengan melunasi semua
pembayaran dan atas izin RS UMMI mau pun Dokter yang merawat.
30. Bahwa benar SAYA sepulang dari RS UMMI tetap melanjutkan perawatan dan
pengobatan dengan ISOLASI MANDIRI DI RUMAH di bawah arahan Tim Dokter Mer-
C, sehingga tidak melakukan kontak fisik dengan siapa pun sesuai aturan.
31. Bahwa benar semula Dokter yang merawat SAYA yaitu Dr Nerina keberatan SAYA
pulang, karena masih harus menuntaskan perawatan dan pengobatan, namun setelah
mendengar kelima alasan di atas beliau setuju dengan syarat perawatan dan
pengobatan tetap dilanjutkan dengan ISOLASI MANDIRI DI RUMAH di bawah
pengawasan Tim Dokter dari Mer-C.
32. Bahwa benar tgl 28 November 2021 SAYA sebelum pulang membuat Surat pernyataan
melarang Rahasia Pasien untuk diberikan ke siapa pun kecuali sebagaimana mestinya
sesuai General Consent yang sudah ditanda-tangani SAYA pada awal masuk RS UMMI
seperti pengiriman sample ke laboratorium dan laporan Real Time ke Dinkes Kota
Bogor mau pun Kemenkes RI.
86
33. Bahwa benar tgl 28 November 2021 SAYA sebelum pulang dari RS UMMI membuat
Rekaman Video Testimoni sebagai Penghargaan untuk RS UMMI yang telah merawat
SAYA secara profesional dan proporsional, sebelum ada Hasil Test PCR.
34. Bahwa benar HASIL RESMI Test PCR baru SAYA terima dari Dr Hadiki melalui Habib
Hanif Alattas pada tgl 30 November 2020, karena Test PCR dilaksanakan hari JUM’AT
27 November 2020, sementara hari SABTU dan AHAD yaitu tgl 28 dan 29 November
2020 merupakan HARI LIBUR, sehingga Laporan Hasil PCR baru bisa disampaikan
kepada SAYA pada hari SENIN tgl 30 November 2020
35. Bahwa benar setelah Hasil Test PCR tersebut SAYA terima pada Tgl 30 November 2020
di rumah dan hasilnya adalah POSITIF COVID, sehingga SAYA lanjut ISOLASI MANDIRI
di rumah bawah pengawasan Tim Mer-C hingga sembuh total.
36. Bahwa benar SEBELUM tgl 30 November 2020 SAYA tidak pernah tahu kalau
TERPAPAR COVID-19.
37. Bahwa benar sebelum masuk RS UMMI SAYA merasa KELELAHAN, tapi setelah masuk
RS UMMI dalam waktu singkat setelah diberi Infus dan Obat, SAYA merasa segar dan
baik-baik saja, karena RASA LELAH yang semula dirasa telah hilang.
38. Bahwa benar SAYA merasa sehat dan segar serta baik-baik saja sebelum ada Hasil Test PCR.
39. Bahwa benar SAYA saat ditanya Dokter dan Keluarga tentang konsisi SAYA sebelum
ada Hasil PCR selalu menjawab sesuai yang SAYA rasakan yaitu sehat dan baik-baik
saja.
40. Bahwa benar SAYA tidak pernah sengaja atau bermaksud BERBOHONG apalagi
menyiarkan KEBOHONGAN dengan mengaku sehat, karena memang SAYA bicara apa
yang dirasa yaitu segar dan sehat, apalagi pada saat SAYA masuk RS UMMI dalam
kondisi STABIL, ditambah dengan Laporan Dokter bahwa kondisi SAYA semakin hari
semakin bagus, dan saat itu belum ada Hasil Test PCR.
41. Bahwa benar SAYA dan menantu Hb Hanif Alattas serta Dirut RS UMMI Dr Andi Tatat
TIDAK BERBOHONG, karena bicara atas dasar apa yang dilihat dan dirasa serta
diketahui, sebab saat itu belum ada Hasil Test PCR.
42. Bahwa benar di Kota Bogor tidak ada satu pun Demo yang dilakukan kelompok
masyarakat atau pun mahasiswa terkait perawatan SAYA di RS UMMI.
43. Bahwa benar SAYA tahu melalui media massa pada tgl 30 November 2020 ada DEMO
DAMAI yang dilakukan FMPB dengan massa sekitar 15 sampai 20 orang dari Parung
Kabupaten Bogor di depan Perumahan Mutiara Sentul Kabupaten Bogor.
87
44. Bahwa benar di Kota Bogor dan sekitarnya sama sekali TIDAK ADA KEONARAN akibat
Perawatan SAYA di RS UMMI.
45. Bahwa benar SAYA TIDAK BERBOHONG dan TIDAK MENIMBULKAN KEONARAN dalam
Kasus Perawatan SAYA di RS UMMI, karena apa yang SAYA sampaikan saat itu adalah
apa yang SAYA rasakan saat itu, dan pernyataan SAYA pun tidak menimbulkan
keonaran dalam bentuk apa pun di Kota Bogor mau pun Tempat lainnya, bahkan justru
pernyataan SAYA tersebut berhasil meredam keresahan Habaib dan Ulama serta Umat
akibat berita-bertia HOAX yang selama ini menyebut SAYA sudah kritis dan parah
bahkan sudah Mati akibat Covid.
46. Bahwa benar di sekitar RS UMMI pun tidak ada keresahan akibat SAYA dirawat di RS
UMMI, bahkan masyarakat tenang karena SAYA ditangani oleh Para dokter yang
berpengalaman.
47. Bahwa benar SAYA diobservasi dan dirawat serta diobati di RS UMMI bukan untuk
menghalangi Pelaksanaan Penanggulangan Wabah sebagaimana tuduhan dan Fitnah
JPU yang ngawur, justru sebaliknya untuk ikut melaksanakan Penanggulangan Wabah,
karena SAYA tidak keluyuran di Jalan Raya atau di Pasar mau pun di Keramaian, tapi
justru datang mengisolasi diri di RUMAH SAKIT RUJUKAN COVID.
48. Bahwa benar sesudah ada kepastian Konfirmasi Covid maka SAYA selalu berterus
terang kepada siapa pun bahwa dirinya sedang TERPAPAR COVID dan sedang
menjalankan negatifan sekaligus pengobatan Covid-19.
حسبنا الله ونعم الوكيل،
نعم المولى ونعم النصير، ولا حول ولا قوة إلا ابهلل العلي العظيم
88
BAB VI
POIN-POIN PENTING
FAKTA PERSIDANGAN
Kepada Yang Mulia Majelis Hakim
Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum
Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum
Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada
Dari semua Fakta-Fakta Persidangan yang mencakup Keterangan Saksi Fakta dan
Keterangan Saksi Ahli serta Keterangan Terdakwa, ditambah Bukti Surat dan Petunjuk lainnya,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
A. Bahwa benar TERDAKWA telah menyampaikan dalam EKSEPSINYA di awal persidangan
sebagai berikut :
1. Bahwa benar SAYA tiga tahun setengah tinggal / diasingkan di Kota Suci MEKKAH.
2. Bahwa benar SAYA beberapa kali mencoba pulang tapi gagal karena
DICEKAL/DIASINGKAN.
3. Bahwa benar SAYA dicekal Pemerintah Saudi atas permintaan Pemerintah RI.
4. Bahwa benar SAYA saat pulang tgl 9 November 2020 sempat diganggu agar gagal.
5. Bahwa benar SAYA dengan izin Allah SWT tgl 10 November 2020 BERHASIL pulang.
6. Bahwa benar SAYA punya SURAT BEBAS COVID dari Otoritas Saudi Arabia.
7. Bahwa benar SAYA tidak diperiksa kesehatan di Bandara Soetta.
8. Bahwa benar SAYA tidak dapat Klirens Kesehatan saat tiba di Bandara Soetta.
9. Bahwa benar SAYA tidak tahu Surat Edaran Isolasi 14 hari bagi WNI dari luar negeri.
10. Bahwa benar SAYA setelah terima Surat Edaran pada tgl 17 November 2020 melakukan
ISOLASI MANDIRI di rumah di bawah pengawasan Tim Mer-C.
89
B. Bahwa benar TERDAKWA telah memberikan keterangan saat PEMERIKSAAN TERDAKWA
di persidangan sebagai berikut :
1. Bahwa benar SAYA sangat KELELAHAN sepulang dari Saudi Arabia akibat adanya upaya
penggagalan kepulangan SAYA via Operasi Intelijen Berskala Besar sejak di Saudi dan
ditambah lagi adanya sambutan jutaan Umat yang ANTUSIAS dan SPONTAN di Bandara
Cengkareng sehingga terjadi himpitan berdesakan dan kemacetan berjam-jam saat menuju
rumah di Petamburan.
2. Bahwa benar tgl 23 November 2020 SAYA periksa Test Swab Antigen di rumah oleh Dr
Hadiki dari Tim Mer-C yang mengenakan pakaian APD (Alat Pelindung Diri) dan hasilnya
Reaktif.
Jadi TIDAK BENAR pendapat JPU bahwa orang yang diperiksa oleh Dokter yang
menggunakan pakaian APD (Alat Pelindung Diri) menunjukkan bahwa orang tersebut pasti
POSTITIF COVID sebagaimana bisa dipahami dari uraian JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman
149.
FAKTANYA : siapa saja yang Suspect atau Probable atau Positif Covid saat diperiksa maka
Dokter atau Perawat yang memeriksa diwajibkan mengenakan pakaian APD. Bahkan orang
sehat sekali pun saat diperiksa Swab Antigen mau pun Swab PCR maka pemeriksanya wajib
mengenakan pakaian APD.
Selain itu tuduhan JPU bahwa dengan hasil Test Swab Antigen yang Reaktif sudah cukup
menunjukkan bahwa SAYA sudah TERPAPAR COVID adalah suatu KEBODOHAN dan
KEDUNGUAN serta KEPANDIRAN terhadap Aturan, karena sesuai Keputusan Menteri
Kesehatan RI No HK.01.07/MENKES/446/2021 tertanggal 8 Februari 2021 tentang
Penggunaan Rapid Diasnotic Test Antigen dalam Pemeriksaan Covid-19 bahwa mulai tgl
dikeluarkan keputusan tersebut baru Hasil Test Antigen dijadikan sebagai Standar
Penentuan Covid-19, sedang sebelum tgl 8 Februari 2021 Test Antigen belum jadi Standar
Ukur Penentuan Covid-19, tapi yang jadi Standar Ukur Penentuan Covid-19 adalah Test
Swab PCR.
3. Bahwa benar selama perawatan SAYA di RS UMMI para Dokter mau pun Perawat saat
melayani SAYA selalu menggunakan APD (Alat Pelindung Diri), karena itu merupakan Protap
Standar atau SOP dalam merawat Pasien yang Suspect atau Probable atau Positif Covid.
Jadi sekali lagi TIDAK BENAR pendapat JPU bahwa setiap PASIEN yang dilayani Dokter mau
pun Perawat dengan menggunakan pakaian APD (Alat Pelindung Diri) menunjukkan bahwa
PASIEN tersebut pasti POSTITIF COVID sebagaimana bisa dipahami dari uraian JPU dalam
TUNTUTAN-nya halaman 149.
FAKTANYA : siapa saja PASIEN yang Suspect atau Probable atau Positif Covid saat diperiksa
maka Dokter atau Perawat yang memeriksa diwajibkan mengenakan pakaian APD. Bahkan
90
sebagaimana tadi telah ditegaskan di pOin ke-12 bahwa orang sehat sekali pun saat diperiksa
Swab Antigen mau pun Swab PCR maka pemeriksanya wajib mengenakan pakaian APD.
4. Bahwa benar tgl 24 November 2020 SAYA dengan sukarela ke RS UMMI untuk General
Medical Check Up karena KELELAHAN, sekaligus untuk menelusuri Hasil Reaktif Test
Antigen melalui Observasi dan Pemeriksaan serta Perawatan dan Pengobatan, sehingga
SAYA mengikuti pemeriksan Darah di Laboratorium, dan Radiologi serta City Scan Thorax,
juga EKG dan lainnya.
Dan melalui General Medical Check Up di RS UMMI, SAYA mendapat Informasi lengkap
tentang kondisi Jantung dan Paru-Paru serta Organ Tubuh lainnya, dan juga Kondisi Gula
Darah dan Garam Darah, Cholesterol dan Limfosit serta lainnya. Jadi, pemeriksaan SAYA di
RS UMMI tidak semata-mata hanya untuk memastikan ada Covid atau tidak, tapi juga untuk
menelusuri kemungkinan adanya penyakit lain seperti : Diabetes Melitus atau Tekanan
Darah Tinggi atau Cholesterol yang tidak stabil atau Kekentalan Darah yang tidak normal,
dan lain-lain.
Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 149 bahwa pernyataan
SAYA tentang General Medical Check Up di RS UMMI adalah BOHONG, JPU menyatakan
bahwa :
”TERDAKWA masuk RS UMMI bukan untuk General Check Up, melainkan karena
Pemeriksaan Rapid Test yang dilakukan Dr Hadiki hasilnya Reaktif.”
Luar Biasa saking semangatnya JPU mengkriminalisasikan Pasien dan Dokter serta Rumah
Sakit, sampai semua FAKTA KEBENARAN dianggap KEBOHONGAN hanya karena tidak sesuai
SYAHWAT JAHAT JPU yang ingin memenjarakan SAYA. Mungkin karena JPU sudah biasa
BERBOHONG, sehingga menilai orang lain sebagi PEMBOHONG seperti diri mereka yang
sering BERBOHONG.
5. Bahwa benar saat masuk RS UMMI SAYA menanda-tangani Formulir General Concent
(Persetujuan Umum) di RS UMMI yang artinya bahwa Rahasia Pasien hanya boleh dibuka
untuk kepentingan kesehatan sesuai aturan. Pengisisan General Consent oleh SAYA saat itu
sebagai Pasien di RS UMMI yang pada pokoknya :
a. Tidak mengumumkan keberadaaan Pasien di RS UMMI.
b. Tidak mengizinkan siapa pun membesuk Pasien kecuali Keluarga.
c. Tidak mempublikasikan Informasi Medis Pasien kecuali kepada yang berwenang sesuai
aturan.
Pengisisan tersebut tidak langgar aturan, bahkan sudah sesuai dengan HAK KERAHASIAAN
PASIEN yang dilindungi UU Kesehatan dan UU Kedokteran serta UU Rumah Sakit, tanpa
melanggar UU Kekarantinaan Kesehatan mau pun UU Penanggulangan Wabah di saat
Pandemi, karena oleh RS UMMI sampling pemeriksaan SAYA sebagai Pasien tetap dikirim ke
91
Laboratorium dan Rekam Medisnya tetap dilaporkan secara Real Time ke Dinkes Kota Bogor
mau pun Kemenkes RI.
Dan Presiden Jokowi melalui cuitan di Twitter Resminya pada tgl 3 Maret 2020 pernah
menyatakan dengan tegas dan jelas sbb :
”Saya telah memerintahkan menteri untuk mengingatkan agar rumah sakit dan pejabat
pemerintah untuk tidak membuka privasi pasien yang dirawat karena virus korona. Hakhak
pribadi mereka harus dijaga. Begitu juga Media massa, saya minta untuk
menghormati privasi mereka.”
Sejumlah Pejabat dan Tokoh Nasional banyak yang merahasikan Kondisi Kesehatan mereka,
seperti Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto merahasiakan dirinya kena Covid
pada Tahun 2020, dan Komisaris Utama Pertamina Ahok juga merahasiakan dirinya
sekeluarga terkena Covid, sehingga anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay pada
tgl 22 Januari 2021 di berbagai Medai Massa mengatakan bahwa tidak ada kewajiban
seorang pasien positif covied -19 secara aktif harus mengumumkan dirinya terpapar.
Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 22 pada bagian DAKWAAN
KETIGA bahwa pengisisan General Consent (Persetujuan Umum) dan penanda-tanganannya
oleh SAYA di RS UMMI adalah berarti :
”dengan kehendak TERDAKWA dan dengan sengaja bertujuan menghalangi pelaksanaan
penanggulangan wabah”.
JPU telah dengan sengaja mengabaikan Keterangan Saksi Ahli di depan persidangan ini,
yatitu DR Tonang (Ahli Kesehatan dan Epidemiologi) dan DR Luthfi Hakim (Ahli Medco Legal
& Hukum Pidana Kesehatan) serta DR Nasser (Ahi Hukum Kesehatan) yang mereka telah
sepakat menyatakan di depan persidangan bahwa KERAHASIAAN DATA PASIEN dilindungi
UU, hanya boleh dibuka saat darurat sesuai aturan, bukan dibuka untuk publik tanpa aturan.
Penilaian JPU ini bahwa Pengisian General Consent Rumah Sakit adalah PELANGGARAN
HUKUM sangat berbahaya sekali, karena Formulir General Consent merupakan protap
standar di setiap Rumah Sakit dan juga merupakan HAK KERAHASIAAN PASIEN yang
dilindungi Undang-Undang.
Dan parahnya lagi JPU menganggap HAK KERAHASIAAN PASIEN sebagaimana dimaksud
dalam General Consent Rumah Sakit sebagai bentuk PELANGGARAN terhadap Pelaksanaan
Penanggulangan Wabah, padahal DATA PASIEN yang diperlukan untuk Penanggulangan
Wabah oleh pihak Rumah Sakit tetap dibuka sesuai aturan, seperti pengiriman sampling
pemeriksaan Pasien ke Laboraotorium dan pelaporan Rekam Medis Pasien secara Real Time
ke Dinkes Kota / Kabupaten mau pun ke Kemenkes RI.
92
6. Bahwa benar SAYA saat masuk RS UMMI dalam keadaan relatif stabil dan bisa duduk mau
pun berdiri serta berjalan secara normal, tidak dalam keadaan kritis atau parah atau tidak
sadarkan diri sebagaimana diakui oleh para Saksi Fakta dari RS UMMI yang merawat SAYA.
7. Bahwa benar SAYA saat perawatan di RS UMMI merasa semakin hari semakin baik dan segar,
bahkan dalam waktu sehari saja sudah hilang rasa lelah dan demam serta batuknya.
8. Bahwa benar hasil Pemeriksaan Laboratorium SAYA menunjukkan bahwa LIMFOSIT (yaitu
Imun Kekebalan Tubuh) yang saat SAYA masuk RS UMMI berada pada poin 5 dari ambang
batas antara 20 sampai 40, justru dalam sehari setelah disuntik dan diinfus serta diberi obat
naik drastis ke poin 16, lalu selanjutnya semakin baik.
9. Bahwa benar selama SAYA dirawat di RS UMMI tidak ada satu pun Dokter mau pun Perawat
yang mengabarkan kepada SAYA bahwa SAYA sudah TERPAPAR COVID atau KONFIRM
COVID atau POSITIF COVID, melainkan mereka hanya menyampaikan bahwa SAYA
mengalami Infeksi Paru dan Gula Darah yang tinggi serta Tensi Darah yang tidak stabil, dan
beberapa informasi Laboratorium lainnya seperti posisi Hemoglobin, Lekosit, Trombosit,
Cholesterol, Segmen, Limfosit, Natrium dan Kalium, serta lainnya. Dan Dr Nerina
berdasarkan rekomendasi Hasil Radiologi menyarankan agar SAYA melakukan TSET Swab
PCR untuk memastikan apakah terpapar Covid atau tidak.
Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU yang menyatakan dalam TUNTUTAN-nya di halaman 148 :
”Bahwa TERDAKWA mengetahui bahwa ia dalam kondisi sakit dan terpapar Covid-19
bukan dalam kondisi sehat-sehat saja”.
Darimana JPU langsung memastikan bahwa SAYA sejak awal masuk RS UMMI sudah
mengetahui TERPAPAR COVID, sedang Dokter yang merawatnya saja masih baru mau
mesmastikan apakah SAYA terpapar covid atau tidak melalui Tets Swab PCR !?
Darimana JPU langsung memastikan bahwa SAYA sejak awal masuk RS UMMI sudah
mengetahui TERPAPAR COVID, sedang Dokter yang merawatnya saja tidak tahu bahwa SAYA
TERPAPAR COVID atau POSISITIF COVID sebelum ada Hasil Test Swab PCR !?
Padahal SEMUA Saksi Fakta baik dari RS UMMI mau pun dari Tim Mer-C sudah memberi
keterangan di bawah sumpah depan persidangan ini bahwa SAYA saat masuk RS UMMI hari
Selasa tgl 24 November 2020 belum ditest Swab PCR, dan baru dilakukan Test Swab PCR
pada hari Jum’at tgl 27 November 2020.
HASIL RESMI Test PCR tersebut baru SAYA terima dari Dr Hadiki melalui Habib Hanif Alattas
pada tgl 30 November 2020 sesuai Keterangan SAYA dan Keterangan Saksi Fakta Dr Hadiki
serta Saksi Mahkota Habib Hanif Alattas di depan persidangan, karena Test PCR
dilaksanakan hari JUM’AT 27 November 2020, sementara hari SABTU dan AHAD yaitu tgl 28
93
dan 29 November 2020 merupakan HARI LIBUR, sehingga Laporan Hasil PCR baru bisa
disampaikan kepada SAYA pada hari SENIN tgl 30 November 2020.
Namun semua kesaksian tersebut diabaikan oleh JPU karena tidak sesuai dengan keinginan
Syahwat Jahat JPU yang ingin mengarang cerita sendiri bahwa SAYA sudah tahu TERPAPAR
COVID sejak awal masuk RS UMMI agar semua DAKWAAN JPU menjadi seolah-olah
”Dakwaan Benar”.
10. Bahwa benar Dr Nerina dkk di RS UMMI membuat Grup WA dengan nama Grup HARIS yang
isinya adalah saling tukar informasi antar Dokter tentang langkah-langkah yang diambil
dalam merawat dan mengobati SAYA. Dr Nerina dan Dr Andi Tatat dalam persidangan
memberi keterangan bahwa dalam Grup WA ini pun tidak ada pembicaraan tentang SAYA
apakah terpapar covid atau tidak, karena belum ada Hasil Test Swab PCR, namun memang
penanganan pasien suspect atau probable atau posiitif covid secara umum mempunyai
prosedur yang hampir sama seperti sama-sama ada kewajiban memakai APD, dan samasama
harus ditest Swab PCR, dsb.
Jadi sekali lagi TIDAK BENAR tuduhan JPU yang menyatakan dalam TUNTUTAN-nya di
halaman 148 tadi bahwa SAYA sejak awal masuk RS UMMI sudah mengetahui bahwa ia
dalam kondisi sakit dan terpapar Covid-19. Bagaimana SAYA sebagai PASIEN bisa tahu,
sementara Dokternya saja masih sedang melakukan OBSERVASI dan BELUM MEMUTUSKAN
karena belum ada Hasil Test Swab PCR !?
Nyata sekali bahwa JPU dalam TUNTUTAN banyak Mengarang Cerita Bohong dan
Memanipulasi Fakta Persidangan serta melakukan MANUVER untuk membentuk OPINI
JAHAT. Na’uudzu Billaahi Min Dzaalik.
11. Bahwa benar SAYA tahu adanya HOAX dari Para BuzzeRp yang menyebut bahwa SAYA Kritis
dan Parah di Ruang ICU, bahkan sudah MATI akibat Covid, sehingga MERESAHKAN Kerabat
dan Shahabat SAYA.
12. Bahwa benar SAYA sendiri merasa RESAH dan SANGAT TERGANGGU dengan berbagai berita
HOAX yang disebar Para BuzzeRp, apalagi SAYA sedang menjalani pemeriksaan dan
perawatan di RUMAH SAKIT.
13. Bahwa benar SAYA tahu dan setuju dengan Rekaman Video Hb Hanif Alattas yang
mengabarkan bahwa SAYA ”baik-baik saja” sesuai dengan yang SAYA sampaikan kepadanya
bahwa SAYA merasa segar dan ”baik-baik saja”, untuk meredam KERESAHAN Kerabat dan
Shahabat akibat HOAX yang disebar Para BuzzeRp. Dan Rekaman tersebut dibuat sebelum
ada Hasil Test PCR artinya sebelum ada kepastian bahwa SAYA POSITIF COVID.
14. Bahwa benar SAYA tahu dan setuju dengan Jawaban Dirut RS UMMI Dr Andi Tatat saat
dihadang Wartawan dan ditanya ”Apakah benar SAYA Kritis dan Parah serta sudah pakai
VENTILATOR DI RUANG ICU”, Dr Andi Tatat menjawab bahwa kondisi SAYA ”baik-baik saja
94
dan selanjutnya masih menunggu hasil pemeriksaan”, untuk meredam kepanikan dan
keresahan Kerabat dan Shahabat akibat HOAX yang disebar BuzzeRp. Wawancara tersebut
terjadi sebelum ada Hasil Test PCR, dan jawaban Dr Andi Tatat tersebut bukan Siaran Pers
Resmi RS UMMI, tapi jawaban spontan atas pertanyaan Wartawan yang menghadang dam
mendadak.
15. Bahwa benar SAYA tahu dan rasakan sendiri bahwa HOAX yang disebar BuzzeRp telah
menimbulkan KERESAHAN di kalangan Habaib dan Ulama serta Umat, sedang Rekaman
Video Hb Hanif Alattas dan Wawancara Dirut RS UMMI Dr Andi Tatat di Televisi justru yang
berhasil MEREDAM dan MENENANGKAN serta MENYEJUKKAN di kalangan Habaib dan
Ulama serta Umat.
Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 155 yang menyatakan :
”faktanya setelah video tersebut dibuat bahkan berdasarkan pengakuan TERDAKWA dan
SAKSI HANIF ALATAS di depan persidangan justru semakin banyak video-video hoaks yang
beredar”.
Pernyataan JPU ini SANGAT JAHAT dan merupakan pernyataan SESAT dan MENYESATKAN,
karena berisi FITNAH dan PEMUTAR-BALIKKAN FAKTA PERSIDANGAN dan LOGIKA, antara
lain :
a. Bahwa SAYA dan SAKSI HANIF ALATAS tidak pernah menyatakan di depan persidangan
bahwa setelah VIDEO KLARIFIKASI HABIB HANIF dibuat maka VIDEO HOAX semakin
banyak. Kok JPU menyatakan kebalikannya !?
b. Bahwa SAYA dan SAKSI HANIF ALATAS justru menyatakan di depan persidangan bahwa
setelah VIDEO KLARIFIKASI HABIB HANIF dibuat maka KERESAHAN Habaib dan Ulama
serta Umat akibat Berita HOAX teratasi dan teredam.
c. Bahwa SAYA dan SAKSI HANIF ALATAS hanya menyatakan di depan persidangan bahwa
setelah VIDEO KLARIFIKASI HABIB HANIF dibuat memang masih ada beberapa BERITA
HOAX beredar, itulah sebabnya dibuat lagi REKAMAN TESTIMONI SAYA agar Umat
melihat dan mendengar lansgung dari SAYA yang menjadi KORBAN HOAX, sehingga
BERITA HOAX tersebut teredam habis dan tuntas.
d. Bahwa tetap beredarnya HOAX tentang SAYA Kritis dan Parah di Ruang ICU, bahkan
sudah MATI akibat Covid, meskipun telah diberikan KLARIFIKASI justru menunjukkan
sebuah INDIKASI KUAT bahwa ada upaya MASSIF dan SISTEMATIS dari para BuzzeRp
serta AKTOR INTELEKTUAL di belakang mereka untuk menyerang PSIKOLOGIS dan
KEHORMATAN SAYA serta menebar keresahan di kalangan Kebarat dan Sahabat SAYA.
Sehingga para BuzzeRp ini tidak peduli dengan adanya KLARIFIKASI sekali pun. Yang
terpenting dengan adanya klarifikasi tersebut keresahan Kerabat, Sahabat dan Ummat
akibat HOAX HRS KRITIS bisa diredam dan ditenangkan.
95
e. Bahwa Logika yang disampaikan JPU terbalik, seharusnya Logika yang benar adalah : Jika
sudah diklarifikasi saja para BuzzeRp itu tetap menebar HOAX HRS KRITIS, apalagi kalau
tidak ada klarifikasi, bisa makin liar hoax yang mereka sebarkan.
Itulah FAKTA PERSIDANGAN serta LOGIKA SEHAT yang sebenarnya.
Kok JPU nekat MEMUTAR-BALIKKAN FAKTA yang disaksikan oleh Majelis Hakim dan
Penasihat Hukum serta jutaan pemirsa lewat Video Streaming PN Jakarta Timur ini !?
IBLIS mana yang merasuki jiwa Para JPU sehingga berani mengarang CERITA BOHONG
sambil MENEBAR FITNAH di forum pengadilan terhormat yang disaksikan jutaan orang se-
Indonesia ini !?
16. Bahwa benar selain adanya BERITA HOAX yang menyerang SAYA, baru sehari SAYA dirawat
tiba-tiba ada OPERASI PENGIRIMAN BUNGA dari pihak yang tidak jelas SECARA SEKALIGUS
ke RS UMMI yang berisi aneka tulisan menghina dan mengolok-olok sesuai Keterangan SAYA
dan Dua Saksi Mahkota HABIB HANIF dan Dr ANDI TATAT.
Jadi TIDAK BENAR pernyataan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 156 yang berbunyi :
”Ratusan Karangan Bunga yang dikirim ke RS UMMI oleh masyarakat yang pro dan
kontra.”
Dari Keterangan Saksi Fakta yang mana JPU mendapat keterangan bahwa RATUSAN
KARANGAN BUNGA tersebut dikirim oleh masyarakat yang pro dan kontra ?!
Dan bagaimana bisa OPERASI KARANGAN BUNGA yang dikirim SEBELUM ada Rekaman
Wawancara Dr ANDI TATAT dan Rekaman Video Klarifikasi HABIB HANIF serta Rekaman
Video Testimoni SAYA bisa disebut sebagai sebab KERESAHAN dan KEONARAN akibat dari
Wawancara dan Klarifikasi serta Testimoni !?
Kok Otak JPU jadi NYUNGSANG, sehingga pendapatnya jadi tidak karu-karuan dan ngawur
serta amburadul semacam ini !?
17. Bahwa benar di bulan November 2020 saat SAYA dirawat di RS UMMI ketentuan yang
berlaku dari Kementerian Kesehatan RI dalam menentukan seseorang itu POSITIF COVID
atau NEGATIF COVID adalah Hasil Test Swab PCR bukan Rapid Test atau pun Tets Swab
Antigen.
18. Bahwa benar tgl 27 November 2020 SAYA setuju dengan Pelaksanaan Test Swab PCR di RS
UMMI lewat Tim Mer-C didampingi Tim Satgas Covid Kota Bogor, tapi Tim Satgasnya tidak
datang.
96
Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU bahwa SAYA menolak Test Swab PCR sehingga sebagaimana
dinyatakan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 129 :
”Satgas Covid-19 Kota Bogor TIDAK BISA MELAKSANAKAN tugasnya untuk melakukan
Swab PCR test Covid-19 terhadap TERDAKWA.”
Jadi FAKTA YANG BENAR adalah bahwa SAYA setuju ditest Swab PCR di RS UMMI, dan SAYA
juga setuju yang melakukan Test Swab PCR nya adalah Tim Dokter Pribadi SAYA dari Tim
Mer-C, serta SAYA pun setuju Tim Satgas Covid Kota Bogor mendampingi dan menyaksikan
pelaksanaan Test Swab PCR. Dan itu menjadi KESEPAKATAN BERSAMA antara SAYA, RS
UMMI dan Tim Mer-C serta Satgas Covid Kota Bogor, namun saat pelaksanaannya ternyata
Satgas Covid Kota Bogor TIDAK HADIR.
19. Bahwa benar TUPOKSI Satgas Covid adalah membuat KEBIJAKAN STRATEGIS dalam
menanggulangi Wabah, bukan mendatangi Rumah Sakit satu per satu untuk minta Rekam
Medis para Pasien atau pun melakukan Rapid Test / Test Swab Antigen / Test Swab PCR
kepada para pasien satu per satu.
Jadi TIDAK BENAR pernyataan JPU dalam TUNTUTAN-nya di halaman 129 tadi :
”Satgas Covid-19 Kota Bogor tidak bisa MELAKSANAKAN TUGASNYA untuk melakukan
Swab PCR test Covid-19 terhadap TERDAKWA.”
Disini JPU tetap ”Ngotot” dan ”Keras Kepala” bahwa Pemeriksaan Test Swab PCR adalah
bagian dari TUGAS SATGAS COVID. Padahal telah dinyatakan berulang kali di depan
persidangan oleh para Saksi Ahli Hukum Kesehatan DR M Nasser, dan Saksi Ahli Kesehatan
dan Epidemiologi DR Tonang, serta Saksi Ahli Medco Legal dan Hukum Pidana Kesehatan DR
Luthfi Hakim : ”Bahwa SATGAS COVID adalah badan Ad-Hoc yang tupoksinya terkait
KEBIJAKAN STRATEGIS, sehingga secara teknis tidak berhak mengambil Rekam Medis
Pasien atau melakukan Test Swab Antigen mau pun Test Swab PCR.
20. Bahwa benar kedatangan Satgas Covid Kota Bogor ke RS UMMI untuk minta Rekam Medis
Pasien dan untuk melakukan Test Swab PCR terhadap Pasien adalah sudah keluar dari
TUPOKSI-nya, sehingga ANDAI PUN DITOLAK oleh RS UMMI mau pun Pasien, maka tidak
berarti menghalangi Satgas Covid dalam melaksanakan tugasnya, karena memang bukan
TUPOKSI mereka.
97
21. Namun demikian RS UMMI mau pun SAYA tetap menerima kehadiran Satgas Covid Kota
Bogor walau di luar TUPOKSI-nya, bahkan mengikuti arahan dan sarannya, sehingga RS
UMMI mau pun SAYA tidak pernah menghalangi Satgas Covid Kota Bogor.
22. Bahwa benar SAYA dan Keluarga mau pun RS UMMI tidak pernah menghalang-halangi
Satgas Covid dalam melaksanakan Tugasnya, BUKTINYA :
a. Saat Walikota Bogor Bima Arya dan Satgas Covid Kota Bogor datang ke RS UMMI
disambut hangat oleh RS UMMI mau pun Keluarga SAYA yang diwakili oleh Habib Hanif
Alattas, dan ini diakui sendiri oleh Walkot Bogor Bima Arya dalam kesaksiannya di
persidangan ini.
b. Saat Walikota Bogor Bima Arya dan Satgas Covid Kota Bogor meminta agar SAYA ditest
Swab PCR, maka SAYA dan Keluarga juga RS UMMI setuju dan siap melaksanakannya
bersama Tim Mwer-C, dan ini juga diakui sendiri oleh Walikota Bogor Bima Arya dalam
kesaksiannya di persidangan ini.
c. Saat Walikota Bogor Bima Arya dan Satgas Covid Kota Bogor meminta agar pelaksanaan
Tets Swab PCR terhadap SAYA yang akan dilakukan oleh Tim Mer-C didampingi oleh
Satgas Covid Kota Bogor, maka SAYA dan Keluarga juga RS UMMI setuju dan
menjadwalkannya, dan ini pun diakui sendiri oleh Walikota Bogor Bima Arya dalam
kesaksiannya di persidangan ini.
d. Saat pelaksaan Test Swab PCR terhadap SAYA oleh Tim Mer-C sesuai jadwal yang sudah
ditentukan, ternyata Tim Satgas Covid Kota Bogor TIDAK DATANG. Ini pun akhirnya
diakui baik oleh Walikota Bogor Bima Arya mau pun para saksi dari Satgas Covid Kota
Bogor dalam persidangan ini bahwa mereka memang TIDAK HADIR dengan berbagai
alasan keterlambatan.
e. Saat Walikota Bogor Bima Arya dan Satgas Covid Kota Bogor meminta Tets Swab PCR
terhadap SAYA diulang, maka dengan santun SAYA melalui Habib Hanif Alattas
menanyakan urgensi Test Swab PCR DUA KALI di hari yang sama dalam waktu yang
sangat berdekatan dengan selisih hanya beberapa jam, sehingga Habib Hanif Alattas
menyarankan agar menunggu saja Hasil Test PCR dari Tim Mer-C, dan Walkot Bogor Bima
Arya serta Satgas Covid Kota Bogor setuju. Ini pun diakui oleh Walikota Bogor Bima Arya
dalam kesaksiannya di persidangan ini.
f. Selain itu RS UMMI secara Real Time setiap hari melaporkan kondisi seluruh pasien
Suspect / Probable / Positif Covid di RS UMMI, termasuk SAYA, ke Dinkes Kota Bogor dan
Kemenkes RI, sehingga Walikota Bogor dan Satgas Covidnya bisa kapan saja melihat dan
memeriksa serta mendapatkan laporan tentang SAYA dari Dinkes Kota Bogor, tanpa
mesti datang ke RS UMMI.
98
Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 129 bahwa ”Satgas Covid
Kota Bogor tidak bisa melaksanakan tugasnya untuk melakukan Swab PCR Test Covid-19
terhadap TERDAKWA”, seolah SAYA menolak dan menghalang-halangi Satgas Covid
sehingga Test Swab PCR tidak terlaksana terhadap SAYA.
23. Bahwa benar SAYA pulang dari RS UMMI atas permintaan sendiri dengan 5 (lima) alasan :
a. Bahwa berdasarkan Hasil Test Laboratorium kondisi saya semakin hari semakin baik dari
sejak masuk RS UMMI.
b. Bahwa saya punya Tim Medis Pribadi dari Tim Mer-C yang sangat berpengalaman akan
melanjutkan Pendampingan dan Pemeriksaan Kesehatan dalam ISOLASI MANDIRI di
rumah.
c. Bahwa TEROR dan INTIMIDASI dari Walikota Bogor BIMA ARYA dan Satgas Covidnya
yang terus menerus sangat mengganggu perawatan saya, sekaligus merusak ketenangan
RS UMMI.
d. Bahwa OPERASI BERITA HOAX dari BuzzeRp dan OPERASI PENGIRIMAN BUNGA dari
pihak yang tidak jelas secara sekaligus ke RS UMMI juga sangat mengganggu, karena isi
tulisan Karangan Bunga tersebut menghina dan mengolok-olok.
e. Bahwa Walikota Bogor melalui Kasatpol PP Kota Bogor melaporkan RS UMMI ke polisi,
sehingga membuat saya semakin tidak enak hati terhadap RS UMMI yang sudah banyak
membantu saya dalam perawatan dan pengobatan.
24. Bahwa benar semula Dokter yang merawat SAYA yaitu Dr Nerina keberatan SAYA pulang,
karena masih harus menuntaskan perawatan dan pengobatan, namun setelah mendengar
kelima alasan di atas beliau setuju dengan syarat perawatan dan pengobatan tetap
dilanjutkan dengan ISOLASI MANDIRI DI RUMAH di bawah pengawasan Tim Dokter dari
Mer-C.
Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 149 bahwa saat SAYA
membuat Video Testimoni hendak pulang dari RS UMMI : ”Dr Nerina yang merupakan DPJP
TERDAKWA belum mengizinkan TERDAKWA untuk meninggalkan RS UMMI”, seolah SAYA
memaksa pulang atau melarikan diri dari RS UMMI.
25. Bahwa benar tgl 28 November 2021 sebelum pulang dari RS UMMI SAYA membuat Surat
pernyataan melarang Rahasia Pasien untuk diberikan ke siapa pun kecuali sebagaimana
mestinya sesuai General Consent yang sudah ditanda-tangani SAYA pada awal masuk RS
UMMI seperti pengiriman sample ke laboratorium dan laporan Real Time ke Dinkes Kota
Bogor mau pun Kemenkes RI.
99
Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 22 bahwa pengisisan
General Consent (Persetujuan Umum) dan pendanda-tangannnya oleh SAYA di RS UMMI
adalah berarti :
”dengan kehendak TERDAKWA dan dengan sengaja bertujuan menghalangi pelaksanaan
penanggulangan wabah”, sebagaimana sudah dijelaskan di poin 14 tadi.
26. Bahwa benar tgl 28 November 2021 SAYA sebelum pulang dari RS UMMI membuat
Rekaman Video Testimoni sebagai Penghargaan untuk RS UMMI yang telah merawat SAYA
secara profesional dan proporsional, sebelum ada Hasil Test PCR.
27. Bahwa benar HASIL RESMI Test PCR baru SAYA terima dari Dr Hadiki melalui Habib Hanif
Alattas pada tgl 30 November 2020, sesuai Keterangan SAYA dan Keterangan Saksi Fakta Dr
Hadiki serta Saksi Mahkota Habib Hanif Alattas di depan persidangan, karena Test PCR
dilaksanakan hari JUM’AT 27 November 2020, sementara hari SABTU dan AHAD yaitu tgl 28
dan 29 November 2020 merupakan HARI LIBUR, sehingga Laporan Hasil PCR baru bisa
disampaikan kepada SAYA pada hari SENIN tgl 30 November 2020
28. Bahwa benar setelah Hasil Test PCR tersebut SAYA terima pada Tgl 30 November 2020 di
rumah dan hasilnya adalah POSITIF COVID, sehingga SAYA lanjut ISOLASI MANDIRI di rumah
bawah pengawasan Tim Mer-C hingga sembuh total.
29. Bahwa benar SEBELUM tgl 30 November 2020 SAYA tidak pernah tahu kalau TERPAPAR
COVID-19.
Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 144 – 147 bahwa
Wawancara Dr ANDI TATAT tertanggal 26 Novmber 2020, dan Rekaman Video Klarifikasi
HABIB HANIF tertanggal 27 November 2020, serta Rekaman Testimoni SAYA tertanggal 28
November 2020 yang semuanya menyatakan bahwa SAYA ”Baik-Baik saja” adalah sebagai
upaya membuat KEBOHONGAN untuk menutup-nutupi kebenaran, sehingga JPU di halaman
147 menyimpulkan bahwa semua rekaman tersebut :
”dengan maksud supaya masyarakat percaya kondisi kesehatan terdakwa MOH RIZIEQ
BIN HUSEIN SHIHAB alias HABIB MUHAMMAD RIZIEQ SHIHAB yang dirawat di RS UMMI
Kota Bogor seolah-olah dalam keadaan baik dan tidak terkonfirmasi Covid-19.”
Tuduhan JPU ini sangat CULAS dan LICIK, karena JPU tetap ”ngotot” bahwa SAYA sejak awal
masuk RS UMMI sudah tahu TERKONFIRMASI COVID-19, sehingga JPU dengan sengaja dan
sadar serta tanpa punya rasa malu mengabaikan FAKTA PERSIDANGAN bahwa sebelum Tgl
30 November 2020 SAYA belum menerima Hasil Test Swab PCR yang menyatakan SAYA
Konfirmasi Covid-19.
100
HASIL RESMI Test PCR baru SAYA terima dari Dr Hadiki melalui Habib Hanif Alattas pada tgl
30 November 2020 sesuai Keterangan SAYA dan Keterangan Saksi Fakta Dr Hadiki serta
Saksi Mahkota Habib Hanif Alattas di depan persidangan, karena Test PCR dilaksanakan hari
JUM’AT 27 November 2020, sementara hari SABTU dan AHAD yaitu tgl 28 dan 29 November
2020 merupakan HARI LIBUR, sehingga Laporan Hasil PCR baru bisa disampaikan kepada
SAYA pada hari SENIN tgl 30 November 2020
Bahkan Dr NERINA sendiri sebagai DPJP yang merawat SAYA yang dalam Laporan Diagnosa
Awalnya menulis bahwa SAYA ”Konfirmasi Covid” atas kesalah-pahaman laporan Dr HADIKI
dari Tim Mer-C, akhirnya Dr NERINA bersama Dr HADIKI sama-sama MENGAKUI di depan
persidangan bahwa SAYA saat masuk RS UMMI belum ada Hasil Test Swab PCR, dan mereka
berdua juga sepakat mengakui bahwa tanpa Hasil Test Swab PCR maka SAYA belum boleh
dan tidak bisa disebut KONFIRMASI COVID, serta mereka berdua mengakui juga bahwa saat
SAYA keluar dari RS UMMI tgl 28 November pun belum menerima Hasil Test PCR-nya.
Jadi jelas, JPU tidak peduli dengan KEBENARAN FAKTA PERSIDANGAN. JPU hanya peduli
dengan SYAHWAT KRIMINALISASI walau pun harus berbohong atau ngarang cerita atau
memutar-balikkan fakta, dan walau pun semua orang tahu akan bohong dan dustanya,
mereka tetap tidak peduli. Bagi JPU yang penting SAYA harus salah dan wajib dipersalahkan
serta mesti dipenjara sesuai pesanan atau tekanan OLIGARKI BUSUK.
30. Bahwa benar SAYA pulang dari Rumah Sakit secara baik-baik dengan melunasi semua
pembayaran dan atas izin RS UMMI mau pun Dokter yang merawat.
31. Bahwa benar SAYA sepulang dari RS UMMI tetap melanjutkan perawatan dan pengobatan
dengan ISOLASI MANDIRI DI RUMAH di bawah arahan Tim Dokter Mer-C, sehingga tidak
melakukan kontak fisik dengan siapa pun sesuai aturan.
Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 130 bahwa SAYA sepulang
dari RS UMMI sangat ”membahayakan bagi orang yang berada di sekitar SAYA”, seolah
SAYA keluyuran ke pasar atau ke jalan atau ke keramaian lainnya. Tuduhan JPU tersebut
SESAT dan MENYESATKAN.
32. Bahwa benar SAYA sejaka awal ISOLASI tgl 17 November 2020 sampai dirawat di RS UMMI
tgl 24 – 28 November hingga pulang dari RS UMMI lalu melanjutkan perawatan dan
pengobatan dengan ISOLASI MANDIRI DI RUMAH di bawah arahan Tim Dokter Mer-C,
sehingga tidak melakukan kontak fisik dengan orang luar.
Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU yang menyatakan bahwa sejak SAYA dirawat di RS UMMI
hingga pulang tgl 28 November 2020, menjadi sebab Peningkatan Covid di Kota Bogor,
sebagaimana tertera di TUNTUTAN JPU halaman 20 :
”Akibat perbuatan terdakwa tersebut menimbulkan Penyebaran Covid 19 di wilayah Kota
Bogor mengalami peningkatan. Hal tersebut berdasarkan penetapan Gugus Tugas
101
Nasional Kota Bogor masuk dalam Zona Resiko Sedang / Zona Orange per tanggal 1
Desember 2020, jumlah pasien Covid 19 yang sudah terkonfirmasi sebagai berikut : Jumlah
terkonfirmasi Positif 3.398 orang, meninggal 98 orang, masih sakir 540 orang dan sembuh
2.760 orang.”
Disini jelas sekali JPU menjadikan OBSERVASI dan PERAWATAN serta PENGOBATAN SAYA
di RS UMMI dan ISOLASI MANDIRI di Rumah setelah pulang dari RS UMMI, sebagai
penyebab Peningkatan Covid di Kota Bogor.
Padahal FAKTA PERSIDANGAN membuktikan tidak ada satu pun Dokter mau pun Perawat
yang kontak langsung dengan SAYA selama perawatan di RS UMMI yang TERPAPAR COVID.
Bahkan Tiga Orang Perawat RS UMMI yang melayani langsung SAYA selama perawatan di
RS UMMI sempat diperiksa Test Swab PCR oleh Satgas Covid Kota Bogor, ternyata hasilnya
semua NEGATIF, sebagaimana kesaksian Dirut RS UMMI Dr Andi Tatat, dan Dir Umum RS
UMMI Dr Najamuddin, serta Perawat RS UMMI Fitri Sri Lestari.
Kok bisa JPU yang konon katanya berpendidikan tinggi dan konon katanya selalu menjunjung
kesopanan, secara serampangan dan seenaknya menuduh dan memfitnah bahwa
OBSERVASI dan PERAWATAN serta PENGOBATAN SAYA di RS UMMI hingga ISOLASI
MANDIRI di Rumah setelah pulang dari RS UMMI, sebagai penyebab Peningkatan Covid di
Kota Bogor !?
Ajaib Data Peningkatan Covid Kota Bogor tersebut dibebankan kepada SAYA yang dirawat di
RS UMMI dan lanjut ISOLASI di rumah tanpa kontak dengan siapa pun selama perawatan.
Kenapa JPU tidak sekalian saja peningkatan Covid di seluruh Indonesia juga dibenankan
kepada SAYA agar angkanya lebih fantastis !?
Justru orang yang suspect / probable / konfirm covid sekali pun yang melakukan perawatan
di RUMAH SAKIT atau melakukan ISOLASI MANDIRI di rumah sesuai aturan, telah mengambil
langkah tepat dalam menekan Peningkatan Covid tersebut. Lain halnya orang yang Positif
Covid keluyuran di jalan atau di pasar, bahkan yang sehat pun jika tidak menjaga PROKES,
termasuk berpotensi meningkatkan Penyebaran Covid.
Jadi, Otak Jaksa sudah kusut dan rusak, karena AKAL SEHAT mustahil menjadikan OBSERVASI
dan PERAWATAN serta PENGOBATAN PASIEN di RUMAH SAKIT sebagai penyebab
Peningkatan Covid. Ini Bukti bahwa JPU telah mengarang cerita sehingga mengambil
kesimpulan dengan FAKTA PALSU.
Sungguh sangat menjijikkan melihat cara-cara kotor dan jorok JPU dalam membuat Analisa
Hukum dengan FAKTA KHAYALAN alias PALSU demi mendapat Dalil Pembenaran atas
Dakwaan atau Tuntutannya hanya untuk memenuhi syahwat Politik Kriminalisasinya.
102
33. Bahwa benar sebelum masuk RS UMMI SAYA merasa KELELAHAN, tapi setelah masuk RS
UMMI dalam waktu singkat setelah diberi Infus dan Obat, SAYA merasa segar dan baik-baik
saja, karena RASA LELAH yang semula dirasa telah hilang.
34. Bahwa benar SAYA merasa sehat dan segar serta baik-baik saja sebelum ada Hasil Test PCR.
35. Bahwa benar SAYA saat ditanya Dokter dan Keluarga tentang konsisi SAYA sebelum ada
Hasil PCR selalu menjawab sesuai yang SAYA rasakan yaitu sehat dan baik-baik saja.
36. Bahwa benar SAYA tidak pernah sengaja atau bermaksud BERBOHONG apalagi menyiarkan
KEBOHONGAN dengan mengaku sehat, karena memang SAYA bicara apa yang dirasa yaitu
segar dan sehat, apalagi pada saat SAYA masuk RS UMMI dalam kondisi STABIL, ditambah
dengan Laporan Dokter bahwa kondisi SAYA semakin hari semakin bagus, dan saat itu
belum ada Hasil Test PCR.
37. Bahwa benar SAYA dan menantu Hb Hanif Alattas serta Dirut RS UMMI Dr Andi Tatat TIDAK
BERBOHONG, karena bicara atas dasar apa yang dilihat dan dirasa serta diketahui, sebab
saat itu belum ada Hasil Test PCR.
38. Bahwa benar di Kota Bogor tidak ada satu pun Demo yang dilakukan kelompok masyarakat
atau pun mahasiswa terkait perawatan SAYA di RS UMMI.
Jadi TIDAK BENAR pernyataan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 70 - 73 bahwa Saksi M
Aditya (Ketua BEM se-Bogor Raya) dan saksi M Aslam (Anggota BEM se-Bogor Raya)
melakukan Demo di Kota Bogor karena terkait Perawatan SAYA di RS UMMI, karena kedua
Saksi tersebut di depan persidangan telah mencabut semua keterangannya di BAP dan
menyatakan bahwa di hadapan Majelis Hakim yang mulia :
a. Bahwa benar BEM se-Bogor Raya sama sekali tidak melakukan Demo berkaitan dengan
urusan SAYA.
b. Bahwa benar Surat Pernyataan BEM se-Bogor Raya yang ditunjukkan JPU yang di antara
isinya ada keterkaitan dengan urusan SAYA hanya baru berupa DRAFT.
c. Bahwa benar Surat Pernyataan BEM se-Bogor Raya yang resmi hanya berisi tiga poin dan
satu pun tekait dengan urusan SAYA.
Kok bisa JPU yang konon katanya berpendidikan tinggi dan konon katanya menjunjung tinggi
kesopanan melakukan MANIPULASI KESAKSIAN secara terang-terangan tanpa punya rasa
malu sedikit pun juga !?
103
39. Bahwa benar pada tgl 30 November 2020 ada Demo Damai yang dilakukan FMPB dengan
massa sekitar 15 sampai 20 orang dari Parung Kabupaten Bogor di depan Perumahan
Mutiara Sentul Kabupaten Bogor.
Jadi TIDAK BENAR pernyataan JPU dalam TUNTUTAN-nya di halaman 154 – 156 bahwa
akibat Wawancara Dr ANDI TATAT tertanggal 26 November 2020, dan Rekaman Video
Klarifikasi HABIB HANIF tertanggal 27 November 2020, serta Rekaman Testimoni SAYA
tertanggal 28 November 2020, yang semuanya menyatakan bahwa SAYA ”Baik-Baik saja”,
telah timbulkan KEONARAN berupa Demo yang digelar FMPB (Forum Mayarakat
Padjadjaran Bersatu) di depan Perumahan Mutiara sentul Kabupaten Bogor.
Padahal dalam TUNTUTAN JPU sendiri halaman 154 jpu menuliskan sebagi berikut :
”Pada tanggal 30 November 2020 Forum Mayarakat Padjadjaran Bersatu (FMPB)
melakukan aksi unjuk rasa tentang ”Penolakan terhadap terdakwa Moh Rizieq Syihab
yang kabur dari RS UMMI”.
Jadi jelas sesuai Pengakuan Pengurus FMPB Saksi Ahmad Suhadi dan Saksi Ikha Nurhakim
yang dibenarkan oleh JPU sendiri bahwa FMPB melakukan Aksi Demo karena BERITA HOAX
yang sebut HABIB RIZIEQ LARI DARI RS UMMI, bukan karena Wawancara dan Klarifikasi
serta Testimoni yang sebut SAYA ”Baik-Baik saja”.
Lagi pula KALAU PUN Demo FMPB tetap mau dikaitkan dengan perawatan SAYA di RS UMMI,
ternyata Demo FMPB adalah DEMO DAMAI yang diikuti sekitar 15 sampai 20 orang saja,
selama kurang lebih hanya 20 menit, tanpa ada KEONARAN dalam bentuk apa pun, sesuai
dengan PENGAKUAN kedua Saksi Pelaku Demo tersebut dari Pengurus FMPB, Ahmad Suhadi
dan Ikha Nurhakim.
Lagi-lagi Otak JPU ”nyungsang”, sehingga antara FAKTA yang dituangkan dan diakui JPU
dalam TUNTUTAN-nya dan Kesimpulan JPU itu sendiri BERBANDING TERBALIK.
40. Bahwa benar di Kota Bogor dan sekitarnya sama sekali TIDAK ADA KEONARAN akibat
Perawatan SAYA di RS UMMI. Makna ONAR dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
sebagai Rujukan Resmi Bahasa Indonesia adalah Huru Hara, Gempar, Keributan dan
Kegaduhan. Sedang KEONARAN artinya lebih khusus lagi yaitu Kegemparan, Kerusuhan dan
Keributan.
Jadi TIDAK BENAR pernyataan JPU bahwa Wawancara dan Klarifikasi serta Testimoni yang
sebut SAYA ”Baik-Baik saja” telah timbulkan KEONARAN berupa Pro Kontra di tengah
masyarakat. JPU menyatakan dalam TUNTUTAN-nya di halaman133 sbb :
”Dengan adanya tayangan Video yang bertentangan dengan kenyataan tersebut
menimbulkan keonaran di kalangan rakyat dan menyebabkan kegaduhan baik yang pro
mau pun kontra.”
104
JPU terlalu melebar kemana-mana dalam memaknai kata ONAR dan KEONARAN, sehingga
Pro dan Kontra pendapat atau perdebatan di tengah masyarakat juga disebut KEONARAN,
begitu pun DEMO DAMAI sekedar UNJUR RASA pun disebut KEONARAN, dengan DALIH
bahwa ONAR dan KEONARAN juga bermakna KERESAHAN.
JPU mengambil pendapat Saksi Ahli Lingusitik Forensik DR ANDHIKA yang mencoba
mengartikan ONAR dengan makna RESAH, namun SAKSI AHLI tersebut tidak mampu
menunjukkan rujukan ilmiahnya, sehingga pendapat tersebut ditolak oleh SAYA dan
Penasihat Hukum, apalagi ada bantahan dari Saksi Ahli Lingusitik Forensik DR FRANS dan
Ahli Sosiologi Prof DR Musni Umar serta Ahli Hukum Pidana DR Muzakkir, yang ketiganya
dihadirkan oleh SAYA dan Penasihat Hukum, serta menerangkan di depan persidangan
bahwa ONAR adalah Kerusuhan dan Keributan serta Huru Hara, BUKAN KERESAHAN.
JPU juga berdalih dengan pendapat Saksi Ahli Sosiologi Hukum DR TRUBUS yang dikutip JPU
dalam TUNTUTAN halaman 97 dan 150 bahwa Saksi Ahli tersebut berpendapat sbb :
”Kata Onar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menunjukkan bahwa onar mencakup
kejadian huru hara, gempar, keributan, kegaduhan, yang dapat berupa huru hara fisik
atau pun kegemparan non fisik saja seperti perdebatan di kalangan rakyat.”
Padahal dalam KBBI tidak ada keterangan apa pun tentang kegemparan fisik atau pun non
fisik. KBBI hanya menyebutkan bahwa makna ONAR adalah Huru Hara, Gempar, Keributan
dan Kegaduhan. Sedang KEONARAN adalah Kegemparan, Kerusuhan dan Keributan.
Dan Saksi Ahli Sosiologi Hukum DR Trubus pun di depan persidangan menyatakan bahwa
DEMO DAMAI merupakan penyampaian aspirasi yang dijamin undang-undang dan tidak bisa
disebut sebagai KEONARAN, dan bahwa KEONARAN yang dimaksud dalam pasal 14 ayat (1)
bukan sekedar kegelisahan atau pro kontra ditengan masyarakat akan tetapi harus dibarengi
dengan KEKACAUAN / KERUSUHAN, serta sifat KEONARAN harus meluas.
Dan di depan persidangn ini juga DR Trubus menolak ONAR diartikan RESAH, menurutnya
bahwa KERESAHAN PUBLIK itu urusan hati, tidak bisa diukur, sehingga tidak bisa dituangkan
dalam perbuatan ONAR. Jadi hanya perbuatan yang bisa diukur saja yang boleh dituangkan
dalam perbuatan ONAR.
Selain itu dalam BAP Saksi Ahli Sosiologi Hukum DR TRUBUS tertanggal 18 Januari 2020
pada jawaban nomor 9 di halaman 16 Saksi Ahli DR TRUBUS menyatakan :
”Penjelasan Pasal XIV UU No 1 Tahun 1946 memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud
KEONARAN adalah bukan hanya kegelisahan dan menggoncangkan hati penduduk yang
tidak sedikit jumlahnya, tetapi lebih dari itu berupa KEKACAUAN”.
105
Pendapat Saksi Ahli ini sempat ditanyakan kembali di dalam persidangan oleh Habib Hanif
Alattas dan Saksi Ahli membenarkan serta menguatkannya kembali, sehingga menjadi FAKTA
PERSIDANGAN yang memiliki kekuatan pembuktian, namun justru DIABAIKAN oleh JPU
karena tidak menguntungkan bagi DAKWAAN dan TUNTUTAN JPU.
Sebagai Tabahan Penting tentang TAFSIR KEONARAN : Bahwa Saksi Ahli Teori Hukum Pidana
DR Abdul Choir Ramadhan yang dihadirkan oleh SAYA dan Penasihat Hukum, menerangkan
di depan persidangan dan juga menuangkan dalam Pendapat Hukumnya halaman 76 sbb :
”Timbulnya KEONARAN sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 14 ayat (1) menunjukkan
bahwa DELIK ini adalah DELIK MATERIIL, harus benar-benar terjadi keonaran di kalangan
rakyat. Menyangkut tentang makna keonaran, Penjelasan Pasal 14 menyatakan :
”Keonaran adalah lebih hebat dari pada kegelisahan dan menggoncangkan hati penduduk
yang tidak sedikit jumlahnya. KEKACAUAN meuat juga KEONARAN.”
Lalu Saksi Ahli DR Abdul Choir Ramadhan menekankan :
”Dengan adanya PENAFSIRAN OTENTIK ini, maka tidak dapat ditafsirkan lain selain dari
penafsiran yang diberikan oleh pembentuk undang-undang.”
Itulah sebabnya Saksi Ahli Hukum Pidana DR Muzakkir di depan persidangan dan juga
dituangkan dalam Pendapat Hukumnya halaman 28 manyatakan :
”Dengan demikian, demonstrasi, konprensi pers, dan cuitan-cuitan / tweet pro dan kontra
di media sosial tidak dapat dikualifikasi sebagai bentuk KEONARAN di kalangan rakyat.”
Dengan demikian tidak ada alasan bagi JPU untuk menafsirkan KEONARAN dengan Tafsirnya
Sendiri yang memasukkan resah, gelisah, pro kontra, perdebatan, perbedaan pendapat,
unjuk rasa dan Demo Damai sebagai KEONARAN. Penafsiran JPU ngawur dan amburadul
serta kacau balau.
41. Bahwa benar SAYA tidak BERBOHONG dan TIDAK MENIMBULKAN KEONARAN dalam Kasus
Perawatan SAYA di RS UMMI, karena apa yang SAYA sampaikan saat itu adalah apa yang
SAYA rasakan saat itu, dan pernyataan SAYA pun tidak menimbulkan keonaran dalam bentuk
apa pun di Kota Bogor mau pun Tempat lainnya, bahkan justru menjadi pernyataan SAYA
tersebut berhasil meredam keresahan Habaib dan Ulama serta Umat akibat berita-bertia
hoax yang selama ini menyebut SAYA sudah kritis dan parah bahkan sudah Mati akibat Covid.
Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN di halaman 150 yang menyatakan sbb :
”Terlihat ONAR akibat KEBOHONGAN yang dilakukan TERDAKWA tersebut :
106
• Terjadinya Demontrasi yang dilakukan FMPB.
• Ratusan Karangan Bunga yang dikirim ke RS UMMI oleh masyarakat yang pro dan
kontra.
• Pernyataan sikap BEM se- Bogor terkait Intervensi Walikota Bogor.
• Adanya keresahan di tengah masyarakat khususnya masyarakat di Babakan Peundeuy
Kel. Baranangsiang Kec, Bogor Timur timbul rasa curiga kepada pengajian Habib di
Empang yang dikhawatirkan menularkan virus Covid 19. Karena sering berkumpul
melakukan pengajian.
Disini JPU mengemukanan EMPAT BUKTI KEONARAN PALSU. SAYA menyebutnya sebagai
KEONARAN PALSU karena memang keempat peristiwa yang disebutkan JPU BUKAN
KEONARAN, akan tetapi sengaja DIONARISASI oleh JPU agar bisa jadi BUKTI PEMBENARAN
untuk TUDUHAN JAHAT JPU terhadap SAYA.
Jadi jelas bahwa ONARISASI hal yang bukan KEONARAN adalah KEONARAN PALSU :
1) KEONARAN PALSU PERTAMA : Terjadinya Demontrasi yang dilakukan FMPB.
Tadi di poin ke-44 sudah dijelaskan bahwa sesuai PENGAKUAN Pengurus FMPB Saksi
Ahmad Suhadi dan Saksi Ikha Nurhakim sebagai Pelaku Demo tersebut yang
dibenarkan oleh JPU sendiri dalam TUNTUTAN halaman 154 bahwasanya FMPB
melakukan Aksi Demo karena BERITA HOAX yang sebut HABIB RIZIEQ LARI DARI RS
UMMI.
Jadi jelas Demo FMPB tersebut bukan karena TESTIMONI SAYA yang dituduh JPU
sebagai KEBOHONGAN, akan tetapi karena BERITA HOAX yang sebut HABIB RIZIEQ
LARI DARI RS UMMI, sekali lagi karena BERITA HOAX yang sebut HABIB RIZIEQ LARI
DARI RS UMMI, bukan karena TESTIMONI SAYA.
Lagi pula KALAU PUN Demo FMPB tetap mau dikaitkan dengan perawatan SAYA di RS
UMMI, ternyata Demo FMPB adalah DEMO DAMAI yang diikuti sekitar 15 sampai 20
orang saja, selama kurang lebih hanya 20 menit, tanpa ada KEONARAN dalam bentuk
apa pun, sesuai dengan PENGAKUAN kedua Saksi Pelaku Demo tersebut dari Pengurus
FMPB, Ahmad Suhadi dan Ikha Nurhakim. Aksi UNJUK RASA dalam bentuk DEMO
DAMAI dilindungi UNDANG-UNDANG dan bukan termasuk KEONARAN.
Disini Logika Hukum JPU mandek dan mandul, karena orang awam saja paham bahwa
andaikata Aksi Demo Damai itu disebut KEONARAN, mana mungkin dizinkan oleh
UNDANG-UNDANG.
2) KEONARAN PALSU KEDUA : Ratusan Karangan Bunga yang dikirim ke RS UMMI oleh
masyarakat yang pro dan kontra.
107
Tadi di poin ke-23 sudah dijelaskan bahwa OPERASI KARANGAN BUNGA yang dikirim
ke RS UMMI terjadi jauh SEBELUM ada Rekaman Video Testimoni SAYA, sehingga
tidak mungkin OPERASI KARANGAN BUNGA tersebut dijadikan sebagai akibat
Rekaman Video Testimoni SAYA.
Disini lagi-lagi Logika Hukum JPU ”nyungsang” tidak karuan, karena hanya ORANG
TIDAK WARAS saja yang menjadikan AKIBAT lebih dulu dari SEBAB.
Lagi pula AKAL SEHAT mana yang mengatakan bahwa Pengiriman Karangan Bunga
adalah bentuk KEONARAN !?
3) KEONARAN PALSU KETIGA : Pernyataan sikap BEM se- Bogor terkait Intervensi
Walikota Bogor.
Tadi di poin ke-43 sudah dijelaskan bahwa Saksi M Aditya (Ketua BEM se-Bogor Raya)
dan saksi M Aslam (Anggota BEM se-Bogor Raya) di depan persidangan telah
mencabut semua keterangannya di BAP dan menyatakan di hadapan Majelis Hakim
yang mulia bahwa BEM se-Bogor Raya sama sekali tidak melakukan Demo berkaitan
dengan urusan SAYA, dan bahwa Surat Pernyataan BEM se-Bogor Raya yang
ditunjukkan JPU yang di antara isinya ada keterkaitan dengan urusan SAYA hanya baru
berupa DRAFT, serta bahwa Surat Pernyataan BEM se-Bogor Raya yang RESMI hanya
berisi tiga poin dan tak satu pun tekait dengan urusan SAYA.
Bahkan Walkot Kota Bogor Bima Arya pun telah memberi kesaksian di depan
persidangan bahwa Demo BEM se-Bogor Raya tersebut sama sekali tidak ada kaitan
dengan TERDKWA.
Jadi, disini jelas bahwa JPU secara terang-terangan tanpa punya rasa malu sedikit pun
juga MEMANIPULASI FAKTA PERSIDANGAN dengan MENGONARISASI Demo
Mahasiswa yang tidak ada kaitan dengan SAYA !?
4) KEONARAN PASLU KEEMPAT : Adanya KERESAHAN di tengah masyarakat khususnya
masyarakat di Babakan Peundeuy Kel. Baranangsiang Kec. Bogor Timur timbul rasa
curiga kepada pengajian Habib di Empang yang dikhawatirkan menularkan virus Covid
19. Karena sering berkumpul melakukan pengajian.
Kesimpulan JPU disini terlalu naif dan sangat lemah serta sama sekalitidak berbobot,
karena hanya berpegang kepada keterangan seorang Saksi Herdiansyah (Pedagang
Sayur) yang tinggal dan berdagang sayuran jauh dari RS UMMI, dan berdasarkan
PENGAKUANNYA SENDIRI di depan persidangan bahwa :
a. SAKSI tahu SAYA dirawat di RS UMMI hanya dari Media.
b. SAKSI mendengar simpang siur berita ttg SAYA di RS UMMI juga melalui Media.
c. SAKSI tidak pernah konfirmasi tentang SAYA ke RS UMMI.
108
d. SAKSI sendiri tidak pernah bertanya kepada masyarakat, khususnya masyarakat di
sekitar RS UMMI, terisitimewanya JAMA’AAH Pengajian Habib di Empang Bogor
yang bersebelahan dengan RS UMMI.
e. SAKSI mengakui bahwa di Kota Bogor tidak ada KEONARAN / KERUSUHAN /
KERIBUTAN terkait Perawatan SAYA di RS UMMI.
Selain itu KETERANGAN SAKSI Herdiansyah tentang adanya KERESAHAN di tengah
masyarakat Bogor, khususnya jama’ah Majelis Pengajian Habib di Empang - Bogor
yang bersebelahan dengan RS UMMI TELAH TERBANTAHKAN oleh Keterangan Saksi A
De Charge yang berdomisili tidak jauh dari RS UMMI yaitu : Habib Mahdi Assegaf dan
Habib Abdullah Al-Masyhur. Kedua Saksi A De Charge tersebut di depan persidangan
menyatakan bahwa tidak ada KERESAHAN dalam bentuk apa pun di sekitar RS UMMI,
khususnya di Majelis Pengajian Habib di Empang - Bogor, bahkan Jama’ah Majelis
Pengajian merasa senang dan tenang serta aman, karena mereka cinta SAYA dan tahu
kalau SAYA di RS UMMI dirawat oleh Para Dokter yang berpengalaman.
Juga TERBANTAHKAN oleh keterangan para Saksi Fakta dari RS UMMI yang juga
tinggal di Kota Bogor, serta TERBANTAHKAN pula dengan keterangan Saksi A De
Charge Ketua Umum PA 212 Ust Slamet Maarif bahwa PA 212 Kota Bogor telah
melaporkan bahwasanya di Kota Bogor tidak ada KERESAHAN apalagi KEONARAN
terkait Perawatan SAYA di RS UMMI.
Jadi jelas, JPU terlalu mengada-ada dan terlalu lebay dengan menghadirkan seorang
Saksi Pedagang Sayur di Pasar Kota Bogor untuk membentuk opini seolah-olah sampai
Tukang Sayur di pasar pun merasa resah akibat SAYA dirawat di RS UMMI. Padahal di
Kota Bogor sama sekali tidak ada KERESAHAN apalagi KEONARAN terkait Perawatan
SAYA di RS UMMI.
42. Bahwa benar di sekitar RS UMMI pun tidak ada keresahan akibat SAYA dirawat di RS UMMI,
bahkan masyarakat tenang karena SAYA ditangani oleh Para dokter yang berpengalaman.
43. Bahwa benar SAYA diobservasi dan dirawat serta diobati di RS UMMI bukan untuk
menghalangi Pelaksanaan Penanggulangan Wabah sebagaimana tuduhan dan Fitnah JPU
yang ngawur, justru sebaliknya untuk ikut melaksanakan Penanggulangan Wabah, karena
SAYA tidak keluyuran di Jalan Raya atau di Pasar mau pun di Keramaian, tapi justru datang
mengisolasi diri di RUMAH SAKIT RUJUKAN COVID.
44. Bahwa benar sesudah ada kepastian Konfirmasi Covid maka SAYA selalu berterus terang
kepada siapa pun bahwa dirinya sedang TERPAPAR COVID dan sedang menjalankan
negatifan sekaligus pengobatan Covid-19.
حسبنا الله ونعم الوكيل،
نعم المولى ونعم النصير، ولا حول ولا قوة إلا ابهلل العلي العظيم
109
BAB VII
ANALISA DAKWAAN DAN TUNTUTAN
Kepada Yang Mulia Majelis Hakim
Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum
Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum
Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada
Pada awalnya saat SAYA diperiksa oleh Penyidik Kepolisian sebagai SAKSI pada tgl 4
Januari 2021 hanya berkaitan dengan PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN, sehingga diduga
melanggar Pasal 14 ayat (1) atau ayat (2) UU No. 4 / Th. 1984 ttg Wabah Penyakit Menular terkait
dugaan dengan sengaja menghalangi pelaksanaan Penanggulangan Wabah, dan atau Pasal
216 ayat (1) KUHP terkait dugaan dengan sengaja tidak mentaati atau dengan sengaja
mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tugas pejabat.
Namun saat SAYA diperiksa sebagai TERSANGKA pada tgl 15 Januari 2021 ada
penambahan PASAL PIDANA yaitu Pasal 14 dan atau Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 ttg Peraturan
Hukum Pidana terkait dugaan dengan sengaja menyiarkan kebohongan untuk menimbulkan
keonaran. Bahkan akhirnya pasal tambahan inilah yang justru djadikan DAKWAAN KESATU baik
yang Primer mau pun Subsider dan Lebih Subsider. Ini adalah PENYELUNDUPAN pasal yang
sangat dipaksakan.
PENYELUNDUPAN PASAL tersebut bukan sekedar hasil pengembangan kasus
sebagaimana alasan yang selalu didengungkan para penyidik dari Kepolisian mau pun Kejaksaan,
tapi memang JPU mempunyai TARGET untuk menjerat SAYA dengan Pasal-Pasal berlapis yang
sangat berat, sehingga SAYA semakin yakin bahwasanya Kasus RS UMMI ini merupakan bagian
dari OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR dimana JPU secara sadar atau pun tidak sadar
sedang dijadikan alat dalam operasi tersebut untuk kepentingan OLIGARKI ANTI TUHAN.
Dan semakin jelas POLITISASI HUKUM dan KRIMINALISASI PELANGGARAN PROKES
manakala JPU merasa benar dengan DISKRIMINASI dan merasa bangga dengan pengabaian
Prinsip EQUALITY BEFORE THE LAW dalam penegakan hukum, sebagaimana dituangkan sendiri
oleh JPU dalam Pembukaan TUNTUTAN-nya halaman 2 yang berbunyi sbb :
”Asas EQUALITY BEFORE THE LAW dalam keadaan apa pun tidak bisa dilaksanakan secara
”rigid”, atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana ”Pukat Harimau”, yang digunakan nelayan
untuk menangkap ikan, baik ikan kecil mau pun ikan yang besar seluruhnya dapat terjaring.”
110
Karenanya, JPU tidak pernah menunjukkan sikap keprihatiannya terhadap adanya ribuan
PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN (PROKES) di Tanah Air sejak awal Pandemi hingga kini,
bahkan banyak dilakukan oleh Tokoh Nasional, mulai dari Artis hingga Pejabat, tidak terkecuali
Menteri dan Presiden.
Ada DUA KELICIKAN LUAR BIASA yang dilakukan JPU dalam Kasus Pelanggaran Prokes RS
UMMI, yaitu :
1. Pembelokan Kasus PELANGGARAN PROKES RS UMMI menjadi Kasus KEBOHONGAN dan
KEONARAN dengan penambahan PASAL PIDANA yaitu Pasal 14 dan atau Pasal 15 UU No
1 Tahun 1946.
Jika kita JUJUR, maka sebenarnya selama ini di Indonesia sering terjadi KEBOHONGAN
NASIONAL yang dilakukan para PEJABAT TINGGI yang telah menimbulkan keresahan dan
kegaduhan secara masif dimana-mana, tapi tak satu pun dari mereka yang diseret oleh para Jaksa
ke Pengadilan, tak satu pun dari mereka yang dituntut dengan Pelanggaran terhadap Pasal 14
dan atau Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana terkait dugaan dengan
sengaja menyiarkan KEBOHONGAN untuk menimbulkan KEONARAN.
Kasus KEBOHONGAN dan KEONARAN yang terbaru saat ini adalah KEBOHONGAN
NASIONAL yang dilakukan oleh Pimpinan DPR RI dan Menteri Agama RI tentang Pembatalan
Pelaksanaan Ibadah Haji Tahun 2021 dengan dalih Pemerintah Saudi tidak memberikan
Indonesia Quota Haji, yang ternyata berita soal Quota tersebut adalah HOAX alias BOHONG,
sebagaimana dijelaskan oleh Dubes Saudi untuk RI Syeikh ‘Isham bin Ahmad bin ‘Abdi Ats-
Tsaqofi pada tgl 3 Juni 2021 dalam suratnya yang ditujukan langsung kepada Ketua DPR RI.
KEBOHONGAN tersebut telah nyata menimbulkan KERESAHAN dan KEGELISAHAN secara
NASIONAL : puluhan ribu Jama’ah Haji Indonesia dirugikan, dan menggangu hubungan baik
anatara Indonesia dan Saudi, serta mempermalukan Indonesia di Dunia Internasional karena
sebagai Negara Mayorits Muslim terbesar di Dunia justru membatalkan Pelaksanaan Ibadah haji
tahun 2021 secara sepihak.
Jadi, jika kita fair dan jujur, mestinya Kasus KEBOHONGAN NASONAL seperti inilah yang
diajukan ke Pengadilan dengan tuntutan Pelanggaran terhadap Pasal 14 dan atau Pasal 15 UU No
1 Tahun 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana terkait dugaan dengan sengaja menyiarkan
KEBOHONGAN untuk menimbulkan KEONARAN, bukan Kasus Pelanggaran Prokes RS UMMI
yang murni merupakan PELANGGARAN ADMINISTRATIF bukan KEJAHATAN PIDANA.
2. Pembentukan OPINI SESAT dengan menyamakan Kasus PELANGGARAN PROKES RS UMMI
dengan Kasus KEBOHONGAN RATNA SARUMPAET dan menjadikan Putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan N0 203/PID.SUS/2019/PN.Sel tanggal 28 Juni 2019 sebagai
Yurisprudensi bagi Kasus Pelanggaran Prokes RS UMMI.
111
Tidak bisa dipungkiri bahwa Kasus Kebohongan Ratna Sarumpaet memang murni KASUS
KEBOHONGAN, dimana yang bersangkutan usai operasi wajah mengaku dianiaya orang, dan juga
betul akibat Kebohongannya tersebut telah menimbulkan keresahan dan kegaduhan di tangan
masyarakat, sehingga banyak Tokoh Nasional membuat pernyataan sikap keras membela Ratna
dan mengecam pelaku penganiayaan, serta mendorong POLRI dan DPR RI untuk bertindak,
bahkan muncul aneka kecurigaan kepada berbagai pihak sebagai pelaku penganiayaan.
Karenanya walau pun masih ada perbedaan pendapat antara Jaksa dan Pengacara serta
Saksi Ahli dalam Kasus Kebohongan Ratna Sarumpaet terkait wujud KEONARAN itu sendiri,
namun sangat wajar yang bersangkutan dituntut dengan Pasal 14 dan atau Pasal 15 UU No 1
Tahun 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana terkait dugaan dengan sengaja menyiarkan
KEBOHONGAN untuk menimbulkan KEONARAN. Dan sangat wajar pula pada akhirnya Hakim
memvonis bersalah kepada Ratna Sarumpaet.
Namun untuk Kasus Kasus Pelanggaran Prokes RS UMMI tidak sedikit pun ada unsur
persamaannya dengan Kasus Kebohongan Ratna Sarumpaet. Kasus Pelanggaran Prokes RS
UMMI adalah Kasus Pelanggaran Administrasi bukan Kasus Kejahatan Pidana. Dan dalam Kasus
Pelanggaran Prokes RS UMMI tidak ada KEBOHONGAN dan tidak ada juga KERESAHAN apalagi
KEONARAN.
Dalam Kasus Pelanggaran Prokes RS UMMI yang ada adalah dugaan keterlambatan
Laporan Real Time Pasien ke Dinkes kota Bogor, dan dugaan menghalangi tugas Satgas Covid,
serta perbedaaan pendapat antara Satgas Covid dengan RS UMMI, dan soal Objektivitas mau pun
Subjektivitas pernyataan ”baik-baik saja” dari seseorang yang tidak tahu atau belum tahu kalau
dirinya positif covid.
Jadi, cara JPU menganalogikan atau mengqiyaskan Kasus Pelanggaran Prokes RS UMMI
dengan Kasus Kebohongan Ratna Sarumpaet adalah cara-cara kotor dan jorok serta
menjijikkan, yang tidak akan pernah dilakukan oleh orang yang masih punya iman dan rasa malu.
Karena semua itulah, SAYA tidak kaget dengan TUNTUTAN SADIS JPU untuk
memenjarakan SAYA selama 6 tahun, sebab sejak awal REKAYASA KASUS ini sudah sangat nyata
dan kasat mata. Apalagi saat pertama kali SAYA ditahan dalam Kasus Kerumunan Petamburan,
pada tgl 12 Desember 2020 salah satu Staf Presiden bidang Intelijen Diaz Hendropriyono yang
diduga kuat terlibat dalam Pembantaian 6 Laskar Pengawal SAYA pada tgl 7 Desember 2020,
langsung memposting pesan singkat dalam akun Instagram dan Twitter Resminya dengan bunyi
: ”Sampai Ketemu di 2026.” Ini isyarat jelas tentang rencana mengkandangkan SAYA untuk
waktu yang lama. Diaz sebagaimana ayahnya AM Hendropriyono masih belum puas dengan
Pembantaian 6 Laskar Pengawal SAYA, sehingga masih terus mengejar agar SAYA dihukum
berat.
112
Bahkan BUZZERP BAYARAN ISTANA yang selama ini KEBAL HUKUM, berkali-kali
dilaporkan tapi tidak pernah diproses, yaitu DENNI SIREGAR yang telah memposting cuitan lebih
vulgar lagi, yaitu mengakui adanya perintah langsung dari atas untuk HABISI SAYA, bunyi
cuitannya sbb :
”Sebenarnya doi awal2 masih berkelit untuk gak mau datang ke polis. Tapi tiba2 dengan
perintah yang mengerikan ”Habisi aja kalau dia ga mau datang. Kita capek nunggunya. Ini
perintah dari atas langsung.”
Jika cuitan ini benar, maka berarti memang ada REKAYASA KASUS SAYA dari Penyidik
Kepolisian, namun jika cuitan ini tidak benar, maka berarti FITNAH terhadap POLISI yang mestinya
DENNI SIREGAR diproses dan ditangkap. FAKTANYA DENNI SIREGAR dibiarkan hingga saat ini,
sehingga cuitannya tersebut menimbulkan berbagai asumsi negatif terhadap INSTITUSI
KEPOLISIAN bahkan terhadap ISTANA PRESIDEN.
Belum lagi cuitan-cuitan hinaan dan fitnah lainnya yang dipropagandakan oleh para
BuzzeRp seperti Abu Janda, Ade Armando, Eko Kuntadi, Guntur Romli, dan lainnya, serta akunakun
jahat kaki tangan OLIGARKI ANTI TUHAN seperti akun @digembook dan lainnya.
Kesemuanya ini semakin meyakinkan bahwa memang disana ada OPERASI INTELIJEN HITAM
BERSKALA BESAR untuk mentarget SAYA dan Keluarga serta Kawan-Kawan.
Semoga Allah SWT mengahncurkan mereka semua sehancur-hancurnya, dan
menyelamatakan Bangsa dan Negara Indoensia dari rongrongan mereka yang selalu mengadu
domba anak bangsa. Hasbunallahu wa Ni’mal Wakiil Ni’mal Maulaa wa Ni’man Nashiir.
Menanggapi TUNTUTAN 6 TAHUN PENJARA yang diajukan JPU terhadap SAYA, maka
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) KH Kuhyiddin Junaidi
pd tanggal 3 Juni 2021 menyatakan di berbagai Media Massa sbb :
”Kami sangat kecewa dengan Tuntutan JPU terhadap Habib Rizieq, karena itu sangat
memberatkan, di luar nalar logika sehat, beraroma politik dan bernuansa dendam serta
mengada-ada.”
Kekecewaan para Habaib dan Ulama serta Umat Islam terhadap Tuntutan JPU sangat
wajar, karena fakta menunjukkan banyak Kasus Korupsi yang merugikan Negara milyaran hingga
Trilyunan rupiah tapi dituntut ringan, seperti : Dalam Kasus Koruptor Djoko Tjandra : Ternyata
Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki masing-masing hanya dituntut 4 tahun penjara, sedang Irjen
Napoleon lebih ringan hanya dituntut 3 tahun penjara, dan Brigjen Prasetyo lebih ringan lagi
hanya dituntut 2,5 tahun penjara. Bahkan Kasus mantan Bos Garuda Ary Askhara hanya dituntut
1 tahun penjara.
Koferensi Pers Online ICW (Indonesian Corruption Watch) pada tgl 19 April 2020
dipaparkan DATA ICW yang menunjukkan bahwa sepanjang Tahun 2019 dari 911 Terdakwa
Korupsi 604 orang dituntut di bawah 4 tahun penjara. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana pada tgl
113
22 Maret 2021 memberi keterangan pers bahwa sepanjang Tahun 2020 dari 1.298 Terdakwa
Korupsi rata-rata tuntutan hanya 4 tahun penjara.
Jadi, dalam pandangan JPU bahwa KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN bukan
sekedar KEJAHATAN biasa, tapi jauh LEBIH JAHAT dan LEBIH BERAT dari pada KASUS KORUPSI
yang telah merampok uang Rakyat dan membangkrtukan Negara, sehingga KASUS
PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN harus dituntut 6 tahun penjara.
Bahkan bagi JPU bahwa KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN bukan hanya
KEJAHATAN biasa, tapi jauh LEBIH JAHAT dan LEBIH BERAT dari pada KASUS PENISTAAN AGAMA
yang pernah dilakukan AHOK sehingga buat Gaduh Satu Negeri, juga LEBIH JAHAT dan LEBIH
BERAT dari pada KASUS PENYIRAMAN AIR KERAS tehadap Petugas Negara & Penyidik KPK
Novel Baswedan sehingga salah satu matanya Buta Permanen. Buktinya Penistaan Agama Ahok
hanya dituntut Hukuman Percobaan 2 tahun, sedang Penyiram Air Keras ke Penyidik KPK hanya
dituntut 1 tahun penjara, tapi KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN dituntut 6 tahun
penjara.
Semoga Majelis Hakim yang mulia diselamatkan oleh Allah SWT dari jeratan jahat
OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR tersebut, dan diberi kekuatan oleh Allah SWT untuk
tetap mempertahankan Indonesia sebagai NEGARA HUKUM bukan sebagai NEGARA
KEKUASAAN sebagaimana Amanat Konstitusi Pancasila dan UUD 1945.
Sebelum SAYA menyoroti satu per satu DAKWAAN JPU, maka perlu SAYA tegaskan
terlebih dahulu disini :
1. Bahwa Kasus Test Swab PCR di RS UMMI adalah KASUS PELANGGARAN PROTOKOL
KESEHATAN.
2. Bahwa KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN adalah Kasus PELANGGARAN bukan
Kasus KEJAHATAN, sehingga cukup diterapkan SANKSI ADMINSTRASI bukan SANKSI
HUKUM PIDANA.
3. Bahwa sesuai Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) No 6 Tahun 2020 tentang
Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pemcegahan dan
Pengendalian Corona Virus Disease 2019, di halaman 7 – 8 pada angka 5 dan 6 ditetapkan
sebagai berikut :
5) Memuat sanksi terhadap pelanggaran penerapan protokol kesehatan dalam
pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covi-19) yang dilakukan
oleh perorangan, pelaku usaha, oengelola, penyelenggara, , atau penanggung-jawab
tempat dan fasilitas umum.
114
6) Sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 5) berupa :
a) teguran lisan atau teguran tertulis ;
b) kerja sosial ;
c) denda administratif : atau
d) penghentian atau enutupan sementara penyelenggaraan usaha
Jadi jelas dalam Inpres No 6 Tahun 2020 tersebut bahwa PELANGGARAN PROTOKOL
KESEHATAN hanya diterapkan HUKUM ADMISNITRASI bukan HUKUM PIDANA.
4. Bahwa SELURUH DAKWAAN PIDANA terhadap KASUS PELANGGARAN PROTOKOL
KESEHATAN harus DIBATALKAN DEMI HUKUM.
5. Bahwa TUNTUTAN JPU dalam Kasus Test Swab PCR RS UMMI adalah bentuk penyalahgunaan
wewenang (abuse of power) yang melampaui batas, dan bentuk Kriminalisasi
Pasien dan Dokter serta Rumah Sakit yang harus dihentikan, serta bentuk DISKRIMINASI
HUKUM yang manipulatif, sehingga wajib DIBATALKAN DEMI HUKUM.
حسبنا الله ونعم الوكيل،
نعم المولى ونعم النصير،
ولا حول ولا قوة إلا ابهلل العلي العظيم
Selanjutnya SAYA akan menyoroti satu per satu DAKWAAN JPU,sebagai berikut :
A. DAKWAAN KESATU
I. PRIMER :
Bahwa Dakwaan Pertama Primer dari Surat Dakwaan Penuntut Umum adalah mengenai
perbuatan sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 / Th. 1946 ttg
Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP.
Bahwa Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 / Th. 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana berbunyi sbb :
”Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja
menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya
sepuluh tahun.”
Ayat sama sekali ini tidak bisa diterapkan terhadap SAYA dalam Kasus Test Swab PCR RS UMMI
Kota Bogor, karena :
115
1. Ayat ini sesuai Latar Belakang Historis kelahiran UU No 1 Tahun 1946 berkaitan dengan
PENYIARAN dan yang dimaksud dengan ”Barang siapa” dalam ayat ini adalah LEMBAGA
PENYIARAN, bukan orang per orang, sehingga TERDAKWA tidak memenuhi unsur ”Barang
siapa” dalam ayat ini.
2. Ayat ini dengan jelas menggunakan kata MENYIARKAN bukan menyatakan, sehingga
TERDAKWA tidak memenuhi unsur ”Menyiarkan” dalam ayat ini, karena TERDAKWA tidak
pernah melakukan PENYIARAN.
3. Ayat ini secara eksplisit menyebutkan penyiaran terkait ”berita atau pemberitahuan
bohong”, sedang TERDAKWA terbukti di persidangan tidak pernah menyampaikan atau
menyatakan BERITA BOHONG atau PEMBERITAHUAN BOHONG, karena saat TERDAKWA
menyatakan bahwa dirinya merasa ”baik-baik saja” adalah sesuai dengan yang yang dirasa
dan diketahuinya saat itu, sementara saat itu belum ada Hasil Test Swab PCR yang
menyatakan bahwa TERDAKWA POSITIF COVID, sehingga TERDAKWA tidak memenuhi
unsur ”Menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong”, dalam ayat ini.
4. Ayat ini mensyaratkan adanya niat/I’tikad (mens rea) dalam penyiaran berita bohong
untuk menimbulkan KEONARAN di tengah masyarakat, dan keonaran itu harus benarbenar
terjadi sebagai akibat dari penyiaran berita bohong tersebut, sebagaimana
termaktub ”dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat”. Unsur ini lebih
tidak terpenuhi lagi, karena pertama unsur penyiarannya tidak ada, lalu kedua unsur
kebohongannya juga tidak ada, dan ketiga terbukti di persidangan bahwa pernyataan
TERDAKWA justru DINIATKAN dan DIMAKSUDKAN serta DITUJUKAN untuk meredam
KERESAHAN bukan membuat KEONARAN, dan Faktanya tidak ada KERESAHAN apalagi
KEONARAN di Kota Bogor mau pun di tempat lainnya akibat perawatan TERDAKWA di RS
UMMI Kota Bogor.
KESIMPULAN : Bahwa unsur dalam Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 / Th. 1946 ttg Peraturan
Hukum Pidana TIDAK TERPENUHI, sehingga harus DIBATALKAN DEMI HUKUM.
II. SUBSIDER :
Bahwa Dakwaan Pertama Subsider dari Surat Dakwaan Penuntut Umum adalah mengenai
perbuatan sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 14 ayat (2) UU No. 1 / Th. 1946 jo Pasal
55 ayat (1) ke – 1 KUHP
Bahwa Pasal 14 ayat (2) UU No. 1 / Th. 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana berbunyi sbb :
116
”Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat
menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa
berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya
tiga tahun.”
1. Ayat ini masih berkaitan dengan PENYIARAN dan sesuai Latar Belakang Historis kelahiran
UU No 1 Tahun 1946 bahwa yang dimaksud dengan ”Barang siapa” dalam ayat ini adalah
LEMBAGA PENYIARAN, bukan orang per orang, sehingga TERDAKWA tidak memenuhi
unsur ”Barang siapa” dalam ayat ini.
2. Ayat ini juga dengan jelas menggunakan kata MENYIARKAN bukan menyatakan, sehingga
TERDAKWA tidak memenuhi unsur ”Menyiarkan” dalam ayat ini, karena TERDAKWA tidak
pernah melakukan PENYIARAN.
3. Ayat ini secara eksplisit mengikat PENYIARAN SUATU BERITA atau PENGELUARAN
PEMBERITAHUAN dengan dua syarat : Pertama ; ”yang dapat menerbitkan keonaran di
kalangan rakyat”. Dan Kedua ; ”ia patut dapat menyangka bahwa berita atau
pemberitahuan itu adalah bohong”. Untuk Syarat Pertama sama sekali tidak terpenuhi,
karena Fakta Persidangan menunjukkan dengan sangat meyakinkan bahwa terkait
Perawatan TERDAKWA di RS UMMI sama sekali tidak ada KEONARAN dalam bentuk apa
pun di Kota Bogor mau pun di tempat lainnya. Dan untuk Syarat Kedua juga tidak
terpenuhi, karena sesuai Keterangan TERDAKWA dan SAKSI MAHKOTA bahwa pernyataan
mereka DINIATKAN dan DIMAKSUDKAN serta DITUJUKAN untuk meredam KERESAHAN,
sehingga yang mereka duga dan sangka bahkan YAKIN bahwa pernyataan tersebut justru
akan meredakan KERESAHAN, bukan menimbulkan KEONARAN, dan ternyata Faktanya
tidak ada KERESAHAN apalagi KEONARAN di Kota Bogor mau pun di tempat lainnya akibat
perawatan TERDAKWA di RS UMMI Kota Bogor.
KESIMPULAN : Bahwa unsur dalam Pasal 14 ayat (2) UU No. 1 / Th. 1946 ttg Peraturan
Hukum Pidana juga TIDAK TERPENUHI, sehingga harus DIBATALKAN DEMI HUKUM.
III. LEBIH SUBSIDER :
Bahwa Dakwaan Pertama Lebih Subsider dari Surat Dakwaan Penuntut Umum adalah
mengenai perbuatan sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 15 UU No. 1 / Th. 1946 jo
Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP
Bahwa Pasal 15 UU No. 1 / Th. 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana berbunyi sbb :
117
”Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang
tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar
demikian akan atau sudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan
hukuman penjara setinggi, tingginya dua tahun.”
1. Ayat ini juga masih berkaitan dengan PENYIARAN dan sesuai Latar Belakang Historis
kelahiran UU No 1 Tahun 1946 bahwa yang dimaksud dengan ”Barang siapa” dalam ayat
ini adalah LEMBAGA PENYIARAN, bukan orang per orang, sehingga TERDAKWA tidak
memenuhi unsur ”Barang siapa” dalam ayat ini.
2. Ayat ini juga dengan jelas menggunakan kata MENYIARKAN bukan menyatakan, sehingga
TERDAKWA tidak memenuhi unsur ”Menyiarkan” dalam ayat ini, karena TERDAKWA tidak
pernah melakukan PENYIARAN.
3. Ayat ini berkaitan dengan PENYIARAN suatu KABAR YANG TIDAK PASTI atau KABAR YANG
BERKELEBIHAN atau YANG TIDAK LENGKAP, sehingga tidak tepat diterapkan dengan
pernyataan TERDAKWA yang menyatakan baik-baik saja karena saat TERDAKWA
menyatakan bahwa dirinya merasa ”baik-baik saja” adalah sesuai dengan yang yang dirasa
dan diketahuinya serta diyakini saat itu berdasarkan kondisi yang semakin hari semakin
membaik serta tidak ada pantangan dalam makanan dan minuman. Dan hal tersebut bukan
KABAR YANG TIDAK PASTI yaitu Kabar Angin, atau KABAR YANG BERKELEBIHAN yaitu
yang ditambah-tambah dari yang sebenarnya, atau YANG TIDAK LENGKAP yaitu yang
dikurang-kuarngi dari yang sebenarnya, tapi justru PASTI dan TIDAK BERKELEBIHAN serta
SUDAH LENGKAP sesuai DATA dan FAKTA saat pernyataan tersebut dibuat oleh
TERDAKWA. Ada pun di waktu selanjutnya terjadi PERUBAHAN kondisi TERDAKWA
menjadi ”tidak baik-baik saja” itu persoalan lain, dan sama sekali tidak bisa ditarik
mundur untuk menghakimi pernyataan TERDAKWA di waktu sebelumnya.
4. Ayat ini secara eksplisit juga mengikat PENYIARANNYA dengan syarat ”ia mengerti setidaktidaknya
patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat
menerbitkan keonaran di kalangan rakyat”, sehingga sama sekali tidak bisa diterapkan
untuk pernyataan TERDAKWA karena sesuai Keterangan TERDAKWA dan SAKSI MAHKOTA
bahwa pernyataan mereka DINIATKAN dan DIMAKSUDKAN serta DITUJUKAN untuk
meredam KERESAHAN, sehingga yang mereka duga dan sangka bahkan YAKIN bahwa
pernyataan tersebut justru akan meredakan KERESAHAN, bukan menimbulkan
KEONARAN, dan ternyata Faktanya tidak ada KERESAHAN apalagi KEONARAN di Kota
Bogor mau pun di tempat lainnya akibat perawatan TERDAKWA di RS UMMI Kota Bogor.
KESIMPULAN : Bahwa unsur dalam Pasal 15 UU No. 1 / Th. 1946 ttg Peraturan Hukum
Pidana juga TIDAK TERPENUHI, sehingga harus DIBATALKAN DEMI HUKUM.
118
Selain itu, seluruh isi DAKWAAN KESATU baik yang PRIMER mau pun yang SUBSIDER dan
yang LEBIH SUBSIDER dengan Penerapan Pasal 14 dan 15 dari UU No 1 Tahun 1946, saat ini
sudah TIDAK RELEVAN, karena:
1. Dari segi ASAS dan TEORI serta PRINSIP HUKUM bahwa asas umum dalam Penafsiran
Hukum Pidana yang harus diperhatikan adalah PRINSIP RELEVANSI.
2. Dari segi PENERAPAN HUKUM bahwa sejak ORDE LAMA hingga ORDE BARU tidak ada
satu kasus pun yang dikenakan pasal ini, baru belakangan ini muncul penerapan pasal ini
terhadap sejumlah Tokoh Oposisi dan kental warna politisnya, sehingga semestinya
Ranah Peradilan yang mulia wajib dijauhkan sejauh-jauhnya dari INTERVENSI POLITIK
pihak mana pun.
3. Dari segi JENIS PIDANA bahwa UU No 1 Tahun 1946 tidak ada kaitan dengan PROKES atau
pun PSBB, sehingga tidak boleh digunakan untuk memidanakan Pelanggaran Protokol
Kesehatan.
4. Dari segi PENAFSIRAN TEKS HUKUM bahwa Penafisran Teks Hukum tidak boleh lepas
dari sejumlah Metode Penafsiran Teks yang telah diakui oleh para PAKAR HUKUM
PIDANA mau pun PAKAR TEORI HUKUM PIDANA, juga PAKAR SOSIOLOGI HUKUM dan
PAKAR LINGUSITIK FORENSIK, yaitu :
1) Interpretasi Gramatikal atau Bahasa : yaitu Penafsiran Teks Hukum sesuai bahasa
umum sehari-hari.
Itulah sebabnya penafsiran PENYIARAN dalam Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 / Th. 1946
ttg Peraturan Hukum Pidana harus dibedakan dengan penafsiran PERNYATAAN.
Begitu juga Penafsiran KEONARAN harus dibedakan dari penafsiran KERESAHAN atau
PERBEDAAN PENDAPAT atau PRO KONTRA. Dan penafsiran Bahasa tidak boleh lepas
dari Kamus- Kamus Bahasa yang dipercaya, seperti Kamus Besar Bahasa Indonesai
(KBBI) yang menjadi Rujukan Resmi dalam Bahasa Indonesia.
Terkait makna MENYIARKAN dalam KBBI disebutkan beberapa arti, yaitu :
a. Meratakan kemana-mana.
b. Memberitahukan kepada umum (melalu radio, sutrat kabar, dsb),
mengumumkan (berita, dsb).
c. Menyebarkan atau mempropagandakan (pendapat, paham, agama, dsb).
d. Menerbitkan dan menjual (buku, gambar, foto, dsb).
e. Memancarakan (cahaya, terang, dsb).
119
f. Mengirimkan (lagu-lagu, musik, pidato, dsb) melalui radio.
Oleh karena itu Ahli Hukum Pidana DR Muzakkir di depan persidangan
menyampaikan pendapatnya bahwa Rekaman Video Testimoni SAYA hanyalah
sebuah PERNYATAAN bukan PENYIARAN. Begitu juga Rekaman Video Klarifikasi Hb
Hanif Alattas dan Wawancara Dr Andi Tatat saat ditanya wartawan, sehingga
semuanya tidak bisa diterapkan Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 / Th. 1946, karena hanya
sebuah PERNYATAAN bukan PENYIARAN.
Lalu terkait makna KEONARAN dalam dalam KBBI disebutkan BAHWA ARTINYA
ADALAH Kegemparan, Kerusuhan dan Keributan.
Saksi Ahli Lingusitik Forensik DR FRANS dan Ahli Sosiologi Hukum Prof DR Musni
Umar serta Ahli Hukum Pidana DR Muzakkir, yang ketiganya dihadirkan oleh SAYA
dan Penasihat Hukum, menerangkan di depan persidangan bahwa ONAR adalah
Kerusuhan dan Keributan serta Huru Hara, BUKAN KERESAHAN.
Saksi Ahli Sosiologi Hukum DR TRUBUS yang dihadirkan oleh JPU dalam BAP-nya
tertanggal 18 Januari 2020 pada jawaban nomor 9 di halaman 16 menyatakan :
”Penjelasan Pasal XIV UU No 1 Tahun 1946 memberikan penjelasan bahwa yang
dimaksud KEONARAN adalah bukan hanya kegelisahan dan menggoncangkan hati
penduduk yang tidak sedikit jumlahnya, tetapi lebih dari itu berupa KEKACAUAN”.
Saksi Ahli Teori Hukum Pidana DR Abdul Choir Ramadhan yang dihadirkan oleh SAYA
dan Penasihat Hukum, menerangkan di depan persidangan dan juga menuangkan
dalam Pendapat Hukumnya halaman 76 sbb :
”Timbulnya KEONARAN sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 14 ayat (1)
menunjukkan bahwa DELIK ini adalah DELIK MATERIIL, harus benar-benar terjadi
keonaran di kalangan rakyat. Menyangkut tentang makna keonaran, Penjelasan
Pasal 14 menyatakan : ”Keonaran adalah lebih hebat dari pada kegelisahan dan
menggoncangkan hati penduduk yang tidak sedikit jumlahnya. KEKACAUAN meuat
juga KEONARAN.”
Lalu Saksi Ahli DR Abdul Choir Ramadhan menekankan :
”Dengan adanya PENAFSIRAN OTENTIK ini, maka tidak dapat ditafsirkan lain selain
dari penafsiran yang diberikan oleh pembentuk undang-undang.”
120
Dengan demikian tidak ada alasan bagi JPU untuk menafsirkan KEONARAN dengan
Tafsirnya Sendiri yang memasukkan resah, gelisah, pro kontra, perdebatan,
perbedaan pendapat, unjuk rasa dan Demo Damai sebagai KEONARAN. Penafsiran
JPU ngawur dan amburadul serta kacau balau.
2) Interpretasi Sistematis atau Logis : yaitu Penafsiran Teks Hukum dengan
menghubungkannya dengan peraturan hukum / undang-undang / dengan
keseluruhan sistem hukum sebagai satu kesatuan tak terpisahkan.
Itulah sebabnya penafsiran PENYIARAN dalam Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 / Th. 1946
ttg Peraturan Hukum Pidana semestinya ditarik ke UU PENYIARAN No 32 Th 2002
yang memang dibuat khusus tentang PENYIARAN.
Dan ini juga sesuai dengan Pendapat Ahli Hukum Pidana DR Muzakkir dalam sidang
ini bahwa Penerapan Hukum Pidana terhadap PELANGGARAN PENYIARAN harus
merujuk ke UU PENYIARAN No 32 Th 2002 tidak lagi ke Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 /
Th. 1946, sehingga Penerapan Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 / Th. 1946 dalam Kasus RS
UMMI sangat tidak tepat.
Andai pun dalam Kasus Rekaman Video Testimoni SAYA dan Rekaman Video Hb Hanif
Alattas serta wawancara Dr Andi Tatat dikatagorikan sebagai PENYIARAN maka
semestinya ditarik ke UU PENYIARAN No 32 Th 2002 yang memang dibuat khusus
tentang PENYIARAN bukan ke Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 / Th. 1946.
Apalagi ternyata Rekaman Video Testimoni SAYA dan Rekaman Video Klarifikasi Hb
Hanif Alattas serta Wawancara Klarifikasi Dr Andi Tatat hanya sebuah PERNYATAAN
bukan PENYIARAN, maka lebih tidak tepat lagi ditarik ke Pasal 14 ayat (1) UU No. 1
/ Th. 1946.
Saksi Ahli Sosiologi Hukum DR TRUBUS yang dihadrikan oleh JPU dalam BAP-nya
tertanggal 18 Januari 2020 pada jawaban nomor 9 di halaman 16 saat menjabarkan
tentang unsur MENYIARKAN dalam Pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946
menyatakan :
”Dengan demikian tindak pidana penyebaran berita bohong dalam Pasal XIV dan
Pasal XV UU No 1 Tahun 1946 diklasifiksikan sebagai DELIK PERS, karena adanya
SYARAT UTAMA berupa UNSUR PUBLIKASI, meski pun dalam Pasal VIV dan Pasal
XV UU No 1 Tahun 1946 tidak menyebutkan mengenai sarana atau media yang
dipergunakan untuk menyebarkan berita bohong atau kabar angin atau kabar
yang disiarkan dengan atmbahan atau dikuarngkan tersebut, apakah melalui lisan
atau tulisan.”
121
3) Interpretasi Historis atau Sejarah : yaitu Penafsiran Teks Hukum sesuai sejarah
lahirnya Teks tersebut.
Itulah sebabnya penafsiran Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 / Th. 1946 ttg Peraturan
Hukum Pidana harus melihat sejarah lahirnya dalam SITUASI DARURAT pada saat
awal kemerdekaan Indonesia, dimana ada pihak-pihak yang menyiarkan berita
bohong untuk menimbulkan keonaran sehingga berpotensi mengganggu
Kemerdekaan dan Kedaulatan Indonesia, sehingga tidak tepat diterapkan di zaman
yang kita sudah merdeka lebih dari 75 tahun.
Semua AHLI HUKUM PIDANA dan AHLI HUKUM TATA NEGARA serta AHLI HUKUM
KESEHATAN yang dihadirkan oleh SAYA dan Penasihat Hukum, yaitu DR Refly Harun
(Ahli Tata Negara), DR Muzakkir (Ahli Hukum Pidana), DR Abdul Choir Ramadahan
(Ahli Teori Hukum Pidana), DR Luthfi Hakim (Ahli Hukum Pidana Kesehatan), dan
DR M Nasser (Ahli Hukum Kesehatan), semuanya sepakat bahwa penerapan UU No
1 Tahun 1946 di zaman sekarang untuk KONTEKS KEKINIAN sudah TIDAK RELEVAN,
karena UU tersebut saat dibuat untuk konteks kondisi darurat baru merdeka yang
penuh dengan berita BOHONG untuk membuat KEONARAN.
Saksi Ahli DR Muzakkir menyampaikan pendapatnya di depan Persidangan dan juga
dituangkan dalam Tulisan Pendapat Hukumnya halaman 33 sbb :
”Bahwa Pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946 dibuat dengan cara menghapus Pasal
171 KUHP diganti dengan Pasal 14 dan 15 tersebut yang diatur berdiri di luar Hukum
Pidana Kodifikasi /KUHP yaitu dalam UU No 1 Tahun 1946.
Penghapusan Pasal 171 KUHP tersebut melalui S 47/180 yang memuat norma hukum
yang sama dengan Pasal Pengganti dengan perbedaan ancaman pidana yang lebih
berat. Dalam Pasal 171 KUHP ancamannya paling lama 3 tahun penjara, sedang
dalam Pasal 14 ayat (1) UU No 1 Tahun 1946 ancamannya paling lama 10 tahun
penjara.
Penempatan Pasal 14 dan 15 tersebut di luar Hukum Pidana Kodifikasi /KUHP
mengandung maksud bahwa norma hukum pidana yang dimuat dalam UU No 1
Tahun 1946 hanya dipergunakan dalam keadaan tertentu (Darurat/ Chaos) yakni
untuk mengatasi keadaan masyarakat yang kacau balau atau keonaran masyarakat
yang luas atau situasi yang dalam keadaan darurat, sehingga ancaman pidanya
dinaikkan menjadi 10 tahun penjara.
122
Dengan demikian ”perbuatan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong yang
tidak menimbulkan keonaran dalam masyarakart secara luas” tidak ditangani
dengan menggunakan Pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946, tapi cukup dengan
menggunakan Hukum Pidana yang lain atau norma yang hidup dalam kehidupan
masyarakat hukum Indonesia yang cocok untuk mengatasi situasi masyarakatr
dalam keadaan normal.”
Penjelasan Saksi Ahli DR Muzakkir yang sangat ilmiah ini dengan argumentasi yang
amat kuat dan pemaparan yang cerdas, ternyata tidak bisa dipahami oleh JPU,
sehingga JPU dalam sidang bertanya mutar-mutar tidak karuan, hingga akhirnya
dihentikan dan ditegur oleh Hakim Ketua di depan persidangan dengan ucapan : ”Kok
Jaksa begitu saja tidak paham!?”
4) Interpretasi Teleologis atau Sosiologis : yaitu Penafsiran Teks Hukum sesuai dengan
tujuan pembentukannya dengan tidak mengenyampingkan konteks kenyataan
kemasyarakatan yang aktual atau KONTEKS KEKINIAN.
Itulah sebabnya penerapan Pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946 dalam SITUASI
DARURAT pada saat awal kemerdekaan dengan sanksi hukum penjara 10 tahun
menjadi sangat LOGIS, karena untuk menjaga keamanan Negara dari KAKACAUAN
dan KERUSUHAN.
Namun saat ini SITUASI DARURAT tersebut sudah tidak ada, maka penerapan Pasal
14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946 dalam SITUASI NORMAL dengan Sanksi Hukum
penjara 10 tahun menjadi TIDAK LOGIS lagi.
AHLI SOSIOLOGI HUKUM baik yang dihadirkan oleh JPU yaitu DR Trubus, mau pun
yang dihadirkan oleh SAYA dan Penasihat Hukum yaitu PROF DR Musni Umar sepakat
memberi keterangan di depan persidangan bahwa penerapan UU No 1 Tahun 1946
di zaman sekarang untuk konteks Masyarakat Kekinian sudah TIDAK RELEVAN,
apalagi dengan ancaman sanksi pemidanaan 10 tahun penjara.
Ahli Hukum Pidana DR Muzakkir juga sepakat dengan pendapat ini sebagaimana tadi
sudah dikutip pendapatnya yang disampiakan di depan Persidangan dan juga
dituangkan dalam Tulisan Pendapat Hukumnya halaman 33, yaitu :
”Dengan demikian ”perbuatan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong
yang tidak menimbulkan keonaran dalam masyarakart secara luas” tidak ditangani
dengan menggunakan Pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946, tapi cukup dengan
menggunakan Hukum Pidana yang lain atau norma yang hidup dalam kehidupan
123
masyarakat hukum Indonesia yang cocok untuk mengatasi situasi masyarakatr
dalam keadaan normal.”
Jadi jelas dengan sangat meyakinkan berdasarkan Empat Metode Penafsiran Teks
Hukum yang diakui para PAKAR HUKUM PIDANA mau pun PAKAR TEORI HUKUM PIDANA,
juga PAKAR SOSIOLOGI HUKUM dan PAKAR LINGUSITIK FORENSIK, yaitu : Pertama, Metode
Interpretasi Gramatikal atau Bahasa. Kedua, Metode Interpretasi Sistematis atau Logis.
Ketiga, Metode Interpretasi Historis atau Sejarah. Keempat, Metode Interpretasi Teleologis
atau Sosiologis. Bahwa Penerapan Pasal 14 dan 15 dari UU No 1 Tahun 1946 saat ini TIDAK
RELEVAN, apalagi diterapkan untuk untuk KASUS PROTOKOL KESEHATAN, sehingga seluruh
isi DAKWAAN KESATU dari JPU, baik yang PRIMER mau pun yang SUBSIDER dan yang LEBIH
SUBSIDER harus DIBATALKAN DEMI HUKUM.
Sebagaimana disampaikan oleh Saksi Ahli Hukum Tata Negara DR Refly Harun di
depan persidangan bahwa Undang-Undang yang sudah TIDAK RELEVAN ada tiga jalan
menghapusnya atau mengenyampingkannya, yaitu : Pertama, dibatalkan dengan UU Baru via
DPR RI. Kedua, diajukan Yudicial Review ke Mahkamah Konstitusi RI. Ketiga, Putusan Hakim.
Karenanya, kami sangat berharap agar Majelis Hakim yang mulia berani
mengenyampingkan Penerapan Pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946 karena sudah TIDAK
RELEVAN, sehingga ke depan bisa menjadi YURISPRUDENSI bagi penanganan Hukum
Penyiaran Berita Bohong yang menimbulkan Keonaran dengan menggunakan hukum lain yang
sesuai dengan konteks kekinian.
حسبنا الله ونعم الوكيل،
نعم المولى ونعم النصير، ولا حول ولا قوة إلا ابهلل العلي العظيم
124
B. DAKWAAN KEDUA
Bahwa Dakwaan Kedua dari Surat Dakwaan Penuntut Umum adalah mengenai perbuatan
sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Bahwa Pasal 14 ayat (1) UU No. 4 / Th. 1984 ttg Wabah Penyakit Menular berbunyi sbb :
”Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selamalamanya
1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,-(satu juta rupiah).”
Pasal ini juga tidak bisa dan tidak boleh diterapkan untuk Kasus Test Swab PCR RS UMMI,
karena SAYA dan Keluarga mau pun RS UMMI tidak pernah menghalangi Pelaksanaan
Penanggulangan Wabah dan tidak pernah menghalang-halangi Satgas Covid dalam
melaksanakan Tugasnya, BUKTINYA :
1. Saat Walikota Bogor Bima Arya dan Satgas Covid Kota Bogor datang ke RS UMMI
disambut hangat oleh RS UMMI mau pun Keluarga SAYA yang diwakili oleh Habib Hanif
Alattas, dan ini diakui sendiri oleh Walkot Bogor Bima Arya dalam kesaksiannya di
persidangan ini.
2. Saat Walikota Bogor Bima Arya dan Satgas Covid Kota Bogor meminta agar SAYA ditest
Swab PCR, maka SAYA dan Keluarga juga RS UMMI setuju dan siap melaksanakannya
bersama Tim Mwer-C, dan ini juga diakui sendiri oleh Walikota Bogor Bima Arya dalam
kesaksiannya di persidangan ini.
3. Saat Walikota Bogor Bima Arya dan Satgas Covid Kota Bogor meminta agar pelaksanaan
Tets Swab PCR terhadap SAYA yang akan dilakukan oleh Tim Mer-C didampingi oleh
Satgas Covid Kota Bogor, maka SAYA dan Keluarga juga RS UMMI setuju dan
menjadwalkannya, dan ini pun diakui sendiri oleh Walikota Bogor Bima Arya dalam
kesaksiannya di persidangan ini.
4. Saat pelaksaan Test Swab PCR terhadap SAYA oleh Tim Mer-C sesuai jadwal yang sudah
ditentukan, ternyata Tim Satgas Covid Kota Bogor TIDAK DATANG. Ini pun akhirnya diakui
baik oleh Walikota Bogor Bima Arya mau pun para saksi dari Satgas Covid Kota Bogor
dalam persidangan ini bahwa mereka memang TIDAK HADIR dengan berbagai alasan
keterlambatan.
5. Saat Walikota Bogor Bima Arya dan Satgas Covid Kota Bogor meminta Tets Swab PCR
terhadap SAYA diulang, maka dengan santun SAYA melalui Habib Hanif Alattas
125
menanyakan urgensi Test Swab PCR DUA KALI di hari yang sama dalam waktu yang sangat
berdekatan dengan selisih hanya beberapa jam, sehingga Habib Hanif Alattas
menyarankan agar menunggu saja Hasil Test PCR dari Tim Mer-C, dan Walkot Bogor Bima
Arya serta Satgas Covid Kota Bogor setuju. Ini pun diakui oleh Walikota Bogor Bima Arya
dalam kesaksiannya di persidangan ini.
6. Selain itu RS UMMI secara Real Time setiap hari melaporkan kondisi seluruh pasien
Suspect / Probable / Positif Covid di RS UMMI, termasuk SAYA, ke Dinkes Kota Bogor dan
Kemenkes RI, sehingga Walikota Bogor dan Satgas Covidnya bisa kapan saja melihat dan
memeriksa serta mendapatkan laporan tentang SAYA dari Dinkes Kota Bogor, tanpa mesti
datang ke RS UMMI.
Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 129 bahwa ”Satgas Covid
Kota Bogor tidak bisa melaksanakan tugasnya untuk melakukan Swab PCR Test Covid-19
terhadap TERDAKWA”, seolah SAYA menolak dan menghalang-halangi Satgas Covid
sehingga Test Swab PCR tidak terlaksana terhadap SAYA.
KESIMPULAN : Bahwa unsur dalam Pasal 14 ayat (1) UU No 4 Tahun 1984 tentang
Wabah Penyakit Menular TIDAK TERPENUHI, sehingga harus DIBATALKAN DEMI HUKUM.
C. DAKWAAN KETIGA
Bahwa Dakwaan Ketiga dari Surat Dakwaan Penuntut Umum adalah mengenai perbuatan
sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 216 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP
Bahwa Pasal 216 ayat (1) KUHP berbunyi sbb :
”Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat
berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa
tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi
atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan
oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan
dua minggu atau pidana denda puling banyak Rp 9.000 (sembilan ribu rupiah).”
Pasal ini pun tidak bisa dan tidak boleh diterapkan untuk Kasus Test Swab PCR RS UMMI,
karena SAYA dan Keluarga mau pun RS UMMI TIDAK PERNAH tidak menuruti perintah atau
permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat dan SAYA TIDAK PERNAH
JUGA mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan
ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat, sebagaimana telah
126
diuraikan BUKTI-BUKTI TIDAK ADANYA PENGHALANGAN SATGAS COVID KOTA BOGOR pada
jawaban untuk DAKWAAN KEDUA tadi.
Dengan demikian semua unsur Pasal 216 ayat (1) KUHP tersebut, sama sekali TIDAK
TERPENUHI, sehingga tidak boleh diterapkan dalam Kasus Tets Swab PCR RS UMMI.
Lagi pula menurut Saksi Ahli Teori Pidana DR Abdul Choir Ramadhan bahwa Pasal 216
ayat (1) KUHP tidak ada relevansinya dengan penyelengaraan PSBB dan PROKES, karena tidak
ada perbuatan PIDANA dalam PSBB dan PROKES, sehingga Penerapan Pasal tersebut TIDAK
TEPAT.
KESIMPULAN : Tak satu pun unsur dalam Pasal 216 ayat (1) KUHP yang terpenuhi,
sehingga harus DIBATALKAN DEMI HUKUM.
D. PASAL PENYERTAAN.
Semua DAKWAAN di atas, baik DAKWAAN KESATU Primer dan Subsider serta Lebih
Subsider, mau pun DAKWAAN KEDUA dan DAKWAAN KETIGA, dijuntokan kepada Pasal
Penyertaan yaitu Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang menyatakan sebagai berikut :
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan
perbuatan;
Saksi Ahli Teori Hukum Pidana DR Abdul Chair Ramadhan menyatakan di depan
persidangan dan dituangkan juga dalam Pendapat Hukumnya halaman 16 :
”Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP menentukan dipidananya pelaku tindak pidana, yakni orang yang
melakukan (pleger), dan yang menyuruh melakukan (doen pleger), serta yang turut serta
melakukan perbuatan (mede pleger). Delik Penyertaan merupakan perluasan pertanggungjawaban
pidana bukan perluasan perbuatan pidana.”
Lalu Saksi Ahli menekankan bahwa :
”Pada penyertaan lazim dilakukan secara sitsematis dengan menunjuk adanya PEMUFAKATAN
JAHAT di antara pihak.”
127
Saksi Ahli Hukum Pidana DR Muzakkir menyatakan di persidangan dan juga dituangkan
dalam Pendapat Hukumnya halaman 10 – 11 bahwa Tindak Pidana Penyertaan memiliki dua
syarat, yaitu :
1. Syarat Subjektif : yaitu masing-masing pelaku memiliki NIAT BERBUAT JAHAT dan NIAT
JAHAT tersebut hendak/ atau telah dilakukan secara bersama-sama dengan pelaku lain yang
juga memiliki NIAT JAHAT yang sama.
2. Syarat Objektif : yaitu adanya hubungan antara kelakuan atau perbuatan yang dilakukan
oleh pelaku satu dengan pelaku lainnya sedemekian rupa untuk melaksanakan NIATNYA
MELAKUKAN KEJAHATAN secara bersama-sama.
Jadi, Pasal Penyertaan ini berkaitan dengan NIAT JAHAT dan PEMUFAKATAN JAHAT untuk
melakukan TINDAK KEJAHATAN, sehingga tidak ada kaitannya sama sekali dengan
PELANGGARAN PROKES, karena Pelanggaran Prokes bukan Kejahatan.
Penerapan Pasal Penyertaan pada Kasus RS UMMI terlalu mengada-ada dan menimbulkan
masalah serius, serta menunjukkan bahwa kerja JPU tidak profesional dan tidak proposional,
karena tidak ada satu pun Fakta Persidangan yang menunjukkan adanya MEANS REA (Niat Jahat
/ Itikad Kriminal) dari SAYA dan HABIB HANIF serta Dr ANDI TATAT untuk melakukan TINDAK
KEJAHATAN. Dan tidak ada juga Fakta Persidangan yang menunjukkan adanya KEMUFAKATAN
JAHAT di antara SAYA dan HABIB HANIF serta Dr ANDI TATAT untuk melakukan TINDAK
KEJAHATAN secara bersama-sama.
Justru sebaliknya terbukti melalui Fakta Persidangan bahwa Pernyataan SAYA dan HABIB
HANIF serta Dr ANDI TATAT tentang kondisi SAYA ”baik-baik saja” untuk meredam KEJAHATAN
BERITA HOAX yang meresahkan masyarakat, dan terbukti dengan pernyataan SAYA dan HABIB
HANIF serta Dr ANDI TATAT tersebut menciptakan ketenangan dan menghilangkan keresahan.
Pada pembahasan tiap DAKWAAN telah diuraikan bahwa seluruh Pasal-Pasal yang
dituduhkan tak satu pun yang terpenuhi unsur, sehingga Penerapan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
pada Kasus RS UMMI menjadi BATAL DENGAN SENDIRINYA manakala Pasal-Pasal yang dijuntokan
kepadanya TIDAK TERPENUHI UNSUR.
KESIMPULAN : Tak satu pun unsur dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang terpenuhi,
sehingga harus DIBATALKAN DEMI HUKUM.
حسبنا الله ونعم الوكيل،
نعم المولى ونعم النصير، ولا حول ولا قوة إلا ابهلل العلي العظيم
128
BAB VIII
PENUTUP
Kepada Yang Mulia Majelis Hakim
Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum
Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum
Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada
Semoga Majelis Hakim yang Mulia diberi kekuatan oleh Allah SWT untuk menegakkan
Keadilan dan melenyapkan Kezaliman, serta menjadi Garda Terdepan dalam menjaga Tatanan
Hukum di Indonesia, agar tidak dirusak oleh MAFIA HUKUM mana pun.
Semoga Majelis Hakim yang mulia bisa menjaga kemurnian dan kemulian pengadilan ini
dari POLITIK KRIMINALISASI yang mempraktekkan PIDANAISASI dan DISKRIMINASI HUKUM serta
MANIPULASI FAKTA yang mebahayakan Agama, Bangsa dan Negara. Karena manakala perangkat
dan istrumen Negara banyak terkontaminasi oleh PRAKTEK JAHAT OLIGARKI, maka Sidang
Pengadilan yang dipimpin oleh Para Hakim yang Jujur lagi Amanah adalah menjadi harapan rakyat
untuk menyelamatkan Tatanan Hukum demi Tegaknya Keadilan dan Lenyapnya Kezaliman.
Dan kepada seluruh Rakyat dan Bangsa Indonesia saya serukan untuk bergerak bersamasama
dengan para Penegak Hukum Sejati dalam melawan segala bentuk KEZALIMAN demi
Tegaknya KEADILAN.
Sebelum saya akhiri Pledoi saya ini izinkan sejenak untuk berdoa :
ِ
رَبّ
الر َّحمْٰ ِن اهللِّٰ بِسْمِ
الر َّحِ يِْم اَلحَْمْ ُد هللِِّٰ
الْعَالَمِينَْ وَالص َّلاَ ةُ وَالس َّلاَ مُ عَلَى سَيِّ ِد
الط َّيِّبِينَْ َوأَتْبَاعِ ِه إَِلى يَوِْم الدِّيْ َن.
وَأَصْ حَ ابِِه الط َّاهِرِيْ َن آلِِه َوعَلَى الْمُرْسَلِينَْ
الْبَاطِل ابَطًِلا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ.
١ .اَللّٰهُ َّم أَرَِ الحَْ َّق حَقًّا ا وَارْزُقْنَا تِّبَا عَهُ وَأَرَِ َ
٢ .اَللّٰهُ َّم انْصُرَْ عَلَى أَعْدَ ائِنَا وَأَعْدَ ائِ َك وَأَعْدَ ا ِء الدِّيْ ِن
٣ .اَللّٰهُ َّم َلا تمَُكِّ ِن الأَْعْدَاءَ فِيْنَا وََلا مِ ن َّا وََلا تُسَلِّطْهُ ْم عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا وَعُيُوْبِنَا.
٤ .اَللّٰهُ َّم اجْعَلكَيْدَهُْم ِفى نحَْرِهِمْ وَمَكْرَهُ ْم عَائِدًا عَلَيْهِ ْم إِن َّ َك عَلَى كُل شَيٍْئ
ُه َّم عَلَيْ َك ابِلحُْك َّاِم الظ َّالِمِينَْ
٥ .اَللّٰ
ِ قَدِيٌْر.
ّ
أَجمَْعِينْ َ.
x ٣
ْ
129
٦ .اَللّٰهُ َّم فَرِّ ْق جمَْعَهُ ْم وَشَتّ ْت شمَْلَهُ ْم وَمَزِّ ْق وِحْدَتَهُ ْم وَخَرِّ ْب قُو َّتَهُ ْم وَزَلْزِْل أَقَدَامَهُ ْم وَقَلِّ ْل عَدَدَهُ ْم وَفُ َّل حَد َّهُ ْم وَقلِّ ْب
تَدْبِيْرَهُمْ وَقَرِّْر تَدْمِيْرَهُ ْم وَدَمِّرْهُ ْم تَدْمِيْرًا.
٧.اَللّٰهُ َّم ارْزُقْنَا نَصْرًا عَزِيْزًا وَفَتْحًا مُبِيْنًا وخلاصا جميلا وفرجا عاجلا وَإِمَامًا عَادًِلا وَبَلَدًا آمِنًا مُبَارَكًا فَانْصُرَْ ِفى الْمَحْكَمَِة
وَأَخْ رِجْ نَا مِ َن السِّ جْ ِن سَرِيْعًا عَاجِ ًلا ِفى لُطْ ٍف وَخَيرٍْ وَعَافِيٍَة وَارْجِ عْنَا إَِلى بُيُوْتِنَا وَاجمَْعْنَا مَ َع أَهْ ِل بَيْتِنَا وَأَصْ حَ ابِنَا وَأَحْ بَابِنَا
غَانمِِينَْ فَرِحِ ينَْ سَالِمِينَْ َجِ حِ ينَْ فَائِزِيْنَ مُؤَي َّدِيْ َن مَنْصُوْرِيَْن سَيِّ ِد الْمُرْسَلِينَْ بِرَحمَْتِ َك َأَرْحَ َم الر َّاحمِِينَْ
ِ
بحَِقّ
ِ
Akhirnya, kepada Majelis Hakim yang Mulia, kami meminta dari sanubari yang paling
dalam agar dalam mengambil keputusan denga keyakinan untuk menghentikan PROSES HUKUM
YANG ZALIM terhadap saya dan kawan-kawan, demi terpenuhi rasa KEADILAN sekaligus
menyelamatkan TATANAN HUKUM dan SENDI KEADILAN di Tanah Air yang sedang dirongrong
oleh KEKUATAN JAHAT yang ANTI AGAMA dan ANTI PANCASILA serta membahayakan keutuhan
Persatuan dan Kesatuan NKRI.
Karenanya, kami memohon karena Allah SWT demi Tegaknya Keadilan agar Majelis
Hakim yang mulia MEMUTUSKAN untuk SAYA dan HABIB HANIF ALATTAS serta Dr ANDI TATAT
dengan Vonis :
BEBAS MURNI
DIBEBASKAN DARI SEGALA DAKWAAN DAN TUNTUTAN
DIKEMBALIKAN NAMA BAIK, MARTABAT DAN KEHORMATAN
TERIMA KASIH
130
Sekian Pledoi saya,
حَسْبُنَا اهللُّٰ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلىَ وَنِعْمَ الن َّصِيْرُ
وَلا حَوْلَ وَلا قُو َّةَ إِلا ابِهللِّٰ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
وَالحَْمْدُ هللِِّٰ رَبِّ الْعَالَمِينَْ
Jakarta, 10 Juni 2021
Al-Habib Muhammad Rizieq bin Husein Syihab
131