04.02.2013 Views

Download - Modus Aceh

Download - Modus Aceh

Download - Modus Aceh

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

18 Opini<br />

EDISI 5-11 MARET 2012<br />

Oleh:<br />

Muhammad Yusran Hadi,<br />

Lc, MA<br />

S<br />

udah menjadi<br />

tradisi ummat Islam<br />

di <strong>Aceh</strong><br />

memperingati<br />

maulid Nabi<br />

SAW pada setiap bulan Rabiul<br />

Awwal. Tidak hanya sebatas serimonial,<br />

maulid juga diperingati<br />

dengan berbagai aktivitas agama<br />

dan sosial dengan dalih mencintai<br />

Rasul SAW. Ironisnya, selama ini<br />

kita justru telah meninggalkan<br />

Sunnah Rasul dan menyepelekannya.<br />

Misalnya, shalat<br />

berjama’h. Banyak di antara kita<br />

yang tidak mau atau malas shalat<br />

berjama’ah di masjid atau meunasah.<br />

Bahkan, praktek perbuatan<br />

syirik, tahayul, khurafat dan<br />

bid’ah yang bertentangan dengan<br />

Sunnah Nabi SAW telah menjadi<br />

sebuah tradisi yang dipertahankan.<br />

Padahal Rasulullah SAW<br />

telah mengingatkan kita dengan<br />

hadits beliau, “Barangsiapa<br />

yang membenci terhadap sunnahku<br />

berarti bukan termasuk<br />

golonganku.”<br />

Di sisi lain, kita sering mengaku<br />

cinta kepada Nabi SAW,<br />

namun tidak bisa membuktikannya<br />

dalam tingkah laku dan perkataan<br />

kita sehari-hari. Bahkan,<br />

berbagai maksiat kita lakukan,<br />

baik secara berjamaah maupun<br />

pribadi. Inikah bentuk cinta kita<br />

kepada Nabi SAW? Sejauh<br />

manakah makna maulid yang kita<br />

peringati selama ini? Bila maulid<br />

hanya dijadikan sebagai serimonial,<br />

maka tidak ada makna dan<br />

kesan maulid yang kita peringati<br />

selama ini. Begitu pula bila maulid<br />

hanya dijadikan sebagai ajang<br />

pesta rakyat (keunduri) di manamana,<br />

maka peringatan ini juga<br />

tidak bermakna dan tidak menyentuh<br />

substansi maulid. Karena<br />

peringatan maulid diadakan untuk<br />

mengenang perjuangan Rasulullah<br />

SAW dan meneladani/<br />

mengikuti Sunnah beliau, baik<br />

dalam hal beribadah maupun<br />

dalam hal muamalah dengan<br />

yang akhlaknya mulia.<br />

Sebagai seorang seorang muslim,<br />

kita berkewajiban untuk mencintai<br />

Rasulullah SAW. Allah Swt<br />

berfirman: “Katakanlah, ’Jika<br />

bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara,<br />

istri-itri, kaum<br />

Memaknai Cinta Nabi SAW<br />

keluargamu, harta kekayaan<br />

yang kamu usahakan, perniagaan<br />

yang kamu khawatir<br />

kerugiannya, dan rumah-rumah<br />

tempat tinggal yang kamu<br />

sukai adalah lebih kamu cintai<br />

daripada Allah Swt dan<br />

Rasul-Nya dan (dari) berjihad<br />

di jalan-Nya, maka tunggulah<br />

sampai Allah mendatangkan<br />

keputusan-Nya.’ Dan Allah<br />

tidak memberi petunjuk kepada<br />

orang-orang yang fasik.”<br />

(At-Taubah: 24)<br />

Ayat ini cukup menjadi bukti<br />

keharusan untuk mencintai Rasulullah<br />

SAW. Bahkan ayat tersebut<br />

juga menunjukkan begitu besar hak<br />

Rasulullah untuk dicintai, sebab<br />

dalam ayat tersebut Allah memberikan<br />

ancaman bagi orang-orang<br />

yang lebih mencintai harta, keluarga,<br />

dan anak-anak daripada mencintai<br />

Allah dan Rasul-Nya. Bahkan<br />

di akhir ayat Allah menggolongkan<br />

orang-orang yang mempraktekkan<br />

hal tersebut sebagai orang yang<br />

sesat dan tidak mendapatkan hidayah<br />

dari Allah SWT.<br />

Kualitas iman kita sangat<br />

ditentukan dengan sejauh mana<br />

cinta kita kepada Rasulullah.<br />

Orang yang memiliki iman yang<br />

sempurna selalu memposisikan<br />

cintanya kepada Rasul SAW dengan<br />

posisi urutan pertama<br />

dibandingkan cintanya kepada<br />

manusia lain. Cintanya kepada<br />

Rasulullah melebihi cintanya kepada<br />

orang tua, istri/suami dan<br />

anaknya, bahkan dirinya sendiri.<br />

Sebagaimana sabda Rasulullah<br />

SAW: “Tidaklah sempurna<br />

iman salah seorang kamu sehinga<br />

aku lebih dicintai dari<br />

kedua orang tuanya dan anakanaknya.”<br />

Dalam riwayat yang<br />

lain, Rasulullah: “Tidaklah sempurna<br />

iman seseorang sehingga<br />

aku lebih dicintai dari dirinya<br />

sendiri”. (HR. Ahmad)<br />

Makna Cinta Kepada Nabi<br />

SAW<br />

Mencintai Rasulullah berarti<br />

mencintai Allah. Orang yang<br />

memperoleh cinta Allah dan Rasul-Nya<br />

pasti akan memperoleh<br />

kebahagian di dunia dan di akhirat.<br />

Tentu dengan cara mengamalkan<br />

Al-Quran dan Sunnah Rasulullah<br />

SAW. Allah Swt telah menegaskan<br />

syarat untuk mendapatkan<br />

cinta-Nya adalah harus mengikuti<br />

Rasul SAW. Dengan kata lain,<br />

mengikuti Rasul SAW adalah<br />

syarat mutlak untuk mendapatkan<br />

cinta Allah Swt, sebagaimana firman-Nya,<br />

“Katakanlah: Jika<br />

kamu (benar-benar) mencintai<br />

Allah, ikutilah aku, niscaya<br />

Allah mengasihimu dan mengampuni<br />

dosa-dosamu” (Ali<br />

Imran: 31). Inilah substansi dari<br />

makna mencintai Rasul SAW.<br />

Dalam kitab “Syarh Riyadhusshalihin”,<br />

Syaikh Ut-<br />

saimin rahimahullah berkata,<br />

“Ayat ini disebut oleh sebagian<br />

ulama dengan ayat ujian, karena<br />

Allah menguji suatu kaum yang<br />

mengaku bahwa mereka mencintai<br />

Allah seraya berkata, “Kami<br />

mencintai Allah.” Ini adalah pengakuan<br />

yang mudah tetapi pengakuan<br />

ini mengandung konsekuensi.<br />

Allah Swt berfirman:<br />

“Katakanlah, jika kamu (benar-benar)<br />

mencintai Allah,<br />

ikuti Aku.” Atau, barangsiapa<br />

yang mengaku mencintai Allah<br />

dan tidak mengikuti Rasulullah<br />

SAW, maka pengakuannya itu<br />

tidak benar, tetapi dia pembohong<br />

karena di antara tanda kecintaan<br />

kepada Allah adalah mengikuti<br />

Rasul-Nya.”<br />

Selain itu, masih banyak ayat<br />

lain yang memerintahkan kita untuk<br />

mengikuti Rasululah SAW<br />

(lihat An-Nisa’’: 59, 65, dan 80,<br />

Ali Imran: 31, Al-A’raf: 158, al-<br />

Ahzab: 21, al-Hasyr: 7, al-ahzab:<br />

36, an-Nur: 36, syura: 52, an-najm:<br />

3-4, dan sebagainya).<br />

Allah Swt memuji akhlak Rasul<br />

SAW dan menjadikannya sebagai<br />

sosok teladan dan idola yang<br />

wajib diikuti. Allah firman-Nya,<br />

“Sesunggguhnya engkau benar-benar<br />

berakhlak yang<br />

agung” (Al-Qalam: 4). Dan Allah<br />

Swt berfirman, “Sesunggguhnya<br />

telah ada pada (diri) Rasulullah<br />

suri tauladan bagimu<br />

(yaitu) bagi orang yang mengharap<br />

(rahmat) Allah dan (kedatangan)<br />

hari Kiamat dan dia<br />

banyak menyebut Allah” (Al-<br />

Ahzab: 21). Muhammad bin Ali<br />

at-Tirmizi berkata, “Yang dimaksud<br />

dengan meneladani Rasul<br />

SAW adalah mengikuti jejak beliau,<br />

mengamalkan Sunnahnya,<br />

serta meninggalkan larangannya,<br />

baik yang berupa perkataan maupun<br />

perbuatan.”<br />

Banyak Hadits yang menjelaskan<br />

tentang kewajiban dan makna<br />

mencintai Rasulullah. Rasulullah<br />

SAW bersabda, “Al-Quran<br />

itu terasa sulit bagi orang yang<br />

membencinya, padahal Al-Quran<br />

merupakan alat untuk menetapkan<br />

suatu hukum.<br />

Barangsiapa yang berpegang<br />

kepada Haditsku, memahami<br />

dan menghafalnya, maka dia<br />

kelak akan datang bersama Al-<br />

Quran. Barangsiapa yang meremehkan<br />

Al-Quran dan Haditsku,<br />

maka dia akan merugi<br />

di dunia dan di akhirat. Ummatku<br />

telah diperintahkan untuk<br />

mendengarkan sabdaku,<br />

mentaati perintahku dan<br />

mengikuti Sunnahku. Maka<br />

barangsiapa ridha terhadap<br />

sabdaku, berarti telah ridha<br />

kepada Al-Quran.”<br />

Rasulullah juga bersabda, “Sesungguhnya<br />

bani Israil tercerai<br />

berai menjadi tujuh puluh<br />

dua golongan, dan sesungguhnya<br />

ummatku akan berceraiberai<br />

menjadi tujuh puluh tiga<br />

golongan. Kesemuanya akan<br />

berada di dalam neraka, kecuali<br />

hanya satu golongan<br />

saja.” Para sahabat bertanya,<br />

“Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?”<br />

Rasulullah bersabda,<br />

“Mereka itu adalah orang<br />

yang memegang ajaranku dan<br />

ajaran para sahabatku seperti<br />

saat ini.” (HR. At-Tirmizi)<br />

Beliau juga bersabda, “Barangsiapa<br />

menghidupkan salah satu<br />

dari Sunnahku yang telah dimatikan<br />

sepeninggalku, maka<br />

dia akan mendapatkan pahala<br />

seperti orang yang mengamalkannya<br />

tanpa mengurangi<br />

kadar pahala mereka yang telah<br />

mengamalkan Sunnah ini<br />

sedikitpun. Barangsiapa membuat<br />

sebuah bid’ah sesat yang<br />

tidak dirihai oleh allah dan<br />

Rasul-Nya, maka dia akan<br />

mendapatkan dosa sebanyak<br />

dosa orang yang telah mengamalkan<br />

bida’ah itu tanpa mengurangi<br />

dosa mereka sedikitpun.”<br />

(HR. At-Tirmizi)<br />

Bahkan mentaati Rasul SAW<br />

merupakan syarat untuk masuk<br />

surga. Rasulullah SAW bersabda,<br />

“Setiap umatku akan masuk<br />

surga, kecuali yang enggan.<br />

Seorang sahabat bertanya,”Wahai<br />

Rasulullah, siapakah<br />

yang enggan itu? Beliau<br />

menjawab, “Barangsiapa<br />

yang taat kepadaku maka ia<br />

masuk surga. Dan barangsiapa<br />

yang tidak mentaatiku maka<br />

ia enggan (masuk surga).”<br />

(HR. Bukhari)<br />

Dari beberapa ayat Al-Quran<br />

dan Hadits diatas dapatlah disimpulkan<br />

bahwa makna cinta kepada<br />

Rasul SAW berarti mentaati<br />

perintah dan larangan Rasulullah<br />

SAW, mengikuti petunjuk beliau,<br />

mengamalkan dan menghidupkan<br />

Sunnah beliau.<br />

Tanda-Tanda Cinta Kepada<br />

Rasul SAW<br />

Orang yang mencintai sesuatu<br />

biasanya akan lebih mengutamakan<br />

sesuatu yang dicintainya itu.<br />

Jika tidak sampai seperti itu, maka<br />

pengakuan cintanya perlu dipertanyakan<br />

kembali. Oleh karena<br />

itulah, orang yang telah mengaku<br />

dirinya telah mencintai seharusnya<br />

memperlihatkan tanda-tanda<br />

kecintaanya tersebut.<br />

Dalam kitabnya “Asy- Syifaa<br />

Bi Ta’riifi Huquuqil Mushthafaa”,<br />

Qadhi Iyadh rahimahullah<br />

(wafat 544 H), seorang<br />

ulama besar dari Andalusia,<br />

menyebutkan tanda-tanda orang<br />

yang mencintai Rasulullah SAW,<br />

yaitu: Pertama, mengikuti Sunnah<br />

Nabi SAW, baik yang berupa perkataan<br />

maupun perbuatan. Dia<br />

akan mengerjakan seluruh perin-<br />

tah Rasul SAW, menjauhi larangannya<br />

dan berperilaku seperti<br />

beliau dalam keadaan suka dan<br />

duka. Kedua, lebih memprioritaskan<br />

ajaran syariat Rasul SAW<br />

sehingga rela untuk mengenyampingkan<br />

dorongan syahwatnya.<br />

Ketiga, membenci manusia karena<br />

Allah, bukan berdasarkan dendam<br />

pribadi. Keempat, seringkali<br />

menyebut-nyebut nama baginda<br />

Rasul SAW. Sebab seseorang<br />

yang yang mengaku cinta kepada<br />

sesuatu, maka dia pun akan<br />

sering kali menyebut-nyebut sesuatu<br />

yang dia cintai itu. Kelima,<br />

seringkali merasa rindu untuk bertemu<br />

dengan Rasul SAW, sebab<br />

setiap pecinta itu akan sangat<br />

senang bila dengan kekasihnya.<br />

Keenam, menghormati dan<br />

memuliakan sang kekasih ketika<br />

namanya disebut. Dia akan memperlihatkan<br />

sikap khusyu’ dan<br />

merasa tersentuh takkala mendengar<br />

nama Rasulullah. Ketujuh,<br />

mencintai orang-orang yang<br />

mencintai Nabi SAW dan orangorang<br />

yang dicintai oleh beliau,<br />

seperti keluarga Rasulullah dan<br />

para sahabat. Kedelapan, membenci<br />

orang-orang yang memusuhi<br />

Rasul SAW dan orang-orang<br />

yang dibenci oleh beliau. Kesembilan,<br />

mencintai Al-Quran yang<br />

telah dibawa oleh Rasul SAW.<br />

Kesepuluh, mencintai ummat<br />

Rasul SAW dan suka memberikan<br />

nasihat kepada mereka.<br />

Kesepuluh, hidup zuhud di dunia<br />

dan rela untuk fakir.<br />

Pada bulan maulid ini, marilah<br />

kita kembali bermuhasabah sejauh<br />

mana kita mencintai Rasulullah.<br />

Mencintai Rasul bukan<br />

sekedar memperingati maulidnya<br />

setiap tahunnya, namun yang lebih<br />

penting adalah bagaimana kita<br />

mentaati perintah dan larangan<br />

Rasul, mengikuti petunjuk beliau,<br />

mengamalkan dan menghidupkan<br />

Sunnah beliau. Rasulullah<br />

sendiri tidak pernah menyuruh<br />

untuk memperingati hari kelahirannya.<br />

Terlebih lagi peringatan<br />

maulid yang dimeriahkan dengan<br />

acara keunduri besar-besaran di<br />

seluruh <strong>Aceh</strong> terkesan mubazir,<br />

tanpa menyentuh substansi dan<br />

maksud peringatan maulid tersebut<br />

yaitu mencintai Rasul SAW<br />

dan mengenang perjuangan beliau.<br />

Semoga kita termasuk orang<br />

yang senantiasa mencintai Nabi<br />

SAW sehingga dicintai Allah. Tentu<br />

dengan cara mengamalkan Al-<br />

Quran dan Sunnah Nabi SAW<br />

sesuai dengan pemahaman para<br />

ulama salafusshalih (para shahabat,<br />

tabi’in dan tabi’ tabi’in).<br />

Wallahu a’lam...<br />

Penulis adalah kandidat<br />

Doktor Ushul Fiqh, IIUM &<br />

pengurus Dewan Dakwah Islamiah<br />

Indonesia (DDII) <strong>Aceh</strong>

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!