Download - Modus Aceh
Download - Modus Aceh
Download - Modus Aceh
- TAGS
- download
- modus
- aceh
- modusaceh.com
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Utama 7<br />
EDISI 5-11 MARET 2012<br />
bergabung satu meja. Kepada wartawan media<br />
ini, Badung bercerita tentang hasratnya<br />
untuk maju sebagai salah seorang calon Bupati<br />
di <strong>Aceh</strong> Utara. “Bantu ya, setidaknya tulislah<br />
pariwara tentang profil saya. Berapa biayanya<br />
bisa kita atur,” pinta Badung.<br />
Bersamaan dengan itu, tiba-tiba telpon selulernya<br />
berdering. “Ya,,,ya,,,ya. Baik Pak, akan<br />
saya siapkan Pak. Insya Allah dalam dua atau<br />
tiga hari ini sudah saya kirim ke Jakarta Pak.<br />
Terima kasih Pak,” kata Badung, menutup<br />
pembicaraan.<br />
Tanpa diminta, kemudian Badung buka kartu.<br />
“Alhamdulillah, salah satu jaringan saya di<br />
Jakarta ingin membantu. Dia sedang mengusahakan<br />
dana untuk sponsor pada Pilkada mendatang.<br />
Dia kenal dekat dengan beberapa pengusaha<br />
besar dan pimpinan partai politik nasional.<br />
Insya Allah, saya dapat bantuan Rp 5<br />
miliar,” ungkap Badung, optimis.<br />
Ibarat mendapat durian runtuh. Malam itu<br />
Badung memang tampak begitu gembira dan<br />
ceria. Sehingga, beberapa meja dia yang bayar.<br />
“Syaratnya tidak begitu sulit. Semua sudah<br />
saya penuhi. Mereka hanya minta Rp 60 juta<br />
sebagai dana administrasi,” papar Badung.<br />
Menurut Badung, untuk mendukung sejumlah<br />
kandidat calon Gubernur, Bupati dan Walikota<br />
di <strong>Aceh</strong>, ada sejumlah yayasan dan perusahaan<br />
besar, termasuk partai politik nasional<br />
di Jakarta yang siap mengucurkan dana hibah<br />
ke <strong>Aceh</strong>. “Syaratnya, memiliki komitmen untuk<br />
tidak korupsi, bersedia memberi kemudahan<br />
izin investasi serta mendukung calon Presiden<br />
yang ditunjuk sang sponsor pada Pilpres<br />
2014 mendatang,” sebut Badung.<br />
Karena alasan ingin mempersiapkan berkas<br />
yang diminta sang donatur asal Jakarta<br />
tadi, Badung pun mohon pamit. “Saya minta<br />
maaf ya, agak buru-buru. Saya mau mempersiapkan<br />
proposal dan dokumen lainnya, untuk<br />
saya kirim ke Jakarta besok,” kata Badung<br />
sambil berlalu, menuju mobil yang di parkir.<br />
***<br />
Memang, dari semua tahapan pelaksanaan<br />
pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada),<br />
sangat menguras biaya. Karena itu jangan heran<br />
bila banyak pasangan calon melirik dan<br />
ingin menggandeng serta mendapatkan sejumlah<br />
donatur atau sponsor dari pihak ketiga. Tujuannya<br />
apalagi kalau bukan mendukung dana.<br />
Sesuai syarat yang diajukan. Bila kelak terpilih,<br />
mereka bisa mengembalikannya dalam<br />
bentuk proyek atau dukungan politik.<br />
Nah, untuk memuluskan jalan dan perangkap<br />
yang telah mereka buat dan susun.<br />
Sang calon donatur berkilah, mereka ingin<br />
membantu dan bukan mencari uang. Sebaliknya,<br />
ingin memberikan uang.<br />
Agar tak menaruh curiga, sang calon donatur<br />
mematok syarat dan kriteria terhadap<br />
pasangan calon. Misalnya, peluang menang<br />
tinggi, memiliki idealisme, punya program yang<br />
jelas.<br />
Bila sudah deal, bakal calon diminta datang<br />
ke Jakarta untuk mempresentasikan visi dan<br />
misinya. Beberapa dari lembaga ini bahkan<br />
mempunyai website sehingga bisa ditelusuri<br />
dan kelihatannya meyakinkan. Bahkan orangorangnya<br />
di <strong>Aceh</strong> juga orang <strong>Aceh</strong> sendiri yang<br />
bisa jadi dikenal dekat dengan bakal calon.<br />
Semudah itukah? Itu pula yang jadi soal.<br />
Sebab, sangat sulit untuk mendapatkan data<br />
apakah sudah ada bakal calon yang menerima<br />
kucuran dana dalam jumlah besar tersebut.<br />
Sebaliknya, muncul rumor ada calon yang<br />
sudah tertipu.<br />
Inilah yang disebut sindikat calo berkedok<br />
bantuan dana hibah untuk calon Gubernur, Bupati<br />
dan Walikota? Agaknya, memang harus<br />
lebih berhati-hati.***<br />
“Mencatut” Prabowo, Ical<br />
Hingga Pengusaha Asing<br />
Untuk memuluskan<br />
praktik culasnya. Sindikat<br />
penipuan berkedok bantuan<br />
dana hibah calon Gubernur,<br />
Bupati dan Walikota,<br />
tak segan mencatut<br />
nama Prabowo, Abu Rizal<br />
Bakrie (Ical) hingga pengusaha<br />
nasional dan luar<br />
negeri.<br />
Shaleh L.Seumawe<br />
I<br />
NI bukan kisah fiksi apalagi horor.<br />
Sebaliknya, cerita nyata yang<br />
sudah menjadi pengetahuan umum<br />
masyarakat di Indonesia tak kecuali<br />
<strong>Aceh</strong>. Bayangkan, untuk menjadi<br />
kepala daerah, biaya yang dibutuhkan<br />
tentu tidak kecil dan murah. Belasan atau<br />
puluhan miliar harus siap digelontorkan<br />
sebagai biaya politik.<br />
Lantas, bagaimana dengan para politisi<br />
lokal yang hendak berselancar di<br />
ranah jabatan Gubernur, Bupati atau<br />
Walikota? Tentu sama saja, tetap harus<br />
menyiapkan sekarung rupiah sebagai<br />
dana politik. Mulai dari dana kontribusi<br />
untuk partai hingga biaya operasional di<br />
lapangan dan rekruitmen saksi-saksi.<br />
Nilainya? Tergantung berapa banyak<br />
kebutuhan dari sang politisi atau calon.<br />
Paling tidak, angka Rp 5 miliar harus<br />
disiapkan jika seseorang ingin maju menjadi<br />
calon bupati dan walikota bagi kabupaten<br />
atau kota kecil dengan pemilih di<br />
bawah 100 ribu jiwa. Seterusnya, angka<br />
Rp 10 hingga Rp 40 miliar, minimal harus<br />
disiapkan untuk merebut posisi di level<br />
kursi Gubernur dengan jumlah pemilih<br />
berada di angka tiga juta jiwa atau lebih.<br />
Pertanyaannya adalah, dari mana<br />
uang sebanyak itu berasal? Reformasi<br />
memang telah memberikan banyak sisi<br />
positif dalam kehidupan berbangsa dan<br />
bernegara di negeri ini. Namun, tidak<br />
sedikit pula yang memanfaatkan sisi<br />
positif tadi sebagai celah untuk melakukan<br />
tindak kejahatan terselubung. Misalnya,<br />
berpura-pura membantu, tetapi<br />
sesungguhnya dilakukan dengan aksi<br />
penipuan.<br />
Dari sudut inilah, harapan dan impian<br />
sang calon dengan modal pas-pasan,<br />
terpacu ambisinya untuk meraup dana<br />
miliaran rupiah dari sang donatur. Celakanya,<br />
persoalan ini pula yang kemudian<br />
melahirkan banyaknya calo atau penipuan<br />
dana Pilkada di Indonesia.<br />
Ada permintaan, tentu muncul pula<br />
penyaluran (demand and supply).<br />
Salah satu promo bantuan hibah dana pilkada independen di internet.<br />
Setidaknya, prinsip inilah yang kemudian<br />
mempertemukan antara para kandidat<br />
dengan relawan atau calo penyedia<br />
bantuan dana hibah Pilkada. Kondisi ini<br />
kemudian bisa berangsur berbalik ketika<br />
supply perlahan-lahan mulai mendrive<br />
demand. Sebuah evolusi simbiosis<br />
mutualisme yang sempurna bukan?<br />
Jika hendak diidentifikasi, maka sesungguhnya<br />
kelompok yang berada pada<br />
supply side ini adalah sekelompok orangorang<br />
yang memiliki jejaring yang sangat<br />
rapi. Mereka mengantongi jadwal<br />
parhelatan politik lokal se Indonesia.<br />
Mereka juga punya indra penciuman<br />
yang tajam untuk mendapatkan namanama<br />
politisi dan kandidat yang akan<br />
maju dalam parhelatan Pilkada di daerah.<br />
Caranya, mulai dengan menyadap<br />
informasi tentang sang kandidat, hingga<br />
nomor telepon genggam serta di mana<br />
dia menginap jika sedang bertugas atau<br />
berada di Jakarta.<br />
Mereka kemudian bergerak dengan<br />
begitu meyakinkan. Bertanya tentang<br />
kesiapan sang kandidat untuk maju, seberapa<br />
besar khans-nya untuk menang<br />
hingga kesiapan financial dari sang calon.<br />
“Jadi begini pak, kami dari konsultan<br />
lembaga financing untuk pemberdayaan<br />
demokrasi lokal. Lembaga kami<br />
melakukan survei untuk menemukan<br />
kandidat kepala daerah di seluruh Indo-<br />
■ Google images