penyelidikan geokimia regional sistematik lembar waikabubak
penyelidikan geokimia regional sistematik lembar waikabubak
penyelidikan geokimia regional sistematik lembar waikabubak
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
PENYELIDIKAN GEOKIMIA REGIONAL SISTEMATIK<br />
LEMBAR WAIKABUBAK<br />
KABUPATEN SUMBA BARAT DAN SUMBA TIMUR<br />
Oleh :<br />
Ating Djumsari, Yose Rizal Ramli<br />
SUB DIT. MINERAL LOGAM<br />
S A R I<br />
Lokasi daerah <strong>penyelidikan</strong> termasuk wilayah Kabupaten Sumba Barat dan Sumba Timur, Propinsi<br />
Nusatenggara Timur dengan bata skoordinat 118° 55’ 00 ‘’ s/d 120° 52’ 40’’ BT dan 09° 15’ 00’’ s/d 10°<br />
21’ 40’’.<br />
Geologi daerah <strong>penyelidikan</strong> dibagi menjadi 4 jenis batuan yang berumur dari Kapur sampai<br />
Holosen, yaitu batuan sedimen, batuan gunungapi, terobosan dan endapan permukaan. Batuan sedimen<br />
tertua termasuk Fm. Praijelu berumur Kapur, Fm. Watopata berumur Eosen, Fm. Pamalar berumur Miosen<br />
Awal-Tengah, Fm. Waikabubak berumur Miosen Akhir-Pliosen, F. Kanagar berumur Miosen Akhir-Pliosen,<br />
Fm. Kalianggar berumur Plistosen. Batuan gunungapi adalah F. Masu yang berumur Paleosen dan Fm.<br />
Jawila berumur Miosen Awal. Struktur sesar berarah barat-timur pada umumnya. Mineralisasi daerah<br />
<strong>penyelidikan</strong> sangat terbatas yang pada umumnya batugamping. Mineralisasi emas dan timah hitam<br />
terdapat di lereng G. Kamba dan mineralisasi tembaga di timurlaut Waikabubak. Endapan bijih besi<br />
terdapat di daerah Mamboro.<br />
Daerah target <strong>geokimia</strong> di daerah Pandi Taculur dengan adanya batuan granitik dan juga di daerah<br />
Waitabula dekat mata air panas tetapi tidak ditemukan adanya batuan granitik.<br />
1. PENDAHULUAN<br />
Dengan telah diundangkan peraturan<br />
pemerintah No.25 tahun 2000 mengenai<br />
kewenangan Pemerintah dan kewenangan<br />
Propinsi sebagai daerah Otonomi, maka Pemetaan<br />
Geokimia <strong>regional</strong> secara <strong>sistematik</strong> dengan skala<br />
lebih kecil atau sama dengan 1 : 250.000<br />
merupakan tugas atau kewenangan pemerintah<br />
pusat (Direktorat Inventarisasi Sumber Daya<br />
Mineral).<br />
Kegiatanpemetaan/<strong>penyelidikan</strong>mencakup<br />
kegiatan yang di mulai dari pencarian data<br />
dilapangan, analisa laboratorium/analisa kimia,<br />
pengolahan data (pemplotan lokasi, pemasukana<br />
hasil analisis, penghitungan statistik), pembuatan<br />
peta secara dijitasi, dan penyusunan laporan hasil<br />
<strong>penyelidikan</strong>.<br />
Penyelidikan Geokimia ini adalah sebagai<br />
lanjutan dari kegiatan tahun lalu, dimana<br />
pemetaan <strong>geokimia</strong> <strong>regional</strong> dikerjakan <strong>lembar</strong><br />
demi <strong>lembar</strong> peta untuk seluruh daratan pulau–<br />
pulau diseluruh Indonesia secara bersistem.<br />
Pemetaan <strong>geokimia</strong> <strong>regional</strong> berperan penting<br />
dalam eksplorasi mineral, juga untuk keperluan<br />
tataguna lahan seperti pertanian, perkebunan,<br />
peternakan. Akhir-akhir ini peta Geokimia bahkan<br />
mulai digunakan dalam pengelolaan masalah<br />
lingkungan, konservasi dan di bidang kesehatan.<br />
Peta <strong>geokimia</strong> untuk keperluan ini biasanya masih<br />
bersifat <strong>regional</strong>, dalam skala 1 : 250.000.<br />
Untuk penyediaan data dasar <strong>geokimia</strong> di<br />
seluruh wilayah Indonesia, pemetaan <strong>geokimia</strong><br />
telah dapat dilesaikan Kalimantan Timur 2 derajat<br />
ke utara tahun 1980, pulau Sumatera sejak tahun<br />
1994 dan di pulau Sulawesi tahun 2000. Di<br />
Sumatera dan Sulawesi Selatan telah dibuat atlas<br />
Geokimia dijitasi dalam bentuk CD.<br />
Penyelidikan <strong>geokimia</strong> bersistem untuk<br />
tahun anggaran 2002dari Sub.Tolak Ukur<br />
Geokimia akan dilaksanakan di daerah Prop.<br />
Nusatenggara Timur. Daerah tersebut meliputi 4<br />
(empat) <strong>lembar</strong> peta skala 1 : 250.000 yaitu<br />
<strong>lembar</strong> Waikabubak, Kupang, Atamboa, Ruteng,<br />
dimana <strong>lembar</strong>-<strong>lembar</strong> peta topografi tersebut<br />
terletak di Pulau Sumba, Flores Barat dan Pulau<br />
Timor. Daerah tersebut mencakup luas sekitar<br />
20.231 km 2 yang dibagi ke dalam empat daerah<br />
dikerjakan oleh empat tim, dengan target conto<br />
sedimen sungai masing masing tim sekitar 200-<br />
300 conto sedimen sungai, karena sungainya<br />
jarang.<br />
1.1. Maksud Dan Tujuan Penyelidikan<br />
Pemetaan ini merupakan salah satu jenis<br />
pemetaan untuk mendapatkan gambaran<br />
mengenai sebaran unsur di permukaan bumi, yang<br />
meliputi jenis unsur dan pola sebarannya.<br />
Dengan adanya kelainan gambaran sebaran<br />
Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 23 - 1
unsur atau anomali, diharapkan dapat ditafsirkan<br />
adanya keterkaitan antara sebaran unsur tertentu<br />
dengan kondisi geologi atau pemineralan tertentu<br />
di suatu daerah. Dengan kata lain peta <strong>geokimia</strong><br />
dapat dijadikan sebagai data dasar untuk<br />
eksplorasi mineral. Berdasarkan pemetaan<br />
<strong>geokimia</strong> ini akan disusun Peta Geokimia <strong>regional</strong><br />
berskala 1: 250.000. Selain itu peta <strong>geokimia</strong><br />
dapat dijadikan pula sebagai data dasar untuk<br />
mengetahui kondisi tanah yang terdapat di daerah<br />
itu sehingga dapat dijadikan informasi untuk<br />
usaha pertanian, perkebunan atau usaha lain yang<br />
bertalian dengan penggunaan lahan, kesehatan<br />
masyarakat maupun dapat digunakan sebagai<br />
salah satu acuan tata ruang pembangunan daerah.<br />
1.2. Lokasi Daerah Penyelidikan<br />
Daerah yang diselidiki merupakan <strong>lembar</strong><br />
Waikabubak, termasuk wilayah Kabupaten<br />
Sumba Barat dan Sumba Timur, Propinsi<br />
Nusatenggara Timur dengan batas koordinat 118 0<br />
55’ 00” s/d 120 0 52’ 40” BT dan 09 0 15’ 00” s/d<br />
10 0 21’ 40”. LS, dengan luas daerah sekitar 5000<br />
km 2 . Secara administratip daerah <strong>penyelidikan</strong><br />
meliputi beberapa kecamatan, yang termasuk<br />
dalam Kabupaten Sumba Barat dan Sumba Timur,<br />
Prop. Nusatengara Timur. Daerah <strong>penyelidikan</strong><br />
dapat ditempuh dengan kendaraan umum (<br />
bis/kapal ferry) dari Kupang ke Ibu kota<br />
kabupaten dan untuk mencapai daerah<br />
<strong>penyelidikan</strong> dapat ditempuh dengan mempergunakan<br />
kendaraan roda dua atau empat. Sedangkan<br />
untuk menuju lokasi pengambilan conto <strong>geokimia</strong><br />
sedimen sungai aktif umumnya harus ditempuh<br />
dengan berjalan kaki dan kalau tidak dapat<br />
ditempuh dalam 1 hari maka perlu menginap di<br />
lokasi ( flying camp ).<br />
1.3. Metoda Penyelidikan<br />
Metoda <strong>penyelidikan</strong> yang akan digunakan<br />
adalah metoda <strong>geokimia</strong> endapan sungai secara<br />
<strong>regional</strong> yaitu dengan pengambilan conto endapan<br />
sungai aktif –80#, kurang lebih 200 gram berat<br />
kering dengan kerapatan 10 km 2 sampai dengan<br />
30 km 2 setiap conto. Pada daerah seluas sekitar<br />
5.000 km 2 , telah terkumpul sebanyak 170 conto<br />
sedimen sungai aktif. Di samping itu juga akan<br />
dilakukan pengambilan conto sari dulang,<br />
berhubung sungai-sungainya kering tidak<br />
dilakukan pencontoan sari dulang dan<br />
batuan/mineral yang jumlahnya sebanyak 2 buah<br />
conto, karena kondisi geologi di lapangan pada<br />
umumnya berupa batugamping. Informasi lain<br />
tentang daerah <strong>penyelidikan</strong> dirangkum pada tabel<br />
1.<br />
1.4. Hasil Penyelidikan Yang Diharapkan<br />
Dari hasil eksplorasi <strong>geokimia</strong> <strong>regional</strong><br />
diharapkan akan diterbitkan peta-peta <strong>geokimia</strong><br />
tinjau bersistem skala 1 : 250.000 yang masingmasing<br />
terdiri dari 11 unsur, yaitu unsur Cu, Pb,<br />
Zn, Co, Ni, Mn, As, K, Cr, Fe, Li. Selain peta<br />
<strong>geokimia</strong> bersistem dan laporannya, setiap tim<br />
lapangan juga akan menyusun laporan hasil<br />
<strong>penyelidikan</strong>.<br />
1.5. Personil Dan Waktu Penyelidikan<br />
Kegiatan pemetaan ini melibatkan personil<br />
teknis lapangan maupun dalam pengolahan data<br />
di kantor. Kegiatan <strong>penyelidikan</strong> lapangan<br />
direncanakan akan menghabiskan waktu sekitar<br />
40 hari dengan personil lapangan sebanyak enam<br />
orang.<br />
Analisis kimia conto endapan sungai akan<br />
dikerjakan oleh personil dari Laboratorium Kimia<br />
Mineral, sedangkan pengolahan data dan<br />
penyusunan laporan dilakukan oleh personil tim.<br />
2. GEOLOGI WAIKABUBAK<br />
2.1. Geomorfologi<br />
Secara morfologi daerah <strong>penyelidikan</strong> dapat<br />
dibagi menjadi 3 satuan yaitu; dataran tinggi,<br />
perbukitan bergelombang dan dataran rendah.<br />
Morfologi dataran tinggi : morfologi<br />
dataran tinggi di Palindi Taculur, daerah ini pada<br />
ketinggian 913 m dan di daerah Palindi<br />
Tagapraing pada ketinggian 820 m dan di daerah<br />
G. Bondokapu 706 m di atas permukaan laut.<br />
Morfologi perbukitan bergelombang :<br />
morfologi daerah <strong>penyelidikan</strong> umumnya<br />
perbukitan bergelombang dengan arah barat -<br />
timur. Pada satuan batugamping koral Formasi<br />
Kaliangga terdapat bentang alam undak-undak<br />
koral, yang memberikan gambaran perbedaan<br />
intensitas pengangkatan. Hampir sebagain besar<br />
daerah <strong>penyelidikan</strong> padang sabana dengan<br />
sungai-sungainya kering. Daerah yang masih<br />
berhutan lebat di daerah hutan lindung di<br />
Lendewacu.<br />
Morfologi dataran rendah : sebagian daerah<br />
<strong>penyelidikan</strong> merupakan dataran rendah, berupa<br />
persawahan. Tersebar sepanjang pantai<br />
mengelilingi P. Sumba.<br />
2.2. Geologi<br />
Terdapat 4 jenis batuan yang berumur dari<br />
Kapur hingga Holosen yang menyusun daerah ini,<br />
yaitu batuan sedimen, gunungapi, terobosan dan<br />
endapan permukaan (Gambar 1).<br />
Batuan tertua termasuk Formasi Praikajelu<br />
berumur Kapur yang terdiri dari batupasir<br />
grewake berselingan dengan serpih, batulempung,<br />
batunapal lanauan dan batupasir lempungan dan<br />
konglomerat. Sebarannya mengelompok di pantai<br />
selatan bagian tengah. Batuan sedimen lainnya<br />
Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 23 - 2
erumur Tersier yang didominasi oleh<br />
batugamping atau bersifat gampingan yang<br />
menguasai hampir seluruh pulau. Formasi<br />
Watopata (Tew) berumur Eosen terdiri dari<br />
batugamping tersebar di daerah S. Paponggu.<br />
Formasi Pamalar (Tmp), berumur Miosen awal<br />
sampai Miosen Tengah, tersebar di daerah S.<br />
Ponggutamba. Batulempung (Tmc), berumur<br />
Miosen Tengah sampai Miosen Akhir, tersingkap<br />
di daerah sebelah barat Kapaku. Formasi<br />
Waikabubak (Tmpw), berumur Miosen Akhir<br />
sampai Pliosen terdiri dari batugamping,<br />
batugamping lempungan, sisipan napal pasiran,<br />
napal tufaan tersingkap hampir seluruh daerah<br />
<strong>lembar</strong> Waikabubak, terutama bagian tengahnya,<br />
termasuk Kota Waikabubak. Formasi Kananggar<br />
(Tmpk), berumur Miosen Akhir sampai Pliosen,<br />
terdiri dari batupasir napalan, batupasir tufaan,<br />
tuf, napal pasiran, sisipan batugamping,<br />
tersingkap di daerah bagian tengah P. Sumba,<br />
juga bagian selatan dan utara. Makin meluas<br />
kearah timur P. Sumba. Formasi Kaliangga (Qpk),<br />
berumur Plistosen, terdiri dari batugamping<br />
terumbu, tersingkap di pantai uatara dan pantai<br />
barat P. Sumba. Kearah timur pantai utara<br />
penyebarannya makin meluas.<br />
Batuan gunungapi bersusunan lava dan<br />
breksi, dipisahkan menjadi 2 Formasi yang<br />
berbeda umur, yaitu Formasi Masu (Tpm)<br />
berumur Paleosen, bergerombol di utara,<br />
baratdaya di daerah G. Bondokapu dan pantai<br />
tenggara tersebar di daerah Palindi Kamba sampai<br />
ke timur ke daerah Palindi Kapunduk. Sedangkan<br />
yang satu lagi termasuk Formasi Jawila (Tmj),<br />
berumur Miosen Awal yang dicirikan oleh<br />
hadirnya kayu terkersikan, tersebar di bagian<br />
baratdaya (Rokamere).<br />
Batuan terobosan (Tp) yang berumur<br />
Paleosen terdiri dari granit, granodiorit, diorit,<br />
sienit muncul di bagian tengah dan setempatsetempat<br />
di pantai baratdaya, dan tenggara.<br />
Struktur yang ada berupa sesar dan lipatan<br />
baik sinklin maupun antiklin. Arah sesar<br />
umumnya hampir barat-timur dan sebagian<br />
hampir berarah utara-selatan. Di daerah<br />
<strong>penyelidikan</strong> jenis sesar pada umumnya adalah<br />
sesar normal.<br />
(Sumber : Geologi Lembar Waikabupak dan<br />
Waingapu, P3G, AC. Effendi dan T. Apandi dkk,<br />
1993)<br />
2.3. Mineralisasi dan Ubahan<br />
Data adanya mineralisasi logam di Pulau<br />
Sumba sangat terbatas, karena daerah pulau<br />
Sumba, pada umumnya batuan sedimen dan<br />
sedikit batuan volkanik, sedikitnya batuan intrusi,<br />
menyebabkan sedikit adanya mineralisasi.<br />
Mineral emas dan timah hitam terdapat di lereng<br />
G. Kamba, bagian tenggara pulau, mineralisasi<br />
tembaga di daerah timurlaut Waikabubak. Ubahan<br />
yang berkembang di daerah hulu Luku<br />
Pongulamba atau sungai yang jatuhnya di daerah<br />
Mamboro adanya singkapan batusabak,<br />
mengandung mineralisasi pirit. Menurut<br />
penduduk setempat pernah ada orang mendulang.<br />
Di daerah ini ditemukan intrusi granit biotit.<br />
Menurut penyelidik terdahulu adanya mineralisasi<br />
tembaga di bagian timurlaut Waikabubak. Juga<br />
ditemukan adanya endapan bijih besi di sepanjang<br />
pantai dari Mamboro sampai Tanjung Lenang.<br />
Endapan bjih besi di Mamboro tidak sebanyak<br />
penulis temukan di daerah Ende.<br />
3. GEOKIMIA<br />
3.1. Pengolahan Data<br />
Dalam metoda <strong>penyelidikan</strong> <strong>geokimia</strong> ada<br />
satu tahap yang harus dilalukukan demi untuk<br />
memperoleh informasi data, yaitu tahap<br />
pengolahan data. Tahap ini bertujuan untuk<br />
memudahkan dan menyederhanakan serta<br />
menyajikan, sehingga dapat dipahami.<br />
Pada awalnya dibuat file data lengkap<br />
dengan daerah, nomor conto, pH, serta nilai<br />
harganya dari hasil analisis kimia. Pembuatan file<br />
ini dengan mengunankan DBASE3 plus atau exel.<br />
Kemudian di “digit” peta lokasi, sehingga<br />
mendapatkan koordinat.<br />
File digitasi ini meliputi kode daerah,<br />
nomor conto, koordinat, kode batuan serta oktan<br />
untuk menentukan posisi conto. Ke dua file ini<br />
digabungkan sehigga mendapatkan file yang<br />
lengkap. Sebelum dilakukan pengolahan data<br />
dicek dulu secara manual, baik hasil analisis<br />
maupun koordinatnya.<br />
Untuk setiap unsur, pengolahan awal perlu<br />
dikerjakan adalah perilaku serta sebaran dengan<br />
dikenal ringkasan statistik dan grafik histogram.<br />
Dari padanya dapat ditentukan nilai latar belakang<br />
dan anomali serta dibuat keputusan ada atau tidak<br />
adanya nilai eratik dan sebagainya. Disamping itu<br />
ada lagi yang penting yaitu mengestimasikan<br />
populasi unsur. Sehingga dapat ditentukan<br />
penyebaran unsur dengan mengunakan simbol<br />
atau dengan moving average (warna).<br />
Pengolahan unsur tunggal dikerjakan<br />
dengan program Map Info, sedangkan unsur<br />
ganda mengunakan pgram SPSS yang hanya<br />
dibuat untuk analisis klater dan analisis faktor.<br />
Penentuan populasi unsur dikerjakan<br />
dengan program Rock Works (1999).<br />
Kebersamaan unsur ditentukan melalui berbagai<br />
cara yang sederhana (koefisien korelasi) sampai<br />
perhitungan dengan analisis faktor, anlisis klaster.<br />
Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 23 - 3
Tujuan akhirnya adalah untuk memudahkan<br />
pembacaan dan penafsiran hasil olahan data dan<br />
juga untuk menentukan daerah yang akan ditidak<br />
lanjuti <strong>penyelidikan</strong>nya.<br />
3.2. Analisis Kimia<br />
Analisis kimia dilakukan di Labotarium<br />
Direktorat Inventarisasi Sumberdaya Mineral, di<br />
Bandung. Fraksi conto endapan sungai aktif yang.<br />
dianalisis berukuran –80 mesh. Unsur yang<br />
dinalisis sebanyak 11 unsur, yaitu : Cu, Pb, Zn,<br />
Co, Ni, Mn, Ag, Li, Cr, Fe, K.<br />
Analisi kimia conto batuan dilakukan untuk<br />
mengetahui kandungan unsur logam. Lima unsur<br />
yang dianalisis yaitu yaitu Cu, Pb, Zn, Au, Ag<br />
3.3. Conto Sedimen Sungai<br />
Jumlah conto daerah Waikabubak sebanyak<br />
170 buah. Unsur yang dianalisis kimia terdiri dari<br />
Cu, Pb, Zn, Co, Ni, Mn, Ag, Li, K, dan Fe,<br />
dengan memperhatiakan kurva probabilitas dan<br />
ringkasan statistiknya. Kurva probabilitas unsur<br />
akan banyak menentukan banyaknya populasi<br />
yang terjadi berdasarkan penentuan titik belok.<br />
Di dalam penentuan sebaran populasi dari<br />
kurva probabilitas dengan menggunakan program<br />
ROCKWORKS, biasanya bagian ekor kurva<br />
diabaikan, karena pada bagian ini penentuannya<br />
sangat relatif dan nilai-nilai tinggi akan<br />
memebentuk awan anomali, yang justru bagian<br />
yang sangat penting.<br />
3.4. Analisis Univariat<br />
3.4.1. Tembaga (Cu)<br />
Rentang nilai tembaga mulai dari bawah<br />
batas deteksi 4 - 76 ppm. Rata-rata eritmatiknya<br />
24 ppm dan simpangan baku 13<br />
ppm.Kurvaprobabilitas dari ROCKWORKS dapat<br />
dikelompokan menjadi 6 populasi, dengan<br />
pembagian < 11 ppm, 11 – 24 ppm, 24 – 37 ppm,<br />
37 – 49 ppm, 49 – 62 ppm dan lebih besar dari 49<br />
ppm. Sedangkan populasi diatas 37 ppm dianggap<br />
sebagai anomali <strong>geokimia</strong>. Sedangkan latar<br />
belakang dianggap lebih kecil dari 24 ppm. Pada<br />
lampiran dapat dilihat harga tinggi dari setiap<br />
unsur, dimana nilai ambangnya ditentukan dari<br />
peta sebaran populasi dengan nilai yang<br />
bervariasi. Penyebaran harga anomali <strong>geokimia</strong><br />
tersebar di daerah sebelah timur Waikahaka, di<br />
daerah Waikalo, sebelah timur waikapunduk dan<br />
di daerah Waikabubak (Gambar 2).<br />
3.4.2. Timbal (Pb)<br />
Rentang nilai timbal mulai dari 6 ppm<br />
sampai 65 ppm dengan rata-rata aritmatiknya 21<br />
ppm, serta simpangan baku 10 ppm. Dari kurva<br />
probabilitasnya dapat dikelompokkan menjadi 6<br />
populasi. Yaitu < 11 ppm, 11-21 ppm, 21-31 ppm,<br />
31-40 ppm, 40-50 ppm, dan > dari 50 ppm.<br />
Populasi yang lebih besar dari 40 ppm dianggap<br />
sebagai anomali <strong>geokimia</strong>, sedangkan latar<br />
belakang diambil dari harga lebih kecil dari 21<br />
ppm. Penyebaran unsur timbal di daerah sebelah<br />
utara Wanasapi, pada batuan Fm. Waikabubak<br />
(Gambar 3).<br />
3.4.3. Seng (Zn)<br />
Rentang nilai seng mulai dari 10 ppm<br />
sampai 156 ppm dengan rata-rata aritmatiknya 46<br />
ppm, serta simpangan baku 21 ppm. Dari kurva<br />
probabilitasnya dapat dikelompokan menjadi 6<br />
populasi dengan pambagian secara berurutan < 25<br />
ppm, 25 – 46 ppm, 46 – 67 ppm, 67 – 88 ppm, 88<br />
– 109 ppm dan > 109 ppm. Populasi lebih besar<br />
dari 88 ppm dianggap sebagai anomali <strong>geokimia</strong><br />
dan latar belakang <strong>geokimia</strong> anggap lebih kecil<br />
dari 24 ppm. Penyebarannya di daerah<br />
Waikahaka, Waikalo, Katewela dan di bagian<br />
sebelah tenggara Kapunduk. Pada Formasi<br />
Waikabubak dan Formasi Masu (Gambar 4)<br />
3.4.4. Perak (Ag)<br />
Untuk unsur perak nilai rentang dari 0,7<br />
ppm sampai 53 ppm, dengan harga rata-rata<br />
aritmatik ppm, sedangkan simpangan baku ppm.<br />
Kurva probabilitas dapat dilihat pada gambar<br />
dimana dibagi menjadi 6 populasi yaitu < 2 ppm,<br />
2-5 ppm, 5 – 7 ppm, 7 – 9 ppm, 9 – 10 ppm dan ><br />
dari 10 ppm.Anomali <strong>geokimia</strong> dianggap harga<br />
yang lebih dari 10 ppm, sedangkan latar belakang<br />
dianggap harga lebih kecil dari 7 ppm.<br />
Penyebaran unsur perak di daerah di pantai<br />
selatan di daerah Palindi Kamba dan di Palindi<br />
Panetang. Pada batuan volkanik dari Formasi<br />
Masu dan adanya intrusi granit (Gambar 5)<br />
3.4.5. Kobal (Co)<br />
Rentang harga mulai dari 7 sampai 50 ppm,<br />
dengan harga rata-rata aritmatik 46 ppm dan<br />
standar deviasi 21 ppm. Kurva probabilitas dapat<br />
dilihat pada gambar dimana dibagi menjadi 6<br />
populasi yaitu < 10 ppm, 10-15 ppm, 15-21 ppn,<br />
21-25 ppm, 25-28 ppm, > 28 ppm. Anomali<br />
<strong>geokimia</strong> dianggap harga yang lebih besar dari 25<br />
ppm, sedangkan latar belakang dianggap harga<br />
lebih kecil dari 15 ppm. Penyebaran unsur kobal<br />
di daerah Waikahaka sampai Waikalo. Pada<br />
batuan F. Waikabubak dan F. Kaliangga.<br />
(Gambar 6)<br />
3.4.6. Nikel (Ni)<br />
Rentang harga mulai dari 2 sampai 42 ppm,<br />
dengan harga rata-rata aritmatik 19 ppm dan<br />
standar deviasi 6 ppm. Kurva probabilitasdapat<br />
dilihat pada gambar dimana dibagi menjadi 6<br />
populasi. Yaitu < 6 ppm, 6-12 ppm, 12-19 ppm,<br />
19-25 ppm, 25-32 ppm dan > 32 ppm. Anomali<br />
<strong>geokimia</strong> dianggap harga yang lebih besar dari 25<br />
ppm, sedangkan harga latar belakang diambil<br />
Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 23 - 4
lebih kecil dari 19 ppm. Penyebaran unsur nikel di<br />
daerah Waikalo dan di daerah tenggara<br />
Kabunduk, pada F. Waikabubak (Gambar 7).<br />
3.4.7. Mangan (Mn)<br />
Rentang harga dari 911 sampai 4134 ppm,<br />
dengan harga rata-rata aritmatik 511 ppm dan<br />
standar deviasi 607 ppm. Kurva probabilitas dapat<br />
dilihat pada gambar dimana dibagi menjadi 6<br />
populasi. Yaitu < 51 ppm, 511-1.118 ppm, 1.118-<br />
1.725 ppm, 1.725 –2.000 ppm, 2000-2.332 ppm<br />
dan > 2.332 ppm. Anomali <strong>geokimia</strong> dianggap<br />
lebih besar dari 1.725 ppm, sedangkan<br />
latarbelakang diambil dari lebih kecil dari 1.118<br />
ppm. Penyebaran unsur Mangan di daerah sekitar<br />
Wanasapi (Gambar 8).<br />
3.4.8. Litium (Li)<br />
Rentang harga mulai dari 2 sampai 56 ppm,<br />
dengan harga rata-rata aritmatik 15 ppm dan<br />
standar deviasi 10 ppm. Kurva probabilitas dapat<br />
dilihat pada gambar dimana dibagi menjadi 6<br />
populasi.Yaitu < 6 ppm, 6-15 ppm, 15-25 ppm,<br />
25-35 ppm, 35-45 ppm, >45 ppm. Anomali<br />
<strong>geokimia</strong> dianggap harga yang lebih besar dari 35<br />
ppm, sedangkan latar belakang dianggap harga<br />
lebih kecil dari 15 ppm. Penyebaran unsur Litium<br />
di daerah sekitar Pandi Letape pada F. Masu dan<br />
F. Praikajelu (Gambar 9).<br />
3.4.9. Kalium (K)<br />
Rentang harga mulai dari 100 sampai 18200<br />
ppm dengan harga rata-rata aritmatik 6894 ppm<br />
dan standar deviasi 4200 ppm. Kurva probabilitas<br />
dapat dilihat pada gambar dimana dibagi<br />
menbjadi 6 kurva. Yaitu < 2, 7 ppm, 2,7-6,9 ppm,<br />
6,9-11,1 ppm, 11,1-15,3 ppm, 15,3-16 ppm dan ><br />
16 ppm. Anomali <strong>geokimia</strong> dianggap yang lebih<br />
besar dari 15,3 ppm, sedangkan latar belakang<br />
dianggap lebih kecil dari 6,9 ppm. Penyebarannya<br />
unsur Potasium di daerah Pandi Taculur pada<br />
batuan Granitan (Gambar 10).<br />
3.4.10. Besi (Fe)<br />
Rentang harga mulai dari 0.7 sampai 30 %,<br />
dengan harga rata-rata aritmatik 5 ppm dan<br />
standar deviasi 3 % dan standar deviasi 4 %.<br />
Kurva probabilitas dapat dilihat pada gambar<br />
dimana dibagi menjadi 6 kurva. Yaitu < 2 %, 2- 4<br />
%, 4 – 7 %, 7 – 9 %, 9 – 11 % dan lebih besar dari<br />
11 %. Anomali <strong>geokimia</strong> dianggap yang lebih<br />
besar dari 7 %, sedangkan latar belakang<br />
dianggap lebih kecil dari 4 %. Penyebaran unsur<br />
besi di daerah sebelah utara Kabunduk dan di<br />
daerah Wamewa pada F. Waikabubak (Gambar<br />
11).<br />
3.4.11. Khrom (Cr)<br />
Rentang harga mulai dari 13 sampai 296<br />
ppm, dengan harag rata-rata aritmatik 55 ppm dan<br />
standar deviasi 48 ppm. Kurva probabilitas dapat<br />
dilihat pada gambar dimana dibagi menjadi 6<br />
kurva. Yaitu < 17 ppm, 17-50 ppm, 50-83 ppm,<br />
83-117 ppm, 117-150 ppm dan > 150 ppm.<br />
Anomali <strong>geokimia</strong> dianggap lebih besar dari 117<br />
ppm, sedangkan latar belakang dianggap lebih<br />
kecil dari 17 ppm. Penyebaran di daerah<br />
Rokamere dan di daerah sekitar Ketoka pada F.<br />
Waikabubak (Gambar 12).<br />
3.5. Analisis Multivariat<br />
Untuk menentukan berapa populasi yang<br />
berkorelasi baik maka digunakan program SPSS<br />
dimana kita membuat Skri Plot maka didapat<br />
adanya 3 populasi yang saling berkait.<br />
3.5.1. Analisis Klaster<br />
Dengan menggunakan korelasi matrik ztransform,<br />
analisis klaster dikerjakan dengan<br />
menggunakan perangkat lunak SPSS. Metoda ini<br />
membentuk kelompok-kelompok sbb :<br />
Co-Mn-Pb<br />
Cu-Zn-Ni-Li<br />
Fe-Cr<br />
Ag-K<br />
3.5.2. Analisis Faktor<br />
Analisis faktor pada set data dikerjakan<br />
seperti yang telah diuraikan oleh penulis dengan<br />
mengunakan sistem menu SPSS. Angka-angka<br />
faktor yang diperoleh adalah sbb:<br />
Faktor 1 : Cu-Zn-Ni-Mn-Li<br />
Faktor 2 : Pb-Co-Mn<br />
Faktor 3 : Fe-Cr<br />
Faktor 1 adalah faktor kemungkinan adanya<br />
mineralisasi untuk unsur tembaga, seng, nikel,<br />
mangan dan litium. Karena tidak dijumpai adanya<br />
keterdapatan mineral.<br />
Faktor 2 adalah faktor kemungkinan adanya<br />
mineralisasi untuk unsur timbal, kobal dan<br />
mangan.<br />
Faktor 3 : adalah faktor tidak ditemukannya<br />
batuan sepentin dan dunit kemukinanan dari<br />
batuan volkanik yang berkoposisi basa.<br />
3.5.3. Analisis Korelasi<br />
Analisis korelasi dilakukan dengan<br />
menggunakan perangkat lunak SPSS. Dimana<br />
angka yang baik dapat dilihat pada tabel tersebut.<br />
Unsur yang berkorelasi baik adalah unsur Cu, Zn,<br />
Ni dan Mn. Sedangkan unsur kedua unsur Pb, Co<br />
dan Mn.<br />
3.6. Daerah Target<br />
Daerah target 1 adalah logam tembaga dan<br />
logam seng, sedangkan daerah target 2 adalah<br />
logam timbal (Gambar 13).<br />
Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 23 - 5
4. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA<br />
Daerah Waikabubak pada umumnya batuan<br />
yang terdapat di daerah ini berupa batu gamping<br />
dan intrusi di daerah ini sangat sedikit sekali,<br />
sehingga daerah ini kurang menarik, memang<br />
pada keterdapat mineral di daerah ini adanya<br />
logam tembaga.<br />
Pasirbesi terdapat di daerah Mamboro,<br />
sedikit sekali penyebarannya. Kemungkinan<br />
untuk pabrik semen, untuk pasir besi sudah<br />
tersedia.<br />
Dari analisis pengolah <strong>geokimia</strong> dapat<br />
diketahui bahwa :<br />
Faktor 1. Penyebaran unsur di daerah Pandi<br />
Taculur dengan adanya batuan granodiorit dan<br />
juga di daerah Waitabula dekat mata air panas<br />
tidak ada batuan granodiorit.<br />
Faktor 2. Tersebar didaerah Wana Sapi dan<br />
- Davis, A.E., & Hartati, R.D., 1991, Procedures<br />
manual for The Analyisis of<br />
Geochemical Samples for The Southern<br />
Sumatera Geological and Mineral<br />
Exploration Proyect, SSGMEP, Report<br />
Series No. 6, Directorate of Mineral.<br />
- Effendi, A.C., dan Apandi, T., 1993, Peta<br />
Geologi Lembar Waikabubak dan<br />
Waingapu, NTT PPPG, Bandung.<br />
- Ghazali, S.A., Muchsin, A.M., 1996,<br />
Penyelidikan Geokimia Regional,<br />
Departemen Pertambangan dan Energi,<br />
Direktorat Sumberdaya Mineral,<br />
Bandung, tidak dipublikasikan.<br />
- Howarth, R.J., 1983, Statistic and Data<br />
Analysis in Geochemical Prospecting,<br />
Elsevier, New York.<br />
sampai arah ketimurnya. - Sinclair, A.J., 1976, Application of Probability<br />
Faktor 3. Tersebar di daerah Pandi Taculur.<br />
Daerah target untuk logam tembaga dan<br />
seng di daerah Wanasapi sampai Waikalo dan<br />
daerah Palindi Taculur. Sedangkan untuk logam<br />
timbal di daerah sekitar Karuni.<br />
Graphs in Mineral Exploration, Special<br />
Vol. No. 4. The Association of<br />
Explotarion Geocmist, Canada<br />
Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 23 - 6
9º30'<br />
10º<br />
10º30'<br />
119º 119º30' 120º 120º30'<br />
LEGENDA :<br />
DISUSUN<br />
DIGAMBAR<br />
DIPERIKSA<br />
DISETUJUI/<br />
DISAHKAN<br />
PETA TOP<br />
Tmj<br />
Qpk<br />
Qal<br />
Tp<br />
Tpm<br />
Tew<br />
LAMPIRAN Laporan<br />
L a u t S a w u<br />
Lava<br />
Batugamping terumbu<br />
Alluvium<br />
Batuan terobosan<br />
Lava dan breksi<br />
Batugamping<br />
DIREKTORAT JENDERAL GEOLOGI DAN SUMBER DAYA MINERAL<br />
DIREKTORAT INVENTARISASI SUMBER DAYA MINERAL<br />
LEMBAR SUMBA BARAT<br />
KABUPATEN SUMBA BARAT, PROPINSI NTT<br />
A. Djumsari dan Y. Rizal Ramli<br />
Ka Sub Dit Mineral Logam<br />
Dr.Ir. Bambang Setiawan<br />
Pimpro Inv.&Eval. Bahan Galian Mineral Indonesia<br />
Lembar : Sumba<br />
Ir. Koswara Yudawinata M.Eng<br />
Katewela Mamboro<br />
Waikalo Qpk<br />
Qpk Tanganan<br />
Napu Lapau<br />
Qpk Qpk Qpk<br />
Waikahaka<br />
Qpk<br />
Tmpk<br />
Tmp<br />
Bolubokat<br />
Nata<br />
Tosi<br />
Bondowatu<br />
Top<br />
Wanarita<br />
Kabunduk<br />
Waikabubak<br />
Tmpw<br />
Tp<br />
Tmc Kapaku<br />
Tmj<br />
Tmpw Kadengara<br />
Qpk<br />
Tmpw<br />
Tmpk<br />
Tmpw<br />
L a u t a n I n d o n e s i a<br />
Top<br />
Tmpw<br />
Tmpk<br />
Kp<br />
Tmp<br />
Tmc<br />
April s/d Mei 2002<br />
Batugamping berlapis<br />
Batugamping<br />
Batupasir napalan<br />
Batupasir graiwake<br />
Batugamping<br />
Batulempung<br />
Top<br />
Qpk<br />
Tmpk<br />
0<br />
P S U M B A<br />
Gambar 2 : Peta geologi <strong>lembar</strong> Waikabubak, Propinsi Nusa Tenggara Timur<br />
Gambar 1. Peta geologi <strong>lembar</strong> Waikabubak, Provinsi Nusa Tenggara<br />
Gambar 2<br />
Kp<br />
Tmpk<br />
Tmpw<br />
Top<br />
Top<br />
Tpm<br />
WAINGAPU<br />
Watumbaka<br />
Tet<br />
.<br />
o<br />
120<br />
U<br />
15<br />
kilometers<br />
Pametikarata Manjawa<br />
Lakata<br />
P.<br />
F L O R E S<br />
Melolo<br />
o<br />
o<br />
122<br />
124<br />
DAERAH PENYELIDIKAN<br />
30<br />
Kananggar Kataku<br />
Tmpk<br />
Qal Lalindi<br />
BAING Luku Tunduwai<br />
Tew<br />
Manukangga<br />
Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 23 - 7<br />
Kakaha<br />
P<br />
Kaliuda<br />
.<br />
T I M O R<br />
Maumbuling<br />
o<br />
126<br />
o<br />
8<br />
o<br />
9<br />
o<br />
10<br />
o<br />
11
Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 23 - 8
Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 23 - 9
Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 23 - 10
Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 23 - 11
Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 23 - 12
Gambar 3 Gambar 4.<br />
Gambar 5 Gambar 6<br />
Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 23 - 13
Ganbar 7 Gambar 8<br />
Gambar 9 Gambar 10<br />
Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 23 - 14
Gambar 11<br />
Gambar 12<br />
Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 23 - 15<br />
Gambar 13. Daerah Target