Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
kuda kayu itu. Ia tanyakan kepada sang pemilik. Apakah ia<br />
mau menjual kuda kayu itu? Dan berapa harganya?<br />
“Mohon ampun, Baginda,” sahut orang itu. “Hamba tidak<br />
akan menjual kuda ini. Hidup saya bergantung darinya. Ia<br />
memberi nafkah hamba seumur hidup.”<br />
“O, gampang!” sahut Raja mantap. “Nafkahmu seumur<br />
hidup kutanggung!”<br />
“Jika demikian kehendak Baginda, hamba menurut,” ujar<br />
orang itu.<br />
Tak berapa lama Pangeran sudah menaiki kuda kayu itu.<br />
Untunglah Pangeran bisa mengendalikan kuda itu. Kuda itu<br />
pun makin lambat terbangnya dan makin turun mendekati<br />
bumi kembali. Akhirnya, pada sore hari mereka mendarat di<br />
istana milik Raja Parel. Gerbangnya dijaga prajurit. Dari<br />
seragamnya pangeran tahu ia berada di sitana Raja Parel. Ia<br />
menyelinap masuk saat penjaga lengah. Dua kamar serba<br />
berlapis emas ia lewati, kosong. Lalu ia sampai ke kamar ketiga.<br />
Ia melihat seorang puteri sedang tidur di ranjangnya.Putri itu<br />
ayu sekali. Pangeran terkesima menatap paras yang molek<br />
itu. Tiba-tiba sang Putri terbangun. Ia kaget melihat pangeran<br />
berwajah tampan dalam kamarnya. “Saya putra Raja<br />
Amsterdam,” kata Pangeran memperkenalkan diri. Pangeran<br />
menceritakan ia bisa sampai ke tempat itu gara-gara kuda<br />
kayu. Sang Puteri bingung. Ia tertarik pada pangeran tetapi<br />
hubungan Amsterdam dan Parel kurang baik. Namun<br />
demikian ia nekad menghadap ayahnya, memperkenalkan<br />
sang Pangeran. “Terhadap dia aku tidak apa-apa,” kata<br />
Baginda, “Urusanku dengan ayahnya!” Pangeran diterima baik<br />
sebagai tamu. Bahkan Baginda mengizinkan Putri pergi ke<br />
Amsterdam bersama Pangeran.<br />
Sang Pangeran mengirim surat kepada ayahandanya. Ia<br />
memberitahukan bahwa dirinya tidak kurang suatu apa dan<br />
menjadi tamu terhormat Raja Parel. Ia juga menceritakan<br />
akan segera pulang memboyong putri Raja Parel. Akhirnya ia<br />
mohon, agar Baginda sudi menjemputnya di tapal batas<br />
kerajaan. Sri Baginda tentu saja amat gembira mendengar<br />
berita itu. Ia bersyukur bahwa putranya tidak menjumpai<br />
malapetaka. Baginda menjawab berjanji sedia menjemput.<br />
Pangeran dan Putri berangkat. Perjalanan ini makan waktu<br />
lama. Ketika mereka sampai di tapal batas kerajaan, Raja<br />
Amsterdam sudah menunggu. Namun, mereka juga sudah<br />
Pelajaran 7 Tokoh<br />
89