laporan akhir penelitian program insentif riset untuk ... - KM Ristek
laporan akhir penelitian program insentif riset untuk ... - KM Ristek
laporan akhir penelitian program insentif riset untuk ... - KM Ristek
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
-<br />
LAPAN<br />
LAPORAN AKHIR PENELITIAN<br />
PROGRAM INSENTIF RISET UNTUK PENELITI DAN<br />
PEREKAYASA<br />
LPND DAN LPD TAHUN 2010<br />
PEMILIHAN LOKASI STASIUN<br />
PELUNCURAN ROKET PENGORBIT SA TELIT<br />
Peneliti Utama :<br />
Drs. Sakti Sitindjak<br />
Peneliti :<br />
Dra. Euis Susilawati, M.Si<br />
Drs. Bernhard Sianipar, MM<br />
Nurul Sri Fatmawati, S.Sos<br />
PUSAT ANALISIS DAN INFORMASI KEDIRGANTARAAN<br />
DEPUTI BIDANG SAINS, PENGKAJIAN DAN INFORMASI<br />
KEDIRGANT ARAAN<br />
LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL<br />
(LAPAN)
IDENTITAS PENELITI<br />
Peneliti Utama<br />
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN<br />
Nama<br />
Drs Sakti Sitinjak<br />
Tempat, tanggallahir Hutagalung, 17 Juli 1948<br />
Ala mat<br />
Komplek LAPAN C2 Pekayon pasar<br />
reba<br />
Jak-Timur<br />
Agama<br />
Kristen Protestan<br />
NIP 19480717. 197612.1.001<br />
Pangkat/Gol Pembina Utama Muda/ IV d\<br />
PENDIDIKAN<br />
Perguruan Lokasi Gelar Tahun Bidang Studi<br />
Tinggi<br />
Tam at<br />
Studi<br />
UN PAR Bandung, S1 1975 Ekonomi<br />
Indonesia<br />
PENGALAMAN PROFESI<br />
lnstitusi Jabatan Struktural/ Fungsional Periode Kerja<br />
LAPAN 1. Peneliti Utama (IV d) Sekarang (2009)<br />
2. Kabid . Analisa Sistem 1990-1999<br />
3. Kepala Seksi Pengumpulan 1985-1989<br />
Anggota<br />
1. Nama Ora . Euis Susilawati, Msi<br />
Tempat, tanggal lahir Kuningan, 9 Mei 1960<br />
NIP 19600509 198503 2 00<br />
Jenis Kelamin<br />
Perempuan<br />
Jabatan Fungsional Peneliti Madya<br />
Ala mat<br />
Kompleks LAPAN Blok H3 No. 66 Pekayon Pasar<br />
Reba Jakarta Timur<br />
Agama<br />
Islam<br />
Pangkat/Gol<br />
Pembina Tingkat 1/IVb<br />
Email<br />
Susilawati@ laQan .go. id<br />
HP 0818875500
IDENTITAS PENELITI<br />
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN<br />
Peneliti Utama<br />
Nama<br />
. Drs Sakti Sitinjak<br />
Tempat, tanggallahir Hutagalung, 17 Juli 1948<br />
Ala mat<br />
Komplek LAPAN C2 Pekayon pasar<br />
rebo<br />
Jak-Timur<br />
Agama<br />
Kristen Protestan<br />
NIP<br />
. 19480717. 197612.1.001<br />
Pangkat/Gol Pembina Utama Muda/ IV d\<br />
PENDIDIKAN<br />
Perguruan Lokasi Gelar Tahun Bidang Studi<br />
Tinggi<br />
Tamat<br />
Studi<br />
UN PAR Bandung, S1 1975 Ekonomi<br />
Indonesia<br />
PENGALAMAN PROFESI<br />
lnstitusi Jabatan Struktural/ Fungsional Periode Kerja<br />
LAPAN 1. Peneliti Utama (IV d) Sekarang (2009)<br />
2. Kabid. Analisa Sistem 1990-1999<br />
3. Kepala Seksi Pengumpulan 1985-1989<br />
Anggota<br />
1. Nama . Ora. Euis Susilawati, Msi<br />
Tempat, tanggal lahir<br />
. Kuningan, 9 Mei 1960<br />
NIP . 19600509 198503 2 00<br />
Jenis Kelamin<br />
. Perempuan<br />
Jabatan Fungsional Peneliti Madya<br />
Alamat<br />
Kompleks LAPAN Blok H3 No. 66 Pekayon Pasar<br />
Rebo Jakarta Timur<br />
Agama<br />
Islam<br />
Pangkat/Gol<br />
Pembina Tingkat 1/IVb<br />
Email<br />
Susilawati@lapan. oo. id<br />
HP . 0818875500<br />
.
PENDIDIKAN<br />
Perguruan Lokasi Gelar Tahun Bidang<br />
Tinggi tam at Studi<br />
studi<br />
Universitas Bandung, Sl 1984 Fisika<br />
Padjadjaran Indonesia<br />
Universitas Jakarta, S2 2009 Hubungan<br />
Indonesia Indonesia lnternasional<br />
2. Nama Drs. Bernhard Sianipar, M.M<br />
Tempat, tanggal lahir Sawit Seberang I 22 Agustus 1957<br />
NIP 19570822 198403 1 002<br />
Jenis Kelamin<br />
Laki-laki<br />
Jabatan Fungsional Peneliti Muda<br />
Ala mat<br />
Kompleks LAPAN Blok E.4 No.36, RT.07/09,<br />
Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur<br />
Telpon Rumah : 021-8706605, HP 08129236912<br />
PENDIDIKAN<br />
No. Nama Perguruan Kota & Negara Tahun Lulus Bidang Studi<br />
1. FMIPA, Universitas Medan , Indonesia 1983 Matematika<br />
Sumatera Utara<br />
2. Sekolah Tinggi Jakarta, Indonesia 2008 Manajemen<br />
Manajemen<br />
LA BORA<br />
3. Nama Nurul Sri Fatmawati, S.Sos<br />
Tempat, tanggallahir Malang, 20 Desember 1975<br />
NIP 19751220 200003 2 001<br />
Jenis Kelamin<br />
Perempuan<br />
Jabatan Fungsional Peneliti Muda<br />
Ala mat<br />
Taman Bunga Cilame Blok 83 No. 2 Desa Cilame<br />
Kec. Ngamprah Bandung Barat<br />
Agama<br />
Islam<br />
Pangkat/Gol<br />
Penata /I lie<br />
Email<br />
.<br />
qirul id@yahoo.com<br />
HP 08568070861<br />
PENDIDIKAN<br />
Perguruan Lokasi Gelar Tahun Bidang<br />
Tinggi tam at Studi<br />
studi<br />
Universitas Malang, Sl 1999 Administrasi<br />
Brawjaya Indonesia Publik
LEMBAR PENGESAHAN<br />
1. Bidang Fokus<br />
2. Judul Usulan Kegiatan<br />
Teknologi Pertahanan dan Keamanan<br />
Studi Kelayakan Lokasi Stasiun Peluncuran Roket<br />
Pengorbit Satelit ( Lokasi Pulau Nias)<br />
3. Unit Kerja/Aiamat<br />
Pusat Analisis dan lnformasi Kedirgantaraan<br />
(Pussisfogan), Lembaga Penerbangan dan<br />
Antariksa Nasional (LAPAN)<br />
Jl. Cisadane, No. 25, Cikini, Jakarta Pusat 10330,<br />
Telp. 021-31927982, Fax (021) 31922633<br />
4.<br />
5.<br />
6.<br />
7.<br />
Peneliti Utama<br />
Anggota Tim<br />
Jenis Kegiatan<br />
Biaya Kegiatan<br />
Drs. Sakti Sitinjak<br />
3 (tiga) orang<br />
Teknologi Pertahanan dan Keamanan<br />
Rp 132.640.000,- ( Seratus Tigapuluh Dua Juta<br />
Enam Ratus Empat Puluh Ribu Rupiah))<br />
Jakarta, 22 November 201 0<br />
Menyetujui<br />
Kapussisfogan<br />
.-,<br />
Mengetahui<br />
Deputi Bidang Sains, Pngkajian dan lnformasi Kedirgantaraan<br />
Drs. Bambang S. Tejasukmana. Dipl.lng<br />
NIP. 19540118 197903 1 001
Summary Report<br />
Indonesia (d .h.i.LAPAN) telah mengembangkan teknologi peroketan dan ini<br />
telah mampu meluncurkan roket jenis RX-320 dan RX-420 dan saat ini sedang<br />
menuju pada pengembangan pembuatan Roket Pengorbit Satelit (RPS). Roket<br />
orbiter dirancang dengan memanfaatkan hasil-hasil dari pengembangan roket<br />
balistik yang telah dan tengah dikembangkan LAPAN. Mengingat roket orbiter<br />
mempunyai ukuran dan jangkauannya yang sangat luas, maka diperlukan stasiun<br />
peluncuran yang dapat menjamin keamanan dan keselamatan.<br />
Uji terbang roket merupakan salah satu kegiatan yang harus dilakukan dalam<br />
<strong>penelitian</strong> dan pengembangan roket. Melalui uji terbang tersebut dapat diketahui<br />
ketinggian, kemampuan dan kelemahan dari roket yang di uji terbang atau roket<br />
yang telah dikembangkan ..<br />
Saat ini Indonesia telah memiliki sebuah fasilitas peluncuran roket yang<br />
terintegrasi atau lnstalasi Uji Terbang Roket (IUTR) milik LAPAN di Pameungpeuk<br />
Jawa Barat. Namun dalam perkembangannya IUTR ini sudah tidak memadai lagi<br />
<strong>untuk</strong> peluncuran roket-roket ukuran besar, Sehubungan dengan hal tersebut perlu<br />
dilakukan pemilihan lokasi yang cocok <strong>untuk</strong> dijadikan stasiun peluncuran roket<br />
pengorbit satelit yang mampu mendukung <strong>program</strong> LAPAN di masa datang.<br />
Terdapat beberapa lokasi yang dapat dijadikan sebagai pilihan stasiun<br />
peluncuran di wilayah Indonesia. Untuk orbit ekuatorial yaitu Pulau Biak, Pulau<br />
Morotai (Maluku Utara) dan Pulau Waigeo (Irian Jaya), sedangkan <strong>untuk</strong> orbit kutub<br />
(polar) adalah Pulau Nias (Sumatera Utara).<br />
Untuk memilih lokasi stasiun peluncuran roket yang ideal, tentunya ada<br />
beberapa syarat yang harus dipenuhi. Salah satu persyaratan itu adalah lokasi dekat<br />
dengan laut. Stasiun peluncuran dibuat harus menghadap samudera atau berada di<br />
sebelah timur atau selatannya, serta tidak mengganggu lingkungan sekitar, dan<br />
mengganggu aspek lainnya. Hal itu dimaksudkan agar serpihan benda-benda yang<br />
jatuh akibat proses peluncuran tidak mengenai pemukiman penduduk, baik yang<br />
berada di wilayah teritorial Indonesia atau negara lain.<br />
Penelitian telah dilakukan oleh Tim Pussisfogan <strong>untuk</strong> meneliti apakah<br />
pulaunias cocok <strong>untuk</strong> tempat stasiun peluncuran roket pengorbit sateli.<br />
Berdasarkan hasil pengkajian dilihat dari aspek teknis dan syarat-syarat <strong>untuk</strong><br />
suatu stasiun peluncuran , maka Pulau Nias layak <strong>untuk</strong> dipertimbangkan sebagai<br />
calon lokasi stasiun peluncura.
PRAKATA<br />
Dengan mengucapkan rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa<br />
<strong>laporan</strong> kemajuan tahap I "Pemilihan Lokasi Stasiun Peluncuran Roket Pengorbit<br />
Satelit" dapat disusun.<br />
Kajian Pemilihan Lokasi Peluncuran RPS dilakukan <strong>untuk</strong> memenuhi<br />
kebutuhan Indonesia (d.h.i. LAPAN) dalam Peluncuran Roket Satelit yang pada<br />
tahun 2014 diperkirakan akan mampu meluncurkan Roket Pengorbit Satelit. Pulau<br />
Nias diperkirakan salah satu dari beberapa lokasi yang cocok <strong>untuk</strong> Stasiun<br />
Peluncuran Roket <strong>untuk</strong> orbit kutub (polar) karena Pulau Nias termasuk gugusan<br />
pulau di daerah khatulistiwa.<br />
Laporan ini merupakan <strong>laporan</strong> <strong>akhir</strong> Studi Kelayakan Stasiun Peluncuran<br />
Roket Pengorbit Satelit sampai dengan bulan November 2010. Laporan disusun<br />
berdasarkan hasil kunjungan Tim ke Pemda Kabupaten Nias lnduk dan Kabupaten<br />
Nias Utara, dan hasil survei ke daerah yang ditawarkan <strong>untuk</strong> Lokasi Stasiun<br />
Peluncuran. Laporan memuat tanggapan Pemerintah Daerah Nias Kota, dan<br />
Nias Utara tentang Program Peroketan dan Pembangunan Stasiun Peluncuran<br />
Roket, dan gambaran umum kondisi daerah yang ditawarkan oleh Pemerintah<br />
Daerah <strong>untuk</strong> Lokasi Stasiun Peluncuran Roket.<br />
Berdasarkan aspek teknis, hasil sementara dari Tim menyarankan bahwa "<br />
Pulau Nias dapat dipertimbangkan <strong>untuk</strong> lokasi Stasiun Peluncuran RPS"<br />
Pada kesempatan ini tak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya<br />
kepada semua pihak yang telah membantu kami dari awal dimulainya<br />
pengkajian sampai dengan tersusunnya <strong>laporan</strong> kemajuan ini.<br />
Akhirnya, semoga <strong>laporan</strong> ini memenuhi ketentuan yang telah dipersyaratkan<br />
dan dapat bermanfaat bagi semua pihak.<br />
Jakarta, 22 November 2010<br />
Peneliti Utama
DAFTAR lSI<br />
Halaman<br />
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN ....... ..... ........ .... ..... .................. .<br />
RINGKASAN ..... ...... ............. ...... .. ....... ....... ........... .. ....... ...... ... ........ .. ........... .<br />
PRAKATA .................................................................................................... ..<br />
DAFTAR 181 ............. .... ............ ............ ....... .. ....... .. .... ... ...... .. ... ................... .. .<br />
DAFTAR TABEL ........ ................................... ................. .. ...... ....... ... ..... ...... .. .<br />
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... .<br />
BAB I.<br />
1.1.<br />
1.2.<br />
BAB,II.<br />
BAB Ill<br />
3.1<br />
3.2<br />
BAB IV.<br />
BAB.V.<br />
5.1<br />
5. 1.1<br />
5. 1 2<br />
5.1.3<br />
5.2<br />
5.2.1<br />
5.2.2<br />
5.3<br />
5.3.1<br />
5.3.2<br />
5.3.3<br />
5.3.4<br />
5.3.5<br />
5.4<br />
5.4.1<br />
5.4.2<br />
5.4.3<br />
5.4.4<br />
5.4.5<br />
5.4.6<br />
5.4.7<br />
5.4.8<br />
PENDAHULUAN ..... ... .... ... ...... ...... ............................................. ... .<br />
La tar Belakang ........................................................................... ..<br />
Perumusan Masalah ........... .. .............. ..... ............ ... ..... .... .. .......... .<br />
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... .<br />
TUJUAN DAN MANFAAT .. .. .... ...... ...... ... ... .... .............. ................. .<br />
Tujuan .... ............ ..... ... .................. .. ..... .. ... .. .... .............. ...... ... ....... ..<br />
Manfaat ......................................................................................... .<br />
METODOLOGI. .............................................................................. .<br />
HASIL DAN PEMBAHASAN .. .. ....... ............................................. ..<br />
Kebijakan Indonesia Di Bidang Keantariksaan ............ ............ ..<br />
Teknologi Roket Dan Tahapan Pengembangannya ........... .<br />
Satelit Dan Tahapan Pengembangannya .. ................ .......... .<br />
Stasiun Peluncuran Dan Tahapan Pengembangannya ........ .<br />
Stasiun Peluncuran Dan Tahapan Pengembangannya ........ .<br />
lnternasional ...... .. .... .. ............... ............. .. ... .................. ..<br />
Nasional ......................................................................... .<br />
Berbagai Aspek Penentuan Lokasi Stasiun Peluncuran Roket<br />
Pengorbit Satelit ............................................................... .<br />
Aspek Teknik .................... ..... .. ................................................ .<br />
Aspek Ekonomi. ...... ...................... ..... ..... ............. ....... ..... .. ... .. .<br />
Aspek Hukum ....................................................................... ..<br />
Aspek Sosial. ........................................ .. .. ............................... ..<br />
Aspek Politik .......................... ... .... ............. ... .... .... ............... ..... .<br />
Potensi Kepulauan Nias Sebagai Lokasi Stasiun Peluncuran<br />
Roket Pengorbit Satelit .................. ... ......... ... ................. .<br />
Kondisi Umum Kepulauan Nias ........................ .......... .. .. .. ...... .. ..<br />
Pertemuan Tim Pussisfogan .................... .............................. .<br />
Survey Lapangan .... ............................ .................. .... ..... ... ........ .<br />
Kondisi Meteorologi Dan lklim ........................................................... .<br />
Arah Peluncuran ......................................................... .<br />
lnfrastruktur Yang Ada .......... .. .... ... ......... ...... ........................... .<br />
Kondisi Topografi Dan Geologi ........ .. .. ........................................ ..<br />
Tanggapan Masyarakat .................................................. .<br />
1<br />
1<br />
2<br />
3<br />
4<br />
4<br />
4<br />
5<br />
10<br />
10<br />
11<br />
11<br />
11<br />
12<br />
12<br />
33<br />
36<br />
37<br />
39<br />
43<br />
48<br />
49<br />
51<br />
51<br />
53<br />
56<br />
61<br />
61<br />
64<br />
64<br />
65
BAB.VI.<br />
6.1<br />
6.2<br />
6.3<br />
6.4<br />
6.5<br />
BAB.VII<br />
7.1<br />
7.2<br />
ANALISIS. .. ... .. .... ... ... ... ... .. .... .. ... .. .. .......................... 65<br />
Aspek Teknis... ........... .. .. .. ..... ......................... .............. .... ..... 65<br />
Aspek Ekonomi. .... ... ................ .. ................. ..... .. .... .... .. .... ...... 72<br />
Aspek Politik.......... ..... ...... ... ... .................. ............... .. ............ ... 74<br />
Aspek Sosial...... ..... ......... .. .. .... ... .... .. ...... ........... .... ..... .. .... ... ..... . 76<br />
Aspek Keamanan ................................................................ .......... 76<br />
KESIMPULAN DAN SARAN 76<br />
Kesimpulan.... ...... .. ............... ... ......... ......................................... 76<br />
Saran................. .... .. ... ... .......... ... ......... ........... ..... .. ... .. ............. .. .... 76<br />
DAFTAR PUSTAKA 77
5.4.5<br />
5.4.6<br />
5.4.7<br />
5.5<br />
Tanggapan Pemerintah ... ... ............. ..... ............ ..... ................ ... .... ..<br />
Kondisi Topografi Dan Geologi ...................................................... .<br />
Tanggapan Masyarakat ..................................................... .<br />
Analisis ................................. .. ....... .. ... ............ ............... ..<br />
48<br />
6. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ ..<br />
DAFTAR PUST AKAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 50<br />
DAFTAR TABEL<br />
TABEL<br />
TB. 5.1.<br />
TB. 5.2<br />
TB. 5.3<br />
TB. 5.4<br />
TB. 5 .. 5<br />
URAl AN<br />
Kegiatan Peluncuran dari JLSC<br />
Kegiatan Peluncuran dari XSLC<br />
Ringkasan Ke-4 Pusat Peluncuran di China<br />
Pusat Peluncuran Negara-Negara<br />
Persyaratan Dalam Menentukan Lokasi Stasiun Peluncura<br />
Roket Pengorbit Satelit<br />
Halaman<br />
14<br />
17<br />
19<br />
27<br />
33<br />
DAFTAR GAMBAR<br />
GAMBAR<br />
GB. 4.1<br />
GB -5-1<br />
GB 5-2<br />
GB 5-3<br />
GB 5-4<br />
GB 5-5<br />
GB 5-6<br />
Alur Metode Penelitian<br />
URAIAN<br />
Tahapan Pengembangan Roket Pengorbit<br />
Tahapan Pengembangan Satelit<br />
Tahapan Pembangunan Kemampuan Stasiun Peluncuran<br />
Posisi 4 pusat peluncuran di China<br />
Pusat Peluncuran JSLC<br />
Pusat Peluncuran Satelit Xichang (Xichang Satellite<br />
Launch Center-XSLC)<br />
Halaman<br />
6<br />
7<br />
7<br />
8<br />
11<br />
13<br />
16
GB 5-7 Pusat Peluncuran Satelit Taiyuan (TSLC) 22<br />
GB 5-8 Pusat Peluncuran Sriharikota 25<br />
GB 5-9 Posisi Pusat Peluncuran Jepang<br />
27<br />
GB 5-10 Posisi Pusat Peluncuran Korea Utara<br />
29<br />
GB 5-11 Posisi Pusat Peluncuran Alcantara, Brasil<br />
31<br />
GB 5-12 Lokasi Tempat Peluncuran Negara-negara 32<br />
GB 5-13 Produk Litbang Roket 33<br />
GB 5-14 Uji Terbang Roket Kendali 34<br />
GB 5-15 Simulasi Peluncuran Roket Dari Pulau Nias 1 °6' LU 36<br />
9r32' BT<br />
GB.5-16 Perkiraan Jangkauan Misil 51<br />
GB 5-16 Kondisi Umum Kepulauan Nias 53<br />
GB 5-17 Kabupaten Nias 55<br />
GB 5-18 Kabupaten Nias Utara 56<br />
GB 5-19 Kondisi Daerah Sebelah Kanan Menuju Kota Kecamatan 58<br />
Afulu<br />
GB 5-20 Kondisi Daerah Sebelah Kiri Menuju 59<br />
Kota Kecamatan Afulu<br />
GB 5-21 Kota Kecamatan Afulu 60<br />
GB 5-22 Kondisi Jembatan Menuju Afulu 60<br />
GB, 5-23 Simulasi Peluncuran 61<br />
GB.5-24 Trayektori Simulasi 62<br />
GB,5-25 Perkiraan Jarak Jatuh Bagian RPS 63
BAB I PENDAHULUAN<br />
1.1 Latar Belakang<br />
Indonesia dalam hal ini Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)<br />
telah mengembangkan teknologi peroketan, namun perlu diakui bahwa penguasaan<br />
teknologi peroketan di Indonesia masih jauh ketinggalan dibandingkan dengan negaranegara<br />
lain di Asia, seperti India, China, Korea Selatan dan yang lainnya. Upaya<br />
penguasaan peroketan di Indonesia yang dimulai tahun 1960, tapi karena situasi<br />
politik, ekonomi dan keamanan pada tahun 1965 kegiatan peroketan tersebut<br />
diberhentikan. Kemudian kegiatan di bidang peroketan mulai kembali pada awal tahun<br />
1980-an dengan pengembangan berbagai fasilitas.<br />
Walaupun selama ini kegiatan penguasaan teknologi peroketan ditempatkan<br />
pada skala prioritas rendah, namun Indonesia melalui LAPAN terus berupaya<br />
mengembangkan teknologi peroketan, dengan harapan pada masa mendatang<br />
Indonesia akan meningkatkan skala prioritas peroketan. Sejak tahun 2007 Indonesia<br />
telah melakukan percepatan dalam pengembangan teknologi peroketan dan satelitnya.<br />
Percepatan itu terjadi setelah berhasil melepas ketergantungan pada pembuatan<br />
bahan bakar propelan dari pihak asing, antara lain amonium perklorat. Sebagai hasil<br />
dari percepatan tersebut, LAPAN telah berhasil meluncurkan roket eksperimen dengan<br />
diameter 320 mm atau RX-320, dan kemudian berhasil melakukan uji statik dan uji<br />
peluncuran Rx-420 dari Stasiun Peluncuran Roket Pamengpeuk-Garut pada tahun<br />
2009.<br />
Teknologi peroketan merupakan teknologi yang banyak bersinggungan dengan<br />
aspek kehidupan manusia. Roket dapat berfungsi meningkatkan pertahanan<br />
keamanan, dan sebagai wahana transportasi yang dapat digunakan <strong>untuk</strong> membawa<br />
muatan dari suatu titik ke titik lain atau keposisi orbit yang dikehendaki, seperti<br />
penempatan satelit cuaca, satelit telekomunikasi, satelit sumber daya alam dan lainlainnya<br />
ke orbitnya, dan tanpa roket sulit <strong>untuk</strong> menempatkan benda-benda tersebut<br />
ke orbit yang dikehendaki.<br />
Program LAPAN dalam bidang peroketan adalah <strong>untuk</strong> mampu membangun<br />
dan meluncurkan satelit dari bumi Indonesia dengan kemampuan sendiri, yang selama<br />
ini peluncuran satelit-satelit yang dioperasikan ataupun yang dikembangkan oleh<br />
Indonesia masih diluncurkan dari negara lain. Untuk itu Indonesia mulai menuju pada<br />
pengembangkan pembuatan Roket Pengorbit Satelit (RPS) secara mandiri. Pembuatan<br />
Roket Pengorbit Satelit tersebut karena LAPAN telah sukses meluncurkan roket jenis<br />
RX-320 seberat setengah ton yang merupakan tingkat <strong>akhir</strong> dari RPS. Keberhasilan<br />
RX-320 mencatat rekor baru <strong>untuk</strong> ukurannya, jika dibandingkan dengan roket-roket<br />
sebelumnya yang dibuat oleh LAPAN. lnilah roket terbesar yang pernah dibuat LAPAN<br />
dengan diameter 320 milimeter dan panjang 4.7 meter.<br />
Jarak ketinggian yang berhasil dicapai adalah 15 km dari permukaan !aut<br />
dengan total jangkauan roket 42.1 km dari titik peluncuran dan roket membutuhkan<br />
waktu 115 detik <strong>untuk</strong> mencapai jarak jangkauan total. Selain itu roket ini merupakan<br />
bagian dari struktur yang akan dipasang pada roket lebih besar, yang direncanakan<br />
akan diluncurkan LAPAN tahun 2014 atau tahun berikutnya. Peningkatan kemampuan<br />
dalam teknologi peroketan nasional, diikuti keberhasilan membangun satelit mikro<br />
LAPAN-TUBSat dan diluncurkan dari Pusat Peluncuran Sriharikota, India. Kegiatan ini<br />
menjadi tahap pertama bagi pembangunan <strong>program</strong> pembuatan RPS pertama<br />
Indonesia. Dalam jangka enam tahun lagi Indonesia merencanakan memiliki roket
yang bisa mengorbitkan satelit. 1 Meskipun satelit yang dibawa masih ukuran mikro, 50<br />
kg, tetapi ini adalah lompatan teknologi antariksa bagi Indonesia. Selain RX-320, RPS<br />
akan ditunjang oleh tiga susun roket RX-420<br />
Berkaitan dengan semakin besarnya ukuran dan jangkauan roket-roket yang<br />
akan diuji pada periode mendatang yang diharapkan mampu mengorbitkan satelit ke<br />
orbit yang dikehendaki, maka Stasiun Peluncuran Roket Pameungpeuk saat ini dilihat<br />
dari berbagai faktor tidak cocok lagi sebagai stasiun pengorbit satelit, sehingga tempat<br />
peluncuran harus dipindahkan, dan <strong>untuk</strong> itu perlu pengkajian pemilihan stasiun<br />
peluncuran roket pengorbit satelit yang dilihat dari berbagai kriteria dan aspek ( aspek<br />
teknik, aspek ekonomi, aspek social, aspek politik dan aspek hokum) <strong>untuk</strong> menjamin<br />
keamanan, keselamatan, dan kesinambungan <strong>program</strong> peroketan.<br />
1.2. Perumusan Masalah<br />
Uji terbang roket merupakan salah satu kegiatan yang harus dilakukan dalam<br />
<strong>penelitian</strong> dan pengembangan roket. Melalui uji terbang tersebut dapat diketahui<br />
ketinggian, kemampuan dan kelemahan dari roket yang di uji terbang atau roket<br />
yang telah dikembangkan. Uji terbang roket digunakan <strong>untuk</strong> mengevaluasi<br />
kemampuan dalam bidang peroketan, <strong>untuk</strong> menentukan upaya yang yang akan<br />
dilakukan <strong>untuk</strong> peningkatan peroketan nasional.<br />
Uji terbang roket memerlukan lokasi peluncuran, luas lokasi yang dibutuhkan<br />
sesuai dengan <strong>program</strong> peroketan jangka panjang, dan kegiatan yang akan dilakukan<br />
di lokasi tersebut. Penentuan lokasi pusat peluncuran harus sesuai dengan syaratsyarat<br />
lokasi stasiun peluncuran yang ideal. Saat ini Indonesia telah memiliki sebuah<br />
fasilitas peluncuran roket yang terintegrasi atau lnstalasi Uji Terbang Roket (IUTR) milik<br />
LAPAN di Pameungpeuk. Untuk keamanan pelaksanaanpeluncuran di lokasi stasiun<br />
peluncuran roket-Pamegpeuk tersebut ditetapkan daerah bahaya 1 (radius 600 m)<br />
dan daerah bahaya 2( dadius 2 km)<br />
Indonesia (d .h.i.LAPAN) telah mengembangkan teknologi peroketan dan saat ini<br />
sedang menuju pada pengembangan pembuatan Roket Pengorbit Satelit (RPS). Roket<br />
orbiter dirancang dengan memanfaatkan hasil-hasil dari pengembangan roket balistik<br />
yang telah dan tengah dikembangkan LAPAN . Mengingat roket orbiter mempunyai<br />
ukuran dan jangkauannya yang sangat luas, maka diperlukan stasiun peluncuran yang<br />
dapat menjamin keamanan dan keselamatan.<br />
Yang menjadi permasalahan dalam pengkajian ini adalah bahwa keberadaan<br />
stasiun peluncuran roket saat ini sudah tidak memadai lagi <strong>untuk</strong> peluncuran roket-roket<br />
ukuran besar, yang pada tahun 2014 atau tahun-tahun berikutnya diharapkan LAPAN<br />
telah mampu <strong>untuk</strong> melakukan peluncuran roket orbiter dari bumi Indonesia sendiri.<br />
Kondisi lingkungan stasiun peluncuran roket Pamengpeuk saat ini telah berkembang<br />
dengan pesat. Di daerah bahaya 1 (radius 600 m) telah dihuni beberapa penduduk, dan<br />
tempat pelelangan ikan, dan pada daerah bahaya 2 (radius 2 km) telah banyak<br />
pemukiman penduduk dan tempat-tempat penginapan. Kondisi tersebut berisiko tinggi<br />
bagi lingkungannya bila peluncuran RPS dilakukan dari Stasiun Peluncuran Roket<br />
Pamengpeuk.<br />
1<br />
Roadmap Roket Orbiter, 09/05/08<br />
2
Sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan pemilihan lokasi yang cocok<br />
<strong>untuk</strong> dijadikan stasiun peluncuran roket pengorbit satelit yang mampu mendukung<br />
<strong>program</strong> LAPAN di masa datang. Terdapat beberapa lokasi yang dapat dijadikan<br />
sebagai pilihan stasiun peluncuran di wilayah Indonesia. Untuk orbit ekuatorial yaitu<br />
Pulau Biak, Pulau Morotai (Maluku Utara) dan Pulau Waigeo (Irian Jaya), sedangkan<br />
<strong>untuk</strong> orbit kutub (polar) adalah Pulau Nias (Sumatera Utara).<br />
Pulau Biak merupakan satu-satunya daerah yang telah dilakukan <strong>penelitian</strong><br />
layak tidaknya menjadi Badar Antariksa, dan hasil <strong>penelitian</strong> merekomendasikan<br />
bahwa Pulau Biak cocok <strong>untuk</strong> lokasi Bandar Antariksa <strong>untuk</strong> orbit ekuator, tapi<br />
karana beberapa masalah terpaksa pembangunan Bandar Antariksa tersebut tidak<br />
berlanjud.<br />
Untuk memilih lokasi stasiun peluncuran roket yang ideal, tentunya ada<br />
beberapa syarat yang harus dipenuhi. Salah satu persyaratan itu adalah lokasi dekat<br />
dengan laut. Stasiun peluncuran dibuat harus menghadap samudera atau berada di<br />
sebelah timur atau selatannya, serta tidak mengganggu lingkungan sekitar, dan<br />
mengganggu aspek lainnya. Hal itu dimaksudkan agar serpihan benda-benda yang<br />
jatuh akibat proses peluncuran tidak mengenai pemukiman penduduk, baik yang<br />
berada di wilayah teritorial Indonesia atau negara lain.<br />
Penelitian yang akan dilakukan tahun ini (201 0) hanya akan mengkaji layak<br />
tidaknya Pulau Nias sebagai lokasi peluncuran roket pengorbit satelit dilihat dari<br />
beberapa kriteria ataupun aspek.<br />
BAB II TINJAUAN PUSTAKA<br />
Studi kelayakan adalah penelitihan yang menyangkut berbagai aspek baik itu dari<br />
aspek hukum, sosial ekonomi dan budaya, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis<br />
dan teknologi sampai dengan aspek manajemen dan keuangannya, semua digunakan<br />
<strong>untuk</strong> dasar mengambil keputusan apakah suatu kegiatan atau proyek akan dikerjakan<br />
atau tidak. Secara umum aspek aspek tersebut diatas akan melihat atau mengkaji<br />
dampak proyek atau kegiatan terhadap kehidupan masyarakat luas dan lingkungannya<br />
antara lain :<br />
• apakah suatu kegiatan atau proyek yang akan dilakukan dapat merubah atau<br />
justru mengurangi income per capita panduduk setempat,<br />
• sejauh mana pengaruh proyek atau kegiatan tersebut terhadap wilayah dimana<br />
proyek dilaksanakan, apakah wilayah semakin ramai, sarana lalulintas semakin<br />
baik dan lancar, jalur komunikasi dan penerangan listrik meningkat dan juga<br />
pendidikan masyarakat setempat.<br />
• dampak keberadaan peroyek terhadap kehidupan masyarakat setempat,<br />
kebiasaan adat setempat<br />
• Rumusan hukum terhadap dampak positif dan negatif yang mungkin.<br />
Lingkup kegiatan dari studi kelayakan adalah luas, hal tersebut menunjukan<br />
bahwa dalam studi kelayakan akan melibatkan banyak tim dari berbagai ahli yang<br />
sesuai dengan bidang atau aspek masing-masing seperti ekonom, hukum, psikolog,<br />
akuntan, perekayasa teknologi dan lain sebagainya. Studi kelayakan dapat<br />
digolongkan dua bagian berdasarkan pada orientasi yang diharapkan yaitu<br />
berdasarkan orientasi laba, dan orientasi bukan laba (social). Orientasi laba studi akan<br />
menitik-beratkan pada keuntungan yang secara ekonomis, dan kegiatan yang<br />
3
orientasinya tidak pada laba (social), studi menitik-beratkan suatu proyek bisa<br />
dijalankan dan dilaksanakan tanpa memikirkan nilai atau keuntungan ekonomis.<br />
Pada tahun 1990, LAPAN telah melakukan Studi Kelayakan Bandar Antariksa<br />
(BA) Ekuator Biak. Penelitian dan pengkajian Bandar Antariksa dimaksudkan <strong>untuk</strong><br />
memperoleh informasi lebih lengkap mengenai BA sebagai masukan <strong>untuk</strong> menentukan<br />
arah kebijaksanaan pengembangan sains dan teknologi serta industri antariksa dan<br />
bahan pertimbangan pembangunan BA Ekuator di kawasan Asia-Pasifik, baik untu k<br />
kegiatan nasional maupun kerja sama internasional. Dalam studinya ini, Ketua LAPAN<br />
membentuk Team Survey Pendahuluan Lokasi BA yang keanggotaannya terdiri dari<br />
para peneliti LAPAN.<br />
Ruang lingkup kajian meliputi: (i) survai ke Pulau Biak sebagai calon lokasi BA<br />
Ekuator beserta potensinya ditinjau dari segi letak geografis, topogfari dan geologi<br />
<strong>untuk</strong> perencanaan site, kemungkinan adanya gempa bumi, kebutuhan air, kebutuhan<br />
sarana dan prasarana, keadaan meteorologi dan iklim, (ii) analisa kebutuhan teknis<br />
suatu BA, (iii) tinjauan aspek ekonomi pembangunan BA, (iv) tinjauan aspek hukum<br />
pembangunan dan pengelolaan BA. Dalam <strong>laporan</strong>nya dinyatakan bahwa survei<br />
lapangan ke Pulau Biak tersebut merupakan langkah awal pengumpulan data dan<br />
informasi <strong>untuk</strong> penyusunan perencanaan teknik dan bahan kajian lebih lanjut <strong>untuk</strong><br />
perencanaan pembangunan BA.<br />
Team mendefinisikan bahwa yang dimaksud BA adalah suatu komplek<br />
peluncuran yang dilengkapi bangunan-bangunan dan peralatan <strong>untuk</strong> keperluan<br />
peluncuran. Sedangkan konfigurasi teknis suatu BA, Team mengungkapkan bahwa<br />
terdapat bermacam-macam konfigurasi, namun pada umumnya akan memiliki (i) sistem<br />
kendali peluncuran (ii) sistem pelacak dan kontrol roket, (iii) sistem pelacak dan kontrol<br />
satelit, dan (iv) sistem penunjang sarana dan prasarana. Masalah keamanan dan<br />
keselamatan suatu BA juga perlu ditetapkan daerah (zona) bahaya yang tegas dan<br />
zona pemukiman. Untuk peluncuran ke orbit GSO ada 2 zona yaitu (i) zona range<br />
safety 2-2,41 km, dan (ii) zona kontrol pemukiman 4-4,66 km.<br />
Pada tahun 2005 Kajian Pengamanan Dan Peningkatan Peran lnstalasi Uji<br />
Terbang Roket Cilautereun pernah dilakukan oleh Pussisfogan. Dalam kajian tersebut<br />
dianjurkan mengkaji ulang lokasi landasan luncur roket LAPAN dan mencari dan<br />
menetapkan lokasi yang paling tepat sehingga dapat memberikan keamanan dan<br />
bagi pelaksanan peluncuran. Dalam kajian tersebut juga diungkap peningkatan peran<br />
stasiun peluncuran LAPAN dapat dilakukan dengan pengembangan wisata pantai<br />
Santolo melalui pemanfaatan tanah milik LAPAN dengan memperhatikan syarat-syarat<br />
yang berlaku tanpa mengganggu pengoperasian lnstalasi Uji Terbang Roket<br />
Pamengpeuk.<br />
BAB Ill TUJUAN DAN MANFAAT<br />
3.1. Tujuan<br />
Penelitian ini ditujukan <strong>untuk</strong> menentukan cocok tidaknya Pulau Nias dijadikan<br />
sebagai Lokasi Pembangunan Stasiun Peluncuran Roket Pengorbit Satelit.<br />
4
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN<br />
Metode yang digunakan dalam <strong>penelitian</strong> ini adalah, metode historis, metode<br />
deskriptif analisis, dan metode <strong>penelitian</strong> komparatif. Metode <strong>penelitian</strong> historis<br />
ditujukan <strong>untuk</strong> mengetahui suatu rekonstruksi masa lampau secara sistimatis dan<br />
objektif dengan mengumpulkan mengevaluasi, memverifikasi serta mensistesikan<br />
bukti-bukti <strong>untuk</strong> membuat kesimpulan.<br />
Metode <strong>penelitian</strong> deskriptif adalah metode yang dilakukan <strong>untuk</strong><br />
menggambarkan secara sistematis fakta-fakta yang aktual dan akurat seta sifat-sifat<br />
populasi daerah yang menjadi kajian dengan menggunakan survey.<br />
Metode kausal komparatif yaitu metode <strong>penelitian</strong> yang menyelidiki adanya<br />
hubungan sebab akibat berdasarkan pengamatan terhadap akibat yang ada dan<br />
mencari faktor-faktor penyebab terjadi permasalahan.<br />
Jenis data dan teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam <strong>penelitian</strong> ini<br />
adalah sebagai berikut.<br />
4.1. Jenis Data Yang Diperlukan<br />
Data yang diperlukan dalam studi ini dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu data<br />
primer dan data skunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung di<br />
lapangan melalui kegiatan survey lapangan baik secara observasi, dan atau wawancara<br />
ataupun data hasil konsultasi dengan nara sumber. Data sekunder diperoleh dari<br />
literatur-literatur atau data dari internet yang berhubungan dengan kegiatan ini.<br />
Data primer utama yang dibutuhkan dan yang sangat menentukan dalam<br />
keberlanjutan <strong>penelitian</strong> ini adalah respon dari Pemda Nias tentang kesediaannya<br />
menyediakan lahan <strong>untuk</strong> dijadikan sebagai Pusat Peluncuran RPS. Hal ini dikarenakan<br />
selama ini belum ada komunikasi antara LAPAN dengan Pemda Nias, sehingga apabila<br />
PEMDA Nias tidak memberikan respon maka <strong>penelitian</strong> tidak bisa dilanjutkan. Untuk ini<br />
LAPAN, melalui surat Kapussisfogan Nomor:B/030N/2010/SISFOGAN, tanggal 25 Mei<br />
2010 kepada Bupati Nias, Provinsi Sumatera Utara sebelumnya telah meminta<br />
kesediaannya <strong>untuk</strong> menerima kunjungan Tim LAPAN. Data primer lainnya yang<br />
dikumpulkan adalah data atau informasi terkait kondisi lapangan daerah Pulau Nias.<br />
Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan meliputi (i) perkembangan<br />
pembangunan pusat peluncuran beberapa negara <strong>untuk</strong> mengetahui antara lain luas<br />
pusat peluncuran, fasilitas-fasilitas di dalamnya, dan biaya yang dibutuhkan, (ii)<br />
keadaan umum lokasi kegiatan seperti letak wilayah, luas wilayah, dan kondisi fisik<br />
lingkungan, keadaan lahannya seperti vegetasi, jenis tanah, topografi; dan keadaan<br />
masyarakat seperti jumlah penduduk, mata pencaharian, dan budaya masyarakat.<br />
4.2. Tahapan Persiapan pelaksanaan<br />
Sebelum melakukan kunjungan ke lokasi (d.h.i Pulau Nias) telah dilakukan<br />
berbagai persiapan, meliputi:<br />
(i)<br />
Konsultasi dengan para nara sumber di LAPAN (Desains, Kapus. Teknologi<br />
Dirgantara Terapan, Kapus Teknologi Elektronika Dirgantara, dan Kapus.<br />
Teknologi Wahana Dirgantara, Kapussisfogan) <strong>untuk</strong> memperoleh arahan,<br />
masukan terkait <strong>program</strong> LAPAN dalam peroketan dan kemungkinan<br />
pembangunan pusat peluncuran RPS di P Nias dan lokasi lain.<br />
5
(ii)<br />
Penyiapan peta-peta dasar, penyiapan bahan-bahan, alat (GPS dan kompas), alat<br />
pendukung lainnya seperti Camera, dan penyiapan rencana kerja. Peta dasar<br />
yang disiapkan adalah:<br />
• Peta penutup lahan Pulau Nias skala 1 : 180.000<br />
• Peta citra satelit Landsat 7 Pulau Nias skala 1 : 180.000 (27 Januari 2006 dan<br />
6 Januari 2007)<br />
Bahan-bahan yang dimaksud adalah terkait informasi tentang parameter dan<br />
nilai, persyaratan dan faktor-faktor lainnya yang dibutuhkan dalam penentuan layak<br />
tidaknya suatu daerah menjadi sebuah Pusat Peluncuran RPS .<br />
4.3. Tahapan ldentifikasi, Klasifikasi, dan Penyajian Data<br />
Dengan menggunakan metode <strong>penelitian</strong> yang telah diutarakan diatas dilakukan<br />
analisis dengan alur metodologi Gambar- 4-1 dengan tahapan sebagai berikut:<br />
1) ldentifikasi Data<br />
Mengidentifikasi variable atau parameter, dan menetapkan nilai, kwalitas, dan<br />
syarat-syarat variabel atau parameter dari Lokasi Stasiun Peluncuran Roket<br />
Pengorbit Satelit yang ideal.<br />
Acuan penetapan variable atau parameter ataupun penentuan nilai , kwalitas,<br />
syarat-syarat variable <strong>untuk</strong> Lokasi Stasiun Peluncuran. Roket yang ideal yang<br />
digunakan dalam <strong>penelitian</strong> ini adalah:<br />
• Stasiun Peluncuran. _Roket Pamengpeuk.<br />
• Studi Kelayakan Bandar Antariksa Biak.<br />
• Masukan Dari Nara Sumber.<br />
• Stasiun Peluncuran Roket Negara-Negara.<br />
2) Klasifikasi Data<br />
Mengklasifikasi dan menentukan urutan variable atau parameter berdasarkan<br />
peran dan fungsinya dalam pembangunan stasiun peluncuran roket dan<br />
pengoperasian peluncuran roket. Variabel (kecepatan angin) di daerah stasiun<br />
peluncuran roket tidak bisa lebih pari 10 knot. Kecepatan angin merupakan<br />
varia bel mutlak nilainya harus dibawa 10 knot. Variabel yang tidak mutlak dapat<br />
diklasifikasi pada urutan yang lebih rendah dari variabel mutlak.<br />
3) Penyajian Data Dalam Tabel<br />
Penyajian variabel atau parameter, beserta nilai, kwalitas dan syarat-syarat<br />
<strong>untuk</strong> lokasi peluncuran RPS sebagaimana dalam Tabel4-1 .<br />
Tabel 4 -1: Variabei/Parameter Penentuan Lokasi Stasiun Peluncuran RPS<br />
No Variabel atau Parameter Besaran Keterangan<br />
1 Letak Geografis Lokasi<br />
2 Topografi Dan Geologi<br />
• Susunan tanah<br />
• Ketinggian tanah di atas<br />
permukaan laut<br />
6
• Ketinggian tanah di pantai<br />
• Kemiringan<br />
• Kedalaman<br />
tanah<br />
lapisan atas<br />
• Sungai di bawah<br />
permukaan tanah<br />
3 Luas tanah yang tersedia<br />
(km2)<br />
4 Curah hujan tahunan(mm)<br />
5 Badai rara-rata (hari/tahun)<br />
6 Kabut rata-rata (hari/tahun)<br />
7 Temperatur rata-rata<br />
8 Temperatur minimum<br />
9 Temperatur rata-rata<br />
oc<br />
tertinggi<br />
10 Arah peluncuran<br />
11 Kecepatan pinalti %<br />
12 kemungkinan berkabutlhari<br />
13 Jumlah hari ber angin<br />
kuat/bulan<br />
14 Penutupan awan jam 9 paQi<br />
15 Sarana transportasi<br />
-darat<br />
-I aut<br />
-udara<br />
16 Ketersediaan bahan<br />
17 Tanggapan masyarakat<br />
18 Tanggapan pemerintah<br />
5. Pembobotan<br />
Setelah variable atau parameter diklasifikasi atau diurutkan berdasarkan peran dan<br />
fungsinya dalam pembangunan stasiun peluncuran dan pengoperasian peluncuran<br />
RPS, kemudian variable atau parameter tersebut diberi bobot mulai dari 1,0<br />
(sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting), jumlah semua bobot adalah 1.<br />
Variabel atau parameter tersebut mempunyai peran atau dampak terhadap faktor<br />
strategis pembangunan stasiun peluncuran ataupun dalam pelaksanaan peluncuran.<br />
6. Pemberian Rating<br />
Penetapan rating <strong>untuk</strong> masing-masing variable atau parameter, dengan<br />
memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), bedasarkan<br />
peran dan fungsi parameter atau variabel tersebut terhadap pemilihan dan<br />
pembangunan serta pelaksanaan peluncuran RPS. Apabila nilai, ukuran, kwalitas<br />
dan syarat-syarat dari parameter atau variabel yang dimiliki oleh suatu daerah:<br />
• dapat mendukung pelaksanaan peluncuran roket atau<br />
• sesuai dengan nilai, ukuran, kwalitas dan syarat-syarat dari lokasi stasiun<br />
peluncuran roket yang ideal, diberi nilai mulai dari +1 sampai +4 (sangat baik)<br />
Sedangkan apabila nilai, ukuran, kwalitas dan syarat-syarat parameter atau variabel<br />
dari suatu lokasi yang diteliti tidak sesuai dengan nilai, ukuran, kwalitas dan syarat-<br />
7
syarat parameter atau variabel dari lokasi stasiun peluncuran roket yang ideal,<br />
nilainya adalah lebih kecil dari 4.<br />
Tabel 4-2: PENENTUAN LOKASI STASIUN PELUNCURAN RPS BERDASARKAN<br />
NILAI BOBOT X RATING DARI PARAMETER LOKASI STASIUN<br />
PELUNCURAN RPS<br />
Variabei/Parameter, Dalam<br />
BOBOT<br />
Menetukan Lokasi BOBOT RATING X KOMENTAR<br />
Pembangunan Stasiun<br />
RATING<br />
Dan Pengoperasian<br />
X<br />
Peluncuran RPS<br />
PERSYARATAN TEKNIS<br />
• Arah Peluncuran<br />
• Lokasi DE~kat Pantai<br />
• Kecepatan Angin<br />
• Luas Lahan<br />
• Penutupan Awan dan<br />
Kabut<br />
• Curah Hujan<br />
• Temperatur rata-rata<br />
• Ketinggan di atas<br />
permukaan laut<br />
• Ketinggian tanah di<br />
pantai<br />
• Susunan tanah<br />
• Kemiringan tanah<br />
•<br />
Kedalamam lapisan atas<br />
tanah<br />
• Ketersedian Bahan<br />
• Sarana Transportasi<br />
• Sarana listrik<br />
VARIABEL STRATEGI<br />
• Kebijakan PEMDA<br />
• Politik Nasional<br />
• Kebijakan Pemerintah<br />
Pusat<br />
• Kebijakan Pimpinan<br />
LAPAN<br />
• Pandangan Masyarakat<br />
• Kemauan Politik Daerah<br />
• Anggaran<br />
• Harga<br />
• Kerja Sama Luar Negeri<br />
• Kebutuhan<br />
• Kemampuan Teknologi<br />
Tot a I<br />
8
Gam bar- 4-1 . Alur Metode PenelitiaN<br />
PERUMUSAN MASALAH<br />
DAN PENETAPAN<br />
JADWAL PENELITIAN<br />
MENENTUKAN KONSEP<br />
PENELITIAN<br />
~<br />
~<br />
STUDILITERATUR<br />
ATAU PUSTAKA<br />
J<br />
1. Stasiun<br />
Peluncuran Roket<br />
Pamengpeuk<br />
2. Studi Kelayakan<br />
Bandar Antariksa ~<br />
Biak<br />
3. Nara Sumber<br />
4. Stasiun Peluncuran<br />
Roket Negaraneaara<br />
METODE PENELITIAN<br />
• Studi Literatur<br />
• Survei Lokasi<br />
• Pertemuan PEMDA dan<br />
Wawancara<br />
• Konsultasi dengan Nara<br />
Sumber<br />
l<br />
1. ldentivikai Parameter yang<br />
ideal<br />
2. ldentifikasi Variabel Strategi<br />
Yana dilakukan Pembobotan<br />
•<br />
1. Arah Peluncurn, Luas Lahan<br />
dan Kondisinya<br />
2. Letak Geografis<br />
3. Pemukiman dan Jumlah<br />
Penduduk<br />
t Kondisi Meteorologi dan lklim<br />
J. Kondisi Topogafi Dan Geologi<br />
3. Sumber Bahan Bangunan<br />
r. Kebijakan PEMDA<br />
3. Kebijakan LAPAN,<br />
l Tanggapan Masyarakat dan<br />
10. Kemauan Poitik Daerah<br />
ANALISIS. DARI<br />
BERBAGAIASPEK<br />
KESIMPULAN<br />
9
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN<br />
5.1 Kebijakan Indonesia di Bidang Keantariksaan<br />
Teknologi antariksa telah dimanfaatkan oleh berbagai negara dalam berbagai<br />
bidang pembangunan termasuk bidang pertahanan keamanan/operasi militer.<br />
Indonesia juga telah mengembangkan teknologi peroketan dan memanfaatkan sate I it<br />
<strong>untuk</strong> komunikasi, pendidikan, telemedisin, perencanaan tata guna lahan <strong>untuk</strong><br />
pengembangan wilayah, perencanaan pengembangan infrastruktur, pengelolaa n<br />
sumber daya a lam dan pemantauan lingkungan, dan juga <strong>untuk</strong> pertahanan keamana n<br />
negara. Kemampuan Indonesia dalam teknologi peroketan dan satelit masi h<br />
terbatas dan masih dalam tahap <strong>penelitian</strong> dan pengembangan, sehingga lndonesi a<br />
masih memanfaatkan satelit yang diprodksi dan diluncurkan oleh negara lain.<br />
Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas yang terdiri dari kurang lebi h<br />
17.500 pulau besar dan kecil. Letak geografis Indonesia yang berada di daerah<br />
khatulistiwa, berada diantara dua benua dan 2 samudera, kaya dengan sumber daya<br />
a lam dan rentan terhadap bencana dan gangguan keamanan. Pengelolaan wilaya h<br />
negara Indonesia dengan kondisi geografis seperti yang dikemukakan di atas sangat<br />
memerlukan teknologi keantariksaan.<br />
Untuk kelangsungan pemanfaatan teknologi keantariksaan dalam berbagai<br />
bidang pembangunan, ataupun <strong>untuk</strong> pengelolaan wilayah Indonesia seperti kondisi<br />
geografis yang diutarakan di atas, juga memerlukan teknologi antariksa, dan <strong>untuk</strong><br />
tujuan tersebut perlu penguasaan teknologi antariksa.<br />
5.1.1. Teknologi Roket Dan Tahapan Pengembangannya<br />
Kebijakan dalam teknologi peroketan di arahkan <strong>untuk</strong> penguasaan kemandirian<br />
roket. Arah kebijakan ini sesuai dengan amanat UU no. 17 Tahun 2007 tentang<br />
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional. Penguasaan teknologi<br />
roket dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan sasaran yang diharapkan.<br />
Penguasaan teknolgi roket jangka pendek ditujukan <strong>untuk</strong> penguasaan teknologi roket<br />
ilmiah (sounding rocket) dan pertahanan nasional. Sedangkan sasaran jangka panjang<br />
ditujukan <strong>untuk</strong> penguasaan teknologi roket peluncur satelit.<br />
Tahapan pengembangan kemampuan pembangunan roket pengorbit dan fasilitas<br />
pendukungnya selama 6 tahun disajikan pada Gambar 5-1.<br />
Gam bar 5-1: Tahapan Pengembangan Roket Pengorbit<br />
10
5.1.2. Satelit Dan Tahapan Pengembangannya<br />
Dengan penguasaan teknologi dan kemampuan membangunan satelit mikro<br />
LAPAN-TUBSat, Indonesia akan membuat sendiri, mengembangkan sendiri satelit<br />
yang dibutuhkan. Pengembangan roket tersebut juga dapat dilakukan dengan merakit<br />
komponen-komponen yang dibeli. Tahapan pengembangan kemampuan pembangunan<br />
satelit disajikan pada Gambar 5-2.<br />
2012 2013<br />
• • • • • • • • • • • • • • • • •<br />
Gam bar 5-2: Tahapan Pengembangan Satelit<br />
5.1.3. Stasiun Peluncuran Dan Tahapan Pengembangannya<br />
Stasiun peluncuran diperlukan <strong>untuk</strong> menguji roket-roket yang telah dibangun.<br />
Melalui pengujian peluncuran roket akan diketahui berbagai kekurangan dari<br />
kelemahan dari roket yang diluncurkan. Hasil pengujian merupakan masukan dalam<br />
perbaikan ataupun pengembangan roket-roket berikutnya. Pengujian peluncuran<br />
roket memerlukan stasiun peluncuran, dan lokasi stasiun peluncuran harus sesua<br />
dengan tujuan peluncuran, jenis roket yang akan diluncurkan, serta kegiatan yang<br />
akan dilakukan di lokasi stasiun peluncuran tersebut.<br />
Saat ini stasiun peluncuran yang digunakan <strong>untuk</strong> pengujian roket adalah di<br />
Pamengpeuk. Dilihat dari perkembangan lingkungan stasiun peluncuran yang pesat ,<br />
maka stasiun peluncuran roket Pameungpeuk tidak layak lagi digunakan sebagai<br />
stasiun peluncuran roket pengorbit satelit. Ketidak layakan Stasiun Peluncuran Roket<br />
Pamengpeuk <strong>untuk</strong> digunakan meluncurkan roket pengorbit satelit. Untuk itu perlu<br />
mencari lokasi dan membangun stasiun peluncuran roket pengorbit satelit.<br />
Strategi pembangunan stasiun peluncuran adalah mencari lokasi yang memenuhi<br />
setidaknya 4 persyaratan. Keempat persyaratan tersebut adalah ; dekat dengan<br />
khatulistiwa, tidak ada pemukiman di sekitar lokasi (yang aman adalah laut), adanya<br />
stabilitas politik dan ekonomi di sekitar lokasi dan jalur peluncuran, secara fisik stabil,<br />
dan bebas bencana alam. Di samping itu mengingat bahwa pembangunan stasiun<br />
peluncuran terkait dengan penataan ruang, maka pemilihan lokasi juga harus<br />
memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) <strong>untuk</strong><br />
meminimumkan potensi konflik yang akan terjadi:.<br />
Tahapan pembangunan pengembangan kemampuan stasiun peluncuran disajikan<br />
pada Gambar 5-3.<br />
11
2009 2010 2011 2012 2013 2014<br />
Gambar 5-3 Tahapan Pembangunan Kemampuan Stasiun Peluncuran<br />
5.2. Perkembangan Stasiun Peluncuran Roket Pengorbit Satelit Global<br />
5.2.1. lnternasional<br />
Peningkatan pekembangan keantariksaan dunia saat ini dapat dilihat dari<br />
peluncuran berbagai wahana antariksa. Kegiatan keantaiksaan dilihat dari tujuannya<br />
dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu <strong>untuk</strong> sipil dan <strong>untuk</strong> militer. Kegiatan<br />
keantariksaan sipil ditujukan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan kegiatan<br />
keantariksaan militer ditujukan <strong>untuk</strong> bidang pertahanan dan keamanan.<br />
Kegiatan keantariksaan sipil meliputi kegiatan <strong>program</strong> ilmiah dan <strong>program</strong><br />
aplikasi, dan kemudian berkembang ke <strong>program</strong> komersial. Program-<strong>program</strong> ilmiah<br />
meliputi <strong>program</strong> <strong>penelitian</strong> bumi dan lingkungannya, <strong>program</strong> <strong>penelitian</strong> matahari dan<br />
planet-planet lain, astronomi dan lain-lain. Program-<strong>program</strong> aplikasi antara lain meliputi<br />
<strong>program</strong> satelit meteorologi <strong>untuk</strong> peningkatan peramalan cuaca dan monitoring<br />
linkungan, <strong>program</strong> lingkungan teledeteksi <strong>untuk</strong> <strong>penelitian</strong> dan monitoring sumber daya<br />
alam , <strong>program</strong> satelit geodesi dan navigasi dan lain-lain. Program-<strong>program</strong><br />
komersialisasi meliputi <strong>program</strong> satelit komunikasi <strong>untuk</strong> hubungan telepon, televisi,<br />
faximile, yang mencakup antar negara dan benua, dan <strong>program</strong> ini sangat berguna bagi<br />
negara yang wilayahnya luas.<br />
Teknologi peroketan mempunyai peran penting dalam kegiatan keantariksaan<br />
<strong>untuk</strong> menempatkan satelit atau muatan lainnya ke orbitnya. Dalam peningkatan<br />
penguasaan teknologi peroketan tempat peluncuran roket sangat diperlukan. Tanpa<br />
tempat peluncuan pegujian dan pengembangan roket sampai diameter yang besar dan<br />
yang mampu <strong>untuk</strong> melucurkan roket pengorbit satelit tidak akan mungkin dicapai. Oleh<br />
karena itu berbagai negara yang sudah menguasai teknologi peroketan <strong>untuk</strong> berbagai<br />
tujuan, pada umumnya mempunyai pusat peluncuran roket.<br />
Keunggulan suatu tempat peluncuran selain perbedaan lintang tempat tersebut di<br />
bumi, juga tergantung pada orbit misi yang dipilih. Beberapa jenis orbit wahana<br />
antariksa antara lain orbit rendah ekuator, orbit rendah polar (termasuk sunsynchronous),<br />
orbit lunar, orbit antar planet, orbit stasiun ruang angkasa dan orbit<br />
geostationer.<br />
12
Untuk <strong>program</strong> pengamatan bumi dan aplikasinya, misi-misi yang penting<br />
adalah orbit rendah ekuator, orbit rendah polar (termasuk sun-synchronous), dan orbit<br />
geostasioner. Selain itu juga ada misi sub-orbit <strong>untuk</strong> percobaan sistem komunikasi,<br />
percobaan mikro graviti, <strong>penelitian</strong> cuaca/iklim/monitoring linkungan dan lain<br />
sebagainya.<br />
Suatu satelit yang diluncurkan dari tempat yang makin jauh dari garis ekuator ke<br />
orbit geostationer akan mengalami kerugian daya, akibat adanya manuver perubahan<br />
orbit inklinasi ke orbit ekuator. Hal ini akan banyak menggunakan bahan bakar motor<br />
roket dan satelit, dan dengan demikian beban guna atau berat satelit yang dibawa<br />
relatip akan berkurang. Peluncuran satelit ke orbit polar termasuk sun-synchronous dari<br />
daerah ekuator tidak memberikan keuntungan dibandingkan dengan peluncuran satelit<br />
dari ekuator ke orbit-geostationer. Namun tempat peluncuran ekuator perlu<br />
mengakomodasikan kegiatan peluncuran tersebut di atas.<br />
Lokasi tempat peluncuran satelit yang ideal di dunia sangat terbatas. Namun<br />
negara-negara, utamanya negara maju, tetap membangun lokasi tempat peluncuran<br />
satelit di wilayahnya walaupun bukan merupakan lokasi yang ideal, di mana lokasi<br />
tersebut jauh dari khatulistiwa (0° sehingga saat peluncuran mempunyai angka penalti<br />
kecepatan yang tinggi).Terdapat 13 negara di dunia yang dilalui garis khatulistiwa,<br />
yaitu Sao Tome dan Principe, Gabon, Republik Congo, Republik Demokratik Congo,<br />
Uganda, Kenya, Somalia, Maldives, Indonesia (melintasi banyak pulau, terutamanya<br />
Sumatera, Borneo, Sulawesi, dan Halmahera), Kiribati, Ecuador, Colombia, dan Brazil.<br />
Dari ke 13 negara tersebut, hanya beberapa negara yang telah memiliki pusat<br />
peluncuran satelit, salah satu diantaranya Brazil (2.3° LS , 44.4° BB). Berikut ini<br />
adalah perkembangan beberapa negara di kawasan Asia-Pasifik yang telah mempunyai<br />
pusat peluncuran satelit.<br />
(1) China<br />
China telah mengembangkan kemampuan keantariksaan sejak tahun 1950-an<br />
yaitu dengan tujuan saat itu <strong>untuk</strong> memperoleh senjata nuklir yang didorong oleh dua<br />
alasan politis yaitu kepentingan pertahanan wilayahnya dan <strong>untuk</strong> kepentingan prestise.<br />
Pada tanggal 8 Oktober 1956, Komite Pusat Partai Komunis China yang dipimpin Mao<br />
Tse-tung membentuk the Fifth Research Academy di bawah Menteri Pertahanan<br />
Nasional <strong>untuk</strong> mengembangkan keantariksaan. 2 lnilah permulaan yang sebenarnya<br />
<strong>program</strong> keantariksaan China, dan empat tahun kemudian yaitu pada tanggal 5<br />
November 1960, China meluncurkan roket pertamanya. Peluncuran ini menjadikan<br />
China sebagai negara ke-4 setelah Jerman, Amerika Serikat dan Uni Soviet yang<br />
memasuki era antariksa. 3 Teknologi antariksa China utamanya teknologi peroketan<br />
mulai muncul ke publik pada tahun 1960-an ketika China mulai mendesain roket<br />
berbahan bakar cair, satelit, dan wahana peluncurnya. Dalam awal pengembangan<br />
teknologi antariksa ini China memperoleh bantuan dan alih teknologi dari Uni Soviet,<br />
dan terhenti pada tahun 1960 ketika hubungan kedua negara mulai mengalami<br />
ketegangan. Sejak tahun 1960 kemudian China mengembangkan kemampuan dalam<br />
teknologi antariksa baik <strong>untuk</strong> kepentingan militer maupun <strong>untuk</strong> sipil dengan upayanya<br />
sendiri.<br />
2<br />
Lieutenant Colonel William R. Morris, USAF, The Role Of China 's Space Program In Its National Development Strategy, , Air<br />
War College,Maxwell Air Force Base, Alabama, August 2001, Hal2.<br />
3<br />
Ibid<br />
13
Empat belas tahun setelah China memulai <strong>riset</strong> roket dengan mendirikan the Fifth<br />
Academy tersebut di atas, pad a tang gal 24 April 1970 China berhasil meluncurka n<br />
satelit pertamanya Dong Fang Hong I dengan menggunakan roket Long March-1 ata u<br />
Chang Zheng-1 (CZ-1) yang dimodifikasi dari misil balistik antar benua (Intercontinental<br />
Ballistic Missile-ICBM) CSS-3. Keberhasilan ini juga menempatkan China menjadi<br />
negara ke-5 dalam meluncurkan satelit setelah Uni Soviet (1957), Amerika Serikat<br />
(1958), Perancis (1965), Jepang (1970), dan India (1975). Peluncurannya satelit<br />
pertama Jepang yaitu sate lit Osumi berlangsung pad a tang gal 11 Februari 1970, du a<br />
bulan sebelum peluncurannya Cina, sedangkan India baru berhasil meluncurkan sa tel it<br />
pertamanya pada tahun 1975.<br />
Pada Sidang Ke-48 Subkomite llmiah dan Teknik UNCOPUOS di Wina tanggal<br />
9-20 Pebruari 2009, China menginformasikan bahwa sampai dengan 31 Desember<br />
2008, China telah meluncurkan Long March sebanyak 115 kali dengan keberhasilan<br />
rata-rata 94% . Khusus pada tahun 2008 Long March melakukan peluncuran sebanyak<br />
11 kali dan berhasil menempatkan 13 satelit, serta satu pesawat antariksa ke orbit 4<br />
Lebih lanjut dinyatakan bahwa saat ini China sedang melakukan <strong>riset</strong> dan<br />
pengembangan sebuah roket Long March 5 generasi baru yang non-toxic dan bebas<br />
polusi dengan kapasitas dapat membawa muatan 25 ton ke orbit dekat Bumi dan 14 ton<br />
<strong>untuk</strong> ke geosynchronous transfer orbit (GTO).<br />
Kemampuan China dalam peluncuran wahana antariksa (roket dan satelit)<br />
tersebut didukung dengan tersedianya tiga (3) pusat peluncuran yaitu Jiuquan Satellite<br />
Launch Center (JSLC),yang digunakan <strong>untuk</strong> peluncuran berbagai jenis satelit<br />
termasuk <strong>untuk</strong> <strong>program</strong> penerbangan antariksa berawak (human spaceflight <strong>program</strong>),<br />
Xichang Satellite Launch Center (XSLC) digunakan <strong>untuk</strong> peluncuran satelit-satelit ke<br />
GSO, dan Taiyuan Satellite Launch Center (TSLC) digunakan <strong>untuk</strong> peluncuran satelitsatelit<br />
penginderaan jauh (observasi Bumi dan lingkungan/cuaca). 5<br />
Saat ini China sedang membangun pusat peluncuran ke-4 yaitu Wenchang<br />
Satellite Launch Center (WSLC) yang berlokasi di bagian paling selatan Provinsi<br />
Hainan (11 0. 7° BT dan 19.6° LU). 6 Pengelolaan seluruh pus at peluncuran dan<br />
tracking, monitoring dan pengendalian jaringan kerja dan operasi seluruh misi, serta<br />
kerja sama internasional dalam bidang-bidang yang relevan merupakan tanggung<br />
jawab CLTC (China Satellite Launch & Tracking Control General Department). 7 Posisi<br />
ke-4 pusat peluncuran tersebut sebagaimana terlihat dalam Gambar 3-1 di bawah ini.<br />
4 Statement of Mr. Wang Keran, head of the Chinese Delegation to the 46th session of the Scientific and Technical<br />
Subcommittee of the Committee on the Peaceful Uses of Outer Space , Vienna, 7-20 February 2009.<br />
5<br />
Marcia S. Smith, op.cit., Hal I.<br />
6<br />
Wenchang Satellite Launch Centre, 15 October 2008<br />
7<br />
http://www.cgwic.com.cn/Partner/<br />
14
TfHYURN 11:-11<br />
LAUNCH SITE ~<br />
~ city<br />
® ca.pita.l<br />
fm sea.<br />
rt:il I -
erlokasi sekitar 38 km dari Launch Area 2 dan se kitar 6 km dari District 10. SLS<br />
beroperasi mulai tahun 1998 dan pertama kali digunakan pada November 1999.<br />
Pada awalnya hanya 1 (satu) landasan pacu yang diper<strong>untuk</strong>an bagi<br />
peluncuran wahana antariksa berawak Shenzhou. Kemudian pada tahun 2003<br />
menjadi 2 (dua) landasan pacu yan~ diper<strong>untuk</strong>an bagi peluncuran satelit-satelit. SLS<br />
terdiri dari beberapa fasilitas, yaitu: 1<br />
• ShenZhou Launch Complex (SLS-1 ). Terdiri dari sebuah landasan pacu<br />
bergerak 100°17.4' BT; 40°57.4'LU; Kemiringan di atas permukaan laun:<br />
1,073m). dan sebuah umbilical tower (11 lantai). Landasan pacu ini bergerak<br />
dengan kecepatan maksimum 28 m/menit.<br />
• Satellite Launch Complex (SLS-2). Merupakan komplek peluncuran kedua<br />
yang dibangun pada tahun 2003, sekitar 640 km dari Komplek Peluncuran<br />
Shenzou. SLS-2 ini mempunyai sebuah landasan pacu (fixed) dan sebuah<br />
umbilical tower. SLS-2 ini telah digunakan <strong>untuk</strong> meluncurkan satelit FSW<br />
dengan menggunakan wahana peluncur CZ-2C/D. Sejumlah 6 peluncuran<br />
telah dilakukan dari SLS-2.<br />
• Launch Vehicle Horizontal Building (BL 1). Utamanya digunakan <strong>untuk</strong><br />
examination dan penyiapan wahana peluncur ChangZheng.<br />
• Launch Vehicle Vertical Processing Building (BLS). Bertindak sebagai<br />
sebuah platform <strong>untuk</strong> pemasangan (assembly) wahana peluncur dan<br />
integrasi Shenzhou dengan wahana peluncur. BLS ini merupakan bangunan<br />
tertinggi di dunia (86.1 m di atas permukaan bumi) dengan atap beton<br />
terberat (13.000 ton)<br />
• Spacecraft Processing Facility: terdiri dari Non-Hazard Operation Building<br />
(BS2) dan Hazard Operation Building (BS3). BS2 utamanya digunakan <strong>untuk</strong><br />
assembly dan pengujian wahana antariksa, sementara BS3 digunakan <strong>untuk</strong><br />
pengisian bahan bakar wahana antariksa dengan bahan bakar cair.<br />
• Launch Control Centre (LCC). LCC yang berada disamping BLS berfungsi<br />
<strong>untuk</strong> memonitor fan mengkoordinasikan proses persiapan peluncuran. LCC<br />
terdiri dari 4 ruangan yang masing-masing ruang berfungsi sebagai<br />
pengendali wahana peluncur, pengendali wahana antariksa, Examination<br />
and Launch Command, dan Pusat Komunikasi.<br />
• Fasilitas lain seperti: Solid Rocket Motor Processing Building, liquid<br />
propellant storage, aiming room, dll.<br />
4. District 10 (Dongfeng Space City)<br />
District 10 terdiri dari fasilitas uji terbang People's Liberation Army Air Force<br />
(PLAAF), sebuah museum antariksa, dan sebuah pemakaman para syuhada. 13<br />
5. Stasiun Penjejak Optik<br />
6. Stasiun Radar<br />
7. Tempat Peluncuran penyangga/pendukung ShenZhou<br />
8. Dingxin Airbase<br />
Posisi fasilitas JSLC tersebut sebagaimana dilihat dalam Gambar 3-2 berikut ini. 14<br />
12<br />
JSLC South Launch Site, http://www.sinodefence.com/space/facility/jiuquan-sls.asp<br />
13<br />
Jiuquan Satellite Launch Center, http://en.wikipedia.org/wiki/Jiuquan_Satellite_Launch_Center, last modified on 23 January<br />
2010.<br />
14<br />
File:Jiuquan Satellite Launch Center map.gif, last modified on I I August 2009,<br />
http://commons. wikimedia.org/wiki/File:Jiuquan _Satellite_ Launch_ Center _map.gif<br />
16
t N<br />
I s<br />
_,.S.:,. .,'I.·A: L-..-.c h ~pJ.# :!o; & r~c.Jt. .. k .-,7 c .-,...t-<br />
1 .. _ "' " . . ~ ·-·. . ... --~- .. · ··-···· . .•.• ,._ .. . . ... ...... .. ' 1<br />
i 'i.?tl '\ ~~..! i<br />
I S:t«t·Ja--a I<br />
I c~ ·~a... d '.l L ..... -. ... dr~C:t:a~ s~•- - 0- 0 i<br />
I<br />
J<br />
;,., ____<br />
B :"'L•chr..<br />
ic.t Cotnt•'"<br />
~ ... -···- .. -----... ... ... .<br />
. -·-·· -·- -· -·· ---·· -····-··--·· .. ....... .. .. ,<br />
l<br />
D 3-oo.•IJ'\. T >rdUcv.colll C.e-1'ol. oe.t i<br />
IH: · .:"J"o: .• ,-.~ .... t..a~c:-h . Ct:.h}ll• -..: t<br />
I ~<br />
:s:;~i --L~ ~-A· ·c;;;;;;;;k-;-·&.:·-r;;;;;..;.·k·;.:;· c.;;;,;;;,: ··<br />
Gam bar 5-5: Pusat Peluncuran JSLC<br />
Sampai saat ini, Pusat Peluncuran Satelit Jiuquan telah digunakan <strong>untuk</strong><br />
meluncurkan tujuh pesawat antariksa (Shenzhou) ke antariksa secara berturutturut.<br />
Jauh sebelumnya, Pusat Peluncuran Satelit Jiuquan ini telah menciptakan<br />
sejarah peluncuran antariksa China.. Pada tahun 1960, peluru kendali pertama<br />
buatan China diluncurkan di pusat peluncuran ini. Pada tahun 1966, China <strong>untuk</strong><br />
pertama kali berhasil melakukan ujicoba senjata nuklir. Kemudian pada tanggal 24<br />
April 1970, China berhasil meluncurkan satelit buatan China yang pertama yaitu<br />
Dongfanghong-1 . Selain itu, pada bulan Agustus tahun 1987 JLSC pertama kali<br />
digunakan <strong>untuk</strong> kepentingan komersial yaitu meluncurkan satelit ilmiah milik<br />
sebuah perusahaan antariksa Swedia bersamaan (piggyback) dengan satelit FSW-<br />
1 milik China dengan menggunakan LM-2C. Perkembangan kegiatan peluncuran<br />
yang dilakukan dari JLSC dapat dilihat dalam Table 5-1 .<br />
Tabel 5-1 Kegiatan Peluncuran dari JLSC 15<br />
··--.. ---,-- ·~ ---· ..----·--·-··-·---···--·-··· -··---· .•.<br />
Tan at Wahana If Muatan<br />
99 Peluncur<br />
-.--.. --·-···· ........ --------· ,. ......... - ...... ........................... _ [<br />
........................................................................................ -...... ·-·<br />
20 Nov 1999 jCZ-2F ShenZhou 1<br />
1 o Jan 2001 cz-2F ......... ·rs·h~niho-~ 2- ----<br />
25Mar2 oo2·-···········---· _______..._ rs·h-enzh'au_3 _____ · - -- ------- ----<br />
3o oec 2002 cz-2F Tst1~nzt1ou 4 ···· · ···········-· ···· ····<br />
Landasan<br />
~S:~acu<br />
I<br />
I<br />
I<br />
~~~: -==-1<br />
·· ·r si~s~ -1 ···· · -<br />
-~~ - ;~~ -20o3 lcz-2F -- - ~ ~~~~~~~~ - ~ --<br />
3 Nov 2003 iCZ-20 jJianBing-2 No.1 (FSW-3 No.1) ISLS-2<br />
15<br />
Sinodefence.com, http://www.sinodefence.com/space/facility/jiuquan-sls.asp<br />
17
29 Aug 2004 jJianBing-4 No.1 (FSW-4 No.1) jSLS-2<br />
27 Sept 2004 JCZ-20 [JianBing-2 No.2 (FSW-3 No.2) [slS-2<br />
2 Aug 2005 CZ-2C IJianBing-4 No.2 (FSW-4 No.2) · lsls-2<br />
z9At;!J2o0s--. [CZ::2D ... ~ .. [J;80Bii19:2N0.3
Fasilitas<br />
Fasilitas yang berada di XSLC terdiri dari: 19<br />
• Launch Pad 1<br />
XSLC pada awalnya dibangun <strong>untuk</strong> mendukung Proyek 714 (<strong>program</strong><br />
antariksa berawak) pada awal tahun 1970-an, namun kemudian proyek ini di<br />
ditinggalkan (abandoned) dan launch pad 1 ini tidak pernah dibangun. Saat<br />
ini sebuah platform <strong>untuk</strong> menonton bagi pengunjung dibangun di tempat ini.<br />
• Launch Complex #2<br />
Pusat peluncuran #2 mulai beroperasi pada tahun 1990 menggantikan launch<br />
pad# 3 <strong>untuk</strong> peluncuran ke GEO. Komplek peluncuran ini terdiri dari: service<br />
tower, umbilical tower, launch pad, dan launch control center (LCC).<br />
• Launch Complex #3<br />
Komplek peluncuran #3 yang saat ini telah diupgrade, merupakan launch pad<br />
tertua di XSLC, di mana mulai operasional pada tahun 1984 <strong>untuk</strong><br />
meluncurkan CZ-3. Komplek peluncuran ini terdiri dari sebuah launch pad<br />
yang berdiri sendiri dan sebuah umbilical tower. Komplek peluncuran #3 ini<br />
menjadi penyangga <strong>untuk</strong> Komplek peluncuran #2, ketika Komplek peluncuran<br />
#2 tidak dapat digunakan.<br />
• Technical Centre<br />
Pusat teknis ini berjarak 2,2 km dari pusat peluncuran. Di tempat ini wahana<br />
peluncur dan satelit disiapkan, diperiksa dan diuji sebelum dibawa ke launch<br />
pad. Pusat teknis terdiri dari: komplek pemrosesan wahana peluncur (BL)<br />
<strong>untuk</strong> transit wahana peluncur (BL 1) dan pengujian (BL2), dan komplek<br />
pemrosesan satelit (BS) <strong>untuk</strong> menangani bahaya motor roket dan bahan<br />
bakar yang digunakan satelit.<br />
• Mission Command and Control Centre {MCCC)<br />
MCCC berlokasi 7,5 km tenggara pusat peluncuran. Bangunan ini terdiri dari<br />
sebuah ruangan perintah dan pengendalian dan sebuah pusat computer.<br />
Fungi MCCC meliputi stasiun operasi perintah dan pengendalian dan<br />
monitoring pelaksanaan dan status peralatan penjejak, pelaksanaan<br />
pengendalian keselamatan · range setelah wahana peluncur meluncur,<br />
memberikan informasi TT&C dan memproses data real time, memberikan<br />
acquisition dan tracking data ke XSCC (Xi'an Satellite Control Centre) dan<br />
stasiun penjejak yang melintasi negaranya, dan melaksanakan pengolahan<br />
data pasca peluncuran. Pusat ini juga mempunyai sebuah ruangan<br />
pengunjung, yang memungkinkan para pengunjung VIP melihat pelaksanaan<br />
peluncuran melalui TV. Peta XSLC dapat dilihat dalam Gam bar 5-6.<br />
19<br />
Xichang Satellite Launch Centre, http://www.sinodefence.com/space/facility/xichang.asp, Last updated: 21 September 2008<br />
19
ll<br />
I<br />
.H~h<br />
I<br />
~'~--<br />
/<br />
vo<br />
Gam bar 5-6: Pusat Peluncuran Satelit Xichang (Xichang Satellite Launch<br />
Center-XSLC/ 0<br />
China telah meluncurkan satelit ketiga dalam sistem navigasi satelit global<br />
Compass dari Pusat Peluncuran Satelit Xichang pad a tanggal 17 Januari 2010. 21<br />
Satelit ini akan bergabung dengan 2 satelit yang sudah berada di orbit dalam<br />
sebuah jaringan yang mempunyai jumlah 35 satelit, dan mampu memberikan<br />
pelayanan jasa navigasi global kepada pengguna di seluruh dunia pada tahun<br />
2020. Kegiatan peluncuran yang dilakukan dari XSLC dapat dilihat dalam<br />
Tabel5-2.<br />
Tabel 5-2: Kegiatan Peluncuran dari XSLC 22<br />
Tahun ~~~~;;;~:r r Muatan<br />
Keterangan~~~<br />
199o [s~teliik~~~nik~si:A.si~ - sat- 1 orbit Gso<br />
····· ·····-··~ ~~ (~~-;; ········l saielitek~per~menPakista~ · -<br />
16 Juli 1990<br />
dan satellt Chma<br />
12 M~i -~ ~-~7-·. __ I ;~:;- -- js~e~;m~-n~kasi China Sat-6 ! ~;~~ynchrono~~ ~<br />
F - :Be1dou 1 dan 2 ·<br />
25 Mei 2003<br />
Satelit Navigasi dan posisi jdluncurkan<br />
China Beidou-3 lpada 31<br />
!Oktober dan 21<br />
.... ······································. J<br />
I<br />
20<br />
PRC Xichang Satellite Launch Center, http://cryptome.org/cn/prc-xslc/prc-xslc.htm<br />
21<br />
Chinese Compass Satellite Furthers Navigation, http://www.asmmag.com/featureslchinese-compass-sattelite-furthersnavigation,<br />
19 January 20 I 0.<br />
22<br />
Diolah dari Satellite Launch Centers, http://www.china.org.cn/english/SPORT-c/77178.htm, 18 October 2004, dan Beidou<br />
navigation system, http://en.wikipedia.org/wiki/Beidou_navigation_system, last modified on 27 February 2010, serta Beidou,<br />
http://www.astronautix.com/craftlbeidou.htm.<br />
20
I<br />
~~~ovember " I ~ ~~~~~tihongxing-20 buatan<br />
I<br />
Desember<br />
2000.<br />
18 April -~ ~~;~ ............. ··---~E~perimental Satellite 1 (204 kg) !<br />
2004<br />
!dan Nano-satellite I. !<br />
-;~-~~· ; · ;~~-~--- - ~ ~~--;~ ........... .<br />
-~-~~;~-0~~-1 ~--·· ... ············· .. ...... ....... i ~~~~ ~~~)<br />
30 Desember<br />
Probe-1 (TC-1) - salah satu<br />
2003 I<br />
dari 2 satelit ilmiah Double Star<br />
3 Pebrua-~i- 2oa7·-- fllv1~3.A -~ .. rs~ido~-1 D<br />
14 April 2007<br />
ILM-3A<br />
[compass-M1<br />
31 Agustus 2009 jLM-38 [PALAPA-0*<br />
···--· .. ,. ---····<br />
17 Januari 2010 [LM~3-C -~ C~mpass -~ 81 ···········rGso<br />
Deorbited ·<br />
;MEO (21 .500 1<br />
. I<br />
Jkm) 1<br />
·········--···········-- ···l<br />
GSO<br />
• Biaya <strong>untuk</strong> pengembangan dan peluncuran PALAPA-0 antara US$200 juta dan US$300 juta. (Chang<br />
Zheng-38 suffers third stage problem during Palapa-0 launch, August 31st, 2009 by Rui C. Barbosa,<br />
http://wvvw. nasaspaceflight.com/2009/08/chang-zheng-3b-suffers-third-stage-problem-palapa-dl)<br />
c. Taiyuan Satellite Launch Center (TSLC)<br />
TSLC merupakan sebuah fasilitas peluncuran antariksa dan pengujian misil<br />
balistik di Kelan, Provinsi Shanxi, sekitar 284 km dari kota Taiyuan dan terletak<br />
pad a posisi 38°50'55" LU 111 °36'31"BT. lntelijen AS menyebutnya Pus at ini<br />
dengan nama Wuzhai Missile and Space Test Centre, karena berdekatan dengan<br />
kota Wuhai, sementara dalam kenyatannya mayoritas fasilitasnya berada di dekat<br />
kota Kelan. Dalam militer China, Pusat ini secara resmi dikenal dengan nama<br />
Northern Missile Test Base atau the 25th Test & Training Base (Base 25). 23<br />
Pada tahun 1988 Base 25 tersebut mulai melakukan misi peluncuran satelit ke<br />
orbit SSO (Sun-Synchronous Orbit). Pusat ini utamanya digunakan <strong>untuk</strong><br />
meluncurkan satelit-satelit meteorology, sumber daya alam, military imagery<br />
reconnaissance, dan satelit <strong>riset</strong> ilmiah dengan menggunakan roket CZ-2-C dan<br />
CG-4. Antara tahun 1997 dan 1999, Pusat juga telah meluncurkan 12 satelit<br />
komunikasi ke LE0. 24<br />
TLSC ini terus memainkan peran kunci dalam <strong>program</strong> misil dan wahana peluncur<br />
antariksa China. Pada bulan Agustus 1999, dari Pusat ini dilakukan penerbangan<br />
pertama ICBM DF-31 yang ditargetkan ke provinsi Baratlaut Xinjiang, dan<br />
kemudian beberapa pengujian dilakukan pada tahun 2000-2006. Kegiatan<br />
peluncuran lainnya termasuk penerbangan pertama wahana peluncur kecil CZ-1 D<br />
pada tahun 2002. Kemudian di pada tahun 2002 dan 2003 mengalami kegagalan<br />
sebanyak 2 kali dalam upayanya <strong>untuk</strong> meluncurkan wahana peluncur berbahan<br />
bakar pad at KT -1.<br />
23<br />
Taiyuan Satellite Launch Centre, http://www.sinodefence.com/space/facility/taivuan.asp. Last updated: 25 October 2008<br />
24<br />
Ibid<br />
21
TLSC sedikitnya mempunyai 4 landasan pacu dan lebih dari 12 area pendukung di<br />
lembah gunung di kota Kelan, dan berbagai fasilitas yang dibangun dibawah tan a h<br />
atau di dalam gunung <strong>untuk</strong> menahan serangan nuklir. Fasilitas utama TLSC ini<br />
terdiri dari sebuah landasan pacu dengan sebuah umbilical tower, pusat<br />
pengendali peluncuran, dan beberapa bangunan pendukung teknis. Terdapat<br />
jalan raya dan jalan kereta yang menghubungkan tempat-tempat dan area yang<br />
berbeda. Selain itu, terdapat bandar udara Taiyuan sekitar 300 km dari Pusat<br />
Peluncuran dan dapat digunakan <strong>untuk</strong> pesawat sekelas jet seperti Boeing 747. 25<br />
seperti pada Gambar 5-7.<br />
Gambar 5-7: Pusat Peluncuran Satelit Taiyuan (TSLC) 26<br />
d. Wenchang Satellite Launch Center (WSLC)<br />
Saat ini China sedang membangun pusat peluncuran ke-4 yaitu Wenchang<br />
Satellite Launch Center (WSLC) yan~ berlokasi di bagian paling selatan Provinsi<br />
Hainan (11 0. 7° BT dan 19.6° LU) . 2 Pembangunan WSLC ini ditetapkan oleh<br />
State Council dan Central Military Commission pada tahun 2007. 28 Lembaga<br />
antariksa China, CNSA mulai membangun pusat antariksanya yang keempat ini<br />
pada tanggal 14 September 2009. Tahap pertama pembangunan diharapkan<br />
selesai pada tahun 2012 dan siap <strong>untuk</strong> digunakan peluncuran berbagai misi pada<br />
tahun 2013. Begitu selesai, WSLC ini akan menggantikan fungsi Pusat<br />
Peluncuran Xichang (XSLC) dalam hal peluncuran satelit ke GEO<br />
(Geosynchronous Orbit) dan misi-misi peluncuran antariksa lain seperti stasiun<br />
antariksa, misi berawak, dan roket ~enerasi berikutnya yang lebih besar yang<br />
sekarang ini sedang dikembangkan. 2 Fasilitas yang akan dimilikinya antara lain<br />
peluncuran pesawat ulang alik, pusat kendali misi, pengembangan teknologi<br />
antariksa, dan pengembangan <strong>penelitian</strong> ilmiah. Untuk membangun pusat<br />
25<br />
Ibid<br />
2<br />
~aiyuan http://www.astronautix.com/sites/taiyuan.htm<br />
27<br />
Wenchang Satellite Launch Centre, 15 October 2008<br />
28<br />
William Atkins,China starts construction of new spaceport, 15 September 2009<br />
29<br />
Ibid<br />
22
peluncuran yang baru ini, lebih dari 6000 orang akan dipindahkan ke selatan pula u<br />
provinsi Hainan. 30<br />
Pembangunan pusat peluncuran tersebut dinilai sebagai langkah besar bagi militer<br />
China yang akan didukung dengan <strong>program</strong> antariksanya. Lokasi pusat antariksa<br />
ini berada pada posisi 19 derajat lintang utara, yang merupakan lokasi pusat<br />
antariksa China yang paling de kat dengan garis Khatulistiwa. Sa at ini Chin a<br />
menjadi negara ketiga setelah Rusia dan Amerika Serikat yang memiliki <strong>program</strong><br />
pengiriman astronot ke antariksa. Sasaran China lainnya di masa datang adalah<br />
mendaratkan pesawat tanpa awak di bulan pada 2012, misi pengambilan sampel<br />
di bulan pada 2015, dan penerbangan berawak ke bulan pada 2017.<br />
WLSC yang berlokasi dekat kota Wenchang merupakan sebuah tempat bekas<br />
pengujian sub-orbital dan saat ini sedang ditingkatkan kemampuannya <strong>untuk</strong><br />
menjadi Bandar antariksa ke-4 milik China. Pusat ini akan mampu meluncurkan<br />
muatan 14% lebih berat dari muatan yang diluncurkan dari Pusat Peluncuran<br />
·Jiuquan. China mengharapkan dapat meluncurkan roket Long March5 (LM-5)<br />
pada tahun 2014, sekitar 1 tahun setelah WLSC beroperasi. Roket generasi baru<br />
(LM-5) yang mempunyai kapasitas muatan maksimum 25 ton akan diluncurkan<br />
dari WSLC dan akan dibangun di base baru yang berlokasi di Binhai, utara kota<br />
Tianjin. Pembangunan base seluas 200 ha ini dimulai pada bulan Oktober dan<br />
<strong>untuk</strong> phase pertama diharapkan akan selesai pada <strong>akhir</strong> tahun 2009. Biaya yang<br />
diinvestasikan <strong>untuk</strong> pembangunan base yaitu sebesar 4,5 milyar yuan ($630<br />
juta) ini akan mela~ani kebutuhan pembangunan teknologi antariksa China<br />
selama 30-50 tahun. 1 Ringkasan data Pusat Peluncuran China seperti dalam<br />
Tabel 5-3.<br />
Tbi53R" a e - mg k asan K e-4P usa tP e I uncuran d" I Ch" ma<br />
NAMA POSISI LUAS KEMAMPUAN KETERANGAN<br />
GEOGRAFIS<br />
Jiuquan Satellite 40°57'28" 2800 1970-sekarang<br />
Launch Center LU, km 2 Meluncurkan misi<br />
(JSLC) 100°17'30" berawak<br />
BT<br />
Taiyuan Satellite 38°50'55" LU 1980-sekarang,<br />
Launch Center 111 °36'31 "BT meluncurkan sate lit<br />
(TSLC) ke orbit sunsynchronous<br />
dan<br />
polar.<br />
Xichang Satellite 28u 14' LU 1984-sekarang,<br />
Launch Center 102° 02 BT meluncurkan ke orbit<br />
(XSLC)<br />
Wenchang 19.6u LU ±1200<br />
Satellite Launch 110.7° BT ha<br />
Center (WSLC)<br />
Geosynchronous dan<br />
misi tidak berawak ke<br />
bulan<br />
Dibangun thn<br />
1966 dan mulai<br />
beroperasi<br />
1968<br />
Direncanakan<br />
beroperasi<br />
2014<br />
30<br />
Six thousand people to be resettled to make way for new space launch center,<br />
http://news.xinhuanet.com/english/2007-l 0129/content_ 6971942.htm<br />
31 China's New Carrier Rocket To Debut In 2014,<br />
http://www.spacedaily .com/reports/China_New_ Carrier_ Rocket_ To_ Debut_ In_ 20 14_999 .html, 4 March 2008.<br />
23
(2) India<br />
Setelah memperoleh kemerdekaannya dari lnggris pada tahun 1947, para<br />
ilmuwan dan politisi India mengakui akan manfaat teknologi antariksa khususnya roket<br />
<strong>untuk</strong> keperluan pertahanan dan <strong>riset</strong>. Sebagai negara yang besar, <strong>untuk</strong> kepentingan<br />
di masa datangnya, India menganggap perlu <strong>untuk</strong> memiliki kemampuannya dalam<br />
keantariksaan yang tidak hanya penguasaan dalam peroketan tetapi juga mencakup<br />
penginderaan jauh dan komunikasi. Kemampuan keantariksaan India sa at ini tid a k<br />
lepas dari Dr. Vikram Sarabhai, seorang bapak pendiri <strong>program</strong> keantariksaan India,<br />
dan dianggap seorang visioner ilmiah, serta seorang pahlawan nasional.<br />
Setelah peluncuran Sputnik I pada tahun 1957, ia mengakui akan potensi dari<br />
satelit. Perdana Menteri pertama India, Jawaharlal Nehru melihat bahwa<br />
mengembangkan ilmu merupakan bagian yang penting bagi masa depan India. Maka<br />
atas dasar ini pada tahun 1961 India menempatkan <strong>program</strong> <strong>riset</strong> keantariksaan di<br />
bawah Departement of Atomic Energy (DAE). Dalam perjalanannya seiring dengan<br />
kemampuan yang dicapai India, pada tahun 1969 India membentuk badan<br />
keantariksaan Indian Space Research Organization (ISR0) 32 .<br />
Satish Dhawan Space Centre (SHAR) merupakan pusat peluncuran yang<br />
dimiliki badan antariksa India (Indian Space Research Organisation-ISRO). Pusat<br />
peluncuran ini berlokasi di Pulau Srihaikota, Andra Pradesh, India. Pusat ini berlokasi<br />
80 km sebelah utara Chennai di India Selatan. Pusat ini semula disebut Sriharikota<br />
Range, dan kadang-kadang dikenal sebagai Sriharikota Launching Range. Untuk<br />
mengenang bekas ketua ISRO, Prof Satish Dhawan, pada tanggal 5 September 2002<br />
pusat ini diganti namanya menjadi Satish Dhawan Space Centre (SHAR).<br />
Pada tahun 1969 pulau ini dipilih <strong>untuk</strong> menjadi tempat stasiun peluncuran satelit<br />
yang ideal karena berbagai pertimbangan, antara lain: 33<br />
• koridor azimuth peluncuran yang baik <strong>untuk</strong> berbagai misi,<br />
• keuntungan dari rotasi Bumi <strong>untuk</strong> peluncuran yang mengarah ke timur,<br />
• berada dekat ekuator (13.9° LU ,80.4° BT),<br />
• daerahnya luas sekitar 145 km 2 ,<br />
• panjang pantai sekitar 27 km,<br />
• tidak berpenghuni sehingga baik <strong>untuk</strong> zona keselamatan.<br />
• Pulau ini dipengaruhi oleh angin monsoon south-westerly (dari selatan ke barat)<br />
dan north-easterly (utara ke timur) , tetapi mempunyai musim hujan hanya pada<br />
bulan Oktober dan November. Sehingga banyak hari yang cerah <strong>untuk</strong> melakukan<br />
uji statis dan peluncuran.<br />
Lokasi Sriharikota dapat dilihat dalam Gam bar 5-8.<br />
32<br />
Jerrold F. Elkin, Military Implications of India's Space Program, Air University Review, May-June 1983 .<br />
33<br />
Satish Dhawan Space Centre, http://en.wikipedia.org/wiki/Satish_Dhawan_Space_Centre, last modified on 10 February 2010.<br />
24
IDDIB<br />
Gambar 5-8: Pusat Peluncuran Sriharikota 34<br />
SHAR mempunyai 2 buah landasan pacu. Landasan pacu pertama (Launch Pad<br />
-1) dibangun pada <strong>akhir</strong>tahun 1960-an, mulai beroperasi mulai tahun 1971 , dan sampai<br />
sekarang digunakan <strong>untuk</strong> peluncuran PSLV. Sejak tahun 1971 sampai tahun 2008<br />
Sriharikota telah digunakan sedikitnya 358 peluncuran. 35 Sedangkan Landasan pacu<br />
ke-2 (Second Launch Pad-SLP) yang mulai beroperasi pada tahun 2005 dibangun<br />
<strong>untuk</strong> dapat mampu meluncurkan seluruh jenis wahana peluncur milik ISRO yang lebih<br />
maju termasuk wahana-wahana peluncur generasi mendatang. Chandrayaan-1 telah<br />
berhasil diluncurkan dari Landas Pacu ini pada tanggal 22 Oktober 2008.<br />
Kedua landasan pacu tersebut tidak mendukung <strong>program</strong> ISRO <strong>untuk</strong><br />
penerbangan berawak. Untuk ini ISRO sedang membangun landasan pacu ke-3 yang<br />
akan mampu <strong>untuk</strong> penerbangan antariksa berawak den~an menggunakan roket<br />
GSLV dan meluncurkan wahana peluncur reusable (RLV). 3 Landasan pacu yang<br />
dibangun di selatan landasan kedua (SLP) ini diharapkan akan selesai pada tahun<br />
2015. Biaya pembangunan landasan pacu ketiga ini diperkirakan Rs 12.000 crore (1<br />
crore= 10 juta, 1 Rs= Rp 202,59). 37<br />
(3) Jepang<br />
Jepang melakukan kegiatan peluncurannya dari 2 Pusat Antariksa yaitu<br />
Tanegashima (The Tanegashima Space Center-TNSC) , dan Kagoshima Space Center<br />
(KSC)/Uchinoura Space Centre (USC).<br />
34<br />
Spaceports Around the World: India's Bay of Bengal Spaceport, http://www.spacetoday.org/Rockets/Spaceports/lndia.html<br />
35<br />
Sriharikota, http://www.astronautix.com/sites/sriikota.htm<br />
36<br />
India to Develop Third Launch Pad at Sriharikota, http://www.aerospace-technology.com/news/news74223.html, 14 January<br />
2010.<br />
37<br />
Isro to have 3rd launch pad at cost of Rs 12,000 crore , http://www.deccanchronicle.com/chennai/isro-have-3rd-launch-padcost-rs-12000-crore-050<br />
25
a. Pusat Antariksa Tanegashima (The Tanegashima Space Center- TNSC)<br />
Pusat Antariksa Tanegashima (The Tanegashima Space Center- TNSC), sebuah<br />
tempat peluncuran yang berada di sebelah tenggara Pulau Tanegashima, 650 mil<br />
Barat-daya Tokyo (30.4 LU, 131.0 BT). Pusat Antariksa Tanegashima ini didirikan<br />
pada tahun 1969, ketika pertama kali badan antariksa Jepang (National Space<br />
Development Agency of Japan-NASDA) dibentuk. Pusat Antariksa Tanegashima ini<br />
merupakan komplek peluncuran roket terbesar di Jepang (sekitar 9. 700.000 m 2 )<br />
dan berlokasi di selatan Kagoshima Prefecture, sepanjang pesisir tenggara<br />
Tanegashima.<br />
Tanegashima dikenal sebagai komplek peluncuran roket yang paling indah di dunia.<br />
Fasilitas di dalamnya meliputi Takesaki Range dan the Osaki Range. Takesaki<br />
Range digunakan <strong>untuk</strong> meluncurkan roket sonda dan melakukan peluncuran statis<br />
roket H2 dengan pendorong bahan bakar padat, sedangkan the Osaki Range<br />
digunakan <strong>untuk</strong> meluncurkan wahana peluncur J-1 dan H-IlA, dan mempunyai<br />
fasilitas uji statis mesin roket berbagan bakar cair. Fasilitas lainnya di TNSC adalah<br />
stasiun penjejak dan komunikasi Masuda, Stasiun Radar Nogi, Stasiun Radar<br />
Uchugaoka, dan fasilitas observasi optik (optical observation facilities to the west).<br />
Fungsi utama TNSC adalah mengelola (management) satelit pada setiap tingkat<br />
penerbangan termasuk countdown, launching, dan tracking.<br />
b. Kagoshima Space Center (KSC)IUchinoura Space Centre (USC)<br />
KSC dibangun pada Februari 1962 di dekat kota Uchinoura di Pulau Kyushu,<br />
selatan Jepang. 3 KSC yang mempunyai luas sekitar 71 ha, dan terletak pada 31 .2°<br />
LU, 131.1° BT, serta menghadap ke laut Pasifik, fungsi utamanya adalah <strong>untuk</strong><br />
meluncurkan roket dengan ukuran menengah, dan <strong>untuk</strong> tujuan ini KSC memiliki<br />
beberapa platform, serta stasiun tracking dan telemetri. Masing-masing tempat ini<br />
dibangun setelah meratakan bukit dan dihubungkan dengan jalan satu sam a lain. 39<br />
Kagoshima pertama kali digunakan <strong>untuk</strong> meluncurkan roket sonda dan<br />
meteorologi, kemudian digunakan <strong>untuk</strong> meluncurkan satelit. Pada tanggal 11<br />
Februari 1970, Jepang meluncurkan satelit pertamanya yaitu Ohsumi dengan<br />
mengunakan roket Lambda 48-5. Peluncuran satelit ini menempatkan Jepang<br />
menjadi Negara ke-4 yang mampu meluncurkan satelit. Kemudian pada tahun<br />
1997 roket besar M-5 diluncurkan dari pusat ini <strong>untuk</strong> yang pertama kali.<br />
Semula KSC dioperasikan oleh ISAS (Institute of Space and Aeronautical Science),<br />
kemudian namanya berubah menjadi Uchinoure Space Centre (USC) ketika JAXA<br />
(Japan Aerospace Exploration Agency) dibentuk pada tahun 2003. 40 Sejak<br />
dibangun lebih dari 300 roket (termasuk wahana peluncur <strong>untuk</strong> satelit) telah<br />
diluncurkan dari pusat ini. Selama perioda 3 tahun pada <strong>akhir</strong> dekade 80-an, Pusat<br />
tersebut menjadi sebuah pusat peluncuran balon stratospheric yang terbang<br />
dengan jangka waktu panjang di atas daratan China. 41 Posisi Pusat Pelucuran<br />
Jepang seperti Dalam Gambar 5-9.<br />
38<br />
Kagoshima Space Center, Uchinoura, Japan, http://stratocat.com.arlbases/34e.htm<br />
39<br />
Space Rocket Launch Sites Around the World, http://www.spacetoday.org/Rockets/Spaceports/LaunchSites.html<br />
40<br />
Uchinoura Space Center, http://www.daviddarling.info/encyclopedia/U/Uchinoura _Space_ Center.html<br />
41<br />
Kagoshima Space Center, Uchinoura, Japan,http://stratocat.com.arlbases/34e.htm<br />
26
~ city ~sea.<br />
~launch site<br />
Gam bar 5-9: Posisi Pusat Peluncuran Jepang<br />
(4) Korea Selatan<br />
Dalam bidang peroketan, pada tahun 1990 KARl telah memulai <strong>untuk</strong> membuat<br />
roket sonda <strong>untuk</strong> keperluan ilmiah, dan pada tahun 1993 KARl berhasil membuat dan<br />
meluncurkan roket sonda pertamanya yaitu KSR-1 (Korean Sounding Rocket-1). Roket<br />
bertingkat satu dengan panjang 6, 7 m, diameter 0,42 m ini mampu membawa muatan<br />
seberat 1 ,2 ton dan telah mampu mengukur distirbusi ozon di atas Peninsula, Korea.<br />
Oengan pengalaman yang diperoleh dalam pembuatan roket tingkat satu KSR-1<br />
tersebut, KARl berhasil membuat roket bertingkat dua yaitu KSR-11 dan diluncurkan<br />
pada tahun 1997. Roket dengan panjang 11,04 m, diameter 0,42 dan mampu<br />
mengangkat muatan seberat 2 ton ini digunakan <strong>untuk</strong> mengukur distribusi vertikal<br />
ozon dengan menggunakan radiometer ultraviolet, kerapatan elektron di lapisan<br />
ionosfer dll. 42<br />
Korea Selatan yang mempunyai visi bahwa pada tahun 2015 menjadi salah<br />
satu dari 10 negara terkemua dalam industri antariksa, bertekad <strong>untuk</strong> dapat<br />
meluncurkan satelit-satelitnya dari bumi Korea Selatan. Untuk mewujudkan tekad<br />
tersebut, Korea Selatan telah menetapkan Rencana Pembangunan Keantariksaan<br />
Jangka Panjang Nasional (the National Longterm Space Development Plan) <strong>untuk</strong> 20<br />
tahun ke depan dengan total dana $6 milyar <strong>untuk</strong> pengembangan teknologi antariksa.<br />
Rencana Pembangunan Keantariksaan Jangka Panjang tersebut antara lain memuat :<br />
(i) rencana peluncuran 20 satelit yang terdiri dari 5 satelit komunikasi, 8 satelit multipurpose,<br />
dan 7 satelit percobaan ilmiah sampai dengan tahun 2015, (ii) membangun<br />
dan mengoperasikan tempat peluncuran <strong>untuk</strong> satelit LEO pada tahun 2005 (berlokasi<br />
di Go-Hoeung, selatan Peninsula, Korea), dan (iii) dapat mengembangkan wahana<br />
peluncur yang mampu meluncurkan satelit kecil ke orbit LEO pada tahun 2005.<br />
Terkait dengan rencana pembangunan tempat peluncuran tersebut, pada tahun<br />
2000 Korea Selatan dengan bantuan Rusia, mulai membangun Pusat Antariksa Naro<br />
yang berlokasi di Pulau Naro di Goheung. Pada tanggal 28 November 2002, Korea<br />
42<br />
KSR Korea Sounding Rocket,<br />
27
erhasil meluncurkan soker sonda KSR-3 dengan bahan bakar cair dengan berat 6000<br />
kg dari Pusat Antariksa tersebut. Pusat Antariksa Naro terdiri dari : Landasan Pacu<br />
(Launch Pad}, control tower, fasilitas assembly dan pengujian roket, facilities for satellite<br />
control testing and assembly, a media center, an electric power station, a space<br />
experience hall and a landing field<br />
Pada tanggal 8 Agustus 2003 bertepatan dengan perayaan tempat peluncuran<br />
roket pertamanya, juga mencanangkan keinginannya <strong>untuk</strong> menjadi negara ke-13 yang<br />
mempunyai sebuah pusat antariksa. 43 Pembangunan pusat antariksa ini yang<br />
dijadwalkan akan selesai paling lam bat tahun 2005 diperkirakan memerlukan dan a<br />
sekitar 150 milyar won ($126.45 juta). Sasaran pertama dari Pusat Peluncuran ini<br />
adalah <strong>untuk</strong> meluncurkan satelit seberat 100 kg dengan roket buatan sendiri yaitu<br />
KSLV-1 . 44 Dalam perkembangannya pembangunan pusat antariksa ini menghabiskan<br />
dana sebesar 312 milyar won (250 juta dolar). Pusat ruang angkasa Naro, yang terletak<br />
sekitar 485 Kilometer bag ian selatan Seoul dan di atas tanah seluas 5,11 juta meter<br />
persegi, dilengkapi dengan fasilitas terbaru dan tercanggih termasuk tempat<br />
peluncuran, menara kontrol peluncuran, gedung perakitan, radar pengintaian, sistem<br />
pendeteksi optikal elektro, pusat ramalan cuaca dan fasilitas pendidikan. 45<br />
Pada tanggal 26 Oktober 2004, Korea Selatan menandatangani kontrak <strong>untuk</strong><br />
merancang dan mengembangkan komplek peluncuran roket dengan wahana peluncur<br />
sekelas KSLV-1 (Korean Space Launch Vehic/e). 46 Proyek ini merupakan sebuah<br />
pengembangan bersama: tingkat pertama KSLV-1 dibangun dengan nama MV<br />
Khrunichev, dan tingkat kedua dirancang dan dikembangkan di Korea Selatan. Kontrak<br />
dengan Korea mengenai pengembangan komplek peluncuran sekelas KSLV-1<br />
merupakan hasil dari perjalanan waktu yang lama yaitu lebih dari 2 tahun, dan<br />
merupakan kegiatan yang rumit.<br />
Korea Selatan selama ini telah meluncurkan sebanyak 10 satelit buatan ke orbit,<br />
dari mulai Uribyeol-1 atau KITSAT-1 pada tahun 1992. Namun semua itu diluncurkan<br />
dari pusat antariksa di luar negeri. Setelah mengalami 7 kali penundaan selama 7<br />
tahun, <strong>akhir</strong>nya pada tanggal 25 Agustus 2009 roket Korea Selatan yang pertama<br />
(KSLV-1), yang berharga sekitar 502,5 milyar won, menjadi wahana antariksa pertama<br />
yang diluncurkan dari teritorinya sendiri dengan membawa satelit, walaupun setelah<br />
beberapa detik peluncuran satelit tersebut mengalami kegagalan.<br />
Pemerintah Korea memiliki rencana ambisius <strong>untuk</strong> menjadi negara adidaya<br />
bidang antariksa ke-10 di dunia pada tahun 2017. Korea akan meluncurkan satelit<br />
pertamanya ke Bulan hingga tahun 2020, dan peluncuran modul pendaratan ke Bulan<br />
pada tahun 2025.<br />
(5) Korea Utara<br />
Pusat peluncuran roket Korea Utara disebut dengan Tonghae Satellite Launching<br />
Ground atau juga dikenal dengan nama Musudan-ri 47 . Pusat peluncuran ini terletak di<br />
provinsi North Hamgyong, di ujung utara Teluk Korea Timur. Kawasan ini sebelumnya<br />
dikenal sebagai Tae'podong ketika Korea dijajah Jepang, di mana kemudian nama ini<br />
digunakan nama roket (Taepodong).<br />
43<br />
South Korea Begins Construction Of New Space Center, http://www.spacedaily.com/news/korea-03b.html, Aug 12, 2003<br />
44<br />
Ibid<br />
45<br />
Naro Space Center, http://en.wikipedia.org/wiki/Naro_Space_Center<br />
46 Space rocket complex KSL V (South Korea)<br />
47 http://en.wikipedia.org/wikiffonghae_Satellite_Launching_Ground, last modified on 26 September 2009.<br />
28
Sejak tahun 1984 roket militer jenis Hwasong, Rodong dan Taepodong-1<br />
diluncurkan dari Musidan-ri. Pada tahun 1988, media Korea Utara melaporkan<br />
keberhasilan peluncuran satelit pertamanya Kwangmy6ngs6ng-1 dengan menggunakan<br />
SLV Baekdusan-1 dari Musudan-ri.<br />
Pada tanggal 5 April 2009 Korea Utara meluncurkan roket tiga tingkat<br />
Taepodong-2 dengan membawa sebuah satelit komunikasi eksperimen. 48 Sekitar 4<br />
jam setelah diluncurkan, Korea Utara mengatakan bahwa satelit tersebut telah di orbit<br />
dan satelit menstransmisikan music patriotic. Tetapi AS dan Korea Selatan, yang<br />
menjejak peluncuran, mengatakan bahwa satelit tersebut tidak mencapai orbit. Northern<br />
Command Militer AS melaporkan bahwa satelit terebut hanya terbang sekitar 13 menit<br />
dan kemudian jatuh ke laut Pasifik setelah menempuh jarak total 3.230 km. Posisi<br />
pusat peluncuran Korea Utara sebagaimana dilihat dalam Gambar 5-10.<br />
Fasilitas<br />
Fasilitas yang berada pada pusat peluncuran Korea Utara terdiri dari:<br />
• landas pacu, pada posisi 40°51 .342'N 129°39.948'E /40.855rN 129.6658°E,<br />
• sebuah mesin uji berdiri, pada 40°51.138'N 129°40.788'E /40.8523°N 129.6798°E,<br />
• bangunan assembly/checkout, pada 40°51 .348'N 129°39.552'E I 40.8558°N<br />
129.6592°E,<br />
• bangunan pengontrol misil, pada 40°51.78'N 129°39.624'E /40.863°N 129.6604°E,<br />
• Ground Tracking Facility.<br />
CHtN'A<br />
_.,.'"<br />
-SC<br />
S'HCJn ;:) • &.,;> ..;.;<br />
0\1({ ......... ,"?......,...<br />
. .,.'f
peluncuran Barreira do Inferno (terjemahan dari Barrier of He/0, dekat kota Natal di<br />
sebelah Utara. Roket Sonda IV berhasil diluncurkan pada tanggal 28 April 1989.<br />
Peluncuran berikutnya dilakukan dari Alcantara Launching Center (Centro de<br />
Lanc;amento de Alcantara--CLA), di Maranhao. 49 CLA, yang dibangun dengan<br />
menghabiskan dana lebih dari US$ 470 juta, diresmikan pada tanggal 21 Pebruari<br />
1990. CLA merupakan salah satu pusat peluncuran di dunia yang terdekat dengan<br />
ekuator (2.3° selatan ekuator), sehingga membuatnya menarik <strong>untuk</strong> meluncurka n<br />
satelit-satelit ke GSO. Dibandingkan den~an Cape Kennedy peluncuran dari CLA ini<br />
akan lebih menghemat 25% bahan bakar. 0<br />
CLA berlokasi di pantai utara Atlantik, di Maranhao pada posisi geografi 2°17 LS<br />
44°23'88 I 2.283°LS 44.383°88. 51 CLA yang dioperasikan oleh Brazilian Air Force,<br />
pembangunannya mulai pada tahun 1982. Peluncuran pertamanya berlangsung pada<br />
tanggal 21 Pebruari 1990, dengan meluncurkan roket Sanda 2 XV-53. Pada tanggal 22<br />
Agustus 2003, roket VLS-1 ke tiga (XV-03) yang diluncurkan dari CLA meledak dan<br />
menyebabkan meninggalnya 21 orang. 5 2<br />
CLA mempunyai sudut peluncuran yang terluas di dunia karena posisinya dekat<br />
dengan ekuator, saat ini memiliki 3 landasan pacu. Pada awal pembangunan CLA<br />
mempunyai luas 62.000 ha, tetapi kemudian dikurangi menjadi 8. 713 <strong>untuk</strong><br />
memberikan tanah perumahan Qui/ambo/as (nama <strong>untuk</strong> keturunan para pekerja keras<br />
runaway selama perbudakan).<br />
Proposal baru akan memperluas CLA sampai 11.287 ha, namun masih jauh dari<br />
area awal. Apabila rencana ini disahkan oleh Kongress , sebanyak 2000 Quilombolas<br />
akan dipindahkan ke dekat area. 53 Dalam konfigurasi saat ini, CLA memperkirakan<br />
membutuhkan biaya sebesar $259 juta lebih <strong>untuk</strong> perioda 5 tahun atau sekitar $52 juta<br />
per tahun. 54 Saat ini Pemerintah Brasil merencanakan <strong>untuk</strong> membangun pusat<br />
peluncuran sipil yang dioperasikan oleh Badan Antariksa Brasil (Agencia Espacia/<br />
Brasileira-AEB) 55<br />
Ketika Alcantara mulai dibangun, pemerintah merelokasi ratusan penduduk dari<br />
komunitas ini ke tempat yang tidak sesuai dengan yang dikehendaki, dengan<br />
memindahkan mereka ke pedalaman perkampungan sekitar 3 jam dengan jalan kaki<br />
dari pantai. Walaupun mereka diberikan rumah yang dilengkapi dengan listrik dan air,<br />
penduduk masih berjuang <strong>untuk</strong> menyesuaikan kehidupannya dari kebiasaannya<br />
sebagai nelayan. 56<br />
Alcantara mempunyai iklim yang baik, yang dicirikan dengan 2 musim, yaitu<br />
musim hujan dari Januari sampai Juni, dan musim kering darin Juli sampai Desember.<br />
Temperatur tahunan rata-rata adalah 26.5 C 0 dan angin bertiup terutama dari Timur<br />
49<br />
Brazil, The Space Program, http:llwww.country-data.com/cgi-binlquerylr-1826.htm/,<br />
50<br />
Ibid<br />
51<br />
Alcantara Launch Center, http://en. wikipedia.org/w/index.php?title=Aic%C3%A2ntara _Launch_ Center&printable=yes, last<br />
modified on 3 December 2009<br />
52<br />
Brazilian Rocket Explodes On Pad: Many Dead, Brasilia (AFP) Aug 23, 2003http://www.spacedaily.com/news/rocketscience-<br />
03zu.html<br />
53<br />
Brazil Plans Expansion of Alcantara Launch Site, http://emarketalerts.forecast l.com/mic/abstract.cfin?recno=l61747, July 7,<br />
2009.<br />
54<br />
Ibid<br />
55<br />
Alcantara Launch Center, http://en. wikipedia.org/w/index. php?title=Alc%C3%A2ntara _Launch_ Center& printable=yes, last<br />
modified on 3 December 2009<br />
56<br />
Brazil's Spaceport Displaces Villagers , The Washington Post Saturday, October 6, 2001 ,<br />
http://www.latinamericanstudies.org/brazillbrazil-spaceport.htm<br />
30
dengan kecepatan rata-rata 12 m/s. 57 Posisi pus at peluncuran Brazil sebagaiman a<br />
dilihat dalam Gambar 5-11.<br />
Gam bar 5-11: Posisi Pusat Peluncuran Alcantara, Brasil 58<br />
Negara-negara yang telah mempunyai tempat peluncuran sebagaimana dimuat<br />
dalam Tabel 5-4.<br />
TABEL 5-4: PUSAT PELUNCURAN NEGARA-NEGARA 59<br />
NEGARA<br />
TEMPATPELUNCURAN<br />
POSJSJ<br />
GEOGRAFIS<br />
Russia<br />
Kapustin Yar test center<br />
Svobodny space center<br />
-------- - --~ --C~p~C~na-~~~ai/K~E~~astern Test Range<br />
Amerika<br />
Serikat<br />
Perancis<br />
AFB, Western Test Range (WTR)<br />
Edwards AFB, Air Force Flight Test Center<br />
Kodiac Launch Complex, Kodiac Island<br />
Reagan Test Site, Kwajalein Island<br />
Kourou, Guiana Space Centre<br />
5.2° LU, 52.8°88 5<br />
57 http://www.alcantaracyclonespace.com/index.php?option=com_content&task=view&id=89<emid=l54&name=alcantara%20<br />
launch%20center&lng=2&style=vert_indent<br />
58<br />
Brazil's Atlantic Spaceports, http://www.spacetoday.org/Rockets/Spaceports/Brazil.html<br />
59<br />
Hasil pengolahan data dari Launch Vehicles & Launch Sites, http://cost.jsc.nasa.gov/launch.html, dan sumber lain<br />
31
Japan<br />
7<br />
21<br />
I<br />
1<br />
China<br />
19.60 LU, 110.70 BT<br />
Italy<br />
India<br />
San Marco platform<br />
··-· --~---. ·-····<br />
Sriharikota (SHAR)<br />
2.9° LS, 40.3° BT<br />
13.9° LU, 80.4° BT<br />
Israel<br />
Palmachim/Y avne<br />
31.5° LU, 34.5° BT<br />
Australia<br />
Brazil<br />
····-··········-······--···--·--·····- ..... ·r·······<br />
Spain<br />
Woomera<br />
····-··------<br />
Alcantara<br />
······ "············-··-·····-···· ············- -<br />
Torrejon AB<br />
31.1° LS, 136.8° BT<br />
40.5° LU, 3.5° BB ···r.<br />
22<br />
6<br />
8<br />
Gambar 5-12: Lokasi Tempat Peluncuran Negara-negara<br />
32
5.2.2. Nasional<br />
(1) Roket<br />
Kegiatan keantariksaan di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1963, denga n<br />
dimulainya peluncuan roket-roket sonda <strong>untuk</strong> <strong>penelitian</strong> ilmuah dalam rangka<br />
International Quled Sun Years. Sejak tahun tersebut <strong>penelitian</strong> dan pengembangan<br />
telah dilakukan telah membangun roket dan meluncurkannya Gambar 5-13, dan<br />
Gambar 5-14.<br />
Gambar 5-13: Produk Litbang Roket<br />
Dan berbagai perkembangan dan hasil <strong>penelitian</strong> antaralain :<br />
•!• LAPAN telah merancang, membuat dan menerbangkan roket balistik dan roket<br />
kendali dengan berbagai kaliber diameter. Untuk roket balistik telah dirancang<br />
bangun dengan diameter 70 mm (RX-70, FFAR), 100 mm (RX-111 0), 150 mm<br />
(RX-1512, RX-1515), 250 mm (RX-2428, RX-2528) hingga 320 mm (RX-3228)<br />
dengan jangkauan terbang yang terpantau dari data telemetri dari 7 km hingga 42<br />
km dan ketinggian terbang bervariasi 5 km hingga 29 km.<br />
•!• Roket kendali yang telah dirancang bangun berdiameter 100 mm atau yang lebih<br />
dikenal sebagai RKX-1 00. Roket kendali ini mempunyai jangkauan terbang 5 km<br />
dengan ketinggian terbang 3 km. LAPAN juga telah mengembangkan rancang<br />
bangun roket bertingkat sebagai cikal-bakal roket pengorbit satelit, antara lain:<br />
100 mm (RX-11 02/RX-11 04, RX-111 0/RX-11 04) yang mempunyai jangkauan<br />
terbang 7 km dan 14 km.<br />
•!• Rancang bangun roket bertingkat RX-2528/RX-1515 yang diprediksikan<br />
mempunyai jangkauan diatas 80 km.<br />
•!• LAPAN telah berhasil melakukan <strong>penelitian</strong> dan pengembangan piroteknik <strong>untuk</strong><br />
kebutuhan roket ilmiah RX-150, RX-250, RX-320 dan RKX-100, serta<br />
mempabrikasi komponen struktur roket di bengkel induk pabrikasi LAPAN<br />
Rumpin dengan peralatan yang relatif konvensional.<br />
•!• Pengembangan sistem kendali dan kontrol pada roket kendali RKX-100 dan UAV-<br />
530. Hasil yang telah dicapai, antara lain: sensor IMU (Inertial Measurement Unit)<br />
33
yang selanjutnya akan dikembangkan menjadi sebuah INS (Inertial Navigation<br />
System) , sistem autopilot, sistem aktuasi yang menggunakan high torque seNo<br />
motor, sistem telemetri sampai jarak jangkau 60 Km , sistem sensor pencari<br />
sasaran (infra-red I optical/ laser dan tracking radar) tahap awal, sistem data<br />
akuisisi dan penguasaan perangkat lunak (software) .<br />
•!• Rancang bangun Roket dan menguji terbang RX -320 (320 mm), RX -420 (420<br />
mm). Gambar 3-2.<br />
•!• Saat ini sedang mendesain roket RX 520/RX 530/RX 550 dengan daya jangkau<br />
hingga 200 km .<br />
Gambar 5-14: UJI TERBANG ROKET KENDALl<br />
(2) Satelit<br />
•!•<br />
•!•<br />
Melalui kerjasama LAPAN telah mampu <strong>untuk</strong> membangun satelit mikro LAPAN<br />
TUBSAT dan berhasil diluncurkan ke orbitnya.<br />
Berhasil menyelesaikan desain satelit mikro generasi II( dikenal dengan satelit<br />
mukro LAPAN-A-2)<br />
(3) Stasiun Peluncuran<br />
Saat ini Indonesia telah memiliki sebuah fasilitas peluncuran roket yang<br />
terintegrasi atau lnstalasi Uji Terbang Roket (IUTR) milik LAPAN yaitu di<br />
Pameungpeuk, Jawa Barat. Fasilitas ini berupa gedung assembly, ruang kontrol dan<br />
launchpad <strong>untuk</strong> meluncurkan roket ke heading 193 (selatan). Gedung assembly<br />
mempunyai kapasitas <strong>untuk</strong> integrasi payload-motor roket hingga panjang maksimum 5<br />
m. Launchrail yang dimiliki LAPAN mempunyai panjang 10 m. Jalan akses menuju<br />
lokasi peluncuran roket melalui pegunungan dan merupakan jalan dengan kapasitas<br />
maksimum <strong>untuk</strong> trailer 20 ft.<br />
34
Stasiun peluncuran Pameungpeuk juga dilengkapi dengan stasiun meteorologi.<br />
Kondisi meteorologi di lokasi tersebut cukup akomodatif bagi lokasi peluncuran, dimana<br />
rata2 kecepatan an gin permukaan dibawah 10 knots sebelum jam 11 AM . Stasiun<br />
peluncuran Pameungpeuk berada dibawah jalur penerbangan (air route) dari vector<br />
Cengkareng kearah Australia.<br />
IUTR yang dibangun pada tahun 1963 telah digunakan <strong>untuk</strong> meluncurkan roketroket<br />
sonda dan roket eksperimen dengan jangkauan antara 7 km sampai 42 km. 60<br />
Pada tahun 2009 Indonesia (d.h.i. LAPAN ) telah melakukan uji coba peluncuran roket<br />
jenis RX-420 yang mempunyai jangkauan sejauh 100 km. Ditinjau dari aspek teknis,<br />
keberadaan IUTR saat ini sudah tidak memadai lagi <strong>untuk</strong> peluncuran roket-roket<br />
ukuran besar.<br />
Seiring dengan perkembangan kemampuan LAPAN diperkirakan pada tahun<br />
2014 atau sesudahnya akan meluncurkan roket orbiter dari bumi Indonesia sendiri,<br />
maka keberadaan Stasiun Peluncuran Roket Pamengpeuk tidak sesuai lagi <strong>untuk</strong><br />
peluncuran RPS, karena terdapat pemukiman penduduk di daerah bahaya 1 (radius<br />
600 m) dan daerah bahaya 2 (radius 2 km). Kondisi tersebut mempunyai resiko tinggi<br />
bagi lingkungan bila terjadi kegagalan dalam peluncuran roket, sehingga perlu<br />
mencari lokasi stasiun pelncuran RPS yang ideal.<br />
Sebelum membangun stasiun peluncuran perlu melihat atau meneliti apakah<br />
kondisi daerah yang akan dijadikan lokasi stasiun peluncuran memenuhi syarat-syarat<br />
sebagai stasiun peluncuran roket pengorbit satelit. Di Wilayah Indonesia terdapat<br />
beberapa lokasi yang diperkirakan dapat dijadikan sebagai pilihan lokasi stasiun<br />
peluncuran di wilayah Indonesia. Untuk orbit ekuatorial yaitu Pulau Biak, Pulau Morotai<br />
(Maluku Utara) dan Pulau Waigeo (Irian Jaya), sedangkan <strong>untuk</strong> orbit kutub (polar)<br />
adalah Pulau Nias (Sumatera Utara),. Dan <strong>untuk</strong> layak tidaknya Pulau Nias sebagai<br />
stasiun peluncuran roket orbit satelit pelu melakukan studi lokasi. Simulasi Peluncuran<br />
Roket dari Pulau Nias seperti dalam Gambar 5-15.<br />
60<br />
Roadmap Pembangunan Sistem Roket Pengorbit Satelit Indonesia, LAPAN 2008, Hal 10.<br />
35
Gambar 5-15: Simulasi Peluncuran Roket Dari Pulau Nias 1°6' LU 97°32' BT<br />
5.3. Berbagai Aspek Dalam Menentukan Lokasi Stasiun Peluncuran Roket<br />
Pengorbit Satelit<br />
Penentukan dilakukannya suatu pembangunan atau proyek padaumumnya<br />
didasarkan atas studi kelayakan. Studi kelayakan menyangkut berbagai aspek, antara<br />
lain aspek teknis, aspek ekonomi, aspek sosial, aspek hukum, dan aspek politik.<br />
Demikian juga dalam pemilihan Lokasi Stasiun Peluncuran RPS perlu memperhatikan<br />
36
erbagai aspek yang dikemukakan diatas, sesuai dengan sifat, tujuan,<br />
kegiatan yang akan dilakukan<br />
dan lingkup<br />
5.3.1. Aspek Teknis<br />
Aspek teknis berkaitan dengan input dan output. Output dari stasiun peluncuran<br />
roket adalah kemampuan stasiun peluncuran tersebut <strong>untuk</strong> meluncurkan RPS. Jadi<br />
input lokasi stasiun peluncuran roket adalah tersedianya lokasi stasiun peluncuran<br />
sesuai dengan syarat-syarat suatu lokasi stasiun peluncuran, dan tersedianya<br />
fasilitas, sarana dan prasarana, serta teknologi <strong>untuk</strong> pelaksanaan peluncuran RPS.<br />
Berbagai a<br />
spek teknis yang perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi peluncuran RPS<br />
meliputi:<br />
(1). Letak Geografis<br />
Daerah<br />
khatulistiwa.<br />
potensial <strong>untuk</strong> lokasi stasiun peluncuran harus dekat dengan garis<br />
(2). Kondisi Meteorologi Dan lklim<br />
Kondisi meteorologi dan iklim merupakan fakto yang perlu diperhatikan dalam<br />
saat peluncuran, Hal-hal yang terkait dengan meteorologi dan iklim antara lain;<br />
• tekanan udara rata-rata diatas permukaan laut<br />
• kemperatur udara rata-rata<br />
• kelembaban udara<br />
• kecepatan angin rata-rata<br />
• rata-rata matahari bersinar dalam satu tahun<br />
• tekanan uap air, dan<br />
• curah hujan tahunan<br />
(3). Kondisi Topografi Dan Geologi<br />
Kodisi tanah dan geologi perlu diperhatikan <strong>untuk</strong> menentukan lokasi stasiun<br />
peluncuran, terkait dengan pembangunan tempat peluncuran, dan bangunanbangunan<br />
lainnya. Berbagai hal yang perlu diperhatikan antara laian:<br />
• susunan tanah<br />
• ketinggian tanah di atas permukaan laut<br />
• kemiringan tanah<br />
• kedalaman lapisan atas tanah<br />
• keadaan sungai permukaan dan bawah tanah<br />
• keadaan tanah ( landai,berbukit, pegunungan dll)<br />
• kondisi pulau<br />
• sumber air tawar<br />
• kemungkinan gempa<br />
37
(4). Arah Peluncuran<br />
Arah peluncuran roket pengorbit satelit dapat dibedakan antara orbit<br />
khatulistiwa dan orbit kutup (polar). Peluncuran orbit khatulistiwa dan orbit kutup(polar)<br />
kedua duanya diarahkan ke lautan be bas agar tidak mengganggu negara send iri<br />
ataupun negara tetangga. Dengan syarat tersebut, maka lokasi stasiun peluncuran<br />
sebaiknya dekat pantai.<br />
(5). Luas Tanah Dan Kondisi Daerah Yang Akan Digunakan<br />
Untuk menjamin keamanan dan kesinambungan pelaksanaan pengoperasian<br />
peluncuran di masa mendatang dan diharapkan mampu <strong>untuk</strong> meluncurkan tipe<br />
wahana peluncur satelit komersial/aplikasi. Maka lokasi stasiun peluncuran<br />
membutuhkan daerah yang luasnya kurang lebih 100 km2, dengan lingkungan yang<br />
tidak padat penduduk, dekat pantai laut bebas, bukan rawa dan tersedia sumber air<br />
tawar. Gambaran umum kebutuhan tanah <strong>untuk</strong> tahap awal :<br />
• Zona range safety (daerah keselamatan) ditetapan 2- 3 Km yang merupakan<br />
Iekas landasan peluncuran, peralaan telemetri dan pelacakan<br />
• Zona kontrol pemukiman penduduk dengan radius 4 - 5 Km harus bebas dari<br />
pemukiman penduduk. Daerah antara zona range safety dan zona kontrol<br />
pemukiman akan digunakan <strong>untuk</strong> lohasi fasilitas :<br />
i) gedung perakitan dan integrasi,<br />
ii) landasan peluncuran (launching pad) ,<br />
iii) ruang Pusat Peluncuran<br />
iv) ruang Pusat Kontrol Misi<br />
v) Penyiapan bahan bakar roket<br />
vi) stasiun Cuaca<br />
vii) stasiun radar-telemetri komunikasi,<br />
viii) stasiun Telemetri, tracking dan control (TT &C)<br />
ix) stasiun penjejak dan pengoperasian ruas antariksa,<br />
x) stasiun pengendali dan tempat penyimpanan bahan roket ,dan<br />
xi) sarana penunjang pembangkit listrik<br />
Pemukiman pegawai harus di luar zona kontrol pemukiman tersebut.<br />
(6) Sumber Bahan Bangunan<br />
Tersedianya bahan bangunan merupakan salah satu faktor yang perlu<br />
diperhatikan dalam pemilihan lokasi stasiun peluncuran adalah ketersediaan bahan<br />
bangunan <strong>untuk</strong> efisiensi pembangunan. Ketersediaan bahan bangunan yang<br />
diperlukan akan mengurangi biaya trasportasi dan juga akan memperdayakan<br />
masyarakat di daeah yang bersangkutan dalam pembangunan dan pengadaan bahanbahan<br />
yang dibutuhkan.<br />
(7). Sarana Dan Prasaana Transportasi<br />
Sarana transportasi darat, laut dan udara merupakan faktor yang juga perlu<br />
diperhatikan dalam penentuan lokasi stasiun peluncuran roket. Karena tanpa sarana<br />
transportasi akan membawa masalah dalam pengangkutan bahan-bahan dan fasilitas<br />
lainnya yang dibutuhkan <strong>untuk</strong> pembangunan stasiun peluncuran. Demikian juga<br />
<strong>untuk</strong> pengangkutan roket, bahan bakar roket, serta satelit yang akan di luncurkan<br />
38
juga didatangkan dari luar Pulau Nias, dan juga bahan-bahan atau peralatan yang<br />
akan dikerjakan/dirakit di lokasi stasiun peluncuran sebagian besar akan didatangkan<br />
dari luar Pulau Nias.<br />
(8). Pemukiman Dan Penduduk<br />
Pemukiman dan jumlah penduduk di lingkungan stasiun peluncuran yang akan<br />
dipilih menjadi lokasi stasiun peluncuran roket juga perlu diperhatikan agar<br />
kelangsungan dan kesinambungan pengoperasian dan perluasan Stasiun<br />
Peluncuran Roket Pengorbit Satelit pada masa yang akan datang dapat terjamin.<br />
Penduduk disekitar lokasi stasiun peluncuran merupakan kelompok yang secara<br />
langsung merasakan dampak dari pembangunan dan pengoperasian stasiun<br />
peluncuran tersebut. Oleh karena itu penentuan lokasi stasiun peluncuran perlu<br />
memperhatikan kebutuhan dan keselamatan masyarakat di lingkungan stasiun<br />
peluncuran<br />
5.3.2. Aspek Ekonomi<br />
Pembangunan suatu <strong>program</strong> atau proyek pada umumnya menggunakan<br />
sumber-sumber atau biaya dengan harapan bahwa <strong>program</strong>/proyek tersebut<br />
memperoleh hasil atau manfaat. Suatu kegiatan atau <strong>program</strong>/proyek selalu<br />
didasarkan pada suatu tujuan dan suatu titik <strong>akhir</strong>, baik biaya dan hasilnya harus<br />
dapat diukur secara kuantitatif maupun kwalitatif. Kegiatan-kegiatan yang dimaksud<br />
dapat berbentuk investasi baru seperti pembangunan pabrik, pembangunan jalan<br />
raya, perkebunan, pembukaan hutan, survei atau <strong>penelitian</strong>, pembangunan dan<br />
pemanfaatan teknologi, dan lain sebagainya.<br />
Pembangunan <strong>untuk</strong> menghasilkan suatu produk atau jasa dapat<br />
diselenggarakan oleh pemerintah/negara, badan badan usaha swasta atau organisasiorganisasi<br />
sosial maupun perseorangan, tergantung siapa yang sangat<br />
berkepentingan akan hasil dari kegiatan/proyek tersebut. Program yang ditujukan<br />
<strong>untuk</strong> pertahanan dan keamanan, atau <strong>untuk</strong> rakyat banyak atau kepentingan ekonomi<br />
secara keseluruhan/ nasional umumnya membutuhkan investasi dalam jangka<br />
panjang, biasanya dilakukan oleh pemerintah. Badan-badan di luar pemerintah<br />
cenderung memilih dan menyelenggarakan pembangunan yang investasinya tidak<br />
besar dan jangka waktunya 5 tahun tapi dapat memberikan keuntungan yang<br />
memadai.<br />
Keterbatasan sumber-sumber dana/investasi <strong>untuk</strong> membiayai suatu<br />
pembangunan atau <strong>program</strong> yang dibutuhkan, maka perlu suatu perencanaan<br />
pembangunan agar pemanfaatan sumber-sumber dan dana yang tersedia akan<br />
seefektif dan seefisien mungkin. Juga perlu menentukan prioritas pembangunan yang<br />
dapat memenuhi kepentingn masyarakat banyak. Dalam analisa suatu proyek atau<br />
<strong>program</strong> berbagai aspek perlu diperhatikan, salah satu diantaranya adalah aspek<br />
ekonomi.<br />
Aspek ekonomi meneliti apakah pembangunan yang dilakukan memberi<br />
sumbangan atau mempunyai peranan yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi<br />
secara menyeluruh (macro- economic) dan apakah peran dari kegiatan/proyek cukup<br />
besar <strong>untuk</strong> membenarkan penggunaan sumber-sumber yang digunakan.<br />
39
(1) Pembangunan Ekonomi<br />
Sesuai dengan bidang kajian yaitu Aspek ekonomi, maka dalam kajian ini<br />
adalah menentukan sejauh mana peran atau manfaat pembangunan dan<br />
pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dalam pembangunan ekonomi, dan<br />
apakah peran dari teknologi tersebut cukup besar <strong>untuk</strong> membenarkan penggunaan<br />
sumber-sumber yang digunakan. Pembangunan ekonomi yang dimaksud adalah<br />
suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan disertai<br />
adanya perubahan fundamental dalam struktur ekonomi. Pembangunan ekonomim<br />
mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi<br />
mempercepat proses pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah proses<br />
kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk<br />
kenaikan pendapatan nasional. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi<br />
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, namun pada hakekatnya faktor-faktor<br />
tersebut dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi.<br />
a. Faktor ekonomi terdiri dari :<br />
+ Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan<br />
tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan hasil laut, sangat<br />
mempengaruhi pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam hal<br />
penyediaan bahan baku produksi.<br />
+ Sumberdaya manusia yang terdiri dari keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan<br />
<strong>untuk</strong> mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai<br />
lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi). Sumber daya manusia juga<br />
menentukan keberhasilan pembangunari nasional melalui jumlah dan kualitas<br />
penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial <strong>untuk</strong><br />
memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan<br />
seberapa besar produktivitas yang ada.<br />
• Sumber daya modal dibutuhkan manusia <strong>untuk</strong> mengolah bahan mentah<br />
tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan <strong>untuk</strong> menggali dan<br />
mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat<br />
penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena<br />
barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.<br />
b. Faktor non- ekonomi mencakup:<br />
• kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat,<br />
+ keadaan politik, dan sistem<br />
(2) Analisa Finansiallkeuangan<br />
Analisa finansial memusatkan kajian dari sudut pandang badan-badan atau<br />
orang-orang yang mendanai atau mereka yang berkepentingan langsung dalam<br />
usaha atau proyek yang bersangkutan. Perhatian pokok dalam analisa ini adalah<br />
hasil dari penanam modal dalam usaha atau proyek yang dibangun. Hasil finasial ini<br />
sering disebut "Privat return" Analisa finansial diperlakukan <strong>untuk</strong> memperhitungkan<br />
<strong>insentif</strong> bagi orang-orang yang turut serta mensukseskan pelaksanaan usaha/proyek.<br />
Dilihat dari analisa financial, tidak ada gunanya <strong>untuk</strong> melaksanakan suatu usaha/<br />
proyek apabila usaha/proyek tersebu hanya menguntungkan perekonomian secara<br />
40
keseluruhan dan tidak memberikan keuntungan atau membawa perbaikan bagi orangorang<br />
yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan/proyek tersebut. Analisa finansial juga<br />
memperhatikan waktu pengembalian modal yang diinvestasikan dalam usaha/proyek.<br />
Pemerintah dapat melakukan investasi yang menguntungkan dalam jangka panjang<br />
misalnya 20 tahun, walaupun dalam jangka waktu 5 tahun pertama belum<br />
memberikan sesuatu bahkan mengalami kerugian Akan tetapi seorang usahawan/<br />
swasta lebih cenderung melakukan investasinya dalam usaha/ proyek yang<br />
memberikan penghasilan dalam jangka pendek atau menengah.<br />
Usaha/proyek yang dikelola swasta, analisa financial umumnya didasarkan<br />
atas perbandingan antara penghasilan dan biaya/pengeluaran yang dapat dilihat<br />
dari arus kas usaha atau proyek yang bersangkutan. Berdasarkan arus kas dapat<br />
diprediksi pada saat kapan suatu proyek memerlukan dana yang besar, dan kapan<br />
mendapatkan penghasilan. Dengan menggunakan teknik-teknik perhitungan<br />
seperti present value, maka sebelum pelaksanaan proyek akan dapat diprediksi<br />
untung rugi dari pelaksanaan suatu usaha/proyek.<br />
(3) Analisa Ekonomi<br />
Analisa ekonomi melihat suatu usaha/proyek dari sudut pandang perekonomian<br />
secara menyeluruh/makro. Titik berat analisa ini adalah hasil total atau produktivitas<br />
atau keuntungan yang didapatkan dari usaha/proyek bagi masyarakat atau<br />
perekonomian secara menyeluruh tanpa melihat siapa yang menyediakan sumbersumber<br />
tersebut dan siapa dalam masyarakat yang menerima hasil dari<br />
usaha/proyek yang dibangun. Hasil dari usaha/proyek adalah merupakan " Social<br />
return" atau "Economic return" Bagi para pembuat keputusan, dasar menyetujui<br />
suatu usaha/ proyek yang besar ataupun yang kecil adalah keuntungan atau<br />
manfaat yang dapat diberikan suatu usah/proyek bagi perekonomian secara luas,<br />
ataupun didasarkan atas kebutuhan yaitu kegiatan yang tidak didasarkan atas<br />
keuntungan.<br />
Dalam analisa ekonomi dipertimbangkan berbagai keuntungan atau manfaat<br />
dari suatu usaha/proyek antara lain :<br />
1. Manfaat atau keuntungan Jangsung dapat berupa ;<br />
• kenaikan dalam nilai hasil, atau produksi<br />
• penurunan biaya.<br />
• peningkatan mutu<br />
• penurunan biaya operasional dan biaya pemeliharaan.<br />
• Penurunan kecelakaan<br />
• penghematan waktu<br />
• rangsangan bagi pembangunan ekonomi<br />
• kenaikan conford, convenience, dan reability tapi sukar dikwantitatifkan<br />
• peningkatan mutu<br />
• kenaikan dalam nilai hasil/output<br />
2. Manfaat tidak Langsung atau manfaat sekunder adalah manfaat yang<br />
timbul atau dirasakan di Juar proyek karen a adanya realisasi suatu proyek,<br />
man fa at manfaat tidak langsung seperti:<br />
41
• manfaat yang disebabkan induced oleh adanya proyek lain biasanya<br />
disebut efect multiplier<br />
• manfaat yang disebabkan oleh adanya keunggulan ekonomi skala besar<br />
(economics of scale)<br />
• manfaat yang ditimbulkan oleh adanya pengaruh secunder (dynamic<br />
secondary effects berupa perubahan produktivitas tenaga kerja) .<br />
3. Manfaatlkeuntungan /ntangibleltakkentara<br />
• perbaikan lingkungan hidup<br />
• perbaikan pemandangan karena sesuatu pembangunan<br />
• pemerataan pendapatan<br />
• integrasi nasional<br />
• pertahanan nasional<br />
• terciptanya tingkat kehidupan penduduk desa yang semakin baik<br />
Dalam analisa ekonomi yang terkait dengan pembanguan stasiun peluncuran<br />
RPS yang menjadi pokok utama adalah kebutuhan nasional akan roket<br />
(4) Kriteria lnvestasi<br />
Pemilihan pembangunan atau proyek yang menggunakan input <strong>untuk</strong><br />
menghasilkan output, didasrkan dengan membandingkan nilai uang dari seluruh input<br />
(biaya) yang digunakan dibandikan dengan nilai uang dari seluruh output (manfaat)<br />
yang dihasilkan oleh proyek. Dalam semua criteria baik manfaat maupun biaya dinya<br />
takan dalam nilai sekarang (the present value-nya).<br />
Rumus-Rumus yang digunakan antara lain :<br />
PV. Dari gross benefits<br />
a. Gros Benefit/Cost Ratio = -----------------------------<br />
PV dari gross costs<br />
Dalam ross B/Cratio yang dihitung sebagai gross cost adalah biaya modal (capital cost)<br />
atau biaya investasi permulaan, dan biaya operasi dan pemeliharaan, sedang yang<br />
dihitung sebagai gross benefit adalah nilai total produksi, dan kalau ada, salvage value<br />
dari investasi.<br />
b. Net B/C tario<br />
l: P.V Net B Yang Positif<br />
l:P.V Net B Yang Negatif<br />
Net B/C ratio <strong>untuk</strong> tiap tahun dihitung selisih antara groos benefit dan gross cost. Pada<br />
tahun-tahun pertama biasanya groos cost lebih besar dari gross benefit, sehingga net<br />
Benefit adalah negative, atau dengan kata lain ada net cost. Dan pada tahun tahun<br />
sesudah nya biasanya gross benefit lebih besar dari groos cost, sehingga net benefit<br />
42
adalah positif. Yang dimaksud dengan net 8/C ratio adalah perbandingan antara<br />
present velue dari net benefit yang positif dengan present velue net benefit yang<br />
negative (net cost)<br />
P.V dari (Gross benefit- Biaya O&M)<br />
c. Profittability Ratio = -----------------------------------------------<br />
P.V dari Biaya lnvestasi<br />
d. Net Present Velue<br />
Tujuan kebijakan pembangunan adalah <strong>untuk</strong> mendapatkan hasil netto ( net<br />
benefit) yang maksimal yang dapat dicapai dengan investasi modal atau pengorbanan<br />
sumber-sumber lain. Yang dipakai sebagai ukuran dalam hal ini adalah the net present<br />
velue dari proyek, yang merupakan selisi antara the presen velue dari benevit dan net<br />
present velue dari cost jadi<br />
Net Present Dari Benevit = Present Velue Dari Benefit - Present Velue Dari Cost<br />
NPV = B - C ( dimana 8 dan C yang sudah di discount.<br />
Untuk menentukan ratio-ratio net present velue tersebut di atas harus ditetapkan dahulu<br />
discount rate yang akan digunakan menghiting the present velue baik dari benefit<br />
baupun dari biaya.<br />
5.3.3. Aspek Hukum<br />
] Aspek hukum berkaitan dengan keberadan hukum dalam mengatur dan<br />
menciptakan ketertiban dalam masyarakat. Untuk tujuan tersebut perlu diciptakan<br />
peraturan-peraturan mengenai tingkah laku dalam masyarakat yang harus ditaati<br />
<strong>untuk</strong> mencapai suatu tujuan. Dalam fungsinya sebagai pelindung kepentingan<br />
manusia dalam masyarakat, dalam tujuan tersebut hukum mempunyai sasaran yang<br />
hendak dicapai, dimana hukum bertugas_ membagi hak dan kewajiban antara<br />
perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara<br />
memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum itu sendiri.<br />
Berkaitan dengan pemilihan lokasi stasiun peluncuran roket pengorbit satelit<br />
aturan-aturan hukum perlu diciptakan. Aspek hukum pembangunan stasiun peluncuran<br />
roket pengorbit satelit berkaitan dengan peraturan-peraturan hukum yang mengatur<br />
keberadaan lokasi stasiun peluncuran, proses pembangunan stasiun peluncuran,<br />
kegiatan stasiun peluncuran roket dan peluncuran roket, serta dampak peluncuran ..<br />
Penetapan lokasi harus ditetapkan dengan Peraturan Presiden, pada tahap<br />
pembangunan jika melibatkan pihak ketiga baik domestik maupun asing diselesaikan<br />
melalui persetujuan (agreement) . Tahap pengoperasian meliputi izin penggunaan<br />
frekuensi, NOT AM (notification to air man and mariner). Pengamanan stasiun karena<br />
merupakan instalasi strategis sesuai standard operational procedur (SOP) dapat<br />
bekerjasama dengan TNI - Polri.<br />
43
Fasilitas pendukung , meliputi uji statik, laboratorium propelan, jaringan TT & C,<br />
stasiun bumi misi, fasilitas pengujian. Aspek hukum yang timbul akan berkenaan<br />
dengan ambang batas kebisingan, kebauan, kalibrasi dan instrumentasi. Penyelesaian<br />
perihal ini diselesaikan melalui pembuatan persetujuan para pihak pada TT&C, stasiun<br />
bumi misi sedangkan ambang batas zat-zat tertentu telah diatur dalam aturan yang<br />
menyangkut lingkungan hidup.<br />
Dalam peluncuran satelit masalah perizinan perlu diperhatikan, penggunaan slot<br />
orbit akan melibatkan Ditjen Postel, Depkominfo sebagai pelaksana dinas satelit yang<br />
selanjutnya akan berhubungan dengan ITU (International Telecommunication Union) .<br />
Berkaitan dengan kepemilikan meliputi pendaftaran dalam Badan Pendaftaran Nasional<br />
yang dalam hal ini LAPAN telah ditetapkan sebagai badan pendaftaran serta<br />
Pendaftaran pada Sekjen PBB selaku kuasa dari Registration Convention 1975 via<br />
Departemen Luar Negeri sesuai prosedur diplomatik yang berlaku. Flight Safety dan<br />
Flight Security pada izin peluncuran. Asuransi dan tanggung jawab, berkisar pada<br />
tahapan-tahapan hak dan kewajiban saat peluncuran, kesiapan pihak SAR (pada rule<br />
dan prosedur) jika terjadi accident (kecelakaan alamiah) dan incident (kejadian yang<br />
berkaitan dengan provokasi) .<br />
Tahapan pasca peluncuran, meliputi penggantian kerugian (liability) , pendaftaran<br />
ulang jika terjadi pemindahan kepemilikan, pencarian dan pertolongan jika terjadi<br />
malfunction.<br />
(1) Regulasi yang Diperlukan<br />
Dalam .rangka memperlancar implementasi kegiatan ini maka aturan pokok yang<br />
sangat diperlukan sebagai payung hukum adalah Undang-Undang tentang<br />
Keantariksaan. Peraturan Presiden tentang Penetapan Lokasi Stasiun Peluncuran.<br />
Peraturan Perundang-undangan tentang Pengendalian Ekspor di Bidang<br />
Keantariksaan.<br />
(2) Regulasi yang Telah Ada<br />
1. Undang-Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup<br />
2. Undang-Undang tentang Telekomunikasi<br />
3. Undang-Undang tentang Pertahanan Negara<br />
4. Undang-Undang tentang Bangunan<br />
5. Undang-Undang tentang Pengesahan Outer Space Treaty<br />
6. Undang-Undang tentang Penataan Ruang<br />
7. Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah<br />
8. Undang-Undang tentang tentang Penanggulangan Bencana<br />
9. Undang-Undang tentang Keuangan Negara<br />
10. Undang-Undang tentang Penerbangan<br />
11 . Peraturan Pemerintah tentang Anal isis mengenai Dampak Ling kung an<br />
12. Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya Beracun<br />
13. Peraturan Pemerintah tentang Pembagian Urusan Pemerintahan<br />
14. Keputusan Presiden tentang Pengesahan Rescue Agreement<br />
15. Keputusan Presiden tentang Pengesahan Liability Convention<br />
16. Keputusan Presiden tentang Pengesahan Registration Convention<br />
44
(3) Regulasi 'yang Perlu Dibuat<br />
1. Undang-Undang tentang Keantariksaan<br />
2. Peraturan Presiden tentang Penetapan Stasiun Peluncuran<br />
3. Peraturan Presiden tentang Tanggung Jawab Kegiatan Keantariksaan<br />
4. Peraturan Presiden tentang Peluncuran Benda Antariksa<br />
5. Peraturan Perundang-undangan tentang Pengendalian Ekspor di Bidang<br />
Keantariksaan<br />
6. Berbagai Agreement yang diperlukan pada tiap tahap kegiatan<br />
7. Keputusan Kepala LAPAN tentang Badan Pendaftaran Benda Antariksa<br />
Nasional<br />
Aspek hukum yang terkait dengan pengembangan peroketan,pengembangan satelit,<br />
dan stasiun peluncuran secara rinci diutarakan dalam Tabel- 5-1.<br />
Tabel, 5-5. Aspek Hukum Pengembangan Roket, Satelit, dan Stasiun<br />
Peluncuran<br />
,,<br />
, ASPEK "'<br />
KEGIATAN MASALAH HUKUM KETERANGAN<br />
,,<br />
'<br />
'<br />
''<br />
~!l:q TERKAIT<br />
1. Pengembangan Roket<br />
a. Desain Roket Ciptaan sendiri HAKI<br />
Adopt<br />
Modifikasi<br />
Kerjasama<br />
Lisensi<br />
HAKI<br />
Agreement<br />
b. Motor Roket Ciptaan sendiri HAKI<br />
Adopt<br />
Lisensi<br />
Modifikasi HAKI<br />
Kerjasama Agreement<br />
c. Bahan Bakar Ciptaan sendiri HAKI<br />
Adopt<br />
Lisensi<br />
Modifikasi HAKI<br />
Kerjasama Agreement<br />
d. Sistem Kendali Ciptaan sendiri HAKI<br />
Adopt<br />
Lisensi<br />
Modifikasi HAKI<br />
Kerjasama Agreement<br />
2. Pengembangan Satelit<br />
a. Desain Satelit Buat sendiri HAKI<br />
Adopt<br />
Modifikasi<br />
Lisensi<br />
HAKI<br />
Kerjasama Agreement<br />
b. Payload Buat sendiri HAKI<br />
Beli dan Merakit HAKI Beli di pasar legal<br />
Beli jadi Lisensi Beli di pasar legal<br />
Kerjasama Agreement<br />
45
c. Power generation Buat sendiri HAKI<br />
Beli dan merakit Lisensi<br />
Beli jadi<br />
HAKI<br />
Kerjasama Agreement<br />
d. Sistem Kendali Buat sendiri HAKI<br />
Adopt<br />
Lisensi<br />
Modifikasi HAKI<br />
Kerjasama Agreement<br />
e. Sub Sistem dan Buat sendiri HAKI<br />
Komponen Satelit<br />
Beli dan Merakit HAKI Beli di pasar legal<br />
Beli jadi Lisensi Beli di pasar legal<br />
Kerjasama Agreement<br />
4. Stasiun Peluncur<br />
a. Pemilihan alternatif FS Pembentukan Termasuk Amdal<br />
Tim<br />
FS (Kerjasama) Agreement Termasuk Amdal<br />
b. Penetapan Lokasi Perpres Pembuatan<br />
Perpres<br />
Kepemilikan<br />
c. Pembangunan Pihak Ketiga Agreement<br />
(ON)<br />
Pihak Ketiga (LN) Agreement<br />
d. Pengoperasian Pendaftaran Kelembagaan<br />
di LAPAN<br />
lzin Penggunaan Perizinan Deparpostel<br />
Frekuensi<br />
(Ditjen Postel)<br />
NOT AM Perizinan Dephub (ATC)<br />
e. Pengamanan Kerjasama Agreement<br />
dengan TNI dan<br />
POLRI<br />
4. Fasilitas Pendukung<br />
a. Uji Statik Kebisingan Am bang Sap pedal<br />
Ledakan<br />
Batas<br />
Bau<br />
a. Laboratorium Pembangunan Agreement<br />
Propel an<br />
oleh Pihak Ketiga<br />
c. Jaringan TT&C Upgrade yang Agreement<br />
ada oleh Pihak<br />
Ketiga<br />
46
Pinjam Fasilitas Agreement<br />
d. St. B. Misi Ugrade oleh Agreement<br />
Pihak Ketiga<br />
e. Fasilitas Pengujian Pinjam Fasilitas Agreement Uji komponen, uji<br />
KIM-LIPI/PT.DI<br />
subsistem dan uji<br />
integrasi serta uji<br />
getar, Uji level<br />
sate lit<br />
f. Commissioning Semua fasilitas Agreement<br />
yang dibangun Standard<br />
5. Peluncuran<br />
a. Penggunaan Slot lzin penggunaan Perizinan ITU via<br />
·slot orbit dan Deparpostel<br />
frekuensi<br />
(Ditjen Postel)<br />
b. Kepemilikan Pendaftaran Perizinan Via Deplu<br />
Sekjen PBS<br />
Pendaftaran Perizinan Biro Humasmagan<br />
nasional<br />
LAPAN<br />
c. Flight Safety ljin Peluncuran Perizinan LAPAN<br />
d. Flight Security ljin Peluncuran Perizinan LAPAN<br />
e. Asuransi Operator Asuransi<br />
f. Tanggung Jawab Liability Tanggung Pelimpahan<br />
Pihak Ketiga Jawab Kepada Swasta<br />
Operator<br />
g. Incident dan accident SAR SOP<br />
83 atau NPS SOP<br />
6. Pasca Peluncuran<br />
a. Penggantian kerugian Operator Safety Negara/Swasta<br />
(Liability )<br />
Pelaksana<br />
b. Pemindahan<br />
kepemilikan<br />
c. Asuransi Operator Asuransi<br />
d. Incident dan accident SAR SOP<br />
Catatan: Pembelian komponen (Karena industri nasional tidak ada)<br />
a. End user certificate<br />
b. State guarantee for items not to be re-export<br />
c. State guarantee to be made weapon of mass destruction<br />
47
5.3.4. Aspek Sosial<br />
Pembangunan sebagai sebuah perubahan sosial yang terencana tidak bisa<br />
hanya dijelaskan secara kuantitatif dengan pendekatan ekonomi semata, tapi terdapat<br />
aspek sosisl yang tersembunyi jauh pada diri masyarakat seperti persepsi, gaya hidup,<br />
motivasi dan budaya yang mempengaruhi pemahaman masyarakat dalam<br />
memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Sosiologi pembangunan juga berusaha<br />
<strong>untuk</strong> menjelaskan berbagai dampak baik positif maupun negatif dari pembangunan<br />
terhadap sosial budaya masyarakat. Berbagai introduksi baik yang berupa teknologi<br />
dan nilai-nilai baru dalam proses pembangunan tentu akan membawa dampak pada<br />
bangunan sosial yang sudah ada sejak lama.<br />
Keberhasilan pembangunan kesejahteraan sosial selain ditentukan oleh kualitas<br />
pelayanan langsung yang bersifat mikro juga dipengaruhi oleh sistem dan arah<br />
kebijakan sosial yang bersifat makro. Kebijakan sosial tersebut sangat menentukan<br />
tipe, jenis, sistem dan pendekatan pemberian pelayanan sosial kepada kelompok<br />
sasaran. Pengetahuan mengenai analisis kebijakan sosial sangat penting <strong>untuk</strong><br />
menentukan apakah suatu kebijakan atau pembangunan memiliki dampak positif atau<br />
negatif terhadap masyarakat, apakah kebijakan tersebut sudah sesuai dengan<br />
kebutuhan masyarakat, dan apakah kebijakan tersebut mampu merespon masalahmasalah<br />
sosial yang dirasakan oleh masyarakat.<br />
Dilihat dari aspek sosial, pembangunan atau keberadaan suatu proyek di suatu<br />
daerah tertentu, dapat ditentukan apakah keberadaan proyek di suatu daerah akan<br />
menjadikan daerah tersebut menjadi semakin ramai, lalulintas semakin lancar, adanya<br />
jalur komunikasi, penerangan listrik, dan pendidikan masyarakat setempat semakin<br />
meningkat. Berbagai kegiatan yang didasarkan atas aspek sosial tidak selalu<br />
didasarkan atas keuntungan yang berupa uang, tapi didasarkan pertimbanganpertimbangan<br />
lainnya atau keuntungan lainnya berupa peningkatan kesehatan,<br />
pendidikan, pelayanan dan kegiatan lainnya yang ditujukan meningkatkan kwalitas<br />
hid up.<br />
Secara luas kata sosial menunjuk pada pengertian umum mengenai bidangbidang<br />
atau sektor-sektor pembangunan yang menyangkut aspek manusia dalam<br />
konteks masyarakat atau kolektifitas. lstilah sosial dalam pengertian ini mencakup<br />
antara lain bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik, hukum, budaya, atau<br />
pertanian. Sedangkan dalam arti sempit, kata sosial menyangkut sektor kesejahteraan<br />
sosial sebagai suatu bidang atau bagian dari pembangunan sosial atau kesejahteraan<br />
rakyat yang bertujuan <strong>untuk</strong> meningkatkan kualitas kehidupan manusia.<br />
Kebijakan sosial adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan tindakan<br />
yang memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat melalui<br />
pembangunan atau penyediaan pelayanan sosial, peningkatan pemerataan. Kebijakan<br />
publik meliputi semua kebijakan yang berasal dari pemerintah, seperti kebijakan<br />
ekonomi, transportasi, komunikasi, pertahanan keamanan (militer), serta fasilitasfasilitas<br />
umum lainnya (air bersih, listrik).<br />
48
5.3.5. Aspek Politik<br />
Aspek politik merupakan salah satu titik central dalam sebuah negara. Politi k<br />
terkait dengan sejauh mana sebuah negara mempunyai kepentingan <strong>untuk</strong><br />
membangun dan melindungi negaranya serta tekadnya <strong>untuk</strong> mewujudkan kepentinga n<br />
tersebut. Demikian juga dalam pembangunan lokasi pusat peluncuran, kepentingan<br />
nasional <strong>untuk</strong> memiliki pusat peluncuran merupakan hal yang paling utama.<br />
Kepentingan nasional ini tercermin adanya political will (komitmen) baik dari pemerintah<br />
pusat maupun pemerintah daerah di mana pusat peluncuran akan dibangun.<br />
Secara geografis, Indonesia terletak di antara 92° BT sampai 141° BT dan 14°<br />
LS sampai 7° 20 LU serta tersebar di sekitar 12,8% garis khatulistiwa. Wilaya h<br />
Indonesia ini juga terletak di antara 2 (dua) benua besar di sebelah utara dan selatan,<br />
dan 2 (dua) samudera besar di bagian timur dan baratnya. Wilayah Indonesia meliputi 2<br />
juta km2 daratan, 3.100.100 km2 wilayah I aut teritorial dan 2. 700.000 km2 Zona<br />
Ekonomi Eksklusif. Wilayah daratan ini terdiri lebih dari 17.000 pulau di antara lautan<br />
dengan laut dan dipisahkan/dihubungkan dengan perairan yang relatif dangkal, (Peran<br />
dan Upaya Kedirgantaraan LAPAN, Renstra LAPAN, Juni 2005).<br />
Dilihat dari posisi tersebut, muncul berbagai kondisi yang merupakan keunggulan<br />
komparatif <strong>untuk</strong> didayagunakan bagi kepentingan umat manusia. Kondisi-kondisi ini<br />
antara lain sekitar 12,8 % garis katulistiwa yang membentang diatas Indonesia<br />
menjadikan wilayah Indonesia sebagai tempat yang sangat ideal <strong>untuk</strong> menjadi lokasi<br />
peluncuran roket pengorbit satelit. Secara teknis pusat peluncuran yang berlokasi di<br />
wilayah sekitar garis khatulistiwa akan lebih efisien dibandingkan dengan pusat<br />
peluncuran yang lokasinya jauh dari khatulistiwa. Peluncuran satelit ke GSO dari pusat<br />
peluncuran disekitar khatulistiwa akan mendapat keuntungan penambahan kecepatan<br />
rotasi bumi sehingga tidak memerlukan maneuver yang dapat menghabiskan bahan<br />
bakar roket dan satelit.<br />
Di sisi lain yaitu secara geopolitik, posisi Indonesia yang berada pada posisi<br />
silang diantara dua benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia, serta berada di antara<br />
dan sekaligus pertemuan dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik,<br />
merupakan posisi terbuka yang dapat menjadi peluang bagi negara lain <strong>untuk</strong> masuk<br />
dan melakukan aktivitas di wilayah perairan Indonesia dengan berbagai dampak yang<br />
ditimbulkan.<br />
Dampak lebih jauh adalah dapat terjadinya konflik berbagai kepentingan antara<br />
Indonesia dengan negara-negara tetangga maupun negara lain yang menggunakan<br />
daratan serta perairan Indonesia, sehingga pada gilirannya dapat menimbulkan<br />
ancaman potensial, berupa konflik baik politik maupun militer yang mengancam<br />
kedaulatan negara. Dengan demikian, Indonesia tentunya harus mewaspadai<br />
perkembangan yang terjadi di sekitarnya terutama di kawasan Asia Pasifik. Sebab<br />
konsekuensi letak geografis Indonesia dipersilangan jalur lalulintas internasional<br />
tersebut, maka setiap pergolakan berapa pun kadar intensitas pasti berpengaruh<br />
terhadap Indonesia. Apalagi jalur suplai kebutuhan dasar terutama minyak beberapa<br />
negara melewati perairan Indonesia. Jalur pasokan minyak dari Timur Tengah dan<br />
Teluk Persia ke Jepang dan Amerika Serikat, misalnya, sekitar 70% pelayarannya<br />
melewati perairan Indonesia. Karenanya sangat wajar bila berbagai negara<br />
berkepentingan mengamankan jalur pasokan minyak ini, termasuk di perairan<br />
49
nusantara, seperti, Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, Selat Makasar, Selat<br />
Ombai Wetar, dan lain-lain.<br />
Posisi Indonesia di kawasan Asia Pasifik yang berbatasan dengan beberapa<br />
negara juga memiliki potensi munculnya konflik. Disebelah Utara berbatasan dengan<br />
Malaysia, Singapura, Filipina, Laut Cina Selatan, disebelah Selatan berbatasan dengan<br />
Australia dan Samudera Hindia, disebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia,<br />
dan disebelah Timur berbatasan dengan Papua Nugini, Timor Leste, dan Samudera<br />
Pasifik. Selain itu, Indonesia memiliki 12 pulau terluar yang memiliki potensi<br />
kerawanan karena dapat memicu konflik perbatasan dengan beberapa Negara<br />
tetangga seperti India, Malaysia, Singapura, Vietnam, Philipina, Palau, Timur Leste, dan<br />
Australia. Ke-12 pulau terluar tersebut dari sisi strategi merupakan kawasan strategis<br />
dan memiliki potensi sangat penting, hal ini karena di pulau-pulau tersebut terdapat<br />
Titik Dasar (TO) dan Titik Referensi (TR) yang digunakan <strong>untuk</strong> menarik garis pangkal<br />
batas wilayah atau teritorial Republik Indonesia.<br />
Dengan demikian maka kebutuhan akan perlindungan dan mempertahankan<br />
kepentingan terhadap bumi, laut, udara, dan antariksa di atas Indonesia dalam<br />
lingkungan strategik global yang sangat dinamis mutlak diperlukan. Salah satu<br />
antisipasi yang dapat dilakukan <strong>untuk</strong> mempertahankan kepentingan tersebut adalah<br />
dengan menangkal terlebih dahulu. Upaya penangkalan ini adalah dengan cara<br />
menekan kadar potensi melalui pengerahan baik kekuatan lunak (soft power) maupun<br />
kekuatan keras (hard power) sehingga tidak menjadi sebuah ancaman nyata. Pada<br />
kondisi ini seringkali yang berlaku adalah mewujudkan penangkalan dengan<br />
pengerahan kekuatan keras. Konsep penangkalan inilah yang dalam konteks<br />
keamanan internasional kemudian dikenal dengan deterrence. Deterrence atau<br />
penangkalan adalah ancaman dengan menggunakan offensive attack sebagai<br />
pertahanan dengan menangkal suatu serangan dan menimbulkan efek penggentar.<br />
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Indonesia juga perlu menerapkan efek<br />
detterence sebagai sebuah elemen pertahanan yang mendukung eksistensi kedaulatan<br />
negara. Keberadaan sebuah tempat peluncuran di sebuah negara dan mampu<br />
meluncurkan satelit baik ke orbit LEO, MEO, maupun GEO tentunya akan<br />
mengandung makna lain, mengingat sifat dari teknologi antariksa yang dual use (dapat<br />
digunakan <strong>untuk</strong> kepentingan sipil dan militer). Sebuah negara yang mempunyai<br />
kemampuan meluncurkan satelit ke LEO dan orbit menengah Bumi (Medium Earth<br />
Orbit atau MEO) menunjukkan bahwa negara tersebut mempunyai kemampuan <strong>untuk</strong><br />
membuat Intermediate-Range Ballistic Missile (IRBM) yang mempunyai jangkauan<br />
antara 2.500-3.500 km. Sedangkan apabila mampu meluncurkan satelit ke<br />
Geostationary Orbit (GSO) artinya negara tersebut mempunyai kemampuan <strong>untuk</strong><br />
membuat misil Intercontinental Ballistic Missile (ICBM) yang mempunyai jangkauan<br />
lebih dari 3.500 km. Dengan demikian apabila Indonesia mempunyai kemampuan<br />
meluncurkan roket dengan membawa satelit ke orbit rendah (LEO) dari bumi Indonesia<br />
sendiri, maka mengandung arti bahwa Indonesia mempunyai kemampuan <strong>untuk</strong><br />
membuat misil balistik dengan jangkauan antara 2500 km - 3500 km. Kemampuan<br />
Indonesia ini tentunya dapat memberikan efek deterrence kepada negara lain.<br />
Pulau Nias merupakan salah satu pulau terluar yang berada disebelah Barat<br />
berbatasan dengan Samudera Hindia. Dengan demikian keberadaan pusat peluncuran<br />
satelit di Pulau Nias secara politik dapat diartikan sebagai bagian dari upaya<br />
pertahanan keamanan Indonesia <strong>untuk</strong> wilayah Indonesia bagian Barat berupa<br />
deterrence. Hal ini dapat diilustrasikan bahwa kemampuan meluncurkan satelit ke orbit<br />
50
endah dari Pulau Nias mengandung arti bahwa apabila yang diluncurkan misil maka<br />
perkiraan jangkauan misil balistiknya akan mencapai beberapa negara seperti India,<br />
Bangladesh, China, Australia Barat, Taiwan, dan Sri Lanka. misalnya Thailand,<br />
Bangladesh, India, VietNam, dan Australia.<br />
Dari diskusi kami dengan pihak Pemda Nias, peran strategis dari pusat<br />
peluncuran di Pulau Nias sebagai penyangga keamanan Indonesia bagian Barat ini<br />
sangat dipahami, dan karenanya pihak Pemda Nias menyediakan lokasi di Nias Utara<br />
<strong>untuk</strong> dijadikan sebagai pusat peluncuran satelit.<br />
llustrasi jangkauan misil dari Pulau Nias sebagaimana dilihat dalam Gambar 5-1<br />
~~~"!"""!\'-.Raw:fl<br />
Perkiraan jangkauan<br />
misil dari P Nias ke:<br />
• lndia-3000 km<br />
• Bangladesh 2680 km<br />
• China 3500 km<br />
• Australia Barat-3500<br />
km<br />
• Taiwan-3400 km<br />
• Sri Lanka-2000 km<br />
GAMBAR 5-16A : PERKIRAAN JANGKAUAN MISIL DARI PUSAT<br />
PELUNCURAN Dl P. NIAS<br />
51
5.4 Potensi Kepulauan Nias Sebagai Lokasi Stasiun<br />
Pengorbit Satelit<br />
Peluncuran Roket<br />
5.4.1 Kondisi Umum Kepulauan Nias<br />
Kepulauan Nias berada dalam wilayah administrasi Propinsi Sumatera Utara,<br />
dengan panjang sekitar 120 Km dan Iebar sekitar 40 Km terletak antara 0°12'-1°32' LU<br />
dan 97°-98° ST. Kepulauan Nias terdiri dari 132 gugusan pulau dengan pulau terbesar<br />
yaitu Pulau Nias. Kepulauan Nias adalah merupakan daerah kepulauan yang dikelilingi<br />
oleh Samudera Indonesia, dan berjarak ± 86 mil laut dari Sibolga (Daerah Propinsi<br />
Sumatera Utara sebelah Barat). Berada di dekat garis Khatulistiwa dan berposisi<br />
terpencil karena tidak berada pada jalur ramainya arus transportasi regional, nasional<br />
maupun internasional Batas wilayah kepulauan Nias :<br />
• Sebelah Utara<br />
• Sebelah Selatan<br />
• Sebelah Timur<br />
• Sebelah Barat<br />
berbatasan dengan Kepulauan Banyak, Provinsi Nanggroe<br />
Aceh Darussalam;<br />
berbatasan dengan kepulauan Mentawai, Provinsi Daerah<br />
TK I Sumatera Barat;<br />
berbatasan dengan Pulau Mursala, Kabupaten Daerah TK II<br />
Tapanuli Tengah;<br />
berbatasan dengan Samudera Hindia.<br />
Pulau Nias itu sendiri dengan luas wilayah 5.625 km 2 (hampir 8% dari luas wilayah<br />
propinsi Sumatera Utara) dan berpenduduk sekitar 700.000 jiwa terdiri dari 4 kabupaten<br />
dan 1 kota, yaitu Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat,<br />
Kabupaten Nias Utara, dan Kota Gunungsitoli. 61<br />
Pencapaian ke Pulau Nias dapat dilakukan melalui dua cara:<br />
a. Transportasi udara<br />
Dari bandar udara Polonia Medan ke Bandara Binaka, Gunung Sitoli ditempuh<br />
selama ± 45 menit menggunakan pesawat Wings, atau SMAC (Fokker F-50) dan<br />
Merpati (CN 235). Bandar Udara Binaka mempunyai landasan (runway) 1.355 x 30<br />
m, dengan permukaan dari aspal.<br />
Selain itu juga terdapat Bandar Udara Lasondre yang terletak di ujung utara Pulau<br />
Tanah Masa, Kecamatan Pulau-pulau Batu, Kabupaten Nias Selatan. Bandara ini<br />
yang beroperasi tahun 2006 memiliki Panjang Landasan 1.400 x 23 m dari aspal,<br />
dan mempunyai Terminal Domestik dengan luas 120 M2, serta Jenis pesawat<br />
yang bisa mendarat adalah Fokker 50/Avro RJ100. Sejak 1 Maret 2010,<br />
dioperasikan pesawat jenis cassa 212 seri 200 dengan operator Nusantara Buana<br />
Air (NBA) dengan berkapasitas 21 penumpang. 62<br />
61<br />
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota Gunungsitoli, ter<strong>akhir</strong> diubah II Maret 2010, diakses tanggal6 April 2010.<br />
62<br />
Borokoa, Penerbangan Perintis ke Lasondre Kembali Beroperasi, March 8, 20 I 0<br />
52
. Transportasi di Pulau Nias<br />
Dari Bandara Binaka ke kota Gunung Sitoli yang berjarak sekitar 20 km ditempuh<br />
dalam waktu sekitar 15 menit dengan menggunakan mobil melalui jalan beraspal<br />
yang cukup baik.<br />
Dari kota Gunung Sitoli ke Kecamatan Afulu, Nias Utara dengan jarak sekitar 109<br />
km ditempuh dalam waktu sekitar 2 jam dengan menggunakan mobil melalui jalan<br />
yang cukup baik, namun beberapa melalui jalan yang cukup naik dan turun.<br />
c. Transportasi laut<br />
Dapat dilakukan dari Sibolga ke Pelabuhan Gunungsitoli dengan kapal penumpang<br />
selama 10 jam a tau ke Pelabuhan Lahewa dengan kapal pengangkut barang .<br />
. •.•....... •····. --~----······-··----- ················-··················- ........... ··-······-- -------------- ......... ····················-············-··············- ....... --------------- -----··· ....... ----- ·----------···· ................ -······· ........................................... ··············-··················-······ ·············-········<br />
L a h ewa ~? _/Sf~~\;.:;:: ~{Ni_ :; -~r~<br />
~~~L~~ ~,<br />
;;/ ~~r ~~:"~ d .. ho~<br />
""' J_ \ f'----, ~\<br />
S i rombu ~::::::::::-_-:_~~ (-{~-··-" ~ \ )<br />
• Program LAPAN terkait dengan peroketan<br />
• Perlunya Stasiun Peluncuran Roket<br />
• Kondisi Stasiun Peluncuran Roket LAPAN Pamengpeuk saat ini dan berbagai<br />
maslalahnya<br />
• Potensi Pulau Nias dilihat dari arah peluncuran kelaut bebas cocok <strong>untuk</strong><br />
lokasi stasiun peluncuran, dan<br />
• Syarat syarat lainnya <strong>untuk</strong> lokasi Stasiun Peluncuran Roket,<br />
Tanggapan PEMDA atas paparan tentang rencana pembangunan stasiun<br />
peluncuran roket adalah positif, namun melihat syarat-sayarat terkait dengan lokasi<br />
stasiun peluncuran yang membutuhkan luas tanah dekat pantai yang harus<br />
dikosongkan sesuai dengan zona keselamatan penduduk, 10kmx 10 km, mereka<br />
mempertanyakan sejauh mana dampak positif dari pembangunan Stasiun Peluncuran<br />
Roket bagi masyarakat Pulau Nias khususnya bagi lingkungannya dan juga apa<br />
dampak negatif dari pembangunan stasiun peluncuran tersebu bagi masyarakat<br />
lingkungannya.<br />
Setelah Tim - Pussisfogan menjelaskan dampak positif dan dampak negatif<br />
dari Staiun Peluncuran Roket, maka pihak PEMDA melakukan diskussi <strong>untuk</strong> melihat<br />
dimana lokasi yang sesuai dengan kebutuhan LAPAN. Setelah melihat peta<br />
ditetapkan bahwa luas lokasi 100 km persegi (10 km x 10 km) tidak ada lagi di Pulau<br />
Nias. Lahan yang tersedia luasnya kurang lebih 64 km persegi dan lokasinya di<br />
Nias Utara kecamatan Afulu. Dan Kecamatan Alasa. Karena lahan yang tersedia di<br />
Kabupaten Nias Utara, maka PEMDA NIAS merekomendasikan Tim bertemu dengan<br />
Bapeda Nias Utara.<br />
Pertemuan dengan pejabat Nias Utara Bapeda Nias Utara yaitu Toloni Waruwu<br />
SH,MSi dan Amizoro, Wakil DPRD Nias Utara., diawali dengan pemaparan seperti<br />
pertemuan dengan PEMDA Nias sebelumnya. Bapeda dan wakil DPRD Nias Utara,<br />
mengutarakan bahwa di Nias Utara ada tanah dekat pantai luasnya kurang 64 km2 di<br />
Desa Afulu dan Desa Salonako Kecamatan Afulu, ditambah Desa Bitaya dan Desa<br />
Ononamolo Kec. Alasa. Tanah tersebut berupa kebon kelapa, dan kebon karet milik<br />
rakyatltanah adat dan bukan tanah pemerintah, dan dihuni oleh beberapa penduduk.<br />
Wakil DPRD memberikan tanggapan atau masukan, karena tanah tersebut<br />
bukan milik pemerintah, maka perlu pembebasan-lahan, termasuk tanaman yang ada di<br />
dikebon yang dibebaskan, serta biaya pemindahan penduduk yang bertempat tinggal<br />
di dalam lokasi tersebut. Berkaitan dengan pembicaraan pembebasan tanah yang<br />
diutarakan oleh Bapeda Nias Utara dan Wakil DPRD Nias Utara, Tim Pussisfogan<br />
LAPAN, menanggapi dan mengemukakan saat ini belum ada wewenangnya Tim<br />
<strong>untuk</strong> membahas masalah pembebasan tanah. Tim lebih lanjut mengemukakan,<br />
bahwa pembebasan tanah harus melalui tahapan-tahapan:<br />
1. Setelah luas lahan dan syarat-syaratnya cocok <strong>untuk</strong> lokasi stasiun peluncuran<br />
roket pengorbit satelit, dan ada kesediaan PEMDA Nias Utara <strong>untuk</strong> menyediakan<br />
lokasi tersebut, LAPAN akan melakukan survey lanjutan <strong>untuk</strong> mengkaji lebih teliti<br />
tentang apakah lokasi yang disediakan secara teknis cocok <strong>untuk</strong> lokasi stasiun<br />
peluncuran roket.<br />
2. PEMDA harus meminta pandangan kepada pemilik tanah dan masyarakat tentang<br />
rencana pembangunan stasiun peluncuran roket dan syarat-syaratnya .<br />
3. Setelah pemilik tanah menyepakati bahwa tanahnya bisa digunakan, maka<br />
kegiatan lebih lanjud adalah menentukan teknik pembebasan tanah, dan harga<br />
54
pembebasan yang diinginkan. Teknik pembebasan dan harga menjadi<br />
pertimbangan bagi LAPAN <strong>untuk</strong> mengajukan anggarannya ke Pemerintah Pusat.<br />
4. Setelah LAPAN/Pemerintah Pusat menyetujui, maka langkah berikutnya adalah<br />
pelaksanaan pembebasan dan pembangunan.<br />
5.4.3. Survey Lapangan<br />
Sesuai dengan hasil pertemuan dengan Ka. Bappeda Nias Utara tersebut pada<br />
Bab 5.4.2 di atas, tim melakukan survey ke lokasi yang ditunjuk. Berikut adalah<br />
informasi mengenai Pulau Nias dan lokasi yang ditunjuk.<br />
a. Kabupaten Nias<br />
Kabupaten Nias berada pada Koordinat 0°12'-1°32' LU 9r- 98° BT Gambar 5-<br />
17, adalah salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Utara yang terletak di pulau<br />
Nias, lbukotanya Gunungsitoli. Luas daerah 3.799 km 2 terdiri dari 14 kecamatan,<br />
dihuni 444.524 (2007) penduduk dengan kepadatan rata-rata 12 jiwa/km 2 .<br />
Gam bar 5-17: Kabupaten Nias<br />
Penghasilan utama penduduknya sebagian besar masih mengandalkan dari hasil<br />
pertanian. Luas lahan potensial mencapai 81.389 hektar, yang terdiri dari sawah<br />
22.486 hektar dan lahan kering 58.903 hektar. Keadaan alam Nias yang subur<br />
sangat cocok <strong>untuk</strong> budi daya tanaman karet, kelapa, kopi, cengkeh dan nilam.<br />
Karet dan kopra menjadi andalan utama hasil perkebunan.<br />
b. Kabupaten Nias Utara<br />
Kabupaten Nias Utara Gambar 5-18 ibukotanya kecamatan Lotu. Kabupaten ini<br />
merupakan pemekaran dari Kabupaten Nias yang diresmikan oleh Menteri Dalam<br />
Negeri Indonesia, Mardiyanto, pada 29 Oktober 2008, Luas wilayah Kabupaten<br />
55
Nias Utara 1.202,78 km 2 , jumlah penduduk 127.703 jiwa (2007) dengan kepadatan<br />
106 jiwa/km .<br />
Gambar 5-18: Kabupaten Nias Utara<br />
Kabupaten Nias Utara, mempunyai 11 kecamatan, yaitu:<br />
1) Afulu (9 des a)<br />
2) Alasa<br />
3) Alasa Talumuzoi<br />
4) Lahewa<br />
5) Lahewa Timur<br />
6) Lotu<br />
7) Namohalu Esiwa<br />
8) Sawo<br />
9) Sitolu Ori<br />
10) Tug ala Oyo<br />
11) Tuhemberua<br />
56
Batas Wilayah Nias Utara:<br />
Utara Samudera Indonesia<br />
S t Kecamatan Botomuzoi, Kecamatan Hiliduho, Kecamatan Mandrehe, Kecamatan<br />
e 1<br />
a an Mandrehe Utara, dan Kecamatan Moro'o<br />
Barat<br />
Timur<br />
Samudera Indonesia<br />
Samudera Indonesia, Kecamatan Gunung Sitoli Alo'oa, dan Kecamatan Gunung<br />
Sitoli Utara<br />
Kecamatan Afulu<br />
Lokasi Stasiun Peluncuran Roket Pengorbit Satelit yang dimungkinkan hanya<br />
di Kecamatan Afulu yaitu di desa Salonako, dan di Kecamatan Alasa yaitu desa<br />
Bitaya dan desa Ononamolo. Kecamatan Afulu terletak pada 01°12'47"LU dan<br />
9r04'48" BT. Berdasarkan UU Nomor 45 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kab.<br />
Nias Utara di Prov. Sumatera Utara Kecamatan Afulu mempunyai luas wilayah 144,11<br />
km 2 . Kondisi daerah menuju Kecamatan Afulu sebelah kanan adalah pantai,<br />
Gambar,5-18, dan sebelah merupakan daratan perbukitan (berupa kebon kelapa, dan<br />
karet) dapat dilihat pada Gam bar 5-19.<br />
Batas Wilayah Kecamatan Afulu<br />
Utara<br />
Selatan<br />
Barat<br />
Timur<br />
Kecamatan Lahewa<br />
Kecamatan Alasa<br />
Samudera Hindia<br />
Kecamatan Lahewa Timur<br />
Kecamatan Afulu mempunyai luas wilayah 149,78 km 2 , dan terdiri dari 9 Desa, yaitu: 63<br />
NO. DESA LUAS (<strong>KM</strong>z)<br />
1 Sifaoroasi 14,61<br />
2 Faekhunaa (Salonako) 14,98<br />
3 Lauru Fadoro 45,72<br />
4 Afulu 22,03<br />
5 Lauru I Afulu 14,98<br />
6 Ombolata Afulu 7,46<br />
7 Sisobahili 14,80<br />
8 Lauru Lahewa 7,21<br />
9 Harewakhe 7,99<br />
JUMLAH 149,78<br />
Desa Salonako adalah salah satu daerah yang masuk dalam Otonomi<br />
Kabupaten Nias Utara terletak di Kecamatan Afulu. Pada awalnya Salonako atau Desa<br />
Faekhunaa bergabung di Kecamatan Alasa, dengan adanya pemekaran kecamatan<br />
maka daerah ini secara pemerintahan di pindahkan ke Kecamatan Afulu pada bulan<br />
September 2003.<br />
63<br />
Kecamatan Afulu Dalam Angka 2008, Koordinator Statistik Kecamatan Afulu, Kabupaten Nias.<br />
57
Gambar 5-19: Kondisi Daerah Sebelah Kanan Menuju Kota Kecamatan Afulu<br />
58
Gam bar 5-20: Kondisi Daerah Sebelah Kiri Menuju Kota Kecamatan Afulu<br />
Sarana Jalan Darat Menuju Kecamatan Afulu<br />
Dari Kota Gunungsitoli ke Kota Kecamatan Afulu ada dua jalan, namun saat ini<br />
jalan yang lebih mulus adalah melalui Lotu (lbu Kota Kabupaten Nias Utara). Jarak dari<br />
Kota Gunungsitoli ke Lahewa melalui Lotu kurang lebih 86 km, dan jarak dari Lahewa<br />
ke Kota Kecamatan Afulu adalah 23 km. Jalan dari Gunungsitoli ke kecamatan Afulu<br />
relatif baik beraspal, tetapi jembatan-jembatan pada umumnya sudah rusak (lihat<br />
Gambar 5-21), dan 5 km sebelum Afulu jalannya telah rusak.<br />
Kecamatan Afulu adalah daerah ter<strong>akhir</strong> yang bisa dilalui kendaraan roda<br />
empat. Dari kota Kecamatan Afulu ke Desa Salonako berjarak sekitar 12 km dan<br />
hanya bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua dengan jalannya yang masih belum<br />
beraspal. Namun dalam Perencanaan Pembangunan Pulau Nias akan dibangun jalan<br />
lingkar Pulau Nias yang menyelusuru pantai, termasuk akan melalui Kecamatan Afulu.<br />
Diperkirakan jumlah penduduk di Des a Sanolako kurang lebih 100 keluarga (KK) 64<br />
Gam bar 5-20. Batas perjalanan tim di kecamatan Afulu.<br />
64<br />
Infonnasi diperoleh dari penduduk setempat.<br />
59
Gam bar 5-21: Kota Kecamatan Afulu<br />
Gam bar 5-22: Kondisi Jembatan Menuju Afulu<br />
60
5.4.4. Kondisi Meteorologi dan lklim<br />
Keadaan iklim Kabupaten Nias di pengaruhi oleh Samudra Hindia. Suhu udara<br />
dalam satu tahun rata-rata 26°C dan rata-rata maksimum 31 °C. Kecepatan angin ratarata<br />
dalam satu tahun 14 knot/jam dan bisa mencapai rata-rata maksimum sebesar 16<br />
knot/jam dengan arah angin terbanyak berasal dari arah utara. 65<br />
5.4.5. Arah Peluncuran<br />
Peluncuran roket pengorbit satelit dari Pulau Nias ke orbit kutup (polar) dapat<br />
diarahkan secara bebas kearah selatan menuju Samudra Hindia. Keuntungan yang<br />
dapat diperoleh dari peluncuran dari wilayah Pulau Nias ini adalah dekat dengan<br />
ekuator, bebas dan tidak mengganggu negara lain. Arah peluncuran Gambar-5-23.<br />
Gambar 5-23: Simulasi Peluncuran Dari Pulau Nias<br />
65<br />
Letak dan Keadaan Geografis Pulau Nias, Maret 15, 2010, diakses tanggal6 April2010<br />
61
0 - ---,--- ---<br />
Satelit akan diluncurkan dari Pulau Nias dengan sudut elevasi 80°. Pada awalnya<br />
orbiter terbang secara balistik, sehingga setelah roket tingkat ketiga dilepaskan sudah<br />
mempunyai sudut elevasi 60°. Saat coasting tahap ketiga ini, orbiter akan dikendalikan<br />
sehingga mempunyai sudut oo, dan roket tingkat em pat siap ditembakan <strong>untuk</strong><br />
mendorong satelit memasuki orbit. Secara skematik skenario peluncuran ini dapat<br />
dilihat pada Gambar. 5-23.<br />
AL 'T11UJE-VB...CCITYvs TliiiE<br />
------ ---·.. o,o _________ - o------ ·- -·-l<br />
l<br />
i<br />
--ase~-r--------0--------------o------- 9<br />
--ooe 8<br />
7<br />
-----i!50 +---~-~~----.-------1 6 f<br />
- - -i!EG<br />
-----4<br />
----100<br />
:,<br />
2<br />
.------e<br />
-20 0 20 40 60 eo 100<br />
11ME(see)<br />
120<br />
-- 0<br />
140<br />
350 ,-------,-----.--------,-------.---- --- -,- - - --,--<br />
0<br />
300 r<br />
250 ~<br />
r 200 ~<br />
~ 150 i<br />
--~·.<br />
100<br />
50<br />
/ ..<br />
I"<br />
/<br />
Q _____ l .. L ·-· _L _I_ _J.... ___ J<br />
0 50 100 150 200 250 300 350 400<br />
Range (km)<br />
Gambar 5-24: Trayektori Simulasi Pengorbit Satelit<br />
62
_.,1·--------<br />
...<br />
STAGE _J_C:.~~~l.:IJ:'Iy_______ ------LJ<br />
8. STAGE 4 THkUSTING<br />
,.-? 7.STAGE3SEPARATION Stage4 [ 120 294.25 4630]<br />
, /' Stage 3 [ 49 108.6 4988] Cut OfT [ 12~ 314 7750]<br />
·,', Q STAGE<br />
3 THRUSTING<br />
[ 46 99.6 5000]<br />
' i2nition r 34 61.8 31981<br />
I j<br />
coasting<br />
5. STAGE2SEPARATION<br />
Stage 2 [ 30 50 3235 ]<br />
... ..... .....<br />
'<br />
' '<br />
' '<br />
' \<br />
\<br />
4. STAGE 2 THI\USTING<br />
I<br />
coasting [ 2\ 40 3260 ]<br />
ignition [ 15\ 13.4 1590]<br />
...., 3.STAGE I \<br />
, Stage 1 + Booster [\ 12 8.58 1690 ]<br />
i ', \<br />
\<br />
\<br />
\<br />
\<br />
2. BOOST!f!G<br />
LAPAN ~1 [ 8.26 3.8<br />
\<br />
\<br />
I. LIFT Off\<br />
LAPAN OJ\ [ 0.0 0.00<br />
\<br />
~<br />
\<br />
\<br />
\<br />
10oJ 1 1<br />
I<br />
I<br />
I<br />
58] 1<br />
I<br />
'f<br />
63.05 km<br />
93.38 km 389.3 km<br />
Gam bar 5-25: Perkiraan Jarak Jatuh Bagian-bagian RPS<br />
63
5.4.6 lnfrastruktur Yang Ada dan Yang Dapat Dikembangkan<br />
Setelah gempa tahun 2005 infrastruktur seperti jalan, jembatan dan bangunan<br />
hampir semuanya hancur. Dengan bantuan dari beberapa negara , dan bantuan dari<br />
pusat, jalan di Pulau Nias relatif bagus, tapi jembatan telah rusak kembali akibat<br />
gempa yang terjadi pad a tahun 2010 ini. Jaringan Listrik telah masuk sampai<br />
kecamatan, bahkan beberap desa juga telah menikmati aliran listrik.<br />
5.4.6. Kondisi Topografi Dan Geologi<br />
Kondisi alam daratan Pulau Nias sebagian besar berbukit-bukit dan terjal serta<br />
pegunungan dengan tinggi di atas laut bervariasi antara 0-800 m, yang terdiri dari<br />
dataran rendah hingga bergelombang sebanyak 24%. Dari tanah bergelombang hingga<br />
berbukit-bukit 28% dan dari berbukit hinga pegnungan 51% dari selruh luas daratan.<br />
Aibat kondisi a lam yang demikian mengakibakan adanya 102 sungai -sgai kecil sedang<br />
dan besar ditemuai dihampirsemua kecamatan.<br />
Tata guna lahan di Kabupaten Nias tidak memperlihatkan pembatasan yang<br />
jelas antara kawasan pemukiman dan non pemukiman. Masyarakat Nias cukup<br />
tersebar mulai daerah kota dan pesisir pantai sampai daerah pedalaman. Pemakaian<br />
tanah terdiri atas daerah kampung , tegalan , kebun campuran,perkebunan rakyat,<br />
ladang dan hutan primer yang merupakan hutan hetrogen dengan aneka jenis pohon<br />
kayu dan merupakan tanah hak ulayat, sedangkan hutan produksi umumnya ditanami<br />
dengan tanaman karet.<br />
Struktur geologi Pulau Nias berupa lipatan sesar dan kelurusan dengan arah<br />
umum Barat Laut-Tenggara. Unsur lipatan baik antiklin maupun sinklin sebagian<br />
berarah Barat Laut dan beberapa lainnya kearah Tenggara. Struktur sesar terdii atas<br />
sesar naik yang sejaja dengan lipatan, kemiringan lipatan kearah timr sekitar 30 A" - 40<br />
A". Pada beberapa tempat sesar-sesar ini merupakan bidang kontak antara Kompleks<br />
Bancuh dengan batuan sedimen yang lebih muda. Sebagian dari sesar naik dan lipatan<br />
yang terjadi kemudian terpotong oleh sesar-sesar mendatar dan sesar normal.<br />
Pulau Nias merupakan daerah yang selama ini belumpernah diselidiki<br />
keberadaan endapan batu baranya. Dari psisi geografisnya pulau ini sangat strategis<br />
karena terletak di Samudra Hindia dan sangat memungkinkan <strong>untuk</strong> dikembangkan.<br />
Prospek bahan galian seperti batu bara yang dapat <strong>untuk</strong> diespor. Dilihat dari aspek<br />
geologinya di daerah ini terdapat beberapa formasi batu bara yang mempunyai kalori<br />
yang tinggi.<br />
5.4.7 lnfrastruktur Yang Ada dan Yang Dapat Dikembangkan<br />
Setelah gempa tahun 2005 infrastruktur seperti jalan, jembatan dan bangunan<br />
hampir semuanya hancur. Dengan bantuan dari beberapa negara , dan bantuan dari<br />
pusat, jalan di Pulau Nias relatif bagus, tapi jembatan telah rusak kembali akibat<br />
gempa yang terjadi pad a tahun 2010 ini. Jaringan Listrik telah masuk sampai<br />
kecamatan, bahkan beberap desa juga telah menikmati aliran listrik.<br />
64
5.4.8. Tanggapan Masyarakat Dan Pengetua Adat<br />
Secara umum masyarakat melum mengetahui tentang peroketan di Indonesia, dan<br />
rencana pembangunan stasiun peroketan di Pulau Nias. Melalui wakil DPRD nya<br />
mengharapkan manfaat bagi lingkkannya bila stasiun peluncuran roket di bangun di<br />
Pulau Nias<br />
VI. ANALISIS<br />
Teknologi peroketan telah dimanfaatkan oleh berbagai negara <strong>untuk</strong><br />
meluncurkan satelit <strong>untuk</strong> berbagai tujuan termasuk bidang pertahanan<br />
keamanan/operasi militer. Indonesia juga telah mengembangkan teknologi peroketan,<br />
namun kemampuan masih terbatas dan masih dalam tahap <strong>penelitian</strong> dan<br />
pengembangan dan perlu ditingkatkan agar mampu meluncurkan roket pengorbit satelit<br />
pada masa yang akan datang.<br />
Dalam bidang peroketan Stasiun peluncuran roket sangat dibutuhkan <strong>untuk</strong><br />
menguji dan mengevaluasi sejauh mana kemampuan roket yang telah diluncurkan atau<br />
yang telah dikembangkan. Untuk menguji roket yang dikembangkan LAPAN sampai<br />
saat ini menggunakan Stasiun Peluncuran Roket. Seiring dengan meningkatnya<br />
kemampuan LAPAN dalam teknologi peroketan, dan perkembangan lingkungan<br />
Stasiun Peluncuran Roket Pamengpeuk saat ini, maka stasiun peluncuran roket<br />
terse but tidak Ia yak ·lagi digunakan <strong>untuk</strong> tempat peluncuran roket ukuran besar atau<br />
roket pengorbit satelit, sehingga perlu mencari lokasi lain dan membangunnya sesuai<br />
dengan kebutuhan dan tujuan peroketan LAPAN atau Nasional.<br />
6.1. Aspek Tenis<br />
Stasiun Peluncuran Roket mempunyai tugas melaksanakan kegiatan peluncuran<br />
roket, perakitan dan integrasi roket peluncur dan wahana, pengendalian wahana<br />
antaraiksa, pengoperasian dan pemeliharaan peralatan. Kegiatan di Stasiun<br />
Peluncuran. Kegiatan peluncuran roket merupakan kegiatan <strong>akhir</strong> dari rangkaian<br />
kegiatan <strong>penelitian</strong>, pengembangan dan perekayasaan sistem teknologi antariksa.<br />
Hasil kegiatan tersebut merupakan masukan sebagai bahan evaluasi <strong>untuk</strong><br />
penyempurnaan kegiatan <strong>penelitian</strong> dan pengembangan perekayasaan selanjutnya<br />
Berkaitan dengan pemilihan, pembangunan, dan pengoperasian stasiun peluncuran<br />
roket, perlu memperhatikan aspek teknis.<br />
Aspek teknis suatu proyek atau suatu pembangunan adalah segala sesuatu<br />
yang berkaitan dengan input dan output proyek yang bersangkutan. Demikian juga<br />
dalam pembangunan stasiun peluncuran roket aspek teknisnya adalah segala sesuatu<br />
yang dibutuhkan (input) <strong>untuk</strong> dapat meluncurkan roket ( output ). Input stasiun<br />
peluncuran dilihat dari aspek teknis adalah seluruh sarana, prasarana dan luas lokasi<br />
serta persyaratan lainnya termasuk kondisi lokasi yang dibutuhkan sesuai dengani<br />
tujuan dan kegiatan yang akan dilakukam di stasiun peluncuran tersebut.<br />
Berdasarkan pengertian diatas, aspek teknis dapat juga didefinisikan sebagai<br />
kemampuan <strong>untuk</strong> melaksanakan kegiatan, menyediakan fasilitas dan sarana <strong>untuk</strong><br />
melaksanakan operasi peluncuran roket pengorbit satelit. Fasilitas dan sarana<br />
tersebut antara lain :<br />
65
• gedung perakitan dan integrasi,<br />
• Gudang tempat penyimpanan bahan bakar roket<br />
• landasan peluncuran (launching pad),<br />
• ruang Pusat Peluncuran<br />
• ruang Pusat Kontrol Misi<br />
• stasiun Cuaca<br />
• stasiun radar-telemetri komunikasi<br />
• stasiun Telemetri, tracking dan control (TT &C)<br />
• stasiun penjejak dan pengoperasian ruas antariksa,<br />
• stasiun pengendali dan tempat penyimpanan bahan roket ,dan<br />
• sarana pendukung lainnya antara lain,<br />
o pelabuhan udara,<br />
o jalan darat, jalan laut,<br />
o jalan kereta apai,<br />
o listrik,<br />
o air,<br />
o akomodasi dan lain-lain.<br />
Tujuan peroketan LAPAN dan lingkup kegiatan yang akan dilakukan di<br />
stasiun peluncuran roket merupakan dasar penentuan dimana lokasi stasiun<br />
peluncuran roketakan dibangun, berapa luas lokasi yang diperlukan dengan<br />
memperhatikan syarat-syarat dan kondisi alam yang sesuai <strong>untuk</strong> pelaksanaan<br />
peluncuran roket Fasilitas dan sarana tersebut diatas sebagai tempat pelaksanaan<br />
kegiatan yang terkait dengan peluncuran roket, dan merupakan dasar penentuan luas<br />
lokasi yang dibutuhkan.<br />
Seluruh atau sebagian sarana dan fasilitas yang diutarakan diatas dapat<br />
dibangun di suatu stasiun peluncuran roket tergantung dari tujuan peluncuran dan<br />
lingkup kegiatan kegiatan yang akan dilaksanakan. Untuk pelaksanaan yang optimal<br />
dan kesinambungan pelaksanaan peluncuran, maka sebelum menentukan lokasi dan<br />
luas lokasi perlu perencanaan yang matang dengan mempertimbangkan berbagai hal<br />
antara lain :<br />
•!•<br />
•!•<br />
•!•<br />
•!•<br />
Tujuan Pembangunan Stasiun Peroketan<br />
• Untuk kebutuhan sendiri<br />
• Kerja sama dengan Luar Negeri<br />
• Digunakan Negara Lain<br />
Kegiatan Dan Fasilitas Yang Akan Dibangun Dalam Stasiun Peluncuran<br />
• Hanya Tempat Peluncuran<br />
+ Membangun Beberapa Fasilitas<br />
Pengangkutan Roket Yang Akan Di Uji Ke Stasiun Peluncuran<br />
• Menggunakan Kapal Laut<br />
+ Menggunakan Pesawat Udara<br />
• Dirakit di Stasiun Peluncuran<br />
Kemauan Politik Dan Anggaran Peroketan Nasional<br />
Input lainnya adalah persyaratan-pesyaratan lokasi stasiun peluncuran yang<br />
tergantung dengan situasi dan kondisi alam perlu diperhatikan dan diteliti karena<br />
dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan peluncuran. Persyaratan penentukan<br />
lokasi Stasiun Peluncuran Roket Pengorbit Satelit tersebut antara lain:<br />
66
a. Letak Geografis.<br />
b. Kondisi Meteorologi Dan lklim.<br />
• tekanan udara rata-rata diatas permukaan laut<br />
• temperatur udara rata-rata<br />
• kelembaban udara<br />
• kecepatan angin rata-rata<br />
• rata-rata matahari bersinar dalam satu tahun<br />
• tekanan uap air, dan<br />
• curah hujan tahunan<br />
c. Kondisi Topografi Dan Geologi<br />
• susunan tanah<br />
• ketinggian tanah di atas permukaan laut<br />
• kemiringan tanah<br />
• kedalaman lapisan atas tanah<br />
• keadaan sungai permukaan dan bawah tanah<br />
• keadaan tanah ( landai,berbukit, pegunungan dll)<br />
• kondisi pulau<br />
• sumber air tawar<br />
• kemungkinan gempa<br />
d, Arah Peluncurane.<br />
e. Luas Tanah Dan Kondisi Daerah Yang Akan Digunakan<br />
f. Sumber Bahan Bangunan<br />
g. Sarana Dan Prasaana Transportasi<br />
h. Pemukiman Dan Penduduk<br />
i. Kemauan Politik Daerah<br />
j.<br />
Untuk melihat sejauh mana Pulau Nias cocok <strong>untuk</strong> lokasi peluncuran roket dilihat<br />
dari aspek teknis dapat dilihat dari Tabel 5-1<br />
TabeiS-1. DATA PULAU NIAS DAN TANGGAPAN MASYARAKAT DAN<br />
PEMERINTAH TENTANG PEMBANGUNAN STASIUN PELUNCURAN<br />
ROKET PENGORBIT SATELIT OJ PULAU NIAS<br />
NO<br />
1<br />
2<br />
PARAMETER BE SARAN KETERANGAN<br />
LOKASI GEOGRAFIS Pulau Nias berada pada:<br />
-Oo12'-1o32' Lintang Utara dan<br />
97o-98o Bujur Timur, termasuk .<br />
Gugusan pulau di daerah<br />
khatulistiwa, Luas Wilayah 5.625<br />
Km2<br />
LOKASI GEOGRAFIS NIAS UTARA<br />
Kabupaten Nias Utara Dilihat dari luas<br />
ibukotanya kecamatan Lotu tanah yang<br />
. .<br />
Kabupaten In I adalah tersedia<br />
I<br />
pemekaran dari Kabupaten Nias ,Kabupaten<br />
diresmikan pada tgl, 29 Oktober Nias Utara<br />
2008 .. Luas wilayah 1.202,78 merupakan<br />
km 2 ,jumlah Penduduk 1.202,78 daerah<br />
67
km 2 dengan kepadatan 106 potensial <strong>untuk</strong><br />
jiwa/km 2<br />
lokasi<br />
peluncuran<br />
KECAMATAN AFULU<br />
RPS,<br />
dapat<br />
disediakan<br />
karen a<br />
Terletak pada 01°12'47"LU dan tanah 64 km<br />
ero4'48" BT<br />
persegi<br />
3 LUAS TANAH YANG<br />
TERSEDIA (Km2) 64 km persegi<br />
4 CURAH HUJAN 3, 145,1 mm/ tahun, dan dengan<br />
TAHUNAN(MM) DAN) banyak hujan mencapai 273 hari<br />
per tahun ini berarti rata-rata 23<br />
hari per bulan,<br />
5 BADAl RARA-RAT A<br />
(HARI/TAHUN)<br />
6 KABUT RATA-RATA Jarang berkabut<br />
(HARI/TAHUN<br />
7 KEMUNGKINAN GEMPA Pulau Nias merupakan salah<br />
satu wilayah yang terletak pada<br />
jalur pertemuan beberapa<br />
lempeng bumi. Pergeseran<br />
antar lempeng bumi tersebut<br />
secara periodik akan<br />
menghasikan gempa ..<br />
8 TEMPERATUR RATA- 30*C<br />
RATA(C<br />
9 TEMPERATUR MINIMUM 26*C<br />
10 TEMPERATUR RATA- 31*C<br />
RATA TERTINGGI C<br />
Masyarakat di pulau Nias hid up<br />
di wilayah jalur "mega thrust"<br />
dengan tingkat rawan gempa<br />
yang amat tinggi. Cepat atau<br />
lambat kejadian gempa yang<br />
serupa dengan thn 2005<br />
(dengan skala yang mungkin<br />
berbeda) akan terjadi lagi.<br />
11 ARAH PELUNCURAN Kelautan Hindia<br />
12 KECEPATAN PINAL Tl%<br />
13 KEMUNGKINAN Jarang berkabut<br />
BERKABUT /HARI<br />
14 KECEPATAN AN GIN<br />
,DAN JUMLAH HARI BER antara 5-6 knot/jam,<br />
ANGIN KUAT/BULAN<br />
68
15<br />
16<br />
PENUTUPAN AWAN JAM<br />
9PAGI<br />
SARANA<br />
TRANSPORT ASI<br />
-Darat<br />
-Laut<br />
-Udara<br />
Jarang Terjadi<br />
Setelah Gempa thn 2005 sarana<br />
jalan darat relatif baik dan<br />
beraspal, tapi sarana jembatan<br />
kurang memadai <strong>untuk</strong><br />
kenderaan besar seperti truck<br />
Kabupaten Nias Utara<br />
mempunyai pelabuhan Laut<br />
<strong>untuk</strong> pengangkutan barang<br />
Pelabuhan Udara masih <strong>untuk</strong><br />
pesawat ukuran kecil, tapi<br />
peningkatan kemampuan<br />
pelabuhan udara masih<br />
dimungkinkan karaea masih<br />
tersedia lahan yang cukup luas.<br />
Pelabuhan Laut ada dua di<br />
Pulau Nias yaitu<br />
1. Gunung Sitoli <strong>untuk</strong><br />
penumpang dan<br />
2. Di Nias Utara <strong>untuk</strong><br />
angkutan barang<br />
Bandara Binaka di Gunung<br />
Sitoliyang dapat ditempuh dari<br />
Polonia Medan selamakurang<br />
lebih 50 menit<br />
Jalan darat<br />
sepenjang<br />
pantai timur<br />
menuju ke<br />
Nias Selatan<br />
telah ada dan<br />
relatif baik,<br />
demikian juga<br />
yang menuju<br />
Nias Utara<br />
telah ber aspal,<br />
namun<br />
jembatan<br />
masih kurang<br />
memadai<br />
khususnya<br />
<strong>untuk</strong><br />
kenderaan<br />
besar. Dari<br />
Nias Utara ke<br />
Nias Barat<br />
telah ada jalan<br />
sepanjang<br />
pantai barat<br />
sampai<br />
kecamatan<br />
Afulu yang bisa<br />
dilalui<br />
kenderaan<br />
roda empat.<br />
Jalan menuju<br />
desa Solonako<br />
masih belum<br />
ada, hanya<br />
bisa dilalui<br />
sepeda motor<br />
sepanjang 12<br />
km.<br />
Bandara hanya dapat digunakan<br />
pesawat ukuran kecil seperti<br />
Wings, Merpati, Namun<br />
17<br />
KETERSEDIAAN BAHAN<br />
BANGUNAN<br />
Bahan Bangunan, seperti batudan<br />
pasir tersedia di kepulauan<br />
nias, tapi bahan-bahan lainnya<br />
dapat didatangkan dari luar<br />
Pulau Nias.<br />
69
18<br />
TANGGAPAN<br />
MASYARAKAT<br />
Masyarakat belum mengetahui<br />
secara mendalam tenang roket,<br />
bila stasiun roket dibangu di<br />
Pulau Nias mereka<br />
mengharapkan adanya<br />
peningkatan pendapatan, atau<br />
dampak positif buat<br />
lingkungannya<br />
19<br />
TANGGAPAN<br />
PEMERINTAH DAERAH<br />
TENTANG PEMAPARAN<br />
TIM PUSSISFOGAN<br />
TERKAIT DENGAN<br />
PEMBANGUNAN<br />
STASIUN PELUNCURAN<br />
ROKET.<br />
Paparan dari Tim Pussisfongan<br />
tentang:<br />
• Program LAPAN terkait<br />
dengan peroketan<br />
• Perlunya Stasiun<br />
Peluncuran Roket<br />
• Stasiun<br />
Roket<br />
Peluncuran<br />
LAPAN<br />
Pamengpeuk saat ini dan<br />
berbagai maslalahnya<br />
• Pulau Nias dilihat dari<br />
arah peluncuran kelaut<br />
bebas cocok <strong>untuk</strong><br />
lokasi stasiun peluncuran<br />
• Syarat syarat lain yang<br />
dibutuhkan <strong>untuk</strong> lokasi<br />
Stasiun<br />
Roket<br />
Peluncuran<br />
Tanggapan PEMDA atas<br />
paparan Tim Pussiffogan<br />
adalah positif, dan tersedia<br />
lokasi seluas 64 km persegi , di .<br />
Nias Utara, dan mereka<br />
mengharapkan adanya dampak<br />
positif bila pembangunan<br />
stasiun roket jadi dibangun di<br />
Pulau Nias.<br />
Pertemuan dengan Bapeda Nias<br />
Utara dengan wakir DPRD Nias<br />
Utara, <strong>untuk</strong> mencari informasi<br />
tentang lokasi yang disediakan.<br />
Bapeda dan wakil DPRD Nias<br />
Utara, mengutarakan bahwa di<br />
Nias Utara ada tanah dekat<br />
pantai luasnya hanya 64 km<br />
70
pesegi di kecamatan Afulu<br />
desa Afulu dan desa Salonako<br />
ditambah desa Bitaya dan desa<br />
Ononamolo Kec. Alasa. Tanah<br />
tersebut berupa kebun kelapa ,<br />
dan kebun karet milik<br />
rakyat/tanah adat dan bukan<br />
tanah pemerintah, dan dihuni<br />
oleh beberapa penduduk, perlu<br />
pembebasan ..<br />
Berkaitan dengan pembebasan<br />
Tim Pussisfogan berpendapat<br />
pembebasan tanah harus<br />
melalui tahapan-tahapan<br />
1. Mensosialisasikan rencana<br />
pembangunan stasiun<br />
peluncuran roket dan syaratsyaratnya<br />
bagi pemilik tanah<br />
dan masyarakat<br />
2. Setelah pemilik tanah<br />
menyepakati, kegiatan lebih<br />
lanjud adalah menentukan<br />
teknik pembebasan tanah ,<br />
dan harga pembebasan yang<br />
diinginkan.<br />
3. Teknik pembebasan dan<br />
harga menjadi pertimbangan<br />
bagi LAPAN atau pemerintah<br />
pus at.<br />
4. Setelah LAPAN I<br />
Pemerintah<br />
Pusat<br />
menyepakati maka teknik<br />
pelaksanaan berikutnya<br />
dapat ditindak lanjuti.<br />
6.2 . Aspek Ekonomi<br />
Pembangunan suatu <strong>program</strong>/ proyek pada umumnya menggunakan sumbersumber<br />
atau biaya dengan harapan bahwa <strong>program</strong>/proyek tersebut memperoleh<br />
hasil atau manfaat. Suatu kegiatan atau <strong>program</strong>/proyek selalu didasarkan pada<br />
suatu tujuan dan suatu titik <strong>akhir</strong>, baik biaya dan hasilnya harus dapat diukur secara<br />
kuantitatif maupun kwalitatif.<br />
Demikian juga dalam pembangunan stasiun peluncuran roket, aspek ekonomi<br />
dapat ditujukan <strong>untuk</strong> melihat sejauh mana manfaat atau sumbangan pembangunan<br />
stasiun peluncuran roket tesebut bagi Indonesia, atau daerah dimana dimana stasiun<br />
peluncuran dibangun atau bagi masyarakat sekitarnya. Analisa dapat juga didasakan<br />
71
atas pertanyaan, apakah pembanguan stasiun peluncuran roket mempunyai peranan<br />
yang cukup besar bagi pembangunan ekonomi daerah dimana stasiun peluncuran<br />
roket dibangun dan apakah peran tersebut cukup besar <strong>untuk</strong> membenarkan<br />
penggunaan sumber-sumber yang digunakan berdasarkan analisa untung- rugi.<br />
Nilai output dari suatu pembangunan/proyek yang dilakukan dapat dijadikan<br />
sebagai dasar pembenaran pelaksanaan kegiatan dilihat dari biaya yang di keluarkan.<br />
Dalam pembangunan stasiun peluncuran roket nilai kwantitatif dari outpun stasiun<br />
peluncuran roket tidak secara langsung bisa dinikmati oleh daerah atau masyarakat<br />
dimana stasiun peluncuran roket dibangun , karena output stasin peluncuan roket<br />
adalah kesesuaian kemampuan stasiun peluncuran <strong>untuk</strong> meluncurkan roket-rekot<br />
sesuai dengan sasaran atau tujuan yang diharapkan.<br />
Stasiun peluncuran roket yang dibangun tidak hanya digunakan <strong>untuk</strong><br />
meluncurkan roket sendiri, tapi juga dapat digunakan <strong>untuk</strong> peluncuran roket atau<br />
satelit negara lain. Bila stasion peluncuran roket tersebut juga digunakan <strong>untuk</strong><br />
peluncuran roket atau satelit negara lain, maka penghasilan nyata dari keberadaan<br />
stasiun peluncuran roket tersebut dapat meningkatkan pendapatan daerah tempat<br />
lokasi peluncuran.<br />
Bila stasiun peluncuran hanya digunakan <strong>untuk</strong> meluncurkan roket atau satelit<br />
sendiri, keuntunan langsung dilihat dari aspek ekonomi peluncuran roket tersebut<br />
kurangnyata, tapi dalam bidang pertahanan dan keamanan teknologi roket sangat<br />
diperlukan. Manfaat yang dapat dinikmati oleh masyarakat lingkungan stasiun<br />
peluncuran akan sangat tergantung dari lingkup kegiatan yan akan dilakukan di stasiun<br />
peluncuran yang akan dibangun . . Semakin banyak kegiatan yang akan dilakukan di<br />
stasiun peluncuran , maka masyarakat akan berpeluang <strong>untuk</strong> terlibat dalam<br />
kegiatan peroketan tersebut, dan tidak semata-mata menerima dampak negatifnya.<br />
Dampak pembangunan stasiun peluncuran bagi masyarakat lingkungannya<br />
dapat dibedakan antara dampak posiif dan dampak negatif. Fenomena dampak<br />
positip dan dampak negatif dari Stasiun Peluncuran Roket terhadap<br />
lingkungannya didasarkan atas kondisi stasiun peluncuran meliputi ; luas areal<br />
Stasiun Peluncuran Roket, sarana dan prasarana yang dimiliki Stasiun Peluncuran<br />
Roket, jumlah personil dan anggaran, lingkup kegiatan yang akan dilakukan. Untuk<br />
mengetahui aspek aspek yang terjadi perlu mengkaji korelasi antara kondisi Stasiun<br />
Peluncuran Roket dengan kondisi lingkungan yang terkait dengan jumlah<br />
penduduk, jumlah sekolah mata pencaharian, objek wisata . Pada tahap ini pengaruh<br />
positif dan negatif yang mungkin baru dapat disajikan berupa tabel indikasi yang<br />
nilainya akan ditetapkan setelah berlangsungnya kegiatan di stasiun peluncuran roket<br />
tersebut. Dampak positif dan negatif disajikan i dalam Tabel 5-2 dan 5-3 .<br />
72
Tabel-6.1<br />
DAMPAK POSITIF PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN<br />
STASIUN PELUNCURAN ROKET BAGI LINGKUNGAN<br />
NO DAMPAK POSITIF URAl AN<br />
1 Penerapan tenaga kerja<br />
2 Pertumbuhan kegiatan<br />
usaha<br />
3 Peningkatan<br />
pendapatan daerah<br />
4 lmbas ekonomi<br />
terhadap penduduk<br />
setempat<br />
5 Peningkatan parawisata<br />
6<br />
umum<br />
Wisata llmiah -<br />
7 Meningkatkan<br />
pengetahuan<br />
lingkungan<br />
Dalam bidang teknologi<br />
antariksa khususnya<br />
peluncuran<br />
8 Meningkatkan<br />
Pendapatan Nelayan<br />
9 Peningkatan Saran<br />
Jalan dan Prasarana<br />
di ligkngan Stasiun<br />
Peluncuran<br />
Tabel6.2<br />
DAMPAK NEGATIF PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN<br />
STASIUN PELUNCURAN ROKET BAGI LINGKUNGAN<br />
NO. ASPEK NEGATIF BAGI URAl AN<br />
LINGKUNGAN<br />
1 Berkurangnya Kebebasan<br />
Masyarakat Melakukan Kegiatan<br />
Saat Peluncuran<br />
2 Terbatasnya Pengembangan<br />
Sarana dan Prasarana Wisata di<br />
Lingkungan Stasiun Peluncuran<br />
Roket<br />
3 Risiko Bila Terjadi Kegagalan<br />
Peluncuran<br />
73
6.3. Aspek Politik<br />
Secara geografis, Indonesia terletak di antara 92° BT sampai 141° BT dan 14°<br />
LS sampai 7° 20 LU serta tersebar di sekitar 12,8% garis khatulistiwa. Wilayah<br />
Indonesia ini juga terletak di antara 2 (dua) benua besar di sebelah utara dan selatan,<br />
dan 2 (dua) samudera besar di bagian timur dan baratnya. Wilayah Indonesia meliputi 2<br />
juta km2 daratan, 3.100.100 km2 wilayah I aut teritorial dan 2. 700.000 km2 Zona<br />
Ekonomi Eksklusif. Wilayah daratan ini terdiri lebih dari 17.000 pulau di antara lautan<br />
dengan laut dan dipisahkan/dihubungkan dengan perairan yang relatif dangkal, (Peran<br />
dan Upaya Kedirgantaraan LAPAN, Renstra LAPAN, Juni 2005).<br />
Dilihat dari posisi tersebut, muncul berbagai kondisi yang merupakan keunggulan<br />
komparatif <strong>untuk</strong> didayagunakan bagi kepentingan umat manusia. Kondisi-kondisi ini<br />
antara lain sekitar 12,8 % garis katulistiwa yang membentang diatas Indonesia<br />
menjadikan wilayah Indonesia sebagai tempat yang sangat ideal <strong>untuk</strong> menjadi lokasi<br />
peluncuran roket pengorbit satelit. Secara teknis pusat peluncuran yang berlokasi di<br />
wilayah sekitar garis khatulistiwa akan lebih efisien dibandingkan dengan pusat<br />
peluncuran yang lokasinya jauh dari khatulistiwa. Peluncuran satelit ke GSO dari pusat<br />
peluncuran disekitar khatulistiwa akan mendapat keuntungan penambahan kecepatan<br />
rotasi bumi sehingga tidak memerlukan maneuver yang dapat menghabiskan bahan<br />
bakar roket dan satelit.<br />
Di sisi lain yaitu secara geopolitik, posisi Indonesia yang berada pada posisi<br />
silang diantara dua benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia, serta berada di antara<br />
dan sekaligus pertemuan dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik,<br />
merupakan posisi terbuka yang dapat menjadi peluang bagi negara lain <strong>untuk</strong> masuk<br />
dan melakukan aktivitas di wilayah perairan Indonesia dengan berbagai dampak yang<br />
ditimbulkan.<br />
Posisi Indonesia di kawasan Asia Pasifik yang berbatasan dengan beberapa<br />
negara juga memiliki potensi munculnya konflik. Disebelah Utara berbatasan dengan<br />
Malaysia, Singapura, Filipina, Laut Cina Selatan, disebelah Selatan berbatasan dengan<br />
Australia dan Samudera Hindia, disebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia,<br />
dan disebelah Timur berbatasan dengan Papua Nugini, Timor Leste, dan Samudera<br />
Pasifik. Selain itu, Indonesia memiliki 12 pulau terluar yang memiliki potensi<br />
kerawanan karena dapat memicu konflik perbatasan dengan beberapa Negara<br />
tetangga seperti India, Malaysia, Singapura, Vietnam, Philipina, Palau, Timur Leste, dan<br />
Australia. Ke-12 pulau terluar tersebut dari sisi strategi merupakan kawasan strategis<br />
dan memiliki potensi sangat penting, hal ini karena di pulau-pulau tersebut terdapat<br />
Titik Dasar (TO) dan Titik Referensi (TR) yang digunakan <strong>untuk</strong> menarik garis pangkal<br />
batas wilayah atau teritorial Republik Indonesia.<br />
Dengan demikian maka kebutuhan akan perlindungan dan mempertahankan<br />
kepentingan terhadap bumi, laut, udara, dan antariksa di atas Indonesia dalam<br />
lingkungan strategik global yang sangat dinamis mutlak diperlukan. Salah satu<br />
antisipasi yang dapat dilakukan <strong>untuk</strong> mempertahankan kepentingan tersebut adalah<br />
dengan menangkal terlebih dahulu. Upaya penangkalan ini adalah dengan cara<br />
menekan kadar potensi melalui pengerahan baik kekuatan lunak (soft power) maupun<br />
kekuatan keras (hard power) sehingga tidak menjadi sebuah ancaman nyata. Pada<br />
kondisi ini seringkali yang berlaku adalah mewujudkan penangkalan dengan<br />
74
pengerahan kekuatan keras, yaitu dengan mengembangkan teknologi roket dan<br />
membangun stasiun peluncuran di daerah-daerah yang strategis<br />
Perkiraan jangkauan<br />
misil dari P Nias ke:<br />
• lndia-3000 km<br />
• Bangladesh 2680 km<br />
• China 3500 km<br />
• Australia Barat-3500<br />
km<br />
• Taiwan-3400 km<br />
• Sri Lanka-2000 km<br />
GAMBAR : PERKIRAAN JANGKAUAN MISIL DARI PUSAT PELUNCURAN<br />
Dl P. NIAS<br />
75
6.3. Aspek Sosial<br />
Pembangunan sebagai sebuah perubahan sosial yang terencana tidak bisa<br />
hanya dijelaskan secara kuantitatif dengan pendekatan ekonomi semata, tapi terdapat<br />
aspek sosisl yang tersembunyi jauh pada diri masyarakat seperti persepsi, gaya hidup,<br />
motivasi dan budaya yang mempengaruhi pemahaman masyarakat dalam<br />
memanfaatkan peluang-peluang yang ada.<br />
Dilihat dari aspek sosial, pembangunan atau keberadaan suatu proyek di suatu<br />
daerah tertentu, dapat ditentukan apakah keberadaan proyek di suatu daerah akan<br />
menjadikan daerah tersebut menjadi semakin ramai, lalulintas semakin lancar, adanya<br />
jalur komunikasi, penerangan listrik, dan pendidikan masyarakat setempat semakin<br />
meningkat. Berbagai kegiatan yang didasarkan atas aspek sosial tidak selalu<br />
didasarkan atas keuntungan yang berupa uang, tapi didasarkan pertimbanganpertimbangan<br />
lainnya atau keuntungan lainnya berupa peningkatan kesehatan,<br />
pendidikan, pelayanan dan kegiatan lainnya yang ditujukan meningkatkan kwalitas<br />
hid up.<br />
6.6. Aspek Keamanan<br />
Aspek keamanan melihat sejauh mana pembanguna stasiun peluncuan roket<br />
tersebut meningkatkan keamanan nasional, maupun keaman di daerah lokasi<br />
pembangunan stasiun peluncuran roket.<br />
VII. KESIMPULAN DAN SARAN<br />
7.1. Kesimpulan<br />
PEMDA Nias Utara berpandangan positif tentang rencana LAPAN dalam<br />
pembangunan Stasiun Peluncuran Roket Pengorbit Satelit di Pulau Nias, dan<br />
menawarkan tanah seluas 64 km persegi .. Lokasi yang ditawarkan dekat pantai, di<br />
Kecamatan Afulu desa Afulu dan desa Salonako ditambah desa Bitaya dan desa<br />
Ononamolo Kec. Alasa. Tanah tersebut berupa kebun kelapa, dan kebun karet milik<br />
rakyat/tanah adat, dan perlu pembebasan ..<br />
Dilihat dari aspek teknis, Pulau Nias dapat dipertimbangkan sebagai calon<br />
lokasi Stasiun Peluncuran Roket Pengorbit Satelit.<br />
7.2. Saran<br />
Sebelum menentukan lokasi dan luas lahan yang dibutuhkan <strong>untuk</strong> stasiun<br />
peluncuran roket, perlu menentukan tujuan dan sasaran peroketan dan lingkup<br />
kegiatan yang akan dilakukan di stasiun peluncuran tersebut<br />
76
DAFTAR RUJUKAN<br />
Adi S Salatun, "Teknologi Antariksa dan Profil Perkembangannya", Air Power Kekuatan<br />
Udara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000.<br />
Adi S Salatun, "Panduan Perancangan Sistem Pengorbit Satelit", Bahan Presentasi<br />
Pada Workshop Sistem Pengorbit Satelit, 30 Januari 2008.<br />
Koordinator Statistik Kecamatan Afulu,Kecamatan Afulu Dalam Angka 2008,<br />
Kabupaten Nias.<br />
Koordinator Statistik Kecamatan Alasa,Kecamatan Alasa Dalam Angka 2008,<br />
Kabupaten Nias<br />
LAPAN, Laporan DEPANRI 2009.<br />
LAPAN, Renstra LAPAN 2010-2014.<br />
LAPAN, Roadmap Pembangunan Sistem Roket Pengorbit Satelit Indonesia, Draft<br />
Versi-1/Mei 2008, LAPAN.<br />
Lieutenant Colonel William R. Morris, USAF, The Role Of China's Space Program In Its<br />
National Development Strategy, Air War College,Maxwell Air Force Base,<br />
Alabama, August 2001.<br />
Marcia S. Smith, China's Space Program: An Overview, CRS Report for Congress, 18<br />
Oktober 2005.<br />
Office For Outer Space Affairs, United Nations at Vienna, Hightlights in Space 2009,<br />
United Nations, New York 2009.<br />
Roy M Chiulli, International Launching Site Guide, The Aerospace Press, El Segundo,<br />
California, 1994.<br />
Sitindjak, Alfred, "Pembangunan dan Pengoperasian Fasilitas Peluncuran Wahana<br />
Antariksa dari Wilayah Udara Indonesia", Jurnal Analisis dan lnformasi<br />
Kedirgantaraan. ISSN 1412-8071. Vol. 2 No. 2 Desember 2004.<br />
Team Survai Pendahuluan Lokasi Bandar Antariksa, "Studi Kelayakan Bandar<br />
Antariksa Ekuator Biak", LAPAN, Maret 1991.<br />
Proposal: PENGEMBANGAN PEROKETAN NASIONAL: KEBIJAKAN, SASARAN<br />
PENGEMBANGAN DAN RENCANA STRATEGIS PEROKETAN Dl INDONESIA,<br />
LAPAN, April 2005.<br />
77