31.10.2014 Views

laporan akhir penelitian program insentif riset untuk ... - KM Ristek

laporan akhir penelitian program insentif riset untuk ... - KM Ristek

laporan akhir penelitian program insentif riset untuk ... - KM Ristek

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

-<br />

LAPAN<br />

LAPORAN AKHIR PENELITIAN<br />

PROGRAM INSENTIF RISET UNTUK PENELITI DAN<br />

PEREKAYASA<br />

LPND DAN LPD TAHUN 2010<br />

PEMILIHAN LOKASI STASIUN<br />

PELUNCURAN ROKET PENGORBIT SA TELIT<br />

Peneliti Utama :<br />

Drs. Sakti Sitindjak<br />

Peneliti :<br />

Dra. Euis Susilawati, M.Si<br />

Drs. Bernhard Sianipar, MM<br />

Nurul Sri Fatmawati, S.Sos<br />

PUSAT ANALISIS DAN INFORMASI KEDIRGANTARAAN<br />

DEPUTI BIDANG SAINS, PENGKAJIAN DAN INFORMASI<br />

KEDIRGANT ARAAN<br />

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL<br />

(LAPAN)


IDENTITAS PENELITI<br />

Peneliti Utama<br />

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN<br />

Nama<br />

Drs Sakti Sitinjak<br />

Tempat, tanggallahir Hutagalung, 17 Juli 1948<br />

Ala mat<br />

Komplek LAPAN C2 Pekayon pasar<br />

reba<br />

Jak-Timur<br />

Agama<br />

Kristen Protestan<br />

NIP 19480717. 197612.1.001<br />

Pangkat/Gol Pembina Utama Muda/ IV d\<br />

PENDIDIKAN<br />

Perguruan Lokasi Gelar Tahun Bidang Studi<br />

Tinggi<br />

Tam at<br />

Studi<br />

UN PAR Bandung, S1 1975 Ekonomi<br />

Indonesia<br />

PENGALAMAN PROFESI<br />

lnstitusi Jabatan Struktural/ Fungsional Periode Kerja<br />

LAPAN 1. Peneliti Utama (IV d) Sekarang (2009)<br />

2. Kabid . Analisa Sistem 1990-1999<br />

3. Kepala Seksi Pengumpulan 1985-1989<br />

Anggota<br />

1. Nama Ora . Euis Susilawati, Msi<br />

Tempat, tanggal lahir Kuningan, 9 Mei 1960<br />

NIP 19600509 198503 2 00<br />

Jenis Kelamin<br />

Perempuan<br />

Jabatan Fungsional Peneliti Madya<br />

Ala mat<br />

Kompleks LAPAN Blok H3 No. 66 Pekayon Pasar<br />

Reba Jakarta Timur<br />

Agama<br />

Islam<br />

Pangkat/Gol<br />

Pembina Tingkat 1/IVb<br />

Email<br />

Susilawati@ laQan .go. id<br />

HP 0818875500


IDENTITAS PENELITI<br />

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN<br />

Peneliti Utama<br />

Nama<br />

. Drs Sakti Sitinjak<br />

Tempat, tanggallahir Hutagalung, 17 Juli 1948<br />

Ala mat<br />

Komplek LAPAN C2 Pekayon pasar<br />

rebo<br />

Jak-Timur<br />

Agama<br />

Kristen Protestan<br />

NIP<br />

. 19480717. 197612.1.001<br />

Pangkat/Gol Pembina Utama Muda/ IV d\<br />

PENDIDIKAN<br />

Perguruan Lokasi Gelar Tahun Bidang Studi<br />

Tinggi<br />

Tamat<br />

Studi<br />

UN PAR Bandung, S1 1975 Ekonomi<br />

Indonesia<br />

PENGALAMAN PROFESI<br />

lnstitusi Jabatan Struktural/ Fungsional Periode Kerja<br />

LAPAN 1. Peneliti Utama (IV d) Sekarang (2009)<br />

2. Kabid. Analisa Sistem 1990-1999<br />

3. Kepala Seksi Pengumpulan 1985-1989<br />

Anggota<br />

1. Nama . Ora. Euis Susilawati, Msi<br />

Tempat, tanggal lahir<br />

. Kuningan, 9 Mei 1960<br />

NIP . 19600509 198503 2 00<br />

Jenis Kelamin<br />

. Perempuan<br />

Jabatan Fungsional Peneliti Madya<br />

Alamat<br />

Kompleks LAPAN Blok H3 No. 66 Pekayon Pasar<br />

Rebo Jakarta Timur<br />

Agama<br />

Islam<br />

Pangkat/Gol<br />

Pembina Tingkat 1/IVb<br />

Email<br />

Susilawati@lapan. oo. id<br />

HP . 0818875500<br />

.


PENDIDIKAN<br />

Perguruan Lokasi Gelar Tahun Bidang<br />

Tinggi tam at Studi<br />

studi<br />

Universitas Bandung, Sl 1984 Fisika<br />

Padjadjaran Indonesia<br />

Universitas Jakarta, S2 2009 Hubungan<br />

Indonesia Indonesia lnternasional<br />

2. Nama Drs. Bernhard Sianipar, M.M<br />

Tempat, tanggal lahir Sawit Seberang I 22 Agustus 1957<br />

NIP 19570822 198403 1 002<br />

Jenis Kelamin<br />

Laki-laki<br />

Jabatan Fungsional Peneliti Muda<br />

Ala mat<br />

Kompleks LAPAN Blok E.4 No.36, RT.07/09,<br />

Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur<br />

Telpon Rumah : 021-8706605, HP 08129236912<br />

PENDIDIKAN<br />

No. Nama Perguruan Kota & Negara Tahun Lulus Bidang Studi<br />

1. FMIPA, Universitas Medan , Indonesia 1983 Matematika<br />

Sumatera Utara<br />

2. Sekolah Tinggi Jakarta, Indonesia 2008 Manajemen<br />

Manajemen<br />

LA BORA<br />

3. Nama Nurul Sri Fatmawati, S.Sos<br />

Tempat, tanggallahir Malang, 20 Desember 1975<br />

NIP 19751220 200003 2 001<br />

Jenis Kelamin<br />

Perempuan<br />

Jabatan Fungsional Peneliti Muda<br />

Ala mat<br />

Taman Bunga Cilame Blok 83 No. 2 Desa Cilame<br />

Kec. Ngamprah Bandung Barat<br />

Agama<br />

Islam<br />

Pangkat/Gol<br />

Penata /I lie<br />

Email<br />

.<br />

qirul id@yahoo.com<br />

HP 08568070861<br />

PENDIDIKAN<br />

Perguruan Lokasi Gelar Tahun Bidang<br />

Tinggi tam at Studi<br />

studi<br />

Universitas Malang, Sl 1999 Administrasi<br />

Brawjaya Indonesia Publik


LEMBAR PENGESAHAN<br />

1. Bidang Fokus<br />

2. Judul Usulan Kegiatan<br />

Teknologi Pertahanan dan Keamanan<br />

Studi Kelayakan Lokasi Stasiun Peluncuran Roket<br />

Pengorbit Satelit ( Lokasi Pulau Nias)<br />

3. Unit Kerja/Aiamat<br />

Pusat Analisis dan lnformasi Kedirgantaraan<br />

(Pussisfogan), Lembaga Penerbangan dan<br />

Antariksa Nasional (LAPAN)<br />

Jl. Cisadane, No. 25, Cikini, Jakarta Pusat 10330,<br />

Telp. 021-31927982, Fax (021) 31922633<br />

4.<br />

5.<br />

6.<br />

7.<br />

Peneliti Utama<br />

Anggota Tim<br />

Jenis Kegiatan<br />

Biaya Kegiatan<br />

Drs. Sakti Sitinjak<br />

3 (tiga) orang<br />

Teknologi Pertahanan dan Keamanan<br />

Rp 132.640.000,- ( Seratus Tigapuluh Dua Juta<br />

Enam Ratus Empat Puluh Ribu Rupiah))<br />

Jakarta, 22 November 201 0<br />

Menyetujui<br />

Kapussisfogan<br />

.-,<br />

Mengetahui<br />

Deputi Bidang Sains, Pngkajian dan lnformasi Kedirgantaraan<br />

Drs. Bambang S. Tejasukmana. Dipl.lng<br />

NIP. 19540118 197903 1 001


Summary Report<br />

Indonesia (d .h.i.LAPAN) telah mengembangkan teknologi peroketan dan ini<br />

telah mampu meluncurkan roket jenis RX-320 dan RX-420 dan saat ini sedang<br />

menuju pada pengembangan pembuatan Roket Pengorbit Satelit (RPS). Roket<br />

orbiter dirancang dengan memanfaatkan hasil-hasil dari pengembangan roket<br />

balistik yang telah dan tengah dikembangkan LAPAN. Mengingat roket orbiter<br />

mempunyai ukuran dan jangkauannya yang sangat luas, maka diperlukan stasiun<br />

peluncuran yang dapat menjamin keamanan dan keselamatan.<br />

Uji terbang roket merupakan salah satu kegiatan yang harus dilakukan dalam<br />

<strong>penelitian</strong> dan pengembangan roket. Melalui uji terbang tersebut dapat diketahui<br />

ketinggian, kemampuan dan kelemahan dari roket yang di uji terbang atau roket<br />

yang telah dikembangkan ..<br />

Saat ini Indonesia telah memiliki sebuah fasilitas peluncuran roket yang<br />

terintegrasi atau lnstalasi Uji Terbang Roket (IUTR) milik LAPAN di Pameungpeuk­<br />

Jawa Barat. Namun dalam perkembangannya IUTR ini sudah tidak memadai lagi<br />

<strong>untuk</strong> peluncuran roket-roket ukuran besar, Sehubungan dengan hal tersebut perlu<br />

dilakukan pemilihan lokasi yang cocok <strong>untuk</strong> dijadikan stasiun peluncuran roket<br />

pengorbit satelit yang mampu mendukung <strong>program</strong> LAPAN di masa datang.<br />

Terdapat beberapa lokasi yang dapat dijadikan sebagai pilihan stasiun<br />

peluncuran di wilayah Indonesia. Untuk orbit ekuatorial yaitu Pulau Biak, Pulau<br />

Morotai (Maluku Utara) dan Pulau Waigeo (Irian Jaya), sedangkan <strong>untuk</strong> orbit kutub<br />

(polar) adalah Pulau Nias (Sumatera Utara).<br />

Untuk memilih lokasi stasiun peluncuran roket yang ideal, tentunya ada<br />

beberapa syarat yang harus dipenuhi. Salah satu persyaratan itu adalah lokasi dekat<br />

dengan laut. Stasiun peluncuran dibuat harus menghadap samudera atau berada di<br />

sebelah timur atau selatannya, serta tidak mengganggu lingkungan sekitar, dan<br />

mengganggu aspek lainnya. Hal itu dimaksudkan agar serpihan benda-benda yang<br />

jatuh akibat proses peluncuran tidak mengenai pemukiman penduduk, baik yang<br />

berada di wilayah teritorial Indonesia atau negara lain.<br />

Penelitian telah dilakukan oleh Tim Pussisfogan <strong>untuk</strong> meneliti apakah<br />

pulaunias cocok <strong>untuk</strong> tempat stasiun peluncuran roket pengorbit sateli.<br />

Berdasarkan hasil pengkajian dilihat dari aspek teknis dan syarat-syarat <strong>untuk</strong><br />

suatu stasiun peluncuran , maka Pulau Nias layak <strong>untuk</strong> dipertimbangkan sebagai<br />

calon lokasi stasiun peluncura.


PRAKATA<br />

Dengan mengucapkan rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa<br />

<strong>laporan</strong> kemajuan tahap I "Pemilihan Lokasi Stasiun Peluncuran Roket Pengorbit<br />

Satelit" dapat disusun.<br />

Kajian Pemilihan Lokasi Peluncuran RPS dilakukan <strong>untuk</strong> memenuhi<br />

kebutuhan Indonesia (d.h.i. LAPAN) dalam Peluncuran Roket Satelit yang pada<br />

tahun 2014 diperkirakan akan mampu meluncurkan Roket Pengorbit Satelit. Pulau<br />

Nias diperkirakan salah satu dari beberapa lokasi yang cocok <strong>untuk</strong> Stasiun<br />

Peluncuran Roket <strong>untuk</strong> orbit kutub (polar) karena Pulau Nias termasuk gugusan<br />

pulau di daerah khatulistiwa.<br />

Laporan ini merupakan <strong>laporan</strong> <strong>akhir</strong> Studi Kelayakan Stasiun Peluncuran<br />

Roket Pengorbit Satelit sampai dengan bulan November 2010. Laporan disusun<br />

berdasarkan hasil kunjungan Tim ke Pemda Kabupaten Nias lnduk dan Kabupaten<br />

Nias Utara, dan hasil survei ke daerah yang ditawarkan <strong>untuk</strong> Lokasi Stasiun<br />

Peluncuran. Laporan memuat tanggapan Pemerintah Daerah Nias Kota, dan<br />

Nias Utara tentang Program Peroketan dan Pembangunan Stasiun Peluncuran<br />

Roket, dan gambaran umum kondisi daerah yang ditawarkan oleh Pemerintah<br />

Daerah <strong>untuk</strong> Lokasi Stasiun Peluncuran Roket.<br />

Berdasarkan aspek teknis, hasil sementara dari Tim menyarankan bahwa "<br />

Pulau Nias dapat dipertimbangkan <strong>untuk</strong> lokasi Stasiun Peluncuran RPS"<br />

Pada kesempatan ini tak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya<br />

kepada semua pihak yang telah membantu kami dari awal dimulainya<br />

pengkajian sampai dengan tersusunnya <strong>laporan</strong> kemajuan ini.<br />

Akhirnya, semoga <strong>laporan</strong> ini memenuhi ketentuan yang telah dipersyaratkan<br />

dan dapat bermanfaat bagi semua pihak.<br />

Jakarta, 22 November 2010<br />

Peneliti Utama


DAFTAR lSI<br />

Halaman<br />

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN ....... ..... ........ .... ..... .................. .<br />

RINGKASAN ..... ...... ............. ...... .. ....... ....... ........... .. ....... ...... ... ........ .. ........... .<br />

PRAKATA .................................................................................................... ..<br />

DAFTAR 181 ............. .... ............ ............ ....... .. ....... .. .... ... ...... .. ... ................... .. .<br />

DAFTAR TABEL ........ ................................... ................. .. ...... ....... ... ..... ...... .. .<br />

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... .<br />

BAB I.<br />

1.1.<br />

1.2.<br />

BAB,II.<br />

BAB Ill<br />

3.1<br />

3.2<br />

BAB IV.<br />

BAB.V.<br />

5.1<br />

5. 1.1<br />

5. 1 2<br />

5.1.3<br />

5.2<br />

5.2.1<br />

5.2.2<br />

5.3<br />

5.3.1<br />

5.3.2<br />

5.3.3<br />

5.3.4<br />

5.3.5<br />

5.4<br />

5.4.1<br />

5.4.2<br />

5.4.3<br />

5.4.4<br />

5.4.5<br />

5.4.6<br />

5.4.7<br />

5.4.8<br />

PENDAHULUAN ..... ... .... ... ...... ...... ............................................. ... .<br />

La tar Belakang ........................................................................... ..<br />

Perumusan Masalah ........... .. .............. ..... ............ ... ..... .... .. .......... .<br />

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... .<br />

TUJUAN DAN MANFAAT .. .. .... ...... ...... ... ... .... .............. ................. .<br />

Tujuan .... ............ ..... ... .................. .. ..... .. ... .. .... .............. ...... ... ....... ..<br />

Manfaat ......................................................................................... .<br />

METODOLOGI. .............................................................................. .<br />

HASIL DAN PEMBAHASAN .. .. ....... ............................................. ..<br />

Kebijakan Indonesia Di Bidang Keantariksaan ............ ............ ..<br />

Teknologi Roket Dan Tahapan Pengembangannya ........... .<br />

Satelit Dan Tahapan Pengembangannya .. ................ .......... .<br />

Stasiun Peluncuran Dan Tahapan Pengembangannya ........ .<br />

Stasiun Peluncuran Dan Tahapan Pengembangannya ........ .<br />

lnternasional ...... .. .... .. ............... ............. .. ... .................. ..<br />

Nasional ......................................................................... .<br />

Berbagai Aspek Penentuan Lokasi Stasiun Peluncuran Roket<br />

Pengorbit Satelit ............................................................... .<br />

Aspek Teknik .................... ..... .. ................................................ .<br />

Aspek Ekonomi. ...... ...................... ..... ..... ............. ....... ..... .. ... .. .<br />

Aspek Hukum ....................................................................... ..<br />

Aspek Sosial. ........................................ .. .. ............................... ..<br />

Aspek Politik .......................... ... .... ............. ... .... .... ............... ..... .<br />

Potensi Kepulauan Nias Sebagai Lokasi Stasiun Peluncuran<br />

Roket Pengorbit Satelit .................. ... ......... ... ................. .<br />

Kondisi Umum Kepulauan Nias ........................ .......... .. .. .. ...... .. ..<br />

Pertemuan Tim Pussisfogan .................... .............................. .<br />

Survey Lapangan .... ............................ .................. .... ..... ... ........ .<br />

Kondisi Meteorologi Dan lklim ........................................................... .<br />

Arah Peluncuran ......................................................... .<br />

lnfrastruktur Yang Ada .......... .. .... ... ......... ...... ........................... .<br />

Kondisi Topografi Dan Geologi ........ .. .. ........................................ ..<br />

Tanggapan Masyarakat .................................................. .<br />

1<br />

1<br />

2<br />

3<br />

4<br />

4<br />

4<br />

5<br />

10<br />

10<br />

11<br />

11<br />

11<br />

12<br />

12<br />

33<br />

36<br />

37<br />

39<br />

43<br />

48<br />

49<br />

51<br />

51<br />

53<br />

56<br />

61<br />

61<br />

64<br />

64<br />

65


BAB.VI.<br />

6.1<br />

6.2<br />

6.3<br />

6.4<br />

6.5<br />

BAB.VII<br />

7.1<br />

7.2<br />

ANALISIS. .. ... .. .... ... ... ... ... .. .... .. ... .. .. .......................... 65<br />

Aspek Teknis... ........... .. .. .. ..... ......................... .............. .... ..... 65<br />

Aspek Ekonomi. .... ... ................ .. ................. ..... .. .... .... .. .... ...... 72<br />

Aspek Politik.......... ..... ...... ... ... .................. ............... .. ............ ... 74<br />

Aspek Sosial...... ..... ......... .. .. .... ... .... .. ...... ........... .... ..... .. .... ... ..... . 76<br />

Aspek Keamanan ................................................................ .......... 76<br />

KESIMPULAN DAN SARAN 76<br />

Kesimpulan.... ...... .. ............... ... ......... ......................................... 76<br />

Saran................. .... .. ... ... .......... ... ......... ........... ..... .. ... .. ............. .. .... 76<br />

DAFTAR PUSTAKA 77


5.4.5<br />

5.4.6<br />

5.4.7<br />

5.5<br />

Tanggapan Pemerintah ... ... ............. ..... ............ ..... ................ ... .... ..<br />

Kondisi Topografi Dan Geologi ...................................................... .<br />

Tanggapan Masyarakat ..................................................... .<br />

Analisis ................................. .. ....... .. ... ............ ............... ..<br />

48<br />

6. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ ..<br />

DAFTAR PUST AKAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 50<br />

DAFTAR TABEL<br />

TABEL<br />

TB. 5.1.<br />

TB. 5.2<br />

TB. 5.3<br />

TB. 5.4<br />

TB. 5 .. 5<br />

URAl AN<br />

Kegiatan Peluncuran dari JLSC<br />

Kegiatan Peluncuran dari XSLC<br />

Ringkasan Ke-4 Pusat Peluncuran di China<br />

Pusat Peluncuran Negara-Negara<br />

Persyaratan Dalam Menentukan Lokasi Stasiun Peluncura<br />

Roket Pengorbit Satelit<br />

Halaman<br />

14<br />

17<br />

19<br />

27<br />

33<br />

DAFTAR GAMBAR<br />

GAMBAR<br />

GB. 4.1<br />

GB -5-1<br />

GB 5-2<br />

GB 5-3<br />

GB 5-4<br />

GB 5-5<br />

GB 5-6<br />

Alur Metode Penelitian<br />

URAIAN<br />

Tahapan Pengembangan Roket Pengorbit<br />

Tahapan Pengembangan Satelit<br />

Tahapan Pembangunan Kemampuan Stasiun Peluncuran<br />

Posisi 4 pusat peluncuran di China<br />

Pusat Peluncuran JSLC<br />

Pusat Peluncuran Satelit Xichang (Xichang Satellite<br />

Launch Center-XSLC)<br />

Halaman<br />

6<br />

7<br />

7<br />

8<br />

11<br />

13<br />

16


GB 5-7 Pusat Peluncuran Satelit Taiyuan (TSLC) 22<br />

GB 5-8 Pusat Peluncuran Sriharikota 25<br />

GB 5-9 Posisi Pusat Peluncuran Jepang<br />

27<br />

GB 5-10 Posisi Pusat Peluncuran Korea Utara<br />

29<br />

GB 5-11 Posisi Pusat Peluncuran Alcantara, Brasil<br />

31<br />

GB 5-12 Lokasi Tempat Peluncuran Negara-negara 32<br />

GB 5-13 Produk Litbang Roket 33<br />

GB 5-14 Uji Terbang Roket Kendali 34<br />

GB 5-15 Simulasi Peluncuran Roket Dari Pulau Nias 1 °6' LU 36<br />

9r32' BT<br />

GB.5-16 Perkiraan Jangkauan Misil 51<br />

GB 5-16 Kondisi Umum Kepulauan Nias 53<br />

GB 5-17 Kabupaten Nias 55<br />

GB 5-18 Kabupaten Nias Utara 56<br />

GB 5-19 Kondisi Daerah Sebelah Kanan Menuju Kota Kecamatan 58<br />

Afulu<br />

GB 5-20 Kondisi Daerah Sebelah Kiri Menuju 59<br />

Kota Kecamatan Afulu<br />

GB 5-21 Kota Kecamatan Afulu 60<br />

GB 5-22 Kondisi Jembatan Menuju Afulu 60<br />

GB, 5-23 Simulasi Peluncuran 61<br />

GB.5-24 Trayektori Simulasi 62<br />

GB,5-25 Perkiraan Jarak Jatuh Bagian RPS 63


BAB I PENDAHULUAN<br />

1.1 Latar Belakang<br />

Indonesia dalam hal ini Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)<br />

telah mengembangkan teknologi peroketan, namun perlu diakui bahwa penguasaan<br />

teknologi peroketan di Indonesia masih jauh ketinggalan dibandingkan dengan negaranegara<br />

lain di Asia, seperti India, China, Korea Selatan dan yang lainnya. Upaya<br />

penguasaan peroketan di Indonesia yang dimulai tahun 1960, tapi karena situasi<br />

politik, ekonomi dan keamanan pada tahun 1965 kegiatan peroketan tersebut<br />

diberhentikan. Kemudian kegiatan di bidang peroketan mulai kembali pada awal tahun<br />

1980-an dengan pengembangan berbagai fasilitas.<br />

Walaupun selama ini kegiatan penguasaan teknologi peroketan ditempatkan<br />

pada skala prioritas rendah, namun Indonesia melalui LAPAN terus berupaya<br />

mengembangkan teknologi peroketan, dengan harapan pada masa mendatang<br />

Indonesia akan meningkatkan skala prioritas peroketan. Sejak tahun 2007 Indonesia<br />

telah melakukan percepatan dalam pengembangan teknologi peroketan dan satelitnya.<br />

Percepatan itu terjadi setelah berhasil melepas ketergantungan pada pembuatan<br />

bahan bakar propelan dari pihak asing, antara lain amonium perklorat. Sebagai hasil<br />

dari percepatan tersebut, LAPAN telah berhasil meluncurkan roket eksperimen dengan<br />

diameter 320 mm atau RX-320, dan kemudian berhasil melakukan uji statik dan uji<br />

peluncuran Rx-420 dari Stasiun Peluncuran Roket Pamengpeuk-Garut pada tahun<br />

2009.<br />

Teknologi peroketan merupakan teknologi yang banyak bersinggungan dengan<br />

aspek kehidupan manusia. Roket dapat berfungsi meningkatkan pertahanan<br />

keamanan, dan sebagai wahana transportasi yang dapat digunakan <strong>untuk</strong> membawa<br />

muatan dari suatu titik ke titik lain atau keposisi orbit yang dikehendaki, seperti<br />

penempatan satelit cuaca, satelit telekomunikasi, satelit sumber daya alam dan lainlainnya<br />

ke orbitnya, dan tanpa roket sulit <strong>untuk</strong> menempatkan benda-benda tersebut<br />

ke orbit yang dikehendaki.<br />

Program LAPAN dalam bidang peroketan adalah <strong>untuk</strong> mampu membangun<br />

dan meluncurkan satelit dari bumi Indonesia dengan kemampuan sendiri, yang selama<br />

ini peluncuran satelit-satelit yang dioperasikan ataupun yang dikembangkan oleh<br />

Indonesia masih diluncurkan dari negara lain. Untuk itu Indonesia mulai menuju pada<br />

pengembangkan pembuatan Roket Pengorbit Satelit (RPS) secara mandiri. Pembuatan<br />

Roket Pengorbit Satelit tersebut karena LAPAN telah sukses meluncurkan roket jenis<br />

RX-320 seberat setengah ton yang merupakan tingkat <strong>akhir</strong> dari RPS. Keberhasilan<br />

RX-320 mencatat rekor baru <strong>untuk</strong> ukurannya, jika dibandingkan dengan roket-roket<br />

sebelumnya yang dibuat oleh LAPAN. lnilah roket terbesar yang pernah dibuat LAPAN<br />

dengan diameter 320 milimeter dan panjang 4.7 meter.<br />

Jarak ketinggian yang berhasil dicapai adalah 15 km dari permukaan !aut<br />

dengan total jangkauan roket 42.1 km dari titik peluncuran dan roket membutuhkan<br />

waktu 115 detik <strong>untuk</strong> mencapai jarak jangkauan total. Selain itu roket ini merupakan<br />

bagian dari struktur yang akan dipasang pada roket lebih besar, yang direncanakan<br />

akan diluncurkan LAPAN tahun 2014 atau tahun berikutnya. Peningkatan kemampuan<br />

dalam teknologi peroketan nasional, diikuti keberhasilan membangun satelit mikro<br />

LAPAN-TUBSat dan diluncurkan dari Pusat Peluncuran Sriharikota, India. Kegiatan ini<br />

menjadi tahap pertama bagi pembangunan <strong>program</strong> pembuatan RPS pertama<br />

Indonesia. Dalam jangka enam tahun lagi Indonesia merencanakan memiliki roket


yang bisa mengorbitkan satelit. 1 Meskipun satelit yang dibawa masih ukuran mikro, 50<br />

kg, tetapi ini adalah lompatan teknologi antariksa bagi Indonesia. Selain RX-320, RPS<br />

akan ditunjang oleh tiga susun roket RX-420<br />

Berkaitan dengan semakin besarnya ukuran dan jangkauan roket-roket yang<br />

akan diuji pada periode mendatang yang diharapkan mampu mengorbitkan satelit ke<br />

orbit yang dikehendaki, maka Stasiun Peluncuran Roket Pameungpeuk saat ini dilihat<br />

dari berbagai faktor tidak cocok lagi sebagai stasiun pengorbit satelit, sehingga tempat<br />

peluncuran harus dipindahkan, dan <strong>untuk</strong> itu perlu pengkajian pemilihan stasiun<br />

peluncuran roket pengorbit satelit yang dilihat dari berbagai kriteria dan aspek ( aspek<br />

teknik, aspek ekonomi, aspek social, aspek politik dan aspek hokum) <strong>untuk</strong> menjamin<br />

keamanan, keselamatan, dan kesinambungan <strong>program</strong> peroketan.<br />

1.2. Perumusan Masalah<br />

Uji terbang roket merupakan salah satu kegiatan yang harus dilakukan dalam<br />

<strong>penelitian</strong> dan pengembangan roket. Melalui uji terbang tersebut dapat diketahui<br />

ketinggian, kemampuan dan kelemahan dari roket yang di uji terbang atau roket<br />

yang telah dikembangkan. Uji terbang roket digunakan <strong>untuk</strong> mengevaluasi<br />

kemampuan dalam bidang peroketan, <strong>untuk</strong> menentukan upaya yang yang akan<br />

dilakukan <strong>untuk</strong> peningkatan peroketan nasional.<br />

Uji terbang roket memerlukan lokasi peluncuran, luas lokasi yang dibutuhkan<br />

sesuai dengan <strong>program</strong> peroketan jangka panjang, dan kegiatan yang akan dilakukan<br />

di lokasi tersebut. Penentuan lokasi pusat peluncuran harus sesuai dengan syaratsyarat<br />

lokasi stasiun peluncuran yang ideal. Saat ini Indonesia telah memiliki sebuah<br />

fasilitas peluncuran roket yang terintegrasi atau lnstalasi Uji Terbang Roket (IUTR) milik<br />

LAPAN di Pameungpeuk. Untuk keamanan pelaksanaanpeluncuran di lokasi stasiun<br />

peluncuran roket-Pamegpeuk tersebut ditetapkan daerah bahaya 1 (radius 600 m)<br />

dan daerah bahaya 2( dadius 2 km)<br />

Indonesia (d .h.i.LAPAN) telah mengembangkan teknologi peroketan dan saat ini<br />

sedang menuju pada pengembangan pembuatan Roket Pengorbit Satelit (RPS). Roket<br />

orbiter dirancang dengan memanfaatkan hasil-hasil dari pengembangan roket balistik<br />

yang telah dan tengah dikembangkan LAPAN . Mengingat roket orbiter mempunyai<br />

ukuran dan jangkauannya yang sangat luas, maka diperlukan stasiun peluncuran yang<br />

dapat menjamin keamanan dan keselamatan.<br />

Yang menjadi permasalahan dalam pengkajian ini adalah bahwa keberadaan<br />

stasiun peluncuran roket saat ini sudah tidak memadai lagi <strong>untuk</strong> peluncuran roket-roket<br />

ukuran besar, yang pada tahun 2014 atau tahun-tahun berikutnya diharapkan LAPAN<br />

telah mampu <strong>untuk</strong> melakukan peluncuran roket orbiter dari bumi Indonesia sendiri.<br />

Kondisi lingkungan stasiun peluncuran roket Pamengpeuk saat ini telah berkembang<br />

dengan pesat. Di daerah bahaya 1 (radius 600 m) telah dihuni beberapa penduduk, dan<br />

tempat pelelangan ikan, dan pada daerah bahaya 2 (radius 2 km) telah banyak<br />

pemukiman penduduk dan tempat-tempat penginapan. Kondisi tersebut berisiko tinggi<br />

bagi lingkungannya bila peluncuran RPS dilakukan dari Stasiun Peluncuran Roket<br />

Pamengpeuk.<br />

1<br />

Roadmap Roket Orbiter, 09/05/08<br />

2


Sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan pemilihan lokasi yang cocok<br />

<strong>untuk</strong> dijadikan stasiun peluncuran roket pengorbit satelit yang mampu mendukung<br />

<strong>program</strong> LAPAN di masa datang. Terdapat beberapa lokasi yang dapat dijadikan<br />

sebagai pilihan stasiun peluncuran di wilayah Indonesia. Untuk orbit ekuatorial yaitu<br />

Pulau Biak, Pulau Morotai (Maluku Utara) dan Pulau Waigeo (Irian Jaya), sedangkan<br />

<strong>untuk</strong> orbit kutub (polar) adalah Pulau Nias (Sumatera Utara).<br />

Pulau Biak merupakan satu-satunya daerah yang telah dilakukan <strong>penelitian</strong><br />

layak tidaknya menjadi Badar Antariksa, dan hasil <strong>penelitian</strong> merekomendasikan<br />

bahwa Pulau Biak cocok <strong>untuk</strong> lokasi Bandar Antariksa <strong>untuk</strong> orbit ekuator, tapi<br />

karana beberapa masalah terpaksa pembangunan Bandar Antariksa tersebut tidak<br />

berlanjud.<br />

Untuk memilih lokasi stasiun peluncuran roket yang ideal, tentunya ada<br />

beberapa syarat yang harus dipenuhi. Salah satu persyaratan itu adalah lokasi dekat<br />

dengan laut. Stasiun peluncuran dibuat harus menghadap samudera atau berada di<br />

sebelah timur atau selatannya, serta tidak mengganggu lingkungan sekitar, dan<br />

mengganggu aspek lainnya. Hal itu dimaksudkan agar serpihan benda-benda yang<br />

jatuh akibat proses peluncuran tidak mengenai pemukiman penduduk, baik yang<br />

berada di wilayah teritorial Indonesia atau negara lain.<br />

Penelitian yang akan dilakukan tahun ini (201 0) hanya akan mengkaji layak<br />

tidaknya Pulau Nias sebagai lokasi peluncuran roket pengorbit satelit dilihat dari<br />

beberapa kriteria ataupun aspek.<br />

BAB II TINJAUAN PUSTAKA<br />

Studi kelayakan adalah penelitihan yang menyangkut berbagai aspek baik itu dari<br />

aspek hukum, sosial ekonomi dan budaya, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis<br />

dan teknologi sampai dengan aspek manajemen dan keuangannya, semua digunakan<br />

<strong>untuk</strong> dasar mengambil keputusan apakah suatu kegiatan atau proyek akan dikerjakan<br />

atau tidak. Secara umum aspek aspek tersebut diatas akan melihat atau mengkaji<br />

dampak proyek atau kegiatan terhadap kehidupan masyarakat luas dan lingkungannya<br />

antara lain :<br />

• apakah suatu kegiatan atau proyek yang akan dilakukan dapat merubah atau<br />

justru mengurangi income per capita panduduk setempat,<br />

• sejauh mana pengaruh proyek atau kegiatan tersebut terhadap wilayah dimana<br />

proyek dilaksanakan, apakah wilayah semakin ramai, sarana lalulintas semakin<br />

baik dan lancar, jalur komunikasi dan penerangan listrik meningkat dan juga<br />

pendidikan masyarakat setempat.<br />

• dampak keberadaan peroyek terhadap kehidupan masyarakat setempat,<br />

kebiasaan adat setempat<br />

• Rumusan hukum terhadap dampak positif dan negatif yang mungkin.<br />

Lingkup kegiatan dari studi kelayakan adalah luas, hal tersebut menunjukan<br />

bahwa dalam studi kelayakan akan melibatkan banyak tim dari berbagai ahli yang<br />

sesuai dengan bidang atau aspek masing-masing seperti ekonom, hukum, psikolog,<br />

akuntan, perekayasa teknologi dan lain sebagainya. Studi kelayakan dapat<br />

digolongkan dua bagian berdasarkan pada orientasi yang diharapkan yaitu<br />

berdasarkan orientasi laba, dan orientasi bukan laba (social). Orientasi laba studi akan<br />

menitik-beratkan pada keuntungan yang secara ekonomis, dan kegiatan yang<br />

3


orientasinya tidak pada laba (social), studi menitik-beratkan suatu proyek bisa<br />

dijalankan dan dilaksanakan tanpa memikirkan nilai atau keuntungan ekonomis.<br />

Pada tahun 1990, LAPAN telah melakukan Studi Kelayakan Bandar Antariksa<br />

(BA) Ekuator Biak. Penelitian dan pengkajian Bandar Antariksa dimaksudkan <strong>untuk</strong><br />

memperoleh informasi lebih lengkap mengenai BA sebagai masukan <strong>untuk</strong> menentukan<br />

arah kebijaksanaan pengembangan sains dan teknologi serta industri antariksa dan<br />

bahan pertimbangan pembangunan BA Ekuator di kawasan Asia-Pasifik, baik untu k<br />

kegiatan nasional maupun kerja sama internasional. Dalam studinya ini, Ketua LAPAN<br />

membentuk Team Survey Pendahuluan Lokasi BA yang keanggotaannya terdiri dari<br />

para peneliti LAPAN.<br />

Ruang lingkup kajian meliputi: (i) survai ke Pulau Biak sebagai calon lokasi BA<br />

Ekuator beserta potensinya ditinjau dari segi letak geografis, topogfari dan geologi<br />

<strong>untuk</strong> perencanaan site, kemungkinan adanya gempa bumi, kebutuhan air, kebutuhan<br />

sarana dan prasarana, keadaan meteorologi dan iklim, (ii) analisa kebutuhan teknis<br />

suatu BA, (iii) tinjauan aspek ekonomi pembangunan BA, (iv) tinjauan aspek hukum<br />

pembangunan dan pengelolaan BA. Dalam <strong>laporan</strong>nya dinyatakan bahwa survei<br />

lapangan ke Pulau Biak tersebut merupakan langkah awal pengumpulan data dan<br />

informasi <strong>untuk</strong> penyusunan perencanaan teknik dan bahan kajian lebih lanjut <strong>untuk</strong><br />

perencanaan pembangunan BA.<br />

Team mendefinisikan bahwa yang dimaksud BA adalah suatu komplek<br />

peluncuran yang dilengkapi bangunan-bangunan dan peralatan <strong>untuk</strong> keperluan<br />

peluncuran. Sedangkan konfigurasi teknis suatu BA, Team mengungkapkan bahwa<br />

terdapat bermacam-macam konfigurasi, namun pada umumnya akan memiliki (i) sistem<br />

kendali peluncuran (ii) sistem pelacak dan kontrol roket, (iii) sistem pelacak dan kontrol<br />

satelit, dan (iv) sistem penunjang sarana dan prasarana. Masalah keamanan dan<br />

keselamatan suatu BA juga perlu ditetapkan daerah (zona) bahaya yang tegas dan<br />

zona pemukiman. Untuk peluncuran ke orbit GSO ada 2 zona yaitu (i) zona range<br />

safety 2-2,41 km, dan (ii) zona kontrol pemukiman 4-4,66 km.<br />

Pada tahun 2005 Kajian Pengamanan Dan Peningkatan Peran lnstalasi Uji<br />

Terbang Roket Cilautereun pernah dilakukan oleh Pussisfogan. Dalam kajian tersebut<br />

dianjurkan mengkaji ulang lokasi landasan luncur roket LAPAN dan mencari dan<br />

menetapkan lokasi yang paling tepat sehingga dapat memberikan keamanan dan<br />

bagi pelaksanan peluncuran. Dalam kajian tersebut juga diungkap peningkatan peran<br />

stasiun peluncuran LAPAN dapat dilakukan dengan pengembangan wisata pantai<br />

Santolo melalui pemanfaatan tanah milik LAPAN dengan memperhatikan syarat-syarat<br />

yang berlaku tanpa mengganggu pengoperasian lnstalasi Uji Terbang Roket<br />

Pamengpeuk.<br />

BAB Ill TUJUAN DAN MANFAAT<br />

3.1. Tujuan<br />

Penelitian ini ditujukan <strong>untuk</strong> menentukan cocok tidaknya Pulau Nias dijadikan<br />

sebagai Lokasi Pembangunan Stasiun Peluncuran Roket Pengorbit Satelit.<br />

4


BAB IV METODOLOGI PENELITIAN<br />

Metode yang digunakan dalam <strong>penelitian</strong> ini adalah, metode historis, metode<br />

deskriptif analisis, dan metode <strong>penelitian</strong> komparatif. Metode <strong>penelitian</strong> historis<br />

ditujukan <strong>untuk</strong> mengetahui suatu rekonstruksi masa lampau secara sistimatis dan<br />

objektif dengan mengumpulkan mengevaluasi, memverifikasi serta mensistesikan<br />

bukti-bukti <strong>untuk</strong> membuat kesimpulan.<br />

Metode <strong>penelitian</strong> deskriptif adalah metode yang dilakukan <strong>untuk</strong><br />

menggambarkan secara sistematis fakta-fakta yang aktual dan akurat seta sifat-sifat<br />

populasi daerah yang menjadi kajian dengan menggunakan survey.<br />

Metode kausal komparatif yaitu metode <strong>penelitian</strong> yang menyelidiki adanya<br />

hubungan sebab akibat berdasarkan pengamatan terhadap akibat yang ada dan<br />

mencari faktor-faktor penyebab terjadi permasalahan.<br />

Jenis data dan teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam <strong>penelitian</strong> ini<br />

adalah sebagai berikut.<br />

4.1. Jenis Data Yang Diperlukan<br />

Data yang diperlukan dalam studi ini dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu data<br />

primer dan data skunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung di<br />

lapangan melalui kegiatan survey lapangan baik secara observasi, dan atau wawancara<br />

ataupun data hasil konsultasi dengan nara sumber. Data sekunder diperoleh dari<br />

literatur-literatur atau data dari internet yang berhubungan dengan kegiatan ini.<br />

Data primer utama yang dibutuhkan dan yang sangat menentukan dalam<br />

keberlanjutan <strong>penelitian</strong> ini adalah respon dari Pemda Nias tentang kesediaannya<br />

menyediakan lahan <strong>untuk</strong> dijadikan sebagai Pusat Peluncuran RPS. Hal ini dikarenakan<br />

selama ini belum ada komunikasi antara LAPAN dengan Pemda Nias, sehingga apabila<br />

PEMDA Nias tidak memberikan respon maka <strong>penelitian</strong> tidak bisa dilanjutkan. Untuk ini<br />

LAPAN, melalui surat Kapussisfogan Nomor:B/030N/2010/SISFOGAN, tanggal 25 Mei<br />

2010 kepada Bupati Nias, Provinsi Sumatera Utara sebelumnya telah meminta<br />

kesediaannya <strong>untuk</strong> menerima kunjungan Tim LAPAN. Data primer lainnya yang<br />

dikumpulkan adalah data atau informasi terkait kondisi lapangan daerah Pulau Nias.<br />

Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan meliputi (i) perkembangan<br />

pembangunan pusat peluncuran beberapa negara <strong>untuk</strong> mengetahui antara lain luas<br />

pusat peluncuran, fasilitas-fasilitas di dalamnya, dan biaya yang dibutuhkan, (ii)<br />

keadaan umum lokasi kegiatan seperti letak wilayah, luas wilayah, dan kondisi fisik<br />

lingkungan, keadaan lahannya seperti vegetasi, jenis tanah, topografi; dan keadaan<br />

masyarakat seperti jumlah penduduk, mata pencaharian, dan budaya masyarakat.<br />

4.2. Tahapan Persiapan pelaksanaan<br />

Sebelum melakukan kunjungan ke lokasi (d.h.i Pulau Nias) telah dilakukan<br />

berbagai persiapan, meliputi:<br />

(i)<br />

Konsultasi dengan para nara sumber di LAPAN (Desains, Kapus. Teknologi<br />

Dirgantara Terapan, Kapus Teknologi Elektronika Dirgantara, dan Kapus.<br />

Teknologi Wahana Dirgantara, Kapussisfogan) <strong>untuk</strong> memperoleh arahan,<br />

masukan terkait <strong>program</strong> LAPAN dalam peroketan dan kemungkinan<br />

pembangunan pusat peluncuran RPS di P Nias dan lokasi lain.<br />

5


(ii)<br />

Penyiapan peta-peta dasar, penyiapan bahan-bahan, alat (GPS dan kompas), alat<br />

pendukung lainnya seperti Camera, dan penyiapan rencana kerja. Peta dasar<br />

yang disiapkan adalah:<br />

• Peta penutup lahan Pulau Nias skala 1 : 180.000<br />

• Peta citra satelit Landsat 7 Pulau Nias skala 1 : 180.000 (27 Januari 2006 dan<br />

6 Januari 2007)<br />

Bahan-bahan yang dimaksud adalah terkait informasi tentang parameter dan<br />

nilai, persyaratan dan faktor-faktor lainnya yang dibutuhkan dalam penentuan layak<br />

tidaknya suatu daerah menjadi sebuah Pusat Peluncuran RPS .<br />

4.3. Tahapan ldentifikasi, Klasifikasi, dan Penyajian Data<br />

Dengan menggunakan metode <strong>penelitian</strong> yang telah diutarakan diatas dilakukan<br />

analisis dengan alur metodologi Gambar- 4-1 dengan tahapan sebagai berikut:<br />

1) ldentifikasi Data<br />

Mengidentifikasi variable atau parameter, dan menetapkan nilai, kwalitas, dan<br />

syarat-syarat variabel atau parameter dari Lokasi Stasiun Peluncuran Roket<br />

Pengorbit Satelit yang ideal.<br />

Acuan penetapan variable atau parameter ataupun penentuan nilai , kwalitas,<br />

syarat-syarat variable <strong>untuk</strong> Lokasi Stasiun Peluncuran. Roket yang ideal yang<br />

digunakan dalam <strong>penelitian</strong> ini adalah:<br />

• Stasiun Peluncuran. _Roket Pamengpeuk.<br />

• Studi Kelayakan Bandar Antariksa Biak.<br />

• Masukan Dari Nara Sumber.<br />

• Stasiun Peluncuran Roket Negara-Negara.<br />

2) Klasifikasi Data<br />

Mengklasifikasi dan menentukan urutan variable atau parameter berdasarkan<br />

peran dan fungsinya dalam pembangunan stasiun peluncuran roket dan<br />

pengoperasian peluncuran roket. Variabel (kecepatan angin) di daerah stasiun<br />

peluncuran roket tidak bisa lebih pari 10 knot. Kecepatan angin merupakan<br />

varia bel mutlak nilainya harus dibawa 10 knot. Variabel yang tidak mutlak dapat<br />

diklasifikasi pada urutan yang lebih rendah dari variabel mutlak.<br />

3) Penyajian Data Dalam Tabel<br />

Penyajian variabel atau parameter, beserta nilai, kwalitas dan syarat-syarat<br />

<strong>untuk</strong> lokasi peluncuran RPS sebagaimana dalam Tabel4-1 .<br />

Tabel 4 -1: Variabei/Parameter Penentuan Lokasi Stasiun Peluncuran RPS<br />

No Variabel atau Parameter Besaran Keterangan<br />

1 Letak Geografis Lokasi<br />

2 Topografi Dan Geologi<br />

• Susunan tanah<br />

• Ketinggian tanah di atas<br />

permukaan laut<br />

6


• Ketinggian tanah di pantai<br />

• Kemiringan<br />

• Kedalaman<br />

tanah<br />

lapisan atas<br />

• Sungai di bawah<br />

permukaan tanah<br />

3 Luas tanah yang tersedia<br />

(km2)<br />

4 Curah hujan tahunan(mm)<br />

5 Badai rara-rata (hari/tahun)<br />

6 Kabut rata-rata (hari/tahun)<br />

7 Temperatur rata-rata<br />

8 Temperatur minimum<br />

9 Temperatur rata-rata<br />

oc<br />

tertinggi<br />

10 Arah peluncuran<br />

11 Kecepatan pinalti %<br />

12 kemungkinan berkabutlhari<br />

13 Jumlah hari ber angin<br />

kuat/bulan<br />

14 Penutupan awan jam 9 paQi<br />

15 Sarana transportasi<br />

-darat<br />

-I aut<br />

-udara<br />

16 Ketersediaan bahan<br />

17 Tanggapan masyarakat<br />

18 Tanggapan pemerintah<br />

5. Pembobotan<br />

Setelah variable atau parameter diklasifikasi atau diurutkan berdasarkan peran dan<br />

fungsinya dalam pembangunan stasiun peluncuran dan pengoperasian peluncuran<br />

RPS, kemudian variable atau parameter tersebut diberi bobot mulai dari 1,0<br />

(sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting), jumlah semua bobot adalah 1.<br />

Variabel atau parameter tersebut mempunyai peran atau dampak terhadap faktor<br />

strategis pembangunan stasiun peluncuran ataupun dalam pelaksanaan peluncuran.<br />

6. Pemberian Rating<br />

Penetapan rating <strong>untuk</strong> masing-masing variable atau parameter, dengan<br />

memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), bedasarkan<br />

peran dan fungsi parameter atau variabel tersebut terhadap pemilihan dan<br />

pembangunan serta pelaksanaan peluncuran RPS. Apabila nilai, ukuran, kwalitas<br />

dan syarat-syarat dari parameter atau variabel yang dimiliki oleh suatu daerah:<br />

• dapat mendukung pelaksanaan peluncuran roket atau<br />

• sesuai dengan nilai, ukuran, kwalitas dan syarat-syarat dari lokasi stasiun<br />

peluncuran roket yang ideal, diberi nilai mulai dari +1 sampai +4 (sangat baik)<br />

Sedangkan apabila nilai, ukuran, kwalitas dan syarat-syarat parameter atau variabel<br />

dari suatu lokasi yang diteliti tidak sesuai dengan nilai, ukuran, kwalitas dan syarat-<br />

7


syarat parameter atau variabel dari lokasi stasiun peluncuran roket yang ideal,<br />

nilainya adalah lebih kecil dari 4.<br />

Tabel 4-2: PENENTUAN LOKASI STASIUN PELUNCURAN RPS BERDASARKAN<br />

NILAI BOBOT X RATING DARI PARAMETER LOKASI STASIUN<br />

PELUNCURAN RPS<br />

Variabei/Parameter, Dalam<br />

BOBOT<br />

Menetukan Lokasi BOBOT RATING X KOMENTAR<br />

Pembangunan Stasiun<br />

RATING<br />

Dan Pengoperasian<br />

X<br />

Peluncuran RPS<br />

PERSYARATAN TEKNIS<br />

• Arah Peluncuran<br />

• Lokasi DE~kat Pantai<br />

• Kecepatan Angin<br />

• Luas Lahan<br />

• Penutupan Awan dan<br />

Kabut<br />

• Curah Hujan<br />

• Temperatur rata-rata<br />

• Ketinggan di atas<br />

permukaan laut<br />

• Ketinggian tanah di<br />

pantai<br />

• Susunan tanah<br />

• Kemiringan tanah<br />

•<br />

Kedalamam lapisan atas<br />

tanah<br />

• Ketersedian Bahan<br />

• Sarana Transportasi<br />

• Sarana listrik<br />

VARIABEL STRATEGI<br />

• Kebijakan PEMDA<br />

• Politik Nasional<br />

• Kebijakan Pemerintah<br />

Pusat<br />

• Kebijakan Pimpinan<br />

LAPAN<br />

• Pandangan Masyarakat<br />

• Kemauan Politik Daerah<br />

• Anggaran<br />

• Harga<br />

• Kerja Sama Luar Negeri<br />

• Kebutuhan<br />

• Kemampuan Teknologi<br />

Tot a I<br />

8


Gam bar- 4-1 . Alur Metode PenelitiaN<br />

PERUMUSAN MASALAH<br />

DAN PENETAPAN<br />

JADWAL PENELITIAN<br />

MENENTUKAN KONSEP<br />

PENELITIAN<br />

~<br />

~<br />

STUDILITERATUR<br />

ATAU PUSTAKA<br />

J<br />

1. Stasiun<br />

Peluncuran Roket<br />

Pamengpeuk<br />

2. Studi Kelayakan<br />

Bandar Antariksa ~<br />

Biak<br />

3. Nara Sumber<br />

4. Stasiun Peluncuran<br />

Roket Negaraneaara<br />

METODE PENELITIAN<br />

• Studi Literatur<br />

• Survei Lokasi<br />

• Pertemuan PEMDA dan<br />

Wawancara<br />

• Konsultasi dengan Nara<br />

Sumber<br />

l<br />

1. ldentivikai Parameter yang<br />

ideal<br />

2. ldentifikasi Variabel Strategi<br />

Yana dilakukan Pembobotan<br />

•<br />

1. Arah Peluncurn, Luas Lahan<br />

dan Kondisinya<br />

2. Letak Geografis<br />

3. Pemukiman dan Jumlah<br />

Penduduk<br />

t Kondisi Meteorologi dan lklim<br />

J. Kondisi Topogafi Dan Geologi<br />

3. Sumber Bahan Bangunan<br />

r. Kebijakan PEMDA<br />

3. Kebijakan LAPAN,<br />

l Tanggapan Masyarakat dan<br />

10. Kemauan Poitik Daerah<br />

ANALISIS. DARI<br />

BERBAGAIASPEK<br />

KESIMPULAN<br />

9


BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

5.1 Kebijakan Indonesia di Bidang Keantariksaan<br />

Teknologi antariksa telah dimanfaatkan oleh berbagai negara dalam berbagai<br />

bidang pembangunan termasuk bidang pertahanan keamanan/operasi militer.<br />

Indonesia juga telah mengembangkan teknologi peroketan dan memanfaatkan sate I it<br />

<strong>untuk</strong> komunikasi, pendidikan, telemedisin, perencanaan tata guna lahan <strong>untuk</strong><br />

pengembangan wilayah, perencanaan pengembangan infrastruktur, pengelolaa n<br />

sumber daya a lam dan pemantauan lingkungan, dan juga <strong>untuk</strong> pertahanan keamana n<br />

negara. Kemampuan Indonesia dalam teknologi peroketan dan satelit masi h<br />

terbatas dan masih dalam tahap <strong>penelitian</strong> dan pengembangan, sehingga lndonesi a<br />

masih memanfaatkan satelit yang diprodksi dan diluncurkan oleh negara lain.<br />

Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas yang terdiri dari kurang lebi h<br />

17.500 pulau besar dan kecil. Letak geografis Indonesia yang berada di daerah<br />

khatulistiwa, berada diantara dua benua dan 2 samudera, kaya dengan sumber daya<br />

a lam dan rentan terhadap bencana dan gangguan keamanan. Pengelolaan wilaya h<br />

negara Indonesia dengan kondisi geografis seperti yang dikemukakan di atas sangat<br />

memerlukan teknologi keantariksaan.<br />

Untuk kelangsungan pemanfaatan teknologi keantariksaan dalam berbagai<br />

bidang pembangunan, ataupun <strong>untuk</strong> pengelolaan wilayah Indonesia seperti kondisi<br />

geografis yang diutarakan di atas, juga memerlukan teknologi antariksa, dan <strong>untuk</strong><br />

tujuan tersebut perlu penguasaan teknologi antariksa.<br />

5.1.1. Teknologi Roket Dan Tahapan Pengembangannya<br />

Kebijakan dalam teknologi peroketan di arahkan <strong>untuk</strong> penguasaan kemandirian<br />

roket. Arah kebijakan ini sesuai dengan amanat UU no. 17 Tahun 2007 tentang<br />

Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional. Penguasaan teknologi<br />

roket dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan sasaran yang diharapkan.<br />

Penguasaan teknolgi roket jangka pendek ditujukan <strong>untuk</strong> penguasaan teknologi roket<br />

ilmiah (sounding rocket) dan pertahanan nasional. Sedangkan sasaran jangka panjang<br />

ditujukan <strong>untuk</strong> penguasaan teknologi roket peluncur satelit.<br />

Tahapan pengembangan kemampuan pembangunan roket pengorbit dan fasilitas<br />

pendukungnya selama 6 tahun disajikan pada Gambar 5-1.<br />

Gam bar 5-1: Tahapan Pengembangan Roket Pengorbit<br />

10


5.1.2. Satelit Dan Tahapan Pengembangannya<br />

Dengan penguasaan teknologi dan kemampuan membangunan satelit mikro<br />

LAPAN-TUBSat, Indonesia akan membuat sendiri, mengembangkan sendiri satelit<br />

yang dibutuhkan. Pengembangan roket tersebut juga dapat dilakukan dengan merakit<br />

komponen-komponen yang dibeli. Tahapan pengembangan kemampuan pembangunan<br />

satelit disajikan pada Gambar 5-2.<br />

2012 2013<br />

• • • • • • • • • • • • • • • • •<br />

Gam bar 5-2: Tahapan Pengembangan Satelit<br />

5.1.3. Stasiun Peluncuran Dan Tahapan Pengembangannya<br />

Stasiun peluncuran diperlukan <strong>untuk</strong> menguji roket-roket yang telah dibangun.<br />

Melalui pengujian peluncuran roket akan diketahui berbagai kekurangan dari<br />

kelemahan dari roket yang diluncurkan. Hasil pengujian merupakan masukan dalam<br />

perbaikan ataupun pengembangan roket-roket berikutnya. Pengujian peluncuran<br />

roket memerlukan stasiun peluncuran, dan lokasi stasiun peluncuran harus sesua<br />

dengan tujuan peluncuran, jenis roket yang akan diluncurkan, serta kegiatan yang<br />

akan dilakukan di lokasi stasiun peluncuran tersebut.<br />

Saat ini stasiun peluncuran yang digunakan <strong>untuk</strong> pengujian roket adalah di<br />

Pamengpeuk. Dilihat dari perkembangan lingkungan stasiun peluncuran yang pesat ,<br />

maka stasiun peluncuran roket Pameungpeuk tidak layak lagi digunakan sebagai<br />

stasiun peluncuran roket pengorbit satelit. Ketidak layakan Stasiun Peluncuran Roket<br />

Pamengpeuk <strong>untuk</strong> digunakan meluncurkan roket pengorbit satelit. Untuk itu perlu<br />

mencari lokasi dan membangun stasiun peluncuran roket pengorbit satelit.<br />

Strategi pembangunan stasiun peluncuran adalah mencari lokasi yang memenuhi<br />

setidaknya 4 persyaratan. Keempat persyaratan tersebut adalah ; dekat dengan<br />

khatulistiwa, tidak ada pemukiman di sekitar lokasi (yang aman adalah laut), adanya<br />

stabilitas politik dan ekonomi di sekitar lokasi dan jalur peluncuran, secara fisik stabil,<br />

dan bebas bencana alam. Di samping itu mengingat bahwa pembangunan stasiun<br />

peluncuran terkait dengan penataan ruang, maka pemilihan lokasi juga harus<br />

memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) <strong>untuk</strong><br />

meminimumkan potensi konflik yang akan terjadi:.<br />

Tahapan pembangunan pengembangan kemampuan stasiun peluncuran disajikan<br />

pada Gambar 5-3.<br />

11


2009 2010 2011 2012 2013 2014<br />

Gambar 5-3 Tahapan Pembangunan Kemampuan Stasiun Peluncuran<br />

5.2. Perkembangan Stasiun Peluncuran Roket Pengorbit Satelit Global<br />

5.2.1. lnternasional<br />

Peningkatan pekembangan keantariksaan dunia saat ini dapat dilihat dari<br />

peluncuran berbagai wahana antariksa. Kegiatan keantaiksaan dilihat dari tujuannya<br />

dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu <strong>untuk</strong> sipil dan <strong>untuk</strong> militer. Kegiatan<br />

keantariksaan sipil ditujukan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan kegiatan<br />

keantariksaan militer ditujukan <strong>untuk</strong> bidang pertahanan dan keamanan.<br />

Kegiatan keantariksaan sipil meliputi kegiatan <strong>program</strong> ilmiah dan <strong>program</strong><br />

aplikasi, dan kemudian berkembang ke <strong>program</strong> komersial. Program-<strong>program</strong> ilmiah<br />

meliputi <strong>program</strong> <strong>penelitian</strong> bumi dan lingkungannya, <strong>program</strong> <strong>penelitian</strong> matahari dan<br />

planet-planet lain, astronomi dan lain-lain. Program-<strong>program</strong> aplikasi antara lain meliputi<br />

<strong>program</strong> satelit meteorologi <strong>untuk</strong> peningkatan peramalan cuaca dan monitoring<br />

linkungan, <strong>program</strong> lingkungan teledeteksi <strong>untuk</strong> <strong>penelitian</strong> dan monitoring sumber daya<br />

alam , <strong>program</strong> satelit geodesi dan navigasi dan lain-lain. Program-<strong>program</strong><br />

komersialisasi meliputi <strong>program</strong> satelit komunikasi <strong>untuk</strong> hubungan telepon, televisi,<br />

faximile, yang mencakup antar negara dan benua, dan <strong>program</strong> ini sangat berguna bagi<br />

negara yang wilayahnya luas.<br />

Teknologi peroketan mempunyai peran penting dalam kegiatan keantariksaan<br />

<strong>untuk</strong> menempatkan satelit atau muatan lainnya ke orbitnya. Dalam peningkatan<br />

penguasaan teknologi peroketan tempat peluncuran roket sangat diperlukan. Tanpa<br />

tempat peluncuan pegujian dan pengembangan roket sampai diameter yang besar dan<br />

yang mampu <strong>untuk</strong> melucurkan roket pengorbit satelit tidak akan mungkin dicapai. Oleh<br />

karena itu berbagai negara yang sudah menguasai teknologi peroketan <strong>untuk</strong> berbagai<br />

tujuan, pada umumnya mempunyai pusat peluncuran roket.<br />

Keunggulan suatu tempat peluncuran selain perbedaan lintang tempat tersebut di<br />

bumi, juga tergantung pada orbit misi yang dipilih. Beberapa jenis orbit wahana<br />

antariksa antara lain orbit rendah ekuator, orbit rendah polar (termasuk sunsynchronous),<br />

orbit lunar, orbit antar planet, orbit stasiun ruang angkasa dan orbit<br />

geostationer.<br />

12


Untuk <strong>program</strong> pengamatan bumi dan aplikasinya, misi-misi yang penting<br />

adalah orbit rendah ekuator, orbit rendah polar (termasuk sun-synchronous), dan orbit<br />

geostasioner. Selain itu juga ada misi sub-orbit <strong>untuk</strong> percobaan sistem komunikasi,<br />

percobaan mikro graviti, <strong>penelitian</strong> cuaca/iklim/monitoring linkungan dan lain<br />

sebagainya.<br />

Suatu satelit yang diluncurkan dari tempat yang makin jauh dari garis ekuator ke<br />

orbit geostationer akan mengalami kerugian daya, akibat adanya manuver perubahan<br />

orbit inklinasi ke orbit ekuator. Hal ini akan banyak menggunakan bahan bakar motor<br />

roket dan satelit, dan dengan demikian beban guna atau berat satelit yang dibawa<br />

relatip akan berkurang. Peluncuran satelit ke orbit polar termasuk sun-synchronous dari<br />

daerah ekuator tidak memberikan keuntungan dibandingkan dengan peluncuran satelit<br />

dari ekuator ke orbit-geostationer. Namun tempat peluncuran ekuator perlu<br />

mengakomodasikan kegiatan peluncuran tersebut di atas.<br />

Lokasi tempat peluncuran satelit yang ideal di dunia sangat terbatas. Namun<br />

negara-negara, utamanya negara maju, tetap membangun lokasi tempat peluncuran<br />

satelit di wilayahnya walaupun bukan merupakan lokasi yang ideal, di mana lokasi<br />

tersebut jauh dari khatulistiwa (0° sehingga saat peluncuran mempunyai angka penalti<br />

kecepatan yang tinggi).Terdapat 13 negara di dunia yang dilalui garis khatulistiwa,<br />

yaitu Sao Tome dan Principe, Gabon, Republik Congo, Republik Demokratik Congo,<br />

Uganda, Kenya, Somalia, Maldives, Indonesia (melintasi banyak pulau, terutamanya<br />

Sumatera, Borneo, Sulawesi, dan Halmahera), Kiribati, Ecuador, Colombia, dan Brazil.<br />

Dari ke 13 negara tersebut, hanya beberapa negara yang telah memiliki pusat<br />

peluncuran satelit, salah satu diantaranya Brazil (2.3° LS , 44.4° BB). Berikut ini<br />

adalah perkembangan beberapa negara di kawasan Asia-Pasifik yang telah mempunyai<br />

pusat peluncuran satelit.<br />

(1) China<br />

China telah mengembangkan kemampuan keantariksaan sejak tahun 1950-an<br />

yaitu dengan tujuan saat itu <strong>untuk</strong> memperoleh senjata nuklir yang didorong oleh dua<br />

alasan politis yaitu kepentingan pertahanan wilayahnya dan <strong>untuk</strong> kepentingan prestise.<br />

Pada tanggal 8 Oktober 1956, Komite Pusat Partai Komunis China yang dipimpin Mao<br />

Tse-tung membentuk the Fifth Research Academy di bawah Menteri Pertahanan<br />

Nasional <strong>untuk</strong> mengembangkan keantariksaan. 2 lnilah permulaan yang sebenarnya<br />

<strong>program</strong> keantariksaan China, dan empat tahun kemudian yaitu pada tanggal 5<br />

November 1960, China meluncurkan roket pertamanya. Peluncuran ini menjadikan<br />

China sebagai negara ke-4 setelah Jerman, Amerika Serikat dan Uni Soviet yang<br />

memasuki era antariksa. 3 Teknologi antariksa China utamanya teknologi peroketan<br />

mulai muncul ke publik pada tahun 1960-an ketika China mulai mendesain roket<br />

berbahan bakar cair, satelit, dan wahana peluncurnya. Dalam awal pengembangan<br />

teknologi antariksa ini China memperoleh bantuan dan alih teknologi dari Uni Soviet,<br />

dan terhenti pada tahun 1960 ketika hubungan kedua negara mulai mengalami<br />

ketegangan. Sejak tahun 1960 kemudian China mengembangkan kemampuan dalam<br />

teknologi antariksa baik <strong>untuk</strong> kepentingan militer maupun <strong>untuk</strong> sipil dengan upayanya<br />

sendiri.<br />

2<br />

Lieutenant Colonel William R. Morris, USAF, The Role Of China 's Space Program In Its National Development Strategy, , Air<br />

War College,Maxwell Air Force Base, Alabama, August 2001, Hal2.<br />

3<br />

Ibid<br />

13


Empat belas tahun setelah China memulai <strong>riset</strong> roket dengan mendirikan the Fifth<br />

Academy tersebut di atas, pad a tang gal 24 April 1970 China berhasil meluncurka n<br />

satelit pertamanya Dong Fang Hong I dengan menggunakan roket Long March-1 ata u<br />

Chang Zheng-1 (CZ-1) yang dimodifikasi dari misil balistik antar benua (Intercontinental<br />

Ballistic Missile-ICBM) CSS-3. Keberhasilan ini juga menempatkan China menjadi<br />

negara ke-5 dalam meluncurkan satelit setelah Uni Soviet (1957), Amerika Serikat<br />

(1958), Perancis (1965), Jepang (1970), dan India (1975). Peluncurannya satelit<br />

pertama Jepang yaitu sate lit Osumi berlangsung pad a tang gal 11 Februari 1970, du a<br />

bulan sebelum peluncurannya Cina, sedangkan India baru berhasil meluncurkan sa tel it<br />

pertamanya pada tahun 1975.<br />

Pada Sidang Ke-48 Subkomite llmiah dan Teknik UNCOPUOS di Wina tanggal<br />

9-20 Pebruari 2009, China menginformasikan bahwa sampai dengan 31 Desember<br />

2008, China telah meluncurkan Long March sebanyak 115 kali dengan keberhasilan<br />

rata-rata 94% . Khusus pada tahun 2008 Long March melakukan peluncuran sebanyak<br />

11 kali dan berhasil menempatkan 13 satelit, serta satu pesawat antariksa ke orbit 4<br />

Lebih lanjut dinyatakan bahwa saat ini China sedang melakukan <strong>riset</strong> dan<br />

pengembangan sebuah roket Long March 5 generasi baru yang non-toxic dan bebas<br />

polusi dengan kapasitas dapat membawa muatan 25 ton ke orbit dekat Bumi dan 14 ton<br />

<strong>untuk</strong> ke geosynchronous transfer orbit (GTO).<br />

Kemampuan China dalam peluncuran wahana antariksa (roket dan satelit)<br />

tersebut didukung dengan tersedianya tiga (3) pusat peluncuran yaitu Jiuquan Satellite<br />

Launch Center (JSLC),yang digunakan <strong>untuk</strong> peluncuran berbagai jenis satelit<br />

termasuk <strong>untuk</strong> <strong>program</strong> penerbangan antariksa berawak (human spaceflight <strong>program</strong>),<br />

Xichang Satellite Launch Center (XSLC) digunakan <strong>untuk</strong> peluncuran satelit-satelit ke<br />

GSO, dan Taiyuan Satellite Launch Center (TSLC) digunakan <strong>untuk</strong> peluncuran satelitsatelit<br />

penginderaan jauh (observasi Bumi dan lingkungan/cuaca). 5<br />

Saat ini China sedang membangun pusat peluncuran ke-4 yaitu Wenchang<br />

Satellite Launch Center (WSLC) yang berlokasi di bagian paling selatan Provinsi<br />

Hainan (11 0. 7° BT dan 19.6° LU). 6 Pengelolaan seluruh pus at peluncuran dan<br />

tracking, monitoring dan pengendalian jaringan kerja dan operasi seluruh misi, serta<br />

kerja sama internasional dalam bidang-bidang yang relevan merupakan tanggung<br />

jawab CLTC (China Satellite Launch & Tracking Control General Department). 7 Posisi<br />

ke-4 pusat peluncuran tersebut sebagaimana terlihat dalam Gambar 3-1 di bawah ini.<br />

4 Statement of Mr. Wang Keran, head of the Chinese Delegation to the 46th session of the Scientific and Technical<br />

Subcommittee of the Committee on the Peaceful Uses of Outer Space , Vienna, 7-20 February 2009.<br />

5<br />

Marcia S. Smith, op.cit., Hal I.<br />

6<br />

Wenchang Satellite Launch Centre, 15 October 2008<br />

7<br />

http://www.cgwic.com.cn/Partner/<br />

14


TfHYURN 11:-11<br />

LAUNCH SITE ~<br />

~ city<br />

® ca.pita.l<br />

fm sea.<br />

rt:il I -


erlokasi sekitar 38 km dari Launch Area 2 dan se kitar 6 km dari District 10. SLS<br />

beroperasi mulai tahun 1998 dan pertama kali digunakan pada November 1999.<br />

Pada awalnya hanya 1 (satu) landasan pacu yang diper<strong>untuk</strong>an bagi<br />

peluncuran wahana antariksa berawak Shenzhou. Kemudian pada tahun 2003<br />

menjadi 2 (dua) landasan pacu yan~ diper<strong>untuk</strong>an bagi peluncuran satelit-satelit. SLS<br />

terdiri dari beberapa fasilitas, yaitu: 1<br />

• ShenZhou Launch Complex (SLS-1 ). Terdiri dari sebuah landasan pacu<br />

bergerak 100°17.4' BT; 40°57.4'LU; Kemiringan di atas permukaan laun:<br />

1,073m). dan sebuah umbilical tower (11 lantai). Landasan pacu ini bergerak<br />

dengan kecepatan maksimum 28 m/menit.<br />

• Satellite Launch Complex (SLS-2). Merupakan komplek peluncuran kedua<br />

yang dibangun pada tahun 2003, sekitar 640 km dari Komplek Peluncuran<br />

Shenzou. SLS-2 ini mempunyai sebuah landasan pacu (fixed) dan sebuah<br />

umbilical tower. SLS-2 ini telah digunakan <strong>untuk</strong> meluncurkan satelit FSW<br />

dengan menggunakan wahana peluncur CZ-2C/D. Sejumlah 6 peluncuran<br />

telah dilakukan dari SLS-2.<br />

• Launch Vehicle Horizontal Building (BL 1). Utamanya digunakan <strong>untuk</strong><br />

examination dan penyiapan wahana peluncur ChangZheng.<br />

• Launch Vehicle Vertical Processing Building (BLS). Bertindak sebagai<br />

sebuah platform <strong>untuk</strong> pemasangan (assembly) wahana peluncur dan<br />

integrasi Shenzhou dengan wahana peluncur. BLS ini merupakan bangunan<br />

tertinggi di dunia (86.1 m di atas permukaan bumi) dengan atap beton<br />

terberat (13.000 ton)<br />

• Spacecraft Processing Facility: terdiri dari Non-Hazard Operation Building<br />

(BS2) dan Hazard Operation Building (BS3). BS2 utamanya digunakan <strong>untuk</strong><br />

assembly dan pengujian wahana antariksa, sementara BS3 digunakan <strong>untuk</strong><br />

pengisian bahan bakar wahana antariksa dengan bahan bakar cair.<br />

• Launch Control Centre (LCC). LCC yang berada disamping BLS berfungsi<br />

<strong>untuk</strong> memonitor fan mengkoordinasikan proses persiapan peluncuran. LCC<br />

terdiri dari 4 ruangan yang masing-masing ruang berfungsi sebagai<br />

pengendali wahana peluncur, pengendali wahana antariksa, Examination<br />

and Launch Command, dan Pusat Komunikasi.<br />

• Fasilitas lain seperti: Solid Rocket Motor Processing Building, liquid<br />

propellant storage, aiming room, dll.<br />

4. District 10 (Dongfeng Space City)<br />

District 10 terdiri dari fasilitas uji terbang People's Liberation Army Air Force<br />

(PLAAF), sebuah museum antariksa, dan sebuah pemakaman para syuhada. 13<br />

5. Stasiun Penjejak Optik<br />

6. Stasiun Radar<br />

7. Tempat Peluncuran penyangga/pendukung ShenZhou<br />

8. Dingxin Airbase<br />

Posisi fasilitas JSLC tersebut sebagaimana dilihat dalam Gambar 3-2 berikut ini. 14<br />

12<br />

JSLC South Launch Site, http://www.sinodefence.com/space/facility/jiuquan-sls.asp<br />

13<br />

Jiuquan Satellite Launch Center, http://en.wikipedia.org/wiki/Jiuquan_Satellite_Launch_Center, last modified on 23 January<br />

2010.<br />

14<br />

File:Jiuquan Satellite Launch Center map.gif, last modified on I I August 2009,<br />

http://commons. wikimedia.org/wiki/File:Jiuquan _Satellite_ Launch_ Center _map.gif<br />

16


t N<br />

I s<br />

_,.S.:,. .,'I.·A: L-..-.c h ~pJ.# :!o; & r~c.Jt. .. k .-,7 c .-,...t-<br />

1 .. _ "' " . . ~ ·-·. . ... --~- .. · ··-···· . .•.• ,._ .. . . ... ...... .. ' 1<br />

i 'i.?tl '\ ~~..! i<br />

I S:t«t·Ja--a I<br />

I c~ ·~a... d '.l L ..... -. ... dr~C:t:a~ s~•- - 0- 0 i<br />

I<br />

J<br />

;,., ____<br />

B :"'L•chr..<br />

ic.t Cotnt•'"<br />

~ ... -···- .. -----... ... ... .<br />

. -·-·· -·- -· -·· ---·· -····-··--·· .. ....... .. .. ,<br />

l<br />

D 3-oo.•IJ'\. T >rdUcv.colll C.e-1'ol. oe.t i<br />

IH: · .:"J"o: .• ,-.~ .... t..a~c:-h . Ct:.h}ll• -..: t<br />

I ~<br />

:s:;~i --L~ ~-A· ·c;;;;;;;;k-;-·&.:·-r;;;;;..;.·k·;.:;· c.;;;,;;;,: ··<br />

Gam bar 5-5: Pusat Peluncuran JSLC<br />

Sampai saat ini, Pusat Peluncuran Satelit Jiuquan telah digunakan <strong>untuk</strong><br />

meluncurkan tujuh pesawat antariksa (Shenzhou) ke antariksa secara berturutturut.<br />

Jauh sebelumnya, Pusat Peluncuran Satelit Jiuquan ini telah menciptakan<br />

sejarah peluncuran antariksa China.. Pada tahun 1960, peluru kendali pertama<br />

buatan China diluncurkan di pusat peluncuran ini. Pada tahun 1966, China <strong>untuk</strong><br />

pertama kali berhasil melakukan ujicoba senjata nuklir. Kemudian pada tanggal 24<br />

April 1970, China berhasil meluncurkan satelit buatan China yang pertama yaitu<br />

Dongfanghong-1 . Selain itu, pada bulan Agustus tahun 1987 JLSC pertama kali<br />

digunakan <strong>untuk</strong> kepentingan komersial yaitu meluncurkan satelit ilmiah milik<br />

sebuah perusahaan antariksa Swedia bersamaan (piggyback) dengan satelit FSW-<br />

1 milik China dengan menggunakan LM-2C. Perkembangan kegiatan peluncuran<br />

yang dilakukan dari JLSC dapat dilihat dalam Table 5-1 .<br />

Tabel 5-1 Kegiatan Peluncuran dari JLSC 15<br />

··--.. ---,-- ·~ ---· ..----·--·-··-·---···--·-··· -··---· .•.<br />

Tan at Wahana If Muatan<br />

99 Peluncur<br />

-.--.. --·-···· ........ --------· ,. ......... - ...... ........................... _ [<br />

........................................................................................ -...... ·-·<br />

20 Nov 1999 jCZ-2F ShenZhou 1<br />

1 o Jan 2001 cz-2F ......... ·rs·h~niho-~ 2- ----<br />

25Mar2 oo2·-···········---· _______..._ rs·h-enzh'au_3 _____ · - -- ------- ----<br />

3o oec 2002 cz-2F Tst1~nzt1ou 4 ···· · ···········-· ···· ····<br />

Landasan<br />

~S:~acu<br />

I<br />

I<br />

I<br />

~~~: -==-1<br />

·· ·r si~s~ -1 ···· · -<br />

-~~ - ;~~ -20o3 lcz-2F -- - ~ ~~~~~~~~ - ~ --<br />

3 Nov 2003 iCZ-20 jJianBing-2 No.1 (FSW-3 No.1) ISLS-2<br />

15<br />

Sinodefence.com, http://www.sinodefence.com/space/facility/jiuquan-sls.asp<br />

17


29 Aug 2004 jJianBing-4 No.1 (FSW-4 No.1) jSLS-2<br />

27 Sept 2004 JCZ-20 [JianBing-2 No.2 (FSW-3 No.2) [slS-2<br />

2 Aug 2005 CZ-2C IJianBing-4 No.2 (FSW-4 No.2) · lsls-2<br />

z9At;!J2o0s--. [CZ::2D ... ~ .. [J;80Bii19:2N0.3


Fasilitas<br />

Fasilitas yang berada di XSLC terdiri dari: 19<br />

• Launch Pad 1<br />

XSLC pada awalnya dibangun <strong>untuk</strong> mendukung Proyek 714 (<strong>program</strong><br />

antariksa berawak) pada awal tahun 1970-an, namun kemudian proyek ini di<br />

ditinggalkan (abandoned) dan launch pad 1 ini tidak pernah dibangun. Saat<br />

ini sebuah platform <strong>untuk</strong> menonton bagi pengunjung dibangun di tempat ini.<br />

• Launch Complex #2<br />

Pusat peluncuran #2 mulai beroperasi pada tahun 1990 menggantikan launch<br />

pad# 3 <strong>untuk</strong> peluncuran ke GEO. Komplek peluncuran ini terdiri dari: service<br />

tower, umbilical tower, launch pad, dan launch control center (LCC).<br />

• Launch Complex #3<br />

Komplek peluncuran #3 yang saat ini telah diupgrade, merupakan launch pad<br />

tertua di XSLC, di mana mulai operasional pada tahun 1984 <strong>untuk</strong><br />

meluncurkan CZ-3. Komplek peluncuran ini terdiri dari sebuah launch pad<br />

yang berdiri sendiri dan sebuah umbilical tower. Komplek peluncuran #3 ini<br />

menjadi penyangga <strong>untuk</strong> Komplek peluncuran #2, ketika Komplek peluncuran<br />

#2 tidak dapat digunakan.<br />

• Technical Centre<br />

Pusat teknis ini berjarak 2,2 km dari pusat peluncuran. Di tempat ini wahana<br />

peluncur dan satelit disiapkan, diperiksa dan diuji sebelum dibawa ke launch<br />

pad. Pusat teknis terdiri dari: komplek pemrosesan wahana peluncur (BL)<br />

<strong>untuk</strong> transit wahana peluncur (BL 1) dan pengujian (BL2), dan komplek<br />

pemrosesan satelit (BS) <strong>untuk</strong> menangani bahaya motor roket dan bahan<br />

bakar yang digunakan satelit.<br />

• Mission Command and Control Centre {MCCC)<br />

MCCC berlokasi 7,5 km tenggara pusat peluncuran. Bangunan ini terdiri dari<br />

sebuah ruangan perintah dan pengendalian dan sebuah pusat computer.<br />

Fungi MCCC meliputi stasiun operasi perintah dan pengendalian dan<br />

monitoring pelaksanaan dan status peralatan penjejak, pelaksanaan<br />

pengendalian keselamatan · range setelah wahana peluncur meluncur,<br />

memberikan informasi TT&C dan memproses data real time, memberikan<br />

acquisition dan tracking data ke XSCC (Xi'an Satellite Control Centre) dan<br />

stasiun penjejak yang melintasi negaranya, dan melaksanakan pengolahan<br />

data pasca peluncuran. Pusat ini juga mempunyai sebuah ruangan<br />

pengunjung, yang memungkinkan para pengunjung VIP melihat pelaksanaan<br />

peluncuran melalui TV. Peta XSLC dapat dilihat dalam Gam bar 5-6.<br />

19<br />

Xichang Satellite Launch Centre, http://www.sinodefence.com/space/facility/xichang.asp, Last updated: 21 September 2008<br />

19


ll<br />

I<br />

.H~h<br />

I<br />

~'~--<br />

/<br />

vo<br />

Gam bar 5-6: Pusat Peluncuran Satelit Xichang (Xichang Satellite Launch<br />

Center-XSLC/ 0<br />

China telah meluncurkan satelit ketiga dalam sistem navigasi satelit global<br />

Compass dari Pusat Peluncuran Satelit Xichang pad a tanggal 17 Januari 2010. 21<br />

Satelit ini akan bergabung dengan 2 satelit yang sudah berada di orbit dalam<br />

sebuah jaringan yang mempunyai jumlah 35 satelit, dan mampu memberikan<br />

pelayanan jasa navigasi global kepada pengguna di seluruh dunia pada tahun<br />

2020. Kegiatan peluncuran yang dilakukan dari XSLC dapat dilihat dalam<br />

Tabel5-2.<br />

Tabel 5-2: Kegiatan Peluncuran dari XSLC 22<br />

Tahun ~~~~;;;~:r r Muatan<br />

Keterangan~~~<br />

199o [s~teliik~~~nik~si:A.si~ - sat- 1 orbit Gso<br />

····· ·····-··~ ~~ (~~-;; ········l saielitek~per~menPakista~ · -<br />

16 Juli 1990<br />

dan satellt Chma<br />

12 M~i -~ ~-~7-·. __ I ;~:;- -- js~e~;m~-n~kasi China Sat-6 ! ~;~~ynchrono~~ ~<br />

F - :Be1dou 1 dan 2 ·<br />

25 Mei 2003<br />

Satelit Navigasi dan posisi jdluncurkan<br />

China Beidou-3 lpada 31<br />

!Oktober dan 21<br />

.... ······································. J<br />

I<br />

20<br />

PRC Xichang Satellite Launch Center, http://cryptome.org/cn/prc-xslc/prc-xslc.htm<br />

21<br />

Chinese Compass Satellite Furthers Navigation, http://www.asmmag.com/featureslchinese-compass-sattelite-furthersnavigation,<br />

19 January 20 I 0.<br />

22<br />

Diolah dari Satellite Launch Centers, http://www.china.org.cn/english/SPORT-c/77178.htm, 18 October 2004, dan Beidou<br />

navigation system, http://en.wikipedia.org/wiki/Beidou_navigation_system, last modified on 27 February 2010, serta Beidou,<br />

http://www.astronautix.com/craftlbeidou.htm.<br />

20


I<br />

~~~ovember " I ~ ~~~~~tihongxing-20 buatan<br />

I<br />

Desember<br />

2000.<br />

18 April -~ ~~;~ ............. ··---~E~perimental Satellite 1 (204 kg) !<br />

2004<br />

!dan Nano-satellite I. !<br />

-;~-~~· ; · ;~~-~--- - ~ ~~--;~ ........... .<br />

-~-~~;~-0~~-1 ~--·· ... ············· .. ...... ....... i ~~~~ ~~~)<br />

30 Desember<br />

Probe-1 (TC-1) - salah satu<br />

2003 I<br />

dari 2 satelit ilmiah Double Star<br />

3 Pebrua-~i- 2oa7·-- fllv1~3.A -~ .. rs~ido~-1 D<br />

14 April 2007<br />

ILM-3A<br />

[compass-M1<br />

31 Agustus 2009 jLM-38 [PALAPA-0*<br />

···--· .. ,. ---····<br />

17 Januari 2010 [LM~3-C -~ C~mpass -~ 81 ···········rGso<br />

Deorbited ·<br />

;MEO (21 .500 1<br />

. I<br />

Jkm) 1<br />

·········--···········-- ···l<br />

GSO<br />

• Biaya <strong>untuk</strong> pengembangan dan peluncuran PALAPA-0 antara US$200 juta dan US$300 juta. (Chang<br />

Zheng-38 suffers third stage problem during Palapa-0 launch, August 31st, 2009 by Rui C. Barbosa,<br />

http://wvvw. nasaspaceflight.com/2009/08/chang-zheng-3b-suffers-third-stage-problem-palapa-dl)<br />

c. Taiyuan Satellite Launch Center (TSLC)<br />

TSLC merupakan sebuah fasilitas peluncuran antariksa dan pengujian misil<br />

balistik di Kelan, Provinsi Shanxi, sekitar 284 km dari kota Taiyuan dan terletak<br />

pad a posisi 38°50'55" LU 111 °36'31"BT. lntelijen AS menyebutnya Pus at ini<br />

dengan nama Wuzhai Missile and Space Test Centre, karena berdekatan dengan<br />

kota Wuhai, sementara dalam kenyatannya mayoritas fasilitasnya berada di dekat<br />

kota Kelan. Dalam militer China, Pusat ini secara resmi dikenal dengan nama<br />

Northern Missile Test Base atau the 25th Test & Training Base (Base 25). 23<br />

Pada tahun 1988 Base 25 tersebut mulai melakukan misi peluncuran satelit ke<br />

orbit SSO (Sun-Synchronous Orbit). Pusat ini utamanya digunakan <strong>untuk</strong><br />

meluncurkan satelit-satelit meteorology, sumber daya alam, military imagery<br />

reconnaissance, dan satelit <strong>riset</strong> ilmiah dengan menggunakan roket CZ-2-C dan<br />

CG-4. Antara tahun 1997 dan 1999, Pusat juga telah meluncurkan 12 satelit<br />

komunikasi ke LE0. 24<br />

TLSC ini terus memainkan peran kunci dalam <strong>program</strong> misil dan wahana peluncur<br />

antariksa China. Pada bulan Agustus 1999, dari Pusat ini dilakukan penerbangan<br />

pertama ICBM DF-31 yang ditargetkan ke provinsi Baratlaut Xinjiang, dan<br />

kemudian beberapa pengujian dilakukan pada tahun 2000-2006. Kegiatan<br />

peluncuran lainnya termasuk penerbangan pertama wahana peluncur kecil CZ-1 D<br />

pada tahun 2002. Kemudian di pada tahun 2002 dan 2003 mengalami kegagalan<br />

sebanyak 2 kali dalam upayanya <strong>untuk</strong> meluncurkan wahana peluncur berbahan<br />

bakar pad at KT -1.<br />

23<br />

Taiyuan Satellite Launch Centre, http://www.sinodefence.com/space/facility/taivuan.asp. Last updated: 25 October 2008<br />

24<br />

Ibid<br />

21


TLSC sedikitnya mempunyai 4 landasan pacu dan lebih dari 12 area pendukung di<br />

lembah gunung di kota Kelan, dan berbagai fasilitas yang dibangun dibawah tan a h<br />

atau di dalam gunung <strong>untuk</strong> menahan serangan nuklir. Fasilitas utama TLSC ini<br />

terdiri dari sebuah landasan pacu dengan sebuah umbilical tower, pusat<br />

pengendali peluncuran, dan beberapa bangunan pendukung teknis. Terdapat<br />

jalan raya dan jalan kereta yang menghubungkan tempat-tempat dan area yang<br />

berbeda. Selain itu, terdapat bandar udara Taiyuan sekitar 300 km dari Pusat<br />

Peluncuran dan dapat digunakan <strong>untuk</strong> pesawat sekelas jet seperti Boeing 747. 25<br />

seperti pada Gambar 5-7.<br />

Gambar 5-7: Pusat Peluncuran Satelit Taiyuan (TSLC) 26<br />

d. Wenchang Satellite Launch Center (WSLC)<br />

Saat ini China sedang membangun pusat peluncuran ke-4 yaitu Wenchang<br />

Satellite Launch Center (WSLC) yan~ berlokasi di bagian paling selatan Provinsi<br />

Hainan (11 0. 7° BT dan 19.6° LU) . 2 Pembangunan WSLC ini ditetapkan oleh<br />

State Council dan Central Military Commission pada tahun 2007. 28 Lembaga<br />

antariksa China, CNSA mulai membangun pusat antariksanya yang keempat ini<br />

pada tanggal 14 September 2009. Tahap pertama pembangunan diharapkan<br />

selesai pada tahun 2012 dan siap <strong>untuk</strong> digunakan peluncuran berbagai misi pada<br />

tahun 2013. Begitu selesai, WSLC ini akan menggantikan fungsi Pusat<br />

Peluncuran Xichang (XSLC) dalam hal peluncuran satelit ke GEO<br />

(Geosynchronous Orbit) dan misi-misi peluncuran antariksa lain seperti stasiun<br />

antariksa, misi berawak, dan roket ~enerasi berikutnya yang lebih besar yang<br />

sekarang ini sedang dikembangkan. 2 Fasilitas yang akan dimilikinya antara lain<br />

peluncuran pesawat ulang alik, pusat kendali misi, pengembangan teknologi<br />

antariksa, dan pengembangan <strong>penelitian</strong> ilmiah. Untuk membangun pusat<br />

25<br />

Ibid<br />

2<br />

~aiyuan http://www.astronautix.com/sites/taiyuan.htm<br />

27<br />

Wenchang Satellite Launch Centre, 15 October 2008<br />

28<br />

William Atkins,China starts construction of new spaceport, 15 September 2009<br />

29<br />

Ibid<br />

22


peluncuran yang baru ini, lebih dari 6000 orang akan dipindahkan ke selatan pula u<br />

provinsi Hainan. 30<br />

Pembangunan pusat peluncuran tersebut dinilai sebagai langkah besar bagi militer<br />

China yang akan didukung dengan <strong>program</strong> antariksanya. Lokasi pusat antariksa<br />

ini berada pada posisi 19 derajat lintang utara, yang merupakan lokasi pusat<br />

antariksa China yang paling de kat dengan garis Khatulistiwa. Sa at ini Chin a<br />

menjadi negara ketiga setelah Rusia dan Amerika Serikat yang memiliki <strong>program</strong><br />

pengiriman astronot ke antariksa. Sasaran China lainnya di masa datang adalah<br />

mendaratkan pesawat tanpa awak di bulan pada 2012, misi pengambilan sampel<br />

di bulan pada 2015, dan penerbangan berawak ke bulan pada 2017.<br />

WLSC yang berlokasi dekat kota Wenchang merupakan sebuah tempat bekas<br />

pengujian sub-orbital dan saat ini sedang ditingkatkan kemampuannya <strong>untuk</strong><br />

menjadi Bandar antariksa ke-4 milik China. Pusat ini akan mampu meluncurkan<br />

muatan 14% lebih berat dari muatan yang diluncurkan dari Pusat Peluncuran<br />

·Jiuquan. China mengharapkan dapat meluncurkan roket Long March5 (LM-5)<br />

pada tahun 2014, sekitar 1 tahun setelah WLSC beroperasi. Roket generasi baru<br />

(LM-5) yang mempunyai kapasitas muatan maksimum 25 ton akan diluncurkan<br />

dari WSLC dan akan dibangun di base baru yang berlokasi di Binhai, utara kota<br />

Tianjin. Pembangunan base seluas 200 ha ini dimulai pada bulan Oktober dan<br />

<strong>untuk</strong> phase pertama diharapkan akan selesai pada <strong>akhir</strong> tahun 2009. Biaya yang<br />

diinvestasikan <strong>untuk</strong> pembangunan base yaitu sebesar 4,5 milyar yuan ($630<br />

juta) ini akan mela~ani kebutuhan pembangunan teknologi antariksa China<br />

selama 30-50 tahun. 1 Ringkasan data Pusat Peluncuran China seperti dalam<br />

Tabel 5-3.<br />

Tbi53R" a e - mg k asan K e-4P usa tP e I uncuran d" I Ch" ma<br />

NAMA POSISI LUAS KEMAMPUAN KETERANGAN<br />

GEOGRAFIS<br />

Jiuquan Satellite 40°57'28" 2800 1970-sekarang<br />

Launch Center LU, km 2 Meluncurkan misi<br />

(JSLC) 100°17'30" berawak<br />

BT<br />

Taiyuan Satellite 38°50'55" LU 1980-sekarang,<br />

Launch Center 111 °36'31 "BT meluncurkan sate lit<br />

(TSLC) ke orbit sunsynchronous<br />

dan<br />

polar.<br />

Xichang Satellite 28u 14' LU 1984-sekarang,<br />

Launch Center 102° 02 BT meluncurkan ke orbit<br />

(XSLC)<br />

Wenchang 19.6u LU ±1200<br />

Satellite Launch 110.7° BT ha<br />

Center (WSLC)<br />

Geosynchronous dan<br />

misi tidak berawak ke<br />

bulan<br />

Dibangun thn<br />

1966 dan mulai<br />

beroperasi<br />

1968<br />

Direncanakan<br />

beroperasi<br />

2014<br />

30<br />

Six thousand people to be resettled to make way for new space launch center,<br />

http://news.xinhuanet.com/english/2007-l 0129/content_ 6971942.htm<br />

31 China's New Carrier Rocket To Debut In 2014,<br />

http://www.spacedaily .com/reports/China_New_ Carrier_ Rocket_ To_ Debut_ In_ 20 14_999 .html, 4 March 2008.<br />

23


(2) India<br />

Setelah memperoleh kemerdekaannya dari lnggris pada tahun 1947, para<br />

ilmuwan dan politisi India mengakui akan manfaat teknologi antariksa khususnya roket<br />

<strong>untuk</strong> keperluan pertahanan dan <strong>riset</strong>. Sebagai negara yang besar, <strong>untuk</strong> kepentingan<br />

di masa datangnya, India menganggap perlu <strong>untuk</strong> memiliki kemampuannya dalam<br />

keantariksaan yang tidak hanya penguasaan dalam peroketan tetapi juga mencakup<br />

penginderaan jauh dan komunikasi. Kemampuan keantariksaan India sa at ini tid a k<br />

lepas dari Dr. Vikram Sarabhai, seorang bapak pendiri <strong>program</strong> keantariksaan India,<br />

dan dianggap seorang visioner ilmiah, serta seorang pahlawan nasional.<br />

Setelah peluncuran Sputnik I pada tahun 1957, ia mengakui akan potensi dari<br />

satelit. Perdana Menteri pertama India, Jawaharlal Nehru melihat bahwa<br />

mengembangkan ilmu merupakan bagian yang penting bagi masa depan India. Maka<br />

atas dasar ini pada tahun 1961 India menempatkan <strong>program</strong> <strong>riset</strong> keantariksaan di<br />

bawah Departement of Atomic Energy (DAE). Dalam perjalanannya seiring dengan<br />

kemampuan yang dicapai India, pada tahun 1969 India membentuk badan<br />

keantariksaan Indian Space Research Organization (ISR0) 32 .<br />

Satish Dhawan Space Centre (SHAR) merupakan pusat peluncuran yang<br />

dimiliki badan antariksa India (Indian Space Research Organisation-ISRO). Pusat<br />

peluncuran ini berlokasi di Pulau Srihaikota, Andra Pradesh, India. Pusat ini berlokasi<br />

80 km sebelah utara Chennai di India Selatan. Pusat ini semula disebut Sriharikota<br />

Range, dan kadang-kadang dikenal sebagai Sriharikota Launching Range. Untuk<br />

mengenang bekas ketua ISRO, Prof Satish Dhawan, pada tanggal 5 September 2002<br />

pusat ini diganti namanya menjadi Satish Dhawan Space Centre (SHAR).<br />

Pada tahun 1969 pulau ini dipilih <strong>untuk</strong> menjadi tempat stasiun peluncuran satelit<br />

yang ideal karena berbagai pertimbangan, antara lain: 33<br />

• koridor azimuth peluncuran yang baik <strong>untuk</strong> berbagai misi,<br />

• keuntungan dari rotasi Bumi <strong>untuk</strong> peluncuran yang mengarah ke timur,<br />

• berada dekat ekuator (13.9° LU ,80.4° BT),<br />

• daerahnya luas sekitar 145 km 2 ,<br />

• panjang pantai sekitar 27 km,<br />

• tidak berpenghuni sehingga baik <strong>untuk</strong> zona keselamatan.<br />

• Pulau ini dipengaruhi oleh angin monsoon south-westerly (dari selatan ke barat)<br />

dan north-easterly (utara ke timur) , tetapi mempunyai musim hujan hanya pada<br />

bulan Oktober dan November. Sehingga banyak hari yang cerah <strong>untuk</strong> melakukan<br />

uji statis dan peluncuran.<br />

Lokasi Sriharikota dapat dilihat dalam Gam bar 5-8.<br />

32<br />

Jerrold F. Elkin, Military Implications of India's Space Program, Air University Review, May-June 1983 .<br />

33<br />

Satish Dhawan Space Centre, http://en.wikipedia.org/wiki/Satish_Dhawan_Space_Centre, last modified on 10 February 2010.<br />

24


IDDIB<br />

Gambar 5-8: Pusat Peluncuran Sriharikota 34<br />

SHAR mempunyai 2 buah landasan pacu. Landasan pacu pertama (Launch Pad<br />

-1) dibangun pada <strong>akhir</strong>tahun 1960-an, mulai beroperasi mulai tahun 1971 , dan sampai<br />

sekarang digunakan <strong>untuk</strong> peluncuran PSLV. Sejak tahun 1971 sampai tahun 2008<br />

Sriharikota telah digunakan sedikitnya 358 peluncuran. 35 Sedangkan Landasan pacu<br />

ke-2 (Second Launch Pad-SLP) yang mulai beroperasi pada tahun 2005 dibangun<br />

<strong>untuk</strong> dapat mampu meluncurkan seluruh jenis wahana peluncur milik ISRO yang lebih<br />

maju termasuk wahana-wahana peluncur generasi mendatang. Chandrayaan-1 telah<br />

berhasil diluncurkan dari Landas Pacu ini pada tanggal 22 Oktober 2008.<br />

Kedua landasan pacu tersebut tidak mendukung <strong>program</strong> ISRO <strong>untuk</strong><br />

penerbangan berawak. Untuk ini ISRO sedang membangun landasan pacu ke-3 yang<br />

akan mampu <strong>untuk</strong> penerbangan antariksa berawak den~an menggunakan roket<br />

GSLV dan meluncurkan wahana peluncur reusable (RLV). 3 Landasan pacu yang<br />

dibangun di selatan landasan kedua (SLP) ini diharapkan akan selesai pada tahun<br />

2015. Biaya pembangunan landasan pacu ketiga ini diperkirakan Rs 12.000 crore (1<br />

crore= 10 juta, 1 Rs= Rp 202,59). 37<br />

(3) Jepang<br />

Jepang melakukan kegiatan peluncurannya dari 2 Pusat Antariksa yaitu<br />

Tanegashima (The Tanegashima Space Center-TNSC) , dan Kagoshima Space Center<br />

(KSC)/Uchinoura Space Centre (USC).<br />

34<br />

Spaceports Around the World: India's Bay of Bengal Spaceport, http://www.spacetoday.org/Rockets/Spaceports/lndia.html<br />

35<br />

Sriharikota, http://www.astronautix.com/sites/sriikota.htm<br />

36<br />

India to Develop Third Launch Pad at Sriharikota, http://www.aerospace-technology.com/news/news74223.html, 14 January<br />

2010.<br />

37<br />

Isro to have 3rd launch pad at cost of Rs 12,000 crore , http://www.deccanchronicle.com/chennai/isro-have-3rd-launch-padcost-rs-12000-crore-050<br />

25


a. Pusat Antariksa Tanegashima (The Tanegashima Space Center- TNSC)<br />

Pusat Antariksa Tanegashima (The Tanegashima Space Center- TNSC), sebuah<br />

tempat peluncuran yang berada di sebelah tenggara Pulau Tanegashima, 650 mil<br />

Barat-daya Tokyo (30.4 LU, 131.0 BT). Pusat Antariksa Tanegashima ini didirikan<br />

pada tahun 1969, ketika pertama kali badan antariksa Jepang (National Space<br />

Development Agency of Japan-NASDA) dibentuk. Pusat Antariksa Tanegashima ini<br />

merupakan komplek peluncuran roket terbesar di Jepang (sekitar 9. 700.000 m 2 )<br />

dan berlokasi di selatan Kagoshima Prefecture, sepanjang pesisir tenggara<br />

Tanegashima.<br />

Tanegashima dikenal sebagai komplek peluncuran roket yang paling indah di dunia.<br />

Fasilitas di dalamnya meliputi Takesaki Range dan the Osaki Range. Takesaki<br />

Range digunakan <strong>untuk</strong> meluncurkan roket sonda dan melakukan peluncuran statis<br />

roket H2 dengan pendorong bahan bakar padat, sedangkan the Osaki Range<br />

digunakan <strong>untuk</strong> meluncurkan wahana peluncur J-1 dan H-IlA, dan mempunyai<br />

fasilitas uji statis mesin roket berbagan bakar cair. Fasilitas lainnya di TNSC adalah<br />

stasiun penjejak dan komunikasi Masuda, Stasiun Radar Nogi, Stasiun Radar<br />

Uchugaoka, dan fasilitas observasi optik (optical observation facilities to the west).<br />

Fungsi utama TNSC adalah mengelola (management) satelit pada setiap tingkat<br />

penerbangan termasuk countdown, launching, dan tracking.<br />

b. Kagoshima Space Center (KSC)IUchinoura Space Centre (USC)<br />

KSC dibangun pada Februari 1962 di dekat kota Uchinoura di Pulau Kyushu,<br />

selatan Jepang. 3 KSC yang mempunyai luas sekitar 71 ha, dan terletak pada 31 .2°<br />

LU, 131.1° BT, serta menghadap ke laut Pasifik, fungsi utamanya adalah <strong>untuk</strong><br />

meluncurkan roket dengan ukuran menengah, dan <strong>untuk</strong> tujuan ini KSC memiliki<br />

beberapa platform, serta stasiun tracking dan telemetri. Masing-masing tempat ini<br />

dibangun setelah meratakan bukit dan dihubungkan dengan jalan satu sam a lain. 39<br />

Kagoshima pertama kali digunakan <strong>untuk</strong> meluncurkan roket sonda dan<br />

meteorologi, kemudian digunakan <strong>untuk</strong> meluncurkan satelit. Pada tanggal 11<br />

Februari 1970, Jepang meluncurkan satelit pertamanya yaitu Ohsumi dengan<br />

mengunakan roket Lambda 48-5. Peluncuran satelit ini menempatkan Jepang<br />

menjadi Negara ke-4 yang mampu meluncurkan satelit. Kemudian pada tahun<br />

1997 roket besar M-5 diluncurkan dari pusat ini <strong>untuk</strong> yang pertama kali.<br />

Semula KSC dioperasikan oleh ISAS (Institute of Space and Aeronautical Science),<br />

kemudian namanya berubah menjadi Uchinoure Space Centre (USC) ketika JAXA<br />

(Japan Aerospace Exploration Agency) dibentuk pada tahun 2003. 40 Sejak<br />

dibangun lebih dari 300 roket (termasuk wahana peluncur <strong>untuk</strong> satelit) telah<br />

diluncurkan dari pusat ini. Selama perioda 3 tahun pada <strong>akhir</strong> dekade 80-an, Pusat<br />

tersebut menjadi sebuah pusat peluncuran balon stratospheric yang terbang<br />

dengan jangka waktu panjang di atas daratan China. 41 Posisi Pusat Pelucuran<br />

Jepang seperti Dalam Gambar 5-9.<br />

38<br />

Kagoshima Space Center, Uchinoura, Japan, http://stratocat.com.arlbases/34e.htm<br />

39<br />

Space Rocket Launch Sites Around the World, http://www.spacetoday.org/Rockets/Spaceports/LaunchSites.html<br />

40<br />

Uchinoura Space Center, http://www.daviddarling.info/encyclopedia/U/Uchinoura _Space_ Center.html<br />

41<br />

Kagoshima Space Center, Uchinoura, Japan,http://stratocat.com.arlbases/34e.htm<br />

26


~ city ~sea.<br />

~launch site<br />

Gam bar 5-9: Posisi Pusat Peluncuran Jepang<br />

(4) Korea Selatan<br />

Dalam bidang peroketan, pada tahun 1990 KARl telah memulai <strong>untuk</strong> membuat<br />

roket sonda <strong>untuk</strong> keperluan ilmiah, dan pada tahun 1993 KARl berhasil membuat dan<br />

meluncurkan roket sonda pertamanya yaitu KSR-1 (Korean Sounding Rocket-1). Roket<br />

bertingkat satu dengan panjang 6, 7 m, diameter 0,42 m ini mampu membawa muatan<br />

seberat 1 ,2 ton dan telah mampu mengukur distirbusi ozon di atas Peninsula, Korea.<br />

Oengan pengalaman yang diperoleh dalam pembuatan roket tingkat satu KSR-1<br />

tersebut, KARl berhasil membuat roket bertingkat dua yaitu KSR-11 dan diluncurkan<br />

pada tahun 1997. Roket dengan panjang 11,04 m, diameter 0,42 dan mampu<br />

mengangkat muatan seberat 2 ton ini digunakan <strong>untuk</strong> mengukur distribusi vertikal<br />

ozon dengan menggunakan radiometer ultraviolet, kerapatan elektron di lapisan<br />

ionosfer dll. 42<br />

Korea Selatan yang mempunyai visi bahwa pada tahun 2015 menjadi salah<br />

satu dari 10 negara terkemua dalam industri antariksa, bertekad <strong>untuk</strong> dapat<br />

meluncurkan satelit-satelitnya dari bumi Korea Selatan. Untuk mewujudkan tekad<br />

tersebut, Korea Selatan telah menetapkan Rencana Pembangunan Keantariksaan<br />

Jangka Panjang Nasional (the National Longterm Space Development Plan) <strong>untuk</strong> 20<br />

tahun ke depan dengan total dana $6 milyar <strong>untuk</strong> pengembangan teknologi antariksa.<br />

Rencana Pembangunan Keantariksaan Jangka Panjang tersebut antara lain memuat :<br />

(i) rencana peluncuran 20 satelit yang terdiri dari 5 satelit komunikasi, 8 satelit multipurpose,<br />

dan 7 satelit percobaan ilmiah sampai dengan tahun 2015, (ii) membangun<br />

dan mengoperasikan tempat peluncuran <strong>untuk</strong> satelit LEO pada tahun 2005 (berlokasi<br />

di Go-Hoeung, selatan Peninsula, Korea), dan (iii) dapat mengembangkan wahana<br />

peluncur yang mampu meluncurkan satelit kecil ke orbit LEO pada tahun 2005.<br />

Terkait dengan rencana pembangunan tempat peluncuran tersebut, pada tahun<br />

2000 Korea Selatan dengan bantuan Rusia, mulai membangun Pusat Antariksa Naro<br />

yang berlokasi di Pulau Naro di Goheung. Pada tanggal 28 November 2002, Korea<br />

42<br />

KSR Korea Sounding Rocket,<br />

27


erhasil meluncurkan soker sonda KSR-3 dengan bahan bakar cair dengan berat 6000<br />

kg dari Pusat Antariksa tersebut. Pusat Antariksa Naro terdiri dari : Landasan Pacu<br />

(Launch Pad}, control tower, fasilitas assembly dan pengujian roket, facilities for satellite<br />

control testing and assembly, a media center, an electric power station, a space<br />

experience hall and a landing field<br />

Pada tanggal 8 Agustus 2003 bertepatan dengan perayaan tempat peluncuran<br />

roket pertamanya, juga mencanangkan keinginannya <strong>untuk</strong> menjadi negara ke-13 yang<br />

mempunyai sebuah pusat antariksa. 43 Pembangunan pusat antariksa ini yang<br />

dijadwalkan akan selesai paling lam bat tahun 2005 diperkirakan memerlukan dan a<br />

sekitar 150 milyar won ($126.45 juta). Sasaran pertama dari Pusat Peluncuran ini<br />

adalah <strong>untuk</strong> meluncurkan satelit seberat 100 kg dengan roket buatan sendiri yaitu<br />

KSLV-1 . 44 Dalam perkembangannya pembangunan pusat antariksa ini menghabiskan<br />

dana sebesar 312 milyar won (250 juta dolar). Pusat ruang angkasa Naro, yang terletak<br />

sekitar 485 Kilometer bag ian selatan Seoul dan di atas tanah seluas 5,11 juta meter<br />

persegi, dilengkapi dengan fasilitas terbaru dan tercanggih termasuk tempat<br />

peluncuran, menara kontrol peluncuran, gedung perakitan, radar pengintaian, sistem<br />

pendeteksi optikal elektro, pusat ramalan cuaca dan fasilitas pendidikan. 45<br />

Pada tanggal 26 Oktober 2004, Korea Selatan menandatangani kontrak <strong>untuk</strong><br />

merancang dan mengembangkan komplek peluncuran roket dengan wahana peluncur<br />

sekelas KSLV-1 (Korean Space Launch Vehic/e). 46 Proyek ini merupakan sebuah<br />

pengembangan bersama: tingkat pertama KSLV-1 dibangun dengan nama MV<br />

Khrunichev, dan tingkat kedua dirancang dan dikembangkan di Korea Selatan. Kontrak<br />

dengan Korea mengenai pengembangan komplek peluncuran sekelas KSLV-1<br />

merupakan hasil dari perjalanan waktu yang lama yaitu lebih dari 2 tahun, dan<br />

merupakan kegiatan yang rumit.<br />

Korea Selatan selama ini telah meluncurkan sebanyak 10 satelit buatan ke orbit,<br />

dari mulai Uribyeol-1 atau KITSAT-1 pada tahun 1992. Namun semua itu diluncurkan<br />

dari pusat antariksa di luar negeri. Setelah mengalami 7 kali penundaan selama 7<br />

tahun, <strong>akhir</strong>nya pada tanggal 25 Agustus 2009 roket Korea Selatan yang pertama<br />

(KSLV-1), yang berharga sekitar 502,5 milyar won, menjadi wahana antariksa pertama<br />

yang diluncurkan dari teritorinya sendiri dengan membawa satelit, walaupun setelah<br />

beberapa detik peluncuran satelit tersebut mengalami kegagalan.<br />

Pemerintah Korea memiliki rencana ambisius <strong>untuk</strong> menjadi negara adidaya<br />

bidang antariksa ke-10 di dunia pada tahun 2017. Korea akan meluncurkan satelit<br />

pertamanya ke Bulan hingga tahun 2020, dan peluncuran modul pendaratan ke Bulan<br />

pada tahun 2025.<br />

(5) Korea Utara<br />

Pusat peluncuran roket Korea Utara disebut dengan Tonghae Satellite Launching<br />

Ground atau juga dikenal dengan nama Musudan-ri 47 . Pusat peluncuran ini terletak di<br />

provinsi North Hamgyong, di ujung utara Teluk Korea Timur. Kawasan ini sebelumnya<br />

dikenal sebagai Tae'podong ketika Korea dijajah Jepang, di mana kemudian nama ini<br />

digunakan nama roket (Taepodong).<br />

43<br />

South Korea Begins Construction Of New Space Center, http://www.spacedaily.com/news/korea-03b.html, Aug 12, 2003<br />

44<br />

Ibid<br />

45<br />

Naro Space Center, http://en.wikipedia.org/wiki/Naro_Space_Center<br />

46 Space rocket complex KSL V (South Korea)<br />

47 http://en.wikipedia.org/wikiffonghae_Satellite_Launching_Ground, last modified on 26 September 2009.<br />

28


Sejak tahun 1984 roket militer jenis Hwasong, Rodong dan Taepodong-1<br />

diluncurkan dari Musidan-ri. Pada tahun 1988, media Korea Utara melaporkan<br />

keberhasilan peluncuran satelit pertamanya Kwangmy6ngs6ng-1 dengan menggunakan<br />

SLV Baekdusan-1 dari Musudan-ri.<br />

Pada tanggal 5 April 2009 Korea Utara meluncurkan roket tiga tingkat<br />

Taepodong-2 dengan membawa sebuah satelit komunikasi eksperimen. 48 Sekitar 4<br />

jam setelah diluncurkan, Korea Utara mengatakan bahwa satelit tersebut telah di orbit<br />

dan satelit menstransmisikan music patriotic. Tetapi AS dan Korea Selatan, yang<br />

menjejak peluncuran, mengatakan bahwa satelit tersebut tidak mencapai orbit. Northern<br />

Command Militer AS melaporkan bahwa satelit terebut hanya terbang sekitar 13 menit<br />

dan kemudian jatuh ke laut Pasifik setelah menempuh jarak total 3.230 km. Posisi<br />

pusat peluncuran Korea Utara sebagaimana dilihat dalam Gambar 5-10.<br />

Fasilitas<br />

Fasilitas yang berada pada pusat peluncuran Korea Utara terdiri dari:<br />

• landas pacu, pada posisi 40°51 .342'N 129°39.948'E /40.855rN 129.6658°E,<br />

• sebuah mesin uji berdiri, pada 40°51.138'N 129°40.788'E /40.8523°N 129.6798°E,<br />

• bangunan assembly/checkout, pada 40°51 .348'N 129°39.552'E I 40.8558°N<br />

129.6592°E,<br />

• bangunan pengontrol misil, pada 40°51.78'N 129°39.624'E /40.863°N 129.6604°E,<br />

• Ground Tracking Facility.<br />

CHtN'A<br />

_.,.'"<br />

-SC<br />

S'HCJn ;:) • &.,;> ..;.;<br />

0\1({ ......... ,"?......,...<br />

. .,.'f


peluncuran Barreira do Inferno (terjemahan dari Barrier of He/0, dekat kota Natal di<br />

sebelah Utara. Roket Sonda IV berhasil diluncurkan pada tanggal 28 April 1989.<br />

Peluncuran berikutnya dilakukan dari Alcantara Launching Center (Centro de<br />

Lanc;amento de Alcantara--CLA), di Maranhao. 49 CLA, yang dibangun dengan<br />

menghabiskan dana lebih dari US$ 470 juta, diresmikan pada tanggal 21 Pebruari<br />

1990. CLA merupakan salah satu pusat peluncuran di dunia yang terdekat dengan<br />

ekuator (2.3° selatan ekuator), sehingga membuatnya menarik <strong>untuk</strong> meluncurka n<br />

satelit-satelit ke GSO. Dibandingkan den~an Cape Kennedy peluncuran dari CLA ini<br />

akan lebih menghemat 25% bahan bakar. 0<br />

CLA berlokasi di pantai utara Atlantik, di Maranhao pada posisi geografi 2°17 LS<br />

44°23'88 I 2.283°LS 44.383°88. 51 CLA yang dioperasikan oleh Brazilian Air Force,<br />

pembangunannya mulai pada tahun 1982. Peluncuran pertamanya berlangsung pada<br />

tanggal 21 Pebruari 1990, dengan meluncurkan roket Sanda 2 XV-53. Pada tanggal 22<br />

Agustus 2003, roket VLS-1 ke tiga (XV-03) yang diluncurkan dari CLA meledak dan<br />

menyebabkan meninggalnya 21 orang. 5 2<br />

CLA mempunyai sudut peluncuran yang terluas di dunia karena posisinya dekat<br />

dengan ekuator, saat ini memiliki 3 landasan pacu. Pada awal pembangunan CLA<br />

mempunyai luas 62.000 ha, tetapi kemudian dikurangi menjadi 8. 713 <strong>untuk</strong><br />

memberikan tanah perumahan Qui/ambo/as (nama <strong>untuk</strong> keturunan para pekerja keras<br />

runaway selama perbudakan).<br />

Proposal baru akan memperluas CLA sampai 11.287 ha, namun masih jauh dari<br />

area awal. Apabila rencana ini disahkan oleh Kongress , sebanyak 2000 Quilombolas<br />

akan dipindahkan ke dekat area. 53 Dalam konfigurasi saat ini, CLA memperkirakan<br />

membutuhkan biaya sebesar $259 juta lebih <strong>untuk</strong> perioda 5 tahun atau sekitar $52 juta<br />

per tahun. 54 Saat ini Pemerintah Brasil merencanakan <strong>untuk</strong> membangun pusat<br />

peluncuran sipil yang dioperasikan oleh Badan Antariksa Brasil (Agencia Espacia/<br />

Brasileira-AEB) 55<br />

Ketika Alcantara mulai dibangun, pemerintah merelokasi ratusan penduduk dari<br />

komunitas ini ke tempat yang tidak sesuai dengan yang dikehendaki, dengan<br />

memindahkan mereka ke pedalaman perkampungan sekitar 3 jam dengan jalan kaki<br />

dari pantai. Walaupun mereka diberikan rumah yang dilengkapi dengan listrik dan air,<br />

penduduk masih berjuang <strong>untuk</strong> menyesuaikan kehidupannya dari kebiasaannya<br />

sebagai nelayan. 56<br />

Alcantara mempunyai iklim yang baik, yang dicirikan dengan 2 musim, yaitu<br />

musim hujan dari Januari sampai Juni, dan musim kering darin Juli sampai Desember.<br />

Temperatur tahunan rata-rata adalah 26.5 C 0 dan angin bertiup terutama dari Timur<br />

49<br />

Brazil, The Space Program, http:llwww.country-data.com/cgi-binlquerylr-1826.htm/,<br />

50<br />

Ibid<br />

51<br />

Alcantara Launch Center, http://en. wikipedia.org/w/index.php?title=Aic%C3%A2ntara _Launch_ Center&printable=yes, last<br />

modified on 3 December 2009<br />

52<br />

Brazilian Rocket Explodes On Pad: Many Dead, Brasilia (AFP) Aug 23, 2003http://www.spacedaily.com/news/rocketscience-<br />

03zu.html<br />

53<br />

Brazil Plans Expansion of Alcantara Launch Site, http://emarketalerts.forecast l.com/mic/abstract.cfin?recno=l61747, July 7,<br />

2009.<br />

54<br />

Ibid<br />

55<br />

Alcantara Launch Center, http://en. wikipedia.org/w/index. php?title=Alc%C3%A2ntara _Launch_ Center& printable=yes, last<br />

modified on 3 December 2009<br />

56<br />

Brazil's Spaceport Displaces Villagers , The Washington Post Saturday, October 6, 2001 ,<br />

http://www.latinamericanstudies.org/brazillbrazil-spaceport.htm<br />

30


dengan kecepatan rata-rata 12 m/s. 57 Posisi pus at peluncuran Brazil sebagaiman a<br />

dilihat dalam Gambar 5-11.<br />

Gam bar 5-11: Posisi Pusat Peluncuran Alcantara, Brasil 58<br />

Negara-negara yang telah mempunyai tempat peluncuran sebagaimana dimuat<br />

dalam Tabel 5-4.<br />

TABEL 5-4: PUSAT PELUNCURAN NEGARA-NEGARA 59<br />

NEGARA<br />

TEMPATPELUNCURAN<br />

POSJSJ<br />

GEOGRAFIS<br />

Russia<br />

Kapustin Yar test center<br />

Svobodny space center<br />

-------- - --~ --C~p~C~na-~~~ai/K~E~~astern Test Range<br />

Amerika<br />

Serikat<br />

Perancis<br />

AFB, Western Test Range (WTR)<br />

Edwards AFB, Air Force Flight Test Center<br />

Kodiac Launch Complex, Kodiac Island<br />

Reagan Test Site, Kwajalein Island<br />

Kourou, Guiana Space Centre<br />

5.2° LU, 52.8°88 5<br />

57 http://www.alcantaracyclonespace.com/index.php?option=com_content&task=view&id=89&ltemid=l54&name=alcantara%20<br />

launch%20center&lng=2&style=vert_indent<br />

58<br />

Brazil's Atlantic Spaceports, http://www.spacetoday.org/Rockets/Spaceports/Brazil.html<br />

59<br />

Hasil pengolahan data dari Launch Vehicles & Launch Sites, http://cost.jsc.nasa.gov/launch.html, dan sumber lain<br />

31


Japan<br />

7<br />

21<br />

I<br />

1<br />

China<br />

19.60 LU, 110.70 BT<br />

Italy<br />

India<br />

San Marco platform<br />

··-· --~---. ·-····<br />

Sriharikota (SHAR)<br />

2.9° LS, 40.3° BT<br />

13.9° LU, 80.4° BT<br />

Israel<br />

Palmachim/Y avne<br />

31.5° LU, 34.5° BT<br />

Australia<br />

Brazil<br />

····-··········-······--···--·--·····- ..... ·r·······<br />

Spain<br />

Woomera<br />

····-··------<br />

Alcantara<br />

······ "············-··-·····-···· ············- -<br />

Torrejon AB<br />

31.1° LS, 136.8° BT<br />

40.5° LU, 3.5° BB ···r.<br />

22<br />

6<br />

8<br />

Gambar 5-12: Lokasi Tempat Peluncuran Negara-negara<br />

32


5.2.2. Nasional<br />

(1) Roket<br />

Kegiatan keantariksaan di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1963, denga n<br />

dimulainya peluncuan roket-roket sonda <strong>untuk</strong> <strong>penelitian</strong> ilmuah dalam rangka<br />

International Quled Sun Years. Sejak tahun tersebut <strong>penelitian</strong> dan pengembangan<br />

telah dilakukan telah membangun roket dan meluncurkannya Gambar 5-13, dan<br />

Gambar 5-14.<br />

Gambar 5-13: Produk Litbang Roket<br />

Dan berbagai perkembangan dan hasil <strong>penelitian</strong> antaralain :<br />

•!• LAPAN telah merancang, membuat dan menerbangkan roket balistik dan roket<br />

kendali dengan berbagai kaliber diameter. Untuk roket balistik telah dirancang<br />

bangun dengan diameter 70 mm (RX-70, FFAR), 100 mm (RX-111 0), 150 mm<br />

(RX-1512, RX-1515), 250 mm (RX-2428, RX-2528) hingga 320 mm (RX-3228)<br />

dengan jangkauan terbang yang terpantau dari data telemetri dari 7 km hingga 42<br />

km dan ketinggian terbang bervariasi 5 km hingga 29 km.<br />

•!• Roket kendali yang telah dirancang bangun berdiameter 100 mm atau yang lebih<br />

dikenal sebagai RKX-1 00. Roket kendali ini mempunyai jangkauan terbang 5 km<br />

dengan ketinggian terbang 3 km. LAPAN juga telah mengembangkan rancang<br />

bangun roket bertingkat sebagai cikal-bakal roket pengorbit satelit, antara lain:<br />

100 mm (RX-11 02/RX-11 04, RX-111 0/RX-11 04) yang mempunyai jangkauan<br />

terbang 7 km dan 14 km.<br />

•!• Rancang bangun roket bertingkat RX-2528/RX-1515 yang diprediksikan<br />

mempunyai jangkauan diatas 80 km.<br />

•!• LAPAN telah berhasil melakukan <strong>penelitian</strong> dan pengembangan piroteknik <strong>untuk</strong><br />

kebutuhan roket ilmiah RX-150, RX-250, RX-320 dan RKX-100, serta<br />

mempabrikasi komponen struktur roket di bengkel induk pabrikasi LAPAN­<br />

Rumpin dengan peralatan yang relatif konvensional.<br />

•!• Pengembangan sistem kendali dan kontrol pada roket kendali RKX-100 dan UAV-<br />

530. Hasil yang telah dicapai, antara lain: sensor IMU (Inertial Measurement Unit)<br />

33


yang selanjutnya akan dikembangkan menjadi sebuah INS (Inertial Navigation<br />

System) , sistem autopilot, sistem aktuasi yang menggunakan high torque seNo<br />

motor, sistem telemetri sampai jarak jangkau 60 Km , sistem sensor pencari<br />

sasaran (infra-red I optical/ laser dan tracking radar) tahap awal, sistem data<br />

akuisisi dan penguasaan perangkat lunak (software) .<br />

•!• Rancang bangun Roket dan menguji terbang RX -320 (320 mm), RX -420 (420<br />

mm). Gambar 3-2.<br />

•!• Saat ini sedang mendesain roket RX 520/RX 530/RX 550 dengan daya jangkau<br />

hingga 200 km .<br />

Gambar 5-14: UJI TERBANG ROKET KENDALl<br />

(2) Satelit<br />

•!•<br />

•!•<br />

Melalui kerjasama LAPAN telah mampu <strong>untuk</strong> membangun satelit mikro LAPAN­<br />

TUBSAT dan berhasil diluncurkan ke orbitnya.<br />

Berhasil menyelesaikan desain satelit mikro generasi II( dikenal dengan satelit<br />

mukro LAPAN-A-2)<br />

(3) Stasiun Peluncuran<br />

Saat ini Indonesia telah memiliki sebuah fasilitas peluncuran roket yang<br />

terintegrasi atau lnstalasi Uji Terbang Roket (IUTR) milik LAPAN yaitu di<br />

Pameungpeuk, Jawa Barat. Fasilitas ini berupa gedung assembly, ruang kontrol dan<br />

launchpad <strong>untuk</strong> meluncurkan roket ke heading 193 (selatan). Gedung assembly<br />

mempunyai kapasitas <strong>untuk</strong> integrasi payload-motor roket hingga panjang maksimum 5<br />

m. Launchrail yang dimiliki LAPAN mempunyai panjang 10 m. Jalan akses menuju<br />

lokasi peluncuran roket melalui pegunungan dan merupakan jalan dengan kapasitas<br />

maksimum <strong>untuk</strong> trailer 20 ft.<br />

34


Stasiun peluncuran Pameungpeuk juga dilengkapi dengan stasiun meteorologi.<br />

Kondisi meteorologi di lokasi tersebut cukup akomodatif bagi lokasi peluncuran, dimana<br />

rata2 kecepatan an gin permukaan dibawah 10 knots sebelum jam 11 AM . Stasiun<br />

peluncuran Pameungpeuk berada dibawah jalur penerbangan (air route) dari vector<br />

Cengkareng kearah Australia.<br />

IUTR yang dibangun pada tahun 1963 telah digunakan <strong>untuk</strong> meluncurkan roketroket<br />

sonda dan roket eksperimen dengan jangkauan antara 7 km sampai 42 km. 60<br />

Pada tahun 2009 Indonesia (d.h.i. LAPAN ) telah melakukan uji coba peluncuran roket<br />

jenis RX-420 yang mempunyai jangkauan sejauh 100 km. Ditinjau dari aspek teknis,<br />

keberadaan IUTR saat ini sudah tidak memadai lagi <strong>untuk</strong> peluncuran roket-roket<br />

ukuran besar.<br />

Seiring dengan perkembangan kemampuan LAPAN diperkirakan pada tahun<br />

2014 atau sesudahnya akan meluncurkan roket orbiter dari bumi Indonesia sendiri,<br />

maka keberadaan Stasiun Peluncuran Roket Pamengpeuk tidak sesuai lagi <strong>untuk</strong><br />

peluncuran RPS, karena terdapat pemukiman penduduk di daerah bahaya 1 (radius<br />

600 m) dan daerah bahaya 2 (radius 2 km). Kondisi tersebut mempunyai resiko tinggi<br />

bagi lingkungan bila terjadi kegagalan dalam peluncuran roket, sehingga perlu<br />

mencari lokasi stasiun pelncuran RPS yang ideal.<br />

Sebelum membangun stasiun peluncuran perlu melihat atau meneliti apakah<br />

kondisi daerah yang akan dijadikan lokasi stasiun peluncuran memenuhi syarat-syarat<br />

sebagai stasiun peluncuran roket pengorbit satelit. Di Wilayah Indonesia terdapat<br />

beberapa lokasi yang diperkirakan dapat dijadikan sebagai pilihan lokasi stasiun<br />

peluncuran di wilayah Indonesia. Untuk orbit ekuatorial yaitu Pulau Biak, Pulau Morotai<br />

(Maluku Utara) dan Pulau Waigeo (Irian Jaya), sedangkan <strong>untuk</strong> orbit kutub (polar)<br />

adalah Pulau Nias (Sumatera Utara),. Dan <strong>untuk</strong> layak tidaknya Pulau Nias sebagai<br />

stasiun peluncuran roket orbit satelit pelu melakukan studi lokasi. Simulasi Peluncuran<br />

Roket dari Pulau Nias seperti dalam Gambar 5-15.<br />

60<br />

Roadmap Pembangunan Sistem Roket Pengorbit Satelit Indonesia, LAPAN 2008, Hal 10.<br />

35


Gambar 5-15: Simulasi Peluncuran Roket Dari Pulau Nias 1°6' LU 97°32' BT<br />

5.3. Berbagai Aspek Dalam Menentukan Lokasi Stasiun Peluncuran Roket<br />

Pengorbit Satelit<br />

Penentukan dilakukannya suatu pembangunan atau proyek padaumumnya<br />

didasarkan atas studi kelayakan. Studi kelayakan menyangkut berbagai aspek, antara<br />

lain aspek teknis, aspek ekonomi, aspek sosial, aspek hukum, dan aspek politik.<br />

Demikian juga dalam pemilihan Lokasi Stasiun Peluncuran RPS perlu memperhatikan<br />

36


erbagai aspek yang dikemukakan diatas, sesuai dengan sifat, tujuan,<br />

kegiatan yang akan dilakukan<br />

dan lingkup<br />

5.3.1. Aspek Teknis<br />

Aspek teknis berkaitan dengan input dan output. Output dari stasiun peluncuran<br />

roket adalah kemampuan stasiun peluncuran tersebut <strong>untuk</strong> meluncurkan RPS. Jadi<br />

input lokasi stasiun peluncuran roket adalah tersedianya lokasi stasiun peluncuran<br />

sesuai dengan syarat-syarat suatu lokasi stasiun peluncuran, dan tersedianya<br />

fasilitas, sarana dan prasarana, serta teknologi <strong>untuk</strong> pelaksanaan peluncuran RPS.<br />

Berbagai a<br />

spek teknis yang perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi peluncuran RPS<br />

meliputi:<br />

(1). Letak Geografis<br />

Daerah<br />

khatulistiwa.<br />

potensial <strong>untuk</strong> lokasi stasiun peluncuran harus dekat dengan garis<br />

(2). Kondisi Meteorologi Dan lklim<br />

Kondisi meteorologi dan iklim merupakan fakto yang perlu diperhatikan dalam<br />

saat peluncuran, Hal-hal yang terkait dengan meteorologi dan iklim antara lain;<br />

• tekanan udara rata-rata diatas permukaan laut<br />

• kemperatur udara rata-rata<br />

• kelembaban udara<br />

• kecepatan angin rata-rata<br />

• rata-rata matahari bersinar dalam satu tahun<br />

• tekanan uap air, dan<br />

• curah hujan tahunan<br />

(3). Kondisi Topografi Dan Geologi<br />

Kodisi tanah dan geologi perlu diperhatikan <strong>untuk</strong> menentukan lokasi stasiun<br />

peluncuran, terkait dengan pembangunan tempat peluncuran, dan bangunanbangunan<br />

lainnya. Berbagai hal yang perlu diperhatikan antara laian:<br />

• susunan tanah<br />

• ketinggian tanah di atas permukaan laut<br />

• kemiringan tanah<br />

• kedalaman lapisan atas tanah<br />

• keadaan sungai permukaan dan bawah tanah<br />

• keadaan tanah ( landai,berbukit, pegunungan dll)<br />

• kondisi pulau<br />

• sumber air tawar<br />

• kemungkinan gempa<br />

37


(4). Arah Peluncuran<br />

Arah peluncuran roket pengorbit satelit dapat dibedakan antara orbit<br />

khatulistiwa dan orbit kutup (polar). Peluncuran orbit khatulistiwa dan orbit kutup(polar)<br />

kedua duanya diarahkan ke lautan be bas agar tidak mengganggu negara send iri<br />

ataupun negara tetangga. Dengan syarat tersebut, maka lokasi stasiun peluncuran<br />

sebaiknya dekat pantai.<br />

(5). Luas Tanah Dan Kondisi Daerah Yang Akan Digunakan<br />

Untuk menjamin keamanan dan kesinambungan pelaksanaan pengoperasian<br />

peluncuran di masa mendatang dan diharapkan mampu <strong>untuk</strong> meluncurkan tipe<br />

wahana peluncur satelit komersial/aplikasi. Maka lokasi stasiun peluncuran<br />

membutuhkan daerah yang luasnya kurang lebih 100 km2, dengan lingkungan yang<br />

tidak padat penduduk, dekat pantai laut bebas, bukan rawa dan tersedia sumber air<br />

tawar. Gambaran umum kebutuhan tanah <strong>untuk</strong> tahap awal :<br />

• Zona range safety (daerah keselamatan) ditetapan 2- 3 Km yang merupakan<br />

Iekas landasan peluncuran, peralaan telemetri dan pelacakan<br />

• Zona kontrol pemukiman penduduk dengan radius 4 - 5 Km harus bebas dari<br />

pemukiman penduduk. Daerah antara zona range safety dan zona kontrol<br />

pemukiman akan digunakan <strong>untuk</strong> lohasi fasilitas :<br />

i) gedung perakitan dan integrasi,<br />

ii) landasan peluncuran (launching pad) ,<br />

iii) ruang Pusat Peluncuran<br />

iv) ruang Pusat Kontrol Misi<br />

v) Penyiapan bahan bakar roket<br />

vi) stasiun Cuaca<br />

vii) stasiun radar-telemetri komunikasi,<br />

viii) stasiun Telemetri, tracking dan control (TT &C)<br />

ix) stasiun penjejak dan pengoperasian ruas antariksa,<br />

x) stasiun pengendali dan tempat penyimpanan bahan roket ,dan<br />

xi) sarana penunjang pembangkit listrik<br />

Pemukiman pegawai harus di luar zona kontrol pemukiman tersebut.<br />

(6) Sumber Bahan Bangunan<br />

Tersedianya bahan bangunan merupakan salah satu faktor yang perlu<br />

diperhatikan dalam pemilihan lokasi stasiun peluncuran adalah ketersediaan bahan<br />

bangunan <strong>untuk</strong> efisiensi pembangunan. Ketersediaan bahan bangunan yang<br />

diperlukan akan mengurangi biaya trasportasi dan juga akan memperdayakan<br />

masyarakat di daeah yang bersangkutan dalam pembangunan dan pengadaan bahanbahan<br />

yang dibutuhkan.<br />

(7). Sarana Dan Prasaana Transportasi<br />

Sarana transportasi darat, laut dan udara merupakan faktor yang juga perlu<br />

diperhatikan dalam penentuan lokasi stasiun peluncuran roket. Karena tanpa sarana<br />

transportasi akan membawa masalah dalam pengangkutan bahan-bahan dan fasilitas<br />

lainnya yang dibutuhkan <strong>untuk</strong> pembangunan stasiun peluncuran. Demikian juga<br />

<strong>untuk</strong> pengangkutan roket, bahan bakar roket, serta satelit yang akan di luncurkan<br />

38


juga didatangkan dari luar Pulau Nias, dan juga bahan-bahan atau peralatan yang<br />

akan dikerjakan/dirakit di lokasi stasiun peluncuran sebagian besar akan didatangkan<br />

dari luar Pulau Nias.<br />

(8). Pemukiman Dan Penduduk<br />

Pemukiman dan jumlah penduduk di lingkungan stasiun peluncuran yang akan<br />

dipilih menjadi lokasi stasiun peluncuran roket juga perlu diperhatikan agar<br />

kelangsungan dan kesinambungan pengoperasian dan perluasan Stasiun<br />

Peluncuran Roket Pengorbit Satelit pada masa yang akan datang dapat terjamin.<br />

Penduduk disekitar lokasi stasiun peluncuran merupakan kelompok yang secara<br />

langsung merasakan dampak dari pembangunan dan pengoperasian stasiun<br />

peluncuran tersebut. Oleh karena itu penentuan lokasi stasiun peluncuran perlu<br />

memperhatikan kebutuhan dan keselamatan masyarakat di lingkungan stasiun<br />

peluncuran<br />

5.3.2. Aspek Ekonomi<br />

Pembangunan suatu <strong>program</strong> atau proyek pada umumnya menggunakan<br />

sumber-sumber atau biaya dengan harapan bahwa <strong>program</strong>/proyek tersebut<br />

memperoleh hasil atau manfaat. Suatu kegiatan atau <strong>program</strong>/proyek selalu<br />

didasarkan pada suatu tujuan dan suatu titik <strong>akhir</strong>, baik biaya dan hasilnya harus<br />

dapat diukur secara kuantitatif maupun kwalitatif. Kegiatan-kegiatan yang dimaksud<br />

dapat berbentuk investasi baru seperti pembangunan pabrik, pembangunan jalan<br />

raya, perkebunan, pembukaan hutan, survei atau <strong>penelitian</strong>, pembangunan dan<br />

pemanfaatan teknologi, dan lain sebagainya.<br />

Pembangunan <strong>untuk</strong> menghasilkan suatu produk atau jasa dapat<br />

diselenggarakan oleh pemerintah/negara, badan badan usaha swasta atau organisasiorganisasi<br />

sosial maupun perseorangan, tergantung siapa yang sangat<br />

berkepentingan akan hasil dari kegiatan/proyek tersebut. Program yang ditujukan<br />

<strong>untuk</strong> pertahanan dan keamanan, atau <strong>untuk</strong> rakyat banyak atau kepentingan ekonomi<br />

secara keseluruhan/ nasional umumnya membutuhkan investasi dalam jangka<br />

panjang, biasanya dilakukan oleh pemerintah. Badan-badan di luar pemerintah<br />

cenderung memilih dan menyelenggarakan pembangunan yang investasinya tidak<br />

besar dan jangka waktunya 5 tahun tapi dapat memberikan keuntungan yang<br />

memadai.<br />

Keterbatasan sumber-sumber dana/investasi <strong>untuk</strong> membiayai suatu<br />

pembangunan atau <strong>program</strong> yang dibutuhkan, maka perlu suatu perencanaan<br />

pembangunan agar pemanfaatan sumber-sumber dan dana yang tersedia akan<br />

seefektif dan seefisien mungkin. Juga perlu menentukan prioritas pembangunan yang<br />

dapat memenuhi kepentingn masyarakat banyak. Dalam analisa suatu proyek atau<br />

<strong>program</strong> berbagai aspek perlu diperhatikan, salah satu diantaranya adalah aspek<br />

ekonomi.<br />

Aspek ekonomi meneliti apakah pembangunan yang dilakukan memberi<br />

sumbangan atau mempunyai peranan yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi<br />

secara menyeluruh (macro- economic) dan apakah peran dari kegiatan/proyek cukup<br />

besar <strong>untuk</strong> membenarkan penggunaan sumber-sumber yang digunakan.<br />

39


(1) Pembangunan Ekonomi<br />

Sesuai dengan bidang kajian yaitu Aspek ekonomi, maka dalam kajian ini<br />

adalah menentukan sejauh mana peran atau manfaat pembangunan dan<br />

pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dalam pembangunan ekonomi, dan<br />

apakah peran dari teknologi tersebut cukup besar <strong>untuk</strong> membenarkan penggunaan<br />

sumber-sumber yang digunakan. Pembangunan ekonomi yang dimaksud adalah<br />

suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan disertai<br />

adanya perubahan fundamental dalam struktur ekonomi. Pembangunan ekonomim<br />

mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi<br />

mempercepat proses pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah proses<br />

kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk<br />

kenaikan pendapatan nasional. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi<br />

pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, namun pada hakekatnya faktor-faktor<br />

tersebut dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi.<br />

a. Faktor ekonomi terdiri dari :<br />

+ Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan<br />

tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan hasil laut, sangat<br />

mempengaruhi pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam hal<br />

penyediaan bahan baku produksi.<br />

+ Sumberdaya manusia yang terdiri dari keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan<br />

<strong>untuk</strong> mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai<br />

lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi). Sumber daya manusia juga<br />

menentukan keberhasilan pembangunari nasional melalui jumlah dan kualitas<br />

penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial <strong>untuk</strong><br />

memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan<br />

seberapa besar produktivitas yang ada.<br />

• Sumber daya modal dibutuhkan manusia <strong>untuk</strong> mengolah bahan mentah<br />

tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan <strong>untuk</strong> menggali dan<br />

mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat<br />

penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena<br />

barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.<br />

b. Faktor non- ekonomi mencakup:<br />

• kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat,<br />

+ keadaan politik, dan sistem<br />

(2) Analisa Finansiallkeuangan<br />

Analisa finansial memusatkan kajian dari sudut pandang badan-badan atau<br />

orang-orang yang mendanai atau mereka yang berkepentingan langsung dalam<br />

usaha atau proyek yang bersangkutan. Perhatian pokok dalam analisa ini adalah<br />

hasil dari penanam modal dalam usaha atau proyek yang dibangun. Hasil finasial ini<br />

sering disebut "Privat return" Analisa finansial diperlakukan <strong>untuk</strong> memperhitungkan<br />

<strong>insentif</strong> bagi orang-orang yang turut serta mensukseskan pelaksanaan usaha/proyek.<br />

Dilihat dari analisa financial, tidak ada gunanya <strong>untuk</strong> melaksanakan suatu usaha/<br />

proyek apabila usaha/proyek tersebu hanya menguntungkan perekonomian secara<br />

40


keseluruhan dan tidak memberikan keuntungan atau membawa perbaikan bagi orangorang<br />

yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan/proyek tersebut. Analisa finansial juga<br />

memperhatikan waktu pengembalian modal yang diinvestasikan dalam usaha/proyek.<br />

Pemerintah dapat melakukan investasi yang menguntungkan dalam jangka panjang<br />

misalnya 20 tahun, walaupun dalam jangka waktu 5 tahun pertama belum<br />

memberikan sesuatu bahkan mengalami kerugian Akan tetapi seorang usahawan/<br />

swasta lebih cenderung melakukan investasinya dalam usaha/ proyek yang<br />

memberikan penghasilan dalam jangka pendek atau menengah.<br />

Usaha/proyek yang dikelola swasta, analisa financial umumnya didasarkan<br />

atas perbandingan antara penghasilan dan biaya/pengeluaran yang dapat dilihat<br />

dari arus kas usaha atau proyek yang bersangkutan. Berdasarkan arus kas dapat<br />

diprediksi pada saat kapan suatu proyek memerlukan dana yang besar, dan kapan<br />

mendapatkan penghasilan. Dengan menggunakan teknik-teknik perhitungan<br />

seperti present value, maka sebelum pelaksanaan proyek akan dapat diprediksi<br />

untung rugi dari pelaksanaan suatu usaha/proyek.<br />

(3) Analisa Ekonomi<br />

Analisa ekonomi melihat suatu usaha/proyek dari sudut pandang perekonomian<br />

secara menyeluruh/makro. Titik berat analisa ini adalah hasil total atau produktivitas<br />

atau keuntungan yang didapatkan dari usaha/proyek bagi masyarakat atau<br />

perekonomian secara menyeluruh tanpa melihat siapa yang menyediakan sumbersumber<br />

tersebut dan siapa dalam masyarakat yang menerima hasil dari<br />

usaha/proyek yang dibangun. Hasil dari usaha/proyek adalah merupakan " Social<br />

return" atau "Economic return" Bagi para pembuat keputusan, dasar menyetujui<br />

suatu usaha/ proyek yang besar ataupun yang kecil adalah keuntungan atau<br />

manfaat yang dapat diberikan suatu usah/proyek bagi perekonomian secara luas,<br />

ataupun didasarkan atas kebutuhan yaitu kegiatan yang tidak didasarkan atas<br />

keuntungan.<br />

Dalam analisa ekonomi dipertimbangkan berbagai keuntungan atau manfaat<br />

dari suatu usaha/proyek antara lain :<br />

1. Manfaat atau keuntungan Jangsung dapat berupa ;<br />

• kenaikan dalam nilai hasil, atau produksi<br />

• penurunan biaya.<br />

• peningkatan mutu<br />

• penurunan biaya operasional dan biaya pemeliharaan.<br />

• Penurunan kecelakaan<br />

• penghematan waktu<br />

• rangsangan bagi pembangunan ekonomi<br />

• kenaikan conford, convenience, dan reability tapi sukar dikwantitatifkan<br />

• peningkatan mutu<br />

• kenaikan dalam nilai hasil/output<br />

2. Manfaat tidak Langsung atau manfaat sekunder adalah manfaat yang<br />

timbul atau dirasakan di Juar proyek karen a adanya realisasi suatu proyek,<br />

man fa at manfaat tidak langsung seperti:<br />

41


• manfaat yang disebabkan induced oleh adanya proyek lain biasanya<br />

disebut efect multiplier<br />

• manfaat yang disebabkan oleh adanya keunggulan ekonomi skala besar<br />

(economics of scale)<br />

• manfaat yang ditimbulkan oleh adanya pengaruh secunder (dynamic<br />

secondary effects berupa perubahan produktivitas tenaga kerja) .<br />

3. Manfaatlkeuntungan /ntangibleltakkentara<br />

• perbaikan lingkungan hidup<br />

• perbaikan pemandangan karena sesuatu pembangunan<br />

• pemerataan pendapatan<br />

• integrasi nasional<br />

• pertahanan nasional<br />

• terciptanya tingkat kehidupan penduduk desa yang semakin baik<br />

Dalam analisa ekonomi yang terkait dengan pembanguan stasiun peluncuran<br />

RPS yang menjadi pokok utama adalah kebutuhan nasional akan roket<br />

(4) Kriteria lnvestasi<br />

Pemilihan pembangunan atau proyek yang menggunakan input <strong>untuk</strong><br />

menghasilkan output, didasrkan dengan membandingkan nilai uang dari seluruh input<br />

(biaya) yang digunakan dibandikan dengan nilai uang dari seluruh output (manfaat)<br />

yang dihasilkan oleh proyek. Dalam semua criteria baik manfaat maupun biaya dinya<br />

takan dalam nilai sekarang (the present value-nya).<br />

Rumus-Rumus yang digunakan antara lain :<br />

PV. Dari gross benefits<br />

a. Gros Benefit/Cost Ratio = -----------------------------<br />

PV dari gross costs<br />

Dalam ross B/Cratio yang dihitung sebagai gross cost adalah biaya modal (capital cost)<br />

atau biaya investasi permulaan, dan biaya operasi dan pemeliharaan, sedang yang<br />

dihitung sebagai gross benefit adalah nilai total produksi, dan kalau ada, salvage value<br />

dari investasi.<br />

b. Net B/C tario<br />

l: P.V Net B Yang Positif<br />

l:P.V Net B Yang Negatif<br />

Net B/C ratio <strong>untuk</strong> tiap tahun dihitung selisih antara groos benefit dan gross cost. Pada<br />

tahun-tahun pertama biasanya groos cost lebih besar dari gross benefit, sehingga net<br />

Benefit adalah negative, atau dengan kata lain ada net cost. Dan pada tahun tahun<br />

sesudah nya biasanya gross benefit lebih besar dari groos cost, sehingga net benefit<br />

42


adalah positif. Yang dimaksud dengan net 8/C ratio adalah perbandingan antara<br />

present velue dari net benefit yang positif dengan present velue net benefit yang<br />

negative (net cost)<br />

P.V dari (Gross benefit- Biaya O&M)<br />

c. Profittability Ratio = -----------------------------------------------<br />

P.V dari Biaya lnvestasi<br />

d. Net Present Velue<br />

Tujuan kebijakan pembangunan adalah <strong>untuk</strong> mendapatkan hasil netto ( net<br />

benefit) yang maksimal yang dapat dicapai dengan investasi modal atau pengorbanan<br />

sumber-sumber lain. Yang dipakai sebagai ukuran dalam hal ini adalah the net present<br />

velue dari proyek, yang merupakan selisi antara the presen velue dari benevit dan net<br />

present velue dari cost jadi<br />

Net Present Dari Benevit = Present Velue Dari Benefit - Present Velue Dari Cost<br />

NPV = B - C ( dimana 8 dan C yang sudah di discount.<br />

Untuk menentukan ratio-ratio net present velue tersebut di atas harus ditetapkan dahulu<br />

discount rate yang akan digunakan menghiting the present velue baik dari benefit<br />

baupun dari biaya.<br />

5.3.3. Aspek Hukum<br />

] Aspek hukum berkaitan dengan keberadan hukum dalam mengatur dan<br />

menciptakan ketertiban dalam masyarakat. Untuk tujuan tersebut perlu diciptakan<br />

peraturan-peraturan mengenai tingkah laku dalam masyarakat yang harus ditaati<br />

<strong>untuk</strong> mencapai suatu tujuan. Dalam fungsinya sebagai pelindung kepentingan<br />

manusia dalam masyarakat, dalam tujuan tersebut hukum mempunyai sasaran yang<br />

hendak dicapai, dimana hukum bertugas_ membagi hak dan kewajiban antara<br />

perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara<br />

memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum itu sendiri.<br />

Berkaitan dengan pemilihan lokasi stasiun peluncuran roket pengorbit satelit<br />

aturan-aturan hukum perlu diciptakan. Aspek hukum pembangunan stasiun peluncuran<br />

roket pengorbit satelit berkaitan dengan peraturan-peraturan hukum yang mengatur<br />

keberadaan lokasi stasiun peluncuran, proses pembangunan stasiun peluncuran,<br />

kegiatan stasiun peluncuran roket dan peluncuran roket, serta dampak peluncuran ..<br />

Penetapan lokasi harus ditetapkan dengan Peraturan Presiden, pada tahap<br />

pembangunan jika melibatkan pihak ketiga baik domestik maupun asing diselesaikan<br />

melalui persetujuan (agreement) . Tahap pengoperasian meliputi izin penggunaan<br />

frekuensi, NOT AM (notification to air man and mariner). Pengamanan stasiun karena<br />

merupakan instalasi strategis sesuai standard operational procedur (SOP) dapat<br />

bekerjasama dengan TNI - Polri.<br />

43


Fasilitas pendukung , meliputi uji statik, laboratorium propelan, jaringan TT & C,<br />

stasiun bumi misi, fasilitas pengujian. Aspek hukum yang timbul akan berkenaan<br />

dengan ambang batas kebisingan, kebauan, kalibrasi dan instrumentasi. Penyelesaian<br />

perihal ini diselesaikan melalui pembuatan persetujuan para pihak pada TT&C, stasiun<br />

bumi misi sedangkan ambang batas zat-zat tertentu telah diatur dalam aturan yang<br />

menyangkut lingkungan hidup.<br />

Dalam peluncuran satelit masalah perizinan perlu diperhatikan, penggunaan slot<br />

orbit akan melibatkan Ditjen Postel, Depkominfo sebagai pelaksana dinas satelit yang<br />

selanjutnya akan berhubungan dengan ITU (International Telecommunication Union) .<br />

Berkaitan dengan kepemilikan meliputi pendaftaran dalam Badan Pendaftaran Nasional<br />

yang dalam hal ini LAPAN telah ditetapkan sebagai badan pendaftaran serta<br />

Pendaftaran pada Sekjen PBB selaku kuasa dari Registration Convention 1975 via<br />

Departemen Luar Negeri sesuai prosedur diplomatik yang berlaku. Flight Safety dan<br />

Flight Security pada izin peluncuran. Asuransi dan tanggung jawab, berkisar pada<br />

tahapan-tahapan hak dan kewajiban saat peluncuran, kesiapan pihak SAR (pada rule<br />

dan prosedur) jika terjadi accident (kecelakaan alamiah) dan incident (kejadian yang<br />

berkaitan dengan provokasi) .<br />

Tahapan pasca peluncuran, meliputi penggantian kerugian (liability) , pendaftaran<br />

ulang jika terjadi pemindahan kepemilikan, pencarian dan pertolongan jika terjadi<br />

malfunction.<br />

(1) Regulasi yang Diperlukan<br />

Dalam .rangka memperlancar implementasi kegiatan ini maka aturan pokok yang<br />

sangat diperlukan sebagai payung hukum adalah Undang-Undang tentang<br />

Keantariksaan. Peraturan Presiden tentang Penetapan Lokasi Stasiun Peluncuran.<br />

Peraturan Perundang-undangan tentang Pengendalian Ekspor di Bidang<br />

Keantariksaan.<br />

(2) Regulasi yang Telah Ada<br />

1. Undang-Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup<br />

2. Undang-Undang tentang Telekomunikasi<br />

3. Undang-Undang tentang Pertahanan Negara<br />

4. Undang-Undang tentang Bangunan<br />

5. Undang-Undang tentang Pengesahan Outer Space Treaty<br />

6. Undang-Undang tentang Penataan Ruang<br />

7. Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah<br />

8. Undang-Undang tentang tentang Penanggulangan Bencana<br />

9. Undang-Undang tentang Keuangan Negara<br />

10. Undang-Undang tentang Penerbangan<br />

11 . Peraturan Pemerintah tentang Anal isis mengenai Dampak Ling kung an<br />

12. Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya Beracun<br />

13. Peraturan Pemerintah tentang Pembagian Urusan Pemerintahan<br />

14. Keputusan Presiden tentang Pengesahan Rescue Agreement<br />

15. Keputusan Presiden tentang Pengesahan Liability Convention<br />

16. Keputusan Presiden tentang Pengesahan Registration Convention<br />

44


(3) Regulasi 'yang Perlu Dibuat<br />

1. Undang-Undang tentang Keantariksaan<br />

2. Peraturan Presiden tentang Penetapan Stasiun Peluncuran<br />

3. Peraturan Presiden tentang Tanggung Jawab Kegiatan Keantariksaan<br />

4. Peraturan Presiden tentang Peluncuran Benda Antariksa<br />

5. Peraturan Perundang-undangan tentang Pengendalian Ekspor di Bidang<br />

Keantariksaan<br />

6. Berbagai Agreement yang diperlukan pada tiap tahap kegiatan<br />

7. Keputusan Kepala LAPAN tentang Badan Pendaftaran Benda Antariksa<br />

Nasional<br />

Aspek hukum yang terkait dengan pengembangan peroketan,pengembangan satelit,<br />

dan stasiun peluncuran secara rinci diutarakan dalam Tabel- 5-1.<br />

Tabel, 5-5. Aspek Hukum Pengembangan Roket, Satelit, dan Stasiun<br />

Peluncuran<br />

,,<br />

, ASPEK "'<br />

KEGIATAN MASALAH HUKUM KETERANGAN<br />

,,<br />

'<br />

'<br />

''<br />

~!l:q TERKAIT<br />

1. Pengembangan Roket<br />

a. Desain Roket Ciptaan sendiri HAKI<br />

Adopt<br />

Modifikasi<br />

Kerjasama<br />

Lisensi<br />

HAKI<br />

Agreement<br />

b. Motor Roket Ciptaan sendiri HAKI<br />

Adopt<br />

Lisensi<br />

Modifikasi HAKI<br />

Kerjasama Agreement<br />

c. Bahan Bakar Ciptaan sendiri HAKI<br />

Adopt<br />

Lisensi<br />

Modifikasi HAKI<br />

Kerjasama Agreement<br />

d. Sistem Kendali Ciptaan sendiri HAKI<br />

Adopt<br />

Lisensi<br />

Modifikasi HAKI<br />

Kerjasama Agreement<br />

2. Pengembangan Satelit<br />

a. Desain Satelit Buat sendiri HAKI<br />

Adopt<br />

Modifikasi<br />

Lisensi<br />

HAKI<br />

Kerjasama Agreement<br />

b. Payload Buat sendiri HAKI<br />

Beli dan Merakit HAKI Beli di pasar legal<br />

Beli jadi Lisensi Beli di pasar legal<br />

Kerjasama Agreement<br />

45


c. Power generation Buat sendiri HAKI<br />

Beli dan merakit Lisensi<br />

Beli jadi<br />

HAKI<br />

Kerjasama Agreement<br />

d. Sistem Kendali Buat sendiri HAKI<br />

Adopt<br />

Lisensi<br />

Modifikasi HAKI<br />

Kerjasama Agreement<br />

e. Sub Sistem dan Buat sendiri HAKI<br />

Komponen Satelit<br />

Beli dan Merakit HAKI Beli di pasar legal<br />

Beli jadi Lisensi Beli di pasar legal<br />

Kerjasama Agreement<br />

4. Stasiun Peluncur<br />

a. Pemilihan alternatif FS Pembentukan Termasuk Amdal<br />

Tim<br />

FS (Kerjasama) Agreement Termasuk Amdal<br />

b. Penetapan Lokasi Perpres Pembuatan<br />

Perpres<br />

Kepemilikan<br />

c. Pembangunan Pihak Ketiga Agreement<br />

(ON)<br />

Pihak Ketiga (LN) Agreement<br />

d. Pengoperasian Pendaftaran Kelembagaan<br />

di LAPAN<br />

lzin Penggunaan Perizinan Deparpostel<br />

Frekuensi<br />

(Ditjen Postel)<br />

NOT AM Perizinan Dephub (ATC)<br />

e. Pengamanan Kerjasama Agreement<br />

dengan TNI dan<br />

POLRI<br />

4. Fasilitas Pendukung<br />

a. Uji Statik Kebisingan Am bang Sap pedal<br />

Ledakan<br />

Batas<br />

Bau<br />

a. Laboratorium Pembangunan Agreement<br />

Propel an<br />

oleh Pihak Ketiga<br />

c. Jaringan TT&C Upgrade yang Agreement<br />

ada oleh Pihak<br />

Ketiga<br />

46


Pinjam Fasilitas Agreement<br />

d. St. B. Misi Ugrade oleh Agreement<br />

Pihak Ketiga<br />

e. Fasilitas Pengujian Pinjam Fasilitas Agreement Uji komponen, uji<br />

KIM-LIPI/PT.DI<br />

subsistem dan uji<br />

integrasi serta uji<br />

getar, Uji level<br />

sate lit<br />

f. Commissioning Semua fasilitas Agreement<br />

yang dibangun Standard<br />

5. Peluncuran<br />

a. Penggunaan Slot lzin penggunaan Perizinan ITU via<br />

·slot orbit dan Deparpostel<br />

frekuensi<br />

(Ditjen Postel)<br />

b. Kepemilikan Pendaftaran Perizinan Via Deplu<br />

Sekjen PBS<br />

Pendaftaran Perizinan Biro Humasmagan<br />

nasional<br />

LAPAN<br />

c. Flight Safety ljin Peluncuran Perizinan LAPAN<br />

d. Flight Security ljin Peluncuran Perizinan LAPAN<br />

e. Asuransi Operator Asuransi<br />

f. Tanggung Jawab Liability Tanggung Pelimpahan<br />

Pihak Ketiga Jawab Kepada Swasta<br />

Operator<br />

g. Incident dan accident SAR SOP<br />

83 atau NPS SOP<br />

6. Pasca Peluncuran<br />

a. Penggantian kerugian Operator Safety Negara/Swasta<br />

(Liability )<br />

Pelaksana<br />

b. Pemindahan<br />

kepemilikan<br />

c. Asuransi Operator Asuransi<br />

d. Incident dan accident SAR SOP<br />

Catatan: Pembelian komponen (Karena industri nasional tidak ada)<br />

a. End user certificate<br />

b. State guarantee for items not to be re-export<br />

c. State guarantee to be made weapon of mass destruction<br />

47


5.3.4. Aspek Sosial<br />

Pembangunan sebagai sebuah perubahan sosial yang terencana tidak bisa<br />

hanya dijelaskan secara kuantitatif dengan pendekatan ekonomi semata, tapi terdapat<br />

aspek sosisl yang tersembunyi jauh pada diri masyarakat seperti persepsi, gaya hidup,<br />

motivasi dan budaya yang mempengaruhi pemahaman masyarakat dalam<br />

memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Sosiologi pembangunan juga berusaha<br />

<strong>untuk</strong> menjelaskan berbagai dampak baik positif maupun negatif dari pembangunan<br />

terhadap sosial budaya masyarakat. Berbagai introduksi baik yang berupa teknologi<br />

dan nilai-nilai baru dalam proses pembangunan tentu akan membawa dampak pada<br />

bangunan sosial yang sudah ada sejak lama.<br />

Keberhasilan pembangunan kesejahteraan sosial selain ditentukan oleh kualitas<br />

pelayanan langsung yang bersifat mikro juga dipengaruhi oleh sistem dan arah<br />

kebijakan sosial yang bersifat makro. Kebijakan sosial tersebut sangat menentukan<br />

tipe, jenis, sistem dan pendekatan pemberian pelayanan sosial kepada kelompok<br />

sasaran. Pengetahuan mengenai analisis kebijakan sosial sangat penting <strong>untuk</strong><br />

menentukan apakah suatu kebijakan atau pembangunan memiliki dampak positif atau<br />

negatif terhadap masyarakat, apakah kebijakan tersebut sudah sesuai dengan<br />

kebutuhan masyarakat, dan apakah kebijakan tersebut mampu merespon masalahmasalah<br />

sosial yang dirasakan oleh masyarakat.<br />

Dilihat dari aspek sosial, pembangunan atau keberadaan suatu proyek di suatu<br />

daerah tertentu, dapat ditentukan apakah keberadaan proyek di suatu daerah akan<br />

menjadikan daerah tersebut menjadi semakin ramai, lalulintas semakin lancar, adanya<br />

jalur komunikasi, penerangan listrik, dan pendidikan masyarakat setempat semakin<br />

meningkat. Berbagai kegiatan yang didasarkan atas aspek sosial tidak selalu<br />

didasarkan atas keuntungan yang berupa uang, tapi didasarkan pertimbanganpertimbangan<br />

lainnya atau keuntungan lainnya berupa peningkatan kesehatan,<br />

pendidikan, pelayanan dan kegiatan lainnya yang ditujukan meningkatkan kwalitas<br />

hid up.<br />

Secara luas kata sosial menunjuk pada pengertian umum mengenai bidangbidang<br />

atau sektor-sektor pembangunan yang menyangkut aspek manusia dalam<br />

konteks masyarakat atau kolektifitas. lstilah sosial dalam pengertian ini mencakup<br />

antara lain bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik, hukum, budaya, atau<br />

pertanian. Sedangkan dalam arti sempit, kata sosial menyangkut sektor kesejahteraan<br />

sosial sebagai suatu bidang atau bagian dari pembangunan sosial atau kesejahteraan<br />

rakyat yang bertujuan <strong>untuk</strong> meningkatkan kualitas kehidupan manusia.<br />

Kebijakan sosial adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan tindakan<br />

yang memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat melalui<br />

pembangunan atau penyediaan pelayanan sosial, peningkatan pemerataan. Kebijakan<br />

publik meliputi semua kebijakan yang berasal dari pemerintah, seperti kebijakan<br />

ekonomi, transportasi, komunikasi, pertahanan keamanan (militer), serta fasilitasfasilitas<br />

umum lainnya (air bersih, listrik).<br />

48


5.3.5. Aspek Politik<br />

Aspek politik merupakan salah satu titik central dalam sebuah negara. Politi k<br />

terkait dengan sejauh mana sebuah negara mempunyai kepentingan <strong>untuk</strong><br />

membangun dan melindungi negaranya serta tekadnya <strong>untuk</strong> mewujudkan kepentinga n<br />

tersebut. Demikian juga dalam pembangunan lokasi pusat peluncuran, kepentingan<br />

nasional <strong>untuk</strong> memiliki pusat peluncuran merupakan hal yang paling utama.<br />

Kepentingan nasional ini tercermin adanya political will (komitmen) baik dari pemerintah<br />

pusat maupun pemerintah daerah di mana pusat peluncuran akan dibangun.<br />

Secara geografis, Indonesia terletak di antara 92° BT sampai 141° BT dan 14°<br />

LS sampai 7° 20 LU serta tersebar di sekitar 12,8% garis khatulistiwa. Wilaya h<br />

Indonesia ini juga terletak di antara 2 (dua) benua besar di sebelah utara dan selatan,<br />

dan 2 (dua) samudera besar di bagian timur dan baratnya. Wilayah Indonesia meliputi 2<br />

juta km2 daratan, 3.100.100 km2 wilayah I aut teritorial dan 2. 700.000 km2 Zona<br />

Ekonomi Eksklusif. Wilayah daratan ini terdiri lebih dari 17.000 pulau di antara lautan<br />

dengan laut dan dipisahkan/dihubungkan dengan perairan yang relatif dangkal, (Peran<br />

dan Upaya Kedirgantaraan LAPAN, Renstra LAPAN, Juni 2005).<br />

Dilihat dari posisi tersebut, muncul berbagai kondisi yang merupakan keunggulan<br />

komparatif <strong>untuk</strong> didayagunakan bagi kepentingan umat manusia. Kondisi-kondisi ini<br />

antara lain sekitar 12,8 % garis katulistiwa yang membentang diatas Indonesia<br />

menjadikan wilayah Indonesia sebagai tempat yang sangat ideal <strong>untuk</strong> menjadi lokasi<br />

peluncuran roket pengorbit satelit. Secara teknis pusat peluncuran yang berlokasi di<br />

wilayah sekitar garis khatulistiwa akan lebih efisien dibandingkan dengan pusat<br />

peluncuran yang lokasinya jauh dari khatulistiwa. Peluncuran satelit ke GSO dari pusat<br />

peluncuran disekitar khatulistiwa akan mendapat keuntungan penambahan kecepatan<br />

rotasi bumi sehingga tidak memerlukan maneuver yang dapat menghabiskan bahan<br />

bakar roket dan satelit.<br />

Di sisi lain yaitu secara geopolitik, posisi Indonesia yang berada pada posisi<br />

silang diantara dua benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia, serta berada di antara<br />

dan sekaligus pertemuan dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik,<br />

merupakan posisi terbuka yang dapat menjadi peluang bagi negara lain <strong>untuk</strong> masuk<br />

dan melakukan aktivitas di wilayah perairan Indonesia dengan berbagai dampak yang<br />

ditimbulkan.<br />

Dampak lebih jauh adalah dapat terjadinya konflik berbagai kepentingan antara<br />

Indonesia dengan negara-negara tetangga maupun negara lain yang menggunakan<br />

daratan serta perairan Indonesia, sehingga pada gilirannya dapat menimbulkan<br />

ancaman potensial, berupa konflik baik politik maupun militer yang mengancam<br />

kedaulatan negara. Dengan demikian, Indonesia tentunya harus mewaspadai<br />

perkembangan yang terjadi di sekitarnya terutama di kawasan Asia Pasifik. Sebab<br />

konsekuensi letak geografis Indonesia dipersilangan jalur lalulintas internasional<br />

tersebut, maka setiap pergolakan berapa pun kadar intensitas pasti berpengaruh<br />

terhadap Indonesia. Apalagi jalur suplai kebutuhan dasar terutama minyak beberapa<br />

negara melewati perairan Indonesia. Jalur pasokan minyak dari Timur Tengah dan<br />

Teluk Persia ke Jepang dan Amerika Serikat, misalnya, sekitar 70% pelayarannya<br />

melewati perairan Indonesia. Karenanya sangat wajar bila berbagai negara<br />

berkepentingan mengamankan jalur pasokan minyak ini, termasuk di perairan<br />

49


nusantara, seperti, Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, Selat Makasar, Selat<br />

Ombai Wetar, dan lain-lain.<br />

Posisi Indonesia di kawasan Asia Pasifik yang berbatasan dengan beberapa<br />

negara juga memiliki potensi munculnya konflik. Disebelah Utara berbatasan dengan<br />

Malaysia, Singapura, Filipina, Laut Cina Selatan, disebelah Selatan berbatasan dengan<br />

Australia dan Samudera Hindia, disebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia,<br />

dan disebelah Timur berbatasan dengan Papua Nugini, Timor Leste, dan Samudera<br />

Pasifik. Selain itu, Indonesia memiliki 12 pulau terluar yang memiliki potensi<br />

kerawanan karena dapat memicu konflik perbatasan dengan beberapa Negara<br />

tetangga seperti India, Malaysia, Singapura, Vietnam, Philipina, Palau, Timur Leste, dan<br />

Australia. Ke-12 pulau terluar tersebut dari sisi strategi merupakan kawasan strategis<br />

dan memiliki potensi sangat penting, hal ini karena di pulau-pulau tersebut terdapat<br />

Titik Dasar (TO) dan Titik Referensi (TR) yang digunakan <strong>untuk</strong> menarik garis pangkal<br />

batas wilayah atau teritorial Republik Indonesia.<br />

Dengan demikian maka kebutuhan akan perlindungan dan mempertahankan<br />

kepentingan terhadap bumi, laut, udara, dan antariksa di atas Indonesia dalam<br />

lingkungan strategik global yang sangat dinamis mutlak diperlukan. Salah satu<br />

antisipasi yang dapat dilakukan <strong>untuk</strong> mempertahankan kepentingan tersebut adalah<br />

dengan menangkal terlebih dahulu. Upaya penangkalan ini adalah dengan cara<br />

menekan kadar potensi melalui pengerahan baik kekuatan lunak (soft power) maupun<br />

kekuatan keras (hard power) sehingga tidak menjadi sebuah ancaman nyata. Pada<br />

kondisi ini seringkali yang berlaku adalah mewujudkan penangkalan dengan<br />

pengerahan kekuatan keras. Konsep penangkalan inilah yang dalam konteks<br />

keamanan internasional kemudian dikenal dengan deterrence. Deterrence atau<br />

penangkalan adalah ancaman dengan menggunakan offensive attack sebagai<br />

pertahanan dengan menangkal suatu serangan dan menimbulkan efek penggentar.<br />

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Indonesia juga perlu menerapkan efek<br />

detterence sebagai sebuah elemen pertahanan yang mendukung eksistensi kedaulatan<br />

negara. Keberadaan sebuah tempat peluncuran di sebuah negara dan mampu<br />

meluncurkan satelit baik ke orbit LEO, MEO, maupun GEO tentunya akan<br />

mengandung makna lain, mengingat sifat dari teknologi antariksa yang dual use (dapat<br />

digunakan <strong>untuk</strong> kepentingan sipil dan militer). Sebuah negara yang mempunyai<br />

kemampuan meluncurkan satelit ke LEO dan orbit menengah Bumi (Medium Earth<br />

Orbit atau MEO) menunjukkan bahwa negara tersebut mempunyai kemampuan <strong>untuk</strong><br />

membuat Intermediate-Range Ballistic Missile (IRBM) yang mempunyai jangkauan<br />

antara 2.500-3.500 km. Sedangkan apabila mampu meluncurkan satelit ke<br />

Geostationary Orbit (GSO) artinya negara tersebut mempunyai kemampuan <strong>untuk</strong><br />

membuat misil Intercontinental Ballistic Missile (ICBM) yang mempunyai jangkauan<br />

lebih dari 3.500 km. Dengan demikian apabila Indonesia mempunyai kemampuan<br />

meluncurkan roket dengan membawa satelit ke orbit rendah (LEO) dari bumi Indonesia<br />

sendiri, maka mengandung arti bahwa Indonesia mempunyai kemampuan <strong>untuk</strong><br />

membuat misil balistik dengan jangkauan antara 2500 km - 3500 km. Kemampuan<br />

Indonesia ini tentunya dapat memberikan efek deterrence kepada negara lain.<br />

Pulau Nias merupakan salah satu pulau terluar yang berada disebelah Barat<br />

berbatasan dengan Samudera Hindia. Dengan demikian keberadaan pusat peluncuran<br />

satelit di Pulau Nias secara politik dapat diartikan sebagai bagian dari upaya<br />

pertahanan keamanan Indonesia <strong>untuk</strong> wilayah Indonesia bagian Barat berupa<br />

deterrence. Hal ini dapat diilustrasikan bahwa kemampuan meluncurkan satelit ke orbit<br />

50


endah dari Pulau Nias mengandung arti bahwa apabila yang diluncurkan misil maka<br />

perkiraan jangkauan misil balistiknya akan mencapai beberapa negara seperti India,<br />

Bangladesh, China, Australia Barat, Taiwan, dan Sri Lanka. misalnya Thailand,<br />

Bangladesh, India, VietNam, dan Australia.<br />

Dari diskusi kami dengan pihak Pemda Nias, peran strategis dari pusat<br />

peluncuran di Pulau Nias sebagai penyangga keamanan Indonesia bagian Barat ini<br />

sangat dipahami, dan karenanya pihak Pemda Nias menyediakan lokasi di Nias Utara<br />

<strong>untuk</strong> dijadikan sebagai pusat peluncuran satelit.<br />

llustrasi jangkauan misil dari Pulau Nias sebagaimana dilihat dalam Gambar 5-1<br />

~~~"!"""!\'-.Raw:fl<br />

Perkiraan jangkauan<br />

misil dari P Nias ke:<br />

• lndia-3000 km<br />

• Bangladesh 2680 km<br />

• China 3500 km<br />

• Australia Barat-3500<br />

km<br />

• Taiwan-3400 km<br />

• Sri Lanka-2000 km<br />

GAMBAR 5-16A : PERKIRAAN JANGKAUAN MISIL DARI PUSAT<br />

PELUNCURAN Dl P. NIAS<br />

51


5.4 Potensi Kepulauan Nias Sebagai Lokasi Stasiun<br />

Pengorbit Satelit<br />

Peluncuran Roket<br />

5.4.1 Kondisi Umum Kepulauan Nias<br />

Kepulauan Nias berada dalam wilayah administrasi Propinsi Sumatera Utara,<br />

dengan panjang sekitar 120 Km dan Iebar sekitar 40 Km terletak antara 0°12'-1°32' LU<br />

dan 97°-98° ST. Kepulauan Nias terdiri dari 132 gugusan pulau dengan pulau terbesar<br />

yaitu Pulau Nias. Kepulauan Nias adalah merupakan daerah kepulauan yang dikelilingi<br />

oleh Samudera Indonesia, dan berjarak ± 86 mil laut dari Sibolga (Daerah Propinsi<br />

Sumatera Utara sebelah Barat). Berada di dekat garis Khatulistiwa dan berposisi<br />

terpencil karena tidak berada pada jalur ramainya arus transportasi regional, nasional<br />

maupun internasional Batas wilayah kepulauan Nias :<br />

• Sebelah Utara<br />

• Sebelah Selatan<br />

• Sebelah Timur<br />

• Sebelah Barat<br />

berbatasan dengan Kepulauan Banyak, Provinsi Nanggroe<br />

Aceh Darussalam;<br />

berbatasan dengan kepulauan Mentawai, Provinsi Daerah<br />

TK I Sumatera Barat;<br />

berbatasan dengan Pulau Mursala, Kabupaten Daerah TK II<br />

Tapanuli Tengah;<br />

berbatasan dengan Samudera Hindia.<br />

Pulau Nias itu sendiri dengan luas wilayah 5.625 km 2 (hampir 8% dari luas wilayah<br />

propinsi Sumatera Utara) dan berpenduduk sekitar 700.000 jiwa terdiri dari 4 kabupaten<br />

dan 1 kota, yaitu Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat,<br />

Kabupaten Nias Utara, dan Kota Gunungsitoli. 61<br />

Pencapaian ke Pulau Nias dapat dilakukan melalui dua cara:<br />

a. Transportasi udara<br />

Dari bandar udara Polonia Medan ke Bandara Binaka, Gunung Sitoli ditempuh<br />

selama ± 45 menit menggunakan pesawat Wings, atau SMAC (Fokker F-50) dan<br />

Merpati (CN 235). Bandar Udara Binaka mempunyai landasan (runway) 1.355 x 30<br />

m, dengan permukaan dari aspal.<br />

Selain itu juga terdapat Bandar Udara Lasondre yang terletak di ujung utara Pulau<br />

Tanah Masa, Kecamatan Pulau-pulau Batu, Kabupaten Nias Selatan. Bandara ini<br />

yang beroperasi tahun 2006 memiliki Panjang Landasan 1.400 x 23 m dari aspal,<br />

dan mempunyai Terminal Domestik dengan luas 120 M2, serta Jenis pesawat<br />

yang bisa mendarat adalah Fokker 50/Avro RJ100. Sejak 1 Maret 2010,<br />

dioperasikan pesawat jenis cassa 212 seri 200 dengan operator Nusantara Buana<br />

Air (NBA) dengan berkapasitas 21 penumpang. 62<br />

61<br />

http://id.wikipedia.org/wiki/Kota Gunungsitoli, ter<strong>akhir</strong> diubah II Maret 2010, diakses tanggal6 April 2010.<br />

62<br />

Borokoa, Penerbangan Perintis ke Lasondre Kembali Beroperasi, March 8, 20 I 0<br />

52


. Transportasi di Pulau Nias<br />

Dari Bandara Binaka ke kota Gunung Sitoli yang berjarak sekitar 20 km ditempuh<br />

dalam waktu sekitar 15 menit dengan menggunakan mobil melalui jalan beraspal<br />

yang cukup baik.<br />

Dari kota Gunung Sitoli ke Kecamatan Afulu, Nias Utara dengan jarak sekitar 109<br />

km ditempuh dalam waktu sekitar 2 jam dengan menggunakan mobil melalui jalan<br />

yang cukup baik, namun beberapa melalui jalan yang cukup naik dan turun.<br />

c. Transportasi laut<br />

Dapat dilakukan dari Sibolga ke Pelabuhan Gunungsitoli dengan kapal penumpang<br />

selama 10 jam a tau ke Pelabuhan Lahewa dengan kapal pengangkut barang .<br />

. •.•....... •····. --~----······-··----- ················-··················- ........... ··-······-- -------------- ......... ····················-············-··············- ....... --------------- -----··· ....... ----- ·----------···· ................ -······· ........................................... ··············-··················-······ ·············-········<br />

L a h ewa ~? _/Sf~~\;.:;:: ~{Ni_ :; -~r~<br />

~~~L~~ ~,<br />

;;/ ~~r ~~:"~ d .. ho~<br />

""' J_ \ f'----, ~\<br />

S i rombu ~::::::::::-_-:_~~ (-{~-··-" ~ \ )<br />


• Program LAPAN terkait dengan peroketan<br />

• Perlunya Stasiun Peluncuran Roket<br />

• Kondisi Stasiun Peluncuran Roket LAPAN Pamengpeuk saat ini dan berbagai<br />

maslalahnya<br />

• Potensi Pulau Nias dilihat dari arah peluncuran kelaut bebas cocok <strong>untuk</strong><br />

lokasi stasiun peluncuran, dan<br />

• Syarat syarat lainnya <strong>untuk</strong> lokasi Stasiun Peluncuran Roket,<br />

Tanggapan PEMDA atas paparan tentang rencana pembangunan stasiun<br />

peluncuran roket adalah positif, namun melihat syarat-sayarat terkait dengan lokasi<br />

stasiun peluncuran yang membutuhkan luas tanah dekat pantai yang harus<br />

dikosongkan sesuai dengan zona keselamatan penduduk, 10kmx 10 km, mereka<br />

mempertanyakan sejauh mana dampak positif dari pembangunan Stasiun Peluncuran<br />

Roket bagi masyarakat Pulau Nias khususnya bagi lingkungannya dan juga apa<br />

dampak negatif dari pembangunan stasiun peluncuran tersebu bagi masyarakat<br />

lingkungannya.<br />

Setelah Tim - Pussisfogan menjelaskan dampak positif dan dampak negatif<br />

dari Staiun Peluncuran Roket, maka pihak PEMDA melakukan diskussi <strong>untuk</strong> melihat<br />

dimana lokasi yang sesuai dengan kebutuhan LAPAN. Setelah melihat peta<br />

ditetapkan bahwa luas lokasi 100 km persegi (10 km x 10 km) tidak ada lagi di Pulau<br />

Nias. Lahan yang tersedia luasnya kurang lebih 64 km persegi dan lokasinya di<br />

Nias Utara kecamatan Afulu. Dan Kecamatan Alasa. Karena lahan yang tersedia di<br />

Kabupaten Nias Utara, maka PEMDA NIAS merekomendasikan Tim bertemu dengan<br />

Bapeda Nias Utara.<br />

Pertemuan dengan pejabat Nias Utara Bapeda Nias Utara yaitu Toloni Waruwu<br />

SH,MSi dan Amizoro, Wakil DPRD Nias Utara., diawali dengan pemaparan seperti<br />

pertemuan dengan PEMDA Nias sebelumnya. Bapeda dan wakil DPRD Nias Utara,<br />

mengutarakan bahwa di Nias Utara ada tanah dekat pantai luasnya kurang 64 km2 di<br />

Desa Afulu dan Desa Salonako Kecamatan Afulu, ditambah Desa Bitaya dan Desa<br />

Ononamolo Kec. Alasa. Tanah tersebut berupa kebon kelapa, dan kebon karet milik<br />

rakyatltanah adat dan bukan tanah pemerintah, dan dihuni oleh beberapa penduduk.<br />

Wakil DPRD memberikan tanggapan atau masukan, karena tanah tersebut<br />

bukan milik pemerintah, maka perlu pembebasan-lahan, termasuk tanaman yang ada di<br />

dikebon yang dibebaskan, serta biaya pemindahan penduduk yang bertempat tinggal<br />

di dalam lokasi tersebut. Berkaitan dengan pembicaraan pembebasan tanah yang<br />

diutarakan oleh Bapeda Nias Utara dan Wakil DPRD Nias Utara, Tim Pussisfogan­<br />

LAPAN, menanggapi dan mengemukakan saat ini belum ada wewenangnya Tim<br />

<strong>untuk</strong> membahas masalah pembebasan tanah. Tim lebih lanjut mengemukakan,<br />

bahwa pembebasan tanah harus melalui tahapan-tahapan:<br />

1. Setelah luas lahan dan syarat-syaratnya cocok <strong>untuk</strong> lokasi stasiun peluncuran<br />

roket pengorbit satelit, dan ada kesediaan PEMDA Nias Utara <strong>untuk</strong> menyediakan<br />

lokasi tersebut, LAPAN akan melakukan survey lanjutan <strong>untuk</strong> mengkaji lebih teliti<br />

tentang apakah lokasi yang disediakan secara teknis cocok <strong>untuk</strong> lokasi stasiun<br />

peluncuran roket.<br />

2. PEMDA harus meminta pandangan kepada pemilik tanah dan masyarakat tentang<br />

rencana pembangunan stasiun peluncuran roket dan syarat-syaratnya .<br />

3. Setelah pemilik tanah menyepakati bahwa tanahnya bisa digunakan, maka<br />

kegiatan lebih lanjud adalah menentukan teknik pembebasan tanah, dan harga<br />

54


pembebasan yang diinginkan. Teknik pembebasan dan harga menjadi<br />

pertimbangan bagi LAPAN <strong>untuk</strong> mengajukan anggarannya ke Pemerintah Pusat.<br />

4. Setelah LAPAN/Pemerintah Pusat menyetujui, maka langkah berikutnya adalah<br />

pelaksanaan pembebasan dan pembangunan.<br />

5.4.3. Survey Lapangan<br />

Sesuai dengan hasil pertemuan dengan Ka. Bappeda Nias Utara tersebut pada<br />

Bab 5.4.2 di atas, tim melakukan survey ke lokasi yang ditunjuk. Berikut adalah<br />

informasi mengenai Pulau Nias dan lokasi yang ditunjuk.<br />

a. Kabupaten Nias<br />

Kabupaten Nias berada pada Koordinat 0°12'-1°32' LU 9r- 98° BT Gambar 5-<br />

17, adalah salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Utara yang terletak di pulau<br />

Nias, lbukotanya Gunungsitoli. Luas daerah 3.799 km 2 terdiri dari 14 kecamatan,<br />

dihuni 444.524 (2007) penduduk dengan kepadatan rata-rata 12 jiwa/km 2 .<br />

Gam bar 5-17: Kabupaten Nias<br />

Penghasilan utama penduduknya sebagian besar masih mengandalkan dari hasil<br />

pertanian. Luas lahan potensial mencapai 81.389 hektar, yang terdiri dari sawah<br />

22.486 hektar dan lahan kering 58.903 hektar. Keadaan alam Nias yang subur<br />

sangat cocok <strong>untuk</strong> budi daya tanaman karet, kelapa, kopi, cengkeh dan nilam.<br />

Karet dan kopra menjadi andalan utama hasil perkebunan.<br />

b. Kabupaten Nias Utara<br />

Kabupaten Nias Utara Gambar 5-18 ibukotanya kecamatan Lotu. Kabupaten ini<br />

merupakan pemekaran dari Kabupaten Nias yang diresmikan oleh Menteri Dalam<br />

Negeri Indonesia, Mardiyanto, pada 29 Oktober 2008, Luas wilayah Kabupaten<br />

55


Nias Utara 1.202,78 km 2 , jumlah penduduk 127.703 jiwa (2007) dengan kepadatan<br />

106 jiwa/km .<br />

Gambar 5-18: Kabupaten Nias Utara<br />

Kabupaten Nias Utara, mempunyai 11 kecamatan, yaitu:<br />

1) Afulu (9 des a)<br />

2) Alasa<br />

3) Alasa Talumuzoi<br />

4) Lahewa<br />

5) Lahewa Timur<br />

6) Lotu<br />

7) Namohalu Esiwa<br />

8) Sawo<br />

9) Sitolu Ori<br />

10) Tug ala Oyo<br />

11) Tuhemberua<br />

56


Batas Wilayah Nias Utara:<br />

Utara Samudera Indonesia<br />

S t Kecamatan Botomuzoi, Kecamatan Hiliduho, Kecamatan Mandrehe, Kecamatan<br />

e 1<br />

a an Mandrehe Utara, dan Kecamatan Moro'o<br />

Barat<br />

Timur<br />

Samudera Indonesia<br />

Samudera Indonesia, Kecamatan Gunung Sitoli Alo'oa, dan Kecamatan Gunung<br />

Sitoli Utara<br />

Kecamatan Afulu<br />

Lokasi Stasiun Peluncuran Roket Pengorbit Satelit yang dimungkinkan hanya<br />

di Kecamatan Afulu yaitu di desa Salonako, dan di Kecamatan Alasa yaitu desa<br />

Bitaya dan desa Ononamolo. Kecamatan Afulu terletak pada 01°12'47"LU dan<br />

9r04'48" BT. Berdasarkan UU Nomor 45 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kab.<br />

Nias Utara di Prov. Sumatera Utara Kecamatan Afulu mempunyai luas wilayah 144,11<br />

km 2 . Kondisi daerah menuju Kecamatan Afulu sebelah kanan adalah pantai,<br />

Gambar,5-18, dan sebelah merupakan daratan perbukitan (berupa kebon kelapa, dan<br />

karet) dapat dilihat pada Gam bar 5-19.<br />

Batas Wilayah Kecamatan Afulu<br />

Utara<br />

Selatan<br />

Barat<br />

Timur<br />

Kecamatan Lahewa<br />

Kecamatan Alasa<br />

Samudera Hindia<br />

Kecamatan Lahewa Timur<br />

Kecamatan Afulu mempunyai luas wilayah 149,78 km 2 , dan terdiri dari 9 Desa, yaitu: 63<br />

NO. DESA LUAS (<strong>KM</strong>z)<br />

1 Sifaoroasi 14,61<br />

2 Faekhunaa (Salonako) 14,98<br />

3 Lauru Fadoro 45,72<br />

4 Afulu 22,03<br />

5 Lauru I Afulu 14,98<br />

6 Ombolata Afulu 7,46<br />

7 Sisobahili 14,80<br />

8 Lauru Lahewa 7,21<br />

9 Harewakhe 7,99<br />

JUMLAH 149,78<br />

Desa Salonako adalah salah satu daerah yang masuk dalam Otonomi<br />

Kabupaten Nias Utara terletak di Kecamatan Afulu. Pada awalnya Salonako atau Desa<br />

Faekhunaa bergabung di Kecamatan Alasa, dengan adanya pemekaran kecamatan<br />

maka daerah ini secara pemerintahan di pindahkan ke Kecamatan Afulu pada bulan<br />

September 2003.<br />

63<br />

Kecamatan Afulu Dalam Angka 2008, Koordinator Statistik Kecamatan Afulu, Kabupaten Nias.<br />

57


Gambar 5-19: Kondisi Daerah Sebelah Kanan Menuju Kota Kecamatan Afulu<br />

58


Gam bar 5-20: Kondisi Daerah Sebelah Kiri Menuju Kota Kecamatan Afulu<br />

Sarana Jalan Darat Menuju Kecamatan Afulu<br />

Dari Kota Gunungsitoli ke Kota Kecamatan Afulu ada dua jalan, namun saat ini<br />

jalan yang lebih mulus adalah melalui Lotu (lbu Kota Kabupaten Nias Utara). Jarak dari<br />

Kota Gunungsitoli ke Lahewa melalui Lotu kurang lebih 86 km, dan jarak dari Lahewa<br />

ke Kota Kecamatan Afulu adalah 23 km. Jalan dari Gunungsitoli ke kecamatan Afulu<br />

relatif baik beraspal, tetapi jembatan-jembatan pada umumnya sudah rusak (lihat<br />

Gambar 5-21), dan 5 km sebelum Afulu jalannya telah rusak.<br />

Kecamatan Afulu adalah daerah ter<strong>akhir</strong> yang bisa dilalui kendaraan roda<br />

empat. Dari kota Kecamatan Afulu ke Desa Salonako berjarak sekitar 12 km dan<br />

hanya bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua dengan jalannya yang masih belum<br />

beraspal. Namun dalam Perencanaan Pembangunan Pulau Nias akan dibangun jalan<br />

lingkar Pulau Nias yang menyelusuru pantai, termasuk akan melalui Kecamatan Afulu.<br />

Diperkirakan jumlah penduduk di Des a Sanolako kurang lebih 100 keluarga (KK) 64<br />

Gam bar 5-20. Batas perjalanan tim di kecamatan Afulu.<br />

64<br />

Infonnasi diperoleh dari penduduk setempat.<br />

59


Gam bar 5-21: Kota Kecamatan Afulu<br />

Gam bar 5-22: Kondisi Jembatan Menuju Afulu<br />

60


5.4.4. Kondisi Meteorologi dan lklim<br />

Keadaan iklim Kabupaten Nias di pengaruhi oleh Samudra Hindia. Suhu udara<br />

dalam satu tahun rata-rata 26°C dan rata-rata maksimum 31 °C. Kecepatan angin ratarata<br />

dalam satu tahun 14 knot/jam dan bisa mencapai rata-rata maksimum sebesar 16<br />

knot/jam dengan arah angin terbanyak berasal dari arah utara. 65<br />

5.4.5. Arah Peluncuran<br />

Peluncuran roket pengorbit satelit dari Pulau Nias ke orbit kutup (polar) dapat<br />

diarahkan secara bebas kearah selatan menuju Samudra Hindia. Keuntungan yang<br />

dapat diperoleh dari peluncuran dari wilayah Pulau Nias ini adalah dekat dengan<br />

ekuator, bebas dan tidak mengganggu negara lain. Arah peluncuran Gambar-5-23.<br />

Gambar 5-23: Simulasi Peluncuran Dari Pulau Nias<br />

65<br />

Letak dan Keadaan Geografis Pulau Nias, Maret 15, 2010, diakses tanggal6 April2010<br />

61


0 - ---,--- ---<br />

Satelit akan diluncurkan dari Pulau Nias dengan sudut elevasi 80°. Pada awalnya<br />

orbiter terbang secara balistik, sehingga setelah roket tingkat ketiga dilepaskan sudah<br />

mempunyai sudut elevasi 60°. Saat coasting tahap ketiga ini, orbiter akan dikendalikan<br />

sehingga mempunyai sudut oo, dan roket tingkat em pat siap ditembakan <strong>untuk</strong><br />

mendorong satelit memasuki orbit. Secara skematik skenario peluncuran ini dapat<br />

dilihat pada Gambar. 5-23.<br />

AL 'T11UJE-VB...CCITYvs TliiiE<br />

------ ---·.. o,o _________ - o------ ·- -·-l<br />

l<br />

i<br />

--ase~-r--------0--------------o------- 9<br />

--ooe 8<br />

7<br />

-----i!50 +---~-~~----.-------1 6 f<br />

- - -i!EG<br />

-----4<br />

----100<br />

:,<br />

2<br />

.------e<br />

-20 0 20 40 60 eo 100<br />

11ME(see)<br />

120<br />

-- 0<br />

140<br />

350 ,-------,-----.--------,-------.---- --- -,- - - --,--<br />

0<br />

300 r<br />

250 ~<br />

r 200 ~<br />

~ 150 i<br />

--~·.<br />

100<br />

50<br />

/ ..<br />

I"<br />

/<br />

Q _____ l .. L ·-· _L _I_ _J.... ___ J<br />

0 50 100 150 200 250 300 350 400<br />

Range (km)<br />

Gambar 5-24: Trayektori Simulasi Pengorbit Satelit<br />

62


_.,1·--------<br />

...<br />

STAGE _J_C:.~~~l.:IJ:'Iy_______ ------LJ<br />

8. STAGE 4 THkUSTING<br />

,.-? 7.STAGE3SEPARATION Stage4 [ 120 294.25 4630]<br />

, /' Stage 3 [ 49 108.6 4988] Cut OfT [ 12~ 314 7750]<br />

·,', Q STAGE<br />

3 THRUSTING<br />

[ 46 99.6 5000]<br />

' i2nition r 34 61.8 31981<br />

I j<br />

coasting<br />

5. STAGE2SEPARATION<br />

Stage 2 [ 30 50 3235 ]<br />

... ..... .....<br />

'<br />

' '<br />

' '<br />

' \<br />

\<br />

4. STAGE 2 THI\USTING<br />

I<br />

coasting [ 2\ 40 3260 ]<br />

ignition [ 15\ 13.4 1590]<br />

...., 3.STAGE I \<br />

, Stage 1 + Booster [\ 12 8.58 1690 ]<br />

i ', \<br />

\<br />

\<br />

\<br />

\<br />

2. BOOST!f!G<br />

LAPAN ~1 [ 8.26 3.8<br />

\<br />

\<br />

I. LIFT Off\<br />

LAPAN OJ\ [ 0.0 0.00<br />

\<br />

~<br />

\<br />

\<br />

\<br />

10oJ 1 1<br />

I<br />

I<br />

I<br />

58] 1<br />

I<br />

'f<br />

63.05 km<br />

93.38 km 389.3 km<br />

Gam bar 5-25: Perkiraan Jarak Jatuh Bagian-bagian RPS<br />

63


5.4.6 lnfrastruktur Yang Ada dan Yang Dapat Dikembangkan<br />

Setelah gempa tahun 2005 infrastruktur seperti jalan, jembatan dan bangunan<br />

hampir semuanya hancur. Dengan bantuan dari beberapa negara , dan bantuan dari<br />

pusat, jalan di Pulau Nias relatif bagus, tapi jembatan telah rusak kembali akibat<br />

gempa yang terjadi pad a tahun 2010 ini. Jaringan Listrik telah masuk sampai<br />

kecamatan, bahkan beberap desa juga telah menikmati aliran listrik.<br />

5.4.6. Kondisi Topografi Dan Geologi<br />

Kondisi alam daratan Pulau Nias sebagian besar berbukit-bukit dan terjal serta<br />

pegunungan dengan tinggi di atas laut bervariasi antara 0-800 m, yang terdiri dari<br />

dataran rendah hingga bergelombang sebanyak 24%. Dari tanah bergelombang hingga<br />

berbukit-bukit 28% dan dari berbukit hinga pegnungan 51% dari selruh luas daratan.<br />

Aibat kondisi a lam yang demikian mengakibakan adanya 102 sungai -sgai kecil sedang<br />

dan besar ditemuai dihampirsemua kecamatan.<br />

Tata guna lahan di Kabupaten Nias tidak memperlihatkan pembatasan yang<br />

jelas antara kawasan pemukiman dan non pemukiman. Masyarakat Nias cukup<br />

tersebar mulai daerah kota dan pesisir pantai sampai daerah pedalaman. Pemakaian<br />

tanah terdiri atas daerah kampung , tegalan , kebun campuran,perkebunan rakyat,<br />

ladang dan hutan primer yang merupakan hutan hetrogen dengan aneka jenis pohon<br />

kayu dan merupakan tanah hak ulayat, sedangkan hutan produksi umumnya ditanami<br />

dengan tanaman karet.<br />

Struktur geologi Pulau Nias berupa lipatan sesar dan kelurusan dengan arah<br />

umum Barat Laut-Tenggara. Unsur lipatan baik antiklin maupun sinklin sebagian<br />

berarah Barat Laut dan beberapa lainnya kearah Tenggara. Struktur sesar terdii atas<br />

sesar naik yang sejaja dengan lipatan, kemiringan lipatan kearah timr sekitar 30 A" - 40<br />

A". Pada beberapa tempat sesar-sesar ini merupakan bidang kontak antara Kompleks<br />

Bancuh dengan batuan sedimen yang lebih muda. Sebagian dari sesar naik dan lipatan<br />

yang terjadi kemudian terpotong oleh sesar-sesar mendatar dan sesar normal.<br />

Pulau Nias merupakan daerah yang selama ini belumpernah diselidiki<br />

keberadaan endapan batu baranya. Dari psisi geografisnya pulau ini sangat strategis<br />

karena terletak di Samudra Hindia dan sangat memungkinkan <strong>untuk</strong> dikembangkan.<br />

Prospek bahan galian seperti batu bara yang dapat <strong>untuk</strong> diespor. Dilihat dari aspek<br />

geologinya di daerah ini terdapat beberapa formasi batu bara yang mempunyai kalori<br />

yang tinggi.<br />

5.4.7 lnfrastruktur Yang Ada dan Yang Dapat Dikembangkan<br />

Setelah gempa tahun 2005 infrastruktur seperti jalan, jembatan dan bangunan<br />

hampir semuanya hancur. Dengan bantuan dari beberapa negara , dan bantuan dari<br />

pusat, jalan di Pulau Nias relatif bagus, tapi jembatan telah rusak kembali akibat<br />

gempa yang terjadi pad a tahun 2010 ini. Jaringan Listrik telah masuk sampai<br />

kecamatan, bahkan beberap desa juga telah menikmati aliran listrik.<br />

64


5.4.8. Tanggapan Masyarakat Dan Pengetua Adat<br />

Secara umum masyarakat melum mengetahui tentang peroketan di Indonesia, dan<br />

rencana pembangunan stasiun peroketan di Pulau Nias. Melalui wakil DPRD nya<br />

mengharapkan manfaat bagi lingkkannya bila stasiun peluncuran roket di bangun di<br />

Pulau Nias<br />

VI. ANALISIS<br />

Teknologi peroketan telah dimanfaatkan oleh berbagai negara <strong>untuk</strong><br />

meluncurkan satelit <strong>untuk</strong> berbagai tujuan termasuk bidang pertahanan<br />

keamanan/operasi militer. Indonesia juga telah mengembangkan teknologi peroketan,<br />

namun kemampuan masih terbatas dan masih dalam tahap <strong>penelitian</strong> dan<br />

pengembangan dan perlu ditingkatkan agar mampu meluncurkan roket pengorbit satelit<br />

pada masa yang akan datang.<br />

Dalam bidang peroketan Stasiun peluncuran roket sangat dibutuhkan <strong>untuk</strong><br />

menguji dan mengevaluasi sejauh mana kemampuan roket yang telah diluncurkan atau<br />

yang telah dikembangkan. Untuk menguji roket yang dikembangkan LAPAN sampai<br />

saat ini menggunakan Stasiun Peluncuran Roket. Seiring dengan meningkatnya<br />

kemampuan LAPAN dalam teknologi peroketan, dan perkembangan lingkungan<br />

Stasiun Peluncuran Roket Pamengpeuk saat ini, maka stasiun peluncuran roket<br />

terse but tidak Ia yak ·lagi digunakan <strong>untuk</strong> tempat peluncuran roket ukuran besar atau<br />

roket pengorbit satelit, sehingga perlu mencari lokasi lain dan membangunnya sesuai<br />

dengan kebutuhan dan tujuan peroketan LAPAN atau Nasional.<br />

6.1. Aspek Tenis<br />

Stasiun Peluncuran Roket mempunyai tugas melaksanakan kegiatan peluncuran<br />

roket, perakitan dan integrasi roket peluncur dan wahana, pengendalian wahana<br />

antaraiksa, pengoperasian dan pemeliharaan peralatan. Kegiatan di Stasiun<br />

Peluncuran. Kegiatan peluncuran roket merupakan kegiatan <strong>akhir</strong> dari rangkaian<br />

kegiatan <strong>penelitian</strong>, pengembangan dan perekayasaan sistem teknologi antariksa.<br />

Hasil kegiatan tersebut merupakan masukan sebagai bahan evaluasi <strong>untuk</strong><br />

penyempurnaan kegiatan <strong>penelitian</strong> dan pengembangan perekayasaan selanjutnya<br />

Berkaitan dengan pemilihan, pembangunan, dan pengoperasian stasiun peluncuran<br />

roket, perlu memperhatikan aspek teknis.<br />

Aspek teknis suatu proyek atau suatu pembangunan adalah segala sesuatu<br />

yang berkaitan dengan input dan output proyek yang bersangkutan. Demikian juga<br />

dalam pembangunan stasiun peluncuran roket aspek teknisnya adalah segala sesuatu<br />

yang dibutuhkan (input) <strong>untuk</strong> dapat meluncurkan roket ( output ). Input stasiun<br />

peluncuran dilihat dari aspek teknis adalah seluruh sarana, prasarana dan luas lokasi<br />

serta persyaratan lainnya termasuk kondisi lokasi yang dibutuhkan sesuai dengani<br />

tujuan dan kegiatan yang akan dilakukam di stasiun peluncuran tersebut.<br />

Berdasarkan pengertian diatas, aspek teknis dapat juga didefinisikan sebagai<br />

kemampuan <strong>untuk</strong> melaksanakan kegiatan, menyediakan fasilitas dan sarana <strong>untuk</strong><br />

melaksanakan operasi peluncuran roket pengorbit satelit. Fasilitas dan sarana<br />

tersebut antara lain :<br />

65


• gedung perakitan dan integrasi,<br />

• Gudang tempat penyimpanan bahan bakar roket<br />

• landasan peluncuran (launching pad),<br />

• ruang Pusat Peluncuran<br />

• ruang Pusat Kontrol Misi<br />

• stasiun Cuaca<br />

• stasiun radar-telemetri komunikasi<br />

• stasiun Telemetri, tracking dan control (TT &C)<br />

• stasiun penjejak dan pengoperasian ruas antariksa,<br />

• stasiun pengendali dan tempat penyimpanan bahan roket ,dan<br />

• sarana pendukung lainnya antara lain,<br />

o pelabuhan udara,<br />

o jalan darat, jalan laut,<br />

o jalan kereta apai,<br />

o listrik,<br />

o air,<br />

o akomodasi dan lain-lain.<br />

Tujuan peroketan LAPAN dan lingkup kegiatan yang akan dilakukan di<br />

stasiun peluncuran roket merupakan dasar penentuan dimana lokasi stasiun<br />

peluncuran roketakan dibangun, berapa luas lokasi yang diperlukan dengan<br />

memperhatikan syarat-syarat dan kondisi alam yang sesuai <strong>untuk</strong> pelaksanaan<br />

peluncuran roket Fasilitas dan sarana tersebut diatas sebagai tempat pelaksanaan<br />

kegiatan yang terkait dengan peluncuran roket, dan merupakan dasar penentuan luas<br />

lokasi yang dibutuhkan.<br />

Seluruh atau sebagian sarana dan fasilitas yang diutarakan diatas dapat<br />

dibangun di suatu stasiun peluncuran roket tergantung dari tujuan peluncuran dan<br />

lingkup kegiatan kegiatan yang akan dilaksanakan. Untuk pelaksanaan yang optimal<br />

dan kesinambungan pelaksanaan peluncuran, maka sebelum menentukan lokasi dan<br />

luas lokasi perlu perencanaan yang matang dengan mempertimbangkan berbagai hal<br />

antara lain :<br />

•!•<br />

•!•<br />

•!•<br />

•!•<br />

Tujuan Pembangunan Stasiun Peroketan<br />

• Untuk kebutuhan sendiri<br />

• Kerja sama dengan Luar Negeri<br />

• Digunakan Negara Lain<br />

Kegiatan Dan Fasilitas Yang Akan Dibangun Dalam Stasiun Peluncuran<br />

• Hanya Tempat Peluncuran<br />

+ Membangun Beberapa Fasilitas<br />

Pengangkutan Roket Yang Akan Di Uji Ke Stasiun Peluncuran<br />

• Menggunakan Kapal Laut<br />

+ Menggunakan Pesawat Udara<br />

• Dirakit di Stasiun Peluncuran<br />

Kemauan Politik Dan Anggaran Peroketan Nasional<br />

Input lainnya adalah persyaratan-pesyaratan lokasi stasiun peluncuran yang<br />

tergantung dengan situasi dan kondisi alam perlu diperhatikan dan diteliti karena<br />

dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan peluncuran. Persyaratan penentukan<br />

lokasi Stasiun Peluncuran Roket Pengorbit Satelit tersebut antara lain:<br />

66


a. Letak Geografis.<br />

b. Kondisi Meteorologi Dan lklim.<br />

• tekanan udara rata-rata diatas permukaan laut<br />

• temperatur udara rata-rata<br />

• kelembaban udara<br />

• kecepatan angin rata-rata<br />

• rata-rata matahari bersinar dalam satu tahun<br />

• tekanan uap air, dan<br />

• curah hujan tahunan<br />

c. Kondisi Topografi Dan Geologi<br />

• susunan tanah<br />

• ketinggian tanah di atas permukaan laut<br />

• kemiringan tanah<br />

• kedalaman lapisan atas tanah<br />

• keadaan sungai permukaan dan bawah tanah<br />

• keadaan tanah ( landai,berbukit, pegunungan dll)<br />

• kondisi pulau<br />

• sumber air tawar<br />

• kemungkinan gempa<br />

d, Arah Peluncurane.<br />

e. Luas Tanah Dan Kondisi Daerah Yang Akan Digunakan<br />

f. Sumber Bahan Bangunan<br />

g. Sarana Dan Prasaana Transportasi<br />

h. Pemukiman Dan Penduduk<br />

i. Kemauan Politik Daerah<br />

j.<br />

Untuk melihat sejauh mana Pulau Nias cocok <strong>untuk</strong> lokasi peluncuran roket dilihat<br />

dari aspek teknis dapat dilihat dari Tabel 5-1<br />

TabeiS-1. DATA PULAU NIAS DAN TANGGAPAN MASYARAKAT DAN<br />

PEMERINTAH TENTANG PEMBANGUNAN STASIUN PELUNCURAN<br />

ROKET PENGORBIT SATELIT OJ PULAU NIAS<br />

NO<br />

1<br />

2<br />

PARAMETER BE SARAN KETERANGAN<br />

LOKASI GEOGRAFIS Pulau Nias berada pada:<br />

-Oo12'-1o32' Lintang Utara dan<br />

97o-98o Bujur Timur, termasuk .<br />

Gugusan pulau di daerah<br />

khatulistiwa, Luas Wilayah 5.625<br />

Km2<br />

LOKASI GEOGRAFIS NIAS UTARA<br />

Kabupaten Nias Utara Dilihat dari luas<br />

ibukotanya kecamatan Lotu tanah yang<br />

. .<br />

Kabupaten In I adalah tersedia<br />

I<br />

pemekaran dari Kabupaten Nias ,Kabupaten<br />

diresmikan pada tgl, 29 Oktober Nias Utara<br />

2008 .. Luas wilayah 1.202,78 merupakan<br />

km 2 ,jumlah Penduduk 1.202,78 daerah<br />

67


km 2 dengan kepadatan 106 potensial <strong>untuk</strong><br />

jiwa/km 2<br />

lokasi<br />

peluncuran<br />

KECAMATAN AFULU<br />

RPS,<br />

dapat<br />

disediakan<br />

karen a<br />

Terletak pada 01°12'47"LU dan tanah 64 km<br />

ero4'48" BT<br />

persegi<br />

3 LUAS TANAH YANG<br />

TERSEDIA (Km2) 64 km persegi<br />

4 CURAH HUJAN 3, 145,1 mm/ tahun, dan dengan<br />

TAHUNAN(MM) DAN) banyak hujan mencapai 273 hari<br />

per tahun ini berarti rata-rata 23<br />

hari per bulan,<br />

5 BADAl RARA-RAT A<br />

(HARI/TAHUN)<br />

6 KABUT RATA-RATA Jarang berkabut<br />

(HARI/TAHUN<br />

7 KEMUNGKINAN GEMPA Pulau Nias merupakan salah<br />

satu wilayah yang terletak pada<br />

jalur pertemuan beberapa<br />

lempeng bumi. Pergeseran<br />

antar lempeng bumi tersebut<br />

secara periodik akan<br />

menghasikan gempa ..<br />

8 TEMPERATUR RATA- 30*C<br />

RATA(C<br />

9 TEMPERATUR MINIMUM 26*C<br />

10 TEMPERATUR RATA- 31*C<br />

RATA TERTINGGI C<br />

Masyarakat di pulau Nias hid up<br />

di wilayah jalur "mega thrust"<br />

dengan tingkat rawan gempa<br />

yang amat tinggi. Cepat atau<br />

lambat kejadian gempa yang<br />

serupa dengan thn 2005<br />

(dengan skala yang mungkin<br />

berbeda) akan terjadi lagi.<br />

11 ARAH PELUNCURAN Kelautan Hindia<br />

12 KECEPATAN PINAL Tl%<br />

13 KEMUNGKINAN Jarang berkabut<br />

BERKABUT /HARI<br />

14 KECEPATAN AN GIN<br />

,DAN JUMLAH HARI BER antara 5-6 knot/jam,<br />

ANGIN KUAT/BULAN<br />

68


15<br />

16<br />

PENUTUPAN AWAN JAM<br />

9PAGI<br />

SARANA<br />

TRANSPORT ASI<br />

-Darat<br />

-Laut<br />

-Udara<br />

Jarang Terjadi<br />

Setelah Gempa thn 2005 sarana<br />

jalan darat relatif baik dan<br />

beraspal, tapi sarana jembatan<br />

kurang memadai <strong>untuk</strong><br />

kenderaan besar seperti truck<br />

Kabupaten Nias Utara<br />

mempunyai pelabuhan Laut<br />

<strong>untuk</strong> pengangkutan barang<br />

Pelabuhan Udara masih <strong>untuk</strong><br />

pesawat ukuran kecil, tapi<br />

peningkatan kemampuan<br />

pelabuhan udara masih<br />

dimungkinkan karaea masih<br />

tersedia lahan yang cukup luas.<br />

Pelabuhan Laut ada dua di<br />

Pulau Nias yaitu<br />

1. Gunung Sitoli <strong>untuk</strong><br />

penumpang dan<br />

2. Di Nias Utara <strong>untuk</strong><br />

angkutan barang<br />

Bandara Binaka di Gunung<br />

Sitoliyang dapat ditempuh dari<br />

Polonia Medan selamakurang<br />

lebih 50 menit<br />

Jalan darat<br />

sepenjang<br />

pantai timur<br />

menuju ke<br />

Nias Selatan<br />

telah ada dan<br />

relatif baik,<br />

demikian juga<br />

yang menuju<br />

Nias Utara<br />

telah ber aspal,<br />

namun<br />

jembatan<br />

masih kurang<br />

memadai<br />

khususnya<br />

<strong>untuk</strong><br />

kenderaan<br />

besar. Dari<br />

Nias Utara ke<br />

Nias Barat<br />

telah ada jalan<br />

sepanjang<br />

pantai barat<br />

sampai<br />

kecamatan<br />

Afulu yang bisa<br />

dilalui<br />

kenderaan<br />

roda empat.<br />

Jalan menuju<br />

desa Solonako<br />

masih belum<br />

ada, hanya<br />

bisa dilalui<br />

sepeda motor<br />

sepanjang 12<br />

km.<br />

Bandara hanya dapat digunakan<br />

pesawat ukuran kecil seperti<br />

Wings, Merpati, Namun<br />

17<br />

KETERSEDIAAN BAHAN<br />

BANGUNAN<br />

Bahan Bangunan, seperti batudan<br />

pasir tersedia di kepulauan<br />

nias, tapi bahan-bahan lainnya<br />

dapat didatangkan dari luar<br />

Pulau Nias.<br />

69


18<br />

TANGGAPAN<br />

MASYARAKAT<br />

Masyarakat belum mengetahui<br />

secara mendalam tenang roket,<br />

bila stasiun roket dibangu di<br />

Pulau Nias mereka<br />

mengharapkan adanya<br />

peningkatan pendapatan, atau<br />

dampak positif buat<br />

lingkungannya<br />

19<br />

TANGGAPAN<br />

PEMERINTAH DAERAH<br />

TENTANG PEMAPARAN<br />

TIM PUSSISFOGAN<br />

TERKAIT DENGAN<br />

PEMBANGUNAN<br />

STASIUN PELUNCURAN<br />

ROKET.<br />

Paparan dari Tim Pussisfongan<br />

tentang:<br />

• Program LAPAN terkait<br />

dengan peroketan<br />

• Perlunya Stasiun<br />

Peluncuran Roket<br />

• Stasiun<br />

Roket<br />

Peluncuran<br />

LAPAN<br />

Pamengpeuk saat ini dan<br />

berbagai maslalahnya<br />

• Pulau Nias dilihat dari<br />

arah peluncuran kelaut<br />

bebas cocok <strong>untuk</strong><br />

lokasi stasiun peluncuran<br />

• Syarat syarat lain yang<br />

dibutuhkan <strong>untuk</strong> lokasi<br />

Stasiun<br />

Roket<br />

Peluncuran<br />

Tanggapan PEMDA atas<br />

paparan Tim Pussiffogan<br />

adalah positif, dan tersedia<br />

lokasi seluas 64 km persegi , di .<br />

Nias Utara, dan mereka<br />

mengharapkan adanya dampak<br />

positif bila pembangunan<br />

stasiun roket jadi dibangun di<br />

Pulau Nias.<br />

Pertemuan dengan Bapeda Nias<br />

Utara dengan wakir DPRD Nias<br />

Utara, <strong>untuk</strong> mencari informasi<br />

tentang lokasi yang disediakan.<br />

Bapeda dan wakil DPRD Nias<br />

Utara, mengutarakan bahwa di<br />

Nias Utara ada tanah dekat<br />

pantai luasnya hanya 64 km<br />

70


pesegi di kecamatan Afulu<br />

desa Afulu dan desa Salonako<br />

ditambah desa Bitaya dan desa<br />

Ononamolo Kec. Alasa. Tanah<br />

tersebut berupa kebun kelapa ,<br />

dan kebun karet milik<br />

rakyat/tanah adat dan bukan<br />

tanah pemerintah, dan dihuni<br />

oleh beberapa penduduk, perlu<br />

pembebasan ..<br />

Berkaitan dengan pembebasan<br />

Tim Pussisfogan berpendapat<br />

pembebasan tanah harus<br />

melalui tahapan-tahapan<br />

1. Mensosialisasikan rencana<br />

pembangunan stasiun<br />

peluncuran roket dan syaratsyaratnya<br />

bagi pemilik tanah<br />

dan masyarakat<br />

2. Setelah pemilik tanah<br />

menyepakati, kegiatan lebih<br />

lanjud adalah menentukan<br />

teknik pembebasan tanah ,<br />

dan harga pembebasan yang<br />

diinginkan.<br />

3. Teknik pembebasan dan<br />

harga menjadi pertimbangan<br />

bagi LAPAN atau pemerintah<br />

pus at.<br />

4. Setelah LAPAN I<br />

Pemerintah<br />

Pusat<br />

menyepakati maka teknik<br />

pelaksanaan berikutnya<br />

dapat ditindak lanjuti.<br />

6.2 . Aspek Ekonomi<br />

Pembangunan suatu <strong>program</strong>/ proyek pada umumnya menggunakan sumbersumber<br />

atau biaya dengan harapan bahwa <strong>program</strong>/proyek tersebut memperoleh<br />

hasil atau manfaat. Suatu kegiatan atau <strong>program</strong>/proyek selalu didasarkan pada<br />

suatu tujuan dan suatu titik <strong>akhir</strong>, baik biaya dan hasilnya harus dapat diukur secara<br />

kuantitatif maupun kwalitatif.<br />

Demikian juga dalam pembangunan stasiun peluncuran roket, aspek ekonomi<br />

dapat ditujukan <strong>untuk</strong> melihat sejauh mana manfaat atau sumbangan pembangunan<br />

stasiun peluncuran roket tesebut bagi Indonesia, atau daerah dimana dimana stasiun<br />

peluncuran dibangun atau bagi masyarakat sekitarnya. Analisa dapat juga didasakan<br />

71


atas pertanyaan, apakah pembanguan stasiun peluncuran roket mempunyai peranan<br />

yang cukup besar bagi pembangunan ekonomi daerah dimana stasiun peluncuran<br />

roket dibangun dan apakah peran tersebut cukup besar <strong>untuk</strong> membenarkan<br />

penggunaan sumber-sumber yang digunakan berdasarkan analisa untung- rugi.<br />

Nilai output dari suatu pembangunan/proyek yang dilakukan dapat dijadikan<br />

sebagai dasar pembenaran pelaksanaan kegiatan dilihat dari biaya yang di keluarkan.<br />

Dalam pembangunan stasiun peluncuran roket nilai kwantitatif dari outpun stasiun<br />

peluncuran roket tidak secara langsung bisa dinikmati oleh daerah atau masyarakat<br />

dimana stasiun peluncuran roket dibangun , karena output stasin peluncuan roket<br />

adalah kesesuaian kemampuan stasiun peluncuran <strong>untuk</strong> meluncurkan roket-rekot<br />

sesuai dengan sasaran atau tujuan yang diharapkan.<br />

Stasiun peluncuran roket yang dibangun tidak hanya digunakan <strong>untuk</strong><br />

meluncurkan roket sendiri, tapi juga dapat digunakan <strong>untuk</strong> peluncuran roket atau<br />

satelit negara lain. Bila stasion peluncuran roket tersebut juga digunakan <strong>untuk</strong><br />

peluncuran roket atau satelit negara lain, maka penghasilan nyata dari keberadaan<br />

stasiun peluncuran roket tersebut dapat meningkatkan pendapatan daerah tempat<br />

lokasi peluncuran.<br />

Bila stasiun peluncuran hanya digunakan <strong>untuk</strong> meluncurkan roket atau satelit<br />

sendiri, keuntunan langsung dilihat dari aspek ekonomi peluncuran roket tersebut<br />

kurangnyata, tapi dalam bidang pertahanan dan keamanan teknologi roket sangat<br />

diperlukan. Manfaat yang dapat dinikmati oleh masyarakat lingkungan stasiun<br />

peluncuran akan sangat tergantung dari lingkup kegiatan yan akan dilakukan di stasiun<br />

peluncuran yang akan dibangun . . Semakin banyak kegiatan yang akan dilakukan di<br />

stasiun peluncuran , maka masyarakat akan berpeluang <strong>untuk</strong> terlibat dalam<br />

kegiatan peroketan tersebut, dan tidak semata-mata menerima dampak negatifnya.<br />

Dampak pembangunan stasiun peluncuran bagi masyarakat lingkungannya<br />

dapat dibedakan antara dampak posiif dan dampak negatif. Fenomena dampak<br />

positip dan dampak negatif dari Stasiun Peluncuran Roket terhadap<br />

lingkungannya didasarkan atas kondisi stasiun peluncuran meliputi ; luas areal<br />

Stasiun Peluncuran Roket, sarana dan prasarana yang dimiliki Stasiun Peluncuran<br />

Roket, jumlah personil dan anggaran, lingkup kegiatan yang akan dilakukan. Untuk<br />

mengetahui aspek aspek yang terjadi perlu mengkaji korelasi antara kondisi Stasiun<br />

Peluncuran Roket dengan kondisi lingkungan yang terkait dengan jumlah<br />

penduduk, jumlah sekolah mata pencaharian, objek wisata . Pada tahap ini pengaruh<br />

positif dan negatif yang mungkin baru dapat disajikan berupa tabel indikasi yang<br />

nilainya akan ditetapkan setelah berlangsungnya kegiatan di stasiun peluncuran roket<br />

tersebut. Dampak positif dan negatif disajikan i dalam Tabel 5-2 dan 5-3 .<br />

72


Tabel-6.1<br />

DAMPAK POSITIF PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN<br />

STASIUN PELUNCURAN ROKET BAGI LINGKUNGAN<br />

NO DAMPAK POSITIF URAl AN<br />

1 Penerapan tenaga kerja<br />

2 Pertumbuhan kegiatan<br />

usaha<br />

3 Peningkatan<br />

pendapatan daerah<br />

4 lmbas ekonomi<br />

terhadap penduduk<br />

setempat<br />

5 Peningkatan parawisata<br />

6<br />

umum<br />

Wisata llmiah -<br />

7 Meningkatkan<br />

pengetahuan<br />

lingkungan<br />

Dalam bidang teknologi<br />

antariksa khususnya<br />

peluncuran<br />

8 Meningkatkan<br />

Pendapatan Nelayan<br />

9 Peningkatan Saran<br />

Jalan dan Prasarana<br />

di ligkngan Stasiun<br />

Peluncuran<br />

Tabel6.2<br />

DAMPAK NEGATIF PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN<br />

STASIUN PELUNCURAN ROKET BAGI LINGKUNGAN<br />

NO. ASPEK NEGATIF BAGI URAl AN<br />

LINGKUNGAN<br />

1 Berkurangnya Kebebasan<br />

Masyarakat Melakukan Kegiatan<br />

Saat Peluncuran<br />

2 Terbatasnya Pengembangan<br />

Sarana dan Prasarana Wisata di<br />

Lingkungan Stasiun Peluncuran<br />

Roket<br />

3 Risiko Bila Terjadi Kegagalan<br />

Peluncuran<br />

73


6.3. Aspek Politik<br />

Secara geografis, Indonesia terletak di antara 92° BT sampai 141° BT dan 14°<br />

LS sampai 7° 20 LU serta tersebar di sekitar 12,8% garis khatulistiwa. Wilayah<br />

Indonesia ini juga terletak di antara 2 (dua) benua besar di sebelah utara dan selatan,<br />

dan 2 (dua) samudera besar di bagian timur dan baratnya. Wilayah Indonesia meliputi 2<br />

juta km2 daratan, 3.100.100 km2 wilayah I aut teritorial dan 2. 700.000 km2 Zona<br />

Ekonomi Eksklusif. Wilayah daratan ini terdiri lebih dari 17.000 pulau di antara lautan<br />

dengan laut dan dipisahkan/dihubungkan dengan perairan yang relatif dangkal, (Peran<br />

dan Upaya Kedirgantaraan LAPAN, Renstra LAPAN, Juni 2005).<br />

Dilihat dari posisi tersebut, muncul berbagai kondisi yang merupakan keunggulan<br />

komparatif <strong>untuk</strong> didayagunakan bagi kepentingan umat manusia. Kondisi-kondisi ini<br />

antara lain sekitar 12,8 % garis katulistiwa yang membentang diatas Indonesia<br />

menjadikan wilayah Indonesia sebagai tempat yang sangat ideal <strong>untuk</strong> menjadi lokasi<br />

peluncuran roket pengorbit satelit. Secara teknis pusat peluncuran yang berlokasi di<br />

wilayah sekitar garis khatulistiwa akan lebih efisien dibandingkan dengan pusat<br />

peluncuran yang lokasinya jauh dari khatulistiwa. Peluncuran satelit ke GSO dari pusat<br />

peluncuran disekitar khatulistiwa akan mendapat keuntungan penambahan kecepatan<br />

rotasi bumi sehingga tidak memerlukan maneuver yang dapat menghabiskan bahan<br />

bakar roket dan satelit.<br />

Di sisi lain yaitu secara geopolitik, posisi Indonesia yang berada pada posisi<br />

silang diantara dua benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia, serta berada di antara<br />

dan sekaligus pertemuan dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik,<br />

merupakan posisi terbuka yang dapat menjadi peluang bagi negara lain <strong>untuk</strong> masuk<br />

dan melakukan aktivitas di wilayah perairan Indonesia dengan berbagai dampak yang<br />

ditimbulkan.<br />

Posisi Indonesia di kawasan Asia Pasifik yang berbatasan dengan beberapa<br />

negara juga memiliki potensi munculnya konflik. Disebelah Utara berbatasan dengan<br />

Malaysia, Singapura, Filipina, Laut Cina Selatan, disebelah Selatan berbatasan dengan<br />

Australia dan Samudera Hindia, disebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia,<br />

dan disebelah Timur berbatasan dengan Papua Nugini, Timor Leste, dan Samudera<br />

Pasifik. Selain itu, Indonesia memiliki 12 pulau terluar yang memiliki potensi<br />

kerawanan karena dapat memicu konflik perbatasan dengan beberapa Negara<br />

tetangga seperti India, Malaysia, Singapura, Vietnam, Philipina, Palau, Timur Leste, dan<br />

Australia. Ke-12 pulau terluar tersebut dari sisi strategi merupakan kawasan strategis<br />

dan memiliki potensi sangat penting, hal ini karena di pulau-pulau tersebut terdapat<br />

Titik Dasar (TO) dan Titik Referensi (TR) yang digunakan <strong>untuk</strong> menarik garis pangkal<br />

batas wilayah atau teritorial Republik Indonesia.<br />

Dengan demikian maka kebutuhan akan perlindungan dan mempertahankan<br />

kepentingan terhadap bumi, laut, udara, dan antariksa di atas Indonesia dalam<br />

lingkungan strategik global yang sangat dinamis mutlak diperlukan. Salah satu<br />

antisipasi yang dapat dilakukan <strong>untuk</strong> mempertahankan kepentingan tersebut adalah<br />

dengan menangkal terlebih dahulu. Upaya penangkalan ini adalah dengan cara<br />

menekan kadar potensi melalui pengerahan baik kekuatan lunak (soft power) maupun<br />

kekuatan keras (hard power) sehingga tidak menjadi sebuah ancaman nyata. Pada<br />

kondisi ini seringkali yang berlaku adalah mewujudkan penangkalan dengan<br />

74


pengerahan kekuatan keras, yaitu dengan mengembangkan teknologi roket dan<br />

membangun stasiun peluncuran di daerah-daerah yang strategis<br />

Perkiraan jangkauan<br />

misil dari P Nias ke:<br />

• lndia-3000 km<br />

• Bangladesh 2680 km<br />

• China 3500 km<br />

• Australia Barat-3500<br />

km<br />

• Taiwan-3400 km<br />

• Sri Lanka-2000 km<br />

GAMBAR : PERKIRAAN JANGKAUAN MISIL DARI PUSAT PELUNCURAN<br />

Dl P. NIAS<br />

75


6.3. Aspek Sosial<br />

Pembangunan sebagai sebuah perubahan sosial yang terencana tidak bisa<br />

hanya dijelaskan secara kuantitatif dengan pendekatan ekonomi semata, tapi terdapat<br />

aspek sosisl yang tersembunyi jauh pada diri masyarakat seperti persepsi, gaya hidup,<br />

motivasi dan budaya yang mempengaruhi pemahaman masyarakat dalam<br />

memanfaatkan peluang-peluang yang ada.<br />

Dilihat dari aspek sosial, pembangunan atau keberadaan suatu proyek di suatu<br />

daerah tertentu, dapat ditentukan apakah keberadaan proyek di suatu daerah akan<br />

menjadikan daerah tersebut menjadi semakin ramai, lalulintas semakin lancar, adanya<br />

jalur komunikasi, penerangan listrik, dan pendidikan masyarakat setempat semakin<br />

meningkat. Berbagai kegiatan yang didasarkan atas aspek sosial tidak selalu<br />

didasarkan atas keuntungan yang berupa uang, tapi didasarkan pertimbanganpertimbangan<br />

lainnya atau keuntungan lainnya berupa peningkatan kesehatan,<br />

pendidikan, pelayanan dan kegiatan lainnya yang ditujukan meningkatkan kwalitas<br />

hid up.<br />

6.6. Aspek Keamanan<br />

Aspek keamanan melihat sejauh mana pembanguna stasiun peluncuan roket<br />

tersebut meningkatkan keamanan nasional, maupun keaman di daerah lokasi<br />

pembangunan stasiun peluncuran roket.<br />

VII. KESIMPULAN DAN SARAN<br />

7.1. Kesimpulan<br />

PEMDA Nias Utara berpandangan positif tentang rencana LAPAN dalam<br />

pembangunan Stasiun Peluncuran Roket Pengorbit Satelit di Pulau Nias, dan<br />

menawarkan tanah seluas 64 km persegi .. Lokasi yang ditawarkan dekat pantai, di<br />

Kecamatan Afulu desa Afulu dan desa Salonako ditambah desa Bitaya dan desa<br />

Ononamolo Kec. Alasa. Tanah tersebut berupa kebun kelapa, dan kebun karet milik<br />

rakyat/tanah adat, dan perlu pembebasan ..<br />

Dilihat dari aspek teknis, Pulau Nias dapat dipertimbangkan sebagai calon<br />

lokasi Stasiun Peluncuran Roket Pengorbit Satelit.<br />

7.2. Saran<br />

Sebelum menentukan lokasi dan luas lahan yang dibutuhkan <strong>untuk</strong> stasiun<br />

peluncuran roket, perlu menentukan tujuan dan sasaran peroketan dan lingkup<br />

kegiatan yang akan dilakukan di stasiun peluncuran tersebut<br />

76


DAFTAR RUJUKAN<br />

Adi S Salatun, "Teknologi Antariksa dan Profil Perkembangannya", Air Power Kekuatan<br />

Udara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000.<br />

Adi S Salatun, "Panduan Perancangan Sistem Pengorbit Satelit", Bahan Presentasi<br />

Pada Workshop Sistem Pengorbit Satelit, 30 Januari 2008.<br />

Koordinator Statistik Kecamatan Afulu,Kecamatan Afulu Dalam Angka 2008,<br />

Kabupaten Nias.<br />

Koordinator Statistik Kecamatan Alasa,Kecamatan Alasa Dalam Angka 2008,<br />

Kabupaten Nias<br />

LAPAN, Laporan DEPANRI 2009.<br />

LAPAN, Renstra LAPAN 2010-2014.<br />

LAPAN, Roadmap Pembangunan Sistem Roket Pengorbit Satelit Indonesia, Draft<br />

Versi-1/Mei 2008, LAPAN.<br />

Lieutenant Colonel William R. Morris, USAF, The Role Of China's Space Program In Its<br />

National Development Strategy, Air War College,Maxwell Air Force Base,<br />

Alabama, August 2001.<br />

Marcia S. Smith, China's Space Program: An Overview, CRS Report for Congress, 18<br />

Oktober 2005.<br />

Office For Outer Space Affairs, United Nations at Vienna, Hightlights in Space 2009,<br />

United Nations, New York 2009.<br />

Roy M Chiulli, International Launching Site Guide, The Aerospace Press, El Segundo,<br />

California, 1994.<br />

Sitindjak, Alfred, "Pembangunan dan Pengoperasian Fasilitas Peluncuran Wahana<br />

Antariksa dari Wilayah Udara Indonesia", Jurnal Analisis dan lnformasi<br />

Kedirgantaraan. ISSN 1412-8071. Vol. 2 No. 2 Desember 2004.<br />

Team Survai Pendahuluan Lokasi Bandar Antariksa, "Studi Kelayakan Bandar<br />

Antariksa Ekuator Biak", LAPAN, Maret 1991.<br />

Proposal: PENGEMBANGAN PEROKETAN NASIONAL: KEBIJAKAN, SASARAN<br />

PENGEMBANGAN DAN RENCANA STRATEGIS PEROKETAN Dl INDONESIA,<br />

LAPAN, April 2005.<br />

77

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!