03.11.2014 Views

Peningkatan Kapasitas Adaptasi Petani di Daerah Marginal ...

Peningkatan Kapasitas Adaptasi Petani di Daerah Marginal ...

Peningkatan Kapasitas Adaptasi Petani di Daerah Marginal ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

perkiraan kontribusi, kebutuhan dana, dan efektifitas dari masing-masing program<br />

dalam mencapai tujuan.<br />

63. Berdasarkan hasil penapisan, maka dari 13 alternatif program kebijakan, <strong>di</strong>peroleh<br />

lima urutan program kebijakan yang dapat <strong>di</strong>ja<strong>di</strong>kan prioritas dalam upaya<br />

meningkatkan kapasitas adaptasi petani terhadap perubahan iklim. Kelima program<br />

tersebut adalah: (1) Pengembangan usahatani jagung menggunakan varietas<br />

toleran kekeringan; (2) Sekolah Lapang Iklim untuk Penyuluh Pertanian Lapang dan<br />

Kelompok Tani; (3) Perbaikan pola tanam lahan kering <strong>di</strong> tingkat petani; (4) Pilot<br />

proyek pembuatan embung <strong>di</strong> tingkat petani; dan (5) Pelatihan teknologi<br />

pengeringan, pemipilan, pengemasan dan penyimpanan jagung <strong>di</strong> tingkat petani.<br />

Kesimpulan<br />

64. Penelitian ini mampu menguraikan perilaku perubahan iklim dan dampak yang<br />

<strong>di</strong>timbulkannya. Demikian juga dengan bentuk dan pola adaptasi petani <strong>di</strong> kedua<br />

lokasi penelitian yang <strong>di</strong>kategorikan sebagai wilayah marginal, terhadap kon<strong>di</strong>si iklim<br />

yang berubah. Penelitian ini juga berhasil mengidentifikasi komponen yang<br />

<strong>di</strong>perlukan komunitas petani <strong>di</strong> kedua lokasi penelitian untuk meningkatkan kapasitas<br />

adaptasinya terhadap perubahan iklim. Sintesis penelitian ini juga berhasil<br />

merumuskan strategi pelaksanaan pengembangan dan merekomen-dasikan<br />

sejumlah program sebagai alternatif kebijakan pembangunan pertanian terkait<br />

dengan perubahan iklim dan kapasitas petani terhadap fenomena iklim.<br />

65. Perilaku perubahan iklim yang sulit <strong>di</strong>ramalkan telah menimbulkan kerugian yang<br />

tidak se<strong>di</strong>kit karena kegagalan panen, baik <strong>di</strong> Jawa Tengah maupun <strong>di</strong> NTT. <strong>Petani</strong><br />

<strong>di</strong> Jawa Tengah dan <strong>di</strong> NTT memiliki pengetahuan lokal tentang iklim secara turuntemurun<br />

(kearifan lokal/in<strong>di</strong>genous knowledge), namun tidak cukup memadai untuk<br />

membantu usahatani mereka karena tidak <strong>di</strong>ikuti oleh antisipasi program yang<br />

terarah dan kegiatan internal usahatani secara berkesinambungan.<br />

66. Dampak negatif yang <strong>di</strong>timbulkannya mencakup (a) perubahan jadwal tanam<br />

(perubahan musim tanam), (b) munculnya hama dan penyakit tanaman, (c)<br />

meningkatnya biaya usahatani), (d) berkurangnya fasilitas pengeringan (penjemuran<br />

selama musim hujan) dengan biaya pengeringan yang lebih tinggi dan<br />

mempengaruhi kualitas hasil pertanian, (e) terja<strong>di</strong>nya banjir yang merusak areal<br />

pertanaman, dan (f) erosi dan pendangkalan sungai sebagai sumber air irigasi.<br />

67. Bentuk dan pola adaptasi petani terhadap perubahan iklim yang selama ini<br />

berlangsung <strong>di</strong>lakukan <strong>di</strong> Provinsi Jawa Tengah dengan (a) membangun long<br />

storage sebagai penampung air, (b) peningkatan kerjasama kelompok tani (gotong<br />

royong) melalui kelembagaan P3A yang <strong>di</strong>bantu oleh pemerintah daerah setempat,<br />

(c) mengubah pola tanam, termasuk penanaman serentak <strong>di</strong>sertai dengan pola<br />

tanam pada lahan irigasi teknis dengan pola bu<strong>di</strong>daya hemat air (pola SRI) dan pada<br />

lahan non irigasi teknis dengan bu<strong>di</strong>daya gogo rancah (pemanfaatan air dangkal).<br />

Sementara itu, petani Provinsi NTT melakukan adaptasi melalui tiga strategi, yaitu<br />

(a) bertahan (menanam tanaman secara berulang dengan pertimbangan aspek<br />

ekonomi dan pasrah kepada keadaan), (b) agresif (mengganti jenis tanaman,<br />

mengubah pola tanam, menerapkan inovasi pemanenan air dengan embung dan<br />

sumur, serta menunggu informasi curah hujan, dan (c) antisipatif (menyiapkan input<br />

yang cukup, mengalihkan usaha dari on-farm ke off-farm, dan memanfaatkan<br />

pengetahuan spesifik lokal).

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!