Peran Guru dalam Membangun Kesadaran Kritis ... - BPK Penabur
Peran Guru dalam Membangun Kesadaran Kritis ... - BPK Penabur
Peran Guru dalam Membangun Kesadaran Kritis ... - BPK Penabur
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
<strong>Peran</strong> <strong>Guru</strong> <strong>dalam</strong> <strong>Membangun</strong> <strong>Kesadaran</strong> <strong>Kritis</strong> Siswa<br />
Jika seseorang sudah mampu mencapai tingkat<br />
kesadaran kritis terhadap realitas, maka orang<br />
itupun mulai masuk ke <strong>dalam</strong> proses pengertian<br />
dan bukan proses menghafal semata-mata. Ia<br />
menjadi orang yang mengerti bukanlah orang<br />
yang menghafal, karena ia menyatakan diri atau<br />
sesuatu berdasarkan suatu “kesadaran”,<br />
sedangkan orang yang menghafal hanya<br />
menyatakan diri atau sesuatu secara mekanis<br />
tanpa perlu sadar apa yang dikatakannya,<br />
darimana ia telah menerima hafalan yang<br />
dinyatakannya, dan untuk apa ia menyatakannya.<br />
Berpikir <strong>Kritis</strong><br />
Seseorang yang telah mencapai kesadaran kritis<br />
akan dapat berpikir kritis, tidak membeo saja, tetapi<br />
dapat melontarkan pertanyaan dan tanggapan<br />
kritis. Kita membutuhkan orang-orang yang<br />
mampu berpikir kritis untuk dapat menjawab<br />
tantangan masa depan pada era globalisasi yang<br />
serba tidak pasti dan berubah sangat cepat.<br />
Berpikir kritis mencakup seluruh proses<br />
mendapatkan, membandingkan, menganalisis,<br />
mengevaluasi, internalisasi dan bertindak<br />
melampaui ilmu pengetahuan dan nilai-nilai.<br />
Berpikir kritis bukan sekedar berpikir logis sebab<br />
berpikir kritis harus memiliki keyakinan <strong>dalam</strong><br />
nilai-nilai, dasar pemikiran dan percaya sebelum<br />
didapatkan alasan yang logis dari padanya (Steven<br />
D. Schafersman, 1998). Berpikir kritis berarti<br />
berpikir tepat <strong>dalam</strong> pencarian relevansi dan andal<br />
tentang ilmu pengetahuan dan nilai-nilai tentang<br />
dunia. Berpikir kritis adalah berpikir yang<br />
beralasan, reflektif, bertanggung jawab dan<br />
terampil berpikir yang fokus <strong>dalam</strong> pengambilan<br />
keputusan yang dapat dipercaya.<br />
Seseorang yang berpikir kritis dapat<br />
mengajukan pertanyaan dengan tepat,<br />
memperoleh informasi yang relevan, efektif dan<br />
kreatif <strong>dalam</strong> memilah-milah informasi, alasan<br />
logis dari informasi, sampai pada kesimpulan<br />
yang dapat dipercaya dan meyakinkan tentang<br />
dunia yang memungkinkan untuk hidup dan<br />
beraktifitas dengan sukses di <strong>dalam</strong>nya. Adalah<br />
tidak mungkin untuk mendapatkan aktualisasi<br />
diri tanpa melatih berpikir kritis. Kebiasaan<br />
berpikir kritis itu tidak akan terjadi tanpa didahului<br />
oleh kesadaran kritis.<br />
<strong>Peran</strong> <strong>Guru</strong><br />
<strong>Peran</strong> guru <strong>dalam</strong> pendidikan formal (sekolah)<br />
adalah “mengajar”. Saat ini banyak guru yang<br />
karena kesibukannya <strong>dalam</strong> mengajar lupa bahwa<br />
siswa yang sebenarnya harus belajar. Jika guru<br />
secara intensif mengajar tetapi siswa tidak intensif<br />
belajar maka terjadilah kegagalan pendidikan formal.<br />
Jika guru sudah mengajar tetapi murid belum<br />
belajar maka guru belum mampu membelajarkan<br />
murid.<br />
Menurut Yamamoto, belajar mengajar akan<br />
mencapai titik optimal ketika guru dan murid<br />
mempunyai intensitas belajar yang tinggi <strong>dalam</strong><br />
waktu yang bersamaan. Kedudukan guru dan<br />
siswa haruslah dianggap sejajar <strong>dalam</strong> belajar, jika<br />
kita memandang siswa adalah subyek pendidikan<br />
(Sumarsono, 1993). <strong>Guru</strong> dan siswa sama-sama<br />
belajar, kebenaran bukan mutlak di tangan guru.<br />
<strong>Guru</strong> harus memberi kesempatan seluas-luasnya<br />
bagi siswa untuk belajar dan memfasilitasinya agar<br />
siswa dapat mengaktualisasikan dirinya untuk<br />
belajar. <strong>Guru</strong>pun harus mengembangkan<br />
pengetahuannya secara meluas dan men<strong>dalam</strong><br />
agar dapat memfasilitasi siswanya. Inilah peran<br />
guru dari guru.<br />
Kesalahan fatal yang dilakukan pendidik orang dewasa<br />
adalah usaha <strong>dalam</strong> mendefinisikan fungsi dirinya<br />
sebagai pelaku tunggal bagi perubahan tingkah laku dan<br />
berbuat seolah-olah tugas prinsipnya adalah untuk<br />
mengkomunikasikan ide-ide, mendesain latihan (exercise),<br />
untuk mengembangkan pengetahuan,<br />
keterampilan atau sikap tertentu untuk menentukan<br />
perubahan tingkah laku dan melakukan survey untuk<br />
mendeteksi kebutuhan. (Kezirow,1987)<br />
Di samping orang tua, pelaku utama<br />
pendidikan adalah guru, sehingga seringkali guru<br />
<strong>dalam</strong> paradigma lama berlaku sebagai sumber<br />
utama ilmu pengetahuan dan menjadi segalagalanya<br />
<strong>dalam</strong> pengajaran. <strong>Guru</strong> adalah orang<br />
yang digugu dan ditiru, sehingga tak pelak lagi guru<br />
menjadi orang yang setengah didewakan oleh<br />
anak didiknya. Tetapi peran guru yang sentral<br />
<strong>dalam</strong> pendidikan kurang berpengaruh terhadap<br />
pembelajaran siswanya. Hal ini tentunya sebatas<br />
hubungan formal yang tidak men<strong>dalam</strong> <strong>dalam</strong><br />
membangun kesadaran siswa untuk belajar<br />
dengan sepenuh hatinya.<br />
<strong>Guru</strong> pada era sekarang bukan satu-satunya<br />
sumber pengetahuan karena begitu luas dan cepat<br />
akses informasi yang menerpa kita, sehingga tidak<br />
mungkin seseorang dapat menguasai begitu luas<br />
dan <strong>dalam</strong>nya ilmu pengetahuan serta<br />
perkembangannya. Akan lebih tepat jika guru<br />
berlaku sebagai fasilitator bagi para siswanya<br />
sehingga siswa memiliki kepandaian <strong>dalam</strong><br />
memperoleh informasi, belajar memecahkan<br />
62 Jurnal Pendidikan <strong>Penabur</strong> - No.06/Th.V/Juni 2006