Peran Guru dalam Membangun Kesadaran Kritis ... - BPK Penabur
Peran Guru dalam Membangun Kesadaran Kritis ... - BPK Penabur
Peran Guru dalam Membangun Kesadaran Kritis ... - BPK Penabur
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
<strong>Peran</strong> <strong>Guru</strong> <strong>dalam</strong> <strong>Membangun</strong> <strong>Kesadaran</strong> <strong>Kritis</strong> Siswa<br />
metodologi pembelajaran. <strong>Guru</strong> diharapkan<br />
memberdayakan siswanya <strong>dalam</strong> proses<br />
pembelajaran sehingga siswa benar-benar<br />
memperoleh pengalaman belajar melalui metode<br />
pembelajaram yang tepat.<br />
Metode Ceramah<br />
Di antara berbagai metode pembelajaran siswa,<br />
metode ceramah banyak dipergunakan oleh guru<br />
<strong>dalam</strong> berbagai situasi dan tujuan. Pada masa lalu,<br />
dan mungkin juga sampai sekarang, banyak<br />
orang berpendapat seseorang yang disebut sebagai<br />
guru berdiri di depan kelas sementara yang lain<br />
duduk diam mendengarkan dan melaksanakan<br />
perintahnya. Metode ini hingga sekarang masih<br />
berlaku. Pusat pengetahuan hanya ada pada sang<br />
guru. Metode mengajar seperti ini kurang<br />
mengaktifkan siswa untuk memperoleh ilmu<br />
pengetahuan dan belajar tentang nilai-nilai.<br />
Belajar secara aktif akan lebih baik jika proses<br />
belajar itu didorong oleh metode pengembangan<br />
kemampuan dan pengetahuan yang diproses dari<br />
pengalaman masing-masing. Metode ini akan<br />
menimbulkan suatu pengalaman belajar yang lain<br />
yang lebih menantang baik bagi guru maupun<br />
siswa. <strong>Guru</strong> akan berperan sebagai fasilitator yang<br />
mendorong semangat belajar siswanya, dan<br />
menjadi faktor pendorong terjadinya perubahan.<br />
Kerugian dari Mendengarkan<br />
<strong>dalam</strong> Metode Ceramah<br />
Diakui bahwa metode ceramah efektif untuk<br />
penyampaian pelajaran yang bersifat kognitif<br />
dengan jumlah siswa yang besar <strong>dalam</strong> suatu<br />
kelas. Akan tetapi penggunaan metode ini secara<br />
tidak tepat dapat menimbulkan hal-hal negatif<br />
sebagai berikut:<br />
1. Pengetahuan yang disampaikan hanya<br />
didasarkan pada apa yang dimiliki<br />
penceramahnya, ibarat komunikasi maka<br />
hanya satu arah tanpa peran partisipan, dan<br />
tak ada umpan balik dari pendengarnya.<br />
2. Ada kesenjangan pengetahuan antara<br />
penceramah dan pendengarnya.<br />
Anggapannya peserta adalah orang yang<br />
tidak berpengetahuan sama sekali sehingga<br />
harus diisi.<br />
3. Peserta hanya menerima informasi secara<br />
pasif, maka mereka akan cepat bosan dan<br />
lelah.<br />
4. Metode kuliah menekankan pada transfer<br />
informasi dan fakta, lebih banyak<br />
mengandalkan pesan-pesan dari informasi<br />
dibandingkan denga faktanya.<br />
5. Rentang waktu peserta untuk dapat<br />
berkonsentrasi penuh sangat terbatas, apalagi<br />
ceramah dengan suara monoton. Rata-rata<br />
orang melupakan 50% dari apa yang mereka<br />
dengar.<br />
6. Penceramah biasanya tidak memiliki cara<br />
untuk memastikan seberapa jauh para peserta<br />
menangkap dan memahami apa yang<br />
disampaikan penceramah, apalagi jika tidak<br />
ditinjau ulang selama ceramah atau setelah<br />
ceramah.<br />
Metode ceramah tidak membuat siswa berpikir<br />
secara aktif, apalagi kritis sehingga metode ini tidak<br />
tepat untuk dapat membangun kesadaran kritis<br />
siswa. Dengan waktu yang terbatas serta jumlah<br />
siswa yang banyak <strong>dalam</strong> kelas, guru tidak mampu<br />
melayani berbagai pertanyaan siswa dengan baik.<br />
Menurut Vigotsky, proses belajar yang dapat<br />
meningkatkan semangat siswa adalah dengan<br />
berdiskusi, banyak bertanya, bereksplorasi, dan<br />
bermain (fun learning), sehingga kemampuan verbal<br />
dan motoriknya berkembang, termasuk<br />
kemampuan berpikir kritisnya (higher order thinking).<br />
Akan tetapi guru yang telah terbiasa dengan<br />
metode tertentu merasa telah nyaman dengan<br />
metode tersebut cenderung mempertahankannya<br />
sungguhpun hasilnya kurang dapat membuat<br />
siswa berpikir kritis. Keengganan guru tersebut<br />
juga diungkapkan oleh Ratna Megawangi, <strong>dalam</strong><br />
Otonomi Sekolah, 2005, dengan mengatakan<br />
“Masalah yang sering kami hadapi di Indonesia<br />
Heritage Foundation, ketika melatih para guru<br />
untuk mengubah metode pembelajaran di kelas<br />
agar tujuan membangun manusia holistik yang<br />
berkarakter dapat tercapai, yaitu ketakutan dan<br />
keengganan para guru untuk memperbaiki metode<br />
pembelajaran di kelas agar sesuai dengan teoriteori<br />
yang berlaku (misalnya Piaget, Erik Erikson,<br />
Vigotsky, dll).<br />
Bagaimana Cara <strong>Membangun</strong><br />
<strong>Kesadaran</strong> <strong>Kritis</strong>?<br />
Dari uraian di atas jelaslah bahwa membangun<br />
kesadaran kritis tidak dapat dilakukan dengan<br />
pola pengajaran ceramah, seperti yang selama ini<br />
dilakukan oleh para guru.<br />
64 Jurnal Pendidikan <strong>Penabur</strong> - No.06/Th.V/Juni 2006