Majalah Warta Anggaran Edisi 24 - Direktorat Jenderal Anggaran ...
Majalah Warta Anggaran Edisi 24 - Direktorat Jenderal Anggaran ...
Majalah Warta Anggaran Edisi 24 - Direktorat Jenderal Anggaran ...
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
SISTEM PENGANGGARAN<br />
Pengalaman Indonesia pada periode<br />
1990an dalam mengelola kebijakan fiskal<br />
yang sangat berhati-hati (prudent macrofiscal<br />
management) sekalipun, tidak dapat<br />
mencegah dampak negatif dari krisis pada<br />
tahun 1997-1999 lalu, terlebih lagi<br />
sejumlah parameter di level mikro juga<br />
m e n u n j u k k a n m a s i h b e s a r n y a<br />
permasalahan dalam proses penyediaan<br />
barang/jasa publik yang esensial di hampir<br />
seluruh aspek ekonomi dan sosial.<br />
Bahkan di beberapa tahun belakangan ini<br />
setelah konstitusi mengharuskan 20%<br />
dari pengeluaran pemerintah melalui<br />
APBN merupakan pengeluaran yang<br />
secara eksklusif untuk sektor pendidikan,<br />
tidak secara otomatis menyebabkan<br />
peningkatan signifikan tingkat tingkat<br />
aksesibilitas masyarakat terhadap<br />
pendidikan disamping masih tingginya<br />
biaya ekonomi dan sosial yang harus<br />
ditanggung masyarakat. Anomali inilah<br />
yang masih terjadi dimana masyarakat<br />
harus mengeluarkan biaya ekonomi yang<br />
meningkat dari tahun ke tahun untuk<br />
menikmati haknya dalam memperoleh<br />
pendidikan, padahal di saat yang sama<br />
pengeluaran pemerintah untuk sektor<br />
pendidikan juga meningkat seiring<br />
peningkatan porsi belanja dalam APBN.<br />
Belum lagi kita bicara tentang sektor<br />
kesehatan, kenyataan yang terjadi juga<br />
tidak jauh berbeda dengan apa yang<br />
terjadi pada sektor pendidikan.<br />
Lemahnya proses “penerjemahan”<br />
prioritas makro kedalam struktur /<br />
arsitrektur mikro, terutama di level<br />
Kegiatan dan Komponen Kegiatan dalam<br />
implementasi kebijakan anggaran belanja<br />
merupakan aspek krusial pada masalah<br />
ini, disamping masih lemahnya introduksi<br />
kerangka kinerja (performance<br />
framework) dan parameter kinerja<br />
(performance indicator) dalam service<br />
delivery barang dan jasa publik kepada<br />
masyarakat luas dan terutama kepada<br />
target komunitas sasaran kebijakan.<br />
Aspek pertama dalam siklus kebijakan<br />
anggaran adalah proses prioritisasi dan<br />
pengambilan keputusan strategis yang<br />
sangat krusial dampaknya, karena<br />
keputusan apapun yang diambil akan<br />
mengakibatkan konsentrasi sumber daya<br />
untuk mencapai target/sasaran yang<br />
melekat pada struktur program/kegiatan<br />
yang telah disepakati dalam pengambilan<br />
keputusan strategis tersebut.<br />
Pada tahap prioritisasi inilah pemerintah<br />
harus meletakkan Kerangka Kinerja<br />
(performance framework) yang relevan<br />
dengan target/sasaran yang akan dicapai<br />
dalam suatu kurun waktu tertentu, pada<br />
sektor tertentu, sehingga sejak awal<br />
pemerintah telah memiliki struktur<br />
program/kegiatan dalam kebijakan<br />
anggaran yang fokus kepada pencapaian<br />
target/sasaran yang telah ditetapkan.<br />
Setiap sektor memiliki kerangka kinerja<br />
yang spesifik dan dalam beberapa hal<br />
bersifat penciptaan sinergi seperti<br />
pentingnya infrastruktur irigasi dengan<br />
sektor pertanian, antara infrastruktur<br />
sanitasi dan air bersih dengan sektor<br />
kesehatan dan lain sebagainya.<br />
Begitu pentingya kerangka kinerja bagi<br />
setiap program pemerintah sehingga sulit<br />
untuk membangun parameter/indikator<br />
kinerja tanpa adanya kerangka kinerja<br />
dalam setiap program pemerintah,<br />
karena kerangka kinerja merupakan<br />
parameter makro sebuah program<br />
secara luas, termasuk unit pemerintah<br />
pelaksananya, sementara indikator dan<br />
parameter mikro terletak di setiap<br />
komponen kegiatan dalam sebuah<br />
program. Kerangka kinerja inilah yang juga<br />
akan berperan dalam upaya untuk<br />
semakin memperjelas keterkaitan<br />
m a k ro - m i k ro d a l a m ke b i j a k a n<br />
pemerintah di seluruh sektor.<br />
Langkah berikutnya adalah bagaimana<br />
pemerintah mendisain arsitektur<br />
program/kegiatan mikro secara individual<br />
untuk mencapai target/sasaran prioritas<br />
tersebut. Arsitektur perencanaan<br />
operasional kebijakan inilah yang harus<br />
secara hati-hati didisain agara efektivitas<br />
alokasi pendanaan menjadi optimal.<br />
Dengan demikian, setiap alokasi<br />
pendaanaan dalam kebijakan pemerintah<br />
akan memiliki struktur, baik dari sisi<br />
arsitektur program-kegiatan-komponen,<br />
kinerja maupun pendanaan anggaran,<br />
yang akan secara jelas menunjukkan<br />
konsistensi dan keterkaitan (link) antara<br />
perencanaan makro dan disain mikro<br />
kebijakan yang optimal.<br />
Dalam konteks Indonesia, peran<br />
parlemen yang begitu kuat dalam disain<br />
mikro kebijakan sudah seharusnya<br />
dibatasi secara otomatis lewat konsistensi<br />
pemerintah dalam mendisain kebijakan<br />
mikro yang sejalan dengan target/sasaran<br />
prioritas dalam jangka menengah<br />
sehingga proses pencapaiannya dapat<br />
dilaksanakan dalam kondisi keterbatasan<br />
sumber daya yang ketat. Disinilah peran<br />
perencanaan penganggaran yang sangat<br />
substansial untuk menjamin efisiensi<br />
alokasi pendanaan anggaran (allocative<br />
efficiency).<br />
Pada aspek yang kedua, efisiensi<br />
operasional kebijakan pemerintah dalam<br />
skala mikro pada sisi belanja (spending)<br />
diawali oleh proses costing yang efektif<br />
dalam penyusunan dokumen anggaran.<br />
Penyederhanaan struktur dan penyajian<br />
komponen yang relevansinya tinggi dalam<br />
struktur belanja seluruh satuan kerja<br />
pemerintah diharapkan akan berdampak<br />
pada semakin fokusnya implementasi<br />
kebijakan terhadap sasaran/target<br />
kebijakan dalam struktur keluaran dan<br />
dampak positif dari kebijakan anggaran.<br />
Dalam pelaksanaan belanja, tantangan<br />
terbesar dalam sistem perencanaan<br />
penganggaran adalah bagaimana proses<br />
costing dalam anggaran dapat secara<br />
maksimal mencerminkan biaya yang<br />
paling ekonomis dalam setiap kebijakan<br />
belanja pemerintah. Dalam konteks ini,<br />
costing adalah proses penilaian<br />
(assessment) dari dampak finansial bagi<br />
pemerintah dalam kebijakan pendanaan<br />
anggaran dalam memobilisasi sumber<br />
daya untuk berbagai usulan pendanaan<br />
yang telah disetujui bagi berbagai<br />
program dalam struktur belanja<br />
pemerintah.<br />
Costing juga merupakan bagian integral<br />
dalam tahap prioritisasi kebijakan dengan<br />
membantu otoritas anggaran dalam<br />
pengambil keputusan dengan memberi<br />
proyeksi kebutuhan pendanaan pada<br />
tahun-tahun fiskal mendatang.<br />
Pengerahan sumber daya publik dalam<br />
WARTA ANGGARAN | <strong>Edisi</strong> <strong>24</strong> Tahun 2012<br />
43