27.11.2014 Views

Download - Indonesia Kreatif

Download - Indonesia Kreatif

Download - Indonesia Kreatif

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

DAFTAR ISI<br />

Daftar Isi 2<br />

Daftar Gambar 7<br />

Daftar Tabel 8<br />

1 PENDAHULUAN 9<br />

1.1 LATAR BELAKANG 9<br />

1.2 TUJUAN 9<br />

1.3 MANFAAT 9<br />

1.4 RUANG LINGKUP 10<br />

2 METODOLOGI STUDI KONTRIBUSI INDUSTRI KREATIF 2009 11<br />

2.1 DESAIN STUDI 11<br />

2.2 PENETAPAN KLASIFIKASI SUBSEKTOR-SUBSEKTOR INDUSTRI KREATIF 11<br />

2.3 PENETAPAN INDIKATOR-INDIKATOR YANG AKAN DIGUNAKAN 12<br />

2.3.1 Berbasis Produk Domestik Bruto 12<br />

2.3.1.1 Produk Domestik Bruto Industri <strong>Kreatif</strong> 12<br />

2.3.1.2 Persentase PDB Industri <strong>Kreatif</strong> terhadap PDB Nasional 12<br />

2.3.1.3 Pertumbuhan PDB Industri <strong>Kreatif</strong> 13<br />

2.3.2 Berbasis Ketenagakerjaan 13<br />

2.3.2.1 Jumlah Tenaga Kerja Industri <strong>Kreatif</strong> (JTKC) 14<br />

2.3.2.2 Tingkat Partisipasi Pekerja Industri <strong>Kreatif</strong> (TPPC) 14<br />

2.3.2.3 Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Industri <strong>Kreatif</strong> (PJTKC) 15<br />

2.3.2.4 Produktivitas Tenaga kerja 15<br />

2.3.3 Berbasis Perdagangan Internasional 16<br />

2.3.3.1 Nilai Ekspor 16<br />

2.3.3.2 Persentase Nilai Ekspor terhadap Total Nilai Ekspor 16<br />

2.3.3.3 Pertumbuhan Nilai Ekspor 17<br />

2.3.3.4 Nilai Impor 17<br />

2.3.3.5 Persentase Nilai Impor terhadap Total Nilai Impor 18<br />

2.3.3.6 Pertumbuhan Nilai Impor 18<br />

2.3.3.7 Net Trade Industri <strong>Kreatif</strong> 18<br />

2.3.3.8 Net Trade Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 19<br />

2.3.3.9 Pertumbuhan Net Trade Industri <strong>Kreatif</strong> 19<br />

2.3.3.10 Pertumbuhan Net Trade Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 19<br />

2.3.4 Berbasis Aktivitas Perusahaan 19


2.3.4.1 Jumlah Usaha 19<br />

2.3.4.2 Persentase Jumlah Usaha terhadap Jumlah Usaha Total 20<br />

2.3.4.3 Pertumbuhan Jumlah Usaha 20<br />

2.3.5 Berbasis dampak terhadap sektor lain 21<br />

2.3.5.1 Angka pengganda output subsektor industri kreatif 21<br />

2.3.5.2 Linkage subsektor industri kreatif 21<br />

2.4 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 22<br />

2.4.1 Perubahan dari Studi IK 2007 22<br />

2.4.2 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data Kontribusi Ekonomi 23<br />

2.4.2.1 Pengumpulan Dan Pengolahan Data Sekunder 23<br />

2.4.2.2 Metode Estimasi menggunakan Tabel Input Output 23<br />

2.4.2.3 Estimasi-Estimasi yang Dilakukan 23<br />

2.4.3 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data Perkembangan Kualitatif 26<br />

2.4.4 Analisis Data 26<br />

3 PERKEMBANGAN INDUSTRI KREATIF INDONESIA 2007-2009 27<br />

3.1 INDUSTRI KREATIF NASIONAL 27<br />

3.1.1 PPBI 2007 27<br />

3.1.2 PPBI 2008 27<br />

3.1.3 PPKI 2009 28<br />

3.1.4 Tahun <strong>Indonesia</strong> <strong>Kreatif</strong> 2009 28<br />

3.1.5 Instruksi Presiden No 6 Tahun 2009 mengenai Pengembangan Industri <strong>Kreatif</strong> 28<br />

3.2 INDUSTRI KREATIF DI DAERAH 29<br />

3.2.1 DKI Jakarta 29<br />

3.2.2 Kota Solo 31<br />

3.2.3 Kota Jogjakarta 31<br />

3.2.4 Kota Denpasar 33<br />

3.2.5 Kota Bandung 34<br />

3.2.6 Kota Berpotensi: Jember, Batam 35<br />

3.2.6.1 Batam 35<br />

3.2.6.2 Jember 36<br />

3.2.7 Festival dan Tradisi Kebudayaan di Berbagai Daerah 36<br />

3.2.7.1 Festival Bengawan Solo 37<br />

3.2.7.2 Borobudur Internasional Festival 37<br />

3.2.7.3 Festival Tabot 37<br />

3.2.7.4 Festival Danau Toba 38<br />

3.2.7.5 Festival Tengger 38<br />

3.2.7.6 Festival Danau Sentani 39<br />

3.3 PUBLIKASI INDUSTRI KREATIF DI MEDIA INFORMASI 39<br />

3


3.3.1 Media Nasional 39<br />

3.3.2 Media Daerah 40<br />

3.4 INDUSTRI KREATIF DI DUNIA MAYA 41<br />

3.4.1 E-Commerce 41<br />

3.4.2 Jumlah Laman Industri <strong>Kreatif</strong> 45<br />

3.5 GERAKAN KOMUNITAS 47<br />

3.5.1 Common Room Network Foundation 48<br />

3.5.2 Bandung Creative City Forum (BCCF) 48<br />

3.5.3 Kreative Industry Clothing Kommunity (KICK) 49<br />

3.5.4 Komunitas <strong>Kreatif</strong> Bali 50<br />

3.5.5 Ins-ide 50<br />

3.5.6 Jendela Ide 51<br />

3.5.7 Fashionesedaily 51<br />

3.5.8 Kementerian Desain Republik <strong>Indonesia</strong> 51<br />

3.5.9 Desain Grafis <strong>Indonesia</strong> 52<br />

3.5.10 Republik <strong>Kreatif</strong> 52<br />

3.5.11 Musikator 52<br />

3.5.12 Bentara Budaya 53<br />

3.5.13 Komunitas Utan Kayu 53<br />

3.5.14 Top Ten Komunitas <strong>Kreatif</strong> di Dunia Maya 54<br />

3.6 SUCCESS AND FAILED STORIES 55<br />

3.6.1 Cerita Sukses Insan <strong>Kreatif</strong> 55<br />

3.6.2 Lesson Learned Pelaku <strong>Kreatif</strong> yang Kurang Berhasil 61<br />

3.7 PELUANG INDUSTRI KREATIF DI PASAR LUAR NEGERI 65<br />

3.7.1 Ceko 65<br />

3.7.1.1 Festival Film Ceko 65<br />

3.7.1.2 Program KBRI Ceko dalam memperkenalkan Film <strong>Indonesia</strong> 66<br />

3.7.1.3 Program-Program KBRI Ceko di luar Subsektor Film 66<br />

3.7.2 China (RRT) 66<br />

3.7.2.1 Televisi 67<br />

3.7.2.2 Film 67<br />

3.7.2.3 Radio 67<br />

3.7.2.4 Musik 67<br />

3.7.2.5 Penerbitan dan Percetakan 68<br />

3.7.2.6 Online Games 68<br />

3.7.2.7 Kerajinan 68<br />

3.7.3 Spanyol 68<br />

3.7.3.1 Film, Video dan Fotografi 68<br />

3.7.3.2 Musik 70<br />

3.7.3.3 Layanan Piranti Lunak dan Permainan Interaktif 70<br />

3.7.3.4 Desain dan Fesyen 72<br />

4


3.7.3.5 Penerbitan dan Percetakan 74<br />

3.7.3.6 Kerajinan 75<br />

3.7.4 Argentina 76<br />

3.7.4.1 Industri Audiovisual: Film, Animasi, Televisi 76<br />

3.7.4.2 Furniture dan Kerajinan 77<br />

3.7.4.3 Kerajinan: Jewellery 78<br />

3.7.4.4 Musik: Alat Musik 78<br />

3.7.4.5 Fesyen: Produk Tekstil 78<br />

3.7.4.6 Tantangan dan Hambatan 78<br />

3.7.5 Afrika Selatan 79<br />

3.7.5.1 Film dan Animasi 79<br />

3.7.5.2 Musik 81<br />

3.7.5.3 Desain dan Piranti Lunak 83<br />

3.7.5.4 Penerbitan dan Percetakan 84<br />

3.7.5.5 Pameran Industri <strong>Kreatif</strong> di Afrika Selatan 85<br />

3.7.5.6 Kondisi pasar dan peluang ekspor di afrika selatan 86<br />

3.7.6 Maroko 86<br />

3.7.7 Singapura 87<br />

3.8 KOMITMEN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF 88<br />

3.8.1 Bisnis 89<br />

3.8.2 Departemen Perindustrian 89<br />

3.8.3 Departemen Pendidikan Nasional 89<br />

3.8.4 Departemen Komunikasi dan Informatika 89<br />

3.8.5 Departemen Kebudayaan dan Pariwisata 90<br />

3.8.6 Departemen Perdagangan 90<br />

3.8.7 Kementerian Negara Koperasi dan UKM 91<br />

3.8.8 Pemerintah – Perbankan 91<br />

3.9 KONSUMSI PRODUK KREATIF LOKAL 91<br />

3.9.1 Endorsement Dari Pemerintah untuk Menggunakan Produk Lokal 91<br />

3.9.2 Contoh Indikasi Positif dalam Penggunaan Produk <strong>Kreatif</strong> Lokal 93<br />

3.9.2.1 Pemakaian Batik oleh Kaum Muda 93<br />

3.9.2.2 Trend Distro 94<br />

3.9.2.3 Ring Back Tone – Musik <strong>Indonesia</strong> 94<br />

3.9.2.4 Film <strong>Indonesia</strong> 95<br />

3.9.2.5 Seni Pertunjukan 96<br />

3.10 INDIKASI GEOGRAFIS PELUANG PELESTARIAN KREATIVITAS LOKAL YANG BERNILAI EKONOMI 97<br />

3.10.1 Konsep dan Peraturan 97<br />

3.10.2 Tantangan Bagi Pengembangan Produk IG 97<br />

3.10.3 Potensi IG yang sedang Diproses 98<br />

3.10.4 Potensi IG yang belum Dikembangkan 100<br />

5


4 HASIL PEMETAAN DAN ANALISIS DAMPAK EKONOMI INDUSTRI KREATIF 104<br />

4.1 BERBASIS PRODUK DOMESTIK BRUTO: JUMLAH, % KONTRIBUSI DAN PERTUMBUHAN 104<br />

4.1.1 PDB Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 104<br />

4.1.2 Perbandingan terhadap PDB Nasional 106<br />

4.1.3 PDB Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 108<br />

4.1.4 Perbandingan 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 111<br />

4.2 BERBASIS KETENAGAKERJAAN: JUMLAH, TINGKAT PARTISIPASI, PERTUMBUHAN, PRODUKTIVITAS 114<br />

4.2.1 Tenaga Kerja Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 114<br />

4.2.2 Perbandingan terhadap Tenaga Kerja Nasional 115<br />

4.2.3 Tenaga Kerja Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 118<br />

4.2.4 Perbandingan 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 120<br />

4.3 BERBASIS PERDAGANGAN INTERNASIONAL: JUMLAH, % KONTRIBUSI DAN PERTUMBUHAN DARI EKSPOR,<br />

IMPOR DAN NET TRADE 123<br />

4.3.1 Perdagangan Internasional Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 123<br />

4.3.2 Perbandingan terhadap Nasional 125<br />

4.3.3 Perdagangan Internasional Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 127<br />

4.3.4 Perbandingan 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 129<br />

4.4 BERBASIS AKTIVITAS PERUSAHAAN: JUMLAH, % KONTRIBUSI DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN 132<br />

4.4.1 Jumlah Usaha Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 132<br />

4.4.2 Perbandingan terhadap Jumlah Usaha Nasional 133<br />

4.4.3 Jumlah Usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 135<br />

4.4.4 Perbandingan Jumlah Usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 138<br />

4.5 BERBASIS DAMPAK DAN KETERKAITAN DENGAN SEKTOR LAIN 141<br />

4.5.1 Angka Pengganda Output Industri <strong>Kreatif</strong> 141<br />

4.5.2 Backward Linkage 141<br />

4.5.3 Forward Linkage 142<br />

5 KESIMPULAN DAN SARAN 143<br />

5.1 KESIMPULAN 143<br />

5.2 SARAN 143<br />

6


DAFTAR GAMBAR<br />

Gambar 2-1 Desain Studi ............................................................................................................................................................. 11<br />

Gambar 2-2 Struktur Klasifikasi Ketenagakerjaan ........................................................................................................................ 13<br />

Gambar 3-1 Artikel Industri <strong>Kreatif</strong> di Media Nasional .................................................................................................................. 40<br />

Gambar 3-2 Artikel Industri <strong>Kreatif</strong> di Media Daerah .................................................................................................................... 41<br />

Gambar 3-3 Jumlah Laman Mengutip Aktor Pemerintah Mengulas Industri <strong>Kreatif</strong> ...................................................................... 45<br />

Gambar 3-4 Jumlah Laman Mengulas Industri <strong>Kreatif</strong> di Tingkat Provinsi .................................................................................... 46<br />

Gambar 3-5 Jumlah Laman Mengulas Industri <strong>Kreatif</strong> di Tingkat Kota ......................................................................................... 47<br />

Gambar 4-1 Nilai Tambah Bruto Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 (Miliar Rupiah) ............................................................................ 105<br />

Gambar 4-2 Pertumbuhan NTB Konstan Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 ........................................................................................ 106<br />

Gambar 4-3 Rata-rata Nilai dan % Kontribusi NTB Sektoral Berdasarkan Harga Berlaku, termasuk Industri <strong>Kreatif</strong>, 2002-2008<br />

107<br />

Gambar 4-4 Rata-Rata Pertumbuhan PDB Sektoral, termasuk Industri <strong>Kreatif</strong>, 2002-2008 ..................................................... 108<br />

Gambar 4-5 NTB Konstan 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2002-2008 ............................................................................. 111<br />

Gambar 4-6 Rata-rata Jumlah dan % Kontribusi PDB Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2002-2008, Berdasarkan Harga Berlaku<br />

112<br />

Gambar 4-7 Rata-rata Pertumbuhan PDB Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2002-2008 .......................................................... 113<br />

Gambar 4-8 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 ....................................................................................... 114<br />

Gambar 4-9 Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 ........................................................ 115<br />

Gambar 4-10 Rata-rata Jumlah dan Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja Sektoral Tahun 2002-2008 ............................................ 116<br />

Gambar 4-11 Rata-rata Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Tahun 2002-2008 ................................................... 117<br />

Gambar 4-12 Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja 14 Subsektor IK Tahun 2002-2008 ................................................................. 120<br />

Gambar 4-13 Rata-rata Jumlah dan Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja Subsektor-subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun 2002-2008 121<br />

Gambar 4-14 Rata-rata Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun 2002-2008 ....................... 122<br />

Gambar 4-15 Rata-rata Produktivitas Tenaga Kerja Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 Berdasarkan Harga Konstan (Ribu<br />

Rupiah) 123<br />

Gambar 4-16 Nilai Ekspor, Impor dan Net Trade Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 (Miliar Rupiah) ......................................... 124<br />

Gambar 4-17 Pertumbuhan Ekspor, Impor dan Net Trade Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 ................................................... 125<br />

Gambar 4-17 Ekspor Nasional dan Ekspor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 dalam Miliar Rupiah ...................................................... 126<br />

Gambar 4-18 Impor Nasional dan Impor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 dalam Miliar Rupiah ......................................................... 126<br />

Gambar 4-19 Net Trade Nasional dan Net Trade Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 dalam Miliar Rupiah ............................................ 127<br />

Gambar 4-21 Nilai Ekspor, Impor dan Net Trade 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 (Miliar Rupiah) .............................. 129<br />

Gambar 4-21 Rata-Rata Jumlah dan % Kontribusi Ekspor Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 .............................................. 131<br />

Gambar 4-22 Rata-Rata Jumlah dan % Kontribusi Impor Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 ............................................... 131<br />

Gambar 4-23 Rata-Rata Jumlah dan % Kontribusi Net Trade Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 ......................................... 132<br />

Gambar 4-24 Jumlah Usaha Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun 2002-2008 ....................................................................................... 133<br />

Gambar 4-25 Pertumbuhan Jumlah usaha Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun 2002-2008 ................................................................. 133<br />

Gambar 4-26 Perbandingan Jumlah Usaha Nasional Tahun 2002-2008 ..................................................................................... 134<br />

Gambar 4-27 Perbandingan Rata-Rata Pertumbuhan Jumlah Usaha Nasional Tahun 2002-2008 ............................................. 135<br />

Gambar 4-28 Jumlah Usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 ....................................................................................... 138<br />

Gambar 4-29 Perbandingan Rata-Rata Jumlah usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 ............................................... 139<br />

Gambar 4-30 Rata-Rata Pertumbuhan Jumlah Usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 ............................................... 140


DAFTAR TABEL<br />

Tabel 3-1 Kalender TIK 2009 ........................................................................................................................................................... 28<br />

Tabel 3-2 Top Ten Mailing List <strong>Kreatif</strong> .............................................................................................................................................. 54<br />

Tabel 3-3 Top Ten Komunitas <strong>Kreatif</strong> di Web .................................................................................................................................... 54<br />

Tabel 3-4 Distribusi Wilayah Subsektor Desain di Spanyol ............................................................................................................... 72<br />

Tabel 3-5 Peringkat Lagu Ring Back Tone ....................................................................................................................................... 95<br />

Tabel 4-1 Profil Kontribusi Ekonomi Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> 2002-2008 ....................................................................... 104<br />

Tabel 4-2 Perbandingan Kontribusi PDB Sektor Industri Nasional 2002-2008 (miliar Rp) ........................................................... 107<br />

Tabel 4-3 Perbandingan Kontribusi NTB 14 Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 ........................................................................... 111<br />

Tabel 4-4 Perbandingan Kontribusi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Nasional 2002-2008 ........................................... 115<br />

Tabel 4-5 Perbandingan Produktivitas Tenaga Kerja Sektoral Tahun 2002-2008 Berdasarkan Harga Konstan (Ribu Rupiah) ... 117<br />

Tabel 4-6 Kontribusi Tenaga Kerja 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 .............................................................................. 118<br />

Tabel 4-7 Perbandingan Kontribusi Tenaga Kerja 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 ....................................................... 121<br />

Tabel 4-8 Perbandingan Ekspor Sektor Industri Nasional 2002-2008 (miliar Rp) ........................................................................ 129<br />

Tabel 4-9 Perbandingan Impor Sektor Industri Nasional 2002-2008 (miliar Rp) .......................................................................... 130<br />

Tabel 4-10 Perbandingan Net Trade Sektor Industri Nasional 2002-2008 (miliar Rp) ................................................................... 130<br />

Tabel 4-11 Perbandingan Jumlah Usaha Nasional Tahun 2002-2007 ............................................................................................. 134<br />

Tabel 4-12 Perbandingan Jumlah Usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun 2002-2007 ............................................................. 138<br />

Tabel 4-13 Angka Pengganda Output 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> ................................................................................................ 141<br />

Tabel 4-14 Backward Linkage 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong>........................................................................................................... 142<br />

Tabel 4-15 Forward Linkage 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> .............................................................................................................. 142


1 P E N D A H U L U A N<br />

1.1 L A T A R B E L A K A N G<br />

Sejak peluncuran Studi Pemetaan Kontribusi Ekonomi Industri <strong>Kreatif</strong> 2007, yang dilanjutkan dengan peluncuran Cetak<br />

Biru Pengembangan Ekonomi <strong>Kreatif</strong> dan Cetak Biru Pengembangan 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2008, posisi<br />

strategis ekonomi kreatif dan industri kreatif dalam pembangunan nasional semakin disadari oleh berbagai pihak.<br />

Berbagai aktivitas kreatif digulirkan di berbagai tempat, baik oleh pemerintah, dunia bisnis maupun oleh kaum intelektual.<br />

Publikasi di media massa dan di dunia maya semakin intensif. Komunitas-komunitas semakin tumbuh dan mulai saling<br />

terhubung. Kota-kota dan daerah semakin antusias untuk menjadi kota/daerah kreatif. Prestasi-prestasi prestisius terus<br />

diraih oleh para pelaku-pelaku kreatif. Kondisi-kondisi di atas merupakan sebagian dari indikasi-indikasi perkembangan<br />

ekonomi kreatif <strong>Indonesia</strong>. Kondisi-kondisi ini sangat penting untuk dipetakan atau didokumentasikan, selain untuk<br />

memberikan pemahaman mengenai pentingnya industri kreatif, juga untuk dapat menjadi lebih baik dalam dalam<br />

mengevaluasi kegiatan yang sudah dilaksanakan dan dalam penyusunan langkah-langkah pengembangan selanjutnya.<br />

Hal inilah yang menjadi salah satu latar belakang dilakukannya studi pemutakhiran 2009. Pemetaan atau<br />

pendokumentasian kondisi perkembangan juga diharapkan akan dapat menjawab pertanyaan ‗Sejauh mana Arahan<br />

Presiden Republik <strong>Indonesia</strong> untuk mengembangkan Ekonomi <strong>Kreatif</strong> Nasional dilaksanakan di tingkat nasional maupun<br />

tingkat daerah‘.<br />

Selain indikator-indikator perkembangan yang bersifat kualitatif di atas, perkembangan industri kreatif juga dapat dilihat<br />

melalui kontribusinya terhadap perekonomian nasional. Kontribusi ekonomi industri kreatif telah dipetakan untuk periode<br />

2002-2006 pada tahun 2007 lalu, baik berbasis Produk Domestik Bruto, Ketenagakerjaan maupun berbasis Aktivitas<br />

Perusahaan. Oleh karena itu, studi pemutakhiran Industri <strong>Kreatif</strong> 2009 ini juga akan memetakan kontribusi ekonomi<br />

industri kreatif pada tahun 2007 dan 2008, sebagai upaya menunjukkan perkembangan industri kreatif pada 2 tahun<br />

terakhir dan menunjukkan bahwa pemetaan kondisi industri kreatif merupakan kegiatan yang rutin dan<br />

berkesinambungan.<br />

1.2 T U J U A N<br />

Dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka Studi Pemutakhiran Kondisi Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> 2009<br />

bertujuan untuk:<br />

1. Memetakan kontribusi ekonomi industri kreatif <strong>Indonesia</strong> hingga tahun 2008.<br />

2. Memberikan gambaran perkembangan industri kreatif tahun 2007-2009 di tingkat nasional dan daerah, melalui<br />

indikator-indikator yang bersifat kualitatif.<br />

3. Memberikan gambaran perkembangan industri kreatif di media massa<br />

4. Memberikan gambaran perkembangan industri kreatif di dunia maya<br />

1.3 M A N F A A T<br />

Studi Pemutakhiran Kondisi Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2009 diharapkan dapat bermanfaat, setidaknya untuk pihak-pihak<br />

sebagai berikut:<br />

1. Departemen Perdagangan<br />

a. Memperoleh pemahaman mengenai dampak dari aktivitas-aktivitas yang telah dilakukan Departemen<br />

Perdagangan yang merupakan inisiator pengembangan Ekonomi <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong>.<br />

b. Menjadi referensi pertimbangan dalam penyusunan langkah-langkah pengembangan selanjutnya.<br />

2. Pemerintah Pusat<br />

9


a. Memperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai kondisi ekonomi kreatif nasional, baik secara sektoral,<br />

maupun regional, sehingga dapat membuat langkah pengembangan dan langkah koordinasi yang sesuai<br />

b. Memperoleh perspektif baru sebagai pertimbangan dalam pemutakhiran klasifikasi baku lapangan usaha di<br />

<strong>Indonesia</strong><br />

3. Pemerintah Daerah<br />

a. Menjadi referensi dalam memilih jenis subsektor industri kreatif yang akan dikembangkan<br />

b. Memperoleh pemahaman mengenai langkah-langkah pengembangan yang dilakukan di beberapa kota kreatif,<br />

sehingga dapat menjadi referensi pengembangan di daerahnya masing-masing<br />

4. Intelektual, Studi dan Penelitian Selanjutnya<br />

a. Memperoleh pemahaman mengenai industri kreatif, sehingga dapat melakukan studi atau penelitian selanjutnya<br />

dengan ruang lingkup yang lebih sempit, namun berada dalam suatu kerangka yang saling bersinergi<br />

b. Sebagai pertimbangan dalam pembentukan fakultas, jurusan ataupun penyusunan kurikulum.<br />

5. Dunia Bisnis dan Pelaku Usaha<br />

a. Membantu pelaku usaha dalam hal memperoleh informasi peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan, baik di<br />

sektoral, di beberapa daerah maupun di luar negeri<br />

b. Membantu calon entrepeneur yang ingin memasuki industri kreatif, dalam hal memilih subsektor ataupun<br />

daerah lokasi bisnisnya.<br />

1.4 R U A N G L I N G K U P<br />

1. Subsektor<br />

Subsektor yang dipetakan adalah 14 subsektor yang telah didefinisikan pada tahun 2007<br />

2. Tahun penelitian<br />

Studi pemutakhiran menitikberatkan pada perkembangan industri kreatif tahun 2007-2009. Sementara itu indikator<br />

kontribusi ekonomi dipetakan untuk periode 2002-2008<br />

3. Kota/Daerah<br />

Perkembangan industri kreatif di kota/daerah dipetakan khususnya pada daerah-daerah yang sudah baik dalam<br />

pengembangan industri kreatif, yaitu DKI Jakarta, Solo, Jogjakarta, Denpasar, Bandung dan beberapa daerah<br />

berpotensi lainnya.<br />

4. Peluang di Pasar Luar Negeri dibatasi pada negara-negara yang diwakili Duta Besar pada Konvensi Pekan Produk<br />

<strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> tahun 2009.<br />

10


2 M E T O D O L O G I S T U D I K O N T R I B U S I I N D U S T R I K R E A T I F 2 0 0 9<br />

2.1 D E S A I N S T U D I<br />

Studi pemetaan industri kreatif 2009 ini dilakukan dengan 4 tahapan utama seperti yang ditunjukkan pada gambar<br />

berikut.<br />

Penetapan<br />

Klasifikasi<br />

Penetapan<br />

Klasifikasi<br />

Penetapan<br />

Indikator<br />

Indikator Kuantitatif<br />

Kontribusi Ekonomi<br />

Indikator<br />

Kualitatif<br />

Pengumpulan dan<br />

Pengolahan<br />

Data<br />

Sekunder<br />

Estimasi<br />

FGD<br />

Data<br />

Sekunder<br />

Analisis<br />

Analisis<br />

Deskriptif<br />

Analisis<br />

Deskriptif<br />

Analisis<br />

Deskriptif<br />

Analisis<br />

Deskriptif<br />

G a m b a r 2 - 1 D e s a i n S t u d i<br />

2.2 P E N E T A P A N K L A S I F I K A S I S U B S E K T O R - S U B S E K T O R I N D U S T R I K R E A T I F<br />

Klasifikasi industri kreatif yang digunakan dalam studi mengikuti klasifikasi industri kreatif yang telah dipetakan dalam<br />

Studi Industri <strong>Kreatif</strong> 2007. Pemetaan industri kreatif terdahulu telah mengklasifikasikan sektor industri kreatif menjadi 14<br />

subsektor industri kreatif. Base study klasifikasi industri kreatif <strong>Indonesia</strong> ini mengacu pada studi pemetaan industri<br />

kreatif yang dilakukan oleh DCMS Inggris, yang disesuikan dengan KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha <strong>Indonesia</strong>)<br />

tahun 2005. Ke-14 subsektor tersebut adalah:<br />

1. Periklanan<br />

2. Arsitektur<br />

3. Pasar dan barang seni<br />

4. Kerajinan<br />

5. Desain<br />

6. Fesyen<br />

7. Film, Video, Fotografi<br />

8. Permainan Interaktif<br />

9. Musik<br />

10. Seni Pertunjukan<br />

11. Penerbitan & Percetakan<br />

12. Layanan Komputer dan Piranti Lunak<br />

13. Televisi dan Radio<br />

14. Riset & Pengembangan<br />

11


2.3 P E N E T A P A N I N D I K A T O R - I N D I K A T O R Y A N G A K A N D I G U N A K A N<br />

Demi menjaga kesinambungan analisis yang telah dilakukan pada Studi Industri <strong>Kreatif</strong> 2007, maka indikator-indikator<br />

yang digunakan pada Studi Industri <strong>Kreatif</strong> 2009 disesuaikan dengan studi terdahulu, dengan beberapa perbaikanperbaikan.<br />

Adapun indikator yang akan digunakan adalah:<br />

1. Indikator kuantitatif kontribusi ekonomi, yaitu:<br />

a. Berbasis Produk Domestik Bruto<br />

b. Berbasis Ketenagakerjaan<br />

c. Berbasis Perdagangan Internasional<br />

d. Berbasis Aktivitas Perusahaan<br />

2. Indikator kualitatif perkembangan industri kreatif, seperti:<br />

a. Kegiatan-kegiatan terkait industri kreatif, di tingkat nasional maupun tingkat daerah<br />

b. Publikasi di media dan di dunia maya<br />

c. Prestasi atau cerita suskes insan kreatif<br />

d. Komunitas dan asosiasi yang sudah terbentuk<br />

e. Peluang di pasar luar negeri<br />

f. Rekomendasi dan komitmen-komitmen yang sudah diberikan oleh pihak-pihak yang terkait dalam<br />

pengembangan industri kreatif<br />

g. Perkembangan Indikasi Geografis, dan lain-lain<br />

2.3.1 Berbasis Produk Domestik Bruto<br />

2.3.1.1 PRODUK DOMESTIK BRUTO INDUSTRI KREATIF<br />

PDB industri kreatif merupakan bagian dari nilai PDB nasional yang diperoleh dari nilai tambah yang dihasilkan 14<br />

subsektor-subsektor industri kreatif. Total nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh ke-14 subsektor industri kreatif<br />

merupakan NTB atau GVA industri kreatif.<br />

PDBC<br />

NTBKC<br />

i<br />

PDBC<br />

n<br />

i 1<br />

NTBKC i<br />

= PDB yang diperoleh dari industri kreatif<br />

= Nilai tambah yang diperoleh masing-masing subsektor industri kreatif<br />

= 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />

desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />

percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />

2.3.1.2 PERSENTASE PDB INDUSTRI KREATIF TERHADAP PDB NASIONAL<br />

Persentase PDBC merupakan persentase rasio PDB yang dihasilkan industri kreatif terhadap nilai PDB nasional. Besaran<br />

persentase (%) PDBC ini merupakan indikator yang mengindikasikan besarnya kontribusi industri kreatif terhadap total<br />

PDB nasional. Semakin besar % PDBC, semakin besar pula kontribusi industri kreatif terhadap perekonomian nasional.<br />

Dengan kata lain, peranan industri kreatif dalam perekonomian nasional menjadi semakin signifikan.<br />

PDBC<br />

% PDBC x100%<br />

PDB<br />

PDBC = PDB yang diperoleh dari industri kreatif<br />

PDB = PDB Nasional (<strong>Indonesia</strong>)<br />

Dengan menggunakan cara yang sama, dapat dianalisis profil kontribusi ke-14 subsektor industri kreatif terhadap PDBC<br />

industri kreatif, yaitu dengan perhitungan sebagai berikut:<br />

12


PDBKC i<br />

i<br />

PDBC<br />

PDBKC<br />

i<br />

% PDBKC<br />

i<br />

x100%<br />

PDBC<br />

= PDB yang diperoleh dari masing-masing subsektor industri kreatif ke-i<br />

= 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />

desain; fesyen;, film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />

percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />

= PDB yang diperoleh dari industri kreatif<br />

2.3.1.3 PERTUMBUHAN PDB INDUSTRI KREATIF<br />

Pertumbuhan tahunan PDB industri kreatif adalah persentase perubahan PDB dalam periode satu tahun terhadap tahun<br />

dasarnya. Perubahan nilai GVA annual growth setidaknya mencerminkan dua hal, yaitu kinerja industri dan potensinya.<br />

Semakin tinggi annual growth semakin baik kinerja industri kreatif dalam perekonomian dan semakin besar potensinya<br />

untuk dikembangkan.<br />

PDBC<br />

t<br />

PDBC<br />

t<br />

PPDBC<br />

1<br />

x100%<br />

PDBC<br />

t 1<br />

PPDBC = Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Industri <strong>Kreatif</strong><br />

PDBC t = PDB industri kreatif tahun ke-t<br />

PDBC t-1 = PDB industri kreatif tahun ke t-1<br />

Dengan menggunakan cara yang sama, dapat dianalisis profil GVA annual growth ke-14 subsektor industri kreatif, yaitu<br />

dengan perhitungan sebagai berikut:<br />

PNTBKC<br />

i<br />

PDBKC<br />

i(<br />

t)<br />

PDBKC<br />

PDBKC<br />

i(<br />

t 1)<br />

i(<br />

t 1)<br />

x100%<br />

PNTBKC i = Pertumbuhan PDB Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> ke-i<br />

PDBKC i(t) = PDB subsektor industri kreatif ke-i tahun ke-t<br />

PDBC i(t-1) = PDB subsektor industri kreatif ke-i tahun ke t-1<br />

i = 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />

desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />

percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />

2.3.2 Berbasis Ketenagakerjaan<br />

Struktur klasifikasi ketenagakerjaan umumnya dibagi menjadi:<br />

Jumlah Total<br />

Penduduk<br />

Penduduk Usia<br />

Kerja (Usia<br />

Produktif)<br />

Penduduk Bukan<br />

Usia Kerja<br />

Angkatan Kerja<br />

Bukan Angkatan<br />

Kerja (Usia<br />

Produktif, Memilih<br />

Tidak Bekerja; IBu<br />

RT, Mahasiswa)<br />

Pekerja<br />

Penganggur<br />

G a m b a r 2 - 2<br />

S t r u k t u r K l a s i f i k a s i K e t e n a g a k e r j a a n<br />

13


Angkatan kerja adalah penduduk yang berada pada usia produktif, yang sudah bekerja atau masih mencari pekerjaan.<br />

Penduduk pada usia produktif tetapi memilih tidak bekerja, seperti Ibu Rumah Tangga dan Mahasiswa, bukan merupakan<br />

angkatan kerja. Penduduk yang berada di luar usia produktif juga bukan merupakan angkatan kerja. Pekerja adalah<br />

penduduk usia produktif yang sudah bekerja di sektor tertentu. Penganggur adalah penduduk usia produktif yang belum<br />

bekerja, sedang mencari pekerjaan.<br />

Ketenagakerjaan <strong>Indonesia</strong> dibagi ke dalam 3 kategori, yaitu berdasarkan: lapangan pekerjaan, status pekerjaan dan<br />

jenis pekerjaan (occupation). Berdasarkan lapangan pekerjaan, pekerja dikelompokkan ke dalam 9 kategori mengikuti<br />

pengkategorian ISIC, yaitu: (1) Pertanian, Kehutanan, Perburuan, Perikanan, (2) Pertambangan (3) Industri Pengolahan,<br />

(4) Listrik, Gas dan Air, (5) Bangunan, (6) Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan dan Hotel, (7) Angkutan,<br />

Pergudangan, Komunikasi, (8) Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah dan Jasa Perusahaan, (9) Jasa<br />

Kemasyarakatan / Public Services.<br />

Berdasarkan status pekerjaan, pekerja dikategorikan menjadi 7 kategori (setelah tahun 2000), 4 kategori sebelum tahun<br />

2000. Tujuh kategori berdasarkan status pekerjaan utama ini adalah: (1) Berusaha sendiri tanpa dibantu orang lain, (2)<br />

Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, (3) Berusaha dibantu buruh tetap, (4)<br />

Buruh/Karyawan/Pegawai, (5) Pekerja bebas di pertanian, (6) Pekerja bebas di non pertanian, (7) Pekerja tidak dibayar.<br />

Berdasarkan jenis pekerjaan, pekerja dibagi menjadi: tenaga profesional, teknisi dan sejenisnya (0/1), ketatalaksanaan<br />

atau manajer (2), administrasi (3), usaha penjualan (4), penjual jasa (5), pekerja di sektor pertanian (6), operator alat<br />

pengangkutan (7/8/9), lainnya (X/00). Studi ini akan menggunakan data ketenagakerjaan berdasarkan klasifikasi status<br />

pekerjaan atau disebut SPU (Status Pekerjaan Utama).<br />

Indikator-indikator yang dapat digunakan untuk melihat kontribusi industri kreatif terhadap ketenagakerjaan <strong>Indonesia</strong><br />

dijelaskan berikut ini.<br />

2.3.2.1 JUMLAH TENAGA KERJA INDUSTRI KREATIF (JTKC)<br />

Jumlah Tenaga Kerja (Employement Number) adalah angka yang menunjukkan jumlah pekerja tetap yang berada pada<br />

seluruh lapangan pekerjaan/usaha di industri kreatif. Sesuai dengan definisi Badan Pusat Statistik, pekerja tetap adalah<br />

mereka yang bekerja lebih besar dari 35 jam seminggu, sebelum survei ketenagakerjaan dilakukan. Semakin besar<br />

Jumlah Tenaga Kerja, secara relatif dapat mengindikasikan peranan industri kreatif dalam perekonomian semakin<br />

signifikan.<br />

JTKC<br />

JTKKC i<br />

i<br />

JTKC<br />

n<br />

i 1<br />

JTKKC i<br />

= Jumlah Tenaga Kerja Industri <strong>Kreatif</strong><br />

= Jumlah Tenaga Kerja Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> ke-i<br />

= 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />

desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />

percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />

2.3.2.2 TINGKAT PARTISIPASI PEKERJA INDUSTRI KREATIF (TPPC)<br />

Untuk melihat kontribusi industri kreatif terhadap kondisi ketenagakerjaan <strong>Indonesia</strong> digunakan indikator TPPC (Tingkat<br />

Partisipasi Pekerja Industri <strong>Kreatif</strong>), yaitu rasio jumlah pekerja di subsektor industri kreatif terhadap jumlah pekerja di<br />

seluruh industri. Angka ini akan semakin memperkuat indikasi apakah industri kreatif memiliki peran signifikan dalam<br />

perekonomian <strong>Indonesia</strong>.<br />

TPPC ini dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut ini:<br />

14


TPPC<br />

TPPC<br />

JTKC<br />

x100%<br />

total peker<br />

ja<br />

= Tingkat partisipasi pekerja industri kreatif<br />

Dengan cara yang sama, dapat pula dilihat profil Tingkat Partisipasi Pekerja ke-14 subsektor industri kreatif terhadap<br />

industri kreatif dan terhadap total pekerja, melalui perhitungan rasio pekerja pada masing-masing subsektor terhadap<br />

total pekerja industri kreatif dan terhadap total pekerja seluruh sektor industri.<br />

JTKKC<br />

i<br />

TPPKC<br />

i<br />

x100%<br />

JTKC<br />

TPPKC = Tingkat Partisipasi Pekerja subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> terhadap Total Pekerja Industri <strong>Kreatif</strong><br />

JTKKC<br />

i<br />

TPPKCT<br />

i<br />

x100%<br />

JTK<br />

TPPKCT = Tingkat Partisipasi Pekerja subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> terhadap Total Pekerja seluruh sektor Industri.<br />

2.3.2.3 PERTUMBUHAN JUMLAH TENAGA KERJA INDUSTRI KREATIF (PJTKC)<br />

Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja (Growth of Employment/GE) industri kreatif adalah besaran yang menunjukkan<br />

pertumbuhan penyerapan tenaga kerja tahunan Industri <strong>Kreatif</strong>. Semakin tinggi growth of employment mengindikasikan<br />

semakin baik pertumbuhan industri dari tahun ke tahun, sehingga memerlukan tambahan penyerapan tenaga kerja.<br />

( JTKC<br />

t<br />

JTKC<br />

t 1)<br />

PJTKC<br />

x100%<br />

JTKC<br />

t 1<br />

JTKC t = Jumlah Tenaga Kerja industri kreatif tahun ke-t<br />

JTKC t-1 = Jumlah Tenaga Kerja industri kreatif tahun ke t-1<br />

Dengan cara yang sama, dapat pula dilihat profil Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja ke-14 subsektor industri kreatif<br />

berdasarkan persamaan berikut:<br />

PJTKKC<br />

i<br />

( JTKKC<br />

i(<br />

t)<br />

JTKKC<br />

JTKKC<br />

i(<br />

t 1)<br />

i(<br />

t 1)<br />

)<br />

x100%<br />

JTKKC i(t) = Jumlah Tenaga Kerja subsektor industri kreatif tahun ke-t<br />

JTKKC i(t-1) = Jumlah Tenaga Kerja subsektor industri kreatif tahun ke t-1<br />

2.3.2.4 PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA<br />

Produktivitas per pekerja adalah NTB atau GVA industri dibagi jumlah pekerja di Industri tersebut. Dengan kata lain,<br />

produktivitas adalah nilai tambah yang dihasilkan setiap pekerja. Produktivitas yang kecil identik dengan industri yang<br />

bersifat padat karya. Produktivitas yang besar identik dengan industri yang bersifat padat modal. Peningkatan nilai<br />

produktivitas pada jumlah tenaga kerja yang tetap, mengindikasikan peningkatan pengetahuan atau penguasaan<br />

teknologi teknologi.<br />

Produktivitas Tenaga Kerja Industri <strong>Kreatif</strong> dapat dinyatakan dengan indikator PTKC yang dapat diukur dengan cara:<br />

PTKC<br />

NTBKC i<br />

PTKC<br />

n<br />

NTBKC<br />

i<br />

i 1<br />

x100%<br />

jumlah peker<br />

jaindustrikreatif<br />

= Produktivitas Tenaga Kerja Industri <strong>Kreatif</strong><br />

= Nilai tambah yang diperoleh masing-masing subsektor industri kreatif<br />

15


i<br />

= 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />

desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />

percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />

Dengan menggunakan cara yang sama, dapat dianalisis profil Produktivitas Tenaga Kerja ke-14<br />

kreatif, yaitu dengan perhitungan sebagai berikut:<br />

subsektor industri<br />

PTKKC<br />

i<br />

NTBKC<br />

JTKKC<br />

i<br />

i<br />

x100%<br />

PTKKC i<br />

NTBKC i<br />

JTKKC i<br />

i<br />

= Produktivitas Tenaga Kerja subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />

= Nilai Tambah Bruto Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> ke-i<br />

= Jumlah Tenaga Kerja Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> ke-i<br />

= 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />

desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />

percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />

2.3.3 Berbasis Perdagangan Internasional<br />

2.3.3.1 NILAI EKSPOR<br />

Nilai Ekspor yang dimaksudkan adalah share gross value added di overseas market atau nilai penjualan produk dan jasa<br />

industri kreatif di pasar internasional. Semakin besar nilai ekspor industri kreatif menunjukkan semakin kompetitifnya<br />

posisi industri kreatif nasional di pasar internasional. Total nilai ekspor yang dihasilkan oleh 14 lapangan usaha<br />

merupakan NEC (Nilai Ekspor industri kreatif).<br />

NEC<br />

n<br />

i 1<br />

NEKC i<br />

NEC<br />

NEKC<br />

i<br />

= Nilai Ekspor yang diperoleh dari industri kreatif<br />

= Nilai ekspor yang diperoleh dari masing-masing subsektor industri kreatif<br />

= 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />

desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />

percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />

2.3.3.2 PERSENTASE NILAI EKSPOR TERHADAP TOTAL NILAI EKSPOR<br />

Persentase NEC merupakan persentase rasio NE (Nilai Ekspor) yang dihasilkan industri kreatif terhadap total nilai ekspor<br />

nasional. Besaran persentase (%) NEC ini merupakan indikator yang mengindikasikan besarnya kontribusi industri kreatif<br />

terhadap total NE nasional. Semakin besar % NEC, semakin besar pula kontribusi industri kreatif terhadap perekonomian<br />

nasional. Dengan kata lain, semakin penting peranan industri kreatif dalam struktur perekonomian nasional.<br />

NEC<br />

NE<br />

NEC<br />

% NEC x100%<br />

NE<br />

= Nilai E<br />

= Nilai Ekspor Nasional (<strong>Indonesia</strong>)<br />

Dengan menggunakan cara yang sama, dapat dianalisis profil kontribusi ke-14 subsektor industri kreatif terhadap % NEC<br />

industri kreatif, yaitu dengan perhitungan sebagai berikut:<br />

16


%NEKC i<br />

i<br />

NEC<br />

NEKC<br />

i<br />

% NEKC<br />

i<br />

x100%<br />

NEC<br />

= Nilai Ekspor yang diperoleh dari masing-masing subsektor industri kreatif ke-i<br />

= 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />

desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />

percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />

= Nilai Ekspor yang diperoleh dari industri kreatif<br />

2.3.3.3 PERTUMBUHAN NILAI EKSPOR<br />

Pertumbuhan tahunan nilai ekspor industri kreatif adalah persentase perubahan nilai ekspor dalam periode satu tahun<br />

terhadap tahun dasarnya. Peningkatan pertumbuhan tahunan nilai ekspor (annual growth) merupakan indikasi bahwa<br />

produk-produk domestik semakin kompetitif di pasar global. Namun demikian, peningkatan pertumbuhan tahunan nilai<br />

ekspor juga dapat disebabkan nilai tukar domestik yang terdepresiasi, bukan karena produk yang semakin kompetitif di<br />

pasar global, akan tetapi karena harga relatifnya yang semakin murah.<br />

PNEC<br />

PNEC<br />

t<br />

PNEC<br />

PNEC<br />

t 1<br />

t<br />

1 x<br />

100%<br />

PNEC = Pertumbuhan Nilai Ekspor Industri <strong>Kreatif</strong><br />

PNEC t = PDB industri kreatif tahun ke-t<br />

PDBC t-1 = PDB industri kreatif tahun ke t-1<br />

Dengan menggunakan cara yang sama, dapat dianalisis profil nilai ekspor annual growth ke-14 subsektor industri kreatif,<br />

yaitu dengan perhitungan sebagai berikut:<br />

PNEKC<br />

i<br />

NEKC<br />

i(<br />

t)<br />

NEKC<br />

NEKC<br />

i(<br />

t 1)<br />

i(<br />

t 1)<br />

x100%<br />

PNEKC i = Pertumbuhan Nilai Ekspor Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> ke-i<br />

NEKC i(t) = Nilai Ekspor subsektor industri kreatif ke-i tahun ke-t<br />

NEC i(t-1) = Nilai Ekspor subsektor industri kreatif ke-i tahun ke t-1<br />

i = 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />

desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />

percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />

2.3.3.4 NILAI IMPOR<br />

Nilai Impor yang dimaksudkan adalah share gross value added milik asing di pasar domestik, atau nilai penjualan produk<br />

dan jasa industri kreatif asing di pasar nasional. Semakin besar nilai impor industri kreatif dapat menunjukkan beberapa<br />

hal, seperti: semakin tidak kompetitif posisi industri kreatif nasional di pasar internasional; semakin besar<br />

ketidakmampuan memproduksi industri nasional. Total nilai impor yang dihasilkan oleh 14 lapangan usaha merupakan<br />

NIC (Nilai Impor industri kreatif).<br />

NIC<br />

NIKC i<br />

= Nilai Impor yang diperoleh dari industri kreatif<br />

= Nilai impor yang diperoleh dari masing-masing subsektor industri kreatif<br />

17


i<br />

= 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />

desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />

percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />

2.3.3.5 PERSENTASE NILAI IMPOR TERHADAP TOTAL NILAI IMPOR<br />

Persentase NIC merupakan persentase rasio NI (Nilai Impor) industri kreatif terhadap total nilai impor nasional.<br />

NIC<br />

NI<br />

= Nilai Impor yang diperoleh dari industri kreatif<br />

= Nilai Impor Nasional (<strong>Indonesia</strong>)<br />

Dengan menggunakan cara yang sama, dapat dianalisis profil kontribusi impor ke-14 subsektor industri kreatif terhadap<br />

% NIC industri kreatif, yaitu dengan perhitungan sebagai berikut:<br />

%NIKC i<br />

i<br />

NIC<br />

= Nilai Impor yang diperoleh dari masing-masing subsektor industri kreatif ke-i<br />

= 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />

desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />

percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />

= Nilai Impor yang diperoleh dari industri kreatif<br />

2.3.3.6 PERTUMBUHAN NILAI IMPOR<br />

Pertumbuhan tahunan nilai impor industri kreatif adalah persentase perubahan nilai impor dalam periode satu tahun<br />

terhadap tahun dasarnya. Perubahan nilai impor annual growth setidaknya mencerminkan dua hal, yaitu kinerja industri<br />

dan potensinya. Semakin tinggi annual growth maka semakin besar ketergantungan terhadap asing, atau semakin<br />

berkurang tingkat kompetitif industri nasional dibanding asing.<br />

PNIC = Pertumbuhan Nilai Impor Industri <strong>Kreatif</strong><br />

PNIC t = Nilai Impor industri kreatif tahun ke-t<br />

PNIC t-1 = Nilai Impor industri kreatif tahun ke t-1<br />

Dengan menggunakan cara yang sama, dapat dianalisis profil nilai impor annual growth ke-14 subsektor industri kreatif,<br />

yaitu dengan perhitungan sebagai berikut:<br />

PNIKC i = Pertumbuhan Nilai Impor Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> ke-i<br />

NIKC i(t) = Nilai Impor subsektor industri kreatif ke-i tahun ke-t<br />

NIKC i(t-1) = Nilai Impor subsektor industri kreatif ke-i tahun ke t-1<br />

i = 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />

desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />

percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />

2.3.3.7 NET TRADE INDUSTRI KREATIF<br />

18


Net Trade Industri <strong>Kreatif</strong> merupakan selisih dari Nilai Ekspor sektor total industri kreatif dengan Nilai Impor totalnya,<br />

pada suatu periode yang sama. Nilai Net Trade dapat menjadi indikasi ketergantungan terhadap pasar asing, dan juga<br />

merupakan indikator kontribusi industri kreatif terhadap cadangan devisa nasional. Semakin besar nilai Net Trade,<br />

semakin kecil ketergantungan terhadap asing, dan semakin besar kontribusi terhadap cadangan devisa nasional.<br />

NTC<br />

= Net Trade Industri <strong>Kreatif</strong><br />

2.3.3.8 NET TRADE SUBSEKTOR INDUSTRI KREATIF<br />

Net Trade Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> merupakan selisih dari total Nilai Ekspor dengan total Nilai Impor masing-masing<br />

subsektor industri kreatif. dengan Nilai Impornya, pada suatu periode yang sama. Nilai Net Trade merupakan indikasi<br />

ketergantungan suatu subsektor terhadap pasar asing, dan juga merupakan indikator kontribusi subsektor industri kreatif<br />

terhadap cadangan devisa nasional. Semakin besar nilai Net Trade subsektor, semakin kecil ketergantungan terhadap<br />

asing, dan semakin besar kontribusi terhadap cadangan devisa nasional.<br />

NTKC i = Net Trade Subsektor Seubsektor Industri <strong>Kreatif</strong> i.<br />

2.3.3.9 PERTUMBUHAN NET TRADE INDUSTRI KREATIF<br />

Pertumbuhan tahunan nilai Net Trade industri kreatif adalah persentase perubahan nilai Net Trade industri kreatif dalam<br />

periode satu tahun terhadap tahun dasarnya. Perubahan nilai Net Trade annual growth setidaknya mencerminkan potensi<br />

ketergantungan terhadap pasar asing dan potensi tingkat kompetitif industri nasional di pasar internasional.<br />

PTNC<br />

NTC t<br />

NTC t-1<br />

= Pertumbuhan tahunan Net Trade Industri <strong>Kreatif</strong><br />

= Net Trade Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun ke-t<br />

= Net Trade Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun ke-(t-1)<br />

2.3.3.10 PERTUMBUHAN NET TRADE SUBSEKTOR INDUSTRI KREATIF<br />

PNTKC i = Pertumbuhan tahunan Net Trade Subsektor Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> i.<br />

NTKC i(t) = Net Trade Subsektor Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> i pada tahun ke-t<br />

NTKC i(t-1) = Net Trade Subsektor Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> i pada tahun ke-(t-1)<br />

2.3.4 Berbasis Aktivitas Perusahaan<br />

2.3.4.1 JUMLAH USAHA<br />

Jumlah usaha adalah jumlah firm yang ada di setiap subsektor industri kreatif. Misalnya, jumlah usaha periklanan di<br />

industri periklanan <strong>Indonesia</strong>. Semakin besar nilai indikator jumlah usaha (Number of Firm) dalam suatu industri, maka<br />

semakin dekat karakteristik pasar/industri kepada pasar persaingan sempurna, semakin tinggi intensitas persaingan, dan<br />

kesejahteraan yang terjadi di pasar/industri akan semakin besar.<br />

Total jumlah usaha yang terlibat dalam 14 subsektor industri kreatif dihitung sebagai berikut:<br />

JPC<br />

n<br />

i 1<br />

JPKC i<br />

19


JP<br />

JPC<br />

JPKC<br />

i<br />

= Jumlah usaha<br />

= JP yang diperoleh dari industri kreatif<br />

= Nilai tambah yang diperoleh masing-masing subsektor industri kreatif<br />

= 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />

desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />

percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />

2.3.4.2 PERSENTASE JUMLAH USAHA TERHADAP JUMLAH USAHA TOTAL<br />

Persentase JPC merupakan persentase rasio JP industri kreatif terhadap JP nasional. Besaran persentase (%) JPC ini<br />

mengindikasikan besarnya kontribusi jumlah perusahaan industri kreatif terhadap perusahaan nasional. Semakin besar<br />

persentase JPC, tidak serta merta menunjukkan posisinya semakin strategis dalam perekonomian. Sebagai contoh,<br />

persentase jumlah UMKM terhadap jumlah total usaha di Sektor Industri Pengolahan tahun 1996 sebesar 99,2%, namun<br />

kontribusinya terhadap tenaga kerja hanya mencapai 59%, dan kontribusi GDP-nya lebih kecil dari industri besar<br />

pengolahan. Dengan kata lain, indikator ini akan semakin bermanfaat, jika digunakan bersama-sama dengan indikator lain<br />

seperti tenaga kerja dan nilai tambah.<br />

JPC<br />

% JPC x100%<br />

JP<br />

JPC = JP industri kreatif<br />

JP = JP Nasional (<strong>Indonesia</strong>)<br />

Dengan menggunakan cara yang sama, dapat dianalisis profil kontribusi ke-14 subsektor industri kreatif terhadap JPC<br />

industri kreatif, yaitu dengan perhitungan sebagai berikut:<br />

JPKC<br />

i<br />

% JPKC<br />

i<br />

x100%<br />

JPC<br />

JPKC i = JP masing-masing subsektor industri kreatif ke-i<br />

i = 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />

desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />

percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />

JPC = JP industri kreatif<br />

2.3.4.3 PERTUMBUHAN JUMLAH USAHA<br />

Pertumbuhan tahunan jumlah usaha di industri kreatif adalah persentase perubahan jumlah usaha dalam periode satu<br />

tahun terhadap tahun dasarnya. Pertumbuhan tahunan jumlah usaha mengindikasikan beberapa hal, misalnya: industri<br />

yang semakin menarik, hambatan masuk yang semakin rendah dan lain-lain.<br />

PJPC<br />

JPC<br />

t<br />

JPC<br />

JPC<br />

t 1<br />

t 1<br />

x<br />

100%<br />

PJPC = Pertumbuhan Jumlah usaha Industri <strong>Kreatif</strong><br />

JPC t = JP industri kreatif tahun ke-t<br />

JPC t-1 = JP industri kreatif tahun ke t-1<br />

Dengan menggunakan cara yang sama, dapat dianalisis profil pertumbuhan tahunan jumlah usaha ke-14 subsektor<br />

industri kreatif, yaitu dengan perhitungan sebagai berikut:<br />

PJPKC<br />

i<br />

JPKC<br />

i(<br />

t)<br />

JPKC<br />

JPKC<br />

i(<br />

t 1)<br />

i(<br />

t 1)<br />

x100%<br />

20


PJPKC i = Pertumbuhan JP Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> ke-i<br />

JPKC i(t) = JP subsektor industri kreatif ke-i tahun ke-t<br />

JPC i(t-1) = JP subsektor industri kreatif ke-i tahun ke t-1<br />

i = 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />

desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />

percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />

2.3.5 Berbasis dampak terhadap sektor lain<br />

Indikator dampak terhadap sektor lain atau Impact to other Sector dalam studi ini terdiri dari angka pengganda<br />

(multiplier) dan linkage (keterkaitan antar sektor). Angka pengganda yang digunakan khususnya adalah angka<br />

pengganda output. Perhitungan indikator-indikator dilakukan dengan menggunakan Tabel Input Output <strong>Indonesia</strong> 175<br />

sektor, tahun 2005 (update).<br />

2.3.5.1 ANGKA PENGGANDA OUTPUT SUBSEKTOR INDUSTRI KREATIF<br />

Angka pengganda output suatu subsektor industri kreatif adalah nilai total dari output atau produksi yang dihasilkan oleh<br />

perekonomian untuk memenuhi (atau akibat) adanya perubahan satu unit uang permintaan akhir pada subsektor industri<br />

kreatif tersebut. Nilai angka pengganda ini dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:<br />

n<br />

O j<br />

i<br />

1<br />

ij<br />

O j<br />

ij<br />

= Angka pengganda output subsektor industri kreatif j<br />

= Inverse matriks Leontief<br />

Matriks Leontief ini diperoleh dengan perhitungan matriks identitas dikurangi matriks koefisien teknologi tabel input<br />

output.<br />

2.3.5.2 LINKAGE SUBSEKTOR INDUSTRI KREATIF<br />

Linkage subsektor industri kreatif terdiri dari backward linkage (ke arah hulu) dan forward linkage (ke arah hilir).<br />

a. Ke arah hulu (backward linkage)<br />

Apabila terjadi peningkatan output suatu subsektor industri kreatif, katakan akibat peningkatan konsumsi, atau investasi,<br />

atau ekspor industri kreatif tersebut, maka akan ada peningkatan penggunaan input produksi subsektor industri kreatif<br />

tersebut, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsung, peningkatan input produksi terjadi pada<br />

input-input produksi subsektor industri kreatif tersebut, dan secara tidak langsung, peningkatan input juga terjadi pada<br />

subsektor industri hulu dari industri kreatif tadi. Total peningkatan output atau yang disebut backward linkage ini dihitung<br />

dengan persamaan:<br />

n<br />

B j<br />

i<br />

1<br />

ij<br />

B j<br />

= Backward linkage subsektor industri kreatif j<br />

ij = Inverse matriks Leontief<br />

b. Ke arah hilir (Forwad Linkage)<br />

Jika output suatu subsektor industri kreatif i meningkat, maka besarnya output industri ini yang akan diberikan kepada<br />

sektor-sektor lainnya juga akan mengalami peningkatan. Peningkatan ini akan mendorong proses produksi sektor lain<br />

tersebut akibat terjadinya peningkatan input dari industri kreatif i, yang pada akhirnya akan meningkatkan output sektor-<br />

21


sektor lain ke arah hilir industri kreatif i. Total peningkatan output ke arah hilir atau forward linkage ini dihitung dengan<br />

persamaan:<br />

n<br />

F i<br />

j<br />

1<br />

ij<br />

F i<br />

ij<br />

= Forward linkage subsektor industri kreatif i<br />

= Inverse matriks Leontief<br />

2.4 P E N G U M P U L A N D A N P E N G O L A H A N D A T A<br />

Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> yang belum menjadi nomenklatur resmi dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha <strong>Indonesia</strong> 2005,<br />

terdiri dari 14 subsektor industri kreatif. Lapangan-lapangan usaha yang membentuk 14 subsektor tersebar pada KBLI<br />

2005 menurut definisi yang digunakan BPS. Lapangan-lapangan usaha yang tersebar tersebut, dikelompokkan ke dalam<br />

14 subsektor industri kreatif, pada klasifikasi lapangan usaha tingkat 5 digit KBLI 2005. Kontribusi ekonomi untuk setiap<br />

indikator-indikator, selanjutnya dihitung dengan melihat kontribusi ekonomi di tingkat lapangan usaha 5 digit tersebut.<br />

Pengumpulan dan pengolahan data pada dasarnya dilakukan melalui 4 cara, yaitu (i) melalui data sekunder aktual yang<br />

telah dikumpulkan oleh sumber-sumber data seperti Biro Pusat Statistik, Asosiasi-asosiasi dan lain-lain, (ii) melalui data<br />

estimasi menggunakan Tabel Input-Output, (iii) melalui focus group discussion untuk memperoleh pemahaman mendalam<br />

mengenai indikator kualitatif (iv) dan melalui hasil-hasil Konvensi Pekan Produk <strong>Kreatif</strong> yang telah dilaksanakan pada<br />

tanggal 25-28 Juni 2009 di Jakarta Convention Centre.<br />

Data-data yang telah berhasil di kumpulkan dan diestimasi memiliki beberapa kelemahan, yaitu masih terdapat data-data<br />

yang overvalue ataupun undervalue. Hal ini disebabkan ketersediaan data yang terbatas serta kateogrisasi KBLI dan HS<br />

Code sektor Industri <strong>Kreatif</strong> yang belum difinalkan dan disepakati bersama sebagai bagian dari Industri <strong>Kreatif</strong>. Proses<br />

pemetaan kode KBLI dan HS Code Industri <strong>Kreatif</strong> perlu didiskusikan lebih mendalam dengan pihak yang kompeten,<br />

khususnya BPS, mengingat sebagian besar data estimasi kontribusi ekonomi Industri <strong>Kreatif</strong> ini diestimasi dengan<br />

menggunakan data-data yang dipublikasikan oleh BPS.<br />

2.4.1 Perubahan dari Studi IK 2007<br />

Studi Pemetaan Industri <strong>Kreatif</strong> 2007 sudah memperhitungkan kontribusi Industri-Industri Kecil Rumah Tangga yang<br />

tersebar di berbagai sektor perekonomian, kecuali IKRT yang berada pada Sektor Industri Pengolahan. Studi<br />

Pemutakhiran Pemetaan Kontribusi Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> 2009 menambahkan kontribusi ekonomi dari IKRT kreatif<br />

yang berada di Sektor Industri Pengolahan tersebut.<br />

Statistik industri pengolahan merupakan salah satu data sangat baik yang dimiliki oleh BPS, akan tetapi hanya<br />

memperhitungkan kontribusi perusahaan-perusahaan berukuran menengah besar. Statistik IKRT industri pengolahan<br />

sendiri belum tersedia sebaik statistik industri menengah besar. Kondisi data inilah yang menjadi penyebab tidak<br />

dimasukkannya kontribusi IKRT kreatif sektor pengolahan, di tahun 2007. Dengan kata lain, perhitungan kontribusi<br />

ekonomi tahun 2007 adalah undervalue. Meskipun statistik IKRT belum juga tersedia hingga tahun 2008, namun<br />

mengingat peran IKRT yang semakin penting dalam perekonomian, maka pada studi tahun 2009 ini, kontribusi IKRT<br />

kreatif Sektor Industri Pengolahan ditambahkan ke dalam pemetaan yang dilakukan. Estimasi kontribusi IKRT ini dilakukan<br />

dengan melihat proporsi kontribusinya dibandingkan kontribusi perusahaan menengah besar dan kontribusi total Sektor<br />

Industri Pengolahan.<br />

IKRT kreatif di Sektor Pengolahan ini tersebar di beberapa subsektor industri kreatif, yaitu subsektor:<br />

1. Desain<br />

22


2. Fesyen<br />

3. Film, Video dan Fotografi<br />

4. Kerajinan<br />

5. Musik<br />

6. Penerbitan dan Percetakan<br />

2.4.2 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data Kontribusi Ekonomi<br />

Metode pengumpulan dan pengolahan data yang dilakukan terdiri dari:<br />

2.4.2.1 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SEKUNDER<br />

Pengumpulan data sekunder terutama dilakukan terhadap data-data yang sudah dipublikasikan oleh Biro Pusat Statistik.<br />

Pengolahan data dilakukan melalui statistik deskriptif untuk memperoleh gambaran mengenai nilai, share dan<br />

pertumbuhan industri kreatif dalam hal produk domestik bruto, tenaga kerja, dan perdagangan internasional.<br />

2.4.2.2 METODE ESTIMASI MENGGUNAKAN TABEL INPUT OUTPUT<br />

Metode estimasi menggunakan tabel input output digunakan dalam beberapa tahapan, yaitu:<br />

a. Memperoleh data statistik yang belum tersedia atau belum ada dalam publikasi-publikasi data nasional, seperti datadata<br />

statistik nilai tambah yang dihasilkan subsektor-subsektor jasa perdagangan, jasa arsitek, jasa seni dan hiburan,<br />

dan jasa-jasa industri kreatif lainnya. Data-data dapat berasal dari berbagai sumber, misalnya data dari asosiasi atau<br />

institusi lainnya. Data biasanya diperoleh dalam bentuknilai konsumsi, nilai penjualan, atau nilai output. Koefisien<br />

Tabel IO digunakan untuk mengkonversi data-data tersebut menjadi data nilai tambah.<br />

b. Memperoleh indeks dampak industri kreatif terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya, baik angka pengganda<br />

maupun keterkaitan antar sektor (linkage).<br />

2.4.2.3 ESTIMASI-ESTIMASI YANG DILAKUKAN<br />

1. Estimasi Pada Subsektor Periklanan<br />

Pendekatan Nilai Tambah subsektor periklanan diestimasi dari nilai belanja/konsumsi iklan yaitu data belanja iklan. Data<br />

belanja iklan tahun 2002-2003 diambil dari JC&K Advertising, sedangkan belanja iklan tahun 2004-2008 diambil dari AC<br />

Nielsen. Nilai tambah untuk subsektor ini diestimasi sebesar 50% dari belanja, sesuai dengan estimasi persentase input<br />

primer terhadap total input pada tabel IO untuk subsektor sektor 164.<br />

Berdasarkan data-data tersebut maka nilai tambah subsektor periklanan diestimasi dengan menggunakan koefisien<br />

alokasi final demand terhadap output pada Tabel Input-Output <strong>Indonesia</strong> 2005 sehingga akan diperoleh nilai output<br />

Periklanan. Karena input sama dengan output, maka Nilai Tambah Bruto Periklanan dapat diestimasi dengan<br />

menggunakan koefisien alokasi input primer terhadap total input untuk sektor 164, yaitu jasa perusahaan, dengan<br />

persentase input primer dengan total input adalah sebesar 50%. Oleh karena itu, estimasi Nilai Tambah Bruto subsektor<br />

periklanan adalah berkisar 50% dari estimasi belanja pada subsektor periklanan ini.<br />

2. Estimasi Pada Subsektor Arsitektur<br />

Data nilai tambah pada subsektor ini menggunakan aturan Ikatan Konsultan <strong>Indonesia</strong> (INKINDO) sebagai proksi yang<br />

menyatakan bahwa nilai jasa pekerjaan arsitektur adalah sekitar 2-4% dari harga bangunan. Berdasarkan hal ini, maka<br />

secara umum dapat dikatakan bahwa nilai ekonomi atau nilai tambah subsektor industri arsitektur diestimasi sebesar 3%<br />

dari nilai tambah sektor konstruksi atau bangunan.<br />

23


3. Estimasi Pada Subsektor Desain<br />

Untuk subsektor usaha jasa perusahaan lainnya, yaitu khususnya untuk lapangan usaha subsektor jasa pengepakan<br />

didapat dari harian Dumai Pos Online (27 Juli 2007) yang menyebutkan bahwa pada tahun 2006 omzet industri<br />

pengepakan mencapai USD 15 juta per tahun. Di berita itu juga disebutkan bahwa pertumbuhan industri ini adalah sekitar<br />

5% per tahun. Berdasarkan data tersebut maka diperoleh total pendapatan kelompok pengepakan. Untuk nilai<br />

tambahnya diestimasi dengan cara mengalikan total pendapatan tiap tahunnya dengan angka 0,5 (ditetapkan<br />

berdasarkan estimasi persentase input primer terhadap total input pada tabel IO <strong>Indonesia</strong> untuk kelompok sektor jasa<br />

perusahaan). Estimasi Jasa Riset Pemasaran dilakukan dengan menggunakan data Statistik Jasa 2006. Nilai tambah<br />

selain tahun 2006 diestimasi mengikuti pertumbuhan sektor induknya, yaitu Jasa-Jasar Perusahaan.<br />

4. Estimasi Pada Subsektor Film, Video dan Fotografi<br />

Data nilai tambah pada subsektor film, video, dan fotografi diestimasi berdasarkan 3 klasifikasi lapangan usaha, yaitu:<br />

1. Lapangan usaha kategori industri penerbitan, percetakan dan reproduksi yang merupakan bagian dari industri<br />

pengolahan. Untuk lapangan usaha ini, data diperoleh dari statistik industri besar & sedang bagian I yang<br />

dipublikasikan oleh BPS setiap tahunnya. Oleh karena data yang tersedia hanya sampai tahun 2006, maka<br />

perhitungan nilai tambah tahun berikutnya (2007 dan 2008) diestimasi dari nilai pertumbuhan sektor induknya,<br />

yaitu industri pengolahan.<br />

2. Lapangan usaha kategori jasa perusahaan lainnya khususnya jasa fotografi diestimasi menggunakan Statistik Jasa<br />

2006. Estimasi di tahun-tahun selain 2006 dilakukan mengikuti pertumbuhan sektor induknya, yaitu Sektor Jasa-<br />

Jasar Perusahaan.<br />

3. Lapangan usaha kategori jasa Rekreasi, Kebudayaan dan Olahraga khususnya yang terkait dengan produksi,<br />

distribusi film dan video dan kegiatan bioskop diestimasi dari data yang dikeluarkan oleh Jiffest (Jakarta International<br />

Film Festival) dan kementrian budaya dan pariwisata. Data yang tersedia adalah data jumlah bioskop, jumlah layar,<br />

jumlah penayangan per hari, rata-rata harga tiket masuk, dan rata-rata penonton. Data-data ini digunakan untuk<br />

menghitung pendapatan total bioskop-bioskop. Nilai tambah diperoleh dengan menggunakan koefisien input output<br />

tahun 2005, untuk sektor 171 yaitu Film dan Jasa Distribusi Swasta.<br />

5. Estimasi Pada Subsektor Permainan Interaktif<br />

China dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk mengestimasi nilai ekonomi subsektor permainan interaktif di<br />

<strong>Indonesia</strong>, hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa daya beli dan karakteristik penduduk China sama dengan<br />

penduduk <strong>Indonesia</strong>. Pendapatan permainan interaktif di China meningkat drastis sebesar 53% dari tahun 2004 ke tahun<br />

2005. Berdasarkan data tahun 2004 mengenai nilai ekonomi subsektor permainan interaktif di China dan masing-masing<br />

jumlah penduduk, serta pertumbuhan penduduk indonesia yang mencapai 1,34% dari tahun 2000 sampai dengan 2005<br />

dan 1,27% dari tahun 2006 sampai dengan 2010. Berdasarkan data-data tersebut maka estimasi PDB subsektor<br />

permainan interaktif di <strong>Indonesia</strong> dapat dihitung.<br />

Estimasi diperoleh dengan asumsi bahwa Jumlah Penduduk di <strong>Indonesia</strong> adalah 1/5 dari penduduk China sehingga<br />

pendapatan Permainan Interaktif di <strong>Indonesia</strong> sebesar 20% dari pendapatan permainan interaktif di China. Untuk<br />

memperoleh nilai PDB, maka diestimasi nilai tambah subsektor ini adalah sebesar 75% dari pendapatan subsektor,<br />

berdasarkan estimasi persentase input primer terhadap total input pada IO tabel untuk kelompok sektor 158 (jasa<br />

komunikasi).<br />

Jenis-jenis permainan interaktif yang dimaksudkan adalah: arcade, console, mobile games, internet games dan computer<br />

games.<br />

24


6. Estimasi Pada Subsektor Subsektor Musik<br />

Estimasi PDB Subsektor Musik hanya diperoleh dari survei yang dilakukan oleh BPS, yaitu dari statistik industri besar dan<br />

sedang tahun 2002-2006 bagian I. Pendekatan Estimasi PDB subsektor musik untuk tahun berikutnya (2007 dan 2008)<br />

diestimasi dari nilai pertumbuhan sektor induknya, yaitu industri pengolahan.<br />

Pada studi ini, nilai tambah yang diperoleh dari Ring Back Tone dimasukkan sebagai bagian dari subsektor musik.<br />

Pendapatan RBT diperkirakan sebesar 2% dari pendapatan penyedia jasa telekomunikasi seluler. Data pendapatan<br />

penyedia jasa telekomunikasi seluler diperoleh dari KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha). Nilai tambah RBT<br />

dihitung dengan menggunakan koefisien input output tahun 2005 untuk sektor 158 jasa komunikasi, yaitu sebesar<br />

78,07%.<br />

7. Estimasi Pada Subsektor Seni Pertunjukan<br />

Estimasi pendapatan Subsektor Seni Pertunjukan dilakukan dengan mempertimbangkan kegiatan-kegiatan konser dan<br />

pertunjukan tradisional lain yang digelar. Sedangkan nilai tambah dihitung menggunakan koefisien input output tahun<br />

2005 sektor 172 jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan, yaitu sebesar 44,41%. Sementara itu pendapatan lapangan<br />

usaha Jasa Impresariat tahun 2006 diperoleh dari Statistik Jasa 2006. Estimasi nilai tambah dilakukan menggunakan<br />

koefisien input output 2005 sektor 172, jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan. Nilai tambah di luar tahun 2006 dihitung<br />

mengikuti pertumbuhan sektor induknya, yaitu Jasa Perusahaan.<br />

8. Estimasi Pada Subsektor Layanan Komputer dan Piranti Lunak<br />

Data yang digunakan untuk mengestimasi kelompok lapangan usaha jasa komputer dan kegiatan yang terkait adalah<br />

dengan menggunakan data dari IDC, sedangkan data yang digunakan untuk mengestimasi nilai tambah kelompok<br />

lapangan usaha Jasa portal dan multimedia lainnya diperoleh dari Statistik Jasa dalam Sensus Ekonomi tahun 2006.<br />

Besarnya nilai PDB Subsektor Layanan Komputer dan Piranti Lunak diestimasi dari nilai belanja yang dipublikasikan oleh<br />

IDC, yaitu sebesar 57,86%. Persentase diperoleh melalui Tabel IO untuk kelompok sektor 164 (jasa perusahaan).<br />

Sementara itu Jasa Portal dan Jasa Multimedia diestimasi menggunakan Statistik Jasa 2006. Nilai tambah dihitung<br />

menggunakan koefisien IO 2005 sektor 164. Nilai tambah di luar tahun 2006 dihitung mengikuti pertumbuhan sektor<br />

induknya.<br />

9. Estimasi Pada Subsektor Televisi dan Radio<br />

Penentuan nilai PDB subsektor ini diestimasi sebesar 44,41% dari Nilai Belanja, berdasarkan estimasi persentase input<br />

primer terhadap total input pada IO tabel untuk kelompok sektor 172. Nilai belanja diestimasi dari data artikel Warta<br />

Ekonomi 25 September 2007 berjudul ―Industri pertelevisian: Batasi siaran agar hemat energi‖. Artikel ini mengatakan<br />

bahwa aaat ini telah ada 11 stasiun televisi nasional yang bersiaran secara nasional. Kesebelas televisi nasional tersebut<br />

adalah RCTI, Global TV, TPI, Indosiar, SCTV, Trans TV, ANTV, Metro TV, TV7, LATIVI, dan TVRI. Menurut Data Consult,<br />

total pendapatan 10 stasiun TV swasta termasuk TVRI mencapai Rp 5,5 triliun . Dari total pendapatan tahun 2004,<br />

RCTI membukukan perolehan terbesar dengan Rp 1,3 triliun (23,6% pangsa pasar). Berikutnya adalah Indosiar<br />

dengan Rp1,15 triliun atau 20,9% pangsa pasar, dan SCTV senilai Rp 960 miliar (17,5%), serta TPI dengan Rp 690<br />

miliar (12,5%). Selebihnya, Rp1,4 triliun, diperebutkan oleh tujuh stasiun TV lainnya. Informasi ini digunakan untuk<br />

menghitung nilai belanja. Nilai belanja itu sendiri diestimasi tumbuh sebesar 21,1% tiap tahunnya berdasarkan indikator<br />

IT.<br />

10. Estimasi Pada Subsektor Riset dan Pengembangan<br />

Besarnya nilai ekonomi subsektor riset dan pengembangan cukup sulit untuk diestimasi dikarenakan tidak adanya data<br />

statistik tentang kegiatan riset dan pengembangan terutama oleh swasta. Sebagai pendekatan terhadap nilai ekonomi<br />

25


subsektor ini maka digunakan pengeluaran pemerintah untuk kegiatan riset dan pengembangan. Berdasarkan<br />

rekomendasi UNESCO, rasio anggaran riset dan pengembangan yang memadai adalah sebesar 2 persen dari PDB.<br />

Di <strong>Indonesia</strong>, rasio Anggaran Riset dan Pengembangan terhadap PDB sebesar 0,065% tahun 2003 1 , dan 0,04% tahun<br />

2007 2 . Rata-rata kedua rasio persentase tersebut yaitu sebesar 0,053% digunakan sebagai acuan menentukan<br />

besarnya anggaran Riset dan Pengembangan <strong>Indonesia</strong>.<br />

11. Estimasi Nilai Tambah Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> Perdagangan<br />

Estimasi nilai tambah bruto subsektor-subsektor industri kreatif Perdagangan terdiri dari:<br />

1. Estimasi Nilai Tambah Bruto Perdagangan Besar<br />

2. Estimasi Nilai Tambah Bruto Perdagangan Eceran<br />

3. Estimasi Nilai Tambah Bruto Perdagangan Ekspor<br />

Estimasi dilakukan dengan tahapan:<br />

1. Estimasi output masing-masing lapangan usaha<br />

2. Perhitungan proporsi output yang diperdagangkan di Perdagangan Besar, Eceran dan Ekspor<br />

3. Perhitungan Nilai Tambah masing-masing dengan menggunakan Struktur Input Sektor 149 – Jasa Perdagangan.<br />

2.4.3 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data Perkembangan Kualitatif<br />

Pengumpulan dan pengolahan data perkembangan kualitatif dari Industri <strong>Kreatif</strong> dilakukan dengan cara:<br />

1. Desk Research Berbagai Sumber<br />

Riset dilakukan pada berbagai sumber informasi, baik melalui tulisan-tulisan di berbagai media massa, buku, maupun<br />

di internet.<br />

2. FGD (Focus Group Discussion)<br />

Focus Group Discussion akan dilaksanakan dengan mengundang para pelaku kreatif, unsur pemerintah dan unsur<br />

akademisi sebagai narasumber. FGD yang dilakukan terutama dimaksudkan untuk memperoleh kondisi-kondisi<br />

kualitatif perkembangan industri kreatif, khususnya pada periode 2007 sampai sekarang.<br />

3. Konvensi Pekan Produk <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> 2009<br />

Konvensi PPKI 2009 yang terdiri dari Seminar, Lokakarya, Dialog Pemda, Dialog Dubes juga merupakan salah satu<br />

sumber informasi yang penting mengenai perkembangan industri kreatif.<br />

2.4.4 Analisis Data<br />

Analisis yang dilakukan merupakan analisis-analisis deskriptif terhadap share dan growth, seperti: analisis komparatif,<br />

baik antar sektor, subsektor, maupun antar waktu. Analisis juga dilakukan dengan melihat guncangan-guncangan yang<br />

terjadi dalam perekonomian, yang mempengaruhi nilai dari indikator-indikator yang digunakan.<br />

1 “Dana penelitian dari sektor swasta harus dimaksimalkan”, Suara Pembaruan, 8 Juni 2005<br />

2 ”R&D <strong>Indonesia</strong> Cuma Rp 1,32 T dari PDB”, Investor <strong>Indonesia</strong>, 25 Juli 2007<br />

26


3 P E R K E M B A N G A N I N D U S T R I K R E A T I F I N D O N E S I A 2007- 2 0 0 9<br />

3.1 I N D U S T R I K R E A T I F N A S I O N A L<br />

Beberapa milestone penting dalam perkembangan ekonomi kreatif <strong>Indonesia</strong> antara lain: PPBI (Pekan Produk Budaya<br />

<strong>Indonesia</strong>) 2007, PPBI 2008, PPKI (Pekan Produk <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong>) 2009 dan TIK (Tahun <strong>Indonesia</strong> <strong>Kreatif</strong>) 2009.<br />

Selain ketiga milestone tersebut, masih banyak kegiatan-kegiatan kreatif yang sudah dilakukan di tingkat nasional<br />

maupun tingkat daerah hingga saat ini.<br />

3.1.1 PPBI 2007<br />

Pekan Produk Budaya <strong>Indonesia</strong> 2007 yang diselenggarakan oleh 12 Instansi Pemerintah setingkat Kementerian<br />

bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dan Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) dengan tema ―Bunga Rampai<br />

Produk Budaya <strong>Indonesia</strong>‖ merupakan wujud keyakinan yang semakin tinggi terhadap besarnya potensi ekonomi kreatif<br />

<strong>Indonesia</strong>.<br />

Kegiatan PPBI 2007 meliputi: (i) Konvensi yang terdiri dari Seminar, Lokakarya dan Dialog Pembangunan Ekonomi<br />

Gelombang Keempat. (ii) Pameran yang menampilkan Zona Produk Warisan Budaya, Zona Produk Kerajinan terbaik<br />

<strong>Indonesia</strong> yang dikembangkan berdasrkan inspirasi warisan budaya, termasuk penampilan produk makanan tradisional<br />

dari seluruh provinsi dan aneka demo. (iii) Gelar Seni Budaya yang menampilkan aneka ragam seni tari, musik, pergaan<br />

busana, permainan rakyat dan pertunjukan film, yang diharapkan menjadi potret kekayaan budaya bangsa dari wilayah<br />

barat sampai ke timur <strong>Indonesia</strong>.<br />

Wacana ekonomi kreatif secara resmi dimunculkan oleh pemerintah pada salah satu kegiatan PPBI 2007 ini, yaitu<br />

Konvensi dengan tema ――Warisan Budaya dan Ekonomi <strong>Kreatif</strong>‖. Pembahasan yang dilakukan seputar pada cara kerja<br />

ekonomi kreatif, penelusuran kekayaan intelektual sebagai ―mata uang baru‖ dalam ekonomi kreatif dan sebagainya.<br />

Kegiatan ini dilanjutkan dengan pelaksanaan pemetaan ekonomi kreatif <strong>Indonesia</strong> oleh Departemen Perdagangan, yang<br />

secara resmi diluncurkan pada bulan Oktober 2007, dalam event TEI (Trade Expo <strong>Indonesia</strong>) 2007. Pemetaan Ekonomi<br />

<strong>Kreatif</strong> tersebut terdiri dari Klasifikasi Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> dan Kontribusi Ekonominya terhadap<br />

Perekonomian <strong>Indonesia</strong>.<br />

3.1.2 PPBI 2008<br />

PPBI 2008 merupakan kelanjutan PPBI sebelumnya, yang diselenggarakan dengan tema: ‖Warisan Budaya Bangsa<br />

Inspirasi Kebangkitan Ekonomi <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong>‖, dan tema Konvensi adalah: ‖Cetak Biru Pengembangan Ekonomi<br />

<strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong>‖. Seperti PPBI sebelumnya, kegiatan utama tidak berbeda, terdiri dari 3 kegiatan utama yang sama<br />

dengan tahun sebelumnya. Pada kegiatan kali ini, Cetak Biru Pengembangan Ekonomi <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> sudah rampung<br />

disusun dan diluncurkan secara resmi oleh Presiden Republik <strong>Indonesia</strong>, agar menjadi acuan bagi Instansi Pemerintah<br />

terkait dalam mengembangkan industri kreatif. Cetak biru pengembangan ekonomi kreatif sendiri disusun oleh<br />

Departemen Perdagangan, bekerja sama dengan instansi pemerintah lain yang terkait, para pelaku usaha, kelompok<br />

intelektual dan perwakilan-perwakilan asosiasi dan lain-lain.<br />

Cetak biru yang disusun terdiri dari 2 bagian, yaitu: (i) Cetak Biru Pengembangan Ekonomi <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong>, dan (ii)<br />

Cetak Biru Pengembangan 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong>. Presiden memberikan arahan agar Cetak Biru yang<br />

diluncurkan ini ditindaklanjuti oleh masing-masing instansi pemerintah yang terkait melalui penyusunan Rencana Aksi<br />

masing-masing. Dokumen cetak biru ini dapat diunduh pada situs resmi Departemen Perdagangan <strong>Indonesia</strong><br />

(www.depdag.go.id).<br />

27


3.1.3 PPKI 2009<br />

Tahun 2009, PPBI diselenggarakan dengan mengubah nama kegiatan menjadi PPKI (Pekan Produk <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong>).<br />

Hal ini terutama ditujukan untuk lebih menegaskan pentingnya pengembangan ekonomi kreatif. Tiga kegiatan utama<br />

seperti sebelumnya tetap dipertahankan, namun event kali ini yang mengangkat tema ―Menjadikan Budaya dan Teknologi<br />

sebagai Basis Pengembangan Ekonomi <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong>‖, memfokuskan pembahasan pada subsektor-subsektor industri<br />

kreatif berbasis teknologi dan budaya seperti film, animasi, desain, layanan piranti lunak, musik, penerbitan dan<br />

percetakan. Pembahasan yang dilakukan terutama bertujuan untuk melakukan evaluasi terhadap kondisi dan strategi<br />

pengembangan industri kreatif, sehingga dapat dirumuskan isu-isu kunci yang perlu disolusikan segera. Selain subsektorsubsektor<br />

berbasis teknologi informasi dan budaya di atas, kali ini E-Commerce , baik tangible maupun intangible,<br />

dikupas lebih dalam, dimana E-Commerce merupakan salah satu langkah penting dalam pengembangan industri kreatif di<br />

era digital.<br />

Pada PPKI 2009 yang dibuka oleh Presiden Republik <strong>Indonesia</strong> ini, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu<br />

menyampaikan hasil sementara (quick count) kontribusi ekonomi industri kreatif tahun 2002-2008. Hasil perhitungan<br />

kontribusi sementara yang disampaikan merupakan pemutakhiran studi pemetaan yang dilakukan pada tahun 2007. Hasil<br />

akhir pemutakhiran kontribusi ekonomi industri kreatif tersebut ditampilkan pada laporan ini.<br />

3.1.4 Tahun <strong>Indonesia</strong> <strong>Kreatif</strong> 2009<br />

Bertepatan dengan Hari Ibu, pada tanggal 22 Desember 2008 Presiden secara resmi mencanangkan tahun 2009<br />

sebagai Tahun <strong>Indonesia</strong> <strong>Kreatif</strong>. Berbagai kegiatan kreatif diselenggarakan, baik oleh pemerintah, pelaku usaha,<br />

akademisi, maupun oleh komunitas dan asosiasi. Beberapa agenda kegiatan TIK ditampilkan pada kalender TIK 2009<br />

berikut.<br />

Tabel 3-1 Kalender TIK 2009<br />

Festival Tabot<br />

Kampung Pecinan<br />

Pameran Poster<br />

Internasional<br />

Januari Februari Maret April<br />

Jakarta Fashion and Food<br />

Festival (JFF Festival)<br />

Pagelaran drama musikal<br />

Miss Kadaluarsa<br />

Festival Komik, Animasi &<br />

Games<br />

Pameran Industri Film 2009<br />

& The 2 nd International<br />

Cultural Festival<br />

Pameran Dekranas<br />

Java Jazz Festival<br />

Cannes Lions International<br />

Advertising Festival<br />

Creative Entrepreneur<br />

Forum<br />

Solo Batik Carnival<br />

Seni Kriya Wastra, serta<br />

Inacraft 2009<br />

Mei Juni Juli Agustus<br />

Pameran Produksi <strong>Indonesia</strong><br />

Pameran Pekan Produk<br />

Budaya <strong>Indonesia</strong><br />

Borobudur International<br />

Festival<br />

<strong>Indonesia</strong> Information<br />

Communication Technology<br />

(ICT) Award<br />

Helar Festival dan Pinasthika<br />

Award<br />

Cita Tenun <strong>Indonesia</strong><br />

September Oktober November Desember<br />

Bengawan Solo Festival Trade Expo <strong>Indonesia</strong> ke-24 Jazz Goes to Campus Pameran Mutumanikam<br />

Solo International Etnic<br />

Music<br />

Jakarta International Film<br />

Festival<br />

3.1.5 Instruksi Presiden No 6 Tahun 2009 mengenai Pengembangan Industri <strong>Kreatif</strong><br />

Sebagai bentuk dukungan Pemerintah yang lebih nyata terhadap pengembangan Industri <strong>Kreatif</strong>, Presiden <strong>Indonesia</strong><br />

telah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2009, kepada 28 instansi pemerintah pusat dan daerah. Presiden<br />

menginstruksikan agar seluruh instansi yang disebutkan untuk mendukung kebijakan Pengembangan Ekonomi <strong>Kreatif</strong><br />

28


tahun 2009-2015, yakni pengembangan kegiatan ekonomi berdasarkan pada kreativitas, keterampilan, dan bakat<br />

individu untuk menciptakan daya kreasi dan daya cipta individu yang bernilai ekonomis dan berpengaruh pada<br />

kesejahteraan masyarakat <strong>Indonesia</strong>, dengan sasaran, arah, dan strategi.<br />

3.2 I N D U S T R I K R E A T I F D I D AER A H<br />

3.2.1 DKI Jakarta<br />

Dalam rangka pengembangan industri kreatif di DKI Jakarta, Pemprov DKI Jakarta menjadikan budaya dan teknologi<br />

sebagai basis pengembangan ekonomi kreatif. Pemprov berencana mengembangkan kawasan Ancol sebagai pusat<br />

kegiatan kreatif dan ekonomi kreatif. Ancol diharapkan menjadi kawasan yang dapat mempersatukan para pelaku dan<br />

komunitas kreatif di Jakarta dan seluruh <strong>Indonesia</strong>. Seperti diutarakan oleh Ridwan Kamil, komunitas-komunitas kreatif<br />

memang banyak jumlahnya di Jakarta, tetapi komunitas-komunitas ini belum memiliki konektivitas satu sama lain.<br />

Konektivitas antar komunitas merupakan faktor penting dalam pembentukan suatu kota kreatif.<br />

Saat ini 14 subsektor industri kreatif tumbuh dan berkembang di Jakarta, dimana lapangan usaha unggulan terdiri dari 18<br />

jenis, yaitu:<br />

1. Jasa kegiatan drama, musik, film, bioskop dan hiburan lainnya<br />

2. Jasa kegiatan radio dan televisi<br />

3. Jasa impresariat<br />

4. Jasa periklanan<br />

5. Jasa konsultan arsitek<br />

6. Jasa riset dan pengembangan<br />

7. Jasa multimedia dan komputer<br />

8. Jasa museum<br />

9. Jasa riset pemasaran<br />

10. Perdagangan besar fesyen, kerajinan & produk kreatif lainnya<br />

11. Perdagangan eceran fesyen, kerajinan & produk kreatif lainnya<br />

12. Perdagangan eceran barang antik<br />

13. Industri batik<br />

14. Industri barang-barang perhiasan<br />

15. Industri mainan<br />

16. Industri pakaian jadi<br />

17. Industri kemasan dan kotak dari kertas dan karton<br />

18. Industri wadah dari logam<br />

Gambaran umum kondisi subsektor industri kreatif di Provinsi DKI Jakarta dipaparkan berikut ini:<br />

a. Musik<br />

Jakarta merupakan pusat industri musik nasional. Jakarta secara umum lebih maju dari daerah lain terutama dari sisi<br />

infrastruktur musik dengan adanya berbagai perusahaan musik terkemuka, studio rekaman berkualitas, engineer<br />

musik handal, media massa nasional, dan berbagai pergelaran musik berskala nasional atau pun internasional.<br />

Industri musik di Jakarta menguasai hampir seluruh jalur distribusi penjualan album, menguasai promosi di radio,<br />

media cetak dan televisi seluruh <strong>Indonesia</strong>, pendaftaran lisensi lagu dan Ring Back Tone (RBT). Selain itu musisi<br />

daerah lain yang berpotensi secara terus-menerus dipantau oleh perusahaan-perusahaan besar di Jakarta lewat<br />

hubungan yang kuat dengan industri musik, event organizer, dan manajamen artis di daerah. Secara singkat dapat<br />

dikatakan bahwa Jakarta merupakan tempat ideal untuk menjadi musisi yang dikenal secara nasional.<br />

b. Film, Video dan Fotografi<br />

29


Hampir serupa dengan industri musik, industri perfilman di Jakarta memiliki keunggulan dari daerah lain karena<br />

infrastrukturnya yang lebih baik. Jakarta memiliki jumlah layar terbanyak di <strong>Indonesia</strong> dengan 181 layar bioskop.<br />

c. Seni Pertunjukan<br />

Jakarta memiliki infrastruktur yang cukup baik sebagai sarana mengembangkan dan mengapresiasi seni pertunjukan.<br />

Berbagai organisasi kesenian dapat tumbuh subur di Jakarta dengan adanya berbagai tempat pertunjukan seperti<br />

Graha Bhakti Budaya dan Galeri Cipta serta maraknya berbagai kegiatan rutin seperti Jakarta Internasional Dance<br />

Fastival, Jakarta Bienalle, Pemilihan Abang None Jakarta dan event-event di Museum Teksil. Menurut pemerintah DKI<br />

Jakarta, pada tahun 2007 terdapat 2048 organisasi kesenian<br />

d. Televisi dan Radio<br />

Televisi dan radio merupakan sektor industri kreatif yang sangat penting karena dapat membantu mengangkat<br />

sektor lain dalam industri kreatif dan mengangkat industri kreatif secara keseluruhan. Jumlah Stasiun Televisi dan<br />

radio di Jakarta saat ini berjumlah 84 buah. Jakarta menjadi pusat dari semua stasiun televisi swasta nasional yang<br />

berjumlah 10 buah<br />

e. Periklanan<br />

Bisnis media luar ruang sangat menonjol di Jakarta, baik karena desain dan teknologi menarik dan efektif<br />

membentuk image produk yg dipromosikan. Terdapat berbagai macam kreasi dan inovasi dalam beriklan pada<br />

media luar ruang yang perlu diatur agar tidak merusak arsitektur dan keindahan kota.Menurut data pada tahun<br />

2006, jumlah usaha Jasa Periklanan di DKI Jakarta yang telah terdaftar sebanyak 348 buah<br />

f. Arsitektur<br />

Arsitektur merupakan salah satu industri kreatif yang cukup maju di Jakarta karena pembangunan yang terus<br />

bergulir. Kemajuan ini menarik banyak pekerja arsitek untuk mencari kerja di Jakarta. Jumlah usaha jasa konsultasi<br />

arsitek di DKI Jakarta terdaftar sebanyak 949 buah pada tahun 2008. Selain itu sisi arsitektur kuno Jakarta seperti<br />

Kota Tua dan bangunan Regata menjadi daya tarik tersendiri untuk dijual secara ekonomi.<br />

Hingga saat ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menyelenggarakan beberapa program untuk mengembangkan<br />

pengembangan ekonomi kreatif, antara lain:<br />

1. Penyediaan Public Place and Space<br />

Dengan menggali SDM dan pengembangan industri kreatif maka dikembangkan kawasan kota tua sebagai sentra<br />

industri kreatif (seni budaya), yang secara struktur fisik sudah siap digunakan. Pada kawasan kota tua tersebut<br />

akan dijadikan sentra seni budaya yang akan menjadi pusat kegiatan para mahasiswa seni.<br />

2. Pemetaan 14 sektor industri kreatif untuk mengetahui kondisi di lapangan, khususnya terhadap 18 subsektor<br />

unggulan yang telah diidentifikasi.<br />

3. Perlu pengembangan model industri yang ideal untuk setiap sektor yang potensial<br />

4. Ke depan, DKI Jakarta akan mengembangkan pola fasilitasi yang sesuai untuk masing-masing sektor industri kreatif<br />

dalam mendorong dan meningkatkan dampak ekonomi industri kreatif.<br />

5. Memberikan fasilitasi dan dukungan untuk memperoleh HaKI<br />

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih akan terus melanjutkan pengembangan industri kreatif di Jakarta, akan tetapi<br />

pemerintah daerah provinsi membutuhkan dukungan pemerintah pusat. Beberapa dukungan yang dibutuhkan antara lain:<br />

1. Fasilitasi kerjasama antar daerah, misalnya pembuatan film ke daerah lain termasuk pemasarannya<br />

2. Fasilitasi penguatan karakter Industri <strong>Kreatif</strong> di daerah<br />

3. Kebijakan permodalan yang mendukung tumbuh kembangnya industri kreatif berskala nasional<br />

4. Membantu dalam hal HaKI, agar dapat diperoleh dengan lebih mudah, lebih cepat dan lebih transparan<br />

30


3.2.2 Kota Solo<br />

Pemerintah Kota Solo yang berkeinginan membentuk ―Solo <strong>Kreatif</strong>, Solo Sejahtera‖, dan Kota Solo sebagai salah satu<br />

kota MICE (Meeting, Invention, Conference, Exhibition), memiliki 3 Konsep Dasar pengembangan Ekonomi <strong>Kreatif</strong> yaitu:<br />

1. Ekonomi <strong>Kreatif</strong> dan Kerakyatan<br />

2. Pendekatan human interest, budaya, dan hubungan manusia<br />

3. Lintas suku, lintas golongan, lintas agama<br />

Hingga saat ini subsektor-subsektor industri kreatif berpotensi di Solo, antara lain adalah: Subsektor Kerajinan, Fesyen<br />

dan Seni Pertunjukkan.<br />

a. Subsektor Kerajinan<br />

Kerajinan Kota Solo cukup diminati pasar internasional, khususnya Eropa. Hal ini terlihat dari penyelenggaraan<br />

International Furniture dan Craft Fair <strong>Indonesia</strong> (IFFINA) 2008 di Jakarta International (JI) Expo Kemayoran. Delapan<br />

UKM asal Solo yang mengikuti hampir seluruhnya mendapat buyer dari Eropa. Bahkan sampai ke sejumlah negara<br />

Timur Tengah. Potensi kerajinan Solo sangat beragam, mulai dari blangkon, keris, dan lain-lain.<br />

b. Subsektor Fesyen<br />

Solo identik dengan batik sebagai pakaian khas kebesaran dan kebanggaan masyarakatnya. Batik tulis solo yang<br />

berkualitas halus di ekspor hingga ke mancanegara dan menjadi lambang khas <strong>Indonesia</strong>. Pedagang batik Jawa<br />

pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 banyak mendirikan usaha dan tempat tinggal di kawasan Laweyan<br />

(sekarang mencakup Kampung Laweyan, Tegalsari, Tegalayu, Tegalrejo, Sondakan, Batikan, dan Jongke).<br />

c. Subsektor Seni Pertunjukan<br />

Solo merupakan gudang seniman pertunjukan. Di Solo terdapat Konservatori (kini SMK), Institut Seni <strong>Indonesia</strong> (ISI),<br />

juga banyak sanggar/kelompok-kelompok kerja seni (tari, teater, musik) dan budaya. Pada masa lalu, Solo memiliki<br />

legenda Wayang Orang Sriwedari yang hingga kini masih eksis, juga seni ketoprak di Balekambang.<br />

Dalam percaturan seni pertunjukan kontemporer, Solo masih merupakan salah satu kota utama sebagai penyangga<br />

seni pertunjukan di <strong>Indonesia</strong>, terutama dalam bidang tari. Banyak koreografer (nasional dan internasional) yang<br />

berkolaborasi atau melibatkan seniman-seniman Solo sebagai artis pendukungnya. Saat ini Solo tengah<br />

mempersiapkan konsep untuk sebuah festival seni pertunjukan dua tahunan dengan tujuan membranding Solo<br />

sebagai kota festival.<br />

3.2.3 Kota Jogjakarta<br />

Pemerintah Kota Jogjakarta memiliki visi untuk menjadikan Jogjakarta sebagai Kota Seni dan Budaya. Keyakinan untuk<br />

dapat mencapai hal tersebut didasari oleh beberapa kondisi seperti:<br />

a. Jogja memiliki peninggalan karya seni yang adiluhung seperti kraton, karya seni, beksan langen budaya, dan lainlain.<br />

b. Pandangan spiritual tentang jalur imajiner yaitu Merapi, Tugu, Kraton dan Laut selatan<br />

c. Munculnya nama kampung yang melegenda sebagai penghasil produk sehingga menjadi nama kampung seperti<br />

Kutogede, Batikan, Gamelan, Kemasan, Gemblakan dan lain-lain<br />

d. Kerajinan lokal seperti batik, wayang kulit, ukir kayu, sudah menjadi bagian dari kegiatan olah seni masyarakat yogya<br />

sejak jaman dulu<br />

Hingga saat ini subsektor-subsektor industri kreatif yang berkembang di Jogja adalah: Subsektor Kerajinan, Fesyen dan<br />

Layanan Komputer dan Piranti Lunak.<br />

a. Subsektor Kerajinan<br />

31


Yogyakarta memiliki banyak desa dengan ciri khas tersendiri, sebagai contoh, di Bantul terdapat desa berbasis<br />

potensi kerajinan kayu seperti Desa Kerebet, kerajinan gerabah di Kasongan, dan kerajinan kulit di Manding. Selain<br />

itu Yogyakarta juga memiliki desa dengan potensi alam, budaya, dan seni. Apabila semua potensi ini disatukan dan<br />

dipromosikan sebagai desa wisata maka kerajinan Yogyakarta akan semakin diakui dan akan meningkatkan<br />

perekonomian dari masing-masing desa.<br />

b. Subsektor Fesyen<br />

Salah satu ciri khas Yogya adalah produk batik yang terkenal di <strong>Indonesia</strong> maupun di luar negeri selain batik Solo<br />

dan Pekalongan. Tidak kurang dari 400 motif batik khas Yogyakarta yang terdiri dari motif batik klasik maupun motif<br />

batik modern berada di Yogyakarta sehingga Yogya dikenal dengan sebutan Kota Batik. Beberapa contoh motif batik<br />

klasik Yogyakarta antara lain: Parang, Geometri, Banji, Tumbuhan Menjalar, Motif tumbuhan Air, Bunga, Satwa dalam<br />

kehidupan dan lain-lain. Industri Batik terdapat di seluruh Wilayah DIY. Di kota Yogyakarta, industri batik banyak<br />

berada di Tirtodipuran, Panembahan, dan Prawirotaman. Sedang di Kab. Bantul berada di Desa Wijirejo dan<br />

Wukirsari maupun Desa Murtigading. Di Kab Kulon Progo, industri batik ada di desa Hargomulyo, Desa Kulur, dan<br />

Sidorejo. Sedang di Gunung Kidul ada di Desa Nitikan dan Ngalang.<br />

c. Subsektor Layanan Komputer dan Piranti Lunak<br />

Yogyakarta merupakan sebuah kota dengan tingkat pemahaman IT yang cukup baik. Hal ini Teknologi (FMIT)<br />

didirikan pada September 2008 dengan tujuan untuk membangun Yogyakarta sebagai Cyber Province dengan<br />

pendorong utama industri kreatif yang berbasis IT<br />

Dalam pengembangan industri kreatif, Pemerintah Kota Yogyakarta sudah berupaya memberikan fasilitasi-fasilitasi<br />

kepada pelaku usaha. Pemerintah Kota juga masih akan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pengembangan industri<br />

kreatif tersebut.<br />

Fasilitasi-fasilitasi yang diberikan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta antara lain:<br />

a. Mendorong lahirnya YOGYAtic sebagai komunitas produsen kerajinan sekaligus perintis pola pembinaan OVOP<br />

sehingga mendapat penghargaan hiramatsu award<br />

b. Memfasilitasi sekretariat Yogya-IT<br />

c. Dalam RPJMD, salah satu programmnya adalah pengembangan industri kreatif<br />

d. Kebijakan menuju Yogya Cyber Province<br />

e. Penyelenggaraan lomba desain produk kerjasama pusat dan daerah<br />

f. Mendorong kegiatan promosi penerbitan dan percetakan dalam bentuk bursa buku<br />

g. Memberikan apresiasi kepada kreator<br />

h. Melakukan sosialisasi kebijakan pengembangan industri kreatif<br />

i. Menyelenggarakan promosi produk industri kreatif di tingkat lokal maupun nasional<br />

j. Menyelenggarakan kegiatan tahunan Festival Kesenian Yogyakarta (FKY)<br />

k. Penyelenggaraan kegiatan tahunan ―Yogya Fashion Week‖<br />

l. Menyelenggarakan ―Cat Fish Day‖ untuk meningkatkan konsumsi ikan nasional<br />

m. Menyelenggarakan pameran kuliner menu tradisional melalui dinas pariwisata<br />

Rencana-rencana pengembangan yang akan dilakukan antara lain:<br />

a. Pemetaan potensi industri kreatif‘<br />

b. Meningkatkan program inkubator bagi wirausaha baru di bidang TIK terutama UMKM<br />

c. Pembinaan industri kreatif melalui pendekatan OVOP, klaster dan kompetensi inti daerah<br />

d. Pengadaan sarana pengembangan industri kreatif melalui pembangunan pasar seni, panggung pertunjukan, dan<br />

wisata kuliner secara integrasi<br />

e. Perlindungan karya seni dan budaya lokal<br />

32


f. Pemasyarakatan karya seni batik lewat sarasehan, pameran, peragaan dalam rangka gerakan cinta batik<br />

menyongsong deklarasi UNESCO di Paris tentang batik sebagai warisan budaya dunia milik <strong>Indonesia</strong><br />

g. Pengembangan Yogya Development Center untuk menunjang pengembangan industri kreatif<br />

3.2.4 Kota Denpasar<br />

Pemerintah Kota Denpasar telah mengemas arah dan kebijakan pembangunannya melalui visi dan misi pembangunan<br />

Kota Denpasar yang dapat dianalogkan dengan pengembangan ekonomi kreatif. Visi pembangunan Kota Denpasar<br />

adalah ‗Terciptanya Kota Denpasar berwawasan budaya dengan keharmonisan dalam keseimbangan‘. Implementasi<br />

pengembangan ekonomi kreatif dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan diwujudkan melalui misi Pemberdayaan<br />

Masyarakat yang dilandasi kebudayaan Bali dan kearifan lokal, serta misi mempercepat pertumbuhan dan memperkuat<br />

ketahanan ekonomi melalui sisitem ekonomi kerakyatan.<br />

Misi pengembangan Kota Denpasar terdiri dari 5 yaitu:<br />

1. Menumbuhkembangkan jati diri masyarakat Kota Denpasar berdasarkan kebudayaan Bali.<br />

2. Pemberdayaan Masyarakat dilandasi dengan kebudayaan Bali dan kearifan Lokal.<br />

3. Mewujudkan Pemerintahan yang baik (Good Govermance) melalui penegakan supremasi Hukum (Law Enforcement).<br />

4. Membangun Pelayanan Publik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Wallfare Society).<br />

5. Mempercepat Pertumbuhan dan memperkuat ketahanan Ekonomi melalui system Ekonomi Kerakyatan (Economic<br />

Stability).<br />

Ke lima misi tersebut tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), selanjutnya menjadi titik<br />

pencapaian Kota <strong>Kreatif</strong> berbasis budaya unggulan, kemudian dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan RPJMD<br />

Kota Denpasar tahun 2010. Dengan perkembangan dan dinamika program pembangunan nasional serta mencermati<br />

potensi dan kecenderungan global, maka dalam mewujudkan konsep Kota <strong>Kreatif</strong> Berbasis Budaya Unggulan, diperlukan<br />

sinkronisasi dan pendalaman arah kebijakan dan target sasaran dalam PJM dengan komponen Kota <strong>Kreatif</strong> dan budaya<br />

unggulan yang akan dikedepankan, serta penyesuaian dengan nomenklatur sebagaimana tertuang dalam Permendagri<br />

59 tahun 2008.<br />

Sejauh ini subsektor-subsektor industri kreatif berpotensi di Kota Denpasar adalah Subsektor Kerajinan, Musik,<br />

Penerbitan dan Percetakan, dan Subsektor Fesyen.<br />

1. Subsektor Kerajinan<br />

Potensi produk kerajinan Bali sangat beragam, antara lain: kayu, batok kelapa, perak, anyaman bambu, logam, keramik,<br />

furniture, dupa, aroma terapi & lulur. Minat investor asing untuk berinvestasi pada sektor ini cukup tinggi meski pun<br />

realisasinya masih rendah. Sementara itu, pengusaha lokal perlu secara aktif mempelajari pasar karena pasar kerajinan<br />

merupakan barang kebutuhan pendukung. Apabila pengusaha lokal dapat meyakinkan investor terutama mengenai<br />

potensi pasar maka realisasi investasi dapat ditingkatkan.<br />

2. Subsektor Musik<br />

Bali dikenal memiliki cita rasa seni yang tinggi terhadap musik. Geliat musik lokal di Bali cukup kuat dengan banyaknya<br />

ajang seperti Jambore musik Bali dan komunitas musik seperti www.musikator.com. Selain itu, daya tarik musik tradisional<br />

Bali yang khas dan membawa banyak unsur agama memiliki nilai jual tersendiri.<br />

3. Subsektor Penerbitan dan Percetakan<br />

Bali dikenal sebagai tempat diadakannya ajang-ajang seperti Creative Writing Award dan Ubud Writers Festival yang<br />

merupakan ajang writers terkenal di dunia. Hal ini akan memicu pertumbuhan sektor penerbitan dan percetakan di Bali.<br />

Diharapkan dengan pertumbuhan sektor ini maka kualitas penerbitan dan percetakan di Bali akan semakin meningkat<br />

33


4. Subsektor Fesyen<br />

Tenun khas Bali (endek) dan bordir merupakan andalan industri tekstil dan produk tekstil Bali. Namun produksi industri<br />

berskala rumah tangga ini masih kalah bersaing di pasar domestik dibanding dengan produk dari daerah lain. Hanya<br />

beberapa industri garmen dengan orientasi ekspor yang mampu mengembangkan desain dan kualitas endek dan<br />

bordirnya. Hal itupun sebagian besar karena memenuhi tuntutan pembeli asing. Padahal pasar domestik masih<br />

menyimpan potensi yang besar untuk dimasuki produk bordir dan tenun khas Bali. Hal ini muncul dari berbagai pameran<br />

yang diikuti oleh para pengrajin Kota Denpasar di berbagai kesempatan.<br />

Beberapa upaya yang akan dilakukan Pemerintah Kota dalam rangka pengembangan ekonomi kreatif di Bali antara lain:<br />

1. Mengupayakan adanya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, para pelaku industri kreatif, kalangan akademisi<br />

dalam sebuah blueprint rencana pengembangan ekonomi kreatif.<br />

2. Sosialisasi kepada masyarakat, baik lewat media cetak, elektronik maupun online, serta penyelenggaraan seminar<br />

dan penerbitan buku-buku<br />

3. Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia (SDM) dengan pola pembinaan, pelatihan dan pendampingan<br />

langsung, sehingga akan tercipta pelaku bisnis industri kreatif yang memiliki jiwa entrepreneurship<br />

4. Memfasilitasi pelaku bisnis industri kreatif dengan berbagai kemudahan akses pembiayaan usaha, baik perbankan<br />

maupun non-perbankan.<br />

5. Pemerintah bersama DPR perlu membuat regulasi atau mulai memikirkan penerbitan Rancangan Undang-Undang<br />

(RUU) mengenai ekonomi/industri kreatif.<br />

6. Dalam rangka menyikapi dinamika perkembangan ekonomi global pada era industri kreatif, Kota Denpasar<br />

memolakan pembangunan dengan empat strategi pokok yang saling mendukung dan saling menguatkan yaitu (1)<br />

pemberdayaan Lembaga Adat, budaya dan pemahaman agama, (2) penguatan sistem ekonomi kerakyatan, (3)<br />

peningkatan kualitas sumber daya manusia dan (4) keamanan lingkungan yang kondusif<br />

3.2.5 Kota Bandung<br />

Kota Bandung adalah salah satu kota yang memiliki potensi sebagai kota kreatif yang cukup besar. Sejak dulu Bandung<br />

sudah dikenal sebagai pusat tekstil, mode, seni dan budaya. Bandung juga dikenal sebagai kota pendidikan dan juga<br />

daerah tujuan wisata. Hal-hal ini mendukung misi Bandung sebagai kota kreatif. Kota Bandung dicanangkan sebagai pilot<br />

project kota kreatif se-Asia Timur di Yokohama pada tahun 2007. Dalam hal ini maka slogan yang ingin diciptakan untuk<br />

kota bandung adalah ―Bandung Kota <strong>Kreatif</strong>‖.<br />

Beberapa upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Bandung dalam pengembangan Industri <strong>Kreatif</strong> antara lain:<br />

1. Memfasilitasi pertemuan dengan komunitas kreatif, antara lain Bandung Creative City Forum (BCCF), Common Room<br />

maupun stakeholder lainnya;<br />

2. Memfasilitasi terselenggaranya Helar Fest pada tanggal 2 Juli 2008 hingga 31 Agustus 2008, dimana kegiatan ini<br />

merupakan salah satu program yang dikembangkan oleh BCCF sebagai bagian dari strategi jangka panjang<br />

pengembangan platform ekonomi kreatif yang berkelanjutan di kota Bandung;<br />

3. Mengamanatkan pelaksanaan pembangunan ekonomi kreatif dalam dokumen perencanaan RPJP, RPJM dan RKPD<br />

a. Strategi Pembangunan Ekonomi dalam RPJPD Kota Bandung (2005-2025), yaitu: Meningkatkan Pertumbuhan<br />

Riil Sektor Perekonomian Kota Terutama Dari Core Setors (Jasa Wisata dan Perdagangan Berbasis Industri<br />

<strong>Kreatif</strong> dan IT) Dengan Mempertahankan Industri Pengolahan Yang Ada.<br />

b. Arah Kebijakan Pembangunan Ekonomi dalam RPJMD Kota Bandung (2009-20130), yaitu: Pengembangan SDM<br />

sebagai basis bagi upaya mendorong ekonomi kreatif, bernilai tambah tinggi dan ramah lingkungan.<br />

c. Strategi Pembangunan Ekonomi dalam RKPD (2009-2010), yaitu: (a). Memberdayakan komunitas kreatif<br />

melalui fasilitasi kebutuhan baik infrastruktur maupun suprastruktur pendukung dasar, (b) Mewujudkan<br />

34


Bandung sebagai kota kreatif yang Bermartabat, (c). Memanfaatkan Brand Image, aksesibilitas serta potensi<br />

pasar kota Bandung melalui pengembangan kewirausahaan.<br />

4. Melakukan kajian dalam rangka persiapan penyusunan kebijakan, baik yang dilakukan melalui kerjasama dengan<br />

pihak ketiga (jasa konsultansi) maupun melalui Forum Pemasaran Kota dan Dewan Pengembangan Ekonomi (DPE)<br />

Kota Bandung. Kajian yang dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga adalah:<br />

a. Pengembangan Brand Image Bandung Kota <strong>Kreatif</strong> Yang Bermartabat;<br />

b. Perencanaan Pengembangan Kapasitas Mekanisme Iklim Persaingan dan Jejaring Komunitas <strong>Kreatif</strong>;<br />

c. Penyusunan Analisis Kebutuhan dan Road Map Kota <strong>Kreatif</strong>;<br />

d. Penyusunan Kajian dan Konsep Pengembangan Kota <strong>Kreatif</strong>;<br />

e. Penyusunan Perangkat Kebijakan Untuk Pengembangan Kota <strong>Kreatif</strong>.<br />

5. Kajian yang dilakukan melalui Komisi Forum Pemasaran Kota Untuk Mendukung Bandung Kota <strong>Kreatif</strong> adalah:<br />

a. City Branding<br />

b. Perencanaan Land Mark Kota Bandung<br />

6. Kajian yang dilakukan melalui Kelompok Kerja DPE Kota Bandung adalah:<br />

Kota Bandung Sebagai Daerah Tujuan Investasi, dimana didalamnya membahas Investasi Bidang Pengembangan<br />

Industri kreatif<br />

7. Pembangunan Taman <strong>Kreatif</strong> Kota (dibawah jembatan Pasupati) dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 7 Milyar<br />

8. Pembangunan monumen Taman Cikapayang (Huruf DAGO raksasa) sebesar Rp. 100 juta<br />

9. Rencana Pelaksanaan Helar Fest tahun 2009, Kota Bandung mengeluarkan dana Hibah sebesar Rp 500 juta kepada<br />

BCCF<br />

10. Fasilitasi dalam bidang promosi dan pemasaran melalui Dekranasda Kota Bandung, diantaranya pelaksanaan<br />

Pameran Kriya Pesona Bandung (KPB)<br />

11. Penyusunan konsep kegiatan pameran Industri <strong>Kreatif</strong> 2009<br />

12. Persiapan kerjasama BHTC (persiapan MOU)<br />

13. Menyusun Konsep Penciri kota pada gerbang masuk kota Bandung, kerjasama dengan I Nyoman Nuarte<br />

3.2.6 Kota Berpotensi: Jember, Batam<br />

3.2.6.1 BATAM<br />

Saat ini Pemerintah Batam telah berkomitmen untuk memajukan pariwisata<br />

dengan program ―Visit Batam 2010‖. Merujuk visi tersebut maka tersirat<br />

bahwa pemerintah kota Batam telah menjadikan industri kreatif sebagai<br />

salah satu pokok tujuan meskipun saat ini Batam belum merumuskan cetak<br />

biru industri kreatif untuk beberapa tahun mendatang.<br />

Potensi Batam cukup besar sebagai kota wisata karena lokasinya sebagai<br />

―penghubung‖ antara <strong>Indonesia</strong> dengan negara Singapura dan Malaysia<br />

yang dikenal pula sebagai negara tujuan wisata. Potensi wisata ini harus<br />

dikombinasikan dengan sektor-sektor industri kreatif yang menonjol di kota Batam. Beberapa sektor industri kreatif yang<br />

berpotensi di Batam antara lain fesyen, seni pertunjukan, dan konservasi budaya.<br />

Batam memiliki gedung eksibisi kelas internasional ―Sumatra promotion center‖, Jembatan Barelang, wisata ke Pulau<br />

galang dan juga ―Surga belanja‖. Sejak beberapa tahun yang lalu, Batam juga telah menetapkan diri sebagai salah satu<br />

tujuan kota ―MICE‖ (Meeting, invention, conference and exhibition), bukan hanya tingkat nasional namun juga<br />

internasional. ―MICE‖ merupakan salah satu implementasi industri kreatif dibidang budaya dan pertunjukan.<br />

35


Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik memperkirakan sebanyak 68 persen uang turis mengalir ke industri<br />

kreatif. Kondisi ini membuktikan, sektor pariwisata telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pengembangan<br />

industri kecil <strong>Indonesia</strong>. Salah satu bentuk nyata kombinasi antara pariwisata dan Industri <strong>Kreatif</strong> ditunjukkan dengan<br />

pemutaran film Ayat-Ayat Cinta di Batam untuk penonton Singapura dan Malaysia. Ternyata orang-orang Singapura dan<br />

Malaysia tertarik untuk datang ke Batam.<br />

3.2.6.2 JEMBER<br />

Menurut data Himpunan Pengusaha Muda <strong>Indonesia</strong> (Hipmi) Jember, pelaku industri<br />

kreatif di Jember saat ini mempunyai omzet rata-rata 1,5 miliar- 5 miliar per tahun.<br />

Kota Jember saat ini semakin dikenal di <strong>Indonesia</strong> dan bahkan ke manca negara sejak<br />

menggelar Jember Fashion Carnival (JFC) yang sudah berlangsung selama 7 tahun.<br />

Tahun Ekonomi kreatif <strong>Indonesia</strong> dan Visit <strong>Indonesia</strong> years 2009, memperkuat<br />

keberadaan JFC ( Jember Fashion Carnaval ) sebagai fenomena global Icon <strong>Indonesia</strong><br />

untuk karnaval berkelas dunia ,― World Fashion Carnival‖.<br />

Saat ini JFC akan memasuki tahun penyelenggaran ke 8, diselenggarakan di Jember,<br />

Jawa Timur, <strong>Indonesia</strong> pada Hari Minggu, 2 Agustus 2009. JFC diliput oleh banyak<br />

media elektronik dan cetak Nasional maupun Internasional dengan peringkat teratas<br />

karena JFC merupakan event unik, fantastik, spectakuler dan amazing dengan tema<br />

yang berbeda setiap tahunnya. Peserta tampil dengan kostum hasil rancangan sendiri<br />

dengan fashion run way dan fashion dance serta ditonton oleh sekitar 300 ribu orang.<br />

Selain itu, Jember juga dengan giat menampilkan berbagai macam kerajinan tangan dan industri kreatif asli Jember<br />

dengan diadakannya Gelar Produk Unggulan Jember 2009 di Taman Jatian Jubung.<br />

Kebanyakan dari kerajinan rakyat yang digelar dalam galeri tersebut merupakan<br />

industri kreatif yang memanfaatkan bahan-bahan bekas. Seperti halnya daun waru,<br />

pelepah pisang, kain perca, kaleng bekas, tempurung kelapa, dan juga beberapa<br />

bahan daur ulang.<br />

Menurut Kepala Disperindag Jember, banyak produk-produk Jember yang sudah<br />

diekspor ke luar negeri. Mutu produk-produk jember dapat disandingkan dengan<br />

kualitas produk daerah lain. Gelaran produk unggulan ini menjadi bagian semangat<br />

BBJ (Bulan Berkunjung ke Jember) 2009 ini, Taman Jatian Jubung ke depannya akan<br />

dijadikan galeri tetap, yang akan mewadahi seluruh kerajinan dan industri kreatif<br />

khas Jember.<br />

3.2.7 Festival dan Tradisi Kebudayaan di Berbagai Daerah<br />

Di daerah-daerah <strong>Indonesia</strong>, terdapat berbagai jenis tradisi pesta atau festival yang dirayakan atau diselenggarakan<br />

secara periodik.Kegiatan pesta atau festival ini biasanya berkaitan dengan tradisi budaya atau tradisi agama, yang dapat<br />

ditemukan mulai dari daerah di ujung Barat <strong>Indonesia</strong> hingga ke ujung Timur. Biasanya tingkat keberhasilan pariwisata<br />

daerah setempat dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan ini. Tarian, nyanyian, perlombaan dan produk-produk khas daerah<br />

merupakan konten utama setiap kegiatan, sehingga kegiatan-kegiatan tersebut sangat dekat dengan Industri <strong>Kreatif</strong>.<br />

Hanya saja, kurangnya pemberitaan dan kurangnya penceritaan makna dari perayaan, menyebabkan potensi ekonomi<br />

yang dimiliki oleh setiap kegiatan, menjadi kurang tergali dengan optimal.<br />

Beberapa tradisi kebudayaan berbentuk festival di berbagai daerah <strong>Indonesia</strong> dipaparkan berikut ini.<br />

36


3.2.7.1 FESTIVAL BENGAWAN SOLO<br />

Festival ini merupakan kegiatan tahunan Kota Solo yang<br />

menghadirkan tidak hanya seni tari dan musik dari Solo saja,<br />

tetapi dari beberapa daerah di <strong>Indonesia</strong> seperti Jogjakarta,<br />

Bali, Cirebon, Malang, Makasar, Sumatera Utara dan Sumatera<br />

Barat. Tahun ini, Festival Bengawan Solo direncanakan<br />

diselenggarakan pada Bulan Oktober 2009.<br />

Festival ini bermaksud untuk terus menggali dan melestarikan<br />

kekayaan budaya tanah air di <strong>Indonesia</strong>, terutama budaya kota<br />

Solo. Penekanan pada budaya dan kesenian in direfleksikan<br />

pada perubahan nama festival ini. Awalnya, festival ini disebut<br />

Bengawan Solo Fair namun nama ini diubah karena dianggap hanya menekankan sisi perdagangan semata.<br />

3.2.7.2 BOROBUDUR INTERNASIONAL FESTIVAL<br />

Borobudur International Festival diselenggarakan pertama kali<br />

enam tahun yang lalu, yaitu pada tahun 2003. Borobudur<br />

International Festival (BIF) pertama ini terselenggara dengan<br />

sukses. Tahun 2009 BIF kembali diselenggarakan untuk kedua<br />

kalinya. Festival ini menampilkan para pelaku seni dari<br />

berbagai komunitas global untuk menampilkan bakat mereka<br />

dalam suatu tampilan yang mempesona berupa musik<br />

tradisional, kerajinan tangan, dan pertunjukan seni, tepat di<br />

kaki Candi Borobudur yang indah. Pada pelaksanaan festival,<br />

para ahli kebudayaan, akademisi, dan pelajar memiliki kesempatan untuk menyampaikan dan mendiskusikan ide-ide<br />

mereka selama Seminar Internasional tentang warisan budaya dan pariwisata.<br />

Untuk menyemarakkan acara, pengusaha-pengusaha di sektor pariwisata dan perdagangan, dari tingkat kecil hingga<br />

menengah, diundang untuk menampilkan dan menawarkan keunikan dan kekhasan produk-produk serta layanan jasa<br />

mereka pada pengunjung dari berbagai belahan dunia. BIF kedua dilaksanakan pada tanggal 16-20 Juli 2009 lalu, di<br />

area Candi Borobudur.<br />

3.2.7.3 FESTIVAL TABOT<br />

Upacara Tabot merupakan upacara tradisional masyarakat<br />

Bengkulu yang diadakan untuk mengenang kisah kepahlawan<br />

Hussein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad SAW,<br />

yang wafat dalam peperangan di padang Karbala, Irak.<br />

Upacara Tabot sebenarnya tidak hanya berkembang di<br />

Bengkulu saja, namun juga sampai ke Painan, Padang,<br />

Pariaman, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meulaboh, dan<br />

Singkil. Dalam perkembangannya, kegiatan Tabot kemudian<br />

menghilang di banyak tempat. Saat ini, hanya ada dua tempat<br />

yang melaksanakan upacara ini, yakni Bengkulu dan<br />

Pariaman Sumatra Barat yang menyebutnya dengan Tabuik.<br />

Upacara yang pada awalnya digunakan oleh orang-orang Syi‗ah untuk mengenang gugurnya cucu Nabi Muhammad SAW<br />

ini, berubah menjadi sekadar kewajiban keluarga untuk memenuhi wasiat leluhur mereka, sejak penduduk asli Bengkulu<br />

(orang Sipai) lepas dari pengaruh Syi‗ah. Belakangan, upacara ini juga dijadikan sebagai bentuk partisipasi orang-orang<br />

37


Sipai dalam pelestarian budaya tradisional Bengkulu. Sejak 1990, upacara ini dijadikan agenda wisata Kota Bengkulu,<br />

dan kini lebih dikenal sebagai Festival Tabot.<br />

3.2.7.4 FESTIVAL DANAU TOBA<br />

Festival Danau Toba bertempat di sekitar Danau Toba, Sumatra Utara. Festival yang biasanya diadakan pada akhir pekan<br />

di bulan Juli setiap tahunnya ini, selalu menarik perhatian wisatawan lokal maupun mancanegara. Festival ini menampilkan<br />

berbagai kekayaan budaya, berupa nyanyian tradisional masyarakat Toba, tarian tradisional, dan yang paling menarik<br />

perhatian adalah lomba balap kano yang diikuti oleh seluruh desa yang ada di sekeliling Danau Toba. Disajikan pula<br />

berbagai kerajinan dan juga makanan serta minuman tradisional masyarakat setempat.<br />

Festival ini dahulu bernama Pesta Danau Toba dan sempat menjadi acara unggulan dalam menarik wisatawan untuk<br />

berkunjung ke Sumatra Utara. Namun krisis ekonomi yang melanda <strong>Indonesia</strong> pada pertengahan 1998 menjadi penyebab<br />

terhentinya pesta bergengsi masyarakat Batak ini.<br />

Kini Pemerintah Propinsi Sumatra Utara mencoba<br />

kembali menghidupkan kegiatan ini dengan<br />

mengganti namanya menjadi Festival Danau<br />

Toba. Penyelenggaraan Festival Danau Toba<br />

tahun ini merupakan penyelenggaraan yang<br />

ketiga sejak berganti nama, dimana pada<br />

penyelenggaraan Festival Danau Toba 2008<br />

dibuka oleh Presiden Susilo Bambang<br />

Yudhoyono.<br />

3.2.7.5 FESTIVAL TENGGER<br />

Kerap juga disebut Festival Bromo karena lokasi Suku Tengger berada di pegunungan Bromo, Jawa Timur. Festival ini<br />

juga kerap disebut sebagai Festival Kasodo yang merujuk kepada upacara Yadnya Kasada yang dilakukan oleh<br />

masyarakat Tengger. Festival ini biasanya diadakan sebagai sarana penyampaian rasa syukur kepada para Dewa yang<br />

dianut oleh masyarakat Tengger, karena mayoritas agama yang dianut oleh masyarakat Tengger adalah agama Hindu.<br />

Festival Kasodo dimulai dengan pelaksanaan upacara suci yang bertempat di sebuah pura yang berada tepat di kaki<br />

Gunung Bromo, yang kemudian langsung dilanjutkan ke puncak Gunung Bromo. Upacara suci ini diadakan pada tengah<br />

malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan Kasodo (Ke-10) menurut penanggalan<br />

jawa.<br />

Pada festival ini diadakan berbagai macam kesenian khas masyarakat Tengger; antara lain adalah tarian masal kuda<br />

lumping, kesenian reog dan jaranan, tari bale ganjur, sodor, dan pujan, serta seni ludruk dan tayub. Salah satu aktivitas<br />

yang menarik dalam festival ini adalah penyalaan Api Bromo sepanjang jalan protokol sejauh + 15 km, dan juga<br />

penyalaan Api Bromo oleh para pengunjung yang hadir. Penyalaan Api ini terlihat sangat indah karena membentuk<br />

konfigurasi tertentu dan keindahannya bahkan bisa dinikmati hingga wilayah Kabupaten Pasuruan. Festival ini melibatkan<br />

seluruh kecamatan yang<br />

ada di sekitar Gunung<br />

Bromo dan khusus untuk<br />

atraksi sejuta api Bromo,<br />

masing-masing camat<br />

diminta untuk mengerahkan<br />

masyarakatnya untuk ambil<br />

bagian di dalamnya.<br />

Kehadiran masyarakat di<br />

38


sekitar Gunung Bromo ini menambah semarak festival dan masyarakat dengan suka rela terlibat penuh dalam<br />

penyelenggaraan festival.<br />

3.2.7.6 FESTIVAL DANAU SENTANI<br />

Festival yang diselenggarakan setiap tahun<br />

ini dimaksudkan untuk melestarikan nilainilai<br />

budaya sebagai aset unik dari Ondoafi<br />

dan dijadikan sebagai satu paket wisata<br />

yang dapat dinikmati oleh para wisatawan<br />

domestik dan asing. Pada festival Danau<br />

Sentani ditampilkan budaya yang sangat<br />

unik sebagai warisan dari nenek moyang<br />

(Ondoafi atau Ondofolo), antara lain seperti<br />

Tari Perang di atas perahu dan tarian-tarian<br />

tradisional lainnya dari berbagai suku yang<br />

ada di Kabupaten Jayapura, ditambah dengan budaya dari daerah-daerah lain di Papua dan juga daerah lainnya di<br />

<strong>Indonesia</strong> yang mempunyai ciri hampir sama dengan Danau Sentani, seperti masyarakat di sekitar Danau Toba di<br />

Sumatera, Danau Mindanao di Sulawesi Utara, danau Tempe di NTT dan sebagainya.<br />

3.3 P U B L I K A S I I N D U S T R I K R E A T I F D I M E D I A I N F O R M A S I<br />

Sejak peluncuran Studi Pemetaan Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> tahun 2007, yang dilanjutkan dengan peluncuran Cetak Biru<br />

Pengembangan Ekonomi <strong>Kreatif</strong> Nasional 2008, Pemerintah, khususnya Departemen Perdagangan mulai melakukan<br />

sosialisasi melalui berbagai media dan melalui berbagai event kreatif. Aktivitas sosialisasi ini mulai memicu pembicaraan,<br />

pembahasan sampai kepada riset mengenai industri kreatif. Di media cetak, baik berkelas nasional maupun berkelas<br />

daerah, industri kreatif semakin jamak menjadi topik pembahasan.<br />

3.3.1 Media Nasional<br />

Gelombang ekonomi kreatif dan industri kreatif memberi imbas kepada media-media nasional, seperti Lintas berita, Suara<br />

Merdeka, Antara News, Republika, Detik, Media <strong>Indonesia</strong>, Tempo Interaktif, dan Kompas. Media-media ini menyajikan<br />

berita melalui situs internet milik media tersebut. Selain melalui situs internet, beberapa media ini merupakan media cetak<br />

nasional, Statistik topik industri kreatif dibicarakan di media-media nasional di atas ditunjukkan pada gambar berikut.<br />

Statistik ini hanya menyajikan data dimana topik industri kreatif dibicarakan di situs internet masing-masing media, tidak<br />

mencakup pembahasan di media cetak.<br />

39


Artikel Industri <strong>Kreatif</strong> di Media Nasional<br />

kompas.com<br />

tempointeraktif.com<br />

kapanlagi.com<br />

mediaindo.co.id<br />

detik.com<br />

republika.co.id<br />

antaranews.com<br />

suaramerdeka.com<br />

lintasberita.com<br />

204<br />

203<br />

116<br />

113<br />

100<br />

84<br />

66<br />

53<br />

1360<br />

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600<br />

Gambar 3-1<br />

Jumlah artikel<br />

Artikel Industri <strong>Kreatif</strong> di Media Nasional<br />

Kompas merupakan media yang paling banyak membahas mengenai industri kreatif, dengan jumlah artikel yang<br />

membahas industri kreatif sebanyak 1,360 artikel. Sedangkan media nasional yang paling sedikit memiliki artikel industri<br />

kreatif adalah Lintas Berita, dengan 53 artikel.<br />

Pemberitaan dalam media nasional mengenai industri kreatif, sering mengangkat isu atau topik mengenai perkembangan<br />

industri kreatif di <strong>Indonesia</strong>, mulai dari potensi yang dimiliki hingga perkembangan industri kreatif di berbagai daerah di<br />

<strong>Indonesia</strong>. Isu atau topik lain yang juga sering diangkat adalah isu-isu yang berkembang mengenai industri kreatif di<br />

berbagai subsektor, seperti potensi subsektor tertentu di daerah, tantangan dan permasalahan yang sering dialami oleh<br />

para pelaku industri kreatif (seperti masalah HaKI, masalah pembiayaan), dan pembahasan suatu event kreatif yang<br />

sedang, akan atau sudah selesai diselenggarakan.<br />

Selain hal-hal di atas, program pemerintah pusat dalam mengembangkan industri kreatif juga disosialisasikan melalui<br />

media nasional ini, seperti Inpres No. 02/ 2009 tentang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN),<br />

Pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan (BUMD) agar menyerap produk buatan dalam negeri dalam<br />

pengadaan barang/jasa, usulan insentif khusus baik fiskal maupun nonfiskal untuk produk-produk kreatif dan lain<br />

sebagainya.<br />

Tiga subsektor industri kreatif yang sering diangkat menjadi topik dalam media nasional adalah Subsektor Film, Subsektor<br />

Musik dan Subsektor Layanan Piranti Lunak. Pemberitaan subsektor ini berkisar mengenai potensi industri film, musik<br />

dan piranti lunak di <strong>Indonesia</strong>, kemudian event-event yang diselenggarakan oleh subsektor tersebut dan juga tantangan<br />

serta masalah yang dihadapi masing-masing subsektor.<br />

3.3.2 Media Daerah<br />

Media-media di daerah juga tidak ketinggalan dalam mengulas industri kreatif. Namun demikian gaung industri kreatif di<br />

media daerah belum sekuat media nasional. Dari jumlah pemberitaan industri kreatif di media daerah, terlihat bahwa<br />

wacana mengenai industri kreatif masih perlu untuk lebih disosialisasikan. Jika dibandingkan dengan jumlah artikel<br />

industri kreatif di media nasional yang paling banyak berjumlah 1,360 artikel, maka jumlah artikel industri kreatif di media<br />

daerah paling banyak berjumlah 17 artikel untuk media di Solo. Statistik pemberitaan mengenai industri kreatif<br />

selengkapnya ditunjukkan pada gambar berikut.<br />

40


Artikel Industri <strong>Kreatif</strong> di Media Daerah<br />

Solo<br />

Bandung<br />

Bogor<br />

Bali<br />

Banjarmasin<br />

Surabaya<br />

Yogyakarta<br />

Makasar<br />

2<br />

2<br />

5<br />

6<br />

6<br />

7<br />

11<br />

17<br />

Gambar 3-2<br />

0 5 10 15 20<br />

Jumlah Artikel<br />

Artikel Industri <strong>Kreatif</strong> di Media Daerah<br />

Pemberitaan di media daerah lebih banyak membicarakan mengenai subsektor-subsektor industri kreatif tanpa<br />

mengaitkannya dengan wacana industri kreatif secara khusus. Topik atau isu yang sering ditulis dalam media daerah<br />

adalah mengenai program pemerintah daerah untuk mengembangkan industri kreatif di daerah tersebut seperti<br />

kerjasama riset yang dilakukan oleh Disperindag provinsi dengan institusi-institusi pendidikan untuk membuat cetak biru<br />

pengembangan industri kreatif di daerah tersebut. Pemberitaan di media daerah juga lebih banyak membicarakan<br />

mengenai aktivitas komunitas dan asosiasi industri kreatif di masing-masing subsektor dan juga publikasi event, festival,<br />

atau kompetisi kreatif di daerah tersebut tanpa mengaitkannya secara khusus dengan industri kreatif.<br />

Tiga subsektor industri kreatif yang sering diangkat menjadi topik di media daerah adalah subsektor animasi, musik dan<br />

fesyen. Subsektor animasi di daerah semakin berkembang dan menunjukkan potensinya, seperti daerah Cimahi yang<br />

serius ingin menjadi pusat industri film dan animasi. Musik dalam negeri telah berkembang dengan pesat, ditandai<br />

dengan bermunculannya berbagai musisi baru dengan berbagai warna musik. Musisi-musisi ini banyak yang berasal dari<br />

daerah dan tidak jarang yang melejit sebagai pendatang baru yang sukses. Untuk subsektor fesyen, topik yang sering<br />

diangkat di media daerah adalah mengenai industri batik di berbagai daerah di <strong>Indonesia</strong> yang sedang berusaha<br />

dikembangkan, dimana batik tidak lagi hanya digunakan sebagai identitas dan ciri khas <strong>Indonesia</strong>, tetapi juga dapat<br />

berdaya jual tinggi dan memberikan kontribusi terhadap perekonomian <strong>Indonesia</strong>.<br />

3.4 I N D U S T R I K R E A T I F D I D U N I A M A Y A<br />

3.4.1 E-Commerce<br />

E-Commerce didefinisikan berbeda-beda dari berbagai perspektif oleh berbagai pihak. Namun umumnya E-Commerce<br />

diartikan sebagai perdagangan elektronik atau e-dagang (bahasa Inggris: Electronic commerce, juga E-Commerce) yang<br />

terdiri dari aktivitas penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti<br />

internet atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya. E-Commerce dapat melibatkan transfer dana elektronik,<br />

pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis. Definisi lain<br />

menyatakan bahwa E-Commerce adalah pertukaran secara online dari suatu nilai (barang, jasa, dan/atau uang) dalam<br />

perusahaan, antar perusahaan, antara perusahan dan pelanggannya, dan antar pelanggan (Turban, 2006). Sementara<br />

41


Kotler (Principle of Marketing) menyatakan bahwa E-Commerce adalah proses jual beli yang didukung oleh perangkat<br />

elektronik.<br />

E-Commerce dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, antara lain:<br />

1. Business to Business (B2B)<br />

E-Commerce tipe ini meliputi transaksi antar organisasi yang dilakukan di Electronic market.<br />

2. Business to Costumer (B2C)<br />

Merupakan transaksi eceran dengan pembeli perorangan.<br />

3. Customer to Customer (C2C)<br />

Konsumen menjual secara langsung ke konsumen lain. Atau mengiklankan jasa pribadi di Internet.<br />

4. Customer to Business (C2B)<br />

Perseorangan yang menjual produk/layanan ke organisasi, perseorangan yang mencari penjual, berinteraksi dan<br />

menyepakati suatu transaksi.<br />

5. Nonbusiness E-Commerce<br />

Lembaga non bisnis seperti akademis, organisasi, orgasnisasi keagamaan, organisasi sosial dan lembaga<br />

pemerintahan yang menggunakan berbagai tipe E-Commerce untuk mengurangi biaya guna meningkatkan operasi<br />

dan layanan publik<br />

6. Intrabusiness (organisational) E-Commerce<br />

Termasuk kategori ini adalah semua aktivitas intern organisasi, biasanya dijalankan di internet yang melibatkan<br />

pertukaran barang, jasa/informasi.<br />

Dalam konteks industri kreatif E-Commerce dapat dikelompokkan menjadi E-Commerce Tangible dan E-Commerce<br />

Intangible. Perbedaan E-Commerce Tangible dan Intangible terutama pada adanya isu logistik pada E-Commerce<br />

Tangible. Transaksi E-Commerce Intangible dapat dilakukan dalam format digital. Subsektor-subsektor industri kreatif<br />

yang dapat dikelompokkan dalam E-Commerce tangible antara lain Subsektor Kerajinan, Subsektor Fesyen, Subsektor<br />

Penerbitan dan Percetakan, Subsektor Pasar Barang Seni dan Subsektor Desain, khususnya desain kemasan. Subsektor<br />

yang dapat dikelompokkan ke dalam E-Commerce Intangible meliputi Subsektor Musik, Subsektor Film, Video dan<br />

Fotografi, Subsektor Layanan Piranti Lunak, sebagian Subsektor Desain, Subsektor Permainan Interaktif, Subsektor Riset<br />

dan Pengembangan, Subsektor Periklanan, Subsektor Arsitektur, Subsektor Seni Pertunjukan, dan Subsektor Televisi dan<br />

Radio. Namun demikian karena berbagai faktor, khususnya keterbatasan kapasitas bandwith jaringan internet, transaksi<br />

E-Commerce Intangible harus dilakukan seperti halnya E-Commerce Tangible, melalui pengiriman atau jasa logistik.<br />

Sejauh ini belum banyak pelaku kreatif yang menjalankan E-Commerce secara lengkap. Biasanya para pelaku kreatif<br />

hanya memiliki halaman situs internet perusahaannya, yang hanya berfungsi memperkenalkan produk atau promosi<br />

produk, tanpa adanya transaksi online. Beberapa permasalahan utama yang menyebabkan kondisi ini antara lain:<br />

1. Kepercayaan antara konsumen dengan penjualnya di <strong>Indonesia</strong> seringkali kurang terbentuk karena kebiasaan ketika<br />

melakukan transaksi dengan melihat langsung barang yang akan dibeli. Hal ini tidak bisa dilakukan melalui E-<br />

Commerce.<br />

2. Penipuan (cyber fraud) dan pembajakan. <strong>Indonesia</strong> meskipun dengan penetrasi Internet yang rendah (8%),<br />

memiliki prestasi menakjubkan dalam cyberfraud terutama pencurian kartu kredit (carding). Menduduki urutan 2<br />

setelah Ukraina (ClearCommerce). Selain itu <strong>Indonesia</strong> menduduki peringkat 4 masalah pembajakan software setelah<br />

China, Vietnam, dan Ukraina (International Data Corp). Hal ini menyebabkan kepercayaan masyarakat internasional<br />

dan masyarakat <strong>Indonesia</strong> terhadap E-Commerce di <strong>Indonesia</strong> sangat rendah.<br />

3. Hukum yang kurang berkembang dalam bidang E-Commerce. <strong>Indonesia</strong> dapat dikatakan tertinggal dalam hal cyber<br />

law. Negara-negara lain seperti Malaysia, Singapura, dan Amerika sudah sejak 10 tahun yang lalu mengembangkan<br />

dan menyempurnakan cyber law mereka. Saat ini <strong>Indonesia</strong> sudah mengembangkan Undang-Undang Informasi dan<br />

42


Transaksi Elektronik UU ITE meski pun menurut berbagai pihak masih terdapat banyak kekurangan. Pasal-pasal<br />

seperti pasal 27-29 terutama pada bagian pencemaran nama baik masih berupa pasal karet yang bisa ditarik ke<br />

arah tertentu sesuai kepentingan pihak tertentu. Selain itu, ada beberapa hal yang belum diperhatikan dalam UU ITE,<br />

antara lain:<br />

Spamming, baik email spamming mau pun masalah penjualan data pribadi oleh perbankan, asuransi dan<br />

sebagainya<br />

Virus dan worm komputer (masih implicit di Pasal 33), terutama untuk pengembangan dan penyebarannya<br />

Kesiapan aparat dalam implementasi UU ITE<br />

Langkah antisipasi yang dilakukan biasanya adalah bekerja sama dengan E-Commerce yang sudah mapan, baik di dalam<br />

maupun di luar negeri. Bhinneka.com, Alibaba.com adalah beberapa contoh E-Commerce dimana pelaku kreatif menjual<br />

produknya. Beberapa contoh E-Commerce yang sudah dijalankan atau dimanfaatkan oleh para pelaku usaha diberikan<br />

berikut ini.<br />

a. Business to Business<br />

Alibaba Group adalah situs<br />

perdagangan online yang<br />

merupakan penyedia jasa bisnis E-<br />

Commerce. Alibaba Group<br />

merupakan perusahaan E-<br />

Commerce terbesar di Cina yang<br />

bisa disejajarkan dengan eBay. Saat<br />

ini pemerintah <strong>Indonesia</strong> sudah<br />

bekerja sama dengan<br />

www.alibaba.com guna mendorong<br />

usaha skala kecil dan menengah<br />

untuk memasarkan produknya ke<br />

pasar global melalui dunia maya.<br />

Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) Departemen Perdagangan telah menandatangani nota kesepahaman<br />

(MoU) dengan PT Sinar Mas Multiartha Tbk. (SMAA) selaku mitra alibaba.com di <strong>Indonesia</strong> pada Juni 2009. Nota<br />

kesepahaman tersebut untuk mendukung para eksportir di <strong>Indonesia</strong> bisa melakukan ekspansi usaha dan akses ke pasar<br />

global melalui jalur E-Commerce.<br />

Yahoo! adalah sebuah portal web populer yang dioperasikan perusahaan yang bernama Yahoo! Inc. yang dirintis oleh<br />

oleh David Filo dan Jerry Yang. Yahoo! pada awalnya hanyalah semacam bookmark (petunjuk halaman buku). Namun<br />

lama kelamaan Yahoo! berkembang sehingga menjadi situs bookmark popular yang menyediakan berbagai informasi.<br />

Salah satu layanan Yahoo!<br />

adalah pasar Business to<br />

Business (B2B) seperti yang<br />

terlihat pada gambar.<br />

b. Consumer to Consumer<br />

Salah satu bentuk paling umum<br />

penjualan consumer ke<br />

consumer adalah dengan<br />

menggunakan blog atau situs<br />

43


jejaring sosial seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.<br />

c. Business to Consumer<br />

Mahanagari adalah sebuah perusahaan yang berfokus menjual<br />

pakaian untuk dengan tema kebudayaan Bandung. Website<br />

mahanagari bertutur tentang budaya, lokasi bersejarah dan<br />

segala sesuatu tentang Bandung sekaligus menjual produk-produk<br />

mahanagari<br />

Manik Arsa menjual bedcover dan sprei sebagai produk utama sejak tahun 1991.<br />

Selain itu Manik Arsa menjual pula berbagai produk kesenian asal Bali. Manik Arsa<br />

bekerjasama dengan para pengrajin Bali dalam menyediakan berbagai produk<br />

kerajinan<br />

d. Non Business E-Commerce<br />

Dalam<br />

industri kreatif, kreatifitas seringkali muncul dari<br />

sekelompok orang yang membentuk komunitas karena<br />

memiliki kesamaan minat dan kepentingan. Bentuk<br />

komunitas yang fleksibel dan seringkali tidak memiliki<br />

modal besar sehingga sering memanfaatkan dunia maya<br />

sebagai sarana untuk berbagi dan berkreasi. Hal ini dapat<br />

dilihat dari musikator.com yang dibentuk oleh sekelompok<br />

orang yang memiliki kecintaan terhadap seni bermusik<br />

atau komunitaskreatifbali.wordpress.com yang mempunyai<br />

perhatian pada pengembangan industri kreatif di Bali<br />

44


3.4.2 Jumlah Laman Industri <strong>Kreatif</strong><br />

Selain pemberitaan-pemberitaan di Media Nasional dan Media Daerah, industri kreatif juga diulas diberbagai situs, baik<br />

situs komunitas, situs pribadi hingga situs blog-blog.<br />

Seperti ditunjukkan pada gambar berikut, sejak 2 tahun terakhir (hingga Juni 2009), jumlah laman industri kreatif di dunia<br />

maya mencapai 708.000, sementara dalam satu tahun terakhir terdapat 231.000 laman. Ini berarti bahwa dalam satu<br />

tahun terakhir ulasan atau pembahasan mengenai industri kreatif sebanyak 632,87 laman per hari. Gambar berikut juga<br />

menunjukkan jumlah kutipan dimana aktor-aktor pemerintah mengulas industri kreatif. Dalam hal ini, Presiden Susilo<br />

Bambang Yudhoyono dikutip sebanyak 39.300 kali mengangkat industri kreatif di dunia maya. Peringkat kedua diikuti<br />

oleh Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu sebanyak 10.400 kali, disusul berturut-turut oleh Menbudpar, Menperin,<br />

Mendiknas, dan Menhukham. Jumlah ini menunjukkan semakin tingginya kesadaran pemerintah dalam mendukung<br />

pengembangan ekonomi kreatif nasional.<br />

Menhukham bicara IK<br />

Mendiknas bicara IK<br />

Menperin bicara IK<br />

Menbudpar bicara IK<br />

Mendag bicara IK<br />

Presiden SBY bicara IK<br />

135<br />

755<br />

1,570<br />

4,790<br />

10,400<br />

39,300<br />

Industri <strong>Kreatif</strong> 1 …<br />

231,000<br />

Industri <strong>Kreatif</strong><br />

708,000<br />

Gambar 3-3<br />

Jumlah Laman Mengutip Aktor Pemerintah Mengulas Industri <strong>Kreatif</strong><br />

Perkembangan industri kreatif di <strong>Indonesia</strong> juga dapat dilihat dari keadaan daerah-daerah di <strong>Indonesia</strong> baik tingkat<br />

provinsi maupun tingkat kota/kabupaten. Melalui penelusuran di dunia maya, maka dapat dilihat seberapa besar<br />

perhatian daerah terhadap industri kreatif. Pada tingkat provinsi, Yogyakarta merupakan provinsi dengan jumlah laman<br />

industri kreatif terbanyak di <strong>Indonesia</strong>, yaitu sebanyak 326.000. Selanjutnya pada peringkat ke dua adalah Bali dengan<br />

158.000 laman, serta Jawa Barat dan Jawa Tengah pada peringkat ketiga dengan 132.000 laman. Statistik ini<br />

menunjukkan bahwa gaung industri kreatif sangat kuat di Yogyakarta, Bali dan Jawa Barat. Hal ini konsisten terhadap<br />

kondisi dimana Jogja, Bali dan Bandung merupakan kota-kota yang dapat digolongkan sebagai kota kreatif.


Riau<br />

DKI Jakarta<br />

Kalimantan Timur<br />

Lampung<br />

Aceh<br />

65,900<br />

69,800<br />

70,200<br />

77,000<br />

80,600<br />

Jawa Timur<br />

Jawa Tengah<br />

Jawa Barat<br />

Bali<br />

126,000<br />

132,000<br />

132,000<br />

158,000<br />

Yogyakarta<br />

326,000<br />

Gambar 3-4<br />

Jumlah Laman Mengulas Industri <strong>Kreatif</strong> di Tingkat Provinsi<br />

Pada tingkat kota sebagai klaster yang lebih kecil sebagai bagian dari provinsi, dapat dilihat bahwa kota Bandung di Jawa<br />

Barat merupakan kota dengan jumlah laman industri kreatif terbanyak (199.000). Posisi berikutnya berturut-turut adalah<br />

kota Solo (181.000), Malang (169.000), dan Balikpapan (164.000). Pemaparan jumlah laman industri kreatif pada<br />

tingkat kota ini hanya pada tahun 2007-2009 untuk melihat seberapa besar perhatian kota terhadap industri kreatif<br />

sejak industri kreatif mulai digulirkan di <strong>Indonesia</strong> pada tahun 2007. Menarik melihat statistik laman industri kreatif di<br />

Kota Malang dan Balikpapan yang sejauh ini belum cukup kuat untuk disebut sebagai kota kreatif. Hal ini menunjukkan<br />

bahwa ada keinginan kuat dari kota-kota di <strong>Indonesia</strong> untuk berevolusi menjadi kota kreatif.<br />

46


Pekalongan<br />

Palu<br />

Garut<br />

Tasikmalaya<br />

Samarinda<br />

Banda Aceh<br />

Cirebon<br />

Manado<br />

Cimahi<br />

Padang<br />

Tangerang<br />

Palembang<br />

Makassar<br />

Bogor<br />

Medan<br />

Denpasar<br />

Pontianak<br />

Banjarmasin<br />

Batam<br />

Banyuwangi<br />

Surabaya<br />

Balikpapan<br />

Malang<br />

Solo<br />

Bandung<br />

2,530<br />

3,160<br />

2,850<br />

3,160<br />

3,640<br />

3,340<br />

5,230<br />

6,010<br />

5,540<br />

9,390<br />

9,440<br />

9,140<br />

14,200<br />

12,600<br />

14,100<br />

162,000<br />

155,000<br />

157,000<br />

159,000<br />

162,000<br />

187,000<br />

164,000<br />

169,000<br />

181,000<br />

199,000<br />

Gambar 3-5<br />

Jumlah Laman Mengulas Industri <strong>Kreatif</strong> di Tingkat Kota<br />

3.5 G E R A K A N K O M U N I T A S<br />

Komunitas kreatif merupakan elemen penting dalam pengembangan ekonomi kreatif di <strong>Indonesia</strong>. Bentuk dan sifat<br />

komunitas yang cair membuat komunitas menjadi tempat ideal bagi masyarakat untuk saling belajar dan berbagi dengan<br />

bebas. Komunitas dapat didefiniskan sebagai sekumpulan orang dalam ikatan keanggotaan yang cair (fluid boundary),<br />

bersikap sukarela (voluntary), memiliki identitas dan tujuan yang sama, serta membentuk kekuatan dan tanggung jawab<br />

kolektif (Kanter, 2004). Jika dikaitkan dengan kegiatan ekonomi kreatif, maka komunitas kreatif menekankan aktivitasnya<br />

pada penciptaan jasa dan komoditas yang mengedepankan nilai-nilai inovasi dan kreativitas.<br />

Komunitas kreatif memiliki peran besar dalam perkembangan ekonomi kreatif di <strong>Indonesia</strong> karena alasan-alasan berikut:<br />

Komunitas kreatif adalah pusat pengembangan potensi kreatif. Di komunitaslah potensi-potensi kreatif diasah untuk<br />

kemudian mampu menghasilkan nilai yang mampu memberdayakan masyarakat.<br />

Tempat berlangsungnya pendidikan informal kreatif. Bentuk komunitas yang cair dan bersifat sukarela (voluntary)<br />

menjadikan proses belajar dan berbagi pengetahuan menjadi tidak kaku dan menyenangkan. Pendidikan kreatif<br />

dianggap lebih tepat dilakukan melalui cara-cara informal seperti ini.<br />

Membentuk Klaster kreatif. Perkembangan ekonomi kreatif yang tidak dapat dipisahkan dari komunitas kreatif<br />

membuat semakin bermunculannya cluster-cluster kreatif di <strong>Indonesia</strong>. Cluster kreatif inilah yang menjadi motor<br />

penggerak kekuatan ekonomi kreatif.<br />

47


Membentuk budaya kreatif. Budaya terbentuk ketika terdapat sekelompok orang yang memiliki tujuan yang sama dan<br />

membentuk perilaku yang sama yang tercermin dari kehidupan sehari-hari. Di dalam sebuah komunitas kreatif,<br />

masing-masing anggota komunitas secara sukarela membentuk sebuah kebudayaan tersendiri, budaya kreatif.<br />

Membentuk jaringan kreatif tempat pertukaran kreativitas antara pelaku. Jaringan kreatif akan semakin mudah<br />

terbentuk ketika masing-masing komunitas kreatif saling berhubungan satu sama lain, berbagi, dan berkomitmen<br />

mengembangkan ekonomi kreatif bersama-sama.<br />

Pola komunikasi dalam suatu komunitas dapat dilakukan melalui internet, baik melalui situs khusus, blog, milis grup<br />

ataupun jejaring sosial. Komunitas lain melakukan komunikasi dalam suatu pertemuan langsung, baik rutin maupun<br />

insidentil.<br />

Beberapa komunitas kreatif yang dapat teridentifikasi dan telah mampu memberikan kontribusi nyatanya ini antara lain<br />

adalah sebagai berikut:<br />

3.5.1 Common Room Network Foundation<br />

Bertempat di Jalan Kyai Gede Utama No. 8, Bandung - <strong>Indonesia</strong>, Common Room<br />

dikembangkan oleh Bandung Center for New Media Arts sebagai wahana untuk<br />

mempertemukan beragam individu, komunitas dan organisasi, seiring dengan<br />

berkembangnya berbagai bentuk kerjasama dan kolaborasi. Selanjutnya tempat ini<br />

menjadi semacam wadah dimana berbagai kalangan dapat merancang dan<br />

merealisasikan berbagai kegiatan berdasarkan ketertarikan dan tujuan mereka,<br />

dengan fokus kepada aktivitas riset dan pengembangan di bidang pengetahuan<br />

publik dan kreativitas.<br />

Hingga kini Common Room telah memfasilitasi penyelenggaraan berbagai pameran, pemutaran film, workshop, kuliah<br />

umum, diskusi, konser musik, festival budaya, dan lain-lain. Common Room menjadi tempat untuk menjembatani<br />

kebutuhan dialog dan kerjasama multidisiplin yang bertujuan untuk menghubungkan beragam individu, komunitas dan<br />

organisasi yang memiliki keragaman latar belakang ekonomi, sosial dan ketertarikan politik (mikro) melalui aktivitas<br />

negosiasi, berbagi pengalaman dan pertukaran pengetahuan. Common Room juga merupakan wadah yang terbuka bagi<br />

berbagai aktivitas eksperimentasi dan kolaborasi kreatif untuk mencapai tujuan bersama dan kesempatan bagi siapapun<br />

yang terlibat di dalam bermacam kegiatan dan mengembangan jaringan yang ada.<br />

Saat ini Common Room terus berkembang tidak hanya menjadi sebuah ruang fisik, tetapi juga tempat yang memfasilitasi<br />

inisiatif publik untuk mengembangkan pengetahuan di bidang kreativitas dan budaya kolaborasi. Common Room adalah<br />

wadah bagi keragaman yang memungkinkan berkembangnya ide-ide baru yang mengakomodasi kebutuhan untuk<br />

berdialog, membangun konvensi dan mengembangkan kolaborasi multidisiplin yang diupayakan untuk menembus<br />

batasan-batasan. Kegiatan Common Room mencakup wilayah yang sangat luas, dimulai dari aktivitas dokumentasi dan<br />

eksplorasi fenomena, ide, model dan konsepsi baru yang lahir dari pendekatan multidisiplin di bidang seni visual, desain,<br />

arsitektur ruang urban, musik, fesyen, sastra, media baru dan riset berkelanjutan di bidang budaya urban dan ekologi di<br />

ruang urban.<br />

3.5.2 Bandung Creative City Forum (BCCF)<br />

Bandung Creative City Forum (BCCF) merupakan sebuah forum yang didirikan<br />

pada tanggal 7 Februari 2008 untuk mengumpulkan komunitas-komunitas<br />

kreatif di Kota Bandung sebagai respon atas perubahan ekonomi baru, yaitu<br />

ekonomi kreatif. Kota Bandung dipandang memiliki banyak potensi untuk<br />

menunjang pertumbuhan ekonomi kreatif, diantaranya adalah potensi yang<br />

48


erwujud human capital. Banyak komunitas kreatif yang bermunculan di Bandung dan memiliki andil cukup besar<br />

terhadap pendapatan ekonomi kota Bandung melalui musik, desain, piranti lunak, fesyen, media/teknologi informasi,<br />

arsitektur, dan lain-lain. Karakter masyarakat Bandung yang kosmopolitan dan terbuka terhadap ide-ide baru mendukung<br />

proses kreatif komunitas-komunitas tersebut. Namun selama ini pergerakan komunitas tersebut tercerai berai. Kondisi<br />

inilah yang kemudian mendorong BCCF didirikan sebagai sebuah forum untuk mengumpulkan komunitas-komunitas<br />

kreatif tersebut.<br />

BCCF mewadahi berbagai kegiatan dan keahlian dari beragam disiplin sektor industri kreatif. BCCF menekankan pada<br />

pentingnya komunikasi antar komunitas yang bersifat inklusif, sehingga wacana mengenai pentingnya mengembangkan<br />

ekonomi kreatif tidak hanya menjadi diskusi yang elitis dan dapat mengakomodasi kepentingan para stakeholder yang<br />

beragam. Hal ini terutama ditujukan agar wacana mengenai ekonomi kreatif dapat berdampak bagi masyarakat, terutama<br />

dari sisi penciptaan lapangan kerja dan kesempatan ekonomi bagi masyarakat secara lebih luas; tidak hanya di kota<br />

Bandung tetapi juga di daerah-daerah lain.<br />

Visi yang dimiliki BCCF adalah mewujudkan Bandung menjadi kota kreatif se-Asia dan bisa berkompetisi secara global.<br />

Beberapa cara untuk meraihnya adalah dengan membangun ―Creative Enterpreneur Network‖ dan mengadakan Helar<br />

Festival 2008 di Bandung. Selain itu, BCCF pun memperkenalkan branding ―.bdg‖ untuk memayungi kegiatan komunitas<br />

kreatif di kotanya.<br />

3.5.3 Kreative Industry Clothing Kommunity (KICK)<br />

Kreative Industry Clothing Kommunity (KICK) dibentuk sebagai wadah bagi para<br />

pemilik clothing label untuk berkomunikasi dan berbagi untuk kepentingan industri<br />

clothing. Pertemuan awal dilakukan sekitar bulan Juni 2006 antara sejumlah pemilik<br />

clothing label di kota Bandung. Inti dari pertemuan tersebut adalah bahwa<br />

kebutuhan akan organisasi; baik itu berbentuk asosiasi maupun forum komunikasi<br />

yang dapat mewadahi setiap kepentingan dari industri terkait (dalam hal ini clothing<br />

industry), telah menjadi sebuah kebutuhan yang dirasakan mendesak sifatnya.<br />

Dari beberapa pertemuan awal tersebut, para pemilik label clothing merasakan<br />

perlunya sebuah asosiasi yang tidak membawa kepentingan perusahaan masingmasing,<br />

namun disatukan dalam satu nama, yaitu Kreative Industry Clothing Kommunity (KICK). Pada awalnya, KICK hanya<br />

beranggotakan sekitar 20 clothing yang ada di kota Bandung. Pada perkembangan selanjutnya maka KICK berkembang<br />

terus hingga memiliki sekitar 200 anggota yang tersebar di seluruh <strong>Indonesia</strong>. Saat ini KICK telah terbentuk di 7 kota di<br />

<strong>Indonesia</strong>; yaitu Bandung (Pusat), Jakarta, Yogyakarta, Makasar, Lampung, Surabaya, dan Malang.<br />

Untuk lebih mengenalkan KICK dan industri kreatif clothing khususnya, maka KICK sejak tahun 2007 KICK telah berhasil<br />

menyelenggarakan Kickfest yang merupakan festival industri clothing yang melibatkan para pelaku industri tersebut. Pada<br />

tahun 2007, Kickfest diselenggarakan pada bulan Agustus selama 3 hari dan diikuti oleh 107 clothing dari 9 kota besar<br />

di seluruh <strong>Indonesia</strong>. Kickfest 2007 sukses menghadirkan transaksi lebih dari Rp 3,5 Milyar dengan total pengunjung<br />

sebanyak 300,000 orang. Selanjutnya pada tahun 2008 Kickfest digelar di 3 kota: Yogya (April 2008) menghadirkan 97<br />

booth dengan total Omzet selama 3 hari mencapai 5 Milyar rupiah dan jumlah pengunjung 64,000 orang, Makassar (Mei<br />

2008) dengan peserta sejumlah 64 booth dan total omzet 3 hari mencapai 5 Milyar rupiah dan dihadiri 42,000<br />

pengunjung.<br />

Sebagai puncak rangkaian Kickfest 08 diselenggarakan di Lapangan Gasibu dan Ruas Jalan Diponegoro, Bandung, pada<br />

1 - 3 Agustus 2008. Diikuti 160 booth clothing lokal dari 9 kota & 8 negara (UK & Asia Timur – British Council), 20 booth<br />

komunitas HelarFest dan 10 booth komunitas KICK. Selama 3 hari perhelatan, Kickfest 2008 di Bandung sukses<br />

menghadirkan 350.000 pengunjung, dan terjadi transaksi penjualan secara fantastis sebesar 15 Milyar Rupiah. Kickfest<br />

49


2009 sementara sudah diadakan di kota Yogyakarta dan akan dilanjutkan di kota Bandung sekitar Oktober dan<br />

November 2009.<br />

3.5.4 Komunitas <strong>Kreatif</strong> Bali<br />

Komunitas <strong>Kreatif</strong> Bali adalah kelompok masyarakat dan insan kreatif yang menaruh perhatian terhadap pengembangan<br />

industri kreatif di Bali sebagai penggerak ekonomi kreatif Bali. Didirikan sebagai komunitas sosial yang diharapkan dapat<br />

menjadi forum bagi terciptanya budaya kreatif, munculnya talenta kreatif baru, mendorong inovasi dan tumbuhnya<br />

semangat kewirausahaan. Semangat kewirausahaan dalam dunia kreatif ini perlu dikembangkan agar para pelaku kreatif<br />

di Bali mampu memiliki jiwa kepemimpinan mandiri dan wawasan bisnis yang luas agar siap menghadapi persaingan<br />

global saat ini. Komunitas kreatif juga didirikan untuk mendukung program Tahun <strong>Indonesia</strong> <strong>Kreatif</strong> 2009 yang<br />

dicanangkan oleh pemerintah, salah satunya dengan cara bekerjasama dengan Pemerintah Kota<br />

Denpasar dalam mencanangkan program kreatif untuk tahun 2009 dan 2010.<br />

Di dalam forum ini, didiskusikan berbagai hal yang berkaitan<br />

ekonomi kreatif dan budaya; misalnya: sastra, software,<br />

desain, entrepreneurship, fesyen, hingga kuliner dan<br />

fotografi. Komunitas ini mulai mendapat tanggapan positif dari para<br />

pelaku kreatif, tidak hanya dari Pulau Bali namun juga dari<br />

daerah lain. Komunitas ini juga bahkan dijadikan sumber<br />

referensi para pelaku kreatif untuk mendapatkan informasi<br />

event-event kreatif, knowledge terbaru, maupun aktivitas<br />

keseharian pelaku kreatif di Pulau Bali. Berbagai kegiatan<br />

yang rutin diadakan oleh komunitas ini dapat dilihat di<br />

www.komunitaskreatifbali.wordpress.com.<br />

3.5.5 Ins-ide<br />

dengan<br />

Ins-ide merupakan forum informal, underground, indie yang akan<br />

diharapkan bisa menjadi inspirasi dan memberikan ide-ide segar buat insan<br />

kreatif <strong>Indonesia</strong>. Forum ini berupa Offline Gathering sebulan sekali (tiap<br />

Senin, minggu terakhir) berupa sharing session 5 pembicara dari berbagai<br />

bidang dalam industri kreatif mulai dari Desain, Musik, Film, Games, Fesyen,<br />

Arsitektur, dan lain-lain. Komunitas ini terdiri dari para pakar atau professional yang sudah punya nama di industrinya<br />

masing-masing, juga para fresh graduate bahkan mahasiswa. Seluruh anggota diharapkan dapat memberikan pemikiranpemikiran<br />

dan ide-ide baru melalui komunitas Ins-ide ini.<br />

Format dari forum ini cukup sederhana, setiap pembicara hanya memiliki waktu 15 menit untuk melakukan presentasi dan<br />

tanya jawab, format dengan model ini bertujuan untuk membiasakan bagaimana mengemas ide-ide dalam waktu hanya<br />

15 menit kepada audience. Pada setiap pertemuannya, maka dari 5 orang pembicara yang hadir akan terdapat 2<br />

pembicara yang merupakan pakar atau sosok terkenal dan 3 pembicara berikutnya adalah individu-individu yang sedang<br />

emerging, berkembang. Forum yang non-profit oriented ini diharapkan mampu memberikan dampak positif yang<br />

signifikan buat insane kreatif di <strong>Indonesia</strong>, dan diharapkan forum ini user interactive dan menjadi milik bersama bagi<br />

komunitas kreatif. Forum ini dapat dilihat dengan lebih jelas di www.ins-ide.org.<br />

50


3.5.6 Jendela Ide<br />

Jendela Ide merupakan istitusi budaya yang bersifat non-profit, yang berlokasi di Bandung.<br />

Dibentuk pada tahun 1995, Jendela ide didesikasikan untuk menstimulasi pandangan budaya<br />

bagi anak-anak, remaja, melalui workshop, pameran, pertunjukan, pengembangan<br />

perpustakaan, pelatihan dan diskusi mengenai pendidikan dan budaya. Lembaga ini tidak<br />

membatasi keanggotaan pengikutnya, bahkan kisaran anggota Jendela Ide dimulai dari anak<br />

usia 4 tahun hingga orang-orang dewasa yang sudah berkeluarga. Passion terhadap budaya<br />

lebih diutamakan dalam keanggotaan lembaga ini.<br />

Jendela Ide mengakui dan menghargai keunikan yang dimiliki oleh manusia dalam<br />

menghasilkan karya kreatif dan mengekspresikan perbedaan budaya. Lembaga ini bersifat<br />

nirlaba serta didirikan oleh seniman, pendidik, dan ahli media komunikasi yang mempunyai pandangan dalam berbagai<br />

kegiatan anak dan remaja, serta melibatkan konsultan ahli dalam pengolahan materi aktivitasnya. Informasi lebih lengkap<br />

mengenai Jendela Ide dapat dilihat di www.jendelaide.blogspot.com.<br />

3.5.7 Fashionesedaily<br />

Fashionesedaily merupakan website tempat para insan kreatif fesyen melakukan komunikasi.<br />

Berbagai informasi dipertukarkan di website ini, seperti informasi fesyen terbaru, online<br />

shop, dan fasilitas lain. Komunikasi antar anggota dilakukan melalui forum dan blog yang ada<br />

di website tersebut, http://fashionesedaily.com. Fashionese Daily saat ini bahkan termasuk<br />

ke dalam salah satu dari blog fashion terkemuka di dunia menurut beberapa lembaga riset<br />

media dan publikasi. Blog ini menjadi media yang secara rutin memberikan opini dan aplikasi<br />

realistis dari dunia fesyen yang mempengaruhi kaum wanita sehari-hari.<br />

Para pembaca dan pengunjung situs Fashionese Daily terdiri dari para konsumen yang berpengaruh dalam dunia fesyen<br />

di <strong>Indonesia</strong>, orang-orang yang memiliki kesadaran tinggi pada dunia mode, kecantikan, dan fesyen. Karena loyalitas dari<br />

para pembacanya yang mayoritas adalah pembentuk opini di dunia fesyen, Fashionese Daily berhasil menarik perhatian<br />

beberapa brand terkemuka untuk menciptakan brand awareness yang dimiliki.<br />

Keunggulan dari Fashionese Daily adalah formatnya yang berupa blog yang lebih spontan dan jujur sehingga menjadi<br />

panduan banyak penggiat fesyen. Blog ini merupakan kontribusi dari para pengelola Fashionese Daily bagi dunia fesyen<br />

di <strong>Indonesia</strong>. Blog ini berupaya untuk melengkapi artikel-artikel dan interview yang ada di majalah-majalah wanita yang<br />

ada sembari menawarkan keterlibatan aktif para pembacanya..<br />

3.5.8 Kementerian Desain Republik <strong>Indonesia</strong><br />

Kementerian Desain Republik <strong>Indonesia</strong> merupakan suatu website yang berdiri sejak<br />

tanggal 28 Agustus 2006. gagasan Wahyu Aditya, dengan fokus utama merubah image<br />

negara <strong>Indonesia</strong> menjadi baik dan maju melalui kekuatan desain visual. Fokus ini<br />

dilakukan melalui diskusi-diskusi, bahkan kompetisi mini. Komunitas ini ingin menjadikan<br />

desain sebagai salah satu bagian penting dalam meningkatkan industri konten di<br />

<strong>Indonesia</strong>. http://menteridesainindonesia.blogspot.com. Website ini ingin menjadikan desain sebagai salah satu elemen<br />

penting dalam industri kreatif dan industri konten di <strong>Indonesia</strong> sehingga pada akhirnya akan mampu meningkatkan<br />

kualitas hidup masyarakat <strong>Indonesia</strong>.<br />

51


3.5.9 Desain Grafis <strong>Indonesia</strong><br />

Blog ini dibuat untuk mendorong pemahaman antara desainer grafis <strong>Indonesia</strong><br />

terhadap seni, desain, budaya, dan masyarakat. Dalam blog ini terdapat banyak<br />

data historis dan artikel ilmiah terkait desain di <strong>Indonesia</strong>. Sebagai suatu blog,<br />

maka situs ini merupakan forum komunikasi dunia maya, khususnya antara<br />

komunitas desainer grafis. Blog ini dapat dijumpai di<br />

http://desaingrafisindonesia.wordpress.com.<br />

Komunitas Desain Grafis <strong>Indonesia</strong> juga secara rutin memberikan informasi mengenai event-event kreatif yang akan<br />

diadakan beserta juga dengan penghargaan-penghargaan bagi insane kreatif di <strong>Indonesia</strong>. Berbagai pemikiran terkini<br />

dari para pelaku kreatif di <strong>Indonesia</strong> juga dapat dilihat pada blog ini. Bentuk blog umumnya disukai karena sifatnya yang<br />

informal dan mampu menampung berbagai pandangan dari berbagai kalangan kreatif.<br />

3.5.10 Republik <strong>Kreatif</strong><br />

Sebagai Blog Layanan Masyarakat yang<br />

dibentuk oleh putra asli <strong>Indonesia</strong>, Republik<br />

<strong>Kreatif</strong> diharapkan bisa menjadi salah satu<br />

corong suara bagi para penggiat dunia kreatif.<br />

Saling berbagi inspirasi, ide atau apa saja yang<br />

bisa memberikan warna yang berbeda bagi<br />

perkembangan industri kreatif di negeri ini dan ide tersebut bisa memberikan kontribusi positif terhadap ekonomi kreatif<br />

di negeri ini.<br />

Republik <strong>Kreatif</strong> memiliki 3 buah harapan; yaitu Creativity, Community, dan Collaboration. Dengan 3 buah harapan ini,<br />

maka Republik <strong>Kreatif</strong> diharapkan mampu menjadi tempat untuk mengembangkan kreativitas di dalam komunitas.<br />

Komunitas kreatif juga diharapkan dapat berkolaborasi satu sama lain agar mampu memberikan nilai tambah bagi<br />

masyarakat. Republik <strong>Kreatif</strong> dapat dijumpai di http://republikkreatif.com/.<br />

3.5.11 Musikator<br />

Musikator adalah upaya kolektif 3 orang pengusaha musik muda dari<br />

Bali. Dimulai dari obrolan ringan membahas keterbatasan informasi<br />

musik <strong>Indonesia</strong>. Obrolan berlanjut mencermati banyaknya<br />

penggemar dan pebisnis musik yang menggunakan internet.<br />

Akhirnya mereka sepakat untuk membuat sebuah website yang dapat menampung informasi band. Ide tersebut<br />

berkembang menjadi sebuah rencana kreatif untuk mendirikan sebuah website yang dapat menjadi Blog Direktori Musik<br />

<strong>Indonesia</strong>. Website ini adalah projek pertama dari keseluruhan rencana jangka panjang komunitas ini. Blog ini dapat<br />

dijumpai di www.musikator.com.<br />

Saat ini web musikator.com memberikan layanan-layanan menarik bagi para pelanggannya, seperti layanan mengunduh<br />

secara legal musik-musik yang sedang banyak disukai; mencari, melihat, mendengar, menonton, dan mengetahui cerita di<br />

balik grup band terkemuka; memberikan informasi terkini dari dunia industri music <strong>Indonesia</strong>, dan juga sebagai direktori<br />

band, artis, studio, radio, dan majalah music dari segala genre di <strong>Indonesia</strong>. Dengan adanya website ini, maka para<br />

penggemar music di <strong>Indonesia</strong> akan semakin dimanjakan dengan kemudahan mencari dan mendapatkan informasi music<br />

yang mereka gemari.<br />

52


3.5.12 Bentara Budaya<br />

Bentara Budaya didirikan di Yogyakarta, pada tanggal<br />

26 September 1982, ditujukan untuk menampung dan<br />

mewakili wahana budaya bangsa dari berbagai<br />

kalangan, latar belakang dan cakrawala yang berbeda.<br />

Setelah Yogyakarta, menyusul berdiri Bentara Budaya<br />

Jakarta yang berlokasi di Jalan Palmerah Selatan 17, Jakarta. Eksistensi Bentara Budaya Jakarta<br />

ditandai dengan pameran keramik Studio Titik Temu Tembikar, oleh pengrajin Liosadang, Purwakarta dan dimotori oleh<br />

seniman Adi Munardi (alm), tahun 1985.<br />

Bentara Budaya Jakarta memiliki bangunan tradisional Rumah Kudus yang indah sekaligus unik, mencerminkan<br />

keterampilan seniman tradisi yang tangguh berkarya dengan arsitektur khas Kudus, sebagai hasil akulturasi dari berbagai<br />

pengaruh seperti China, Hindu dan Jawa. Dengan koleksi seni lengkap meliputi lukisan, keramik, patung, mebel antik dan<br />

beragam wayang, Bentara Budaya Jakarta mengemban misi untuk mewartakan penggalan sejarah yang telah memberi<br />

warna dalam perjalanan sejarah seni budaya bangsa.<br />

Hingga saat ini, Bentara Budaya Jakarta memiliki koleksi 573 lukisan buah karya pelukis-pelukis terkenal, diantaranya<br />

Affandi, S Sudjojono, Hendra Gunawan, Baoeki Abdullah, Bagong Kussudiardjo, Trubus Sudarsono, Rudolf Bonnet, h<br />

Widayat, Otto Jaya dan masih banyak lagi. Juga koleksi para pelukis Bali yang sudah dianggap klasik seperti I gusti<br />

Nyoman Lempad, I Ketut Regig, I Gusti Ketut Kobot, Ida Bagus Made, Anak Agung Gde Sobrat, Dewa Putu Bedil, I Gusti<br />

Made Togog, I Ketut Nama, I Wayan Jujul dan sebagainya.<br />

Di samping lukisan juga dikoleksi 625 buah keramik dari dinasti China, yaitu Yuan, Tang, Sung, Ming dan Ching. Serta tak<br />

ketinggalan keramik lokal dari Singkawang, Bali, Plered, Trowulan, dan Cirebon. Koleksi patung yang ada di Bentara<br />

Budaya berasal dari Papua dan Bali mencapai 400-an, sedangkan koleksi wayang golek yang terdiri dari berbagai<br />

macam karakter, seperti tokoh punakawan, tokoh Pandawa atau Kurawa berjumlah 120-an.<br />

Mebel antik, seperti meja, kursi dan lemari serta beberapa patung Budha dengan berbagai posisi mudra pun menambah<br />

maraknya koleksi Bentara Budaya. Seluruh koleksi seni tersebut disimpan dan dirawat secara rapi di Bentara Budaya<br />

Jakarta.<br />

Bentara Budaya Yogyakarta dan Jakarta kini telah menjadi lembaga seni budaya nasional dan secara reguler<br />

mengadakan berbagai macam acara kesenian, seperti pameran dan pagelaran, putar film dan diskusi bulanan. Selain<br />

kegiatan seni, di Bentara Budaya Jakarta pun telah didirikan taman bacaan dengan berbagai koleksi buku penerbit<br />

Gramedia, buku seni, buku teks dari luar negeri serta buku sastra yang dihibahkan sastrawan Myra Sidharta.<br />

Tidak hanya mempresentasikan budaya tanah air, Bentara Budaya Jakarta pun sering mengadakan kerja sama dengan<br />

lembaga seni lainnya dan menjadi tempat terselenggaranya acara seni budaya lintas negara.<br />

3.5.13 Komunitas Utan Kayu<br />

Komunitas Utan Kayu (KUK) terdiri dari Teater Utan Kayu, Galeri Lontar, dan Jurnal Kebudayaan Kalam – ketiganya<br />

bergerak di lapangan kesenian. Bila diperluas lagi, KUK juga meliputi lembaga-lembaga lain.<br />

Terbatasnya kebebasan di segala bidang, termasuk kebebasan pers, di masa Orde Baru menimbulkan ide di kalangan<br />

sejumlah wartawan, intelektual, dan<br />

penulis untuk mendirikan sebuah<br />

―kantong‖ di mana kesenian,<br />

pemikiran, dan jurnalisme alternatif<br />

53


saling mendukung dalam satu jaringan kemerdekaan bersuara.<br />

Pada tahun 1994, tiga media cetak ditutup Pemerintah: Tempo, Editor, dan Detik. Inilah yang merangsang insiatif untuk<br />

membangun Komunitas Utan Kayu. Maka berdirilah Institut Studi Arus Informasi (1995) dan Galeri Lontar (1996) di<br />

sebuah kompleks bekas rumah-toko di Jalan Utan Kayu 68-H Jakarta Timur. Menyusul kemudian, Teater Utan Kayu<br />

(1997).<br />

3.5.14 Top Ten Komunitas <strong>Kreatif</strong> di Dunia Maya<br />

Selain komunitas-komunitas di atas, masih terdapat banyak komunitas-komunitas yang berkomunikasi melalui mailing list<br />

di bidang industri kreatif. Sepuluh (10) mailing list kreatif dan website kreatif teraktif dengan jumlah anggota terbanyak<br />

ditampilkan berikut ini.<br />

Tabel 3-2<br />

Top Ten Mailing List <strong>Kreatif</strong><br />

Rank Subsektor Website Jumlah Member<br />

1 SOFTWARE http://groups.yahoo.com/group/ITCENTER/ 17767<br />

2 SOFTWARE http://tech.groups.yahoo.com/group/ilmukomputer/ 13452<br />

3 PRINTING AND PUBLISHING http://groups.yahoo.com/group/pasarbuku/ 8499<br />

4 MUSIC http://groups.yahoo.com/group/komunitasmusik/ 4492<br />

5 PRINTING AND PUBLISHING http://groups.yahoo.com/group/1001buku/ 4353<br />

6 DESIGN http://groups.yahoo.com/group/belajardesain/ 4134<br />

7 SOFTWARE http://tech.groups.yahoo.com/group/APWKomitel/ 3932<br />

8 DESIGN http://finance.groups.yahoo.com/group/forumgrafikadigital/ 2793<br />

9 PRINTING AND PUBLISHING http://groups.yahoo.com/group/Sablon/ 2530<br />

10 PHOTOGRAPHY http://groups.yahoo.com/group/komunitas-fotografer/ 1182<br />

Tabel 3-3 Top Ten Komunitas <strong>Kreatif</strong> di Web<br />

Rank NAME WEBSITE Rata2 Pengunjung<br />

per hari<br />

1 Fashionesedaily http://fashionesedaily.com/ 23464<br />

2 Kementerian Desain Republik <strong>Indonesia</strong> http://menteridesainindonesia.blogspot.com/ 2450<br />

3 Musikator http://www.musikator.com/ 2094<br />

4 Desain Grafis <strong>Indonesia</strong> http://desaingrafisindonesia.wordpress.com/ 2041<br />

5 Komunitas <strong>Kreatif</strong> Bali http://komunitaskreatifbali.wordpress.com/ 562<br />

6 Republik <strong>Kreatif</strong> http://republikkreatif.com/ 431<br />

7 Common Room http://commonroom.info/ 342<br />

8 Bandung Creative City http://bandungcreativecityblog.wordpress.com/ 310<br />

9 Masyarakat Industri <strong>Kreatif</strong> Teknologi Informasi http://forumtelematika.com/id/node/17 240<br />

dan Komunikasi <strong>Indonesia</strong> (MIKTI)<br />

10 Inside http://www.ins-ide.org/ 186<br />

54


3.6 S U C C E S S A N D F A I L E D S TOR I E S<br />

3.6.1 Cerita Sukses Insan <strong>Kreatif</strong><br />

Beragam prestasi dan pencapaian sudah ditorehkan oleh para insan kreatif <strong>Indonesia</strong>, baik di tingkat daerah, nasional<br />

maupun internasional. Kesuksesan sebagian kecil di antara mereka kembali diangkat pada studi ini.<br />

a. Popo Danes – Subsektor Arsitektur<br />

Popo Danes merupakan seorang arsitek asal Bali yang secara konsisten<br />

menggunakan dan mengintegrasikan karakter arsitektur tradisional Bali<br />

yang ramah lingkungan ke dalam proyek-proyeknya. Melalui biro arsitek<br />

―Popo Danes Architect‖ yang dimilikinya kini Popo Dane sudah memiliki<br />

banyak klien dari berbagai negara seperti UAE, Jerman, Australia, Amerika<br />

Serikat, Kosta Rika, Taiwan, Malaysia, India, Thailand, dan Vietnam. Berkat<br />

karya-karyanya Popo Dane mendapat berbagai macam penghargaan, dan sering<br />

mendapat undangan sebagai pembicara dalam guest lecture atau seminar.<br />

Popo Dane lulus dari Universitas Udayana Denpasar dengan jurusan Arsitektur. Saat masih menjadi mahasiswa, Popo<br />

Dane pernah memenangkan lomba desain arsitektur yang diadakan provinsi Bali. Pada tahun 1992, Popo Dane<br />

mendapatkan dana dari Rotary Foundation untuk mengunjungi museum, studio desain, dan tempat konstruksi bangunan.<br />

Kemudian pada tahun 1993 Popo Dane mendirikan biro arsitektur miliknya yang sebagian besar proyeknya merupakan<br />

resor wisata yang mewah, hotel butik, dan rumah kediaman kelas tinggi. Berikut ini merupakan beberapa penghargaan<br />

dan karya Popo Dane:<br />

Karya<br />

Fish Market Restourant<br />

Private Villa<br />

Natural Heritage Orchard & Country Resort<br />

Kanakadurgha Amusement, Water park, and Island<br />

Resort<br />

Bay Park Beach Resort<br />

Lokasi<br />

Dubai InterContinental Hotel<br />

Kauai Hawaii<br />

Melaka Malaysia<br />

Vijayawada India<br />

Visakaphatnam India<br />

Penghargaan yang diterima Even Tahun<br />

Natura Eco Resort ASEAN Energy Award 2004<br />

Energy efficient pada kategori bangunan tropis untuk ASEAN Energy Award 2008<br />

Ubud Hanging Garden<br />

3 Top Architect Somfy Living Architecture "Biennale<br />

d'architecture"<br />

2008<br />

55


. Yolanda Santosa – Subsektor Desain<br />

Yolanda Santosa adalah desainer kelahiran <strong>Indonesia</strong> yang tinggal di<br />

Los Angeles, California, Amerika Serikat. Sejak kecil bakat seninya<br />

sudah sangat menonjol, dan selalu menjadi yang terbaik di kelas seni.<br />

Seperti yang dituturkannya: ―masa depanku sudah terpahat di batu‖<br />

nampaknya Yolanda memang terlahir untuk menjadi<br />

seniman dan desainer. Setelah lulus dari Art Center<br />

College of Design di Los Angeles pada tahun<br />

2000, Yolanda mulai bekerja di yU+co mendesain grafis judul<br />

untuk proyek-proyek seperti film 300, Desparate Housewives, dan Ugly Betty.<br />

Ketertarikan Yolanda terhadap branding mendorongnya untuk mendirikan perusahaan sendiri<br />

yaitu Ferroconcrete pada tahun 2006. Ferroconcrete adalah sebuah perusahaan desain dan<br />

branding yang berlandaskan pada ide-ide cerdas dan sederhana. Ferrocencrete bertuiuan<br />

untuk memberi karakater dan kepribadian pada sebuah brand dan meyakini bahwa brand<br />

yang tahan lama tidak akan ada tanpa desain. Berkat hasil kerjanya, Yolanda telah menerima<br />

berbagai penghargaan yang beberapa di antaranya adalah:<br />

Penghargaan yang diterima<br />

Nominasi untuk Opening Title Design "Desperate<br />

Housewives"<br />

Nominasi untuk Opening Title Design "Ugly<br />

Betty"<br />

Nominasi untuk Opening Title Design "The<br />

Triangle"<br />

Even<br />

Tahun<br />

Emmy Award 2005<br />

Emmy Award 2006<br />

Emmy Award 2007<br />

c. Wahyu Aditya – Subsektor Film, Video Fotografi (Animasi)<br />

Wahyu Aditya merupakan juara dunia Screen Entrepreneur dalam acara<br />

IYCE (International Young Creative Entrepreneur) award 2007 yang<br />

diselenggarakan British Council. Saat itu, Wahyu Aditya baru berumur 27<br />

tahun dan menjadi pemenang termuda dalam sejarah IYCE award.<br />

Kesukaan pada menggambar dan dunia film telah memicu pria kelahiran<br />

Malang, Jawa Timur ini untuk belajar Interactive Multimedia di KvB<br />

Institute of Technology Sydney, Australia. Bakatnya terlihat dengan gelar<br />

‗Best Student‘ yang diperoleh dari sekolah ketika itu. Pada usia 24<br />

tahun, Adit mendirikan sekolah animasi Hello:Motion. Pilihan ini bisa<br />

dikatakan sangat berani karena selain harus meninggalkan pekerjaannya, Adit juga harus berhutang ke bank sebesar<br />

$US 400.000. Namun pilihannya tak salah, ia sukses dan bahkan sudah mampu melunasi utangnya pada usia 27 tahun.<br />

Kini, Hello Motion, telah mencetak ratusan siswa muda berbakat di bidang film dan animasi. Selain itu, Festival<br />

Hello;Motion yang diadakannya berhasil menarik 400 lebih pekerja dan 10 ribu pemerhati, sehingga menghasilkan<br />

banyak lapangan pekerjaan baru dan kesempatan pengembangan industri film di <strong>Indonesia</strong>. Adit pun mengadakan<br />

festival film yang diberi nama Hello;Fest. Festival ini menyuguhkan berbagai karya motion picture seperti animasi, film<br />

pendek, musik klip, dokumenter hingga experimentalyang segar dan tidak mainstream. Beberapa penghargaan yang<br />

dimenangkan Wahyu Aditya antara lain:<br />

56


Penghargaan yang diterima Even Tahun<br />

Finalist Short Film Festival – Tokyo, Jepang 2004<br />

Finalist Asiana Film Festival – South Korea 2005<br />

8 Penghargaan Festival Animasi <strong>Indonesia</strong> 2005<br />

World Winner, Film Category British Council International Young 2007<br />

Creative Entrepreneur of The Year<br />

30 Most Inspiring People under 30 Award from Hard Rock FM <strong>Indonesia</strong> 2008<br />

d. Gita Gutawa – Subsektor Musik<br />

Sejak kecil Gita Gutawa sudah mendalami musik dengan arahan ayahnya yang merupakan<br />

penata musik dan produser musik kenamaan <strong>Indonesia</strong>. Gita Gutawa mulai belajar piano<br />

klasik sejak kelas 2 SD kemudian memperkuat ilmu musiknya dengan mempelajari<br />

piano jazz, gitar akustik, dan latiha vocal. Ciri khas gadis belia ini adalah suara<br />

sopran yang mampu membawa genre pop klasik dengan high pitch-nya.<br />

Gita mulai dikenal publik sebagai penyanyi cilik saat berduet dengan ADA Band,<br />

membawakan lagu ―Yang Terbaik Bagimu‖. Menginjak usia ke-15 tahun, Gita sudah<br />

mengeluarkan 2 album yaitu Kembang Perawan (2007) dan Harmoni Cinta (2009). Album<br />

pertamanya sukses meraih Platinum Award denganterjual sebanyak 150.000 kopi hanya<br />

dalam 4 bulan. Lagu-lagu yang menjadi hits pada album pertama antara lain Bukan Permainan, Doo Be Doo, Kembang<br />

Perawan, To Be One, dan Surga Di Telapak Kakimu. Sementara album terbarunya yaitu Harmoni Cinta baru saja beredar<br />

dengan mengeluarkan lagu andalan ―Parasit‖. Sukses komersil Gita Gutawa diikuti dengan berbagai penghargaan musik.<br />

Selain itu, Gita Gutawa juga telah mengharumkan nama <strong>Indonesia</strong> di berbagai festival Internasional yang diikutinya.<br />

Beberapa penghargaan yang diperoleh Gita Gutawa antara lain:<br />

Penghargaan yang diterima<br />

Even<br />

Tahun<br />

Pendatang Baru Terbaik Anugerah Musik <strong>Indonesia</strong> 2008<br />

Album Terbaik Anugerah Musik <strong>Indonesia</strong> 2008<br />

Penghargaan Tertinggi untuk semua kategori 6 th International Nile Song Festival di<br />

Kairo, Mesir 6 th International Nile Song<br />

Festival di Kairo, Mesir<br />

2008<br />

e. 347 Bandung – Subsektor Fesyen<br />

347 yang dimotori oleh Dendy Darman dapat dikatakan sebagai salah satu pionir distro di<br />

Bandung. Saat ini 347 merupakan salah satu distro dengan omset terbesar se-Bandung dan<br />

merupakan brand yang paling familiar (Top-of-mind) dari para peminat produk-produk distro.<br />

347 lahir karena hobi para pendirinya berselancar yang dilengkapi dengan berbagai<br />

perlengkapan termasuk clothingnya. Clothing produksi luar negeri pada saat itu termasuk<br />

langka dan mahal sehingga memicu sekelompok anak muda pencinta selancar ini untuk<br />

membuat produk clothing sendiri. Maka dengan modal patungan 1 juta rupiah, didirikanlah 347<br />

Boardrider pada tahun 1996.<br />

Pada awalnya, 347 hanya memproduksi berdasarkan pesanan (by order). Namun, sedikit demi sedikit permintaan terus<br />

meningkat sehingga harus melakukan sistem stock. 347 terus berkembang dan penjualannya telah merambah berbagai<br />

bagian dari <strong>Indonesia</strong> dan juga negara-negara lain seperti Australia, Singapura, Inggris, Spanyol, dan Jepang. Sebagai<br />

57


pioneer pada pertumbuhan bisnis anak muda khususnya di bidang industri pakaian jadi independen, sampai saat ini 347<br />

adalah salah satu label terlaris dari sekian banyaknya label pakaian jadi yang ada di <strong>Indonesia</strong>. Manusia-manusia dibalik<br />

347 adalah mereka yang sangat kreatif dan inovatif, tanpa melupakan sisi fungsional produk-produk design mereka.<br />

Posisi 347 sebagai pemimpin pasar dan pemimpin perkembangan desain di dunia distro diakui oleh distro-distro lain di<br />

Bandung. Banyak dari distro-distro ini<br />

terinspirasi oleh kreativitas dan inovasi<br />

yang dihadirkan oleh 347. pun terus<br />

menjadi representasi dari kultur dan<br />

gaya hidup yang ada sebagai refleksi<br />

dari dunia kontemporer saat ini.<br />

Dalam 12 tahun perjalanannya, 347<br />

terus berubah dan berkembang. 347<br />

boardrider co. berkembang menjadi<br />

347, lalu menjadi EAT, EAT/347, dan<br />

yang paling akhir lahirlah UNKL347.<br />

Menurut Dendy, hal ini dipicu oleh<br />

keinginan untuk terus berkembang dan<br />

berevolusi tanpa terpaku pada satu<br />

branding tertentu. Dendy dan rekanrekan<br />

pun melebarkan sayap<br />

keberbagai bidang yang bisa<br />

dieksplorasi oleh kemampuan desain<br />

mereka. Mereka juga mempunyai<br />

perusahaan rekaman yang memunculkan musisi seperti Superman Is Dead dan The Milo.<br />

f. Indrawati Lukman – Subsektor Seni Pertunjukan<br />

Dedikasi Indrawati Lukman dalam dunia Seni Tari dan kemampuannya mengelola Studio Tari<br />

telah terbukti dengan berbagai penghargaan yang diterimanya. Berbagai kegiatan penting<br />

yang diselenggarakan di Kota Bandung, apabila melibatkan unit kesenian khususnya Seni Tari<br />

akan meminta penanganan Indrawati Lukman bersama Studio Tari Indra.<br />

Peran sebagai Duta Seni dan Budaya <strong>Indonesia</strong> telah membawa Indrawati keliling dunia. Sejak<br />

tahun 1957 sampai tahun 1997 Indrawati telah berkunjung ke berbagai negara di belahan<br />

penjuru dunia diantaranya Rusia, Cekoslovakia, Hungaria, Mesir, RRC, Korea Utara, Thailand,<br />

Philipina, Singapura, Malaysia, Jepang, Uzbekistan, Toronto, Braunschweig & Hamburg Jerman<br />

serta beberapa negara lainnya. Selain itu juga Indrawati pernah mengisi acara pada kegiatan New York World‘s Fair di<br />

Amerika Serikat dan yang terakhir adalah muhibahnya ke Vancouver-Canada.<br />

Tahun 1968 Indrawati mendirikan Studio Tari Indra di<br />

Bandung dengan maksud melestarikan kesenian<br />

tradisional Jawa Barat, khususnya seni Tari Sunda,<br />

melalui pembelajaran tari Sunda klasik maupun<br />

pengembangannya secara konsisten kepada<br />

anak-anak usia dini, remaja hingga dewasa. Studio<br />

Tari Indra kini telah memiliki cabang di Garut,<br />

Sumedang, dan Serang. Secara terus menerus<br />

58


Indrawati dan Studionya berusaha mengembangkan bentuk kreasi baru dan memasarkan hasil garapannya. Menurut<br />

Indrawati, mengembangkan tari Sunda pada saat ini tidak gampang, apalagi untuk mengharumkannya di luar negeri.<br />

Kerja keras dan dedikasi Indrawati terbayar ketika Studio Tari Indra yang ia pimpin berhasil keluar sebagai juara pertama<br />

dalam acara Sisli International Culture & Art Festival ke-9 , yang berlangsung pada 24-30 Juni 2008 lalu di Turki. Prestasi<br />

ini mendorong Pemerintah <strong>Indonesia</strong> memberikan Penghargaan Berprestasi dari Pemerintah Republik <strong>Indonesia</strong> Prestasi<br />

yang diraih Studio Tari Indra di Turki menunjukkan sebuah bukti bahwa perkembangan dan pertumbuhan tari Sunda di<br />

mata dunia internasional mempunyai nilai dan citra yang tinggi, yang tidak kalah dengan perkembangan dan<br />

pertumbuhan seni tari lainnya di nusantara maupun di berbagai belahan dunia lainnya.<br />

g. TVOne – Subsektor Televisi dan Radio<br />

TvOne adalah stasiun televisi swasta <strong>Indonesia</strong> yang<br />

sebelumnya bernama Lativi. Lativi didirikan pada tahun 2002<br />

oleh pengusaha Abdul Latief. Pada saat itu konsep<br />

penyusunan acaranya banyak menonjolkan masalah yang<br />

berbau klenik, erotisme, kriminalitas, dan hiburan ringan<br />

lainnya.<br />

Pada 14 Februari 2008, Lativi secara resmi berganti nama<br />

menjadi tvOne, dengan komposisi 70 persen berita, sisanya gabungan program olahraga dan hiburan. Sementara Abdul<br />

Latief tidak lagi berada dalam kepemilikan saham tvOne. Komposisi kepemilikan saham tvOne terdiri dari PT Visi Media<br />

Asia sebesar 49%, PT Redal Semesta 31%, Good Response Ltd 10%, dan Promise Result Ltd 10%. Sejak perubahan<br />

konsep inilah tvOne meraih berbagai penghargaan terutama untuk konten acara beritanya. Pada musim Pemilu 2009<br />

tvOne memberikan porsi besar dalam acara beritanya dan menobatkan dirinya menjadi Televisi Pemilu. Beberapa<br />

penghargaan yang diperoleh tvOne antara lain:<br />

Penghargaan yang diterima<br />

Even<br />

Tahun<br />

Nominasi untuk Kabar Petang Panasonic Award 2009<br />

Nominasi untuk Apa Kabar <strong>Indonesia</strong> Malam Panasonic Award 2009<br />

Nominasi untuk Cover Story Panasonic Award 2009<br />

Nominasi untuk Debat Panasonic Award 2009<br />

Nominasi untuk Telusur Panasonic Award 2009<br />

Nominasi untuk Negeri Impian Panasonic Award 2009<br />

Nominasi untuk Liga Djarum Panasonic Award 2009<br />

Nominasi untuk Copa <strong>Indonesia</strong> Panasonic Award 2009<br />

h. David Setiabudi – Subsektor Permainan Interaktif<br />

David Setiabudi sering dilihat sebagai pelopor pengembang game <strong>Indonesia</strong>. Pada<br />

awalnya, David yang pembuat komik melihat bahwa perkomikan, peranimasian dan<br />

pergamean <strong>Indonesia</strong> sangat lemah. Saat itu David berangan-angan, bagaimana<br />

jika karakter komik yang dibuatnya bisa bergerak? Nah, semenjak itulah David<br />

mulai belajar sedikit-sedikit tentang pemrograman sederhana. Padahal, latar<br />

belakang pendidikan Pak David adalah jurusan desain dan refraksinis optisien<br />

(kedokteran optik mata D3), dan tidak ada background teknik informatika sama<br />

sekali.<br />

Pada tahun 2004, Divine Kids Associates dibentuk oleh David dan mulai mencoba<br />

menghasilkan game. Setelah memilih 16 game dari puluhan game yang diseleksi, dan diterbitkan (sebagai bonus CD)<br />

59


oleh majalah PCGAME 5/2004, Divine Kids semakin produktif. David berpendapat bahwa game Divine Kids perlu memiliki<br />

pondasi yang kuat. Di saat orang lain belum ada yang mendaftarkan gamenya ke Ditjen HKI David mendaftarkan karakterkarakter<br />

dan logo Divine Kids. Saat itu modalnya berasal dari tabungan kerja part timenya semasa kuliah..<br />

Museum Rekor <strong>Indonesia</strong> (MURI) memberikan penghargaan bagi David sebagai ―Pembuat Game Pertama di <strong>Indonesia</strong>‖<br />

pada tanggal 27 Januari 2004 di Semarang. Di sini disahkan 2 hal, yaitu David Setiabudi sebagai pembuat game pertama<br />

di <strong>Indonesia</strong>, dan Divine Kids sebagai game pertama <strong>Indonesia</strong>. Penghargaan diserahkan secara langsung oleh Bapak<br />

Jaya Suprana, pendiri MURI. Saat itu Kak Seto Mulyadi juga menghadiri acara itu. Kak Seto terus menerus mendukung<br />

David sejak pertama kali menulis skripsinya tentang game. Beberapa penghargaan yang diterima David Setiabudi/Divine<br />

Kids antara lain:<br />

Penghargaan yang diterima Even Tahun<br />

Pembuat Game Pertama di <strong>Indonesia</strong> (Divine Museum Rekor <strong>Indonesia</strong> 2004<br />

Kids)<br />

Game Developer <strong>Indonesia</strong> Terfavorit <strong>Indonesia</strong> Game Show 2008<br />

i. Joko Hartanto – Subsektor Penerbitan dan Percetakan<br />

Namanya Djoko Hartanto, pria asal Semarang yang lahir pada tanggal 17 Juli 1972<br />

ini membangun sebuah penerbitan yang dinamakan Concept Media sejak tahun<br />

2003. Dia membangun usaha tersebut setelah keluar dari tempat kerja dan<br />

menjaminkan rumah pribadinya untuk mendapat modal pinjaman sebesar 500 juta<br />

rupiah. Keberanian Djoko patut diacungi jempol terutama karena ia tidak memiliki<br />

latar belakang publisher namun berani menceburkan diri di industri yang hampir 85<br />

% dikuasai penerbit-penerbit kelas kakap. PT. Concept Media berdiri, dengan visi<br />

sebagai penerbit yang kreatif dan berkomitmen tinggi untuk menghadirkan sesuatu<br />

yang berkualitas dan bisa menginspirasi para pembaca. Melalui perusahaannya<br />

Djoko kemudian menelurkan sebuah majalah dengan title Concept Magazine.<br />

Concept Magazine hadir sebagai penerbit untuk<br />

menyajikan media desain grafis di <strong>Indonesia</strong> yang<br />

terbilang langka. Padahal dunia desain grafis di <strong>Indonesia</strong><br />

terbilang booming, sejalan masuknya informasi dengan cepat sehingga cepat pula<br />

menghasilkan ahli‐ahli desain dari bangsa ini. Tapi hal tersebut kurang disertai<br />

kehadiran bahan‐bahan yang bisa menjadi referensi yang baik, atau media informasi<br />

yang dapat menggenjot kreativitas para desainer kita. Kehadiran Concept Magazine pun<br />

jadi bisa dianggap pioner untuk media di bidang desain grafis dan cukup memuaskan<br />

dahaga para desainer kita. Dapat dikatakan, bahwa majalah Concept merupakan satusatunya<br />

majalah desain grafis berskala nasional.<br />

Ternyata konsep yang ditawarkan Djoko berhasil, majalah Concept terjual cukup bagus<br />

dan bahkan sekarang sudah memiliki langganan fanatiknya, yakni sekitar 30% dari<br />

pembeli. Majalah Concept kini sudah menjadi bahan referensi untuk para desainer grafis<br />

di <strong>Indonesia</strong>, terbukti menurut Djoko setiap edisi majalahnya selalu terjual habis dalam<br />

skala lebih dari 1000 eksemplar. Sukses secara penjualan diikuti pula penghargaan<br />

terhadap hasil karya Djoko dan rekan-rekannya. Salah satu penghargaannya adalah<br />

Australian Alumni Awards untuk Creativity and Design pada tahun 2009.<br />

Kemudian Djoko menerbitkan majalah yang lain yang bernama ―BabyBoss‖. Babyboss<br />

berkonsep sebagai majalah yang mencoba mengupas serta menampilkan perkembangan<br />

60


seni dan budaya terbaru seperti urban art, desain eksperimental dan kretifitas radikal untuk yang muda dan dinamis<br />

generasi saat ini. Tidak berhenti sampai disitu, Djoko kembali menelurkan ide konsep briliannya, dia akan memproduksi<br />

cerita bergambar (cergam) atau komik yang berjudul Alia. Cergam yang bercerita tentang Ratu Adil ini 100% <strong>Indonesia</strong>,<br />

hasil dua tahun kerja kerasnya yang akhirnya siap untuk dilaunching. Dan yang menjadi istimewa adalah orang-orang<br />

dibalik pembuatan cergam ini adalah putra‐putra bangsa yang karyanya sudah diakui di dalam negeri bahkan luar negeri,<br />

ada Chris Lie kreator komik Transformer dan G.I Joe, juga ada Oyas dan Iput yang banyak membuat komik dalam negeri.<br />

Motif sesungguhnya di balik cergam Alia ini adalah pemikiran idealis seorang Djoko yang ingin mengangkat karya anak<br />

bangsa dan menularkan trend cergam atau cerita bergambar. ―Jepang punya Manga, China punya Manhua, dan<br />

<strong>Indonesia</strong> punya Cergam.<br />

j. Kendro Hendra – Subsektor Layanan Piranti Lunak<br />

Kendro Hendra, pria kelahiran Palembang, 31 Desember 1955, orang <strong>Indonesia</strong> yang<br />

mampu menciptakan aplikasi peranti bergerak yang memungkinkan sebuah ponsel<br />

lebih bermakna dan bergaya. Sarjana Ilmu Komputer dari University of Manitoba,<br />

Kanada, ini telah mencipta puluhan aplikasi peranti lunak untuk membuat ponsel<br />

memiliki kelebihan.<br />

Kendro Hendra dikenal telah menciptakan aplikasi AirGuard, yang sudah ditanamkan<br />

di ponsel communicator Nokia. AirGuard merupakan teknologi yang dapat<br />

menyelamatkan data dari sebuah ponsel. Kelebihan dari teknologi ini yaitu dapat<br />

menghubungi pencuri telepon, meski dia sudah mengganti simcard-nya dengan<br />

nomor lain.<br />

Selain AirGuard, temuan lainnya antara lain AirAlbum, AirFax, AirRadio, dan AirVouchers. Tetapi, aplikasi paling luas dan<br />

banyak digunakan adalah SettingsWizard dan S80-DataMover yang dilisensi Nokia secara global untuk dimasukkan dalam<br />

setiap ponsel Symbian S60 Nokia. SettingsWizard adalah peranti lunak yang ditanamkan di ponsel Nokia, di mana<br />

saat pemilik ponsel memasukkan simcard dari operator seluler mana pun, ponsel itu otomatis bisa men-setting<br />

sendiri, baik SMS, MMS, e-mail, maupun GPRS, sehingga tidak harus diketik ulang. Demikian juga S80-<br />

DataMover yang memungkinkan pemindahan data secara otomatis dari satu ponsel ke ponsel lain atau dari<br />

satu communicator ke communicator lain, juga tanpa harus mengetik ulang.Kini, temuan Kendro itu diterjemahkan<br />

ke dalam 127 bahasa.<br />

Kendro Hendra merupakan pendiri perusahaan InTouch, yang merupakan satu dari sedikit perusahaan komunikasi dan<br />

informasi <strong>Indonesia</strong> dengan reputasi internasional. Kantor pemasaran perusahaan yang didirikan tahun 1996 itu<br />

berada di Singapura. Sementara untuk pengembangan tetap dilakukan di <strong>Indonesia</strong>. Selain itu pada tahun<br />

1983 Kendro juga mendirikan sebuah sekolah pendidikan komputer yang dinamakan Pusdikom.<br />

3.6.2 Lesson Learned Pelaku <strong>Kreatif</strong> yang Kurang Berhasil<br />

Sebelum meraih kesuksesan, tak sedikit dari para insan kreatif harus mengalami kegagalan terlebih dahulu. Berikut<br />

adalah beberapa pelajaran dari kegagalan yang pernah dialami oleh beberapa insan kreatif <strong>Indonesia</strong>.<br />

a. Henky Eko Sriyanto – Subsektor Kerajinan & Fesyen<br />

Hengky Eko Sriyanto merupakan sarjana Teknik Sipil Institut Teknologi Surabaya (ITS) yang dapat dikatakan menyimpang<br />

dalam hal pekerjaan setelah lulus. Saat ini Eko terkenal sebagai seorang pengusaha franchise makanan. Arek Suroboyo<br />

asli ini adalah pendiri dan pemilik waralaba Bakso Malang Kota ―Cak Eko‖. Tidak hanya bisnis bakso, Cak Eko juga dikenal<br />

memiliki waralaba ―Soto Ayam Kampoeng Jolali‖ serta ―Ayam & Bebek Goreng Sambel Bledeg‖. Sampai tahun 2008<br />

franchise Eko telah berjumlah 82 buah dan tersebar di berbagai kota di <strong>Indonesia</strong>.<br />

61


Eko mendapatkan penghargaan dan pencapaian yang luar biasa karena bisnisnya tersebut. Di umur yang relatif muda ia<br />

baru saja dinobatkan oleh koran Bisnis <strong>Indonesia</strong> sebagai juara I ―Bisnis <strong>Indonesia</strong> Young Entrepreneur Award 2008‖<br />

untuk kategori utama. Kemudian salah satu penghargaan bergengsi adalah juara I Wirausaha Muda Mandiri 2008.<br />

Penyerahaan penghargaan ajang tersebut dilakukan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla didampingi oleh Menteri BUMN<br />

Sofyan Jalil di Jakarta Convention Center, 3 Desember 2008. Tanggal 11 Desember 2008 usaha Cak Eko Bakso Malang<br />

Kota ―Cak Eko‖ menyabet Penghargaan The Best In Business Prospect <strong>Indonesia</strong> Franchise Start Up 2008. Penghargaan<br />

lainnya adalah ―<strong>Indonesia</strong>n Innovative Creative Award 2007‖ dari Menteri Koperasi & UKM, Menakertrans & Menperin,<br />

―<strong>Indonesia</strong>n Small Medium Business Entrepreneur Award 2007‖ dari Menkop & UKM.<br />

Namun demikian, Eko juga memiliki sisi lain dari perjalanan bisnisnya, beberapa kali Eko sempat mengalami kegagalan<br />

dalam berbisnis dan hidup dengan keadaan serba keterbatasan. Eko telah mencoba berbagai bidang usaha sebelum<br />

terlibat dalam bisnis waralaba makanan. Tahun 1997, saat baru pertama kali hijrah di Jakarta Eko pernah jual-beli HP<br />

bekas namun hanya bertahan 1 tahun. Tahun 1998, Eko mencoba peruntungan di bisnis MLM namun hanya bertahan 6<br />

bulan. Eko pun pernah mengalami kegagalan dalam bisnis agrobisnis.<br />

Eko mendapatkan modal sebesar 13 juta rupiah yang merupakan sisa dari biaya perjalanan saat ia mempublikasikan<br />

artikel tekniknya di Jepang. Eko memutar otak bisnisnya dan menjatuhkan pilihan pada bisnis tas dan dompet kulit<br />

produksi Tanggulangin Sidoarjo. Eko cukup berhasi menjalankan bisnisnya. Barang yang didatangkan dari Tanggulangin<br />

disebarkan ke butik-butik di Jakarta. Namun persoalannya adalah pembayaran dari butik-butik tersebut tidak selancar<br />

yang diharapkan. Sistem konsinyasi yang diterapkan tidak mendukung kelancaran cash flow. Banyak tagihan yang<br />

tertunda hingga membuat Eko kesulitan memutar uang. Setelah satu tahun berjalan Eko memutuskan untuk berhenti dari<br />

bisnis tersebut. Barang-barang yang berada di butik pun saya tarik semuanya dan dibawa pulang ke rumah untuk saya<br />

bagi-bagikan kepada keluarga. Alih-alih mendapat untung, modal usaha sebesar 13 juta pun hilang tak berbekas.<br />

Namun Eko bukan orang yang mudah menyerah dan putus asa. Dengan modal sebesar 5 juta yang berasal dari pinjaman<br />

koperasi kantor, bisnis busana muslim pun dijalani Eko. Pasar Tanah Abang Jakarta dan kota Surabaya dipilih oleh Eko<br />

menjadi tujuan saya untuk melempar barang. Bisni Eko berkembang pesat dengan tingkat keuntungan mencapai 100%.<br />

Kala itu Eko tidak mengambil keuntungan usaha untuk keperluan konsumtif. Keuntungan yang didapatkan ditambahkan<br />

lagi sebagai modal hingga akhirnya aset yang Eko miliki makin berkembang.<br />

Namun lama kelamaan banyak orang yang meniru bisnis ini dan kompetitor mulai bermunculan dengan harga yang lebih<br />

murah. Hingga akhirnya omset bisnis Eko turun drastis. Setelah Eko jalani selama 1 ½ tahun, Walaupun tidak rugi total,<br />

Eko memutuskan untuk berhenti dan beralih ke bisnis kerajinan tangan (handy craft).<br />

Pertengahan tahun 2002, Eko melihat-lihat pameran handy craft dan tertarik dengan kerajinan miniatur becak & sepeda<br />

yang dipajang di salah satu stand. Eko kemudian mencoba untuk memproduksinya sendiri. Tiap sabtu dan minggu Eko<br />

membawa proposal penawaran ke beberapa hotel dan pasar swalayan di Jakarta. Beberapa tempat bersedia menerima<br />

produk tersebut. Lagi-lagi persoalannya semua hanya bersedia menerima barang dengan sistem konsinyasi. Kesulitan<br />

cash flow kembali terulang. Setelah berjalan 6 bulan bisnis kerajinan tangan ini pun Eko tutup.<br />

Sebagai hasil dari pengalamannya berbisnis, menurut Eko ada beberapa hal yang harus diperhatikan apabila ingin maju,<br />

yaitu:<br />

1. Berani memulai<br />

2. Mempunyai keyakinan yang kuat untuk sukses<br />

3. Jeli melihat peluang<br />

4. Menciptakan merek usaha yang unik<br />

5. Memodifikasi produk sesuai keinginan pasar<br />

6. Terlibat secara langsung dari awal proses usaha<br />

62


Eko berbagi pengalaman bisnisnya pada masyarakat lewat empat buku yang sudah diterbitkan, yaitu ‖Resep Paling<br />

Manjur Menjadi Karyawan Kaya Raya (September 2007)‖, ―15 Jurus Antirugi Buka Usaha Rumah Makan (Juli 2008)‖,<br />

‖Obat Paling Mujarab Sembuhkan Penyakit Penyebab Kebangkrutan Usaha (Oktober 2008)‖, dan ―The Cak Eko Way, Kiat<br />

Menggapai Kesuksesan Bisnis Bermodal Tekad dan Sedekah (terbit 22 Desember 2008)‖<br />

b. Animik dan QN – Subsektor Penerbitan dan Percetakan<br />

Pada dekade 1990-an muncul studio-studio komik yang didominasi oleh generasi muda sebagai sebuah indikasi akan<br />

kebangkitan kedua dunia komik <strong>Indonesia</strong>. Tidak berbeda dengan masa 1950-an, kebangkitan ini membawa naluri<br />

‘tanding‘ melawan derasnya komik impor dan semangat memunculkan budaya lokal. Namun hal yang menarik disini<br />

adalah saat konteks budaya yang sudah berubah. Perubahan itu bisa kita lihat dalam cermin komik <strong>Indonesia</strong> era 90-an<br />

ini dimana komik <strong>Indonesia</strong> tidak hanya menghadapi komik imporan, tapi juga menghadapi realitas industrialisasi,<br />

modernitas. Industrialisasi menjadi jalan hidup, bahkan dalam komik.<br />

Contoh yang dapat diambil adalah kemunculan Animik dan QN pada tahun 1992 di Bandung yang berbasiskan komik<br />

industri. Sebagai industri orientasi profit adalah prioritas utama, maka langkah pertama membuat komik adalah mencari<br />

pasar sebagai pembeli, dan pasar komik <strong>Indonesia</strong> yang ditemukan adalah pembeli yang sedang tergila-gila komik impor.<br />

Animik dan QN kemudian melakukan strategi dengan memberikan suguhan komik yang hampir sama. Strategi mendekati<br />

pasar seperti dilakukan Animik dan QN menjebak mereka pada situasi tahun 1940-an. Dimana mainstream pada saat itu<br />

adalah komik imporan Amerika, walhasil komik <strong>Indonesia</strong> seperti Sri Asih, Kapten Bintang 8 Garuda Putih, Kapten Komet<br />

dihujat karena memiliki kemiripan bentuk dengan komik Amerika dan yang paling utama adalah ketakutan pada gagasan<br />

(budaya yang dibawa). Akhirnya nasib Caroq (QN) dan Si Jail (Animik) hanya mengulang kegagalan yang sama, yang<br />

membedakannya adalah proses pada pola adaptasinya saja.<br />

Salah satu hal terpenting dalam industri komik adalah bagaimana memperhitungkan keberlanjutan produk (kontinuitas).<br />

Komik adalah barang dagangan yang ‘harus‘ dapat dijual terus- menerus dengan kualitas yang tetap terjaga. Tokohnya<br />

harus dapat terus dihidupkan hingga tidak hanya berlaga dalam adegan sebuah komik, tapi juga dalam baju tidur, pin,<br />

topi, kaos, poster dan lain-lain. Untuk mewujudkan semua itu, maka diperlukan sebuah tim dari berbagai spesifikasi untuk<br />

menangani riset, kreatif dan pemasaran. Dalam sebuah tim kreatif misalkan, akan dibagi pula berdasarkan spesifikasi<br />

bidang kerja seperti penulis, pensiler, peninta, pewarna.<br />

Industri ini akan bertemu lagi dengan instrumen industri lain seperti penerbit. Penerbitan sebagai bidang usaha, yang<br />

akan menyusun pula perhitungan-perhitungan untung rugi dengan sistem royalti, pembelian hak cipta atau kontrak<br />

jumlah produksi per tahun. Di <strong>Indonesia</strong> keterlibatan penerbit pada proses kreatif komikus sangat dominan sehingga<br />

dapat sangat mempengaruhi, tidak hanya studio komik berbasiskan industri tapi juga komikus profesional dengan<br />

idealisme tertentu. Akibat dari perbedaan cara pandang industri penerbitan dan pembuat komik maka berkembanglah<br />

jalur independen di mana para kreator komik tidak menggantungkan diri pada sistem yang ada (industri), tapi lebih<br />

cenderung membentuk sistem sendiri. Para kreator ini bergerak dalam bentuk komunitas, mendistribusikan melalui satu<br />

kegiatan ke kegiatan lain atau dari teman ke teman. Para komikus indenpenden ini akhirnya mempunyai pangsa pasarnya<br />

sendiri.<br />

Komunitas komik diluar sistem industri ini, berjalan seiring dalam distribusi (event ke event), mereka bukan tidak jengah<br />

dengan sistem industri dan booming komik impor, namun mereka tidak menghiraukannya. Komikus-komikus ini asyik<br />

dengan ‘dunia‘ komik yang mereka ciptakan sendiri, dunia komik yang akhirnya membentuk komunitas dan segmen pasar<br />

dengan sendirinya komunitas yang bergerak dari event ke event mencari perkawanan dan menjual komiknya dari tangan<br />

ke tangan.<br />

c. Film<br />

63


Akhir dekade 1980-an film <strong>Indonesia</strong> hanya berisikan tema-tema komedi, seks, seks horor, dan musik (dangdut) dengan<br />

tujuan untuk mencapai keuntungan saja tanpa memperhatikan mutu, jalan cerita, sinematografi. Akibat penurunan<br />

kualitas secara drastic dari film-film yang diproduksi, Festival Film <strong>Indonesia</strong> (FFI) yang diadakan sejak 1973 harus<br />

dihentikan penyelenggaraannya pada 1994. Di saat yang bersamaan film Amerika, Mandarin, dan India tengah marakmaraknya<br />

beredar di <strong>Indonesia</strong>. <strong>Indonesia</strong> menerima 1000 sampai 1200 film asing per tahun melalui bioskop, televisi,<br />

video compact disc dan download melalui internet.<br />

Penyebab utama begitu tingginya animo masyarakat terhadap film asing adalah karena merosotnya produksi film<br />

nasional. Produksi film nasional pada 1970-an mencapai 604 judul film dengan rata-rata produksi 60 film per tahun,<br />

sementara pada 1980-an mencapai 721 judul film dengan rata-rata 70 film per tahun. Hal ini sangat bertolak belakang<br />

dibandingkan dengan dekade 1990-an. BP2N mencatat produksi film nasional tak sampai separuh dari jumlah produksi<br />

tahun 1980-an, yakni berkisar 200 sampai 300 film dalam 10 tahun terakhir. Sangat jauh jika dibanding industri<br />

Bollywood di India yang mampu menembus angka 1000-1500 film dalam 10 tahun.<br />

Selama rentang 1990-an tema sinema <strong>Indonesia</strong> tak pernah bergeser dari seks, kekerasan dan sadisme mistis. Hal ini<br />

merupakan Cermin kegagapan insan film atas mandeknya kreativitas akibat ketatnya aturan main pemerintah. Selain itu,<br />

ini bisa menjadi cerminan atas selera masyarakat yang rendah. Sebagai contoh, Film Akibat Pergaulan Bebas (1974)<br />

meraup 311.286 penonton, 30 persen lebih banyak dibanding film Badai Pasti Berlalu (1974) garapan sutradara Slamet<br />

Raharjo Djarot yang memenangi piala Antemas untuk kategori film laris yang bermutu. Secara umum ada tiga faktor yang<br />

melatari mandeknya indutri film <strong>Indonesia</strong>, yaitu; peraturan yang membatasi sehingga cenderung mematikan. Kedua,<br />

monopoli bioskop yang merugikan film lokal dengan hanya memutar film Hollywood yang eksklusif. Ketiga, sinetron atau<br />

opera sabun yang ditayangkan TV swasta sejak awal 1990-an yang terbukti lebih popular dibanding film.<br />

d. Musik<br />

Grup Band Gigi resmi dibentuk pada tanggal 22 Maret 1994. Pada awalnya Grup Band ini terdiri atas Armand Maulana<br />

(vokalis), Thomas Ramdhan (bassis), Dewa Budjana (gitaris), Ronald Fristianto (drummer), dan Baron Arafat (gitaris).<br />

Nama "Gigi" sendiri muncul setelah para personilnya tertawa lebar mengomentari nama "Orang Utan" yang nyaris<br />

dijadikan nama band ini. Dengan latar belakang musik yang beda-beda, mereka menggabungkannya ke dalam satu musik<br />

yang menjadi ciri khas Gigi.<br />

Gigi melempar album perdana yang berjudul "Angan" ke pasaran dengan dukungan dari Union Artist/Musica. Pada waktu<br />

itu Gigi belum membentuk suatu manajemen artis untuk mengelola kegiatan mereka sehingga semua dilakukan sendiri<br />

oleh para personel Gigi. Pada saat itu mereka merilis dua singel yang disertai dengan video klip, yaitu Kuingin dan Angan.<br />

Tetapi kedua lagu andalan tersebut tidak banyak mendongkrak angka penjualan. Kurangnya promosi dan tidak adanya<br />

pengelolaan manajemen menjadi penyebab utama kegagalan album pertama group musik ini.<br />

Pengalaman dari album pertama membuat Gigi memutuskan untuk membentuk Gigi Management agar pengelolaan band<br />

menjadi lebih profesional. Hasilnya terlihat pada album kedua Gigi yaitu "Dunia". Album ini terbilang cukup sukses di<br />

pasaran. Dengan mengusung lagu unggulan pertama "Janji", Gigi berhasil menjual sekitar 400.000 kopi serta meraih<br />

penghargaan sebagai "Kelompok Musik Terbaik‖.<br />

e. Braincode Solution/Ari Sudrajat – Subsektor Perangkat Lunak<br />

Braincode Solution adalah salah satu provider layanan konten yang menonjol di tengah maraknya bisnis layanan konten.<br />

Perusahaan ini digagas oleh empat sekawan—Ari Sudrajat, Anton Nasser, Herjuno Wahyu Aji, dan Agung Saptono—<br />

berdiri pada tahun 2004. Awalnya mereka memulai bisnis sebagai content developer dan membuat mobile game untuk<br />

dijual. Setelah berhasil melahirkan lebih banyak game dan mobile comic, barulah mereka mengarahkan Braincode<br />

Solution menjadi sebuah content provider.<br />

64


Menurut CEO Braincode Solution, Ari Sudrajat, layanan konten ke depannya akan menjadi raja. Media apa pun itu baik<br />

televisi, radio, atau ponsel, semuanya memerlukan konten yang baik. Apabila kontennya menarik maka orang dapat<br />

dengan mudah berpindah media. Kreativitas jelas dituntut dari BrainCode untuk tetap tampil di jagat konten, apalagi<br />

mereka punya banyak kompetitor. Bentuk kreativitas mereka bisa dilihat dari keberagaman produk yang telah mereka<br />

ciptakan. Braincode menonjolkan orisinalitas dalam karya-karyanya dengan menciptakan konten-konten sendiri<br />

sementara banyak perusahaan kompetitor hanya berperan sebagai re-seller. Ini yang membuat BrainCode Solution<br />

dapat terus bersaing dalam bisnis layanan konten.<br />

Memulai sebuah bisnis bukan hal yang mudah. Beragam kegagalan juga sudah pernah Ari dan kawan-kawannya alami.<br />

Contohnya promosi yang gagal, atau membuat konten yang sulit dengan biaya yang besar, namun tidak mencapai break<br />

even point. Menurut Ari, kegagalan itu diperlukan sebagai proses pembelajaran. Apabila tidak berani gagal maka tidak<br />

mungkin berani mencoba hal yang baru. Beruntung kegagalan yang dialami Ari dan kawan-kawan tidak menyebabkan<br />

perusahaan bangkrut. Dengan usaha gigih, kegagalan di satu waktu digantikan dengan keberhasilan di waktu yang lain.<br />

Itulah yang membuat Braincode kembali bangkit. Beberapa bukti keberhasilan BrainCode dapat dilihat dari kemenangan<br />

mereka meraih penghargaan sebagai Content Provider dengan Best Content di ajang Telkomsel Award 2005. Selain itu,<br />

berkat aplikasi MobileTTS ciptaan mereka, posisi juara ke-2 di ajang Cellular Award juga pernah mereka raih.<br />

3.7 P E L U A N G I N D U S T R I K R E A T I F D I P A S A R L U A R N E G E R I<br />

3.7.1 Ceko<br />

Kedutaan Besar Republik <strong>Indonesia</strong> di Ceko cukup aktif membuka peluang bagi pelaku industri kreatif di dalam negeri,<br />

untuk dapat berkiprah di pasar Ceko, khususnya di Subsektor Film. Beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan oleh<br />

pelaku kreatif dalam negeri di Ceko dipaparkan berikut ini.<br />

3.7.1.1 FESTIVAL FILM CEKO<br />

Untuk mendukung perkembangan perfilman dan menghibur masyarakat Ceko, pemerintah Ceko membantu kegiatan para<br />

insan film Ceko sejak lama telah berhasil menyelenggarakan berbagai festival film tingkat internasional di negara tersebut.<br />

Penyelenggaraan berbagai festival film di Ceko ini telah menumbuhkembangkan perfilman, sekolah film dan bakat-bakat<br />

yang dimiliki di dunia perfilman, disamping membina dan mengembangkan budaya film di negara tersebut.<br />

Insan film <strong>Indonesia</strong> sendiri sudah beberapa kali berpartisipasi dalam event ini, misalnya:<br />

Tahun 2006:<br />

Febio Fest: Gie (karya Riri Riza)<br />

Tahun 2007:<br />

Febio Fest: Berbagi Suami (karya Nia Dinata)<br />

Tahun 2008:<br />

Zlin Film Festival: Denias Senandung Di Atas Awan (karya Ari Sihasale)<br />

Karlovy Vary International Film Festival: The Photograph, (Sutradara Nan T.Achnas) yang memenangkan hadiah<br />

Special Jury Award dan Ecumenical Award<br />

Tahun 2009:<br />

Febiofest: Quickie Express (karya sutradara Dimas Dajayadiningrat)<br />

Zlin Film Festival: Laskar Pelangi (Karya Riri Riza)<br />

Karlovy Vary International Film Festival: Babi Buta Yang Ingin Terbang (karya Erwin)<br />

65


Dengan mulai diikutkannya film-film <strong>Indonesia</strong> di berbagai festival film di Ceko terlihat bahwa sebenarnya film <strong>Indonesia</strong><br />

mampu tampil bersaing dengan film film asing yang datang dari berbagai penjuru benua.<br />

3.7.1.2 PROGRAM KBRI CEKO DALAM MEMPERKENALKAN FILM INDONESIA<br />

Dalam kerangka mempromosikan <strong>Indonesia</strong> melalui Film <strong>Indonesia</strong>, KBRI melakukan upaya-upaya promosi film, baik<br />

melalui festival maupun pemutaran film.<br />

a. Festival Film <strong>Indonesia</strong> oleh KBRI Ceko<br />

Sejak tahun 2007 KBRI Praha rutin menyelenggarakan Festival Film <strong>Indonesia</strong> di Ceko. Tujuan utama adalah untuk<br />

memperkenalkan film <strong>Indonesia</strong> di negara Ceko.<br />

i. FFI 2007: Panorama Film <strong>Indonesia</strong>, yang memutar film <strong>Indonesia</strong> mulai tahun 1960-an sampai 2000.<br />

ii. FFI 2008: Film <strong>Indonesia</strong> Kontemporer, yang memutar film-film <strong>Indonesia</strong> baru<br />

iii. FFI 2009: Retrospeksi Film Riri Riza, dengan memutar film-film Riri Riza<br />

iv. Pada Tahun 2007, penyelenggaraan FFI bekerjasama dengan National Film Archive (NFA) dengan tempat<br />

pemutaran Bioskop Ponrepo.<br />

v. Pada Tahun 2008, penyelenggarakaan bekerjasama dengan pemerintah Praha dengan penyelenggaraan di City<br />

Library Hall.<br />

vi. Pada Tahun 2009, secara khusus bekerjasama dengan Debudpar, Miles Production dan Sabila Center for<br />

Competitiveness yang menadatangkan Riri Riza dan rombongan.<br />

b. Pemutaran Film di Bioskop Mini dan di Kota-kota Ceko<br />

KBRI praha juga memperkenalkan film-film <strong>Indonesia</strong> kepada publik melalui pemutaran Film <strong>Indonesia</strong> bertempat di<br />

Bioskop Mini KBRI Praha setiap bulan. Pada kesempatan tersebut hadir para pecinta <strong>Indonesia</strong> dan masyarakat<br />

<strong>Indonesia</strong> di Praha. Selain itu KBRI Praha bekerjasama dengan beberapa Dinas Kebudayaan di berbagai kota telah<br />

memutar serangkaian film <strong>Indonesia</strong> di berbagai kota.<br />

3.7.1.3 PROGRAM-PROGRAM KBRI CEKO DI LUAR SUBSEKTOR FILM<br />

Adanya Perjanjian Kebudayaan <strong>Indonesia</strong> – Ceko merupakan sarana yang ideal untuk terus memperkenalkan budaya dan<br />

kerajinan <strong>Indonesia</strong> kepada Ceko. Dalam rangka peringatan 5o tahun Perjanjian Kebudayan <strong>Indonesia</strong> – Ceko diadakan<br />

berbagai pameran dan acara untuk menunjukkan kebudayaan dan kesenian <strong>Indonesia</strong> di sepanjang tahun 2008.<br />

KBRI memberikan perhatian khusus kepada produk-produk seni budaya sebagai berikut:<br />

a. Pagelaran Batik<br />

b. Penampilan Kesenian Tradisional. Beberapa kelompok yang sudah pernah menampilkan karyanya di Ceko antara lain<br />

dari Propinsi Sumatra Utara, Sangrina Bunda, dan Teater Mandiri<br />

c. Penampilan Musik Klasik. Beberapa insan kreatif yang sudah pernah tampil di Ceko antara lain Iravati Sudiarso dan<br />

Aisha Sudiarso, Kua Etnika, Penyanyi Aning Katamsi, dan Kyai Kanjeng<br />

d. Paduan Suara Mahasiswa. Misalnya dari Universitas Parahyangan, ITB dan Universitas Negeri Jakarta<br />

e. Pentas kesenian rakyat di Ceko. Penampil biasanya dari kelompok tari dan gamelan binaan KBRI Praha.<br />

f. Pameran produk seni dan budaya. Misalnya pameran kerajinan tangan, tenun, batik, dan foto tentang <strong>Indonesia</strong><br />

3.7.2 China (RRT)<br />

Industri kreatif di RRT berpotensi besar untuk terus tumbuh pesat seiring dengan lajunya pertumbuhan ekonomi yang<br />

diikuti dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, ruang gerak untuk kreativitas dan meluasnya pasar. Kekuatan<br />

industri manufaktur RRT yang mendorong terciptanya creative manufacturing juga akan menjadi salah satu faktor penting<br />

membanjirnya produk-produk kreatif RRT ke pasar manca negara. Terlebih, kebudayaan Tiongkok memang secara umum<br />

66


telah sejak lama dikenal secara global. Jargon ‖everything Chinese‖ kini mulai menjadi trend dan menarik minat banyak<br />

kalangan.<br />

Besarnya pasar industri kreatif, baik pasar domestik RRT maupun pasar internasional, tidak hanya mendorong<br />

peningkatan investasi PMDN melainkan juga PMA (FDI) industri kreatif di RRT. Selain itu, kapasitas manufaktur yang<br />

didukung dengan tenaga kerja murah terampil, iklim investasi dan kebijakan pemerintah yang mendukung mempunyai<br />

andil penting dalam menarik investasi asing sektor industri kreatif di RRT. Meskipun belum ada data resmi yang<br />

menggambarkan jumlah FDI untuk industri kreatif di RRT, namun jumlahnya diperkirakan sudah puluhan milyar dollar.<br />

Beberapa negara/daerah yang berinvestasi besar di bidang industri kreatif di RRT antara lain: Amerika Serikat, Jepang,<br />

Inggris, Korea Selatan, Hong Kong, Taiwan dengan sektor utama games, animation, tv production and distribution, print<br />

and distribution, channel distribution, consumer access devices.<br />

Beberapa peluang industri kreatif yang berpotensi untuk dimanfaatkan antara lain:<br />

3.7.2.1 TELEVISI<br />

TV adalah sektor industri kreatif terbesar di RRT, dengan lebih dari 2.000 channel (320 milik pemerintah), 400 juta<br />

pemirsa TV dengan rata-rata durasi menonton 3 jam per hari. Dengan besarnya jumlah populasi dan dominasi free-to-air<br />

(FTA), RRT sekaligus juga pasar industri pertelevision terbesar di dunia. Industri ini ‘dikuasai‘ oleh media grup nasional,<br />

yaitu China Media Group (pusat), serta di daerah oleh Media Group Beijing (BMG), Shanghai (SMEG), Guangdong dan<br />

Hunan. Paradigmanya saat ini adalah media group ini mendorong ke arah komersialisasi, korporatisasi, kompetisi, dan<br />

pemisahan bisnis dari pemerintahan. Namun transformasi dan restrukturisasi masih belum didukung dengan<br />

perkembangan dalam hal produksi program acara (content gap). Saat ini RRT hanya memproduksi kurang dari 25%<br />

program acara TV.<br />

Partisipasi asing: ada beberapa venture kontrak untuk program block dan produksi acara, serta investasi asing (very<br />

grey) dan hanya terbatas pada TV kabel.<br />

3.7.2.2 FILM<br />

Terlepas dari suksesnya beberapa film China menembus pasar internasional, industri film di RRT sendiri belum<br />

memperlihatkan pertumbuhan yang berarti. Produksi film masih merupakan domain monopoli pemerintah. Keterlibatan<br />

pihak independen, termasuk asing, masih terbatas pada post-production dan exhibit. Namun demikian, tren mulai<br />

mengindikasikan perkembangan yang positif, termasuk di dalam film animasi, dan pintu investasi mulai dibuka melalui<br />

liberalisasi (terkait aksesi WTO) dan dalam kerangka CEPA (closer economic partnership agreement).<br />

Partisipasi asing: post-production, distribusi, streaming, investasi (masih terbatas)<br />

3.7.2.3 RADIO<br />

Industri radio RRT tertinggal jauh dari perkembangan di pertelevisian. Meskipun tingkat penetrasi ke masyarakat yang<br />

lebih luas (93,6% populasi), namun investasi masih sangat terbatas, keterlibatan pemerintah dalam produksi dan<br />

pengaturan channel sangat besar, dan kurangnya diversifikasi pemasukan. Kebanyakan jaringan media dan stasiun radio<br />

saat ini telah membangun dan memiliki website atau portal khusus yang bisa diakses via internet maupun mobile.<br />

Partisipasi asing: limited contractual engagement<br />

3.7.2.4 MUSIK<br />

Sektor ini juga termasuk yang perkembangannya tersendat karena masih diwarnai dengan masalah pembajakan, sensor,<br />

dan licensing atau perijinan (masih dibatasi untuk SOEs).<br />

67


Partisipasi asing: pembuatan content, recording, editing dan post-production, distribusi (sangat terbatas), talent<br />

management.<br />

3.7.2.5 PENERBITAN DAN PERCETAKAN<br />

RRT adalah pasar media berita cetak terbesar di dunia. 60% populasinya membaca koran tiap harinya dan hampir 40<br />

miliar koran terjual setiap tahunnya. RRT juga pasar majalah terbesar kelima dengan jumlah hampir 10.000 judul. Secara<br />

umum, industri ini memiliki prospek pertumbuhan yang sangat positif.<br />

Partisipasi asing: joint venture dalam publishing, dan contractual arrangements.<br />

3.7.2.6 ONLINE GAMES<br />

Industri ini sedang booming di RRT dengan pertumbuhan hampir 50%. Para analis melihat bahwa RRT akan menjadi<br />

dominant producer di kawasan mempertimbangkan keunggulan komparatif dalam hal biaya (dibanding Korea dan<br />

Jepang), sumbe/bahan cerita (dari mitologi dan legendanya yang sangat kaya), talent, dan mulai intensifnya perhatian<br />

dan kebijakan pemerintah dalam industri ini.<br />

Partisipasi asing: semua level dan bagian dari value chain industri ini karena semuanya dioperasikan oleh pihak swasta<br />

(independen), hanya beberapa bagian dari distribusi yang dilakukan oleh SOE.<br />

3.7.2.7 KERAJINAN<br />

Kemajuan yang pesat dari sumber daya manusia (SDM) dan teknologi mebel di China tidak menyurutkan minat<br />

masyarakat Cina terhadap mebel dan barang kerajinan dengan ciri khas etnis yang dimiliki kerajinan <strong>Indonesia</strong>. Hal ini<br />

terlihat dari tingginya minat terhadap produk-produk <strong>Indonesia</strong> pada berbagai pameran mebel dan kerajinan<br />

internasional yang diadakan di Cina. Sebagai contoh, keterlibatan para pengusaha Bali di pameran perdagangan bertaraf<br />

internasional "The 3rd China-Asean Expo" (Caexpo) di Nanning dan "<strong>Indonesia</strong> Solo Exhibition" (ISE) di Shanghai pada<br />

tahun 2006 berimbas pada meningkatnya nilai ekspor dari Bali ke Cina beberapa bulan setelahnya. Nilai ekspor aneka<br />

barang kerajinan dan mata dagangan nonmigas Bali ke China naik menjadi US$ 15,7 juta pada periode Januari-Oktober<br />

2007, jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2006 yang hanya sebesar US$ 9,6 juta. Minat yang<br />

tinggi dari masyarakat Cina ini juga terlihat pada "Shenzhen International Furnirue Exhibition" (SIFE) ke-22 yang diikuti<br />

oleh 40 pengusaha <strong>Indonesia</strong> pada tahun 2008.<br />

3.7.3 Spanyol<br />

Perekonomian Spanyol merupakan perekonomian terbesar kelima di Uni Eropa dan kedelapan terbesar di dunia dengan<br />

total PDB mencapai 1.050 trillion euro (1.358 trillion dollar AS) dengan pendapatan perkapita pada tahun 2007<br />

mencapai 33,221 dollar AS. Kontribusi nilai produksi kreatif terhadap PDB Spanyol pada tahun 2005 diperkirakan<br />

mencapai 2.3% dengan margin keuntungan rata-rata 8% atau dibawah rata-rata negara Eropa yang mencapai 8.7%.<br />

Margin keuntungan tertinggi terdapat pada sektor desain fashion yang mencapai rata-rata keuntungan perusahaan<br />

sektor desain mencapai 13,2%. Beberapa peluang industri kreatif <strong>Indonesia</strong> di pasar Spanyol berada di sektor-sektor<br />

berikut.<br />

3.7.3.1 FILM, VIDEO DAN FOTOGRAFI<br />

Masyarakat Spanyol memiliki antusiasme yang tinggi untuk melihat film dengan 35 persen dari penduduk pergi ke<br />

bioskop minimal sekali dalam sebulan. Total penonton film bioskop dari Januari sampai Desember 2008 mencapai 107<br />

juta pemirsa. Selama setahun, bioskop menampilkan sekitar 1.652 film dan menghasilkan pendapatan sekitar 619,3<br />

juta euro.<br />

68


Walaupun antusiasme masyarakat Spanyol untuk melihat film telah mendorong berkembangnya film produksi Spanyol<br />

dan perusahaan produksi dalam negeri mendapatkan perlindungan, namun pangsa pasarnya didominasi oleh film-film<br />

buatan Amerika Serikat yang mencapai 71.5%. Sedangkan pangsa pasar untuk film produk dalam negeri hanya<br />

mencapai 13.3% dan sisanya berasal dari negara-negara Eropa, Amerika Latin dan Asia. Film-film Asia yang masuk ke<br />

layar lebar bioskop Spanyol berasal dari Jepang, Korea Selatan, RRC, Iran dan Taiwan. Film-film yang diimpor umumnya<br />

digandakan dan memilki kecenderungan terus meningkat. Pada tahun 2008 film asing yang digandakan mencapai<br />

44.856 kopi. Peningkatan tersebut seiring dengan meningkatnya jumlah bioskop multiflex yang mempengaruhi<br />

meningkatnya kamar layar lebar yang pada tahun 2008 mencapai 4.140 kamar.<br />

Pasar Video juga menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang sehat dalam jumlah penjualan dan sewa, namun<br />

pasarnya memiliki kecendurungan menurun. Pada tahun 2008 sekitar 5.831 judul film telah terjual dan 998 di antaranya<br />

adalah produk Spanyol, 1.436 dari negara-negara Uni Eropa dan 2.192 karya Amerika Serikat. Jumlah tersebut<br />

mencerminkan kecenderungan penurunan bila dibandingkan tahun 2007 yang mencapai 6.765.<br />

Preferensi segmen pasar masyarakat Spanyol bila membeli atau menyewa video adalah film animasi dan cocok untuk<br />

anak-anak (35,5 persen), diikuti oleh film dewasa (32 persen), judul untuk umur 13 tahun atau lebih (14,5 persen),<br />

film-film untuk umur 18 tahun atau lebih (11 persen), dan untuk umur 7 tahun atau lebih (7 persen).<br />

Pangsa pasar Spanyol untuk industri film yang mencapai 619.3 juta euro merupakan pasar yang atraktif bagi industri<br />

perfilman <strong>Indonesia</strong>. Namun untuk menembus pasar Spanyol diperkirakan akan menghadapi tantangan yang cukup berat,<br />

khususnya dalam bersaing dengan film-film buatan Hollywood dan buatan dalam negeri.<br />

Film nasional dan asing yang akan ditayangkan di bioskop harus melalui jaringan distribusi. Beberapa perusahaan<br />

distributor terbesar di Spanyol, antara lain, Warner Sogefilm, A.I.E., United International Pictures y Cia., S.R.C, Hispano Fox<br />

Films, S.A.E, Buenavista Intl Spain, Lauren Film, S.A., Columbia Tri-Star Films, Aurum Producciones, LolaFilms Distribucion,<br />

Lider Films, dan Alta Films.<br />

Perusahaan distribusi dan produksi saat ini memiliki kecenderungan semakin terlibat dalam usaha perbioskopan. Seperti<br />

perusahaan bioskop yang baru beberapa tahun dibentuk Premier Megaplex yaitu gabungan perusahaan TV Telecinco dan<br />

TriPictures Patricia Edeline dan lainnya yang sudah aktif dalam sektor perfilman seperti Kinepolis memiliki 25 kamar<br />

bioskop dengan kapasitas 9.000 orang.<br />

Beberapa alternatif strategi yang dapat diambil oleh para insan film <strong>Indonesia</strong> agar dapat memasuki pasar film Spanyol<br />

adalah:<br />

a. Ikutserta dalam festival film yang dilaksanakan di Spanyol.<br />

Spanyol mengadakan beberapa film festival baik untuk animasi, video maupun untuk layar lebar seperti Festival<br />

Internacional De Cine De Sevilla untuk film dokumenter atau Festival Internacional De Nuevas Tecnologias, Arte Y<br />

Comunicación untuk film animasi. Festival Internasional yang bergengsi di Spanyol adalah Festival Internacional de Cine<br />

de San Sebastian yang diselenggarakan 18-26 September. Beberapa aktor Hollywood yang mendapatkan dosnatian<br />

award adalah Max Von Sydow, Matt Dillon (tahun 2006), Richard Gere dan Liv Ullmann (tahun 2007), Antonio Bandera<br />

dan Meryl Streep (tahun 2008).<br />

Beberapa film <strong>Indonesia</strong> telah mengikuti Festival Film di Spanyol, namun belum berhasil masuk diputar dalam bioskop.<br />

Beberapa film <strong>Indonesia</strong> tersebut, antara lain, sebagai berikut:<br />

• Laskar Pelangi ditayangkan di Granada Festival Cines del Sur.<br />

• 10 Tahun Reformasi <strong>Indonesia</strong> ditayangkan di Barcelona Asian Film Festival BAFF 2009<br />

• Berbagi Suami ditayangkan di Comunidad de Madrid Festival Film<br />

• Garasi ditayangkan di Festival Film Infantil di Madrid<br />

69


Produser film yang berkeinginan ikut serta dalam festival harus menyerahkan formulir yang telah diisi dan ditandatangani<br />

sebelum 30 Juli kepada Donostia-San Sebastián Film Commission. Semua film akan dipilih oleh Panitia Seleksi Festival.<br />

Sedangkan persyaratan untuk ikut serta dalam festival ini, film harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:<br />

• Tidak dirilis selama 12 bulan sebelum tanggal Festival.<br />

• Belum disajikan pada kompetisi festival film lainnya baik sebelum maupun ketika penyelenggaraan Donostia-San<br />

Sebastian Festival.<br />

Semua film yang terpilih akan disajikan dalam versi aslinya dengan sub-title Spanyol dan dianjurkan juga memiliki sub-title<br />

berbahasa Inggris untuk memudahkan para juri asing dan profesional di bidang industri film. Pengunjung dalam festival<br />

dibuka untuk umum, lembaga organisasi di bidang perfilman dan dikenakan biaya.<br />

b. Mengadakan produksi bersama di bidang perfilman dengan Spanyol.<br />

c. Melakukan kontak dengan asosiasi distributor dan importer film Spanyol<br />

Organisasi dan Asosiasi-Asosiasi Film dan Animasi di Spanyol yang dapat dijadikan partner bekerja sama antara lain:<br />

a. ADPCE-Asociación de Directores de Producción Cinemtográfica (Association of Directors of Production<br />

Cinemtográfica), http://www.asoc-adpce.es<br />

b. AEC-Asociación Española de Autores de Obras Fotográficas Cinema (Spanish Association of Authors of Works Cinema-<br />

Photography), http://www.aecdirfot.org<br />

c. ALMA - Autores Literarios de Medios Audiovisuales (Literary Authors of Audiovisual Media),<br />

http://www.asociacionalma.es<br />

d. FAPAE-Federación de Asociaciones de Productores Audiovisuales Españoles (Federation of Spanish Audiovisual<br />

Producer Associations), http://www.fapae.es<br />

e. Federación de Cines de España-FECE (Federation of Cinemas in Spain), http://www.fece.com/<br />

3.7.3.2 MUSIK<br />

Pangsa pasar Spanyol untuk industri musik yang mencapai 254,4 juta euro untuk musik rekaman dan 171.3 juta euro<br />

untuk live music merupakan pasar yang atraktif bagi industri musik <strong>Indonesia</strong>. Namun untuk menembus pasar Spanyol<br />

diperkirakan akan menghadapi tantangan yang cukup berat baik untuk jenis musik rekaman maupun live, khususnya<br />

dalam bersaing dengan musik-musik dalam negeri, Amerika Latin dan Barat.<br />

Ada beberapa group musik dari <strong>Indonesia</strong> yang pentas di Spanyol, namun umumnya merupakan vocal group dan musik<br />

tradisional yang bertujuan menarik pariwisata Spanyol ke <strong>Indonesia</strong>. Sedangkan musik pop dan klasik <strong>Indonesia</strong> yang<br />

pentas untuk komersial belum pernah terjadi dan perlu dijajaki. Begitu pula halnya dengan musik rekaman <strong>Indonesia</strong>.<br />

Untuk live music jenis jass, rock&pop, klasik dan lainnya untuk memasuki pasar Spanyol dapat dilakukan melalui<br />

pendekatan kepada agen promotor concert atau mengikuti festival musik. Sementara itu, untuk musik rekaman<br />

diperlukan melakukan hubungan kontak dengan para perusahaan distributor musik yang tergabung dalam Promusicae<br />

(Productores de Música de España) yang merupakan kelompok dagang yang mewakili musik rekaman di Spanyol.<br />

Beberapa organisasi Musik di Spanyol yang dapat dijadikan partner bekerja sama antara lain:<br />

a. Music and Dance Documentation Centre, http://cdmyd.mcu.es/<br />

b. Centre for the Promotion of Contemporary Music, http://cdmc.mcu.es/en/<br />

c. National Youth Orchestra of Spain, http://jonde.mcu.es/<br />

d. National Orchestra and Choir of Spain, http://ocne.mcu.es/<br />

3.7.3.3 LAYANAN PIRANTI LUNAK DAN PERMAINAN INTERAKTIF<br />

70


Pasar Spanyol untuk piranti lunak memiliki pertumbuhan yang tinggi dan pada tahun 2007 mengalami pertumbuhan<br />

sekitar 9,1%. Pertumbuhan tersebut didorong oleh makroekonomi yang baik yang membuat seluruh sektor IT mengalami<br />

pertumbuhan sekitar 8,4%. Nilai pasar Spanyol untuk sektor informasi teknologi pada tahun 2007 mencapai 17.026 juta<br />

euro atau mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun 2006 yang mencapai 15,642 juta euro. Begitu pula halnya<br />

dengan pasar piranti lunak, sejak tahun 2003 terus mengalami peningkatan secara signifikan. Pada tahun 2007 pasar<br />

piranti lunak mencapai 2.940 juta euro atau mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun 2003 yang mencapai<br />

2.008 juta.<br />

Karekter utama pasar Spanyol di bidang piranti lunak dapat digambarkan sebagai berikut:<br />

a. Terkonsentrasinya pasar di dua wilayah yaitu Madrid dan Katalonia;<br />

b. Pengguna perusahaan besar mewakili lebih dari sepertiga pasar IT, namun demikian pasar mulai bergerak ke arah<br />

UKM yang tergantung pada jasa provider untuk pengkomputerisasian.<br />

Untuk mempermudah dalam menggambarkan segmen pasar di Spanyol, piranti lunak akan dibagi menjadi tiga sektor<br />

yaitu sofware aplikasi, software development tools dan software infrastruktur.<br />

23%<br />

36%<br />

Infrastruktur<br />

Aplikasi<br />

41%<br />

Development<br />

Tools<br />

Perusahaan <strong>Indonesia</strong> yang tertarik mengekspor ke pasar Spanyol harus mencurahkan waktu dan tenaga dalam<br />

mempromosikan produknya di pasar Spanyol dengan berpartisipasi dalam pameran dagang, mengiklankan pada<br />

publikasi lokal, dan melakukan kontak pribadi dengan pelanggan potensial merupakan cara terbaik bagi perusahaan<br />

<strong>Indonesia</strong> untuk masuk pasar secara efektif di Spanyol.<br />

Pameran software yang dapat diikuti oleh <strong>Indonesia</strong> adalah sebagai berikut:<br />

a. Simo Network. Pameran yang mengkhususkan di bidang solusi dan jasa ICT yang dilakukan tanggal 22-24<br />

September 2009 di IFEMA Madrid. Sektor yang dipamerkan adalah system and infrastructure, business tool and<br />

solutions, telecomunication and internet. Pameran ini berfokus pada pertemuan bisnis yang dihadiri bagi undangan<br />

dan umum.<br />

b. Medpi Iberia. Pameran tahunan IT, elektronik dan telepon yang diselenggarakan pada tanggal 16-19 Juni dan<br />

berlangsung selama tiga hari di Institución Ferial Alicantina. Pameran ini berfokus sepenuhnya pada pertemuan<br />

bisnis dan dihadiri, khususnya bagi undangan. Targetnya adalah pengusaha distribusi ritel di Spanyol, Portugal dan<br />

Andorra.<br />

Organisasi dan Asosiasi-Asosiasi Piranti Lunak di Spanyol<br />

a. DeSe- Asociación Española de Distribuidores y Editores de Software de Entretenimiento (Spanish Association of<br />

Publishers and Distributors Software Entertainment), http://www.adese.es/main.htm<br />

b. INTECO-Instituto Nacional de Tecnologías de la Comunicación (National Institute of Communication Technologies),<br />

http://www.inteco.es/<br />

c. CENATIC (Centro Nacional de Referencia de Aplicación de las Tecnologías de la Información y la Comunicación),<br />

http://www.cenatic.es/<br />

71


3.7.3.4 DESAIN DAN FESYEN<br />

Desain Spanyol mengalami booming pada era tahun 1980-an dengan adanya kegiatan penting setiap tahun yang<br />

dipublikasikan oleh media lokal dan global di berbagai kota di Spanyol. Pada tahun 1990-an mulai berdiri perusahaanperusahaan<br />

desain seperti Berenguer Group yang memberikan jasa konsultasi untuk menjembatani permasalahn<br />

hubungan antara desainer, perusahaan dan institusi. Permintaan untuk desainer Spanyol pada dunia usaha global juga<br />

meningkat dan desain Spanyol mulai ditampilkan di luar negeri secara global. Pada tahun 1990-an tercatat beberapa<br />

kegiatan penting diadakan di Spanyol, termasuk World's Fair di Seville, Olimpiade di Barcelona dan Madrid dijadikan<br />

Ibukota Budaya Eropa pada tahun 1992.<br />

Lokasi geografis dari penyuplai desain di Spanyol dapat dikatakan sangat terkonsentrasi pada wilayah Cataluña, Madrid,<br />

Valencia, Aragon dan Kepulauan Balearic. Untuk industri graphic design terkonsentrasi di Cataluña (42,7%), Madrid<br />

(17,6%) Valencia (13,8%), Pais Vasco (7,9%) dan Aragón (4,1%). Untuk industri interior design terkonsentrasi di<br />

Cataluña (23,5%), Madrid (12,1%), Valencia (11,8%), País Vasco (10,5%) dan Andalucía (9,6%). Sedang industri<br />

product design dan fashion design terkonsentrasi di Cataluña dan Valencia. Tabel dibawah menunjukkan konsentrasi<br />

industri design di Spanyol. Catalonia merupakan wilayah design yang mewakili 37.9% desain Spanyol diikuti oleh Valencia<br />

dengan 13.7% dan Madrid 13.2%.<br />

Tidak mudah untuk menilai jumlah jasa produksi desain di pasar Spanyol karena tidak adanya klasifikasi dari kegiatan<br />

ekonomi yang mengakibatkan tidak adanya sumber resmi dimana informasi dapat dikumpulkan. Namun demikian, dalam<br />

menganalisa pasar desain di Spanyol dapat dilihat dari kecenderungan sebagai berikut:<br />

a. Posisi desainer dan merek desain pada sistem desain di Spanyol beraneka ragam. Sebagian besar desain memiliki<br />

manufaktur dan mengkontrol distribusinya. Lainnya menggabungkan desain dengan manufaktur atau hanya<br />

distribusi, namun tidak mengcover seluruh mata rantainya. Kelompok ini relatif kecil dan hanya pada desain produk.<br />

b. Meningkatnya kecenderungan terintegrasinya segmen distribusi produk-produk sektor desain.<br />

c. Adanya peningkatan berhijrahnya desainer yang berusaha untuk secara eksklusif memfokuskan pada desain.<br />

d. Meningkatnya penggabungan perusahaan-perusahaan kecil ke perusahaan besar untuk menangani sektor distribusi<br />

Konsumen utama untuk layanan desain di Spanyol adalah sektor swasta yang mencapai 55,5%, individual 28,7%, dan<br />

selebihnya lembaga pemerintah yang umumnya cenderung menggunakan desain perusahaan besar. Distribusi konsumen<br />

berdasarkan daerah dapat dilihat pada tabel berikut.<br />

Tabel 3-4 Distribusi Wilayah Subsektor Desain di Spanyol<br />

Distribusi Wilayah Subsektor Desain Di Spanyol<br />

Graphic Design Interior Design Product Design Fashion Design<br />

Cataluña (42,7%) Cataluña (23,5%) Cataluña (43,7%) Cataluña (45,4%)<br />

Madrid (17,6%) Madrid (12,1%) Valencia (16,6%) Valencia (19,0%)<br />

Valencia (13,8%) Valencia (11,8%) País Vasco (10,6%) Galicia (7,9%)<br />

Pais Vasco (7,9%) País Vasco (10,5%) Madrid (10,3%) Balearic (7,1%)<br />

Aragón (4,1%) Andalucía (9,6%) Galicia (7,6%) C.Madrid (6,3%)<br />

Dalam menembus pasar Spanyol bagi produk desain <strong>Indonesia</strong>, mungkin dapat mencontoh model sukses yang dilakukan<br />

oleh industri desain Spanyol pada segmen fashion produk perempuan yang masuk di pasar Asia Tenggara seperti Zara,<br />

Mango dan lainnya. Asosiasi desainer Spanyol sependapat bahwa kesuksesan tersebut karena adanya konsoslidasi<br />

merek Spanyol sebagai lambang strategi go internasional. Konsolidasi merek telah meningkatkan citra desain Spanyol<br />

pada masyarkat internasional. Proses ekspansi tersebut memang membutuhkan strategi yang jelas dan sumber dana<br />

yang cukup.<br />

72


Pameran Industri Desain yang Dapat Diikuti Oleh Pelaku <strong>Indonesia</strong><br />

a. SIMM - Madrid International Fashion Show<br />

Exhibition site: Feria de Madrid, Sectors attending: Womenswear, menswear, leather wear, intimates/swimwear, Web:<br />

www.semanamoda.ifema.es<br />

b. Encuentro Nupcial Internacional Bridal Exhibition<br />

Exhibition site: Feria de Madrid, Sectors attending: Moda nupcial<br />

c. Bread & Butter Barcelona<br />

Exhibition site: Fira Barcelona, Sectors attending: Womenswear, menswear, footwear, Web: www.breadandbutter.com<br />

d. Barcelona Bridal Week<br />

Exhibition site: Recinto Gran Via, Pabellón 8, Sectors attending: Bridalwear, Web: www.moda-barcelona.com<br />

e. IBERJOYA - The International Jewellery, Silverware, Watches and Auxiliary Industries Trade Show<br />

Exhibition site: Feria de Madrid, Sectors attending: Jewellery, Web: www.iberjoya.ifema.es<br />

f. MODACALZADO - Internacional Footwear Trade Fair<br />

Exhibition site: Feria de Madrid, Sectors attending: Footwear, Web: www.modacalzado.ifema.es<br />

g. Salon Look Internacional 2009<br />

Exhibition site: Feria de Madrid, Sectors attending: Health, beauty and well-being, Web:<br />

www.ifema.es/ferias/salonlook/default.html<br />

Pengunjung pameran tersebut pada dua hari pertama, umumnya dikhususkan kepada para undangan (pengusaha dan<br />

lembaga) dan pada hari ketiga dan seterusnya dibuka untuk umum. Untuk mengikuti pameran-pameran tersebut<br />

diperlukan pendaftaran ke panitia melalui websitenya.<br />

Organisasi dan Asosiasi-Asosiasi Desain di Spanyol<br />

a. Association of New and Young Spanish Designers (Asociación de Nuevos y Jóvenes Diseñadores Españoles)<br />

Address: Segovia 22, Bajos CP 28005 Madrid, Spain<br />

Telp:(34) 915 475 857<br />

Fax. (34) 915 475 857<br />

Web. http://www.nuevosde.com<br />

Asosiasi didirikan pada tahun 1999 untuk mempromosikan kepentingan desainer fashion kawalamuda Spanyol<br />

b. Association of Spanish Fashion Creators (Asociación Creadores de Moda de España)<br />

Address: Centro Puerta de Toledo, C/ Ronda de Toledo, 1-28005 Madrid, Spain<br />

Telp.+(34) 91 366 24 36<br />

Fax.+(34) 91 366 18 70<br />

Web: http://www.creadores.org<br />

Asosiasi ini didirikan tahun 1988 untuk mempromosikan kepentingan desainer fashion Spanyol secar inetrnasional.<br />

c. Asociación de Directores de Diseñadores de Moda de España (Art directors & Grafhic Designers Association of<br />

Spain), http://www.adg-fad.org/home.php<br />

73


3.7.3.5 PENERBITAN DAN PERCETAKAN<br />

Perusahaan <strong>Indonesia</strong> menghadapi persaingan yang ketat dari perusahaan Uni Eropa. Eksportir Uni Eropa mendapatkan<br />

keuntungan dari peraturan umum dan standarisasi yang berlaku di Uni Eropa, pengecualian dari pajak impor dan letak<br />

geografis yang membuat ongkos transportasi lebih murah dan waktu penyerahan (delivery time) yang lebih cepat.<br />

Pengguna lokal umumnya mencari pemasok yang dapat menjamin layanan purna jual. Oleh karena itu, sangat penting<br />

bagi eksportir <strong>Indonesia</strong> memiliki agen/distributor yang handal dan terlatih yang memilki kemampuan jaringan distribusi<br />

penjualan dan layanan purna jual.<br />

Perusahaan <strong>Indonesia</strong> yang tertarik mengekspor ke pasar Spanyol harus mencurahkan waktu dan tenaga dalam<br />

mempromosikan produknya di pasar Spanyol dengan berpartisipasi dalam pameran dagang dan misi dagang,<br />

mengiklankan pada publikasi lokal, dan melakukan kontak pribadi dengan pelanggan potensial merupakan cara terbaik<br />

bagi perusahaan <strong>Indonesia</strong> untuk masuk pasar secara efektif di Spanyol.<br />

Spanyol merupakan pasar yang sangat baik bagi <strong>Indonesia</strong>, dan produk <strong>Indonesia</strong> memiliki reputasi yang sangat baik.<br />

Melakukan kerjasama dengan counterpart Spanyol merupakan salah satu pilihan untuk mengembangkan strategi akses<br />

pasar yang lebih baik. Aliansi ini juga dapat lebih baik dalam melayani kebutuhan klien dan customer.<br />

Prosedur impor menganut peraturan-peraturan perdagangan internasional dengan spesifikasi teknis untuk peralatan<br />

percetakan ditetapkan oleh Uni Eropa dalam the EC Low Voltage Directive (73/23/EEC), yang dilaksanakan oleh Spanyol<br />

pada Januari 1988. Pasal 7 dari directive tersebut mengijinkan membuat sertifikasi sendiri oleh produsen eksportir atau<br />

oleh para perwakilan hukum di negara Uni Eropa, terutama bila produk tersebut dimaksudkan untuk digunakan untuk<br />

industri. Listrik di Spanyol adalah 220 volts/50. Importir Spanyol dan pengguna akhir biasanya lebih memilih spesifikasi<br />

teknis yang ditetapkan dalam bentuk metrik.<br />

Tarif masuk yang berlaku untuk peralatan pencetakan yang berasal dari negara non-Uni Eropa adalah 1,7 persen. Selain<br />

tarif impor, dikenakan 16 persen PPN yang dikenakan pada semua pengiriman tidak melihat negara asal - bahkan untuk<br />

peralatan yang diproduksi di negara-negara anggota Uni Eropa lainnya. Tarif impor dikenakan atas harga CIF.<br />

Umumnya, eksportir memanfaatkan surat kredit sebagai alat untuk pembayaran. Apabila hubungan sudah dekat antara<br />

eksportir dan importir/distributor, bentuk pembayaran lainnya dapat dinegosiasikan menurut kehendak penjual dan<br />

pembeli.<br />

Perjanjian Kontrak: Secara umum, perjanjian perwakilan/distribusi diatur oleh ketentuan yang disepakati oleh kedua<br />

belah pihak. Spanyol menerapkan teori "kebebasan kontrak" yang mana pihak-pihak yang membuat kontrak dapat<br />

membuat ketentuan asalkan tidak melanggar undang-undang Spanyol, moral atau kebijakan umum.<br />

Pasar Spanyol dapat digambarkan sebagai rangkaian pasar beberapa wilayah yang tergabung dalam dua hubs yaitu<br />

Madrid dan Barcelona. Kedua kota metropolitan tersebut tempat berdosmisilinya sebagian besar agen, distributor,<br />

kantor pusat perusahaan, dan bandan pemerintah yang terdiri dari dua blok kekuatan ekonomi negara. Dealer dan<br />

kantor cabang yang terletak di luar Madrid dan Barcelona, umumnya, mendapatkan bantuan dari salah satu dari dua hub<br />

Spanyol tersebut.<br />

Sebagian besar surat kabar dan penerbit buku dan penerbit majalah mengimpor peralatannya secara langsung. Dan<br />

umumnya, distributor Spanyol meminta eksklusif penyalur. Produsen dan eksportir <strong>Indonesia</strong> yang tertarik pada pasar<br />

Spanyol memerlukan agen atau distributor kecuali bila berencana untuk membuka kantor cabang sendiri atau anak<br />

perusahaan di Spanyol.<br />

Pameran Industri Penerbitan dan Percetakan yang Dapat Diikuti Oleh Pelaku <strong>Indonesia</strong><br />

74


LIBER. International Book Fair<br />

Waktu penyelenggaraan 7 - 9 Oktober 2009<br />

Bertempat di paviliun 12 IFEMA.<br />

Organiser: Fira de Barcelona .<br />

Jam Pameran 10.00-19.00<br />

Guest Country tahun 2009: Rusia<br />

Frequency: setiap tahun<br />

Sektor: perusahaan penerbitan, perusahaan seni grafis, multimedia, asosiasi profesional, layanan jasa dan<br />

perusahaan pemasok.<br />

Profil Pengunjung: penerbit, prescriptores, distributor, perpustakaan, autor dan lainnya.<br />

Untuk ikut serta dalam pameran ini perlu mendaftar dan mengisi formulir yang disediakan secara online pada<br />

situs: http://www.liber.ifema.es/<br />

Organisasi dan Asosiasi-Asosiasi Penerbitan dan Percetakan di Spanyol<br />

a. Federación de Gremios de Editores de España (Spanish Publishers‘ Federation)<br />

Cea Bermúdez, 44-2º Dcha.<br />

28003 Madrid<br />

Tel.: 91 534 51 95<br />

Fax: 91 535 26 25<br />

Website:www.federacioneditores.org/<br />

b. Asociación de Empresarios del Comercio del libro de Madrid (Asosiasi Perdagangan Buku Madrid)<br />

C/ Santiago Rusiñol, 8<br />

28040 Madrid<br />

Telp: +34-915346124<br />

Fax: +34-91 5534956<br />

http://www.librerosmadrid.es<br />

c. Federación de Asociaciones Nacionales de Distribuidores de Ediciones (Federation of National Associations of<br />

Distributors of Publications)<br />

C/ Santiago Rusiñol, 8<br />

28040 Madrid<br />

Tel. 902 195 940<br />

http://www.fande.es<br />

d. Sociedad General de Autores y Editores-SGAE (Spanish Society of Authors Composers and Publishers)<br />

Fernando VI, 4<br />

28004 Madrid<br />

Tel: 34913499550/913499500<br />

Website: www.sgae.es<br />

3.7.3.6 KERAJINAN<br />

Spanyol merupakan salah satu negara tujuan utama di Eropa untuk ekspor kerajinan dan mebel <strong>Indonesia</strong>. Berbagai<br />

daerah di <strong>Indonesia</strong> secara rutin mengekspor kerajinan khas daerahnya masing-masing ke Spanyol. Berbagai kerajinan<br />

asal <strong>Indonesia</strong> yang berhasil menembus pasar Spanyol antara lain kerajinan kulit kerang dari Cirebon, kerajinan buah<br />

75


kering dari Nusa Tenggara Barat, kerajinan kayu, kerajinan besi, logam dan sapu lidi dari Bali, serta kerajinan souvenir<br />

berbentuk perkusi dari Malang<br />

Kerajinan berbahan baku kulit kerang seperti hiasan pintu, gorden, dan lain-lain mempunyai permintaan yang cukup<br />

tinggi di Spanyol dengan jumlah dua hingga empat kontainer per bulan. Nilai ekspor kerajinan kulit kerang Cirebon pada<br />

bulan Januari 2009 sebesar US$34,688,93 dan pada bulam Februari meningkat menjadi US$ 43,977.27. Keuntungan<br />

memasarkan kerajinan kulit kerang adalah bahan bakunya yang tersedia sepanjang tahun sehingga setiap bulan bisa<br />

terus memenuhi permintaan luar negeri.<br />

Kerajinan buah kering merupakan komoditi utama kerajinan Nusa Tenggara Barat yang dieskpor ke Spanyol, Amerika<br />

Serikat, Belanda, Jerman dan Jepang. Kerajinan buah kering pada tahun 2007 menyumbang separuh dari total nilai<br />

ekspor kerajinan NTB dari 24 komoditi senilai US$ 679.042,51 atau sekitar Rp. 6,31 miliar. Nilai ekspor kerajinan buah<br />

kering Nusa Tenggara Barat mencapai US$ 344.329,67 atau Rp. 3,202 miliar.<br />

Kerajinan kayu merupakan salah satu ekspor utama kerajinan asal Bali. Pada periode Januari - Agustus 2007, tercatat<br />

hampir 40 % dari nilai ekspor total kerajinan Bali berasal dari kerajinan kayu dengan nilai ekspor senilai US$<br />

63.136.109,16 (nilai total ekspor kerajinan Bali US$ 162.407.149,29). Dari sekian banyak negara pemasok kerajinan<br />

kayu, dalam periode Januari - Agustus 2007 pemasok dari Spanyol berada pada urutan ke tiga setelah Amerika dan<br />

Prancis. Nilai ekspor kerajinan kayu ke Spanyol selama periode tersebut bernilai sebesar 5.198.564,38 dolar AS.<br />

Sedangkan Amerika Serikat senilai 11.507.745,86 dolar AS dan Prancis 7.525.824,46 dolar AS. Ini menandakan bahwa<br />

Spanyol memiliki daya beli tinggi, khususnya untuk jenis kerajinan kayu. Tren aneka jenis kerajinan kayu yang diinginkan<br />

juga bervariasi dan tergantung dari selera konsumen. Selera masyarakat Spanyol pada umumnya hampir sama dengan<br />

Prancis, Amerika, Italia, England dan lain sebagainya.<br />

3.7.4 Argentina<br />

Sejak Argentina mulai pulih dari krisis ekonomi, neraca perdagangan <strong>Indonesia</strong>-Argentina terus menunjukan peningkatan<br />

dengan surplus masih tetap berada di pihak Argentina. Total volume perdagangan kedua negara tahun 2008 adalah<br />

sebesar US$ 747,51 juta atau meningkat 20% dari tahun 2007 dengan surplus bagi Argentina sebesar US$ 281,87 juta.<br />

Ekspor <strong>Indonesia</strong> ke Argentina dalam lima tahun terakhir mengalami kenaikan sebesar 117% dengan nilai ekspor tahun<br />

2008 mencapai US$ 232.82 juta, meningkat 9% dari tahun 2007 sebesar US$ 214.20 juta. Ekspor <strong>Indonesia</strong> ke<br />

Argentina sampai dengan bulan April 2009 tercatat US$ 29,25 ribu atau 0,31% dari total impor Argentina dalam 4 bulan<br />

pertama tahun 2009. Sedangkan nilai impor <strong>Indonesia</strong> dari Argentina adalah sebesar US$ 118,55 ribu atau 0,80% dari<br />

total ekspornya. Jenis Produk Impor utama dari <strong>Indonesia</strong> antara lain adalah karet dan produk turunannya, textil,<br />

footwear, buah kering dan biji coklat serta peralatan elektronik dan mekanik.<br />

Dari data tersebut terlihat bahwa aktivitas perdagangan antar kedua negara masih banyak berkisar pada produk alam<br />

dan manufaktur. Sedangkan produk yang bersifat industri kreatif relatif masih terbuka peluangnya untuk terus<br />

dikembangkan.<br />

3.7.4.1 INDUSTRI AUDIOVISUAL: FILM, ANIMASI, TELEVISI<br />

Impor yang paling menonjol di Argentina antara lain adalah impor buku, film, produk musik, furniture dan kerajinan<br />

tangan. Peningkatan impor buku, film dan musik ini antara lain disebabkan peningkatan minat terhadap buku dan musik<br />

asing, khususnya yang berbahasa Inggris.<br />

Di samping film produksi Hollywood, masyarakat Argentina cukup terbuka dalam menerima film-film produksi negara lain,<br />

baik di layar bioskop maupun di televisi mereka. Event tahunan seperti Festival Film Internasional Mar Del Plata atau<br />

Festival Film Independen Internasional Buenos Aires menjadi acara yang disambut meriah oleh ribuan pecinta film<br />

76


Argentina. Festival film semacam ini menjadi wadah bagi sineas Argentina untuk menunjukkan kualitasnya sekaligus<br />

membuka mata rakyat Argentina serta pasar film Argentina terhadap film asing berkualitas.<br />

Kualitas sumber daya perfilman Argentina termasuk cukup diperhitungkan di kawasan Amerika. Sejauh ini sudah ada 5<br />

praktisi perfilman Argentina yang meraih Oscar, temasuk di antaranya Gustavo Santaolalla yang sudah meraih Oscar dua<br />

kali berturut-turut sebagai penata musik terbaik untuk film ―Brokeback Mountain‖ (2005) dan ―Babel‖ (2006).<br />

Professional Argentina juga acap kali meraih Goya dan San Sebastian Movie Awards. Dari segi kuantitas, perfilman<br />

<strong>Indonesia</strong> dan Argentina sama-sama sedang mengalami kebangkitan yang diiringi peningkatan minat masyarakat<br />

setempat untuk menyaksikan film lokal. Kebangkitan sinema kedua negara ini dapat dimanfaatkan momentumnya tidak<br />

hanya untuk menjalin kerjasama pembuatan film tetapi juga pertukaran pengetahuan dan pengalaman. Salah satu format<br />

film yang menarik untuk dijadikan obyek kerjasama adalah film animasi. Dibandingkan jenis film yang menggunakan<br />

manusia sebagai obyek, film animasi lebih fleksibel karena perbedaan bahasa dan ras tidak terlalu menjadi halangan.<br />

Hal lain yang bisa dikembangkan adalah pertukaran ide dan format untuk acara TV. Sebagai negara pengekspor acara<br />

TV keempat terbesar di dunia, Argentina banyak menggunakan format TV dokumenter dengan syuting di luar negeri,<br />

termasuk di antaranya di <strong>Indonesia</strong> untuk acara budaya dan pariwisata. Di sisi lain, <strong>Indonesia</strong> dengan jumlah saluran TV<br />

dan production house yang cukup tinggi dapat juga menjajaki kerjasama pertukaran program TV dengan Argentina. Di<br />

luar acara film dokumenter, kualitas produksi dan format program TV <strong>Indonesia</strong> lebih menarik dibandingkan program TV<br />

yang ada di Argentina. Jika memungkinkan, <strong>Indonesia</strong> dapat menjual ide dan format acara TV ini kepada production<br />

house atau kanal TV di Argentina.<br />

3.7.4.2 FURNITURE DAN KERAJINAN<br />

Untuk industri kreatif yang berbasis budaya, <strong>Indonesia</strong> mempunyai peluang yang besar untuk produk seperti furnitur dan<br />

kerajinan tangan. Hal ini disebabkan peningkatan minat masyarakat Argentina terhadap produk kerajinan tangan yang<br />

bermotif etnik atau tradisional. Produk asal <strong>Indonesia</strong> termasuk yang cukup diminati dan mempunyai nilai jual tinggi di<br />

Argentina. Hal ini terlihat dari pemasaran produk kerajinan tangan dan furniture asal <strong>Indonesia</strong> di beberapa pusat<br />

perbelanjaan kelas menengah dan atas di Argentina, antara lain meja, kursi, sofa dari kayu dan rotan serta dari eceng<br />

gondok. Kerajinan tangan khas <strong>Indonesia</strong> dinilai memiliki kualitas yang cukup baik dan eksotisme kerajinan tangan khas<br />

<strong>Indonesia</strong> dinilai lebih unik dibanding produk asal Cina dan India yang sudah umum membanjiri pasaran Argentina.<br />

Hal yang harus diperhatikan dalam menjual produk kerajinan tangan dan furniture ke Argentina adalah persaingan dan<br />

selera pasar setempat. Untuk produk furniture kelas menengah bawah, selain produk asal <strong>Indonesia</strong> yang banyak<br />

diimpor ke Argentina adalah produk asal Cina, Vietnam dan Malaysia. Sedangkan untuk furniture kelas atas, produk asal<br />

<strong>Indonesia</strong> dan produk tertentu asal Cina mempunyai pasar yang masih terbuka lebar. Pada tahun 2008, ekspor produk<br />

furniture dan handicraft <strong>Indonesia</strong> ke Argentina mencapai 3,36 juta dollar AS dan 974,232 dollar AS sampai dengan<br />

April 2009.<br />

Pada tanggal 23 Juli – 4 Agustus 2009 <strong>Indonesia</strong> berpartisipasi Exposicion Rural yang merupakan pameran terbesar di<br />

Argentina. Dalam kesempatan ini KBRI Buenos Aires bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Amerika dan Eropa,<br />

Departemen Luar Negeri, Departemen Perindustrian, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata serta BKPM menampilkan<br />

produk-produk khas kerajinan tangan dan perhiasan <strong>Indonesia</strong>. Produk-produk <strong>Indonesia</strong> yang unik menarik minat publik<br />

Argentina yang datang ke anjungan <strong>Indonesia</strong> walaupun pada pameran ini produk-produk yang dipamerkan tersebut<br />

tidak untuk dijual. Meskipun demikian cukup sulit untuk menahan antusiasme pengunjung yang berkeinginan untuk<br />

membeli barang-barang <strong>Indonesia</strong>.<br />

Selain promosi produk-produk dan peluang investasi di <strong>Indonesia</strong>, kepada publik Argentina diperkenalkan pula seni<br />

budaya dan pariwisata <strong>Indonesia</strong> baik melalui pemutaran video tari dan promosi wisata maupun melalui brosur-brosur<br />

yang dibagikan selama pameran. <strong>Indonesia</strong> merupakan satu-satunya negara asing yang berpartisipasi dalam pameran<br />

77


ini. Keikutsertaan <strong>Indonesia</strong> dalam pameran ini merupakan bagian dari rangkaian program Promosi Terpadu <strong>Indonesia</strong><br />

2009 yang diselenggarakan di Paraguay dan Argentina.<br />

3.7.4.3 KERAJINAN: JEWELLERY<br />

Produk lain yang masih terbuka pasarnya bagi <strong>Indonesia</strong> adalah produk perhiasan (jewellery). Kualitas perhiasan di<br />

Argentina baik yang berupa logam (emas, perak) maupun batu-batuan berharga maupun imitasi masih belum terlalu<br />

bagus. Dari beberapa kali pameran yang diadakan KBRI Buenos Aires, produk perhiasan yang dibawa pengusaha<br />

<strong>Indonesia</strong>, khususnya perhiasan batu-batuan dengan desain etnik menarik perhatian besar masyarakat setempat. Di<br />

beberapa pusat perbelanjaan besar Argentina, produk perhiasan dengan motif dan desain etnik ini juga dijual dengan<br />

harga tinggi dengan kualitas yang relatif tidak sebaik produk sejenis di <strong>Indonesia</strong>. Prospek pemasaran jewellery di<br />

Argentina cukup cerah mengingat stándar hidup masyarakat setempat yang cukup tinggi untuk ukuran Amerika Latin dan<br />

kebiasaan masyarakat setempat yang senang menggunakan perhiasan dalam berbagai kesempatan, baik formal<br />

maupun informal. Berdasarkan data dari Mercosur, impor jewellery imitasi dari <strong>Indonesia</strong> ke Argentina pada tahun 2008<br />

mencapai 111.644 dollar AS.<br />

3.7.4.4 MUSIK: ALAT MUSIK<br />

Produk <strong>Indonesia</strong> lainnya yang sudah cukup banyak masuk pasaran Argentina adalah untuk instrumen musik. Pada tahun<br />

2008 impor Agentina dari <strong>Indonesia</strong> untuk alat musik 1.304.875 dollar AS, sedangkan sampai dengan April 2009 impor<br />

produk sejenis mencapai 92,869 dollar AS. Peluang produk ini masih terbuka lebar mengingat minat masyarakat<br />

Argentina terhadap musik cukup tinggi dan pelajaran kesenian di sekolah-sekolah Argentina merupakan salah satu mata<br />

pelajaran yang mendapat perhatian tinggi.<br />

3.7.4.5 FESYEN: PRODUK TEKSTIL<br />

Produk tekstil dari <strong>Indonesia</strong>, baik yang masih berupa benang atau produk jadi telah banyak yang memasuki pasaran<br />

Argentina. Pada tahun 2008, tekstil dan produk manufakturnya yang diimpor Argentina dari <strong>Indonesia</strong> mencapai nilai<br />

56,615,299 dollar AS. Salah satu retail yang terkenal di Argentina, Falabella setiap tahunnya mengimpor pakaian, jeans,<br />

sarung bantal dan produk garmen lain dalam jumlah yang cukup besar dari <strong>Indonesia</strong>.<br />

3.7.4.6 TANTANGAN DAN HAMBATAN<br />

Meskipun terbuka peluang pasar yang cukup besar bagi beberapa produk kreatif <strong>Indonesia</strong> di Argentina, untuk dapat<br />

berhasil menembus pasar Argentina, beberapa hal yang harus diperhatikan eksportir <strong>Indonesia</strong> adalah :<br />

1. Faktor Bahasa<br />

Bahasa resmi Argentina adalah Bahasa Spanyol. Penggunaan Bahasa Spanyol ini menjadi sesuatu yang wajib untuk<br />

banyak dokumen bisnis. Salah satu kasus yang saat ini dihadapi beberapa importir <strong>Indonesia</strong> yang ditangani KBRI<br />

Buenos Aires adalah tuduhan dumping, dimana pengusaha diminta menjawab dokumen investigasi dumping yang<br />

seluruhnya dalam Bahasa Spanyol.<br />

2. Prioritas pada produksi dan tenaga kerja lokal (proteksionisme)<br />

Pemerintah Argentina menunjukkan perhatian yang sangat kuat terhadap keberadaan industri lokal serta<br />

penggunaan tenaga kerja lokal. Perhatian ini antara lain ditunjukkan dalam peraturan-peraturan setempat yang<br />

intinya adalah mengurangi impor dan penggunaan tenaga kerja asing. Bahkan untuk beberapa produk yang<br />

dibutuhkan pasar Argentina, Pemerintah setempat masih berusaha membatasi impor dengan meninggikan pajak<br />

impor atau membuat aturan-aturan tertentu yang menghambat impor dari negara lain. Salah satu contohnya adalah<br />

Peraturan No. 61 tahun 2009 mengenai lisensi impor, dimana importir harus mendapat ijin khusus dari Pemerintah<br />

78


Argentina dengan menyebutkan secara rinci mengenai barang dan jumlah barang yang diekspor. Produk yang<br />

termasuk dalam daftar terkena Peraturan No. 61 ini antara lain tekstil, furniture dan mainan anak.<br />

3. Persaingan dari produsen sejenis<br />

Untuk beberapa produk industri kreatif yang berbasis budaya, <strong>Indonesia</strong> harus bersaing dengan beberapa negara<br />

Asia lain dan Brazil. Selain Cina dan India, Vietnam, Thailand, dan Malaysia merupakan negara yang banyak<br />

mengekspor produk furniture, kerajinan tangan dan garment. Untuk itu, selain peningkatan desain, kualitas produksi,<br />

pengusaha <strong>Indonesia</strong> perlu pemahaman yang lebih mendalam mengenai selera masyarakat setempat. Selain<br />

menyukai produk dengan nilai etnis/tradisional tinggi, masyarakat Argentina umumnya menyukai produk dengan nilai<br />

artistik yang unik dan seni alternatif.<br />

4. Faktor jarak dan biaya transportasi<br />

Untuk produk-produk tertentu, seperti tekstil, furniture dan kerajinan tangan, faktor jarak yang jauh antara Argentina<br />

dan <strong>Indonesia</strong> berdampak besar pada biaya transportasi dan waktu pengiriman. Tetapi untuk beberapa produk kreatif<br />

lain yang mengutamakan desain dan ide, hal ini tidak terlalu menjadi masalah, khususnya dengan teknologi informasi<br />

yang sudah ada saat ini.<br />

3.7.5 Afrika Selatan<br />

Peluang kerjasama antar asosiasi industri kreatif <strong>Indonesia</strong> dan Afrika Selatan terbuka lebar, karena adanya MoU on<br />

Culture Cooperation antar kedua negara. Melalui pelaksanaan MoU ini, diharapkan interaksi asosiasi-asosiasi insan kreatif<br />

kedua negara dapat diintersifkan. Untuk mendorong pemasaran industri kreatif <strong>Indonesia</strong> di pasar Afrika Selatan<br />

diperlukan upaya yang berkesinambungan dan tanpa henti, dengan memanfaatkan keikut-sertaan insan kreatif <strong>Indonesia</strong><br />

dalam berbagai pameran dan festival di Afrika Selatan.<br />

3.7.5.1 FILM DAN ANIMASI<br />

Perfilman Afrika Selatan merupakan yang tertua kedua di dunia setelah Amerika Serikat, dengan sejarah yang cukup<br />

panjang dalam perkembangannya. Industri perfilman dan animasi pada umumnya memiliki kantor dan kegiatan di Cape<br />

Town dan Johannesburg.<br />

Pada tahun 2007, produksi film dan animasi Afrika Selatan mencapai nilai sebesar 11.5 milliar Rand (atau setara dengan<br />

1,53 milliar Dollar Amerika Serikat). Untuk memajukan industri perfilman dan animasi, pemerintah Afrika Selatan<br />

membentuk National Film & Video Foundation (NFVF). Yayasan ini memiliki mandat dari parlemen untuk mengembangkan<br />

dan mempromosikan industri film, video dan animasi di Afrika Selatan. Selama tahun 2006 dan 2007, yayasan<br />

memberikan bantuan hibah senilai R 46,5 juta bagi pengembangan dan pembuatan film feature, film singkat, seri televisi,<br />

dokumenter dan proyek animasi, serta menyediakan beasiswa bagi para mahasiswa.<br />

Salah satu strategi yang dilakukan oleh NFVF untuk menempatkan film-film Afrika Selatan di arena perfilman internasional<br />

adalah secara aktif berpartisipasi dalam berbagai festival film dunia sejak tahun 2000. Bahkan tercatat sejak tahun 1997,<br />

film-film Afrika Selatan telah menjadi peserta resmi festival film internasional di Cannes, Perancis. Sebagai hasil dari ikut<br />

sertanya dalam festival film internasional, film ―Tsotsi‖ memenangkan piala Oscar dari Hollywood sebagai film asing<br />

terbaik tahun 2007 dan film ―Yesterday‖ tampil sebagai film asing yang dinominasikan dalam piala Oscar pada tahun<br />

2005. Disamping itu, NFVF meningkatkan juga kualitas perfilman di Afrika Selatan, dengan menyelenggarakan berbagai<br />

jenis festival film di dalam negeri setiap tahunnya.<br />

Beberapa festival film yang terkenal di Afrika Selatan, antara lain:<br />

Durban International Film Festival, KwaZulu-Natal<br />

Encounters Documentary Festival, Johannesburg<br />

79


TriContinental Film Festival, Cape Town<br />

North West Film Festival<br />

Apollo Film Festival, Northern Cape<br />

Cape Town World Cinema Festival<br />

KwaMashu Film Festival, KwaZulu-Natal<br />

Afrika Selatan juga telah menjadi tujuan bagi pembuatan film-film Hollywood. Daya tarik untuk melakukan pembuatan film<br />

di Afrika Selatan, antara lain lokasi yang indah, infrastruktur yang memadai, dan biaya produksi 30 % - 40 % lebih murah<br />

dibandingkan di Amerika Serikat, dan 20 % lebih rendah dibandingkan dengan Australia.<br />

Disamping dipasarkan di dalam negeri, pada umumnya film-film terbaik Afrika Selatan, juga ditayangkan di negara-negara<br />

SADC (Southern Africa Development Cooperation) yang terdiri dari Lesotho, Swaziland, Namibia, Zambia, Botswana,<br />

Mozambique, Zimbabwe, Malawi, Angola, dan Mandagaskar.<br />

Di bidang industri animasi, terdapat beberapa perusahaan Afrika Selatan yang telah berhasil menerobos pasar<br />

internasional seperti ―Triggerfish Animation-Cape Town‖, dan ―Ambient Animation-Johannesburg‖.<br />

Guna terus mengembangkan kualitas produk animasi Afrika Selatan, festival animasi terkemuka diselenggarakan setiap<br />

tahunnya, yaitu Animationxchange di Johannesburg.<br />

Beberapa asosiasi insan kreatif Subsektor Film dan Animasi di Afrika Selatan, yang dapat dijadikan mitra dalam<br />

melakukan tukar menukar informasi untuk mengembangkan dan memajukan industri kreatif, yaitu:<br />

1. The Commercial Producers Association of South Africa (CPA)<br />

Alamat : P.O. Box 413005, Craighall 2024, South Africa<br />

Telepon : +27 11 673-6809<br />

Fax : +27 86 674-8321<br />

e-mail : bobby@cpasa.tv<br />

Website : www.cpasa.tv<br />

2. The Documentary Fimmakers Association (DFA)<br />

3. Animation South Africa<br />

Alamat : DFA c/o Underdog, P.O. Box 30, Melrose Arch 2076, South Africa<br />

Telepon : +27 83 901-2000<br />

Fax : +27 86 696-4460<br />

e-mail : info@docfilmsa.com<br />

Website : www.docfilmsa.com<br />

Alamat : P.O. Box 3472, Pinegowrie, 2123, South Africa<br />

Telepon : +27 11 293-3365<br />

Fax : +27 86 640-6035<br />

e-mail : info@animationsa.org<br />

Website : www.animationsa.org<br />

4. South African Guild of Animators<br />

Alamat : P.O. Box 1044, Northcliff 2115, Johannesburg, South Africa<br />

Telepon : +27 11 787-7300<br />

Fax : +27 11 781-1597<br />

5. South African Scriptwriter‘s Association (SASWA)<br />

80


Alamat : P.O. Box 91937, Auckland Park 2006, Johannesburg, South Africa<br />

Telepon : +27 11 678-3838<br />

Fax : +27 11 678-3838<br />

e-mail : saswa@global.co.za<br />

6. South Africa Society of Cinematographers (SASC)<br />

Alamat : P.O. Box 81251, Parkhurst 2120, South Africa<br />

Telepon : +27 11 788-0802<br />

Fax : +27 11 788-0802<br />

e-mail :sasc@mweb.co.za<br />

7. National Television and Video Association (NTVA)<br />

Telepon : +27 21 424-7575<br />

Fax : +27 21 424-7580<br />

e-mail : ntva@iafrica.com<br />

Website : www.ntva.org.za<br />

8. The Independent Producers Organization (IPO)<br />

Alamat : P.O. Box 2381, Saxonwold 2132, South Africa<br />

Telepon : +27 11 719-4023<br />

e-mail : administrator@ipo.org.za<br />

Website : www.ipo.org.za<br />

9. Women in Film and Television South Africa (WIFTSA)<br />

3.7.5.2 MUSIK<br />

Telepon : +27 21 794-2286<br />

Fax : +27 21 794-9960<br />

e-mail : info@wiftsa.org.za<br />

Website : www.wiftsa.org.za<br />

Produksi musik Afrika Selatan terus berkembang, karena memiliki nilai budaya yang sangat tinggi dan mempunyai nilai<br />

ekonomi yang besar melalui penghasilan hak cipta. Berdasarkan data ―Southern African Music Rights Organization‖<br />

(SAMRO), pada tahun 2007, organisasi tersebut berhasil menghimpun dana royalty sebesar 350 juta Rand (setara<br />

dengan US$. 45 juta), dan senilai 250 juga Rand (US$ 32 juta) dibagikan kepada para pemusik yang miliki hak cipta.<br />

Pada tahun 2008, tercatat penjualan CD musik di Afrika Selatan mencapai 225 juta dollar Amerika Serikat. Jumlah<br />

tersebut cukup besar untuk satu negara di benua Afrika.<br />

Peranan Departemen Seni dan Budaya dalam memajukan industri musik, antara lain menyelenggarakan ―South African<br />

Music Week‖, dan ―Moshito Music Conference and Exhibition‖ setiap tahun. Dalam rangka meningkatkan mutu<br />

perusahaan rekaman telah dibentuk ―Recording Industry of South Africa‖ (RISA). Selanjutnya, menyelenggarakan ―South<br />

African Music Awards‖ (SAMAs), yang merupakan ajang pemilihan penyanyi dan industri musik terbaik di Afrika Selatan.<br />

Disamping itu, Departemen Seni dan Budaya juga mengadakan berbagai festival musik yang bertaraf internasional,<br />

antara lain:<br />

Jazzathon di Cape Town<br />

Joy of Jazz di Johannesburg<br />

Splashy Fen di Durban<br />

81


Cape Town International Jazz Festival<br />

ObzFestival di Cape Town<br />

Di kancah musik internasional, beberapa penyanyi dan pemusik Afrika Selatan telah berhasil menempatkan dirinya<br />

sebagai penyanyi dunia. Dalam kaitan ini, penyanyi jazz terkemuka Mariam Makheba, merupakan wanita Afrika pertama<br />

yang memenangkan Grammy Awards di Amerika Serikat untuk kategori Best Folk Recording di tahun 1966; kelompok<br />

penyanyi tradisional Ladysmith Black Mamboza untuk kategori the Best Traditional World Music Album (1967, 2005, dan<br />

2009); serta the Soweto Gospel Choir memenangkan Grammy Awards untuk kategori the Best Traditional World Music<br />

pada tahun 2007.<br />

Karya para pemusik Afrika Selatan juga dipasarkan di Negara anggota SADC (Southern Africa Development Cooperation),<br />

seperti Namibia, Angola, Botswana, Zambia, Malawi, Swaziland, Mozambique, Lesotho, dan Mandagaskar. Dengan<br />

demikian selain mendapatkan pasar di dalam negeri Afrika Selatan, tetapi juga memanfaatkan pasar 9 negara SADC<br />

lainnya.<br />

Beberapa asosiasi insan kreatif Subsektor Musik di Afrika Selatan, yang dapat dijadikan mitra dalam melakukan tukar<br />

menukar informasi untuk mengembangkan dan memajukan industri kreatif, yaitu:<br />

1. Association of Independent Record Companies South Africa (AIRCO)<br />

Alamat : 85 1 st Avenue, Melville 2196, South Africa<br />

Telepon : +27 11 482-8305<br />

Fax : +27 11 482-5822<br />

e-mail : info@airco.org.za<br />

Website : www.airco.org.za<br />

2. Recording Industry of South Africa (RISA)<br />

Alamat : PO Box 367, Randburg 2125, South Africa<br />

Telepon : +27 11 886-1342<br />

Fax : +27 11 886-4169<br />

Website : www.risa.org.za<br />

3. South African Music Performance Rights Association (SAMPRA)<br />

Alamat : Suite 4, 150 Bram Fischer Drive, Cnr. Republic Road, Randburg, South Africa<br />

Telepon : +27 11 886-1342<br />

Fax : +27 11 886-4169<br />

e-mail : info@sampra.org.za<br />

Website : www.sampra.org.za<br />

4. South African Recording Rights Association Limited (SARRAL)<br />

Alamat : P.O. Box 2017, Braamfontein 2017, South Africa<br />

Telepon : +27 11 339-1333<br />

Fax : +27 11 339-1403<br />

e-mail : info@sarral.org.za<br />

Website : www.sarral.org.za<br />

5. Southern African Music Rights Organization (SAMRO)<br />

Alamat<br />

: PO Box 31609, Braamfontein 2017, South Africa<br />

82


Telepon : +27 11 0861 111 72676<br />

Fax : +27 11 430-1934<br />

e-mail : customerservices@samro.org.za<br />

Website : www.samro.org.za<br />

3.7.5.3 DESAIN DAN PIRANTI LUNAK<br />

Industri desain termasuk peranti lunak di Afrika Selatan telah berkembang dengan pesat. Hal ini disebabkan karena<br />

adanya kerjasama yang sinergi antara pemerintah, swasta, dan berbagai asosiasi untuk mempromosikan desain hasil dari<br />

para perancang Afrika Selatan.<br />

Untuk menampung kepentingan serta meningkat kualitas hasil perancang Afrika Selatan, telah diselenggarakan pameran<br />

Design Indaba setiap tahunnya di Cape Town. Saat ini, Design Indaba merupakan salah satu pameran desain terkemuka<br />

di dunia. Mengingat menampilkan beragam produk, antara lain desain grafis, dekorasi, periklanan, penerbitan, jewelry,<br />

desain interior, film, kerajinan, pakaian, dan bahkan arsitektur. Pameran ini, telah menarik jumlah pengunjung dari luar<br />

negeri yang membeli berbagai produk dan hak cipta hasil para perancang Afrika Selatan, maupun menjalin kerjasama<br />

bisnis.<br />

Majalah Design Indaba merupakan majalah pertama dan satu-satunya dari benua Afrika yang pernah memenangkan Best<br />

Design for New Magazine Award pada Folio Show in New York pada tahun 2005. Pada tahun 2009 majalah tersebut,<br />

dimasukkan sebagai Colophon‘s Top 100 Most Innovative Magazines in the World.<br />

Perlindungan terhadap hak cipta dan standardisasi desain Afrika Selatan faktor yang sangat diperhatikan oleh pemerintah<br />

Afrika Selatan. Setiap produk desain yang dihasilkan akan dilindungi oleh hak cipta, dan untuk standardisasi akan<br />

mengacu pada standard yang ditetapkan oleh South African Bureau of Standards (SABS). Dengan demikian, produk<br />

desain Afrika Selatan memiliki nilai kompetitif setara dengan produk-produk desain dari Negara-negara maju.<br />

Dalam rangka mendorong pengembangan desain, Departemen Seni dan Budaya telah meluncurkan gagasan untuk<br />

pembentukan ―Skill Centre‖. Inisiatif ini telah berhasil mempromosikan kerjasama pihak swasta dan pemerintah dalam<br />

mengembangkan desain produk dan tehnik desain dengan peralatan komputer.<br />

Beberapa gagasan yang telah dilakukan, antara lain:<br />

Kerjasama dengan South African Fashion Week yang merupakan anjang pemilihan hasil rancangan pakaian terbaik<br />

dan terpopuler di Afrika Selatan, guna mendorong keterlibatan masyarakat dalam industri perancangan pakaian,<br />

Mengajak para perancang terkenal untuk menjadi tutor dalam pelatihan guna mencari bakat-bakat baru, serta<br />

mengembangkan berbagai rancangan dalam produk kerajinan,<br />

Membentuk pusat pengembangan desain bekerjasama dengan lembaga penelitian dan universitas dalam<br />

mengembangkan produk desain, dan mencari teknologi dan perantik lunak yang tepat untuk digunakan dalam<br />

industri desain.<br />

Dalam kerjasama kemitraan, pemerintah dan sektor swasta membentuk Design Indaba Trust sebagai lembaga non-profit<br />

yang menghimpun dana untuk memberikan beasiswa bagi para mahasiswa kurang mampu, serta mengadakan program<br />

pelatihan di bidang desain.<br />

Sebagai gambaran, beberapa produk desain terkenal dari Afrika Selatan, adalah:<br />

a. Tonic Design Studio Johannesburg, merancang perlengkapan lounge room dan restoran di Eropa, Amerika Serikat,<br />

dan di beberapa negara Afrika.<br />

b. Sian Eliot – Team Two, mendesain lampu yang disebut dengan Faraway Tree, yang telah dipesan oleh beberapa<br />

hotel di San Francisco, Hong Kong, Stockholm dan Mumbai.<br />

83


c. Helon Melon Bedding – Cape Town, merancang alas tempat tidur dengan desain metallic embroidered linen, dan<br />

telah diekspor ke Inggris, Amerika Serikat, negara-negara Teluk, dan beberapa Negara Eropa.<br />

d. Afro – Cape Town, merancang tas dan bantal terbuat dari bahan kain, dan diekspor ke Austria.<br />

e. Heath Nash, mendesain atas lantai berbuat dari bekas penutup botol yang didaur-ulang, dan diekspor ke beberapa<br />

negara Eropa.<br />

f. Greg and Roche Dry, merancang kursi gantung dan berbagai bentuk furniture modern, dan diekspor ke Amerika<br />

Serikat.<br />

g. Frauke Stegmann, mendesain kotemporer produk tableware, hasilnya diekspor ke Denmark, Amerika Serikat, Inggris<br />

dan Jepang.<br />

h. Maira Koutsoudakis interior design, merancang berbagai produk untuk dekorasi hotel serta eco-resort, dan<br />

produknya diminati di Perancis, Inggris, Jepang, dan Jerman.<br />

Beberapa asosiasi insan kreatif Subsektor Desain dan Piranti Lunak di Afrika Selatan, yang dapat dijadikan mitra dalam<br />

melakukan tukar menukar informasi untuk mengembangkan dan memajukan industri kreatif, yaitu:<br />

1. South African Fashion Designers Association (SAFDA)<br />

Telepon : +27 11 333-2636<br />

Fax : +27 11 337-8914<br />

e-mail : sonwabile@vukanifashions.com<br />

2. South African Communication Design Council (Think)<br />

Alamat : PO Box 1887, Fourways Gardens 2068, South Africa<br />

Telepon : +27 11 467-7945<br />

Fax : +27 86 510-9735<br />

e-mail : think@think.org.za<br />

Website : www.think.org.za<br />

3.7.5.4 PENERBITAN DAN PERCETAKAN<br />

Industri penerbitan dan percetakan terus meningkat setiap tahunnya, walaupun belum dapat disejajarkan dengan negaranegara<br />

maju. Namun dalam kualitas produk penerbitan, khususnya kesusasteraan Afrika Selatan telah diakui oleh dunia<br />

internasional. Tercatat dua penulis sastra Afrika Selatan yang pernah memenangkan hadiah Nobel di bidang<br />

kesusasteraan, yaitu Nadine Gordimer (1991), dan John Maxwell Coetzee (2003).<br />

Sebagai catatan tahun 2007, pendapatan dari industri penerbitan dan percetakan mencapai nilai 3.544 milliar Rand<br />

(atau setara dengan 506,2 juta Dollar Amerika Serikat). Dalam pembagian pasar, hampir sebesar 92,5 persen dikuasai<br />

oleh perusahaan-perusahaan besar, sedang sisanya sebesar 7,5 persen dilakukan oleh pengusaha menengah dan kecil<br />

(UKM).<br />

Pangsa pasar buku terbesar dikuasai oleh buku-buku pelajaran sekolah sebesar 54,96 persen. Sedangkan journal dan<br />

majalah yang berkaitan dengan masalah politik, ekonomi, bisnis dan isu sosial mencapai 28,68 persen. Selanjutnya untuk<br />

buku-buku lembaga pendidikan tinggi memiliki pangsa pasar sebesar 12 persen. Sedangkan majalah hiburan hanya<br />

mencapai 4,36 persen.<br />

Dalam rangka memajukan industri penerbitan dan percetakan, Departemen Seni dan Budaya menyelenggarakan festival<br />

Time of the Writer, setiap tahun, sebagai anjang pertemuan para penulis Afrika Selatan. Disamping itu, memberikan<br />

mandat kepada Print Industries Cluster Council (PICC), untuk melakukan penelitian terhadap kebiasaan membaca warga<br />

Afrika Selatan, serta menginformasikan hasil penelitian tersebut kepada para pelaku industri penerbitan dan percetakan.<br />

84


Untuk mendorong penerbitan buku dalam bahasa daerah, Departemen Seni dan Budaya telah meluncurkan Indigenous<br />

Literature Publishing Project. Proyek ini ditujukan untuk mendorong pertumbuhan penerbitan berbagai buku dalam<br />

bahasa daerah dan mendorong pembaca baru. Dipihak lain, bekerjasama dengan Publishing Association of South Africa<br />

(PASA) memberikan penghargaan terhadap penulis terbaik Afrika Selatan, serta mengembangkan budaya baca di<br />

kalangan masyarakat.<br />

Beberapa asosiasi insan kreatif Subsektor Penerbitan dan Percetakan di Afrika Selatan, yang dapat dijadikan mitra dalam<br />

melakukan tukar menukar informasi untuk mengembangkan dan memajukan industri kreatif, yaitu:<br />

1. Publishers‘ Association of South Africa (PASA0<br />

Alamat : PO Box 106, Green Point 8051, South Africa<br />

Telepon : +27 21 425-2721<br />

Fax : +27 21 421-3270<br />

e-mail : pasa@publishsa.co.za<br />

Website : www.publishsa.co.za<br />

2. Online Publishers‘ Association of South Africa (OPA)<br />

Telepon : +27 11 454-3534<br />

Fax : +27 11 454-3534<br />

e-mail : info@opa.orga.za<br />

Website : www.opa.org.za<br />

3. Magazine Publishers‘ Association of South Africa (MPASA)<br />

Alamat : P.O. Box 47184, Parklands 2121, Johannesburg South Africa<br />

Telepon : +27 11 484-3624<br />

Fax : +27 11 484-3654<br />

e-mail : MelonyB@printmedia.org.za<br />

Website : www.mpasa.org.za<br />

3.7.5.5 PAMERAN INDUSTRI KREATIF DI AFRIKA SELATAN<br />

Beberapa pameran penting bagi produk industri kreatif yang diselenggarakan di Afrika Selatan:<br />

1. The Woman Show 2009: merupakan pameran produk desain busana wanita dan perhiasan, diselenggarakan pada<br />

tanggal 29 Juni – 28 Juli 2009, di Coca-Cola Dom, Johannesburg.<br />

2. The National Arts Festival: merupakan pertemuan para seniman dan pelaku industri kreatif terbesar di benua Afrika,<br />

diselenggarakan tanggal 2 – 9 Juli 2009, di Grahamstown, Eastern Cape.<br />

3. House and Garden show 2009: pameran yang memusatkan perhatian untuk dekorasi rumah, peralatan rumah<br />

tangga, serta berbagai perlengkapan taman, diadakan pada tanggal 3 Juli – 12 Juli, di ICC Durban.<br />

4. Mediatech Africa: pameran industri kreatif berbasis teknologi antara lain animasi dan peranti lunak, diadakan pada<br />

tanggal 23-25 Juli 2009, Coca Cola Dom, Johannesburg.<br />

5. Jewellex International: pameran desain perhiasan dari logam, batu mulia, dan mutiara, diselenggarakan pada tanggal<br />

25 – 27 Juli 2009, di Sandton Convention Center, Johannesburg.<br />

6. Decorex Johannesburg: pameran desain dekorasi rumah, diadakan pada tanggal 6 – 10 Agustus 2009, di Midrand,<br />

Gauteng Province.<br />

7. Capital Arts Festival: merupakan ajang festival musik, tarian, visual arts, dan teater yang diikuti oleh 20 negara,<br />

diselenggarakan pada tanggal 30 Agustus – 7 September 2009, di Pretoria.<br />

85


8. Print Expo South Africa: pameran hasil penerbitan dan percetakan, diselenggarakan tanggal 20 – 23 Oktober 2009,<br />

di Cape Town International Convention Centre, Cape Town.<br />

3.7.5.6 KONDISI PASAR DAN PELUANG EKSPOR DI AFRIKA SELATAN<br />

Pasar Afrika Selatan dapat dibedakan ke dalam empat kategori. Pertama adalah Pasar Kulit Putih yang jumlahnya 9,2%<br />

dari penduduk Afrika Selatan. Jenis produk yang dapat dipasarkan adalah yang berkualitas tinggi dan unik seperti<br />

furniture ukiran, kemeja batik sutera, kosmetik tradisional ternama, terutama untuk spa. Kedua, Pasar Kulit Hitam yang<br />

merupakan pasar terbesar di Afrika Selatan dengan jumlah penduduk 37,5 juta jiwa, tapi memiliki daya beli yang relatif<br />

rendah. Peluang pasar untuk kategori ini adalah furnitur dan kemeja batik.<br />

Ketiga, Pasar Keturunan India yang tercatat mencakup 2,5% dari total jumlah penduduk Afrika Selatan. Mereka memiliki<br />

daya beli yang relatif cukup tinggi karena sebagian besar bergerak di sektor swasta. Adapun jenis produk yang potensial<br />

dipasarkan dikalangan ini adalah produk garmen dan tekstil, makanan (halal dan oriental food) dan produk-produk<br />

ukiran. Keempat adalah Pasar keturunan <strong>Indonesia</strong> (Cape Malay). Produk yang bisa dikembangkan untuk masyarakat<br />

yang berjumlah 1 juta jiwa ini adalah produk-produk batik, halal and oriented food dan produk budaya yang bernafaskan<br />

Islam (ukiran ayat al Quran dari kayu, gypsum dan aksesori muslim).<br />

Untuk menggarap pasar Afrika Selatan dibutuhkan penggalangan jaringan. Produk <strong>Indonesia</strong> dikenal dengan kualitasnya<br />

yang terjamin dibandingkan dengan produk sejenis buatan China atau dengan India dan harganya lebih terjangkau<br />

daripada buatan Eropa. Produk ukiran kayu cukup unggul dibandingkan negara-negara lain. Furnitur <strong>Indonesia</strong> juga telah<br />

menciptakan trademark serta kelas tersendiri. Meski bersaing dengan negara-negara lain khususnya ASEAN (Malaysia,<br />

Vietnam dan Filipina) dan China, pemasaran produk <strong>Indonesia</strong> di pasaran Afrika Selatan cukup terbuka lebar. Produk<br />

budaya <strong>Indonesia</strong> yang sudah mulai beredar di Afrika Selatan adalah kursi bambu, osier dan cane, kursi dengan frame<br />

kayu, funitur dan produk kayu lainnya, tikar anyaman, patung dan ornamen lain yang terbuat dari keramik, ukiran tangan<br />

yang terbuat dari lilin, tambang, resin dan lilin model, lukisan tangan dan ukiran pahatan. Untuk itu, diperlukan upaya<br />

yang lebih giat lagi dari para pengusaha <strong>Indonesia</strong> untuk membangun jejaring kerja dengan pihak Afrika Selatan.<br />

Penyelenggaran Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan merupakan peluang bisnis yang tidak dapat dilewatkan begitu saja<br />

untuk memasarkan produk unggulan <strong>Indonesia</strong> seperti produk kerajinan tangan dan cinderamata. Salah satu masalah<br />

serius yang menghambat upaya produk ekspor <strong>Indonesia</strong> tersebut ke Afrika Selatan adalah tidak adanya akses<br />

transportasi langsung. Jalan keluar untuk hal ini adalah menjalin joint production dan joint marketing guna memperlancar<br />

pengiriman barang dan akses produk <strong>Indonesia</strong>. Ini kerjasama yang bersifat saling menguntungkan karena memberikan<br />

peluang kerja bagi warga Afrika Selatan sekaligus menjamin pasar bagi bahan baku produk yang dihasilkan di Afrika<br />

Selatan. Sejumlah pengusaha <strong>Indonesia</strong> yang bergerak dibidang furnitur, kerajinan/cinderamata, batik, tekstil dan<br />

peralatan pertanian (traktor), yang berada dibawah koordinasi KADIN <strong>Indonesia</strong> kawasan Selatan Afrika dan G-15, telah<br />

menandatangani kerjasama produksi dan pemasaran dengan Eastern Cape Development Cooperation (ECDC/Kantor<br />

BUMN) Afrika Selatan.<br />

3.7.6 Maroko<br />

Dengan jumlah penduduk Maroko sekitar 30 juta, GNP sebesar US$ 87,5 milyar atau GNP per kapita US$ 1.872 dan<br />

tingkat pertumbuhan ekonomi 2,5% pada tahun 2007, serta inflasi yang hanya mencapai 2%, Maroko memiliki prospek<br />

pasar dan potensi ekonomi domestik yang dapat diandalkan. Selain itu, Maroko dapat dijadikan sebagai ''batu loncatan"<br />

bagi pemasaran produk ke seluruh kawasan dunia khususnya produk <strong>Indonesia</strong> ke kawasan Eropa, Afrika Utara dan<br />

Timur Tengah. Sebagai salah satu anggota WTO, Maroko juga telah menandatangani perjanjian perdagangan bebas<br />

dengan Uni Eropa yang secara bertahap mulai diberlakukan sejak 2000 dan berlaku penuh pada 2010. Selain dengan<br />

Uni Eropa, Maroko juga telah membuat sejumlah kesepakatan kerjasama perdagangan bebas dengan sejumlah negara di<br />

kawasan yang cukup potensial antara lain: Tunisia, Jordania, Mesir, AS, Turki. Pemerintah Maroko saat ini tengah giat<br />

86


melakukan pembangunan infrastruktur bagi pengembangan teknologi informasi dalam negeri. Beberapa kegiatan<br />

pembangunan infrastruktur yang dilakukan adalah pembangunan jaringan fiber optik dan microwave yang diharapkan<br />

dapat memberikan akses lebih besar terhadap distribusi fasilitas internet mau pun transfer data nirkabel di Maroko.<br />

Peluang Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> di Maroko<br />

Kemampuan untuk bersaing di Maroko sangat ditentukan olehkemampuan bahasa Prancis dan Arab yang merupakan hal<br />

terpenting dalam upaya penetrasi pasar di Maroko. Berbagai sertifikasi dan dokumen tender yang dikeluarkan oleh<br />

pemerintah setempat harus diterjemahkan dalam bahasa Perancisdan Arab yang sering membutuhkan waktu bagi pihakpihak<br />

yang tidak menguasai bahasa tersebut. Pada segi pengadaan sumber daya manusia (SDM), SDM <strong>Indonesia</strong><br />

memerlukan sertifikasi internasional untuk menjamin kualitas dan daya saing agar dapat bekerja di Maroko. Beberapa<br />

sektor industri kreatif yang berpotensi bagi <strong>Indonesia</strong> di Maroko antara lain:<br />

Film: Pemerintah Maroko mempunyai perhatian yang baik terhadap dunia perfilman di Maroko. Salah satu buktinya<br />

adalah dengan adanya festival film internasional di Marakesh (kota pariwisata utama di Maroko) sejak tahun 2001.<br />

Festival dilaksanakan setiap akhir tahun yang dihadiri oleh para insan film dunia seperti sutradara, produser, aktor<br />

dan aktris film, distributor, dan jurnalis. Inisiasi awal yang telah dilakukan KBRI Rabat adalah melakukan serangkaian<br />

kegiatan yang berkaitan dengan promosi film <strong>Indonesia</strong> pada khalayak Maroko berupa pemutaran film <strong>Indonesia</strong><br />

Denias dan Nagabonar. Kegiatan pemutaran film <strong>Indonesia</strong> tersebut dilaksanakan secara gratis bekerjasama dengan<br />

universitas-universitas terkemuka di kota Rabat, Kenitra, Marakesh dan Tetouane. Sambutan kaum muda Maroko<br />

terhadap film <strong>Indonesia</strong> cukup menggembirakan dengan rata-rata 200 orang penonton pada setiap pemutaran film<br />

tersebut.<br />

Furniture <strong>Indonesia</strong> memiliki potensi untuk bersaing di pasar Maroko. Antusiasme khalayak Maroko cukup besar untuk<br />

furnitur dari bahan kayu dan ukiran <strong>Indonesia</strong>, karena memiliki tingkat detil dan kualitas kayu yang lebih baik jika<br />

dibandingkan dengan beberapa ukiran dan kayu dari Bangladesh dan Pakistan.<br />

Musik: Sejak tahun 2003, Pemerintah Maroko mengadakan Festival musik Mawazine yang menampilkan kolaborasi<br />

antar musisi Maroko dan musisi asing yang berasal dari berbagai aliran musik. Pada tahun 2009, Festival Mawazine<br />

dimeriahkan oleh musisi internasional Seperti Kylie Minogue, Stevie Wonder, Sergio Mendez dan Alicia Keys. Selain<br />

musisi barat, festival mawazine juga menampilkan sejumlah musisi asal Arab dan Lebanon. Penampilan musisi<br />

internasional dikolaborasikan dengan musisi setempat yang memberikan nuansa modern-tradisional pada seluruh<br />

rangkaian acara festival tersebut. <strong>Indonesia</strong> dapat memanfaatkan ajang ini sebagai sarana untuk mempromosikan<br />

musik khas <strong>Indonesia</strong> seperti dangdut dan musik <strong>Indonesia</strong> yang terpengaruh musik timur tengah. Saat ini<br />

pemerintah Maroko tengah berupaya untuk memajukan industri musik dalam negerinya karena musik Maroko saat ini<br />

lebih dikuasai oleh musisi Lebanon dan Mesir. Dari sisi penyiaran lokal, pemutaran lagu Maroko hanya 5 % dari<br />

seluruh penyiaran. Bagi <strong>Indonesia</strong>, keadaan ini bisa menjadi peluang terutama dengan aliran musik <strong>Indonesia</strong> yang<br />

bernuansa timur tengah atau dangdut.<br />

3.7.7 Singapura<br />

Industri kreatif di Singapura didefinisikan sebagai industri yang terinspirasi oleh kreativitas cultural dan artistic dan<br />

memiliki potensi untuk menciptakan nilai ekonomi melalui eksploitasi kekayaan intelektual. Definisi ini merupakan adaptasi<br />

dari definisi United Kingdom (UK) dalam Creative Industries Mapping Document (1998). Industri kreatif di Singapura<br />

secara umum dibagi menjadi seni, media, desain, serta layanan informasi teknologi dan perangkat lunak.<br />

Ujung tombak pengembangan industri kreatif di Singapura adalah Ministry of Information, Communications and the Arts<br />

(MICA). MICA melakukan pendekatan kolaborasi secara nasional yang melibatkan semua sektor pemerintah yang terkait,<br />

87


pelaku industri, dan para pemegang kepentingan. Singapura mempunyai tiga program nasional untuk industri kreatif,<br />

yaitu:<br />

Renaissance City 2.0: Membangun Singapura menjadi kota global yang inovatif dan penuh talenta dalam seni dan<br />

budaya.<br />

Design Singapore: Membangun Singapura menjadi pusat kreatif di Asia untuk sektor desain, di mana klaster desain<br />

sepenuhnya menjadi kunci pendorong daya saing dan kreativitas nasional.<br />

Media 21: Mengembangkan ekosistem media yang subur di Singapura dengan hubungan internasional yang kuat.<br />

Salah satu inisiatif utama dari MICA adalah Creative Community Singapore (CCS). CCS merupakan pendekatan bottom-up<br />

untuk merevitalisasi perekonomian Singapura dengan memberdayakan individu dan organisasi untuk memulai proyekproyek<br />

penting yang akan membangkitkan kreativitas dan kewirausahaan dari individu dan komunitas. CCS secara resmi<br />

diluncurkan pada bulan Juli 2005 dengan mengkolaborasikan sektor swasta, masyarakat, dan publik untuk menyediakan<br />

berbagai tingkat dukungan seperti fasilitasi, co-branding, pemasaran, dan co-funding.<br />

Beberapa peluang Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> di Singapura antara lain:<br />

1. Pemerintah Singapura melalui MDA atau Media Development Authority of Singapore melakukan kerjasama antara<br />

Pebisnis (Scrawl Studio) dalam pembuatan film Animasi.<br />

Kerjasama ini mencakup pembuatan 5 film animasi asli selama 5 thn dgn nilai S $34 juta. Kerjasama juga melibatkan<br />

mitra dari Kanada, Australia, Hongkong, dan USA. Salah satu film animasi berjudul GIZMO dibuat atas kerjasama<br />

MDA, Scrawl, DECODE (perusahaan Kanada) dan Agogo Media (Hongkong) senilai S $7 juta (dijamin untuk<br />

diedarkan di Kanada/secured-pre-sales).<br />

Kerjasama serupa antara Scrawl, MDA, dan pengusaha Korea dan Thailand juga dilakukan dalam pembuatan film<br />

animasi berjudul Nanoboy (Nanoboy dijamin diedarkan di Korea Selatan dan Thailand/secured-pre-sales).<br />

2. Fasilitasi Terhadap Pelaku Usaha Film Animasi<br />

Nama program fasilitasi adalah SCREEN atau Scheme for Co-investment in Exportable Content<br />

Category A : durasi 3-15 menit dapat dipertimbangkan memperoleh grant S$ 15,000/ proyek<br />

Category B : durasi 16-30 menit dapat dipertimbangkan memperoleh grant S$ 40,000/ proyek<br />

Syarat-syarat fasilitasi antara lain :<br />

Perorangan atau badan usaha Singapura (min 50% kepemilikan saham lokal)<br />

Sebelumnya sudah memproduksi animasi 13 episode masing-masing durasi 22 menit<br />

Harus asli dan dapat dipasarkan ke luar negeri<br />

3. Singapura merupakan salah satu negara tujuan utama ekspor kerajinan tangan <strong>Indonesia</strong> selain Amerika Serikat,<br />

Jepang, Uni Emirat Arab dan Jerman. Secara keseluruhan ekspor kerajinan tangan <strong>Indonesia</strong> selalu mengalami tren<br />

yang meningkat disertai dengan apresiasi yang sangat baik. Namun, kemampuan memasarkan produk-produk<br />

kerajinan ini pada umumnya masih lemah sehingga memerlukan pihak lain untuk membantu memasarkan. Singapura<br />

merupakan negara yang sangat berperan dalam ―memasarkan‖ produk <strong>Indonesia</strong> ke negara lain karena negara ini<br />

memiliki jaringan internasional yang sangat baik. Lokasi Singapura yang strategis dan sangat dekat dengan<br />

<strong>Indonesia</strong> menjadikan Singapura sebagai negara tujuan ekspor utama.Komitmen Pengembangan Ekonomi <strong>Kreatif</strong><br />

3.8 K O M I T M E N P E N G E M B A N G A N E K O N O M I K R E A T I F<br />

Pekan Produk <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> 2009 yang diselenggarakan bulan Juni lalu, merupakan suatu event konsolidasi para<br />

Aktor atau Helix yang memiliki peran penting dalam pengembangan industri kreatif <strong>Indonesia</strong>. Beberapa komitmen telah<br />

berhasil dinyatakan oleh aktor-aktor tersebut, khususnya dari Pemerintah dan Bisnis.<br />

88


3.8.1 Bisnis<br />

Komitmen-komitmen yang diberikan Aktor Bisnis dalam pengembangan industri kreatif nasional adalah:<br />

1. Membuat direktori perdagangan yang langsung terhubung dengan ekspor impor berbagai negara, dengan cara<br />

mengembangkan e-commerce kerajinan; contoh: tradeworld.com dan exportimporaustralia.com, sehingga membuat<br />

pasar rotan <strong>Indonesia</strong> dikenal oleh dunia internasional<br />

2. Menjadikan waytodeal.com sebagai portal UKM untuk memasarkan produknya<br />

3. Memberikan informasi dan peluang bisnis kepada UKM dengan mudah dan murah<br />

4. Mengumpulkan seluruh pemilik TV untuk menayangkan film animasi lokal di TV di <strong>Indonesia</strong> (KADIN)<br />

5. Fasilitas pendaftaran HaKI (KADIN)<br />

3.8.2 Departemen Perindustrian<br />

Komitmen-komitmen yang diberikan Departemen Perindustrian dalam pengembangan industri kreatif nasional adalah:<br />

1. Membuat Lembaga Sertifikasi Profesi<br />

2. Memberikan fasilitas Karya Cipta Software<br />

3. Membuat fasilitas Pusat Inkubator Bisnis<br />

4. Meningkatkan pendidikan masyarakat<br />

5. Mendorong pertumbuhan industri lokal<br />

6. Program fasilitasi pengembangan industri software<br />

7. Rencana aksi industri software antara lain dengan menerapkan standar kompetensi sdm TIK untuk industri software,<br />

pendirian & fasilitasi pusat pengembangan software komputer untuk teknologi kreatif digital, inkubator bisnis<br />

8. Fokus pengembangan ICT: masyarakat yang sejahtera melalui ICT, meningkatkan kualitas pendidikan, menciptakan<br />

masyarakat cerdas, mendorong pertumbuhan industri lokal, mendorong budaya pasar yang nyaman aman<br />

terjangkau<br />

9. 2025 industri telematika menjadi industri yang tangguh<br />

3.8.3 Departemen Pendidikan Nasional<br />

Komitmen-komitmen yang diberikan Departemen Pendidikan Nasional dalam pengembangan industri kreatif nasional<br />

adalah:<br />

1. Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk mendukung tata pemerintahan yang baik, dilihat dari transparansi dan<br />

akuntabilitas<br />

2. Sebagai cara berkomunikasi yang vertikal (menteri kepada bawahannya, dan sebaliknya)dan horizontal (komunitas<br />

pembelajaran)<br />

3. Penguatan kemampuan adaptif (kurikulum SMK)<br />

4. Kemitraan antara SMK dengan dunia industri<br />

5. UU SISDIKNAS memperlakukan satuan pendidikan ―otonom‖ melalui:<br />

• Manajemen berbasis sekolah (BOS, KTSP)<br />

• Otonomi PT dan otonomi keilmuan<br />

• Perlakuan sebagai badan hukum melalui UU BHP<br />

6. Untuk memberikan ruang bagi kreativitas, inovasi, dan entrepreneurship pemerintah tidak MENYERAGAMKAN<br />

KURIKULUM melalui KURIKULUM NASIONAL<br />

3.8.4 Departemen Komunikasi dan Informatika<br />

89


Komitmen-komitmen yang diberikan Departemen Komunikasi dan Informatika dalam pengembangan industri kreatif<br />

nasional adalah:<br />

1. Dorongan dan fasilitasi oleh DEPKOMINFO terutama untuk mendorong turunnya tarif internet dan mencegah<br />

terjadinya kartel<br />

2. Fasilitasi pembangunan jaringan akses telekomunikasi dan internet pedesaan serta pemberdayaan UKM dengan<br />

penyediaan sarana dan prasarana akses internet dan e-UKM<br />

3. Pembuatan cetak biru tentang e-business<br />

4. Regulasi untuk memberi kepastian dan jaminan hukum dalam pelaksaan e-business<br />

5. UU ITE sebagai landasan utama dan standar<br />

6. Menyiapkan blue print untuk menyepakati hal-hal teknis dalam UU ITE<br />

7. Menyiapkan RPP ITE terkait penyelenggaraan transaksi elektronik, CA, dan lawful interception<br />

8. Lelang BWA(Broadband Wireless Access) bagi tarif internet yang kompetitif<br />

3.8.5 Departemen Kebudayaan dan Pariwisata<br />

Komitmen-komitmen yang diberikan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dalam pengembangan industri kreatif<br />

nasional adalah:<br />

A. KEBIJAKAN<br />

1. Keseimbangan antara pelestarian dan pengembangan<br />

2. Menjamin keberagaman unsur kebudayaan<br />

3. Keterpaduan antara pembinaan, pengelolaan dan pemanfaatan.<br />

4. Pengembangan sdm inovatif<br />

5. Perlindungan hak kekayaan intelektual<br />

6. Penciptaan jejaring (networking) antar pelaku industri budaya<br />

B. PROGRAM & KEGIATAN<br />

1. Stimulus film dengan pembebasan pajak dan bea masuk peralatan film<br />

2. Pendekatan persuasif dengan mengajak Presiden dan jajarannya untuk menonton film<br />

3. Membicarakan masalah kredit melalui bank untuk biaya pembuatan film<br />

4. Pelaku kreatif akan terus diapresiasi agar dapat terus mengembangkan kreativitasnya<br />

5. Menjadikan jamu sebagai salah satu brand image <strong>Indonesia</strong><br />

6. Program pengembangan nilai budaya<br />

7. Program pengelolaan keragaman nilai budaya<br />

8. Program pengelolaan kekayaan budaya<br />

9. Program pengembangan industri budaya<br />

3.8.6 Departemen Perdagangan<br />

Komitmen-komitmen yang diberikan Departemen Perdagangan dalam pengembangan industri kreatif nasional adalah:<br />

1. Terbukanya akses terhadap talenta kreatif dan potensi kreatif.<br />

a. Pengembangan portal ekonomi kreatif<br />

b. Pemetaan produk kreatif unggulan nasional<br />

c. Kajian pengembangan ekonomi kreatif<br />

2. Terciptanya industri kreatif berdaya saing melalui pengelolaan pelayanan distribusi dan komersialisasi karya insan<br />

kreatif yang sesuai<br />

a. Aktivasi Tahun <strong>Indonesia</strong> <strong>Kreatif</strong> & ekonomi kreatif (promosi, public relation, publikasi, co-branding)<br />

b. Aktivasi ACI (Aku Cinta <strong>Indonesia</strong>)<br />

90


3. Kapasitas dan penguasaan teknologi yang tinggi, melalui pemberdayaan & penghargaan bagi insan kreatif<br />

4. Distribusi bahan baku yang mendukung tumbuh kembangnya industri kreatif<br />

5. Kebijakan dan Regulasi distribusi output industri kreatif yang sesuai dan mendukung penghargaan terhadap karya<br />

insan kreatif, dan lahirnya identitas lokal daerah<br />

3.8.7 Kementerian Negara Koperasi dan UKM<br />

Komitmen-komitmen yang diberikan Kementrian Negara Koperasi dan UKM dalam pengembangan industri kreatif nasional<br />

adalah:<br />

1. Mendukung stimulus pajak terkait dengan PPh dan PPn Industri <strong>Kreatif</strong> khususnya untuk sektor musik, film,<br />

fotografi, serta penerbitan dan percetakan.<br />

2. Mendukung program penjaminan bagi Industri <strong>Kreatif</strong><br />

3. PNM akan diminta untuk membuat skema yang khusus bagi Industri <strong>Kreatif</strong><br />

4. Mendukung perumusan alternatif pola pembiayaan bagi industri kreatif<br />

3.8.8 Pemerintah – Perbankan<br />

Komitmen-komitmen yang diberikan Perbankan dalam pengembangan industri kreatif nasional adalah:<br />

1. Definisi Industri <strong>Kreatif</strong> belum masuk dalam nomenklatur Perbankan. Perbankan, khususnya Bank <strong>Indonesia</strong> bersedia<br />

untuk melakukan pembahasan kemungkinan Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> dapat dimasukkan dalam Nomenklatur Perbankan<br />

2. Skema analisis resiko kredit untuk Industri kreatif sudah mulai dipertimbangkan Perbankan, namun permasalahan<br />

mekanisme Valuasi Intelektual sebagai Agunan masih belum dapat diatasi, dan akan terus diupayakan solusinya.<br />

3. Skema PKBL untuk Industri <strong>Kreatif</strong> yang dilakukan melalui BUMN<br />

4. BNI sudah membuat MoU dengan Departemen Perdagangan dalam pembiayaan Industri <strong>Kreatif</strong>, dengan fokus pada<br />

subsektor: Arsitektur, Periklanan, Fesyen, Layanan Piranti Lunak, Penerbitan & Percetakan, Kerajinan<br />

5. BI, BNI, Mandiri berkomitmen membina Pelaku <strong>Kreatif</strong> yang BELUM BANKABLE menjadi BANKABLE<br />

6. Bank Mandiri menyediakan Program Kemitraan dan Wirausaha Muda yang dapat dimanfaatkan Pelaku <strong>Kreatif</strong><br />

3.9 K O N S U M S I P R O D U K K R E A T I F L O K A L<br />

3.9.1 Endorsement Dari Pemerintah untuk Menggunakan Produk Lokal<br />

Pencanangan untuk menggunakan produk-produk lokal merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh dalam<br />

pengembangan industri kreatif nasional. Masyarakat <strong>Indonesia</strong> sesungguhnya masih memiliki kecintaan dan kebanggaan<br />

untuk menggunakan produksi dalam negeri. Namun tumbuhnya kesadaran itu perlu ditunjukkan terlebih dahulu melalui<br />

keteladanan pemimpin negara maupun pemuka masyarakat. Hal ini terbukti dengan makin meningkatnya citra dan<br />

penggunaan batik dan sepatu produksi dalam negeri. Bentuk kampanye seperti ini sangat efektif hasilnya karena<br />

masyarakat <strong>Indonesia</strong> pada dasarnya sangat menghargai keteladanan pemimpin yang apresiasi terhadap produk<br />

nasional.<br />

Beberapa endorsement yang sudah dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan penggunaan produk dalam negeri<br />

antara lain:<br />

1. Inpres No. 02/ 2009 tentang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN)<br />

Inpres No. 02/ 2009 tentang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) ditandatangani Presiden<br />

Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 9 Februari. Saat ini, Departemen Perindustrian bersama delapan instansi<br />

lain tengah menyusun petunjuk teknis kewajiban menggunakan produk lokal seperti yang tertuang dalam Instruksi<br />

Presiden tersebut.<br />

91


Ada empat pimpinan instansi yang melakukan pembahasan mengenai petunjuk teknis kewajiban menggunakan<br />

produk lokal, yaitu Menteri Pendidikan Nasional Bambang Soedibyo, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Men-<br />

PAN) Taufik Effendi, Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso dan Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri.<br />

Pertemuan tersebut membahas mengenai kewenangan Ketua Tim Koordinasi dan kebijakan penggunaan produk<br />

lokal di setiap instansi. Aturan teknis dari inpres itu akan disesuaikan dengan kondisi internal setiap instansi.<br />

2. Selain dikeluarkannya Inpres No. 02/ 2009, program penggunaan produk dalam negeri didukung juga oleh SK<br />

Menperin dan SK Sekjen<br />

Departemen Perindustrian (Depperin) menegaskan semua proyek pemerintah di BUMN, BUMD maupun instansi<br />

lainnya sudah dapat mulai menyerap produk lokal. Kewajiban mengutamakan produk lokal berlaku seiring penerbitan<br />

Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2/2009 tentang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Artinya,<br />

pelaksana proyek pemerintah tak perlu menunggu penerbitan petunjuk pelaksana Inpres P3DN yang tertuang<br />

melalui Surat Keputusan Menteri Perindustrian untuk menyerap produk lokal.<br />

SK Menperin berisikan pedoman teknis serta pembentukan Pokja dan Sekretariat P3DN. Sementara SK Sekjen berisi<br />

daftar inventarisasi barang yaitu nama perusahaan, jenis produksi dan kapasitas produksi dari perusahaan lokal.<br />

Penyerapan produk lokal terkait pelaksanaan Inpres P3DN memang belum signifikan terlihat, tetapi instansi-instansi<br />

pemerintah telah menunjukkan itikad baik untuk dapat mendukung program ini. Hal ini terlihat dari respon bahwa<br />

beberapa departemen menerbitkan surat edaran kepada instansinya. Seperti Menteri Dalam Negeri yang membuat<br />

surat edaran kepada pemerintah daerah tentang penyerapan produk lokal. Baik pemda tingkat provinsi, kabupaten<br />

dan kota. Selain itu, surat edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara terkait pembelian kebutuhan PNS,<br />

Menteri Pertanian yang mewajibkan setiap pertemuan mempergunakan buah dan kue hasil produksi dalam negeri.<br />

Kekurangan dari Inpres Nomor 2/2009 ini adalah tidak disebutkannya sanksi bila terdapat proyek pemerintah yang<br />

tidak bersedia mengutamakan penggunaan produk lokal. Sehingga diperlukan adanya kesadaran dari masingmasing<br />

instansi pemerintah.<br />

3. Usulan mengenai insentif khusus bagi BUMN dan BUMD yang menyerap produk buatan dalam negeri untuk setiap<br />

pengadaan barang/jasa pada proyek pemerintah.<br />

Badan usaha milik negara (BUMN) dan (BUMD) yang menyerap produk buatan dalam negeri-untuk setiap<br />

pengadaan barang/jasa pada proyek pemerintah-diusulkan memperoleh insentif khusus, baik fiskal maupun<br />

nonfiskal. Pemerintah juga sedang menyiapkan insentif bagi perusahaan swasta yang mengutamakan penggunaan<br />

produk dalam negeri dalam mengelola bisnisnya. Untuk bentuk pasti insentifnya masih perlu pembicaraan lebih<br />

lanjut. Usul itu dimaksudkan untuk mengurangi penggunaan produk impor pada setiap proyek pemerintah. Program<br />

peningkatan penggunaan produk dalam negeri ini diharapkan tidak hanya dilakukan oleh instansi pemerintah dan<br />

perusahaan milik pemerintah.<br />

Program pemerintah ini akan dimulai dengan kampanye cinta produk dalam negeri yang melibatkan departemen dan<br />

BUMN. Untuk pemberian insentif yang diberikan bagi pengusaha yang menggunakan produk dalam negeri diusulkan<br />

dengan adanya pengurangan PPN, agar harga dapat bersaing.<br />

4. Diselenggarakannya Pameran Produk <strong>Indonesia</strong>.<br />

Pameran Produk <strong>Indonesia</strong> diselenggarakan di Jakarta International Expo pada tanggal 13 hingga 17 Mei 2009.<br />

Sejak tahun 1985, Pameran Produksi <strong>Indonesia</strong> telah menjadi ajang promosi terbaik untuk memperkenalkan Produk<br />

Nasional <strong>Indonesia</strong> ke pasar manca negara. Beragam industri telah dipamerkan mulai dari Industri Berbasis<br />

Manufaktur, Berbasis Agro, Perkayuan dan Mebel, Litbang, Alat Angkut, UKM sampai Elektronika & Telematika.<br />

92


5. Departemen Perdagangan telah mendaftarkan 470 produk wajib digunakan di dalam negeri yang terbagi dalam 21<br />

kelompok produk, dan tercatat ada 5000 perusahaan yang terlibat.<br />

Hingga kini, total produk yang dapat diserap proyek pemerintah masih berjumlah 470 produk dari 21 kelompok<br />

barang. Produk tersebut memiliki tingkat kandungan lokal sebanyak 30% hingga 90%. Beberapa kategori tersebut<br />

di antaranya bahan penunjang produksi pertanian, mesin peralatan pabrik, peralatan elektronik, komunikasi, bahan<br />

bangunan, dan konstruksi, jasa keteknikan, hingga sarana pertahanan. Seiring dengan berjalannya waktu, produk<br />

lokal yang masuk daftar wajib dikonsumsi akan terus bertambah. Untuk itu produsen lokal diharapkan dapat<br />

konsisten untuk terus meningkatkan kualitas, melakukan kontrol terhadap produksi, dan selalu berupaya untuk<br />

memenuhi standar produk yang dihasilkan sesuai dengan standar yang baik.<br />

6. Koperasi di seluruh <strong>Indonesia</strong> digerakan untuk menggunakan produk lokal.<br />

Kementerian Negara Koperasi dan UKM meminta kepada pelaku usaha yang menggerakkan 136 ribu unit koperasi<br />

di seluruh <strong>Indonesia</strong> untuk menggunakan produk lokal sebagai bentuk kampanye penggunaan produk dalam negeri.<br />

Pelaku usaha koperasi-koperasi tersebut menyambut baik dan mulai melaksanakan program tersebut. Keberhasilan<br />

program ini akan sangat signifikan pengaruhnya terhadap peningkatan penggunaan produk lokal.<br />

Menggunakan produk dalam negeri merupakan langkah nyata untuk menyelamatkan industri nasional dari dampak krisis<br />

finansial global. Meningkatkan penggunaan produk dalam negeri juga diharapkan mampu menggerakkan pertumbuhan<br />

dan memberdayakan industri dalam negeri termasuk koperasi dan UKM.<br />

Kewajiban penggunaan produk dalam negeri akan tidak efektif, selama produk illegal masih dibiarkan masuk ke <strong>Indonesia</strong><br />

dan dan ke daerah. Permasalahan yang dihadapi oleh para pelaku industri adalah adanya persaingan tidak sehat dengan<br />

banyaknya peredaran produk ilegal yang secara leluasa dapat masuk ke pasar lokal. Produk ilegal tersebut<br />

diinformasikan sebagai produk buatan luar negeri, dan dapat dijual dengan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan<br />

harga produk legal.<br />

Masyarakat <strong>Indonesia</strong> pada umumnya merupakan masyarakat yang sensitif terhadap harga, dimana harga jual produk<br />

merupakan faktor yang lebih utama dalam menentukan keputusan membeli suatu produk, dibandingkan dengan faktor<br />

kualitas maupun aspek legal dari produk yang dibelinya. Oleh karena itu Pemerintah harus meningkatkan pengawasan<br />

terhadap peredaran produk ilegal di pasar, mengendalikan produk impor dengan kebijakan yang sesuai, dan lebih<br />

mensosialisasikan Instruksi Presiden (Inpres) soal Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) dengan membuat<br />

petunjuk yang lebih bersifat teknis. Upaya-upaya di atas niscaya akan meningkatkan potensi pasar dalam negeri.<br />

3.9.2 Contoh Indikasi Positif dalam Penggunaan Produk <strong>Kreatif</strong> Lokal<br />

Beberapa contoh yang merupakan indikasi positif, dimana produk kreatif lokal semakin digemari, khususnya oleh kaum<br />

muda, diberikan berikut ini.<br />

3.9.2.1 PEMAKAIAN BATIK OLEH KAUM MUDA<br />

Motif batik telah menjadi motif umum yang dipakai juga oleh kaum muda, tidak hanya untuk acara formal saja. Potensi<br />

batik <strong>Indonesia</strong> begitu besar dari sabang sampai merauke dengan berbagai motif tradisional yang penuh makna. Ada<br />

batik sumatera, batik Irian, batik Madura, batik Cirebon, batik Pekalongan, batik Lasem, batik Juwana, batik Solo dan batik<br />

Yogya. Saat ini demam batik sedang melanda dunia mode <strong>Indonesia</strong>. Gerai-gerai Fashion di mal-mal ternama memajang<br />

busana batik dengan berbagai sentuhan disain tren masa kini.<br />

93


Sejarah batik gaul muncul dari kejenuhan pecinta fashion pada motif-motif batik tradisional yang cenderung stagnan,<br />

tetap dari tahun ke tahun. Perubahan hanya terjadi pada pemakaian batik, yang dulunya hanya untuk pakaian kebaya<br />

sekarang berkembang untuk casual wear kalangan anak muda termasuk produk kaos batik gaul yang menggunakan<br />

media tshirt sebagai tempat eskplorasi beragam motif batik <strong>Indonesia</strong>. Namun tidak semua motif tradisional tersebut<br />

cocok diaplikasikan untuk motif t'shirt batik gaul. Dari kekayaan budaya, flora-fauna dan keindahan alam <strong>Indonesia</strong> juga<br />

diangkat untuk menjadi pilihan motif yang dinamis, unik, menarik namun tetap elegan sebagai ikon dari produk t'shirt<br />

batik gaul.<br />

3.9.2.2 TREND DISTRO<br />

Distro sedang menjadi trend di<br />

<strong>Indonesia</strong>, terutama di kota-kota<br />

besar di <strong>Indonesia</strong>. Saat ini produksi<br />

distro semakin bertambah,<br />

khususnya kota Bandung. Kota<br />

Bandung menjadi ikon trend distro<br />

karena di Bandunglah distro ini<br />

bermula. Bandung juga dijadikan<br />

pusat mode serta menjadi daerah<br />

yang banyak memproduksi pakaian. Konsumen atau pecinta produk distro ini didominasi oleh kalangan muda, karena<br />

mereka merasa bahwa distro dapat mencerminkan gaya mereka yang sangat memperhatikan penampilan dan berusaha<br />

untuk tampil beda. Distro muncul karena adanya suatu ide individu yang tidak dapat terwujud oleh produk bermerek,<br />

yang kemudian direfleksikan melalui media indie dengan jumlah yang sangat terbatas.<br />

3.9.2.3 RING BACK TONE – MUSIK INDONESIA<br />

Satu lagi penghargaan baru di dunia musik yang sekaligus memberikan pendapatan tambahan, yaitu ring back tone<br />

(RBT). Panasonic, institusi yang setiap tahun memberikan penghargaan bagi insan musik di Tanah Air lewat ajang<br />

Panasonic Award pada tahun 2006, pertama kali memberikan penghargaan bagi RBT terlaris kepada lagu Kenangan<br />

Terindah yang dinyanyikan Samsons. Lagu yang berbulan-bulan menduduki posisi tangga lagu terbaik ini berhasil<br />

94


diunduh (download) lebih dari 2,1 juta kali. Bila dibandingkan dengan pementasan yang dilakukan oleh para musisi,<br />

sebenarnya tingkat pemasukan RBT jauh lebih besar.<br />

Tingginya minat pelanggan seluler menggunakan fasilitas RBT memberikan keuntungan pula bagi operator<br />

telekomunikasi. Setiap hari traffic RBT rata-rata mencapai 100 ribu, bahkan pada Ramadhan 2006, meningkat menjadi<br />

120 ribu/hari. Dengan angkat tersebut, bisa diperkirakan, pendapatan yang diperoleh operator telekomunikasi dari RBT<br />

mencapai Rp 900 juta/hari. Keuntungan dari bisnis RBT dibagi secara proporsional dengan pihak-pihak yang terlibat<br />

seperti operator, perusahaan rekaman dan artis. Kerjasama ketiga pihak ini, harus didasari dengan kepercayaan yang<br />

tinggi.<br />

Lagu-lagu produk dalam negeri sejauh ini masih mendominasi penggunaan RBT di tanah air. Hal ini terlihat melalui urutan<br />

peringkat lagu berdasarkan penggunaannya sebagai RBT.<br />

Tabel 3-5 Peringkat Lagu Ring Back Tone<br />

3.9.2.4 FILM INDONESIA<br />

Kondisi perfilman <strong>Indonesia</strong> dari<br />

tahun ke tahun menunjukkan<br />

peningkatan yang semakin baik.<br />

Hal ini dibuktikan dengan<br />

meningkatnya produksi film<br />

<strong>Indonesia</strong> setiap tahunnya.<br />

Tercatat, sejak tahun 1992 hingga<br />

2004, perfilman nasional pernah<br />

mengalami stagnasi dalam hal<br />

produksi film. Terhitung hanya<br />

terdapat 4 sampai 5 film yang<br />

diproduksi tiap tahunnya.<br />

Namun sejak Menteri Kebudayaan<br />

mencanangkan bangkitnya film<br />

<strong>Indonesia</strong>, jumlah tersebut dapat<br />

95


ditingkatkan, sehingga mulai tahun 2007 tercatat ada 57 film <strong>Indonesia</strong> yang diproduksi. Sekarang ini berbagai film<br />

<strong>Indonesia</strong> dengan berbagai jenis dan warna cerita telah diproduksi, mulai dari film anak-anak yang kembali muncul dan<br />

mendapat sambutan yang baik dari para peminat film hingga film horor yang memiliki peminat tersendiri.<br />

Yang perlu diperhatikan juga adalah kualitas dari film itu sendiri, jangan hanya fokus terhadap kuantitas atau jumlah<br />

produksi film tetapi tidak memperhatikan kualitasnya, termasuk nilai-nilai positif untuk dapat dipalikasikan di kehidupan<br />

sehari-hari.<br />

Industri Film Independent <strong>Indonesia</strong> Sembilan Matahari Film, bersama beberapa industri kreatif lainnya meluncurkan film<br />

yang berjudul Cin(t)a di National Film Theater, South Bank, Belvedere Rd, Greater London, pada tanggal 29 Mei 2009.<br />

Peluncuran perdana internasional film Cin(t)a itu merupakan film gagasan Bandung Creative City Forum (BCCF).<br />

Film yang mengangkat cerita cinta yang berani, berkisah mengenai kisah cinta yang merupakan semangat dan seluruh<br />

kehidupan dan belum pernah diceritakan film lain ini mengajak anak muda <strong>Indonesia</strong> untuk mengembangkan<br />

independensi dalam memproduksi film.<br />

Selain peluncuran perdana internasional film Cin(t)a ini juga akan digelar di<br />

beberapa kota di kerjaaan Inggris seperti di Birmingham University, di<br />

Northumbria University, Newcastle , Leeds University, Leeds dan di<br />

Manchester University, Manchester. Selain itu juga akan diputar di<br />

gedung School of Oriental and African Studies (SOAS) University of<br />

London.<br />

Pemutaran perdana Cin(T)a di London dan roadshow di beberapa<br />

kota tersebut atas permintaan dan dukungan penuh dari KBRI London,<br />

Perhimpunan Pelajar <strong>Indonesia</strong> (PPI) UK, dan Universitas-universitas di<br />

UK. Hal ini menunjukkan adanya dukungan dari kedutaan besar <strong>Indonesia</strong><br />

untuk mengembangkan industri kreatif <strong>Indonesia</strong>.<br />

3.9.2.5 SENI PERTUNJUKAN<br />

Menyukseskan Tahun <strong>Indonesia</strong> <strong>Kreatif</strong> 2009, Departemen<br />

Kebudayaan dan Pariwisata bekerjasama dengan Pemerintah<br />

Provinsi Jawa Tengah dan Institut Seni <strong>Indonesia</strong> Surakarta,<br />

menggelar Bursa Seni Pertunjukan <strong>Indonesia</strong> (<strong>Indonesia</strong><br />

Performing Arts Mart), pada tanggal 3 hingga 7 Juni mendatang.<br />

Sebanyak 10 kelompok seni pertunjukan utama dari Sumatera,<br />

Jawa, dan Sulawesi akan tampil dan bertemu dengan para<br />

presenter (buyer/impresario) dari mancanegara. Seni pertunjukan<br />

sebagai salah satu subsektor industri kreatif diharapkan mampu<br />

memberikan kontribusi bagi masyarakat <strong>Indonesia</strong>, melalui semangat kretivitas dan identitas bangsa <strong>Indonesia</strong>. Seni<br />

pertunjukan ini dapat meningkatkan pemasaran dan promosi seni dan budaya tradisional <strong>Indonesia</strong> di forum<br />

Internasional.<br />

Selain seni pertunjukan yang bernuansa budaya <strong>Indonesia</strong>, terdapat pertunjukan sulap yang akhir-akhir ini mulai<br />

bermunculan di <strong>Indonesia</strong>. Mulai dari pesulap anak-anak hingga dewasa. Berbagai kompetisi untuk mencari pesulap baru<br />

pun diselenggarakan.<br />

96


3.10 I N D I K A S I G E O G R A F I S P E L U A N G P E L E S T A R I A N K R E A T I V I T A S L O K A L Y A N G B E R N I L A I<br />

E K O N O M I<br />

3.10.1 Konsep dan Peraturan<br />

Konsep otonomi daerah yang berlaku di <strong>Indonesia</strong> tidak dapat dilepaskan begitu saja ketika isu ekonomi kreatif<br />

berkembang dengan pesat beberapa tahun terakhir ini. Dalam Undang-Undang Republik <strong>Indonesia</strong> Nomor 32 tahun<br />

2004 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan dalam pasal 21 bahwa dalam menyelenggarakan otonomi, daerah<br />

mempunyai hak salah satunya untuk mengelola kekayaan daerah. Sementara dalam Pasal 22 disebutkan bahwa daerah<br />

juga mempunyai kewajiban salah satunya untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan mengembangkan<br />

sumber daya produktif di daerah. Dengan adanya Undang-Undang tersebut, maka pemerintah daerah juga memiliki hak<br />

dan kewajiban untuk mengelola dan mengembangkan ekonomi kreatif yang ada di daerahnya masing-masing.<br />

Konsep otonomi daerah yang dihubungkan dengan potensi ekonomi kreatif ini kemudian memunculkan konsep potensi<br />

produk Indikasi Geografis (IG). Potensi produk IG secara garis besar adalah produk-produk yang hanya dihasilkan di<br />

daerah-daerah tertentu, dan biasanya memiliki jumlah yang terbatas. Sementara berdasarkan Pasal 1 ayat (1) PP No. 51<br />

tahun 2007, IG didefinisikan sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor<br />

lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri<br />

dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Berdasarkan PP no. 51 tersebut, maka yang dapat dikategorikan<br />

sebagai produk-produk IG adalah sebagai berikut:<br />

a. Hasil pertanian<br />

b. Produk olahan<br />

c. Hasil kerajinan tangan dan barang lain (sepanjang memenuhi persyaratan dalam definisi IG)<br />

Dengan jumlah produk asli yang terbatas ini, maka produk-produk kreatif IG biasanya memiliki permintaan yang<br />

bertambah sehingga harga menjadi meningkat. Keterbatasan jumlah produk juga menyebabkan beberapa masalah baru;<br />

yaitu rawan praktik pemalsuan dan pemanfaatan oleh yang bukan berhak sehingga dibutuhkan perlindungan hukum yang<br />

jelas untuk produk-produk kreatif IG ini.<br />

Sejauh ini Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham) Republik <strong>Indonesia</strong> telah menerbitkan beberapa<br />

Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP) yang berkaitan dengan perlindungan produk-produk IG ini.<br />

Perangkat UU dan PP yang telah dihasilkan itu antara lain adalah sebagai berikut:<br />

a. UU No.15 tahun 2001 tentang Merk<br />

b. PP No. 51 tahun 2007 tentang Indikasi Geografis<br />

c. PP No. 7 tahun 2005 tentang Komisi Banding Merk<br />

d. PP No. 31 tahun 2009 tentang Perlindungan Wilayah Geografis Penghasil Produk Perkebunan Spesifik Lokasi<br />

3.10.2 Tantangan Bagi Pengembangan Produk IG<br />

Untuk pengembangan potensi produk kreatif IG di masing-masing daerah di <strong>Indonesia</strong>, maka beberapa strategi yang<br />

perlu dilakukan antara lain adalah sebagai berikut:<br />

1. Harus tersedia peningkatan kerjasama dengan daerah lain; yang meliputi kerjasama pusat-daerah, daerah-daerah<br />

dengan melibatkan kaum intelektual, pemerintah, pelaku usaha dan komunitas<br />

2. Diperlukan komitmen pemerintah daerah dalam penyediaan dana/permodalan, kemudahan perijinan, membuka<br />

akses pasar melalui promosi (festival seni budaya, sentra niaga/seni budaya), dukungan teknologi, HKI dan kesiapan<br />

infrastruktur.


3. Dukungan pemerintah pusat dalam mengembangkan potensi-potensi IG di masing-masing daerah. Keanekaragaman<br />

potensi IG di daerah mencerminkan keanekaragaman kreasi dan budaya <strong>Indonesia</strong> secara keseluruhan<br />

4. Untuk lebih mengoptimalkan pengembangan ekonomi kreatif di masing-masing daerah, disarankan agar daerah<br />

tersebut hanya fokus pada 1 (satu) atau 2 (dua) sektor potensial yang dimiliki daerahnya sehingga potensi-potensi<br />

tersebut dapat berkembang dengan sempurna.<br />

5. Perlunya sosialisasi potensi IG kepada para pelaku ekonomi kreatif agar semakin bersemangat mengembangkan<br />

potensi kreatif di masing-masing daerahnya.<br />

6. Bagi pelaku kreatif Desain, khususnya Desain Kemasan, produk-produk IG merupakan peluang untuk dikemas<br />

dengan lebih baik, sehingga dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar.<br />

3.10.3 Potensi IG yang sedang Diproses<br />

Potensi produk-produk IG tampaknya mulai mendapat tempat di tengah-tengah masyarakat, Hal ini tampak dari beberapa<br />

produk yang telah didaftarkan maupun yang tengah dalam proses pendaftaran. Produk IG yang telah didaftarkan di<br />

<strong>Indonesia</strong> adalah:<br />

1. Kopi Arabika Kintamani<br />

BALI, selain menjadi tempat tujuan utama para wisatawan manca negara, ternyata masih menyimpan<br />

kekayaan alam lain yang tak kalah hebatnya. Tersebutlah kopi Kintamani Bali, salah satu<br />

kopi specialty yang menjadi buruan para konsumen di belahan dunia. Para pecinta kopi<br />

dari seluruh dunia sering menyebut sebagai kopi rasa jeruk. Perpaduan rasa itu didapat<br />

bukan dari rekayasa. Rasa jeruk pada kopi ini murni alamiah. Kalaupun dianggap ada<br />

rekayasa genetik, itupun hanya pada teknik penanaman yang tidak disengaja. Oleh petani di<br />

Belantih, bibit kopi jenis Arabika ini ditanam berdekatan (tumpangsari) dengan perkebunan<br />

jeruk. Hal itu sulit terelakkan karena jeruk Kintamani juga menjadi komoditi andalan<br />

Kabupaten Bangli, siapa yang sangka pemanfaatan areal tanam seperti ini, memberi<br />

pengaruh pada cita rasa kopi.<br />

Selain tenar dengan kopi beraroma jeruk, kopi Kintamani juga masyur sebagai tanaman yang sudah<br />

terbebas dari penggunaan pupuk kimia dan pestisida, karena sejak beberapa tahun terakhir, para petani sudah secara<br />

total beralih kepupuk organik, dan juga petani kopi Kintamani sudah mampu mengolah kopi bubuk siap seduh.<br />

2. Kambing Kaligesing Purworejo<br />

Kambing ras Kaligesing merupakan komoditas unggulan daerah Purworejo,<br />

bahkan merupakan salah satu nuftah ternak <strong>Indonesia</strong> yang wajib<br />

dilestarikan. Kambing ras Kaligesing merupakan persilangan antara pejantan<br />

Fries Indie, yang didatangkan dari Distrik India, dengan kambing lokal<br />

Purworejo. Persilangan dilakukan tahun 1923, bertujuan untuk perbaikan<br />

mutu genetika. Kemudian tahun 1949 didatangkan 5 ekor pejantan yang<br />

dibantukan ke desa Hulosobo, Donorejo dan Tlogoguwo Kecamatanm<br />

Kaligesing. Pejantan ini merupakan cikal bakal kambing ras Kaligesing.<br />

Pengembangan peternakan kambing Kaligesing di Kabupaten Purworejo sudah menjadi program pemerintah daerah<br />

sejak tahun 1970. Untuk melestarikannya telah dilakukan beberapa cara, antara lain melalui gaduhan ternak,<br />

pengembangan Village Breeding Center (VBC), pengembangan kelompok penangkar ternak, dan pengadaan kontes<br />

ternak kambing Kaligesing.<br />

98


Populasi kambing Kaligesing selama lima tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan, namun<br />

selama ini belum ada IG yang dimiliki oleh ras kambing ini sehingga kambing ras Kaligesing ini potensial untuk<br />

mendapatkan sertifikasi IG<br />

3. Kacang Oven Jepara<br />

4. Kerupuk Tengiri Jepara<br />

Kacang oven adalah kacang khas dari daerah Jepara. Kacang ini adalah<br />

kacang gurih yang memiliki rasa yang unik, yaitu perpaduan antara rasa<br />

manis dan asin. Kacang-kacang oven ini umumnya depnagn mudah dapat<br />

ditemui di sentra-sentra makanan khas daerah jepara. Kacang ini terbuat dari<br />

bahan-bahan pilihan; antara lain kacang tanah pilihan, pasir putih yang telah<br />

dicuci hingga bersih, dan bumbu-bumbu penyedap lainnya. Kacang ini diberi<br />

nama kacang oven karena proses penggorengannya yang unik, menggunakan<br />

pasir putih yang menutupi kacang sehingga tampak seperti dalam oven.<br />

Salah satu makanan olahan khas dari daerah Jepara, Jawa Tengah, adalah<br />

kerupuk tengiri. Sentra produksinya, antara lain di daerah Pengkol, salah satu<br />

kelurahan di Jepara Kota. Bahan bakunya adalah ikan tengiri, dan tepung<br />

tapioka. Kerupuk ini memiliki banyak penggemar karena keaslian bahan-bahan<br />

yang digunakan dalam proses produksinya.<br />

5. Mebel Ukir Jepara<br />

Daerah Jepara sejak<br />

dahulu terkenal dengan<br />

kemampuan warganya untuk menghasilkan produk seni ukir yang<br />

indah. Produk-produk itu dapat dengan mudah kita temui di<br />

sepanjang sudut kota Jepara. Mebel-mebel ukir Jepara sudah dikenal<br />

memiliki keindahan dan kualitas yang tinggi. Tidak heran jika harga<br />

yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan mebel ukir asli Jepara<br />

relative tinggi. Produk-produk mebel yang mayoritas dibuat dari kayu<br />

jati ini sudah banyak dikirim ke berbagai daerah di <strong>Indonesia</strong>, bahkan<br />

banyak yang telah diekspor ke luar negeri sebagai produk yang mempunyai nilai seni yang tinggi dan dijadikan koleksi.<br />

6. Blenyik Ngemplak Jepara<br />

Blenyik ngemplak adalah makanan khas yang umum dijumpai di daerah<br />

pesisir Jepara, dan umum digunakan sebagai makanan sehari-hari<br />

masyarakat Jepara. Produk makanan ini terbuat dari ikan laut segar<br />

hasil tangkapan nelayan-nelayan Jepara. Produk ini terbuat dari ikan<br />

teri pilihan, yaitu teri nasi yang berekor merah. Pemasaran blenyik<br />

kini sudah menjelajah ke beberapa daerah. Blenyik disukai oleh<br />

masyarakat pedalaman atau pegunungan, tak hanya di Jawa, tapi juga<br />

di luar Jawa, seperti Sumatera dan Kalimantan.<br />

7. Lada Putih Muntok Bangka Belitung<br />

99


Berbagai upaya dilakukan guna mengembalikan kejayaan lada putih (Muntok<br />

White Pepper) Bangka Belitung. Langkah ini dilakukan guna meningkatkan<br />

pendapatan petani serta perekonomian regional dan nasional. sebab<br />

belakangan ini produksi lada di Bangka Belitung terjadi penurunan.<br />

Tahun 2002, produksi Muntok White Pepper berjumlah 33.000 ton. Jumlah<br />

tersebut menurun di tahun 2003 menjadi 27.000 ton, sedangkan di tahun<br />

2004 kembali menurun menjadi 20.000 ton. Penurunan jumlah produksi terus<br />

terjadi, dan di tahun 2005 produksi tinggal 16.000 ton. Pada tahun 2006<br />

hingga 2007, jumlah produksi sama yaitu berada di angka 14.000 ton. Malangnya di tahun 2008, angka ini kembali<br />

menurun dan berada di angka 13.000 ton.<br />

Meskipun terus mengalami penurunan produksi, namun prospek lada di masa mendatang cukup baik karena selain<br />

terjadinya peningkatan konsumsi dalam negeri juga berkembangnya industri makanan, minuman, farmasi, dan spa yang<br />

menggunakan bahan baku lada.<br />

3.10.4 Potensi IG yang belum Dikembangkan<br />

Jika kita lihat ke beberapa daerah lain di <strong>Indonesia</strong>, maka ada beberapa produk yang potensial untuk didaftarkan sebagai<br />

produk-produk IG. Produk-produk potensial tersebut jika kita tinjau dari beberapa daerah adalah sebagai berikut:<br />

a. Jawa Barat<br />

Beras Pandan Wangi Cianjur<br />

Bila melihat persyaratan dari produk IG, maka Beras Pandan Wangi Cianjur telah cukup<br />

syarat untuk didaftarkan sebagai salah satu IG di <strong>Indonesia</strong>. Beras pandan wangi hanya<br />

bisa diproduksi di tempat asalnya. Meski bisa tumbuh di daerah lain, derajat kepulenan<br />

dan aroma gabah maupun beras yang dihasilkan tidak akan sebaik di daerah asalnya.<br />

Hal ini karena karakteristik dan kualitas beras tersebut dipengaruhi faktor geografis<br />

setempat antara lain, jenis tanah di tempat tumbuhnya beras pandan wangi cianjur<br />

adalah andosol/regina, bersuhu 20-27 derajat Celsius, kandungan amilosa dalam<br />

beras mencapai 26%, dan sebagainya. Deskripsi padi sawah varietas pandan wangi<br />

secara jelas dituangkan dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 163/Kpts/ LB.240/<br />

3/ 2004 tentang Pelepasan Galur Padi Sawah Lokal Pandan Wangi Cianjur sebagai<br />

Varietas Unggul dengan Nama Pandan Wangi.<br />

Ubi Cilembu<br />

Ubi Cilembu merupakan salah satu jenis ubi yang sangat popular di<br />

kalangan masyarakat. Rasanya yang empuk, legit, wangi dan rasa<br />

manis dari karamel yang keluar saat ubi di-oven, merupakan<br />

pilihan makanan yang pas sebagai teman minum teh, kopi,<br />

apalagi bandrek maupun bajigur. Karena rasa manisnya yang<br />

khas itulah, ubi Cilembu juga kerap disebut ―si madu.‖<br />

Sebenarnya Cilembu hanyalah sebuah desa kecil yang<br />

termasuk Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. Ubi<br />

sebenarnya bukanlah tanaman prioritas warga Cilembu, karena<br />

mereka sebagian besar adalah petani padi. Kondisi sawah yang<br />

merupakan jenis tadah hujan membuat para petani memilih jagung dan<br />

ubi<br />

100


sebagai tanaman selingan di saat musim kemarau. Menanam ubi di saat musim kemarau cenderung dipilih karena saat<br />

musim hujan, rasa ubi tersebut biasanya berubah menjadi agak pahit. Kadar air yang menjadi lebih tinggi pada ubi<br />

diduga sebagai penyebabnya.<br />

Komoditas ubi cilembu ini sangat potensial untuk dikembangkan lebih lanjut karena memiliki banyak penggemar setia.<br />

Bahkan potensi untuk mencari pasar di luar negeri juga cukup besar. Hal itu ditandai dengan mulai dijajakinya peluang<br />

ekspor ke kawasan regional; antara lain ke pasar Vietnam dan Singapura.<br />

b. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)<br />

Bakpia Pathuk<br />

Bakpia Bathuk berasal dari Kampung Pathuk, dekat dengan Jalan Malioboro,<br />

Yogyakarta. Karena lokasinya yang dekat dengan sentra pariwisata di<br />

Yogyakarta, maka Bakpia Pathuklah yang pertama kali dikenal oleh wisatawan.<br />

Bakpia Pathuk memiliki rasa yang khas, selain rasa kacang hijau yang lembut<br />

ada juga rasa kumbu hitam, dan sekarang mulai berkembang berbagai rasa<br />

yang menggiurkan.<br />

Bakpia Pathuk menjadi popular karena hanya ada di Yogyakarta dan menjadi<br />

buah tangan khas daerah tersebut. Kualitas bahan dan rasa yang selalu<br />

dijaga dan kepopuleran menyebar dari mulut ke mulut menjadi faktor utama<br />

wisatawan menjadikan Bakpia Pathuk sebagai barang yang harus dibeli<br />

ketika berkunjung ke Yogyakarta.<br />

Nasi Gudeg Jogja<br />

Gudeg (bahasa Jawa gudheg) adalah makanan khas Yogyakarta yang terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan<br />

santan dan dibumbui dengan kluwek. Perlu waktu berjam-jam untuk membuat masakan ini. Warna coklat biasanya<br />

dihasilkan oleh daun jati yang dimasak bersamaan. Gudeg dimakan dengan nasi dan disajikan dengan kuah santan kental<br />

(areh), ayam kampung, telur, tahu dan sambal goreng krecek.<br />

Ada berbagai varian gudeg, antara lain:<br />

‣ Gudeg kering, yaitu gudeg yang disajikan dengan<br />

areh kental, jauh lebih kental daripada santan<br />

pada masakan padang.<br />

‣ Gudeg basah, yaitu gudeg yang disajikan dengan<br />

areh encer.<br />

‣ Gudeg Solo, yaitu gudeg yang arehnya berwarna<br />

putih.<br />

c. Solo, Jawa Tengah<br />

Serabi Solo<br />

Serabi Solo memiliki bentuk dan rasa yang khas dan berbeda dengan serabi lain pada umumnya. Jika serabi lain<br />

menggunakan santan sebagai pelengkap penyajian, maka serabi Solo menambahkan santan pada saat proses<br />

pembuatan serabi tersebut. Perbedaan cara pembuatan tersebut yang langsung dapat dirasakan pada tekstur dan rasa<br />

serabi yang khas. Untuk semakin menambahkan perbedaan yang khas, maka proses memasak serabi harus<br />

menggunakan tungku arang sehingga menghasilkan aroma yang menggiurkan. Proses memasak ini yang membutuhkan<br />

kesabaran dan keuletan untuk dapat membuat dan menghidangkan serabi Solo yang sempurna.<br />

101


Kelegitan dan variasi topping serabi yang beraneka rupa; seperti coklat, keju,<br />

nangka, pisang, dan masih banyak lagi menjadi daya tarik serabi Solo. Jajanan<br />

tradisional ini sangat tepat dinikmati di kala sore hari sebagai teman minum teh<br />

sambil bersantai bersama keluarga ataupun dapat dijadikan buah tangan untuk<br />

kolega maupun keluarga di rumah.<br />

d. DKI Jakarta<br />

Ondel-ondel Jakarta<br />

Salah satu bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalam<br />

pesta-pesta rakyat adalah ondel-ondel. Nampaknya ondel-ondel memerankan<br />

leluhur atau nenek moyang yang senantiasa menjaga anak cucunya atau<br />

penduduk suatu desa.<br />

Ondel-ondel yang berupa boneka besar itu tingginya sekitar ± 2,5 m dengan garis tengah ± 80 cm, dibuat dari<br />

anyaman bambu yang disiapkan begitu rupa sehingga mudah dipikul dari dalamnya. Bagian wajah berupa topeng atau<br />

kedok, dengan rambut kepala dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki dicat dengan<br />

warna merah, sedang yang perempuan dicat dengan warna putih. Bentuk<br />

pertunjukan ini banyak persamaannya dengan yang terdapat di beberapa<br />

daerah lain.<br />

Semula ondel-ondel berfungsi sebagai penolak bala atau gangguan roh<br />

halus yang gentayangan. Dewasa ini ondel-ondel biasanya digunakan untuk<br />

menambah semarak pesta-pesta rakyat atau untuk penyambutan tamu<br />

terhormat, misalnya pada peresmian gedung yang baru selesai dibangun.<br />

Betapapun derasnya arus modernisasi, ondel-ondel ternyata masih tetap<br />

bertahan dan menjadi penghias wajah kota metropolitan Jakarta.<br />

e. Denpasar, Bali<br />

Kerajinan Bali (Kayu, Batok Kelapa, Perak, Anyaman Bambu, Logam, Keramik)<br />

Sebagai Land of gods, Bali sejak dahulu telah berhasil memukau kalangan<br />

internasional dengan mahakarya-mahakarya buatan warganya yang bernilai<br />

seni yang tinggi. Masyarakat Bali menganggap karya-karya seni sebagai<br />

perwujudan rasa syukur mereka kepada para Dewa dalam agama Hindu yang<br />

mereka anut.<br />

Kerajinan Bali sudah lama menjadi daya tarik untuk masyarakat <strong>Indonesia</strong> dan<br />

dunia. Kerajinan Bali menjadi kerajinan andalan Bali yang paling dicari dan<br />

sangat digemari karena kerajinan tangan dari bali ini begitu unik dan menjadi<br />

ciri khas yang dapat dijadikan sebagai oleh-oleh atau souvenir bagi wisatawan<br />

yang berkunjung ke Bali. Kerajinan tangan Bali sangat khas mengingat di Bali<br />

begitu kental seni dan budaya yang ada. Dengan adanya seni dan budaya di<br />

Bali, menghasilkan produk-produk kerajinan yang bernilai seni tinggi serta<br />

bercitarasa tinggi, sehingga menjadi produk kerajinan tangan yang selalu<br />

dicari wisatawan domestik dan juga manca negara.<br />

102


Brem Bali<br />

Brem Bali adalah minuman yang berasal dari sari tape ketan murni di proses dengan sangat special dan unik memberi<br />

sita rasa brem yang manis tanpa rasa masam. Sensasi Brem Bali ini muncul ketika diminum dan menimbulkan rasa yang<br />

khas di lidah.<br />

Brem Bali umumnya mengandung alcohol dan banyak diminati oleh wisatawan-wisatawan lokal maupun mancanegara.<br />

Bahkan, beberapa produk brem Bali saat ini sudah memasuki pasar mancanegara,<br />

diantaranya<br />

dengan diekspornya produk ini ke pasar-pasar di Eropa, Australia, maupun pasar regional<br />

di Asia Tenggara.<br />

103


4 H A S I L P E M E T A A N D A N A N A L I S I S D A M P A K E K O N O M I I N D U S T R I K R E A T I F<br />

Kontribusi ekonomi Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> yang terdiri dari 14 subsektor industri, dengan 4 basis indikator, yaitu: PDB,<br />

Ketenagakerjaan, Aktivitas Perusahaan dan Perdagangan Internasional ditunjukkan pada tabel 4.1 berikut.<br />

Tabel 4-1 Profil Kontribusi Ekonomi Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> 2002-2008<br />

No Indikator Satuan 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-Rata<br />

1 Berbasis PDB<br />

1.1 Nilai Tambah Berlaku Miliar Rp 160.337 167.355 192.128 214.541 256.848 297.557 360.663 235.633<br />

1.2 Nilai Tambah Konstan Miliar Rp 132.472 131.077 138.627 135.394 142.091 147.907 151.581 139.879<br />

1.3 Pertumbuhan Persen - -1,05% 5,76% -2,33% 4,95% 4,09% 2,48% 2,32%<br />

1.4 Kontribusi Nasional Persen 8,80% 8,31% 8,37% 7,73% 7,69% 7,53% 7,28% 7,80%<br />

2 Berbasis Ketenagakerjaan<br />

2,1 Jumlah Tenaga Kerja Orang 8.090.276 6.700.589 7.497.885 7.360.032 7.009.392 7.396.913 7.686.410 7.391.642<br />

2,2 Pertumbuhan Persen - -17,18% 11,90% -1,84% -4,76% 5,53% 3,91% -0,41%<br />

2,3 Tingkat Partisipasi Nasional Persen 8,83% 7,38% 8,00% 7,75% 7,34% 7,40% 7,53% 7,74%<br />

2,4 Produktivitas Ribu Rp/TK 52.301 48.038 56.230 63.606 65.458 65.044 64.919 59.371<br />

3 Berbasis Aktivitas Perusahaan<br />

3,1 Jumlah Perusahaan Perusahaan 3.192.365 2.623.965 3.099.344 2.734.076 2.576.235 2.813.959 3.001.635 2.863.083<br />

3,2 Pertumbuhan Persen - -17,80% 18,12% -11,79% -5,77% 9,23% 6,67% -0,22%<br />

3,3 Kontribusi Nasional Persen 7,52% 6,34% 7,24% 6,57% 6,09% 6,36% 0,00% 6,74%<br />

4 Berbasis Perdagangan Internasional<br />

4,1 Nilai Ekspor Miliar Rp 58.413 57.597 69.774 76.462 84.840 95.209 114.925 79.603<br />

4,2 Pertumbuhan Ekspor Persen -1,40% 21,14% 9,59% 10,96% 12,22% 20,71% 12,20%<br />

4,3 Kontribusi thdp Ekspor Nasional Persen 11,43% 11,32% 10,49% 9,08% 9,33% 8,86% 7,52% 9,23%<br />

4,4 Nilai Impor Miliar Rp 4.445 4.060 5.560 6.915 6.045 8.077 10.442 6.506<br />

4,5 Pertumbuhan Impor Persen -8,67% 36,93% 24,38% -12,58% 33,62% 29,27% 17,16%<br />

4,6 Kontribusi thdp Impor Nasional Persen 1,59% 1,50% 1,29% 1,22% 1,10% 1,15% 0,82% 2,33%<br />

4,7 Net Trade Miliar Rp 53.967 53.537 64.214 69.547 78.795 87.131 104.483 73.096<br />

4,8 Pertumbuhan Net Trade Persen -0,80% 19,94% 8,30% 13,30% 10,58% 19,91% 11,87%<br />

4,9 Kontribusi thdp Net Trade Nasional Persen 23,33% 22,54% 27,58% 25,30% 21,99% 23,34% 41,65% 26,12%<br />

4.1 B E R B A S I S P R O D U K D O M E S T I K B R U T O : J U M L A H , % K O N T R I B U S I D A N P E R T U M B U H A N<br />

4.1.1 PDB Sektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />

Nilai tambah bruto yang dihasilkan industri kreatif, baik berdasarkan harga berlaku menunjukkan trend peningkatan yang<br />

konsisten sejak tahun 2002 sampai 2008. Namun demikian nilai tambah berdasarkan harga konstan, yang sudah<br />

memperhitungkan pengaruh inflasi, mengalami penurunan di tahun 2003 dan 2005. Hal ini ditunjukkan pada gambar<br />

berikut.<br />

104


400.000<br />

350.000<br />

360.663<br />

300.000<br />

297.557<br />

250.000<br />

256.848<br />

200.000<br />

150.000<br />

100.000<br />

192.128<br />

160.337<br />

167.355<br />

132.472 131.077 138.627<br />

214.541<br />

135.394 142.091<br />

147.907 151.581<br />

50.000<br />

0<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

Nilai Tambah Harga Berlaku Nilai Tambah Harga Konstan<br />

Gambar 4-1<br />

Nilai Tambah Bruto Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 (Miliar Rupiah)<br />

Pada tahun 2007 dan 2008, nilai nominal berdasarkan harga berlaku dari Nilai Tambah Bruto Sektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />

meningkat signifikan dari Rp. 256.848 miliar di tahun 2006 menjadi Rp. 297.557 miliar di tahun 2007 dan Rp. 360.663<br />

miliar di tahun 2008. Peningkatan tahun 2007 sebesar Rp. 40.709 miliar, dan peningkatan tahun 2008 Rp. 63.106<br />

miliar. Kondisi ini merupakan indikasi positif terhadap perkembangan industri kreatif nasional, dimana industri kreatif<br />

terus tumbuh positif di tengah-tengah kondisi krisis global yang melanda dunia.<br />

105


7,00%<br />

6,00%<br />

5,00%<br />

5,76%<br />

4,95%<br />

4,00%<br />

4,09%<br />

3,00%<br />

2,00%<br />

2,32%<br />

2,48%<br />

1,00%<br />

0,00%<br />

-1,00%<br />

-2,00%<br />

-3,00%<br />

2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

-1,05%<br />

-2,33%<br />

Rata-Rata Pertumbuhan 2002-2008<br />

Gambar 4-2 Pertumbuhan NTB Konstan Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />

Pertumbuhan PDB (NTB) Sektor Industri <strong>Kreatif</strong>, yang sudah memperhitungkan pengaruh inflasi, di tahun 2007 dan<br />

2008 mengalami penurunan, dari 4,95% tahun 2006 menjadi 4,09% tahun 2007 dan 2,48% tahun 2008. Perlambatan<br />

memang terjadi, namun demikian PDB Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> tetap tumbuh positif di atas rata-rata pertumbuhan PDB<br />

Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2003-2008 sebesar 2,32%.<br />

Salah satu karakteristik yang dimiliki oleh industri kreatif, yang berbeda dengan sektor lainnya, adalah fluktuasi<br />

pertumbuhan yang cukup tinggi dari tahun ke tahun. Fluktuasi yang sangat signifikan terjadi dari tahun 2003 sampai<br />

2006, dimana setiap tahun pertumbuhan berubah dari pertumbuhan positif menjadi pertumbuhan negatif. Namun<br />

demikian sejak tahun 2006 sampai 2008, sektor industri kreatif mulai konsisten menunjukkan pertumbuhan yang positif.<br />

4.1.2 Perbandingan terhadap PDB Nasional<br />

Dibandingkan dengan rata-rata kontribusi PDB nasional sektoral berdasarkan harga berlaku, di tahun 2002-2008, Sektor<br />

Industri <strong>Kreatif</strong> memberikan kontribusi PDB di peringkat ke-6, sebesar 7,8% atau senilai Rp. 235.633 miliar, lebih tinggi<br />

dari rata-rata kontribusi Sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi,<br />

Sektor Konstruksi dan Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih. Rata-rata kontribusi terbesar diberikan oleh Sektor Industri<br />

Pengolahan sebesar 24,1%, Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan sebesar 14,53%, dan Sektor<br />

Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 13,42%. Indikasi ini menunjukkan bahwa Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> merupakan<br />

sektor penting dalam perekonomian nasional, karena memiliki kontribusi PDB yang cukup besar.<br />

106


Tabel 4-2 Perbandingan Kontribusi PDB Sektor Industri Nasional 2002-2008 (miliar Rp)<br />

NO LAPANGAN USAHA 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-Rata<br />

1 Industri Pengolahan 25,0% 24,6% 24,4% 24,1% 23,9% 23,5% 24,4% 24,2%<br />

2 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 15,5% 15,2% 14,3% 13,1% 13,0% 13,7% 14,4% 14,0%<br />

3 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 13,0% 13,0% 12,4% 12,2% 12,1% 12,1% 11,3% 12,1%<br />

4 Pertambangan dan Penggalian 8,8% 8,3% 8,9% 11,1% 11,0% 11,2% 11,0% 10,4%<br />

5 Jasa Kemasyarakatan 8,9% 9,7% 10,1% 9,8% 9,9% 9,9% 9,6% 9,7%<br />

6 Industri <strong>Kreatif</strong> 8,8% 8,3% 8,4% 7,7% 7,7% 7,5% 7,3% 7,8%<br />

7 Konstruksi 6,1% 6,2% 6,6% 7,0% 7,5% 7,7% 8,5% 7,4%<br />

8 Keuangan, Real Estate, & Jasa Perusahaan 7,8% 7,9% 7,6% 7,5% 7,1% 6,8% 6,5% 7,1%<br />

9 Pengangkutan dan Komunikasi 5,4% 5,9% 6,2% 6,5% 6,9% 6,7% 6,3% 6,4%<br />

10 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,8% 1,0% 1,0% 1,0% 0,9% 0,9% 0,8% 0,9%<br />

Rata-rata nilai dan persentase kontribusi PDB sektoral selengkapnya tahun 2002-2008, ditunjukkan pada gambar<br />

berikut.<br />

Jasa Kemasyarakatan<br />

Rp294.077<br />

10%<br />

Keuangan, Real Estate,<br />

& Jasa Perusahaan<br />

Rp215.629<br />

7%<br />

Industri <strong>Kreatif</strong><br />

Rp235.633<br />

8%<br />

Pertanian, Peternakan,<br />

Kehutanan dan<br />

Perikanan<br />

Rp424.111 Pertambangan dan<br />

14%<br />

Penggalian<br />

Rp313.379<br />

11%<br />

Pengangkutan dan<br />

Komunikasi<br />

Rp192.135<br />

6%<br />

Perdagangan, Hotel,<br />

dan Restoran<br />

Rp366.149<br />

12%<br />

Konstruksi<br />

Rp222.556<br />

7%<br />

Listrik, Gas, dan Air<br />

Bersih<br />

Rp27.269<br />

1%<br />

Industri Pengolahan<br />

Rp730.231<br />

24%<br />

Gambar 4-3 Rata-rata Nilai dan % Kontribusi NTB Sektoral Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2002-2008<br />

Jika dibandingkan berdasarkan rata-rata pertumbuhan NTB tahunan 2002-2008, maka Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> berada<br />

pada peringkat ke-9, dengan rata-rata pertumbuhan 2,32%. Besaran ini merupakan kedua terkecil setelah Sektor<br />

Pertambangan dan Penggalian yang memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 0,26%, serta masih berada di bawah ratarata<br />

pertumbuhan PDB Nasional 5,56%. Rata-rata pertumbuhan terbesar dimiliki oleh Sektor Pengangkutan dan<br />

Komunikasi sebesar 13,89%, diikuti sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 9,33%, dan sektor Konstruksi<br />

sebesar 7,57%.<br />

107


16,00%<br />

14,00%<br />

Rata-Rata Pertumbuhan PDB Sektor-Sektor Utama<br />

Pengangkutan dan<br />

Komunikasi<br />

13,89%<br />

12,00%<br />

10,00%<br />

Perdagangan, Hotel, dan<br />

Restoran<br />

9,33%<br />

8,00%<br />

Listrik, Gas, dan Air Bersih<br />

7,25%<br />

Konstruksi<br />

7,57%<br />

Keuangan, Real Estate, &<br />

Jasa Perusahaan<br />

6,77%<br />

6,00%<br />

4,00%<br />

2,00%<br />

0,00%<br />

Pertanian, Peternakan,<br />

Kehutanan dan Perikanan<br />

3,48%<br />

Industri Pengolahan<br />

4,97%<br />

Pertambangan dan<br />

Penggalian<br />

0,26%<br />

Rata-rata Pertumbuhan PDB Nasional 2002-2008<br />

Jasa Kemasyarakatan<br />

5,66%<br />

Industri <strong>Kreatif</strong><br />

2,32%<br />

5,56%<br />

Gambar 4-4 Rata-Rata Pertumbuhan PDB Sektoral, termasuk Industri <strong>Kreatif</strong>, 2002-2008<br />

4.1.3 PDB Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />

Tahun 2007 dan 2008, NTB 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> mengalami peningkatan, kecuali pada Subsektor Kerajinan dan<br />

Subsektor Pasar Barang Seni. NTB Subsektor Kerajinan tahun 2007 masih meningkat, namun mengalami penurunan kecil<br />

0,42% di tahun 2008, yaitu sebesar Rp. 37.423 miliar tahun 2007 menjadi Rp. 37.266 tahun 2008. NTB Subsektor<br />

Pasar Barang Seni mengalami penurunan tahun 2007 sebesar 21,19%, yaitu Rp. 808 miliar tahun 2006 menjadi Rp.<br />

637 miliar tahun 2007. Namun demikian tahun 2008 NTB Subsektor Pasar Barang Seni kembali meningkat 10,8%<br />

menjadi Rp. 706 miliar.<br />

Subsektor-subsektor yang meningkat signifikan di tahun 2007 dan 2008, dibandingkan tahun 2006, adalah Subsektor<br />

Arsitektur, Desain, Film, dan Musik. Tahun 2006 keempat subsektor tersebut mengalami pertumbuhan negatif<br />

(penurunan NTB, kecuali Film), dan kembali tumbuh positif dengan besaran yang baik di tahun 2007. NTB Arsitektur<br />

tahun 2006 turun -8,85% dan tumbuh 8,61% tahun 2007, yaitu sebesar Rp. 3.367 miliar menjadi Rp. 3.657 miliar.<br />

Pertumbuhan NTB Arsitektur ini terus berlanjut di tahun 2008. NTB Subsektor Desain tahun 2006 turun -5,13% dan<br />

tumbuh 8,74% tahun 2007. Pertumbuhan NTB Subsektor Desain ini terus berlanjut hingga tahun 2008. NTB Subsektor<br />

Film, Video dan Fotografi tahun 2006 hanya tumbuh 2,14% namun tumbuh sebesar 7,52% tahun 2007 dan terus<br />

tumbuh positif di tahun 2008. NTB Subsektor Musik tahun 2006 turun sebesar -8,49% dan tumbuh 5,14% tahun 2007.<br />

Pertumbuhan positif NTB Musik terus berlanjut di tahun 2008. Informasi selengkapnya mengenai peningkatan dan<br />

penurunan NTB 14 subsektor tahun 2002-2008 ditunjukkan pada gambar berikut.<br />

108


4.500<br />

4.000<br />

3.500<br />

3.000<br />

2.500<br />

NTB Konstan Arsitektur 2002-2008 (Miliar Rp)<br />

3.924<br />

3.274<br />

3.367<br />

3.657<br />

2.740<br />

3.694<br />

2.945<br />

9.800<br />

9.600<br />

9.400<br />

9.200<br />

9.000<br />

NTB Konstan Desain 2002-2008 (Miliar Rp)<br />

9.531<br />

9.213<br />

9.211<br />

9.072<br />

9.678<br />

9.502<br />

2.000<br />

1.500<br />

1.000<br />

500<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

8.800<br />

8.600<br />

8.400<br />

8.200<br />

8.738<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

70.000<br />

68.000<br />

66.000<br />

64.000<br />

62.000<br />

60.000<br />

NTB Konstan Fesyen 2002-2008 (Miliar Rp)<br />

69.124<br />

64.415<br />

65.176<br />

65.243<br />

63.843<br />

60.582<br />

65.902<br />

1.200<br />

1.000<br />

800<br />

600<br />

400<br />

NTB Konstan FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI 2002-2008<br />

(Miliar Rp)<br />

711 732<br />

776 814<br />

831<br />

893<br />

962<br />

58.000<br />

200<br />

56.000<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

40.000<br />

35.000<br />

30.000<br />

25.000<br />

20.000<br />

15.000<br />

10.000<br />

5.000<br />

NTB Konstan Kerajinan 2002-2008 (Miliar Rp)<br />

34.832<br />

32.290<br />

31.030<br />

37.423 37.266<br />

31.140 31.952<br />

2.000<br />

1.800<br />

1.600<br />

1.400<br />

1.200<br />

1.000<br />

800<br />

600<br />

400<br />

200<br />

NTB Konstan Layanan Piranti Lunak 2002-2008 (Miliar Rp)<br />

1.806<br />

1.517 1.650<br />

1.253<br />

1.038<br />

714<br />

859<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

109


9.000<br />

8.000<br />

7.000<br />

6.000<br />

5.000<br />

4.000<br />

3.000<br />

2.000<br />

1.000<br />

NTB Konstan MUSIK 2002-2008 (Miliar Rp)<br />

4.025<br />

4.552<br />

6.974<br />

7.895<br />

7.929<br />

7.225 7.596<br />

900<br />

800<br />

700<br />

600<br />

500<br />

400<br />

300<br />

200<br />

100<br />

NTB Konstan PASAR DAN BARANG SENI 2002-2008<br />

(Miliar Rp)<br />

612<br />

719 695<br />

743<br />

808<br />

637<br />

706<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

9.000<br />

8.000<br />

7.000<br />

6.000<br />

5.000<br />

4.000<br />

NTB Konstan PENERBITAN DAN PERCETAKAN 2002-2008<br />

(Miliar Rp)<br />

5.744<br />

5.705<br />

7.971<br />

7.681<br />

7.404<br />

7.530<br />

7.599<br />

14.000<br />

12.000<br />

10.000<br />

8.000<br />

6.000<br />

NTB Konstan PERIKLANAN 2002-2008 (Miliar Rp)<br />

5.493<br />

6.916<br />

8.013<br />

9.832<br />

8.072<br />

10.617<br />

11.493<br />

3.000<br />

2.000<br />

1.000<br />

4.000<br />

2.000<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

NTB Konstan PERMAINAN INTERAKTIF2002-2008 (Miliar<br />

Rp)<br />

NTB Konstan RISET DAN PENGEMBANGAN2002-2008<br />

(Miliar Rp)<br />

600<br />

500<br />

400<br />

300<br />

200<br />

252<br />

283<br />

321<br />

362<br />

414<br />

471<br />

550<br />

1,200<br />

1,000<br />

800<br />

600<br />

400<br />

790<br />

828<br />

870<br />

923 970 1,047<br />

1,133<br />

100<br />

200<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

110


NTB Konstan SENI PERTUNJUKAN 2002-2008 (Miliar Rp)<br />

NTB Konstan TELEVISI DAN RADIO 2002-2008 (Miliar Rp)<br />

180<br />

3.000<br />

160<br />

140<br />

120<br />

100<br />

80<br />

98<br />

112<br />

123<br />

126 133 142<br />

152<br />

2.500<br />

2.000<br />

1.500<br />

1.608<br />

2.035<br />

1.830<br />

2.179<br />

2.088<br />

2.326<br />

2.481<br />

60<br />

1.000<br />

40<br />

20<br />

500<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

Gambar 4-5 NTB Konstan 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2002-2008<br />

4.1.4 Perbandingan 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />

Dari 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> yang telah dipetakan, Subsektor yang memberikan kontribusi NTB terbesar sepanjang<br />

tahun 2002 sampai 2008 adalah Subsektor Fesyen dengan rata-rata NTB harga berlaku sebesar Rp. 107,8 triliun, atau<br />

sekitar 45,78% dari total NTB Sektor Industri <strong>Kreatif</strong>. Tiga subsektor lain yang memberi kontribusi NTB terbesar,<br />

berturut-turut adalah Subsektor Kerajinan dengan rata-rata NTB sebesar Rp. 57,08 triliun, Subsektor Desain Rp. 15,48<br />

triliun, dan Subsektor Periklanan Rp. 15,12 triliun. Keempat subsektor ini, Fesyen, Kerajinan, Desain dan Periklanan<br />

menyumbang kontribusi NTB berturut-turut sebesar 45,78%, 24,23%, 6,57% dan 6,42%.<br />

Subsektor Periklanan mampu mengungguli kontribusi yang diberikan Subsektor Desain pada tahun 2006-2008,<br />

meskipun secara rata-rata tahun 2002-2008 kontribusi Subsektor Desain masih lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa<br />

kinerja Subsektor Periklanan dalam perekonomian semakin baik dengan signifikan sepanjang tahun, khususnya pada 3<br />

tahun terakhir. Informasi selengkapnya mengenai kontribusi NTB 14 subsektor, ditunjukkan pada tabel dan gambar<br />

berikut.<br />

Tabel 4-3 Perbandingan Kontribusi NTB 14 Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />

NO LAPANGAN USAHA INDUSTRI KREATIF 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata<br />

1 FESYEN 52,18% 49,77% 47,02% 44,75% 44,93% 43,55% 43,48% 45,78%<br />

2 KERAJINAN 23,42% 23,76% 23,29% 23,60% 24,51% 25,30% 24,59% 24,23%<br />

3 DESAIN 7,19% 7,03% 6,54% 6,80% 6,15% 6,42% 6,38% 6,57%<br />

4 PERIKLANAN 4,15% 5,28% 5,78% 5,96% 6,92% 7,18% 7,58% 6,42%<br />

5 PENERBITAN DAN PERCETAKAN 4,34% 4,35% 5,75% 5,67% 5,21% 5,09% 5,01% 5,10%<br />

6 MUSIK 3,04% 3,47% 5,03% 5,83% 5,08% 5,14% 5,23% 4,85%<br />

7 ARSITEKTUR 2,07% 2,25% 2,36% 2,73% 2,37% 2,47% 2,59% 2,44%<br />

8 TELEVISI DAN RADIO 1,21% 1,40% 1,47% 1,54% 1,53% 1,57% 1,64% 1,51%<br />

9 LAYANAN KOMPUTER DAN PIRANTI LUNAK 0,54% 0,66% 0,75% 0,93% 1,07% 1,12% 1,19% 0,95%<br />

10 RISET DAN PENGEMBANGAN 0,60% 0,63% 0,63% 0,68% 0,68% 0,71% 0,75% 0,68%<br />

11 FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI 0,54% 0,56% 0,56% 0,60% 0,58% 0,60% 0,63% 0,59%<br />

12 PASAR DAN BARANG SENI 0,46% 0,55% 0,50% 0,55% 0,57% 0,43% 0,47% 0,50%<br />

13 PERMAINAN INTERAKTIF 0,19% 0,22% 0,23% 0,27% 0,29% 0,32% 0,36% 0,28%<br />

14 SENI PERTUNJUKAN 0,07% 0,09% 0,09% 0,09% 0,09% 0,10% 0,10% 0,09%<br />

Total 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%<br />

111


PENERBITAN DAN<br />

PERCETAKAN<br />

Rp12.009.603.145<br />

5%<br />

PASAR DAN BARANG SENI<br />

Rp1.174.283.447<br />

0%<br />

MUSIK<br />

Rp11.437.824.384<br />

5%<br />

PERMAINAN INTERAKTIF<br />

Rp669.504.336<br />

0%<br />

PERIKLANAN<br />

Rp15.121.802.624<br />

6%<br />

RATA-RATA PDB INDUSTRI KREATIF 2002-2008<br />

RISET DAN<br />

PENGEMBANGAN<br />

Rp1.605.167.985<br />

1%<br />

SENI PERTUNJUKAN<br />

Rp217.166.624<br />

0%<br />

TELEVISI DAN RADIO<br />

Rp3.561.909.042<br />

2%<br />

ARSITEKTUR<br />

Rp5.749.683.306<br />

2%<br />

DESAIN<br />

Rp15.486.750.367<br />

7%<br />

LAYANAN KOMPUTER DAN<br />

PIRANTI LUNAK<br />

Rp2.248.993.045<br />

1%<br />

FESYEN<br />

Rp107.869.858.780<br />

46%<br />

KERAJINAN<br />

Rp57.087.934.396<br />

24%<br />

FILM, VIDEO, DAN<br />

FOTOGRAFI<br />

Rp1.392.362.442<br />

1%<br />

Gambar 4-6<br />

Rata-rata Jumlah dan % Kontribusi PDB Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2002-2008, Berdasarkan Harga Berlaku<br />

Satu catatan yang penting digarisbawahi adalah kontribusi NTB yang sangat dominan dari Subsektor Fesyen dan<br />

Kerajinan. Kedua subsektor ini menyumbang 70% dari total NTB industri kreatif, sehingga fluktuasi kontribusi NTB kedua<br />

subsektor akan sangat mempengaruhi keseluruhan kontribusi NTB Sektor Industri <strong>Kreatif</strong>. Seperti ditunjukkan pada<br />

gambar berikut, rata-rata pertumbuhan Subsektor Fesyen tahun 2002-2008 menunjukkan angka negatif -0,7%. Angka<br />

negatif ini menunjukkan bahwa pertumbuhan Subsektor Fesyen sudah mengalami titik stabil (stagnan), bahkan bukan<br />

tidak mungkin akan cenderung semakin menurun di tahun-tahun berikutnya. Sementara itu, rata-rata pertumbuhan<br />

Subsektor Kerajinan memang masih positif, namun angka pertumbuhan tidak terlalu besar, yaitu 3,17%. Kedua angka<br />

rata-rata pertumbuhan Subsektor Fesyen dan Kerajinan ini merupakan indikasi peringatan bagi pengembangan industri<br />

kreatif nasional, bahwa ke depan industri kreatif jangan lagi hanya mengandalkan kedua Subsektor tersebut. Subsektorsubsektor<br />

lainnya memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Hal ini terlihat dari rata-rata pertumbuhan 2 digit yang<br />

dimiliki subsektor Layanan Komputer dan Piranti Lunak sebesar 16,87%, subsektor Musik 13,42%, Subsektor Periklanan<br />

13,42% dan Subsektor Permainan Interaktif sebesar 13,88%.<br />

Selain Subsektor Layanan Komputer dan Piranti Lunak, Subsektor Musik, Subsektor Periklanan, Subsektor Permainan<br />

Interaktif, masih terdapat subsektor-subsektor lain yang memiliki potensi cukup baik, yaitu Subsektor Arsitektur,<br />

Penerbitan dan Percetakan, Riset dan Pengembangan, dan Seni Pertunjukan. Keempat subsektor ini tumbuh di atas ratarata<br />

pertumbuhan PDB Nasional tahun 2002-2008 sebesar 5,56%.<br />

Subsektor Film, Video dan Fotografi memang memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 5,19%, masih di bawah rata-rata<br />

pertumbuhan PDB Nasional. Namun perlu dicatat bahwa pertumbuhan Subsektor Film, Video dan Fotografi di tahun 2007<br />

dan 2008 menunjukkan angka yang cukup menjanjikan, yaitu 7,52% tahun 2007 dan semakin membaik di tahun 2008<br />

112


dengan pertumbuhan 7,64%. Rata-rata pertumbuhan PDB Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2002-2008 ditunjukkan<br />

berikut ini.<br />

18,00%<br />

16,00%<br />

LAYANAN KOMPUTER DAN<br />

PIRANTI LUNAK<br />

16,87%<br />

14,00%<br />

MUSIK<br />

13,42%<br />

PERIKLANAN<br />

13,42%<br />

PERMAINAN INTERAKTIF<br />

13,88%<br />

12,00%<br />

10,00%<br />

8,00%<br />

6,00%<br />

4,00%<br />

ARSITEKTUR<br />

6,43%<br />

5,56%<br />

FILM, VIDEO, DAN<br />

FOTOGRAFI<br />

5,19%<br />

KERAJINAN<br />

3,17%<br />

PENERBITAN DAN<br />

PERCETAKAN<br />

5,73%<br />

PASAR DAN BARANG SENI<br />

3,24%<br />

TELEVISI DAN RADIO<br />

7,57%<br />

SENI PERTUNJUKAN<br />

7,67%<br />

RISET DAN<br />

PENGEMBANGAN<br />

6,20%<br />

2,32%<br />

2,00%<br />

DESAIN<br />

0,35%<br />

0,00%<br />

FESYEN<br />

-0,70%<br />

-2,00%<br />

Rata-rata Pertumbuhan PDB Nasional 2002-2008 Rata-rata Pertumbuhan PDB IK 2002-2008<br />

Gambar 4-7 Rata-rata Pertumbuhan PDB Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2002-2008<br />

113


4.2 B E R B A S I S K E T E N A G A K E R J A A N : J U M L A H , T I N G K A T P A R T I S I P A S I , P E R T U M B U H A N ,<br />

P R O D U K T I V I T A S<br />

4.2.1 Tenaga Kerja Sektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />

Jumlah tenaga kerja yang diserap Sektor Industri mengalami trend penurunan sepanjang tahun 2004 hingga 2006.<br />

Namun pada tahun 2007 dan 2008 kinerja Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> semakin baik dalam hal penyerapan tenaga kerja.<br />

Tahun 2007 jumlah tenaga kerja yang diserap mencapai 7,396 juta tenaga kerja dan meningkat menjadi 7,686 juta<br />

tenaga kerja di tahun 2008. Keduanya melampaui rata-rata penyerapan tenaga kerja Sektor Ekonomi <strong>Kreatif</strong> tahun<br />

2002-2008, yaitu sebesar 7,391 juta tenaga kerja.<br />

9.000.000<br />

8.000.000<br />

7.000.000<br />

6.000.000<br />

5.000.000<br />

4.000.000<br />

3.000.000<br />

2.000.000<br />

1.000.000<br />

-<br />

7.497.885 7.396.913<br />

8.090.276<br />

7.360.032<br />

7.391.642<br />

7.009.392<br />

7.686.410<br />

6.700.589<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

Rata-Rata 2002-2008<br />

Gambar 4-8 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />

Penyerapan tenaga kerja di Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> mengalami penurunan yang signifikan di tahun 2003 sebesar -17,18%<br />

atau sekitar 1,4 juta tenaga kerja. Penurunan kembali terjadi sebesar -1,84% atau berkurang sebanyak 137.853 tenaga<br />

kerja di tahun 2005, dan -4,76% atau berkurang sebanyak 350.640 tenaga kerja di tahun 2006. Penyerapan tenaga<br />

kerja kembali mengalami peningkatan di tahun 2007, yaitu sebesar 5,53% atau bertambah sebanyak 387.521 tenaga<br />

kerja. Di tahun 2008 penyerapan tenaga kerja terus meningkat sebanyak 289.497 atau tumbuh sebesar 3,91%, namun<br />

tidak secepat pertumbuhan yang terjadi di tahun 2007. Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja tahun 2002-2008<br />

ditunjukkan berikut ini.


15,00%<br />

10,00%<br />

5,00%<br />

Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja 2002-2008<br />

11,90%<br />

5,53%<br />

3,91%<br />

0,00%<br />

-5,00%<br />

-10,00%<br />

-1,84%<br />

2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

-4,76%<br />

-15,00%<br />

-20,00%<br />

-17,18%<br />

Gambar 4-9 Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />

4.2.2 Perbandingan terhadap Tenaga Kerja Nasional<br />

Berdasarkan rata-rata penyerapan jumlah tenaga kerja tahun 2002-2008, Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> menduduki peringkat<br />

ke-5 di antara 10 sektor utama, dengan kontribusi sebanyak 7.391.642 tenaga kerja atau sekitar 7,74% dari total<br />

tenaga kerja nasional. Rata-rata kontribusi penyerapan tenaga kerja terbesar tahun 2002-2008 masih diberikan oleh<br />

Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan sebesar 43,24%, diikuti Sektor Perdagangan, Hotel dan<br />

Restoran 16,15%, Sektor Jasa Kemasyarakan 11,36% dan Sektor Industri Pengolahan sebesar 8,7%.<br />

Dalam hal jumlah penyerapan tenaga kerja, Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> masih memiliki posisi yang lebih baik dibandingkan<br />

Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, Sektor Konstruksi, Sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan, Sektor<br />

Pertambangan dan Penggalian, dan Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih. Selengkapnya ditunjukkan pada tabel dan gambar<br />

berikut.<br />

Tabel 4-4 Perbandingan Kontribusi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Nasional 2002-2008<br />

NO LAPANGAN USAHA 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata<br />

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 44,34% 46,26% 43,33% 44,04% 42,05% 41,24% 41,83% 43,24%<br />

2 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 14,94% 14,88% 16,04% 16,14% 16,87% 17,23% 16,76% 16,15%<br />

3 Jasa Kemasyarakatan 11,12% 10,54% 11,01% 10,94% 11,68% 11,81% 12,29% 11,36%<br />

4 Industri Pengolahan 9,16% 8,67% 8,52% 8,61% 8,72% 8,66% 8,53% 8,69%<br />

5 Industri <strong>Kreatif</strong> 8,83% 7,38% 8,00% 7,75% 7,34% 7,40% 7,53% 7,74%<br />

6 Pengangkutan dan Komunikasi 5,09% 5,47% 5,83% 5,83% 5,92% 5,95% 5,88% 5,72%<br />

7 Konstruksi 4,66% 4,52% 4,84% 4,65% 4,92% 5,26% 4,64% 4,79%<br />

8 Keuangan, Real Estate, & Jasa Perusahaan 0,99% 1,30% 1,08% 0,99% 1,30% 1,28% 1,29% 1,18%<br />

9 Pertambangan dan Penggalian 0,69% 0,80% 1,10% 0,85% 0,97% 1,00% 1,04% 0,93%<br />

10 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,19% 0,17% 0,25% 0,20% 0,24% 0,18% 0,20% 0,20%<br />

Total 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%<br />

115


Keuangan, Real Estate, &<br />

Jasa Perusahaan<br />

1.124.459<br />

1%<br />

Industri <strong>Kreatif</strong><br />

7.391.642<br />

8%<br />

Pengangkutan dan<br />

Komunikasi<br />

5.461.789<br />

6%<br />

Jasa Kemasyarakatan<br />

10.850.871<br />

11%<br />

Pertanian, Peternakan,<br />

Kehutanan dan Perikanan<br />

41.298.468<br />

43%<br />

Perdagangan, Hotel, dan<br />

Restoran<br />

15.425.013<br />

16%<br />

Industri Pengolahan<br />

8.300.599<br />

9%<br />

Konstruksi<br />

4.574.473<br />

5%<br />

Listrik, Gas, dan Air Bersih<br />

194.731<br />

0%<br />

Pertambangan dan<br />

Penggalian<br />

883.560<br />

1%<br />

Gambar 4-10 Rata-rata Jumlah dan Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja Sektoral Tahun 2002-2008<br />

Rata-rata pertumbuhan penyerapan tenaga kerja Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2002-2008 merupakan yang terendah di<br />

antara 10 sektor utama, bahkan bernilai negatif sebesar -0,41%. Hal ini disebabkan terjadinya pertumbuhan negatif yang<br />

signifikan bahkan cenderung outlier di tahun 2003, sebesar -17,18% (gambar 4-9). Pertumbuhan negatif ini terjadi<br />

terutama disebabkan oleh menurunnya jumlah tenaga kerja di Subsektor Fesyen pada tahun 2003 yang hampir mencapai<br />

1 juta tenaga kerja. Jika melihat rata-rata pertumbuhan sejak tahun 2004 hingga 2008, maka pertumbuhan penyerapan<br />

tenaga kerja Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> cukup menjanjikan, yaitu sekitar 3%, berada di atas rata-rata nasional 1,82%. Sektorsektor<br />

utama yang tumbuh pesat dalam hal penyerapan tenaga kerja adalah Sektor Pertambangan dan Penggalian<br />

10,7%, Sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan 7,69%, dan Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih 5,65%.<br />

Informasi pertumbuhan selengkapnya ditunjukkan pada gambar berikut.<br />

116


12,00%<br />

10,00%<br />

Pertambangan dan<br />

Penggalian<br />

10,70%<br />

8,00%<br />

6,00%<br />

4,00%<br />

2,00%<br />

Listrik, Gas, dan Air Bersih<br />

5,65%<br />

Perdagangan, Hotel, dan<br />

Restoran<br />

3,87%<br />

Konstruksi<br />

2,04%<br />

Pengangkutan dan<br />

Komunikasi<br />

4,35%<br />

Keuangan, Real Estate, &<br />

Jasa Perusahaan<br />

7,69%<br />

1,82%<br />

Jasa Kemasyarakatan<br />

3,65%<br />

0,00%<br />

Pertanian, Peternakan,<br />

Kehutanan dan Perikanan<br />

0,88%<br />

Industri Pengolahan<br />

0,67%<br />

Industri <strong>Kreatif</strong><br />

-0,41%<br />

-2,00%<br />

Rata-rata Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Nasional<br />

Gambar 4-11 Rata-rata Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Tahun 2002-2008<br />

Rata-rata Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Industri <strong>Kreatif</strong>, yang merupakan rasio NTB dengan jumlah tenaga kerja,<br />

menduduki peringkat ke-7 di antara 10 sektor. Produktivitas tenaga kerja industri kreatif ini mencapai nilai Rp.<br />

19.406.000,- per tahun, atau sekitar Rp.1.617.000,- per bulan. Nilai produktivitas tenaga kerja sektor industri kreatif<br />

sangat dipengaruhi oleh Subsektor Fesyen dan Kerajinan, dimana produktivitas kedua sektor dominan tersebut berada di<br />

bawah rata-rata produktivitas industri kreatif 2002-2008, bahkan Subsektor Kerajinan merupakan subsektor dengan<br />

produktivitas terendah di antara 14 subsektor industri kreatif.<br />

Namun demikian, rata-rata produktivitas tenaga kerja industri kreatif ini masih mampu mengungguli Sektor Perdagangan,<br />

Hotel dan Restoran, Sektor Jasa Kemasyarakatan, dan Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan. Sektor yang<br />

memiliki produktivitas terbesar adalah Sektor Pertambangan dan Penggalian dengan rata-rata produkvitas per tahun<br />

sebesar Rp. 184.228.000,- atau sekitar Rp. 15.352.000,- per bulan. Informasi selengkapnya mengenai produktivitas<br />

tenaga kerja sektor-sektor utama, ditunjukkan pada tabel berikut.<br />

Tabel 4-5 Perbandingan Produktivitas Tenaga Kerja Sektoral Tahun 2002-2008 Berdasarkan Harga Konstan (Ribu Rupiah)<br />

NO LAPANGAN USAHA 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata<br />

1 Pertambangan dan Penggalian 268.964 229.894 154.729 204.271 181.930 172.350 162.194 184.228<br />

2 Keuangan, Real Estate, & Jasa Perusahaan 133.331 108.772 134.897 155.172 123.838 129.042 136.419 131.357<br />

3 Listrik, Gas, dan Air Bersih 55.353 66.189 47.203 62.013 53.729 77.292 72.117 63.090<br />

4 Industri Pengolahan 43.241 48.723 51.313 52.949 53.735 54.066 55.727 52.752<br />

5 Konstruksi 19.764 21.824 21.219 23.454 23.893 23.208 27.635 23.539<br />

6 Pengangkutan dan Komunikasi 16.261 17.130 17.640 19.635 22.019 23.835 27.558 21.303<br />

7 Industri <strong>Kreatif</strong> 16.374 19.562 18.489 18.396 20.272 19.996 19.721 19.406<br />

8 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 13.190 14.751 14.003 15.371 16.021 16.434 18.016 15.766<br />

9 Jasa Kemasyarakatan 13.398 14.864 14.517 15.171 15.000 15.126 15.142 14.970<br />

10 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 5.700 5.723 6.087 6.072 6.538 6.586 6.661 6.278<br />

Total Rata-Rata 58.558 54.743 48.010 57.250 51.697 53.794 54.119 53.269<br />

117


4.2.3 Tenaga Kerja Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />

Rekapitulasi penyerapan tenaga kerja 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2002-2008 ditunjukkan pada tabel berikut.<br />

Tabel 4-6 Kontribusi Tenaga Kerja 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />

NO LAPANGAN USAHA INDUSTRI KREATIF 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata<br />

1 ARSITEKTUR 20.658 27.165 24.373 23.856 25.963 28.037 30.349 25.772<br />

2 DESAIN 477.908 351.139 500.134 473.350 369.830 390.298 408.923 424.512<br />

3 FESYEN 4.419.590 3.571.127 4.057.493 4.037.705 3.851.949 4.052.329 4.209.920 4.028.588<br />

4 FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI 22.886 22.188 23.169 22.640 26.032 27.759 29.502 24.882<br />

5 KERAJINAN 2.564.214 2.178.880 2.268.898 2.144.951 2.173.502 2.304.037 2.388.536 2.289.003<br />

6 LAYANAN KOMPUTER DAN PIRANTI LUNAK 15.236 18.644 18.083 17.506 16.448 18.247 20.543 17.815<br />

7 MUSIK 178.807 145.731 206.962 234.128 111.298 115.773 116.438 158.448<br />

8 PASAR DAN BARANG SENI 36.819 38.321 40.644 40.309 42.812 45.755 48.759 41.917<br />

9 PENERBITAN DAN PERCETAKAN 178.852 143.221 141.280 159.932 173.149 180.637 182.544 165.659<br />

10 PERIKLANAN 41.423 63.790 59.656 51.950 54.792 59.169 64.047 56.404<br />

11 PERMAINAN INTERAKTIF 1.760 2.505 2.267 2.036 2.662 3.032 3.537 2.543<br />

12 RISET DAN PENGEMBANGAN 7.922 9.733 8.588 8.034 8.473 9.150 9.904 8.829<br />

13 SENI PERTUNJUKAN 7.334 7.539 8.420 8.216 8.599 9.190 9.821 8.446<br />

14 TELEVISI DAN RADIO 116.867 120.606 137.918 135.420 143.882 153.499 163.586 138.825<br />

Total 8.090.276 6.700.589 7.497.885 7.360.032 7.009.392 7.396.913 7.686.410 7.391.642<br />

Seperti ditunjukkan oleh gambar berikut, pada tahun 2007 dan 2008, seluruh Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> mengalami<br />

peningkatan penyerapan tenaga kerja. Hal ini merupakan indikasi positif bahwa industri kreatif juga dapat merupakan<br />

solusi bagi pengurangan tingkat pengangguran.<br />

Salah satu keteraturan sistematik lainnya yaitu terjadinya kontraksi penyerapan tenaga kerja, yang umumnya terjadi pada<br />

tahun 2005 atau 2006, dan biasanya diikuti dengan ekspansi penyerapan tenaga kerja di tahun berikutnya. Sementara<br />

itu di tahun 2002 hingga 2005 fluktuasi penyerapan tenaga kerja ke-14 subsektor cukup tinggi. Hal ini diindikasikan oleh<br />

terjadinya kombinasi ekspansi dan kontraksi penyerapan tenaga kerja pada periode 2002-2005 tersebut. Kondisi-kondisi<br />

ini selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut.<br />

35.000<br />

30.000<br />

25.000<br />

20.000<br />

Jumlah Tenaga Kerja Arsitektur 2002-2008<br />

27.165<br />

25.963<br />

24.373<br />

20.658<br />

23.856<br />

28.037<br />

30.349<br />

600.000<br />

500.000<br />

400.000<br />

300.000<br />

Jumlah Tenaga Kerja Desain 2002-2008<br />

477.908 500.134<br />

351.139<br />

473.350369.830<br />

408.923<br />

390.298<br />

15.000<br />

200.000<br />

10.000<br />

100.000<br />

5.000<br />

0<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

0<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

Jumlah Tenaga Kerja Fesyen 2002-2008<br />

Jumlah Tenaga Kerja Film, Video, Fotografi 2002-2008<br />

5.000.000<br />

4.500.000<br />

4.000.000<br />

3.500.000<br />

4.419.590<br />

4.057.493<br />

3.851.949<br />

3.571.127<br />

4.037.705<br />

4.209.920<br />

4.052.329<br />

35.000<br />

30.000<br />

25.000<br />

22.886 22.188 23.169<br />

26.032<br />

29.502<br />

27.759<br />

3.000.000<br />

2.500.000<br />

2.000.000<br />

20.000<br />

15.000<br />

22.640<br />

1.500.000<br />

10.000<br />

1.000.000<br />

500.000<br />

5.000<br />

0<br />

0<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

118


2.600.000<br />

2.500.000<br />

2.400.000<br />

2.300.000<br />

2.200.000<br />

Jumlah Tenaga Kerja Kerajinan 2002-2008<br />

2.564.214<br />

2.388.536<br />

2.268.898<br />

2.178.880<br />

2.173.502 2.304.037<br />

25.000<br />

20.000<br />

15.000<br />

10.000<br />

Jumlah Tenaga Kerja Piranti Lunak 2002-2008<br />

18.644<br />

18.083<br />

15.236<br />

16.448<br />

17.506<br />

18.247<br />

20.543<br />

2.100.000<br />

2.000.000<br />

2.144.951<br />

5.000<br />

1.900.000<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

250.000<br />

200.000<br />

150.000<br />

100.000<br />

50.000<br />

-<br />

Jumlah Tenaga Kerja Musik 2002-2008<br />

206.962<br />

178.807<br />

234.128<br />

145.731<br />

111.298 116.438<br />

115.773<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

Jumlah Tenaga Kerja Penerbitan & Percetakan 2002-2008<br />

200.000 178.852<br />

182.544<br />

173.149<br />

180.000<br />

160.000<br />

143.221 141.280<br />

180.637<br />

140.000<br />

159.932<br />

120.000<br />

100.000<br />

80.000<br />

60.000<br />

40.000<br />

20.000<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

70.000<br />

60.000<br />

50.000<br />

40.000<br />

30.000<br />

20.000<br />

Jumlah Tenaga Kerja Periklanan 2002-2008<br />

59.656<br />

54.792<br />

63.790<br />

41.423<br />

51.950<br />

59.169<br />

64.047<br />

4.000<br />

3.500<br />

3.000<br />

2.500<br />

2.000<br />

1.500<br />

1.000<br />

Jumlah Tenaga Kerja Permainan Interaktif 2002-2008<br />

3.537<br />

2.505<br />

2.662<br />

2.267<br />

3.032<br />

1.760<br />

2.036<br />

10.000<br />

500<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

60.000<br />

50.000<br />

40.000<br />

30.000<br />

20.000<br />

10.000<br />

Jumlah Tenaga Kerja Pasar dan Barang Seni 2002-2008<br />

48.759<br />

36.819 38.321 40.644<br />

42.812<br />

45.755<br />

40.309<br />

Jumlah Tenaga Kerja Riset dan Pengembangan 2002-2008<br />

12.000<br />

9.733<br />

9.904<br />

10.000<br />

7.922<br />

8.588<br />

8.473<br />

8.000<br />

9.150<br />

8.034<br />

6.000<br />

4.000<br />

2.000<br />

-<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

119


12.000<br />

10.000<br />

8.000<br />

6.000<br />

Jumlah Tenaga Kerja Seni Pertunjukan 2002-2008<br />

9.821<br />

8.420<br />

8.599<br />

7.334 7.539<br />

9.190<br />

8.216<br />

180.000<br />

160.000<br />

140.000<br />

120.000<br />

100.000<br />

80.000<br />

Jumlah Tenaga Kerja Televisi dan Radio 2002-2008<br />

163.586<br />

143.882<br />

137.918<br />

116.867120.606<br />

153.499<br />

135.420<br />

4.000<br />

60.000<br />

2.000<br />

40.000<br />

20.000<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

Gambar 4-12 Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja 14 Subsektor IK Tahun 2002-2008<br />

4.2.4 Perbandingan 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />

Subsektor Fesyen merupakan pemberi kontribusi tenaga kerja terbesar di antara 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong>, dengan<br />

rata-rata kontribusi 2002-2008 mencapai 54,50%, atau sekitar 4.028.588. tenaga kerja. Setengah dari jumlah tenaga<br />

kerja Subsektor Fesyen tersebut berada pada industri-industri menengah besar yang menghasilkan produk-produk<br />

fesyen, terutama Industri Pakaian Jadi. Setengah bagian tenaga kerja Subsektor Fesyen lainnya merupakan aktivitas<br />

distribusi atau perdagangan, baik perdagangan besar, eceran maupun ekspor. Kegiatan membeli dari pusat-pusat grosir<br />

untuk diperjualbelikan secara eceran memang merupakan kegiatan yang jamak ditemukan pada masyarakat <strong>Indonesia</strong>.<br />

Subsektor kedua terbesar dalam memberikan kontribusi tenaga kerja industri kreatif adalah Subsektor Kerajinan sebesar<br />

30,97% atau sekitar 2.289.003 tenaga kerja. Seperti halnya Subsektor Fesyen, jumlah tenaga kerja Subsektor Kerajinan<br />

secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu yang berada pada kegiatan produksi dan yang berada pada kegiatan<br />

distribusi/perdagangan. Namun tidak seperti Subsektor Fesyen, tenaga kerja Subsektor Kerajinan didominasi oleh industri<br />

kecil rumah tangga yang tersebar di sentra-sentra di seluruh pelosok <strong>Indonesia</strong>.<br />

Subsektor Permainan Interaktif merupakan pemberi kontribusi tenaga kerja terkecil di antara 14 subsektor, dengan ratarata<br />

kontribusi 2002-2008 hanya berkisar 0,03% atau sekitar 2.543 tenaga kerja. Meskipun demikian, belakangan ini<br />

terjadi perkembangan yang menggembirakan di Subsektor Permainan Interaktif dimana games berbasis komputer<br />

semakin marak. Hal ini diindikasikan melalui banyaknya warnet-warnet yang beralih fungsi atau berdiferensiasi menjadi<br />

Game Center. Menurut IGDA (International Games Developer Association), warnet game center seperti ini mencapai ribuan<br />

jumlahnya, akan tetapi penyerapan tenaga kerja di warnet game center belum diperhitungkan dalam studi ini. Selain itu<br />

Subsektor Permainan Interaktif merupakan subsektor dengan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja tertinggi, yang<br />

merupakan satu-satunya subsektor dengan rata-rata pertumbuhan 2 digit sebesar 14%.<br />

120


Tabel 4-7 Perbandingan Kontribusi Tenaga Kerja 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />

NO LAPANGAN USAHA INDUSTRI KREATIF 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata<br />

1 FESYEN 54,63% 53,30% 54,12% 54,86% 54,95% 54,78% 54,77% 54,50%<br />

2 KERAJINAN 31,70% 32,52% 30,26% 29,14% 31,01% 31,15% 31,07% 30,97%<br />

3 DESAIN 5,91% 5,24% 6,67% 6,43% 5,28% 5,28% 5,32% 5,74%<br />

4 PENERBITAN DAN PERCETAKAN 2,21% 2,14% 1,88% 2,17% 2,47% 2,44% 2,37% 2,24%<br />

5 MUSIK 2,21% 2,17% 2,76% 3,18% 1,59% 1,57% 1,51% 2,14%<br />

6 TELEVISI DAN RADIO 1,44% 1,80% 1,84% 1,84% 2,05% 2,08% 2,13% 1,88%<br />

7 PERIKLANAN 0,51% 0,95% 0,80% 0,71% 0,78% 0,80% 0,83% 0,76%<br />

8 PASAR DAN BARANG SENI 0,46% 0,57% 0,54% 0,55% 0,61% 0,62% 0,63% 0,57%<br />

9 ARSITEKTUR 0,26% 0,41% 0,33% 0,32% 0,37% 0,38% 0,39% 0,35%<br />

10 FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI 0,28% 0,33% 0,31% 0,31% 0,37% 0,38% 0,38% 0,34%<br />

11 LAYANAN KOMPUTER DAN PIRANTI LUNAK 0,19% 0,28% 0,24% 0,24% 0,23% 0,25% 0,27% 0,24%<br />

12 RISET DAN PENGEMBANGAN 0,10% 0,15% 0,11% 0,11% 0,12% 0,12% 0,13% 0,12%<br />

13 SENI PERTUNJUKAN 0,09% 0,11% 0,11% 0,11% 0,12% 0,12% 0,13% 0,11%<br />

14 PERMAINAN INTERAKTIF 0,02% 0,04% 0,03% 0,03% 0,04% 0,04% 0,05% 0,03%<br />

Total 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%<br />

TELEVISI DAN RADIO<br />

138.825<br />

2%<br />

ARSITEKTUR<br />

25.772<br />

0%<br />

DESAIN<br />

424.512<br />

6%<br />

FESYEN<br />

4.028.588<br />

55%<br />

SENI PERTUNJUKAN<br />

8.446 RISET DAN<br />

0% PENGEMBANGAN<br />

8.829<br />

0%<br />

PERMAINAN INTERAKTIF<br />

2.543<br />

0%<br />

PERIKLANAN<br />

56.404<br />

1%<br />

PENERBITAN DAN<br />

PERCETAKAN<br />

165.659<br />

2%<br />

PASAR DAN BARANG SENI<br />

41.917<br />

1% MUSIK<br />

158.448<br />

2%<br />

LAYANAN KOMPUTER DAN<br />

PIRANTI LUNAK<br />

17.815<br />

0%<br />

KERAJINAN<br />

2.289.003<br />

31%<br />

FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI<br />

24.882<br />

0%<br />

Gambar 4-13 Rata-rata Jumlah dan Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja Subsektor-subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun 2002-2008<br />

Subsektor-subsektor industri kreatif yang memiliki potensi tinggi dalam penyerapan tenaga kerja adalah Subsektor<br />

Permainan interaktif, Subsektor Periklanan dan Subsektor Arsitektur. Berturut-turut ketiga subsektor ini memiliki rata-rata<br />

pertumbuhan penyerapan tenaga kerja 2002-2008 sebesar 14%, 9,38% dan 7,36%, jauh melampaui rata-rata<br />

pertumbuhan penyerapan tenaga kerja Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> -0,41% dan penyerapan tenaga kerja nasional 1,82%.<br />

Sementara itu sektor-sektor yang memiliki kecenderungan penurunan penyerapan tenaga kerja adalah Subsektor Fesyen,<br />

Subsektor Kerajinan, Subsektor Musik dan Subsektor Desain. Hal ini ditandai dengan rata-rata pertumbuhan tahun 2002-<br />

2008 yang bernilai negatif (-).<br />

Kecenderungan penurunan penyerapan tenaga kerja pada Subsektor Kerajinan dan Fesyen harus disikapi sedini<br />

mungkin, mengingat kedua subsektor ini memiliki kontribusi penyerapan tenaga kerja yang sangat besar dalam industri<br />

kreatif, yaitu sekitar 85%. Sementara penurunan penyerapan tenaga kerja Subsektor Musik terutama disebabkan<br />

menurunnya kinerja bisnis reproduksi kaset-kaset dan VCD musik, baik sebagai akibat dari pembajakan, maupun sebagai<br />

akibat semakin meningkatnya kinerja musik digital, seperti RBT (Ring Back Tone). Padahal industri reproduksi merupakan<br />

penyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Informasi selengkapnya mengenai rata-rata pertumbuhan penyerapan tenaga<br />

kerja 2002-2008 ditunjukkan pada gambar berikut.<br />

121


16,00%<br />

PERMAINAN INTERAKTIF<br />

14,00%<br />

14,00%<br />

12,00%<br />

10,00%<br />

PERIKLANAN<br />

9,38%<br />

8,00%<br />

6,00%<br />

ARSITEKTUR<br />

7,36%<br />

FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI<br />

4,50%<br />

LAYANAN KOMPUTER DAN<br />

PIRANTI LUNAK<br />

5,61%<br />

PASAR DAN BARANG SENI<br />

4,83%<br />

SENI PERTUNJUKAN<br />

5,08%<br />

TELEVISI DAN RADIO<br />

5,87%<br />

4,00%<br />

2,00%<br />

PENERBITAN DAN PERCETAKAN<br />

0,93%<br />

1,82%<br />

RISET DAN PENGEMBANGAN<br />

4,39%<br />

0,00%<br />

DESAIN<br />

-0,17%<br />

-0,41%<br />

-2,00%<br />

FESYEN<br />

-0,26%<br />

KERAJINAN<br />

-0,89%<br />

MUSIK<br />

-1,87%<br />

-4,00%<br />

Gambar 4-14 Rata-rata Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun 2002-2008<br />

Berdasarkan aspek produktivitas, tenaga kerja di Subsektor Periklanan merupakan yang paling produktif dengan nilai<br />

produktivitas mencapai Rp. 152.723.000,- per tahun atau sekitar Rp. 12,7 juta per bulan. Kemudian diikuti oleh<br />

Subsektor Permainan Interaktif (Rp 148, 7 juta per tahun, atau Rp. 12,4 juta per bulan), Subsektor Arsitektur (Rp. 131,3<br />

juta per tahun, atau Rp. 10,9 juta per bulan) dan Subsektor Riset dan Pengembangan (Rp. 106,3 juta per tahun atau Rp.<br />

8,8 juta per bulan). Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pendapatan di subsektor-subsektor di atas cenderung baik,<br />

karena terdapat korelasi positif antara besarnya produktivitas dengan besarnya income.<br />

Subsektor-subsektor yang memiliki produktivitas tenaga kerja yang cukup kecil adalah Subsektor Kerajinan, Subsektor<br />

Seni Pertunjukan, Subsektor Televisi dan Radio dan Subsektor Fesyen. Tenaga kerja di subsektor-subsektor ini hanya<br />

memiliki produktivitas sekitar Rp. 1,3 juta per bulannya. Subsektor Kerajinan merupakan subsektor dengan produktivitas<br />

tenaga kerja terkecil, yaitu Rp. 14.77 juta per tahun, atau sekitar Rp. 1,2 juta per bulan).<br />

122


TELEVISI DAN RADIO<br />

SENI PERTUNJUKAN<br />

RISET DAN PENGEMBANGAN<br />

PERMAINAN INTERAKTIF<br />

PERIKLANAN<br />

PENERBITAN DAN PERCETAKAN<br />

PASAR DAN BARANG SENI<br />

MUSIK<br />

LAYANAN KOMPUTER DAN PIRANTI LUNAK<br />

KERAJINAN<br />

FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI<br />

FESYEN<br />

DESAIN<br />

ARSITEKTUR<br />

14.939<br />

14.937<br />

43.210<br />

16.883<br />

45.683<br />

14.770<br />

32.880<br />

16.157<br />

22.203<br />

70.349<br />

106.315<br />

131.375<br />

148.767<br />

152.723<br />

0 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 140.000 160.000<br />

Gambar 4-15<br />

Rata-rata Produktivitas Tenaga Kerja Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 Berdasarkan Harga Konstan (Ribu Rupiah)<br />

4.3 B E R B A S I S P E R D A G A N G A N I N T E R N A S I O N A L : J U M L A H , % K O N T R I B U S I D A N P E R T U M B U H A N<br />

D A R I E K S P O R , I M P O R D A N N E T T R A D E<br />

4.3.1 Perdagangan Internasional Sektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />

Kecuali tahun 2003, nilai total ekspor Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> selalu mengalami peningkatan dari tahun 2002 sampai<br />

2008, bahkan nilai ekspor tahun 2008 sebesar Rp. 114, 9 triliun, sudah hampir mencapai 2x nilai ekspor tahun 2002<br />

sebesar 58,4 triliun. Peningkatan ekspor sepanjang tahun ini merupakan indikasi yang menggembirakan, khususnya<br />

tahun 2007 dan 2008, dimana krisis global sudah melanda pasar internasional.<br />

Nilai ekspor Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> jauh melampaui nilai impornya, sehingga Net Trade atau Net Export selalu bernilai<br />

positif sepanjang tahun 2002-2008. Bahkan nilai impor industri kreatif tidak pernah lebih dari 10% dari nilai ekspor<br />

setiap tahun, dan sekitar 90% nilai ekspor Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> tersebut diberikan terhadap cadangan devisa nasional.<br />

Besarnya selisih nilai ekspor dan impor Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> dapat diartikan bahwa Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> tidak memiliki<br />

ketergantungan yang besar terhadap impor.<br />

Keteraturan lain yang dapat dilihat yaitu bahwa peningkatan atau penurunan nilai ekspor juga diikuti dengan peningkatan<br />

atau penurunan nilai impor. Korelasi ekspor impor ini tidak konsisten hanya pada tahun 2006.<br />

Nilai ekspor yang dicatat dalam studi ini belum termasuk subsektor-subsektor jasa seperti, Subsektor Televisi dan Radio.<br />

Subsektor Piranti Lunak, Subsektor Riset dan Pengembangan, dan Subsektor Seni Pertunjukan. Padahal produk-produk<br />

televisi nasional sudah ada yang ditayangkan di luar negeri. Produk-produk piranti lunak nasional juga sudah ada yang<br />

dikonsumsi di luar negeri, juga Seni Pertunjukan sudah banyak yang ditampilkan di luar negeri. Namun pencatatan ekspor<br />

impor di subsektor-subsektor intangible ini belum cukup baik hingga saat ini.<br />

123


140.000<br />

120.000<br />

114.925<br />

100.000<br />

80.000<br />

60.000<br />

40.000<br />

58.413 57.597<br />

53.967<br />

53.537<br />

69.774<br />

64.214<br />

95.209<br />

84.840<br />

76.462<br />

87.131<br />

78.795<br />

69.547<br />

104.483<br />

20.000<br />

4.445 4.060 5.560 6.915 6.045<br />

8.077<br />

10.442<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

Nilai Ekspor Nilai Impor Net Trade Miliar Rupiah<br />

Gambar 4-16<br />

Nilai Ekspor, Impor dan Net Trade Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 (Miliar Rupiah)<br />

Rata-rata pertumbuhan ekspor tahun 2002-2008 mencapai 12,2%, rata-rata pertumbuhan impor 17,16% dan Rata-rata<br />

pertumbuhan Net Trade 11,87%. Ekspor dan Net Trade hanya mengalami penurunan (pertumbuhan negatif) pada tahun<br />

2003, pada tahun lainnya Ekspor dan Net Trade tumbuh positif. Sementara itu impor cukup berfluktuasi, dimana tahun<br />

2003 dan 2006 pertumbuhan bernilai negatif, dan positif pada tahun lainnya.<br />

Keteraturan lain yang dapat dilihat yaitu bahwa peningkatan atau penurunan nilai ekspor juga diikuti dengan peningkatan<br />

atau penurunan nilai impor. Hal ini dapat diartikan bahwa ekspor berbanding lurus dengan impor. Korelasi ekspor impor<br />

ini tidak konsisten hanya pada tahun 2006.<br />

Nilai ekspor yang dicatat dalam studi ini belum termasuk subsektor-subsektor jasa seperti, Subsektor Televisi dan Radio.<br />

Subsektor Piranti Lunak, Subsektor Riset dan Pengembangan, dan Subsektor Seni Pertunjukan. Padahal produk-produk<br />

televisi nasional sudah ada yang ditayangkan di luar negeri. Produk-produk piranti lunak nasional juga sudah ada yang<br />

dikonsumsi di luar negeri, juga Seni Pertunjukan sudah banyak yang ditampilkan di luar negeri. Namun pencatatan ekspor<br />

impor di subsektor-subsektor intangible ini belum cukup baik hingga saat ini.<br />

124


50,00%<br />

40,00%<br />

30,00%<br />

20,00%<br />

10,00%<br />

0,00%<br />

-10,00%<br />

36,93%<br />

33,62%<br />

29,27%<br />

21,14% 24,38%<br />

20,71%<br />

19,94%<br />

13,30%<br />

9,59%<br />

10,96%<br />

12,22%<br />

10,58%<br />

19,91%<br />

-1,40%<br />

8,30%<br />

-0,80%<br />

2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

-8,67%<br />

-12,58%<br />

-20,00%<br />

Pertumbuhan Ekspor<br />

Pertumbuhan Net Trade<br />

Pertumbuhan Impor<br />

Gambar 4-17 Pertumbuhan Ekspor, Impor dan Net Trade Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />

4.3.2 Perbandingan terhadap Nasional<br />

Meskipun kontribusi ekspor Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> menunjukkan trend peningkatan sepanjang tahun 2002-2008, namun<br />

jika dibandingkan dengan ekspor nasional, kontribusi ekspor industri kreatif memiliki kecenderungan semakin kecil dari<br />

tahun 2002-2008. Ekspor industri kreatif tahun 2002 mencapai 11,4% dari ekspor nasional. Persentase kontribusi terus<br />

menurun hingga hanya mencapai 7,5% di tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan pertumbuhan ekspor<br />

industri kreatif masih lebih lambat dari kecepatan pertumbuhan ekspor nasional.<br />

125


1.800.000<br />

1.600.000<br />

1.528.686<br />

1.400.000<br />

1.200.000<br />

1.074.716<br />

1.000.000<br />

800.000<br />

600.000<br />

511.000 508.615<br />

665.021<br />

842.038<br />

909.203<br />

400.000<br />

200.000<br />

-<br />

11,4 % 11,3 % 10,5 % 9,1 % 9,3 %<br />

8,9 % 7,5 %<br />

58.413 57.597 69.774 76.462 84.840 95.209 114.925<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

EKSPOR NASIONAL<br />

EKSPOR INDUSTRI KREATIF<br />

Gambar 4-18<br />

Ekspor Nasional dan Ekspor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 dalam Miliar Rupiah<br />

Seperti halnya ekspor, impor industri kreatif juga mengalami penurunan kontribusi sepanjang tahun jika dibandingkan<br />

dengan impor nasional. Tahun 2002 impor industri kreatif mencapai 1,6% dari impor nasional, dan hanya 0,8% di tahun<br />

2008. Indikasi ini dapat diartikan positif, dimana sektor-sektor perekonomian lainnya lebih tergantung kepada impor<br />

dibandingkan Sektor Industri <strong>Kreatif</strong>. Selain itu, kontribusi impor industri kreatif terbilang sangat kecil, terutama di tahun<br />

2008 yang hanya sebesar 0,8% dari total impor nasional.<br />

1.400.000<br />

1.200.000<br />

1.277.832<br />

1.000.000<br />

800.000<br />

600.000<br />

400.000<br />

200.000<br />

-<br />

701.465<br />

567.200 550.811<br />

432.213<br />

279.723 271.147<br />

1,6 % 1,5 % 1,3 % 1,2 % 1,1 % 1,2 % 0,8 %<br />

4.445 4.060 5.560 6.915 6.045 8.077 10.442<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

IMPOR NASIONAL<br />

IMPOR INDUSTRI KREATIF<br />

Gambar 4-19<br />

Impor Nasional dan Impor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 dalam Miliar Rupiah<br />

Net Trade atau Net Export yang dihasilkan Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> menunjukkan kinerja yang sangat baik. Kontribusi Net<br />

Trade industri kreatif berkisar 22-27% dari tahun 2002-2007. Kontribusi ini meningkat tajam di tahun 2008 menjadi<br />

41,7%. Semakin besar Net Trade maka semakin besar pula cadangan devisa negara yang dihasilkan. Cadangan devisa<br />

itu sendiri merupakan salah satu instrumen menstabilkan perekonomian nasional. Melalui data yang ditunjukkan pada<br />

126


gambar berikut, dapat dikatakan Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> memiliki peran penting dalam pembentukan cadangan devisa<br />

negara, dan berperan penting dalam menstabilkan perekonomian nasional.<br />

400.000<br />

350.000<br />

358.393<br />

373.251<br />

300.000<br />

250.000<br />

231.277 237.467 232.808<br />

274.838<br />

250.854<br />

200.000<br />

150.000<br />

100.000<br />

50.000<br />

23,3 % 22,5 % 27,6 % 25,3 %<br />

53.967 53.537<br />

64.214 69.547<br />

22 %<br />

23,3 %<br />

78.795 87.131<br />

41,7 %<br />

104.483<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

NET TRADE<br />

NET TRADE INDUSTRI KREATIF<br />

Gambar 4-20<br />

Net Trade Nasional dan Net Trade Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 dalam Miliar Rupiah<br />

4.3.3 Perdagangan Internasional Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />

Subsektor-subsektor industri kreatif yang selalu memiliki Net Trade positif sepanjang tahun 2002-2008, yaitu nilai ekspor<br />

lebih besar dari nilai impor adalah Subsektor Fesyen, Subsektor Kerajinan, Subsektor Musik, Subsektor Penerbitan dan<br />

Percetakan dan Subsektor Pasar Barang Seni.<br />

Subsektor-subsektor industri kreatif yang selalu memiliki Net Trade negatif sepanjang tahun 2002-2008, yaitu nilai<br />

ekspor lebih kecil dari nilai impor adalah Subsektor Film, Video dan Fotografi, Subsektor Periklanan dan Subsektor<br />

Arsitektur.<br />

Subsektor Desain memiliki Net Trade positif pada tahun 2003, 2006, 2007, dan Net Trade negatif pada tahun 2002,<br />

2004, 2005 dan 2008. Subsektor Permainan Interaktif memiliki Net Trade positif di tahun 2002, 2004 dan 2008,<br />

sedangkan pada tahun 2003, 2005, 2006 dan 2007 Net Trade Subsektor Permainan Interaktif bernilai negatif. Informasi<br />

selengkapnya mengenai Ekspor, Impor dan Net Trade masing-masing subsektor pada tahun 2002-2008 ditunjukkan<br />

pada gambar berikut.<br />

4.000<br />

3.000<br />

2.000<br />

1.000<br />

-<br />

(1.000)<br />

Arsitektur<br />

3.627<br />

3.078<br />

2.476 1.964<br />

786<br />

789<br />

1.085<br />

89 245 210 57<br />

236 67 112<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

-696 -543<br />

-1.018<br />

4.000.000<br />

3.500.000<br />

3.000.000<br />

2.500.000<br />

2.000.000<br />

1.500.000<br />

1.000.000<br />

500.000<br />

3.528.557<br />

Desain<br />

2.454.673<br />

2.145.554<br />

2.135.663<br />

1.427.104<br />

1.552.014<br />

1.172.032<br />

262.089 188.918 289.896 662.033<br />

260.765 201.080<br />

(2.000)<br />

(3.000)<br />

(4.000)<br />

-2.239<br />

-3.417<br />

-3.021<br />

Nilai Ekspor Nilai Impor Net Trade<br />

-1.853<br />

0<br />

-500.000<br />

-1.000.000<br />

327.828<br />

185.141 214.143<br />

260.363<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

-315.127<br />

-301.867 -284.953<br />

-636.547<br />

Nilai Ekspor Nilai Impor Net Trade<br />

127


80.000.000<br />

70.000.000<br />

60.000.000<br />

50.000.000<br />

40.000.000<br />

30.000.000<br />

20.000.000<br />

10.000.000<br />

-<br />

71.695.510<br />

Fesyen<br />

54.714.623<br />

51.042.260 57.908.311<br />

45.563.824<br />

69.314.487<br />

35.261.898<br />

53.545.193<br />

50.060.815 56.253.806<br />

36.269.926<br />

35.458.234 34.605.766<br />

656.131<br />

811.692<br />

44.773.077<br />

981.445 1.654.504<br />

790.748 1.169.431 2.381.023<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

Nilai Ekspor Nilai Impor Net Trade<br />

100.000<br />

80.000<br />

60.000<br />

40.000<br />

20.000<br />

-<br />

(20.000)<br />

(40.000)<br />

(60.000)<br />

(80.000)<br />

(100.000)<br />

Film, Video, Fotografi<br />

29.769<br />

940<br />

36.882<br />

1.715<br />

-35.167<br />

-28.829<br />

57.851<br />

7.560<br />

-50.290<br />

68.280<br />

2.550 1.187<br />

-65.729<br />

85.474<br />

63.537<br />

-62.350<br />

88.687<br />

448 1.071<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

Nilai Ekspor Nilai Impor Net Trade<br />

-85.027<br />

-87.616<br />

45.000.000<br />

40.000.000<br />

35.000.000<br />

30.000.000<br />

25.000.000<br />

20.000.000<br />

15.000.000<br />

10.000.000<br />

5.000.000<br />

-<br />

Kerajinan<br />

19.608.197 22.673.162<br />

20.108.107 21.741.500<br />

18.122.602 19.585.407<br />

17.659.252<br />

27.292.605<br />

19.723.292<br />

34.351.715<br />

24.398.584<br />

39.673.977<br />

35.605.836<br />

30.615.453<br />

3.736.262<br />

1.985.505<br />

2.156.093<br />

1.948.945 2.949.870<br />

2.894.021 4.068.141<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

Nilai Ekspor Nilai Impor Net Trade<br />

1.200.000<br />

1.000.000<br />

800.000<br />

600.000<br />

400.000<br />

200.000<br />

-<br />

(200.000)<br />

1.004.425<br />

724.457 972.917<br />

676.624<br />

47.833<br />

31.509<br />

223.627<br />

379.260<br />

155.633<br />

Musik<br />

225.989 238.300<br />

132.969<br />

131.409 140.178<br />

147.407<br />

90.893<br />

78.606 77.821<br />

93.021<br />

52.803<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

Nilai Ekspor Nilai Impor Net Trade<br />

-62.357<br />

200.000<br />

180.000<br />

160.000<br />

140.000<br />

120.000<br />

100.000<br />

80.000<br />

Penerbitan dan Percetakan<br />

103.754<br />

63.520<br />

93.734<br />

90.136 81.175<br />

180.506<br />

106.372<br />

173.350<br />

161.140<br />

133.652 143.557<br />

86.312<br />

78.145<br />

200.000<br />

150.000<br />

100.000<br />

50.000<br />

Periklanan<br />

76.903<br />

51.968<br />

47.746<br />

23.166<br />

140.121<br />

132.478<br />

111.684 116.856 102.250<br />

51.675 64.626 72.276 67.737<br />

39.365<br />

64.741<br />

60.000<br />

40.000<br />

20.000<br />

-<br />

62.382<br />

74.134 82.995<br />

40.234 12.559<br />

47.339 29.793<br />

27.754<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

-<br />

(50.000)<br />

(100.000)<br />

-28.801 -29.157<br />

-37.624<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

-60.009<br />

-67.845<br />

-77.491<br />

Nilai Ekspor Nilai Impor Net Trade<br />

Nilai Ekspor Nilai Impor Net Trade<br />

128


200.000<br />

150.000<br />

100.000<br />

50.000<br />

(50.000)<br />

Permainan Interaktif<br />

133.903 170.233<br />

93.694<br />

132.200 95.171<br />

83.424<br />

54.740<br />

46.449<br />

75.380<br />

17.590<br />

68.388<br />

75.061<br />

53.784<br />

32.172 39.756<br />

7.335<br />

-<br />

14.582<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

-8.044 -1.703<br />

-14.984<br />

-25.305<br />

Nilai Ekspor Nilai Impor Net Trade<br />

120.000<br />

100.000<br />

80.000<br />

60.000<br />

40.000<br />

20.000<br />

-<br />

108.409<br />

Pasar dan Barang Seni<br />

82.497<br />

78.033<br />

67.840<br />

60.034 69.064<br />

56.934<br />

43.170<br />

38.104<br />

38.665<br />

52.213<br />

23.334<br />

27.871<br />

28.503<br />

19.837<br />

9.601<br />

10.795<br />

7.820 8.969<br />

40.569<br />

25.563<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

Nilai Ekspor Nilai Impor Net Trade<br />

Gambar 4-21 Nilai Ekspor, Impor dan Net Trade 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 (Miliar Rupiah)<br />

4.3.4 Perbandingan 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />

Subsektor Fesyen dan Kerajinan merupakan subsektor yang mendominasi nilai ekspor industri kreatif. Kontribusi ekspor<br />

tertinggi berasal dari Subsektor Fesyen dengan rata-rata 2002-2008 sebesar Rp. 50,35 triliun atau sekitar 63%, diikuti<br />

Subsektor Kerajinan dengan ekspor sebesar Rp. 26,49 triliun atau sekitar 33%. Subsektor dengan rata-rata kontribusi<br />

ekspor terkecil adalah Subsektor Arsitektur senilai Rp. 150 juta.<br />

Subsektor dengan rata-rata nilai impor 2002-2008 terbesar adalah Subsektor Kerajinan, yaitu sebesar Rp. 2,8 triliun<br />

atau sekitar 43%, diikuti oleh Subsektor Desain sebesar Rp. 2,05 triliun atau sekitar 32%, dan Subsektor Fesyen sebesar<br />

Rp. 1,2 triliun atau sekitar 19%. Subsektor dengan rata-rata kontribusi impor terkecil adalah Subsektor Arsitektur dengan<br />

nilai Rp. 1,97 miliar.<br />

Subsektor dengan rata-rata nilai Net Trade 2002-2008 terbesar adalah Subsektor Fesyen senilai Rp. 49,1 triliun atau<br />

sekitar 67%, Subsektor Kerajinan dengan nilai Rp.23,6 triliun atau sekitar 32% dan Subsektor Musik dengan nilai Rp.<br />

300,5 miliar atau sekitar 1%.<br />

Subsektor-subsektor industri kreatif intangible atau yang berbasis digital belum memiliki dokumentasi ekspor yang cukup<br />

baik. Kesulitan dokumentasi dapat disebabkan oleh berbagai hal, misalnya transaksi dilakukan melalui internet, sehingga<br />

tidak terdokumentasi pada pencatatan HS yang dilakukan oleh Bea dan Cukai.<br />

Informasi selengkapnya mengenai perbandingan ekspor, impor dan Net Trade tahun 2002-2008 ditunjukkan pada tabeltabel<br />

dan gambar-gambar berikut.<br />

Tabel 4-8 Perbandingan Ekspor Sektor Industri Nasional 2002-2008 (miliar Rp)<br />

NO LAPANGAN USAHA INDUSTRI KREATIF 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata<br />

1 FESYEN 36.269,93 35.261,90 45.563,82 51.042,26 54.714,62 57.908,31 71.695,51 50.350,91<br />

2 KERAJINAN 20.108,11 19.608,20 21.741,50 22.673,16 27.292,61 34.351,71 39.673,98 26.492,75<br />

3 DESAIN 1.111,98 1.499,86 1.843,69 2.169,72 2.214,05 2.396,03 2.892,01 2.018,19<br />

4 MUSIK 724,46 1.004,43 379,26 225,99 238,30 131,41 77,82 397,38<br />

5 PENERBITAN DAN PERCETAKAN 103,75 90,14 93,73 180,51 161,14 133,65 173,35 133,75<br />

6 PERMAINAN INTERAKTIF 32,17 39,76 53,78 68,39 75,38 132,20 170,23 81,70<br />

7 PASAR DAN BARANG SENI 38,10 43,17 38,67 60,03 78,03 82,50 108,41 64,13<br />

8 PERIKLANAN 23,17 47,75 51,67 39,37 64,63 72,28 132,48 61,62<br />

9 FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI 0,94 1,71 7,56 2,55 1,19 0,45 1,07 2,21<br />

10 ARSITEKTUR 0,09 0,25 0,21 0,06 0,24 0,07 0,11 0,15<br />

11 LAYANAN KOMPUTER DAN PIRANTI LUNAK - - - - - - - -<br />

12 RISET DAN PENGEMBANGAN - - - - - - - -<br />

13 SENI PERTUNJUKAN - - - - - - - -<br />

14 TELEVISI DAN RADIO - - - - - - - -<br />

Total 58.413 57.597 69.774 76.462 84.840 95.209 114.925 79.603<br />

129


Tabel 4-9 Perbandingan Impor Sektor Industri Nasional 2002-2008 (miliar Rp)<br />

NO LAPANGAN USAHA INDUSTRI KREATIF 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata<br />

1 KERAJINAN 1.985,51 1.948,94 2.156,09 2.949,87 2.894,02 3.736,26 4.068,14 2.819,83<br />

2 DESAIN 1.427,10 1.172,03 2.145,55 2.454,67 1.552,01 2.135,66 3.528,56 2.059,37<br />

3 FESYEN 811,69 656,13 790,75 981,44 1.169,43 1.654,50 2.381,02 1.206,42<br />

4 FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI 47,83 31,51 155,63 132,97 90,89 78,61 140,18 96,80<br />

5 PERIKLANAN 51,97 76,90 111,68 116,86 102,25 140,12 67,74 95,36<br />

6 LAYANAN KOMPUTER DAN PIRANTI LUNAK 17,59 54,74 46,45 93,69 83,42 133,90 95,17 75,00<br />

7 MUSIK 63,52 62,38 81,18 106,37 78,14 86,31 29,79 72,53<br />

8 PASAR DAN BARANG SENI 29,77 36,88 57,85 68,28 63,54 85,47 88,69 61,50<br />

9 PENERBITAN DAN PERCETAKAN 9,60 19,84 10,79 7,82 8,97 25,56 40,57 17,59<br />

10 ARSITEKTUR 0,79 0,79 3,63 3,08 2,48 1,09 1,96 1,97<br />

11 PERMAINAN INTERAKTIF - - - - - - - -<br />

12 RISET DAN PENGEMBANGAN - - - - - - - -<br />

13 SENI PERTUNJUKAN - - - - - - - -<br />

14 TELEVISI DAN RADIO - - - - - - - -<br />

Total 4.445,37 4.060,15 5.559,61 6.915,06 6.045,16 8.077,49 10.441,82 6.506,38<br />

Tabel 4-10 Perbandingan Net Trade Sektor Industri Nasional 2002-2008 (miliar Rp)<br />

NO LAPANGAN USAHA INDUSTRI KREATIF 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata<br />

1 FESYEN 35.458,23 34.605,77 44.773,08 50.060,82 53.545,19 56.253,81 69.314,49 49.144,48<br />

2 KERAJINAN 18.122,60 17.659,25 19.585,41 19.723,29 24.398,58 30.615,45 35.605,84 23.672,92<br />

3 MUSIK 676,62 972,92 223,63 93,02 147,41 52,80 (62,36) 300,58<br />

4 PENERBITAN DAN PERCETAKAN 40,23 27,75 12,56 74,13 83,00 47,34 143,56 61,22<br />

5 PASAR DAN BARANG SENI 28,50 23,33 27,87 52,21 69,06 56,93 67,84 46,54<br />

6 PERMAINAN INTERAKTIF 14,58 (14,98) 7,34 (25,31) (8,04) (1,70) 75,06 6,71<br />

7 LAYANAN KOMPUTER DAN PIRANTI LUNAK - - - - - - - -<br />

8 RISET DAN PENGEMBANGAN - - - - - - - -<br />

9 SENI PERTUNJUKAN - - - - - - - -<br />

10 TELEVISI DAN RADIO - - - - - - - -<br />

11 ARSITEKTUR (0,70) (0,54) (3,42) (3,02) (2,24) (1,02) (1,85) (1,83)<br />

12 PERIKLANAN (28,80) (29,16) (60,01) (77,49) (37,62) (67,84) 64,74 (33,74)<br />

13 DESAIN (315,13) 327,83 (301,87) (284,95) 662,03 260,36 (636,55) (41,18)<br />

14 FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI (28,83) (35,17) (50,29) (65,73) (62,35) (85,03) (87,62) (59,29)<br />

Total 53.967,32 53.537,00 64.214,29 69.546,98 78.795,02 87.131,11 104.483,15 73.096,41<br />

130


PENERBITAN DAN<br />

PERCETAKAN<br />

Rp133.753.092<br />

0%<br />

LAYANAN KOMPUTER DAN<br />

PIRANTI LUNAK<br />

Rp0<br />

0%<br />

PASAR DAN BARANG SENI<br />

Rp64.130.479<br />

0%<br />

MUSIK<br />

Rp397.380.148<br />

1%<br />

KERAJINAN<br />

Rp26.492.751.839<br />

33%<br />

PERMAINAN INTERAKTIF<br />

Rp81.702.052<br />

0%<br />

ARSITEKTUR<br />

Rp145.262<br />

0%<br />

PERIKLANAN<br />

Rp61.619.060<br />

0%<br />

DESAIN<br />

Rp2.018.189.186<br />

3%<br />

RISET DAN<br />

PENGEMBANGAN<br />

Rp0<br />

SENI PERTUNJUKAN0%<br />

Rp0<br />

0%<br />

TELEVISI DAN RADIO<br />

Rp0<br />

0%<br />

FESYEN<br />

Rp50.350.907.543<br />

63%<br />

FILM, VIDEO, DAN<br />

FOTOGRAFI<br />

Rp2.210.174<br />

0%<br />

Gambar 4-22 Rata-Rata Jumlah dan % Kontribusi Ekspor Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />

PENERBITAN DAN<br />

PERCETAKAN<br />

Rp72.528.463<br />

1%<br />

PASAR DAN BARANG<br />

SENI<br />

Rp17.593.410<br />

0%<br />

LAYANAN KOMPUTER<br />

DAN PIRANTI LUNAK<br />

Rp0<br />

0%<br />

KERAJINAN<br />

Rp2.819.833.767<br />

43%<br />

MUSIK<br />

Rp96.802.869<br />

2%<br />

PERIKLANAN<br />

Rp95.359.906<br />

1%<br />

ARSITEKTUR<br />

Rp1.972.108<br />

0%<br />

PERMAINAN<br />

INTERAKTIF<br />

Rp74.996.062<br />

1%<br />

RISET DAN<br />

PENGEMBANGAN<br />

Rp0<br />

0%<br />

FESYEN<br />

Rp1.206.424.982<br />

19%<br />

DESAIN<br />

Rp2.059.370.803<br />

32%<br />

SENI PERTUNJUKAN<br />

Rp0<br />

0%<br />

TELEVISI DAN RADIO<br />

Rp0<br />

0%<br />

FILM, VIDEO, DAN<br />

FOTOGRAFI<br />

Rp61.497.012<br />

1%<br />

Gambar 4-23 Rata-Rata Jumlah dan % Kontribusi Impor Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />

131


PASAR DAN BARANG<br />

SENI<br />

Rp46.537.069<br />

0%<br />

LAYANAN KOMPUTER<br />

DAN PIRANTI LUNAK<br />

Rp0<br />

0%<br />

MUSIK<br />

Rp300.577.279<br />

1%<br />

PENERBITAN DAN<br />

PERCETAKAN<br />

Rp61.224.629<br />

0%<br />

KERAJINAN<br />

Rp23.672.918.072<br />

32%<br />

PERIKLANAN<br />

-Rp33.740.846<br />

0%<br />

RISET DAN<br />

PENGEMBANGAN<br />

Rp0<br />

0%<br />

DESAIN<br />

-Rp41.181.617<br />

0%<br />

SENI PERTUNJUKAN<br />

Rp0<br />

0%<br />

ARSITEKTUR<br />

-Rp1.826.846<br />

0%<br />

TELEVISI DAN RADIO<br />

Rp0<br />

0%<br />

PERMAINAN INTERAKTIF<br />

Rp6.705.990<br />

0%<br />

FESYEN<br />

Rp49.144.482.561<br />

67%<br />

FILM, VIDEO, DAN<br />

FOTOGRAFI<br />

-Rp59.286.838<br />

0%<br />

Gambar 4-24 Rata-Rata Jumlah dan % Kontribusi Net Trade Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />

4.4 B E R B A S I S A K T I V I T A S P E R U S A H A A N : J U M L A H , % K O N T R I B U S I D A N P E R T U M B U H A N<br />

P E R U S A H A A N<br />

4.4.1 Jumlah Usaha Sektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />

Usaha yang dimaksud dalam studi ini adalah segala jenis perusahaan, baik informal maupun formal, baik berukuran<br />

rumah tangga, kecil, menengah maupun berukuran besar.<br />

Jumlah Usaha di Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> mengalami fluktuasi yang cukup besar dari tahun 2002 hingga 2008. Tahun<br />

2003 jumlah usaha Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> menurun dari 3,1 juta menjadi 2,6 juta, atau turun sekitar -17,8%. Jumlah<br />

usaha kembali meningkat 18,1% di tahun 2004, menjadi 3,09 juta. Penurunan jumlah usaha kembali terjadi di tahun<br />

2005 dan 2006, yaitu -11,8% dan -5,8%. Fluktuasi yang tinggi dapat disebabkan oleh Ukuran Usaha <strong>Kreatif</strong> yang<br />

biasanya kecil, sehingga hambatan masuk dan hambatan keluar dari industri kecil. Pelaku usaha lebih mudah<br />

memutuskan untuk masuk atau keluar dari industri dibandingkan Usaha berukuran lebih besar.<br />

Pada tahun 2007 jumlah usaha kembali meningkat 9,2% menjadi 2,8 juta usaha. Peningkatan jumlah usaha terus<br />

berlanjut di tahun 2008 menjadi 3 juta usaha. Namun pertumbuhan di tahun 2008 lebih kecil dibandingkan pertumbuhan<br />

tahun 2007, yaitu 6,7%. Kondisi jumlah usaha Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> ini ditunjukkan selengkapnya pada 2 gambar<br />

berikut.<br />

132


3.500.000<br />

3.000.000<br />

3.192.365<br />

3.099.344<br />

2.734.076<br />

3.001.635<br />

2.500.000<br />

2.863.083<br />

2.623.965<br />

2.576.235<br />

2.813.959<br />

2.000.000<br />

1.500.000<br />

1.000.000<br />

500.000<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

Rata-Rata 2002-2008<br />

Gambar 4-25 Jumlah Usaha Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun 2002-2008<br />

20,0%<br />

15,0%<br />

10,0%<br />

5,0%<br />

Pertumbuhan Perusahaan Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />

18,1%<br />

9,2%<br />

6,7%<br />

0,0%<br />

-5,0%<br />

-10,0%<br />

-15,0%<br />

-20,0%<br />

2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

-5,8%<br />

-11,8%<br />

-17,8%<br />

Gambar 4-26 Pertumbuhan Jumlah usaha Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun 2002-2008<br />

4.4.2 Perbandingan terhadap Jumlah Usaha Nasional<br />

Dibandingkan dengan jumlah usaha di 10 sektor utama, rata-rata jumlah usaha Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2002-2007<br />

berada pada peringkat 4, dengan kontribusi sebesar 6,7% dari total jumlah usaha di <strong>Indonesia</strong>, atau sekitar 2,8 juta<br />

usaha. Posisi ini menunjukkan bahwa Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian<br />

nasional.<br />

Kontribusi jumlah usaha terbesar tahun 2002-2007 berasal dari Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutangan dan<br />

Perikanan, dengan rata-rata kontribusi jumlah usaha sebesar 49,1% atau sekitar 17,8 juta usaha. Kontribusi terbesar<br />

133


selanjutnya berasal dari Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 23,3% atau sekitar 8,13 juta usaha, kemudian<br />

diikuti Sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 8,1% atau sekitar 2,9 juta usaha. Sementara sektor yang paling<br />

kecil memberi kontribusi jumlah usaha adalah Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar 0,1% atau sekitar 18.417 usaha.<br />

Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut.<br />

Tabel 4-11 Perbandingan Jumlah Usaha Nasional Tahun 2002-2007<br />

NO LAPANGAN USAHA 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata<br />

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 51,5% 51,9% 49,0% 49,3% 47,6% 45,8% 49,1%<br />

2 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 21,4% 21,6% 23,0% 23,7% 24,8% 25,0% 23,3%<br />

3 Pengangkutan dan Komunikasi 6,9% 8,0% 8,1% 8,6% 8,5% 8,3% 8,1%<br />

4 Industri <strong>Kreatif</strong> 7,5% 6,3% 7,2% 6,6% 6,1% 6,4% 6,7%<br />

5 Industri Pengolahan 5,7% 5,4% 5,2% 5,2% 5,8% 6,3% 5,6%<br />

6 Jasa Kemasyarakatan 4,3% 4,3% 4,5% 4,2% 4,2% 5,5% 4,5%<br />

7 Konstruksi 1,8% 1,7% 1,7% 1,5% 1,7% 1,6% 1,7%<br />

8 Pertambangan dan Penggalian 0,6% 0,6% 0,9% 0,5% 0,8% 0,7% 0,7%<br />

9 Keuangan, Real Estate, & Jasa Perusahaan 0,1% 0,2% 0,2% 0,3% 0,4% 0,4% 0,3%<br />

10 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,0% 0,0% 0,1% 0,1% 0,1% 0,0% 0,1%<br />

Total 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%<br />

Keuangan, Real<br />

Estate, & Jasa<br />

Perusahaan<br />

117.946<br />

0%<br />

Jasa Kemasyarakatan<br />

1.919.359<br />

4%<br />

Industri <strong>Kreatif</strong><br />

2.863.083<br />

7%<br />

Pengangkutan dan<br />

Komunikasi<br />

3.432.115<br />

8%<br />

Perdagangan, Hotel,<br />

dan Restoran<br />

9.883.098<br />

23%<br />

Pertanian,<br />

Peternakan,<br />

Kehutanan dan<br />

Perikanan<br />

20.875.750<br />

49%<br />

Konstruksi<br />

719.009<br />

2%<br />

Listrik, Gas, dan Air<br />

Bersih<br />

21.487<br />

0%<br />

Industri Pengolahan<br />

2.373.121<br />

6%<br />

Pertambangan dan<br />

Penggalian<br />

290.233<br />

1%<br />

Gambar 4-27 Perbandingan Jumlah Usaha Nasional Tahun 2002-2008<br />

Rata-rata pertumbuhan jumlah usaha di Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2002-2008 sebesar -0,22%. Pertumbuhan ini<br />

berada di bawah rata-rata pertumbuhan usaha nasional sebesar 0,73%, dan termasuk dalam 3 sektor dengan<br />

pertumbuhan jumlah usaha terkecil di antara 10 sektor perekonomian. Pertumbuhan jumlah usaha terkecil dialami oleh<br />

134


Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan sebesar -1,53%, diikuti Sektor Konstruksi sebesar -0,68%,<br />

kemudian diikuti Sektor Industri <strong>Kreatif</strong>.<br />

Sektor yang mengalami pertumbuhan jumlah usaha terbesar adalah Sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan<br />

sebesar 25,54%, diikuti Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar 12,73% dan kemudian diikuti Sektor Pertambangan<br />

dan Penggalian sebesar 12,04%. Ketiga sektor tersebut memiliki rata-rata pertumbuhan yang sangat tinggi, hingga<br />

mencapai pertumbuhan 2 digit.<br />

30,00%<br />

25,00%<br />

Keuangan, Real Estate,<br />

& Jasa Perusahaan<br />

25,54%<br />

20,00%<br />

15,00%<br />

Pertambangan dan<br />

Penggalian<br />

12,04%<br />

Listrik, Gas, dan Air<br />

Bersih<br />

12,73%<br />

10,00%<br />

5,00%<br />

Industri Pengolahan<br />

2,97%<br />

Jasa Kemasyarakatan<br />

Perdagangan, Hotel, dan<br />

6,95%<br />

Restoran<br />

4,16%<br />

Pengangkutan dan<br />

Komunikasi<br />

4,55%<br />

0,00%<br />

-5,00%<br />

Pertanian, Peternakan,<br />

Kehutanan dan<br />

Perikanan<br />

-1,53%<br />

Konstruksi<br />

-0,68%<br />

0,73%<br />

Rata-Rata Pertumbuhan Perusahaan Nasional 2002-2007<br />

Industri <strong>Kreatif</strong><br />

-0,22%<br />

Gambar 4-28 Perbandingan Rata-Rata Pertumbuhan Jumlah Usaha Nasional Tahun 2002-2008<br />

4.4.3 Jumlah Usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />

Fluktuasi jumlah usaha tahun 2002-2008, cukup tinggi pada subsektor-subsektor seperti: Subsektor Desain, Subsektor<br />

Fesyen, dan Subsektor Kerajinan. Peningkatan dan penurunan jumlah usaha hampir selalu terjadi secara bergantian<br />

sepanjang tahun 2002-2008.<br />

Subsektor-subsektor yang menunjukkan trend peningkatan jumlah usaha adalah Subsektor Arsitektur, Subsektor Musik,<br />

Subsektor Penerbitan dan Percetakan, Subsektor Piranti Lunak, Subsektor Periklanan, Subsektor Riset dan<br />

Pengembangan, Subsektor Permainan Interaktif dan Subsektor Televisi dan Radio. Berbeda dengan subsektor lainnya,<br />

Subsektor Film, Video dan Fotografi mengalami tren penurunan jumlah usaha.<br />

Indikasi yang cukup menggembirakan ditunjukkan pada jumlah usaha di tahun 2007-2008. Selama 2 tahun terakhir<br />

tersebut, seluruh 14 subsektor industri kreatif mengalami peningkatan jumlah usaha. Dapat dikatakan bahwa pada 2<br />

tahun terakhir, subsektor-subsektor industri kreatif telah menjadi lapangan usaha yang semakin menarik untuk digeluti.<br />

Informasi selengkapnya mengenai jumlah usaha 14 subsektor ditunjukkan pada gambar berikut.<br />

135


4.500<br />

4.000<br />

3.500<br />

3.000<br />

2.500<br />

2.000<br />

1.500<br />

1.000<br />

500<br />

1.396<br />

Jumlah Perusahaan Arsitektur 2002-2008<br />

3.591<br />

2.342<br />

2.914<br />

1.879<br />

4.198<br />

3.878<br />

350.000<br />

300.000<br />

250.000<br />

200.000<br />

150.000<br />

100.000<br />

50.000<br />

Jumlah Perusahaan Desain 2002-2008<br />

289.896<br />

262.089<br />

188.918<br />

260.765<br />

185.141<br />

214.143<br />

201.080<br />

0<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

0<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

1.800.000<br />

1.600.000<br />

1.400.000<br />

1.200.000<br />

1.000.000<br />

Jumlah Perusahaan Fesyen 2002-2008<br />

1.607.624 1.623.710<br />

1.319.277<br />

1.338.010<br />

1.450.096<br />

1.559.993<br />

1.455.145<br />

25.000<br />

20.000<br />

15.000<br />

Jumlah Perusahaan Film, Video, Fotografi 2002-2008<br />

20.006<br />

800.000<br />

600.000<br />

10.000<br />

8.056<br />

7.592<br />

6.060<br />

6.983<br />

400.000<br />

200.000<br />

5.000<br />

6.471<br />

6.616<br />

0<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

1.400.000<br />

1.200.000<br />

1.000.000<br />

800.000<br />

600.000<br />

Jumlah Perusahaan Kerajinan 2002-2008<br />

1.176.983<br />

997.319 1.063.093 906.126<br />

897.809<br />

1.055.466<br />

994.336<br />

10.000<br />

9.000<br />

8.000<br />

7.000<br />

6.000<br />

5.000<br />

4.000<br />

Jumlah Perusahaan Piranti Lunak 2002-2008<br />

9.108<br />

7.413 7.622<br />

6.504<br />

6.991<br />

7.697<br />

7.894<br />

400.000<br />

200.000<br />

3.000<br />

2.000<br />

1.000<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

136


16.000<br />

14.000<br />

12.000<br />

10.000<br />

8.000<br />

9.254<br />

Jumlah Perusahaan Musik 2002-2008<br />

12.805<br />

11.549<br />

8.758<br />

11.435<br />

13.551<br />

14.047<br />

Jumlah Perusahaan Penerbitan & Percetakan 2002-2008<br />

120.000<br />

110.469<br />

100.000<br />

80.000<br />

91.590<br />

94.407<br />

106.278<br />

72.573<br />

60.000<br />

72.747<br />

75.851<br />

6.000<br />

4.000<br />

2.000<br />

40.000<br />

20.000<br />

-<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

9.000<br />

8.000<br />

7.000<br />

6.000<br />

5.000<br />

4.000<br />

3.000<br />

2.000<br />

1.000<br />

Jumlah Perusahaan Periklanan 2002-2008<br />

6.692<br />

5.732<br />

4.412<br />

6.345<br />

2.799<br />

7.822<br />

7.226<br />

900<br />

800<br />

700<br />

600<br />

500<br />

400<br />

300<br />

200<br />

100<br />

Jumlah Perusahaan Permainan Interaktif 2002-2008<br />

655<br />

368<br />

218<br />

173<br />

119<br />

249<br />

764<br />

-<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

14.000<br />

12.000<br />

10.000<br />

8.000<br />

Jumlah Perusahaan Pasar dan Barang Seni 2002-2008<br />

11.700<br />

10.422<br />

9.654<br />

10.068<br />

10.208<br />

10.958<br />

9.562<br />

1.400<br />

1.200<br />

1.000<br />

800<br />

Jumlah Perusahaan Riset dan Pengembangan 2002-2008<br />

1.259<br />

1.078<br />

921<br />

1.164<br />

825<br />

1.022<br />

680<br />

6.000<br />

600<br />

4.000<br />

400<br />

2.000<br />

200<br />

-<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

137


2.000<br />

1.800<br />

1.600<br />

1.400<br />

1.200<br />

1.000<br />

800<br />

600<br />

400<br />

200<br />

Jumlah Perusahaan Seni Pertunjunkan 2002-2008<br />

1.861<br />

1.733<br />

1.488<br />

1.572<br />

1.600<br />

1.723<br />

1.549<br />

4.500<br />

4.000<br />

3.500<br />

3.000<br />

2.500<br />

2.000<br />

1.500<br />

1.000<br />

500<br />

Jumlah Perusahaan Televisi dan Radio 2002-2008<br />

3.819<br />

3.157<br />

3.455<br />

2.178 2.193 2.296<br />

2.313<br />

-<br />

-<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />

Gambar 4-29 Jumlah Usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />

4.4.4 Perbandingan Jumlah Usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />

Di antara 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong>, Subsektor Fesyen dan Subsektor Kerajinan merupakan subsektor yang dominan<br />

dalam hal kontribusi jumlah usaha. Subsektor Fesyen memiliki rata-rata kontribusi jumlah usaha 2002-2008 sebesar<br />

51,66% atau sebanyak 1,47 juta usaha. Subsektor Kerajinan memiliki rata-rata kontribusi sebesar 35,38% atau<br />

sebanyak 1,01 juta usaha. Aktivitas perdagangan produk-produk fesyen dan produk kerajinan merupakan jenis lapangan<br />

usaha yang mendominasi kedua subsektor tersebut. Aktivitas perdagangan tersebut berukuran besar, menengah, kecil<br />

sampai sekelas rumah tangga.<br />

Subsektor terkecil dalam kontribusi jumlah usaha adalah Subsektor Permainan Interaktif dengan kontribusi sebesar<br />

0,01% atau sekitar 364 usaha, diikuti Subsektor Riset dan Pengembangan dengan kontribusi sebesar 0,03%, atau<br />

sebanyak 993 usaha.<br />

Subsektor-subsektor intangible, baik berbasis seni, budaya, media, maupun teknologi informasi, seperti: Subsektor Musik;<br />

Film, Video dan Fotografi; Layanan Komputer dan Piranti Lunak; Periklanan; Arsitektur; Televisi dan Radio; Seni<br />

Pertunjukkan; Riset dan Pengembangan; Permainan Interaktif, memiliki kontribusi jumlah usaha yang sangat kecil, di<br />

bawah 1%. Perbandingan jumlah usaha selengkapnya ditunjukkan pada tabel dan gambar berikut.<br />

Tabel 4-12 Perbandingan Jumlah Usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun 2002-2007<br />

NO LAPANGAN USAHA INDUSTRI KREATIF 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata<br />

1 FESYEN 50,36% 50,28% 52,39% 53,04% 51,94% 51,71% 51,97% 51,66%<br />

2 KERAJINAN 36,87% 38,01% 34,30% 32,84% 35,17% 35,34% 35,16% 35,38%<br />

3 DESAIN 8,21% 7,20% 9,35% 9,54% 7,19% 7,15% 7,13% 7,99%<br />

4 PENERBITAN DAN PERCETAKAN 2,87% 2,77% 2,34% 2,77% 3,66% 3,78% 3,68% 3,11%<br />

5 MUSIK 0,29% 0,33% 0,37% 0,42% 0,50% 0,48% 0,47% 0,41%<br />

6 PASAR DAN BARANG SENI 0,30% 0,40% 0,32% 0,35% 0,40% 0,39% 0,39% 0,36%<br />

7 FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI 0,63% 0,31% 0,24% 0,24% 0,24% 0,24% 0,23% 0,31%<br />

8 LAYANAN KOMPUTER DAN PIRANTI LUNAK 0,20% 0,28% 0,25% 0,28% 0,27% 0,28% 0,30% 0,27%<br />

9 PERIKLANAN 0,09% 0,17% 0,18% 0,23% 0,26% 0,26% 0,26% 0,20%<br />

10 ARSITEKTUR 0,04% 0,07% 0,08% 0,11% 0,14% 0,14% 0,14% 0,10%<br />

11 TELEVISI DAN RADIO 0,07% 0,08% 0,07% 0,08% 0,12% 0,12% 0,13% 0,10%<br />

12 SENI PERTUNJUKAN 0,05% 0,06% 0,06% 0,06% 0,06% 0,06% 0,06% 0,06%<br />

13 RISET DAN PENGEMBANGAN 0,02% 0,03% 0,03% 0,04% 0,04% 0,04% 0,04% 0,03%<br />

14 PERMAINAN INTERAKTIF 0,00% 0,01% 0,01% 0,01% 0,01% 0,02% 0,03% 0,01%<br />

Total 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%<br />

138


PENERBITAN DAN<br />

PERCETAKAN<br />

89.131<br />

3%<br />

PASAR DAN BARANG SENI<br />

10.367<br />

0%<br />

LAYANAN KOMPUTER<br />

DAN PIRANTI LUNAK<br />

7.604<br />

0%<br />

MUSIK<br />

11.629<br />

1%<br />

PERMAINAN INTERAKTIF<br />

364<br />

PERIKLANAN<br />

0%<br />

5.861<br />

0%<br />

RISET DAN<br />

PENGEMBANGAN<br />

993<br />

0%<br />

SENI PERTUNJUKAN<br />

1.647<br />

0% TELEVISI DAN RADIO<br />

2.773<br />

0%<br />

ARSITEKTUR<br />

2.885<br />

0%<br />

DESAIN<br />

228.862<br />

8%<br />

KERAJINAN<br />

1.013.019<br />

36%<br />

FILM, VIDEO, DAN<br />

FOTOGRAFI<br />

8.826<br />

0%<br />

FESYEN<br />

1.479.122<br />

52%<br />

Gambar 4-30 Perbandingan Rata-Rata Jumlah usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />

Subsektor industri kreatif yang tumbuh paling cepat dalam hal jumlah usaha adalah Subsektor Permainan Interaktif.<br />

Subsektor ini memiliki rata-rata pertumbuhan jumlah usaha sebesar 38% pada tahun 2002-2008. Setelah Subsektor<br />

Permainan Interaktif, rata-rata pertumbuhan jumlah usaha tertinggi diikuti oleh Subsektor Arsitektur sebesar 20,5%,<br />

Subsektor Periklanan sebesar 20%. Selain ketiga subsektor di atas, pertumbuhan jumlah usaha 2 digit dimiliki oleh<br />

Subsektor Televisi dan Radio, dan Subsektor Riset dan Pengembangan.<br />

Subsektor yang memiliki rata-rata pertumbuhan jumlah usaha terkecil adalah Subsektor Film, Video dan Fotografi sebesar<br />

-12,0%, diikuti Subsektor Kerajinan sebesar -1,2%. Kedua Subsektor ini tumbuh negatif di bawah rata-rata pertumbuhan<br />

jumlah usaha Sektor Industri <strong>Kreatif</strong>. Subsektor Desain dan Fesyen memang tumbuh positif, 0,3% dan 0,4%, namun<br />

masih berada di bawah rata-rata pertumbuhan jumlah usaha nasional 0,73%.<br />

139


50,0%<br />

40,0%<br />

PERMAINAN INTERAKTIF<br />

38,0%<br />

30,0%<br />

20,0%<br />

10,0%<br />

0,0%<br />

ARSITEKTUR<br />

20,5%<br />

DESAIN<br />

0,3%<br />

FESYEN<br />

0,4%<br />

LAYANAN KOMPUTER DAN<br />

PIRANTI LUNAK<br />

6,2% PASAR DAN BARANG SENI<br />

KERAJINAN<br />

-1,2%<br />

MUSIK<br />

7,8%<br />

PERIKLANAN<br />

20,0%<br />

3,4% PENERBITAN DAN PERCETAKAN<br />

4,1%<br />

RISET DAN PENGEMBANGAN<br />

10,9%<br />

0,73%<br />

-0,22%<br />

TELEVISI DAN RADIO<br />

10,4%<br />

SENI PERTUNJUKAN<br />

4,0%<br />

-10,0%<br />

FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI<br />

-12,0%<br />

-20,0%<br />

Rata-Rata Pertumbuhan Perusahaan Subsektor IK 2002-2008<br />

Rata-Rata Pertumbuhan Perusahaan Nasional 2002-2008<br />

Gambar 4-31 Rata-Rata Pertumbuhan Jumlah Usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />

140


4.5 B E R B A S I S D A M P A K D A N K E T E R K A I T A N D E N G A N S E K T O R L A I N<br />

Dalam studi ini, perhitungan Dampak dan Keterkaitan subsektor-subsektor industri kreatif dengan sektor lain dilakukan<br />

dengan menggunakan Tabel Input Output Tahun 2005. Pada studi pemetaan tahun 2007, perhitungan dilakukan dengan<br />

menggunakan Tabel Input Output Tahun 2003.<br />

4.5.1 Angka Pengganda Output Industri <strong>Kreatif</strong><br />

Angka pengganda output terbesar subsektor industri kreatif berada pada subsektor Musik, sebesar 2,242. Angka ini<br />

berarti, peningkatan investasi (atau peningkatan final demand lain, tidak hanya investasi saja) pada subsektor Subsektor<br />

Musik sebesar Rp. 1 miliar, akan meningkatkan output total perekonomian nasional sebesar Rp. 2,242 miliar. Setelah<br />

Subsektor Musik, angka pengganda output terbesar diikuti oleh Kerajinan sebesar 2,229 dan Kerajinan sebesar Film,<br />

Video dan Fotografi sebesar 2,227. Angka pengganda output subsektor industri kreatif selengkapnya ditampilkan berikut.<br />

Tabel 4-13 Angka Pengganda Output 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />

NO LAPANGAN USAHA INDUSTRI KREATIF Multiplier<br />

1 MUSIK 2,242<br />

2 KERAJINAN 2,229<br />

3 FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI 2,227<br />

4 DESAIN 2,121<br />

5 PENERBITAN DAN PERCETAKAN 2,025<br />

6 FESYEN 2,018<br />

7 SENI PERTUNJUKAN 1,981<br />

8 TELEVISI DAN RADIO 1,974<br />

9 ARSITEKTUR 1,939<br />

10 RISET DAN PENGEMBANGAN 1,939<br />

11 PASAR DAN BARANG SENI 1,887<br />

12 PERIKLANAN 1,885<br />

13 LAYANAN KOMPUTER DAN PIRANTI LUNAK 1,633<br />

14 PERMAINAN INTERAKTIF 1,633<br />

Total 3,65<br />

4.5.2 Backward Linkage<br />

Berdasarkan keterkaitan kearah hulu (backward linkage), subsektor industri kreatif Musik memiliki koefisien linkage<br />

terbesar, yaitu 2,242. Peningkatan output subsektor industri musik akibat investasi atau final demand lain sebesar Rp. 1<br />

miliar, maka akan terjadi peningkatan output di sektor-sektor industri hulunya sebesar Rp. 2,242 miliar. Setelah<br />

subsektor industri Musik, ranking subsektor industri kreatif berdasarkan keterkaitan ke arah hulu terbesar diikuti oleh<br />

Subsektor Kerajinan sebesar 2,229 dan subsektor Film, Video dan Fotografi sebesar 2,2271. Nilai Backward Linkage<br />

subsektor industri kreatif selengkapnya ditampilkan berikut.<br />

141


Tabel 4-14 Backward Linkage 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />

NO LAPANGAN USAHA INDUSTRI KREATIF Backward Linkage<br />

1 MUSIK 2,242<br />

2 KERAJINAN 2,229<br />

3 FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI 2,227<br />

4 DESAIN 2,121<br />

5 PENERBITAN DAN PERCETAKAN 2,025<br />

6 FESYEN 2,018<br />

7 SENI PERTUNJUKAN 1,981<br />

8 TELEVISI DAN RADIO 1,974<br />

9 ARSITEKTUR 1,939<br />

10 RISET DAN PENGEMBANGAN 1,939<br />

11 PASAR DAN BARANG SENI 1,887<br />

12 PERIKLANAN 1,885<br />

13 LAYANAN KOMPUTER DAN PIRANTI LUNAK 1,633<br />

14 PERMAINAN INTERAKTIF 1,633<br />

Total 1,98<br />

4.5.3 Forward Linkage<br />

Berdasarkan keterkaitan kearah hilir (forward linkage), Subsektor Arsitektur bersama Riset dan Pengembangan memiliki<br />

koefisien linkage terbesar, 5,770. Peningkatan output Subsektor Arsitektur atau Subsektor Riset dan Pengembangan<br />

akibat investasi atau final demand lain sebesar Rp. 1 miliar, akan mengakibatkan peningkatan output di sektor-sektor<br />

industri hilirnya sebesar Rp. 5,770 miliar. Setelah Subsektor Arsitektur dan Subsektor Riset dan Pengembangan ranking<br />

subsektor industri kreatif berdasarkan keterkaitan ke arah hilir terbesar diikuti oleh Subsektor Penerbitan dan<br />

Percetakan, sebesar 4,526. Nilai Forward Linkage subsektor industri kreatif selengkapnya ditampilkan berikut.<br />

Tabel 4-15 Forward Linkage 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />

NO LAPANGAN USAHA INDUSTRI KREATIF Forward Linkage<br />

1 ARSITEKTUR 5,770<br />

2 RISET DAN PENGEMBANGAN 5,770<br />

3 PENERBITAN DAN PERCETAKAN 4,526<br />

4 DESAIN 4,494<br />

5 LAYANAN KOMPUTER DAN PIRANTI LUNAK 3,555<br />

6 PERMAINAN INTERAKTIF 3,555<br />

7 FESYEN 3,483<br />

8 FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI 2,952<br />

9 TELEVISI DAN RADIO 2,172<br />

10 KERAJINAN 2,161<br />

11 SENI PERTUNJUKAN 2,004<br />

12 MUSIK 1,747<br />

13 PERIKLANAN 1,164<br />

14 PASAR DAN BARANG SENI* 7,788<br />

Total 3,65<br />

* Struktur Industri Pasar Seni dan Barang Antik diambil dari Sektor Perdagangan (149). Namun kontribusi Subsektor IK ini sangat kecil terhadap<br />

sektor 149, sehingga nilai forward linkagenya kemungkinan mengalami bias.<br />

142


5 K E S I M P U L A N D A N S A R A N<br />

5.1 K E S I M P U L A N<br />

Hasil-hasil studi yang diperoleh menunjukkan bahwa:<br />

1. Berdasarkan perhitungan kontribusi ekonomi, baik berbasis Produk Domestik Bruto, berbasis Ketenagakerjaan,<br />

berbasis Perdagangan Internasional dan berbasis Aktivitas Perusahaan, tahun 2007 Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong><br />

mengalami perbaikan yang berlanjut di tahun 2008. Indikator-indikator ekonomi tahun 2007-2008 pada keempat<br />

basis perhitungan menunjukkan statistik yang meningkat dibanding tahun 2008.<br />

2. Secara kualitatif, pengembangan industri kreatif <strong>Indonesia</strong> juga semakin baik di tahun 2007 hingga saat ini.<br />

Kesimpulan ini dapat dilihat dari kondisi-kondisi:<br />

a. Adanya program industri kreatif nasional yang berkelanjutan, dimana kesadaran pemerintah, baik pusat maupun<br />

daerah, semakin besar dalam upaya pengembangan industri kreatif. Konsolidasi melalui kegiatan PPBI (PPKI)<br />

berjalan baik, bahkan komitmen-komitmen pengembangan sudah diberikan oleh departemen terkait. Dukungan<br />

pemerintah ini bahkan sudah dilegitimasi melalui Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2009.<br />

b. Gaung industri kreatif <strong>Indonesia</strong> tidak saja makin kuat di daerah-daerah, tetapi juga sampai ke luar negeri,<br />

khususnya melalui para Duta Besar <strong>Indonesia</strong> di beberapa negara.<br />

c. Gerakan komunitas yang semakin aktif dan semakin terkoneksi satu sama lain.<br />

d. Publikasi industri kreatif di media nasional, daerah dan di dunia maya semakin banyak.<br />

e. Semakin tingginya kesadaran untuk melestarikan seni, budaya dan warisan budaya, dan memanfaatkannya<br />

menjadi kontribusi ekonomi, melalui pemahaman akan Indikasi Geografis.<br />

5.2 S A R A N<br />

Saran utama yang disampaikan ditujukan secara khusus kepada Biro Pusat Statistik, yaitu:<br />

1. Revisi Klasifikasi Pemetaan Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong><br />

Sebagai instansi pemerintah yang bertanggung jawab dalam hal pengklasifikasian lapangan usaha, Biro Pusat<br />

Statistik sudah saatnya melakukan revisi terhadap klasifikasi industri kreatif <strong>Indonesia</strong> yang digunakan saat ini. Selain<br />

bertujuan mematangkan lapangan usaha industri kreatif, revisi ini terutama bertujuan agar industri kreatif dapat<br />

menjadi suatu nomenklatur resmi dalam klasifikasi lapangan usaha <strong>Indonesia</strong>.<br />

2. Perhitungan kontribusi industri kreatif secara rutin, tahunan atau triwulanan oleh BPS<br />

Sebagai badan yang sudah mapan dalam perhitungan kontribusi-kontribusi ekonomi, maka Biro Pusat Statistik<br />

sebaiknya melakukan perhitungan kontribusi ekonomi industri kreatif secara rutin, baik tahunan maupun triwulanan.<br />

Hal ini tentunya akan memungkinkan jika Klasfikasi Pemetaan Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> sudah disempurnakan dan<br />

dimasukkan sebagai bagian dari lapangan usaha nasional.<br />

143

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!