You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
DAFTAR ISI<br />
Daftar Isi 2<br />
Daftar Gambar 7<br />
Daftar Tabel 8<br />
1 PENDAHULUAN 9<br />
1.1 LATAR BELAKANG 9<br />
1.2 TUJUAN 9<br />
1.3 MANFAAT 9<br />
1.4 RUANG LINGKUP 10<br />
2 METODOLOGI STUDI KONTRIBUSI INDUSTRI KREATIF 2009 11<br />
2.1 DESAIN STUDI 11<br />
2.2 PENETAPAN KLASIFIKASI SUBSEKTOR-SUBSEKTOR INDUSTRI KREATIF 11<br />
2.3 PENETAPAN INDIKATOR-INDIKATOR YANG AKAN DIGUNAKAN 12<br />
2.3.1 Berbasis Produk Domestik Bruto 12<br />
2.3.1.1 Produk Domestik Bruto Industri <strong>Kreatif</strong> 12<br />
2.3.1.2 Persentase PDB Industri <strong>Kreatif</strong> terhadap PDB Nasional 12<br />
2.3.1.3 Pertumbuhan PDB Industri <strong>Kreatif</strong> 13<br />
2.3.2 Berbasis Ketenagakerjaan 13<br />
2.3.2.1 Jumlah Tenaga Kerja Industri <strong>Kreatif</strong> (JTKC) 14<br />
2.3.2.2 Tingkat Partisipasi Pekerja Industri <strong>Kreatif</strong> (TPPC) 14<br />
2.3.2.3 Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Industri <strong>Kreatif</strong> (PJTKC) 15<br />
2.3.2.4 Produktivitas Tenaga kerja 15<br />
2.3.3 Berbasis Perdagangan Internasional 16<br />
2.3.3.1 Nilai Ekspor 16<br />
2.3.3.2 Persentase Nilai Ekspor terhadap Total Nilai Ekspor 16<br />
2.3.3.3 Pertumbuhan Nilai Ekspor 17<br />
2.3.3.4 Nilai Impor 17<br />
2.3.3.5 Persentase Nilai Impor terhadap Total Nilai Impor 18<br />
2.3.3.6 Pertumbuhan Nilai Impor 18<br />
2.3.3.7 Net Trade Industri <strong>Kreatif</strong> 18<br />
2.3.3.8 Net Trade Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 19<br />
2.3.3.9 Pertumbuhan Net Trade Industri <strong>Kreatif</strong> 19<br />
2.3.3.10 Pertumbuhan Net Trade Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 19<br />
2.3.4 Berbasis Aktivitas Perusahaan 19
2.3.4.1 Jumlah Usaha 19<br />
2.3.4.2 Persentase Jumlah Usaha terhadap Jumlah Usaha Total 20<br />
2.3.4.3 Pertumbuhan Jumlah Usaha 20<br />
2.3.5 Berbasis dampak terhadap sektor lain 21<br />
2.3.5.1 Angka pengganda output subsektor industri kreatif 21<br />
2.3.5.2 Linkage subsektor industri kreatif 21<br />
2.4 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 22<br />
2.4.1 Perubahan dari Studi IK 2007 22<br />
2.4.2 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data Kontribusi Ekonomi 23<br />
2.4.2.1 Pengumpulan Dan Pengolahan Data Sekunder 23<br />
2.4.2.2 Metode Estimasi menggunakan Tabel Input Output 23<br />
2.4.2.3 Estimasi-Estimasi yang Dilakukan 23<br />
2.4.3 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data Perkembangan Kualitatif 26<br />
2.4.4 Analisis Data 26<br />
3 PERKEMBANGAN INDUSTRI KREATIF INDONESIA 2007-2009 27<br />
3.1 INDUSTRI KREATIF NASIONAL 27<br />
3.1.1 PPBI 2007 27<br />
3.1.2 PPBI 2008 27<br />
3.1.3 PPKI 2009 28<br />
3.1.4 Tahun <strong>Indonesia</strong> <strong>Kreatif</strong> 2009 28<br />
3.1.5 Instruksi Presiden No 6 Tahun 2009 mengenai Pengembangan Industri <strong>Kreatif</strong> 28<br />
3.2 INDUSTRI KREATIF DI DAERAH 29<br />
3.2.1 DKI Jakarta 29<br />
3.2.2 Kota Solo 31<br />
3.2.3 Kota Jogjakarta 31<br />
3.2.4 Kota Denpasar 33<br />
3.2.5 Kota Bandung 34<br />
3.2.6 Kota Berpotensi: Jember, Batam 35<br />
3.2.6.1 Batam 35<br />
3.2.6.2 Jember 36<br />
3.2.7 Festival dan Tradisi Kebudayaan di Berbagai Daerah 36<br />
3.2.7.1 Festival Bengawan Solo 37<br />
3.2.7.2 Borobudur Internasional Festival 37<br />
3.2.7.3 Festival Tabot 37<br />
3.2.7.4 Festival Danau Toba 38<br />
3.2.7.5 Festival Tengger 38<br />
3.2.7.6 Festival Danau Sentani 39<br />
3.3 PUBLIKASI INDUSTRI KREATIF DI MEDIA INFORMASI 39<br />
3
3.3.1 Media Nasional 39<br />
3.3.2 Media Daerah 40<br />
3.4 INDUSTRI KREATIF DI DUNIA MAYA 41<br />
3.4.1 E-Commerce 41<br />
3.4.2 Jumlah Laman Industri <strong>Kreatif</strong> 45<br />
3.5 GERAKAN KOMUNITAS 47<br />
3.5.1 Common Room Network Foundation 48<br />
3.5.2 Bandung Creative City Forum (BCCF) 48<br />
3.5.3 Kreative Industry Clothing Kommunity (KICK) 49<br />
3.5.4 Komunitas <strong>Kreatif</strong> Bali 50<br />
3.5.5 Ins-ide 50<br />
3.5.6 Jendela Ide 51<br />
3.5.7 Fashionesedaily 51<br />
3.5.8 Kementerian Desain Republik <strong>Indonesia</strong> 51<br />
3.5.9 Desain Grafis <strong>Indonesia</strong> 52<br />
3.5.10 Republik <strong>Kreatif</strong> 52<br />
3.5.11 Musikator 52<br />
3.5.12 Bentara Budaya 53<br />
3.5.13 Komunitas Utan Kayu 53<br />
3.5.14 Top Ten Komunitas <strong>Kreatif</strong> di Dunia Maya 54<br />
3.6 SUCCESS AND FAILED STORIES 55<br />
3.6.1 Cerita Sukses Insan <strong>Kreatif</strong> 55<br />
3.6.2 Lesson Learned Pelaku <strong>Kreatif</strong> yang Kurang Berhasil 61<br />
3.7 PELUANG INDUSTRI KREATIF DI PASAR LUAR NEGERI 65<br />
3.7.1 Ceko 65<br />
3.7.1.1 Festival Film Ceko 65<br />
3.7.1.2 Program KBRI Ceko dalam memperkenalkan Film <strong>Indonesia</strong> 66<br />
3.7.1.3 Program-Program KBRI Ceko di luar Subsektor Film 66<br />
3.7.2 China (RRT) 66<br />
3.7.2.1 Televisi 67<br />
3.7.2.2 Film 67<br />
3.7.2.3 Radio 67<br />
3.7.2.4 Musik 67<br />
3.7.2.5 Penerbitan dan Percetakan 68<br />
3.7.2.6 Online Games 68<br />
3.7.2.7 Kerajinan 68<br />
3.7.3 Spanyol 68<br />
3.7.3.1 Film, Video dan Fotografi 68<br />
3.7.3.2 Musik 70<br />
3.7.3.3 Layanan Piranti Lunak dan Permainan Interaktif 70<br />
3.7.3.4 Desain dan Fesyen 72<br />
4
3.7.3.5 Penerbitan dan Percetakan 74<br />
3.7.3.6 Kerajinan 75<br />
3.7.4 Argentina 76<br />
3.7.4.1 Industri Audiovisual: Film, Animasi, Televisi 76<br />
3.7.4.2 Furniture dan Kerajinan 77<br />
3.7.4.3 Kerajinan: Jewellery 78<br />
3.7.4.4 Musik: Alat Musik 78<br />
3.7.4.5 Fesyen: Produk Tekstil 78<br />
3.7.4.6 Tantangan dan Hambatan 78<br />
3.7.5 Afrika Selatan 79<br />
3.7.5.1 Film dan Animasi 79<br />
3.7.5.2 Musik 81<br />
3.7.5.3 Desain dan Piranti Lunak 83<br />
3.7.5.4 Penerbitan dan Percetakan 84<br />
3.7.5.5 Pameran Industri <strong>Kreatif</strong> di Afrika Selatan 85<br />
3.7.5.6 Kondisi pasar dan peluang ekspor di afrika selatan 86<br />
3.7.6 Maroko 86<br />
3.7.7 Singapura 87<br />
3.8 KOMITMEN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF 88<br />
3.8.1 Bisnis 89<br />
3.8.2 Departemen Perindustrian 89<br />
3.8.3 Departemen Pendidikan Nasional 89<br />
3.8.4 Departemen Komunikasi dan Informatika 89<br />
3.8.5 Departemen Kebudayaan dan Pariwisata 90<br />
3.8.6 Departemen Perdagangan 90<br />
3.8.7 Kementerian Negara Koperasi dan UKM 91<br />
3.8.8 Pemerintah – Perbankan 91<br />
3.9 KONSUMSI PRODUK KREATIF LOKAL 91<br />
3.9.1 Endorsement Dari Pemerintah untuk Menggunakan Produk Lokal 91<br />
3.9.2 Contoh Indikasi Positif dalam Penggunaan Produk <strong>Kreatif</strong> Lokal 93<br />
3.9.2.1 Pemakaian Batik oleh Kaum Muda 93<br />
3.9.2.2 Trend Distro 94<br />
3.9.2.3 Ring Back Tone – Musik <strong>Indonesia</strong> 94<br />
3.9.2.4 Film <strong>Indonesia</strong> 95<br />
3.9.2.5 Seni Pertunjukan 96<br />
3.10 INDIKASI GEOGRAFIS PELUANG PELESTARIAN KREATIVITAS LOKAL YANG BERNILAI EKONOMI 97<br />
3.10.1 Konsep dan Peraturan 97<br />
3.10.2 Tantangan Bagi Pengembangan Produk IG 97<br />
3.10.3 Potensi IG yang sedang Diproses 98<br />
3.10.4 Potensi IG yang belum Dikembangkan 100<br />
5
4 HASIL PEMETAAN DAN ANALISIS DAMPAK EKONOMI INDUSTRI KREATIF 104<br />
4.1 BERBASIS PRODUK DOMESTIK BRUTO: JUMLAH, % KONTRIBUSI DAN PERTUMBUHAN 104<br />
4.1.1 PDB Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 104<br />
4.1.2 Perbandingan terhadap PDB Nasional 106<br />
4.1.3 PDB Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 108<br />
4.1.4 Perbandingan 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 111<br />
4.2 BERBASIS KETENAGAKERJAAN: JUMLAH, TINGKAT PARTISIPASI, PERTUMBUHAN, PRODUKTIVITAS 114<br />
4.2.1 Tenaga Kerja Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 114<br />
4.2.2 Perbandingan terhadap Tenaga Kerja Nasional 115<br />
4.2.3 Tenaga Kerja Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 118<br />
4.2.4 Perbandingan 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 120<br />
4.3 BERBASIS PERDAGANGAN INTERNASIONAL: JUMLAH, % KONTRIBUSI DAN PERTUMBUHAN DARI EKSPOR,<br />
IMPOR DAN NET TRADE 123<br />
4.3.1 Perdagangan Internasional Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 123<br />
4.3.2 Perbandingan terhadap Nasional 125<br />
4.3.3 Perdagangan Internasional Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 127<br />
4.3.4 Perbandingan 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 129<br />
4.4 BERBASIS AKTIVITAS PERUSAHAAN: JUMLAH, % KONTRIBUSI DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN 132<br />
4.4.1 Jumlah Usaha Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 132<br />
4.4.2 Perbandingan terhadap Jumlah Usaha Nasional 133<br />
4.4.3 Jumlah Usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 135<br />
4.4.4 Perbandingan Jumlah Usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 138<br />
4.5 BERBASIS DAMPAK DAN KETERKAITAN DENGAN SEKTOR LAIN 141<br />
4.5.1 Angka Pengganda Output Industri <strong>Kreatif</strong> 141<br />
4.5.2 Backward Linkage 141<br />
4.5.3 Forward Linkage 142<br />
5 KESIMPULAN DAN SARAN 143<br />
5.1 KESIMPULAN 143<br />
5.2 SARAN 143<br />
6
DAFTAR GAMBAR<br />
Gambar 2-1 Desain Studi ............................................................................................................................................................. 11<br />
Gambar 2-2 Struktur Klasifikasi Ketenagakerjaan ........................................................................................................................ 13<br />
Gambar 3-1 Artikel Industri <strong>Kreatif</strong> di Media Nasional .................................................................................................................. 40<br />
Gambar 3-2 Artikel Industri <strong>Kreatif</strong> di Media Daerah .................................................................................................................... 41<br />
Gambar 3-3 Jumlah Laman Mengutip Aktor Pemerintah Mengulas Industri <strong>Kreatif</strong> ...................................................................... 45<br />
Gambar 3-4 Jumlah Laman Mengulas Industri <strong>Kreatif</strong> di Tingkat Provinsi .................................................................................... 46<br />
Gambar 3-5 Jumlah Laman Mengulas Industri <strong>Kreatif</strong> di Tingkat Kota ......................................................................................... 47<br />
Gambar 4-1 Nilai Tambah Bruto Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 (Miliar Rupiah) ............................................................................ 105<br />
Gambar 4-2 Pertumbuhan NTB Konstan Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 ........................................................................................ 106<br />
Gambar 4-3 Rata-rata Nilai dan % Kontribusi NTB Sektoral Berdasarkan Harga Berlaku, termasuk Industri <strong>Kreatif</strong>, 2002-2008<br />
107<br />
Gambar 4-4 Rata-Rata Pertumbuhan PDB Sektoral, termasuk Industri <strong>Kreatif</strong>, 2002-2008 ..................................................... 108<br />
Gambar 4-5 NTB Konstan 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2002-2008 ............................................................................. 111<br />
Gambar 4-6 Rata-rata Jumlah dan % Kontribusi PDB Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2002-2008, Berdasarkan Harga Berlaku<br />
112<br />
Gambar 4-7 Rata-rata Pertumbuhan PDB Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2002-2008 .......................................................... 113<br />
Gambar 4-8 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 ....................................................................................... 114<br />
Gambar 4-9 Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 ........................................................ 115<br />
Gambar 4-10 Rata-rata Jumlah dan Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja Sektoral Tahun 2002-2008 ............................................ 116<br />
Gambar 4-11 Rata-rata Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Tahun 2002-2008 ................................................... 117<br />
Gambar 4-12 Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja 14 Subsektor IK Tahun 2002-2008 ................................................................. 120<br />
Gambar 4-13 Rata-rata Jumlah dan Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja Subsektor-subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun 2002-2008 121<br />
Gambar 4-14 Rata-rata Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun 2002-2008 ....................... 122<br />
Gambar 4-15 Rata-rata Produktivitas Tenaga Kerja Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 Berdasarkan Harga Konstan (Ribu<br />
Rupiah) 123<br />
Gambar 4-16 Nilai Ekspor, Impor dan Net Trade Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 (Miliar Rupiah) ......................................... 124<br />
Gambar 4-17 Pertumbuhan Ekspor, Impor dan Net Trade Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 ................................................... 125<br />
Gambar 4-17 Ekspor Nasional dan Ekspor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 dalam Miliar Rupiah ...................................................... 126<br />
Gambar 4-18 Impor Nasional dan Impor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 dalam Miliar Rupiah ......................................................... 126<br />
Gambar 4-19 Net Trade Nasional dan Net Trade Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 dalam Miliar Rupiah ............................................ 127<br />
Gambar 4-21 Nilai Ekspor, Impor dan Net Trade 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 (Miliar Rupiah) .............................. 129<br />
Gambar 4-21 Rata-Rata Jumlah dan % Kontribusi Ekspor Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 .............................................. 131<br />
Gambar 4-22 Rata-Rata Jumlah dan % Kontribusi Impor Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 ............................................... 131<br />
Gambar 4-23 Rata-Rata Jumlah dan % Kontribusi Net Trade Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 ......................................... 132<br />
Gambar 4-24 Jumlah Usaha Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun 2002-2008 ....................................................................................... 133<br />
Gambar 4-25 Pertumbuhan Jumlah usaha Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun 2002-2008 ................................................................. 133<br />
Gambar 4-26 Perbandingan Jumlah Usaha Nasional Tahun 2002-2008 ..................................................................................... 134<br />
Gambar 4-27 Perbandingan Rata-Rata Pertumbuhan Jumlah Usaha Nasional Tahun 2002-2008 ............................................. 135<br />
Gambar 4-28 Jumlah Usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 ....................................................................................... 138<br />
Gambar 4-29 Perbandingan Rata-Rata Jumlah usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 ............................................... 139<br />
Gambar 4-30 Rata-Rata Pertumbuhan Jumlah Usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 ............................................... 140
DAFTAR TABEL<br />
Tabel 3-1 Kalender TIK 2009 ........................................................................................................................................................... 28<br />
Tabel 3-2 Top Ten Mailing List <strong>Kreatif</strong> .............................................................................................................................................. 54<br />
Tabel 3-3 Top Ten Komunitas <strong>Kreatif</strong> di Web .................................................................................................................................... 54<br />
Tabel 3-4 Distribusi Wilayah Subsektor Desain di Spanyol ............................................................................................................... 72<br />
Tabel 3-5 Peringkat Lagu Ring Back Tone ....................................................................................................................................... 95<br />
Tabel 4-1 Profil Kontribusi Ekonomi Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> 2002-2008 ....................................................................... 104<br />
Tabel 4-2 Perbandingan Kontribusi PDB Sektor Industri Nasional 2002-2008 (miliar Rp) ........................................................... 107<br />
Tabel 4-3 Perbandingan Kontribusi NTB 14 Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 ........................................................................... 111<br />
Tabel 4-4 Perbandingan Kontribusi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Nasional 2002-2008 ........................................... 115<br />
Tabel 4-5 Perbandingan Produktivitas Tenaga Kerja Sektoral Tahun 2002-2008 Berdasarkan Harga Konstan (Ribu Rupiah) ... 117<br />
Tabel 4-6 Kontribusi Tenaga Kerja 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 .............................................................................. 118<br />
Tabel 4-7 Perbandingan Kontribusi Tenaga Kerja 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 ....................................................... 121<br />
Tabel 4-8 Perbandingan Ekspor Sektor Industri Nasional 2002-2008 (miliar Rp) ........................................................................ 129<br />
Tabel 4-9 Perbandingan Impor Sektor Industri Nasional 2002-2008 (miliar Rp) .......................................................................... 130<br />
Tabel 4-10 Perbandingan Net Trade Sektor Industri Nasional 2002-2008 (miliar Rp) ................................................................... 130<br />
Tabel 4-11 Perbandingan Jumlah Usaha Nasional Tahun 2002-2007 ............................................................................................. 134<br />
Tabel 4-12 Perbandingan Jumlah Usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun 2002-2007 ............................................................. 138<br />
Tabel 4-13 Angka Pengganda Output 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> ................................................................................................ 141<br />
Tabel 4-14 Backward Linkage 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong>........................................................................................................... 142<br />
Tabel 4-15 Forward Linkage 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> .............................................................................................................. 142
1 P E N D A H U L U A N<br />
1.1 L A T A R B E L A K A N G<br />
Sejak peluncuran Studi Pemetaan Kontribusi Ekonomi Industri <strong>Kreatif</strong> 2007, yang dilanjutkan dengan peluncuran Cetak<br />
Biru Pengembangan Ekonomi <strong>Kreatif</strong> dan Cetak Biru Pengembangan 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2008, posisi<br />
strategis ekonomi kreatif dan industri kreatif dalam pembangunan nasional semakin disadari oleh berbagai pihak.<br />
Berbagai aktivitas kreatif digulirkan di berbagai tempat, baik oleh pemerintah, dunia bisnis maupun oleh kaum intelektual.<br />
Publikasi di media massa dan di dunia maya semakin intensif. Komunitas-komunitas semakin tumbuh dan mulai saling<br />
terhubung. Kota-kota dan daerah semakin antusias untuk menjadi kota/daerah kreatif. Prestasi-prestasi prestisius terus<br />
diraih oleh para pelaku-pelaku kreatif. Kondisi-kondisi di atas merupakan sebagian dari indikasi-indikasi perkembangan<br />
ekonomi kreatif <strong>Indonesia</strong>. Kondisi-kondisi ini sangat penting untuk dipetakan atau didokumentasikan, selain untuk<br />
memberikan pemahaman mengenai pentingnya industri kreatif, juga untuk dapat menjadi lebih baik dalam dalam<br />
mengevaluasi kegiatan yang sudah dilaksanakan dan dalam penyusunan langkah-langkah pengembangan selanjutnya.<br />
Hal inilah yang menjadi salah satu latar belakang dilakukannya studi pemutakhiran 2009. Pemetaan atau<br />
pendokumentasian kondisi perkembangan juga diharapkan akan dapat menjawab pertanyaan ‗Sejauh mana Arahan<br />
Presiden Republik <strong>Indonesia</strong> untuk mengembangkan Ekonomi <strong>Kreatif</strong> Nasional dilaksanakan di tingkat nasional maupun<br />
tingkat daerah‘.<br />
Selain indikator-indikator perkembangan yang bersifat kualitatif di atas, perkembangan industri kreatif juga dapat dilihat<br />
melalui kontribusinya terhadap perekonomian nasional. Kontribusi ekonomi industri kreatif telah dipetakan untuk periode<br />
2002-2006 pada tahun 2007 lalu, baik berbasis Produk Domestik Bruto, Ketenagakerjaan maupun berbasis Aktivitas<br />
Perusahaan. Oleh karena itu, studi pemutakhiran Industri <strong>Kreatif</strong> 2009 ini juga akan memetakan kontribusi ekonomi<br />
industri kreatif pada tahun 2007 dan 2008, sebagai upaya menunjukkan perkembangan industri kreatif pada 2 tahun<br />
terakhir dan menunjukkan bahwa pemetaan kondisi industri kreatif merupakan kegiatan yang rutin dan<br />
berkesinambungan.<br />
1.2 T U J U A N<br />
Dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka Studi Pemutakhiran Kondisi Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> 2009<br />
bertujuan untuk:<br />
1. Memetakan kontribusi ekonomi industri kreatif <strong>Indonesia</strong> hingga tahun 2008.<br />
2. Memberikan gambaran perkembangan industri kreatif tahun 2007-2009 di tingkat nasional dan daerah, melalui<br />
indikator-indikator yang bersifat kualitatif.<br />
3. Memberikan gambaran perkembangan industri kreatif di media massa<br />
4. Memberikan gambaran perkembangan industri kreatif di dunia maya<br />
1.3 M A N F A A T<br />
Studi Pemutakhiran Kondisi Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2009 diharapkan dapat bermanfaat, setidaknya untuk pihak-pihak<br />
sebagai berikut:<br />
1. Departemen Perdagangan<br />
a. Memperoleh pemahaman mengenai dampak dari aktivitas-aktivitas yang telah dilakukan Departemen<br />
Perdagangan yang merupakan inisiator pengembangan Ekonomi <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong>.<br />
b. Menjadi referensi pertimbangan dalam penyusunan langkah-langkah pengembangan selanjutnya.<br />
2. Pemerintah Pusat<br />
9
a. Memperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai kondisi ekonomi kreatif nasional, baik secara sektoral,<br />
maupun regional, sehingga dapat membuat langkah pengembangan dan langkah koordinasi yang sesuai<br />
b. Memperoleh perspektif baru sebagai pertimbangan dalam pemutakhiran klasifikasi baku lapangan usaha di<br />
<strong>Indonesia</strong><br />
3. Pemerintah Daerah<br />
a. Menjadi referensi dalam memilih jenis subsektor industri kreatif yang akan dikembangkan<br />
b. Memperoleh pemahaman mengenai langkah-langkah pengembangan yang dilakukan di beberapa kota kreatif,<br />
sehingga dapat menjadi referensi pengembangan di daerahnya masing-masing<br />
4. Intelektual, Studi dan Penelitian Selanjutnya<br />
a. Memperoleh pemahaman mengenai industri kreatif, sehingga dapat melakukan studi atau penelitian selanjutnya<br />
dengan ruang lingkup yang lebih sempit, namun berada dalam suatu kerangka yang saling bersinergi<br />
b. Sebagai pertimbangan dalam pembentukan fakultas, jurusan ataupun penyusunan kurikulum.<br />
5. Dunia Bisnis dan Pelaku Usaha<br />
a. Membantu pelaku usaha dalam hal memperoleh informasi peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan, baik di<br />
sektoral, di beberapa daerah maupun di luar negeri<br />
b. Membantu calon entrepeneur yang ingin memasuki industri kreatif, dalam hal memilih subsektor ataupun<br />
daerah lokasi bisnisnya.<br />
1.4 R U A N G L I N G K U P<br />
1. Subsektor<br />
Subsektor yang dipetakan adalah 14 subsektor yang telah didefinisikan pada tahun 2007<br />
2. Tahun penelitian<br />
Studi pemutakhiran menitikberatkan pada perkembangan industri kreatif tahun 2007-2009. Sementara itu indikator<br />
kontribusi ekonomi dipetakan untuk periode 2002-2008<br />
3. Kota/Daerah<br />
Perkembangan industri kreatif di kota/daerah dipetakan khususnya pada daerah-daerah yang sudah baik dalam<br />
pengembangan industri kreatif, yaitu DKI Jakarta, Solo, Jogjakarta, Denpasar, Bandung dan beberapa daerah<br />
berpotensi lainnya.<br />
4. Peluang di Pasar Luar Negeri dibatasi pada negara-negara yang diwakili Duta Besar pada Konvensi Pekan Produk<br />
<strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> tahun 2009.<br />
10
2 M E T O D O L O G I S T U D I K O N T R I B U S I I N D U S T R I K R E A T I F 2 0 0 9<br />
2.1 D E S A I N S T U D I<br />
Studi pemetaan industri kreatif 2009 ini dilakukan dengan 4 tahapan utama seperti yang ditunjukkan pada gambar<br />
berikut.<br />
Penetapan<br />
Klasifikasi<br />
Penetapan<br />
Klasifikasi<br />
Penetapan<br />
Indikator<br />
Indikator Kuantitatif<br />
Kontribusi Ekonomi<br />
Indikator<br />
Kualitatif<br />
Pengumpulan dan<br />
Pengolahan<br />
Data<br />
Sekunder<br />
Estimasi<br />
FGD<br />
Data<br />
Sekunder<br />
Analisis<br />
Analisis<br />
Deskriptif<br />
Analisis<br />
Deskriptif<br />
Analisis<br />
Deskriptif<br />
Analisis<br />
Deskriptif<br />
G a m b a r 2 - 1 D e s a i n S t u d i<br />
2.2 P E N E T A P A N K L A S I F I K A S I S U B S E K T O R - S U B S E K T O R I N D U S T R I K R E A T I F<br />
Klasifikasi industri kreatif yang digunakan dalam studi mengikuti klasifikasi industri kreatif yang telah dipetakan dalam<br />
Studi Industri <strong>Kreatif</strong> 2007. Pemetaan industri kreatif terdahulu telah mengklasifikasikan sektor industri kreatif menjadi 14<br />
subsektor industri kreatif. Base study klasifikasi industri kreatif <strong>Indonesia</strong> ini mengacu pada studi pemetaan industri<br />
kreatif yang dilakukan oleh DCMS Inggris, yang disesuikan dengan KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha <strong>Indonesia</strong>)<br />
tahun 2005. Ke-14 subsektor tersebut adalah:<br />
1. Periklanan<br />
2. Arsitektur<br />
3. Pasar dan barang seni<br />
4. Kerajinan<br />
5. Desain<br />
6. Fesyen<br />
7. Film, Video, Fotografi<br />
8. Permainan Interaktif<br />
9. Musik<br />
10. Seni Pertunjukan<br />
11. Penerbitan & Percetakan<br />
12. Layanan Komputer dan Piranti Lunak<br />
13. Televisi dan Radio<br />
14. Riset & Pengembangan<br />
11
2.3 P E N E T A P A N I N D I K A T O R - I N D I K A T O R Y A N G A K A N D I G U N A K A N<br />
Demi menjaga kesinambungan analisis yang telah dilakukan pada Studi Industri <strong>Kreatif</strong> 2007, maka indikator-indikator<br />
yang digunakan pada Studi Industri <strong>Kreatif</strong> 2009 disesuaikan dengan studi terdahulu, dengan beberapa perbaikanperbaikan.<br />
Adapun indikator yang akan digunakan adalah:<br />
1. Indikator kuantitatif kontribusi ekonomi, yaitu:<br />
a. Berbasis Produk Domestik Bruto<br />
b. Berbasis Ketenagakerjaan<br />
c. Berbasis Perdagangan Internasional<br />
d. Berbasis Aktivitas Perusahaan<br />
2. Indikator kualitatif perkembangan industri kreatif, seperti:<br />
a. Kegiatan-kegiatan terkait industri kreatif, di tingkat nasional maupun tingkat daerah<br />
b. Publikasi di media dan di dunia maya<br />
c. Prestasi atau cerita suskes insan kreatif<br />
d. Komunitas dan asosiasi yang sudah terbentuk<br />
e. Peluang di pasar luar negeri<br />
f. Rekomendasi dan komitmen-komitmen yang sudah diberikan oleh pihak-pihak yang terkait dalam<br />
pengembangan industri kreatif<br />
g. Perkembangan Indikasi Geografis, dan lain-lain<br />
2.3.1 Berbasis Produk Domestik Bruto<br />
2.3.1.1 PRODUK DOMESTIK BRUTO INDUSTRI KREATIF<br />
PDB industri kreatif merupakan bagian dari nilai PDB nasional yang diperoleh dari nilai tambah yang dihasilkan 14<br />
subsektor-subsektor industri kreatif. Total nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh ke-14 subsektor industri kreatif<br />
merupakan NTB atau GVA industri kreatif.<br />
PDBC<br />
NTBKC<br />
i<br />
PDBC<br />
n<br />
i 1<br />
NTBKC i<br />
= PDB yang diperoleh dari industri kreatif<br />
= Nilai tambah yang diperoleh masing-masing subsektor industri kreatif<br />
= 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />
desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />
percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />
2.3.1.2 PERSENTASE PDB INDUSTRI KREATIF TERHADAP PDB NASIONAL<br />
Persentase PDBC merupakan persentase rasio PDB yang dihasilkan industri kreatif terhadap nilai PDB nasional. Besaran<br />
persentase (%) PDBC ini merupakan indikator yang mengindikasikan besarnya kontribusi industri kreatif terhadap total<br />
PDB nasional. Semakin besar % PDBC, semakin besar pula kontribusi industri kreatif terhadap perekonomian nasional.<br />
Dengan kata lain, peranan industri kreatif dalam perekonomian nasional menjadi semakin signifikan.<br />
PDBC<br />
% PDBC x100%<br />
PDB<br />
PDBC = PDB yang diperoleh dari industri kreatif<br />
PDB = PDB Nasional (<strong>Indonesia</strong>)<br />
Dengan menggunakan cara yang sama, dapat dianalisis profil kontribusi ke-14 subsektor industri kreatif terhadap PDBC<br />
industri kreatif, yaitu dengan perhitungan sebagai berikut:<br />
12
PDBKC i<br />
i<br />
PDBC<br />
PDBKC<br />
i<br />
% PDBKC<br />
i<br />
x100%<br />
PDBC<br />
= PDB yang diperoleh dari masing-masing subsektor industri kreatif ke-i<br />
= 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />
desain; fesyen;, film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />
percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />
= PDB yang diperoleh dari industri kreatif<br />
2.3.1.3 PERTUMBUHAN PDB INDUSTRI KREATIF<br />
Pertumbuhan tahunan PDB industri kreatif adalah persentase perubahan PDB dalam periode satu tahun terhadap tahun<br />
dasarnya. Perubahan nilai GVA annual growth setidaknya mencerminkan dua hal, yaitu kinerja industri dan potensinya.<br />
Semakin tinggi annual growth semakin baik kinerja industri kreatif dalam perekonomian dan semakin besar potensinya<br />
untuk dikembangkan.<br />
PDBC<br />
t<br />
PDBC<br />
t<br />
PPDBC<br />
1<br />
x100%<br />
PDBC<br />
t 1<br />
PPDBC = Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Industri <strong>Kreatif</strong><br />
PDBC t = PDB industri kreatif tahun ke-t<br />
PDBC t-1 = PDB industri kreatif tahun ke t-1<br />
Dengan menggunakan cara yang sama, dapat dianalisis profil GVA annual growth ke-14 subsektor industri kreatif, yaitu<br />
dengan perhitungan sebagai berikut:<br />
PNTBKC<br />
i<br />
PDBKC<br />
i(<br />
t)<br />
PDBKC<br />
PDBKC<br />
i(<br />
t 1)<br />
i(<br />
t 1)<br />
x100%<br />
PNTBKC i = Pertumbuhan PDB Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> ke-i<br />
PDBKC i(t) = PDB subsektor industri kreatif ke-i tahun ke-t<br />
PDBC i(t-1) = PDB subsektor industri kreatif ke-i tahun ke t-1<br />
i = 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />
desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />
percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />
2.3.2 Berbasis Ketenagakerjaan<br />
Struktur klasifikasi ketenagakerjaan umumnya dibagi menjadi:<br />
Jumlah Total<br />
Penduduk<br />
Penduduk Usia<br />
Kerja (Usia<br />
Produktif)<br />
Penduduk Bukan<br />
Usia Kerja<br />
Angkatan Kerja<br />
Bukan Angkatan<br />
Kerja (Usia<br />
Produktif, Memilih<br />
Tidak Bekerja; IBu<br />
RT, Mahasiswa)<br />
Pekerja<br />
Penganggur<br />
G a m b a r 2 - 2<br />
S t r u k t u r K l a s i f i k a s i K e t e n a g a k e r j a a n<br />
13
Angkatan kerja adalah penduduk yang berada pada usia produktif, yang sudah bekerja atau masih mencari pekerjaan.<br />
Penduduk pada usia produktif tetapi memilih tidak bekerja, seperti Ibu Rumah Tangga dan Mahasiswa, bukan merupakan<br />
angkatan kerja. Penduduk yang berada di luar usia produktif juga bukan merupakan angkatan kerja. Pekerja adalah<br />
penduduk usia produktif yang sudah bekerja di sektor tertentu. Penganggur adalah penduduk usia produktif yang belum<br />
bekerja, sedang mencari pekerjaan.<br />
Ketenagakerjaan <strong>Indonesia</strong> dibagi ke dalam 3 kategori, yaitu berdasarkan: lapangan pekerjaan, status pekerjaan dan<br />
jenis pekerjaan (occupation). Berdasarkan lapangan pekerjaan, pekerja dikelompokkan ke dalam 9 kategori mengikuti<br />
pengkategorian ISIC, yaitu: (1) Pertanian, Kehutanan, Perburuan, Perikanan, (2) Pertambangan (3) Industri Pengolahan,<br />
(4) Listrik, Gas dan Air, (5) Bangunan, (6) Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan dan Hotel, (7) Angkutan,<br />
Pergudangan, Komunikasi, (8) Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah dan Jasa Perusahaan, (9) Jasa<br />
Kemasyarakatan / Public Services.<br />
Berdasarkan status pekerjaan, pekerja dikategorikan menjadi 7 kategori (setelah tahun 2000), 4 kategori sebelum tahun<br />
2000. Tujuh kategori berdasarkan status pekerjaan utama ini adalah: (1) Berusaha sendiri tanpa dibantu orang lain, (2)<br />
Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, (3) Berusaha dibantu buruh tetap, (4)<br />
Buruh/Karyawan/Pegawai, (5) Pekerja bebas di pertanian, (6) Pekerja bebas di non pertanian, (7) Pekerja tidak dibayar.<br />
Berdasarkan jenis pekerjaan, pekerja dibagi menjadi: tenaga profesional, teknisi dan sejenisnya (0/1), ketatalaksanaan<br />
atau manajer (2), administrasi (3), usaha penjualan (4), penjual jasa (5), pekerja di sektor pertanian (6), operator alat<br />
pengangkutan (7/8/9), lainnya (X/00). Studi ini akan menggunakan data ketenagakerjaan berdasarkan klasifikasi status<br />
pekerjaan atau disebut SPU (Status Pekerjaan Utama).<br />
Indikator-indikator yang dapat digunakan untuk melihat kontribusi industri kreatif terhadap ketenagakerjaan <strong>Indonesia</strong><br />
dijelaskan berikut ini.<br />
2.3.2.1 JUMLAH TENAGA KERJA INDUSTRI KREATIF (JTKC)<br />
Jumlah Tenaga Kerja (Employement Number) adalah angka yang menunjukkan jumlah pekerja tetap yang berada pada<br />
seluruh lapangan pekerjaan/usaha di industri kreatif. Sesuai dengan definisi Badan Pusat Statistik, pekerja tetap adalah<br />
mereka yang bekerja lebih besar dari 35 jam seminggu, sebelum survei ketenagakerjaan dilakukan. Semakin besar<br />
Jumlah Tenaga Kerja, secara relatif dapat mengindikasikan peranan industri kreatif dalam perekonomian semakin<br />
signifikan.<br />
JTKC<br />
JTKKC i<br />
i<br />
JTKC<br />
n<br />
i 1<br />
JTKKC i<br />
= Jumlah Tenaga Kerja Industri <strong>Kreatif</strong><br />
= Jumlah Tenaga Kerja Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> ke-i<br />
= 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />
desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />
percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />
2.3.2.2 TINGKAT PARTISIPASI PEKERJA INDUSTRI KREATIF (TPPC)<br />
Untuk melihat kontribusi industri kreatif terhadap kondisi ketenagakerjaan <strong>Indonesia</strong> digunakan indikator TPPC (Tingkat<br />
Partisipasi Pekerja Industri <strong>Kreatif</strong>), yaitu rasio jumlah pekerja di subsektor industri kreatif terhadap jumlah pekerja di<br />
seluruh industri. Angka ini akan semakin memperkuat indikasi apakah industri kreatif memiliki peran signifikan dalam<br />
perekonomian <strong>Indonesia</strong>.<br />
TPPC ini dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut ini:<br />
14
TPPC<br />
TPPC<br />
JTKC<br />
x100%<br />
total peker<br />
ja<br />
= Tingkat partisipasi pekerja industri kreatif<br />
Dengan cara yang sama, dapat pula dilihat profil Tingkat Partisipasi Pekerja ke-14 subsektor industri kreatif terhadap<br />
industri kreatif dan terhadap total pekerja, melalui perhitungan rasio pekerja pada masing-masing subsektor terhadap<br />
total pekerja industri kreatif dan terhadap total pekerja seluruh sektor industri.<br />
JTKKC<br />
i<br />
TPPKC<br />
i<br />
x100%<br />
JTKC<br />
TPPKC = Tingkat Partisipasi Pekerja subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> terhadap Total Pekerja Industri <strong>Kreatif</strong><br />
JTKKC<br />
i<br />
TPPKCT<br />
i<br />
x100%<br />
JTK<br />
TPPKCT = Tingkat Partisipasi Pekerja subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> terhadap Total Pekerja seluruh sektor Industri.<br />
2.3.2.3 PERTUMBUHAN JUMLAH TENAGA KERJA INDUSTRI KREATIF (PJTKC)<br />
Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja (Growth of Employment/GE) industri kreatif adalah besaran yang menunjukkan<br />
pertumbuhan penyerapan tenaga kerja tahunan Industri <strong>Kreatif</strong>. Semakin tinggi growth of employment mengindikasikan<br />
semakin baik pertumbuhan industri dari tahun ke tahun, sehingga memerlukan tambahan penyerapan tenaga kerja.<br />
( JTKC<br />
t<br />
JTKC<br />
t 1)<br />
PJTKC<br />
x100%<br />
JTKC<br />
t 1<br />
JTKC t = Jumlah Tenaga Kerja industri kreatif tahun ke-t<br />
JTKC t-1 = Jumlah Tenaga Kerja industri kreatif tahun ke t-1<br />
Dengan cara yang sama, dapat pula dilihat profil Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja ke-14 subsektor industri kreatif<br />
berdasarkan persamaan berikut:<br />
PJTKKC<br />
i<br />
( JTKKC<br />
i(<br />
t)<br />
JTKKC<br />
JTKKC<br />
i(<br />
t 1)<br />
i(<br />
t 1)<br />
)<br />
x100%<br />
JTKKC i(t) = Jumlah Tenaga Kerja subsektor industri kreatif tahun ke-t<br />
JTKKC i(t-1) = Jumlah Tenaga Kerja subsektor industri kreatif tahun ke t-1<br />
2.3.2.4 PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA<br />
Produktivitas per pekerja adalah NTB atau GVA industri dibagi jumlah pekerja di Industri tersebut. Dengan kata lain,<br />
produktivitas adalah nilai tambah yang dihasilkan setiap pekerja. Produktivitas yang kecil identik dengan industri yang<br />
bersifat padat karya. Produktivitas yang besar identik dengan industri yang bersifat padat modal. Peningkatan nilai<br />
produktivitas pada jumlah tenaga kerja yang tetap, mengindikasikan peningkatan pengetahuan atau penguasaan<br />
teknologi teknologi.<br />
Produktivitas Tenaga Kerja Industri <strong>Kreatif</strong> dapat dinyatakan dengan indikator PTKC yang dapat diukur dengan cara:<br />
PTKC<br />
NTBKC i<br />
PTKC<br />
n<br />
NTBKC<br />
i<br />
i 1<br />
x100%<br />
jumlah peker<br />
jaindustrikreatif<br />
= Produktivitas Tenaga Kerja Industri <strong>Kreatif</strong><br />
= Nilai tambah yang diperoleh masing-masing subsektor industri kreatif<br />
15
i<br />
= 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />
desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />
percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />
Dengan menggunakan cara yang sama, dapat dianalisis profil Produktivitas Tenaga Kerja ke-14<br />
kreatif, yaitu dengan perhitungan sebagai berikut:<br />
subsektor industri<br />
PTKKC<br />
i<br />
NTBKC<br />
JTKKC<br />
i<br />
i<br />
x100%<br />
PTKKC i<br />
NTBKC i<br />
JTKKC i<br />
i<br />
= Produktivitas Tenaga Kerja subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />
= Nilai Tambah Bruto Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> ke-i<br />
= Jumlah Tenaga Kerja Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> ke-i<br />
= 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />
desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />
percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />
2.3.3 Berbasis Perdagangan Internasional<br />
2.3.3.1 NILAI EKSPOR<br />
Nilai Ekspor yang dimaksudkan adalah share gross value added di overseas market atau nilai penjualan produk dan jasa<br />
industri kreatif di pasar internasional. Semakin besar nilai ekspor industri kreatif menunjukkan semakin kompetitifnya<br />
posisi industri kreatif nasional di pasar internasional. Total nilai ekspor yang dihasilkan oleh 14 lapangan usaha<br />
merupakan NEC (Nilai Ekspor industri kreatif).<br />
NEC<br />
n<br />
i 1<br />
NEKC i<br />
NEC<br />
NEKC<br />
i<br />
= Nilai Ekspor yang diperoleh dari industri kreatif<br />
= Nilai ekspor yang diperoleh dari masing-masing subsektor industri kreatif<br />
= 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />
desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />
percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />
2.3.3.2 PERSENTASE NILAI EKSPOR TERHADAP TOTAL NILAI EKSPOR<br />
Persentase NEC merupakan persentase rasio NE (Nilai Ekspor) yang dihasilkan industri kreatif terhadap total nilai ekspor<br />
nasional. Besaran persentase (%) NEC ini merupakan indikator yang mengindikasikan besarnya kontribusi industri kreatif<br />
terhadap total NE nasional. Semakin besar % NEC, semakin besar pula kontribusi industri kreatif terhadap perekonomian<br />
nasional. Dengan kata lain, semakin penting peranan industri kreatif dalam struktur perekonomian nasional.<br />
NEC<br />
NE<br />
NEC<br />
% NEC x100%<br />
NE<br />
= Nilai E<br />
= Nilai Ekspor Nasional (<strong>Indonesia</strong>)<br />
Dengan menggunakan cara yang sama, dapat dianalisis profil kontribusi ke-14 subsektor industri kreatif terhadap % NEC<br />
industri kreatif, yaitu dengan perhitungan sebagai berikut:<br />
16
%NEKC i<br />
i<br />
NEC<br />
NEKC<br />
i<br />
% NEKC<br />
i<br />
x100%<br />
NEC<br />
= Nilai Ekspor yang diperoleh dari masing-masing subsektor industri kreatif ke-i<br />
= 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />
desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />
percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />
= Nilai Ekspor yang diperoleh dari industri kreatif<br />
2.3.3.3 PERTUMBUHAN NILAI EKSPOR<br />
Pertumbuhan tahunan nilai ekspor industri kreatif adalah persentase perubahan nilai ekspor dalam periode satu tahun<br />
terhadap tahun dasarnya. Peningkatan pertumbuhan tahunan nilai ekspor (annual growth) merupakan indikasi bahwa<br />
produk-produk domestik semakin kompetitif di pasar global. Namun demikian, peningkatan pertumbuhan tahunan nilai<br />
ekspor juga dapat disebabkan nilai tukar domestik yang terdepresiasi, bukan karena produk yang semakin kompetitif di<br />
pasar global, akan tetapi karena harga relatifnya yang semakin murah.<br />
PNEC<br />
PNEC<br />
t<br />
PNEC<br />
PNEC<br />
t 1<br />
t<br />
1 x<br />
100%<br />
PNEC = Pertumbuhan Nilai Ekspor Industri <strong>Kreatif</strong><br />
PNEC t = PDB industri kreatif tahun ke-t<br />
PDBC t-1 = PDB industri kreatif tahun ke t-1<br />
Dengan menggunakan cara yang sama, dapat dianalisis profil nilai ekspor annual growth ke-14 subsektor industri kreatif,<br />
yaitu dengan perhitungan sebagai berikut:<br />
PNEKC<br />
i<br />
NEKC<br />
i(<br />
t)<br />
NEKC<br />
NEKC<br />
i(<br />
t 1)<br />
i(<br />
t 1)<br />
x100%<br />
PNEKC i = Pertumbuhan Nilai Ekspor Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> ke-i<br />
NEKC i(t) = Nilai Ekspor subsektor industri kreatif ke-i tahun ke-t<br />
NEC i(t-1) = Nilai Ekspor subsektor industri kreatif ke-i tahun ke t-1<br />
i = 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />
desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />
percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />
2.3.3.4 NILAI IMPOR<br />
Nilai Impor yang dimaksudkan adalah share gross value added milik asing di pasar domestik, atau nilai penjualan produk<br />
dan jasa industri kreatif asing di pasar nasional. Semakin besar nilai impor industri kreatif dapat menunjukkan beberapa<br />
hal, seperti: semakin tidak kompetitif posisi industri kreatif nasional di pasar internasional; semakin besar<br />
ketidakmampuan memproduksi industri nasional. Total nilai impor yang dihasilkan oleh 14 lapangan usaha merupakan<br />
NIC (Nilai Impor industri kreatif).<br />
NIC<br />
NIKC i<br />
= Nilai Impor yang diperoleh dari industri kreatif<br />
= Nilai impor yang diperoleh dari masing-masing subsektor industri kreatif<br />
17
i<br />
= 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />
desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />
percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />
2.3.3.5 PERSENTASE NILAI IMPOR TERHADAP TOTAL NILAI IMPOR<br />
Persentase NIC merupakan persentase rasio NI (Nilai Impor) industri kreatif terhadap total nilai impor nasional.<br />
NIC<br />
NI<br />
= Nilai Impor yang diperoleh dari industri kreatif<br />
= Nilai Impor Nasional (<strong>Indonesia</strong>)<br />
Dengan menggunakan cara yang sama, dapat dianalisis profil kontribusi impor ke-14 subsektor industri kreatif terhadap<br />
% NIC industri kreatif, yaitu dengan perhitungan sebagai berikut:<br />
%NIKC i<br />
i<br />
NIC<br />
= Nilai Impor yang diperoleh dari masing-masing subsektor industri kreatif ke-i<br />
= 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />
desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />
percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />
= Nilai Impor yang diperoleh dari industri kreatif<br />
2.3.3.6 PERTUMBUHAN NILAI IMPOR<br />
Pertumbuhan tahunan nilai impor industri kreatif adalah persentase perubahan nilai impor dalam periode satu tahun<br />
terhadap tahun dasarnya. Perubahan nilai impor annual growth setidaknya mencerminkan dua hal, yaitu kinerja industri<br />
dan potensinya. Semakin tinggi annual growth maka semakin besar ketergantungan terhadap asing, atau semakin<br />
berkurang tingkat kompetitif industri nasional dibanding asing.<br />
PNIC = Pertumbuhan Nilai Impor Industri <strong>Kreatif</strong><br />
PNIC t = Nilai Impor industri kreatif tahun ke-t<br />
PNIC t-1 = Nilai Impor industri kreatif tahun ke t-1<br />
Dengan menggunakan cara yang sama, dapat dianalisis profil nilai impor annual growth ke-14 subsektor industri kreatif,<br />
yaitu dengan perhitungan sebagai berikut:<br />
PNIKC i = Pertumbuhan Nilai Impor Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> ke-i<br />
NIKC i(t) = Nilai Impor subsektor industri kreatif ke-i tahun ke-t<br />
NIKC i(t-1) = Nilai Impor subsektor industri kreatif ke-i tahun ke t-1<br />
i = 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />
desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />
percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />
2.3.3.7 NET TRADE INDUSTRI KREATIF<br />
18
Net Trade Industri <strong>Kreatif</strong> merupakan selisih dari Nilai Ekspor sektor total industri kreatif dengan Nilai Impor totalnya,<br />
pada suatu periode yang sama. Nilai Net Trade dapat menjadi indikasi ketergantungan terhadap pasar asing, dan juga<br />
merupakan indikator kontribusi industri kreatif terhadap cadangan devisa nasional. Semakin besar nilai Net Trade,<br />
semakin kecil ketergantungan terhadap asing, dan semakin besar kontribusi terhadap cadangan devisa nasional.<br />
NTC<br />
= Net Trade Industri <strong>Kreatif</strong><br />
2.3.3.8 NET TRADE SUBSEKTOR INDUSTRI KREATIF<br />
Net Trade Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> merupakan selisih dari total Nilai Ekspor dengan total Nilai Impor masing-masing<br />
subsektor industri kreatif. dengan Nilai Impornya, pada suatu periode yang sama. Nilai Net Trade merupakan indikasi<br />
ketergantungan suatu subsektor terhadap pasar asing, dan juga merupakan indikator kontribusi subsektor industri kreatif<br />
terhadap cadangan devisa nasional. Semakin besar nilai Net Trade subsektor, semakin kecil ketergantungan terhadap<br />
asing, dan semakin besar kontribusi terhadap cadangan devisa nasional.<br />
NTKC i = Net Trade Subsektor Seubsektor Industri <strong>Kreatif</strong> i.<br />
2.3.3.9 PERTUMBUHAN NET TRADE INDUSTRI KREATIF<br />
Pertumbuhan tahunan nilai Net Trade industri kreatif adalah persentase perubahan nilai Net Trade industri kreatif dalam<br />
periode satu tahun terhadap tahun dasarnya. Perubahan nilai Net Trade annual growth setidaknya mencerminkan potensi<br />
ketergantungan terhadap pasar asing dan potensi tingkat kompetitif industri nasional di pasar internasional.<br />
PTNC<br />
NTC t<br />
NTC t-1<br />
= Pertumbuhan tahunan Net Trade Industri <strong>Kreatif</strong><br />
= Net Trade Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun ke-t<br />
= Net Trade Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun ke-(t-1)<br />
2.3.3.10 PERTUMBUHAN NET TRADE SUBSEKTOR INDUSTRI KREATIF<br />
PNTKC i = Pertumbuhan tahunan Net Trade Subsektor Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> i.<br />
NTKC i(t) = Net Trade Subsektor Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> i pada tahun ke-t<br />
NTKC i(t-1) = Net Trade Subsektor Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> i pada tahun ke-(t-1)<br />
2.3.4 Berbasis Aktivitas Perusahaan<br />
2.3.4.1 JUMLAH USAHA<br />
Jumlah usaha adalah jumlah firm yang ada di setiap subsektor industri kreatif. Misalnya, jumlah usaha periklanan di<br />
industri periklanan <strong>Indonesia</strong>. Semakin besar nilai indikator jumlah usaha (Number of Firm) dalam suatu industri, maka<br />
semakin dekat karakteristik pasar/industri kepada pasar persaingan sempurna, semakin tinggi intensitas persaingan, dan<br />
kesejahteraan yang terjadi di pasar/industri akan semakin besar.<br />
Total jumlah usaha yang terlibat dalam 14 subsektor industri kreatif dihitung sebagai berikut:<br />
JPC<br />
n<br />
i 1<br />
JPKC i<br />
19
JP<br />
JPC<br />
JPKC<br />
i<br />
= Jumlah usaha<br />
= JP yang diperoleh dari industri kreatif<br />
= Nilai tambah yang diperoleh masing-masing subsektor industri kreatif<br />
= 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />
desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />
percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />
2.3.4.2 PERSENTASE JUMLAH USAHA TERHADAP JUMLAH USAHA TOTAL<br />
Persentase JPC merupakan persentase rasio JP industri kreatif terhadap JP nasional. Besaran persentase (%) JPC ini<br />
mengindikasikan besarnya kontribusi jumlah perusahaan industri kreatif terhadap perusahaan nasional. Semakin besar<br />
persentase JPC, tidak serta merta menunjukkan posisinya semakin strategis dalam perekonomian. Sebagai contoh,<br />
persentase jumlah UMKM terhadap jumlah total usaha di Sektor Industri Pengolahan tahun 1996 sebesar 99,2%, namun<br />
kontribusinya terhadap tenaga kerja hanya mencapai 59%, dan kontribusi GDP-nya lebih kecil dari industri besar<br />
pengolahan. Dengan kata lain, indikator ini akan semakin bermanfaat, jika digunakan bersama-sama dengan indikator lain<br />
seperti tenaga kerja dan nilai tambah.<br />
JPC<br />
% JPC x100%<br />
JP<br />
JPC = JP industri kreatif<br />
JP = JP Nasional (<strong>Indonesia</strong>)<br />
Dengan menggunakan cara yang sama, dapat dianalisis profil kontribusi ke-14 subsektor industri kreatif terhadap JPC<br />
industri kreatif, yaitu dengan perhitungan sebagai berikut:<br />
JPKC<br />
i<br />
% JPKC<br />
i<br />
x100%<br />
JPC<br />
JPKC i = JP masing-masing subsektor industri kreatif ke-i<br />
i = 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />
desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />
percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />
JPC = JP industri kreatif<br />
2.3.4.3 PERTUMBUHAN JUMLAH USAHA<br />
Pertumbuhan tahunan jumlah usaha di industri kreatif adalah persentase perubahan jumlah usaha dalam periode satu<br />
tahun terhadap tahun dasarnya. Pertumbuhan tahunan jumlah usaha mengindikasikan beberapa hal, misalnya: industri<br />
yang semakin menarik, hambatan masuk yang semakin rendah dan lain-lain.<br />
PJPC<br />
JPC<br />
t<br />
JPC<br />
JPC<br />
t 1<br />
t 1<br />
x<br />
100%<br />
PJPC = Pertumbuhan Jumlah usaha Industri <strong>Kreatif</strong><br />
JPC t = JP industri kreatif tahun ke-t<br />
JPC t-1 = JP industri kreatif tahun ke t-1<br />
Dengan menggunakan cara yang sama, dapat dianalisis profil pertumbuhan tahunan jumlah usaha ke-14 subsektor<br />
industri kreatif, yaitu dengan perhitungan sebagai berikut:<br />
PJPKC<br />
i<br />
JPKC<br />
i(<br />
t)<br />
JPKC<br />
JPKC<br />
i(<br />
t 1)<br />
i(<br />
t 1)<br />
x100%<br />
20
PJPKC i = Pertumbuhan JP Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> ke-i<br />
JPKC i(t) = JP subsektor industri kreatif ke-i tahun ke-t<br />
JPC i(t-1) = JP subsektor industri kreatif ke-i tahun ke t-1<br />
i = 1 – 14 lapangan usaha industri kreatif, yaitu periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan;<br />
desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan<br />
percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan.<br />
2.3.5 Berbasis dampak terhadap sektor lain<br />
Indikator dampak terhadap sektor lain atau Impact to other Sector dalam studi ini terdiri dari angka pengganda<br />
(multiplier) dan linkage (keterkaitan antar sektor). Angka pengganda yang digunakan khususnya adalah angka<br />
pengganda output. Perhitungan indikator-indikator dilakukan dengan menggunakan Tabel Input Output <strong>Indonesia</strong> 175<br />
sektor, tahun 2005 (update).<br />
2.3.5.1 ANGKA PENGGANDA OUTPUT SUBSEKTOR INDUSTRI KREATIF<br />
Angka pengganda output suatu subsektor industri kreatif adalah nilai total dari output atau produksi yang dihasilkan oleh<br />
perekonomian untuk memenuhi (atau akibat) adanya perubahan satu unit uang permintaan akhir pada subsektor industri<br />
kreatif tersebut. Nilai angka pengganda ini dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:<br />
n<br />
O j<br />
i<br />
1<br />
ij<br />
O j<br />
ij<br />
= Angka pengganda output subsektor industri kreatif j<br />
= Inverse matriks Leontief<br />
Matriks Leontief ini diperoleh dengan perhitungan matriks identitas dikurangi matriks koefisien teknologi tabel input<br />
output.<br />
2.3.5.2 LINKAGE SUBSEKTOR INDUSTRI KREATIF<br />
Linkage subsektor industri kreatif terdiri dari backward linkage (ke arah hulu) dan forward linkage (ke arah hilir).<br />
a. Ke arah hulu (backward linkage)<br />
Apabila terjadi peningkatan output suatu subsektor industri kreatif, katakan akibat peningkatan konsumsi, atau investasi,<br />
atau ekspor industri kreatif tersebut, maka akan ada peningkatan penggunaan input produksi subsektor industri kreatif<br />
tersebut, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsung, peningkatan input produksi terjadi pada<br />
input-input produksi subsektor industri kreatif tersebut, dan secara tidak langsung, peningkatan input juga terjadi pada<br />
subsektor industri hulu dari industri kreatif tadi. Total peningkatan output atau yang disebut backward linkage ini dihitung<br />
dengan persamaan:<br />
n<br />
B j<br />
i<br />
1<br />
ij<br />
B j<br />
= Backward linkage subsektor industri kreatif j<br />
ij = Inverse matriks Leontief<br />
b. Ke arah hilir (Forwad Linkage)<br />
Jika output suatu subsektor industri kreatif i meningkat, maka besarnya output industri ini yang akan diberikan kepada<br />
sektor-sektor lainnya juga akan mengalami peningkatan. Peningkatan ini akan mendorong proses produksi sektor lain<br />
tersebut akibat terjadinya peningkatan input dari industri kreatif i, yang pada akhirnya akan meningkatkan output sektor-<br />
21
sektor lain ke arah hilir industri kreatif i. Total peningkatan output ke arah hilir atau forward linkage ini dihitung dengan<br />
persamaan:<br />
n<br />
F i<br />
j<br />
1<br />
ij<br />
F i<br />
ij<br />
= Forward linkage subsektor industri kreatif i<br />
= Inverse matriks Leontief<br />
2.4 P E N G U M P U L A N D A N P E N G O L A H A N D A T A<br />
Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> yang belum menjadi nomenklatur resmi dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha <strong>Indonesia</strong> 2005,<br />
terdiri dari 14 subsektor industri kreatif. Lapangan-lapangan usaha yang membentuk 14 subsektor tersebar pada KBLI<br />
2005 menurut definisi yang digunakan BPS. Lapangan-lapangan usaha yang tersebar tersebut, dikelompokkan ke dalam<br />
14 subsektor industri kreatif, pada klasifikasi lapangan usaha tingkat 5 digit KBLI 2005. Kontribusi ekonomi untuk setiap<br />
indikator-indikator, selanjutnya dihitung dengan melihat kontribusi ekonomi di tingkat lapangan usaha 5 digit tersebut.<br />
Pengumpulan dan pengolahan data pada dasarnya dilakukan melalui 4 cara, yaitu (i) melalui data sekunder aktual yang<br />
telah dikumpulkan oleh sumber-sumber data seperti Biro Pusat Statistik, Asosiasi-asosiasi dan lain-lain, (ii) melalui data<br />
estimasi menggunakan Tabel Input-Output, (iii) melalui focus group discussion untuk memperoleh pemahaman mendalam<br />
mengenai indikator kualitatif (iv) dan melalui hasil-hasil Konvensi Pekan Produk <strong>Kreatif</strong> yang telah dilaksanakan pada<br />
tanggal 25-28 Juni 2009 di Jakarta Convention Centre.<br />
Data-data yang telah berhasil di kumpulkan dan diestimasi memiliki beberapa kelemahan, yaitu masih terdapat data-data<br />
yang overvalue ataupun undervalue. Hal ini disebabkan ketersediaan data yang terbatas serta kateogrisasi KBLI dan HS<br />
Code sektor Industri <strong>Kreatif</strong> yang belum difinalkan dan disepakati bersama sebagai bagian dari Industri <strong>Kreatif</strong>. Proses<br />
pemetaan kode KBLI dan HS Code Industri <strong>Kreatif</strong> perlu didiskusikan lebih mendalam dengan pihak yang kompeten,<br />
khususnya BPS, mengingat sebagian besar data estimasi kontribusi ekonomi Industri <strong>Kreatif</strong> ini diestimasi dengan<br />
menggunakan data-data yang dipublikasikan oleh BPS.<br />
2.4.1 Perubahan dari Studi IK 2007<br />
Studi Pemetaan Industri <strong>Kreatif</strong> 2007 sudah memperhitungkan kontribusi Industri-Industri Kecil Rumah Tangga yang<br />
tersebar di berbagai sektor perekonomian, kecuali IKRT yang berada pada Sektor Industri Pengolahan. Studi<br />
Pemutakhiran Pemetaan Kontribusi Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> 2009 menambahkan kontribusi ekonomi dari IKRT kreatif<br />
yang berada di Sektor Industri Pengolahan tersebut.<br />
Statistik industri pengolahan merupakan salah satu data sangat baik yang dimiliki oleh BPS, akan tetapi hanya<br />
memperhitungkan kontribusi perusahaan-perusahaan berukuran menengah besar. Statistik IKRT industri pengolahan<br />
sendiri belum tersedia sebaik statistik industri menengah besar. Kondisi data inilah yang menjadi penyebab tidak<br />
dimasukkannya kontribusi IKRT kreatif sektor pengolahan, di tahun 2007. Dengan kata lain, perhitungan kontribusi<br />
ekonomi tahun 2007 adalah undervalue. Meskipun statistik IKRT belum juga tersedia hingga tahun 2008, namun<br />
mengingat peran IKRT yang semakin penting dalam perekonomian, maka pada studi tahun 2009 ini, kontribusi IKRT<br />
kreatif Sektor Industri Pengolahan ditambahkan ke dalam pemetaan yang dilakukan. Estimasi kontribusi IKRT ini dilakukan<br />
dengan melihat proporsi kontribusinya dibandingkan kontribusi perusahaan menengah besar dan kontribusi total Sektor<br />
Industri Pengolahan.<br />
IKRT kreatif di Sektor Pengolahan ini tersebar di beberapa subsektor industri kreatif, yaitu subsektor:<br />
1. Desain<br />
22
2. Fesyen<br />
3. Film, Video dan Fotografi<br />
4. Kerajinan<br />
5. Musik<br />
6. Penerbitan dan Percetakan<br />
2.4.2 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data Kontribusi Ekonomi<br />
Metode pengumpulan dan pengolahan data yang dilakukan terdiri dari:<br />
2.4.2.1 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SEKUNDER<br />
Pengumpulan data sekunder terutama dilakukan terhadap data-data yang sudah dipublikasikan oleh Biro Pusat Statistik.<br />
Pengolahan data dilakukan melalui statistik deskriptif untuk memperoleh gambaran mengenai nilai, share dan<br />
pertumbuhan industri kreatif dalam hal produk domestik bruto, tenaga kerja, dan perdagangan internasional.<br />
2.4.2.2 METODE ESTIMASI MENGGUNAKAN TABEL INPUT OUTPUT<br />
Metode estimasi menggunakan tabel input output digunakan dalam beberapa tahapan, yaitu:<br />
a. Memperoleh data statistik yang belum tersedia atau belum ada dalam publikasi-publikasi data nasional, seperti datadata<br />
statistik nilai tambah yang dihasilkan subsektor-subsektor jasa perdagangan, jasa arsitek, jasa seni dan hiburan,<br />
dan jasa-jasa industri kreatif lainnya. Data-data dapat berasal dari berbagai sumber, misalnya data dari asosiasi atau<br />
institusi lainnya. Data biasanya diperoleh dalam bentuknilai konsumsi, nilai penjualan, atau nilai output. Koefisien<br />
Tabel IO digunakan untuk mengkonversi data-data tersebut menjadi data nilai tambah.<br />
b. Memperoleh indeks dampak industri kreatif terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya, baik angka pengganda<br />
maupun keterkaitan antar sektor (linkage).<br />
2.4.2.3 ESTIMASI-ESTIMASI YANG DILAKUKAN<br />
1. Estimasi Pada Subsektor Periklanan<br />
Pendekatan Nilai Tambah subsektor periklanan diestimasi dari nilai belanja/konsumsi iklan yaitu data belanja iklan. Data<br />
belanja iklan tahun 2002-2003 diambil dari JC&K Advertising, sedangkan belanja iklan tahun 2004-2008 diambil dari AC<br />
Nielsen. Nilai tambah untuk subsektor ini diestimasi sebesar 50% dari belanja, sesuai dengan estimasi persentase input<br />
primer terhadap total input pada tabel IO untuk subsektor sektor 164.<br />
Berdasarkan data-data tersebut maka nilai tambah subsektor periklanan diestimasi dengan menggunakan koefisien<br />
alokasi final demand terhadap output pada Tabel Input-Output <strong>Indonesia</strong> 2005 sehingga akan diperoleh nilai output<br />
Periklanan. Karena input sama dengan output, maka Nilai Tambah Bruto Periklanan dapat diestimasi dengan<br />
menggunakan koefisien alokasi input primer terhadap total input untuk sektor 164, yaitu jasa perusahaan, dengan<br />
persentase input primer dengan total input adalah sebesar 50%. Oleh karena itu, estimasi Nilai Tambah Bruto subsektor<br />
periklanan adalah berkisar 50% dari estimasi belanja pada subsektor periklanan ini.<br />
2. Estimasi Pada Subsektor Arsitektur<br />
Data nilai tambah pada subsektor ini menggunakan aturan Ikatan Konsultan <strong>Indonesia</strong> (INKINDO) sebagai proksi yang<br />
menyatakan bahwa nilai jasa pekerjaan arsitektur adalah sekitar 2-4% dari harga bangunan. Berdasarkan hal ini, maka<br />
secara umum dapat dikatakan bahwa nilai ekonomi atau nilai tambah subsektor industri arsitektur diestimasi sebesar 3%<br />
dari nilai tambah sektor konstruksi atau bangunan.<br />
23
3. Estimasi Pada Subsektor Desain<br />
Untuk subsektor usaha jasa perusahaan lainnya, yaitu khususnya untuk lapangan usaha subsektor jasa pengepakan<br />
didapat dari harian Dumai Pos Online (27 Juli 2007) yang menyebutkan bahwa pada tahun 2006 omzet industri<br />
pengepakan mencapai USD 15 juta per tahun. Di berita itu juga disebutkan bahwa pertumbuhan industri ini adalah sekitar<br />
5% per tahun. Berdasarkan data tersebut maka diperoleh total pendapatan kelompok pengepakan. Untuk nilai<br />
tambahnya diestimasi dengan cara mengalikan total pendapatan tiap tahunnya dengan angka 0,5 (ditetapkan<br />
berdasarkan estimasi persentase input primer terhadap total input pada tabel IO <strong>Indonesia</strong> untuk kelompok sektor jasa<br />
perusahaan). Estimasi Jasa Riset Pemasaran dilakukan dengan menggunakan data Statistik Jasa 2006. Nilai tambah<br />
selain tahun 2006 diestimasi mengikuti pertumbuhan sektor induknya, yaitu Jasa-Jasar Perusahaan.<br />
4. Estimasi Pada Subsektor Film, Video dan Fotografi<br />
Data nilai tambah pada subsektor film, video, dan fotografi diestimasi berdasarkan 3 klasifikasi lapangan usaha, yaitu:<br />
1. Lapangan usaha kategori industri penerbitan, percetakan dan reproduksi yang merupakan bagian dari industri<br />
pengolahan. Untuk lapangan usaha ini, data diperoleh dari statistik industri besar & sedang bagian I yang<br />
dipublikasikan oleh BPS setiap tahunnya. Oleh karena data yang tersedia hanya sampai tahun 2006, maka<br />
perhitungan nilai tambah tahun berikutnya (2007 dan 2008) diestimasi dari nilai pertumbuhan sektor induknya,<br />
yaitu industri pengolahan.<br />
2. Lapangan usaha kategori jasa perusahaan lainnya khususnya jasa fotografi diestimasi menggunakan Statistik Jasa<br />
2006. Estimasi di tahun-tahun selain 2006 dilakukan mengikuti pertumbuhan sektor induknya, yaitu Sektor Jasa-<br />
Jasar Perusahaan.<br />
3. Lapangan usaha kategori jasa Rekreasi, Kebudayaan dan Olahraga khususnya yang terkait dengan produksi,<br />
distribusi film dan video dan kegiatan bioskop diestimasi dari data yang dikeluarkan oleh Jiffest (Jakarta International<br />
Film Festival) dan kementrian budaya dan pariwisata. Data yang tersedia adalah data jumlah bioskop, jumlah layar,<br />
jumlah penayangan per hari, rata-rata harga tiket masuk, dan rata-rata penonton. Data-data ini digunakan untuk<br />
menghitung pendapatan total bioskop-bioskop. Nilai tambah diperoleh dengan menggunakan koefisien input output<br />
tahun 2005, untuk sektor 171 yaitu Film dan Jasa Distribusi Swasta.<br />
5. Estimasi Pada Subsektor Permainan Interaktif<br />
China dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk mengestimasi nilai ekonomi subsektor permainan interaktif di<br />
<strong>Indonesia</strong>, hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa daya beli dan karakteristik penduduk China sama dengan<br />
penduduk <strong>Indonesia</strong>. Pendapatan permainan interaktif di China meningkat drastis sebesar 53% dari tahun 2004 ke tahun<br />
2005. Berdasarkan data tahun 2004 mengenai nilai ekonomi subsektor permainan interaktif di China dan masing-masing<br />
jumlah penduduk, serta pertumbuhan penduduk indonesia yang mencapai 1,34% dari tahun 2000 sampai dengan 2005<br />
dan 1,27% dari tahun 2006 sampai dengan 2010. Berdasarkan data-data tersebut maka estimasi PDB subsektor<br />
permainan interaktif di <strong>Indonesia</strong> dapat dihitung.<br />
Estimasi diperoleh dengan asumsi bahwa Jumlah Penduduk di <strong>Indonesia</strong> adalah 1/5 dari penduduk China sehingga<br />
pendapatan Permainan Interaktif di <strong>Indonesia</strong> sebesar 20% dari pendapatan permainan interaktif di China. Untuk<br />
memperoleh nilai PDB, maka diestimasi nilai tambah subsektor ini adalah sebesar 75% dari pendapatan subsektor,<br />
berdasarkan estimasi persentase input primer terhadap total input pada IO tabel untuk kelompok sektor 158 (jasa<br />
komunikasi).<br />
Jenis-jenis permainan interaktif yang dimaksudkan adalah: arcade, console, mobile games, internet games dan computer<br />
games.<br />
24
6. Estimasi Pada Subsektor Subsektor Musik<br />
Estimasi PDB Subsektor Musik hanya diperoleh dari survei yang dilakukan oleh BPS, yaitu dari statistik industri besar dan<br />
sedang tahun 2002-2006 bagian I. Pendekatan Estimasi PDB subsektor musik untuk tahun berikutnya (2007 dan 2008)<br />
diestimasi dari nilai pertumbuhan sektor induknya, yaitu industri pengolahan.<br />
Pada studi ini, nilai tambah yang diperoleh dari Ring Back Tone dimasukkan sebagai bagian dari subsektor musik.<br />
Pendapatan RBT diperkirakan sebesar 2% dari pendapatan penyedia jasa telekomunikasi seluler. Data pendapatan<br />
penyedia jasa telekomunikasi seluler diperoleh dari KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha). Nilai tambah RBT<br />
dihitung dengan menggunakan koefisien input output tahun 2005 untuk sektor 158 jasa komunikasi, yaitu sebesar<br />
78,07%.<br />
7. Estimasi Pada Subsektor Seni Pertunjukan<br />
Estimasi pendapatan Subsektor Seni Pertunjukan dilakukan dengan mempertimbangkan kegiatan-kegiatan konser dan<br />
pertunjukan tradisional lain yang digelar. Sedangkan nilai tambah dihitung menggunakan koefisien input output tahun<br />
2005 sektor 172 jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan, yaitu sebesar 44,41%. Sementara itu pendapatan lapangan<br />
usaha Jasa Impresariat tahun 2006 diperoleh dari Statistik Jasa 2006. Estimasi nilai tambah dilakukan menggunakan<br />
koefisien input output 2005 sektor 172, jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan. Nilai tambah di luar tahun 2006 dihitung<br />
mengikuti pertumbuhan sektor induknya, yaitu Jasa Perusahaan.<br />
8. Estimasi Pada Subsektor Layanan Komputer dan Piranti Lunak<br />
Data yang digunakan untuk mengestimasi kelompok lapangan usaha jasa komputer dan kegiatan yang terkait adalah<br />
dengan menggunakan data dari IDC, sedangkan data yang digunakan untuk mengestimasi nilai tambah kelompok<br />
lapangan usaha Jasa portal dan multimedia lainnya diperoleh dari Statistik Jasa dalam Sensus Ekonomi tahun 2006.<br />
Besarnya nilai PDB Subsektor Layanan Komputer dan Piranti Lunak diestimasi dari nilai belanja yang dipublikasikan oleh<br />
IDC, yaitu sebesar 57,86%. Persentase diperoleh melalui Tabel IO untuk kelompok sektor 164 (jasa perusahaan).<br />
Sementara itu Jasa Portal dan Jasa Multimedia diestimasi menggunakan Statistik Jasa 2006. Nilai tambah dihitung<br />
menggunakan koefisien IO 2005 sektor 164. Nilai tambah di luar tahun 2006 dihitung mengikuti pertumbuhan sektor<br />
induknya.<br />
9. Estimasi Pada Subsektor Televisi dan Radio<br />
Penentuan nilai PDB subsektor ini diestimasi sebesar 44,41% dari Nilai Belanja, berdasarkan estimasi persentase input<br />
primer terhadap total input pada IO tabel untuk kelompok sektor 172. Nilai belanja diestimasi dari data artikel Warta<br />
Ekonomi 25 September 2007 berjudul ―Industri pertelevisian: Batasi siaran agar hemat energi‖. Artikel ini mengatakan<br />
bahwa aaat ini telah ada 11 stasiun televisi nasional yang bersiaran secara nasional. Kesebelas televisi nasional tersebut<br />
adalah RCTI, Global TV, TPI, Indosiar, SCTV, Trans TV, ANTV, Metro TV, TV7, LATIVI, dan TVRI. Menurut Data Consult,<br />
total pendapatan 10 stasiun TV swasta termasuk TVRI mencapai Rp 5,5 triliun . Dari total pendapatan tahun 2004,<br />
RCTI membukukan perolehan terbesar dengan Rp 1,3 triliun (23,6% pangsa pasar). Berikutnya adalah Indosiar<br />
dengan Rp1,15 triliun atau 20,9% pangsa pasar, dan SCTV senilai Rp 960 miliar (17,5%), serta TPI dengan Rp 690<br />
miliar (12,5%). Selebihnya, Rp1,4 triliun, diperebutkan oleh tujuh stasiun TV lainnya. Informasi ini digunakan untuk<br />
menghitung nilai belanja. Nilai belanja itu sendiri diestimasi tumbuh sebesar 21,1% tiap tahunnya berdasarkan indikator<br />
IT.<br />
10. Estimasi Pada Subsektor Riset dan Pengembangan<br />
Besarnya nilai ekonomi subsektor riset dan pengembangan cukup sulit untuk diestimasi dikarenakan tidak adanya data<br />
statistik tentang kegiatan riset dan pengembangan terutama oleh swasta. Sebagai pendekatan terhadap nilai ekonomi<br />
25
subsektor ini maka digunakan pengeluaran pemerintah untuk kegiatan riset dan pengembangan. Berdasarkan<br />
rekomendasi UNESCO, rasio anggaran riset dan pengembangan yang memadai adalah sebesar 2 persen dari PDB.<br />
Di <strong>Indonesia</strong>, rasio Anggaran Riset dan Pengembangan terhadap PDB sebesar 0,065% tahun 2003 1 , dan 0,04% tahun<br />
2007 2 . Rata-rata kedua rasio persentase tersebut yaitu sebesar 0,053% digunakan sebagai acuan menentukan<br />
besarnya anggaran Riset dan Pengembangan <strong>Indonesia</strong>.<br />
11. Estimasi Nilai Tambah Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> Perdagangan<br />
Estimasi nilai tambah bruto subsektor-subsektor industri kreatif Perdagangan terdiri dari:<br />
1. Estimasi Nilai Tambah Bruto Perdagangan Besar<br />
2. Estimasi Nilai Tambah Bruto Perdagangan Eceran<br />
3. Estimasi Nilai Tambah Bruto Perdagangan Ekspor<br />
Estimasi dilakukan dengan tahapan:<br />
1. Estimasi output masing-masing lapangan usaha<br />
2. Perhitungan proporsi output yang diperdagangkan di Perdagangan Besar, Eceran dan Ekspor<br />
3. Perhitungan Nilai Tambah masing-masing dengan menggunakan Struktur Input Sektor 149 – Jasa Perdagangan.<br />
2.4.3 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data Perkembangan Kualitatif<br />
Pengumpulan dan pengolahan data perkembangan kualitatif dari Industri <strong>Kreatif</strong> dilakukan dengan cara:<br />
1. Desk Research Berbagai Sumber<br />
Riset dilakukan pada berbagai sumber informasi, baik melalui tulisan-tulisan di berbagai media massa, buku, maupun<br />
di internet.<br />
2. FGD (Focus Group Discussion)<br />
Focus Group Discussion akan dilaksanakan dengan mengundang para pelaku kreatif, unsur pemerintah dan unsur<br />
akademisi sebagai narasumber. FGD yang dilakukan terutama dimaksudkan untuk memperoleh kondisi-kondisi<br />
kualitatif perkembangan industri kreatif, khususnya pada periode 2007 sampai sekarang.<br />
3. Konvensi Pekan Produk <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> 2009<br />
Konvensi PPKI 2009 yang terdiri dari Seminar, Lokakarya, Dialog Pemda, Dialog Dubes juga merupakan salah satu<br />
sumber informasi yang penting mengenai perkembangan industri kreatif.<br />
2.4.4 Analisis Data<br />
Analisis yang dilakukan merupakan analisis-analisis deskriptif terhadap share dan growth, seperti: analisis komparatif,<br />
baik antar sektor, subsektor, maupun antar waktu. Analisis juga dilakukan dengan melihat guncangan-guncangan yang<br />
terjadi dalam perekonomian, yang mempengaruhi nilai dari indikator-indikator yang digunakan.<br />
1 “Dana penelitian dari sektor swasta harus dimaksimalkan”, Suara Pembaruan, 8 Juni 2005<br />
2 ”R&D <strong>Indonesia</strong> Cuma Rp 1,32 T dari PDB”, Investor <strong>Indonesia</strong>, 25 Juli 2007<br />
26
3 P E R K E M B A N G A N I N D U S T R I K R E A T I F I N D O N E S I A 2007- 2 0 0 9<br />
3.1 I N D U S T R I K R E A T I F N A S I O N A L<br />
Beberapa milestone penting dalam perkembangan ekonomi kreatif <strong>Indonesia</strong> antara lain: PPBI (Pekan Produk Budaya<br />
<strong>Indonesia</strong>) 2007, PPBI 2008, PPKI (Pekan Produk <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong>) 2009 dan TIK (Tahun <strong>Indonesia</strong> <strong>Kreatif</strong>) 2009.<br />
Selain ketiga milestone tersebut, masih banyak kegiatan-kegiatan kreatif yang sudah dilakukan di tingkat nasional<br />
maupun tingkat daerah hingga saat ini.<br />
3.1.1 PPBI 2007<br />
Pekan Produk Budaya <strong>Indonesia</strong> 2007 yang diselenggarakan oleh 12 Instansi Pemerintah setingkat Kementerian<br />
bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dan Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) dengan tema ―Bunga Rampai<br />
Produk Budaya <strong>Indonesia</strong>‖ merupakan wujud keyakinan yang semakin tinggi terhadap besarnya potensi ekonomi kreatif<br />
<strong>Indonesia</strong>.<br />
Kegiatan PPBI 2007 meliputi: (i) Konvensi yang terdiri dari Seminar, Lokakarya dan Dialog Pembangunan Ekonomi<br />
Gelombang Keempat. (ii) Pameran yang menampilkan Zona Produk Warisan Budaya, Zona Produk Kerajinan terbaik<br />
<strong>Indonesia</strong> yang dikembangkan berdasrkan inspirasi warisan budaya, termasuk penampilan produk makanan tradisional<br />
dari seluruh provinsi dan aneka demo. (iii) Gelar Seni Budaya yang menampilkan aneka ragam seni tari, musik, pergaan<br />
busana, permainan rakyat dan pertunjukan film, yang diharapkan menjadi potret kekayaan budaya bangsa dari wilayah<br />
barat sampai ke timur <strong>Indonesia</strong>.<br />
Wacana ekonomi kreatif secara resmi dimunculkan oleh pemerintah pada salah satu kegiatan PPBI 2007 ini, yaitu<br />
Konvensi dengan tema ――Warisan Budaya dan Ekonomi <strong>Kreatif</strong>‖. Pembahasan yang dilakukan seputar pada cara kerja<br />
ekonomi kreatif, penelusuran kekayaan intelektual sebagai ―mata uang baru‖ dalam ekonomi kreatif dan sebagainya.<br />
Kegiatan ini dilanjutkan dengan pelaksanaan pemetaan ekonomi kreatif <strong>Indonesia</strong> oleh Departemen Perdagangan, yang<br />
secara resmi diluncurkan pada bulan Oktober 2007, dalam event TEI (Trade Expo <strong>Indonesia</strong>) 2007. Pemetaan Ekonomi<br />
<strong>Kreatif</strong> tersebut terdiri dari Klasifikasi Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> dan Kontribusi Ekonominya terhadap<br />
Perekonomian <strong>Indonesia</strong>.<br />
3.1.2 PPBI 2008<br />
PPBI 2008 merupakan kelanjutan PPBI sebelumnya, yang diselenggarakan dengan tema: ‖Warisan Budaya Bangsa<br />
Inspirasi Kebangkitan Ekonomi <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong>‖, dan tema Konvensi adalah: ‖Cetak Biru Pengembangan Ekonomi<br />
<strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong>‖. Seperti PPBI sebelumnya, kegiatan utama tidak berbeda, terdiri dari 3 kegiatan utama yang sama<br />
dengan tahun sebelumnya. Pada kegiatan kali ini, Cetak Biru Pengembangan Ekonomi <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> sudah rampung<br />
disusun dan diluncurkan secara resmi oleh Presiden Republik <strong>Indonesia</strong>, agar menjadi acuan bagi Instansi Pemerintah<br />
terkait dalam mengembangkan industri kreatif. Cetak biru pengembangan ekonomi kreatif sendiri disusun oleh<br />
Departemen Perdagangan, bekerja sama dengan instansi pemerintah lain yang terkait, para pelaku usaha, kelompok<br />
intelektual dan perwakilan-perwakilan asosiasi dan lain-lain.<br />
Cetak biru yang disusun terdiri dari 2 bagian, yaitu: (i) Cetak Biru Pengembangan Ekonomi <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong>, dan (ii)<br />
Cetak Biru Pengembangan 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong>. Presiden memberikan arahan agar Cetak Biru yang<br />
diluncurkan ini ditindaklanjuti oleh masing-masing instansi pemerintah yang terkait melalui penyusunan Rencana Aksi<br />
masing-masing. Dokumen cetak biru ini dapat diunduh pada situs resmi Departemen Perdagangan <strong>Indonesia</strong><br />
(www.depdag.go.id).<br />
27
3.1.3 PPKI 2009<br />
Tahun 2009, PPBI diselenggarakan dengan mengubah nama kegiatan menjadi PPKI (Pekan Produk <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong>).<br />
Hal ini terutama ditujukan untuk lebih menegaskan pentingnya pengembangan ekonomi kreatif. Tiga kegiatan utama<br />
seperti sebelumnya tetap dipertahankan, namun event kali ini yang mengangkat tema ―Menjadikan Budaya dan Teknologi<br />
sebagai Basis Pengembangan Ekonomi <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong>‖, memfokuskan pembahasan pada subsektor-subsektor industri<br />
kreatif berbasis teknologi dan budaya seperti film, animasi, desain, layanan piranti lunak, musik, penerbitan dan<br />
percetakan. Pembahasan yang dilakukan terutama bertujuan untuk melakukan evaluasi terhadap kondisi dan strategi<br />
pengembangan industri kreatif, sehingga dapat dirumuskan isu-isu kunci yang perlu disolusikan segera. Selain subsektorsubsektor<br />
berbasis teknologi informasi dan budaya di atas, kali ini E-Commerce , baik tangible maupun intangible,<br />
dikupas lebih dalam, dimana E-Commerce merupakan salah satu langkah penting dalam pengembangan industri kreatif di<br />
era digital.<br />
Pada PPKI 2009 yang dibuka oleh Presiden Republik <strong>Indonesia</strong> ini, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu<br />
menyampaikan hasil sementara (quick count) kontribusi ekonomi industri kreatif tahun 2002-2008. Hasil perhitungan<br />
kontribusi sementara yang disampaikan merupakan pemutakhiran studi pemetaan yang dilakukan pada tahun 2007. Hasil<br />
akhir pemutakhiran kontribusi ekonomi industri kreatif tersebut ditampilkan pada laporan ini.<br />
3.1.4 Tahun <strong>Indonesia</strong> <strong>Kreatif</strong> 2009<br />
Bertepatan dengan Hari Ibu, pada tanggal 22 Desember 2008 Presiden secara resmi mencanangkan tahun 2009<br />
sebagai Tahun <strong>Indonesia</strong> <strong>Kreatif</strong>. Berbagai kegiatan kreatif diselenggarakan, baik oleh pemerintah, pelaku usaha,<br />
akademisi, maupun oleh komunitas dan asosiasi. Beberapa agenda kegiatan TIK ditampilkan pada kalender TIK 2009<br />
berikut.<br />
Tabel 3-1 Kalender TIK 2009<br />
Festival Tabot<br />
Kampung Pecinan<br />
Pameran Poster<br />
Internasional<br />
Januari Februari Maret April<br />
Jakarta Fashion and Food<br />
Festival (JFF Festival)<br />
Pagelaran drama musikal<br />
Miss Kadaluarsa<br />
Festival Komik, Animasi &<br />
Games<br />
Pameran Industri Film 2009<br />
& The 2 nd International<br />
Cultural Festival<br />
Pameran Dekranas<br />
Java Jazz Festival<br />
Cannes Lions International<br />
Advertising Festival<br />
Creative Entrepreneur<br />
Forum<br />
Solo Batik Carnival<br />
Seni Kriya Wastra, serta<br />
Inacraft 2009<br />
Mei Juni Juli Agustus<br />
Pameran Produksi <strong>Indonesia</strong><br />
Pameran Pekan Produk<br />
Budaya <strong>Indonesia</strong><br />
Borobudur International<br />
Festival<br />
<strong>Indonesia</strong> Information<br />
Communication Technology<br />
(ICT) Award<br />
Helar Festival dan Pinasthika<br />
Award<br />
Cita Tenun <strong>Indonesia</strong><br />
September Oktober November Desember<br />
Bengawan Solo Festival Trade Expo <strong>Indonesia</strong> ke-24 Jazz Goes to Campus Pameran Mutumanikam<br />
Solo International Etnic<br />
Music<br />
Jakarta International Film<br />
Festival<br />
3.1.5 Instruksi Presiden No 6 Tahun 2009 mengenai Pengembangan Industri <strong>Kreatif</strong><br />
Sebagai bentuk dukungan Pemerintah yang lebih nyata terhadap pengembangan Industri <strong>Kreatif</strong>, Presiden <strong>Indonesia</strong><br />
telah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2009, kepada 28 instansi pemerintah pusat dan daerah. Presiden<br />
menginstruksikan agar seluruh instansi yang disebutkan untuk mendukung kebijakan Pengembangan Ekonomi <strong>Kreatif</strong><br />
28
tahun 2009-2015, yakni pengembangan kegiatan ekonomi berdasarkan pada kreativitas, keterampilan, dan bakat<br />
individu untuk menciptakan daya kreasi dan daya cipta individu yang bernilai ekonomis dan berpengaruh pada<br />
kesejahteraan masyarakat <strong>Indonesia</strong>, dengan sasaran, arah, dan strategi.<br />
3.2 I N D U S T R I K R E A T I F D I D AER A H<br />
3.2.1 DKI Jakarta<br />
Dalam rangka pengembangan industri kreatif di DKI Jakarta, Pemprov DKI Jakarta menjadikan budaya dan teknologi<br />
sebagai basis pengembangan ekonomi kreatif. Pemprov berencana mengembangkan kawasan Ancol sebagai pusat<br />
kegiatan kreatif dan ekonomi kreatif. Ancol diharapkan menjadi kawasan yang dapat mempersatukan para pelaku dan<br />
komunitas kreatif di Jakarta dan seluruh <strong>Indonesia</strong>. Seperti diutarakan oleh Ridwan Kamil, komunitas-komunitas kreatif<br />
memang banyak jumlahnya di Jakarta, tetapi komunitas-komunitas ini belum memiliki konektivitas satu sama lain.<br />
Konektivitas antar komunitas merupakan faktor penting dalam pembentukan suatu kota kreatif.<br />
Saat ini 14 subsektor industri kreatif tumbuh dan berkembang di Jakarta, dimana lapangan usaha unggulan terdiri dari 18<br />
jenis, yaitu:<br />
1. Jasa kegiatan drama, musik, film, bioskop dan hiburan lainnya<br />
2. Jasa kegiatan radio dan televisi<br />
3. Jasa impresariat<br />
4. Jasa periklanan<br />
5. Jasa konsultan arsitek<br />
6. Jasa riset dan pengembangan<br />
7. Jasa multimedia dan komputer<br />
8. Jasa museum<br />
9. Jasa riset pemasaran<br />
10. Perdagangan besar fesyen, kerajinan & produk kreatif lainnya<br />
11. Perdagangan eceran fesyen, kerajinan & produk kreatif lainnya<br />
12. Perdagangan eceran barang antik<br />
13. Industri batik<br />
14. Industri barang-barang perhiasan<br />
15. Industri mainan<br />
16. Industri pakaian jadi<br />
17. Industri kemasan dan kotak dari kertas dan karton<br />
18. Industri wadah dari logam<br />
Gambaran umum kondisi subsektor industri kreatif di Provinsi DKI Jakarta dipaparkan berikut ini:<br />
a. Musik<br />
Jakarta merupakan pusat industri musik nasional. Jakarta secara umum lebih maju dari daerah lain terutama dari sisi<br />
infrastruktur musik dengan adanya berbagai perusahaan musik terkemuka, studio rekaman berkualitas, engineer<br />
musik handal, media massa nasional, dan berbagai pergelaran musik berskala nasional atau pun internasional.<br />
Industri musik di Jakarta menguasai hampir seluruh jalur distribusi penjualan album, menguasai promosi di radio,<br />
media cetak dan televisi seluruh <strong>Indonesia</strong>, pendaftaran lisensi lagu dan Ring Back Tone (RBT). Selain itu musisi<br />
daerah lain yang berpotensi secara terus-menerus dipantau oleh perusahaan-perusahaan besar di Jakarta lewat<br />
hubungan yang kuat dengan industri musik, event organizer, dan manajamen artis di daerah. Secara singkat dapat<br />
dikatakan bahwa Jakarta merupakan tempat ideal untuk menjadi musisi yang dikenal secara nasional.<br />
b. Film, Video dan Fotografi<br />
29
Hampir serupa dengan industri musik, industri perfilman di Jakarta memiliki keunggulan dari daerah lain karena<br />
infrastrukturnya yang lebih baik. Jakarta memiliki jumlah layar terbanyak di <strong>Indonesia</strong> dengan 181 layar bioskop.<br />
c. Seni Pertunjukan<br />
Jakarta memiliki infrastruktur yang cukup baik sebagai sarana mengembangkan dan mengapresiasi seni pertunjukan.<br />
Berbagai organisasi kesenian dapat tumbuh subur di Jakarta dengan adanya berbagai tempat pertunjukan seperti<br />
Graha Bhakti Budaya dan Galeri Cipta serta maraknya berbagai kegiatan rutin seperti Jakarta Internasional Dance<br />
Fastival, Jakarta Bienalle, Pemilihan Abang None Jakarta dan event-event di Museum Teksil. Menurut pemerintah DKI<br />
Jakarta, pada tahun 2007 terdapat 2048 organisasi kesenian<br />
d. Televisi dan Radio<br />
Televisi dan radio merupakan sektor industri kreatif yang sangat penting karena dapat membantu mengangkat<br />
sektor lain dalam industri kreatif dan mengangkat industri kreatif secara keseluruhan. Jumlah Stasiun Televisi dan<br />
radio di Jakarta saat ini berjumlah 84 buah. Jakarta menjadi pusat dari semua stasiun televisi swasta nasional yang<br />
berjumlah 10 buah<br />
e. Periklanan<br />
Bisnis media luar ruang sangat menonjol di Jakarta, baik karena desain dan teknologi menarik dan efektif<br />
membentuk image produk yg dipromosikan. Terdapat berbagai macam kreasi dan inovasi dalam beriklan pada<br />
media luar ruang yang perlu diatur agar tidak merusak arsitektur dan keindahan kota.Menurut data pada tahun<br />
2006, jumlah usaha Jasa Periklanan di DKI Jakarta yang telah terdaftar sebanyak 348 buah<br />
f. Arsitektur<br />
Arsitektur merupakan salah satu industri kreatif yang cukup maju di Jakarta karena pembangunan yang terus<br />
bergulir. Kemajuan ini menarik banyak pekerja arsitek untuk mencari kerja di Jakarta. Jumlah usaha jasa konsultasi<br />
arsitek di DKI Jakarta terdaftar sebanyak 949 buah pada tahun 2008. Selain itu sisi arsitektur kuno Jakarta seperti<br />
Kota Tua dan bangunan Regata menjadi daya tarik tersendiri untuk dijual secara ekonomi.<br />
Hingga saat ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menyelenggarakan beberapa program untuk mengembangkan<br />
pengembangan ekonomi kreatif, antara lain:<br />
1. Penyediaan Public Place and Space<br />
Dengan menggali SDM dan pengembangan industri kreatif maka dikembangkan kawasan kota tua sebagai sentra<br />
industri kreatif (seni budaya), yang secara struktur fisik sudah siap digunakan. Pada kawasan kota tua tersebut<br />
akan dijadikan sentra seni budaya yang akan menjadi pusat kegiatan para mahasiswa seni.<br />
2. Pemetaan 14 sektor industri kreatif untuk mengetahui kondisi di lapangan, khususnya terhadap 18 subsektor<br />
unggulan yang telah diidentifikasi.<br />
3. Perlu pengembangan model industri yang ideal untuk setiap sektor yang potensial<br />
4. Ke depan, DKI Jakarta akan mengembangkan pola fasilitasi yang sesuai untuk masing-masing sektor industri kreatif<br />
dalam mendorong dan meningkatkan dampak ekonomi industri kreatif.<br />
5. Memberikan fasilitasi dan dukungan untuk memperoleh HaKI<br />
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih akan terus melanjutkan pengembangan industri kreatif di Jakarta, akan tetapi<br />
pemerintah daerah provinsi membutuhkan dukungan pemerintah pusat. Beberapa dukungan yang dibutuhkan antara lain:<br />
1. Fasilitasi kerjasama antar daerah, misalnya pembuatan film ke daerah lain termasuk pemasarannya<br />
2. Fasilitasi penguatan karakter Industri <strong>Kreatif</strong> di daerah<br />
3. Kebijakan permodalan yang mendukung tumbuh kembangnya industri kreatif berskala nasional<br />
4. Membantu dalam hal HaKI, agar dapat diperoleh dengan lebih mudah, lebih cepat dan lebih transparan<br />
30
3.2.2 Kota Solo<br />
Pemerintah Kota Solo yang berkeinginan membentuk ―Solo <strong>Kreatif</strong>, Solo Sejahtera‖, dan Kota Solo sebagai salah satu<br />
kota MICE (Meeting, Invention, Conference, Exhibition), memiliki 3 Konsep Dasar pengembangan Ekonomi <strong>Kreatif</strong> yaitu:<br />
1. Ekonomi <strong>Kreatif</strong> dan Kerakyatan<br />
2. Pendekatan human interest, budaya, dan hubungan manusia<br />
3. Lintas suku, lintas golongan, lintas agama<br />
Hingga saat ini subsektor-subsektor industri kreatif berpotensi di Solo, antara lain adalah: Subsektor Kerajinan, Fesyen<br />
dan Seni Pertunjukkan.<br />
a. Subsektor Kerajinan<br />
Kerajinan Kota Solo cukup diminati pasar internasional, khususnya Eropa. Hal ini terlihat dari penyelenggaraan<br />
International Furniture dan Craft Fair <strong>Indonesia</strong> (IFFINA) 2008 di Jakarta International (JI) Expo Kemayoran. Delapan<br />
UKM asal Solo yang mengikuti hampir seluruhnya mendapat buyer dari Eropa. Bahkan sampai ke sejumlah negara<br />
Timur Tengah. Potensi kerajinan Solo sangat beragam, mulai dari blangkon, keris, dan lain-lain.<br />
b. Subsektor Fesyen<br />
Solo identik dengan batik sebagai pakaian khas kebesaran dan kebanggaan masyarakatnya. Batik tulis solo yang<br />
berkualitas halus di ekspor hingga ke mancanegara dan menjadi lambang khas <strong>Indonesia</strong>. Pedagang batik Jawa<br />
pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 banyak mendirikan usaha dan tempat tinggal di kawasan Laweyan<br />
(sekarang mencakup Kampung Laweyan, Tegalsari, Tegalayu, Tegalrejo, Sondakan, Batikan, dan Jongke).<br />
c. Subsektor Seni Pertunjukan<br />
Solo merupakan gudang seniman pertunjukan. Di Solo terdapat Konservatori (kini SMK), Institut Seni <strong>Indonesia</strong> (ISI),<br />
juga banyak sanggar/kelompok-kelompok kerja seni (tari, teater, musik) dan budaya. Pada masa lalu, Solo memiliki<br />
legenda Wayang Orang Sriwedari yang hingga kini masih eksis, juga seni ketoprak di Balekambang.<br />
Dalam percaturan seni pertunjukan kontemporer, Solo masih merupakan salah satu kota utama sebagai penyangga<br />
seni pertunjukan di <strong>Indonesia</strong>, terutama dalam bidang tari. Banyak koreografer (nasional dan internasional) yang<br />
berkolaborasi atau melibatkan seniman-seniman Solo sebagai artis pendukungnya. Saat ini Solo tengah<br />
mempersiapkan konsep untuk sebuah festival seni pertunjukan dua tahunan dengan tujuan membranding Solo<br />
sebagai kota festival.<br />
3.2.3 Kota Jogjakarta<br />
Pemerintah Kota Jogjakarta memiliki visi untuk menjadikan Jogjakarta sebagai Kota Seni dan Budaya. Keyakinan untuk<br />
dapat mencapai hal tersebut didasari oleh beberapa kondisi seperti:<br />
a. Jogja memiliki peninggalan karya seni yang adiluhung seperti kraton, karya seni, beksan langen budaya, dan lainlain.<br />
b. Pandangan spiritual tentang jalur imajiner yaitu Merapi, Tugu, Kraton dan Laut selatan<br />
c. Munculnya nama kampung yang melegenda sebagai penghasil produk sehingga menjadi nama kampung seperti<br />
Kutogede, Batikan, Gamelan, Kemasan, Gemblakan dan lain-lain<br />
d. Kerajinan lokal seperti batik, wayang kulit, ukir kayu, sudah menjadi bagian dari kegiatan olah seni masyarakat yogya<br />
sejak jaman dulu<br />
Hingga saat ini subsektor-subsektor industri kreatif yang berkembang di Jogja adalah: Subsektor Kerajinan, Fesyen dan<br />
Layanan Komputer dan Piranti Lunak.<br />
a. Subsektor Kerajinan<br />
31
Yogyakarta memiliki banyak desa dengan ciri khas tersendiri, sebagai contoh, di Bantul terdapat desa berbasis<br />
potensi kerajinan kayu seperti Desa Kerebet, kerajinan gerabah di Kasongan, dan kerajinan kulit di Manding. Selain<br />
itu Yogyakarta juga memiliki desa dengan potensi alam, budaya, dan seni. Apabila semua potensi ini disatukan dan<br />
dipromosikan sebagai desa wisata maka kerajinan Yogyakarta akan semakin diakui dan akan meningkatkan<br />
perekonomian dari masing-masing desa.<br />
b. Subsektor Fesyen<br />
Salah satu ciri khas Yogya adalah produk batik yang terkenal di <strong>Indonesia</strong> maupun di luar negeri selain batik Solo<br />
dan Pekalongan. Tidak kurang dari 400 motif batik khas Yogyakarta yang terdiri dari motif batik klasik maupun motif<br />
batik modern berada di Yogyakarta sehingga Yogya dikenal dengan sebutan Kota Batik. Beberapa contoh motif batik<br />
klasik Yogyakarta antara lain: Parang, Geometri, Banji, Tumbuhan Menjalar, Motif tumbuhan Air, Bunga, Satwa dalam<br />
kehidupan dan lain-lain. Industri Batik terdapat di seluruh Wilayah DIY. Di kota Yogyakarta, industri batik banyak<br />
berada di Tirtodipuran, Panembahan, dan Prawirotaman. Sedang di Kab. Bantul berada di Desa Wijirejo dan<br />
Wukirsari maupun Desa Murtigading. Di Kab Kulon Progo, industri batik ada di desa Hargomulyo, Desa Kulur, dan<br />
Sidorejo. Sedang di Gunung Kidul ada di Desa Nitikan dan Ngalang.<br />
c. Subsektor Layanan Komputer dan Piranti Lunak<br />
Yogyakarta merupakan sebuah kota dengan tingkat pemahaman IT yang cukup baik. Hal ini Teknologi (FMIT)<br />
didirikan pada September 2008 dengan tujuan untuk membangun Yogyakarta sebagai Cyber Province dengan<br />
pendorong utama industri kreatif yang berbasis IT<br />
Dalam pengembangan industri kreatif, Pemerintah Kota Yogyakarta sudah berupaya memberikan fasilitasi-fasilitasi<br />
kepada pelaku usaha. Pemerintah Kota juga masih akan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pengembangan industri<br />
kreatif tersebut.<br />
Fasilitasi-fasilitasi yang diberikan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta antara lain:<br />
a. Mendorong lahirnya YOGYAtic sebagai komunitas produsen kerajinan sekaligus perintis pola pembinaan OVOP<br />
sehingga mendapat penghargaan hiramatsu award<br />
b. Memfasilitasi sekretariat Yogya-IT<br />
c. Dalam RPJMD, salah satu programmnya adalah pengembangan industri kreatif<br />
d. Kebijakan menuju Yogya Cyber Province<br />
e. Penyelenggaraan lomba desain produk kerjasama pusat dan daerah<br />
f. Mendorong kegiatan promosi penerbitan dan percetakan dalam bentuk bursa buku<br />
g. Memberikan apresiasi kepada kreator<br />
h. Melakukan sosialisasi kebijakan pengembangan industri kreatif<br />
i. Menyelenggarakan promosi produk industri kreatif di tingkat lokal maupun nasional<br />
j. Menyelenggarakan kegiatan tahunan Festival Kesenian Yogyakarta (FKY)<br />
k. Penyelenggaraan kegiatan tahunan ―Yogya Fashion Week‖<br />
l. Menyelenggarakan ―Cat Fish Day‖ untuk meningkatkan konsumsi ikan nasional<br />
m. Menyelenggarakan pameran kuliner menu tradisional melalui dinas pariwisata<br />
Rencana-rencana pengembangan yang akan dilakukan antara lain:<br />
a. Pemetaan potensi industri kreatif‘<br />
b. Meningkatkan program inkubator bagi wirausaha baru di bidang TIK terutama UMKM<br />
c. Pembinaan industri kreatif melalui pendekatan OVOP, klaster dan kompetensi inti daerah<br />
d. Pengadaan sarana pengembangan industri kreatif melalui pembangunan pasar seni, panggung pertunjukan, dan<br />
wisata kuliner secara integrasi<br />
e. Perlindungan karya seni dan budaya lokal<br />
32
f. Pemasyarakatan karya seni batik lewat sarasehan, pameran, peragaan dalam rangka gerakan cinta batik<br />
menyongsong deklarasi UNESCO di Paris tentang batik sebagai warisan budaya dunia milik <strong>Indonesia</strong><br />
g. Pengembangan Yogya Development Center untuk menunjang pengembangan industri kreatif<br />
3.2.4 Kota Denpasar<br />
Pemerintah Kota Denpasar telah mengemas arah dan kebijakan pembangunannya melalui visi dan misi pembangunan<br />
Kota Denpasar yang dapat dianalogkan dengan pengembangan ekonomi kreatif. Visi pembangunan Kota Denpasar<br />
adalah ‗Terciptanya Kota Denpasar berwawasan budaya dengan keharmonisan dalam keseimbangan‘. Implementasi<br />
pengembangan ekonomi kreatif dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan diwujudkan melalui misi Pemberdayaan<br />
Masyarakat yang dilandasi kebudayaan Bali dan kearifan lokal, serta misi mempercepat pertumbuhan dan memperkuat<br />
ketahanan ekonomi melalui sisitem ekonomi kerakyatan.<br />
Misi pengembangan Kota Denpasar terdiri dari 5 yaitu:<br />
1. Menumbuhkembangkan jati diri masyarakat Kota Denpasar berdasarkan kebudayaan Bali.<br />
2. Pemberdayaan Masyarakat dilandasi dengan kebudayaan Bali dan kearifan Lokal.<br />
3. Mewujudkan Pemerintahan yang baik (Good Govermance) melalui penegakan supremasi Hukum (Law Enforcement).<br />
4. Membangun Pelayanan Publik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Wallfare Society).<br />
5. Mempercepat Pertumbuhan dan memperkuat ketahanan Ekonomi melalui system Ekonomi Kerakyatan (Economic<br />
Stability).<br />
Ke lima misi tersebut tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), selanjutnya menjadi titik<br />
pencapaian Kota <strong>Kreatif</strong> berbasis budaya unggulan, kemudian dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan RPJMD<br />
Kota Denpasar tahun 2010. Dengan perkembangan dan dinamika program pembangunan nasional serta mencermati<br />
potensi dan kecenderungan global, maka dalam mewujudkan konsep Kota <strong>Kreatif</strong> Berbasis Budaya Unggulan, diperlukan<br />
sinkronisasi dan pendalaman arah kebijakan dan target sasaran dalam PJM dengan komponen Kota <strong>Kreatif</strong> dan budaya<br />
unggulan yang akan dikedepankan, serta penyesuaian dengan nomenklatur sebagaimana tertuang dalam Permendagri<br />
59 tahun 2008.<br />
Sejauh ini subsektor-subsektor industri kreatif berpotensi di Kota Denpasar adalah Subsektor Kerajinan, Musik,<br />
Penerbitan dan Percetakan, dan Subsektor Fesyen.<br />
1. Subsektor Kerajinan<br />
Potensi produk kerajinan Bali sangat beragam, antara lain: kayu, batok kelapa, perak, anyaman bambu, logam, keramik,<br />
furniture, dupa, aroma terapi & lulur. Minat investor asing untuk berinvestasi pada sektor ini cukup tinggi meski pun<br />
realisasinya masih rendah. Sementara itu, pengusaha lokal perlu secara aktif mempelajari pasar karena pasar kerajinan<br />
merupakan barang kebutuhan pendukung. Apabila pengusaha lokal dapat meyakinkan investor terutama mengenai<br />
potensi pasar maka realisasi investasi dapat ditingkatkan.<br />
2. Subsektor Musik<br />
Bali dikenal memiliki cita rasa seni yang tinggi terhadap musik. Geliat musik lokal di Bali cukup kuat dengan banyaknya<br />
ajang seperti Jambore musik Bali dan komunitas musik seperti www.musikator.com. Selain itu, daya tarik musik tradisional<br />
Bali yang khas dan membawa banyak unsur agama memiliki nilai jual tersendiri.<br />
3. Subsektor Penerbitan dan Percetakan<br />
Bali dikenal sebagai tempat diadakannya ajang-ajang seperti Creative Writing Award dan Ubud Writers Festival yang<br />
merupakan ajang writers terkenal di dunia. Hal ini akan memicu pertumbuhan sektor penerbitan dan percetakan di Bali.<br />
Diharapkan dengan pertumbuhan sektor ini maka kualitas penerbitan dan percetakan di Bali akan semakin meningkat<br />
33
4. Subsektor Fesyen<br />
Tenun khas Bali (endek) dan bordir merupakan andalan industri tekstil dan produk tekstil Bali. Namun produksi industri<br />
berskala rumah tangga ini masih kalah bersaing di pasar domestik dibanding dengan produk dari daerah lain. Hanya<br />
beberapa industri garmen dengan orientasi ekspor yang mampu mengembangkan desain dan kualitas endek dan<br />
bordirnya. Hal itupun sebagian besar karena memenuhi tuntutan pembeli asing. Padahal pasar domestik masih<br />
menyimpan potensi yang besar untuk dimasuki produk bordir dan tenun khas Bali. Hal ini muncul dari berbagai pameran<br />
yang diikuti oleh para pengrajin Kota Denpasar di berbagai kesempatan.<br />
Beberapa upaya yang akan dilakukan Pemerintah Kota dalam rangka pengembangan ekonomi kreatif di Bali antara lain:<br />
1. Mengupayakan adanya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, para pelaku industri kreatif, kalangan akademisi<br />
dalam sebuah blueprint rencana pengembangan ekonomi kreatif.<br />
2. Sosialisasi kepada masyarakat, baik lewat media cetak, elektronik maupun online, serta penyelenggaraan seminar<br />
dan penerbitan buku-buku<br />
3. Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia (SDM) dengan pola pembinaan, pelatihan dan pendampingan<br />
langsung, sehingga akan tercipta pelaku bisnis industri kreatif yang memiliki jiwa entrepreneurship<br />
4. Memfasilitasi pelaku bisnis industri kreatif dengan berbagai kemudahan akses pembiayaan usaha, baik perbankan<br />
maupun non-perbankan.<br />
5. Pemerintah bersama DPR perlu membuat regulasi atau mulai memikirkan penerbitan Rancangan Undang-Undang<br />
(RUU) mengenai ekonomi/industri kreatif.<br />
6. Dalam rangka menyikapi dinamika perkembangan ekonomi global pada era industri kreatif, Kota Denpasar<br />
memolakan pembangunan dengan empat strategi pokok yang saling mendukung dan saling menguatkan yaitu (1)<br />
pemberdayaan Lembaga Adat, budaya dan pemahaman agama, (2) penguatan sistem ekonomi kerakyatan, (3)<br />
peningkatan kualitas sumber daya manusia dan (4) keamanan lingkungan yang kondusif<br />
3.2.5 Kota Bandung<br />
Kota Bandung adalah salah satu kota yang memiliki potensi sebagai kota kreatif yang cukup besar. Sejak dulu Bandung<br />
sudah dikenal sebagai pusat tekstil, mode, seni dan budaya. Bandung juga dikenal sebagai kota pendidikan dan juga<br />
daerah tujuan wisata. Hal-hal ini mendukung misi Bandung sebagai kota kreatif. Kota Bandung dicanangkan sebagai pilot<br />
project kota kreatif se-Asia Timur di Yokohama pada tahun 2007. Dalam hal ini maka slogan yang ingin diciptakan untuk<br />
kota bandung adalah ―Bandung Kota <strong>Kreatif</strong>‖.<br />
Beberapa upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Bandung dalam pengembangan Industri <strong>Kreatif</strong> antara lain:<br />
1. Memfasilitasi pertemuan dengan komunitas kreatif, antara lain Bandung Creative City Forum (BCCF), Common Room<br />
maupun stakeholder lainnya;<br />
2. Memfasilitasi terselenggaranya Helar Fest pada tanggal 2 Juli 2008 hingga 31 Agustus 2008, dimana kegiatan ini<br />
merupakan salah satu program yang dikembangkan oleh BCCF sebagai bagian dari strategi jangka panjang<br />
pengembangan platform ekonomi kreatif yang berkelanjutan di kota Bandung;<br />
3. Mengamanatkan pelaksanaan pembangunan ekonomi kreatif dalam dokumen perencanaan RPJP, RPJM dan RKPD<br />
a. Strategi Pembangunan Ekonomi dalam RPJPD Kota Bandung (2005-2025), yaitu: Meningkatkan Pertumbuhan<br />
Riil Sektor Perekonomian Kota Terutama Dari Core Setors (Jasa Wisata dan Perdagangan Berbasis Industri<br />
<strong>Kreatif</strong> dan IT) Dengan Mempertahankan Industri Pengolahan Yang Ada.<br />
b. Arah Kebijakan Pembangunan Ekonomi dalam RPJMD Kota Bandung (2009-20130), yaitu: Pengembangan SDM<br />
sebagai basis bagi upaya mendorong ekonomi kreatif, bernilai tambah tinggi dan ramah lingkungan.<br />
c. Strategi Pembangunan Ekonomi dalam RKPD (2009-2010), yaitu: (a). Memberdayakan komunitas kreatif<br />
melalui fasilitasi kebutuhan baik infrastruktur maupun suprastruktur pendukung dasar, (b) Mewujudkan<br />
34
Bandung sebagai kota kreatif yang Bermartabat, (c). Memanfaatkan Brand Image, aksesibilitas serta potensi<br />
pasar kota Bandung melalui pengembangan kewirausahaan.<br />
4. Melakukan kajian dalam rangka persiapan penyusunan kebijakan, baik yang dilakukan melalui kerjasama dengan<br />
pihak ketiga (jasa konsultansi) maupun melalui Forum Pemasaran Kota dan Dewan Pengembangan Ekonomi (DPE)<br />
Kota Bandung. Kajian yang dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga adalah:<br />
a. Pengembangan Brand Image Bandung Kota <strong>Kreatif</strong> Yang Bermartabat;<br />
b. Perencanaan Pengembangan Kapasitas Mekanisme Iklim Persaingan dan Jejaring Komunitas <strong>Kreatif</strong>;<br />
c. Penyusunan Analisis Kebutuhan dan Road Map Kota <strong>Kreatif</strong>;<br />
d. Penyusunan Kajian dan Konsep Pengembangan Kota <strong>Kreatif</strong>;<br />
e. Penyusunan Perangkat Kebijakan Untuk Pengembangan Kota <strong>Kreatif</strong>.<br />
5. Kajian yang dilakukan melalui Komisi Forum Pemasaran Kota Untuk Mendukung Bandung Kota <strong>Kreatif</strong> adalah:<br />
a. City Branding<br />
b. Perencanaan Land Mark Kota Bandung<br />
6. Kajian yang dilakukan melalui Kelompok Kerja DPE Kota Bandung adalah:<br />
Kota Bandung Sebagai Daerah Tujuan Investasi, dimana didalamnya membahas Investasi Bidang Pengembangan<br />
Industri kreatif<br />
7. Pembangunan Taman <strong>Kreatif</strong> Kota (dibawah jembatan Pasupati) dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 7 Milyar<br />
8. Pembangunan monumen Taman Cikapayang (Huruf DAGO raksasa) sebesar Rp. 100 juta<br />
9. Rencana Pelaksanaan Helar Fest tahun 2009, Kota Bandung mengeluarkan dana Hibah sebesar Rp 500 juta kepada<br />
BCCF<br />
10. Fasilitasi dalam bidang promosi dan pemasaran melalui Dekranasda Kota Bandung, diantaranya pelaksanaan<br />
Pameran Kriya Pesona Bandung (KPB)<br />
11. Penyusunan konsep kegiatan pameran Industri <strong>Kreatif</strong> 2009<br />
12. Persiapan kerjasama BHTC (persiapan MOU)<br />
13. Menyusun Konsep Penciri kota pada gerbang masuk kota Bandung, kerjasama dengan I Nyoman Nuarte<br />
3.2.6 Kota Berpotensi: Jember, Batam<br />
3.2.6.1 BATAM<br />
Saat ini Pemerintah Batam telah berkomitmen untuk memajukan pariwisata<br />
dengan program ―Visit Batam 2010‖. Merujuk visi tersebut maka tersirat<br />
bahwa pemerintah kota Batam telah menjadikan industri kreatif sebagai<br />
salah satu pokok tujuan meskipun saat ini Batam belum merumuskan cetak<br />
biru industri kreatif untuk beberapa tahun mendatang.<br />
Potensi Batam cukup besar sebagai kota wisata karena lokasinya sebagai<br />
―penghubung‖ antara <strong>Indonesia</strong> dengan negara Singapura dan Malaysia<br />
yang dikenal pula sebagai negara tujuan wisata. Potensi wisata ini harus<br />
dikombinasikan dengan sektor-sektor industri kreatif yang menonjol di kota Batam. Beberapa sektor industri kreatif yang<br />
berpotensi di Batam antara lain fesyen, seni pertunjukan, dan konservasi budaya.<br />
Batam memiliki gedung eksibisi kelas internasional ―Sumatra promotion center‖, Jembatan Barelang, wisata ke Pulau<br />
galang dan juga ―Surga belanja‖. Sejak beberapa tahun yang lalu, Batam juga telah menetapkan diri sebagai salah satu<br />
tujuan kota ―MICE‖ (Meeting, invention, conference and exhibition), bukan hanya tingkat nasional namun juga<br />
internasional. ―MICE‖ merupakan salah satu implementasi industri kreatif dibidang budaya dan pertunjukan.<br />
35
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik memperkirakan sebanyak 68 persen uang turis mengalir ke industri<br />
kreatif. Kondisi ini membuktikan, sektor pariwisata telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pengembangan<br />
industri kecil <strong>Indonesia</strong>. Salah satu bentuk nyata kombinasi antara pariwisata dan Industri <strong>Kreatif</strong> ditunjukkan dengan<br />
pemutaran film Ayat-Ayat Cinta di Batam untuk penonton Singapura dan Malaysia. Ternyata orang-orang Singapura dan<br />
Malaysia tertarik untuk datang ke Batam.<br />
3.2.6.2 JEMBER<br />
Menurut data Himpunan Pengusaha Muda <strong>Indonesia</strong> (Hipmi) Jember, pelaku industri<br />
kreatif di Jember saat ini mempunyai omzet rata-rata 1,5 miliar- 5 miliar per tahun.<br />
Kota Jember saat ini semakin dikenal di <strong>Indonesia</strong> dan bahkan ke manca negara sejak<br />
menggelar Jember Fashion Carnival (JFC) yang sudah berlangsung selama 7 tahun.<br />
Tahun Ekonomi kreatif <strong>Indonesia</strong> dan Visit <strong>Indonesia</strong> years 2009, memperkuat<br />
keberadaan JFC ( Jember Fashion Carnaval ) sebagai fenomena global Icon <strong>Indonesia</strong><br />
untuk karnaval berkelas dunia ,― World Fashion Carnival‖.<br />
Saat ini JFC akan memasuki tahun penyelenggaran ke 8, diselenggarakan di Jember,<br />
Jawa Timur, <strong>Indonesia</strong> pada Hari Minggu, 2 Agustus 2009. JFC diliput oleh banyak<br />
media elektronik dan cetak Nasional maupun Internasional dengan peringkat teratas<br />
karena JFC merupakan event unik, fantastik, spectakuler dan amazing dengan tema<br />
yang berbeda setiap tahunnya. Peserta tampil dengan kostum hasil rancangan sendiri<br />
dengan fashion run way dan fashion dance serta ditonton oleh sekitar 300 ribu orang.<br />
Selain itu, Jember juga dengan giat menampilkan berbagai macam kerajinan tangan dan industri kreatif asli Jember<br />
dengan diadakannya Gelar Produk Unggulan Jember 2009 di Taman Jatian Jubung.<br />
Kebanyakan dari kerajinan rakyat yang digelar dalam galeri tersebut merupakan<br />
industri kreatif yang memanfaatkan bahan-bahan bekas. Seperti halnya daun waru,<br />
pelepah pisang, kain perca, kaleng bekas, tempurung kelapa, dan juga beberapa<br />
bahan daur ulang.<br />
Menurut Kepala Disperindag Jember, banyak produk-produk Jember yang sudah<br />
diekspor ke luar negeri. Mutu produk-produk jember dapat disandingkan dengan<br />
kualitas produk daerah lain. Gelaran produk unggulan ini menjadi bagian semangat<br />
BBJ (Bulan Berkunjung ke Jember) 2009 ini, Taman Jatian Jubung ke depannya akan<br />
dijadikan galeri tetap, yang akan mewadahi seluruh kerajinan dan industri kreatif<br />
khas Jember.<br />
3.2.7 Festival dan Tradisi Kebudayaan di Berbagai Daerah<br />
Di daerah-daerah <strong>Indonesia</strong>, terdapat berbagai jenis tradisi pesta atau festival yang dirayakan atau diselenggarakan<br />
secara periodik.Kegiatan pesta atau festival ini biasanya berkaitan dengan tradisi budaya atau tradisi agama, yang dapat<br />
ditemukan mulai dari daerah di ujung Barat <strong>Indonesia</strong> hingga ke ujung Timur. Biasanya tingkat keberhasilan pariwisata<br />
daerah setempat dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan ini. Tarian, nyanyian, perlombaan dan produk-produk khas daerah<br />
merupakan konten utama setiap kegiatan, sehingga kegiatan-kegiatan tersebut sangat dekat dengan Industri <strong>Kreatif</strong>.<br />
Hanya saja, kurangnya pemberitaan dan kurangnya penceritaan makna dari perayaan, menyebabkan potensi ekonomi<br />
yang dimiliki oleh setiap kegiatan, menjadi kurang tergali dengan optimal.<br />
Beberapa tradisi kebudayaan berbentuk festival di berbagai daerah <strong>Indonesia</strong> dipaparkan berikut ini.<br />
36
3.2.7.1 FESTIVAL BENGAWAN SOLO<br />
Festival ini merupakan kegiatan tahunan Kota Solo yang<br />
menghadirkan tidak hanya seni tari dan musik dari Solo saja,<br />
tetapi dari beberapa daerah di <strong>Indonesia</strong> seperti Jogjakarta,<br />
Bali, Cirebon, Malang, Makasar, Sumatera Utara dan Sumatera<br />
Barat. Tahun ini, Festival Bengawan Solo direncanakan<br />
diselenggarakan pada Bulan Oktober 2009.<br />
Festival ini bermaksud untuk terus menggali dan melestarikan<br />
kekayaan budaya tanah air di <strong>Indonesia</strong>, terutama budaya kota<br />
Solo. Penekanan pada budaya dan kesenian in direfleksikan<br />
pada perubahan nama festival ini. Awalnya, festival ini disebut<br />
Bengawan Solo Fair namun nama ini diubah karena dianggap hanya menekankan sisi perdagangan semata.<br />
3.2.7.2 BOROBUDUR INTERNASIONAL FESTIVAL<br />
Borobudur International Festival diselenggarakan pertama kali<br />
enam tahun yang lalu, yaitu pada tahun 2003. Borobudur<br />
International Festival (BIF) pertama ini terselenggara dengan<br />
sukses. Tahun 2009 BIF kembali diselenggarakan untuk kedua<br />
kalinya. Festival ini menampilkan para pelaku seni dari<br />
berbagai komunitas global untuk menampilkan bakat mereka<br />
dalam suatu tampilan yang mempesona berupa musik<br />
tradisional, kerajinan tangan, dan pertunjukan seni, tepat di<br />
kaki Candi Borobudur yang indah. Pada pelaksanaan festival,<br />
para ahli kebudayaan, akademisi, dan pelajar memiliki kesempatan untuk menyampaikan dan mendiskusikan ide-ide<br />
mereka selama Seminar Internasional tentang warisan budaya dan pariwisata.<br />
Untuk menyemarakkan acara, pengusaha-pengusaha di sektor pariwisata dan perdagangan, dari tingkat kecil hingga<br />
menengah, diundang untuk menampilkan dan menawarkan keunikan dan kekhasan produk-produk serta layanan jasa<br />
mereka pada pengunjung dari berbagai belahan dunia. BIF kedua dilaksanakan pada tanggal 16-20 Juli 2009 lalu, di<br />
area Candi Borobudur.<br />
3.2.7.3 FESTIVAL TABOT<br />
Upacara Tabot merupakan upacara tradisional masyarakat<br />
Bengkulu yang diadakan untuk mengenang kisah kepahlawan<br />
Hussein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad SAW,<br />
yang wafat dalam peperangan di padang Karbala, Irak.<br />
Upacara Tabot sebenarnya tidak hanya berkembang di<br />
Bengkulu saja, namun juga sampai ke Painan, Padang,<br />
Pariaman, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meulaboh, dan<br />
Singkil. Dalam perkembangannya, kegiatan Tabot kemudian<br />
menghilang di banyak tempat. Saat ini, hanya ada dua tempat<br />
yang melaksanakan upacara ini, yakni Bengkulu dan<br />
Pariaman Sumatra Barat yang menyebutnya dengan Tabuik.<br />
Upacara yang pada awalnya digunakan oleh orang-orang Syi‗ah untuk mengenang gugurnya cucu Nabi Muhammad SAW<br />
ini, berubah menjadi sekadar kewajiban keluarga untuk memenuhi wasiat leluhur mereka, sejak penduduk asli Bengkulu<br />
(orang Sipai) lepas dari pengaruh Syi‗ah. Belakangan, upacara ini juga dijadikan sebagai bentuk partisipasi orang-orang<br />
37
Sipai dalam pelestarian budaya tradisional Bengkulu. Sejak 1990, upacara ini dijadikan agenda wisata Kota Bengkulu,<br />
dan kini lebih dikenal sebagai Festival Tabot.<br />
3.2.7.4 FESTIVAL DANAU TOBA<br />
Festival Danau Toba bertempat di sekitar Danau Toba, Sumatra Utara. Festival yang biasanya diadakan pada akhir pekan<br />
di bulan Juli setiap tahunnya ini, selalu menarik perhatian wisatawan lokal maupun mancanegara. Festival ini menampilkan<br />
berbagai kekayaan budaya, berupa nyanyian tradisional masyarakat Toba, tarian tradisional, dan yang paling menarik<br />
perhatian adalah lomba balap kano yang diikuti oleh seluruh desa yang ada di sekeliling Danau Toba. Disajikan pula<br />
berbagai kerajinan dan juga makanan serta minuman tradisional masyarakat setempat.<br />
Festival ini dahulu bernama Pesta Danau Toba dan sempat menjadi acara unggulan dalam menarik wisatawan untuk<br />
berkunjung ke Sumatra Utara. Namun krisis ekonomi yang melanda <strong>Indonesia</strong> pada pertengahan 1998 menjadi penyebab<br />
terhentinya pesta bergengsi masyarakat Batak ini.<br />
Kini Pemerintah Propinsi Sumatra Utara mencoba<br />
kembali menghidupkan kegiatan ini dengan<br />
mengganti namanya menjadi Festival Danau<br />
Toba. Penyelenggaraan Festival Danau Toba<br />
tahun ini merupakan penyelenggaraan yang<br />
ketiga sejak berganti nama, dimana pada<br />
penyelenggaraan Festival Danau Toba 2008<br />
dibuka oleh Presiden Susilo Bambang<br />
Yudhoyono.<br />
3.2.7.5 FESTIVAL TENGGER<br />
Kerap juga disebut Festival Bromo karena lokasi Suku Tengger berada di pegunungan Bromo, Jawa Timur. Festival ini<br />
juga kerap disebut sebagai Festival Kasodo yang merujuk kepada upacara Yadnya Kasada yang dilakukan oleh<br />
masyarakat Tengger. Festival ini biasanya diadakan sebagai sarana penyampaian rasa syukur kepada para Dewa yang<br />
dianut oleh masyarakat Tengger, karena mayoritas agama yang dianut oleh masyarakat Tengger adalah agama Hindu.<br />
Festival Kasodo dimulai dengan pelaksanaan upacara suci yang bertempat di sebuah pura yang berada tepat di kaki<br />
Gunung Bromo, yang kemudian langsung dilanjutkan ke puncak Gunung Bromo. Upacara suci ini diadakan pada tengah<br />
malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan Kasodo (Ke-10) menurut penanggalan<br />
jawa.<br />
Pada festival ini diadakan berbagai macam kesenian khas masyarakat Tengger; antara lain adalah tarian masal kuda<br />
lumping, kesenian reog dan jaranan, tari bale ganjur, sodor, dan pujan, serta seni ludruk dan tayub. Salah satu aktivitas<br />
yang menarik dalam festival ini adalah penyalaan Api Bromo sepanjang jalan protokol sejauh + 15 km, dan juga<br />
penyalaan Api Bromo oleh para pengunjung yang hadir. Penyalaan Api ini terlihat sangat indah karena membentuk<br />
konfigurasi tertentu dan keindahannya bahkan bisa dinikmati hingga wilayah Kabupaten Pasuruan. Festival ini melibatkan<br />
seluruh kecamatan yang<br />
ada di sekitar Gunung<br />
Bromo dan khusus untuk<br />
atraksi sejuta api Bromo,<br />
masing-masing camat<br />
diminta untuk mengerahkan<br />
masyarakatnya untuk ambil<br />
bagian di dalamnya.<br />
Kehadiran masyarakat di<br />
38
sekitar Gunung Bromo ini menambah semarak festival dan masyarakat dengan suka rela terlibat penuh dalam<br />
penyelenggaraan festival.<br />
3.2.7.6 FESTIVAL DANAU SENTANI<br />
Festival yang diselenggarakan setiap tahun<br />
ini dimaksudkan untuk melestarikan nilainilai<br />
budaya sebagai aset unik dari Ondoafi<br />
dan dijadikan sebagai satu paket wisata<br />
yang dapat dinikmati oleh para wisatawan<br />
domestik dan asing. Pada festival Danau<br />
Sentani ditampilkan budaya yang sangat<br />
unik sebagai warisan dari nenek moyang<br />
(Ondoafi atau Ondofolo), antara lain seperti<br />
Tari Perang di atas perahu dan tarian-tarian<br />
tradisional lainnya dari berbagai suku yang<br />
ada di Kabupaten Jayapura, ditambah dengan budaya dari daerah-daerah lain di Papua dan juga daerah lainnya di<br />
<strong>Indonesia</strong> yang mempunyai ciri hampir sama dengan Danau Sentani, seperti masyarakat di sekitar Danau Toba di<br />
Sumatera, Danau Mindanao di Sulawesi Utara, danau Tempe di NTT dan sebagainya.<br />
3.3 P U B L I K A S I I N D U S T R I K R E A T I F D I M E D I A I N F O R M A S I<br />
Sejak peluncuran Studi Pemetaan Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> tahun 2007, yang dilanjutkan dengan peluncuran Cetak Biru<br />
Pengembangan Ekonomi <strong>Kreatif</strong> Nasional 2008, Pemerintah, khususnya Departemen Perdagangan mulai melakukan<br />
sosialisasi melalui berbagai media dan melalui berbagai event kreatif. Aktivitas sosialisasi ini mulai memicu pembicaraan,<br />
pembahasan sampai kepada riset mengenai industri kreatif. Di media cetak, baik berkelas nasional maupun berkelas<br />
daerah, industri kreatif semakin jamak menjadi topik pembahasan.<br />
3.3.1 Media Nasional<br />
Gelombang ekonomi kreatif dan industri kreatif memberi imbas kepada media-media nasional, seperti Lintas berita, Suara<br />
Merdeka, Antara News, Republika, Detik, Media <strong>Indonesia</strong>, Tempo Interaktif, dan Kompas. Media-media ini menyajikan<br />
berita melalui situs internet milik media tersebut. Selain melalui situs internet, beberapa media ini merupakan media cetak<br />
nasional, Statistik topik industri kreatif dibicarakan di media-media nasional di atas ditunjukkan pada gambar berikut.<br />
Statistik ini hanya menyajikan data dimana topik industri kreatif dibicarakan di situs internet masing-masing media, tidak<br />
mencakup pembahasan di media cetak.<br />
39
Artikel Industri <strong>Kreatif</strong> di Media Nasional<br />
kompas.com<br />
tempointeraktif.com<br />
kapanlagi.com<br />
mediaindo.co.id<br />
detik.com<br />
republika.co.id<br />
antaranews.com<br />
suaramerdeka.com<br />
lintasberita.com<br />
204<br />
203<br />
116<br />
113<br />
100<br />
84<br />
66<br />
53<br />
1360<br />
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600<br />
Gambar 3-1<br />
Jumlah artikel<br />
Artikel Industri <strong>Kreatif</strong> di Media Nasional<br />
Kompas merupakan media yang paling banyak membahas mengenai industri kreatif, dengan jumlah artikel yang<br />
membahas industri kreatif sebanyak 1,360 artikel. Sedangkan media nasional yang paling sedikit memiliki artikel industri<br />
kreatif adalah Lintas Berita, dengan 53 artikel.<br />
Pemberitaan dalam media nasional mengenai industri kreatif, sering mengangkat isu atau topik mengenai perkembangan<br />
industri kreatif di <strong>Indonesia</strong>, mulai dari potensi yang dimiliki hingga perkembangan industri kreatif di berbagai daerah di<br />
<strong>Indonesia</strong>. Isu atau topik lain yang juga sering diangkat adalah isu-isu yang berkembang mengenai industri kreatif di<br />
berbagai subsektor, seperti potensi subsektor tertentu di daerah, tantangan dan permasalahan yang sering dialami oleh<br />
para pelaku industri kreatif (seperti masalah HaKI, masalah pembiayaan), dan pembahasan suatu event kreatif yang<br />
sedang, akan atau sudah selesai diselenggarakan.<br />
Selain hal-hal di atas, program pemerintah pusat dalam mengembangkan industri kreatif juga disosialisasikan melalui<br />
media nasional ini, seperti Inpres No. 02/ 2009 tentang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN),<br />
Pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan (BUMD) agar menyerap produk buatan dalam negeri dalam<br />
pengadaan barang/jasa, usulan insentif khusus baik fiskal maupun nonfiskal untuk produk-produk kreatif dan lain<br />
sebagainya.<br />
Tiga subsektor industri kreatif yang sering diangkat menjadi topik dalam media nasional adalah Subsektor Film, Subsektor<br />
Musik dan Subsektor Layanan Piranti Lunak. Pemberitaan subsektor ini berkisar mengenai potensi industri film, musik<br />
dan piranti lunak di <strong>Indonesia</strong>, kemudian event-event yang diselenggarakan oleh subsektor tersebut dan juga tantangan<br />
serta masalah yang dihadapi masing-masing subsektor.<br />
3.3.2 Media Daerah<br />
Media-media di daerah juga tidak ketinggalan dalam mengulas industri kreatif. Namun demikian gaung industri kreatif di<br />
media daerah belum sekuat media nasional. Dari jumlah pemberitaan industri kreatif di media daerah, terlihat bahwa<br />
wacana mengenai industri kreatif masih perlu untuk lebih disosialisasikan. Jika dibandingkan dengan jumlah artikel<br />
industri kreatif di media nasional yang paling banyak berjumlah 1,360 artikel, maka jumlah artikel industri kreatif di media<br />
daerah paling banyak berjumlah 17 artikel untuk media di Solo. Statistik pemberitaan mengenai industri kreatif<br />
selengkapnya ditunjukkan pada gambar berikut.<br />
40
Artikel Industri <strong>Kreatif</strong> di Media Daerah<br />
Solo<br />
Bandung<br />
Bogor<br />
Bali<br />
Banjarmasin<br />
Surabaya<br />
Yogyakarta<br />
Makasar<br />
2<br />
2<br />
5<br />
6<br />
6<br />
7<br />
11<br />
17<br />
Gambar 3-2<br />
0 5 10 15 20<br />
Jumlah Artikel<br />
Artikel Industri <strong>Kreatif</strong> di Media Daerah<br />
Pemberitaan di media daerah lebih banyak membicarakan mengenai subsektor-subsektor industri kreatif tanpa<br />
mengaitkannya dengan wacana industri kreatif secara khusus. Topik atau isu yang sering ditulis dalam media daerah<br />
adalah mengenai program pemerintah daerah untuk mengembangkan industri kreatif di daerah tersebut seperti<br />
kerjasama riset yang dilakukan oleh Disperindag provinsi dengan institusi-institusi pendidikan untuk membuat cetak biru<br />
pengembangan industri kreatif di daerah tersebut. Pemberitaan di media daerah juga lebih banyak membicarakan<br />
mengenai aktivitas komunitas dan asosiasi industri kreatif di masing-masing subsektor dan juga publikasi event, festival,<br />
atau kompetisi kreatif di daerah tersebut tanpa mengaitkannya secara khusus dengan industri kreatif.<br />
Tiga subsektor industri kreatif yang sering diangkat menjadi topik di media daerah adalah subsektor animasi, musik dan<br />
fesyen. Subsektor animasi di daerah semakin berkembang dan menunjukkan potensinya, seperti daerah Cimahi yang<br />
serius ingin menjadi pusat industri film dan animasi. Musik dalam negeri telah berkembang dengan pesat, ditandai<br />
dengan bermunculannya berbagai musisi baru dengan berbagai warna musik. Musisi-musisi ini banyak yang berasal dari<br />
daerah dan tidak jarang yang melejit sebagai pendatang baru yang sukses. Untuk subsektor fesyen, topik yang sering<br />
diangkat di media daerah adalah mengenai industri batik di berbagai daerah di <strong>Indonesia</strong> yang sedang berusaha<br />
dikembangkan, dimana batik tidak lagi hanya digunakan sebagai identitas dan ciri khas <strong>Indonesia</strong>, tetapi juga dapat<br />
berdaya jual tinggi dan memberikan kontribusi terhadap perekonomian <strong>Indonesia</strong>.<br />
3.4 I N D U S T R I K R E A T I F D I D U N I A M A Y A<br />
3.4.1 E-Commerce<br />
E-Commerce didefinisikan berbeda-beda dari berbagai perspektif oleh berbagai pihak. Namun umumnya E-Commerce<br />
diartikan sebagai perdagangan elektronik atau e-dagang (bahasa Inggris: Electronic commerce, juga E-Commerce) yang<br />
terdiri dari aktivitas penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti<br />
internet atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya. E-Commerce dapat melibatkan transfer dana elektronik,<br />
pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis. Definisi lain<br />
menyatakan bahwa E-Commerce adalah pertukaran secara online dari suatu nilai (barang, jasa, dan/atau uang) dalam<br />
perusahaan, antar perusahaan, antara perusahan dan pelanggannya, dan antar pelanggan (Turban, 2006). Sementara<br />
41
Kotler (Principle of Marketing) menyatakan bahwa E-Commerce adalah proses jual beli yang didukung oleh perangkat<br />
elektronik.<br />
E-Commerce dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, antara lain:<br />
1. Business to Business (B2B)<br />
E-Commerce tipe ini meliputi transaksi antar organisasi yang dilakukan di Electronic market.<br />
2. Business to Costumer (B2C)<br />
Merupakan transaksi eceran dengan pembeli perorangan.<br />
3. Customer to Customer (C2C)<br />
Konsumen menjual secara langsung ke konsumen lain. Atau mengiklankan jasa pribadi di Internet.<br />
4. Customer to Business (C2B)<br />
Perseorangan yang menjual produk/layanan ke organisasi, perseorangan yang mencari penjual, berinteraksi dan<br />
menyepakati suatu transaksi.<br />
5. Nonbusiness E-Commerce<br />
Lembaga non bisnis seperti akademis, organisasi, orgasnisasi keagamaan, organisasi sosial dan lembaga<br />
pemerintahan yang menggunakan berbagai tipe E-Commerce untuk mengurangi biaya guna meningkatkan operasi<br />
dan layanan publik<br />
6. Intrabusiness (organisational) E-Commerce<br />
Termasuk kategori ini adalah semua aktivitas intern organisasi, biasanya dijalankan di internet yang melibatkan<br />
pertukaran barang, jasa/informasi.<br />
Dalam konteks industri kreatif E-Commerce dapat dikelompokkan menjadi E-Commerce Tangible dan E-Commerce<br />
Intangible. Perbedaan E-Commerce Tangible dan Intangible terutama pada adanya isu logistik pada E-Commerce<br />
Tangible. Transaksi E-Commerce Intangible dapat dilakukan dalam format digital. Subsektor-subsektor industri kreatif<br />
yang dapat dikelompokkan dalam E-Commerce tangible antara lain Subsektor Kerajinan, Subsektor Fesyen, Subsektor<br />
Penerbitan dan Percetakan, Subsektor Pasar Barang Seni dan Subsektor Desain, khususnya desain kemasan. Subsektor<br />
yang dapat dikelompokkan ke dalam E-Commerce Intangible meliputi Subsektor Musik, Subsektor Film, Video dan<br />
Fotografi, Subsektor Layanan Piranti Lunak, sebagian Subsektor Desain, Subsektor Permainan Interaktif, Subsektor Riset<br />
dan Pengembangan, Subsektor Periklanan, Subsektor Arsitektur, Subsektor Seni Pertunjukan, dan Subsektor Televisi dan<br />
Radio. Namun demikian karena berbagai faktor, khususnya keterbatasan kapasitas bandwith jaringan internet, transaksi<br />
E-Commerce Intangible harus dilakukan seperti halnya E-Commerce Tangible, melalui pengiriman atau jasa logistik.<br />
Sejauh ini belum banyak pelaku kreatif yang menjalankan E-Commerce secara lengkap. Biasanya para pelaku kreatif<br />
hanya memiliki halaman situs internet perusahaannya, yang hanya berfungsi memperkenalkan produk atau promosi<br />
produk, tanpa adanya transaksi online. Beberapa permasalahan utama yang menyebabkan kondisi ini antara lain:<br />
1. Kepercayaan antara konsumen dengan penjualnya di <strong>Indonesia</strong> seringkali kurang terbentuk karena kebiasaan ketika<br />
melakukan transaksi dengan melihat langsung barang yang akan dibeli. Hal ini tidak bisa dilakukan melalui E-<br />
Commerce.<br />
2. Penipuan (cyber fraud) dan pembajakan. <strong>Indonesia</strong> meskipun dengan penetrasi Internet yang rendah (8%),<br />
memiliki prestasi menakjubkan dalam cyberfraud terutama pencurian kartu kredit (carding). Menduduki urutan 2<br />
setelah Ukraina (ClearCommerce). Selain itu <strong>Indonesia</strong> menduduki peringkat 4 masalah pembajakan software setelah<br />
China, Vietnam, dan Ukraina (International Data Corp). Hal ini menyebabkan kepercayaan masyarakat internasional<br />
dan masyarakat <strong>Indonesia</strong> terhadap E-Commerce di <strong>Indonesia</strong> sangat rendah.<br />
3. Hukum yang kurang berkembang dalam bidang E-Commerce. <strong>Indonesia</strong> dapat dikatakan tertinggal dalam hal cyber<br />
law. Negara-negara lain seperti Malaysia, Singapura, dan Amerika sudah sejak 10 tahun yang lalu mengembangkan<br />
dan menyempurnakan cyber law mereka. Saat ini <strong>Indonesia</strong> sudah mengembangkan Undang-Undang Informasi dan<br />
42
Transaksi Elektronik UU ITE meski pun menurut berbagai pihak masih terdapat banyak kekurangan. Pasal-pasal<br />
seperti pasal 27-29 terutama pada bagian pencemaran nama baik masih berupa pasal karet yang bisa ditarik ke<br />
arah tertentu sesuai kepentingan pihak tertentu. Selain itu, ada beberapa hal yang belum diperhatikan dalam UU ITE,<br />
antara lain:<br />
Spamming, baik email spamming mau pun masalah penjualan data pribadi oleh perbankan, asuransi dan<br />
sebagainya<br />
Virus dan worm komputer (masih implicit di Pasal 33), terutama untuk pengembangan dan penyebarannya<br />
Kesiapan aparat dalam implementasi UU ITE<br />
Langkah antisipasi yang dilakukan biasanya adalah bekerja sama dengan E-Commerce yang sudah mapan, baik di dalam<br />
maupun di luar negeri. Bhinneka.com, Alibaba.com adalah beberapa contoh E-Commerce dimana pelaku kreatif menjual<br />
produknya. Beberapa contoh E-Commerce yang sudah dijalankan atau dimanfaatkan oleh para pelaku usaha diberikan<br />
berikut ini.<br />
a. Business to Business<br />
Alibaba Group adalah situs<br />
perdagangan online yang<br />
merupakan penyedia jasa bisnis E-<br />
Commerce. Alibaba Group<br />
merupakan perusahaan E-<br />
Commerce terbesar di Cina yang<br />
bisa disejajarkan dengan eBay. Saat<br />
ini pemerintah <strong>Indonesia</strong> sudah<br />
bekerja sama dengan<br />
www.alibaba.com guna mendorong<br />
usaha skala kecil dan menengah<br />
untuk memasarkan produknya ke<br />
pasar global melalui dunia maya.<br />
Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) Departemen Perdagangan telah menandatangani nota kesepahaman<br />
(MoU) dengan PT Sinar Mas Multiartha Tbk. (SMAA) selaku mitra alibaba.com di <strong>Indonesia</strong> pada Juni 2009. Nota<br />
kesepahaman tersebut untuk mendukung para eksportir di <strong>Indonesia</strong> bisa melakukan ekspansi usaha dan akses ke pasar<br />
global melalui jalur E-Commerce.<br />
Yahoo! adalah sebuah portal web populer yang dioperasikan perusahaan yang bernama Yahoo! Inc. yang dirintis oleh<br />
oleh David Filo dan Jerry Yang. Yahoo! pada awalnya hanyalah semacam bookmark (petunjuk halaman buku). Namun<br />
lama kelamaan Yahoo! berkembang sehingga menjadi situs bookmark popular yang menyediakan berbagai informasi.<br />
Salah satu layanan Yahoo!<br />
adalah pasar Business to<br />
Business (B2B) seperti yang<br />
terlihat pada gambar.<br />
b. Consumer to Consumer<br />
Salah satu bentuk paling umum<br />
penjualan consumer ke<br />
consumer adalah dengan<br />
menggunakan blog atau situs<br />
43
jejaring sosial seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.<br />
c. Business to Consumer<br />
Mahanagari adalah sebuah perusahaan yang berfokus menjual<br />
pakaian untuk dengan tema kebudayaan Bandung. Website<br />
mahanagari bertutur tentang budaya, lokasi bersejarah dan<br />
segala sesuatu tentang Bandung sekaligus menjual produk-produk<br />
mahanagari<br />
Manik Arsa menjual bedcover dan sprei sebagai produk utama sejak tahun 1991.<br />
Selain itu Manik Arsa menjual pula berbagai produk kesenian asal Bali. Manik Arsa<br />
bekerjasama dengan para pengrajin Bali dalam menyediakan berbagai produk<br />
kerajinan<br />
d. Non Business E-Commerce<br />
Dalam<br />
industri kreatif, kreatifitas seringkali muncul dari<br />
sekelompok orang yang membentuk komunitas karena<br />
memiliki kesamaan minat dan kepentingan. Bentuk<br />
komunitas yang fleksibel dan seringkali tidak memiliki<br />
modal besar sehingga sering memanfaatkan dunia maya<br />
sebagai sarana untuk berbagi dan berkreasi. Hal ini dapat<br />
dilihat dari musikator.com yang dibentuk oleh sekelompok<br />
orang yang memiliki kecintaan terhadap seni bermusik<br />
atau komunitaskreatifbali.wordpress.com yang mempunyai<br />
perhatian pada pengembangan industri kreatif di Bali<br />
44
3.4.2 Jumlah Laman Industri <strong>Kreatif</strong><br />
Selain pemberitaan-pemberitaan di Media Nasional dan Media Daerah, industri kreatif juga diulas diberbagai situs, baik<br />
situs komunitas, situs pribadi hingga situs blog-blog.<br />
Seperti ditunjukkan pada gambar berikut, sejak 2 tahun terakhir (hingga Juni 2009), jumlah laman industri kreatif di dunia<br />
maya mencapai 708.000, sementara dalam satu tahun terakhir terdapat 231.000 laman. Ini berarti bahwa dalam satu<br />
tahun terakhir ulasan atau pembahasan mengenai industri kreatif sebanyak 632,87 laman per hari. Gambar berikut juga<br />
menunjukkan jumlah kutipan dimana aktor-aktor pemerintah mengulas industri kreatif. Dalam hal ini, Presiden Susilo<br />
Bambang Yudhoyono dikutip sebanyak 39.300 kali mengangkat industri kreatif di dunia maya. Peringkat kedua diikuti<br />
oleh Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu sebanyak 10.400 kali, disusul berturut-turut oleh Menbudpar, Menperin,<br />
Mendiknas, dan Menhukham. Jumlah ini menunjukkan semakin tingginya kesadaran pemerintah dalam mendukung<br />
pengembangan ekonomi kreatif nasional.<br />
Menhukham bicara IK<br />
Mendiknas bicara IK<br />
Menperin bicara IK<br />
Menbudpar bicara IK<br />
Mendag bicara IK<br />
Presiden SBY bicara IK<br />
135<br />
755<br />
1,570<br />
4,790<br />
10,400<br />
39,300<br />
Industri <strong>Kreatif</strong> 1 …<br />
231,000<br />
Industri <strong>Kreatif</strong><br />
708,000<br />
Gambar 3-3<br />
Jumlah Laman Mengutip Aktor Pemerintah Mengulas Industri <strong>Kreatif</strong><br />
Perkembangan industri kreatif di <strong>Indonesia</strong> juga dapat dilihat dari keadaan daerah-daerah di <strong>Indonesia</strong> baik tingkat<br />
provinsi maupun tingkat kota/kabupaten. Melalui penelusuran di dunia maya, maka dapat dilihat seberapa besar<br />
perhatian daerah terhadap industri kreatif. Pada tingkat provinsi, Yogyakarta merupakan provinsi dengan jumlah laman<br />
industri kreatif terbanyak di <strong>Indonesia</strong>, yaitu sebanyak 326.000. Selanjutnya pada peringkat ke dua adalah Bali dengan<br />
158.000 laman, serta Jawa Barat dan Jawa Tengah pada peringkat ketiga dengan 132.000 laman. Statistik ini<br />
menunjukkan bahwa gaung industri kreatif sangat kuat di Yogyakarta, Bali dan Jawa Barat. Hal ini konsisten terhadap<br />
kondisi dimana Jogja, Bali dan Bandung merupakan kota-kota yang dapat digolongkan sebagai kota kreatif.
Riau<br />
DKI Jakarta<br />
Kalimantan Timur<br />
Lampung<br />
Aceh<br />
65,900<br />
69,800<br />
70,200<br />
77,000<br />
80,600<br />
Jawa Timur<br />
Jawa Tengah<br />
Jawa Barat<br />
Bali<br />
126,000<br />
132,000<br />
132,000<br />
158,000<br />
Yogyakarta<br />
326,000<br />
Gambar 3-4<br />
Jumlah Laman Mengulas Industri <strong>Kreatif</strong> di Tingkat Provinsi<br />
Pada tingkat kota sebagai klaster yang lebih kecil sebagai bagian dari provinsi, dapat dilihat bahwa kota Bandung di Jawa<br />
Barat merupakan kota dengan jumlah laman industri kreatif terbanyak (199.000). Posisi berikutnya berturut-turut adalah<br />
kota Solo (181.000), Malang (169.000), dan Balikpapan (164.000). Pemaparan jumlah laman industri kreatif pada<br />
tingkat kota ini hanya pada tahun 2007-2009 untuk melihat seberapa besar perhatian kota terhadap industri kreatif<br />
sejak industri kreatif mulai digulirkan di <strong>Indonesia</strong> pada tahun 2007. Menarik melihat statistik laman industri kreatif di<br />
Kota Malang dan Balikpapan yang sejauh ini belum cukup kuat untuk disebut sebagai kota kreatif. Hal ini menunjukkan<br />
bahwa ada keinginan kuat dari kota-kota di <strong>Indonesia</strong> untuk berevolusi menjadi kota kreatif.<br />
46
Pekalongan<br />
Palu<br />
Garut<br />
Tasikmalaya<br />
Samarinda<br />
Banda Aceh<br />
Cirebon<br />
Manado<br />
Cimahi<br />
Padang<br />
Tangerang<br />
Palembang<br />
Makassar<br />
Bogor<br />
Medan<br />
Denpasar<br />
Pontianak<br />
Banjarmasin<br />
Batam<br />
Banyuwangi<br />
Surabaya<br />
Balikpapan<br />
Malang<br />
Solo<br />
Bandung<br />
2,530<br />
3,160<br />
2,850<br />
3,160<br />
3,640<br />
3,340<br />
5,230<br />
6,010<br />
5,540<br />
9,390<br />
9,440<br />
9,140<br />
14,200<br />
12,600<br />
14,100<br />
162,000<br />
155,000<br />
157,000<br />
159,000<br />
162,000<br />
187,000<br />
164,000<br />
169,000<br />
181,000<br />
199,000<br />
Gambar 3-5<br />
Jumlah Laman Mengulas Industri <strong>Kreatif</strong> di Tingkat Kota<br />
3.5 G E R A K A N K O M U N I T A S<br />
Komunitas kreatif merupakan elemen penting dalam pengembangan ekonomi kreatif di <strong>Indonesia</strong>. Bentuk dan sifat<br />
komunitas yang cair membuat komunitas menjadi tempat ideal bagi masyarakat untuk saling belajar dan berbagi dengan<br />
bebas. Komunitas dapat didefiniskan sebagai sekumpulan orang dalam ikatan keanggotaan yang cair (fluid boundary),<br />
bersikap sukarela (voluntary), memiliki identitas dan tujuan yang sama, serta membentuk kekuatan dan tanggung jawab<br />
kolektif (Kanter, 2004). Jika dikaitkan dengan kegiatan ekonomi kreatif, maka komunitas kreatif menekankan aktivitasnya<br />
pada penciptaan jasa dan komoditas yang mengedepankan nilai-nilai inovasi dan kreativitas.<br />
Komunitas kreatif memiliki peran besar dalam perkembangan ekonomi kreatif di <strong>Indonesia</strong> karena alasan-alasan berikut:<br />
Komunitas kreatif adalah pusat pengembangan potensi kreatif. Di komunitaslah potensi-potensi kreatif diasah untuk<br />
kemudian mampu menghasilkan nilai yang mampu memberdayakan masyarakat.<br />
Tempat berlangsungnya pendidikan informal kreatif. Bentuk komunitas yang cair dan bersifat sukarela (voluntary)<br />
menjadikan proses belajar dan berbagi pengetahuan menjadi tidak kaku dan menyenangkan. Pendidikan kreatif<br />
dianggap lebih tepat dilakukan melalui cara-cara informal seperti ini.<br />
Membentuk Klaster kreatif. Perkembangan ekonomi kreatif yang tidak dapat dipisahkan dari komunitas kreatif<br />
membuat semakin bermunculannya cluster-cluster kreatif di <strong>Indonesia</strong>. Cluster kreatif inilah yang menjadi motor<br />
penggerak kekuatan ekonomi kreatif.<br />
47
Membentuk budaya kreatif. Budaya terbentuk ketika terdapat sekelompok orang yang memiliki tujuan yang sama dan<br />
membentuk perilaku yang sama yang tercermin dari kehidupan sehari-hari. Di dalam sebuah komunitas kreatif,<br />
masing-masing anggota komunitas secara sukarela membentuk sebuah kebudayaan tersendiri, budaya kreatif.<br />
Membentuk jaringan kreatif tempat pertukaran kreativitas antara pelaku. Jaringan kreatif akan semakin mudah<br />
terbentuk ketika masing-masing komunitas kreatif saling berhubungan satu sama lain, berbagi, dan berkomitmen<br />
mengembangkan ekonomi kreatif bersama-sama.<br />
Pola komunikasi dalam suatu komunitas dapat dilakukan melalui internet, baik melalui situs khusus, blog, milis grup<br />
ataupun jejaring sosial. Komunitas lain melakukan komunikasi dalam suatu pertemuan langsung, baik rutin maupun<br />
insidentil.<br />
Beberapa komunitas kreatif yang dapat teridentifikasi dan telah mampu memberikan kontribusi nyatanya ini antara lain<br />
adalah sebagai berikut:<br />
3.5.1 Common Room Network Foundation<br />
Bertempat di Jalan Kyai Gede Utama No. 8, Bandung - <strong>Indonesia</strong>, Common Room<br />
dikembangkan oleh Bandung Center for New Media Arts sebagai wahana untuk<br />
mempertemukan beragam individu, komunitas dan organisasi, seiring dengan<br />
berkembangnya berbagai bentuk kerjasama dan kolaborasi. Selanjutnya tempat ini<br />
menjadi semacam wadah dimana berbagai kalangan dapat merancang dan<br />
merealisasikan berbagai kegiatan berdasarkan ketertarikan dan tujuan mereka,<br />
dengan fokus kepada aktivitas riset dan pengembangan di bidang pengetahuan<br />
publik dan kreativitas.<br />
Hingga kini Common Room telah memfasilitasi penyelenggaraan berbagai pameran, pemutaran film, workshop, kuliah<br />
umum, diskusi, konser musik, festival budaya, dan lain-lain. Common Room menjadi tempat untuk menjembatani<br />
kebutuhan dialog dan kerjasama multidisiplin yang bertujuan untuk menghubungkan beragam individu, komunitas dan<br />
organisasi yang memiliki keragaman latar belakang ekonomi, sosial dan ketertarikan politik (mikro) melalui aktivitas<br />
negosiasi, berbagi pengalaman dan pertukaran pengetahuan. Common Room juga merupakan wadah yang terbuka bagi<br />
berbagai aktivitas eksperimentasi dan kolaborasi kreatif untuk mencapai tujuan bersama dan kesempatan bagi siapapun<br />
yang terlibat di dalam bermacam kegiatan dan mengembangan jaringan yang ada.<br />
Saat ini Common Room terus berkembang tidak hanya menjadi sebuah ruang fisik, tetapi juga tempat yang memfasilitasi<br />
inisiatif publik untuk mengembangkan pengetahuan di bidang kreativitas dan budaya kolaborasi. Common Room adalah<br />
wadah bagi keragaman yang memungkinkan berkembangnya ide-ide baru yang mengakomodasi kebutuhan untuk<br />
berdialog, membangun konvensi dan mengembangkan kolaborasi multidisiplin yang diupayakan untuk menembus<br />
batasan-batasan. Kegiatan Common Room mencakup wilayah yang sangat luas, dimulai dari aktivitas dokumentasi dan<br />
eksplorasi fenomena, ide, model dan konsepsi baru yang lahir dari pendekatan multidisiplin di bidang seni visual, desain,<br />
arsitektur ruang urban, musik, fesyen, sastra, media baru dan riset berkelanjutan di bidang budaya urban dan ekologi di<br />
ruang urban.<br />
3.5.2 Bandung Creative City Forum (BCCF)<br />
Bandung Creative City Forum (BCCF) merupakan sebuah forum yang didirikan<br />
pada tanggal 7 Februari 2008 untuk mengumpulkan komunitas-komunitas<br />
kreatif di Kota Bandung sebagai respon atas perubahan ekonomi baru, yaitu<br />
ekonomi kreatif. Kota Bandung dipandang memiliki banyak potensi untuk<br />
menunjang pertumbuhan ekonomi kreatif, diantaranya adalah potensi yang<br />
48
erwujud human capital. Banyak komunitas kreatif yang bermunculan di Bandung dan memiliki andil cukup besar<br />
terhadap pendapatan ekonomi kota Bandung melalui musik, desain, piranti lunak, fesyen, media/teknologi informasi,<br />
arsitektur, dan lain-lain. Karakter masyarakat Bandung yang kosmopolitan dan terbuka terhadap ide-ide baru mendukung<br />
proses kreatif komunitas-komunitas tersebut. Namun selama ini pergerakan komunitas tersebut tercerai berai. Kondisi<br />
inilah yang kemudian mendorong BCCF didirikan sebagai sebuah forum untuk mengumpulkan komunitas-komunitas<br />
kreatif tersebut.<br />
BCCF mewadahi berbagai kegiatan dan keahlian dari beragam disiplin sektor industri kreatif. BCCF menekankan pada<br />
pentingnya komunikasi antar komunitas yang bersifat inklusif, sehingga wacana mengenai pentingnya mengembangkan<br />
ekonomi kreatif tidak hanya menjadi diskusi yang elitis dan dapat mengakomodasi kepentingan para stakeholder yang<br />
beragam. Hal ini terutama ditujukan agar wacana mengenai ekonomi kreatif dapat berdampak bagi masyarakat, terutama<br />
dari sisi penciptaan lapangan kerja dan kesempatan ekonomi bagi masyarakat secara lebih luas; tidak hanya di kota<br />
Bandung tetapi juga di daerah-daerah lain.<br />
Visi yang dimiliki BCCF adalah mewujudkan Bandung menjadi kota kreatif se-Asia dan bisa berkompetisi secara global.<br />
Beberapa cara untuk meraihnya adalah dengan membangun ―Creative Enterpreneur Network‖ dan mengadakan Helar<br />
Festival 2008 di Bandung. Selain itu, BCCF pun memperkenalkan branding ―.bdg‖ untuk memayungi kegiatan komunitas<br />
kreatif di kotanya.<br />
3.5.3 Kreative Industry Clothing Kommunity (KICK)<br />
Kreative Industry Clothing Kommunity (KICK) dibentuk sebagai wadah bagi para<br />
pemilik clothing label untuk berkomunikasi dan berbagi untuk kepentingan industri<br />
clothing. Pertemuan awal dilakukan sekitar bulan Juni 2006 antara sejumlah pemilik<br />
clothing label di kota Bandung. Inti dari pertemuan tersebut adalah bahwa<br />
kebutuhan akan organisasi; baik itu berbentuk asosiasi maupun forum komunikasi<br />
yang dapat mewadahi setiap kepentingan dari industri terkait (dalam hal ini clothing<br />
industry), telah menjadi sebuah kebutuhan yang dirasakan mendesak sifatnya.<br />
Dari beberapa pertemuan awal tersebut, para pemilik label clothing merasakan<br />
perlunya sebuah asosiasi yang tidak membawa kepentingan perusahaan masingmasing,<br />
namun disatukan dalam satu nama, yaitu Kreative Industry Clothing Kommunity (KICK). Pada awalnya, KICK hanya<br />
beranggotakan sekitar 20 clothing yang ada di kota Bandung. Pada perkembangan selanjutnya maka KICK berkembang<br />
terus hingga memiliki sekitar 200 anggota yang tersebar di seluruh <strong>Indonesia</strong>. Saat ini KICK telah terbentuk di 7 kota di<br />
<strong>Indonesia</strong>; yaitu Bandung (Pusat), Jakarta, Yogyakarta, Makasar, Lampung, Surabaya, dan Malang.<br />
Untuk lebih mengenalkan KICK dan industri kreatif clothing khususnya, maka KICK sejak tahun 2007 KICK telah berhasil<br />
menyelenggarakan Kickfest yang merupakan festival industri clothing yang melibatkan para pelaku industri tersebut. Pada<br />
tahun 2007, Kickfest diselenggarakan pada bulan Agustus selama 3 hari dan diikuti oleh 107 clothing dari 9 kota besar<br />
di seluruh <strong>Indonesia</strong>. Kickfest 2007 sukses menghadirkan transaksi lebih dari Rp 3,5 Milyar dengan total pengunjung<br />
sebanyak 300,000 orang. Selanjutnya pada tahun 2008 Kickfest digelar di 3 kota: Yogya (April 2008) menghadirkan 97<br />
booth dengan total Omzet selama 3 hari mencapai 5 Milyar rupiah dan jumlah pengunjung 64,000 orang, Makassar (Mei<br />
2008) dengan peserta sejumlah 64 booth dan total omzet 3 hari mencapai 5 Milyar rupiah dan dihadiri 42,000<br />
pengunjung.<br />
Sebagai puncak rangkaian Kickfest 08 diselenggarakan di Lapangan Gasibu dan Ruas Jalan Diponegoro, Bandung, pada<br />
1 - 3 Agustus 2008. Diikuti 160 booth clothing lokal dari 9 kota & 8 negara (UK & Asia Timur – British Council), 20 booth<br />
komunitas HelarFest dan 10 booth komunitas KICK. Selama 3 hari perhelatan, Kickfest 2008 di Bandung sukses<br />
menghadirkan 350.000 pengunjung, dan terjadi transaksi penjualan secara fantastis sebesar 15 Milyar Rupiah. Kickfest<br />
49
2009 sementara sudah diadakan di kota Yogyakarta dan akan dilanjutkan di kota Bandung sekitar Oktober dan<br />
November 2009.<br />
3.5.4 Komunitas <strong>Kreatif</strong> Bali<br />
Komunitas <strong>Kreatif</strong> Bali adalah kelompok masyarakat dan insan kreatif yang menaruh perhatian terhadap pengembangan<br />
industri kreatif di Bali sebagai penggerak ekonomi kreatif Bali. Didirikan sebagai komunitas sosial yang diharapkan dapat<br />
menjadi forum bagi terciptanya budaya kreatif, munculnya talenta kreatif baru, mendorong inovasi dan tumbuhnya<br />
semangat kewirausahaan. Semangat kewirausahaan dalam dunia kreatif ini perlu dikembangkan agar para pelaku kreatif<br />
di Bali mampu memiliki jiwa kepemimpinan mandiri dan wawasan bisnis yang luas agar siap menghadapi persaingan<br />
global saat ini. Komunitas kreatif juga didirikan untuk mendukung program Tahun <strong>Indonesia</strong> <strong>Kreatif</strong> 2009 yang<br />
dicanangkan oleh pemerintah, salah satunya dengan cara bekerjasama dengan Pemerintah Kota<br />
Denpasar dalam mencanangkan program kreatif untuk tahun 2009 dan 2010.<br />
Di dalam forum ini, didiskusikan berbagai hal yang berkaitan<br />
ekonomi kreatif dan budaya; misalnya: sastra, software,<br />
desain, entrepreneurship, fesyen, hingga kuliner dan<br />
fotografi. Komunitas ini mulai mendapat tanggapan positif dari para<br />
pelaku kreatif, tidak hanya dari Pulau Bali namun juga dari<br />
daerah lain. Komunitas ini juga bahkan dijadikan sumber<br />
referensi para pelaku kreatif untuk mendapatkan informasi<br />
event-event kreatif, knowledge terbaru, maupun aktivitas<br />
keseharian pelaku kreatif di Pulau Bali. Berbagai kegiatan<br />
yang rutin diadakan oleh komunitas ini dapat dilihat di<br />
www.komunitaskreatifbali.wordpress.com.<br />
3.5.5 Ins-ide<br />
dengan<br />
Ins-ide merupakan forum informal, underground, indie yang akan<br />
diharapkan bisa menjadi inspirasi dan memberikan ide-ide segar buat insan<br />
kreatif <strong>Indonesia</strong>. Forum ini berupa Offline Gathering sebulan sekali (tiap<br />
Senin, minggu terakhir) berupa sharing session 5 pembicara dari berbagai<br />
bidang dalam industri kreatif mulai dari Desain, Musik, Film, Games, Fesyen,<br />
Arsitektur, dan lain-lain. Komunitas ini terdiri dari para pakar atau professional yang sudah punya nama di industrinya<br />
masing-masing, juga para fresh graduate bahkan mahasiswa. Seluruh anggota diharapkan dapat memberikan pemikiranpemikiran<br />
dan ide-ide baru melalui komunitas Ins-ide ini.<br />
Format dari forum ini cukup sederhana, setiap pembicara hanya memiliki waktu 15 menit untuk melakukan presentasi dan<br />
tanya jawab, format dengan model ini bertujuan untuk membiasakan bagaimana mengemas ide-ide dalam waktu hanya<br />
15 menit kepada audience. Pada setiap pertemuannya, maka dari 5 orang pembicara yang hadir akan terdapat 2<br />
pembicara yang merupakan pakar atau sosok terkenal dan 3 pembicara berikutnya adalah individu-individu yang sedang<br />
emerging, berkembang. Forum yang non-profit oriented ini diharapkan mampu memberikan dampak positif yang<br />
signifikan buat insane kreatif di <strong>Indonesia</strong>, dan diharapkan forum ini user interactive dan menjadi milik bersama bagi<br />
komunitas kreatif. Forum ini dapat dilihat dengan lebih jelas di www.ins-ide.org.<br />
50
3.5.6 Jendela Ide<br />
Jendela Ide merupakan istitusi budaya yang bersifat non-profit, yang berlokasi di Bandung.<br />
Dibentuk pada tahun 1995, Jendela ide didesikasikan untuk menstimulasi pandangan budaya<br />
bagi anak-anak, remaja, melalui workshop, pameran, pertunjukan, pengembangan<br />
perpustakaan, pelatihan dan diskusi mengenai pendidikan dan budaya. Lembaga ini tidak<br />
membatasi keanggotaan pengikutnya, bahkan kisaran anggota Jendela Ide dimulai dari anak<br />
usia 4 tahun hingga orang-orang dewasa yang sudah berkeluarga. Passion terhadap budaya<br />
lebih diutamakan dalam keanggotaan lembaga ini.<br />
Jendela Ide mengakui dan menghargai keunikan yang dimiliki oleh manusia dalam<br />
menghasilkan karya kreatif dan mengekspresikan perbedaan budaya. Lembaga ini bersifat<br />
nirlaba serta didirikan oleh seniman, pendidik, dan ahli media komunikasi yang mempunyai pandangan dalam berbagai<br />
kegiatan anak dan remaja, serta melibatkan konsultan ahli dalam pengolahan materi aktivitasnya. Informasi lebih lengkap<br />
mengenai Jendela Ide dapat dilihat di www.jendelaide.blogspot.com.<br />
3.5.7 Fashionesedaily<br />
Fashionesedaily merupakan website tempat para insan kreatif fesyen melakukan komunikasi.<br />
Berbagai informasi dipertukarkan di website ini, seperti informasi fesyen terbaru, online<br />
shop, dan fasilitas lain. Komunikasi antar anggota dilakukan melalui forum dan blog yang ada<br />
di website tersebut, http://fashionesedaily.com. Fashionese Daily saat ini bahkan termasuk<br />
ke dalam salah satu dari blog fashion terkemuka di dunia menurut beberapa lembaga riset<br />
media dan publikasi. Blog ini menjadi media yang secara rutin memberikan opini dan aplikasi<br />
realistis dari dunia fesyen yang mempengaruhi kaum wanita sehari-hari.<br />
Para pembaca dan pengunjung situs Fashionese Daily terdiri dari para konsumen yang berpengaruh dalam dunia fesyen<br />
di <strong>Indonesia</strong>, orang-orang yang memiliki kesadaran tinggi pada dunia mode, kecantikan, dan fesyen. Karena loyalitas dari<br />
para pembacanya yang mayoritas adalah pembentuk opini di dunia fesyen, Fashionese Daily berhasil menarik perhatian<br />
beberapa brand terkemuka untuk menciptakan brand awareness yang dimiliki.<br />
Keunggulan dari Fashionese Daily adalah formatnya yang berupa blog yang lebih spontan dan jujur sehingga menjadi<br />
panduan banyak penggiat fesyen. Blog ini merupakan kontribusi dari para pengelola Fashionese Daily bagi dunia fesyen<br />
di <strong>Indonesia</strong>. Blog ini berupaya untuk melengkapi artikel-artikel dan interview yang ada di majalah-majalah wanita yang<br />
ada sembari menawarkan keterlibatan aktif para pembacanya..<br />
3.5.8 Kementerian Desain Republik <strong>Indonesia</strong><br />
Kementerian Desain Republik <strong>Indonesia</strong> merupakan suatu website yang berdiri sejak<br />
tanggal 28 Agustus 2006. gagasan Wahyu Aditya, dengan fokus utama merubah image<br />
negara <strong>Indonesia</strong> menjadi baik dan maju melalui kekuatan desain visual. Fokus ini<br />
dilakukan melalui diskusi-diskusi, bahkan kompetisi mini. Komunitas ini ingin menjadikan<br />
desain sebagai salah satu bagian penting dalam meningkatkan industri konten di<br />
<strong>Indonesia</strong>. http://menteridesainindonesia.blogspot.com. Website ini ingin menjadikan desain sebagai salah satu elemen<br />
penting dalam industri kreatif dan industri konten di <strong>Indonesia</strong> sehingga pada akhirnya akan mampu meningkatkan<br />
kualitas hidup masyarakat <strong>Indonesia</strong>.<br />
51
3.5.9 Desain Grafis <strong>Indonesia</strong><br />
Blog ini dibuat untuk mendorong pemahaman antara desainer grafis <strong>Indonesia</strong><br />
terhadap seni, desain, budaya, dan masyarakat. Dalam blog ini terdapat banyak<br />
data historis dan artikel ilmiah terkait desain di <strong>Indonesia</strong>. Sebagai suatu blog,<br />
maka situs ini merupakan forum komunikasi dunia maya, khususnya antara<br />
komunitas desainer grafis. Blog ini dapat dijumpai di<br />
http://desaingrafisindonesia.wordpress.com.<br />
Komunitas Desain Grafis <strong>Indonesia</strong> juga secara rutin memberikan informasi mengenai event-event kreatif yang akan<br />
diadakan beserta juga dengan penghargaan-penghargaan bagi insane kreatif di <strong>Indonesia</strong>. Berbagai pemikiran terkini<br />
dari para pelaku kreatif di <strong>Indonesia</strong> juga dapat dilihat pada blog ini. Bentuk blog umumnya disukai karena sifatnya yang<br />
informal dan mampu menampung berbagai pandangan dari berbagai kalangan kreatif.<br />
3.5.10 Republik <strong>Kreatif</strong><br />
Sebagai Blog Layanan Masyarakat yang<br />
dibentuk oleh putra asli <strong>Indonesia</strong>, Republik<br />
<strong>Kreatif</strong> diharapkan bisa menjadi salah satu<br />
corong suara bagi para penggiat dunia kreatif.<br />
Saling berbagi inspirasi, ide atau apa saja yang<br />
bisa memberikan warna yang berbeda bagi<br />
perkembangan industri kreatif di negeri ini dan ide tersebut bisa memberikan kontribusi positif terhadap ekonomi kreatif<br />
di negeri ini.<br />
Republik <strong>Kreatif</strong> memiliki 3 buah harapan; yaitu Creativity, Community, dan Collaboration. Dengan 3 buah harapan ini,<br />
maka Republik <strong>Kreatif</strong> diharapkan mampu menjadi tempat untuk mengembangkan kreativitas di dalam komunitas.<br />
Komunitas kreatif juga diharapkan dapat berkolaborasi satu sama lain agar mampu memberikan nilai tambah bagi<br />
masyarakat. Republik <strong>Kreatif</strong> dapat dijumpai di http://republikkreatif.com/.<br />
3.5.11 Musikator<br />
Musikator adalah upaya kolektif 3 orang pengusaha musik muda dari<br />
Bali. Dimulai dari obrolan ringan membahas keterbatasan informasi<br />
musik <strong>Indonesia</strong>. Obrolan berlanjut mencermati banyaknya<br />
penggemar dan pebisnis musik yang menggunakan internet.<br />
Akhirnya mereka sepakat untuk membuat sebuah website yang dapat menampung informasi band. Ide tersebut<br />
berkembang menjadi sebuah rencana kreatif untuk mendirikan sebuah website yang dapat menjadi Blog Direktori Musik<br />
<strong>Indonesia</strong>. Website ini adalah projek pertama dari keseluruhan rencana jangka panjang komunitas ini. Blog ini dapat<br />
dijumpai di www.musikator.com.<br />
Saat ini web musikator.com memberikan layanan-layanan menarik bagi para pelanggannya, seperti layanan mengunduh<br />
secara legal musik-musik yang sedang banyak disukai; mencari, melihat, mendengar, menonton, dan mengetahui cerita di<br />
balik grup band terkemuka; memberikan informasi terkini dari dunia industri music <strong>Indonesia</strong>, dan juga sebagai direktori<br />
band, artis, studio, radio, dan majalah music dari segala genre di <strong>Indonesia</strong>. Dengan adanya website ini, maka para<br />
penggemar music di <strong>Indonesia</strong> akan semakin dimanjakan dengan kemudahan mencari dan mendapatkan informasi music<br />
yang mereka gemari.<br />
52
3.5.12 Bentara Budaya<br />
Bentara Budaya didirikan di Yogyakarta, pada tanggal<br />
26 September 1982, ditujukan untuk menampung dan<br />
mewakili wahana budaya bangsa dari berbagai<br />
kalangan, latar belakang dan cakrawala yang berbeda.<br />
Setelah Yogyakarta, menyusul berdiri Bentara Budaya<br />
Jakarta yang berlokasi di Jalan Palmerah Selatan 17, Jakarta. Eksistensi Bentara Budaya Jakarta<br />
ditandai dengan pameran keramik Studio Titik Temu Tembikar, oleh pengrajin Liosadang, Purwakarta dan dimotori oleh<br />
seniman Adi Munardi (alm), tahun 1985.<br />
Bentara Budaya Jakarta memiliki bangunan tradisional Rumah Kudus yang indah sekaligus unik, mencerminkan<br />
keterampilan seniman tradisi yang tangguh berkarya dengan arsitektur khas Kudus, sebagai hasil akulturasi dari berbagai<br />
pengaruh seperti China, Hindu dan Jawa. Dengan koleksi seni lengkap meliputi lukisan, keramik, patung, mebel antik dan<br />
beragam wayang, Bentara Budaya Jakarta mengemban misi untuk mewartakan penggalan sejarah yang telah memberi<br />
warna dalam perjalanan sejarah seni budaya bangsa.<br />
Hingga saat ini, Bentara Budaya Jakarta memiliki koleksi 573 lukisan buah karya pelukis-pelukis terkenal, diantaranya<br />
Affandi, S Sudjojono, Hendra Gunawan, Baoeki Abdullah, Bagong Kussudiardjo, Trubus Sudarsono, Rudolf Bonnet, h<br />
Widayat, Otto Jaya dan masih banyak lagi. Juga koleksi para pelukis Bali yang sudah dianggap klasik seperti I gusti<br />
Nyoman Lempad, I Ketut Regig, I Gusti Ketut Kobot, Ida Bagus Made, Anak Agung Gde Sobrat, Dewa Putu Bedil, I Gusti<br />
Made Togog, I Ketut Nama, I Wayan Jujul dan sebagainya.<br />
Di samping lukisan juga dikoleksi 625 buah keramik dari dinasti China, yaitu Yuan, Tang, Sung, Ming dan Ching. Serta tak<br />
ketinggalan keramik lokal dari Singkawang, Bali, Plered, Trowulan, dan Cirebon. Koleksi patung yang ada di Bentara<br />
Budaya berasal dari Papua dan Bali mencapai 400-an, sedangkan koleksi wayang golek yang terdiri dari berbagai<br />
macam karakter, seperti tokoh punakawan, tokoh Pandawa atau Kurawa berjumlah 120-an.<br />
Mebel antik, seperti meja, kursi dan lemari serta beberapa patung Budha dengan berbagai posisi mudra pun menambah<br />
maraknya koleksi Bentara Budaya. Seluruh koleksi seni tersebut disimpan dan dirawat secara rapi di Bentara Budaya<br />
Jakarta.<br />
Bentara Budaya Yogyakarta dan Jakarta kini telah menjadi lembaga seni budaya nasional dan secara reguler<br />
mengadakan berbagai macam acara kesenian, seperti pameran dan pagelaran, putar film dan diskusi bulanan. Selain<br />
kegiatan seni, di Bentara Budaya Jakarta pun telah didirikan taman bacaan dengan berbagai koleksi buku penerbit<br />
Gramedia, buku seni, buku teks dari luar negeri serta buku sastra yang dihibahkan sastrawan Myra Sidharta.<br />
Tidak hanya mempresentasikan budaya tanah air, Bentara Budaya Jakarta pun sering mengadakan kerja sama dengan<br />
lembaga seni lainnya dan menjadi tempat terselenggaranya acara seni budaya lintas negara.<br />
3.5.13 Komunitas Utan Kayu<br />
Komunitas Utan Kayu (KUK) terdiri dari Teater Utan Kayu, Galeri Lontar, dan Jurnal Kebudayaan Kalam – ketiganya<br />
bergerak di lapangan kesenian. Bila diperluas lagi, KUK juga meliputi lembaga-lembaga lain.<br />
Terbatasnya kebebasan di segala bidang, termasuk kebebasan pers, di masa Orde Baru menimbulkan ide di kalangan<br />
sejumlah wartawan, intelektual, dan<br />
penulis untuk mendirikan sebuah<br />
―kantong‖ di mana kesenian,<br />
pemikiran, dan jurnalisme alternatif<br />
53
saling mendukung dalam satu jaringan kemerdekaan bersuara.<br />
Pada tahun 1994, tiga media cetak ditutup Pemerintah: Tempo, Editor, dan Detik. Inilah yang merangsang insiatif untuk<br />
membangun Komunitas Utan Kayu. Maka berdirilah Institut Studi Arus Informasi (1995) dan Galeri Lontar (1996) di<br />
sebuah kompleks bekas rumah-toko di Jalan Utan Kayu 68-H Jakarta Timur. Menyusul kemudian, Teater Utan Kayu<br />
(1997).<br />
3.5.14 Top Ten Komunitas <strong>Kreatif</strong> di Dunia Maya<br />
Selain komunitas-komunitas di atas, masih terdapat banyak komunitas-komunitas yang berkomunikasi melalui mailing list<br />
di bidang industri kreatif. Sepuluh (10) mailing list kreatif dan website kreatif teraktif dengan jumlah anggota terbanyak<br />
ditampilkan berikut ini.<br />
Tabel 3-2<br />
Top Ten Mailing List <strong>Kreatif</strong><br />
Rank Subsektor Website Jumlah Member<br />
1 SOFTWARE http://groups.yahoo.com/group/ITCENTER/ 17767<br />
2 SOFTWARE http://tech.groups.yahoo.com/group/ilmukomputer/ 13452<br />
3 PRINTING AND PUBLISHING http://groups.yahoo.com/group/pasarbuku/ 8499<br />
4 MUSIC http://groups.yahoo.com/group/komunitasmusik/ 4492<br />
5 PRINTING AND PUBLISHING http://groups.yahoo.com/group/1001buku/ 4353<br />
6 DESIGN http://groups.yahoo.com/group/belajardesain/ 4134<br />
7 SOFTWARE http://tech.groups.yahoo.com/group/APWKomitel/ 3932<br />
8 DESIGN http://finance.groups.yahoo.com/group/forumgrafikadigital/ 2793<br />
9 PRINTING AND PUBLISHING http://groups.yahoo.com/group/Sablon/ 2530<br />
10 PHOTOGRAPHY http://groups.yahoo.com/group/komunitas-fotografer/ 1182<br />
Tabel 3-3 Top Ten Komunitas <strong>Kreatif</strong> di Web<br />
Rank NAME WEBSITE Rata2 Pengunjung<br />
per hari<br />
1 Fashionesedaily http://fashionesedaily.com/ 23464<br />
2 Kementerian Desain Republik <strong>Indonesia</strong> http://menteridesainindonesia.blogspot.com/ 2450<br />
3 Musikator http://www.musikator.com/ 2094<br />
4 Desain Grafis <strong>Indonesia</strong> http://desaingrafisindonesia.wordpress.com/ 2041<br />
5 Komunitas <strong>Kreatif</strong> Bali http://komunitaskreatifbali.wordpress.com/ 562<br />
6 Republik <strong>Kreatif</strong> http://republikkreatif.com/ 431<br />
7 Common Room http://commonroom.info/ 342<br />
8 Bandung Creative City http://bandungcreativecityblog.wordpress.com/ 310<br />
9 Masyarakat Industri <strong>Kreatif</strong> Teknologi Informasi http://forumtelematika.com/id/node/17 240<br />
dan Komunikasi <strong>Indonesia</strong> (MIKTI)<br />
10 Inside http://www.ins-ide.org/ 186<br />
54
3.6 S U C C E S S A N D F A I L E D S TOR I E S<br />
3.6.1 Cerita Sukses Insan <strong>Kreatif</strong><br />
Beragam prestasi dan pencapaian sudah ditorehkan oleh para insan kreatif <strong>Indonesia</strong>, baik di tingkat daerah, nasional<br />
maupun internasional. Kesuksesan sebagian kecil di antara mereka kembali diangkat pada studi ini.<br />
a. Popo Danes – Subsektor Arsitektur<br />
Popo Danes merupakan seorang arsitek asal Bali yang secara konsisten<br />
menggunakan dan mengintegrasikan karakter arsitektur tradisional Bali<br />
yang ramah lingkungan ke dalam proyek-proyeknya. Melalui biro arsitek<br />
―Popo Danes Architect‖ yang dimilikinya kini Popo Dane sudah memiliki<br />
banyak klien dari berbagai negara seperti UAE, Jerman, Australia, Amerika<br />
Serikat, Kosta Rika, Taiwan, Malaysia, India, Thailand, dan Vietnam. Berkat<br />
karya-karyanya Popo Dane mendapat berbagai macam penghargaan, dan sering<br />
mendapat undangan sebagai pembicara dalam guest lecture atau seminar.<br />
Popo Dane lulus dari Universitas Udayana Denpasar dengan jurusan Arsitektur. Saat masih menjadi mahasiswa, Popo<br />
Dane pernah memenangkan lomba desain arsitektur yang diadakan provinsi Bali. Pada tahun 1992, Popo Dane<br />
mendapatkan dana dari Rotary Foundation untuk mengunjungi museum, studio desain, dan tempat konstruksi bangunan.<br />
Kemudian pada tahun 1993 Popo Dane mendirikan biro arsitektur miliknya yang sebagian besar proyeknya merupakan<br />
resor wisata yang mewah, hotel butik, dan rumah kediaman kelas tinggi. Berikut ini merupakan beberapa penghargaan<br />
dan karya Popo Dane:<br />
Karya<br />
Fish Market Restourant<br />
Private Villa<br />
Natural Heritage Orchard & Country Resort<br />
Kanakadurgha Amusement, Water park, and Island<br />
Resort<br />
Bay Park Beach Resort<br />
Lokasi<br />
Dubai InterContinental Hotel<br />
Kauai Hawaii<br />
Melaka Malaysia<br />
Vijayawada India<br />
Visakaphatnam India<br />
Penghargaan yang diterima Even Tahun<br />
Natura Eco Resort ASEAN Energy Award 2004<br />
Energy efficient pada kategori bangunan tropis untuk ASEAN Energy Award 2008<br />
Ubud Hanging Garden<br />
3 Top Architect Somfy Living Architecture "Biennale<br />
d'architecture"<br />
2008<br />
55
. Yolanda Santosa – Subsektor Desain<br />
Yolanda Santosa adalah desainer kelahiran <strong>Indonesia</strong> yang tinggal di<br />
Los Angeles, California, Amerika Serikat. Sejak kecil bakat seninya<br />
sudah sangat menonjol, dan selalu menjadi yang terbaik di kelas seni.<br />
Seperti yang dituturkannya: ―masa depanku sudah terpahat di batu‖<br />
nampaknya Yolanda memang terlahir untuk menjadi<br />
seniman dan desainer. Setelah lulus dari Art Center<br />
College of Design di Los Angeles pada tahun<br />
2000, Yolanda mulai bekerja di yU+co mendesain grafis judul<br />
untuk proyek-proyek seperti film 300, Desparate Housewives, dan Ugly Betty.<br />
Ketertarikan Yolanda terhadap branding mendorongnya untuk mendirikan perusahaan sendiri<br />
yaitu Ferroconcrete pada tahun 2006. Ferroconcrete adalah sebuah perusahaan desain dan<br />
branding yang berlandaskan pada ide-ide cerdas dan sederhana. Ferrocencrete bertuiuan<br />
untuk memberi karakater dan kepribadian pada sebuah brand dan meyakini bahwa brand<br />
yang tahan lama tidak akan ada tanpa desain. Berkat hasil kerjanya, Yolanda telah menerima<br />
berbagai penghargaan yang beberapa di antaranya adalah:<br />
Penghargaan yang diterima<br />
Nominasi untuk Opening Title Design "Desperate<br />
Housewives"<br />
Nominasi untuk Opening Title Design "Ugly<br />
Betty"<br />
Nominasi untuk Opening Title Design "The<br />
Triangle"<br />
Even<br />
Tahun<br />
Emmy Award 2005<br />
Emmy Award 2006<br />
Emmy Award 2007<br />
c. Wahyu Aditya – Subsektor Film, Video Fotografi (Animasi)<br />
Wahyu Aditya merupakan juara dunia Screen Entrepreneur dalam acara<br />
IYCE (International Young Creative Entrepreneur) award 2007 yang<br />
diselenggarakan British Council. Saat itu, Wahyu Aditya baru berumur 27<br />
tahun dan menjadi pemenang termuda dalam sejarah IYCE award.<br />
Kesukaan pada menggambar dan dunia film telah memicu pria kelahiran<br />
Malang, Jawa Timur ini untuk belajar Interactive Multimedia di KvB<br />
Institute of Technology Sydney, Australia. Bakatnya terlihat dengan gelar<br />
‗Best Student‘ yang diperoleh dari sekolah ketika itu. Pada usia 24<br />
tahun, Adit mendirikan sekolah animasi Hello:Motion. Pilihan ini bisa<br />
dikatakan sangat berani karena selain harus meninggalkan pekerjaannya, Adit juga harus berhutang ke bank sebesar<br />
$US 400.000. Namun pilihannya tak salah, ia sukses dan bahkan sudah mampu melunasi utangnya pada usia 27 tahun.<br />
Kini, Hello Motion, telah mencetak ratusan siswa muda berbakat di bidang film dan animasi. Selain itu, Festival<br />
Hello;Motion yang diadakannya berhasil menarik 400 lebih pekerja dan 10 ribu pemerhati, sehingga menghasilkan<br />
banyak lapangan pekerjaan baru dan kesempatan pengembangan industri film di <strong>Indonesia</strong>. Adit pun mengadakan<br />
festival film yang diberi nama Hello;Fest. Festival ini menyuguhkan berbagai karya motion picture seperti animasi, film<br />
pendek, musik klip, dokumenter hingga experimentalyang segar dan tidak mainstream. Beberapa penghargaan yang<br />
dimenangkan Wahyu Aditya antara lain:<br />
56
Penghargaan yang diterima Even Tahun<br />
Finalist Short Film Festival – Tokyo, Jepang 2004<br />
Finalist Asiana Film Festival – South Korea 2005<br />
8 Penghargaan Festival Animasi <strong>Indonesia</strong> 2005<br />
World Winner, Film Category British Council International Young 2007<br />
Creative Entrepreneur of The Year<br />
30 Most Inspiring People under 30 Award from Hard Rock FM <strong>Indonesia</strong> 2008<br />
d. Gita Gutawa – Subsektor Musik<br />
Sejak kecil Gita Gutawa sudah mendalami musik dengan arahan ayahnya yang merupakan<br />
penata musik dan produser musik kenamaan <strong>Indonesia</strong>. Gita Gutawa mulai belajar piano<br />
klasik sejak kelas 2 SD kemudian memperkuat ilmu musiknya dengan mempelajari<br />
piano jazz, gitar akustik, dan latiha vocal. Ciri khas gadis belia ini adalah suara<br />
sopran yang mampu membawa genre pop klasik dengan high pitch-nya.<br />
Gita mulai dikenal publik sebagai penyanyi cilik saat berduet dengan ADA Band,<br />
membawakan lagu ―Yang Terbaik Bagimu‖. Menginjak usia ke-15 tahun, Gita sudah<br />
mengeluarkan 2 album yaitu Kembang Perawan (2007) dan Harmoni Cinta (2009). Album<br />
pertamanya sukses meraih Platinum Award denganterjual sebanyak 150.000 kopi hanya<br />
dalam 4 bulan. Lagu-lagu yang menjadi hits pada album pertama antara lain Bukan Permainan, Doo Be Doo, Kembang<br />
Perawan, To Be One, dan Surga Di Telapak Kakimu. Sementara album terbarunya yaitu Harmoni Cinta baru saja beredar<br />
dengan mengeluarkan lagu andalan ―Parasit‖. Sukses komersil Gita Gutawa diikuti dengan berbagai penghargaan musik.<br />
Selain itu, Gita Gutawa juga telah mengharumkan nama <strong>Indonesia</strong> di berbagai festival Internasional yang diikutinya.<br />
Beberapa penghargaan yang diperoleh Gita Gutawa antara lain:<br />
Penghargaan yang diterima<br />
Even<br />
Tahun<br />
Pendatang Baru Terbaik Anugerah Musik <strong>Indonesia</strong> 2008<br />
Album Terbaik Anugerah Musik <strong>Indonesia</strong> 2008<br />
Penghargaan Tertinggi untuk semua kategori 6 th International Nile Song Festival di<br />
Kairo, Mesir 6 th International Nile Song<br />
Festival di Kairo, Mesir<br />
2008<br />
e. 347 Bandung – Subsektor Fesyen<br />
347 yang dimotori oleh Dendy Darman dapat dikatakan sebagai salah satu pionir distro di<br />
Bandung. Saat ini 347 merupakan salah satu distro dengan omset terbesar se-Bandung dan<br />
merupakan brand yang paling familiar (Top-of-mind) dari para peminat produk-produk distro.<br />
347 lahir karena hobi para pendirinya berselancar yang dilengkapi dengan berbagai<br />
perlengkapan termasuk clothingnya. Clothing produksi luar negeri pada saat itu termasuk<br />
langka dan mahal sehingga memicu sekelompok anak muda pencinta selancar ini untuk<br />
membuat produk clothing sendiri. Maka dengan modal patungan 1 juta rupiah, didirikanlah 347<br />
Boardrider pada tahun 1996.<br />
Pada awalnya, 347 hanya memproduksi berdasarkan pesanan (by order). Namun, sedikit demi sedikit permintaan terus<br />
meningkat sehingga harus melakukan sistem stock. 347 terus berkembang dan penjualannya telah merambah berbagai<br />
bagian dari <strong>Indonesia</strong> dan juga negara-negara lain seperti Australia, Singapura, Inggris, Spanyol, dan Jepang. Sebagai<br />
57
pioneer pada pertumbuhan bisnis anak muda khususnya di bidang industri pakaian jadi independen, sampai saat ini 347<br />
adalah salah satu label terlaris dari sekian banyaknya label pakaian jadi yang ada di <strong>Indonesia</strong>. Manusia-manusia dibalik<br />
347 adalah mereka yang sangat kreatif dan inovatif, tanpa melupakan sisi fungsional produk-produk design mereka.<br />
Posisi 347 sebagai pemimpin pasar dan pemimpin perkembangan desain di dunia distro diakui oleh distro-distro lain di<br />
Bandung. Banyak dari distro-distro ini<br />
terinspirasi oleh kreativitas dan inovasi<br />
yang dihadirkan oleh 347. pun terus<br />
menjadi representasi dari kultur dan<br />
gaya hidup yang ada sebagai refleksi<br />
dari dunia kontemporer saat ini.<br />
Dalam 12 tahun perjalanannya, 347<br />
terus berubah dan berkembang. 347<br />
boardrider co. berkembang menjadi<br />
347, lalu menjadi EAT, EAT/347, dan<br />
yang paling akhir lahirlah UNKL347.<br />
Menurut Dendy, hal ini dipicu oleh<br />
keinginan untuk terus berkembang dan<br />
berevolusi tanpa terpaku pada satu<br />
branding tertentu. Dendy dan rekanrekan<br />
pun melebarkan sayap<br />
keberbagai bidang yang bisa<br />
dieksplorasi oleh kemampuan desain<br />
mereka. Mereka juga mempunyai<br />
perusahaan rekaman yang memunculkan musisi seperti Superman Is Dead dan The Milo.<br />
f. Indrawati Lukman – Subsektor Seni Pertunjukan<br />
Dedikasi Indrawati Lukman dalam dunia Seni Tari dan kemampuannya mengelola Studio Tari<br />
telah terbukti dengan berbagai penghargaan yang diterimanya. Berbagai kegiatan penting<br />
yang diselenggarakan di Kota Bandung, apabila melibatkan unit kesenian khususnya Seni Tari<br />
akan meminta penanganan Indrawati Lukman bersama Studio Tari Indra.<br />
Peran sebagai Duta Seni dan Budaya <strong>Indonesia</strong> telah membawa Indrawati keliling dunia. Sejak<br />
tahun 1957 sampai tahun 1997 Indrawati telah berkunjung ke berbagai negara di belahan<br />
penjuru dunia diantaranya Rusia, Cekoslovakia, Hungaria, Mesir, RRC, Korea Utara, Thailand,<br />
Philipina, Singapura, Malaysia, Jepang, Uzbekistan, Toronto, Braunschweig & Hamburg Jerman<br />
serta beberapa negara lainnya. Selain itu juga Indrawati pernah mengisi acara pada kegiatan New York World‘s Fair di<br />
Amerika Serikat dan yang terakhir adalah muhibahnya ke Vancouver-Canada.<br />
Tahun 1968 Indrawati mendirikan Studio Tari Indra di<br />
Bandung dengan maksud melestarikan kesenian<br />
tradisional Jawa Barat, khususnya seni Tari Sunda,<br />
melalui pembelajaran tari Sunda klasik maupun<br />
pengembangannya secara konsisten kepada<br />
anak-anak usia dini, remaja hingga dewasa. Studio<br />
Tari Indra kini telah memiliki cabang di Garut,<br />
Sumedang, dan Serang. Secara terus menerus<br />
58
Indrawati dan Studionya berusaha mengembangkan bentuk kreasi baru dan memasarkan hasil garapannya. Menurut<br />
Indrawati, mengembangkan tari Sunda pada saat ini tidak gampang, apalagi untuk mengharumkannya di luar negeri.<br />
Kerja keras dan dedikasi Indrawati terbayar ketika Studio Tari Indra yang ia pimpin berhasil keluar sebagai juara pertama<br />
dalam acara Sisli International Culture & Art Festival ke-9 , yang berlangsung pada 24-30 Juni 2008 lalu di Turki. Prestasi<br />
ini mendorong Pemerintah <strong>Indonesia</strong> memberikan Penghargaan Berprestasi dari Pemerintah Republik <strong>Indonesia</strong> Prestasi<br />
yang diraih Studio Tari Indra di Turki menunjukkan sebuah bukti bahwa perkembangan dan pertumbuhan tari Sunda di<br />
mata dunia internasional mempunyai nilai dan citra yang tinggi, yang tidak kalah dengan perkembangan dan<br />
pertumbuhan seni tari lainnya di nusantara maupun di berbagai belahan dunia lainnya.<br />
g. TVOne – Subsektor Televisi dan Radio<br />
TvOne adalah stasiun televisi swasta <strong>Indonesia</strong> yang<br />
sebelumnya bernama Lativi. Lativi didirikan pada tahun 2002<br />
oleh pengusaha Abdul Latief. Pada saat itu konsep<br />
penyusunan acaranya banyak menonjolkan masalah yang<br />
berbau klenik, erotisme, kriminalitas, dan hiburan ringan<br />
lainnya.<br />
Pada 14 Februari 2008, Lativi secara resmi berganti nama<br />
menjadi tvOne, dengan komposisi 70 persen berita, sisanya gabungan program olahraga dan hiburan. Sementara Abdul<br />
Latief tidak lagi berada dalam kepemilikan saham tvOne. Komposisi kepemilikan saham tvOne terdiri dari PT Visi Media<br />
Asia sebesar 49%, PT Redal Semesta 31%, Good Response Ltd 10%, dan Promise Result Ltd 10%. Sejak perubahan<br />
konsep inilah tvOne meraih berbagai penghargaan terutama untuk konten acara beritanya. Pada musim Pemilu 2009<br />
tvOne memberikan porsi besar dalam acara beritanya dan menobatkan dirinya menjadi Televisi Pemilu. Beberapa<br />
penghargaan yang diperoleh tvOne antara lain:<br />
Penghargaan yang diterima<br />
Even<br />
Tahun<br />
Nominasi untuk Kabar Petang Panasonic Award 2009<br />
Nominasi untuk Apa Kabar <strong>Indonesia</strong> Malam Panasonic Award 2009<br />
Nominasi untuk Cover Story Panasonic Award 2009<br />
Nominasi untuk Debat Panasonic Award 2009<br />
Nominasi untuk Telusur Panasonic Award 2009<br />
Nominasi untuk Negeri Impian Panasonic Award 2009<br />
Nominasi untuk Liga Djarum Panasonic Award 2009<br />
Nominasi untuk Copa <strong>Indonesia</strong> Panasonic Award 2009<br />
h. David Setiabudi – Subsektor Permainan Interaktif<br />
David Setiabudi sering dilihat sebagai pelopor pengembang game <strong>Indonesia</strong>. Pada<br />
awalnya, David yang pembuat komik melihat bahwa perkomikan, peranimasian dan<br />
pergamean <strong>Indonesia</strong> sangat lemah. Saat itu David berangan-angan, bagaimana<br />
jika karakter komik yang dibuatnya bisa bergerak? Nah, semenjak itulah David<br />
mulai belajar sedikit-sedikit tentang pemrograman sederhana. Padahal, latar<br />
belakang pendidikan Pak David adalah jurusan desain dan refraksinis optisien<br />
(kedokteran optik mata D3), dan tidak ada background teknik informatika sama<br />
sekali.<br />
Pada tahun 2004, Divine Kids Associates dibentuk oleh David dan mulai mencoba<br />
menghasilkan game. Setelah memilih 16 game dari puluhan game yang diseleksi, dan diterbitkan (sebagai bonus CD)<br />
59
oleh majalah PCGAME 5/2004, Divine Kids semakin produktif. David berpendapat bahwa game Divine Kids perlu memiliki<br />
pondasi yang kuat. Di saat orang lain belum ada yang mendaftarkan gamenya ke Ditjen HKI David mendaftarkan karakterkarakter<br />
dan logo Divine Kids. Saat itu modalnya berasal dari tabungan kerja part timenya semasa kuliah..<br />
Museum Rekor <strong>Indonesia</strong> (MURI) memberikan penghargaan bagi David sebagai ―Pembuat Game Pertama di <strong>Indonesia</strong>‖<br />
pada tanggal 27 Januari 2004 di Semarang. Di sini disahkan 2 hal, yaitu David Setiabudi sebagai pembuat game pertama<br />
di <strong>Indonesia</strong>, dan Divine Kids sebagai game pertama <strong>Indonesia</strong>. Penghargaan diserahkan secara langsung oleh Bapak<br />
Jaya Suprana, pendiri MURI. Saat itu Kak Seto Mulyadi juga menghadiri acara itu. Kak Seto terus menerus mendukung<br />
David sejak pertama kali menulis skripsinya tentang game. Beberapa penghargaan yang diterima David Setiabudi/Divine<br />
Kids antara lain:<br />
Penghargaan yang diterima Even Tahun<br />
Pembuat Game Pertama di <strong>Indonesia</strong> (Divine Museum Rekor <strong>Indonesia</strong> 2004<br />
Kids)<br />
Game Developer <strong>Indonesia</strong> Terfavorit <strong>Indonesia</strong> Game Show 2008<br />
i. Joko Hartanto – Subsektor Penerbitan dan Percetakan<br />
Namanya Djoko Hartanto, pria asal Semarang yang lahir pada tanggal 17 Juli 1972<br />
ini membangun sebuah penerbitan yang dinamakan Concept Media sejak tahun<br />
2003. Dia membangun usaha tersebut setelah keluar dari tempat kerja dan<br />
menjaminkan rumah pribadinya untuk mendapat modal pinjaman sebesar 500 juta<br />
rupiah. Keberanian Djoko patut diacungi jempol terutama karena ia tidak memiliki<br />
latar belakang publisher namun berani menceburkan diri di industri yang hampir 85<br />
% dikuasai penerbit-penerbit kelas kakap. PT. Concept Media berdiri, dengan visi<br />
sebagai penerbit yang kreatif dan berkomitmen tinggi untuk menghadirkan sesuatu<br />
yang berkualitas dan bisa menginspirasi para pembaca. Melalui perusahaannya<br />
Djoko kemudian menelurkan sebuah majalah dengan title Concept Magazine.<br />
Concept Magazine hadir sebagai penerbit untuk<br />
menyajikan media desain grafis di <strong>Indonesia</strong> yang<br />
terbilang langka. Padahal dunia desain grafis di <strong>Indonesia</strong><br />
terbilang booming, sejalan masuknya informasi dengan cepat sehingga cepat pula<br />
menghasilkan ahli‐ahli desain dari bangsa ini. Tapi hal tersebut kurang disertai<br />
kehadiran bahan‐bahan yang bisa menjadi referensi yang baik, atau media informasi<br />
yang dapat menggenjot kreativitas para desainer kita. Kehadiran Concept Magazine pun<br />
jadi bisa dianggap pioner untuk media di bidang desain grafis dan cukup memuaskan<br />
dahaga para desainer kita. Dapat dikatakan, bahwa majalah Concept merupakan satusatunya<br />
majalah desain grafis berskala nasional.<br />
Ternyata konsep yang ditawarkan Djoko berhasil, majalah Concept terjual cukup bagus<br />
dan bahkan sekarang sudah memiliki langganan fanatiknya, yakni sekitar 30% dari<br />
pembeli. Majalah Concept kini sudah menjadi bahan referensi untuk para desainer grafis<br />
di <strong>Indonesia</strong>, terbukti menurut Djoko setiap edisi majalahnya selalu terjual habis dalam<br />
skala lebih dari 1000 eksemplar. Sukses secara penjualan diikuti pula penghargaan<br />
terhadap hasil karya Djoko dan rekan-rekannya. Salah satu penghargaannya adalah<br />
Australian Alumni Awards untuk Creativity and Design pada tahun 2009.<br />
Kemudian Djoko menerbitkan majalah yang lain yang bernama ―BabyBoss‖. Babyboss<br />
berkonsep sebagai majalah yang mencoba mengupas serta menampilkan perkembangan<br />
60
seni dan budaya terbaru seperti urban art, desain eksperimental dan kretifitas radikal untuk yang muda dan dinamis<br />
generasi saat ini. Tidak berhenti sampai disitu, Djoko kembali menelurkan ide konsep briliannya, dia akan memproduksi<br />
cerita bergambar (cergam) atau komik yang berjudul Alia. Cergam yang bercerita tentang Ratu Adil ini 100% <strong>Indonesia</strong>,<br />
hasil dua tahun kerja kerasnya yang akhirnya siap untuk dilaunching. Dan yang menjadi istimewa adalah orang-orang<br />
dibalik pembuatan cergam ini adalah putra‐putra bangsa yang karyanya sudah diakui di dalam negeri bahkan luar negeri,<br />
ada Chris Lie kreator komik Transformer dan G.I Joe, juga ada Oyas dan Iput yang banyak membuat komik dalam negeri.<br />
Motif sesungguhnya di balik cergam Alia ini adalah pemikiran idealis seorang Djoko yang ingin mengangkat karya anak<br />
bangsa dan menularkan trend cergam atau cerita bergambar. ―Jepang punya Manga, China punya Manhua, dan<br />
<strong>Indonesia</strong> punya Cergam.<br />
j. Kendro Hendra – Subsektor Layanan Piranti Lunak<br />
Kendro Hendra, pria kelahiran Palembang, 31 Desember 1955, orang <strong>Indonesia</strong> yang<br />
mampu menciptakan aplikasi peranti bergerak yang memungkinkan sebuah ponsel<br />
lebih bermakna dan bergaya. Sarjana Ilmu Komputer dari University of Manitoba,<br />
Kanada, ini telah mencipta puluhan aplikasi peranti lunak untuk membuat ponsel<br />
memiliki kelebihan.<br />
Kendro Hendra dikenal telah menciptakan aplikasi AirGuard, yang sudah ditanamkan<br />
di ponsel communicator Nokia. AirGuard merupakan teknologi yang dapat<br />
menyelamatkan data dari sebuah ponsel. Kelebihan dari teknologi ini yaitu dapat<br />
menghubungi pencuri telepon, meski dia sudah mengganti simcard-nya dengan<br />
nomor lain.<br />
Selain AirGuard, temuan lainnya antara lain AirAlbum, AirFax, AirRadio, dan AirVouchers. Tetapi, aplikasi paling luas dan<br />
banyak digunakan adalah SettingsWizard dan S80-DataMover yang dilisensi Nokia secara global untuk dimasukkan dalam<br />
setiap ponsel Symbian S60 Nokia. SettingsWizard adalah peranti lunak yang ditanamkan di ponsel Nokia, di mana<br />
saat pemilik ponsel memasukkan simcard dari operator seluler mana pun, ponsel itu otomatis bisa men-setting<br />
sendiri, baik SMS, MMS, e-mail, maupun GPRS, sehingga tidak harus diketik ulang. Demikian juga S80-<br />
DataMover yang memungkinkan pemindahan data secara otomatis dari satu ponsel ke ponsel lain atau dari<br />
satu communicator ke communicator lain, juga tanpa harus mengetik ulang.Kini, temuan Kendro itu diterjemahkan<br />
ke dalam 127 bahasa.<br />
Kendro Hendra merupakan pendiri perusahaan InTouch, yang merupakan satu dari sedikit perusahaan komunikasi dan<br />
informasi <strong>Indonesia</strong> dengan reputasi internasional. Kantor pemasaran perusahaan yang didirikan tahun 1996 itu<br />
berada di Singapura. Sementara untuk pengembangan tetap dilakukan di <strong>Indonesia</strong>. Selain itu pada tahun<br />
1983 Kendro juga mendirikan sebuah sekolah pendidikan komputer yang dinamakan Pusdikom.<br />
3.6.2 Lesson Learned Pelaku <strong>Kreatif</strong> yang Kurang Berhasil<br />
Sebelum meraih kesuksesan, tak sedikit dari para insan kreatif harus mengalami kegagalan terlebih dahulu. Berikut<br />
adalah beberapa pelajaran dari kegagalan yang pernah dialami oleh beberapa insan kreatif <strong>Indonesia</strong>.<br />
a. Henky Eko Sriyanto – Subsektor Kerajinan & Fesyen<br />
Hengky Eko Sriyanto merupakan sarjana Teknik Sipil Institut Teknologi Surabaya (ITS) yang dapat dikatakan menyimpang<br />
dalam hal pekerjaan setelah lulus. Saat ini Eko terkenal sebagai seorang pengusaha franchise makanan. Arek Suroboyo<br />
asli ini adalah pendiri dan pemilik waralaba Bakso Malang Kota ―Cak Eko‖. Tidak hanya bisnis bakso, Cak Eko juga dikenal<br />
memiliki waralaba ―Soto Ayam Kampoeng Jolali‖ serta ―Ayam & Bebek Goreng Sambel Bledeg‖. Sampai tahun 2008<br />
franchise Eko telah berjumlah 82 buah dan tersebar di berbagai kota di <strong>Indonesia</strong>.<br />
61
Eko mendapatkan penghargaan dan pencapaian yang luar biasa karena bisnisnya tersebut. Di umur yang relatif muda ia<br />
baru saja dinobatkan oleh koran Bisnis <strong>Indonesia</strong> sebagai juara I ―Bisnis <strong>Indonesia</strong> Young Entrepreneur Award 2008‖<br />
untuk kategori utama. Kemudian salah satu penghargaan bergengsi adalah juara I Wirausaha Muda Mandiri 2008.<br />
Penyerahaan penghargaan ajang tersebut dilakukan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla didampingi oleh Menteri BUMN<br />
Sofyan Jalil di Jakarta Convention Center, 3 Desember 2008. Tanggal 11 Desember 2008 usaha Cak Eko Bakso Malang<br />
Kota ―Cak Eko‖ menyabet Penghargaan The Best In Business Prospect <strong>Indonesia</strong> Franchise Start Up 2008. Penghargaan<br />
lainnya adalah ―<strong>Indonesia</strong>n Innovative Creative Award 2007‖ dari Menteri Koperasi & UKM, Menakertrans & Menperin,<br />
―<strong>Indonesia</strong>n Small Medium Business Entrepreneur Award 2007‖ dari Menkop & UKM.<br />
Namun demikian, Eko juga memiliki sisi lain dari perjalanan bisnisnya, beberapa kali Eko sempat mengalami kegagalan<br />
dalam berbisnis dan hidup dengan keadaan serba keterbatasan. Eko telah mencoba berbagai bidang usaha sebelum<br />
terlibat dalam bisnis waralaba makanan. Tahun 1997, saat baru pertama kali hijrah di Jakarta Eko pernah jual-beli HP<br />
bekas namun hanya bertahan 1 tahun. Tahun 1998, Eko mencoba peruntungan di bisnis MLM namun hanya bertahan 6<br />
bulan. Eko pun pernah mengalami kegagalan dalam bisnis agrobisnis.<br />
Eko mendapatkan modal sebesar 13 juta rupiah yang merupakan sisa dari biaya perjalanan saat ia mempublikasikan<br />
artikel tekniknya di Jepang. Eko memutar otak bisnisnya dan menjatuhkan pilihan pada bisnis tas dan dompet kulit<br />
produksi Tanggulangin Sidoarjo. Eko cukup berhasi menjalankan bisnisnya. Barang yang didatangkan dari Tanggulangin<br />
disebarkan ke butik-butik di Jakarta. Namun persoalannya adalah pembayaran dari butik-butik tersebut tidak selancar<br />
yang diharapkan. Sistem konsinyasi yang diterapkan tidak mendukung kelancaran cash flow. Banyak tagihan yang<br />
tertunda hingga membuat Eko kesulitan memutar uang. Setelah satu tahun berjalan Eko memutuskan untuk berhenti dari<br />
bisnis tersebut. Barang-barang yang berada di butik pun saya tarik semuanya dan dibawa pulang ke rumah untuk saya<br />
bagi-bagikan kepada keluarga. Alih-alih mendapat untung, modal usaha sebesar 13 juta pun hilang tak berbekas.<br />
Namun Eko bukan orang yang mudah menyerah dan putus asa. Dengan modal sebesar 5 juta yang berasal dari pinjaman<br />
koperasi kantor, bisnis busana muslim pun dijalani Eko. Pasar Tanah Abang Jakarta dan kota Surabaya dipilih oleh Eko<br />
menjadi tujuan saya untuk melempar barang. Bisni Eko berkembang pesat dengan tingkat keuntungan mencapai 100%.<br />
Kala itu Eko tidak mengambil keuntungan usaha untuk keperluan konsumtif. Keuntungan yang didapatkan ditambahkan<br />
lagi sebagai modal hingga akhirnya aset yang Eko miliki makin berkembang.<br />
Namun lama kelamaan banyak orang yang meniru bisnis ini dan kompetitor mulai bermunculan dengan harga yang lebih<br />
murah. Hingga akhirnya omset bisnis Eko turun drastis. Setelah Eko jalani selama 1 ½ tahun, Walaupun tidak rugi total,<br />
Eko memutuskan untuk berhenti dan beralih ke bisnis kerajinan tangan (handy craft).<br />
Pertengahan tahun 2002, Eko melihat-lihat pameran handy craft dan tertarik dengan kerajinan miniatur becak & sepeda<br />
yang dipajang di salah satu stand. Eko kemudian mencoba untuk memproduksinya sendiri. Tiap sabtu dan minggu Eko<br />
membawa proposal penawaran ke beberapa hotel dan pasar swalayan di Jakarta. Beberapa tempat bersedia menerima<br />
produk tersebut. Lagi-lagi persoalannya semua hanya bersedia menerima barang dengan sistem konsinyasi. Kesulitan<br />
cash flow kembali terulang. Setelah berjalan 6 bulan bisnis kerajinan tangan ini pun Eko tutup.<br />
Sebagai hasil dari pengalamannya berbisnis, menurut Eko ada beberapa hal yang harus diperhatikan apabila ingin maju,<br />
yaitu:<br />
1. Berani memulai<br />
2. Mempunyai keyakinan yang kuat untuk sukses<br />
3. Jeli melihat peluang<br />
4. Menciptakan merek usaha yang unik<br />
5. Memodifikasi produk sesuai keinginan pasar<br />
6. Terlibat secara langsung dari awal proses usaha<br />
62
Eko berbagi pengalaman bisnisnya pada masyarakat lewat empat buku yang sudah diterbitkan, yaitu ‖Resep Paling<br />
Manjur Menjadi Karyawan Kaya Raya (September 2007)‖, ―15 Jurus Antirugi Buka Usaha Rumah Makan (Juli 2008)‖,<br />
‖Obat Paling Mujarab Sembuhkan Penyakit Penyebab Kebangkrutan Usaha (Oktober 2008)‖, dan ―The Cak Eko Way, Kiat<br />
Menggapai Kesuksesan Bisnis Bermodal Tekad dan Sedekah (terbit 22 Desember 2008)‖<br />
b. Animik dan QN – Subsektor Penerbitan dan Percetakan<br />
Pada dekade 1990-an muncul studio-studio komik yang didominasi oleh generasi muda sebagai sebuah indikasi akan<br />
kebangkitan kedua dunia komik <strong>Indonesia</strong>. Tidak berbeda dengan masa 1950-an, kebangkitan ini membawa naluri<br />
‘tanding‘ melawan derasnya komik impor dan semangat memunculkan budaya lokal. Namun hal yang menarik disini<br />
adalah saat konteks budaya yang sudah berubah. Perubahan itu bisa kita lihat dalam cermin komik <strong>Indonesia</strong> era 90-an<br />
ini dimana komik <strong>Indonesia</strong> tidak hanya menghadapi komik imporan, tapi juga menghadapi realitas industrialisasi,<br />
modernitas. Industrialisasi menjadi jalan hidup, bahkan dalam komik.<br />
Contoh yang dapat diambil adalah kemunculan Animik dan QN pada tahun 1992 di Bandung yang berbasiskan komik<br />
industri. Sebagai industri orientasi profit adalah prioritas utama, maka langkah pertama membuat komik adalah mencari<br />
pasar sebagai pembeli, dan pasar komik <strong>Indonesia</strong> yang ditemukan adalah pembeli yang sedang tergila-gila komik impor.<br />
Animik dan QN kemudian melakukan strategi dengan memberikan suguhan komik yang hampir sama. Strategi mendekati<br />
pasar seperti dilakukan Animik dan QN menjebak mereka pada situasi tahun 1940-an. Dimana mainstream pada saat itu<br />
adalah komik imporan Amerika, walhasil komik <strong>Indonesia</strong> seperti Sri Asih, Kapten Bintang 8 Garuda Putih, Kapten Komet<br />
dihujat karena memiliki kemiripan bentuk dengan komik Amerika dan yang paling utama adalah ketakutan pada gagasan<br />
(budaya yang dibawa). Akhirnya nasib Caroq (QN) dan Si Jail (Animik) hanya mengulang kegagalan yang sama, yang<br />
membedakannya adalah proses pada pola adaptasinya saja.<br />
Salah satu hal terpenting dalam industri komik adalah bagaimana memperhitungkan keberlanjutan produk (kontinuitas).<br />
Komik adalah barang dagangan yang ‘harus‘ dapat dijual terus- menerus dengan kualitas yang tetap terjaga. Tokohnya<br />
harus dapat terus dihidupkan hingga tidak hanya berlaga dalam adegan sebuah komik, tapi juga dalam baju tidur, pin,<br />
topi, kaos, poster dan lain-lain. Untuk mewujudkan semua itu, maka diperlukan sebuah tim dari berbagai spesifikasi untuk<br />
menangani riset, kreatif dan pemasaran. Dalam sebuah tim kreatif misalkan, akan dibagi pula berdasarkan spesifikasi<br />
bidang kerja seperti penulis, pensiler, peninta, pewarna.<br />
Industri ini akan bertemu lagi dengan instrumen industri lain seperti penerbit. Penerbitan sebagai bidang usaha, yang<br />
akan menyusun pula perhitungan-perhitungan untung rugi dengan sistem royalti, pembelian hak cipta atau kontrak<br />
jumlah produksi per tahun. Di <strong>Indonesia</strong> keterlibatan penerbit pada proses kreatif komikus sangat dominan sehingga<br />
dapat sangat mempengaruhi, tidak hanya studio komik berbasiskan industri tapi juga komikus profesional dengan<br />
idealisme tertentu. Akibat dari perbedaan cara pandang industri penerbitan dan pembuat komik maka berkembanglah<br />
jalur independen di mana para kreator komik tidak menggantungkan diri pada sistem yang ada (industri), tapi lebih<br />
cenderung membentuk sistem sendiri. Para kreator ini bergerak dalam bentuk komunitas, mendistribusikan melalui satu<br />
kegiatan ke kegiatan lain atau dari teman ke teman. Para komikus indenpenden ini akhirnya mempunyai pangsa pasarnya<br />
sendiri.<br />
Komunitas komik diluar sistem industri ini, berjalan seiring dalam distribusi (event ke event), mereka bukan tidak jengah<br />
dengan sistem industri dan booming komik impor, namun mereka tidak menghiraukannya. Komikus-komikus ini asyik<br />
dengan ‘dunia‘ komik yang mereka ciptakan sendiri, dunia komik yang akhirnya membentuk komunitas dan segmen pasar<br />
dengan sendirinya komunitas yang bergerak dari event ke event mencari perkawanan dan menjual komiknya dari tangan<br />
ke tangan.<br />
c. Film<br />
63
Akhir dekade 1980-an film <strong>Indonesia</strong> hanya berisikan tema-tema komedi, seks, seks horor, dan musik (dangdut) dengan<br />
tujuan untuk mencapai keuntungan saja tanpa memperhatikan mutu, jalan cerita, sinematografi. Akibat penurunan<br />
kualitas secara drastic dari film-film yang diproduksi, Festival Film <strong>Indonesia</strong> (FFI) yang diadakan sejak 1973 harus<br />
dihentikan penyelenggaraannya pada 1994. Di saat yang bersamaan film Amerika, Mandarin, dan India tengah marakmaraknya<br />
beredar di <strong>Indonesia</strong>. <strong>Indonesia</strong> menerima 1000 sampai 1200 film asing per tahun melalui bioskop, televisi,<br />
video compact disc dan download melalui internet.<br />
Penyebab utama begitu tingginya animo masyarakat terhadap film asing adalah karena merosotnya produksi film<br />
nasional. Produksi film nasional pada 1970-an mencapai 604 judul film dengan rata-rata produksi 60 film per tahun,<br />
sementara pada 1980-an mencapai 721 judul film dengan rata-rata 70 film per tahun. Hal ini sangat bertolak belakang<br />
dibandingkan dengan dekade 1990-an. BP2N mencatat produksi film nasional tak sampai separuh dari jumlah produksi<br />
tahun 1980-an, yakni berkisar 200 sampai 300 film dalam 10 tahun terakhir. Sangat jauh jika dibanding industri<br />
Bollywood di India yang mampu menembus angka 1000-1500 film dalam 10 tahun.<br />
Selama rentang 1990-an tema sinema <strong>Indonesia</strong> tak pernah bergeser dari seks, kekerasan dan sadisme mistis. Hal ini<br />
merupakan Cermin kegagapan insan film atas mandeknya kreativitas akibat ketatnya aturan main pemerintah. Selain itu,<br />
ini bisa menjadi cerminan atas selera masyarakat yang rendah. Sebagai contoh, Film Akibat Pergaulan Bebas (1974)<br />
meraup 311.286 penonton, 30 persen lebih banyak dibanding film Badai Pasti Berlalu (1974) garapan sutradara Slamet<br />
Raharjo Djarot yang memenangi piala Antemas untuk kategori film laris yang bermutu. Secara umum ada tiga faktor yang<br />
melatari mandeknya indutri film <strong>Indonesia</strong>, yaitu; peraturan yang membatasi sehingga cenderung mematikan. Kedua,<br />
monopoli bioskop yang merugikan film lokal dengan hanya memutar film Hollywood yang eksklusif. Ketiga, sinetron atau<br />
opera sabun yang ditayangkan TV swasta sejak awal 1990-an yang terbukti lebih popular dibanding film.<br />
d. Musik<br />
Grup Band Gigi resmi dibentuk pada tanggal 22 Maret 1994. Pada awalnya Grup Band ini terdiri atas Armand Maulana<br />
(vokalis), Thomas Ramdhan (bassis), Dewa Budjana (gitaris), Ronald Fristianto (drummer), dan Baron Arafat (gitaris).<br />
Nama "Gigi" sendiri muncul setelah para personilnya tertawa lebar mengomentari nama "Orang Utan" yang nyaris<br />
dijadikan nama band ini. Dengan latar belakang musik yang beda-beda, mereka menggabungkannya ke dalam satu musik<br />
yang menjadi ciri khas Gigi.<br />
Gigi melempar album perdana yang berjudul "Angan" ke pasaran dengan dukungan dari Union Artist/Musica. Pada waktu<br />
itu Gigi belum membentuk suatu manajemen artis untuk mengelola kegiatan mereka sehingga semua dilakukan sendiri<br />
oleh para personel Gigi. Pada saat itu mereka merilis dua singel yang disertai dengan video klip, yaitu Kuingin dan Angan.<br />
Tetapi kedua lagu andalan tersebut tidak banyak mendongkrak angka penjualan. Kurangnya promosi dan tidak adanya<br />
pengelolaan manajemen menjadi penyebab utama kegagalan album pertama group musik ini.<br />
Pengalaman dari album pertama membuat Gigi memutuskan untuk membentuk Gigi Management agar pengelolaan band<br />
menjadi lebih profesional. Hasilnya terlihat pada album kedua Gigi yaitu "Dunia". Album ini terbilang cukup sukses di<br />
pasaran. Dengan mengusung lagu unggulan pertama "Janji", Gigi berhasil menjual sekitar 400.000 kopi serta meraih<br />
penghargaan sebagai "Kelompok Musik Terbaik‖.<br />
e. Braincode Solution/Ari Sudrajat – Subsektor Perangkat Lunak<br />
Braincode Solution adalah salah satu provider layanan konten yang menonjol di tengah maraknya bisnis layanan konten.<br />
Perusahaan ini digagas oleh empat sekawan—Ari Sudrajat, Anton Nasser, Herjuno Wahyu Aji, dan Agung Saptono—<br />
berdiri pada tahun 2004. Awalnya mereka memulai bisnis sebagai content developer dan membuat mobile game untuk<br />
dijual. Setelah berhasil melahirkan lebih banyak game dan mobile comic, barulah mereka mengarahkan Braincode<br />
Solution menjadi sebuah content provider.<br />
64
Menurut CEO Braincode Solution, Ari Sudrajat, layanan konten ke depannya akan menjadi raja. Media apa pun itu baik<br />
televisi, radio, atau ponsel, semuanya memerlukan konten yang baik. Apabila kontennya menarik maka orang dapat<br />
dengan mudah berpindah media. Kreativitas jelas dituntut dari BrainCode untuk tetap tampil di jagat konten, apalagi<br />
mereka punya banyak kompetitor. Bentuk kreativitas mereka bisa dilihat dari keberagaman produk yang telah mereka<br />
ciptakan. Braincode menonjolkan orisinalitas dalam karya-karyanya dengan menciptakan konten-konten sendiri<br />
sementara banyak perusahaan kompetitor hanya berperan sebagai re-seller. Ini yang membuat BrainCode Solution<br />
dapat terus bersaing dalam bisnis layanan konten.<br />
Memulai sebuah bisnis bukan hal yang mudah. Beragam kegagalan juga sudah pernah Ari dan kawan-kawannya alami.<br />
Contohnya promosi yang gagal, atau membuat konten yang sulit dengan biaya yang besar, namun tidak mencapai break<br />
even point. Menurut Ari, kegagalan itu diperlukan sebagai proses pembelajaran. Apabila tidak berani gagal maka tidak<br />
mungkin berani mencoba hal yang baru. Beruntung kegagalan yang dialami Ari dan kawan-kawan tidak menyebabkan<br />
perusahaan bangkrut. Dengan usaha gigih, kegagalan di satu waktu digantikan dengan keberhasilan di waktu yang lain.<br />
Itulah yang membuat Braincode kembali bangkit. Beberapa bukti keberhasilan BrainCode dapat dilihat dari kemenangan<br />
mereka meraih penghargaan sebagai Content Provider dengan Best Content di ajang Telkomsel Award 2005. Selain itu,<br />
berkat aplikasi MobileTTS ciptaan mereka, posisi juara ke-2 di ajang Cellular Award juga pernah mereka raih.<br />
3.7 P E L U A N G I N D U S T R I K R E A T I F D I P A S A R L U A R N E G E R I<br />
3.7.1 Ceko<br />
Kedutaan Besar Republik <strong>Indonesia</strong> di Ceko cukup aktif membuka peluang bagi pelaku industri kreatif di dalam negeri,<br />
untuk dapat berkiprah di pasar Ceko, khususnya di Subsektor Film. Beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan oleh<br />
pelaku kreatif dalam negeri di Ceko dipaparkan berikut ini.<br />
3.7.1.1 FESTIVAL FILM CEKO<br />
Untuk mendukung perkembangan perfilman dan menghibur masyarakat Ceko, pemerintah Ceko membantu kegiatan para<br />
insan film Ceko sejak lama telah berhasil menyelenggarakan berbagai festival film tingkat internasional di negara tersebut.<br />
Penyelenggaraan berbagai festival film di Ceko ini telah menumbuhkembangkan perfilman, sekolah film dan bakat-bakat<br />
yang dimiliki di dunia perfilman, disamping membina dan mengembangkan budaya film di negara tersebut.<br />
Insan film <strong>Indonesia</strong> sendiri sudah beberapa kali berpartisipasi dalam event ini, misalnya:<br />
Tahun 2006:<br />
Febio Fest: Gie (karya Riri Riza)<br />
Tahun 2007:<br />
Febio Fest: Berbagi Suami (karya Nia Dinata)<br />
Tahun 2008:<br />
Zlin Film Festival: Denias Senandung Di Atas Awan (karya Ari Sihasale)<br />
Karlovy Vary International Film Festival: The Photograph, (Sutradara Nan T.Achnas) yang memenangkan hadiah<br />
Special Jury Award dan Ecumenical Award<br />
Tahun 2009:<br />
Febiofest: Quickie Express (karya sutradara Dimas Dajayadiningrat)<br />
Zlin Film Festival: Laskar Pelangi (Karya Riri Riza)<br />
Karlovy Vary International Film Festival: Babi Buta Yang Ingin Terbang (karya Erwin)<br />
65
Dengan mulai diikutkannya film-film <strong>Indonesia</strong> di berbagai festival film di Ceko terlihat bahwa sebenarnya film <strong>Indonesia</strong><br />
mampu tampil bersaing dengan film film asing yang datang dari berbagai penjuru benua.<br />
3.7.1.2 PROGRAM KBRI CEKO DALAM MEMPERKENALKAN FILM INDONESIA<br />
Dalam kerangka mempromosikan <strong>Indonesia</strong> melalui Film <strong>Indonesia</strong>, KBRI melakukan upaya-upaya promosi film, baik<br />
melalui festival maupun pemutaran film.<br />
a. Festival Film <strong>Indonesia</strong> oleh KBRI Ceko<br />
Sejak tahun 2007 KBRI Praha rutin menyelenggarakan Festival Film <strong>Indonesia</strong> di Ceko. Tujuan utama adalah untuk<br />
memperkenalkan film <strong>Indonesia</strong> di negara Ceko.<br />
i. FFI 2007: Panorama Film <strong>Indonesia</strong>, yang memutar film <strong>Indonesia</strong> mulai tahun 1960-an sampai 2000.<br />
ii. FFI 2008: Film <strong>Indonesia</strong> Kontemporer, yang memutar film-film <strong>Indonesia</strong> baru<br />
iii. FFI 2009: Retrospeksi Film Riri Riza, dengan memutar film-film Riri Riza<br />
iv. Pada Tahun 2007, penyelenggaraan FFI bekerjasama dengan National Film Archive (NFA) dengan tempat<br />
pemutaran Bioskop Ponrepo.<br />
v. Pada Tahun 2008, penyelenggarakaan bekerjasama dengan pemerintah Praha dengan penyelenggaraan di City<br />
Library Hall.<br />
vi. Pada Tahun 2009, secara khusus bekerjasama dengan Debudpar, Miles Production dan Sabila Center for<br />
Competitiveness yang menadatangkan Riri Riza dan rombongan.<br />
b. Pemutaran Film di Bioskop Mini dan di Kota-kota Ceko<br />
KBRI praha juga memperkenalkan film-film <strong>Indonesia</strong> kepada publik melalui pemutaran Film <strong>Indonesia</strong> bertempat di<br />
Bioskop Mini KBRI Praha setiap bulan. Pada kesempatan tersebut hadir para pecinta <strong>Indonesia</strong> dan masyarakat<br />
<strong>Indonesia</strong> di Praha. Selain itu KBRI Praha bekerjasama dengan beberapa Dinas Kebudayaan di berbagai kota telah<br />
memutar serangkaian film <strong>Indonesia</strong> di berbagai kota.<br />
3.7.1.3 PROGRAM-PROGRAM KBRI CEKO DI LUAR SUBSEKTOR FILM<br />
Adanya Perjanjian Kebudayaan <strong>Indonesia</strong> – Ceko merupakan sarana yang ideal untuk terus memperkenalkan budaya dan<br />
kerajinan <strong>Indonesia</strong> kepada Ceko. Dalam rangka peringatan 5o tahun Perjanjian Kebudayan <strong>Indonesia</strong> – Ceko diadakan<br />
berbagai pameran dan acara untuk menunjukkan kebudayaan dan kesenian <strong>Indonesia</strong> di sepanjang tahun 2008.<br />
KBRI memberikan perhatian khusus kepada produk-produk seni budaya sebagai berikut:<br />
a. Pagelaran Batik<br />
b. Penampilan Kesenian Tradisional. Beberapa kelompok yang sudah pernah menampilkan karyanya di Ceko antara lain<br />
dari Propinsi Sumatra Utara, Sangrina Bunda, dan Teater Mandiri<br />
c. Penampilan Musik Klasik. Beberapa insan kreatif yang sudah pernah tampil di Ceko antara lain Iravati Sudiarso dan<br />
Aisha Sudiarso, Kua Etnika, Penyanyi Aning Katamsi, dan Kyai Kanjeng<br />
d. Paduan Suara Mahasiswa. Misalnya dari Universitas Parahyangan, ITB dan Universitas Negeri Jakarta<br />
e. Pentas kesenian rakyat di Ceko. Penampil biasanya dari kelompok tari dan gamelan binaan KBRI Praha.<br />
f. Pameran produk seni dan budaya. Misalnya pameran kerajinan tangan, tenun, batik, dan foto tentang <strong>Indonesia</strong><br />
3.7.2 China (RRT)<br />
Industri kreatif di RRT berpotensi besar untuk terus tumbuh pesat seiring dengan lajunya pertumbuhan ekonomi yang<br />
diikuti dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, ruang gerak untuk kreativitas dan meluasnya pasar. Kekuatan<br />
industri manufaktur RRT yang mendorong terciptanya creative manufacturing juga akan menjadi salah satu faktor penting<br />
membanjirnya produk-produk kreatif RRT ke pasar manca negara. Terlebih, kebudayaan Tiongkok memang secara umum<br />
66
telah sejak lama dikenal secara global. Jargon ‖everything Chinese‖ kini mulai menjadi trend dan menarik minat banyak<br />
kalangan.<br />
Besarnya pasar industri kreatif, baik pasar domestik RRT maupun pasar internasional, tidak hanya mendorong<br />
peningkatan investasi PMDN melainkan juga PMA (FDI) industri kreatif di RRT. Selain itu, kapasitas manufaktur yang<br />
didukung dengan tenaga kerja murah terampil, iklim investasi dan kebijakan pemerintah yang mendukung mempunyai<br />
andil penting dalam menarik investasi asing sektor industri kreatif di RRT. Meskipun belum ada data resmi yang<br />
menggambarkan jumlah FDI untuk industri kreatif di RRT, namun jumlahnya diperkirakan sudah puluhan milyar dollar.<br />
Beberapa negara/daerah yang berinvestasi besar di bidang industri kreatif di RRT antara lain: Amerika Serikat, Jepang,<br />
Inggris, Korea Selatan, Hong Kong, Taiwan dengan sektor utama games, animation, tv production and distribution, print<br />
and distribution, channel distribution, consumer access devices.<br />
Beberapa peluang industri kreatif yang berpotensi untuk dimanfaatkan antara lain:<br />
3.7.2.1 TELEVISI<br />
TV adalah sektor industri kreatif terbesar di RRT, dengan lebih dari 2.000 channel (320 milik pemerintah), 400 juta<br />
pemirsa TV dengan rata-rata durasi menonton 3 jam per hari. Dengan besarnya jumlah populasi dan dominasi free-to-air<br />
(FTA), RRT sekaligus juga pasar industri pertelevision terbesar di dunia. Industri ini ‘dikuasai‘ oleh media grup nasional,<br />
yaitu China Media Group (pusat), serta di daerah oleh Media Group Beijing (BMG), Shanghai (SMEG), Guangdong dan<br />
Hunan. Paradigmanya saat ini adalah media group ini mendorong ke arah komersialisasi, korporatisasi, kompetisi, dan<br />
pemisahan bisnis dari pemerintahan. Namun transformasi dan restrukturisasi masih belum didukung dengan<br />
perkembangan dalam hal produksi program acara (content gap). Saat ini RRT hanya memproduksi kurang dari 25%<br />
program acara TV.<br />
Partisipasi asing: ada beberapa venture kontrak untuk program block dan produksi acara, serta investasi asing (very<br />
grey) dan hanya terbatas pada TV kabel.<br />
3.7.2.2 FILM<br />
Terlepas dari suksesnya beberapa film China menembus pasar internasional, industri film di RRT sendiri belum<br />
memperlihatkan pertumbuhan yang berarti. Produksi film masih merupakan domain monopoli pemerintah. Keterlibatan<br />
pihak independen, termasuk asing, masih terbatas pada post-production dan exhibit. Namun demikian, tren mulai<br />
mengindikasikan perkembangan yang positif, termasuk di dalam film animasi, dan pintu investasi mulai dibuka melalui<br />
liberalisasi (terkait aksesi WTO) dan dalam kerangka CEPA (closer economic partnership agreement).<br />
Partisipasi asing: post-production, distribusi, streaming, investasi (masih terbatas)<br />
3.7.2.3 RADIO<br />
Industri radio RRT tertinggal jauh dari perkembangan di pertelevisian. Meskipun tingkat penetrasi ke masyarakat yang<br />
lebih luas (93,6% populasi), namun investasi masih sangat terbatas, keterlibatan pemerintah dalam produksi dan<br />
pengaturan channel sangat besar, dan kurangnya diversifikasi pemasukan. Kebanyakan jaringan media dan stasiun radio<br />
saat ini telah membangun dan memiliki website atau portal khusus yang bisa diakses via internet maupun mobile.<br />
Partisipasi asing: limited contractual engagement<br />
3.7.2.4 MUSIK<br />
Sektor ini juga termasuk yang perkembangannya tersendat karena masih diwarnai dengan masalah pembajakan, sensor,<br />
dan licensing atau perijinan (masih dibatasi untuk SOEs).<br />
67
Partisipasi asing: pembuatan content, recording, editing dan post-production, distribusi (sangat terbatas), talent<br />
management.<br />
3.7.2.5 PENERBITAN DAN PERCETAKAN<br />
RRT adalah pasar media berita cetak terbesar di dunia. 60% populasinya membaca koran tiap harinya dan hampir 40<br />
miliar koran terjual setiap tahunnya. RRT juga pasar majalah terbesar kelima dengan jumlah hampir 10.000 judul. Secara<br />
umum, industri ini memiliki prospek pertumbuhan yang sangat positif.<br />
Partisipasi asing: joint venture dalam publishing, dan contractual arrangements.<br />
3.7.2.6 ONLINE GAMES<br />
Industri ini sedang booming di RRT dengan pertumbuhan hampir 50%. Para analis melihat bahwa RRT akan menjadi<br />
dominant producer di kawasan mempertimbangkan keunggulan komparatif dalam hal biaya (dibanding Korea dan<br />
Jepang), sumbe/bahan cerita (dari mitologi dan legendanya yang sangat kaya), talent, dan mulai intensifnya perhatian<br />
dan kebijakan pemerintah dalam industri ini.<br />
Partisipasi asing: semua level dan bagian dari value chain industri ini karena semuanya dioperasikan oleh pihak swasta<br />
(independen), hanya beberapa bagian dari distribusi yang dilakukan oleh SOE.<br />
3.7.2.7 KERAJINAN<br />
Kemajuan yang pesat dari sumber daya manusia (SDM) dan teknologi mebel di China tidak menyurutkan minat<br />
masyarakat Cina terhadap mebel dan barang kerajinan dengan ciri khas etnis yang dimiliki kerajinan <strong>Indonesia</strong>. Hal ini<br />
terlihat dari tingginya minat terhadap produk-produk <strong>Indonesia</strong> pada berbagai pameran mebel dan kerajinan<br />
internasional yang diadakan di Cina. Sebagai contoh, keterlibatan para pengusaha Bali di pameran perdagangan bertaraf<br />
internasional "The 3rd China-Asean Expo" (Caexpo) di Nanning dan "<strong>Indonesia</strong> Solo Exhibition" (ISE) di Shanghai pada<br />
tahun 2006 berimbas pada meningkatnya nilai ekspor dari Bali ke Cina beberapa bulan setelahnya. Nilai ekspor aneka<br />
barang kerajinan dan mata dagangan nonmigas Bali ke China naik menjadi US$ 15,7 juta pada periode Januari-Oktober<br />
2007, jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2006 yang hanya sebesar US$ 9,6 juta. Minat yang<br />
tinggi dari masyarakat Cina ini juga terlihat pada "Shenzhen International Furnirue Exhibition" (SIFE) ke-22 yang diikuti<br />
oleh 40 pengusaha <strong>Indonesia</strong> pada tahun 2008.<br />
3.7.3 Spanyol<br />
Perekonomian Spanyol merupakan perekonomian terbesar kelima di Uni Eropa dan kedelapan terbesar di dunia dengan<br />
total PDB mencapai 1.050 trillion euro (1.358 trillion dollar AS) dengan pendapatan perkapita pada tahun 2007<br />
mencapai 33,221 dollar AS. Kontribusi nilai produksi kreatif terhadap PDB Spanyol pada tahun 2005 diperkirakan<br />
mencapai 2.3% dengan margin keuntungan rata-rata 8% atau dibawah rata-rata negara Eropa yang mencapai 8.7%.<br />
Margin keuntungan tertinggi terdapat pada sektor desain fashion yang mencapai rata-rata keuntungan perusahaan<br />
sektor desain mencapai 13,2%. Beberapa peluang industri kreatif <strong>Indonesia</strong> di pasar Spanyol berada di sektor-sektor<br />
berikut.<br />
3.7.3.1 FILM, VIDEO DAN FOTOGRAFI<br />
Masyarakat Spanyol memiliki antusiasme yang tinggi untuk melihat film dengan 35 persen dari penduduk pergi ke<br />
bioskop minimal sekali dalam sebulan. Total penonton film bioskop dari Januari sampai Desember 2008 mencapai 107<br />
juta pemirsa. Selama setahun, bioskop menampilkan sekitar 1.652 film dan menghasilkan pendapatan sekitar 619,3<br />
juta euro.<br />
68
Walaupun antusiasme masyarakat Spanyol untuk melihat film telah mendorong berkembangnya film produksi Spanyol<br />
dan perusahaan produksi dalam negeri mendapatkan perlindungan, namun pangsa pasarnya didominasi oleh film-film<br />
buatan Amerika Serikat yang mencapai 71.5%. Sedangkan pangsa pasar untuk film produk dalam negeri hanya<br />
mencapai 13.3% dan sisanya berasal dari negara-negara Eropa, Amerika Latin dan Asia. Film-film Asia yang masuk ke<br />
layar lebar bioskop Spanyol berasal dari Jepang, Korea Selatan, RRC, Iran dan Taiwan. Film-film yang diimpor umumnya<br />
digandakan dan memilki kecenderungan terus meningkat. Pada tahun 2008 film asing yang digandakan mencapai<br />
44.856 kopi. Peningkatan tersebut seiring dengan meningkatnya jumlah bioskop multiflex yang mempengaruhi<br />
meningkatnya kamar layar lebar yang pada tahun 2008 mencapai 4.140 kamar.<br />
Pasar Video juga menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang sehat dalam jumlah penjualan dan sewa, namun<br />
pasarnya memiliki kecendurungan menurun. Pada tahun 2008 sekitar 5.831 judul film telah terjual dan 998 di antaranya<br />
adalah produk Spanyol, 1.436 dari negara-negara Uni Eropa dan 2.192 karya Amerika Serikat. Jumlah tersebut<br />
mencerminkan kecenderungan penurunan bila dibandingkan tahun 2007 yang mencapai 6.765.<br />
Preferensi segmen pasar masyarakat Spanyol bila membeli atau menyewa video adalah film animasi dan cocok untuk<br />
anak-anak (35,5 persen), diikuti oleh film dewasa (32 persen), judul untuk umur 13 tahun atau lebih (14,5 persen),<br />
film-film untuk umur 18 tahun atau lebih (11 persen), dan untuk umur 7 tahun atau lebih (7 persen).<br />
Pangsa pasar Spanyol untuk industri film yang mencapai 619.3 juta euro merupakan pasar yang atraktif bagi industri<br />
perfilman <strong>Indonesia</strong>. Namun untuk menembus pasar Spanyol diperkirakan akan menghadapi tantangan yang cukup berat,<br />
khususnya dalam bersaing dengan film-film buatan Hollywood dan buatan dalam negeri.<br />
Film nasional dan asing yang akan ditayangkan di bioskop harus melalui jaringan distribusi. Beberapa perusahaan<br />
distributor terbesar di Spanyol, antara lain, Warner Sogefilm, A.I.E., United International Pictures y Cia., S.R.C, Hispano Fox<br />
Films, S.A.E, Buenavista Intl Spain, Lauren Film, S.A., Columbia Tri-Star Films, Aurum Producciones, LolaFilms Distribucion,<br />
Lider Films, dan Alta Films.<br />
Perusahaan distribusi dan produksi saat ini memiliki kecenderungan semakin terlibat dalam usaha perbioskopan. Seperti<br />
perusahaan bioskop yang baru beberapa tahun dibentuk Premier Megaplex yaitu gabungan perusahaan TV Telecinco dan<br />
TriPictures Patricia Edeline dan lainnya yang sudah aktif dalam sektor perfilman seperti Kinepolis memiliki 25 kamar<br />
bioskop dengan kapasitas 9.000 orang.<br />
Beberapa alternatif strategi yang dapat diambil oleh para insan film <strong>Indonesia</strong> agar dapat memasuki pasar film Spanyol<br />
adalah:<br />
a. Ikutserta dalam festival film yang dilaksanakan di Spanyol.<br />
Spanyol mengadakan beberapa film festival baik untuk animasi, video maupun untuk layar lebar seperti Festival<br />
Internacional De Cine De Sevilla untuk film dokumenter atau Festival Internacional De Nuevas Tecnologias, Arte Y<br />
Comunicación untuk film animasi. Festival Internasional yang bergengsi di Spanyol adalah Festival Internacional de Cine<br />
de San Sebastian yang diselenggarakan 18-26 September. Beberapa aktor Hollywood yang mendapatkan dosnatian<br />
award adalah Max Von Sydow, Matt Dillon (tahun 2006), Richard Gere dan Liv Ullmann (tahun 2007), Antonio Bandera<br />
dan Meryl Streep (tahun 2008).<br />
Beberapa film <strong>Indonesia</strong> telah mengikuti Festival Film di Spanyol, namun belum berhasil masuk diputar dalam bioskop.<br />
Beberapa film <strong>Indonesia</strong> tersebut, antara lain, sebagai berikut:<br />
• Laskar Pelangi ditayangkan di Granada Festival Cines del Sur.<br />
• 10 Tahun Reformasi <strong>Indonesia</strong> ditayangkan di Barcelona Asian Film Festival BAFF 2009<br />
• Berbagi Suami ditayangkan di Comunidad de Madrid Festival Film<br />
• Garasi ditayangkan di Festival Film Infantil di Madrid<br />
69
Produser film yang berkeinginan ikut serta dalam festival harus menyerahkan formulir yang telah diisi dan ditandatangani<br />
sebelum 30 Juli kepada Donostia-San Sebastián Film Commission. Semua film akan dipilih oleh Panitia Seleksi Festival.<br />
Sedangkan persyaratan untuk ikut serta dalam festival ini, film harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:<br />
• Tidak dirilis selama 12 bulan sebelum tanggal Festival.<br />
• Belum disajikan pada kompetisi festival film lainnya baik sebelum maupun ketika penyelenggaraan Donostia-San<br />
Sebastian Festival.<br />
Semua film yang terpilih akan disajikan dalam versi aslinya dengan sub-title Spanyol dan dianjurkan juga memiliki sub-title<br />
berbahasa Inggris untuk memudahkan para juri asing dan profesional di bidang industri film. Pengunjung dalam festival<br />
dibuka untuk umum, lembaga organisasi di bidang perfilman dan dikenakan biaya.<br />
b. Mengadakan produksi bersama di bidang perfilman dengan Spanyol.<br />
c. Melakukan kontak dengan asosiasi distributor dan importer film Spanyol<br />
Organisasi dan Asosiasi-Asosiasi Film dan Animasi di Spanyol yang dapat dijadikan partner bekerja sama antara lain:<br />
a. ADPCE-Asociación de Directores de Producción Cinemtográfica (Association of Directors of Production<br />
Cinemtográfica), http://www.asoc-adpce.es<br />
b. AEC-Asociación Española de Autores de Obras Fotográficas Cinema (Spanish Association of Authors of Works Cinema-<br />
Photography), http://www.aecdirfot.org<br />
c. ALMA - Autores Literarios de Medios Audiovisuales (Literary Authors of Audiovisual Media),<br />
http://www.asociacionalma.es<br />
d. FAPAE-Federación de Asociaciones de Productores Audiovisuales Españoles (Federation of Spanish Audiovisual<br />
Producer Associations), http://www.fapae.es<br />
e. Federación de Cines de España-FECE (Federation of Cinemas in Spain), http://www.fece.com/<br />
3.7.3.2 MUSIK<br />
Pangsa pasar Spanyol untuk industri musik yang mencapai 254,4 juta euro untuk musik rekaman dan 171.3 juta euro<br />
untuk live music merupakan pasar yang atraktif bagi industri musik <strong>Indonesia</strong>. Namun untuk menembus pasar Spanyol<br />
diperkirakan akan menghadapi tantangan yang cukup berat baik untuk jenis musik rekaman maupun live, khususnya<br />
dalam bersaing dengan musik-musik dalam negeri, Amerika Latin dan Barat.<br />
Ada beberapa group musik dari <strong>Indonesia</strong> yang pentas di Spanyol, namun umumnya merupakan vocal group dan musik<br />
tradisional yang bertujuan menarik pariwisata Spanyol ke <strong>Indonesia</strong>. Sedangkan musik pop dan klasik <strong>Indonesia</strong> yang<br />
pentas untuk komersial belum pernah terjadi dan perlu dijajaki. Begitu pula halnya dengan musik rekaman <strong>Indonesia</strong>.<br />
Untuk live music jenis jass, rock&pop, klasik dan lainnya untuk memasuki pasar Spanyol dapat dilakukan melalui<br />
pendekatan kepada agen promotor concert atau mengikuti festival musik. Sementara itu, untuk musik rekaman<br />
diperlukan melakukan hubungan kontak dengan para perusahaan distributor musik yang tergabung dalam Promusicae<br />
(Productores de Música de España) yang merupakan kelompok dagang yang mewakili musik rekaman di Spanyol.<br />
Beberapa organisasi Musik di Spanyol yang dapat dijadikan partner bekerja sama antara lain:<br />
a. Music and Dance Documentation Centre, http://cdmyd.mcu.es/<br />
b. Centre for the Promotion of Contemporary Music, http://cdmc.mcu.es/en/<br />
c. National Youth Orchestra of Spain, http://jonde.mcu.es/<br />
d. National Orchestra and Choir of Spain, http://ocne.mcu.es/<br />
3.7.3.3 LAYANAN PIRANTI LUNAK DAN PERMAINAN INTERAKTIF<br />
70
Pasar Spanyol untuk piranti lunak memiliki pertumbuhan yang tinggi dan pada tahun 2007 mengalami pertumbuhan<br />
sekitar 9,1%. Pertumbuhan tersebut didorong oleh makroekonomi yang baik yang membuat seluruh sektor IT mengalami<br />
pertumbuhan sekitar 8,4%. Nilai pasar Spanyol untuk sektor informasi teknologi pada tahun 2007 mencapai 17.026 juta<br />
euro atau mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun 2006 yang mencapai 15,642 juta euro. Begitu pula halnya<br />
dengan pasar piranti lunak, sejak tahun 2003 terus mengalami peningkatan secara signifikan. Pada tahun 2007 pasar<br />
piranti lunak mencapai 2.940 juta euro atau mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun 2003 yang mencapai<br />
2.008 juta.<br />
Karekter utama pasar Spanyol di bidang piranti lunak dapat digambarkan sebagai berikut:<br />
a. Terkonsentrasinya pasar di dua wilayah yaitu Madrid dan Katalonia;<br />
b. Pengguna perusahaan besar mewakili lebih dari sepertiga pasar IT, namun demikian pasar mulai bergerak ke arah<br />
UKM yang tergantung pada jasa provider untuk pengkomputerisasian.<br />
Untuk mempermudah dalam menggambarkan segmen pasar di Spanyol, piranti lunak akan dibagi menjadi tiga sektor<br />
yaitu sofware aplikasi, software development tools dan software infrastruktur.<br />
23%<br />
36%<br />
Infrastruktur<br />
Aplikasi<br />
41%<br />
Development<br />
Tools<br />
Perusahaan <strong>Indonesia</strong> yang tertarik mengekspor ke pasar Spanyol harus mencurahkan waktu dan tenaga dalam<br />
mempromosikan produknya di pasar Spanyol dengan berpartisipasi dalam pameran dagang, mengiklankan pada<br />
publikasi lokal, dan melakukan kontak pribadi dengan pelanggan potensial merupakan cara terbaik bagi perusahaan<br />
<strong>Indonesia</strong> untuk masuk pasar secara efektif di Spanyol.<br />
Pameran software yang dapat diikuti oleh <strong>Indonesia</strong> adalah sebagai berikut:<br />
a. Simo Network. Pameran yang mengkhususkan di bidang solusi dan jasa ICT yang dilakukan tanggal 22-24<br />
September 2009 di IFEMA Madrid. Sektor yang dipamerkan adalah system and infrastructure, business tool and<br />
solutions, telecomunication and internet. Pameran ini berfokus pada pertemuan bisnis yang dihadiri bagi undangan<br />
dan umum.<br />
b. Medpi Iberia. Pameran tahunan IT, elektronik dan telepon yang diselenggarakan pada tanggal 16-19 Juni dan<br />
berlangsung selama tiga hari di Institución Ferial Alicantina. Pameran ini berfokus sepenuhnya pada pertemuan<br />
bisnis dan dihadiri, khususnya bagi undangan. Targetnya adalah pengusaha distribusi ritel di Spanyol, Portugal dan<br />
Andorra.<br />
Organisasi dan Asosiasi-Asosiasi Piranti Lunak di Spanyol<br />
a. DeSe- Asociación Española de Distribuidores y Editores de Software de Entretenimiento (Spanish Association of<br />
Publishers and Distributors Software Entertainment), http://www.adese.es/main.htm<br />
b. INTECO-Instituto Nacional de Tecnologías de la Comunicación (National Institute of Communication Technologies),<br />
http://www.inteco.es/<br />
c. CENATIC (Centro Nacional de Referencia de Aplicación de las Tecnologías de la Información y la Comunicación),<br />
http://www.cenatic.es/<br />
71
3.7.3.4 DESAIN DAN FESYEN<br />
Desain Spanyol mengalami booming pada era tahun 1980-an dengan adanya kegiatan penting setiap tahun yang<br />
dipublikasikan oleh media lokal dan global di berbagai kota di Spanyol. Pada tahun 1990-an mulai berdiri perusahaanperusahaan<br />
desain seperti Berenguer Group yang memberikan jasa konsultasi untuk menjembatani permasalahn<br />
hubungan antara desainer, perusahaan dan institusi. Permintaan untuk desainer Spanyol pada dunia usaha global juga<br />
meningkat dan desain Spanyol mulai ditampilkan di luar negeri secara global. Pada tahun 1990-an tercatat beberapa<br />
kegiatan penting diadakan di Spanyol, termasuk World's Fair di Seville, Olimpiade di Barcelona dan Madrid dijadikan<br />
Ibukota Budaya Eropa pada tahun 1992.<br />
Lokasi geografis dari penyuplai desain di Spanyol dapat dikatakan sangat terkonsentrasi pada wilayah Cataluña, Madrid,<br />
Valencia, Aragon dan Kepulauan Balearic. Untuk industri graphic design terkonsentrasi di Cataluña (42,7%), Madrid<br />
(17,6%) Valencia (13,8%), Pais Vasco (7,9%) dan Aragón (4,1%). Untuk industri interior design terkonsentrasi di<br />
Cataluña (23,5%), Madrid (12,1%), Valencia (11,8%), País Vasco (10,5%) dan Andalucía (9,6%). Sedang industri<br />
product design dan fashion design terkonsentrasi di Cataluña dan Valencia. Tabel dibawah menunjukkan konsentrasi<br />
industri design di Spanyol. Catalonia merupakan wilayah design yang mewakili 37.9% desain Spanyol diikuti oleh Valencia<br />
dengan 13.7% dan Madrid 13.2%.<br />
Tidak mudah untuk menilai jumlah jasa produksi desain di pasar Spanyol karena tidak adanya klasifikasi dari kegiatan<br />
ekonomi yang mengakibatkan tidak adanya sumber resmi dimana informasi dapat dikumpulkan. Namun demikian, dalam<br />
menganalisa pasar desain di Spanyol dapat dilihat dari kecenderungan sebagai berikut:<br />
a. Posisi desainer dan merek desain pada sistem desain di Spanyol beraneka ragam. Sebagian besar desain memiliki<br />
manufaktur dan mengkontrol distribusinya. Lainnya menggabungkan desain dengan manufaktur atau hanya<br />
distribusi, namun tidak mengcover seluruh mata rantainya. Kelompok ini relatif kecil dan hanya pada desain produk.<br />
b. Meningkatnya kecenderungan terintegrasinya segmen distribusi produk-produk sektor desain.<br />
c. Adanya peningkatan berhijrahnya desainer yang berusaha untuk secara eksklusif memfokuskan pada desain.<br />
d. Meningkatnya penggabungan perusahaan-perusahaan kecil ke perusahaan besar untuk menangani sektor distribusi<br />
Konsumen utama untuk layanan desain di Spanyol adalah sektor swasta yang mencapai 55,5%, individual 28,7%, dan<br />
selebihnya lembaga pemerintah yang umumnya cenderung menggunakan desain perusahaan besar. Distribusi konsumen<br />
berdasarkan daerah dapat dilihat pada tabel berikut.<br />
Tabel 3-4 Distribusi Wilayah Subsektor Desain di Spanyol<br />
Distribusi Wilayah Subsektor Desain Di Spanyol<br />
Graphic Design Interior Design Product Design Fashion Design<br />
Cataluña (42,7%) Cataluña (23,5%) Cataluña (43,7%) Cataluña (45,4%)<br />
Madrid (17,6%) Madrid (12,1%) Valencia (16,6%) Valencia (19,0%)<br />
Valencia (13,8%) Valencia (11,8%) País Vasco (10,6%) Galicia (7,9%)<br />
Pais Vasco (7,9%) País Vasco (10,5%) Madrid (10,3%) Balearic (7,1%)<br />
Aragón (4,1%) Andalucía (9,6%) Galicia (7,6%) C.Madrid (6,3%)<br />
Dalam menembus pasar Spanyol bagi produk desain <strong>Indonesia</strong>, mungkin dapat mencontoh model sukses yang dilakukan<br />
oleh industri desain Spanyol pada segmen fashion produk perempuan yang masuk di pasar Asia Tenggara seperti Zara,<br />
Mango dan lainnya. Asosiasi desainer Spanyol sependapat bahwa kesuksesan tersebut karena adanya konsoslidasi<br />
merek Spanyol sebagai lambang strategi go internasional. Konsolidasi merek telah meningkatkan citra desain Spanyol<br />
pada masyarkat internasional. Proses ekspansi tersebut memang membutuhkan strategi yang jelas dan sumber dana<br />
yang cukup.<br />
72
Pameran Industri Desain yang Dapat Diikuti Oleh Pelaku <strong>Indonesia</strong><br />
a. SIMM - Madrid International Fashion Show<br />
Exhibition site: Feria de Madrid, Sectors attending: Womenswear, menswear, leather wear, intimates/swimwear, Web:<br />
www.semanamoda.ifema.es<br />
b. Encuentro Nupcial Internacional Bridal Exhibition<br />
Exhibition site: Feria de Madrid, Sectors attending: Moda nupcial<br />
c. Bread & Butter Barcelona<br />
Exhibition site: Fira Barcelona, Sectors attending: Womenswear, menswear, footwear, Web: www.breadandbutter.com<br />
d. Barcelona Bridal Week<br />
Exhibition site: Recinto Gran Via, Pabellón 8, Sectors attending: Bridalwear, Web: www.moda-barcelona.com<br />
e. IBERJOYA - The International Jewellery, Silverware, Watches and Auxiliary Industries Trade Show<br />
Exhibition site: Feria de Madrid, Sectors attending: Jewellery, Web: www.iberjoya.ifema.es<br />
f. MODACALZADO - Internacional Footwear Trade Fair<br />
Exhibition site: Feria de Madrid, Sectors attending: Footwear, Web: www.modacalzado.ifema.es<br />
g. Salon Look Internacional 2009<br />
Exhibition site: Feria de Madrid, Sectors attending: Health, beauty and well-being, Web:<br />
www.ifema.es/ferias/salonlook/default.html<br />
Pengunjung pameran tersebut pada dua hari pertama, umumnya dikhususkan kepada para undangan (pengusaha dan<br />
lembaga) dan pada hari ketiga dan seterusnya dibuka untuk umum. Untuk mengikuti pameran-pameran tersebut<br />
diperlukan pendaftaran ke panitia melalui websitenya.<br />
Organisasi dan Asosiasi-Asosiasi Desain di Spanyol<br />
a. Association of New and Young Spanish Designers (Asociación de Nuevos y Jóvenes Diseñadores Españoles)<br />
Address: Segovia 22, Bajos CP 28005 Madrid, Spain<br />
Telp:(34) 915 475 857<br />
Fax. (34) 915 475 857<br />
Web. http://www.nuevosde.com<br />
Asosiasi didirikan pada tahun 1999 untuk mempromosikan kepentingan desainer fashion kawalamuda Spanyol<br />
b. Association of Spanish Fashion Creators (Asociación Creadores de Moda de España)<br />
Address: Centro Puerta de Toledo, C/ Ronda de Toledo, 1-28005 Madrid, Spain<br />
Telp.+(34) 91 366 24 36<br />
Fax.+(34) 91 366 18 70<br />
Web: http://www.creadores.org<br />
Asosiasi ini didirikan tahun 1988 untuk mempromosikan kepentingan desainer fashion Spanyol secar inetrnasional.<br />
c. Asociación de Directores de Diseñadores de Moda de España (Art directors & Grafhic Designers Association of<br />
Spain), http://www.adg-fad.org/home.php<br />
73
3.7.3.5 PENERBITAN DAN PERCETAKAN<br />
Perusahaan <strong>Indonesia</strong> menghadapi persaingan yang ketat dari perusahaan Uni Eropa. Eksportir Uni Eropa mendapatkan<br />
keuntungan dari peraturan umum dan standarisasi yang berlaku di Uni Eropa, pengecualian dari pajak impor dan letak<br />
geografis yang membuat ongkos transportasi lebih murah dan waktu penyerahan (delivery time) yang lebih cepat.<br />
Pengguna lokal umumnya mencari pemasok yang dapat menjamin layanan purna jual. Oleh karena itu, sangat penting<br />
bagi eksportir <strong>Indonesia</strong> memiliki agen/distributor yang handal dan terlatih yang memilki kemampuan jaringan distribusi<br />
penjualan dan layanan purna jual.<br />
Perusahaan <strong>Indonesia</strong> yang tertarik mengekspor ke pasar Spanyol harus mencurahkan waktu dan tenaga dalam<br />
mempromosikan produknya di pasar Spanyol dengan berpartisipasi dalam pameran dagang dan misi dagang,<br />
mengiklankan pada publikasi lokal, dan melakukan kontak pribadi dengan pelanggan potensial merupakan cara terbaik<br />
bagi perusahaan <strong>Indonesia</strong> untuk masuk pasar secara efektif di Spanyol.<br />
Spanyol merupakan pasar yang sangat baik bagi <strong>Indonesia</strong>, dan produk <strong>Indonesia</strong> memiliki reputasi yang sangat baik.<br />
Melakukan kerjasama dengan counterpart Spanyol merupakan salah satu pilihan untuk mengembangkan strategi akses<br />
pasar yang lebih baik. Aliansi ini juga dapat lebih baik dalam melayani kebutuhan klien dan customer.<br />
Prosedur impor menganut peraturan-peraturan perdagangan internasional dengan spesifikasi teknis untuk peralatan<br />
percetakan ditetapkan oleh Uni Eropa dalam the EC Low Voltage Directive (73/23/EEC), yang dilaksanakan oleh Spanyol<br />
pada Januari 1988. Pasal 7 dari directive tersebut mengijinkan membuat sertifikasi sendiri oleh produsen eksportir atau<br />
oleh para perwakilan hukum di negara Uni Eropa, terutama bila produk tersebut dimaksudkan untuk digunakan untuk<br />
industri. Listrik di Spanyol adalah 220 volts/50. Importir Spanyol dan pengguna akhir biasanya lebih memilih spesifikasi<br />
teknis yang ditetapkan dalam bentuk metrik.<br />
Tarif masuk yang berlaku untuk peralatan pencetakan yang berasal dari negara non-Uni Eropa adalah 1,7 persen. Selain<br />
tarif impor, dikenakan 16 persen PPN yang dikenakan pada semua pengiriman tidak melihat negara asal - bahkan untuk<br />
peralatan yang diproduksi di negara-negara anggota Uni Eropa lainnya. Tarif impor dikenakan atas harga CIF.<br />
Umumnya, eksportir memanfaatkan surat kredit sebagai alat untuk pembayaran. Apabila hubungan sudah dekat antara<br />
eksportir dan importir/distributor, bentuk pembayaran lainnya dapat dinegosiasikan menurut kehendak penjual dan<br />
pembeli.<br />
Perjanjian Kontrak: Secara umum, perjanjian perwakilan/distribusi diatur oleh ketentuan yang disepakati oleh kedua<br />
belah pihak. Spanyol menerapkan teori "kebebasan kontrak" yang mana pihak-pihak yang membuat kontrak dapat<br />
membuat ketentuan asalkan tidak melanggar undang-undang Spanyol, moral atau kebijakan umum.<br />
Pasar Spanyol dapat digambarkan sebagai rangkaian pasar beberapa wilayah yang tergabung dalam dua hubs yaitu<br />
Madrid dan Barcelona. Kedua kota metropolitan tersebut tempat berdosmisilinya sebagian besar agen, distributor,<br />
kantor pusat perusahaan, dan bandan pemerintah yang terdiri dari dua blok kekuatan ekonomi negara. Dealer dan<br />
kantor cabang yang terletak di luar Madrid dan Barcelona, umumnya, mendapatkan bantuan dari salah satu dari dua hub<br />
Spanyol tersebut.<br />
Sebagian besar surat kabar dan penerbit buku dan penerbit majalah mengimpor peralatannya secara langsung. Dan<br />
umumnya, distributor Spanyol meminta eksklusif penyalur. Produsen dan eksportir <strong>Indonesia</strong> yang tertarik pada pasar<br />
Spanyol memerlukan agen atau distributor kecuali bila berencana untuk membuka kantor cabang sendiri atau anak<br />
perusahaan di Spanyol.<br />
Pameran Industri Penerbitan dan Percetakan yang Dapat Diikuti Oleh Pelaku <strong>Indonesia</strong><br />
74
LIBER. International Book Fair<br />
Waktu penyelenggaraan 7 - 9 Oktober 2009<br />
Bertempat di paviliun 12 IFEMA.<br />
Organiser: Fira de Barcelona .<br />
Jam Pameran 10.00-19.00<br />
Guest Country tahun 2009: Rusia<br />
Frequency: setiap tahun<br />
Sektor: perusahaan penerbitan, perusahaan seni grafis, multimedia, asosiasi profesional, layanan jasa dan<br />
perusahaan pemasok.<br />
Profil Pengunjung: penerbit, prescriptores, distributor, perpustakaan, autor dan lainnya.<br />
Untuk ikut serta dalam pameran ini perlu mendaftar dan mengisi formulir yang disediakan secara online pada<br />
situs: http://www.liber.ifema.es/<br />
Organisasi dan Asosiasi-Asosiasi Penerbitan dan Percetakan di Spanyol<br />
a. Federación de Gremios de Editores de España (Spanish Publishers‘ Federation)<br />
Cea Bermúdez, 44-2º Dcha.<br />
28003 Madrid<br />
Tel.: 91 534 51 95<br />
Fax: 91 535 26 25<br />
Website:www.federacioneditores.org/<br />
b. Asociación de Empresarios del Comercio del libro de Madrid (Asosiasi Perdagangan Buku Madrid)<br />
C/ Santiago Rusiñol, 8<br />
28040 Madrid<br />
Telp: +34-915346124<br />
Fax: +34-91 5534956<br />
http://www.librerosmadrid.es<br />
c. Federación de Asociaciones Nacionales de Distribuidores de Ediciones (Federation of National Associations of<br />
Distributors of Publications)<br />
C/ Santiago Rusiñol, 8<br />
28040 Madrid<br />
Tel. 902 195 940<br />
http://www.fande.es<br />
d. Sociedad General de Autores y Editores-SGAE (Spanish Society of Authors Composers and Publishers)<br />
Fernando VI, 4<br />
28004 Madrid<br />
Tel: 34913499550/913499500<br />
Website: www.sgae.es<br />
3.7.3.6 KERAJINAN<br />
Spanyol merupakan salah satu negara tujuan utama di Eropa untuk ekspor kerajinan dan mebel <strong>Indonesia</strong>. Berbagai<br />
daerah di <strong>Indonesia</strong> secara rutin mengekspor kerajinan khas daerahnya masing-masing ke Spanyol. Berbagai kerajinan<br />
asal <strong>Indonesia</strong> yang berhasil menembus pasar Spanyol antara lain kerajinan kulit kerang dari Cirebon, kerajinan buah<br />
75
kering dari Nusa Tenggara Barat, kerajinan kayu, kerajinan besi, logam dan sapu lidi dari Bali, serta kerajinan souvenir<br />
berbentuk perkusi dari Malang<br />
Kerajinan berbahan baku kulit kerang seperti hiasan pintu, gorden, dan lain-lain mempunyai permintaan yang cukup<br />
tinggi di Spanyol dengan jumlah dua hingga empat kontainer per bulan. Nilai ekspor kerajinan kulit kerang Cirebon pada<br />
bulan Januari 2009 sebesar US$34,688,93 dan pada bulam Februari meningkat menjadi US$ 43,977.27. Keuntungan<br />
memasarkan kerajinan kulit kerang adalah bahan bakunya yang tersedia sepanjang tahun sehingga setiap bulan bisa<br />
terus memenuhi permintaan luar negeri.<br />
Kerajinan buah kering merupakan komoditi utama kerajinan Nusa Tenggara Barat yang dieskpor ke Spanyol, Amerika<br />
Serikat, Belanda, Jerman dan Jepang. Kerajinan buah kering pada tahun 2007 menyumbang separuh dari total nilai<br />
ekspor kerajinan NTB dari 24 komoditi senilai US$ 679.042,51 atau sekitar Rp. 6,31 miliar. Nilai ekspor kerajinan buah<br />
kering Nusa Tenggara Barat mencapai US$ 344.329,67 atau Rp. 3,202 miliar.<br />
Kerajinan kayu merupakan salah satu ekspor utama kerajinan asal Bali. Pada periode Januari - Agustus 2007, tercatat<br />
hampir 40 % dari nilai ekspor total kerajinan Bali berasal dari kerajinan kayu dengan nilai ekspor senilai US$<br />
63.136.109,16 (nilai total ekspor kerajinan Bali US$ 162.407.149,29). Dari sekian banyak negara pemasok kerajinan<br />
kayu, dalam periode Januari - Agustus 2007 pemasok dari Spanyol berada pada urutan ke tiga setelah Amerika dan<br />
Prancis. Nilai ekspor kerajinan kayu ke Spanyol selama periode tersebut bernilai sebesar 5.198.564,38 dolar AS.<br />
Sedangkan Amerika Serikat senilai 11.507.745,86 dolar AS dan Prancis 7.525.824,46 dolar AS. Ini menandakan bahwa<br />
Spanyol memiliki daya beli tinggi, khususnya untuk jenis kerajinan kayu. Tren aneka jenis kerajinan kayu yang diinginkan<br />
juga bervariasi dan tergantung dari selera konsumen. Selera masyarakat Spanyol pada umumnya hampir sama dengan<br />
Prancis, Amerika, Italia, England dan lain sebagainya.<br />
3.7.4 Argentina<br />
Sejak Argentina mulai pulih dari krisis ekonomi, neraca perdagangan <strong>Indonesia</strong>-Argentina terus menunjukan peningkatan<br />
dengan surplus masih tetap berada di pihak Argentina. Total volume perdagangan kedua negara tahun 2008 adalah<br />
sebesar US$ 747,51 juta atau meningkat 20% dari tahun 2007 dengan surplus bagi Argentina sebesar US$ 281,87 juta.<br />
Ekspor <strong>Indonesia</strong> ke Argentina dalam lima tahun terakhir mengalami kenaikan sebesar 117% dengan nilai ekspor tahun<br />
2008 mencapai US$ 232.82 juta, meningkat 9% dari tahun 2007 sebesar US$ 214.20 juta. Ekspor <strong>Indonesia</strong> ke<br />
Argentina sampai dengan bulan April 2009 tercatat US$ 29,25 ribu atau 0,31% dari total impor Argentina dalam 4 bulan<br />
pertama tahun 2009. Sedangkan nilai impor <strong>Indonesia</strong> dari Argentina adalah sebesar US$ 118,55 ribu atau 0,80% dari<br />
total ekspornya. Jenis Produk Impor utama dari <strong>Indonesia</strong> antara lain adalah karet dan produk turunannya, textil,<br />
footwear, buah kering dan biji coklat serta peralatan elektronik dan mekanik.<br />
Dari data tersebut terlihat bahwa aktivitas perdagangan antar kedua negara masih banyak berkisar pada produk alam<br />
dan manufaktur. Sedangkan produk yang bersifat industri kreatif relatif masih terbuka peluangnya untuk terus<br />
dikembangkan.<br />
3.7.4.1 INDUSTRI AUDIOVISUAL: FILM, ANIMASI, TELEVISI<br />
Impor yang paling menonjol di Argentina antara lain adalah impor buku, film, produk musik, furniture dan kerajinan<br />
tangan. Peningkatan impor buku, film dan musik ini antara lain disebabkan peningkatan minat terhadap buku dan musik<br />
asing, khususnya yang berbahasa Inggris.<br />
Di samping film produksi Hollywood, masyarakat Argentina cukup terbuka dalam menerima film-film produksi negara lain,<br />
baik di layar bioskop maupun di televisi mereka. Event tahunan seperti Festival Film Internasional Mar Del Plata atau<br />
Festival Film Independen Internasional Buenos Aires menjadi acara yang disambut meriah oleh ribuan pecinta film<br />
76
Argentina. Festival film semacam ini menjadi wadah bagi sineas Argentina untuk menunjukkan kualitasnya sekaligus<br />
membuka mata rakyat Argentina serta pasar film Argentina terhadap film asing berkualitas.<br />
Kualitas sumber daya perfilman Argentina termasuk cukup diperhitungkan di kawasan Amerika. Sejauh ini sudah ada 5<br />
praktisi perfilman Argentina yang meraih Oscar, temasuk di antaranya Gustavo Santaolalla yang sudah meraih Oscar dua<br />
kali berturut-turut sebagai penata musik terbaik untuk film ―Brokeback Mountain‖ (2005) dan ―Babel‖ (2006).<br />
Professional Argentina juga acap kali meraih Goya dan San Sebastian Movie Awards. Dari segi kuantitas, perfilman<br />
<strong>Indonesia</strong> dan Argentina sama-sama sedang mengalami kebangkitan yang diiringi peningkatan minat masyarakat<br />
setempat untuk menyaksikan film lokal. Kebangkitan sinema kedua negara ini dapat dimanfaatkan momentumnya tidak<br />
hanya untuk menjalin kerjasama pembuatan film tetapi juga pertukaran pengetahuan dan pengalaman. Salah satu format<br />
film yang menarik untuk dijadikan obyek kerjasama adalah film animasi. Dibandingkan jenis film yang menggunakan<br />
manusia sebagai obyek, film animasi lebih fleksibel karena perbedaan bahasa dan ras tidak terlalu menjadi halangan.<br />
Hal lain yang bisa dikembangkan adalah pertukaran ide dan format untuk acara TV. Sebagai negara pengekspor acara<br />
TV keempat terbesar di dunia, Argentina banyak menggunakan format TV dokumenter dengan syuting di luar negeri,<br />
termasuk di antaranya di <strong>Indonesia</strong> untuk acara budaya dan pariwisata. Di sisi lain, <strong>Indonesia</strong> dengan jumlah saluran TV<br />
dan production house yang cukup tinggi dapat juga menjajaki kerjasama pertukaran program TV dengan Argentina. Di<br />
luar acara film dokumenter, kualitas produksi dan format program TV <strong>Indonesia</strong> lebih menarik dibandingkan program TV<br />
yang ada di Argentina. Jika memungkinkan, <strong>Indonesia</strong> dapat menjual ide dan format acara TV ini kepada production<br />
house atau kanal TV di Argentina.<br />
3.7.4.2 FURNITURE DAN KERAJINAN<br />
Untuk industri kreatif yang berbasis budaya, <strong>Indonesia</strong> mempunyai peluang yang besar untuk produk seperti furnitur dan<br />
kerajinan tangan. Hal ini disebabkan peningkatan minat masyarakat Argentina terhadap produk kerajinan tangan yang<br />
bermotif etnik atau tradisional. Produk asal <strong>Indonesia</strong> termasuk yang cukup diminati dan mempunyai nilai jual tinggi di<br />
Argentina. Hal ini terlihat dari pemasaran produk kerajinan tangan dan furniture asal <strong>Indonesia</strong> di beberapa pusat<br />
perbelanjaan kelas menengah dan atas di Argentina, antara lain meja, kursi, sofa dari kayu dan rotan serta dari eceng<br />
gondok. Kerajinan tangan khas <strong>Indonesia</strong> dinilai memiliki kualitas yang cukup baik dan eksotisme kerajinan tangan khas<br />
<strong>Indonesia</strong> dinilai lebih unik dibanding produk asal Cina dan India yang sudah umum membanjiri pasaran Argentina.<br />
Hal yang harus diperhatikan dalam menjual produk kerajinan tangan dan furniture ke Argentina adalah persaingan dan<br />
selera pasar setempat. Untuk produk furniture kelas menengah bawah, selain produk asal <strong>Indonesia</strong> yang banyak<br />
diimpor ke Argentina adalah produk asal Cina, Vietnam dan Malaysia. Sedangkan untuk furniture kelas atas, produk asal<br />
<strong>Indonesia</strong> dan produk tertentu asal Cina mempunyai pasar yang masih terbuka lebar. Pada tahun 2008, ekspor produk<br />
furniture dan handicraft <strong>Indonesia</strong> ke Argentina mencapai 3,36 juta dollar AS dan 974,232 dollar AS sampai dengan<br />
April 2009.<br />
Pada tanggal 23 Juli – 4 Agustus 2009 <strong>Indonesia</strong> berpartisipasi Exposicion Rural yang merupakan pameran terbesar di<br />
Argentina. Dalam kesempatan ini KBRI Buenos Aires bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Amerika dan Eropa,<br />
Departemen Luar Negeri, Departemen Perindustrian, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata serta BKPM menampilkan<br />
produk-produk khas kerajinan tangan dan perhiasan <strong>Indonesia</strong>. Produk-produk <strong>Indonesia</strong> yang unik menarik minat publik<br />
Argentina yang datang ke anjungan <strong>Indonesia</strong> walaupun pada pameran ini produk-produk yang dipamerkan tersebut<br />
tidak untuk dijual. Meskipun demikian cukup sulit untuk menahan antusiasme pengunjung yang berkeinginan untuk<br />
membeli barang-barang <strong>Indonesia</strong>.<br />
Selain promosi produk-produk dan peluang investasi di <strong>Indonesia</strong>, kepada publik Argentina diperkenalkan pula seni<br />
budaya dan pariwisata <strong>Indonesia</strong> baik melalui pemutaran video tari dan promosi wisata maupun melalui brosur-brosur<br />
yang dibagikan selama pameran. <strong>Indonesia</strong> merupakan satu-satunya negara asing yang berpartisipasi dalam pameran<br />
77
ini. Keikutsertaan <strong>Indonesia</strong> dalam pameran ini merupakan bagian dari rangkaian program Promosi Terpadu <strong>Indonesia</strong><br />
2009 yang diselenggarakan di Paraguay dan Argentina.<br />
3.7.4.3 KERAJINAN: JEWELLERY<br />
Produk lain yang masih terbuka pasarnya bagi <strong>Indonesia</strong> adalah produk perhiasan (jewellery). Kualitas perhiasan di<br />
Argentina baik yang berupa logam (emas, perak) maupun batu-batuan berharga maupun imitasi masih belum terlalu<br />
bagus. Dari beberapa kali pameran yang diadakan KBRI Buenos Aires, produk perhiasan yang dibawa pengusaha<br />
<strong>Indonesia</strong>, khususnya perhiasan batu-batuan dengan desain etnik menarik perhatian besar masyarakat setempat. Di<br />
beberapa pusat perbelanjaan besar Argentina, produk perhiasan dengan motif dan desain etnik ini juga dijual dengan<br />
harga tinggi dengan kualitas yang relatif tidak sebaik produk sejenis di <strong>Indonesia</strong>. Prospek pemasaran jewellery di<br />
Argentina cukup cerah mengingat stándar hidup masyarakat setempat yang cukup tinggi untuk ukuran Amerika Latin dan<br />
kebiasaan masyarakat setempat yang senang menggunakan perhiasan dalam berbagai kesempatan, baik formal<br />
maupun informal. Berdasarkan data dari Mercosur, impor jewellery imitasi dari <strong>Indonesia</strong> ke Argentina pada tahun 2008<br />
mencapai 111.644 dollar AS.<br />
3.7.4.4 MUSIK: ALAT MUSIK<br />
Produk <strong>Indonesia</strong> lainnya yang sudah cukup banyak masuk pasaran Argentina adalah untuk instrumen musik. Pada tahun<br />
2008 impor Agentina dari <strong>Indonesia</strong> untuk alat musik 1.304.875 dollar AS, sedangkan sampai dengan April 2009 impor<br />
produk sejenis mencapai 92,869 dollar AS. Peluang produk ini masih terbuka lebar mengingat minat masyarakat<br />
Argentina terhadap musik cukup tinggi dan pelajaran kesenian di sekolah-sekolah Argentina merupakan salah satu mata<br />
pelajaran yang mendapat perhatian tinggi.<br />
3.7.4.5 FESYEN: PRODUK TEKSTIL<br />
Produk tekstil dari <strong>Indonesia</strong>, baik yang masih berupa benang atau produk jadi telah banyak yang memasuki pasaran<br />
Argentina. Pada tahun 2008, tekstil dan produk manufakturnya yang diimpor Argentina dari <strong>Indonesia</strong> mencapai nilai<br />
56,615,299 dollar AS. Salah satu retail yang terkenal di Argentina, Falabella setiap tahunnya mengimpor pakaian, jeans,<br />
sarung bantal dan produk garmen lain dalam jumlah yang cukup besar dari <strong>Indonesia</strong>.<br />
3.7.4.6 TANTANGAN DAN HAMBATAN<br />
Meskipun terbuka peluang pasar yang cukup besar bagi beberapa produk kreatif <strong>Indonesia</strong> di Argentina, untuk dapat<br />
berhasil menembus pasar Argentina, beberapa hal yang harus diperhatikan eksportir <strong>Indonesia</strong> adalah :<br />
1. Faktor Bahasa<br />
Bahasa resmi Argentina adalah Bahasa Spanyol. Penggunaan Bahasa Spanyol ini menjadi sesuatu yang wajib untuk<br />
banyak dokumen bisnis. Salah satu kasus yang saat ini dihadapi beberapa importir <strong>Indonesia</strong> yang ditangani KBRI<br />
Buenos Aires adalah tuduhan dumping, dimana pengusaha diminta menjawab dokumen investigasi dumping yang<br />
seluruhnya dalam Bahasa Spanyol.<br />
2. Prioritas pada produksi dan tenaga kerja lokal (proteksionisme)<br />
Pemerintah Argentina menunjukkan perhatian yang sangat kuat terhadap keberadaan industri lokal serta<br />
penggunaan tenaga kerja lokal. Perhatian ini antara lain ditunjukkan dalam peraturan-peraturan setempat yang<br />
intinya adalah mengurangi impor dan penggunaan tenaga kerja asing. Bahkan untuk beberapa produk yang<br />
dibutuhkan pasar Argentina, Pemerintah setempat masih berusaha membatasi impor dengan meninggikan pajak<br />
impor atau membuat aturan-aturan tertentu yang menghambat impor dari negara lain. Salah satu contohnya adalah<br />
Peraturan No. 61 tahun 2009 mengenai lisensi impor, dimana importir harus mendapat ijin khusus dari Pemerintah<br />
78
Argentina dengan menyebutkan secara rinci mengenai barang dan jumlah barang yang diekspor. Produk yang<br />
termasuk dalam daftar terkena Peraturan No. 61 ini antara lain tekstil, furniture dan mainan anak.<br />
3. Persaingan dari produsen sejenis<br />
Untuk beberapa produk industri kreatif yang berbasis budaya, <strong>Indonesia</strong> harus bersaing dengan beberapa negara<br />
Asia lain dan Brazil. Selain Cina dan India, Vietnam, Thailand, dan Malaysia merupakan negara yang banyak<br />
mengekspor produk furniture, kerajinan tangan dan garment. Untuk itu, selain peningkatan desain, kualitas produksi,<br />
pengusaha <strong>Indonesia</strong> perlu pemahaman yang lebih mendalam mengenai selera masyarakat setempat. Selain<br />
menyukai produk dengan nilai etnis/tradisional tinggi, masyarakat Argentina umumnya menyukai produk dengan nilai<br />
artistik yang unik dan seni alternatif.<br />
4. Faktor jarak dan biaya transportasi<br />
Untuk produk-produk tertentu, seperti tekstil, furniture dan kerajinan tangan, faktor jarak yang jauh antara Argentina<br />
dan <strong>Indonesia</strong> berdampak besar pada biaya transportasi dan waktu pengiriman. Tetapi untuk beberapa produk kreatif<br />
lain yang mengutamakan desain dan ide, hal ini tidak terlalu menjadi masalah, khususnya dengan teknologi informasi<br />
yang sudah ada saat ini.<br />
3.7.5 Afrika Selatan<br />
Peluang kerjasama antar asosiasi industri kreatif <strong>Indonesia</strong> dan Afrika Selatan terbuka lebar, karena adanya MoU on<br />
Culture Cooperation antar kedua negara. Melalui pelaksanaan MoU ini, diharapkan interaksi asosiasi-asosiasi insan kreatif<br />
kedua negara dapat diintersifkan. Untuk mendorong pemasaran industri kreatif <strong>Indonesia</strong> di pasar Afrika Selatan<br />
diperlukan upaya yang berkesinambungan dan tanpa henti, dengan memanfaatkan keikut-sertaan insan kreatif <strong>Indonesia</strong><br />
dalam berbagai pameran dan festival di Afrika Selatan.<br />
3.7.5.1 FILM DAN ANIMASI<br />
Perfilman Afrika Selatan merupakan yang tertua kedua di dunia setelah Amerika Serikat, dengan sejarah yang cukup<br />
panjang dalam perkembangannya. Industri perfilman dan animasi pada umumnya memiliki kantor dan kegiatan di Cape<br />
Town dan Johannesburg.<br />
Pada tahun 2007, produksi film dan animasi Afrika Selatan mencapai nilai sebesar 11.5 milliar Rand (atau setara dengan<br />
1,53 milliar Dollar Amerika Serikat). Untuk memajukan industri perfilman dan animasi, pemerintah Afrika Selatan<br />
membentuk National Film & Video Foundation (NFVF). Yayasan ini memiliki mandat dari parlemen untuk mengembangkan<br />
dan mempromosikan industri film, video dan animasi di Afrika Selatan. Selama tahun 2006 dan 2007, yayasan<br />
memberikan bantuan hibah senilai R 46,5 juta bagi pengembangan dan pembuatan film feature, film singkat, seri televisi,<br />
dokumenter dan proyek animasi, serta menyediakan beasiswa bagi para mahasiswa.<br />
Salah satu strategi yang dilakukan oleh NFVF untuk menempatkan film-film Afrika Selatan di arena perfilman internasional<br />
adalah secara aktif berpartisipasi dalam berbagai festival film dunia sejak tahun 2000. Bahkan tercatat sejak tahun 1997,<br />
film-film Afrika Selatan telah menjadi peserta resmi festival film internasional di Cannes, Perancis. Sebagai hasil dari ikut<br />
sertanya dalam festival film internasional, film ―Tsotsi‖ memenangkan piala Oscar dari Hollywood sebagai film asing<br />
terbaik tahun 2007 dan film ―Yesterday‖ tampil sebagai film asing yang dinominasikan dalam piala Oscar pada tahun<br />
2005. Disamping itu, NFVF meningkatkan juga kualitas perfilman di Afrika Selatan, dengan menyelenggarakan berbagai<br />
jenis festival film di dalam negeri setiap tahunnya.<br />
Beberapa festival film yang terkenal di Afrika Selatan, antara lain:<br />
Durban International Film Festival, KwaZulu-Natal<br />
Encounters Documentary Festival, Johannesburg<br />
79
TriContinental Film Festival, Cape Town<br />
North West Film Festival<br />
Apollo Film Festival, Northern Cape<br />
Cape Town World Cinema Festival<br />
KwaMashu Film Festival, KwaZulu-Natal<br />
Afrika Selatan juga telah menjadi tujuan bagi pembuatan film-film Hollywood. Daya tarik untuk melakukan pembuatan film<br />
di Afrika Selatan, antara lain lokasi yang indah, infrastruktur yang memadai, dan biaya produksi 30 % - 40 % lebih murah<br />
dibandingkan di Amerika Serikat, dan 20 % lebih rendah dibandingkan dengan Australia.<br />
Disamping dipasarkan di dalam negeri, pada umumnya film-film terbaik Afrika Selatan, juga ditayangkan di negara-negara<br />
SADC (Southern Africa Development Cooperation) yang terdiri dari Lesotho, Swaziland, Namibia, Zambia, Botswana,<br />
Mozambique, Zimbabwe, Malawi, Angola, dan Mandagaskar.<br />
Di bidang industri animasi, terdapat beberapa perusahaan Afrika Selatan yang telah berhasil menerobos pasar<br />
internasional seperti ―Triggerfish Animation-Cape Town‖, dan ―Ambient Animation-Johannesburg‖.<br />
Guna terus mengembangkan kualitas produk animasi Afrika Selatan, festival animasi terkemuka diselenggarakan setiap<br />
tahunnya, yaitu Animationxchange di Johannesburg.<br />
Beberapa asosiasi insan kreatif Subsektor Film dan Animasi di Afrika Selatan, yang dapat dijadikan mitra dalam<br />
melakukan tukar menukar informasi untuk mengembangkan dan memajukan industri kreatif, yaitu:<br />
1. The Commercial Producers Association of South Africa (CPA)<br />
Alamat : P.O. Box 413005, Craighall 2024, South Africa<br />
Telepon : +27 11 673-6809<br />
Fax : +27 86 674-8321<br />
e-mail : bobby@cpasa.tv<br />
Website : www.cpasa.tv<br />
2. The Documentary Fimmakers Association (DFA)<br />
3. Animation South Africa<br />
Alamat : DFA c/o Underdog, P.O. Box 30, Melrose Arch 2076, South Africa<br />
Telepon : +27 83 901-2000<br />
Fax : +27 86 696-4460<br />
e-mail : info@docfilmsa.com<br />
Website : www.docfilmsa.com<br />
Alamat : P.O. Box 3472, Pinegowrie, 2123, South Africa<br />
Telepon : +27 11 293-3365<br />
Fax : +27 86 640-6035<br />
e-mail : info@animationsa.org<br />
Website : www.animationsa.org<br />
4. South African Guild of Animators<br />
Alamat : P.O. Box 1044, Northcliff 2115, Johannesburg, South Africa<br />
Telepon : +27 11 787-7300<br />
Fax : +27 11 781-1597<br />
5. South African Scriptwriter‘s Association (SASWA)<br />
80
Alamat : P.O. Box 91937, Auckland Park 2006, Johannesburg, South Africa<br />
Telepon : +27 11 678-3838<br />
Fax : +27 11 678-3838<br />
e-mail : saswa@global.co.za<br />
6. South Africa Society of Cinematographers (SASC)<br />
Alamat : P.O. Box 81251, Parkhurst 2120, South Africa<br />
Telepon : +27 11 788-0802<br />
Fax : +27 11 788-0802<br />
e-mail :sasc@mweb.co.za<br />
7. National Television and Video Association (NTVA)<br />
Telepon : +27 21 424-7575<br />
Fax : +27 21 424-7580<br />
e-mail : ntva@iafrica.com<br />
Website : www.ntva.org.za<br />
8. The Independent Producers Organization (IPO)<br />
Alamat : P.O. Box 2381, Saxonwold 2132, South Africa<br />
Telepon : +27 11 719-4023<br />
e-mail : administrator@ipo.org.za<br />
Website : www.ipo.org.za<br />
9. Women in Film and Television South Africa (WIFTSA)<br />
3.7.5.2 MUSIK<br />
Telepon : +27 21 794-2286<br />
Fax : +27 21 794-9960<br />
e-mail : info@wiftsa.org.za<br />
Website : www.wiftsa.org.za<br />
Produksi musik Afrika Selatan terus berkembang, karena memiliki nilai budaya yang sangat tinggi dan mempunyai nilai<br />
ekonomi yang besar melalui penghasilan hak cipta. Berdasarkan data ―Southern African Music Rights Organization‖<br />
(SAMRO), pada tahun 2007, organisasi tersebut berhasil menghimpun dana royalty sebesar 350 juta Rand (setara<br />
dengan US$. 45 juta), dan senilai 250 juga Rand (US$ 32 juta) dibagikan kepada para pemusik yang miliki hak cipta.<br />
Pada tahun 2008, tercatat penjualan CD musik di Afrika Selatan mencapai 225 juta dollar Amerika Serikat. Jumlah<br />
tersebut cukup besar untuk satu negara di benua Afrika.<br />
Peranan Departemen Seni dan Budaya dalam memajukan industri musik, antara lain menyelenggarakan ―South African<br />
Music Week‖, dan ―Moshito Music Conference and Exhibition‖ setiap tahun. Dalam rangka meningkatkan mutu<br />
perusahaan rekaman telah dibentuk ―Recording Industry of South Africa‖ (RISA). Selanjutnya, menyelenggarakan ―South<br />
African Music Awards‖ (SAMAs), yang merupakan ajang pemilihan penyanyi dan industri musik terbaik di Afrika Selatan.<br />
Disamping itu, Departemen Seni dan Budaya juga mengadakan berbagai festival musik yang bertaraf internasional,<br />
antara lain:<br />
Jazzathon di Cape Town<br />
Joy of Jazz di Johannesburg<br />
Splashy Fen di Durban<br />
81
Cape Town International Jazz Festival<br />
ObzFestival di Cape Town<br />
Di kancah musik internasional, beberapa penyanyi dan pemusik Afrika Selatan telah berhasil menempatkan dirinya<br />
sebagai penyanyi dunia. Dalam kaitan ini, penyanyi jazz terkemuka Mariam Makheba, merupakan wanita Afrika pertama<br />
yang memenangkan Grammy Awards di Amerika Serikat untuk kategori Best Folk Recording di tahun 1966; kelompok<br />
penyanyi tradisional Ladysmith Black Mamboza untuk kategori the Best Traditional World Music Album (1967, 2005, dan<br />
2009); serta the Soweto Gospel Choir memenangkan Grammy Awards untuk kategori the Best Traditional World Music<br />
pada tahun 2007.<br />
Karya para pemusik Afrika Selatan juga dipasarkan di Negara anggota SADC (Southern Africa Development Cooperation),<br />
seperti Namibia, Angola, Botswana, Zambia, Malawi, Swaziland, Mozambique, Lesotho, dan Mandagaskar. Dengan<br />
demikian selain mendapatkan pasar di dalam negeri Afrika Selatan, tetapi juga memanfaatkan pasar 9 negara SADC<br />
lainnya.<br />
Beberapa asosiasi insan kreatif Subsektor Musik di Afrika Selatan, yang dapat dijadikan mitra dalam melakukan tukar<br />
menukar informasi untuk mengembangkan dan memajukan industri kreatif, yaitu:<br />
1. Association of Independent Record Companies South Africa (AIRCO)<br />
Alamat : 85 1 st Avenue, Melville 2196, South Africa<br />
Telepon : +27 11 482-8305<br />
Fax : +27 11 482-5822<br />
e-mail : info@airco.org.za<br />
Website : www.airco.org.za<br />
2. Recording Industry of South Africa (RISA)<br />
Alamat : PO Box 367, Randburg 2125, South Africa<br />
Telepon : +27 11 886-1342<br />
Fax : +27 11 886-4169<br />
Website : www.risa.org.za<br />
3. South African Music Performance Rights Association (SAMPRA)<br />
Alamat : Suite 4, 150 Bram Fischer Drive, Cnr. Republic Road, Randburg, South Africa<br />
Telepon : +27 11 886-1342<br />
Fax : +27 11 886-4169<br />
e-mail : info@sampra.org.za<br />
Website : www.sampra.org.za<br />
4. South African Recording Rights Association Limited (SARRAL)<br />
Alamat : P.O. Box 2017, Braamfontein 2017, South Africa<br />
Telepon : +27 11 339-1333<br />
Fax : +27 11 339-1403<br />
e-mail : info@sarral.org.za<br />
Website : www.sarral.org.za<br />
5. Southern African Music Rights Organization (SAMRO)<br />
Alamat<br />
: PO Box 31609, Braamfontein 2017, South Africa<br />
82
Telepon : +27 11 0861 111 72676<br />
Fax : +27 11 430-1934<br />
e-mail : customerservices@samro.org.za<br />
Website : www.samro.org.za<br />
3.7.5.3 DESAIN DAN PIRANTI LUNAK<br />
Industri desain termasuk peranti lunak di Afrika Selatan telah berkembang dengan pesat. Hal ini disebabkan karena<br />
adanya kerjasama yang sinergi antara pemerintah, swasta, dan berbagai asosiasi untuk mempromosikan desain hasil dari<br />
para perancang Afrika Selatan.<br />
Untuk menampung kepentingan serta meningkat kualitas hasil perancang Afrika Selatan, telah diselenggarakan pameran<br />
Design Indaba setiap tahunnya di Cape Town. Saat ini, Design Indaba merupakan salah satu pameran desain terkemuka<br />
di dunia. Mengingat menampilkan beragam produk, antara lain desain grafis, dekorasi, periklanan, penerbitan, jewelry,<br />
desain interior, film, kerajinan, pakaian, dan bahkan arsitektur. Pameran ini, telah menarik jumlah pengunjung dari luar<br />
negeri yang membeli berbagai produk dan hak cipta hasil para perancang Afrika Selatan, maupun menjalin kerjasama<br />
bisnis.<br />
Majalah Design Indaba merupakan majalah pertama dan satu-satunya dari benua Afrika yang pernah memenangkan Best<br />
Design for New Magazine Award pada Folio Show in New York pada tahun 2005. Pada tahun 2009 majalah tersebut,<br />
dimasukkan sebagai Colophon‘s Top 100 Most Innovative Magazines in the World.<br />
Perlindungan terhadap hak cipta dan standardisasi desain Afrika Selatan faktor yang sangat diperhatikan oleh pemerintah<br />
Afrika Selatan. Setiap produk desain yang dihasilkan akan dilindungi oleh hak cipta, dan untuk standardisasi akan<br />
mengacu pada standard yang ditetapkan oleh South African Bureau of Standards (SABS). Dengan demikian, produk<br />
desain Afrika Selatan memiliki nilai kompetitif setara dengan produk-produk desain dari Negara-negara maju.<br />
Dalam rangka mendorong pengembangan desain, Departemen Seni dan Budaya telah meluncurkan gagasan untuk<br />
pembentukan ―Skill Centre‖. Inisiatif ini telah berhasil mempromosikan kerjasama pihak swasta dan pemerintah dalam<br />
mengembangkan desain produk dan tehnik desain dengan peralatan komputer.<br />
Beberapa gagasan yang telah dilakukan, antara lain:<br />
Kerjasama dengan South African Fashion Week yang merupakan anjang pemilihan hasil rancangan pakaian terbaik<br />
dan terpopuler di Afrika Selatan, guna mendorong keterlibatan masyarakat dalam industri perancangan pakaian,<br />
Mengajak para perancang terkenal untuk menjadi tutor dalam pelatihan guna mencari bakat-bakat baru, serta<br />
mengembangkan berbagai rancangan dalam produk kerajinan,<br />
Membentuk pusat pengembangan desain bekerjasama dengan lembaga penelitian dan universitas dalam<br />
mengembangkan produk desain, dan mencari teknologi dan perantik lunak yang tepat untuk digunakan dalam<br />
industri desain.<br />
Dalam kerjasama kemitraan, pemerintah dan sektor swasta membentuk Design Indaba Trust sebagai lembaga non-profit<br />
yang menghimpun dana untuk memberikan beasiswa bagi para mahasiswa kurang mampu, serta mengadakan program<br />
pelatihan di bidang desain.<br />
Sebagai gambaran, beberapa produk desain terkenal dari Afrika Selatan, adalah:<br />
a. Tonic Design Studio Johannesburg, merancang perlengkapan lounge room dan restoran di Eropa, Amerika Serikat,<br />
dan di beberapa negara Afrika.<br />
b. Sian Eliot – Team Two, mendesain lampu yang disebut dengan Faraway Tree, yang telah dipesan oleh beberapa<br />
hotel di San Francisco, Hong Kong, Stockholm dan Mumbai.<br />
83
c. Helon Melon Bedding – Cape Town, merancang alas tempat tidur dengan desain metallic embroidered linen, dan<br />
telah diekspor ke Inggris, Amerika Serikat, negara-negara Teluk, dan beberapa Negara Eropa.<br />
d. Afro – Cape Town, merancang tas dan bantal terbuat dari bahan kain, dan diekspor ke Austria.<br />
e. Heath Nash, mendesain atas lantai berbuat dari bekas penutup botol yang didaur-ulang, dan diekspor ke beberapa<br />
negara Eropa.<br />
f. Greg and Roche Dry, merancang kursi gantung dan berbagai bentuk furniture modern, dan diekspor ke Amerika<br />
Serikat.<br />
g. Frauke Stegmann, mendesain kotemporer produk tableware, hasilnya diekspor ke Denmark, Amerika Serikat, Inggris<br />
dan Jepang.<br />
h. Maira Koutsoudakis interior design, merancang berbagai produk untuk dekorasi hotel serta eco-resort, dan<br />
produknya diminati di Perancis, Inggris, Jepang, dan Jerman.<br />
Beberapa asosiasi insan kreatif Subsektor Desain dan Piranti Lunak di Afrika Selatan, yang dapat dijadikan mitra dalam<br />
melakukan tukar menukar informasi untuk mengembangkan dan memajukan industri kreatif, yaitu:<br />
1. South African Fashion Designers Association (SAFDA)<br />
Telepon : +27 11 333-2636<br />
Fax : +27 11 337-8914<br />
e-mail : sonwabile@vukanifashions.com<br />
2. South African Communication Design Council (Think)<br />
Alamat : PO Box 1887, Fourways Gardens 2068, South Africa<br />
Telepon : +27 11 467-7945<br />
Fax : +27 86 510-9735<br />
e-mail : think@think.org.za<br />
Website : www.think.org.za<br />
3.7.5.4 PENERBITAN DAN PERCETAKAN<br />
Industri penerbitan dan percetakan terus meningkat setiap tahunnya, walaupun belum dapat disejajarkan dengan negaranegara<br />
maju. Namun dalam kualitas produk penerbitan, khususnya kesusasteraan Afrika Selatan telah diakui oleh dunia<br />
internasional. Tercatat dua penulis sastra Afrika Selatan yang pernah memenangkan hadiah Nobel di bidang<br />
kesusasteraan, yaitu Nadine Gordimer (1991), dan John Maxwell Coetzee (2003).<br />
Sebagai catatan tahun 2007, pendapatan dari industri penerbitan dan percetakan mencapai nilai 3.544 milliar Rand<br />
(atau setara dengan 506,2 juta Dollar Amerika Serikat). Dalam pembagian pasar, hampir sebesar 92,5 persen dikuasai<br />
oleh perusahaan-perusahaan besar, sedang sisanya sebesar 7,5 persen dilakukan oleh pengusaha menengah dan kecil<br />
(UKM).<br />
Pangsa pasar buku terbesar dikuasai oleh buku-buku pelajaran sekolah sebesar 54,96 persen. Sedangkan journal dan<br />
majalah yang berkaitan dengan masalah politik, ekonomi, bisnis dan isu sosial mencapai 28,68 persen. Selanjutnya untuk<br />
buku-buku lembaga pendidikan tinggi memiliki pangsa pasar sebesar 12 persen. Sedangkan majalah hiburan hanya<br />
mencapai 4,36 persen.<br />
Dalam rangka memajukan industri penerbitan dan percetakan, Departemen Seni dan Budaya menyelenggarakan festival<br />
Time of the Writer, setiap tahun, sebagai anjang pertemuan para penulis Afrika Selatan. Disamping itu, memberikan<br />
mandat kepada Print Industries Cluster Council (PICC), untuk melakukan penelitian terhadap kebiasaan membaca warga<br />
Afrika Selatan, serta menginformasikan hasil penelitian tersebut kepada para pelaku industri penerbitan dan percetakan.<br />
84
Untuk mendorong penerbitan buku dalam bahasa daerah, Departemen Seni dan Budaya telah meluncurkan Indigenous<br />
Literature Publishing Project. Proyek ini ditujukan untuk mendorong pertumbuhan penerbitan berbagai buku dalam<br />
bahasa daerah dan mendorong pembaca baru. Dipihak lain, bekerjasama dengan Publishing Association of South Africa<br />
(PASA) memberikan penghargaan terhadap penulis terbaik Afrika Selatan, serta mengembangkan budaya baca di<br />
kalangan masyarakat.<br />
Beberapa asosiasi insan kreatif Subsektor Penerbitan dan Percetakan di Afrika Selatan, yang dapat dijadikan mitra dalam<br />
melakukan tukar menukar informasi untuk mengembangkan dan memajukan industri kreatif, yaitu:<br />
1. Publishers‘ Association of South Africa (PASA0<br />
Alamat : PO Box 106, Green Point 8051, South Africa<br />
Telepon : +27 21 425-2721<br />
Fax : +27 21 421-3270<br />
e-mail : pasa@publishsa.co.za<br />
Website : www.publishsa.co.za<br />
2. Online Publishers‘ Association of South Africa (OPA)<br />
Telepon : +27 11 454-3534<br />
Fax : +27 11 454-3534<br />
e-mail : info@opa.orga.za<br />
Website : www.opa.org.za<br />
3. Magazine Publishers‘ Association of South Africa (MPASA)<br />
Alamat : P.O. Box 47184, Parklands 2121, Johannesburg South Africa<br />
Telepon : +27 11 484-3624<br />
Fax : +27 11 484-3654<br />
e-mail : MelonyB@printmedia.org.za<br />
Website : www.mpasa.org.za<br />
3.7.5.5 PAMERAN INDUSTRI KREATIF DI AFRIKA SELATAN<br />
Beberapa pameran penting bagi produk industri kreatif yang diselenggarakan di Afrika Selatan:<br />
1. The Woman Show 2009: merupakan pameran produk desain busana wanita dan perhiasan, diselenggarakan pada<br />
tanggal 29 Juni – 28 Juli 2009, di Coca-Cola Dom, Johannesburg.<br />
2. The National Arts Festival: merupakan pertemuan para seniman dan pelaku industri kreatif terbesar di benua Afrika,<br />
diselenggarakan tanggal 2 – 9 Juli 2009, di Grahamstown, Eastern Cape.<br />
3. House and Garden show 2009: pameran yang memusatkan perhatian untuk dekorasi rumah, peralatan rumah<br />
tangga, serta berbagai perlengkapan taman, diadakan pada tanggal 3 Juli – 12 Juli, di ICC Durban.<br />
4. Mediatech Africa: pameran industri kreatif berbasis teknologi antara lain animasi dan peranti lunak, diadakan pada<br />
tanggal 23-25 Juli 2009, Coca Cola Dom, Johannesburg.<br />
5. Jewellex International: pameran desain perhiasan dari logam, batu mulia, dan mutiara, diselenggarakan pada tanggal<br />
25 – 27 Juli 2009, di Sandton Convention Center, Johannesburg.<br />
6. Decorex Johannesburg: pameran desain dekorasi rumah, diadakan pada tanggal 6 – 10 Agustus 2009, di Midrand,<br />
Gauteng Province.<br />
7. Capital Arts Festival: merupakan ajang festival musik, tarian, visual arts, dan teater yang diikuti oleh 20 negara,<br />
diselenggarakan pada tanggal 30 Agustus – 7 September 2009, di Pretoria.<br />
85
8. Print Expo South Africa: pameran hasil penerbitan dan percetakan, diselenggarakan tanggal 20 – 23 Oktober 2009,<br />
di Cape Town International Convention Centre, Cape Town.<br />
3.7.5.6 KONDISI PASAR DAN PELUANG EKSPOR DI AFRIKA SELATAN<br />
Pasar Afrika Selatan dapat dibedakan ke dalam empat kategori. Pertama adalah Pasar Kulit Putih yang jumlahnya 9,2%<br />
dari penduduk Afrika Selatan. Jenis produk yang dapat dipasarkan adalah yang berkualitas tinggi dan unik seperti<br />
furniture ukiran, kemeja batik sutera, kosmetik tradisional ternama, terutama untuk spa. Kedua, Pasar Kulit Hitam yang<br />
merupakan pasar terbesar di Afrika Selatan dengan jumlah penduduk 37,5 juta jiwa, tapi memiliki daya beli yang relatif<br />
rendah. Peluang pasar untuk kategori ini adalah furnitur dan kemeja batik.<br />
Ketiga, Pasar Keturunan India yang tercatat mencakup 2,5% dari total jumlah penduduk Afrika Selatan. Mereka memiliki<br />
daya beli yang relatif cukup tinggi karena sebagian besar bergerak di sektor swasta. Adapun jenis produk yang potensial<br />
dipasarkan dikalangan ini adalah produk garmen dan tekstil, makanan (halal dan oriental food) dan produk-produk<br />
ukiran. Keempat adalah Pasar keturunan <strong>Indonesia</strong> (Cape Malay). Produk yang bisa dikembangkan untuk masyarakat<br />
yang berjumlah 1 juta jiwa ini adalah produk-produk batik, halal and oriented food dan produk budaya yang bernafaskan<br />
Islam (ukiran ayat al Quran dari kayu, gypsum dan aksesori muslim).<br />
Untuk menggarap pasar Afrika Selatan dibutuhkan penggalangan jaringan. Produk <strong>Indonesia</strong> dikenal dengan kualitasnya<br />
yang terjamin dibandingkan dengan produk sejenis buatan China atau dengan India dan harganya lebih terjangkau<br />
daripada buatan Eropa. Produk ukiran kayu cukup unggul dibandingkan negara-negara lain. Furnitur <strong>Indonesia</strong> juga telah<br />
menciptakan trademark serta kelas tersendiri. Meski bersaing dengan negara-negara lain khususnya ASEAN (Malaysia,<br />
Vietnam dan Filipina) dan China, pemasaran produk <strong>Indonesia</strong> di pasaran Afrika Selatan cukup terbuka lebar. Produk<br />
budaya <strong>Indonesia</strong> yang sudah mulai beredar di Afrika Selatan adalah kursi bambu, osier dan cane, kursi dengan frame<br />
kayu, funitur dan produk kayu lainnya, tikar anyaman, patung dan ornamen lain yang terbuat dari keramik, ukiran tangan<br />
yang terbuat dari lilin, tambang, resin dan lilin model, lukisan tangan dan ukiran pahatan. Untuk itu, diperlukan upaya<br />
yang lebih giat lagi dari para pengusaha <strong>Indonesia</strong> untuk membangun jejaring kerja dengan pihak Afrika Selatan.<br />
Penyelenggaran Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan merupakan peluang bisnis yang tidak dapat dilewatkan begitu saja<br />
untuk memasarkan produk unggulan <strong>Indonesia</strong> seperti produk kerajinan tangan dan cinderamata. Salah satu masalah<br />
serius yang menghambat upaya produk ekspor <strong>Indonesia</strong> tersebut ke Afrika Selatan adalah tidak adanya akses<br />
transportasi langsung. Jalan keluar untuk hal ini adalah menjalin joint production dan joint marketing guna memperlancar<br />
pengiriman barang dan akses produk <strong>Indonesia</strong>. Ini kerjasama yang bersifat saling menguntungkan karena memberikan<br />
peluang kerja bagi warga Afrika Selatan sekaligus menjamin pasar bagi bahan baku produk yang dihasilkan di Afrika<br />
Selatan. Sejumlah pengusaha <strong>Indonesia</strong> yang bergerak dibidang furnitur, kerajinan/cinderamata, batik, tekstil dan<br />
peralatan pertanian (traktor), yang berada dibawah koordinasi KADIN <strong>Indonesia</strong> kawasan Selatan Afrika dan G-15, telah<br />
menandatangani kerjasama produksi dan pemasaran dengan Eastern Cape Development Cooperation (ECDC/Kantor<br />
BUMN) Afrika Selatan.<br />
3.7.6 Maroko<br />
Dengan jumlah penduduk Maroko sekitar 30 juta, GNP sebesar US$ 87,5 milyar atau GNP per kapita US$ 1.872 dan<br />
tingkat pertumbuhan ekonomi 2,5% pada tahun 2007, serta inflasi yang hanya mencapai 2%, Maroko memiliki prospek<br />
pasar dan potensi ekonomi domestik yang dapat diandalkan. Selain itu, Maroko dapat dijadikan sebagai ''batu loncatan"<br />
bagi pemasaran produk ke seluruh kawasan dunia khususnya produk <strong>Indonesia</strong> ke kawasan Eropa, Afrika Utara dan<br />
Timur Tengah. Sebagai salah satu anggota WTO, Maroko juga telah menandatangani perjanjian perdagangan bebas<br />
dengan Uni Eropa yang secara bertahap mulai diberlakukan sejak 2000 dan berlaku penuh pada 2010. Selain dengan<br />
Uni Eropa, Maroko juga telah membuat sejumlah kesepakatan kerjasama perdagangan bebas dengan sejumlah negara di<br />
kawasan yang cukup potensial antara lain: Tunisia, Jordania, Mesir, AS, Turki. Pemerintah Maroko saat ini tengah giat<br />
86
melakukan pembangunan infrastruktur bagi pengembangan teknologi informasi dalam negeri. Beberapa kegiatan<br />
pembangunan infrastruktur yang dilakukan adalah pembangunan jaringan fiber optik dan microwave yang diharapkan<br />
dapat memberikan akses lebih besar terhadap distribusi fasilitas internet mau pun transfer data nirkabel di Maroko.<br />
Peluang Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> di Maroko<br />
Kemampuan untuk bersaing di Maroko sangat ditentukan olehkemampuan bahasa Prancis dan Arab yang merupakan hal<br />
terpenting dalam upaya penetrasi pasar di Maroko. Berbagai sertifikasi dan dokumen tender yang dikeluarkan oleh<br />
pemerintah setempat harus diterjemahkan dalam bahasa Perancisdan Arab yang sering membutuhkan waktu bagi pihakpihak<br />
yang tidak menguasai bahasa tersebut. Pada segi pengadaan sumber daya manusia (SDM), SDM <strong>Indonesia</strong><br />
memerlukan sertifikasi internasional untuk menjamin kualitas dan daya saing agar dapat bekerja di Maroko. Beberapa<br />
sektor industri kreatif yang berpotensi bagi <strong>Indonesia</strong> di Maroko antara lain:<br />
Film: Pemerintah Maroko mempunyai perhatian yang baik terhadap dunia perfilman di Maroko. Salah satu buktinya<br />
adalah dengan adanya festival film internasional di Marakesh (kota pariwisata utama di Maroko) sejak tahun 2001.<br />
Festival dilaksanakan setiap akhir tahun yang dihadiri oleh para insan film dunia seperti sutradara, produser, aktor<br />
dan aktris film, distributor, dan jurnalis. Inisiasi awal yang telah dilakukan KBRI Rabat adalah melakukan serangkaian<br />
kegiatan yang berkaitan dengan promosi film <strong>Indonesia</strong> pada khalayak Maroko berupa pemutaran film <strong>Indonesia</strong><br />
Denias dan Nagabonar. Kegiatan pemutaran film <strong>Indonesia</strong> tersebut dilaksanakan secara gratis bekerjasama dengan<br />
universitas-universitas terkemuka di kota Rabat, Kenitra, Marakesh dan Tetouane. Sambutan kaum muda Maroko<br />
terhadap film <strong>Indonesia</strong> cukup menggembirakan dengan rata-rata 200 orang penonton pada setiap pemutaran film<br />
tersebut.<br />
Furniture <strong>Indonesia</strong> memiliki potensi untuk bersaing di pasar Maroko. Antusiasme khalayak Maroko cukup besar untuk<br />
furnitur dari bahan kayu dan ukiran <strong>Indonesia</strong>, karena memiliki tingkat detil dan kualitas kayu yang lebih baik jika<br />
dibandingkan dengan beberapa ukiran dan kayu dari Bangladesh dan Pakistan.<br />
Musik: Sejak tahun 2003, Pemerintah Maroko mengadakan Festival musik Mawazine yang menampilkan kolaborasi<br />
antar musisi Maroko dan musisi asing yang berasal dari berbagai aliran musik. Pada tahun 2009, Festival Mawazine<br />
dimeriahkan oleh musisi internasional Seperti Kylie Minogue, Stevie Wonder, Sergio Mendez dan Alicia Keys. Selain<br />
musisi barat, festival mawazine juga menampilkan sejumlah musisi asal Arab dan Lebanon. Penampilan musisi<br />
internasional dikolaborasikan dengan musisi setempat yang memberikan nuansa modern-tradisional pada seluruh<br />
rangkaian acara festival tersebut. <strong>Indonesia</strong> dapat memanfaatkan ajang ini sebagai sarana untuk mempromosikan<br />
musik khas <strong>Indonesia</strong> seperti dangdut dan musik <strong>Indonesia</strong> yang terpengaruh musik timur tengah. Saat ini<br />
pemerintah Maroko tengah berupaya untuk memajukan industri musik dalam negerinya karena musik Maroko saat ini<br />
lebih dikuasai oleh musisi Lebanon dan Mesir. Dari sisi penyiaran lokal, pemutaran lagu Maroko hanya 5 % dari<br />
seluruh penyiaran. Bagi <strong>Indonesia</strong>, keadaan ini bisa menjadi peluang terutama dengan aliran musik <strong>Indonesia</strong> yang<br />
bernuansa timur tengah atau dangdut.<br />
3.7.7 Singapura<br />
Industri kreatif di Singapura didefinisikan sebagai industri yang terinspirasi oleh kreativitas cultural dan artistic dan<br />
memiliki potensi untuk menciptakan nilai ekonomi melalui eksploitasi kekayaan intelektual. Definisi ini merupakan adaptasi<br />
dari definisi United Kingdom (UK) dalam Creative Industries Mapping Document (1998). Industri kreatif di Singapura<br />
secara umum dibagi menjadi seni, media, desain, serta layanan informasi teknologi dan perangkat lunak.<br />
Ujung tombak pengembangan industri kreatif di Singapura adalah Ministry of Information, Communications and the Arts<br />
(MICA). MICA melakukan pendekatan kolaborasi secara nasional yang melibatkan semua sektor pemerintah yang terkait,<br />
87
pelaku industri, dan para pemegang kepentingan. Singapura mempunyai tiga program nasional untuk industri kreatif,<br />
yaitu:<br />
Renaissance City 2.0: Membangun Singapura menjadi kota global yang inovatif dan penuh talenta dalam seni dan<br />
budaya.<br />
Design Singapore: Membangun Singapura menjadi pusat kreatif di Asia untuk sektor desain, di mana klaster desain<br />
sepenuhnya menjadi kunci pendorong daya saing dan kreativitas nasional.<br />
Media 21: Mengembangkan ekosistem media yang subur di Singapura dengan hubungan internasional yang kuat.<br />
Salah satu inisiatif utama dari MICA adalah Creative Community Singapore (CCS). CCS merupakan pendekatan bottom-up<br />
untuk merevitalisasi perekonomian Singapura dengan memberdayakan individu dan organisasi untuk memulai proyekproyek<br />
penting yang akan membangkitkan kreativitas dan kewirausahaan dari individu dan komunitas. CCS secara resmi<br />
diluncurkan pada bulan Juli 2005 dengan mengkolaborasikan sektor swasta, masyarakat, dan publik untuk menyediakan<br />
berbagai tingkat dukungan seperti fasilitasi, co-branding, pemasaran, dan co-funding.<br />
Beberapa peluang Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> di Singapura antara lain:<br />
1. Pemerintah Singapura melalui MDA atau Media Development Authority of Singapore melakukan kerjasama antara<br />
Pebisnis (Scrawl Studio) dalam pembuatan film Animasi.<br />
Kerjasama ini mencakup pembuatan 5 film animasi asli selama 5 thn dgn nilai S $34 juta. Kerjasama juga melibatkan<br />
mitra dari Kanada, Australia, Hongkong, dan USA. Salah satu film animasi berjudul GIZMO dibuat atas kerjasama<br />
MDA, Scrawl, DECODE (perusahaan Kanada) dan Agogo Media (Hongkong) senilai S $7 juta (dijamin untuk<br />
diedarkan di Kanada/secured-pre-sales).<br />
Kerjasama serupa antara Scrawl, MDA, dan pengusaha Korea dan Thailand juga dilakukan dalam pembuatan film<br />
animasi berjudul Nanoboy (Nanoboy dijamin diedarkan di Korea Selatan dan Thailand/secured-pre-sales).<br />
2. Fasilitasi Terhadap Pelaku Usaha Film Animasi<br />
Nama program fasilitasi adalah SCREEN atau Scheme for Co-investment in Exportable Content<br />
Category A : durasi 3-15 menit dapat dipertimbangkan memperoleh grant S$ 15,000/ proyek<br />
Category B : durasi 16-30 menit dapat dipertimbangkan memperoleh grant S$ 40,000/ proyek<br />
Syarat-syarat fasilitasi antara lain :<br />
Perorangan atau badan usaha Singapura (min 50% kepemilikan saham lokal)<br />
Sebelumnya sudah memproduksi animasi 13 episode masing-masing durasi 22 menit<br />
Harus asli dan dapat dipasarkan ke luar negeri<br />
3. Singapura merupakan salah satu negara tujuan utama ekspor kerajinan tangan <strong>Indonesia</strong> selain Amerika Serikat,<br />
Jepang, Uni Emirat Arab dan Jerman. Secara keseluruhan ekspor kerajinan tangan <strong>Indonesia</strong> selalu mengalami tren<br />
yang meningkat disertai dengan apresiasi yang sangat baik. Namun, kemampuan memasarkan produk-produk<br />
kerajinan ini pada umumnya masih lemah sehingga memerlukan pihak lain untuk membantu memasarkan. Singapura<br />
merupakan negara yang sangat berperan dalam ―memasarkan‖ produk <strong>Indonesia</strong> ke negara lain karena negara ini<br />
memiliki jaringan internasional yang sangat baik. Lokasi Singapura yang strategis dan sangat dekat dengan<br />
<strong>Indonesia</strong> menjadikan Singapura sebagai negara tujuan ekspor utama.Komitmen Pengembangan Ekonomi <strong>Kreatif</strong><br />
3.8 K O M I T M E N P E N G E M B A N G A N E K O N O M I K R E A T I F<br />
Pekan Produk <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> 2009 yang diselenggarakan bulan Juni lalu, merupakan suatu event konsolidasi para<br />
Aktor atau Helix yang memiliki peran penting dalam pengembangan industri kreatif <strong>Indonesia</strong>. Beberapa komitmen telah<br />
berhasil dinyatakan oleh aktor-aktor tersebut, khususnya dari Pemerintah dan Bisnis.<br />
88
3.8.1 Bisnis<br />
Komitmen-komitmen yang diberikan Aktor Bisnis dalam pengembangan industri kreatif nasional adalah:<br />
1. Membuat direktori perdagangan yang langsung terhubung dengan ekspor impor berbagai negara, dengan cara<br />
mengembangkan e-commerce kerajinan; contoh: tradeworld.com dan exportimporaustralia.com, sehingga membuat<br />
pasar rotan <strong>Indonesia</strong> dikenal oleh dunia internasional<br />
2. Menjadikan waytodeal.com sebagai portal UKM untuk memasarkan produknya<br />
3. Memberikan informasi dan peluang bisnis kepada UKM dengan mudah dan murah<br />
4. Mengumpulkan seluruh pemilik TV untuk menayangkan film animasi lokal di TV di <strong>Indonesia</strong> (KADIN)<br />
5. Fasilitas pendaftaran HaKI (KADIN)<br />
3.8.2 Departemen Perindustrian<br />
Komitmen-komitmen yang diberikan Departemen Perindustrian dalam pengembangan industri kreatif nasional adalah:<br />
1. Membuat Lembaga Sertifikasi Profesi<br />
2. Memberikan fasilitas Karya Cipta Software<br />
3. Membuat fasilitas Pusat Inkubator Bisnis<br />
4. Meningkatkan pendidikan masyarakat<br />
5. Mendorong pertumbuhan industri lokal<br />
6. Program fasilitasi pengembangan industri software<br />
7. Rencana aksi industri software antara lain dengan menerapkan standar kompetensi sdm TIK untuk industri software,<br />
pendirian & fasilitasi pusat pengembangan software komputer untuk teknologi kreatif digital, inkubator bisnis<br />
8. Fokus pengembangan ICT: masyarakat yang sejahtera melalui ICT, meningkatkan kualitas pendidikan, menciptakan<br />
masyarakat cerdas, mendorong pertumbuhan industri lokal, mendorong budaya pasar yang nyaman aman<br />
terjangkau<br />
9. 2025 industri telematika menjadi industri yang tangguh<br />
3.8.3 Departemen Pendidikan Nasional<br />
Komitmen-komitmen yang diberikan Departemen Pendidikan Nasional dalam pengembangan industri kreatif nasional<br />
adalah:<br />
1. Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk mendukung tata pemerintahan yang baik, dilihat dari transparansi dan<br />
akuntabilitas<br />
2. Sebagai cara berkomunikasi yang vertikal (menteri kepada bawahannya, dan sebaliknya)dan horizontal (komunitas<br />
pembelajaran)<br />
3. Penguatan kemampuan adaptif (kurikulum SMK)<br />
4. Kemitraan antara SMK dengan dunia industri<br />
5. UU SISDIKNAS memperlakukan satuan pendidikan ―otonom‖ melalui:<br />
• Manajemen berbasis sekolah (BOS, KTSP)<br />
• Otonomi PT dan otonomi keilmuan<br />
• Perlakuan sebagai badan hukum melalui UU BHP<br />
6. Untuk memberikan ruang bagi kreativitas, inovasi, dan entrepreneurship pemerintah tidak MENYERAGAMKAN<br />
KURIKULUM melalui KURIKULUM NASIONAL<br />
3.8.4 Departemen Komunikasi dan Informatika<br />
89
Komitmen-komitmen yang diberikan Departemen Komunikasi dan Informatika dalam pengembangan industri kreatif<br />
nasional adalah:<br />
1. Dorongan dan fasilitasi oleh DEPKOMINFO terutama untuk mendorong turunnya tarif internet dan mencegah<br />
terjadinya kartel<br />
2. Fasilitasi pembangunan jaringan akses telekomunikasi dan internet pedesaan serta pemberdayaan UKM dengan<br />
penyediaan sarana dan prasarana akses internet dan e-UKM<br />
3. Pembuatan cetak biru tentang e-business<br />
4. Regulasi untuk memberi kepastian dan jaminan hukum dalam pelaksaan e-business<br />
5. UU ITE sebagai landasan utama dan standar<br />
6. Menyiapkan blue print untuk menyepakati hal-hal teknis dalam UU ITE<br />
7. Menyiapkan RPP ITE terkait penyelenggaraan transaksi elektronik, CA, dan lawful interception<br />
8. Lelang BWA(Broadband Wireless Access) bagi tarif internet yang kompetitif<br />
3.8.5 Departemen Kebudayaan dan Pariwisata<br />
Komitmen-komitmen yang diberikan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dalam pengembangan industri kreatif<br />
nasional adalah:<br />
A. KEBIJAKAN<br />
1. Keseimbangan antara pelestarian dan pengembangan<br />
2. Menjamin keberagaman unsur kebudayaan<br />
3. Keterpaduan antara pembinaan, pengelolaan dan pemanfaatan.<br />
4. Pengembangan sdm inovatif<br />
5. Perlindungan hak kekayaan intelektual<br />
6. Penciptaan jejaring (networking) antar pelaku industri budaya<br />
B. PROGRAM & KEGIATAN<br />
1. Stimulus film dengan pembebasan pajak dan bea masuk peralatan film<br />
2. Pendekatan persuasif dengan mengajak Presiden dan jajarannya untuk menonton film<br />
3. Membicarakan masalah kredit melalui bank untuk biaya pembuatan film<br />
4. Pelaku kreatif akan terus diapresiasi agar dapat terus mengembangkan kreativitasnya<br />
5. Menjadikan jamu sebagai salah satu brand image <strong>Indonesia</strong><br />
6. Program pengembangan nilai budaya<br />
7. Program pengelolaan keragaman nilai budaya<br />
8. Program pengelolaan kekayaan budaya<br />
9. Program pengembangan industri budaya<br />
3.8.6 Departemen Perdagangan<br />
Komitmen-komitmen yang diberikan Departemen Perdagangan dalam pengembangan industri kreatif nasional adalah:<br />
1. Terbukanya akses terhadap talenta kreatif dan potensi kreatif.<br />
a. Pengembangan portal ekonomi kreatif<br />
b. Pemetaan produk kreatif unggulan nasional<br />
c. Kajian pengembangan ekonomi kreatif<br />
2. Terciptanya industri kreatif berdaya saing melalui pengelolaan pelayanan distribusi dan komersialisasi karya insan<br />
kreatif yang sesuai<br />
a. Aktivasi Tahun <strong>Indonesia</strong> <strong>Kreatif</strong> & ekonomi kreatif (promosi, public relation, publikasi, co-branding)<br />
b. Aktivasi ACI (Aku Cinta <strong>Indonesia</strong>)<br />
90
3. Kapasitas dan penguasaan teknologi yang tinggi, melalui pemberdayaan & penghargaan bagi insan kreatif<br />
4. Distribusi bahan baku yang mendukung tumbuh kembangnya industri kreatif<br />
5. Kebijakan dan Regulasi distribusi output industri kreatif yang sesuai dan mendukung penghargaan terhadap karya<br />
insan kreatif, dan lahirnya identitas lokal daerah<br />
3.8.7 Kementerian Negara Koperasi dan UKM<br />
Komitmen-komitmen yang diberikan Kementrian Negara Koperasi dan UKM dalam pengembangan industri kreatif nasional<br />
adalah:<br />
1. Mendukung stimulus pajak terkait dengan PPh dan PPn Industri <strong>Kreatif</strong> khususnya untuk sektor musik, film,<br />
fotografi, serta penerbitan dan percetakan.<br />
2. Mendukung program penjaminan bagi Industri <strong>Kreatif</strong><br />
3. PNM akan diminta untuk membuat skema yang khusus bagi Industri <strong>Kreatif</strong><br />
4. Mendukung perumusan alternatif pola pembiayaan bagi industri kreatif<br />
3.8.8 Pemerintah – Perbankan<br />
Komitmen-komitmen yang diberikan Perbankan dalam pengembangan industri kreatif nasional adalah:<br />
1. Definisi Industri <strong>Kreatif</strong> belum masuk dalam nomenklatur Perbankan. Perbankan, khususnya Bank <strong>Indonesia</strong> bersedia<br />
untuk melakukan pembahasan kemungkinan Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> dapat dimasukkan dalam Nomenklatur Perbankan<br />
2. Skema analisis resiko kredit untuk Industri kreatif sudah mulai dipertimbangkan Perbankan, namun permasalahan<br />
mekanisme Valuasi Intelektual sebagai Agunan masih belum dapat diatasi, dan akan terus diupayakan solusinya.<br />
3. Skema PKBL untuk Industri <strong>Kreatif</strong> yang dilakukan melalui BUMN<br />
4. BNI sudah membuat MoU dengan Departemen Perdagangan dalam pembiayaan Industri <strong>Kreatif</strong>, dengan fokus pada<br />
subsektor: Arsitektur, Periklanan, Fesyen, Layanan Piranti Lunak, Penerbitan & Percetakan, Kerajinan<br />
5. BI, BNI, Mandiri berkomitmen membina Pelaku <strong>Kreatif</strong> yang BELUM BANKABLE menjadi BANKABLE<br />
6. Bank Mandiri menyediakan Program Kemitraan dan Wirausaha Muda yang dapat dimanfaatkan Pelaku <strong>Kreatif</strong><br />
3.9 K O N S U M S I P R O D U K K R E A T I F L O K A L<br />
3.9.1 Endorsement Dari Pemerintah untuk Menggunakan Produk Lokal<br />
Pencanangan untuk menggunakan produk-produk lokal merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh dalam<br />
pengembangan industri kreatif nasional. Masyarakat <strong>Indonesia</strong> sesungguhnya masih memiliki kecintaan dan kebanggaan<br />
untuk menggunakan produksi dalam negeri. Namun tumbuhnya kesadaran itu perlu ditunjukkan terlebih dahulu melalui<br />
keteladanan pemimpin negara maupun pemuka masyarakat. Hal ini terbukti dengan makin meningkatnya citra dan<br />
penggunaan batik dan sepatu produksi dalam negeri. Bentuk kampanye seperti ini sangat efektif hasilnya karena<br />
masyarakat <strong>Indonesia</strong> pada dasarnya sangat menghargai keteladanan pemimpin yang apresiasi terhadap produk<br />
nasional.<br />
Beberapa endorsement yang sudah dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan penggunaan produk dalam negeri<br />
antara lain:<br />
1. Inpres No. 02/ 2009 tentang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN)<br />
Inpres No. 02/ 2009 tentang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) ditandatangani Presiden<br />
Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 9 Februari. Saat ini, Departemen Perindustrian bersama delapan instansi<br />
lain tengah menyusun petunjuk teknis kewajiban menggunakan produk lokal seperti yang tertuang dalam Instruksi<br />
Presiden tersebut.<br />
91
Ada empat pimpinan instansi yang melakukan pembahasan mengenai petunjuk teknis kewajiban menggunakan<br />
produk lokal, yaitu Menteri Pendidikan Nasional Bambang Soedibyo, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Men-<br />
PAN) Taufik Effendi, Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso dan Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri.<br />
Pertemuan tersebut membahas mengenai kewenangan Ketua Tim Koordinasi dan kebijakan penggunaan produk<br />
lokal di setiap instansi. Aturan teknis dari inpres itu akan disesuaikan dengan kondisi internal setiap instansi.<br />
2. Selain dikeluarkannya Inpres No. 02/ 2009, program penggunaan produk dalam negeri didukung juga oleh SK<br />
Menperin dan SK Sekjen<br />
Departemen Perindustrian (Depperin) menegaskan semua proyek pemerintah di BUMN, BUMD maupun instansi<br />
lainnya sudah dapat mulai menyerap produk lokal. Kewajiban mengutamakan produk lokal berlaku seiring penerbitan<br />
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2/2009 tentang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Artinya,<br />
pelaksana proyek pemerintah tak perlu menunggu penerbitan petunjuk pelaksana Inpres P3DN yang tertuang<br />
melalui Surat Keputusan Menteri Perindustrian untuk menyerap produk lokal.<br />
SK Menperin berisikan pedoman teknis serta pembentukan Pokja dan Sekretariat P3DN. Sementara SK Sekjen berisi<br />
daftar inventarisasi barang yaitu nama perusahaan, jenis produksi dan kapasitas produksi dari perusahaan lokal.<br />
Penyerapan produk lokal terkait pelaksanaan Inpres P3DN memang belum signifikan terlihat, tetapi instansi-instansi<br />
pemerintah telah menunjukkan itikad baik untuk dapat mendukung program ini. Hal ini terlihat dari respon bahwa<br />
beberapa departemen menerbitkan surat edaran kepada instansinya. Seperti Menteri Dalam Negeri yang membuat<br />
surat edaran kepada pemerintah daerah tentang penyerapan produk lokal. Baik pemda tingkat provinsi, kabupaten<br />
dan kota. Selain itu, surat edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara terkait pembelian kebutuhan PNS,<br />
Menteri Pertanian yang mewajibkan setiap pertemuan mempergunakan buah dan kue hasil produksi dalam negeri.<br />
Kekurangan dari Inpres Nomor 2/2009 ini adalah tidak disebutkannya sanksi bila terdapat proyek pemerintah yang<br />
tidak bersedia mengutamakan penggunaan produk lokal. Sehingga diperlukan adanya kesadaran dari masingmasing<br />
instansi pemerintah.<br />
3. Usulan mengenai insentif khusus bagi BUMN dan BUMD yang menyerap produk buatan dalam negeri untuk setiap<br />
pengadaan barang/jasa pada proyek pemerintah.<br />
Badan usaha milik negara (BUMN) dan (BUMD) yang menyerap produk buatan dalam negeri-untuk setiap<br />
pengadaan barang/jasa pada proyek pemerintah-diusulkan memperoleh insentif khusus, baik fiskal maupun<br />
nonfiskal. Pemerintah juga sedang menyiapkan insentif bagi perusahaan swasta yang mengutamakan penggunaan<br />
produk dalam negeri dalam mengelola bisnisnya. Untuk bentuk pasti insentifnya masih perlu pembicaraan lebih<br />
lanjut. Usul itu dimaksudkan untuk mengurangi penggunaan produk impor pada setiap proyek pemerintah. Program<br />
peningkatan penggunaan produk dalam negeri ini diharapkan tidak hanya dilakukan oleh instansi pemerintah dan<br />
perusahaan milik pemerintah.<br />
Program pemerintah ini akan dimulai dengan kampanye cinta produk dalam negeri yang melibatkan departemen dan<br />
BUMN. Untuk pemberian insentif yang diberikan bagi pengusaha yang menggunakan produk dalam negeri diusulkan<br />
dengan adanya pengurangan PPN, agar harga dapat bersaing.<br />
4. Diselenggarakannya Pameran Produk <strong>Indonesia</strong>.<br />
Pameran Produk <strong>Indonesia</strong> diselenggarakan di Jakarta International Expo pada tanggal 13 hingga 17 Mei 2009.<br />
Sejak tahun 1985, Pameran Produksi <strong>Indonesia</strong> telah menjadi ajang promosi terbaik untuk memperkenalkan Produk<br />
Nasional <strong>Indonesia</strong> ke pasar manca negara. Beragam industri telah dipamerkan mulai dari Industri Berbasis<br />
Manufaktur, Berbasis Agro, Perkayuan dan Mebel, Litbang, Alat Angkut, UKM sampai Elektronika & Telematika.<br />
92
5. Departemen Perdagangan telah mendaftarkan 470 produk wajib digunakan di dalam negeri yang terbagi dalam 21<br />
kelompok produk, dan tercatat ada 5000 perusahaan yang terlibat.<br />
Hingga kini, total produk yang dapat diserap proyek pemerintah masih berjumlah 470 produk dari 21 kelompok<br />
barang. Produk tersebut memiliki tingkat kandungan lokal sebanyak 30% hingga 90%. Beberapa kategori tersebut<br />
di antaranya bahan penunjang produksi pertanian, mesin peralatan pabrik, peralatan elektronik, komunikasi, bahan<br />
bangunan, dan konstruksi, jasa keteknikan, hingga sarana pertahanan. Seiring dengan berjalannya waktu, produk<br />
lokal yang masuk daftar wajib dikonsumsi akan terus bertambah. Untuk itu produsen lokal diharapkan dapat<br />
konsisten untuk terus meningkatkan kualitas, melakukan kontrol terhadap produksi, dan selalu berupaya untuk<br />
memenuhi standar produk yang dihasilkan sesuai dengan standar yang baik.<br />
6. Koperasi di seluruh <strong>Indonesia</strong> digerakan untuk menggunakan produk lokal.<br />
Kementerian Negara Koperasi dan UKM meminta kepada pelaku usaha yang menggerakkan 136 ribu unit koperasi<br />
di seluruh <strong>Indonesia</strong> untuk menggunakan produk lokal sebagai bentuk kampanye penggunaan produk dalam negeri.<br />
Pelaku usaha koperasi-koperasi tersebut menyambut baik dan mulai melaksanakan program tersebut. Keberhasilan<br />
program ini akan sangat signifikan pengaruhnya terhadap peningkatan penggunaan produk lokal.<br />
Menggunakan produk dalam negeri merupakan langkah nyata untuk menyelamatkan industri nasional dari dampak krisis<br />
finansial global. Meningkatkan penggunaan produk dalam negeri juga diharapkan mampu menggerakkan pertumbuhan<br />
dan memberdayakan industri dalam negeri termasuk koperasi dan UKM.<br />
Kewajiban penggunaan produk dalam negeri akan tidak efektif, selama produk illegal masih dibiarkan masuk ke <strong>Indonesia</strong><br />
dan dan ke daerah. Permasalahan yang dihadapi oleh para pelaku industri adalah adanya persaingan tidak sehat dengan<br />
banyaknya peredaran produk ilegal yang secara leluasa dapat masuk ke pasar lokal. Produk ilegal tersebut<br />
diinformasikan sebagai produk buatan luar negeri, dan dapat dijual dengan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan<br />
harga produk legal.<br />
Masyarakat <strong>Indonesia</strong> pada umumnya merupakan masyarakat yang sensitif terhadap harga, dimana harga jual produk<br />
merupakan faktor yang lebih utama dalam menentukan keputusan membeli suatu produk, dibandingkan dengan faktor<br />
kualitas maupun aspek legal dari produk yang dibelinya. Oleh karena itu Pemerintah harus meningkatkan pengawasan<br />
terhadap peredaran produk ilegal di pasar, mengendalikan produk impor dengan kebijakan yang sesuai, dan lebih<br />
mensosialisasikan Instruksi Presiden (Inpres) soal Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) dengan membuat<br />
petunjuk yang lebih bersifat teknis. Upaya-upaya di atas niscaya akan meningkatkan potensi pasar dalam negeri.<br />
3.9.2 Contoh Indikasi Positif dalam Penggunaan Produk <strong>Kreatif</strong> Lokal<br />
Beberapa contoh yang merupakan indikasi positif, dimana produk kreatif lokal semakin digemari, khususnya oleh kaum<br />
muda, diberikan berikut ini.<br />
3.9.2.1 PEMAKAIAN BATIK OLEH KAUM MUDA<br />
Motif batik telah menjadi motif umum yang dipakai juga oleh kaum muda, tidak hanya untuk acara formal saja. Potensi<br />
batik <strong>Indonesia</strong> begitu besar dari sabang sampai merauke dengan berbagai motif tradisional yang penuh makna. Ada<br />
batik sumatera, batik Irian, batik Madura, batik Cirebon, batik Pekalongan, batik Lasem, batik Juwana, batik Solo dan batik<br />
Yogya. Saat ini demam batik sedang melanda dunia mode <strong>Indonesia</strong>. Gerai-gerai Fashion di mal-mal ternama memajang<br />
busana batik dengan berbagai sentuhan disain tren masa kini.<br />
93
Sejarah batik gaul muncul dari kejenuhan pecinta fashion pada motif-motif batik tradisional yang cenderung stagnan,<br />
tetap dari tahun ke tahun. Perubahan hanya terjadi pada pemakaian batik, yang dulunya hanya untuk pakaian kebaya<br />
sekarang berkembang untuk casual wear kalangan anak muda termasuk produk kaos batik gaul yang menggunakan<br />
media tshirt sebagai tempat eskplorasi beragam motif batik <strong>Indonesia</strong>. Namun tidak semua motif tradisional tersebut<br />
cocok diaplikasikan untuk motif t'shirt batik gaul. Dari kekayaan budaya, flora-fauna dan keindahan alam <strong>Indonesia</strong> juga<br />
diangkat untuk menjadi pilihan motif yang dinamis, unik, menarik namun tetap elegan sebagai ikon dari produk t'shirt<br />
batik gaul.<br />
3.9.2.2 TREND DISTRO<br />
Distro sedang menjadi trend di<br />
<strong>Indonesia</strong>, terutama di kota-kota<br />
besar di <strong>Indonesia</strong>. Saat ini produksi<br />
distro semakin bertambah,<br />
khususnya kota Bandung. Kota<br />
Bandung menjadi ikon trend distro<br />
karena di Bandunglah distro ini<br />
bermula. Bandung juga dijadikan<br />
pusat mode serta menjadi daerah<br />
yang banyak memproduksi pakaian. Konsumen atau pecinta produk distro ini didominasi oleh kalangan muda, karena<br />
mereka merasa bahwa distro dapat mencerminkan gaya mereka yang sangat memperhatikan penampilan dan berusaha<br />
untuk tampil beda. Distro muncul karena adanya suatu ide individu yang tidak dapat terwujud oleh produk bermerek,<br />
yang kemudian direfleksikan melalui media indie dengan jumlah yang sangat terbatas.<br />
3.9.2.3 RING BACK TONE – MUSIK INDONESIA<br />
Satu lagi penghargaan baru di dunia musik yang sekaligus memberikan pendapatan tambahan, yaitu ring back tone<br />
(RBT). Panasonic, institusi yang setiap tahun memberikan penghargaan bagi insan musik di Tanah Air lewat ajang<br />
Panasonic Award pada tahun 2006, pertama kali memberikan penghargaan bagi RBT terlaris kepada lagu Kenangan<br />
Terindah yang dinyanyikan Samsons. Lagu yang berbulan-bulan menduduki posisi tangga lagu terbaik ini berhasil<br />
94
diunduh (download) lebih dari 2,1 juta kali. Bila dibandingkan dengan pementasan yang dilakukan oleh para musisi,<br />
sebenarnya tingkat pemasukan RBT jauh lebih besar.<br />
Tingginya minat pelanggan seluler menggunakan fasilitas RBT memberikan keuntungan pula bagi operator<br />
telekomunikasi. Setiap hari traffic RBT rata-rata mencapai 100 ribu, bahkan pada Ramadhan 2006, meningkat menjadi<br />
120 ribu/hari. Dengan angkat tersebut, bisa diperkirakan, pendapatan yang diperoleh operator telekomunikasi dari RBT<br />
mencapai Rp 900 juta/hari. Keuntungan dari bisnis RBT dibagi secara proporsional dengan pihak-pihak yang terlibat<br />
seperti operator, perusahaan rekaman dan artis. Kerjasama ketiga pihak ini, harus didasari dengan kepercayaan yang<br />
tinggi.<br />
Lagu-lagu produk dalam negeri sejauh ini masih mendominasi penggunaan RBT di tanah air. Hal ini terlihat melalui urutan<br />
peringkat lagu berdasarkan penggunaannya sebagai RBT.<br />
Tabel 3-5 Peringkat Lagu Ring Back Tone<br />
3.9.2.4 FILM INDONESIA<br />
Kondisi perfilman <strong>Indonesia</strong> dari<br />
tahun ke tahun menunjukkan<br />
peningkatan yang semakin baik.<br />
Hal ini dibuktikan dengan<br />
meningkatnya produksi film<br />
<strong>Indonesia</strong> setiap tahunnya.<br />
Tercatat, sejak tahun 1992 hingga<br />
2004, perfilman nasional pernah<br />
mengalami stagnasi dalam hal<br />
produksi film. Terhitung hanya<br />
terdapat 4 sampai 5 film yang<br />
diproduksi tiap tahunnya.<br />
Namun sejak Menteri Kebudayaan<br />
mencanangkan bangkitnya film<br />
<strong>Indonesia</strong>, jumlah tersebut dapat<br />
95
ditingkatkan, sehingga mulai tahun 2007 tercatat ada 57 film <strong>Indonesia</strong> yang diproduksi. Sekarang ini berbagai film<br />
<strong>Indonesia</strong> dengan berbagai jenis dan warna cerita telah diproduksi, mulai dari film anak-anak yang kembali muncul dan<br />
mendapat sambutan yang baik dari para peminat film hingga film horor yang memiliki peminat tersendiri.<br />
Yang perlu diperhatikan juga adalah kualitas dari film itu sendiri, jangan hanya fokus terhadap kuantitas atau jumlah<br />
produksi film tetapi tidak memperhatikan kualitasnya, termasuk nilai-nilai positif untuk dapat dipalikasikan di kehidupan<br />
sehari-hari.<br />
Industri Film Independent <strong>Indonesia</strong> Sembilan Matahari Film, bersama beberapa industri kreatif lainnya meluncurkan film<br />
yang berjudul Cin(t)a di National Film Theater, South Bank, Belvedere Rd, Greater London, pada tanggal 29 Mei 2009.<br />
Peluncuran perdana internasional film Cin(t)a itu merupakan film gagasan Bandung Creative City Forum (BCCF).<br />
Film yang mengangkat cerita cinta yang berani, berkisah mengenai kisah cinta yang merupakan semangat dan seluruh<br />
kehidupan dan belum pernah diceritakan film lain ini mengajak anak muda <strong>Indonesia</strong> untuk mengembangkan<br />
independensi dalam memproduksi film.<br />
Selain peluncuran perdana internasional film Cin(t)a ini juga akan digelar di<br />
beberapa kota di kerjaaan Inggris seperti di Birmingham University, di<br />
Northumbria University, Newcastle , Leeds University, Leeds dan di<br />
Manchester University, Manchester. Selain itu juga akan diputar di<br />
gedung School of Oriental and African Studies (SOAS) University of<br />
London.<br />
Pemutaran perdana Cin(T)a di London dan roadshow di beberapa<br />
kota tersebut atas permintaan dan dukungan penuh dari KBRI London,<br />
Perhimpunan Pelajar <strong>Indonesia</strong> (PPI) UK, dan Universitas-universitas di<br />
UK. Hal ini menunjukkan adanya dukungan dari kedutaan besar <strong>Indonesia</strong><br />
untuk mengembangkan industri kreatif <strong>Indonesia</strong>.<br />
3.9.2.5 SENI PERTUNJUKAN<br />
Menyukseskan Tahun <strong>Indonesia</strong> <strong>Kreatif</strong> 2009, Departemen<br />
Kebudayaan dan Pariwisata bekerjasama dengan Pemerintah<br />
Provinsi Jawa Tengah dan Institut Seni <strong>Indonesia</strong> Surakarta,<br />
menggelar Bursa Seni Pertunjukan <strong>Indonesia</strong> (<strong>Indonesia</strong><br />
Performing Arts Mart), pada tanggal 3 hingga 7 Juni mendatang.<br />
Sebanyak 10 kelompok seni pertunjukan utama dari Sumatera,<br />
Jawa, dan Sulawesi akan tampil dan bertemu dengan para<br />
presenter (buyer/impresario) dari mancanegara. Seni pertunjukan<br />
sebagai salah satu subsektor industri kreatif diharapkan mampu<br />
memberikan kontribusi bagi masyarakat <strong>Indonesia</strong>, melalui semangat kretivitas dan identitas bangsa <strong>Indonesia</strong>. Seni<br />
pertunjukan ini dapat meningkatkan pemasaran dan promosi seni dan budaya tradisional <strong>Indonesia</strong> di forum<br />
Internasional.<br />
Selain seni pertunjukan yang bernuansa budaya <strong>Indonesia</strong>, terdapat pertunjukan sulap yang akhir-akhir ini mulai<br />
bermunculan di <strong>Indonesia</strong>. Mulai dari pesulap anak-anak hingga dewasa. Berbagai kompetisi untuk mencari pesulap baru<br />
pun diselenggarakan.<br />
96
3.10 I N D I K A S I G E O G R A F I S P E L U A N G P E L E S T A R I A N K R E A T I V I T A S L O K A L Y A N G B E R N I L A I<br />
E K O N O M I<br />
3.10.1 Konsep dan Peraturan<br />
Konsep otonomi daerah yang berlaku di <strong>Indonesia</strong> tidak dapat dilepaskan begitu saja ketika isu ekonomi kreatif<br />
berkembang dengan pesat beberapa tahun terakhir ini. Dalam Undang-Undang Republik <strong>Indonesia</strong> Nomor 32 tahun<br />
2004 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan dalam pasal 21 bahwa dalam menyelenggarakan otonomi, daerah<br />
mempunyai hak salah satunya untuk mengelola kekayaan daerah. Sementara dalam Pasal 22 disebutkan bahwa daerah<br />
juga mempunyai kewajiban salah satunya untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan mengembangkan<br />
sumber daya produktif di daerah. Dengan adanya Undang-Undang tersebut, maka pemerintah daerah juga memiliki hak<br />
dan kewajiban untuk mengelola dan mengembangkan ekonomi kreatif yang ada di daerahnya masing-masing.<br />
Konsep otonomi daerah yang dihubungkan dengan potensi ekonomi kreatif ini kemudian memunculkan konsep potensi<br />
produk Indikasi Geografis (IG). Potensi produk IG secara garis besar adalah produk-produk yang hanya dihasilkan di<br />
daerah-daerah tertentu, dan biasanya memiliki jumlah yang terbatas. Sementara berdasarkan Pasal 1 ayat (1) PP No. 51<br />
tahun 2007, IG didefinisikan sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor<br />
lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri<br />
dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Berdasarkan PP no. 51 tersebut, maka yang dapat dikategorikan<br />
sebagai produk-produk IG adalah sebagai berikut:<br />
a. Hasil pertanian<br />
b. Produk olahan<br />
c. Hasil kerajinan tangan dan barang lain (sepanjang memenuhi persyaratan dalam definisi IG)<br />
Dengan jumlah produk asli yang terbatas ini, maka produk-produk kreatif IG biasanya memiliki permintaan yang<br />
bertambah sehingga harga menjadi meningkat. Keterbatasan jumlah produk juga menyebabkan beberapa masalah baru;<br />
yaitu rawan praktik pemalsuan dan pemanfaatan oleh yang bukan berhak sehingga dibutuhkan perlindungan hukum yang<br />
jelas untuk produk-produk kreatif IG ini.<br />
Sejauh ini Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham) Republik <strong>Indonesia</strong> telah menerbitkan beberapa<br />
Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP) yang berkaitan dengan perlindungan produk-produk IG ini.<br />
Perangkat UU dan PP yang telah dihasilkan itu antara lain adalah sebagai berikut:<br />
a. UU No.15 tahun 2001 tentang Merk<br />
b. PP No. 51 tahun 2007 tentang Indikasi Geografis<br />
c. PP No. 7 tahun 2005 tentang Komisi Banding Merk<br />
d. PP No. 31 tahun 2009 tentang Perlindungan Wilayah Geografis Penghasil Produk Perkebunan Spesifik Lokasi<br />
3.10.2 Tantangan Bagi Pengembangan Produk IG<br />
Untuk pengembangan potensi produk kreatif IG di masing-masing daerah di <strong>Indonesia</strong>, maka beberapa strategi yang<br />
perlu dilakukan antara lain adalah sebagai berikut:<br />
1. Harus tersedia peningkatan kerjasama dengan daerah lain; yang meliputi kerjasama pusat-daerah, daerah-daerah<br />
dengan melibatkan kaum intelektual, pemerintah, pelaku usaha dan komunitas<br />
2. Diperlukan komitmen pemerintah daerah dalam penyediaan dana/permodalan, kemudahan perijinan, membuka<br />
akses pasar melalui promosi (festival seni budaya, sentra niaga/seni budaya), dukungan teknologi, HKI dan kesiapan<br />
infrastruktur.
3. Dukungan pemerintah pusat dalam mengembangkan potensi-potensi IG di masing-masing daerah. Keanekaragaman<br />
potensi IG di daerah mencerminkan keanekaragaman kreasi dan budaya <strong>Indonesia</strong> secara keseluruhan<br />
4. Untuk lebih mengoptimalkan pengembangan ekonomi kreatif di masing-masing daerah, disarankan agar daerah<br />
tersebut hanya fokus pada 1 (satu) atau 2 (dua) sektor potensial yang dimiliki daerahnya sehingga potensi-potensi<br />
tersebut dapat berkembang dengan sempurna.<br />
5. Perlunya sosialisasi potensi IG kepada para pelaku ekonomi kreatif agar semakin bersemangat mengembangkan<br />
potensi kreatif di masing-masing daerahnya.<br />
6. Bagi pelaku kreatif Desain, khususnya Desain Kemasan, produk-produk IG merupakan peluang untuk dikemas<br />
dengan lebih baik, sehingga dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar.<br />
3.10.3 Potensi IG yang sedang Diproses<br />
Potensi produk-produk IG tampaknya mulai mendapat tempat di tengah-tengah masyarakat, Hal ini tampak dari beberapa<br />
produk yang telah didaftarkan maupun yang tengah dalam proses pendaftaran. Produk IG yang telah didaftarkan di<br />
<strong>Indonesia</strong> adalah:<br />
1. Kopi Arabika Kintamani<br />
BALI, selain menjadi tempat tujuan utama para wisatawan manca negara, ternyata masih menyimpan<br />
kekayaan alam lain yang tak kalah hebatnya. Tersebutlah kopi Kintamani Bali, salah satu<br />
kopi specialty yang menjadi buruan para konsumen di belahan dunia. Para pecinta kopi<br />
dari seluruh dunia sering menyebut sebagai kopi rasa jeruk. Perpaduan rasa itu didapat<br />
bukan dari rekayasa. Rasa jeruk pada kopi ini murni alamiah. Kalaupun dianggap ada<br />
rekayasa genetik, itupun hanya pada teknik penanaman yang tidak disengaja. Oleh petani di<br />
Belantih, bibit kopi jenis Arabika ini ditanam berdekatan (tumpangsari) dengan perkebunan<br />
jeruk. Hal itu sulit terelakkan karena jeruk Kintamani juga menjadi komoditi andalan<br />
Kabupaten Bangli, siapa yang sangka pemanfaatan areal tanam seperti ini, memberi<br />
pengaruh pada cita rasa kopi.<br />
Selain tenar dengan kopi beraroma jeruk, kopi Kintamani juga masyur sebagai tanaman yang sudah<br />
terbebas dari penggunaan pupuk kimia dan pestisida, karena sejak beberapa tahun terakhir, para petani sudah secara<br />
total beralih kepupuk organik, dan juga petani kopi Kintamani sudah mampu mengolah kopi bubuk siap seduh.<br />
2. Kambing Kaligesing Purworejo<br />
Kambing ras Kaligesing merupakan komoditas unggulan daerah Purworejo,<br />
bahkan merupakan salah satu nuftah ternak <strong>Indonesia</strong> yang wajib<br />
dilestarikan. Kambing ras Kaligesing merupakan persilangan antara pejantan<br />
Fries Indie, yang didatangkan dari Distrik India, dengan kambing lokal<br />
Purworejo. Persilangan dilakukan tahun 1923, bertujuan untuk perbaikan<br />
mutu genetika. Kemudian tahun 1949 didatangkan 5 ekor pejantan yang<br />
dibantukan ke desa Hulosobo, Donorejo dan Tlogoguwo Kecamatanm<br />
Kaligesing. Pejantan ini merupakan cikal bakal kambing ras Kaligesing.<br />
Pengembangan peternakan kambing Kaligesing di Kabupaten Purworejo sudah menjadi program pemerintah daerah<br />
sejak tahun 1970. Untuk melestarikannya telah dilakukan beberapa cara, antara lain melalui gaduhan ternak,<br />
pengembangan Village Breeding Center (VBC), pengembangan kelompok penangkar ternak, dan pengadaan kontes<br />
ternak kambing Kaligesing.<br />
98
Populasi kambing Kaligesing selama lima tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan, namun<br />
selama ini belum ada IG yang dimiliki oleh ras kambing ini sehingga kambing ras Kaligesing ini potensial untuk<br />
mendapatkan sertifikasi IG<br />
3. Kacang Oven Jepara<br />
4. Kerupuk Tengiri Jepara<br />
Kacang oven adalah kacang khas dari daerah Jepara. Kacang ini adalah<br />
kacang gurih yang memiliki rasa yang unik, yaitu perpaduan antara rasa<br />
manis dan asin. Kacang-kacang oven ini umumnya depnagn mudah dapat<br />
ditemui di sentra-sentra makanan khas daerah jepara. Kacang ini terbuat dari<br />
bahan-bahan pilihan; antara lain kacang tanah pilihan, pasir putih yang telah<br />
dicuci hingga bersih, dan bumbu-bumbu penyedap lainnya. Kacang ini diberi<br />
nama kacang oven karena proses penggorengannya yang unik, menggunakan<br />
pasir putih yang menutupi kacang sehingga tampak seperti dalam oven.<br />
Salah satu makanan olahan khas dari daerah Jepara, Jawa Tengah, adalah<br />
kerupuk tengiri. Sentra produksinya, antara lain di daerah Pengkol, salah satu<br />
kelurahan di Jepara Kota. Bahan bakunya adalah ikan tengiri, dan tepung<br />
tapioka. Kerupuk ini memiliki banyak penggemar karena keaslian bahan-bahan<br />
yang digunakan dalam proses produksinya.<br />
5. Mebel Ukir Jepara<br />
Daerah Jepara sejak<br />
dahulu terkenal dengan<br />
kemampuan warganya untuk menghasilkan produk seni ukir yang<br />
indah. Produk-produk itu dapat dengan mudah kita temui di<br />
sepanjang sudut kota Jepara. Mebel-mebel ukir Jepara sudah dikenal<br />
memiliki keindahan dan kualitas yang tinggi. Tidak heran jika harga<br />
yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan mebel ukir asli Jepara<br />
relative tinggi. Produk-produk mebel yang mayoritas dibuat dari kayu<br />
jati ini sudah banyak dikirim ke berbagai daerah di <strong>Indonesia</strong>, bahkan<br />
banyak yang telah diekspor ke luar negeri sebagai produk yang mempunyai nilai seni yang tinggi dan dijadikan koleksi.<br />
6. Blenyik Ngemplak Jepara<br />
Blenyik ngemplak adalah makanan khas yang umum dijumpai di daerah<br />
pesisir Jepara, dan umum digunakan sebagai makanan sehari-hari<br />
masyarakat Jepara. Produk makanan ini terbuat dari ikan laut segar<br />
hasil tangkapan nelayan-nelayan Jepara. Produk ini terbuat dari ikan<br />
teri pilihan, yaitu teri nasi yang berekor merah. Pemasaran blenyik<br />
kini sudah menjelajah ke beberapa daerah. Blenyik disukai oleh<br />
masyarakat pedalaman atau pegunungan, tak hanya di Jawa, tapi juga<br />
di luar Jawa, seperti Sumatera dan Kalimantan.<br />
7. Lada Putih Muntok Bangka Belitung<br />
99
Berbagai upaya dilakukan guna mengembalikan kejayaan lada putih (Muntok<br />
White Pepper) Bangka Belitung. Langkah ini dilakukan guna meningkatkan<br />
pendapatan petani serta perekonomian regional dan nasional. sebab<br />
belakangan ini produksi lada di Bangka Belitung terjadi penurunan.<br />
Tahun 2002, produksi Muntok White Pepper berjumlah 33.000 ton. Jumlah<br />
tersebut menurun di tahun 2003 menjadi 27.000 ton, sedangkan di tahun<br />
2004 kembali menurun menjadi 20.000 ton. Penurunan jumlah produksi terus<br />
terjadi, dan di tahun 2005 produksi tinggal 16.000 ton. Pada tahun 2006<br />
hingga 2007, jumlah produksi sama yaitu berada di angka 14.000 ton. Malangnya di tahun 2008, angka ini kembali<br />
menurun dan berada di angka 13.000 ton.<br />
Meskipun terus mengalami penurunan produksi, namun prospek lada di masa mendatang cukup baik karena selain<br />
terjadinya peningkatan konsumsi dalam negeri juga berkembangnya industri makanan, minuman, farmasi, dan spa yang<br />
menggunakan bahan baku lada.<br />
3.10.4 Potensi IG yang belum Dikembangkan<br />
Jika kita lihat ke beberapa daerah lain di <strong>Indonesia</strong>, maka ada beberapa produk yang potensial untuk didaftarkan sebagai<br />
produk-produk IG. Produk-produk potensial tersebut jika kita tinjau dari beberapa daerah adalah sebagai berikut:<br />
a. Jawa Barat<br />
Beras Pandan Wangi Cianjur<br />
Bila melihat persyaratan dari produk IG, maka Beras Pandan Wangi Cianjur telah cukup<br />
syarat untuk didaftarkan sebagai salah satu IG di <strong>Indonesia</strong>. Beras pandan wangi hanya<br />
bisa diproduksi di tempat asalnya. Meski bisa tumbuh di daerah lain, derajat kepulenan<br />
dan aroma gabah maupun beras yang dihasilkan tidak akan sebaik di daerah asalnya.<br />
Hal ini karena karakteristik dan kualitas beras tersebut dipengaruhi faktor geografis<br />
setempat antara lain, jenis tanah di tempat tumbuhnya beras pandan wangi cianjur<br />
adalah andosol/regina, bersuhu 20-27 derajat Celsius, kandungan amilosa dalam<br />
beras mencapai 26%, dan sebagainya. Deskripsi padi sawah varietas pandan wangi<br />
secara jelas dituangkan dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 163/Kpts/ LB.240/<br />
3/ 2004 tentang Pelepasan Galur Padi Sawah Lokal Pandan Wangi Cianjur sebagai<br />
Varietas Unggul dengan Nama Pandan Wangi.<br />
Ubi Cilembu<br />
Ubi Cilembu merupakan salah satu jenis ubi yang sangat popular di<br />
kalangan masyarakat. Rasanya yang empuk, legit, wangi dan rasa<br />
manis dari karamel yang keluar saat ubi di-oven, merupakan<br />
pilihan makanan yang pas sebagai teman minum teh, kopi,<br />
apalagi bandrek maupun bajigur. Karena rasa manisnya yang<br />
khas itulah, ubi Cilembu juga kerap disebut ―si madu.‖<br />
Sebenarnya Cilembu hanyalah sebuah desa kecil yang<br />
termasuk Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. Ubi<br />
sebenarnya bukanlah tanaman prioritas warga Cilembu, karena<br />
mereka sebagian besar adalah petani padi. Kondisi sawah yang<br />
merupakan jenis tadah hujan membuat para petani memilih jagung dan<br />
ubi<br />
100
sebagai tanaman selingan di saat musim kemarau. Menanam ubi di saat musim kemarau cenderung dipilih karena saat<br />
musim hujan, rasa ubi tersebut biasanya berubah menjadi agak pahit. Kadar air yang menjadi lebih tinggi pada ubi<br />
diduga sebagai penyebabnya.<br />
Komoditas ubi cilembu ini sangat potensial untuk dikembangkan lebih lanjut karena memiliki banyak penggemar setia.<br />
Bahkan potensi untuk mencari pasar di luar negeri juga cukup besar. Hal itu ditandai dengan mulai dijajakinya peluang<br />
ekspor ke kawasan regional; antara lain ke pasar Vietnam dan Singapura.<br />
b. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)<br />
Bakpia Pathuk<br />
Bakpia Bathuk berasal dari Kampung Pathuk, dekat dengan Jalan Malioboro,<br />
Yogyakarta. Karena lokasinya yang dekat dengan sentra pariwisata di<br />
Yogyakarta, maka Bakpia Pathuklah yang pertama kali dikenal oleh wisatawan.<br />
Bakpia Pathuk memiliki rasa yang khas, selain rasa kacang hijau yang lembut<br />
ada juga rasa kumbu hitam, dan sekarang mulai berkembang berbagai rasa<br />
yang menggiurkan.<br />
Bakpia Pathuk menjadi popular karena hanya ada di Yogyakarta dan menjadi<br />
buah tangan khas daerah tersebut. Kualitas bahan dan rasa yang selalu<br />
dijaga dan kepopuleran menyebar dari mulut ke mulut menjadi faktor utama<br />
wisatawan menjadikan Bakpia Pathuk sebagai barang yang harus dibeli<br />
ketika berkunjung ke Yogyakarta.<br />
Nasi Gudeg Jogja<br />
Gudeg (bahasa Jawa gudheg) adalah makanan khas Yogyakarta yang terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan<br />
santan dan dibumbui dengan kluwek. Perlu waktu berjam-jam untuk membuat masakan ini. Warna coklat biasanya<br />
dihasilkan oleh daun jati yang dimasak bersamaan. Gudeg dimakan dengan nasi dan disajikan dengan kuah santan kental<br />
(areh), ayam kampung, telur, tahu dan sambal goreng krecek.<br />
Ada berbagai varian gudeg, antara lain:<br />
‣ Gudeg kering, yaitu gudeg yang disajikan dengan<br />
areh kental, jauh lebih kental daripada santan<br />
pada masakan padang.<br />
‣ Gudeg basah, yaitu gudeg yang disajikan dengan<br />
areh encer.<br />
‣ Gudeg Solo, yaitu gudeg yang arehnya berwarna<br />
putih.<br />
c. Solo, Jawa Tengah<br />
Serabi Solo<br />
Serabi Solo memiliki bentuk dan rasa yang khas dan berbeda dengan serabi lain pada umumnya. Jika serabi lain<br />
menggunakan santan sebagai pelengkap penyajian, maka serabi Solo menambahkan santan pada saat proses<br />
pembuatan serabi tersebut. Perbedaan cara pembuatan tersebut yang langsung dapat dirasakan pada tekstur dan rasa<br />
serabi yang khas. Untuk semakin menambahkan perbedaan yang khas, maka proses memasak serabi harus<br />
menggunakan tungku arang sehingga menghasilkan aroma yang menggiurkan. Proses memasak ini yang membutuhkan<br />
kesabaran dan keuletan untuk dapat membuat dan menghidangkan serabi Solo yang sempurna.<br />
101
Kelegitan dan variasi topping serabi yang beraneka rupa; seperti coklat, keju,<br />
nangka, pisang, dan masih banyak lagi menjadi daya tarik serabi Solo. Jajanan<br />
tradisional ini sangat tepat dinikmati di kala sore hari sebagai teman minum teh<br />
sambil bersantai bersama keluarga ataupun dapat dijadikan buah tangan untuk<br />
kolega maupun keluarga di rumah.<br />
d. DKI Jakarta<br />
Ondel-ondel Jakarta<br />
Salah satu bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalam<br />
pesta-pesta rakyat adalah ondel-ondel. Nampaknya ondel-ondel memerankan<br />
leluhur atau nenek moyang yang senantiasa menjaga anak cucunya atau<br />
penduduk suatu desa.<br />
Ondel-ondel yang berupa boneka besar itu tingginya sekitar ± 2,5 m dengan garis tengah ± 80 cm, dibuat dari<br />
anyaman bambu yang disiapkan begitu rupa sehingga mudah dipikul dari dalamnya. Bagian wajah berupa topeng atau<br />
kedok, dengan rambut kepala dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki dicat dengan<br />
warna merah, sedang yang perempuan dicat dengan warna putih. Bentuk<br />
pertunjukan ini banyak persamaannya dengan yang terdapat di beberapa<br />
daerah lain.<br />
Semula ondel-ondel berfungsi sebagai penolak bala atau gangguan roh<br />
halus yang gentayangan. Dewasa ini ondel-ondel biasanya digunakan untuk<br />
menambah semarak pesta-pesta rakyat atau untuk penyambutan tamu<br />
terhormat, misalnya pada peresmian gedung yang baru selesai dibangun.<br />
Betapapun derasnya arus modernisasi, ondel-ondel ternyata masih tetap<br />
bertahan dan menjadi penghias wajah kota metropolitan Jakarta.<br />
e. Denpasar, Bali<br />
Kerajinan Bali (Kayu, Batok Kelapa, Perak, Anyaman Bambu, Logam, Keramik)<br />
Sebagai Land of gods, Bali sejak dahulu telah berhasil memukau kalangan<br />
internasional dengan mahakarya-mahakarya buatan warganya yang bernilai<br />
seni yang tinggi. Masyarakat Bali menganggap karya-karya seni sebagai<br />
perwujudan rasa syukur mereka kepada para Dewa dalam agama Hindu yang<br />
mereka anut.<br />
Kerajinan Bali sudah lama menjadi daya tarik untuk masyarakat <strong>Indonesia</strong> dan<br />
dunia. Kerajinan Bali menjadi kerajinan andalan Bali yang paling dicari dan<br />
sangat digemari karena kerajinan tangan dari bali ini begitu unik dan menjadi<br />
ciri khas yang dapat dijadikan sebagai oleh-oleh atau souvenir bagi wisatawan<br />
yang berkunjung ke Bali. Kerajinan tangan Bali sangat khas mengingat di Bali<br />
begitu kental seni dan budaya yang ada. Dengan adanya seni dan budaya di<br />
Bali, menghasilkan produk-produk kerajinan yang bernilai seni tinggi serta<br />
bercitarasa tinggi, sehingga menjadi produk kerajinan tangan yang selalu<br />
dicari wisatawan domestik dan juga manca negara.<br />
102
Brem Bali<br />
Brem Bali adalah minuman yang berasal dari sari tape ketan murni di proses dengan sangat special dan unik memberi<br />
sita rasa brem yang manis tanpa rasa masam. Sensasi Brem Bali ini muncul ketika diminum dan menimbulkan rasa yang<br />
khas di lidah.<br />
Brem Bali umumnya mengandung alcohol dan banyak diminati oleh wisatawan-wisatawan lokal maupun mancanegara.<br />
Bahkan, beberapa produk brem Bali saat ini sudah memasuki pasar mancanegara,<br />
diantaranya<br />
dengan diekspornya produk ini ke pasar-pasar di Eropa, Australia, maupun pasar regional<br />
di Asia Tenggara.<br />
103
4 H A S I L P E M E T A A N D A N A N A L I S I S D A M P A K E K O N O M I I N D U S T R I K R E A T I F<br />
Kontribusi ekonomi Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> yang terdiri dari 14 subsektor industri, dengan 4 basis indikator, yaitu: PDB,<br />
Ketenagakerjaan, Aktivitas Perusahaan dan Perdagangan Internasional ditunjukkan pada tabel 4.1 berikut.<br />
Tabel 4-1 Profil Kontribusi Ekonomi Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> 2002-2008<br />
No Indikator Satuan 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-Rata<br />
1 Berbasis PDB<br />
1.1 Nilai Tambah Berlaku Miliar Rp 160.337 167.355 192.128 214.541 256.848 297.557 360.663 235.633<br />
1.2 Nilai Tambah Konstan Miliar Rp 132.472 131.077 138.627 135.394 142.091 147.907 151.581 139.879<br />
1.3 Pertumbuhan Persen - -1,05% 5,76% -2,33% 4,95% 4,09% 2,48% 2,32%<br />
1.4 Kontribusi Nasional Persen 8,80% 8,31% 8,37% 7,73% 7,69% 7,53% 7,28% 7,80%<br />
2 Berbasis Ketenagakerjaan<br />
2,1 Jumlah Tenaga Kerja Orang 8.090.276 6.700.589 7.497.885 7.360.032 7.009.392 7.396.913 7.686.410 7.391.642<br />
2,2 Pertumbuhan Persen - -17,18% 11,90% -1,84% -4,76% 5,53% 3,91% -0,41%<br />
2,3 Tingkat Partisipasi Nasional Persen 8,83% 7,38% 8,00% 7,75% 7,34% 7,40% 7,53% 7,74%<br />
2,4 Produktivitas Ribu Rp/TK 52.301 48.038 56.230 63.606 65.458 65.044 64.919 59.371<br />
3 Berbasis Aktivitas Perusahaan<br />
3,1 Jumlah Perusahaan Perusahaan 3.192.365 2.623.965 3.099.344 2.734.076 2.576.235 2.813.959 3.001.635 2.863.083<br />
3,2 Pertumbuhan Persen - -17,80% 18,12% -11,79% -5,77% 9,23% 6,67% -0,22%<br />
3,3 Kontribusi Nasional Persen 7,52% 6,34% 7,24% 6,57% 6,09% 6,36% 0,00% 6,74%<br />
4 Berbasis Perdagangan Internasional<br />
4,1 Nilai Ekspor Miliar Rp 58.413 57.597 69.774 76.462 84.840 95.209 114.925 79.603<br />
4,2 Pertumbuhan Ekspor Persen -1,40% 21,14% 9,59% 10,96% 12,22% 20,71% 12,20%<br />
4,3 Kontribusi thdp Ekspor Nasional Persen 11,43% 11,32% 10,49% 9,08% 9,33% 8,86% 7,52% 9,23%<br />
4,4 Nilai Impor Miliar Rp 4.445 4.060 5.560 6.915 6.045 8.077 10.442 6.506<br />
4,5 Pertumbuhan Impor Persen -8,67% 36,93% 24,38% -12,58% 33,62% 29,27% 17,16%<br />
4,6 Kontribusi thdp Impor Nasional Persen 1,59% 1,50% 1,29% 1,22% 1,10% 1,15% 0,82% 2,33%<br />
4,7 Net Trade Miliar Rp 53.967 53.537 64.214 69.547 78.795 87.131 104.483 73.096<br />
4,8 Pertumbuhan Net Trade Persen -0,80% 19,94% 8,30% 13,30% 10,58% 19,91% 11,87%<br />
4,9 Kontribusi thdp Net Trade Nasional Persen 23,33% 22,54% 27,58% 25,30% 21,99% 23,34% 41,65% 26,12%<br />
4.1 B E R B A S I S P R O D U K D O M E S T I K B R U T O : J U M L A H , % K O N T R I B U S I D A N P E R T U M B U H A N<br />
4.1.1 PDB Sektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />
Nilai tambah bruto yang dihasilkan industri kreatif, baik berdasarkan harga berlaku menunjukkan trend peningkatan yang<br />
konsisten sejak tahun 2002 sampai 2008. Namun demikian nilai tambah berdasarkan harga konstan, yang sudah<br />
memperhitungkan pengaruh inflasi, mengalami penurunan di tahun 2003 dan 2005. Hal ini ditunjukkan pada gambar<br />
berikut.<br />
104
400.000<br />
350.000<br />
360.663<br />
300.000<br />
297.557<br />
250.000<br />
256.848<br />
200.000<br />
150.000<br />
100.000<br />
192.128<br />
160.337<br />
167.355<br />
132.472 131.077 138.627<br />
214.541<br />
135.394 142.091<br />
147.907 151.581<br />
50.000<br />
0<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
Nilai Tambah Harga Berlaku Nilai Tambah Harga Konstan<br />
Gambar 4-1<br />
Nilai Tambah Bruto Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 (Miliar Rupiah)<br />
Pada tahun 2007 dan 2008, nilai nominal berdasarkan harga berlaku dari Nilai Tambah Bruto Sektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />
meningkat signifikan dari Rp. 256.848 miliar di tahun 2006 menjadi Rp. 297.557 miliar di tahun 2007 dan Rp. 360.663<br />
miliar di tahun 2008. Peningkatan tahun 2007 sebesar Rp. 40.709 miliar, dan peningkatan tahun 2008 Rp. 63.106<br />
miliar. Kondisi ini merupakan indikasi positif terhadap perkembangan industri kreatif nasional, dimana industri kreatif<br />
terus tumbuh positif di tengah-tengah kondisi krisis global yang melanda dunia.<br />
105
7,00%<br />
6,00%<br />
5,00%<br />
5,76%<br />
4,95%<br />
4,00%<br />
4,09%<br />
3,00%<br />
2,00%<br />
2,32%<br />
2,48%<br />
1,00%<br />
0,00%<br />
-1,00%<br />
-2,00%<br />
-3,00%<br />
2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
-1,05%<br />
-2,33%<br />
Rata-Rata Pertumbuhan 2002-2008<br />
Gambar 4-2 Pertumbuhan NTB Konstan Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />
Pertumbuhan PDB (NTB) Sektor Industri <strong>Kreatif</strong>, yang sudah memperhitungkan pengaruh inflasi, di tahun 2007 dan<br />
2008 mengalami penurunan, dari 4,95% tahun 2006 menjadi 4,09% tahun 2007 dan 2,48% tahun 2008. Perlambatan<br />
memang terjadi, namun demikian PDB Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> tetap tumbuh positif di atas rata-rata pertumbuhan PDB<br />
Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2003-2008 sebesar 2,32%.<br />
Salah satu karakteristik yang dimiliki oleh industri kreatif, yang berbeda dengan sektor lainnya, adalah fluktuasi<br />
pertumbuhan yang cukup tinggi dari tahun ke tahun. Fluktuasi yang sangat signifikan terjadi dari tahun 2003 sampai<br />
2006, dimana setiap tahun pertumbuhan berubah dari pertumbuhan positif menjadi pertumbuhan negatif. Namun<br />
demikian sejak tahun 2006 sampai 2008, sektor industri kreatif mulai konsisten menunjukkan pertumbuhan yang positif.<br />
4.1.2 Perbandingan terhadap PDB Nasional<br />
Dibandingkan dengan rata-rata kontribusi PDB nasional sektoral berdasarkan harga berlaku, di tahun 2002-2008, Sektor<br />
Industri <strong>Kreatif</strong> memberikan kontribusi PDB di peringkat ke-6, sebesar 7,8% atau senilai Rp. 235.633 miliar, lebih tinggi<br />
dari rata-rata kontribusi Sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi,<br />
Sektor Konstruksi dan Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih. Rata-rata kontribusi terbesar diberikan oleh Sektor Industri<br />
Pengolahan sebesar 24,1%, Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan sebesar 14,53%, dan Sektor<br />
Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 13,42%. Indikasi ini menunjukkan bahwa Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> merupakan<br />
sektor penting dalam perekonomian nasional, karena memiliki kontribusi PDB yang cukup besar.<br />
106
Tabel 4-2 Perbandingan Kontribusi PDB Sektor Industri Nasional 2002-2008 (miliar Rp)<br />
NO LAPANGAN USAHA 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-Rata<br />
1 Industri Pengolahan 25,0% 24,6% 24,4% 24,1% 23,9% 23,5% 24,4% 24,2%<br />
2 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 15,5% 15,2% 14,3% 13,1% 13,0% 13,7% 14,4% 14,0%<br />
3 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 13,0% 13,0% 12,4% 12,2% 12,1% 12,1% 11,3% 12,1%<br />
4 Pertambangan dan Penggalian 8,8% 8,3% 8,9% 11,1% 11,0% 11,2% 11,0% 10,4%<br />
5 Jasa Kemasyarakatan 8,9% 9,7% 10,1% 9,8% 9,9% 9,9% 9,6% 9,7%<br />
6 Industri <strong>Kreatif</strong> 8,8% 8,3% 8,4% 7,7% 7,7% 7,5% 7,3% 7,8%<br />
7 Konstruksi 6,1% 6,2% 6,6% 7,0% 7,5% 7,7% 8,5% 7,4%<br />
8 Keuangan, Real Estate, & Jasa Perusahaan 7,8% 7,9% 7,6% 7,5% 7,1% 6,8% 6,5% 7,1%<br />
9 Pengangkutan dan Komunikasi 5,4% 5,9% 6,2% 6,5% 6,9% 6,7% 6,3% 6,4%<br />
10 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,8% 1,0% 1,0% 1,0% 0,9% 0,9% 0,8% 0,9%<br />
Rata-rata nilai dan persentase kontribusi PDB sektoral selengkapnya tahun 2002-2008, ditunjukkan pada gambar<br />
berikut.<br />
Jasa Kemasyarakatan<br />
Rp294.077<br />
10%<br />
Keuangan, Real Estate,<br />
& Jasa Perusahaan<br />
Rp215.629<br />
7%<br />
Industri <strong>Kreatif</strong><br />
Rp235.633<br />
8%<br />
Pertanian, Peternakan,<br />
Kehutanan dan<br />
Perikanan<br />
Rp424.111 Pertambangan dan<br />
14%<br />
Penggalian<br />
Rp313.379<br />
11%<br />
Pengangkutan dan<br />
Komunikasi<br />
Rp192.135<br />
6%<br />
Perdagangan, Hotel,<br />
dan Restoran<br />
Rp366.149<br />
12%<br />
Konstruksi<br />
Rp222.556<br />
7%<br />
Listrik, Gas, dan Air<br />
Bersih<br />
Rp27.269<br />
1%<br />
Industri Pengolahan<br />
Rp730.231<br />
24%<br />
Gambar 4-3 Rata-rata Nilai dan % Kontribusi NTB Sektoral Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2002-2008<br />
Jika dibandingkan berdasarkan rata-rata pertumbuhan NTB tahunan 2002-2008, maka Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> berada<br />
pada peringkat ke-9, dengan rata-rata pertumbuhan 2,32%. Besaran ini merupakan kedua terkecil setelah Sektor<br />
Pertambangan dan Penggalian yang memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 0,26%, serta masih berada di bawah ratarata<br />
pertumbuhan PDB Nasional 5,56%. Rata-rata pertumbuhan terbesar dimiliki oleh Sektor Pengangkutan dan<br />
Komunikasi sebesar 13,89%, diikuti sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 9,33%, dan sektor Konstruksi<br />
sebesar 7,57%.<br />
107
16,00%<br />
14,00%<br />
Rata-Rata Pertumbuhan PDB Sektor-Sektor Utama<br />
Pengangkutan dan<br />
Komunikasi<br />
13,89%<br />
12,00%<br />
10,00%<br />
Perdagangan, Hotel, dan<br />
Restoran<br />
9,33%<br />
8,00%<br />
Listrik, Gas, dan Air Bersih<br />
7,25%<br />
Konstruksi<br />
7,57%<br />
Keuangan, Real Estate, &<br />
Jasa Perusahaan<br />
6,77%<br />
6,00%<br />
4,00%<br />
2,00%<br />
0,00%<br />
Pertanian, Peternakan,<br />
Kehutanan dan Perikanan<br />
3,48%<br />
Industri Pengolahan<br />
4,97%<br />
Pertambangan dan<br />
Penggalian<br />
0,26%<br />
Rata-rata Pertumbuhan PDB Nasional 2002-2008<br />
Jasa Kemasyarakatan<br />
5,66%<br />
Industri <strong>Kreatif</strong><br />
2,32%<br />
5,56%<br />
Gambar 4-4 Rata-Rata Pertumbuhan PDB Sektoral, termasuk Industri <strong>Kreatif</strong>, 2002-2008<br />
4.1.3 PDB Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />
Tahun 2007 dan 2008, NTB 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> mengalami peningkatan, kecuali pada Subsektor Kerajinan dan<br />
Subsektor Pasar Barang Seni. NTB Subsektor Kerajinan tahun 2007 masih meningkat, namun mengalami penurunan kecil<br />
0,42% di tahun 2008, yaitu sebesar Rp. 37.423 miliar tahun 2007 menjadi Rp. 37.266 tahun 2008. NTB Subsektor<br />
Pasar Barang Seni mengalami penurunan tahun 2007 sebesar 21,19%, yaitu Rp. 808 miliar tahun 2006 menjadi Rp.<br />
637 miliar tahun 2007. Namun demikian tahun 2008 NTB Subsektor Pasar Barang Seni kembali meningkat 10,8%<br />
menjadi Rp. 706 miliar.<br />
Subsektor-subsektor yang meningkat signifikan di tahun 2007 dan 2008, dibandingkan tahun 2006, adalah Subsektor<br />
Arsitektur, Desain, Film, dan Musik. Tahun 2006 keempat subsektor tersebut mengalami pertumbuhan negatif<br />
(penurunan NTB, kecuali Film), dan kembali tumbuh positif dengan besaran yang baik di tahun 2007. NTB Arsitektur<br />
tahun 2006 turun -8,85% dan tumbuh 8,61% tahun 2007, yaitu sebesar Rp. 3.367 miliar menjadi Rp. 3.657 miliar.<br />
Pertumbuhan NTB Arsitektur ini terus berlanjut di tahun 2008. NTB Subsektor Desain tahun 2006 turun -5,13% dan<br />
tumbuh 8,74% tahun 2007. Pertumbuhan NTB Subsektor Desain ini terus berlanjut hingga tahun 2008. NTB Subsektor<br />
Film, Video dan Fotografi tahun 2006 hanya tumbuh 2,14% namun tumbuh sebesar 7,52% tahun 2007 dan terus<br />
tumbuh positif di tahun 2008. NTB Subsektor Musik tahun 2006 turun sebesar -8,49% dan tumbuh 5,14% tahun 2007.<br />
Pertumbuhan positif NTB Musik terus berlanjut di tahun 2008. Informasi selengkapnya mengenai peningkatan dan<br />
penurunan NTB 14 subsektor tahun 2002-2008 ditunjukkan pada gambar berikut.<br />
108
4.500<br />
4.000<br />
3.500<br />
3.000<br />
2.500<br />
NTB Konstan Arsitektur 2002-2008 (Miliar Rp)<br />
3.924<br />
3.274<br />
3.367<br />
3.657<br />
2.740<br />
3.694<br />
2.945<br />
9.800<br />
9.600<br />
9.400<br />
9.200<br />
9.000<br />
NTB Konstan Desain 2002-2008 (Miliar Rp)<br />
9.531<br />
9.213<br />
9.211<br />
9.072<br />
9.678<br />
9.502<br />
2.000<br />
1.500<br />
1.000<br />
500<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
8.800<br />
8.600<br />
8.400<br />
8.200<br />
8.738<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
70.000<br />
68.000<br />
66.000<br />
64.000<br />
62.000<br />
60.000<br />
NTB Konstan Fesyen 2002-2008 (Miliar Rp)<br />
69.124<br />
64.415<br />
65.176<br />
65.243<br />
63.843<br />
60.582<br />
65.902<br />
1.200<br />
1.000<br />
800<br />
600<br />
400<br />
NTB Konstan FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI 2002-2008<br />
(Miliar Rp)<br />
711 732<br />
776 814<br />
831<br />
893<br />
962<br />
58.000<br />
200<br />
56.000<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
40.000<br />
35.000<br />
30.000<br />
25.000<br />
20.000<br />
15.000<br />
10.000<br />
5.000<br />
NTB Konstan Kerajinan 2002-2008 (Miliar Rp)<br />
34.832<br />
32.290<br />
31.030<br />
37.423 37.266<br />
31.140 31.952<br />
2.000<br />
1.800<br />
1.600<br />
1.400<br />
1.200<br />
1.000<br />
800<br />
600<br />
400<br />
200<br />
NTB Konstan Layanan Piranti Lunak 2002-2008 (Miliar Rp)<br />
1.806<br />
1.517 1.650<br />
1.253<br />
1.038<br />
714<br />
859<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
109
9.000<br />
8.000<br />
7.000<br />
6.000<br />
5.000<br />
4.000<br />
3.000<br />
2.000<br />
1.000<br />
NTB Konstan MUSIK 2002-2008 (Miliar Rp)<br />
4.025<br />
4.552<br />
6.974<br />
7.895<br />
7.929<br />
7.225 7.596<br />
900<br />
800<br />
700<br />
600<br />
500<br />
400<br />
300<br />
200<br />
100<br />
NTB Konstan PASAR DAN BARANG SENI 2002-2008<br />
(Miliar Rp)<br />
612<br />
719 695<br />
743<br />
808<br />
637<br />
706<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
9.000<br />
8.000<br />
7.000<br />
6.000<br />
5.000<br />
4.000<br />
NTB Konstan PENERBITAN DAN PERCETAKAN 2002-2008<br />
(Miliar Rp)<br />
5.744<br />
5.705<br />
7.971<br />
7.681<br />
7.404<br />
7.530<br />
7.599<br />
14.000<br />
12.000<br />
10.000<br />
8.000<br />
6.000<br />
NTB Konstan PERIKLANAN 2002-2008 (Miliar Rp)<br />
5.493<br />
6.916<br />
8.013<br />
9.832<br />
8.072<br />
10.617<br />
11.493<br />
3.000<br />
2.000<br />
1.000<br />
4.000<br />
2.000<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
NTB Konstan PERMAINAN INTERAKTIF2002-2008 (Miliar<br />
Rp)<br />
NTB Konstan RISET DAN PENGEMBANGAN2002-2008<br />
(Miliar Rp)<br />
600<br />
500<br />
400<br />
300<br />
200<br />
252<br />
283<br />
321<br />
362<br />
414<br />
471<br />
550<br />
1,200<br />
1,000<br />
800<br />
600<br />
400<br />
790<br />
828<br />
870<br />
923 970 1,047<br />
1,133<br />
100<br />
200<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
110
NTB Konstan SENI PERTUNJUKAN 2002-2008 (Miliar Rp)<br />
NTB Konstan TELEVISI DAN RADIO 2002-2008 (Miliar Rp)<br />
180<br />
3.000<br />
160<br />
140<br />
120<br />
100<br />
80<br />
98<br />
112<br />
123<br />
126 133 142<br />
152<br />
2.500<br />
2.000<br />
1.500<br />
1.608<br />
2.035<br />
1.830<br />
2.179<br />
2.088<br />
2.326<br />
2.481<br />
60<br />
1.000<br />
40<br />
20<br />
500<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
Gambar 4-5 NTB Konstan 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2002-2008<br />
4.1.4 Perbandingan 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />
Dari 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> yang telah dipetakan, Subsektor yang memberikan kontribusi NTB terbesar sepanjang<br />
tahun 2002 sampai 2008 adalah Subsektor Fesyen dengan rata-rata NTB harga berlaku sebesar Rp. 107,8 triliun, atau<br />
sekitar 45,78% dari total NTB Sektor Industri <strong>Kreatif</strong>. Tiga subsektor lain yang memberi kontribusi NTB terbesar,<br />
berturut-turut adalah Subsektor Kerajinan dengan rata-rata NTB sebesar Rp. 57,08 triliun, Subsektor Desain Rp. 15,48<br />
triliun, dan Subsektor Periklanan Rp. 15,12 triliun. Keempat subsektor ini, Fesyen, Kerajinan, Desain dan Periklanan<br />
menyumbang kontribusi NTB berturut-turut sebesar 45,78%, 24,23%, 6,57% dan 6,42%.<br />
Subsektor Periklanan mampu mengungguli kontribusi yang diberikan Subsektor Desain pada tahun 2006-2008,<br />
meskipun secara rata-rata tahun 2002-2008 kontribusi Subsektor Desain masih lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa<br />
kinerja Subsektor Periklanan dalam perekonomian semakin baik dengan signifikan sepanjang tahun, khususnya pada 3<br />
tahun terakhir. Informasi selengkapnya mengenai kontribusi NTB 14 subsektor, ditunjukkan pada tabel dan gambar<br />
berikut.<br />
Tabel 4-3 Perbandingan Kontribusi NTB 14 Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />
NO LAPANGAN USAHA INDUSTRI KREATIF 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata<br />
1 FESYEN 52,18% 49,77% 47,02% 44,75% 44,93% 43,55% 43,48% 45,78%<br />
2 KERAJINAN 23,42% 23,76% 23,29% 23,60% 24,51% 25,30% 24,59% 24,23%<br />
3 DESAIN 7,19% 7,03% 6,54% 6,80% 6,15% 6,42% 6,38% 6,57%<br />
4 PERIKLANAN 4,15% 5,28% 5,78% 5,96% 6,92% 7,18% 7,58% 6,42%<br />
5 PENERBITAN DAN PERCETAKAN 4,34% 4,35% 5,75% 5,67% 5,21% 5,09% 5,01% 5,10%<br />
6 MUSIK 3,04% 3,47% 5,03% 5,83% 5,08% 5,14% 5,23% 4,85%<br />
7 ARSITEKTUR 2,07% 2,25% 2,36% 2,73% 2,37% 2,47% 2,59% 2,44%<br />
8 TELEVISI DAN RADIO 1,21% 1,40% 1,47% 1,54% 1,53% 1,57% 1,64% 1,51%<br />
9 LAYANAN KOMPUTER DAN PIRANTI LUNAK 0,54% 0,66% 0,75% 0,93% 1,07% 1,12% 1,19% 0,95%<br />
10 RISET DAN PENGEMBANGAN 0,60% 0,63% 0,63% 0,68% 0,68% 0,71% 0,75% 0,68%<br />
11 FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI 0,54% 0,56% 0,56% 0,60% 0,58% 0,60% 0,63% 0,59%<br />
12 PASAR DAN BARANG SENI 0,46% 0,55% 0,50% 0,55% 0,57% 0,43% 0,47% 0,50%<br />
13 PERMAINAN INTERAKTIF 0,19% 0,22% 0,23% 0,27% 0,29% 0,32% 0,36% 0,28%<br />
14 SENI PERTUNJUKAN 0,07% 0,09% 0,09% 0,09% 0,09% 0,10% 0,10% 0,09%<br />
Total 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%<br />
111
PENERBITAN DAN<br />
PERCETAKAN<br />
Rp12.009.603.145<br />
5%<br />
PASAR DAN BARANG SENI<br />
Rp1.174.283.447<br />
0%<br />
MUSIK<br />
Rp11.437.824.384<br />
5%<br />
PERMAINAN INTERAKTIF<br />
Rp669.504.336<br />
0%<br />
PERIKLANAN<br />
Rp15.121.802.624<br />
6%<br />
RATA-RATA PDB INDUSTRI KREATIF 2002-2008<br />
RISET DAN<br />
PENGEMBANGAN<br />
Rp1.605.167.985<br />
1%<br />
SENI PERTUNJUKAN<br />
Rp217.166.624<br />
0%<br />
TELEVISI DAN RADIO<br />
Rp3.561.909.042<br />
2%<br />
ARSITEKTUR<br />
Rp5.749.683.306<br />
2%<br />
DESAIN<br />
Rp15.486.750.367<br />
7%<br />
LAYANAN KOMPUTER DAN<br />
PIRANTI LUNAK<br />
Rp2.248.993.045<br />
1%<br />
FESYEN<br />
Rp107.869.858.780<br />
46%<br />
KERAJINAN<br />
Rp57.087.934.396<br />
24%<br />
FILM, VIDEO, DAN<br />
FOTOGRAFI<br />
Rp1.392.362.442<br />
1%<br />
Gambar 4-6<br />
Rata-rata Jumlah dan % Kontribusi PDB Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2002-2008, Berdasarkan Harga Berlaku<br />
Satu catatan yang penting digarisbawahi adalah kontribusi NTB yang sangat dominan dari Subsektor Fesyen dan<br />
Kerajinan. Kedua subsektor ini menyumbang 70% dari total NTB industri kreatif, sehingga fluktuasi kontribusi NTB kedua<br />
subsektor akan sangat mempengaruhi keseluruhan kontribusi NTB Sektor Industri <strong>Kreatif</strong>. Seperti ditunjukkan pada<br />
gambar berikut, rata-rata pertumbuhan Subsektor Fesyen tahun 2002-2008 menunjukkan angka negatif -0,7%. Angka<br />
negatif ini menunjukkan bahwa pertumbuhan Subsektor Fesyen sudah mengalami titik stabil (stagnan), bahkan bukan<br />
tidak mungkin akan cenderung semakin menurun di tahun-tahun berikutnya. Sementara itu, rata-rata pertumbuhan<br />
Subsektor Kerajinan memang masih positif, namun angka pertumbuhan tidak terlalu besar, yaitu 3,17%. Kedua angka<br />
rata-rata pertumbuhan Subsektor Fesyen dan Kerajinan ini merupakan indikasi peringatan bagi pengembangan industri<br />
kreatif nasional, bahwa ke depan industri kreatif jangan lagi hanya mengandalkan kedua Subsektor tersebut. Subsektorsubsektor<br />
lainnya memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Hal ini terlihat dari rata-rata pertumbuhan 2 digit yang<br />
dimiliki subsektor Layanan Komputer dan Piranti Lunak sebesar 16,87%, subsektor Musik 13,42%, Subsektor Periklanan<br />
13,42% dan Subsektor Permainan Interaktif sebesar 13,88%.<br />
Selain Subsektor Layanan Komputer dan Piranti Lunak, Subsektor Musik, Subsektor Periklanan, Subsektor Permainan<br />
Interaktif, masih terdapat subsektor-subsektor lain yang memiliki potensi cukup baik, yaitu Subsektor Arsitektur,<br />
Penerbitan dan Percetakan, Riset dan Pengembangan, dan Seni Pertunjukan. Keempat subsektor ini tumbuh di atas ratarata<br />
pertumbuhan PDB Nasional tahun 2002-2008 sebesar 5,56%.<br />
Subsektor Film, Video dan Fotografi memang memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 5,19%, masih di bawah rata-rata<br />
pertumbuhan PDB Nasional. Namun perlu dicatat bahwa pertumbuhan Subsektor Film, Video dan Fotografi di tahun 2007<br />
dan 2008 menunjukkan angka yang cukup menjanjikan, yaitu 7,52% tahun 2007 dan semakin membaik di tahun 2008<br />
112
dengan pertumbuhan 7,64%. Rata-rata pertumbuhan PDB Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2002-2008 ditunjukkan<br />
berikut ini.<br />
18,00%<br />
16,00%<br />
LAYANAN KOMPUTER DAN<br />
PIRANTI LUNAK<br />
16,87%<br />
14,00%<br />
MUSIK<br />
13,42%<br />
PERIKLANAN<br />
13,42%<br />
PERMAINAN INTERAKTIF<br />
13,88%<br />
12,00%<br />
10,00%<br />
8,00%<br />
6,00%<br />
4,00%<br />
ARSITEKTUR<br />
6,43%<br />
5,56%<br />
FILM, VIDEO, DAN<br />
FOTOGRAFI<br />
5,19%<br />
KERAJINAN<br />
3,17%<br />
PENERBITAN DAN<br />
PERCETAKAN<br />
5,73%<br />
PASAR DAN BARANG SENI<br />
3,24%<br />
TELEVISI DAN RADIO<br />
7,57%<br />
SENI PERTUNJUKAN<br />
7,67%<br />
RISET DAN<br />
PENGEMBANGAN<br />
6,20%<br />
2,32%<br />
2,00%<br />
DESAIN<br />
0,35%<br />
0,00%<br />
FESYEN<br />
-0,70%<br />
-2,00%<br />
Rata-rata Pertumbuhan PDB Nasional 2002-2008 Rata-rata Pertumbuhan PDB IK 2002-2008<br />
Gambar 4-7 Rata-rata Pertumbuhan PDB Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2002-2008<br />
113
4.2 B E R B A S I S K E T E N A G A K E R J A A N : J U M L A H , T I N G K A T P A R T I S I P A S I , P E R T U M B U H A N ,<br />
P R O D U K T I V I T A S<br />
4.2.1 Tenaga Kerja Sektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />
Jumlah tenaga kerja yang diserap Sektor Industri mengalami trend penurunan sepanjang tahun 2004 hingga 2006.<br />
Namun pada tahun 2007 dan 2008 kinerja Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> semakin baik dalam hal penyerapan tenaga kerja.<br />
Tahun 2007 jumlah tenaga kerja yang diserap mencapai 7,396 juta tenaga kerja dan meningkat menjadi 7,686 juta<br />
tenaga kerja di tahun 2008. Keduanya melampaui rata-rata penyerapan tenaga kerja Sektor Ekonomi <strong>Kreatif</strong> tahun<br />
2002-2008, yaitu sebesar 7,391 juta tenaga kerja.<br />
9.000.000<br />
8.000.000<br />
7.000.000<br />
6.000.000<br />
5.000.000<br />
4.000.000<br />
3.000.000<br />
2.000.000<br />
1.000.000<br />
-<br />
7.497.885 7.396.913<br />
8.090.276<br />
7.360.032<br />
7.391.642<br />
7.009.392<br />
7.686.410<br />
6.700.589<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
Rata-Rata 2002-2008<br />
Gambar 4-8 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />
Penyerapan tenaga kerja di Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> mengalami penurunan yang signifikan di tahun 2003 sebesar -17,18%<br />
atau sekitar 1,4 juta tenaga kerja. Penurunan kembali terjadi sebesar -1,84% atau berkurang sebanyak 137.853 tenaga<br />
kerja di tahun 2005, dan -4,76% atau berkurang sebanyak 350.640 tenaga kerja di tahun 2006. Penyerapan tenaga<br />
kerja kembali mengalami peningkatan di tahun 2007, yaitu sebesar 5,53% atau bertambah sebanyak 387.521 tenaga<br />
kerja. Di tahun 2008 penyerapan tenaga kerja terus meningkat sebanyak 289.497 atau tumbuh sebesar 3,91%, namun<br />
tidak secepat pertumbuhan yang terjadi di tahun 2007. Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja tahun 2002-2008<br />
ditunjukkan berikut ini.
15,00%<br />
10,00%<br />
5,00%<br />
Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja 2002-2008<br />
11,90%<br />
5,53%<br />
3,91%<br />
0,00%<br />
-5,00%<br />
-10,00%<br />
-1,84%<br />
2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
-4,76%<br />
-15,00%<br />
-20,00%<br />
-17,18%<br />
Gambar 4-9 Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />
4.2.2 Perbandingan terhadap Tenaga Kerja Nasional<br />
Berdasarkan rata-rata penyerapan jumlah tenaga kerja tahun 2002-2008, Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> menduduki peringkat<br />
ke-5 di antara 10 sektor utama, dengan kontribusi sebanyak 7.391.642 tenaga kerja atau sekitar 7,74% dari total<br />
tenaga kerja nasional. Rata-rata kontribusi penyerapan tenaga kerja terbesar tahun 2002-2008 masih diberikan oleh<br />
Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan sebesar 43,24%, diikuti Sektor Perdagangan, Hotel dan<br />
Restoran 16,15%, Sektor Jasa Kemasyarakan 11,36% dan Sektor Industri Pengolahan sebesar 8,7%.<br />
Dalam hal jumlah penyerapan tenaga kerja, Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> masih memiliki posisi yang lebih baik dibandingkan<br />
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, Sektor Konstruksi, Sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan, Sektor<br />
Pertambangan dan Penggalian, dan Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih. Selengkapnya ditunjukkan pada tabel dan gambar<br />
berikut.<br />
Tabel 4-4 Perbandingan Kontribusi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Nasional 2002-2008<br />
NO LAPANGAN USAHA 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata<br />
1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 44,34% 46,26% 43,33% 44,04% 42,05% 41,24% 41,83% 43,24%<br />
2 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 14,94% 14,88% 16,04% 16,14% 16,87% 17,23% 16,76% 16,15%<br />
3 Jasa Kemasyarakatan 11,12% 10,54% 11,01% 10,94% 11,68% 11,81% 12,29% 11,36%<br />
4 Industri Pengolahan 9,16% 8,67% 8,52% 8,61% 8,72% 8,66% 8,53% 8,69%<br />
5 Industri <strong>Kreatif</strong> 8,83% 7,38% 8,00% 7,75% 7,34% 7,40% 7,53% 7,74%<br />
6 Pengangkutan dan Komunikasi 5,09% 5,47% 5,83% 5,83% 5,92% 5,95% 5,88% 5,72%<br />
7 Konstruksi 4,66% 4,52% 4,84% 4,65% 4,92% 5,26% 4,64% 4,79%<br />
8 Keuangan, Real Estate, & Jasa Perusahaan 0,99% 1,30% 1,08% 0,99% 1,30% 1,28% 1,29% 1,18%<br />
9 Pertambangan dan Penggalian 0,69% 0,80% 1,10% 0,85% 0,97% 1,00% 1,04% 0,93%<br />
10 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,19% 0,17% 0,25% 0,20% 0,24% 0,18% 0,20% 0,20%<br />
Total 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%<br />
115
Keuangan, Real Estate, &<br />
Jasa Perusahaan<br />
1.124.459<br />
1%<br />
Industri <strong>Kreatif</strong><br />
7.391.642<br />
8%<br />
Pengangkutan dan<br />
Komunikasi<br />
5.461.789<br />
6%<br />
Jasa Kemasyarakatan<br />
10.850.871<br />
11%<br />
Pertanian, Peternakan,<br />
Kehutanan dan Perikanan<br />
41.298.468<br />
43%<br />
Perdagangan, Hotel, dan<br />
Restoran<br />
15.425.013<br />
16%<br />
Industri Pengolahan<br />
8.300.599<br />
9%<br />
Konstruksi<br />
4.574.473<br />
5%<br />
Listrik, Gas, dan Air Bersih<br />
194.731<br />
0%<br />
Pertambangan dan<br />
Penggalian<br />
883.560<br />
1%<br />
Gambar 4-10 Rata-rata Jumlah dan Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja Sektoral Tahun 2002-2008<br />
Rata-rata pertumbuhan penyerapan tenaga kerja Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2002-2008 merupakan yang terendah di<br />
antara 10 sektor utama, bahkan bernilai negatif sebesar -0,41%. Hal ini disebabkan terjadinya pertumbuhan negatif yang<br />
signifikan bahkan cenderung outlier di tahun 2003, sebesar -17,18% (gambar 4-9). Pertumbuhan negatif ini terjadi<br />
terutama disebabkan oleh menurunnya jumlah tenaga kerja di Subsektor Fesyen pada tahun 2003 yang hampir mencapai<br />
1 juta tenaga kerja. Jika melihat rata-rata pertumbuhan sejak tahun 2004 hingga 2008, maka pertumbuhan penyerapan<br />
tenaga kerja Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> cukup menjanjikan, yaitu sekitar 3%, berada di atas rata-rata nasional 1,82%. Sektorsektor<br />
utama yang tumbuh pesat dalam hal penyerapan tenaga kerja adalah Sektor Pertambangan dan Penggalian<br />
10,7%, Sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan 7,69%, dan Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih 5,65%.<br />
Informasi pertumbuhan selengkapnya ditunjukkan pada gambar berikut.<br />
116
12,00%<br />
10,00%<br />
Pertambangan dan<br />
Penggalian<br />
10,70%<br />
8,00%<br />
6,00%<br />
4,00%<br />
2,00%<br />
Listrik, Gas, dan Air Bersih<br />
5,65%<br />
Perdagangan, Hotel, dan<br />
Restoran<br />
3,87%<br />
Konstruksi<br />
2,04%<br />
Pengangkutan dan<br />
Komunikasi<br />
4,35%<br />
Keuangan, Real Estate, &<br />
Jasa Perusahaan<br />
7,69%<br />
1,82%<br />
Jasa Kemasyarakatan<br />
3,65%<br />
0,00%<br />
Pertanian, Peternakan,<br />
Kehutanan dan Perikanan<br />
0,88%<br />
Industri Pengolahan<br />
0,67%<br />
Industri <strong>Kreatif</strong><br />
-0,41%<br />
-2,00%<br />
Rata-rata Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Nasional<br />
Gambar 4-11 Rata-rata Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Tahun 2002-2008<br />
Rata-rata Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Industri <strong>Kreatif</strong>, yang merupakan rasio NTB dengan jumlah tenaga kerja,<br />
menduduki peringkat ke-7 di antara 10 sektor. Produktivitas tenaga kerja industri kreatif ini mencapai nilai Rp.<br />
19.406.000,- per tahun, atau sekitar Rp.1.617.000,- per bulan. Nilai produktivitas tenaga kerja sektor industri kreatif<br />
sangat dipengaruhi oleh Subsektor Fesyen dan Kerajinan, dimana produktivitas kedua sektor dominan tersebut berada di<br />
bawah rata-rata produktivitas industri kreatif 2002-2008, bahkan Subsektor Kerajinan merupakan subsektor dengan<br />
produktivitas terendah di antara 14 subsektor industri kreatif.<br />
Namun demikian, rata-rata produktivitas tenaga kerja industri kreatif ini masih mampu mengungguli Sektor Perdagangan,<br />
Hotel dan Restoran, Sektor Jasa Kemasyarakatan, dan Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan. Sektor yang<br />
memiliki produktivitas terbesar adalah Sektor Pertambangan dan Penggalian dengan rata-rata produkvitas per tahun<br />
sebesar Rp. 184.228.000,- atau sekitar Rp. 15.352.000,- per bulan. Informasi selengkapnya mengenai produktivitas<br />
tenaga kerja sektor-sektor utama, ditunjukkan pada tabel berikut.<br />
Tabel 4-5 Perbandingan Produktivitas Tenaga Kerja Sektoral Tahun 2002-2008 Berdasarkan Harga Konstan (Ribu Rupiah)<br />
NO LAPANGAN USAHA 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata<br />
1 Pertambangan dan Penggalian 268.964 229.894 154.729 204.271 181.930 172.350 162.194 184.228<br />
2 Keuangan, Real Estate, & Jasa Perusahaan 133.331 108.772 134.897 155.172 123.838 129.042 136.419 131.357<br />
3 Listrik, Gas, dan Air Bersih 55.353 66.189 47.203 62.013 53.729 77.292 72.117 63.090<br />
4 Industri Pengolahan 43.241 48.723 51.313 52.949 53.735 54.066 55.727 52.752<br />
5 Konstruksi 19.764 21.824 21.219 23.454 23.893 23.208 27.635 23.539<br />
6 Pengangkutan dan Komunikasi 16.261 17.130 17.640 19.635 22.019 23.835 27.558 21.303<br />
7 Industri <strong>Kreatif</strong> 16.374 19.562 18.489 18.396 20.272 19.996 19.721 19.406<br />
8 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 13.190 14.751 14.003 15.371 16.021 16.434 18.016 15.766<br />
9 Jasa Kemasyarakatan 13.398 14.864 14.517 15.171 15.000 15.126 15.142 14.970<br />
10 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 5.700 5.723 6.087 6.072 6.538 6.586 6.661 6.278<br />
Total Rata-Rata 58.558 54.743 48.010 57.250 51.697 53.794 54.119 53.269<br />
117
4.2.3 Tenaga Kerja Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />
Rekapitulasi penyerapan tenaga kerja 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2002-2008 ditunjukkan pada tabel berikut.<br />
Tabel 4-6 Kontribusi Tenaga Kerja 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />
NO LAPANGAN USAHA INDUSTRI KREATIF 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata<br />
1 ARSITEKTUR 20.658 27.165 24.373 23.856 25.963 28.037 30.349 25.772<br />
2 DESAIN 477.908 351.139 500.134 473.350 369.830 390.298 408.923 424.512<br />
3 FESYEN 4.419.590 3.571.127 4.057.493 4.037.705 3.851.949 4.052.329 4.209.920 4.028.588<br />
4 FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI 22.886 22.188 23.169 22.640 26.032 27.759 29.502 24.882<br />
5 KERAJINAN 2.564.214 2.178.880 2.268.898 2.144.951 2.173.502 2.304.037 2.388.536 2.289.003<br />
6 LAYANAN KOMPUTER DAN PIRANTI LUNAK 15.236 18.644 18.083 17.506 16.448 18.247 20.543 17.815<br />
7 MUSIK 178.807 145.731 206.962 234.128 111.298 115.773 116.438 158.448<br />
8 PASAR DAN BARANG SENI 36.819 38.321 40.644 40.309 42.812 45.755 48.759 41.917<br />
9 PENERBITAN DAN PERCETAKAN 178.852 143.221 141.280 159.932 173.149 180.637 182.544 165.659<br />
10 PERIKLANAN 41.423 63.790 59.656 51.950 54.792 59.169 64.047 56.404<br />
11 PERMAINAN INTERAKTIF 1.760 2.505 2.267 2.036 2.662 3.032 3.537 2.543<br />
12 RISET DAN PENGEMBANGAN 7.922 9.733 8.588 8.034 8.473 9.150 9.904 8.829<br />
13 SENI PERTUNJUKAN 7.334 7.539 8.420 8.216 8.599 9.190 9.821 8.446<br />
14 TELEVISI DAN RADIO 116.867 120.606 137.918 135.420 143.882 153.499 163.586 138.825<br />
Total 8.090.276 6.700.589 7.497.885 7.360.032 7.009.392 7.396.913 7.686.410 7.391.642<br />
Seperti ditunjukkan oleh gambar berikut, pada tahun 2007 dan 2008, seluruh Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> mengalami<br />
peningkatan penyerapan tenaga kerja. Hal ini merupakan indikasi positif bahwa industri kreatif juga dapat merupakan<br />
solusi bagi pengurangan tingkat pengangguran.<br />
Salah satu keteraturan sistematik lainnya yaitu terjadinya kontraksi penyerapan tenaga kerja, yang umumnya terjadi pada<br />
tahun 2005 atau 2006, dan biasanya diikuti dengan ekspansi penyerapan tenaga kerja di tahun berikutnya. Sementara<br />
itu di tahun 2002 hingga 2005 fluktuasi penyerapan tenaga kerja ke-14 subsektor cukup tinggi. Hal ini diindikasikan oleh<br />
terjadinya kombinasi ekspansi dan kontraksi penyerapan tenaga kerja pada periode 2002-2005 tersebut. Kondisi-kondisi<br />
ini selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut.<br />
35.000<br />
30.000<br />
25.000<br />
20.000<br />
Jumlah Tenaga Kerja Arsitektur 2002-2008<br />
27.165<br />
25.963<br />
24.373<br />
20.658<br />
23.856<br />
28.037<br />
30.349<br />
600.000<br />
500.000<br />
400.000<br />
300.000<br />
Jumlah Tenaga Kerja Desain 2002-2008<br />
477.908 500.134<br />
351.139<br />
473.350369.830<br />
408.923<br />
390.298<br />
15.000<br />
200.000<br />
10.000<br />
100.000<br />
5.000<br />
0<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
0<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
Jumlah Tenaga Kerja Fesyen 2002-2008<br />
Jumlah Tenaga Kerja Film, Video, Fotografi 2002-2008<br />
5.000.000<br />
4.500.000<br />
4.000.000<br />
3.500.000<br />
4.419.590<br />
4.057.493<br />
3.851.949<br />
3.571.127<br />
4.037.705<br />
4.209.920<br />
4.052.329<br />
35.000<br />
30.000<br />
25.000<br />
22.886 22.188 23.169<br />
26.032<br />
29.502<br />
27.759<br />
3.000.000<br />
2.500.000<br />
2.000.000<br />
20.000<br />
15.000<br />
22.640<br />
1.500.000<br />
10.000<br />
1.000.000<br />
500.000<br />
5.000<br />
0<br />
0<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
118
2.600.000<br />
2.500.000<br />
2.400.000<br />
2.300.000<br />
2.200.000<br />
Jumlah Tenaga Kerja Kerajinan 2002-2008<br />
2.564.214<br />
2.388.536<br />
2.268.898<br />
2.178.880<br />
2.173.502 2.304.037<br />
25.000<br />
20.000<br />
15.000<br />
10.000<br />
Jumlah Tenaga Kerja Piranti Lunak 2002-2008<br />
18.644<br />
18.083<br />
15.236<br />
16.448<br />
17.506<br />
18.247<br />
20.543<br />
2.100.000<br />
2.000.000<br />
2.144.951<br />
5.000<br />
1.900.000<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
250.000<br />
200.000<br />
150.000<br />
100.000<br />
50.000<br />
-<br />
Jumlah Tenaga Kerja Musik 2002-2008<br />
206.962<br />
178.807<br />
234.128<br />
145.731<br />
111.298 116.438<br />
115.773<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
Jumlah Tenaga Kerja Penerbitan & Percetakan 2002-2008<br />
200.000 178.852<br />
182.544<br />
173.149<br />
180.000<br />
160.000<br />
143.221 141.280<br />
180.637<br />
140.000<br />
159.932<br />
120.000<br />
100.000<br />
80.000<br />
60.000<br />
40.000<br />
20.000<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
70.000<br />
60.000<br />
50.000<br />
40.000<br />
30.000<br />
20.000<br />
Jumlah Tenaga Kerja Periklanan 2002-2008<br />
59.656<br />
54.792<br />
63.790<br />
41.423<br />
51.950<br />
59.169<br />
64.047<br />
4.000<br />
3.500<br />
3.000<br />
2.500<br />
2.000<br />
1.500<br />
1.000<br />
Jumlah Tenaga Kerja Permainan Interaktif 2002-2008<br />
3.537<br />
2.505<br />
2.662<br />
2.267<br />
3.032<br />
1.760<br />
2.036<br />
10.000<br />
500<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
60.000<br />
50.000<br />
40.000<br />
30.000<br />
20.000<br />
10.000<br />
Jumlah Tenaga Kerja Pasar dan Barang Seni 2002-2008<br />
48.759<br />
36.819 38.321 40.644<br />
42.812<br />
45.755<br />
40.309<br />
Jumlah Tenaga Kerja Riset dan Pengembangan 2002-2008<br />
12.000<br />
9.733<br />
9.904<br />
10.000<br />
7.922<br />
8.588<br />
8.473<br />
8.000<br />
9.150<br />
8.034<br />
6.000<br />
4.000<br />
2.000<br />
-<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
119
12.000<br />
10.000<br />
8.000<br />
6.000<br />
Jumlah Tenaga Kerja Seni Pertunjukan 2002-2008<br />
9.821<br />
8.420<br />
8.599<br />
7.334 7.539<br />
9.190<br />
8.216<br />
180.000<br />
160.000<br />
140.000<br />
120.000<br />
100.000<br />
80.000<br />
Jumlah Tenaga Kerja Televisi dan Radio 2002-2008<br />
163.586<br />
143.882<br />
137.918<br />
116.867120.606<br />
153.499<br />
135.420<br />
4.000<br />
60.000<br />
2.000<br />
40.000<br />
20.000<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
Gambar 4-12 Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja 14 Subsektor IK Tahun 2002-2008<br />
4.2.4 Perbandingan 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />
Subsektor Fesyen merupakan pemberi kontribusi tenaga kerja terbesar di antara 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong>, dengan<br />
rata-rata kontribusi 2002-2008 mencapai 54,50%, atau sekitar 4.028.588. tenaga kerja. Setengah dari jumlah tenaga<br />
kerja Subsektor Fesyen tersebut berada pada industri-industri menengah besar yang menghasilkan produk-produk<br />
fesyen, terutama Industri Pakaian Jadi. Setengah bagian tenaga kerja Subsektor Fesyen lainnya merupakan aktivitas<br />
distribusi atau perdagangan, baik perdagangan besar, eceran maupun ekspor. Kegiatan membeli dari pusat-pusat grosir<br />
untuk diperjualbelikan secara eceran memang merupakan kegiatan yang jamak ditemukan pada masyarakat <strong>Indonesia</strong>.<br />
Subsektor kedua terbesar dalam memberikan kontribusi tenaga kerja industri kreatif adalah Subsektor Kerajinan sebesar<br />
30,97% atau sekitar 2.289.003 tenaga kerja. Seperti halnya Subsektor Fesyen, jumlah tenaga kerja Subsektor Kerajinan<br />
secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu yang berada pada kegiatan produksi dan yang berada pada kegiatan<br />
distribusi/perdagangan. Namun tidak seperti Subsektor Fesyen, tenaga kerja Subsektor Kerajinan didominasi oleh industri<br />
kecil rumah tangga yang tersebar di sentra-sentra di seluruh pelosok <strong>Indonesia</strong>.<br />
Subsektor Permainan Interaktif merupakan pemberi kontribusi tenaga kerja terkecil di antara 14 subsektor, dengan ratarata<br />
kontribusi 2002-2008 hanya berkisar 0,03% atau sekitar 2.543 tenaga kerja. Meskipun demikian, belakangan ini<br />
terjadi perkembangan yang menggembirakan di Subsektor Permainan Interaktif dimana games berbasis komputer<br />
semakin marak. Hal ini diindikasikan melalui banyaknya warnet-warnet yang beralih fungsi atau berdiferensiasi menjadi<br />
Game Center. Menurut IGDA (International Games Developer Association), warnet game center seperti ini mencapai ribuan<br />
jumlahnya, akan tetapi penyerapan tenaga kerja di warnet game center belum diperhitungkan dalam studi ini. Selain itu<br />
Subsektor Permainan Interaktif merupakan subsektor dengan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja tertinggi, yang<br />
merupakan satu-satunya subsektor dengan rata-rata pertumbuhan 2 digit sebesar 14%.<br />
120
Tabel 4-7 Perbandingan Kontribusi Tenaga Kerja 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />
NO LAPANGAN USAHA INDUSTRI KREATIF 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata<br />
1 FESYEN 54,63% 53,30% 54,12% 54,86% 54,95% 54,78% 54,77% 54,50%<br />
2 KERAJINAN 31,70% 32,52% 30,26% 29,14% 31,01% 31,15% 31,07% 30,97%<br />
3 DESAIN 5,91% 5,24% 6,67% 6,43% 5,28% 5,28% 5,32% 5,74%<br />
4 PENERBITAN DAN PERCETAKAN 2,21% 2,14% 1,88% 2,17% 2,47% 2,44% 2,37% 2,24%<br />
5 MUSIK 2,21% 2,17% 2,76% 3,18% 1,59% 1,57% 1,51% 2,14%<br />
6 TELEVISI DAN RADIO 1,44% 1,80% 1,84% 1,84% 2,05% 2,08% 2,13% 1,88%<br />
7 PERIKLANAN 0,51% 0,95% 0,80% 0,71% 0,78% 0,80% 0,83% 0,76%<br />
8 PASAR DAN BARANG SENI 0,46% 0,57% 0,54% 0,55% 0,61% 0,62% 0,63% 0,57%<br />
9 ARSITEKTUR 0,26% 0,41% 0,33% 0,32% 0,37% 0,38% 0,39% 0,35%<br />
10 FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI 0,28% 0,33% 0,31% 0,31% 0,37% 0,38% 0,38% 0,34%<br />
11 LAYANAN KOMPUTER DAN PIRANTI LUNAK 0,19% 0,28% 0,24% 0,24% 0,23% 0,25% 0,27% 0,24%<br />
12 RISET DAN PENGEMBANGAN 0,10% 0,15% 0,11% 0,11% 0,12% 0,12% 0,13% 0,12%<br />
13 SENI PERTUNJUKAN 0,09% 0,11% 0,11% 0,11% 0,12% 0,12% 0,13% 0,11%<br />
14 PERMAINAN INTERAKTIF 0,02% 0,04% 0,03% 0,03% 0,04% 0,04% 0,05% 0,03%<br />
Total 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%<br />
TELEVISI DAN RADIO<br />
138.825<br />
2%<br />
ARSITEKTUR<br />
25.772<br />
0%<br />
DESAIN<br />
424.512<br />
6%<br />
FESYEN<br />
4.028.588<br />
55%<br />
SENI PERTUNJUKAN<br />
8.446 RISET DAN<br />
0% PENGEMBANGAN<br />
8.829<br />
0%<br />
PERMAINAN INTERAKTIF<br />
2.543<br />
0%<br />
PERIKLANAN<br />
56.404<br />
1%<br />
PENERBITAN DAN<br />
PERCETAKAN<br />
165.659<br />
2%<br />
PASAR DAN BARANG SENI<br />
41.917<br />
1% MUSIK<br />
158.448<br />
2%<br />
LAYANAN KOMPUTER DAN<br />
PIRANTI LUNAK<br />
17.815<br />
0%<br />
KERAJINAN<br />
2.289.003<br />
31%<br />
FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI<br />
24.882<br />
0%<br />
Gambar 4-13 Rata-rata Jumlah dan Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja Subsektor-subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun 2002-2008<br />
Subsektor-subsektor industri kreatif yang memiliki potensi tinggi dalam penyerapan tenaga kerja adalah Subsektor<br />
Permainan interaktif, Subsektor Periklanan dan Subsektor Arsitektur. Berturut-turut ketiga subsektor ini memiliki rata-rata<br />
pertumbuhan penyerapan tenaga kerja 2002-2008 sebesar 14%, 9,38% dan 7,36%, jauh melampaui rata-rata<br />
pertumbuhan penyerapan tenaga kerja Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> -0,41% dan penyerapan tenaga kerja nasional 1,82%.<br />
Sementara itu sektor-sektor yang memiliki kecenderungan penurunan penyerapan tenaga kerja adalah Subsektor Fesyen,<br />
Subsektor Kerajinan, Subsektor Musik dan Subsektor Desain. Hal ini ditandai dengan rata-rata pertumbuhan tahun 2002-<br />
2008 yang bernilai negatif (-).<br />
Kecenderungan penurunan penyerapan tenaga kerja pada Subsektor Kerajinan dan Fesyen harus disikapi sedini<br />
mungkin, mengingat kedua subsektor ini memiliki kontribusi penyerapan tenaga kerja yang sangat besar dalam industri<br />
kreatif, yaitu sekitar 85%. Sementara penurunan penyerapan tenaga kerja Subsektor Musik terutama disebabkan<br />
menurunnya kinerja bisnis reproduksi kaset-kaset dan VCD musik, baik sebagai akibat dari pembajakan, maupun sebagai<br />
akibat semakin meningkatnya kinerja musik digital, seperti RBT (Ring Back Tone). Padahal industri reproduksi merupakan<br />
penyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Informasi selengkapnya mengenai rata-rata pertumbuhan penyerapan tenaga<br />
kerja 2002-2008 ditunjukkan pada gambar berikut.<br />
121
16,00%<br />
PERMAINAN INTERAKTIF<br />
14,00%<br />
14,00%<br />
12,00%<br />
10,00%<br />
PERIKLANAN<br />
9,38%<br />
8,00%<br />
6,00%<br />
ARSITEKTUR<br />
7,36%<br />
FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI<br />
4,50%<br />
LAYANAN KOMPUTER DAN<br />
PIRANTI LUNAK<br />
5,61%<br />
PASAR DAN BARANG SENI<br />
4,83%<br />
SENI PERTUNJUKAN<br />
5,08%<br />
TELEVISI DAN RADIO<br />
5,87%<br />
4,00%<br />
2,00%<br />
PENERBITAN DAN PERCETAKAN<br />
0,93%<br />
1,82%<br />
RISET DAN PENGEMBANGAN<br />
4,39%<br />
0,00%<br />
DESAIN<br />
-0,17%<br />
-0,41%<br />
-2,00%<br />
FESYEN<br />
-0,26%<br />
KERAJINAN<br />
-0,89%<br />
MUSIK<br />
-1,87%<br />
-4,00%<br />
Gambar 4-14 Rata-rata Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun 2002-2008<br />
Berdasarkan aspek produktivitas, tenaga kerja di Subsektor Periklanan merupakan yang paling produktif dengan nilai<br />
produktivitas mencapai Rp. 152.723.000,- per tahun atau sekitar Rp. 12,7 juta per bulan. Kemudian diikuti oleh<br />
Subsektor Permainan Interaktif (Rp 148, 7 juta per tahun, atau Rp. 12,4 juta per bulan), Subsektor Arsitektur (Rp. 131,3<br />
juta per tahun, atau Rp. 10,9 juta per bulan) dan Subsektor Riset dan Pengembangan (Rp. 106,3 juta per tahun atau Rp.<br />
8,8 juta per bulan). Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pendapatan di subsektor-subsektor di atas cenderung baik,<br />
karena terdapat korelasi positif antara besarnya produktivitas dengan besarnya income.<br />
Subsektor-subsektor yang memiliki produktivitas tenaga kerja yang cukup kecil adalah Subsektor Kerajinan, Subsektor<br />
Seni Pertunjukan, Subsektor Televisi dan Radio dan Subsektor Fesyen. Tenaga kerja di subsektor-subsektor ini hanya<br />
memiliki produktivitas sekitar Rp. 1,3 juta per bulannya. Subsektor Kerajinan merupakan subsektor dengan produktivitas<br />
tenaga kerja terkecil, yaitu Rp. 14.77 juta per tahun, atau sekitar Rp. 1,2 juta per bulan).<br />
122
TELEVISI DAN RADIO<br />
SENI PERTUNJUKAN<br />
RISET DAN PENGEMBANGAN<br />
PERMAINAN INTERAKTIF<br />
PERIKLANAN<br />
PENERBITAN DAN PERCETAKAN<br />
PASAR DAN BARANG SENI<br />
MUSIK<br />
LAYANAN KOMPUTER DAN PIRANTI LUNAK<br />
KERAJINAN<br />
FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI<br />
FESYEN<br />
DESAIN<br />
ARSITEKTUR<br />
14.939<br />
14.937<br />
43.210<br />
16.883<br />
45.683<br />
14.770<br />
32.880<br />
16.157<br />
22.203<br />
70.349<br />
106.315<br />
131.375<br />
148.767<br />
152.723<br />
0 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 140.000 160.000<br />
Gambar 4-15<br />
Rata-rata Produktivitas Tenaga Kerja Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 Berdasarkan Harga Konstan (Ribu Rupiah)<br />
4.3 B E R B A S I S P E R D A G A N G A N I N T E R N A S I O N A L : J U M L A H , % K O N T R I B U S I D A N P E R T U M B U H A N<br />
D A R I E K S P O R , I M P O R D A N N E T T R A D E<br />
4.3.1 Perdagangan Internasional Sektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />
Kecuali tahun 2003, nilai total ekspor Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> selalu mengalami peningkatan dari tahun 2002 sampai<br />
2008, bahkan nilai ekspor tahun 2008 sebesar Rp. 114, 9 triliun, sudah hampir mencapai 2x nilai ekspor tahun 2002<br />
sebesar 58,4 triliun. Peningkatan ekspor sepanjang tahun ini merupakan indikasi yang menggembirakan, khususnya<br />
tahun 2007 dan 2008, dimana krisis global sudah melanda pasar internasional.<br />
Nilai ekspor Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> jauh melampaui nilai impornya, sehingga Net Trade atau Net Export selalu bernilai<br />
positif sepanjang tahun 2002-2008. Bahkan nilai impor industri kreatif tidak pernah lebih dari 10% dari nilai ekspor<br />
setiap tahun, dan sekitar 90% nilai ekspor Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> tersebut diberikan terhadap cadangan devisa nasional.<br />
Besarnya selisih nilai ekspor dan impor Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> dapat diartikan bahwa Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> tidak memiliki<br />
ketergantungan yang besar terhadap impor.<br />
Keteraturan lain yang dapat dilihat yaitu bahwa peningkatan atau penurunan nilai ekspor juga diikuti dengan peningkatan<br />
atau penurunan nilai impor. Korelasi ekspor impor ini tidak konsisten hanya pada tahun 2006.<br />
Nilai ekspor yang dicatat dalam studi ini belum termasuk subsektor-subsektor jasa seperti, Subsektor Televisi dan Radio.<br />
Subsektor Piranti Lunak, Subsektor Riset dan Pengembangan, dan Subsektor Seni Pertunjukan. Padahal produk-produk<br />
televisi nasional sudah ada yang ditayangkan di luar negeri. Produk-produk piranti lunak nasional juga sudah ada yang<br />
dikonsumsi di luar negeri, juga Seni Pertunjukan sudah banyak yang ditampilkan di luar negeri. Namun pencatatan ekspor<br />
impor di subsektor-subsektor intangible ini belum cukup baik hingga saat ini.<br />
123
140.000<br />
120.000<br />
114.925<br />
100.000<br />
80.000<br />
60.000<br />
40.000<br />
58.413 57.597<br />
53.967<br />
53.537<br />
69.774<br />
64.214<br />
95.209<br />
84.840<br />
76.462<br />
87.131<br />
78.795<br />
69.547<br />
104.483<br />
20.000<br />
4.445 4.060 5.560 6.915 6.045<br />
8.077<br />
10.442<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
Nilai Ekspor Nilai Impor Net Trade Miliar Rupiah<br />
Gambar 4-16<br />
Nilai Ekspor, Impor dan Net Trade Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 (Miliar Rupiah)<br />
Rata-rata pertumbuhan ekspor tahun 2002-2008 mencapai 12,2%, rata-rata pertumbuhan impor 17,16% dan Rata-rata<br />
pertumbuhan Net Trade 11,87%. Ekspor dan Net Trade hanya mengalami penurunan (pertumbuhan negatif) pada tahun<br />
2003, pada tahun lainnya Ekspor dan Net Trade tumbuh positif. Sementara itu impor cukup berfluktuasi, dimana tahun<br />
2003 dan 2006 pertumbuhan bernilai negatif, dan positif pada tahun lainnya.<br />
Keteraturan lain yang dapat dilihat yaitu bahwa peningkatan atau penurunan nilai ekspor juga diikuti dengan peningkatan<br />
atau penurunan nilai impor. Hal ini dapat diartikan bahwa ekspor berbanding lurus dengan impor. Korelasi ekspor impor<br />
ini tidak konsisten hanya pada tahun 2006.<br />
Nilai ekspor yang dicatat dalam studi ini belum termasuk subsektor-subsektor jasa seperti, Subsektor Televisi dan Radio.<br />
Subsektor Piranti Lunak, Subsektor Riset dan Pengembangan, dan Subsektor Seni Pertunjukan. Padahal produk-produk<br />
televisi nasional sudah ada yang ditayangkan di luar negeri. Produk-produk piranti lunak nasional juga sudah ada yang<br />
dikonsumsi di luar negeri, juga Seni Pertunjukan sudah banyak yang ditampilkan di luar negeri. Namun pencatatan ekspor<br />
impor di subsektor-subsektor intangible ini belum cukup baik hingga saat ini.<br />
124
50,00%<br />
40,00%<br />
30,00%<br />
20,00%<br />
10,00%<br />
0,00%<br />
-10,00%<br />
36,93%<br />
33,62%<br />
29,27%<br />
21,14% 24,38%<br />
20,71%<br />
19,94%<br />
13,30%<br />
9,59%<br />
10,96%<br />
12,22%<br />
10,58%<br />
19,91%<br />
-1,40%<br />
8,30%<br />
-0,80%<br />
2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
-8,67%<br />
-12,58%<br />
-20,00%<br />
Pertumbuhan Ekspor<br />
Pertumbuhan Net Trade<br />
Pertumbuhan Impor<br />
Gambar 4-17 Pertumbuhan Ekspor, Impor dan Net Trade Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />
4.3.2 Perbandingan terhadap Nasional<br />
Meskipun kontribusi ekspor Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> menunjukkan trend peningkatan sepanjang tahun 2002-2008, namun<br />
jika dibandingkan dengan ekspor nasional, kontribusi ekspor industri kreatif memiliki kecenderungan semakin kecil dari<br />
tahun 2002-2008. Ekspor industri kreatif tahun 2002 mencapai 11,4% dari ekspor nasional. Persentase kontribusi terus<br />
menurun hingga hanya mencapai 7,5% di tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan pertumbuhan ekspor<br />
industri kreatif masih lebih lambat dari kecepatan pertumbuhan ekspor nasional.<br />
125
1.800.000<br />
1.600.000<br />
1.528.686<br />
1.400.000<br />
1.200.000<br />
1.074.716<br />
1.000.000<br />
800.000<br />
600.000<br />
511.000 508.615<br />
665.021<br />
842.038<br />
909.203<br />
400.000<br />
200.000<br />
-<br />
11,4 % 11,3 % 10,5 % 9,1 % 9,3 %<br />
8,9 % 7,5 %<br />
58.413 57.597 69.774 76.462 84.840 95.209 114.925<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
EKSPOR NASIONAL<br />
EKSPOR INDUSTRI KREATIF<br />
Gambar 4-18<br />
Ekspor Nasional dan Ekspor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 dalam Miliar Rupiah<br />
Seperti halnya ekspor, impor industri kreatif juga mengalami penurunan kontribusi sepanjang tahun jika dibandingkan<br />
dengan impor nasional. Tahun 2002 impor industri kreatif mencapai 1,6% dari impor nasional, dan hanya 0,8% di tahun<br />
2008. Indikasi ini dapat diartikan positif, dimana sektor-sektor perekonomian lainnya lebih tergantung kepada impor<br />
dibandingkan Sektor Industri <strong>Kreatif</strong>. Selain itu, kontribusi impor industri kreatif terbilang sangat kecil, terutama di tahun<br />
2008 yang hanya sebesar 0,8% dari total impor nasional.<br />
1.400.000<br />
1.200.000<br />
1.277.832<br />
1.000.000<br />
800.000<br />
600.000<br />
400.000<br />
200.000<br />
-<br />
701.465<br />
567.200 550.811<br />
432.213<br />
279.723 271.147<br />
1,6 % 1,5 % 1,3 % 1,2 % 1,1 % 1,2 % 0,8 %<br />
4.445 4.060 5.560 6.915 6.045 8.077 10.442<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
IMPOR NASIONAL<br />
IMPOR INDUSTRI KREATIF<br />
Gambar 4-19<br />
Impor Nasional dan Impor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 dalam Miliar Rupiah<br />
Net Trade atau Net Export yang dihasilkan Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> menunjukkan kinerja yang sangat baik. Kontribusi Net<br />
Trade industri kreatif berkisar 22-27% dari tahun 2002-2007. Kontribusi ini meningkat tajam di tahun 2008 menjadi<br />
41,7%. Semakin besar Net Trade maka semakin besar pula cadangan devisa negara yang dihasilkan. Cadangan devisa<br />
itu sendiri merupakan salah satu instrumen menstabilkan perekonomian nasional. Melalui data yang ditunjukkan pada<br />
126
gambar berikut, dapat dikatakan Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> memiliki peran penting dalam pembentukan cadangan devisa<br />
negara, dan berperan penting dalam menstabilkan perekonomian nasional.<br />
400.000<br />
350.000<br />
358.393<br />
373.251<br />
300.000<br />
250.000<br />
231.277 237.467 232.808<br />
274.838<br />
250.854<br />
200.000<br />
150.000<br />
100.000<br />
50.000<br />
23,3 % 22,5 % 27,6 % 25,3 %<br />
53.967 53.537<br />
64.214 69.547<br />
22 %<br />
23,3 %<br />
78.795 87.131<br />
41,7 %<br />
104.483<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
NET TRADE<br />
NET TRADE INDUSTRI KREATIF<br />
Gambar 4-20<br />
Net Trade Nasional dan Net Trade Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 dalam Miliar Rupiah<br />
4.3.3 Perdagangan Internasional Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />
Subsektor-subsektor industri kreatif yang selalu memiliki Net Trade positif sepanjang tahun 2002-2008, yaitu nilai ekspor<br />
lebih besar dari nilai impor adalah Subsektor Fesyen, Subsektor Kerajinan, Subsektor Musik, Subsektor Penerbitan dan<br />
Percetakan dan Subsektor Pasar Barang Seni.<br />
Subsektor-subsektor industri kreatif yang selalu memiliki Net Trade negatif sepanjang tahun 2002-2008, yaitu nilai<br />
ekspor lebih kecil dari nilai impor adalah Subsektor Film, Video dan Fotografi, Subsektor Periklanan dan Subsektor<br />
Arsitektur.<br />
Subsektor Desain memiliki Net Trade positif pada tahun 2003, 2006, 2007, dan Net Trade negatif pada tahun 2002,<br />
2004, 2005 dan 2008. Subsektor Permainan Interaktif memiliki Net Trade positif di tahun 2002, 2004 dan 2008,<br />
sedangkan pada tahun 2003, 2005, 2006 dan 2007 Net Trade Subsektor Permainan Interaktif bernilai negatif. Informasi<br />
selengkapnya mengenai Ekspor, Impor dan Net Trade masing-masing subsektor pada tahun 2002-2008 ditunjukkan<br />
pada gambar berikut.<br />
4.000<br />
3.000<br />
2.000<br />
1.000<br />
-<br />
(1.000)<br />
Arsitektur<br />
3.627<br />
3.078<br />
2.476 1.964<br />
786<br />
789<br />
1.085<br />
89 245 210 57<br />
236 67 112<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
-696 -543<br />
-1.018<br />
4.000.000<br />
3.500.000<br />
3.000.000<br />
2.500.000<br />
2.000.000<br />
1.500.000<br />
1.000.000<br />
500.000<br />
3.528.557<br />
Desain<br />
2.454.673<br />
2.145.554<br />
2.135.663<br />
1.427.104<br />
1.552.014<br />
1.172.032<br />
262.089 188.918 289.896 662.033<br />
260.765 201.080<br />
(2.000)<br />
(3.000)<br />
(4.000)<br />
-2.239<br />
-3.417<br />
-3.021<br />
Nilai Ekspor Nilai Impor Net Trade<br />
-1.853<br />
0<br />
-500.000<br />
-1.000.000<br />
327.828<br />
185.141 214.143<br />
260.363<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
-315.127<br />
-301.867 -284.953<br />
-636.547<br />
Nilai Ekspor Nilai Impor Net Trade<br />
127
80.000.000<br />
70.000.000<br />
60.000.000<br />
50.000.000<br />
40.000.000<br />
30.000.000<br />
20.000.000<br />
10.000.000<br />
-<br />
71.695.510<br />
Fesyen<br />
54.714.623<br />
51.042.260 57.908.311<br />
45.563.824<br />
69.314.487<br />
35.261.898<br />
53.545.193<br />
50.060.815 56.253.806<br />
36.269.926<br />
35.458.234 34.605.766<br />
656.131<br />
811.692<br />
44.773.077<br />
981.445 1.654.504<br />
790.748 1.169.431 2.381.023<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
Nilai Ekspor Nilai Impor Net Trade<br />
100.000<br />
80.000<br />
60.000<br />
40.000<br />
20.000<br />
-<br />
(20.000)<br />
(40.000)<br />
(60.000)<br />
(80.000)<br />
(100.000)<br />
Film, Video, Fotografi<br />
29.769<br />
940<br />
36.882<br />
1.715<br />
-35.167<br />
-28.829<br />
57.851<br />
7.560<br />
-50.290<br />
68.280<br />
2.550 1.187<br />
-65.729<br />
85.474<br />
63.537<br />
-62.350<br />
88.687<br />
448 1.071<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
Nilai Ekspor Nilai Impor Net Trade<br />
-85.027<br />
-87.616<br />
45.000.000<br />
40.000.000<br />
35.000.000<br />
30.000.000<br />
25.000.000<br />
20.000.000<br />
15.000.000<br />
10.000.000<br />
5.000.000<br />
-<br />
Kerajinan<br />
19.608.197 22.673.162<br />
20.108.107 21.741.500<br />
18.122.602 19.585.407<br />
17.659.252<br />
27.292.605<br />
19.723.292<br />
34.351.715<br />
24.398.584<br />
39.673.977<br />
35.605.836<br />
30.615.453<br />
3.736.262<br />
1.985.505<br />
2.156.093<br />
1.948.945 2.949.870<br />
2.894.021 4.068.141<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
Nilai Ekspor Nilai Impor Net Trade<br />
1.200.000<br />
1.000.000<br />
800.000<br />
600.000<br />
400.000<br />
200.000<br />
-<br />
(200.000)<br />
1.004.425<br />
724.457 972.917<br />
676.624<br />
47.833<br />
31.509<br />
223.627<br />
379.260<br />
155.633<br />
Musik<br />
225.989 238.300<br />
132.969<br />
131.409 140.178<br />
147.407<br />
90.893<br />
78.606 77.821<br />
93.021<br />
52.803<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
Nilai Ekspor Nilai Impor Net Trade<br />
-62.357<br />
200.000<br />
180.000<br />
160.000<br />
140.000<br />
120.000<br />
100.000<br />
80.000<br />
Penerbitan dan Percetakan<br />
103.754<br />
63.520<br />
93.734<br />
90.136 81.175<br />
180.506<br />
106.372<br />
173.350<br />
161.140<br />
133.652 143.557<br />
86.312<br />
78.145<br />
200.000<br />
150.000<br />
100.000<br />
50.000<br />
Periklanan<br />
76.903<br />
51.968<br />
47.746<br />
23.166<br />
140.121<br />
132.478<br />
111.684 116.856 102.250<br />
51.675 64.626 72.276 67.737<br />
39.365<br />
64.741<br />
60.000<br />
40.000<br />
20.000<br />
-<br />
62.382<br />
74.134 82.995<br />
40.234 12.559<br />
47.339 29.793<br />
27.754<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
-<br />
(50.000)<br />
(100.000)<br />
-28.801 -29.157<br />
-37.624<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
-60.009<br />
-67.845<br />
-77.491<br />
Nilai Ekspor Nilai Impor Net Trade<br />
Nilai Ekspor Nilai Impor Net Trade<br />
128
200.000<br />
150.000<br />
100.000<br />
50.000<br />
(50.000)<br />
Permainan Interaktif<br />
133.903 170.233<br />
93.694<br />
132.200 95.171<br />
83.424<br />
54.740<br />
46.449<br />
75.380<br />
17.590<br />
68.388<br />
75.061<br />
53.784<br />
32.172 39.756<br />
7.335<br />
-<br />
14.582<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
-8.044 -1.703<br />
-14.984<br />
-25.305<br />
Nilai Ekspor Nilai Impor Net Trade<br />
120.000<br />
100.000<br />
80.000<br />
60.000<br />
40.000<br />
20.000<br />
-<br />
108.409<br />
Pasar dan Barang Seni<br />
82.497<br />
78.033<br />
67.840<br />
60.034 69.064<br />
56.934<br />
43.170<br />
38.104<br />
38.665<br />
52.213<br />
23.334<br />
27.871<br />
28.503<br />
19.837<br />
9.601<br />
10.795<br />
7.820 8.969<br />
40.569<br />
25.563<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
Nilai Ekspor Nilai Impor Net Trade<br />
Gambar 4-21 Nilai Ekspor, Impor dan Net Trade 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008 (Miliar Rupiah)<br />
4.3.4 Perbandingan 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />
Subsektor Fesyen dan Kerajinan merupakan subsektor yang mendominasi nilai ekspor industri kreatif. Kontribusi ekspor<br />
tertinggi berasal dari Subsektor Fesyen dengan rata-rata 2002-2008 sebesar Rp. 50,35 triliun atau sekitar 63%, diikuti<br />
Subsektor Kerajinan dengan ekspor sebesar Rp. 26,49 triliun atau sekitar 33%. Subsektor dengan rata-rata kontribusi<br />
ekspor terkecil adalah Subsektor Arsitektur senilai Rp. 150 juta.<br />
Subsektor dengan rata-rata nilai impor 2002-2008 terbesar adalah Subsektor Kerajinan, yaitu sebesar Rp. 2,8 triliun<br />
atau sekitar 43%, diikuti oleh Subsektor Desain sebesar Rp. 2,05 triliun atau sekitar 32%, dan Subsektor Fesyen sebesar<br />
Rp. 1,2 triliun atau sekitar 19%. Subsektor dengan rata-rata kontribusi impor terkecil adalah Subsektor Arsitektur dengan<br />
nilai Rp. 1,97 miliar.<br />
Subsektor dengan rata-rata nilai Net Trade 2002-2008 terbesar adalah Subsektor Fesyen senilai Rp. 49,1 triliun atau<br />
sekitar 67%, Subsektor Kerajinan dengan nilai Rp.23,6 triliun atau sekitar 32% dan Subsektor Musik dengan nilai Rp.<br />
300,5 miliar atau sekitar 1%.<br />
Subsektor-subsektor industri kreatif intangible atau yang berbasis digital belum memiliki dokumentasi ekspor yang cukup<br />
baik. Kesulitan dokumentasi dapat disebabkan oleh berbagai hal, misalnya transaksi dilakukan melalui internet, sehingga<br />
tidak terdokumentasi pada pencatatan HS yang dilakukan oleh Bea dan Cukai.<br />
Informasi selengkapnya mengenai perbandingan ekspor, impor dan Net Trade tahun 2002-2008 ditunjukkan pada tabeltabel<br />
dan gambar-gambar berikut.<br />
Tabel 4-8 Perbandingan Ekspor Sektor Industri Nasional 2002-2008 (miliar Rp)<br />
NO LAPANGAN USAHA INDUSTRI KREATIF 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata<br />
1 FESYEN 36.269,93 35.261,90 45.563,82 51.042,26 54.714,62 57.908,31 71.695,51 50.350,91<br />
2 KERAJINAN 20.108,11 19.608,20 21.741,50 22.673,16 27.292,61 34.351,71 39.673,98 26.492,75<br />
3 DESAIN 1.111,98 1.499,86 1.843,69 2.169,72 2.214,05 2.396,03 2.892,01 2.018,19<br />
4 MUSIK 724,46 1.004,43 379,26 225,99 238,30 131,41 77,82 397,38<br />
5 PENERBITAN DAN PERCETAKAN 103,75 90,14 93,73 180,51 161,14 133,65 173,35 133,75<br />
6 PERMAINAN INTERAKTIF 32,17 39,76 53,78 68,39 75,38 132,20 170,23 81,70<br />
7 PASAR DAN BARANG SENI 38,10 43,17 38,67 60,03 78,03 82,50 108,41 64,13<br />
8 PERIKLANAN 23,17 47,75 51,67 39,37 64,63 72,28 132,48 61,62<br />
9 FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI 0,94 1,71 7,56 2,55 1,19 0,45 1,07 2,21<br />
10 ARSITEKTUR 0,09 0,25 0,21 0,06 0,24 0,07 0,11 0,15<br />
11 LAYANAN KOMPUTER DAN PIRANTI LUNAK - - - - - - - -<br />
12 RISET DAN PENGEMBANGAN - - - - - - - -<br />
13 SENI PERTUNJUKAN - - - - - - - -<br />
14 TELEVISI DAN RADIO - - - - - - - -<br />
Total 58.413 57.597 69.774 76.462 84.840 95.209 114.925 79.603<br />
129
Tabel 4-9 Perbandingan Impor Sektor Industri Nasional 2002-2008 (miliar Rp)<br />
NO LAPANGAN USAHA INDUSTRI KREATIF 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata<br />
1 KERAJINAN 1.985,51 1.948,94 2.156,09 2.949,87 2.894,02 3.736,26 4.068,14 2.819,83<br />
2 DESAIN 1.427,10 1.172,03 2.145,55 2.454,67 1.552,01 2.135,66 3.528,56 2.059,37<br />
3 FESYEN 811,69 656,13 790,75 981,44 1.169,43 1.654,50 2.381,02 1.206,42<br />
4 FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI 47,83 31,51 155,63 132,97 90,89 78,61 140,18 96,80<br />
5 PERIKLANAN 51,97 76,90 111,68 116,86 102,25 140,12 67,74 95,36<br />
6 LAYANAN KOMPUTER DAN PIRANTI LUNAK 17,59 54,74 46,45 93,69 83,42 133,90 95,17 75,00<br />
7 MUSIK 63,52 62,38 81,18 106,37 78,14 86,31 29,79 72,53<br />
8 PASAR DAN BARANG SENI 29,77 36,88 57,85 68,28 63,54 85,47 88,69 61,50<br />
9 PENERBITAN DAN PERCETAKAN 9,60 19,84 10,79 7,82 8,97 25,56 40,57 17,59<br />
10 ARSITEKTUR 0,79 0,79 3,63 3,08 2,48 1,09 1,96 1,97<br />
11 PERMAINAN INTERAKTIF - - - - - - - -<br />
12 RISET DAN PENGEMBANGAN - - - - - - - -<br />
13 SENI PERTUNJUKAN - - - - - - - -<br />
14 TELEVISI DAN RADIO - - - - - - - -<br />
Total 4.445,37 4.060,15 5.559,61 6.915,06 6.045,16 8.077,49 10.441,82 6.506,38<br />
Tabel 4-10 Perbandingan Net Trade Sektor Industri Nasional 2002-2008 (miliar Rp)<br />
NO LAPANGAN USAHA INDUSTRI KREATIF 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata<br />
1 FESYEN 35.458,23 34.605,77 44.773,08 50.060,82 53.545,19 56.253,81 69.314,49 49.144,48<br />
2 KERAJINAN 18.122,60 17.659,25 19.585,41 19.723,29 24.398,58 30.615,45 35.605,84 23.672,92<br />
3 MUSIK 676,62 972,92 223,63 93,02 147,41 52,80 (62,36) 300,58<br />
4 PENERBITAN DAN PERCETAKAN 40,23 27,75 12,56 74,13 83,00 47,34 143,56 61,22<br />
5 PASAR DAN BARANG SENI 28,50 23,33 27,87 52,21 69,06 56,93 67,84 46,54<br />
6 PERMAINAN INTERAKTIF 14,58 (14,98) 7,34 (25,31) (8,04) (1,70) 75,06 6,71<br />
7 LAYANAN KOMPUTER DAN PIRANTI LUNAK - - - - - - - -<br />
8 RISET DAN PENGEMBANGAN - - - - - - - -<br />
9 SENI PERTUNJUKAN - - - - - - - -<br />
10 TELEVISI DAN RADIO - - - - - - - -<br />
11 ARSITEKTUR (0,70) (0,54) (3,42) (3,02) (2,24) (1,02) (1,85) (1,83)<br />
12 PERIKLANAN (28,80) (29,16) (60,01) (77,49) (37,62) (67,84) 64,74 (33,74)<br />
13 DESAIN (315,13) 327,83 (301,87) (284,95) 662,03 260,36 (636,55) (41,18)<br />
14 FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI (28,83) (35,17) (50,29) (65,73) (62,35) (85,03) (87,62) (59,29)<br />
Total 53.967,32 53.537,00 64.214,29 69.546,98 78.795,02 87.131,11 104.483,15 73.096,41<br />
130
PENERBITAN DAN<br />
PERCETAKAN<br />
Rp133.753.092<br />
0%<br />
LAYANAN KOMPUTER DAN<br />
PIRANTI LUNAK<br />
Rp0<br />
0%<br />
PASAR DAN BARANG SENI<br />
Rp64.130.479<br />
0%<br />
MUSIK<br />
Rp397.380.148<br />
1%<br />
KERAJINAN<br />
Rp26.492.751.839<br />
33%<br />
PERMAINAN INTERAKTIF<br />
Rp81.702.052<br />
0%<br />
ARSITEKTUR<br />
Rp145.262<br />
0%<br />
PERIKLANAN<br />
Rp61.619.060<br />
0%<br />
DESAIN<br />
Rp2.018.189.186<br />
3%<br />
RISET DAN<br />
PENGEMBANGAN<br />
Rp0<br />
SENI PERTUNJUKAN0%<br />
Rp0<br />
0%<br />
TELEVISI DAN RADIO<br />
Rp0<br />
0%<br />
FESYEN<br />
Rp50.350.907.543<br />
63%<br />
FILM, VIDEO, DAN<br />
FOTOGRAFI<br />
Rp2.210.174<br />
0%<br />
Gambar 4-22 Rata-Rata Jumlah dan % Kontribusi Ekspor Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />
PENERBITAN DAN<br />
PERCETAKAN<br />
Rp72.528.463<br />
1%<br />
PASAR DAN BARANG<br />
SENI<br />
Rp17.593.410<br />
0%<br />
LAYANAN KOMPUTER<br />
DAN PIRANTI LUNAK<br />
Rp0<br />
0%<br />
KERAJINAN<br />
Rp2.819.833.767<br />
43%<br />
MUSIK<br />
Rp96.802.869<br />
2%<br />
PERIKLANAN<br />
Rp95.359.906<br />
1%<br />
ARSITEKTUR<br />
Rp1.972.108<br />
0%<br />
PERMAINAN<br />
INTERAKTIF<br />
Rp74.996.062<br />
1%<br />
RISET DAN<br />
PENGEMBANGAN<br />
Rp0<br />
0%<br />
FESYEN<br />
Rp1.206.424.982<br />
19%<br />
DESAIN<br />
Rp2.059.370.803<br />
32%<br />
SENI PERTUNJUKAN<br />
Rp0<br />
0%<br />
TELEVISI DAN RADIO<br />
Rp0<br />
0%<br />
FILM, VIDEO, DAN<br />
FOTOGRAFI<br />
Rp61.497.012<br />
1%<br />
Gambar 4-23 Rata-Rata Jumlah dan % Kontribusi Impor Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />
131
PASAR DAN BARANG<br />
SENI<br />
Rp46.537.069<br />
0%<br />
LAYANAN KOMPUTER<br />
DAN PIRANTI LUNAK<br />
Rp0<br />
0%<br />
MUSIK<br />
Rp300.577.279<br />
1%<br />
PENERBITAN DAN<br />
PERCETAKAN<br />
Rp61.224.629<br />
0%<br />
KERAJINAN<br />
Rp23.672.918.072<br />
32%<br />
PERIKLANAN<br />
-Rp33.740.846<br />
0%<br />
RISET DAN<br />
PENGEMBANGAN<br />
Rp0<br />
0%<br />
DESAIN<br />
-Rp41.181.617<br />
0%<br />
SENI PERTUNJUKAN<br />
Rp0<br />
0%<br />
ARSITEKTUR<br />
-Rp1.826.846<br />
0%<br />
TELEVISI DAN RADIO<br />
Rp0<br />
0%<br />
PERMAINAN INTERAKTIF<br />
Rp6.705.990<br />
0%<br />
FESYEN<br />
Rp49.144.482.561<br />
67%<br />
FILM, VIDEO, DAN<br />
FOTOGRAFI<br />
-Rp59.286.838<br />
0%<br />
Gambar 4-24 Rata-Rata Jumlah dan % Kontribusi Net Trade Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />
4.4 B E R B A S I S A K T I V I T A S P E R U S A H A A N : J U M L A H , % K O N T R I B U S I D A N P E R T U M B U H A N<br />
P E R U S A H A A N<br />
4.4.1 Jumlah Usaha Sektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />
Usaha yang dimaksud dalam studi ini adalah segala jenis perusahaan, baik informal maupun formal, baik berukuran<br />
rumah tangga, kecil, menengah maupun berukuran besar.<br />
Jumlah Usaha di Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> mengalami fluktuasi yang cukup besar dari tahun 2002 hingga 2008. Tahun<br />
2003 jumlah usaha Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> menurun dari 3,1 juta menjadi 2,6 juta, atau turun sekitar -17,8%. Jumlah<br />
usaha kembali meningkat 18,1% di tahun 2004, menjadi 3,09 juta. Penurunan jumlah usaha kembali terjadi di tahun<br />
2005 dan 2006, yaitu -11,8% dan -5,8%. Fluktuasi yang tinggi dapat disebabkan oleh Ukuran Usaha <strong>Kreatif</strong> yang<br />
biasanya kecil, sehingga hambatan masuk dan hambatan keluar dari industri kecil. Pelaku usaha lebih mudah<br />
memutuskan untuk masuk atau keluar dari industri dibandingkan Usaha berukuran lebih besar.<br />
Pada tahun 2007 jumlah usaha kembali meningkat 9,2% menjadi 2,8 juta usaha. Peningkatan jumlah usaha terus<br />
berlanjut di tahun 2008 menjadi 3 juta usaha. Namun pertumbuhan di tahun 2008 lebih kecil dibandingkan pertumbuhan<br />
tahun 2007, yaitu 6,7%. Kondisi jumlah usaha Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> ini ditunjukkan selengkapnya pada 2 gambar<br />
berikut.<br />
132
3.500.000<br />
3.000.000<br />
3.192.365<br />
3.099.344<br />
2.734.076<br />
3.001.635<br />
2.500.000<br />
2.863.083<br />
2.623.965<br />
2.576.235<br />
2.813.959<br />
2.000.000<br />
1.500.000<br />
1.000.000<br />
500.000<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
Rata-Rata 2002-2008<br />
Gambar 4-25 Jumlah Usaha Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun 2002-2008<br />
20,0%<br />
15,0%<br />
10,0%<br />
5,0%<br />
Pertumbuhan Perusahaan Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />
18,1%<br />
9,2%<br />
6,7%<br />
0,0%<br />
-5,0%<br />
-10,0%<br />
-15,0%<br />
-20,0%<br />
2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
-5,8%<br />
-11,8%<br />
-17,8%<br />
Gambar 4-26 Pertumbuhan Jumlah usaha Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun 2002-2008<br />
4.4.2 Perbandingan terhadap Jumlah Usaha Nasional<br />
Dibandingkan dengan jumlah usaha di 10 sektor utama, rata-rata jumlah usaha Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2002-2007<br />
berada pada peringkat 4, dengan kontribusi sebesar 6,7% dari total jumlah usaha di <strong>Indonesia</strong>, atau sekitar 2,8 juta<br />
usaha. Posisi ini menunjukkan bahwa Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian<br />
nasional.<br />
Kontribusi jumlah usaha terbesar tahun 2002-2007 berasal dari Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutangan dan<br />
Perikanan, dengan rata-rata kontribusi jumlah usaha sebesar 49,1% atau sekitar 17,8 juta usaha. Kontribusi terbesar<br />
133
selanjutnya berasal dari Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 23,3% atau sekitar 8,13 juta usaha, kemudian<br />
diikuti Sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 8,1% atau sekitar 2,9 juta usaha. Sementara sektor yang paling<br />
kecil memberi kontribusi jumlah usaha adalah Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar 0,1% atau sekitar 18.417 usaha.<br />
Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut.<br />
Tabel 4-11 Perbandingan Jumlah Usaha Nasional Tahun 2002-2007<br />
NO LAPANGAN USAHA 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata<br />
1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 51,5% 51,9% 49,0% 49,3% 47,6% 45,8% 49,1%<br />
2 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 21,4% 21,6% 23,0% 23,7% 24,8% 25,0% 23,3%<br />
3 Pengangkutan dan Komunikasi 6,9% 8,0% 8,1% 8,6% 8,5% 8,3% 8,1%<br />
4 Industri <strong>Kreatif</strong> 7,5% 6,3% 7,2% 6,6% 6,1% 6,4% 6,7%<br />
5 Industri Pengolahan 5,7% 5,4% 5,2% 5,2% 5,8% 6,3% 5,6%<br />
6 Jasa Kemasyarakatan 4,3% 4,3% 4,5% 4,2% 4,2% 5,5% 4,5%<br />
7 Konstruksi 1,8% 1,7% 1,7% 1,5% 1,7% 1,6% 1,7%<br />
8 Pertambangan dan Penggalian 0,6% 0,6% 0,9% 0,5% 0,8% 0,7% 0,7%<br />
9 Keuangan, Real Estate, & Jasa Perusahaan 0,1% 0,2% 0,2% 0,3% 0,4% 0,4% 0,3%<br />
10 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,0% 0,0% 0,1% 0,1% 0,1% 0,0% 0,1%<br />
Total 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%<br />
Keuangan, Real<br />
Estate, & Jasa<br />
Perusahaan<br />
117.946<br />
0%<br />
Jasa Kemasyarakatan<br />
1.919.359<br />
4%<br />
Industri <strong>Kreatif</strong><br />
2.863.083<br />
7%<br />
Pengangkutan dan<br />
Komunikasi<br />
3.432.115<br />
8%<br />
Perdagangan, Hotel,<br />
dan Restoran<br />
9.883.098<br />
23%<br />
Pertanian,<br />
Peternakan,<br />
Kehutanan dan<br />
Perikanan<br />
20.875.750<br />
49%<br />
Konstruksi<br />
719.009<br />
2%<br />
Listrik, Gas, dan Air<br />
Bersih<br />
21.487<br />
0%<br />
Industri Pengolahan<br />
2.373.121<br />
6%<br />
Pertambangan dan<br />
Penggalian<br />
290.233<br />
1%<br />
Gambar 4-27 Perbandingan Jumlah Usaha Nasional Tahun 2002-2008<br />
Rata-rata pertumbuhan jumlah usaha di Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> tahun 2002-2008 sebesar -0,22%. Pertumbuhan ini<br />
berada di bawah rata-rata pertumbuhan usaha nasional sebesar 0,73%, dan termasuk dalam 3 sektor dengan<br />
pertumbuhan jumlah usaha terkecil di antara 10 sektor perekonomian. Pertumbuhan jumlah usaha terkecil dialami oleh<br />
134
Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan sebesar -1,53%, diikuti Sektor Konstruksi sebesar -0,68%,<br />
kemudian diikuti Sektor Industri <strong>Kreatif</strong>.<br />
Sektor yang mengalami pertumbuhan jumlah usaha terbesar adalah Sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan<br />
sebesar 25,54%, diikuti Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar 12,73% dan kemudian diikuti Sektor Pertambangan<br />
dan Penggalian sebesar 12,04%. Ketiga sektor tersebut memiliki rata-rata pertumbuhan yang sangat tinggi, hingga<br />
mencapai pertumbuhan 2 digit.<br />
30,00%<br />
25,00%<br />
Keuangan, Real Estate,<br />
& Jasa Perusahaan<br />
25,54%<br />
20,00%<br />
15,00%<br />
Pertambangan dan<br />
Penggalian<br />
12,04%<br />
Listrik, Gas, dan Air<br />
Bersih<br />
12,73%<br />
10,00%<br />
5,00%<br />
Industri Pengolahan<br />
2,97%<br />
Jasa Kemasyarakatan<br />
Perdagangan, Hotel, dan<br />
6,95%<br />
Restoran<br />
4,16%<br />
Pengangkutan dan<br />
Komunikasi<br />
4,55%<br />
0,00%<br />
-5,00%<br />
Pertanian, Peternakan,<br />
Kehutanan dan<br />
Perikanan<br />
-1,53%<br />
Konstruksi<br />
-0,68%<br />
0,73%<br />
Rata-Rata Pertumbuhan Perusahaan Nasional 2002-2007<br />
Industri <strong>Kreatif</strong><br />
-0,22%<br />
Gambar 4-28 Perbandingan Rata-Rata Pertumbuhan Jumlah Usaha Nasional Tahun 2002-2008<br />
4.4.3 Jumlah Usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />
Fluktuasi jumlah usaha tahun 2002-2008, cukup tinggi pada subsektor-subsektor seperti: Subsektor Desain, Subsektor<br />
Fesyen, dan Subsektor Kerajinan. Peningkatan dan penurunan jumlah usaha hampir selalu terjadi secara bergantian<br />
sepanjang tahun 2002-2008.<br />
Subsektor-subsektor yang menunjukkan trend peningkatan jumlah usaha adalah Subsektor Arsitektur, Subsektor Musik,<br />
Subsektor Penerbitan dan Percetakan, Subsektor Piranti Lunak, Subsektor Periklanan, Subsektor Riset dan<br />
Pengembangan, Subsektor Permainan Interaktif dan Subsektor Televisi dan Radio. Berbeda dengan subsektor lainnya,<br />
Subsektor Film, Video dan Fotografi mengalami tren penurunan jumlah usaha.<br />
Indikasi yang cukup menggembirakan ditunjukkan pada jumlah usaha di tahun 2007-2008. Selama 2 tahun terakhir<br />
tersebut, seluruh 14 subsektor industri kreatif mengalami peningkatan jumlah usaha. Dapat dikatakan bahwa pada 2<br />
tahun terakhir, subsektor-subsektor industri kreatif telah menjadi lapangan usaha yang semakin menarik untuk digeluti.<br />
Informasi selengkapnya mengenai jumlah usaha 14 subsektor ditunjukkan pada gambar berikut.<br />
135
4.500<br />
4.000<br />
3.500<br />
3.000<br />
2.500<br />
2.000<br />
1.500<br />
1.000<br />
500<br />
1.396<br />
Jumlah Perusahaan Arsitektur 2002-2008<br />
3.591<br />
2.342<br />
2.914<br />
1.879<br />
4.198<br />
3.878<br />
350.000<br />
300.000<br />
250.000<br />
200.000<br />
150.000<br />
100.000<br />
50.000<br />
Jumlah Perusahaan Desain 2002-2008<br />
289.896<br />
262.089<br />
188.918<br />
260.765<br />
185.141<br />
214.143<br />
201.080<br />
0<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
0<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
1.800.000<br />
1.600.000<br />
1.400.000<br />
1.200.000<br />
1.000.000<br />
Jumlah Perusahaan Fesyen 2002-2008<br />
1.607.624 1.623.710<br />
1.319.277<br />
1.338.010<br />
1.450.096<br />
1.559.993<br />
1.455.145<br />
25.000<br />
20.000<br />
15.000<br />
Jumlah Perusahaan Film, Video, Fotografi 2002-2008<br />
20.006<br />
800.000<br />
600.000<br />
10.000<br />
8.056<br />
7.592<br />
6.060<br />
6.983<br />
400.000<br />
200.000<br />
5.000<br />
6.471<br />
6.616<br />
0<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
1.400.000<br />
1.200.000<br />
1.000.000<br />
800.000<br />
600.000<br />
Jumlah Perusahaan Kerajinan 2002-2008<br />
1.176.983<br />
997.319 1.063.093 906.126<br />
897.809<br />
1.055.466<br />
994.336<br />
10.000<br />
9.000<br />
8.000<br />
7.000<br />
6.000<br />
5.000<br />
4.000<br />
Jumlah Perusahaan Piranti Lunak 2002-2008<br />
9.108<br />
7.413 7.622<br />
6.504<br />
6.991<br />
7.697<br />
7.894<br />
400.000<br />
200.000<br />
3.000<br />
2.000<br />
1.000<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
136
16.000<br />
14.000<br />
12.000<br />
10.000<br />
8.000<br />
9.254<br />
Jumlah Perusahaan Musik 2002-2008<br />
12.805<br />
11.549<br />
8.758<br />
11.435<br />
13.551<br />
14.047<br />
Jumlah Perusahaan Penerbitan & Percetakan 2002-2008<br />
120.000<br />
110.469<br />
100.000<br />
80.000<br />
91.590<br />
94.407<br />
106.278<br />
72.573<br />
60.000<br />
72.747<br />
75.851<br />
6.000<br />
4.000<br />
2.000<br />
40.000<br />
20.000<br />
-<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
9.000<br />
8.000<br />
7.000<br />
6.000<br />
5.000<br />
4.000<br />
3.000<br />
2.000<br />
1.000<br />
Jumlah Perusahaan Periklanan 2002-2008<br />
6.692<br />
5.732<br />
4.412<br />
6.345<br />
2.799<br />
7.822<br />
7.226<br />
900<br />
800<br />
700<br />
600<br />
500<br />
400<br />
300<br />
200<br />
100<br />
Jumlah Perusahaan Permainan Interaktif 2002-2008<br />
655<br />
368<br />
218<br />
173<br />
119<br />
249<br />
764<br />
-<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
14.000<br />
12.000<br />
10.000<br />
8.000<br />
Jumlah Perusahaan Pasar dan Barang Seni 2002-2008<br />
11.700<br />
10.422<br />
9.654<br />
10.068<br />
10.208<br />
10.958<br />
9.562<br />
1.400<br />
1.200<br />
1.000<br />
800<br />
Jumlah Perusahaan Riset dan Pengembangan 2002-2008<br />
1.259<br />
1.078<br />
921<br />
1.164<br />
825<br />
1.022<br />
680<br />
6.000<br />
600<br />
4.000<br />
400<br />
2.000<br />
200<br />
-<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
137
2.000<br />
1.800<br />
1.600<br />
1.400<br />
1.200<br />
1.000<br />
800<br />
600<br />
400<br />
200<br />
Jumlah Perusahaan Seni Pertunjunkan 2002-2008<br />
1.861<br />
1.733<br />
1.488<br />
1.572<br />
1.600<br />
1.723<br />
1.549<br />
4.500<br />
4.000<br />
3.500<br />
3.000<br />
2.500<br />
2.000<br />
1.500<br />
1.000<br />
500<br />
Jumlah Perusahaan Televisi dan Radio 2002-2008<br />
3.819<br />
3.157<br />
3.455<br />
2.178 2.193 2.296<br />
2.313<br />
-<br />
-<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008<br />
Gambar 4-29 Jumlah Usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />
4.4.4 Perbandingan Jumlah Usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />
Di antara 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong>, Subsektor Fesyen dan Subsektor Kerajinan merupakan subsektor yang dominan<br />
dalam hal kontribusi jumlah usaha. Subsektor Fesyen memiliki rata-rata kontribusi jumlah usaha 2002-2008 sebesar<br />
51,66% atau sebanyak 1,47 juta usaha. Subsektor Kerajinan memiliki rata-rata kontribusi sebesar 35,38% atau<br />
sebanyak 1,01 juta usaha. Aktivitas perdagangan produk-produk fesyen dan produk kerajinan merupakan jenis lapangan<br />
usaha yang mendominasi kedua subsektor tersebut. Aktivitas perdagangan tersebut berukuran besar, menengah, kecil<br />
sampai sekelas rumah tangga.<br />
Subsektor terkecil dalam kontribusi jumlah usaha adalah Subsektor Permainan Interaktif dengan kontribusi sebesar<br />
0,01% atau sekitar 364 usaha, diikuti Subsektor Riset dan Pengembangan dengan kontribusi sebesar 0,03%, atau<br />
sebanyak 993 usaha.<br />
Subsektor-subsektor intangible, baik berbasis seni, budaya, media, maupun teknologi informasi, seperti: Subsektor Musik;<br />
Film, Video dan Fotografi; Layanan Komputer dan Piranti Lunak; Periklanan; Arsitektur; Televisi dan Radio; Seni<br />
Pertunjukkan; Riset dan Pengembangan; Permainan Interaktif, memiliki kontribusi jumlah usaha yang sangat kecil, di<br />
bawah 1%. Perbandingan jumlah usaha selengkapnya ditunjukkan pada tabel dan gambar berikut.<br />
Tabel 4-12 Perbandingan Jumlah Usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> Tahun 2002-2007<br />
NO LAPANGAN USAHA INDUSTRI KREATIF 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata<br />
1 FESYEN 50,36% 50,28% 52,39% 53,04% 51,94% 51,71% 51,97% 51,66%<br />
2 KERAJINAN 36,87% 38,01% 34,30% 32,84% 35,17% 35,34% 35,16% 35,38%<br />
3 DESAIN 8,21% 7,20% 9,35% 9,54% 7,19% 7,15% 7,13% 7,99%<br />
4 PENERBITAN DAN PERCETAKAN 2,87% 2,77% 2,34% 2,77% 3,66% 3,78% 3,68% 3,11%<br />
5 MUSIK 0,29% 0,33% 0,37% 0,42% 0,50% 0,48% 0,47% 0,41%<br />
6 PASAR DAN BARANG SENI 0,30% 0,40% 0,32% 0,35% 0,40% 0,39% 0,39% 0,36%<br />
7 FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI 0,63% 0,31% 0,24% 0,24% 0,24% 0,24% 0,23% 0,31%<br />
8 LAYANAN KOMPUTER DAN PIRANTI LUNAK 0,20% 0,28% 0,25% 0,28% 0,27% 0,28% 0,30% 0,27%<br />
9 PERIKLANAN 0,09% 0,17% 0,18% 0,23% 0,26% 0,26% 0,26% 0,20%<br />
10 ARSITEKTUR 0,04% 0,07% 0,08% 0,11% 0,14% 0,14% 0,14% 0,10%<br />
11 TELEVISI DAN RADIO 0,07% 0,08% 0,07% 0,08% 0,12% 0,12% 0,13% 0,10%<br />
12 SENI PERTUNJUKAN 0,05% 0,06% 0,06% 0,06% 0,06% 0,06% 0,06% 0,06%<br />
13 RISET DAN PENGEMBANGAN 0,02% 0,03% 0,03% 0,04% 0,04% 0,04% 0,04% 0,03%<br />
14 PERMAINAN INTERAKTIF 0,00% 0,01% 0,01% 0,01% 0,01% 0,02% 0,03% 0,01%<br />
Total 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%<br />
138
PENERBITAN DAN<br />
PERCETAKAN<br />
89.131<br />
3%<br />
PASAR DAN BARANG SENI<br />
10.367<br />
0%<br />
LAYANAN KOMPUTER<br />
DAN PIRANTI LUNAK<br />
7.604<br />
0%<br />
MUSIK<br />
11.629<br />
1%<br />
PERMAINAN INTERAKTIF<br />
364<br />
PERIKLANAN<br />
0%<br />
5.861<br />
0%<br />
RISET DAN<br />
PENGEMBANGAN<br />
993<br />
0%<br />
SENI PERTUNJUKAN<br />
1.647<br />
0% TELEVISI DAN RADIO<br />
2.773<br />
0%<br />
ARSITEKTUR<br />
2.885<br />
0%<br />
DESAIN<br />
228.862<br />
8%<br />
KERAJINAN<br />
1.013.019<br />
36%<br />
FILM, VIDEO, DAN<br />
FOTOGRAFI<br />
8.826<br />
0%<br />
FESYEN<br />
1.479.122<br />
52%<br />
Gambar 4-30 Perbandingan Rata-Rata Jumlah usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />
Subsektor industri kreatif yang tumbuh paling cepat dalam hal jumlah usaha adalah Subsektor Permainan Interaktif.<br />
Subsektor ini memiliki rata-rata pertumbuhan jumlah usaha sebesar 38% pada tahun 2002-2008. Setelah Subsektor<br />
Permainan Interaktif, rata-rata pertumbuhan jumlah usaha tertinggi diikuti oleh Subsektor Arsitektur sebesar 20,5%,<br />
Subsektor Periklanan sebesar 20%. Selain ketiga subsektor di atas, pertumbuhan jumlah usaha 2 digit dimiliki oleh<br />
Subsektor Televisi dan Radio, dan Subsektor Riset dan Pengembangan.<br />
Subsektor yang memiliki rata-rata pertumbuhan jumlah usaha terkecil adalah Subsektor Film, Video dan Fotografi sebesar<br />
-12,0%, diikuti Subsektor Kerajinan sebesar -1,2%. Kedua Subsektor ini tumbuh negatif di bawah rata-rata pertumbuhan<br />
jumlah usaha Sektor Industri <strong>Kreatif</strong>. Subsektor Desain dan Fesyen memang tumbuh positif, 0,3% dan 0,4%, namun<br />
masih berada di bawah rata-rata pertumbuhan jumlah usaha nasional 0,73%.<br />
139
50,0%<br />
40,0%<br />
PERMAINAN INTERAKTIF<br />
38,0%<br />
30,0%<br />
20,0%<br />
10,0%<br />
0,0%<br />
ARSITEKTUR<br />
20,5%<br />
DESAIN<br />
0,3%<br />
FESYEN<br />
0,4%<br />
LAYANAN KOMPUTER DAN<br />
PIRANTI LUNAK<br />
6,2% PASAR DAN BARANG SENI<br />
KERAJINAN<br />
-1,2%<br />
MUSIK<br />
7,8%<br />
PERIKLANAN<br />
20,0%<br />
3,4% PENERBITAN DAN PERCETAKAN<br />
4,1%<br />
RISET DAN PENGEMBANGAN<br />
10,9%<br />
0,73%<br />
-0,22%<br />
TELEVISI DAN RADIO<br />
10,4%<br />
SENI PERTUNJUKAN<br />
4,0%<br />
-10,0%<br />
FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI<br />
-12,0%<br />
-20,0%<br />
Rata-Rata Pertumbuhan Perusahaan Subsektor IK 2002-2008<br />
Rata-Rata Pertumbuhan Perusahaan Nasional 2002-2008<br />
Gambar 4-31 Rata-Rata Pertumbuhan Jumlah Usaha 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong> 2002-2008<br />
140
4.5 B E R B A S I S D A M P A K D A N K E T E R K A I T A N D E N G A N S E K T O R L A I N<br />
Dalam studi ini, perhitungan Dampak dan Keterkaitan subsektor-subsektor industri kreatif dengan sektor lain dilakukan<br />
dengan menggunakan Tabel Input Output Tahun 2005. Pada studi pemetaan tahun 2007, perhitungan dilakukan dengan<br />
menggunakan Tabel Input Output Tahun 2003.<br />
4.5.1 Angka Pengganda Output Industri <strong>Kreatif</strong><br />
Angka pengganda output terbesar subsektor industri kreatif berada pada subsektor Musik, sebesar 2,242. Angka ini<br />
berarti, peningkatan investasi (atau peningkatan final demand lain, tidak hanya investasi saja) pada subsektor Subsektor<br />
Musik sebesar Rp. 1 miliar, akan meningkatkan output total perekonomian nasional sebesar Rp. 2,242 miliar. Setelah<br />
Subsektor Musik, angka pengganda output terbesar diikuti oleh Kerajinan sebesar 2,229 dan Kerajinan sebesar Film,<br />
Video dan Fotografi sebesar 2,227. Angka pengganda output subsektor industri kreatif selengkapnya ditampilkan berikut.<br />
Tabel 4-13 Angka Pengganda Output 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />
NO LAPANGAN USAHA INDUSTRI KREATIF Multiplier<br />
1 MUSIK 2,242<br />
2 KERAJINAN 2,229<br />
3 FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI 2,227<br />
4 DESAIN 2,121<br />
5 PENERBITAN DAN PERCETAKAN 2,025<br />
6 FESYEN 2,018<br />
7 SENI PERTUNJUKAN 1,981<br />
8 TELEVISI DAN RADIO 1,974<br />
9 ARSITEKTUR 1,939<br />
10 RISET DAN PENGEMBANGAN 1,939<br />
11 PASAR DAN BARANG SENI 1,887<br />
12 PERIKLANAN 1,885<br />
13 LAYANAN KOMPUTER DAN PIRANTI LUNAK 1,633<br />
14 PERMAINAN INTERAKTIF 1,633<br />
Total 3,65<br />
4.5.2 Backward Linkage<br />
Berdasarkan keterkaitan kearah hulu (backward linkage), subsektor industri kreatif Musik memiliki koefisien linkage<br />
terbesar, yaitu 2,242. Peningkatan output subsektor industri musik akibat investasi atau final demand lain sebesar Rp. 1<br />
miliar, maka akan terjadi peningkatan output di sektor-sektor industri hulunya sebesar Rp. 2,242 miliar. Setelah<br />
subsektor industri Musik, ranking subsektor industri kreatif berdasarkan keterkaitan ke arah hulu terbesar diikuti oleh<br />
Subsektor Kerajinan sebesar 2,229 dan subsektor Film, Video dan Fotografi sebesar 2,2271. Nilai Backward Linkage<br />
subsektor industri kreatif selengkapnya ditampilkan berikut.<br />
141
Tabel 4-14 Backward Linkage 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />
NO LAPANGAN USAHA INDUSTRI KREATIF Backward Linkage<br />
1 MUSIK 2,242<br />
2 KERAJINAN 2,229<br />
3 FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI 2,227<br />
4 DESAIN 2,121<br />
5 PENERBITAN DAN PERCETAKAN 2,025<br />
6 FESYEN 2,018<br />
7 SENI PERTUNJUKAN 1,981<br />
8 TELEVISI DAN RADIO 1,974<br />
9 ARSITEKTUR 1,939<br />
10 RISET DAN PENGEMBANGAN 1,939<br />
11 PASAR DAN BARANG SENI 1,887<br />
12 PERIKLANAN 1,885<br />
13 LAYANAN KOMPUTER DAN PIRANTI LUNAK 1,633<br />
14 PERMAINAN INTERAKTIF 1,633<br />
Total 1,98<br />
4.5.3 Forward Linkage<br />
Berdasarkan keterkaitan kearah hilir (forward linkage), Subsektor Arsitektur bersama Riset dan Pengembangan memiliki<br />
koefisien linkage terbesar, 5,770. Peningkatan output Subsektor Arsitektur atau Subsektor Riset dan Pengembangan<br />
akibat investasi atau final demand lain sebesar Rp. 1 miliar, akan mengakibatkan peningkatan output di sektor-sektor<br />
industri hilirnya sebesar Rp. 5,770 miliar. Setelah Subsektor Arsitektur dan Subsektor Riset dan Pengembangan ranking<br />
subsektor industri kreatif berdasarkan keterkaitan ke arah hilir terbesar diikuti oleh Subsektor Penerbitan dan<br />
Percetakan, sebesar 4,526. Nilai Forward Linkage subsektor industri kreatif selengkapnya ditampilkan berikut.<br />
Tabel 4-15 Forward Linkage 14 Subsektor Industri <strong>Kreatif</strong><br />
NO LAPANGAN USAHA INDUSTRI KREATIF Forward Linkage<br />
1 ARSITEKTUR 5,770<br />
2 RISET DAN PENGEMBANGAN 5,770<br />
3 PENERBITAN DAN PERCETAKAN 4,526<br />
4 DESAIN 4,494<br />
5 LAYANAN KOMPUTER DAN PIRANTI LUNAK 3,555<br />
6 PERMAINAN INTERAKTIF 3,555<br />
7 FESYEN 3,483<br />
8 FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI 2,952<br />
9 TELEVISI DAN RADIO 2,172<br />
10 KERAJINAN 2,161<br />
11 SENI PERTUNJUKAN 2,004<br />
12 MUSIK 1,747<br />
13 PERIKLANAN 1,164<br />
14 PASAR DAN BARANG SENI* 7,788<br />
Total 3,65<br />
* Struktur Industri Pasar Seni dan Barang Antik diambil dari Sektor Perdagangan (149). Namun kontribusi Subsektor IK ini sangat kecil terhadap<br />
sektor 149, sehingga nilai forward linkagenya kemungkinan mengalami bias.<br />
142
5 K E S I M P U L A N D A N S A R A N<br />
5.1 K E S I M P U L A N<br />
Hasil-hasil studi yang diperoleh menunjukkan bahwa:<br />
1. Berdasarkan perhitungan kontribusi ekonomi, baik berbasis Produk Domestik Bruto, berbasis Ketenagakerjaan,<br />
berbasis Perdagangan Internasional dan berbasis Aktivitas Perusahaan, tahun 2007 Sektor Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong><br />
mengalami perbaikan yang berlanjut di tahun 2008. Indikator-indikator ekonomi tahun 2007-2008 pada keempat<br />
basis perhitungan menunjukkan statistik yang meningkat dibanding tahun 2008.<br />
2. Secara kualitatif, pengembangan industri kreatif <strong>Indonesia</strong> juga semakin baik di tahun 2007 hingga saat ini.<br />
Kesimpulan ini dapat dilihat dari kondisi-kondisi:<br />
a. Adanya program industri kreatif nasional yang berkelanjutan, dimana kesadaran pemerintah, baik pusat maupun<br />
daerah, semakin besar dalam upaya pengembangan industri kreatif. Konsolidasi melalui kegiatan PPBI (PPKI)<br />
berjalan baik, bahkan komitmen-komitmen pengembangan sudah diberikan oleh departemen terkait. Dukungan<br />
pemerintah ini bahkan sudah dilegitimasi melalui Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2009.<br />
b. Gaung industri kreatif <strong>Indonesia</strong> tidak saja makin kuat di daerah-daerah, tetapi juga sampai ke luar negeri,<br />
khususnya melalui para Duta Besar <strong>Indonesia</strong> di beberapa negara.<br />
c. Gerakan komunitas yang semakin aktif dan semakin terkoneksi satu sama lain.<br />
d. Publikasi industri kreatif di media nasional, daerah dan di dunia maya semakin banyak.<br />
e. Semakin tingginya kesadaran untuk melestarikan seni, budaya dan warisan budaya, dan memanfaatkannya<br />
menjadi kontribusi ekonomi, melalui pemahaman akan Indikasi Geografis.<br />
5.2 S A R A N<br />
Saran utama yang disampaikan ditujukan secara khusus kepada Biro Pusat Statistik, yaitu:<br />
1. Revisi Klasifikasi Pemetaan Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong><br />
Sebagai instansi pemerintah yang bertanggung jawab dalam hal pengklasifikasian lapangan usaha, Biro Pusat<br />
Statistik sudah saatnya melakukan revisi terhadap klasifikasi industri kreatif <strong>Indonesia</strong> yang digunakan saat ini. Selain<br />
bertujuan mematangkan lapangan usaha industri kreatif, revisi ini terutama bertujuan agar industri kreatif dapat<br />
menjadi suatu nomenklatur resmi dalam klasifikasi lapangan usaha <strong>Indonesia</strong>.<br />
2. Perhitungan kontribusi industri kreatif secara rutin, tahunan atau triwulanan oleh BPS<br />
Sebagai badan yang sudah mapan dalam perhitungan kontribusi-kontribusi ekonomi, maka Biro Pusat Statistik<br />
sebaiknya melakukan perhitungan kontribusi ekonomi industri kreatif secara rutin, baik tahunan maupun triwulanan.<br />
Hal ini tentunya akan memungkinkan jika Klasfikasi Pemetaan Industri <strong>Kreatif</strong> <strong>Indonesia</strong> sudah disempurnakan dan<br />
dimasukkan sebagai bagian dari lapangan usaha nasional.<br />
143