30.11.2014 Views

LAPORAN HASIL PEKERJAAN - KM Ristek - Kementerian Riset dan ...

LAPORAN HASIL PEKERJAAN - KM Ristek - Kementerian Riset dan ...

LAPORAN HASIL PEKERJAAN - KM Ristek - Kementerian Riset dan ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>LAPORAN</strong> <strong>HASIL</strong> <strong>PEKERJAAN</strong><br />

EVALUASI ADAPTASI DAERAH RENTAN BANJIR UNTUK<br />

KAWASAN PERTANIAN PANTURA DENGAN PENDEKATAN<br />

GEOSPASIAL<br />

TIM PENELITI:<br />

Sri Hartini, M.GIS<br />

Prof. Dr. Aris Poniman<br />

Dr. Mulyanto Darmawan<br />

Dr. lbnu Sofian<br />

Drs. Suprajaka MTP<br />

Drs. Jaka Suryanta M.Sc<br />

Mone lye Cornelia Marschiavelli M.Sc<br />

Aswelly<br />

.<br />

BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL<br />

(BAKOSURTANAL)<br />

2010<br />

,


LEMBAR PENGESAHAN<br />

Judul Penelitian<br />

Fokus bi<strong>dan</strong>g penelitian<br />

Lokasi Penelitian<br />

Evaluasi Adaptasi Daerah Rentan Banjir<br />

Untuk Kawasan Pertanian Pantura Dengan<br />

Pendekatan Geo-Spasial<br />

Ketahanan Pangan<br />

Pantai utara Jawa Tengah<br />

A. Lembaga Pelaksanan Penelitian<br />

Keterangan Lembaga Pelaksana/Pengelola Penelitian<br />

•<br />

I<br />

'<br />

Nama Koordinator/Peneliti Utama<br />

:Sri Hartini MGIS<br />

Nama Lembaga/lnstitusi<br />

Unit Organisasi<br />

: Ba<strong>dan</strong> Koordinasi Survei <strong>dan</strong> Pemetaan Nasional<br />

(BAKOSURTANAL)<br />

: Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut<br />

Ala mat : Jl. Raya Jakarta Bogar Km 46 Cibinong, Bogar 16911<br />

Telepon/Faksimili/e-mail : 021 875 9481/021 8759481/<br />

shartini2001@yahoo.com<br />

Rekapitulasi Biaya<br />

No. Uraian Jumlah Biaya (Rp)<br />

1. Gaji <strong>dan</strong> Upah 101.950.000<br />

2. Bahan Habis Pakai 6.180.000<br />

3. Perjalanan 41.910.000<br />

4. Lain-Lain 23.960.000<br />

JUMLAH BIAYA 174.000.000<br />

Mengetahui,<br />

Sekretaris Utama BAOOSURTANAL<br />

~ .<br />

,<br />

. .<br />

Penanggungjawab Kegiatan<br />

~<br />

Sri Hartini, MGIS<br />

NIP. 19690122 199403 2 009


Kata Pengantar<br />

Banjir merupakan proses alam yang secara terus menerus terjadi <strong>dan</strong> berperan<br />

da lam membentuk permukaan bumi. Banjir sesungguhnya tidak selalu menjad i<br />

bencana asalkan manusia dapat mengenali <strong>dan</strong> memahami karakteristik banjir<br />

dengan baik seh ingga dapat beradaptasi secara optimai.Namun demikian, banjir<br />

dapat menjadi bencana karena manusia seringkali mengaba ikan atau ba hkan<br />

tidak menyadari a<strong>dan</strong>ya risiko dibalik kejadian banjir.Banj ir yang me landa laha<br />

pertanian memberikan risiko pada terjadinya gaga! pa nen se hi ngga dapa<br />

mengurangi produksi pangan.<br />

Penel itian ini dilakukan dalam rangka mengembangkan pemahaman mengenai<br />

adaptasi terhadap bahaya banjir khususnya pada lahan pertanian sehingga risiko<br />

dapat dikurangi ataupun dihindarkan.<br />

Kegiatan penelitian ini diawali dengan kajian pustaka, penyiapan data <strong>dan</strong><br />

peta.Data-data tersebut dianalisis sehingga dapat diperoleh pemahaman yang<br />

komprehensif mengenai karakteristik banjir di daerah penelitian.Sementara<br />

pola/perilaku adaptasi masyarakat terhadap banjir digali dari wawancara di<br />

lapangan.Hasil dari analisis ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para<br />

perencana khususnya untuk menangani masalah banjir.<br />

Kami mengucapkan terimakasih kepada para peneliti <strong>dan</strong> pihak-pihak lain yang<br />

terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan penelitian ini.<br />

Semoga penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi semakin meningkatnya<br />

manfaat data geospasial serta bermanfaat dalam menunjang ketahanan pangan<br />

nasional.<br />

Cibinong, 19 November 2010<br />

Pusat Pelayanan Jasa <strong>dan</strong> Jnformasi<br />

Kepala,<br />

,<br />

NIP . 19590513 198403 2 001<br />

11


EVALUASI ADAPTASI DAERAH RENTAN BANJIR UNTUK KAWASAN PERTANIAN<br />

PANTURA DENGAN PENDEKATAN GEOSPASIAL<br />

Abstrak<br />

Banjir di kawasan pesisir adalah suatu peristiwa alam yang tidak dapat dihindari<br />

kejadiannya karena daerah pesisir merupakan daerah dataran rendah yang selalu<br />

tergenang baik oleh pasang air laut maupun hujan. Sementara itu, daerah pesisir juga<br />

merupakan daerah permukiman yang padat penduduk, daerah pertanian, sentra<br />

industri, bahkan pusat pemerintahan. Oleh karenanya diperlukan upaya untuk<br />

mengurangi risiko yang mungkin ditimbulkannya. Penilaian tingkat kerawanan <strong>dan</strong> risiko<br />

suatu wilayah terhadap bencana banjir sebagai bagian dari mitigasi bencana perlu<br />

dilakukan dengan mengenali karakteristik fisik <strong>dan</strong> sosial daerah penelitian.<br />

Wilayah pesisir utara Jawa dipilih sebagai daerah kajian karena wilayah ini sangat rawan<br />

terhadap bencana banjir, baik yang diakibatkan oleh kenaikan muka air laut (rob)<br />

maupun karena curah hujan lokal maupun banjir kiriman dari daerah hulu . Kejadian<br />

bencana di wilayah ini berpotensi mengganggu ketahanan pangan dengan berkurangnya<br />

produksi tanaman pangan karena rusaknya kawasan pertanian <strong>dan</strong> perikanan.<br />

Penelitian ini mencakup kajian mengenai karakteristik wilayah, agihan <strong>dan</strong> tingkat<br />

kerawanan <strong>dan</strong> risiko terhadap bencana banjir serta dampak banjir terhadap produksi<br />

pangan.<br />

Kejadian bencana sesungguhnya dapat disebabkan oleh faktor alam maupun faktor<br />

manusia. Faktor-faktor penyebab bencana yang berasal dari alam dapat dipelajari<br />

sehingga karakteristik bencana yang mungkin terjadi dapat dapat diketahui <strong>dan</strong> langkahlangkah<br />

untuk mengantisipasi atau setidaknya mengurangi risiko dapat diformulasikan.<br />

Penyebab bencana yang disebabkan oleh faktor manusia pada umumnya disebabkan<br />

oleh pemanfaatan sumberdaya yang berlebihan. Untuk itu diperlukan pengaturan<br />

kegiatan manusia dalam pemanfaatan ruang guna menghindari terjadinya bencana.<br />

Langkah-langkah yang diambil untuk menghindarkan diri dari bencana ini tercermin<br />

dalam bentuk adaptasi sebagaimana yang dilakukan di kawasan pertanian untuk<br />

mengurangi risiko banjir.<br />

Abstract<br />

Coastal flood is a natural phenomenon that cannot be avoided since most of coastal<br />

area is characterized by periodic inundation due to tide and rainfall. On the other hand,<br />

coastal area is area that most populated, beside used as agricultural and industrial<br />

centers where many of them have developed as capital cities of states or provinces.<br />

Therefore, reducing the impact when flood hazard turning into disaster should be carried<br />

out to avoid big loss in properties and damaging of infrastructures. Assessment of<br />

physical and social vulnerability to flood is important input for doing adequate<br />

mitigation or adaptation toward the disaster management.<br />

, iii


Java north coast area is well known as a flood prone area. Flood occurs due to high tide,<br />

local rainfall and high rainfall in the hinterland. The flood is potentially impacted to food<br />

security especially in terms of food production due to reduction of crop production and<br />

damaging infrastructures, so that necessary adaptation is required. This research will<br />

focus on the adaptation practice in agriculture followed by analysis of physical<br />

characteristics related to flood such as flood exposure, vulnerability and risk, as well as<br />

its impact to food production.<br />

Existence of natural hazards could be depicted by natural and human factors. The<br />

natural characteristics of a particular hazard can be studied so that we can hove<br />

thorough understanding of the cause, process, and vulnerability ra te of the hazard.<br />

Therefore, this study will be useful for formulating necessary plan to anticipate or reduce<br />

the hazard risk. From the human side, hazards mainly caused by extensive used of<br />

natural resources and thehazard risk can be reduced through spatial planning. After all,<br />

any anticipations or efforts in reducing the hazard risk is reflected in a form of<br />

adaptation.<br />

, iv


Daftar lsi<br />

Kata Pengantar ..... .. .... ............................................................. ......................... ..... ii<br />

Abstrak .. .... .... ...................... .. .............. .. .................. .. ..... ................. .. ... .. .. ......... .... iii<br />

Daftar lsi .. ... ............................. ............. .. ................... ...... ........................ .. .. .... ..... . v<br />

Daftar Gam bar ....... .. .. .................. .................... .... ..................... ............................ vii<br />

Daftar Tabel ................. ..................................................... .... ... ................. ............ vii<br />

BAB I. PENDAHULUAN ................... .. ........................ ........... .. .. .... .... ..... .... ............. .<br />

1.1 Latar Belakang ............................... ............ .. .... .. ..... ... ....... .. ..... ..... ............... •<br />

1.2 Perumusan Masalah .. .... .............. .......... .. .... ........ .. .... .................................. 3<br />

1.3 Lokasi Penelitian .... ...... .. ................ ...... .. ....... .. .. ............ .. .... ......................... 3<br />

1.4 Hasil Yang Diharapkan ... .. .. .. ...... ... ........... .............. .... ........ .......................... 3<br />

Bab II. TINJAUAN PUSTAKA .................... .... .... .................. .... ..... ... .. .. ............... ....... 4<br />

2.1 Diskripsi Wilayah Penelitian ... .... ... ... .............................. ............................. 4<br />

2.1.1 Letak, Batas <strong>dan</strong> Luas Daerah Penelitia n ............ .................................. 4<br />

2.1.2 Kondisi Geologi .......... .......................................... ... .. ............................ 5<br />

2.1.3 Tanah ........................................................................................ .... ....... . 6<br />

2.1.4 Kondisi Hidrologi. ............... ...................... ......... ...... ... ............... .... ... ..... 7<br />

2.1.5 Curah Hujan <strong>dan</strong> Suhu Udara ........... ............................................ ... .... . 8<br />

2.1.6 Penggunaan Lahan .. .......... ................................................................. 10<br />

2.1.7 Penduduk ............................................................................................ 11<br />

2.2 Banjir <strong>dan</strong> Kerentanan ................... ............. ............................................. . 12<br />

2.2.1 Lahan Rawan Banjir .. .................................... ...................................... 12<br />

2.2.2 Kerentanan Terhadap Banjir ............ .................................................. 15<br />

2.2.3 La han Banjir <strong>dan</strong> Pengaruhnya Terhadap Wilayah Pertanian .... ... .. ... 16<br />

2.2.4 Adaptasi Terhadap Bencana Banjir .. ... ..................................... .......... 16<br />

BAB Ill. TUJUAN DAN MANFAAT .......... ................. .......................... ............... ...... 20<br />

3.1 Tujuan ...... .......... ................................... ..................................................... 20<br />

3.2 Manfaat ....... ........... .. .... ............ .... .. .. ............................... ..... ..................... 20<br />

BAB IV. METODE PENELITIAN .................................. ........... ...... .......................... 21<br />

4.1 Metode Pelaksanaan Penelitian ... .. ................ ........................................... 21<br />

4.2 Jenis Data <strong>dan</strong> Macam Data ........................... ........ ... ................................ 23<br />

4.3 Alat <strong>dan</strong> Bahan ............. .. .... .. .......... ............ ...... ............... ....... .. .............. .... 23<br />

4.4 Tahapan Penelitian ............................. ...... ................................ ......... t . . . • ~ •• 25<br />

4.4.1 Pemilihan Lokasi ............................................ .. ........ ................ ........... 25<br />

4.4.2 Tahap Pelaksanaan ....................... ....................... ........... .................... 25<br />

4.4.3 Pemetaan Potensi Banjir ....................... ... .......................................... 28<br />

, v


4.4.4 Evaluasi Adaptasi Terhadap Banjir ..... ................................... ............ 29<br />

BAB V. <strong>HASIL</strong> DAN PEMBAHASAN .......................................... .............................. 30<br />

5.1 Analisis Morfometri DAS Bodri ........ ............ ................................... ..... ..... 30<br />

5.2 Peta Rawan Banjir ..................................... ................................... .. ........ ... 31<br />

5.3 Adaptasi Terhadap Banjir ............................................................ ....... ..... .. 37<br />

5.4 Adaptasi Terhadap Perubahan lklim ... ...................................................... 43<br />

BAB VI. KESIMPULAN ................... ..................................................... ................... 45<br />

6.1 Kesimpulan .................................................. ........ ........ ...... ........................ 45<br />

6.2 Saran ................. .. .. ................................ .. .. .. ... ......... ...... ............................ .!'"<br />

, vi


Daftar Gambar<br />

Gam bar 2.1. Peta batas administrasi DAS Bodri, Jawa Tengah ............................. 5<br />

Gam bar 2.2. Peta kemiringan lereng DAS Bodri, Jawa Tengah ......................... .... 6<br />

Gam bar 2.3. Sebaran jenis tanah di DAS Bodri. .................................................... 7<br />

Gam bar 2.4. Sebaran curah hujan tahunan di DAS Bodri ...................................... 9<br />

Gambar 2.5. Sebaran curah hujan 3-harian di DAS Bodri. .................. .................. 9<br />

Gambar 2.6. Sebaran penggunaan lahan di DAS Bodri, Jawa Tengah ................. 10<br />

Gambar 2.7.Sebaran kepadatan penduduk di DAS Bodri, Jawa Tengah ............. 11<br />

Gambar 2.8. Penahapan adaptasi dalam pertanian (UNDP, 2007) ..................... 19<br />

Gam bar 4.1. Metode Penelitian .......................................................................... 22<br />

Gam bar 4.2. Lokasi Penelitian ............................................................................. 25<br />

Gam bar 4.3. Metode pemetaan potensi banjir ................................................... 29<br />

Gam bar 5.1. Peta kerawanan banjir di bagian hilir DAS Bodri, Jawa Tengah ..... 32<br />

Gam bar 5.2. Kenampakan daerah rawan banjir pada citra satelit ALOS <strong>dan</strong> citra<br />

Quickbird .................................................................. .. ......................................... 33<br />

Gambar 5.3. Kawasan muara sungai DAS Bodri .................................................. 34<br />

Gambar 5.4. Sempa<strong>dan</strong> sungai. .............................................................. ............. 36<br />

Gam bar 5.5. Data ran Banjir di Hilir Sungai Bodri. ...................................... .... ..... 38<br />

Gambar 5.6. Penggunaan lahan (atas) <strong>dan</strong> pergiliran tanaman pada lahan rawan<br />

banjir ....... ....................................................... ................................................ ...... 39<br />

Gambar 5.7. Wawancara dengan Petambak di Desa Kartikajaya, Kecamatan<br />

Pate bon, Kabupaten Kendal ................................................................................ 40<br />

Gam bar 5.8. Tembakau, salah satu komoditi yang tahan banjir ......................... 41<br />

Gam bar 5.9. Wawancara dengan petani setempat.. ........................................... 41<br />

Gambar 5.10. Adaptasi di wilayah Delta Bodri dengan memperbaiki tanggul<br />

a lam dengan membuat tanggul buatan . ............................................................. 42<br />

Gam bar 5.11 Komoditas Okra yang siap dipanen ............................................... 43<br />

Gam bar 5.12. Curah hujan wilayah Bodri selama 100 tahun sejak 1900 ............ 44<br />

Daftar Tabel<br />

Tabel 2.1. Jenis <strong>dan</strong> luas penutup lahan di DAS Bodri ......................................... 11<br />

Tabel 2.2. Jumlah Penduduk <strong>dan</strong> Kepadatannya di DAS Bodri ............................ 12<br />

Tabel 4.1. Jenis Data Penelitian ........................................................................... 24<br />

Tabel 4.2. Alat Pengumpulan Data ...................................................................... 24<br />

Tabel 4.3. Tahap Persia pan Penelitian ................................................................. 26<br />

Tabel 5.1. Penilaian faktor-faktor yang mempengaruhi rawan banjir ................ 31<br />

Tabel 5.2. Kedalaman genangan banjir di kawasan muara ................................. 34<br />

Tabel 5.3. Kedalaman genangan banjir di kawasan dataran banjir ................... : .. 35<br />

Tabel 5.4. Kedalaman genangan banjir di kawasan sempa<strong>dan</strong> sungai/tanggul<br />

a lam ..................................................................................................................... 36<br />

, vii


BAB I. PENDAHULUAN<br />

1.1 Latar Belakang<br />

Wilayah pesisir adalah daera h pe ralihan antara ekosistem darat <strong>dan</strong> laut yang<br />

dipengaruhi oleh perubahan di da rat <strong>dan</strong> laut.Wilayah pesisir mencakup wilayah<br />

pasang surut (intertidal <strong>dan</strong> subtida l) pada <strong>dan</strong> di atas continental shelf (hingga<br />

kedalaman 200 meter) yang langsung bergabung dengan daratan.Wilayah ini<br />

merupakan wilayah yang secara rutin tergenang oleh air laut. Kenaikan muka air<br />

laut akibat perubahan iklim global diprediksi akan menyebabkan meluasnya<br />

wilayah genangan banjir di wilayah pesisir.<br />

Banjir merupakan aliran atau ketinggian air yang sangat ekstrem yang terjadi pada<br />

sungai, <strong>dan</strong>au, waduk, <strong>dan</strong> tubuh air lainnya, dimana air menggenangi wilayah di<br />

luar wilayah tubuh air itu sendiri.Banjir juga dapat terjadi ketika muka air laut<br />

mengalami kenaikan yang ekstrem atau di atas daratan pesisir yang disebabkan<br />

oleh pasang air laut <strong>dan</strong> gelombang tinggi.Di banyak wilayah di seluruh dunia,<br />

banjir merupakan fenomena yang paling banyak menimbulkan kerusakan yang<br />

berpengaruh terhadap kondisi sosial <strong>dan</strong> ekonomi penduduk (Smith et, al., 1998,<br />

dalam Marfai, 2003).<br />

Dalam skala global jumlah penduduk yang menjadi korban banjir menunjukkan<br />

kecenderungan yang semakin meningkat, <strong>dan</strong> jumlah penduduk yang terkena<br />

dampak banjir adalah yang tertinggi dibandingkan dengan jenis sumber bencana<br />

lainnya (United Nation, 2009).Hal ini terkait erat dengan persebaran permukiman<br />

penduduk dimana wilayah banjir pada umumnya juga merupakan wilayah yang<br />

banyak digunakan sebagai pertanian, sentra industri <strong>dan</strong> perdagangan.Data<br />

statistik menunjukkan bahwa hampir 60% penduduk bertempat tinggal di wilayah<br />

pesisir, dimana wilayah ini merupakan salah satu wilayah yang secara rutin<br />

merupakan wilayah genangan banjir, baik yang disebabkan oleh banjir yang berasal<br />

dari sungai maupun dari pasang air laut.<br />

Upaya mitigasi <strong>dan</strong> pengendalian banjir sangat diperlukan sehingga kerugian materi<br />

<strong>dan</strong> korban jiwa dapat dihindari. Untuk dapat melakukan upaya ini dengan baik<br />

diperlukan kajian mengenai potensi bencana yang timbul, tingkat kerawanan <strong>dan</strong><br />

•<br />

ri sikonya guna memperoleh pemahaman tentang konsekuensi yang da'pat timbul<br />

sea ndainya terjadi banjir pada besaran <strong>dan</strong> frekuensi tertentu.<br />

, 1


Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya banjir di daerah pesisir.Kodoatie<br />

<strong>dan</strong> Sugiyanto (2002) mengklasifikasikan penyebab banjir menjadi dua kategori<br />

yaitu banjir yang disebabkan oleh faktor alami <strong>dan</strong> banjir yang disebabkan oleh<br />

tindakan manusia.Sebab-sebab alami terjadinya banjir yaitu curah hujan, fisiografi,<br />

erosi <strong>dan</strong> sedimentasi, kapasitas sungai, kapasitas drainase yang tidak memada i<br />

<strong>dan</strong> pengaruh air pasang. Sementara sebab-sebab banjir karena tindakan ma nusia<br />

adalah pengaruh kondisi daerah pengaliran sungai (DPS), kawasan kum uh, sa mpa h,<br />

drainase lahan, bendung <strong>dan</strong> bangunan air, kerusakan bangunan pe nge nda li ba njir<br />

<strong>dan</strong> perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat.<br />

Sementara itu, perubahan penggunaan lahan dari wilayah ta k terba ngun menja<br />

wilayah terbangun berpotensi menimbulkan banjir.Wi laya h-wilayah yang<br />

merupakan daerah banjir seperti dataran pantai, estuari, <strong>dan</strong> datara n banjir<br />

merupakan wilayah yang banyak dibangun menjad i kawasan industri, perdagangan<br />

<strong>dan</strong> permukiman. Pembangunan wilayah perkotaan denga n segala fasilitasnya<br />

serta penambahan jumlah penduduk akan berpengaruh pada penurunan kapasitas<br />

drainase <strong>dan</strong> infiltrasi tanah, sehingga aliran permukaan menjadi lebih besar. Land<br />

subsidence adalah proses dimana permukaan tanah menjadi lebih rendah dari<br />

posisinya semula. Ketika terjadi gelombang pasang atau aliran air dari sungai,<br />

bagian-bagian yang rendah inilah yang akan tergenang. Land subsidence<br />

menyebabkan meluasnya areal genangan banjir seperti terjadi di pantai utara<br />

Jakarta <strong>dan</strong> Semarang.<br />

Banjir di kawasan pesisir adalah suatu peristiwa alam yang tidak dapat dihindari,<br />

kejadiannya.Oieh karenanya diperlukan upaya untuk mengurangi risiko yang<br />

mungkin ditimbulkannya. Penilaian tingkat kerawanan <strong>dan</strong> risiko terhadap bencana<br />

banjir sebagai bagian dari mitigasi bencana akan dilakukan dengan mengenali<br />

karakteristik fisik <strong>dan</strong> sosial di daerah penelitian.<br />

Komponen risiko bencana secara umum terdiri dari potensi bahaya <strong>dan</strong><br />

kerentanannya, dimana kerawanan ditentukan oleh keterpaparanbahaya (hazard<br />

exposure) <strong>dan</strong> kapasitas bertahan (coping capacity) dari masyarakat yang berada di<br />

daerahbahaya. Kerentanan ini akhirnya dipahami sebagai kombinasi antara potensi<br />

kerusakan <strong>dan</strong> kapasitas menghadapi bencana <strong>dan</strong> diformulasikan sebagai berikut:<br />

a tau<br />

Risk = Hazard potential x Damage potential I Coping capacity,<br />

Risk= Hazard potential x Vulnerability<br />

Dengan demikian maka untuk mengkaji risikodari suatu bahaya diperlukan tiga<br />

elemen dasar yaitu peta bahaya, petakerentanan, <strong>dan</strong> peta risiko.Se<strong>dan</strong>gkan<br />

, 2


adaptasi merupakan langkah-langkah yang dilakukan oleh masyarakat sebagai •<br />

upaya untuk mengurangi risiko.<br />

1.2 Perumusan Masalah<br />

Banjir merupakan fenomena alam yang tidak dapat dihindari kejadiannya terutama<br />

untuk daerah pesisir.Kejadian banjir berpotensi menimbulkan kerugian harta<br />

benda, rusaknya infrastruktur hingga berkurangnya produksi pangan karena<br />

tergenangnya lahan pertanian yang bisa berakibat terjadinya gaga l panen.Namun<br />

banjir yang terjadi tidak harus selalu menjadi bencana apabila pengetahuan<br />

mengenai kerentanan <strong>dan</strong> risiko suatu wilayah terhadap banjir dapat diketahui, <strong>dan</strong><br />

masyarakat melakukan adaptasi terhadap bahaya yang dihadapinya.<br />

Permasalahan dalam penelitian ini adalah baga im ana karakteristik banjir,<br />

dampaknya terhadap produksi pangan <strong>dan</strong> adaptasi yang dilakukan terhadap banjir<br />

di daerah penelitian.<br />

1.3 Lokasi Penelitian<br />

Penelitian ini akan dilakukan di sebagian wilayah pantai utara (pantura) Jawa yaitu<br />

di wilayah pesisir dari DAS Bodri di Kendal, Jawa Tengah.<br />

1.4 Hasil Yang Diharapkan<br />

Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah kajian ilmiah mengenai karakteristik<br />

fisik wilayah berkaitan dengan fenomena banjir serta perilaku adaptasi masyarakat<br />

terhadap banjir di daerah pertanian.<br />

, 3


Bab II. TINJAUAN PUSTAKA<br />

2.1 Oiskripsi Wilayah Penelitian<br />

Berbagai kondisi DAS atau tipologi DAS sangat menentukan sifat-sifat banjir yang<br />

ada pada suatu DAS.Tipologi DAS adalah hal-hal yang berkaitan dengan tipe DAS<br />

yang dapat merujuk pada bentuk <strong>dan</strong> kondisi sehingga dapat memudahkan<br />

pengenalan tipe-tipe DAS tertentu.<br />

Karakteristik DAS adalah gambaran spesifik mengenai DAS yang dicirikan oleh<br />

parameter yang berkaitan dengan keadaan morfologi DAS, morfometri DAS,<br />

hidrologi DAS, tanah, geologi, vegetasi, <strong>dan</strong> manusia.Karakteristik DAS yang<br />

merupakan interaksi dari seluruh faktor yang sangat komplek dimana setiap faktor<br />

terdiri lebih dari satu sub-faktor.<br />

2.1.1 Letak, Batas <strong>dan</strong> Luas Daerah Penelitian<br />

Daerah Aliran Sungai (DAS) Bodri terletak pada empat kabupaten di Provinsi Jawa<br />

Tengah, yaitu Kabupaten Kendal (45%), Kabupaten Semarang (6%), Kabupaten<br />

Temanggung (48%) <strong>dan</strong> Kabupaten Wonosobo (1%) (Data BPS Provinsi Jawa<br />

Tengah <strong>dan</strong> peta batas DAS). Luas total DAS Bodri dari hulu hingga ke muara adalah<br />

610,8 km2 yang terbagi atas 5 Sub DAS, yaitu Sub DAS Lutut, Sub DAS Logung, Sub<br />

DAS Putih, Sub DAS Blorong <strong>dan</strong> Sub DAS Bodri Hilir. Muara sungai Bodri berada di<br />

Kabupaten Kendal, sehingga pada daerah ini banyak terjadi penyesuaianpenyesuaian<br />

(adaptasi) dalam pengolahan lahan maupun rekayasa teknis yang<br />

terkait dengan adaptasi kejadian banjir. Dari Peta Rupa Bumi Indonesia, DAS Bodri<br />

terletak pada koordinat geografis 6° 51' 20" - r 18' 6" LS <strong>dan</strong> 109° 55' 20" - 110°<br />

20' 48" BT (lihat Gam bar 2.1).<br />

Batas wilayah sungai Bodri di sebelah barat adalah DAS Blukar se<strong>dan</strong>gkan DAS<br />

Blorong, DAS Kendal <strong>dan</strong> DAS Buntu di sebelah timur.Sebelah selatan berbatasan<br />

dengan Wilayah Sungai Progo Opak Serang, dengan sebelah utara Laut Jawa .Dilihat<br />

dari bentuk topografinya, hulu sungai Bodri terdiri atas daerah pegunungan, yaitu<br />

Gunung Dieng di sebelah barat <strong>dan</strong> Gunung Ungaran di sebelah timur. Topografi<br />

bagian selatan DAS Bodri merupakan wilayah dari sistem Gunung Sindoro <strong>dan</strong><br />

Dieng Timur, se<strong>dan</strong>gkan bagian timur DAS Bodri merupakan sistem la'hah Gunung<br />

Ungaran, di mana kedua gunung berapi ini diperkirakan berumur kuarter tua.<br />

, 4


.<br />

~-<br />

P£TA ADMINISTRASI<br />

DAS BODRI<br />

• • e ~ • • ' I • • & I •" e -/-'<br />

,..<br />

~ ~i -<br />

···<br />

,d~<br />

~f'<br />

::.a:::.-,;-::,. -·-----<br />

~~!Uitllf•ONo"fW""­<br />

~~.--........ c:.r-or,. ........<br />

l.EGEHDA<br />

:.:_·--.:'··<br />

.. •<br />

"'<br />

~ i<br />

"<br />

~ :;; ~on" ..<br />

t\d236"""<br />

- 0)1':5<br />

-,_!_.,_,. _..,<br />

""'<br />

-<br />

- -<br />

--<br />

... o..--.. .....<br />

Gambar 2.1. Peta batas administrasi DAS Bodri, Jawa Tengah .<br />

Ditinjau dari bentuk topografinya, DAS Bodri mempunyai kemiringan yang curam<br />

sampai landau (lihat Gambar 2.2). Elevasi dari dari hilir hingga ke hulu Sungai Bodri<br />

bervariasi mulai dari pantai yang mendekati 0 meter hingga mencapai ketinggian<br />

2.400 meter di atas permukaan air laut. Luas DAS Bodri secara keseluruhan<br />

mencakup wilayah seluas kurang lebih 649,68km 2 •<br />

2.1.2 Kondisi Geologi<br />

Di bagian hilir, wilayah DAS Bodri tersusun dari endapan aluvium yang berumur<br />

holosen.Endapan ini terdiri atas lempung <strong>dan</strong> pasir yang mempunyai ketebalan<br />

berbeda-beda.Di kanan kiri sungai mempunyai ketebalan 1 hingga 3 meter, terdiri<br />

atas kerikil, pasir <strong>dan</strong> lanau.Di daerah pesisir, mempunyai lapisan lempung yang<br />

lebih tebal daripada daerah yang lebih jauh dari laut.<br />

Di sebelah selatan endapan aluvium, terdapat Formasi Damar yang tersusun dari<br />

jenis-jenis batuan sedimen berumur Pleistosen seperti batupasir bertufa,<br />

konglomerat, breksi volkanik <strong>dan</strong> tufa. Selanjutnya terdapat lapisan marin berumur<br />

. '<br />

Miosen-Piiosen yang terdiri atas selang-seling batulempung, napal, batupasir,<br />

konglomerat, breksi volkanik <strong>dan</strong> batugamping.<br />

,<br />

5


Di bagian hulu, terdapat Formasi Panjatan yang secara stratigrafi mirip dengan<br />

Formasi Marin.Formasi batuan berumur Miosen ini tersusun dari batupasir, breksi,<br />

tufa, batulempung <strong>dan</strong> aliran lava.Formasi Panjatan merupakan pemasok utama<br />

material sedimen Delta Sungai Bodri, karena merupakan jenis-jenis batuan sedimen<br />

yang mudah lapuk.<br />

•<br />

; I PETA KELA~~~=·N LER£NG<br />

~.no<br />

••• ~ •• ' ' ••• t .. ~ Cl<br />

-/<br />

,. -<br />

. ... _~·- _,,<br />

~·:l~<br />

~~-<br />

----<br />

..... ""*'~.....a~~<br />

_...,.__ ~.....,~<br />

;::.:;..:-::a-<br />

l.EG£1ClA<br />

-- ..... a...--.... ,t)llf;<br />

.,_,.,_.<br />

-- --<br />

- .-.-....<br />

-~<br />

-~<br />

............-<br />

.<br />

'i~<br />

E<br />

•"--~:..:\~,:-.tl<br />

~--; ~.,.,..<br />

·~o.u<br />

""<br />

-~--.;<br />

""'<br />

.... ~­<br />

•.....<br />

- -~-<br />

'-"'--Dofo-1&•· l&QCO~l!I)O;I<br />

l ........ Oolt' ..... -. ... .-so--.lMI-<br />

~...., ........ -o.n ..... c..,-- :X.<br />

Gambar 2.2. Peta kemiringan lereng DAS Bodri, Jawa Tengah.<br />

2.1.3 Tanah<br />

Di DAS Bodri terdapat tiga jenis tanah yaitu aluvial, mediteran <strong>dan</strong> kompleks<br />

latosol. Tanah aluvial terdapat di daerah dataran <strong>dan</strong> delta Sungai Bodri.Tanah ini<br />

merupakan tanah muda, belum mengalami diferensiasi horison, sehingga masih<br />

dianggap sebagai lapisan.Sebaran jenis tanah di DAS Bodri dapat dilihat pada<br />

Gam bar 2.3.<br />

Tanah aluvial terbentuk akibat banjir pada musim hujan, sehingga mempunyai ciri<br />

morfologi berlapis-lapis yang bukan merupakan horison, karena bukan hasil<br />

perkembangan tanah. Sifat tanah aluvial dipengaruhi oleh sumber b.ah,an asal,<br />

seh ingga kesuburannyapun ditentukan oleh sifat bahan asalnya. Tekstur tanah<br />

aluvial bervariasi, baik vertikal maupun horisontai.Jika banyak mengandung<br />

lem pung, tanah sukar diolah <strong>dan</strong> menghambat drainase.Permeabilitas lambat <strong>dan</strong><br />

, 6


kepekaan terhadap erosi besar, namun erosi tidak mencapa i tingkat lanjut karena<br />

daerahnya datar.Tanah mediteran terdapat di lereng tengah DAS Bodri. Bahan<br />

induk jenis tanah ini adalah tuf vulkan intermedier yang berasal dari breksi volkanik<br />

<strong>dan</strong> lapisan marin.<br />

Jenis tanah yang mendominasi wilayah DAS Bodri adalah kompleks latoso i.Jenis<br />

tanah ini utamanya terdapat di lereng atas, dengan bahan induk batuan sedimen<br />

dari Formasi Panjatan.Latosol telah mengalami pelapukan intensif da<br />

perkembangan tanah lanjut.Ciri morfologi yang utama adala h struktur rema<br />

sampai gumpallemah, dengan konsistensi gem bur. Hasil pe lap ukan tanah di lerer.s<br />

atas akan terangkut <strong>dan</strong> terendapkan di muara sungai.<br />

~-<br />

P£TA .JENIS TAHA>I<br />

o.u IIOORl<br />

,-t~<br />

~;:r:_, ___ ,>JlV<br />

::..:..-..=~.-<br />

~~SJAVfl()oi,NPfWf'TMHHASIONAl<br />

.J~--.... IIIololll c..or-ctM!Illlogoo<br />

.. ;.<br />

-. :;,<br />

~·<br />

.,..2"'1007<br />

,!'MI?=<br />

• • I" • ~ t l 10 I o f • ~ • • -'<br />

,. '<br />

~ '·' ... . :"'·<br />

:,<br />

• .! ~~ ~<br />

·, ~<br />

',<br />

i<br />

-; ·-. ~<br />

··--""<br />

"'<br />

,.,<br />

LEGENOA<br />

--<br />

o-.oo~-....... IO.U)<br />

..............<br />

----<br />

_,_<br />

-~<br />

-<br />

NIIAIItAN<br />

---<br />

--- --,-·<br />

.........._.......<br />

--<br />

~~~---·--­<br />

~-~-O.W-lltOCIO-=-.!III~liiiOl<br />

lProooo ..... CJ,U;(IOIJI'oii ..........,.-..._,IMIOOO<br />

~~-Oflloo


Daerah yang dikategorikan banjir pada Sub DAS ini seluas 7.366 Ha dengan titik<br />

rawan banjir di Kecamatan Patebon, Kecamatan Cepiring <strong>dan</strong> Kecamatan Pegandon<br />

Kabupaten Kendai.Akibat terjadinya banjir tersebut, di beberapa tempat terdapat<br />

tanggul kritis dengan panjang total mencapai + 1.5 km yang tersebar di beberapa<br />

titik.Sementara daerah yang dikategorikan rawan kekeringan meliputi 4,624 Ha<br />

dengan titik rawan kekeringan di Kecamatan Pegandon <strong>dan</strong> Kecamatan Patea n<br />

Kabupaten Kendal.<br />

Sumber air Sungai Bodri berasal dari Gunung Perahu, Gunung Sundoro, Gunung<br />

Baser, Gunung Tengkik <strong>dan</strong> Gunung Ungaran. Sungai Bodri se ndiri ada lah termasu<br />

sungai perenial yaitu sungai yang airnya mengalir sepanjang tahun. Pada musim<br />

penghujan, debitnya cukup tinggi sehingga sering me nyebab kan ba njir di daerah<br />

hilirnya (di daerah dataran). Debit tertinggi umumnya terjadi pada bulan Jan uari,<br />

se<strong>dan</strong>gkan debit terendah umumnya terjadi pada bu lan Juni sampa i Oktobe r.<br />

Aliran Sungai Bodri membawa hasil erosi atau sed im en dari daerah hulu ke hilir<br />

sungai. Jika aliran sungai besar, maka sedimen yang terangkut juga akan besar.<br />

Sedimen yang diangkut oleh aliran Sungai Bodri, jika telah sampa i pada perairan<br />

yang tenang akan diendapkan di mulut sunga inya .<br />

Untuk keperluan irigasi, air dari sungai dapat dimanfaatkan. Dam Juwero dibuat<br />

untuk membelokkan aliran sungai sebagai sumber irigasi daerah pertanian di<br />

sekitar Sungai Bodri.Namun pada musim kemarau, kebutuhan air untuk irigasi tidak<br />

dapat dicukupi dari sungai Bodri.<br />

Ditinjau dari kondisi air tanahnya, tidak semua air tanah mempunyai kualitas yang<br />

baik.Air tanah asin sering dijumpai di daerah pesisir.Pada musim kemarau, salinitas<br />

air tanah semakin tinggi sehingga tingkat keasinannya lebih terasa.<br />

2.1.5 Curah Hujan <strong>dan</strong> Suhu Udara<br />

Hujan rata-rata tahunan pada DAS Bodri mencapai 1.800- 3.000 mm. Curah hujan<br />

tahunan di DAS Bodri cukup tinggi yaitu sekitar 2.556 mm/tahun. Berdasarkan tipe<br />

ikl imnya, menurut klasifikasi Koppen termasuk tipe Af. Tipe iklim Af adalah iklim<br />

hutan hujan tropis (tropical rain forest climate) yang tidak memiliki bulan kering.<br />

Semua bulan mempunyai jumlah curah hujan lebih dari 60 mm. Sebaran curah<br />

hujan tahunan di DAS Bodri ditunjukkan pada Gambar 2.4.Se<strong>dan</strong>gkan Gam_bar 2.5<br />

menunjukkan sebaran curah hujan 3 (tiga) harian di DAS Bodri.<br />

, 8


.<br />

~-<br />

'ETA INTENSITAS CURAH HUJAN TAHUNA<br />

DAS BOORI<br />

,Jj·<br />

.. ;"· ~·<br />

-...::::..... "·,1'<br />

~.<br />

;, '<br />

f'IMr.J»~<br />

""<br />

'.,<br />


Ditinjau dari suhu udaranya, suhu udara rata-rata tahunan tertinggi di DAS Bodri<br />

adalah 28,3°( yang terjadi pada Bulan September, se<strong>dan</strong>gkan suhu udara rata-rata<br />

tahunan terendah sebesar 26,3° C yang terjadi pada Bulan Januari.<br />

2.1.6 Penggunaan Lahan<br />

Penggunaan lahan di DAS Bodri meliputi permukiman, sawah, tegalan, perkebunan<br />

<strong>dan</strong> hutan. Tanah kosong merupakan kelas hutan berupa lapangan dengan kond isi<br />

gundul atau hampir gundul (semak, hutan belukar, tanaman jarang, tana h kosong.<br />

Di wilayah pesisir, penggunaan lahan terbesar berupa tambak ba ik yang dikelola<br />

secara tradisional maupun modern.Penggunaan lahan permukiman umumnya<br />

terdapat di daerah yang dekat dengan sumber air <strong>dan</strong> di tepi jalan yang dilalui<br />

kendaraan bermotor. Tegalan umumnya terdapat di sebela h timur Sungai Bodri,<br />

se<strong>dan</strong>gkan sawah umumnya terdapat di sebelah barat, kare na air tawar lebih<br />

mudah diperoleh.Jenis penutup lahan beserta luasnya dapat dilihat pa da Gamba r<br />

2.6 atau Tabel 2.1.<br />

i<br />

~·~<br />

PETA PENGGUNAAN LAHAN<br />

DAS BODRI<br />

,~(~_<br />

~~ .... ~-<br />

' u.o.--~·--·ooJIM\<br />

OIOIC:.,.II-GtGUlM<br />

-~·-(W()f·...<br />

~~.tul'tV(IOo\NP£U!TAA N tUoSIC»W.<br />

A lbpoo,.._..,.,.illol ... Cllo!'!Dflg141tllllogrlr<br />

'<br />

J<br />

• • I ~ • & I I " I • l • ~ I -'<br />

..<br />

...<br />

.\<br />

!<br />

.F'··;-- '···<br />

'<br />

,& • •• • ,.. ............. "<br />

-.:_ ...... • , .;i<br />

ltll&liOf!AI<br />

""'<br />

,..<br />

lEGENOA<br />

a....(looo


Tabel 2.1. Jenis <strong>dan</strong> luas penutup lahan di DAS Bodri<br />

No Jenis Penutup Lahan Luas (Ha) %<br />

1. Permukiman 6.828 11<br />

2. Kebun 24.231 37<br />

3. Pertanian lahan kering 11.676 18<br />

4. Sa wah 6979 11<br />

5. Semak belukar 6823 11<br />

6. Hutan lahan kering 6.250 10<br />

7. Tambak 1.642 3<br />

8. Tubuh air 538 1<br />

Total 64.968 100<br />

Sumber: Pusat Sumber Daya Alam Darat, Bakosurtanal (2009).<br />

2.1. 7 Penduduk<br />

Penduduk yang bertempat tinggal di dalam DAS Bodri tersebar dari hulu hingga hilir<br />

pada 4 wilayah kabupaten. Menurut data statistik, jumlah penduduk beserta<br />

kepadatannyadi tiap kabupaten/kota di sekitar DAS Bodri seperti tercantum pada<br />

Tabel 2.2 dengan sebaran kepadatan penduduk seperti terlihat pada Gambar 2.7.<br />

l-<br />

PETA TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK<br />

DASBOORI<br />

.......' ... 1.-: ,~ ~ " ·-·<br />

/<br />

........ _.;,.<br />

/<br />

..<br />

I<br />

..<br />

!-<br />

~ .. '. #. •"'~<br />

' ..,._ ...<br />

I<br />

-~2,-<br />

1 _, ___ 1111\IJ<br />

:::.~~=~· 1,.0<br />

WW.If~SIJII',j£J(WIIP£W"JM"'H.I.SIOO'W.<br />

.J,~.W:-Bar;p!W>-.~1M!J8o¥)1<br />

lEGENDA<br />

-- --<br />

----- --·<br />

_._<br />

-~- -~-... ..._I'DI'IG"<br />

.......... .<br />

-<br />

......<br />

-­<br />

. ,.,.,..._<br />

ii<br />

,_,.., l;~~- -~...,<br />

""'<br />

''"-~--Dtv


Tabel 2.2. Jumlah Penduduk <strong>dan</strong> Kepadatannya di DAS Bodri<br />

Kabupaten/Kota Luas Wilayah Jumlah Kepadatan<br />

(km 2 ) Penduduk (jiwa) Penduduk<br />

(jiwa/km 2 )<br />

Kendal 1.002,27 938.115 935,99<br />

Semarang 946,86 900.420 950.95<br />

Temanggung 870,23 700.845 805.36<br />

Wonosobo 984.68 754.447 766,18<br />

Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka, 2008<br />

I<br />

I<br />

2.2 Banjir <strong>dan</strong> Kerentanan<br />

Berbagai kondisi atau tipologi DAS sangat menentukan sifat-sifat banjir yang ada<br />

pada DAS tersebut.Tipologi DAS adalah hal-hal yang berka itan dengan tipe DAS<br />

yang dapat merujuk pada bentuk <strong>dan</strong> kondisi sehingga dapat memudahkan<br />

pengenalan tipe-tipe DAS tertentu.<br />

Karakteristik DAS adalah gambaran spesifik mengenai DAS yang dicirikan oleh<br />

parameter yang berkaitan dengan keadaan morfologi DAS, morfomertri DAS,<br />

hidrologi DAS, tanah, geologi, vegetasi, <strong>dan</strong> manusia.Karakteristik DAS yang<br />

merupakan interaksi dari seluruh faktor yang sangat komplek dimana setiap faktor<br />

terdiri lebih dari satu sub-faktor.<br />

2.2.1 Lahan Rawan Banjir<br />

Pengertian Banjir<br />

Banjir merupakan peristiwa terjadinya genangan di dataran banjir atau daerah<br />

cekungan karena tidak ada pengatusan atau sebagai akibat terjadinya limpasan air<br />

dari sungai yang disebabkan debit sungai melebihi kapasitasnya sehingga meluap<br />

ke daerah tersebut. Daerah di sekitar aliran sungai besar umumnya adalah dataran<br />

banjir yang terbentuk oleh sistem fluvial yang mengakomodasi debit aliran sungai<br />

yang besar <strong>dan</strong> jarang terjadi (Cooke <strong>dan</strong> Doornkamp, 1977).<br />

Banjir juga dapat terjadi ketika muka air laut mengalami kenaikan yang ekstrem<br />

atau di atas daratan pesisir yang disebabkan oleh pasang air laut <strong>dan</strong> gelombang<br />

tinggi. Di banyak wilayah di seluruh dunia, banjir merupakan fenomena. yang paling<br />

banyak menimbulkan kerusakan yang berpengaruh terhadap kondisi sosial <strong>dan</strong><br />

ekonomi penduduk (Smith et al., 1998, dalam Marfai, 2003).<br />

, 12


Banjir terjadi karena a<strong>dan</strong>ya faktor penyebab <strong>dan</strong> faktor lingkungan (Seyhan, 1977).<br />

Faktor penyebab<br />

terjadinya banjir yang utama adalah curah hujan. Dari siklus<br />

hidrologi terlihat bahwa hujan merupakan bagian dari siklus hidrologi, dengan<br />

demikian banjir sebagai proses alam akan selalu terjadi tergantung pada kondisi<br />

curah hujan. Dalam hal ini kejadian banjir juga ditentukan oleh faktor lingkungan<br />

karena perubahan atau transformasi dari curah hujan menjadi banjir merupakan<br />

suatu proses yang juga sangat tergantung pada kondisi lingkungan.<br />

Meskipun hujan merupakan penyebab utama terjadinya banjir, namun banjir tida<br />

selalu terjadi pada semua kejadian hujan <strong>dan</strong> banjir yang terjadi pun tidak se lalu<br />

sama di setiap tempat. Kondisi geologi, bentuklahan, tanah da n penutup lahan<br />

merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh pada proses terjadinya<br />

banjir. Banjir di daerah pesisir bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti hujan<br />

yang tinggi di daerah itu atau pun yang terjadi di daerah hu lu se rta kenaikan muka<br />

air laut.<br />

Banjir di wilayah pesisir secara umum disebabkan oleh faktor ikl im yaitu tingginya<br />

curah hujan <strong>dan</strong> pasang air laut. Banjir di wilayah pesisi r bisa merupakan banjir<br />

lokal yang disebabkan oleh hujan lokal, terutama curah hujan dengan intesitas<br />

yang tinggi <strong>dan</strong> berlangsung dalam periode waktu yang singkat, namun demikian<br />

hujan lebat di daerah hulu juga dapat menyebabkan banjir (banjir kiriman). Selain<br />

itu banjir di pesisir juga bisa terjadi karena a<strong>dan</strong>ya kombinasi antara pasang tinggi<br />

<strong>dan</strong> kenaikan muka<br />

laut serta gelombang yang besar yang berasosiasi dengan<br />

badai yang menyebabkan gelombang laut menjadi besar, yang dikenal dengan<br />

banjir rob. Pada kondisi tertentu gempa bumi, letusan gunung api, longsor lahan<br />

dapat menyebabkan gelombang laut yang besar sehingga dapat menimbulkan<br />

banjir.<br />

Perubahan penggunaan lahan dari wilayah tak terbangun menjadi wilayah<br />

terbangun berpotensi meningkatkan potensi banjir terutama karena berkurangnya<br />

infiltrasi air hujan ke dalam tanah. Wilayah-wilayah yang merupakan daerah banjir<br />

seperti dataran pantai, estuari, <strong>dan</strong> dataran banjir merupakan wilayah yang banyak<br />

dibangun menjadi kawasan industri, perdagangan <strong>dan</strong> permukiman. Pembangunan<br />

wilayah perkotaan dengan segala fasilitasnya serta penambahan jumlah penduduk<br />

akan berpengaruh pada penurunan kapasitas drainase <strong>dan</strong> infiltrasi tanah, sehingga<br />

aliran permukaan menjadi lebih besar.<br />

Setidaknya ada dua pendekatan dalam mengkaji <strong>dan</strong> memetakan lahan daerah<br />

rawan banjir yaitu pendekatan hidrologis <strong>dan</strong> pendekatan geomorfologis.Berikut<br />

uraian singkat mengenai kedua pendekatan ini:<br />

, 13


• Pendekatan Hidrologis<br />

Dengan pendekatan ini, daerah rawan banjir dihitung <strong>dan</strong> dipetakan dengan<br />

menggunakan formula (perhitungan hidrologis) pada sistem daerah aliran sungai,<br />

misalnya yang cukup populer dengan metode rasional. Debit banjir ditentukan<br />

berdasar peluang hujan yang muncul dalam periode waktu tertentu, misalnya 25<br />

tahunan, 50 tahunan, 100 tahunan dll, menyesuaikan kebutuhan data yang<br />

diperlukan guna keperluan perencanaan jembatan, waduk, perumahan, jalan<br />

infrastruktur bangunan dll. Untuk menentukan area rawan bajir diperlukan data<br />

hujan, penggunaan lahan, kapasitas saluran gorong-gorong atau sunga i, lereng <strong>dan</strong><br />

data kontur atau DEM, kemudian debit banjir dihitung salah satunya dengan<br />

metode rasional, namun pendekatan ini tidak dibahas atau diura ikan dalam laporan<br />

ini.<br />

• Pendekatan Geomorfologis<br />

Pendekatan yang kedua dengan cara memetakan banjir berdasar kondisi unit<br />

geomorfologi dimana unit pemetaannya adalah bentuklahan (landform). Dalam<br />

penyusunan peta rawan banjir diperlukan beberapa variabel antara lain peta<br />

penggunaan lahan, peta sistem lahan yang didalamnya terdapat informasi bentuk<br />

lahan. Variabel lain adalah data hujan dasarian <strong>dan</strong> data kejadian banjir. Dengan<br />

data-data tersebut kemudian dapat dilakukan analisis <strong>dan</strong> sintesis dihasilkan<br />

output peta rawan banjir.<br />

Faktor penciri dalam karakterisktik sistem lahan yang dihimpun dari tabel-tabel<br />

entitas pendukung digunakan sebagai dasar penilaian daerah rawan banjir.<br />

Penilaian banjir menggunakan analisa pernyataan logika BOOLEAN. Apabila kondisi<br />

memenuhi faktor penciri, maka sistem lahan dikategorikan RAWAN BANJIR,<br />

se<strong>dan</strong>gkan yang tidak memenuhi dikategorikan TIDAK RAW AN BANJIR.<br />

Sistem lahan adalah suatu daerah atau kumpulan daerah dimana terjadi pola<br />

pengulangan topografi, jenis tanah, <strong>dan</strong> vegetasi (Christian <strong>dan</strong> Stewart, 1968).<br />

Bentuklahan dari konsepsi sistem lahan ini merupakan suatu pola pengulangan<br />

satuan lahan yang ditunjukkan oleh kesamaan sifat morfografi (topografi), tanah,<br />

<strong>dan</strong> vegetasi (penutupan lahan). Faktor lingkungan fisik tersebut digunakan<br />

sebagai faktor penciri dalam penilaian daerah rawan banjir. Sistem lahan yang<br />

dinilai<br />

rawan banjir (mudah terjadi genangan air) atau karena oleh luapan air<br />

sungai yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:<br />

• Merupakan bentuklahan hasil proses fluvial, yaitu suatu proses transportasi<br />

<strong>dan</strong> sedimentasi bahan aluvium oleh aliran sungai<br />

. '<br />

,<br />

14


• Mempunyai topografi datar<br />

• Jenis tanah termasuk lnceptisol atau Entisol <strong>dan</strong> berdrainase terhambat<br />

• Pola drainase berbentuk meandering, recticulate, atau dendritik<br />

2.2.2 Kerentanan Terhadap Banjir<br />

Konsep mengenai kerentanan (vulnerability) sebagai respon terhadap persepsi<br />

yang berorientasi pada kejadian bencana <strong>dan</strong> risiko bencana telah dikemukakan<br />

sejak era 1970an. Salah satu definisi yang paling terkena l ada lah yang<br />

diformulasikan oleh the International Strategy for Disaster Reduct ion (UN "ISO<br />

yang mendefinisikan kerentanan sebagai: "suatu kondisi yang ditentukaq o ,e<br />

faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi <strong>dan</strong> lingkungan, yang mana<br />

meningkatkan kerentanan masyarakat terhadap dampak kejad ian bencana" .<br />

Kerentanan ditentukan oleh dua faktor utama yaitu keterpaparan terhadap bahaya<br />

(hazard exposure) <strong>dan</strong> kapasitas bertahan dalam bahaya (coping capacity). Untuk<br />

mengukur kerentanan ini diperlukan indikator-indikator (contoh indikator dapat<br />

lihat pada Schmidt-Thorne 2004). Terkait dengan sumberdaya air (Unesco, 2010),<br />

menyebutkan bahwa kerentanan dari suatu sistem terhadap bahaya banjir<br />

ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu keterpaparan (exposure), kerawanan<br />

(susceptibility) <strong>dan</strong> ketangguhan (resilience) dalam menghadapi suatu bahaya<br />

tertentu.<br />

Keterpaparan (exposure) merupakan kondisi awal dari suatu sistem yang akan<br />

terkena banjir karena lokasinya berada pada wilayah pengaruh. Dengan demikian<br />

maka keterpaparan (exposure) merupakan nilai dari suatu lokasi pada waktu terjadi<br />

banjir. Terkait dengan penelitian ini maka nilai dari objek yang terpapar adalah<br />

lahan pertanian, meskipun dalam penilaian secara umum dapat berupa barang,<br />

infrastruktur, peninggalan budaya atau penduduknya. Selanjutnya, indikator untuk<br />

komponen ini dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu paparan dari objek (element<br />

at risk) yang berbeda <strong>dan</strong> karakteristik banjirnya.<br />

Kerawanan (suceptibility) berkaitan dengan karakteristik sistem, termasuk<br />

kerusakan yang disebabkan oleh banjir dalam konteks sosial, khususnya<br />

kewaspadaan (awareness) <strong>dan</strong> kesiap-siagaan (preparedness) dari masyarakat yang<br />

terkena banjir terkait dengan risiko dimana mereka tinggal (sebelum terjadinya<br />

banjir), istitusi yang terkait dengan mitigasi <strong>dan</strong> pengurangan pengar~h J)encana<br />

<strong>dan</strong> keberadaan peralatan 'penyelamatan', seperti rute untuk evakuasi yang dapat<br />

digunakan dalam keadaan banjir.Ketangguhan (resilience) terhadap kerusakan yang<br />

disebabkan oleh banjir hanya bisa diperhitungkan berdasarkan kejadian banjir di<br />

, 15


masa lalu, karena fokusnya adalah pada pengalaman-pengalaman yang dimiliki<br />

selama terjadinya banjir <strong>dan</strong> sesudah terjadinya banjir.<br />

2.2.3 lahan Banjir <strong>dan</strong> Pengaruhnya Terhadap Wilayah Pertanian<br />

Kajian mengenai pengaruh banjir pada produksi pangan telah banyak dilakukan<br />

antara lain oleh seperti dikemukakan dalam penelitian yang dilakukan oleh<br />

Octavina et.al 2002, <strong>dan</strong> KLH et.al 2009. Dalam kedua penelitian ini disebutkan<br />

bahwa banjir merupakan salah satu penyebab kegagalan pane n tanaman panga<br />

yang banyak terjadi di Indonesia.<br />

Octavina et.al (2002) mengemukakan dampak atau tingkat kerusakan tanama<br />

pertanian khususnya padi sangat ditentukan oleh la ma genangan banjir, genangan<br />

banjir yang melebihi 3 minggu akan menyebabkan tan aman puso. Sementara itu,<br />

KLH et.al (2009) melakukan melakukan kajian mengenai risiko <strong>dan</strong> adaptasi<br />

terhadap perubahan iklim yang salah satunya menyoroti masalah banjir di Pulau<br />

Lombok. Dalam kajian ini disebutkan bahwa frekuensi <strong>dan</strong> kuantitas cura h hujan<br />

yang berlebihan pada masa menjelang panen (pad i be rumur 95 - 110 hari), maka<br />

kualitas <strong>dan</strong> kuantitas panen akan menurun terlebih apabila frekuensi <strong>dan</strong> curah<br />

hujan yang besar disertai angin kencang akan mengakibatkan batang padi menjadi<br />

rebah. Dengan kata lain, kondisi ekstrim basah pada masa menjelang panen akan<br />

menyebabkan penurunan hasil panen yang didapat.<br />

2.2.4 Adaptasi Terhadap Bencana Banjir<br />

Bagi wilayah tertentu, banjir telah menjadi bagian hidup sehari-hari bagi<br />

masyarakat di daerah tersebut. Berbagai metode untuk mengatasi <strong>dan</strong> mengurangi<br />

dampak banjir telah dikembangkan, baik metode yang telah digunakan selama<br />

puluhan tahun secara turun temurun maupun metode yang berkembang perlahan<br />

seiring waktu <strong>dan</strong> umumnya disesuaikan dengan perubahan-perubahan agroklimat<br />

setempat. Kemampuan adaptasi semacam itu kini dirasakan sangat penting untuk<br />

menghadapi masalah-masalah terkait perubahan iklim, banjir salah satunya. Jika<br />

kegiatan-kegiatan adaptif dilaksanakan lebih intensif, semakin mudah bagi<br />

masyarakat kembali ke kehidupan normal setelah banjir surut.<br />

Pengalaman menunjukan bahwa banyak strategi adaptasi dapat memberikan<br />

manfaat baik dalam penyelesaian jangka pendek <strong>dan</strong> maupun jangk


tingkat teknologi rendah, informasi <strong>dan</strong> keahlian rendah, infrastruktur buruk,<br />

institusi lemah, ketidakadilan kekuasaan, kapasitas sumber daya terbatas; adalah<br />

memiliki kemampuan adaptasi yang lemah <strong>dan</strong> rentan terhadap perubahan iklim.<br />

Berlaku hal yang sebaliknya bagi Negara dengan sumberdaya ekonomi tinggi,<br />

tingkat teknologi tinggi, informasi <strong>dan</strong> keahlian tinggi, infrastruktur baik, institusi<br />

kuat, berkeadilan dalam kekuasaan, kapasitas sumber daya melimpah.<br />

Daya adaptasi terhadap bencana banjir adalah kemampuan suatu sistem untuk<br />

menyesuaikan diri dari bencana banjir dengan cara mengurangi kerusaka n yang<br />

ditimbulkan, mengambil manfaat atau mengatasi perubahan denga n sega la<br />

akibatnya. Adaptasi dapat dilakukan perseorangan maupun secara berkelompo<br />

dalam cakupan wilayah tertentu <strong>dan</strong> merupakan hasil kolaborasi antara<br />

pengalaman <strong>dan</strong> pengetahuan teknis. Adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat<br />

dapat diwujudkan dalam bentuk pengetahuan mengenai langkah-langkah yang<br />

dilakukan apabila terjadi banjir (contoh: panen lebih awal) serta infrastruktur<br />

penahan banjir (contoh: pembuatan tanggul/bendung) atau modifikasi bentuk pola<br />

pertanian (contoh: pembuatan gulu<strong>dan</strong> I pertanian sistim surjan).<br />

Ada enam faktor utama yang membantu masyarakat mengembangkan pertanian<br />

yang adaptif terhadap banjir berdasarkan studi kasus di Uttar Pradesh Timur, Nepal<br />

menurut Wajih (2009), yaitu:<br />

1. lntensifikasi<br />

Pelaksanaan intensifikasi disini yaitu dengan menerapkan kombinasi sistem<br />

penanaman tanaman lain diluar tanaman utama yang selalu terkena banjir.<br />

Apabila terjadi banjir, petani masih dapat memanen dari tanaman sela.<br />

Kegiatan lain yang dilakukan mencakup pembuatan bank benih <strong>dan</strong> biji,<br />

menanam sayur, memelihara ikan, membuat pakan ternak, atau beternak<br />

sa pi.<br />

2. Diversifikasi<br />

Masyarakat mampu beradaptasi karena beragamnya varietas tanaman,<br />

pohon, rumput-rumputan, <strong>dan</strong> hewan serta beragamnya pengetahuan,<br />

keterampilan, pengalaman, <strong>dan</strong> usaha masyarakat. Petani tanpa lahan<br />

mampu mencari nafkah dengan beternak hewan kecil.<br />

3. Tambahan Nilai<br />

Memberi nilai tambah akan meningkatkan manfaat <strong>dan</strong> harga produk.<br />

Contohnya, kelompok-kelompok perempuan setempat memberi nilai tambah<br />

pada produk pertanian dengan cara mengolah padi, susu, tebu, atau sayurmayur<br />

menjadi produk olahan. Meskipun sangat banyak peluang, tetapi<br />

, 17


inisiatif-inisiatif petani belum optimal karena kurangnya sumber daya <strong>dan</strong><br />

informasi.<br />

4. Pengetahuan Teknis Lokal<br />

Berbagai praktik adaptif dalam pertanian memiliki unsur pengetahuan lokal<br />

kuat. Tanpa mekanisme terorganisasi untuk mengembangkan <strong>dan</strong><br />

menyebarkan pengetahuan, masyarakat tidak mampu bertahan menghadapi<br />

banjir <strong>dan</strong> dampak perubahan iklim lainnya. Pengetahuanlah yang membantu<br />

mereka beradaptasi <strong>dan</strong> bertahan hidup. Misalnya pengetahuan mengenai<br />

varietas padi tertentu yang bisa ditanam di daerah banjir, karena tahan a<br />

<strong>dan</strong> cepat tumbuh.<br />

5. Pemasaran<br />

Pasar ternyata merupakan faktor penting dalam adaptasi. Meski petani<br />

mampu menjual produk dari tebu, susu, sayur-mayur, atau ikan, mereka<br />

tidak mendapatkan harga adil untuk produknya.<br />

6. Pengelolaan Daur Tanaman<br />

Para petani menyesuaikan daur tanaman untuk mengurangi kehilangan<br />

tanaman. Strategi umumnya adalah melakukan budi daya prabanjir, saat<br />

banjir <strong>dan</strong> pascabanjir:<br />

• Pembudidayaan prabanjir.<br />

Para petani melakukan budi daya tanaman yang dapat dipanen<br />

sebelum banjir. Mereka memilih varietas yang sesuai <strong>dan</strong> menanam<br />

lebih awal dari biasanya. Ubi jalar, jagung, ketimun, <strong>dan</strong> padi umur<br />

pendek merupakan contoh-contoh tanaman yang dapat dipanen<br />

petani sebelum banjir.<br />

• Pembudidayaan saat banjir.<br />

Petani menggunakan sejumlah tanaman lokal yang tahan terhadap<br />

air. Tanaman ini tumbuh baik bahkan dalam keadaan banjir, antara<br />

lain lili air (Nymphaea, Euryale ferox, Nelumbium speciosum), Cyperus<br />

esculenta, <strong>dan</strong> Ipomoea aquatica.<br />

• Pembudidayaan pascabanjir.<br />

Varietas tanaman yang ditanam seusai banjir dapat membantu<br />

mengganti kerugian akibat banjir. Sejumlah varietas telah<br />

diuji,dikembangkan, <strong>dan</strong> digunakan. Budi daya biji penghasjl minyak,<br />

kentang, kacang arkil, lentil, horse gram, atau melon di pasir ialah<br />

sejumlah contoh yang dilakukan para petani di daerah banjir <strong>dan</strong><br />

tergenang air.<br />

, 18


Penerapan bentuk adaptasi tersebut biasanya terkait dengan kebutuhan <strong>dan</strong><br />

kondisi para petani, semakin buruk kondisi petani, semakin besar kemungkinan<br />

mereka menerapkan pola adaptasi. Faktor-faktor yang menpengaruhi kemampuan<br />

adaptif masyarakat, yaitu: (a) keadaan sumber daya alam di daerah tersebut; (b)<br />

sistem penghidupan <strong>dan</strong> kesempatan pada tingkat lokal; (c) kesempatan<br />

mendatangkan pendapatan di daerah sekitar; (d) infrastruktur, layanan, <strong>dan</strong><br />

fasilitas fisik dasar (misalnya jalan, perumahan, <strong>dan</strong> air minum) pada tingkat lokal;<br />

(e) kepekaan sosio-ekonomi <strong>dan</strong> gender di daerah tersebut; (f) akses masyarakat<br />

terhadap informasi <strong>dan</strong> pengetahuan, serta (g) keberadaan jejaring sosial dalam<br />

masyarakat maupun dengan pemerintah <strong>dan</strong> organisasi sektor formal seperti bank,<br />

ba<strong>dan</strong> pemerintah, <strong>dan</strong> organisasi relawan (Wajih, S.A., 2009) .<br />

Pola adaptasi yang sudah ada di masyarakat hendaknya dapat terdokumentasikan<br />

dengan baik sehingga dapat menjadi suatu informasi yang berguna bagi para petani<br />

dalam menghadapi banjir. Petani diharapkan dapat memiliki akses ke informasi<br />

<strong>dan</strong> sarana yang tepat sehingga mereka akan dapat melakukan sendiri adaptasi<br />

yang dibutuhkan. Contoh penahapan adaptasi dalam pertanian menurut UNDP<br />

(2007) dapat dilihat pada Gambar 2.6 di bawah ini.<br />

ms l OW ms H:!U Jul.S JrJl<br />

-------------<br />

-------- -----------------------.<br />

oF' .;0.'1!'"<br />

1§-ff ~"" ~~<br />

~~ ,c-./JJ ~¢.?; ~<br />

.;#"" ...'-'"' .:!' ~ ~~<br />

~ .,_u ,p" # .,;:;:..<br />

;-{' b-1'- 3-... -1""i; ,b" !t-~(..,.,.... II>~>$>$<br />

~#_c.~_,.~" ~'"' , &' li"<br />

... ~ - ~.7 ~~ ~ ~ ,;; :>!; ..,:,"" ·f" ' """''<br />

' ~~ jl' ;::;"" .f'~ -6 ;f ~ .. ~ ~" .~-- ·.,... ~ ~ . ?'- .#<br />

(,:f;."';-~~'l" ,."~ .. ~.-~ .. ~~·:."<br />

1:t .§''S ~op ~.., / ·~''<br />

"' ~"' ~v ..,.,. ... ~ ~'(t""<br />

~.l' 19" ~~<br />

. ~<br />

H ; ~~ ntry P.: port. 2•:X:•'<br />

Gambar 2.8. Penahapan adaptasi dalam pertanian (UNDP, 2007).<br />

,<br />

19


BAB Ill. TUJUAN DAN MANFAAT<br />

3.1 Tujuan<br />

Penelitian ini dimulai dari mengkaji permasalahan fisik wilayah untuk memahami<br />

karakteristik banjir, dampaknya banjir terhadap produksi pangan <strong>dan</strong> bagaimana<br />

adaptasi yang dilakukan telah dilakukan terhadap banjir di daerah penelitian.<br />

Analisis fisik wilayah penelitian dengan menggunakan data multi-temporal yang<br />

dikombinasikan dengan analisis multi-resolusi, digunakan untuk melakukan kajian<br />

pola <strong>dan</strong> sebaran bencana banjir. Analisis yang didunakan dalam peneltian ini<br />

dengan menggunakan analisis penggunaan lahan atau pentup lahan dengan<br />

pendekatan, spasial, temporal, ekologis <strong>dan</strong> sosial-ekonomis untuk keperluan<br />

kajian yang mendalam tentang<br />

untuk mendukung "Evaluasi Adaptasi Daerah<br />

Rentan Banjir Untuk Kawasan Pertanian Pantura Dengan Pendekatan Geospasial" .<br />

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:<br />

1) Melakukan identifikasi fisik terhadap, pola <strong>dan</strong> dinamika sebaran banjir di<br />

wilayah dataran pesisir Pantai Utara Jawa dengan sampel area di DAS Bodri<br />

Provinsi Jawa Tengah, sebagai lokasi uji untuk analisis dampak banjir<br />

terhadap produksi pangan<br />

2) Melakukan kajian perilaku adaptasi masyarakat (bentuk kearifan lokal) <strong>dan</strong><br />

pemerintah (bentuk kebijakan) dalam menghadapi banjir di wilayah DAS<br />

Bodri, Jawa Tengah.<br />

3.2 Manfaat<br />

Penelitian ini dimaksudkan agar dapat :<br />

1) Memberi kontribusi pada pengembangan teori, konsep <strong>dan</strong> metodologi<br />

dalam melakukan kajian identifikasi pola <strong>dan</strong> sebaran bajir untuk memahami<br />

karakteristik bajir dalam hubungannya dengan dampak produksi pangan<br />

khususnya di kawasan pesisir.<br />

2) Memberi masukan pada para pengambil keputusan terutama terkait dengan<br />

penataan ruang untuk mendukung pengelolaan banjir serta merumuskan<br />

strategi kebijakan ketahanan pangan nasional, diwilayah yang sangat rentan<br />

terhadap banjir<br />

3) Memberi kontribusi pada optimalisasi perencanaan tata ruang khususnya<br />

dalam membantuk pola-pola adaptasi banjir yang sesuai dengan karakter<br />

fisik <strong>dan</strong> karakter sosial ekonomi masyarakat.<br />

, 20


BAB IV. METODE PENELITIAN<br />

4.1 Metode Pelaksanaan Penelitian<br />

Metoda penelitian yang digunakan terkait dengan objek penelitian adalah<br />

metoda survei, yaitu menekankan observasi <strong>dan</strong> pengukuran terhadap variabel<br />

yang digunakan untuk analisis karakterisrik banjir di wilayah Ia han pertanian <strong>dan</strong><br />

perikanan; yang dilengkapi dengan analisis data spasial <strong>dan</strong> data sosial ekonomi<br />

kependudukan di wilayah penelitian. Sebelum survey lapangan dilakukan, data<br />

spasial dalam bentuk peta-peta tematik yang mendukung <strong>dan</strong> citra<br />

penginderaan jauh dianalisis sehingga survei lapangan dapat dilakukan dengan<br />

lebih efisien.<br />

Teknik pengambilan data pada penelitian ini dengan menggunakan sampel.<br />

Sampel yang diambil terkait dengan variabel yang diukur. Mendasarkan pada<br />

objek kajian, teknik pengambilan sampel dengan menggunakan non-probability<br />

sampling. Alasan menggunakan teknik pengambilan sampel ini adalah jumlah<br />

kejadian banjir, pola, <strong>dan</strong> distribusi tidak diketahui secara pasti serta kondisi<br />

ekosistem terutama masyarakat petani <strong>dan</strong> nelayan yang heterogen, sehingga<br />

tidak tepat apabila dilakukan dengan cara acak (random). Beberapa<br />

pertimbangan yang digunakan dalam penentuan sampel adalah satuan<br />

bentuklahan pada ekosistem wilayah dataran rendah pesisir terutama<br />

dikawasan delta dengan asumsi di daerah penelitian, yaitu: bentukan asal<br />

fluvial, bentukan asal marin <strong>dan</strong> bentukan asal fluvio-marin.<br />

Ditinjau dari metoda analisis, penelitian ini bersifat kuantitatif, untuk mengukur<br />

pola <strong>dan</strong> dinamika kejadian banjir. Metoda ini akan diterapkan di daerah<br />

penelitian sesuai dengan variabel yang ada dalam metoda tersebut. Bentuk<br />

pemanfaatan lahan agraris adalah: (a) bentuk pemanfaatan lahan yang<br />

diklasifikasikan sebagai lahan pertanian <strong>dan</strong> perikanan (tambak) yang<br />

berasosiasi dengan kawasan terbangun (permukiman), <strong>dan</strong> (b) bentuk<br />

pemanfaatan agraris khususnya area bervegetasi yang berasosiasi dengan<br />

sektor pedesaan yang lain. Selain itu juga terkait dengan proses perub~han<br />

fungsi dari pemanfaatan Ia han. Se<strong>dan</strong>gkan varia bel dari karakteristik ya~g 'akan<br />

dikaji adalah, (a) fisiografi (morfometri) {b) batuan/tanah (c) vegetasi<br />

(penggunaan/penutup lahan) (d) proses.<br />

, 21


Untuk menganilisis peru0a:...:,.. :::~~~ up lahan <strong>dan</strong> dinamika kepesisiran<br />

digunakan data citra peng ~:::::'":::::- , a ~.~1 multi-waktu yang diintegrasikan <strong>dan</strong><br />

dianalisis dalam sistim in ~ o........, as l geografis (SIG). Sementara penilaian<br />

kerawanan fisik wilayah terr- acap banjir dianalisis berdasarkan kondisi fisik<br />

wilayah. Beberapa variabel 'Jang menentukan kerawanan secara fisik antara lain<br />

bentuk lahan, penutup lahan <strong>dan</strong> kemiringan lereng. Sementara nilai<br />

kerentanan dinilai berdasa rkan objek dalam risiko yaitu lahan pertanian <strong>dan</strong><br />

kesiap-siagaan penduduk dalam menghadapi bencana yang diperoleh dari<br />

pengamatan/wawancara di lapangan. Data mengenai adaptasi diperoleh dari<br />

pengamatan lapangan <strong>dan</strong> wawancara dengan penduduk di daerah penelitian.<br />

SRTM, Topografi,<br />

Geologi, Sistem<br />

Lahan, Bentuklahan,<br />

Citra Satelit<br />

BANJIR Dl WILAYAH PESISIR<br />

~---+---1 Multitemporal (Landsat,<br />

, PANTURA i Aster, ALOS, dll)<br />

_______________ .. _____________________ 1·---------------------------------------------------------------------------------------- -r·---------------------·------------------<br />

Driving factor<br />

Terhadap perubahan alokasi ruang :<br />

(manusia, infrastruktur, kapital,<br />

lainnya)<br />

I<br />

l<br />

BENTUK LAHAN : Karakteristik Karakteristik ~ PENGGUNAAN<br />

WILAYAH DAS i Lokasi Ruang Kebutuhan i LAHAN<br />

BODRI i pada tiap Tipe Ruang pada tiap , (Lahan Pertanian <strong>dan</strong><br />

[ Guna Lahan Guna Lahan : Perikanan)<br />

~~~:.: .. ":~=; !<br />

................ ···· ·· ················· ···························· ................ ) ... '<br />

-H;<br />

DAS Bodri, i i<br />

Morfologi, [ KARAKTERISTIK Perubahan Pola,<br />

Morfometri, [ BANJIR DAS BODRI :.· Bentuk, <strong>dan</strong> Arah<br />

Morfografi <strong>dan</strong> : : Guna/Penutup Lahan<br />

Morfokronologi,<br />

i<br />

i<br />

I .. I MODEL ADAPT ASI BANJIR J.. I<br />

Gam bar 4.1. Metode Penelitian<br />

,<br />

22


4.2 Jenis Data <strong>dan</strong> Macam Data<br />

Penelitian ini menggunakan data primer <strong>dan</strong> data sekunder. Kedua macam data<br />

tersebut meliputi data bentang lahan, hidrologi <strong>dan</strong> sosial-ekonomi. Data<br />

sekunder terdiri dari data spasial beserta atribut yang telah tersedia <strong>dan</strong><br />

dianalisis guna memperoleh gambaran umum mengenai kondisi wilayah secara<br />

komprehensif. Data primer merupakan data yang disadap langsung mela lui<br />

pengamatan, pengukuran, dokumentasi maupun interview/wawancara.<br />

• Data Primer<br />

a) Data yang dikumpulkan langsung dari survei lapanga n berupa<br />

penggunaan lahan, kejadian banjir, <strong>dan</strong> adaptasi yang dilakukan ole<br />

masyarakat dalam menanggulangi bahaya ba njir.<br />

• Data Sekunder<br />

a) Data numerik antara lain: Data Statistik1985-2008, Data Pokok<br />

Pembangunan Provinsi Jawa Tengah, Data Pokok Pembangunan<br />

kabupaten/kota, Data lnfrastruktur Pekerjaan Umum, Data<br />

lnfrastruktur Perhubungan, Data lnfrastruktur Perekonomian, Data<br />

Statistik Pertanian.<br />

b) Peta tematik, antara lain: peta geologi, peta sistem lahan, peta<br />

bentuklahan, peta kawasan pesisir, peta penggunaan lahan, peta<br />

penutup lahan, peta status lahan,<br />

c) Data terkait dengan kebijakan pemanfaatan/penggunaan ruang.<br />

Pengelompokan data primer <strong>dan</strong> data sekunder yang digunakan dalam<br />

penelitian ini dapat dilihat pada Tabel4.1.<br />

4.3 Alat <strong>dan</strong> Bahan<br />

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas peralatan lapangan<br />

<strong>dan</strong> peralatan laboratorium. Peralatan lapangan yang digunakan yaitu: (GPS),<br />

<strong>dan</strong> Field Data Recorder, Kamera Digital, peta RBI.<br />

Peralatan laboratorium<br />

terdiri atas: Personal Computer <strong>dan</strong> Laptop, dengan software pemrosesan<br />

digital citra satelit <strong>dan</strong> GIS , MS office (Word Processing, power point) serta<br />

Printer.<br />

Untuk wawancara di lapangan juga disusun kuesioner untuk mengumpulkan<br />

informasi mengenai banjir <strong>dan</strong> hal-hal yang terkait serta adaptasi dari penduduk<br />

terhadap banjir.Peralatan yang digunakan dalam penelitian yang digunakan<br />

, 23


dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.2, se<strong>dan</strong>gkan bahan yang<br />

digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.3.<br />

Tabel 4.1. Jenis Data Penelitian<br />

No Kelompok Macam/Jenis Data Primer Macam/Jenis Data<br />

Data<br />

Sekunder<br />

No<br />

1 La han • Bentuklahan, kelerengan • Peta RBI<br />

• perlapisan batuan, genesis<br />

• Peta Tanah<br />

• Tebal, struktur, tekstur, <strong>dan</strong> • Peta Geolog .<br />

permeabilitas tanah, kesuburan •<br />

• Jenis penutup <strong>dan</strong> penggunaan •<br />

lahan, dll<br />

2 Hidrologi • Kualitas air, ked ala man air tana h •<br />

• Jenis konservasi dalam<br />

pengelolaan air, dll<br />

I<br />

Citra sate -:<br />

Citra 5~--..·<br />

Da~a ::~ ! ~ ·SU:iSa]<br />

• Jata =~ ra ii li~Jar ..<br />

:er:Jera:..:r, d:J<br />

3 Sosial- • Jumlah penggunaan air untuk • Jum ah penduduk,<br />

Ekonomi pertanian komposisi penduduk<br />

Nama alat<br />

• Tingkat pengetahuan penduduk<br />

mengenai banjir<br />

• Bentuk adaptasi penduduk<br />

terhadap banjir<br />

• Tingkat pendapatan penduduk<br />

tani <strong>dan</strong> non-tani, dll<br />

Tabel 4.2. Alat Pengumpulan Data<br />

• Tingkat pendidikan<br />

penduduk, tingkat<br />

kesejahteraan<br />

penduduk<br />

• Data komoditas<br />

panen wilayah, dll<br />

Kegunaan<br />

1 PC Komputer yang Sebagai media penyimpanan, pengolahan, <strong>dan</strong><br />

dilengkapi dengan software penampilan data <strong>dan</strong> hasil penelitian;<br />

pengolah citra penginderaan Software untuk mengolah citra penginderaan jauh<br />

jauh <strong>dan</strong> software SIG<br />

untuk menghasilkan peta tematik terutama peta<br />

liputan lahan;<br />

Sebagai alat untuk mengolah semua data spasial<br />

<strong>dan</strong> atribut yang digunakan dalam penelitian, <strong>dan</strong><br />

menampilkannya dalam peta .<br />

2 Alat-alat survei lapangan Deskripsi, identifikasi <strong>dan</strong> pengambilan sampel<br />

terhadap obyek yang diobservasi di lapangan<br />

3 Kuesioner<br />

Deskripsi kondisi sosial ekonomi <strong>dan</strong> adaptasi dari<br />

penduduk terhadap banjir.<br />

. '<br />

,<br />

24


4.4 Tahapan Penelitian<br />

4.4.1 Pemilihan Lokasi<br />

Lokasi penelitian ini merupakan bagian ekosistem dataran rendah wilayah<br />

Pantai Utara Jawa Tengah dengan pengaruh rezim perkembangan <strong>dan</strong> dinami ka<br />

Sungai Bodri.Secara alami, wilayah ini dipengaruhi oleh material vu lkan ik yang<br />

subur <strong>dan</strong> Pengunungan Struktural sebagai basis pertanian yang intensif. Sela '<br />

itu wilayah ini juga memiliki wilayah hinterland yang sangat rentan terhada<br />

denudasi <strong>dan</strong> erosi yang mengakibatkan pada setiap musim hujan a .. a<br />

menerima limpahan air <strong>dan</strong> sedimen yang sangat besar ke Laut Ja.•.a . •·a""g<br />

membentuk perkembangan Delta Bodri. Secara ekonomi, wilayah ini<br />

bagian dari pegembangan Kawasan Kendal atau Penge mbangan Ekonomi Bagian<br />

Barat Kota Semarang.<br />

Gam bar 4. 2. Lokasi Penelitian<br />

4.4.2 Tahap Pelaksanaan<br />

• Pra survei lapangan<br />

Tahap persiapan mencakup segala hal yang diperlukan dalam mendukung<br />

kegiatan lapangan. Tahap ini sebagian besar dilakukan di perpustakaan <strong>dan</strong> di<br />

la boratorium, secara detail terlihat pada Tabel 4.3.<br />

,<br />

25


label 4. 3. Tahap Persiapan Penelitian<br />

TAHAP KEGIATAN SASARAN<br />

PERTAMA 1. Kajian Pustaka 1. Memperoleh teori-teori terkait<br />

dengan banjir <strong>dan</strong> adaptasi banjir<br />

2. Pengumpulan data 2. Mendapatkan data pendukung untuk<br />

sekunder<br />

memahami permasalahan serta untuk<br />

merumuskan permasalahan di wilayah<br />

penelitian<br />

3. Persiapan peta 3. Pemahama n umum wilayatt :Je1


erdasa rka n a sc .... :-:-_:: m :;xim ;_,-.-., 'ikelihood, karena berdasarkan<br />

penelitian-pe ne tl2"' s:~I;; mnya t.1ather, 2004; Jensen, 2005) algoritma<br />

ini telah terbukt' me ~ ~:...,lr· a"' "asi, yang pa ling akurat, khususnya apabila<br />

kategorisasi pe nutup 12"' 2 " ;a"'g dijadikan kl as informasionalnya. Untuk<br />

bisa menurunkan peta pem .. n .. p lahan dengan akurasi yang tinggi (di atas<br />

90%), maka citra sate t perlu disampel dengan memperhatikan jumlah<br />

piksel minimal 100 untuk setiap kategori, <strong>dan</strong> tingkat separabailitas antar<br />

sampel berdasarkan metode Transformed Divergence ataupun Jeffries­<br />

Matushita (J ense n, 2005) di atas 1.7, apabila perangkat lunak ENVI ang<br />

digunakan, atau di atas 1700 apabila perangkat lunak ERDAS Imagine<br />

yang dipaka i. Se lanjutnya melakukan analisis pada aspek dimensi spasial<br />

yang mengga mbarkan pola spasial fenomena penutup lahan, meliputi<br />

keteraturan, ukura n unit di dalamnya (misalnya bangunan), bentuk, <strong>dan</strong><br />

ukuran bisa diperoleh dengan interpretasi visual maupun segmentasi<br />

berbasis objek.<br />

b. Tahap Ekstraksi lnformasi Satuan Bentuklahan<br />

Peta satuan me<strong>dan</strong> diperlukan sebagai kontrol, di mana hasil klasifikasi<br />

multispektral dibatasi pemberlakuannya melalui suatu himpunan 'objek' .<br />

Object-based classification, selain memanfaatkan peta dimensi spasial<br />

penggunaan lahan, juga memanfaatkan satuan-satuan bentuklahan,<br />

karena diasumsikan bahwa setiap satuan bentuklahan tertentu<br />

mempunyai karakteristik me<strong>dan</strong> yang spesifik pula, yang menentukan<br />

kehadiran penggunaan lahan tertentu. Pemetaan satuan-satuan<br />

bentuklahan dilakukan dengan pendekatan aspek morfologi,<br />

morfokronologi, morfoaransemen, <strong>dan</strong> morfometri digunakan sebagai<br />

dasar penentuan material induk, ekspresi relief, <strong>dan</strong> intensitas prosesnya.<br />

Hasil pemetaan ini nantinya dikaitkan dengan informasi di lapangan, yaitu<br />

berupa penggunaan Ia han yang dominan <strong>dan</strong> faktor-faktor penyebabnya.<br />

c. Tahap lntegrasi Peta Penggunaan Lahan <strong>dan</strong> Bentuklahan<br />

Peta-peta dimensi spektral, spasial, <strong>dan</strong> satuan bentuklahan kemudian<br />

diintegrasikan dengan memperhatikan faktor-faktor di lapangan yang<br />

menentukan kemunculan penggunaan lahan.<br />

. \<br />

Proses klasifikasi ·ini<br />

merupakan knowledge-based classification yang mengintegrasikan<br />

pengolahan citra digital penginderaan jauh <strong>dan</strong> Sistem informasi geografi<br />

, 27


Hasil dari tahap ini adalah peta penggunaan lahan yang menggambarkan<br />

aspek fungsi sosial-ekonomi (misalnya permukiman, industri, sawah).<br />

• Survei Lapangan<br />

Tahap ini dimaksudkan untuk tujuan verifikasi data hasil interpretasi serta<br />

pengumpulan data primer melalui wawancara singkat, pengamatan <strong>dan</strong><br />

pengukuran secara langsung di lapangan, selanjutnya hasi l data lapanga<br />

melakukan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini. Ana lisa data<br />

adalah meliputi tiga aspek utama, yaitu analisis pola da n se baran banjir, a~a .i s is<br />

dampak banjir terhadap produksi pangan <strong>dan</strong> pola da n adaptasi terhadao oa".T<br />

baik yang dilakukan oleh masyarakat <strong>dan</strong> pemerinta h.<br />

• Pasca Lapangan<br />

Pada tahap ini dilakukan pengolahan data lapangan berupa tabulasi <strong>dan</strong> analisis<br />

data yang diperoleh dari wawancara, yang dilanjutkan dengan analisis data.<br />

• Analisis Data<br />

Analisis data spasial akan dilakukan untuk menghasilkan peta agihan bahaya<br />

banjir <strong>dan</strong> peta tingkat kerawanan banjir. Peta bahayaakan menggambarkan<br />

lokasi bencana banjir beserta intensitasnya. Se<strong>dan</strong>gkan peta kerawanan akan<br />

ditentukan dari cakupan bencana (hazard exposure) <strong>dan</strong> kapasitas menghadapi<br />

bencana (coping capacity).<br />

4.4.3 Pemetaan Potensi Banjir<br />

Untuk keperluan analisis banjir diperlukan dukungan data kapasitas saluran<br />

sungai <strong>dan</strong> debit sungai, baik debit rata-rata maupun debit puncak untuk<br />

mengetahui kemampuan sungai untuk mengalirkan airnya ke muara, disamping<br />

data periode ulang banjir. Dengan melimpahkan air dari saluran sungai, maka<br />

lahan yang ledok akan tergenang. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis<br />

bentuklahan, sehingga dapat diketahui daerah-daerah yang rawan mengalami<br />

penggenangan.<br />

Wawancara dengan penduduk juga diperlukan untuk mengetahui luasan, tinggi<br />

muka air atau kedalaman penggenangan, frekuensi banjir da~ .fama<br />

penggenangan. Gabungan antara data sekunder, data pengamatan lapangan,<br />

<strong>dan</strong> data wawancara penduduk dianalisis untuk memperoleh tingkat kerawanan<br />

bencana banjir.<br />

, 28


Penentuan Peta Potensi 3a";':r ·c"'".,asll\·an dari hasil t umpang-susun antara Peta<br />

Lereng, Peta Pe nutup la"'a~ :>e~a 3entuk Lahan, <strong>dan</strong> Peta Tanah. Proses<br />

tumpang-susun dilakukan oe"ga"' "letode perka lian antara skor dari masingmasing<br />

peta inp ut/ masukan. -1asil akhir da ri proses tumpang-susun<br />

diklasifikasikan kem ba li menjad i empat kelompok, yaitu:l}. Potensi Tinggi,2).<br />

Potensi Se<strong>dan</strong>g,3}. Potensi Rendah, <strong>dan</strong> 4}. Tidak Berpotensi.<br />

Secara konseptual data yang dibutuhkan unt uk analisis <strong>dan</strong> menentukan peta<br />

rawan bencana ba njir ada lah sebaga imana disajikan pada Gambar 4.3 di bawah<br />

ini.<br />

Peta Tanah<br />

(infiltrasi)<br />

Peta Lereng<br />

Pet a<br />

Bentuk Lahan<br />

Peta Penutup Lahan<br />

& koefisien limpasan<br />

skoring<br />

Uji lapangan<br />

Peta<br />

Potensi Banjir<br />

Gambar 4. 3. Metode pemetaan potensi banjir<br />

4.4.4 Evaluasi Adaptasi Terhadap Banjir<br />

Adaptasi merupakan perilaku masyarakat dalam menghadapi bahaya banjir<br />

dengan tujuan untuk mengurangi risiko. Adaptasi yang dilakukan oleh<br />

masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk pengetahuan mengenai langkahlangkah<br />

yang dilakukan apabila terjadi banjir (contoh: panen lebih awal) serta<br />

infrastruktur penahan banjir (contoh: pembuatan tanggul/bendung) atau<br />

modifikasi bentuk pola pertanian (contoh: pembuatan gulu<strong>dan</strong> I pertanian<br />

sistim surjan).Bentuk-bentuk adaptasi ini diperoleh dari hasil pengamatan <strong>dan</strong><br />

wawancara dengan masyarakat di daerah penelitian.<br />

, 29


BAB V. <strong>HASIL</strong> DAN PEMBAHASAN<br />

Tujuan dari penelitian ini yaitu mengkaji permasalahan fisik wilayah untuk<br />

memahami karakteristik banjir, dampak banjir terhadap produksi pangan <strong>dan</strong><br />

adaptasi terhadap banjir di daerah penelitian. Kajian kondisi fisik wilayah terka it<br />

dengan banjir dilakukan dengan analisis morfometri daerah aliran sunga i hingga<br />

penyusunan peta kerawanan. Sejarah kejadian banjir merupaka n bagian ya,.,g<br />

sangat penting dalam analisis ini. Sementara itu, adaptasi terhada p banjir diga1 ca<br />

hasil survei lapangan yaitu dengan wawancara dengan pe nduduk <strong>dan</strong> ::;.,~ .•b<br />

masyarakat, disamping dari pola penggunaan lahan yang dianalisis dari o:'C sate•··<br />

Survei lapangan telah dilaksanakan pad a Bulan Juni <strong>dan</strong> Oktober 201.C Be .......<br />

uraian hasil analisis karakteristik banjir <strong>dan</strong> adaptasi terhadap banji OAS Bodri,<br />

Jawa Tengah.<br />

5.1 Analisis Morfometri DAS Bodri<br />

a. Kemiringan dasar sungai<br />

Kemiringan dasar sungai pada bagian hulurelatif curam (>0.06), se<strong>dan</strong>gkan pada<br />

bagian tengah memiliki kemiringan dasar se<strong>dan</strong>g yaitu berkisar antara >0.003 <strong>dan</strong><br />


c. Rasio debit maksimum <strong>dan</strong> minimum<br />

Debit maksimum rata-rata Sungai Bodri adalah sebesar 19,28 m 3 /detik <strong>dan</strong> debit<br />

minimum rata-rata adalah 0,15 m 3 /detik, dengan demikian rasionya sebesar 128,5<br />

mengindikasikan DAS Bodri dalam kategori jelek (lebih dari 120L hal ini<br />

mengindikasikan kekurangan air pada saat kemarau <strong>dan</strong> terjadi banjir pada musim<br />

hujan.<br />

5.2 Peta Rawan Banjir<br />

Peta rawan banjirditentukan berdasarkan analisis data spasia l diantaranva data<br />

histori terjadinya genangan, penutup lahan, hujan tiga harian, geo<br />

terutama klas lereng <strong>dan</strong> kontur (titik ketinggian) . Overlay dari lima data ,'a"g<br />

sudah di tentukan pembobotnya kemudian diklasifikasi tingka<br />

erawanan<br />

banjirnya menjadi 4 klas kerawanan yaitu kerawanan t inggi, seda ng, rendah, <strong>dan</strong><br />

aman.<br />

Matrik yang digunakan sebagai dasar anal isis tingkat kerawanan banjir<br />

dapat dilihat pada Tabel 5.1.<br />

Tabel 5.1. Penilaian faktor-faktor yang mempengaruhi rawan banjir.<br />

- -<br />

No. Variabel Substansi Bobot<br />

1. Histori Kejadian Banjir - Sering banjir 2<br />

- Rawan genangan 1<br />

- Tidak ada banjir 0<br />

2. Penutupan lahan - Pemukiman 5<br />

- Sawah/Tambak 4<br />

- La<strong>dan</strong>g/Tegalan 3<br />

- Semak Belukar 2<br />

- Hutan 1<br />

3. Curah hujan tiga harian - >50 mm 4<br />

- 30-40 mm 3<br />

- 20-30 mm 2<br />

- 10 m 1<br />

- Lereng > _1%, t1_> 10 m 0<br />

Hasil integrasi data rawan genangan air, penutup lahan, <strong>dan</strong> curah hujan dasarian<br />

menjadi peta sintesis rawan banjir. Berdasarkan sebaran nilai bobot yang<br />

tersimpan dalam basisdata sintesis rawan banjir, tingkat kerawan . banjir<br />

diklasifikasikan menjadi 4 klas, yaitu: tinggi (11-13), se<strong>dan</strong>g (7-10), ren'dah (4-6),<br />

<strong>dan</strong> aman (1-3).<br />

, 31


Kerawanan tinggi (warna merah) berarti berisiko terjadi kerugian materi bernilai<br />

ekonomi tinggi bahkan jiwa dengan kejadian banjir tiap tahun pada bulan-bulan<br />

basah .<br />

Kerawanan se<strong>dan</strong>g (warna kuning) berarti berisiko terjadi kerugian materi bernilai<br />

ekonomi tinggi tetapi tidak ada korban jiwa (tidak ada permukiman) dengan<br />

kejadian banjir tidak setiap tahun pada bulan-bulan basah .<br />

Kerawanan rendah (warna ungu) berarti berisiko terjadi kerugian materi bemila·<br />

ekonomi tidak tinggi <strong>dan</strong> tidak ada korban jiwa (tidak ada permukiman) dengan<br />

kejadian banjir lebih dari lima tahunan pada bulan-bulan basa h.<br />

Tidak rawan atau aman (berwarna hijau)<br />

O£u.~<br />

f·'<br />

~<br />

"<br />

~"<br />

-<br />

""<br />

--<br />

;.;;:1~----<br />

::.-=..-..:.~.-<br />

ao.GM~•~-..rwt"lo-.'fPf"'(TANI~<br />

~...,.-a.-~• C....,.-11 .....<br />

LEGENOA<br />

-~...---flio'$1<br />

----··<br />

--·<br />

l'l:ltM.._.NO.lN<br />

----<br />

-<br />

I'IU.IIIIAW ____ ,.....__<br />

,_. ____ ,_ __<br />

Gambar 5.1. Peta kerawanan banjir di bagian hilir DAS Bodri, Jawa Tengah.<br />

Hasil analisis yang di tunjukkan pada Gambar 5.1. Kerawanan banjir se<strong>dan</strong>g sampai<br />

tinggi terjadi di empat kecamatan yaitu Kecamatan Brangsong, Kecamatan<br />

Cepiring, Kendal Kota, <strong>dan</strong> Ngampel. Hasil analisis ini sesuai dengan pengamatan<br />

lapangan <strong>dan</strong> kejadian yang pernah ada (sesuai catatan sejarah banjir pada daerah<br />

tersebut).<br />

Catatan dari kejadian banjir yang direkam adalah sebagai berikut:<br />

• tinggi muka air <strong>dan</strong> data debit sungai Plumbon pada tanggal 7 Pebruari 2009<br />

jam 02.00 Wib adalah : TMA = 200 em, Debit= 121.600 lt/det (SIAGA 1),<br />

, 32


• tinggi muka air <strong>dan</strong> C:ara c:: ~: st.-sa 3odri pada tanggal 7 Pebruari 2009 jam<br />

24.25 Wib ada lah: T'-.':. = 3-!Dcr Jeoit = 946.000 lt/det (Siaga I)<br />

• tinggi muka air <strong>dan</strong> data c:::J ~ L"ga' Blorong pada tanggal 8 Pebruari 2009 jam<br />

03.00 Wib adala h: TMA = :_:-.! c~ Debit = 309.000 lt/det.<br />

Gambar 5. 2. Kenampakan daerah rawan banjir pada citra satelit ALOS <strong>dan</strong> citra Quickbird.<br />

Peristiwa ini menyebabkan terjadinya luapan sungai utama DAS Bodri cukup besar<br />

<strong>dan</strong> menggenangi wilayah Kecamatan Brangsong, Kecamatan Cepiring, Kendal Kota<br />

<strong>dan</strong> Ngampel. Jalan Sukarno-Hata (jalur Pantura <strong>dan</strong> rei kereta api tergenang<br />

setinggi 50-100 em. Kerugian yang ditimbulkan adalah: jumlah penduduk<br />

mengungsi = 200 KK; jumlah rumah terendam = 12.000 unit; jumlah lahan<br />

pertanian tergenang = 107 ha; jumlah Tambak Rusak = 50 ha; jumlah sekolahan<br />

tergenang = 12 unit; jumlah kantor instansi tergenang = 11 unit. Akses jalan<br />

pantura (Kendal -Semarang) macet total10 jam; Jalur kereta api Jakarta-Surabaya<br />

macet total <strong>dan</strong> harus dialihkan ke jalur selatan.<br />

Daerah yang secara alami memiliki karakteristik rawan banjir yang dapat dijumpai<br />

adalah pada kawasan sekitar pesisir <strong>dan</strong> muara sungai, dataran banjir (flood plain<br />

areaL sempa<strong>dan</strong> sungai, <strong>dan</strong> daerah cekungan. Banjir bisa disebabkan oleh hujan<br />

,<br />

33


maupun karena kenaikan muka air laut (rob) (lihat Gambar 5.2.). Wilayah-wilayah<br />

tersebut adalah sebagai berikut:<br />

a. Kawasan pesisir <strong>dan</strong> muara (estuarine).<br />

Kawasan ini merupakan dataran rendah dengan elevasi hampir sama dengan ratarata<br />

muka air laut bahkan bisa lebih rendah dari muka air laut <strong>dan</strong> berdekatan<br />

dengan muara sungai. Keadaan menjadi sangat lebih buruk ketika banjir terjadi<br />

berbarengan dengan air laut yang se<strong>dan</strong>g pasang disertai pula ombak yang tingg·<br />

maka genangan menjadi lebih lama <strong>dan</strong> dalam. Gambar 5.3 merupakan con•,.. ...<br />

muara sungai.<br />

Gambar 5. 3. Kawasan muara sungai DAS Bodri.<br />

Tabel 5.2. Kedalaman genangan banjir di kawasan muara<br />

No. Keeamatan Des a Kedalaman genangan Dampak/kerugian<br />

1. Cepiring Sidomulyo 10-50 em Pertanian sawah<br />

Kalirejo 10-60 em Pertanian sawah<br />

Rejosari 10-40 em Pertanian sawah<br />

Tanjung 15- 60 em Pertanian sawah<br />

Mojo<br />

Daerah yang dapat dikunjungi pada waktu survei pada bulan Juni 2010 antara lain<br />

di Kecamatan Cepiring khususnya desa Sidomulyo, Desa Kalirejo, Desa Rejosari,<br />

Desa Tanjung Mojo. Pemahaman petani secara umum mengatakan bahwa banjir<br />

, 34


yang ada terjadi akibat aliran sungai tidak lancar karena a<strong>dan</strong>ya hambatan tambak<br />

di daerah muara sungai.<br />

b. Kawasan Dataran Banjir (Flood plain area).<br />

Dataran banjir adalah lahan di kanan kiri sungai yang pada saat tertentu dapat<br />

tergenang akibat luapan sungai (Siswoko 2003). Kawasan ini lerengnya datar < 2 %<br />

biasanya berada di kanan <strong>dan</strong> kiri sungai atau merupakan dataran yang sangat luas.<br />

Apabila sungai terjadi debit puncak disertai hujan local yang tinggi maka terja ··<br />

genangan tinggi <strong>dan</strong> lama. Pada daerah yang sudah di bud idayakan, sunga:­<br />

sungainya di tanggul untuk mencegah terjadinya luapan ke permukiman se<br />

atau ke daerah pertanian sekitarnya.<br />

Survei lapangan pada daerah dataran banjir telah dilakukan di Kecamata<br />

Kendal khususnya ke desa Wonosari <strong>dan</strong> desa Bangunsari. Desa ini sangat rawan<br />

apabila terjadi tanggul sungai Bodri tidak lagi mampu menampung debit puncak.<br />

Pada tahun 2010 (periode Januari -Oktober) tercatat telah terjadi 2(dua) kali banjir<br />

besar karena tanggul jebol yaitu pada bulan Februari <strong>dan</strong> Juni 2010 sehingga<br />

merusak lahan pertanian <strong>dan</strong> desa sekitarnya . Menurut keterangan Sekretaris Desa<br />

Wonosari, lahan pertanian yang terendam akibat banjir pada bulan Juli 2010<br />

sepuluh adalah: sawah irigasi (125 ha), sawah non irigasi termasuk tegalan (75 ha)<br />

<strong>dan</strong> tambak (200 ha). Tambak bandeng <strong>dan</strong> u<strong>dan</strong>g telah diusahakan sejak lama<br />

dengan cara tradisional (ortodok) <strong>dan</strong> modern (PT. Sumber Tirta Windu).<br />

Selain disebabkan oleh hujan, banjir di wilayah ini juga disebabkan oleh kenaikan<br />

muka air laut (rob). Peristiwa seperti ini telah terjadi berulang kali, khususnya di<br />

perkotaan sebagai akibat dari drainase yang kurang bagus, sehinggasetiap tahun<br />

terjadi banjir.<br />

Tabel 5.3. Kedalaman genangan banjir di kawasan data ran banjir<br />

No. Keeamatan Des a Ked a man Dampak/kerugian<br />

genangan<br />

1 Kota Kendal Rejosari 15-60 em Padi <strong>dan</strong> palawija<br />

Wonosari 15-60 em Padi <strong>dan</strong> palawija<br />

c. Kawasan sempa<strong>dan</strong> sungai (tanggul alam)<br />

Kawasan ini berada di kanan <strong>dan</strong> kiri sungai dalam radius yang tidak jauh dari garis<br />

pusat aliran kuat atau tali arus sepanjang sungai <strong>dan</strong> biasanya dimulai pa~aJereng<br />

landai. Material penyusun dari jarak terdekat sungai biasanya kasar <strong>dan</strong> semakin<br />

jauh dari sungai makin halus, hal ini mencirikan tenaga air saat sungai meluap kuat<br />

, 35


mampu mengangkut material kasar <strong>dan</strong> semakin jauh mengendapkan material<br />

hal us.<br />

Gambar 5. 4. Sempa<strong>dan</strong> sungai.<br />

Survei lapangan telah dilakukan di Kecamatan Gemuh, Desa Gemuh <strong>dan</strong> Desa<br />

Gebang.<br />

Se<strong>dan</strong>gkan di Kecamatan Kangkung khususnya dilakukan di Desa<br />

Kangkung <strong>dan</strong> Desa Jungsemi. Desa ini sangat rawan apabila terjadi Sungai Blukar<br />

tidak mampu menampung debit puncak, bulan Juni 2010 pernah terjadi luapan<br />

yang menggenangi lahan pertanian <strong>dan</strong> desa sekitarnya. Pertanian yang terkena<br />

dampak adalah padi sawah, tembakau <strong>dan</strong> bawang merah.<br />

label 5.4. Kedalaman genangan banjir di kawasan sempa<strong>dan</strong> sungai/tanggul a lam<br />

No Kecamatan De sa Kedalaman Dampak/kerugian<br />

genangan<br />

1 Gemuh Gemuh 20-40 em Pertanian palawija (tembakau)<br />

2 Kangkung Gebang 20-60 em Pertanian palawija (tembakau )<br />

Dari hasil survei lapangan ditemukan ada tiga faktor penyebab banjir yaitu:<br />

a. Akibat tanggul yang jebol karena tidak mampu menahan debit puncak<br />

aliran sungai yang meluap.<br />

b. Air laut pasang yang berakibat pengatusan di daerah persawahan yang<br />

berdekatan dengan tambak u<strong>dan</strong>g tidak lancar.<br />

, 36


c. Daerah dataran/cekungan yang drainasenya kurang/ tidak bagus, sehingga<br />

akan tergenang lebih lama. Daerah ini biasanya di permukiman <strong>dan</strong><br />

perkotaannya.<br />

5.3 Adaptasi Terhadap Banjir<br />

Adaptasi yang dilakukan untuk mengurangi risiko banjir Sungai Bodri yang sa ngat<br />

nyata adalah dengan a<strong>dan</strong>ya tanggul yang dibangun di sepanjang sunga i. Tanggul<br />

tersebut telah dibangun sejak jaman pendudukan Belanda di Indonesia. Perba ikan<br />

tanggu l telah dilakukan secara padat karya pada sekitar ta hun 1985-an. Pada<br />

beberapa bagian, tanggul mencapai ketinggian sekitar 3 (tiga) meter. De"1g3"<br />

a<strong>dan</strong>ya tanggul tersebut masyarakat merasa aman tinggal di dekat sungai l(arer.a<br />

terhindar dari banjir karena luapan Sungai Bodri. Na mun ketika tanggul Jebol<br />

akibatnya menjadi sangat fatal karena banjir me landa wilayah yang luas mencai


Pad i Palawija Tembakau Pad i<br />

Gambar 5. 5. Dataran Banjir di Hilir Sungai Bodri.<br />

Pada musim penghujan, banjir dapat selalu dipastikan terjadi di desa Tegalsari.<br />

Daerah ini merupakan cekungan, dimana banjir setinggi lutut orang dewasa akan<br />

terjadi selama 1 - 2 bulan. Air yang menggenang tidak bisa cepat dibuang karena<br />

tidak ada saluran pembuangan, bahkan pada saat musim kemarau sering mendapat<br />

limpahan air dari bagian hulu. Penduduk di desa ini secara turun temurun sebagian<br />

besar berprofesi sebagai nelayan. Barangkali ini merupakan bentuk adaptasi yang<br />

mereka lakukan, karena pilihan untuk bertani tidak bisa dilakukan.<br />

Pada beberapa wilayah, lahan sawah diubah menjadi tambak, misalnya di Desa<br />

Wonosari, Balok, Bandungan <strong>dan</strong> Karangsari. Pada wilayah ini air laut masuk<br />

semakin jauh ke daratan sehingga lahan tidak sesuai lagi digunakan sebagai lahan<br />

sawah. Alih fungsi lahan juga terjadi di Desa Kertajaya. Pada tahun 1975-an telah<br />

dilakukan transmigrasi lokal sebanyak 200 kepala keluarga (KK) <strong>dan</strong> membentuk<br />

satu desa yaitu Desa Kertajaya. Setiap KK diberikan sebi<strong>dan</strong>g tanah untuk<br />

diusahakan. Pada tahun 1980-an Ia han tersebut tidak produktif lagi, sehingga mulai<br />

tahun 1990-an lahan tersebut dialih fungsikan menjadi tambak.<br />

Abrasi di sepanjang pantai yang menyebabkan lahan pertanian menjaQ,f tidak<br />

produktif. Abrasi di Desa Kartikajaya mencapai lebih kurang 1,5 kilometer. Pada<br />

tahun 1975-an jarak Desa Kertajaya ke arah pantai sekitar 2 kilometer <strong>dan</strong> sekarang<br />

ini tinggal sekitar 600 meter. Untuk mengantisipasi masalah ini pada tahun 2007<br />

telah dilakukan penanaman mangrove yang membentuk sabuk sepanjang pantai.<br />

, 38


tlulan<br />

I 1 I<br />

2<br />

I<br />

3<br />

I 4 I s I 6 I 7 I • I • I 10 I 11 I 12<br />

Banjir<br />

Banjir<br />

Padi<br />

Kering<br />

Padi/Palawija<br />

Bulan<br />

I I 2 I 3 I 4 s I • I , I s I 9 10~12<br />

Banjir Tambak Bandeng Tambak Bandeng/U<strong>dan</strong>g Banjir<br />

Gambar 5. 6. Penggunaan lahan (atas) <strong>dan</strong> pergiliran tanaman pada lahan rawan banjir.<br />

Tambak yang ada di daerah ini cukup baik. Dari 1800 nener yang ditebar pada Ia han<br />

seluas 0,25 hektar, dengan keberhasilan 80% dalam waktu 3 - 4 bulan dapat<br />

dipanen sebanyak 3 kali <strong>dan</strong> setiap kali panen menghasilkan lebih ~ur~ng 1,5<br />

kwintal bandeng. Plankton merupakan makanan yang bagus untuk ikan <strong>dan</strong> untuk<br />

meningkatkan jumlah plankton disebar ponska, NPK <strong>dan</strong> urea. Kegagalan juga<br />

sering dialami oleh para petani tambak terutama jika benih yang ditebar<br />

kualitasnya tidak baik.<br />

, 39


Gambar 5. 7. Wawancara dengan Petambak di Desa Kartikajaya, Kecamatan Pate<br />

Kabupaten Kendal<br />

Selain bertani, sebagian penduduk mencari nafkah dengan menja<br />

pasir. Para penambang pasir ini kebanyakan berasal dari dusun M ojosa r\.<br />

Pada daerah-daerah tertentu, terutama pada daerah yang sa ngat ra wan,<br />

masyarakat telah beradaptasi terhadap banjir. Beberapa pola adaptasi telah<br />

dilakukan karena pada dasarnya para petani sudah tahu akan a<strong>dan</strong>ya banjir,<br />

dengan kata lain mereka menyadari bahwa daerah yang mereka tinggali adalah<br />

daerah rawan banjir. Adaptasi melahirkan <strong>dan</strong> mempengaruhi terjadinya:<br />

a. Fragmentasi lahan<br />

b. Pola budidaya<br />

c. Pemilihan jenis <strong>dan</strong> pola tanaman<br />

Fragmentasi lahan menghasilkan beberapa pola model pengolahan lahan seperti<br />

tukang pasang ubin yang mengenal pola 2-3 pasang jenis ubin <strong>dan</strong> keramik <strong>dan</strong><br />

paving blok ataupun kombinasinya . Tujuannya untuk efisiensi air (mencegah air<br />

hilang ke laut terlalu cepat <strong>dan</strong> sebaliknya juga jangan terlalu lama<br />

menggenang).Pada wilayah dataran banjir pola simetris cocok karena air<br />

tersalurkan dengan baik. Pada wilayah pasang surut, model diagonal menghasilkan<br />

ketahanan tanaman pertanian.<br />

, 40


Gambar 5. 8. Tembakau, salah satu komoditi yang tahan banjir.<br />

Masalah utama adalah pada tambak yang tidak dibuat sesuai adaptasi dengan<br />

lahan pertanian. Struktur tambak malah mengakibatkan tertahannya air tawar<br />

lebih banyak yang mungkin bagus untuk tambak tetapi tergenang lebih lama di<br />

sawah. Pola budidaya masih tergantung pada kemauan <strong>dan</strong> local knowledge dari<br />

pemilik. Tembakau ditemukan sebagai tanaman yang paling tahan terhadap banjir<br />

yang kerap terjadi.<br />

Gambar 5. 9. Wawancara dengan petani setempat.<br />

Tindakan mitigasi banjir pada saat musim hujan adalah dengan memonitor tinggi<br />

air pintu air/bendung Juwero. Ketinggian air di tanggul yang ada di desa Tegalsari<br />

hjuga selalu diperiksa. lnformasi tinggi air akan diinformasikan kepada aparat desa .<br />

Namun demikian, dalam menyikapi banjir di daerah ini, masyarakat bersikap<br />

1/nrimo" menerima saja, sejauh mereka masih dapat mencukupi kebutuhan makan.<br />

Namun demikian, pemerintah berusaha untuk selalu memperkuat tanggul . agar<br />

wilayah ini terhindar dari banjir.<br />

, 41


Padi Palawija Tembakau Padi<br />

.<br />

Gambar 5. 10. Adaptasi di wilayah Delta Bodri dengan memperbaiki tanggul alam dengan<br />

membuat tanggul buatan.<br />

, 42


Jebolnya tanggul akibat tingginya debit sungai, membuat banyak lahan pertanian<br />

yang rusak <strong>dan</strong> haneur, sehingga sebagai alternatifnya petani mulai menanam okra<br />

<strong>dan</strong> diimpor ke luar negeri. Okra adalah suatu komoditas baru yang diperkenalkan<br />

oleh penyuluh pertanian lokal sebagai pengganti tanaman palawija yang biasa<br />

ditanam para petani. Okra mulai ditanam pada awal bulan ke-11; pada hari ke-20<br />

okra mulai berbunga <strong>dan</strong> berbuah <strong>dan</strong> tiap hari dapat dipanen. Hal ini berlangsung<br />

selama 4-5 bulan. Harga okra dihitung berdasarkan dimensi panjang okra terse but<br />

saat dipanen, yaitu: okra dengan panjang kurang dari 10 em akan dipatok harga<br />

3.000/kg se<strong>dan</strong>gkan okra dengan panjang 10-15 em hanya dipatok seharga<br />

1700/kg. Berdasarkan pengalaman apra petani, okra akan menghasilkan has, ."2-5<br />

lebih baik apabila ditanam pada musim hujan.<br />

Gambar 5. 11 Komoditas Okra yang siap dipanen.<br />

5.4 Adaptasi Terhadap Perubahan lklim<br />

Analisis eurah hujan rata-rata 30 tahunan pada wilayah Bodri bersumber dari GPCC<br />

<strong>dan</strong> TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission), menunjukkan a<strong>dan</strong>ya perubahan<br />

jelas (significant) pada pola eurah hujan atau variabilitas iklimnya pada wilayah<br />

Bodri selama 100 tahun terakhir, sebagaimana terlihat pada grafik Gambar 5.7.<br />

Perubahan ini dengan sendirinya mengaeaukan perputaran musim hujan yang<br />

biasa terjadi pada sekitar bulan November, saat ini hingga bulan Mei masih hujan<br />

<strong>dan</strong> banjir. Masih perlu didukung oleh data perubahan suhu <strong>dan</strong> naiknya<br />

permukaan laut. Naiknya pasut akan meningkatkan energi yang tersimpan dalam<br />

atmosfer, sehingga mendorong terjadinya perubahan iklim antara lain ada.nya El<br />

Nino <strong>dan</strong> La Nina. Fenomena El Nino <strong>dan</strong> La Nina sangat berpengaruh terhadap<br />

kondisi iklim wilayah Indonesia, khususnya sepanjang pesisir utara Pulau Jawa.<br />

, 43


Fenomena El Nino aaa 1:;, ,;-, .-~<br />

sehingga menyebab· a~<br />

negatifnya adala h me" ~E.~ ::-<br />

1998, kegagala n pa ne" ::.;j ·:-::.---T...---<br />

-E:rr:.:J:::re :>as;fil< hingga mencapai 31° C,<br />

uar biasa di Indonesia. Dampak<br />

~r:" ·'"' :.:taq seperti kasus kebakaran hutan<br />

:::;:::,.seoiaan air.<br />

:,00<br />

,an feb Mar Apr May , un Jul Aug Sept Oct Nov Dec<br />

Ga mba r 5. 12. Curah hujan wilayah Bodri selama 100 tahun sejak 1900<br />

(hasil simulasi) .<br />

Fenomena La Nina merupakan kebalikan dari El Nino, yaitu gejala menurunnya<br />

suhu permukaa n di Samudera Pasifik yang menyebabkan angin serta hujan ke<br />

Australia <strong>dan</strong> Asia bagian selatan, termasuk Indonesia. Dampaknya adalah curah<br />

hujan tinggi disertai angin topan <strong>dan</strong> berdampak pada bencana banjir <strong>dan</strong> longsor<br />

be rat.<br />

Terdapat beberapa pilihan adaptasi lahan pertanian terhadap perubahan iklim<br />

menurut versi World Bank (2008) meliputi adaptasi reaktif atau responsive <strong>dan</strong> <strong>dan</strong><br />

proaktif atau antisipatif. Adaptasi reaktif diantaranya berupa pengendalian erosi,<br />

pembangunan konstruksi bendungan untuk irigasi, perubahan penggunaan <strong>dan</strong><br />

aplikasi pupuk, pengendalian jenis tanaman baru, pemeliharaan kesuburan tanah,<br />

perubahan waktu tanam <strong>dan</strong> panen, peralihan jenis tanaman <strong>dan</strong> program<br />

pelatihan tentang konservasi tanah <strong>dan</strong> air. Sementara untuk adaptasi proaktif<br />

bisa berupa pengembangan jenis tanaman yang toleran atau resistan terhadap<br />

kerawanan tertentu,diversifikasi <strong>dan</strong> intensifikasi tanaman pangan <strong>dan</strong><br />

perkebunan, kebiijakan insentif pajak atau pasar bebas <strong>dan</strong> pengembangan sistem<br />

peringatan dini.<br />

Perubahan iklim utamanya akan berdampak pada masyarakat wilayah pesisir. <strong>dan</strong><br />

mereka yang menggantungkan hidupnya pada pertanian <strong>dan</strong> perikanal'l ('IPCC,<br />

2008).<br />

, 44


LA<br />

6.1 Kesimpulan<br />

Dari hasil penelitian. s::.:it=c:


pertanian masih b erga l"'tu"'~ ::.:::::: k ::::-;;auan <strong>dan</strong> local knowledge sipemilik<br />

Ia han. Tembakau ditem ukan se:· ::~:: i i:a:.aman alternatif setelah padi.<br />

Adaptasi dilakukan berdasc ...•ar ::>e"getahuan yang diperoleh secara turun<br />

temurun atau denga n kare"a pe"gart...'l dari luar. Adaptasi bisa dilakukan oleh<br />

masyarakat maupun ole E""'e'"'"tah secara terstruktur dalam bentuk<br />

penyuluhan ataupun peme aan infrastruktur penahan banjir (misalnya<br />

pembangunan tanggu l) yang a· ai


j ird, Eric C. F. <strong>dan</strong> Ongkoso ng<br />

coasts of Indonesia, L- :e: ·;=.- ·-<br />

University, Japa n. AKses -:::~=~<br />

mental changes on the<br />

ers :-, Press, Th e United Nations<br />

http://www .un u.edtJ _- _:re::.:: f'::.::::.:.~::ocks/ 80 197 e/ 80197EOO . htm#Con<br />

tents, 28 Juli 2009<br />

3reiving, S. 2006. Multi-risk ass::ss rr-.er.: -::f '::trope' s regi on, Do/am: Birkmann, J<br />

(editor). 2006. Mea sv : -g \''!!~ .r. :: ra3iliry to Nat ural Hazards, United<br />

Nations Un ive rs ity, f\e.·. f ork.<br />

oli l, J.J., War<strong>dan</strong>a, S., Suda Sv..., rat F. Y., 2007, Keadaan <strong>dan</strong><br />

Permasalahan DAS Bocri d: :>rovinsi Jaw a Tengah, Akses internet:<br />

http:/ /www.bpdaspema<br />

lij ratu n. net/ind ex.php ?option =com_ content&view=a rticle&id= 16:<br />

kondisi-das-bod ri &catid=9:pengelolaan-das&ltemid=88, 28 Juli 2009 .<br />

.J ensen, John R. 2005. Int rod uctory to Digital Image Processing.<br />

Marfai, Muh Aris .2003 . GIS Modelling on River and Tidal Flood Hazards in a<br />

Waterfront City, Case Study: Semarang, Central Java, Indonesia, Master<br />

Theses, lTC- The Netherlands.<br />

KLH , GTZ, WWF <strong>dan</strong> Pemerinta h Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2009.Kajian<br />

Risiko da n Adaptasi Terhadap Perubahan lklim Pulau Lombok, Provinsi<br />

Nusa Tengga ra Ba rat.<br />

Mather, Paul M . 2004. Co mputer Processing of Remotely Sensed Data- an<br />

Introduction, John Wiley & Sons Ltd, England .<br />

Octavina, D., Mattjik, A.A. <strong>dan</strong> Budi Waryanto. 2002. Modifikasi Model<br />

Peramalan Produksi Padi Nasional, Forum Statistika <strong>dan</strong> Komputasi,<br />

Vol.7 No. 2. p1-13<br />

Pusat Sumber Daya Alam Darat. 2009.Pemetaan Neraca Sumber Daya Air, DAS<br />

Bodri, Bakosurtanal.<br />

Seyhan, E. 1977. Fundamental of Hydrology, Geografisch Institute,<br />

Rijksuniversiteit Utrecht, Netherlands.<br />

Shiraz A. Wajih .2009. Pertanian Adaptif di Daerah Banjir. India . Akses<br />

internet:http ://sa lam .leisa.info/index. ph p ?u rl=getblob.php&o id=<br />

221305&a id=211&a seq=O, Diaskes tanggal 8 Oktober 2010.<br />

United Nations Development Programme -Indonesia. 2007. Sisi lain perubahan .<br />

iklim - Mengapa Indonesia harus beradaptasi untuk melindungi rakyat •<br />

miskinnya.<br />

World Bank.2008. Towards a Strategic Framework on Climate Change and<br />

Development for the World Bank Group- Concept and Issues Paper.<br />

, 47


,<br />

N V'}J I d LAJ V'l


,_....,.._.,."""' riset<br />

awancara<br />

gal<br />

Informasi Umum<br />

1.1 Profil Responden<br />

Nama<br />

Umur<br />

Pendidikan<br />

Lama tinggal di area ::e:-~<br />

Jenis kelamin<br />

Status<br />

Etnis<br />

Agama<br />

Pekerjaan<br />

Lokasi pekerjaan<br />

Pendapatan<br />

o Pengeluaran per hari :<br />

Makan<br />

Transportasi<br />

Lainnya<br />

Anggota Keluarga:<br />

1.<br />

2.<br />

3.<br />

4.<br />

Nama<br />

Jenis<br />

Kelamin<br />

(L/P)<br />

(L/P)<br />

(L/P)<br />

(L/P)<br />

0 Perempuan<br />

0 Belum menikah 0 Lainnya<br />

Waktu untuk meru:apai lokasi:<br />

Umur Pendidikan terakhir Pekerjaan<br />

1.2 Informasi Bangunan<br />

RW<br />

ID<br />

Luas bangunan<br />

Umur bangunan<br />

Kepemilikan<br />

RT:<br />

0 0-10 tahun 0 10-20 tahun O 20-30 tahun 0 > 30 tahun<br />

0 Milik pribadi 0 Sewa<br />

Elements at Risk<br />

:.1 Lahan Pertanian<br />

Tipe Lahan Pertanian<br />

· 1) Pertanian Lahan Basah (Sa wah Irigasi)<br />

Jenis tanaman<br />

"2) Pertanian Lahan Kering Campuran (Sawah<br />

,


Tadah Huj_an)<br />

(3) Lahan kering (La<strong>dan</strong>g)<br />

1<br />

(4) Perkebunan<br />

(5) Tambak (ikan, u<strong>dan</strong>g, garam)<br />

1(6) Non Pertanian (hutan) I<br />

l<br />

f·~ l'ermuKmtan 1 nangunan<br />

Fungsi (1) Sekolah 1121 To;.;o/waru (3) Puskesmas (4) Tempat (5) Masjid<br />

ng<br />

tinggal<br />

(6) Lainnya<br />

Materiallantai (1) Ubin (2' Tanah (3) Kayu (4) Kombinasi (5) Lainnya<br />

Material dinding (1) Triplek (2j Kavu (3) Bata (4) Bambu (5) Kombinasi<br />

Material atap (1) Genteng (2) Ashes (3) Kombinasi (4) Lainnya<br />

Pilar Ya Tidak<br />

Jumlah lantai 1 2 3 a tau lebih<br />

Tinggi bangunan<br />

lantai satu (m)<br />

i<br />

~~ I<br />

permukaan tanah<br />

'<br />

~ ~<br />

Tinggi dari jalan<br />

I<br />

(m)<br />

~.3 lsi rumah<br />

.3.1 Peralatan listrik<br />

Furnitultem Q Harga Item Q Harga<br />

TV<br />

Karpet<br />

Kulkas<br />

Sofa<br />

Komputer<br />

Meja makan<br />

AC<br />

Lemari<br />

Radio<br />

Kursi<br />

Tape I stereo<br />

Tern pat tidur<br />

Mesin cuci<br />

Meja<br />

2.4 Prooerti I ·<br />

Mobil<br />

Motor<br />

Sepeda<br />

Temak<br />

Sa wah/ Ia <strong>dan</strong>g<br />

Item Q Harga<br />

•<br />

,


3. Banjir<br />

Penyebab<br />

Apa penyebab banjir di daeral<br />

(1) Bentuk Jahan<br />

(3) Pengelolaan DAS yang tid<br />

Kejadian banjir<br />

• Durasi banjir yang palm<br />

•<br />

daerah ini?<br />

(m)<br />

hari<br />

(m)<br />

Histori banjir<br />

Waktu<br />

Ketinggian<br />

Durasi I Lama<br />

Penyebab<br />

4. Kerugian<br />

4.1 Kerugian pada lahan pertanian<br />

Kerugian maksimum yang pemah te~adi selama 10 tahun terakhir?<br />

Item Tinggi Kerusakan Tinggi Kerusakan<br />

Padi<br />

Palawija<br />

Tembakau<br />

Tebu<br />

Tambak<br />

Tanggul<br />

Sa luran<br />

irigasi<br />

Lainnya<br />

Note: R= Rusak AR=Agak Rusak TR=Tidak Rusak<br />

Tinggi<br />

Kerusakan<br />

,


Biaya memperbaiki kerusakan?<br />

Item Tinggi I Bia¥a I Tinggi Biaya<br />

Padi I I<br />

Palawija I I<br />

Tembakau I !<br />

Tebu<br />

Tambak<br />

Tanggul<br />

Sa luran<br />

irigasi<br />

Lainnya<br />

Note: dalam rupiah<br />

I<br />

I<br />

I<br />

I<br />

I<br />

4.2 Kerusakan pada struktur bangunnan<br />

Kerugian maksimum yang pemah terjadi selama 10 tahun terakhir?<br />

I<br />

I<br />

I<br />

I<br />

I<br />

Tinggi<br />

Biaya<br />

Item Tinggi Kerusakan Tinggi<br />

Lantai<br />

Dinding<br />

Pintu<br />

Jendela<br />

Atap<br />

Kerusakan<br />

Tinggi<br />

Kerusakan<br />

Note: R= Rusak AR=Agak Rusak TR=Tidak Rusak<br />

........... .,. ~ .......... t"' ..................... ·"-"- ....._ ...., .... ........ .<br />

Item Tinggi Biaya Tinggi Biaya Tinggi<br />

Lantai<br />

Din ding<br />

Pintu<br />

Jendela<br />

A tap<br />

Note: dalam rupiah<br />

4.3 Kerusakan isi rumah<br />

lsi rumah apa saja yang pemah rusak selama kejadian banjir 10 tahun terakhir?<br />

Biaya<br />

Item Tinggi Kerusakan Tinggi Kerusakan Tinggi<br />

Perala tan<br />

elektronik<br />

Fumitur<br />

Kerusakan<br />

.<br />

,


Berapa biaya yang diperlukan u::xk ::;;e;;-.;:.erbaiki kerusakan?<br />

Item Tinggi Biava I Tinggi Biaya Tinggi Biaya<br />

Perala tan<br />

elektronik<br />

I<br />

Fumitur I I<br />

Lainnya I I<br />

Note: dalam rupiah<br />

I<br />

4.4 Kerusakan properti di luar rumah<br />

Kerusakan apa saja yang terjadi untuk properti luar rumah selama kejadian banjir 10 tahun<br />

terakhir?<br />

Biaya perbaikan?<br />

4.5 Pembersihan- paska banjir<br />

Apa yang dilakukan untuk membersihkan kerusakan akibat banjir?<br />

Lamanya pembersihan?<br />

Biaya pembersihan banjir?<br />

5. Perseusi B --- --<br />

• Tinggi <strong>dan</strong> lama banjir yang dianggap sebagai:<br />

- Normal<br />

- Mengganggu tp tetap dapat<br />

diatasi<br />

- Tidak dapat diatasi<br />

- Musibah besar<br />

em<br />

em<br />

em<br />

em<br />

hari<br />

hari<br />

hari<br />

hari<br />

6. Coping Mechanism (Adaptasi)<br />

Alasan tinggal di daerah ini?<br />

D Murah<br />

D Milik pribadi<br />

D Milik turun temurun<br />

Akses yang baik<br />

D Lahan yang subur<br />

0Lainnya:: _________________________________________________________________<br />

Apakah sudah melaksanakan coping mechanism/adaptasi (proteksi) untuk mengurangi daf!1pak<br />

banjir?<br />

D Ya D Tidak<br />

,


~--·-- ~-,<br />

b<br />

~-&·&-·-·· .... ""''-t"'-• ..... ............. .<br />

Sebelum banjir I Selama banjir Sesudah banjir<br />

I<br />

I<br />

I<br />

I<br />

7. Dampak banjir<br />

Apakah selama banjir lahan pertanian (sawah, la<strong>dan</strong>g, tambak) masih tetap menghasilkan?<br />

Sebutkan alasannya!<br />

Apakah banjir menyebabkan pengurangan produksi? Jika Ya, berapa banyak? Sebutkan.<br />

Penyakit yang kerap timbul akibat banjir?<br />

Berapa lama waktu yang harus disiapkan untuk mengungsi apabila terjadi banjir? (dalam jam)<br />

Selama banjir dimana anda tinggal?<br />

Tempat pengungsian, lokasi :<br />

Rumah saudara, lokasi :<br />

Lainnya:<br />

Apakah selama banjir anda tetap dapat bekerja? Sebutkan alasannya!<br />

Apakah anda pemah mengalami banjir sebelum pindah ke daerah ini?<br />

0 Ya 0Tidak<br />

Kalau Ya, dimana?<br />

~akah pemah te~kir untuk pindah dari daerah ini?<br />

U Ya UTidak<br />

Kalau Ya, kemana? Mengapa?<br />

Pelajaran apa yang dapat anda ambil dari pengalaman banjir yang pemah terjadi?<br />

-------- Terima kasih----------<br />

,


SURVEIADAPTASIL~~~PERTANIAN TERHADAPPERUBAHANIKLIM<br />

GLOBAL: STUDI KAS"CS 'VILA YAH DAS BODRI, PANTAI UTARA JAWA TENGAH<br />

ri Hanini 'J, Mulyanto Darmawan 2 l, Jaka Suryantil<br />

1) Peneliti Madya Bi<strong>dan</strong>g Geografi. Bakosurtanal; Mahasiswa program doktoral Fakultas Geografi,<br />

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.<br />

2) Peneliti Madya Bi<strong>dan</strong>g Penginderaan Jauh <strong>dan</strong> Geomatika, Bakosurtanal<br />

Kontak email: shartini2001@yahho.com atau drmoel@yahoo.com<br />

ABSTRAK<br />

Salah satu dampak dari perubahan ikli m adalah naiknya permukaan air !aut, yang bagi wilayah pesisir Jawa<br />

Tengah berdampak pada ancaman banjir tiap tahunnya. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi risiko<br />

banjir pada wilayah pesisir. namun upaya tersebut belum sepenuhnya menjawab permasalahan paling krusial pada<br />

wilayah tersebut, yaitu "bagaimana adaptasi lahan pertanian terhadap fenomena perubahan iklim yang diindikasikan<br />

oleh meluasnya kawasan genangan air"?. Penelitian ini adalah bagian dari Program Insentif <strong>Riset</strong>, <strong>Kementerian</strong><br />

<strong>Riset</strong> <strong>dan</strong> Teknologi (KRT) 2010-2011 berjudul "Evaluasi Adaptasi Daerah Rentan Banjir Untuk Kawasan<br />

Pertanian Pantura Dengan Pendekatan Geospasial" yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisik wilayah<br />

sebagai perilaku adaptasi masyarakat terhadap fenomena banjir di daerah pertanian. Penelitian ini dimulai dari<br />

mengkaji permasalahan fisik wilayah untuk memahami karakteristik banjir, <strong>dan</strong> dampaknya terhadap produksi<br />

pangan <strong>dan</strong> bagaimana adaptasi terhadap banjir yang telah dilakukan di kawasan DAS Bodri. Analisis fisik wilayah<br />

penelitian dengan menggunakan data geospasial multi-temporal yang dikombinasikan dengan analisis multiresolusi,<br />

digunakan untuk melakukan kajian pola <strong>dan</strong> sebaran bencana banjir untuk selanjutnya digunakan dalam<br />

mendukung kajian dalam penelitian ini. Anal isis hubungan antara perubahan penggunaan lahan wilayah hulu dengan<br />

perubahan iklim yang diakibatkan perubahan curah hujan tahunan akan membantu menjawab tujuan penelitian ini .<br />

Paper ini menguraikan laporan awal survei lokasi, analisis data <strong>dan</strong> penyajian berupa pemahaman sebaran adaptasi<br />

khususnya berupa identifikasi fisik studi area. Hasil awal, menunjukkan bahwa di wilayah survei terdapat beberapa<br />

karakteristik fisik morfologis yang merupakan adaptasi spasial alami terhadap daerah banjir seperti dijumpai pada<br />

beberapa kecamatan sepanjang DAS Bodri seperti Kecamatan Gemuh desa, Gemuh <strong>dan</strong> Kecamatan Kangkung. Di<br />

wilayah ini banjir menggenangi lahan pertanian <strong>dan</strong> desa sekitarnya setinggi 20-40 em. Fenomena meluasnya<br />

kawasan banjir <strong>dan</strong> meningkatnya frekuensi banjir dapat diketahui dari data lapangan. Lewat interpretasi<br />

geomorfologi data satelit Quickbird tampak dijumpai model adaptasi spasial yang ditemukan pada kawasan<br />

pertanian <strong>dan</strong> tambak berupa sistem pemanfaatan (fragmentasi) lahan, sistem pengolahan lahan <strong>dan</strong> pola budidaya<br />

tanam. Diketahui pula bahwa wilayah pesisir sangat rentan atas perubahan iklim, dampak yang ditimbulkan<br />

beberapa diantaranya berupa kenaikan temperatur yang tidak terlalu tinggi, curah hujan yang cukup tinggi sepanjang<br />

musim, kenaikan permukaan air !aut, ketahanan pangan <strong>dan</strong> pengaruh pada keanekaragaman hayati <strong>dan</strong> bahari.<br />

Masih diperlukan tambahan data untuk mengetahui pola pemanfaatan lahan tersebut <strong>dan</strong> pengaruhnya terhadap<br />

produktifitas padi selama beberapa tahun serta perlunya analisa curah hujan untuk menunjukkan telah terjadinya<br />

perubahan perilaku iklim pada wilayah penelitian.<br />

Kata kunci: Adaptasi, mitigasi, perubahan iklim, analisis fisik wilayah <strong>dan</strong> geospasial.<br />

LA TAR BELAKANG<br />

Pentingnya Daerah Aliran sungai (DAS) Bodri<br />

Daerah Aliran Sungai (DAS) Bodri merupakan sumber reservoir air utama bagi 4 (empat) kabupaten penting<br />

di Jawa Tengah yaitu: Kabupaten Kendal (45%), Kabupaten Semarang (6%), Kabupaten Temanggung (48%) <strong>dan</strong><br />

Kabupaten Wonosobo (1%). Meski sungai utama Bodri bermuara di hamparan pegunurtgan wilayah Kabupaten<br />

Kendal, secara keseluruhan wilayah DAS Bodri termasuk kategori wilayah pesisir, merupakan daerah peralihan<br />

antara ekosistem darat <strong>dan</strong> !aut. Artinya wilayah ini sangat dipengaruhi oleh perubahan di darat <strong>dan</strong> !aut <strong>dan</strong><br />

sebagian wilayah merupakan kawasan yang secara rutin tergenang oleh air !aut.<br />

Kenaikan muka air !aut sebagai akibat terjadinya perubahan iklim global diprediksi oleh beberapa peneliti<br />

<strong>dan</strong> organisaasi akan menyebabkan meluasnya wilayah genangan banjir di wilayah pesisir termasuk kawasan DAS<br />

Bodri ini . Banjir merupakan fenomena yang pal!llfg banyak menimbulkan kerusakan yang berpengaruh terhadap<br />

kondisi sosial <strong>dan</strong> ekonomi penduduk (Smith et, al., 1998, dalam Marfai, 2003). United Nation (2009) menyebutkan<br />

bahwa jumlah penduduk yang menjadi korban ataupun yang terkena dampak banjir menunjukkan kecenderungan<br />

meningkat <strong>dan</strong> yang tertinggi dibandingkan dengan jenis sumber bencana lai nnya.


Fenomena meluasnya ka\\as3Jl tt--r._:;r pada kawasan pesisir Bodri ini bila tidak diantisipasi sedini mungkin<br />

akan mempengaruhi kondisi fisik d:m pen:;elolaan wilayah DAS Bodri secara keseluruhan. Dapat disimpulkan,<br />

setiap perubahan penggunaan lahan ar:!upun pengolahan lahan <strong>dan</strong> rekayasa teknis terkait dengan adaptasi banjir<br />

oleh masyarakat pada kawsan Bodri akan berpengaruh secara luas pada ke tiga kabupaten wilayah lainnya yang saat<br />

ini dikenal sebagai penghasil utama padi <strong>dan</strong> tembakau untuk wilayah Jawa Tengah.<br />

TUJUAN PENELITIAN<br />

Penelitian ini berangkat dari mengkaji permasalahan fisik wilayah pesisir pantura untuk memahami<br />

karakteristik banjir, dampak banjir terhadap produksi pangan <strong>dan</strong> bagaimana adaptasi yang dilakukan khususnya<br />

pada areal lahan pertanian terhadap banjir. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah melakukan identifikasi fisik<br />

terhadap pola <strong>dan</strong> dinamika sebaran banjir di wilayah dataran pesisir Pantai Utara Jawa serta dampaknya terhadap<br />

produksi pangan, khususnya padi. Selain itu untuk mengetahui perilaku masyarakat sebagai bagian dari adaptasi<br />

mereka secara spasial terhadap fenomena banjir sebagai masukan bagi pengambil keputusan dalam mengelola<br />

kawasan pertanian yang wilayah pesisir.<br />

LOKASI PENELITIAN.<br />

Lokasi penelitian adalah sebagian wilayah pantai utara (pantura) Jawa (Gambar 1 <strong>dan</strong> 2) yaitu di wilayah<br />

pesisir dari DAS Bodri Jawa Tengah. Dari Peta Rupa Bumi Indonesia, DAS Bodri terletak pada koordinat<br />

geografis 6° 51' 20" - 7° 18' 6 .. LS <strong>dan</strong> I 09° 55' 20" - II 0° 20' 48" BT. Batas wilayah sungai Bodri di sebelah<br />

barat adalah DAS Blukar se<strong>dan</strong>gkan DAS Blorong, DAS Kendal <strong>dan</strong> DAS Buntu di sebelah timur. Sebelah selatan<br />

berbatasan dengan Wilayah Sungai Progo Opak Serang, dengan sebelah utara Laut Jawa. Secara Topografi, hulu<br />

sungai Bodri terdiri atas daerah pegunungan, yaitu Gunung Dieng di sebelah barat <strong>dan</strong> Gunung Ungaran di sebelah<br />

timur. Topografi pada bagian selatan DAS Bodri merupakan wilayah dari system Gunung Sindoro <strong>dan</strong> Dieng Timur,<br />

se<strong>dan</strong>gkan bagian timur DAS Bodri merupakan system lahan gunung Ungaran, di mana kedua gunung berapi ini<br />

diperkirakan berumur kuarter tua. Ditinjau dari keadaan topografinya, DAS Bodri mempunyai kemiringan yang<br />

curam sampai landai ditunjukkan dengan variasi dari elevasi mulai dari pantai hingga ketinggian 2.400 meter di atas<br />

permukaan air laut. Menurut 2 perhitungan dengan SIG, luas DAS Bodri sendiri kurang lebih 649,68 Km .<br />

Lokasi penelitian ini merupakan bagian ekosistem dataran rendah wilayah Pantai Utara di Jawa Tengah<br />

dengan pengaruh rezim perkembangan <strong>dan</strong> dinamika Sungai Bodri. Secara alami, wilayah ini dipengaruhi oleh<br />

material volkanik yang subur <strong>dan</strong> pengunungan struktural sebagai basis pertanian yang intensif. Selain itu wilayah<br />

ini juga memiliki wilayah hiterland yang sangat rentan terhadap denudasi <strong>dan</strong> erosi yang mengakibatkan pada setiap<br />

musim hujan akan menerima limpahan air <strong>dan</strong> sedimen yang sangat besar ke Laut Jawa, yang membentuk<br />

perkembangan Bodri. Secara ekonomi, wilayah ini merupakan bagian dari Pengembangan Kawasan Kendal atau<br />

Pengembangan Ekonomi Bagian Barat Kota Semarang.<br />

Gam bar~ Lokasi Penelitian<br />

2


3,SOOm<br />

3,0Cl0 m<br />

2,SOOm<br />

2,0CO m<br />

l,SOOm<br />

1 ,CX:O m<br />

SOOm<br />

Om<br />

O km<br />

Gam bar 2. Kawasan DAS pantai Utara<br />

TINJAUAN PUSTAKA<br />

Banjir merupakan peristiwa terjadinya genangan di dataran banjir atau daerah cekungan karena tidak ada<br />

pengatusan atau sebagai akibat terjadinya limpasan air dari sungai yang disebabkan debit sungai melebihi<br />

kapasitasnya sehingga meluap ke daerah tersebut. Daerah di sekitar aliran sungai besar umumnya adalah dataran<br />

banjir yang terbentuk oleh sistem fluvial yang mengakomodasi debit aliran sungai yang besar <strong>dan</strong> jarang terjadi<br />

(Cooke <strong>dan</strong> Doornkamp, 1977). Setidaknya ada dua pendekatan dalam mengkaji <strong>dan</strong> memetakan daerah rawan<br />

banjir yaitu pendekatan hidrologis <strong>dan</strong> pendekatan geomorfologis.<br />

1. Pendekatan Hidrologis<br />

Melalui pendekatan ini , daerah rawan banjir dihitung <strong>dan</strong> dipetakan melalui formula (perhitungan<br />

hidrologis) pada sistem daerah aliran sungai, misalnya yang cukup populer dengan metode rasional. Debit banjir<br />

ditentukan berdasar peluang hujan yang muncul dalam periode waktu tertentu, misalnya 25 tahunan, 50 tahunan,<br />

100 tahunan. Untuk menentukan area rawan bajir diperlukan data hujan, penggunaan lahan, kapasitas saluran<br />

gorong-gorong atau sungai, lereng <strong>dan</strong> data kontur atau DEM.<br />

2. Pendekatan Geomorfologis<br />

Pendekatan yang kedua dengan cara memetakan banjir berdasar kondisi unit geomorfologi dimana unit<br />

pemetaannya adalah bentuklahan (landform). Dalam penyusunan peta rawan banjir diperlukan beberapa variabel<br />

antara lain peta penggunaan lahan, peta sistem lahan yang didalamnya terdapat informasi bentuk lahan. Yariabel lain<br />

adalah data hujan dasarian <strong>dan</strong> data kejadian banjir.<br />

Faktor penciri dalam karakterisktik sistem lahan yang dihimpun dari tabel entitas pendukung digunakan<br />

sebagai dasar penilaian daerah rawan banjir. Penilaian banjir menggunakan analisa pernyataan logika BOOLEAN.<br />

Apabila kondisi memenuhi faktor penciri, maka sistem lahan dikategorikan RA WAN BANJIR, se<strong>dan</strong>gkan yang<br />

tidak memenuhi dikategorikan TIDAK RA WAN BANJIR.<br />

Sistem lahan suatu daerah menggambarkan pola pengulangan topografi, jenis .tanah, <strong>dan</strong> vegetasi yang<br />

relatif sama dalam satu kawasan bentuk lahan, yang ditunjukkan oleh kesamaan sifat,morfografi (topografi), tanah,<br />

<strong>dan</strong> vegetasi (penutupan lahan) (Christian <strong>dan</strong> Stewart, 1968). Faktor lingkungan fisik tersebut digunakan sebagai<br />

faktor penciri dalam penilaian daerah rawan banjir. Sistem lahan yang dinilai rawan banjir atau karena luapan air<br />

sungai yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:<br />

• Merupakan bentuklahan hasil proses fluvial , yaitu suatu proses transportasi <strong>dan</strong> sedimentasi bahan<br />

aluvium oleh aliran sungai<br />

• Mempunyai topografi datar<br />

• Jenis tanah termasuk lnceptisol at~ Entisol <strong>dan</strong> berdrainase terhambat<br />

• Pola drainase berbentuk meandering, recticulate, atau dendritik<br />

3


Upaya pengendalian banjir mutlak diperlukan untuk menekan kerugian materi <strong>dan</strong> korban jiwa. Usaha ini<br />

ditempuh tidak saja mengandalkan pada aspek teknis seperti pembangunan tanggul air atau pengerukan, ak,an tetapi<br />

pada aspek non teknis berupa adaptasi masyarakat dalam menciptakan lingkungan <strong>dan</strong> kehidupan yang selaras<br />

dengan banjir sebagai akibat a<strong>dan</strong>ya perubahan iklim. Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya banjir di<br />

daerah pesisir. Kodoatie <strong>dan</strong> Sugiyanto 2002) membagi penyebab banjir menjadi dua kategori yaitu banjir yang<br />

disebabkan oleh faktor alami <strong>dan</strong> banjir yang di sebabkan oleh tindakan manusia. Sebab-sebab alami terjadinya<br />

banjir yaitu curah hujan, fisiografi . erosi <strong>dan</strong> sedimentasi, kapasitas sungai, kapasitas drainase yang tidak memadai<br />

<strong>dan</strong> pengaruh air pasang. Sementara banjir karena ulah manusia yang berpengaruh pada kondisi daerah pengaliran<br />

sungai seperti : kawasan kumuh, sarnpah. drainase buruk, kerusakan bangunan pengendali banjir, <strong>dan</strong> perencanaan<br />

sistem pengendalian banjir yang tidak tepat.<br />

Perubahan penggunaan lahan dari wilayah tak terbangun menjadi wilayah terbangun berpotensi pula<br />

menimbulkan banjir. Wilayah daerah banjir seperti dataran pantai, estuari, <strong>dan</strong> dataran banjir merupakan wilayah<br />

yang banyak dibangun menjadi kawasan industri , perdagangan <strong>dan</strong> permukiman. Pembangunan wilayah perkotaan<br />

dengan segala fasilitasnya serta penambahan jumlah penduduk berpengaruh pada penurunan kapasitas drainase <strong>dan</strong><br />

infiltrasi air, sehingga aliran perrnukaan menjadi lebih besar <strong>dan</strong> meenyebabkan penurunan muka tanah (land<br />

subsisdence). Ketika terjadi gelombang pasang atau aliran air sungai meluap, bagian-bagian yang rendah inilah yang<br />

akan tergenang. Land subsidence menyebabkan meluasnya areal genangan banjir seperti terjadi di pantai utara<br />

Jakarta <strong>dan</strong> Semarang. Banjir di kawasan pesisir yang secara alamai ada;lah wilayah rendah adalah suatu peristiwa<br />

alam yang tidak dapat dihindari, kejadi annya. Hasil sementara survei lapangan menemukan fakta bahwa banjir pada<br />

kawasan DAS Bodri terjadi karena ti ga faktor yaitu : jebolnya tanggul karena overload water di hulu, air pasang<br />

yang menahan saluran air, <strong>dan</strong> dataran banjir/rendah.<br />

Pengetahuan wilayah banjir biasanya diketahui melalui informasi tentang tingkat kerawanan <strong>dan</strong> risiko<br />

terhadap bencana banjir. Sebagai bagian dari strategi mitigasi <strong>dan</strong> adaptasi terhadap perubahan iklim (climate<br />

change, komponen risiko bencana secara umum terdiri dari potensi bencana <strong>dan</strong> kerentanannya, dimana kerawanan<br />

ditentukan oleh keterpaparan bencana (ha=ard exposure) <strong>dan</strong> kapasitas bertahan (coping capacity) dari masyarakat<br />

yang terkena bencana (secara skematis komponen risiko bencana dapat dilihat pada Gam bar 1 ). Kerentanan ini<br />

akhirnya dipahami sebagai kombinasi antara potensi kerusakan <strong>dan</strong> kapasitas menghadapi bencana <strong>dan</strong><br />

diformulasikan sebagai berikut:<br />

Risk= Hazard potential x Damage potential I Coping capacity, A tau<br />

Risk= Hazard potential x Vulnerability<br />

Metode Penelitian<br />

METODOLOGI<br />

Metode yang digunakan menekankan pada observasi lapangan <strong>dan</strong> pengukuran terhadap variabel banjir di<br />

wilayah lahan pertanian; dilengkapi dengan analisis data spasial <strong>dan</strong> data sosial ekonomi kependudukan di wilayah<br />

penelitian. Teknik pengambilan data pada penelitian ini dengan menggunakan non-probability sampling. Alasan<br />

menggunakan teknik pengambilan sampel ini adalah jumlah kejadian banjir, pola, <strong>dan</strong> distribusi tidak diketahui<br />

secara pasti serta kondisi ekosistem terutama masyarakat yang heterogen, sehingga tidak tepat apabila dilakukan<br />

dengan cara acak (random). Beberapa pertimbangan yang digunakan dalam penentuan sampel adalah satuan<br />

bentuklahan pada ekosistem wilayah dataran rendah pesisir terutama di kawasan delta.<br />

Untuk menganalisis perubahan penutup lahan <strong>dan</strong> dinamika kepesisiran digunakan data citra penginderaan<br />

jauh multi-waktu yang diintegrasikan <strong>dan</strong> dianalisis dalam sistim informasi geografis (SlG). Penilaian kerawanan<br />

fisik wilayah terhadap banjir dianalisis berdasarkan kondisi fisik wilayah. Beberapa variabel yang menentukan<br />

kerawanan secara fisik antara lain bentuk lahan, penutup lahan <strong>dan</strong> kemiringan lereng. S:ementara nilai kerentanan<br />

dinilai berdasarkan objek dalam risiko yaitu lahan pertanian <strong>dan</strong> kesiap-siagaan penduduk dalam menghadapi<br />

bencana yang diperoleh dari pengamatan/wawancara di lapangan. Data mengenai adaptasi diperoleh dari<br />

pengamatan lapangan <strong>dan</strong> wawancara dengan penduduk di daerah penelitian. Metode penelitian dapat dilihat pada<br />

Gambar 3.<br />

,<br />

4


S~""'J F,:~<br />

UdJ1a Tcv...gJ• . u.eo<br />

"'~ s~=--=~<br />

Lai\Jn ~~ ..... U~.JI-<br />

BANJIR 01 WILAYAH PESISIR<br />

PANTURA<br />

Dri vi ng Fx to r<br />

t'I'~ .J j l ;t P ~tUblh >J I'I ~ !e-. a :J R u .t "~9<br />

1-'J"!a, L"l .. l ~f\..qUf 1/JIUt.tl C a ;~ •.t t.C f l' t ts)<br />

,<br />

C1tra SateLt l.lultt<br />

J Te'llpcrc1 l ( l a1d~at<br />

Tl.l CT I.I ->S TE R..O.<br />

LOS)<br />

BENTUK LA HAN<br />

WIILAYAHOAS<br />

BOOR!<br />

K.a,a~:~rrS! 0..<br />

lC· • JS• RUJ')~ hJp<br />

Tn::oe- GunJ L:lh..ln<br />

K Jr Jq~rrS t ~ f<br />

K~?tv~Uh..1 n RUJn-;J t JP<br />

1<br />

.<br />

Tr;:-e Guna Lat\.."tn<br />

PENGUUNAAN<br />

LA HAN<br />

(Lahan Pertanlan <strong>dan</strong><br />

Perl~an


disamping data periode ulang banjir. Oleh karena itu, perlu dilakukan anal isis bentuklahan, sehingga dapat diketahui<br />

daerah-daerah yang rawan mengaJami penggenangan.<br />

Wawancara dengan penduduk juga diperlukan untuk mengetahui luasan, tinggi muka air atau kedalaman<br />

penggenangan, frekuensi banjir <strong>dan</strong> lama penggenangan, sehingga dapat diperoleh gambaran tingkat kerawanan<br />

bencana banjir pada studi area.<br />

Tahap Ekstraksi Informasi Adaptasi Terhadap Banjir<br />

Adaptasi merupakan peri laku masyarakat dalam menghadapi bahaya banjir dengan tujuan untuk mengurangi<br />

risiko. Adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk pengetahuan mengenai langkahlangkah<br />

yang dilakukan apabil a terjadi banjir (contoh: panen lebih awal) serta infrastruktur penahan banjir (contoh:<br />

pembuatan tanggul/bendung) atau modifikasi bentuk pola pertanian (contoh: pembuatan gulu<strong>dan</strong> I pertanian sistim<br />

surjan). Bentuk-bentuk adaptasi ini diperoleh dari hasil pengamatan <strong>dan</strong> wawancara dengan masyarakat di daerah<br />

penelitian ataupun interpretasi visual citra sate! it atas bentukan fisik di lapangan.<br />

Tahap Survei Lapangan<br />

Tahap ini dimaksudkan untuk tujuan verifikasi data hasil interpretasi serta pengumpulan data primer melalui<br />

wawancara singkat, pengamatan <strong>dan</strong> pengukuran secara langsung di lapangan, selanjutnya hasil data lapangan<br />

melakukan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini. Analisa data adalah meliputi tiga aspek utama, yaitu<br />

analisis pola <strong>dan</strong> sebaran banjir, analisis dampak banjir terhadap produksi pangan <strong>dan</strong> pola <strong>dan</strong> adaptasi terhadap<br />

banjir baik yang dilakukan oleh masyarakat <strong>dan</strong> pemerintah.<br />

<strong>HASIL</strong> DAN PEMBAHASAN<br />

Identifikasi Fisik Wilayah Survei<br />

Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk melakukan identifikasi fisik terhadap pola <strong>dan</strong> dinamika<br />

sebaran banjir di daerah penelitian, ditemukan bahwa daerah yang secara alami memiliki karakteristik rawan banjir<br />

yang dapat dijumpai adalah pada kawasan sekitar pesisir <strong>dan</strong> muara sungai, dataran banjir (flood plain area),<br />

sempa<strong>dan</strong> sungai, <strong>dan</strong> daerah cekungan. Wilayah-wilayah tersebut adalah sebagai berikut:<br />

Kawasan Pesisir <strong>dan</strong> Muara (Estuarine)<br />

Kawasan ini merupakan dataran rendah dengan elevasi hampir sama dengan rata-rata muka air !aut bahkan<br />

bisa lebih rendah dari muka air !aut <strong>dan</strong> berdekatan dengan muara sungai. Keadaan menjadi sangat lebih buruk<br />

ketika banjir terjadi berbarengan dengan air !aut yang se<strong>dan</strong>g pasang disertai pula ombak yang tinggi, maka<br />

genangan menjadi lebih lama <strong>dan</strong> dalam. Gam bar berikut contoh muara sungai.<br />

Gam bar 4. Muara sungai DAS Bodri<br />

6


Daerah survei yang dikunjun~i misaLnya Keeamatan Cepiring khususnya Desa Sidomulyo, Desa Kalirejo,<br />

Desa Rejosari, Desa Tanjung ~lojo. Pemaharnan petani seeara umum mengatakan bahwa banjir yang adil terjadi<br />

akibat a! iran sungai tidak lanear karena a<strong>dan</strong>~a hambatan tambak di daerah muara sungai.<br />

Tabel l. Kedalarnan genangan banjir di kawasan muara.<br />

No. Keearnatan Desa Kedalaman genangan Dam pak/kerugian<br />

l. Cepiring Sidomul)o 10 - 50 em Pertanian sawah<br />

Kalirejo 10 - 60 em Pertanian sawah<br />

Rejosari lO- 40 em Pertanian sawah<br />

I Tanjung Mojo 15- 60 em Pertanian sawah<br />

Sumber : hasil intervie\\ lapangan<br />

Kawasan Dataran Banjir (Flood plain area).<br />

Dataran banjir adalah lahan di kanan kiri sungai yang pada saat tertentu dapat tergenang akibat luapan sungai<br />

(Siswoko 2003). Kawasan ini lerengnya datar (< 2 %) biasanya berada di kanan <strong>dan</strong> kiri sungai atau merupakan<br />

dataran yang sangat luas. Apabila sungai meneapai debit puneak disertai hujan lokal yang tinggi maka terjadi<br />

genangan tinggi <strong>dan</strong> lama. Pada daerah yang sudah dibudidayakan, sungai-sungainya ditanggul untuk meneegah<br />

terjadinya luapan ke perrnukiman sekitarnya atau ke daerah pertanian sekitarnya.<br />

Survei lapangan pada daerah dataran banjir telah dilakukan di Keeamatan Kota Kendal khususnya ke Desa<br />

Wonosari <strong>dan</strong> Desa Bangunsari . Desa ini sangat rawan apabila terjadi tanggul Sungai Bodri tidak lagi mampu<br />

menampung debit puneak, bahkan pada bulan Mei 2010 pernah terjadi tanggul jebol sehingga merusak lahan<br />

pertanian <strong>dan</strong> desa sekitarnya. Peristiwa seperti ini terjadi berulang kali , khususnya di perkotaan sebagai akibat dari<br />

drainase yang kurang bagus, sehingga setiap tahun terjadi banjir.<br />

Tabel 2. Kedalaman genangan banjir di kawasan dataran banjir<br />

No. Keeamatan Des a Kedarnan genangan Dampak/kerugian<br />

I Kota Kendal Rejosari 15-60 em Padi <strong>dan</strong> palawija<br />

Wonosari 15-60 em Padi <strong>dan</strong> palawija<br />

Sumber : hasil interview lapangan<br />

Kawasan Sempa<strong>dan</strong> Sungai (tanggul alam)<br />

Kawasan ini berada di kanan <strong>dan</strong> kiri sungai dalam radius yang tidak jauh dari garis pusat ali ran kuat atau tali<br />

arus sepanjang sungai <strong>dan</strong> biasanya dimulai pada lereng landai . Material penyusun dari jarak terdekat sungai<br />

biasanya kasar <strong>dan</strong> semakin jauh dari sungai makin halus, hal ini meneirikan tenaga air saat sungai meluap kuat<br />

mampu mengangkut material kasar <strong>dan</strong> semakin jauh mengendapkan material hal us.<br />

Hasil survei lapangan dilakukan ke Keeamatan Gemuh yaitu di Desa Gemuh <strong>dan</strong> Desa Gebang. Keeamatan<br />

Kangkung khususnya Desa Kangkung <strong>dan</strong> Desa Jungsemi. Desa ini sangat rawan apabila terjadi Sungai Blukar tidak<br />

mampu menampung debit puneak. Pada bulan Mei 2010 pernah terjadi luapan yang menggenangi lahan pertanian<br />

<strong>dan</strong> desa sekitarnya. Pertanian yang terkena dampak adalah padi sawah, tembakau <strong>dan</strong> bawang merah.<br />

Tabel 3. Kedalaman genangan banjir di kawasan sempa<strong>dan</strong> sungai/tanggul alam<br />

No Keeamatan Desa Kedalaman genangan Dampak/kerugian<br />

I Gemuh Gemuh 20-40 em Pertanian palawija {tembakau)<br />

2 Kangkung Gebang 20-60 em Pertanian palawija (tembakau)<br />

Sumber: hasil interview lapangan<br />

,<br />

7


Gambar 5. Sempa<strong>dan</strong> sungai.<br />

Dari hasil survei lapangan ditemukan ada tiga faktor penyebab banjir yaitu:<br />

• Akibat tanggul yangjebol karena tidak mampu menahan debit puncak aliran sungai yang meluap.<br />

• Air !aut pasang yang berakibat pengatusan di daerah persawahan yang berdekatan dengan tambak u<strong>dan</strong>g tidak<br />

Ian car.<br />

• Daerah dataran/cekungan yang drainasenya kurang/ tidak bagus, sehingga akan tergenang lebih lama. Daerah<br />

ini biasanya di permukiman <strong>dan</strong> perkotaannya.<br />

Adaptasi penduduk terhadap banjir<br />

Beberapa pola adaptasi telah dilakukan karena pada dasarnya para petani sudah tahu akan a<strong>dan</strong>ya banjir,<br />

dengan kata lain mereka menyadari bahwa daerah yang mereka tinggali adalah daerah rawan banjir. Adaptasi<br />

melahirkan <strong>dan</strong> mempengaruhi terjadinya:<br />

I. Fragmentasi lahan<br />

2. Pola budidaya<br />

3. Pemilihan jenis <strong>dan</strong> pola tanaman<br />

Fragmentasi lahan menghasilkan beberapa pola model pengolahan lahan seperti tukang pasang ubin yang<br />

men genal pol a 2-3 pasang jenis ubin <strong>dan</strong> keramik <strong>dan</strong> paving blok ataupun kombinasinya. Tujuannya untuk efisiensi<br />

air (mencegah air hi lang ke !aut terlalu cepat <strong>dan</strong> sebaliknya juga jangan terlalu lama menggenang). Pada wilayah<br />

dataran banjir pola simetris cocok karena air tersalurkan dengan baik. Pada wilayah pasang surut, model diagonal<br />

menghasilkan ketahanan tanaman pertanian. Gambar jelas terlihat di data Quickbird <strong>dan</strong> foto lapangan.<br />

Gambar 6. Tembakau, salah satu komoditi yang tahan banjir.<br />

8


Masalah utama adalah pada tambak yang tidak dibuat sesuai adaptasi dengan lahan pertanian. Struktur<br />

tambak malah mengakibatkan tertahannya air tawar lebih banyak yang mungkin bagus untuk tam~ak tetapi<br />

tergenang lebih lama di sawah. Pola budidaya masih tergantung pada kemauan <strong>dan</strong> local knowledge dari pemilik.<br />

Tembakau ditemukan sebagai tanaman yang paling tahan terhadap banjir yang kerap terjadi.<br />

Adaptasi Terhadap Perubahan lklim<br />

Gambar 7 Wawancara dengan petani setempal<br />

Analisis curah hujan rata-rata 30 tahunan pada wilayah Bodri besumber dari GPCC <strong>dan</strong> TRMM (Tropical<br />

Rainfall Measuring Mission), menunjukkan a<strong>dan</strong>ya perubahan jelas (significant) pada pola curah hujan atau<br />

variabilitas iklimnya pada wilayah Bodri selama 100 tahun terakhir, sebagaimana terlihat pada grafik Gambar 8.<br />

Perubahan ini dengan sendirinya mengkacaukan perputaran musim hujan yang biasa terjadi pada sekitar bulan<br />

November, saat ini hingga bulan Mei masih hujan <strong>dan</strong> banjir. Masih perlu didukung oleh data perubahan suhu <strong>dan</strong><br />

naiknya permukaan !aut. Naiknya pasut akan meningkatkan energi yang tersimpan dalam atmosfer, sehingga<br />

mendorong terjadinya perubahan iklim antara lain a<strong>dan</strong>ya El Nino <strong>dan</strong> La Nina. Fenomena El Nino <strong>dan</strong> La Nina<br />

sangat berpengaruh terhadap kondisi iklim wilayah Indonesia, khususnya sepanjang pesisir utara Pulau Jawa.<br />

Fenomena El Nino adalah naiknya suhu di Samudera Pasifik hingga mencapai 31 ° C, sehingga menyebabkan<br />

kekeringan yang luar biasa di Indonesia. Dampak negatifnya adalah meningkatnya kebakaran hutan, seperti kasus<br />

kebakaran hutan 1998, kegagalan panen <strong>dan</strong> penurunan ketersediaan air.<br />

Fenomena La Nina merupakan kebalikan dari El Nino, yaitu gejala menurunnya suhu permukaan di<br />

Samudera Pasifik yang menyebabkan angin serta hujan ke Australia <strong>dan</strong> Asia bagian selatan, termasuk Indonesia.<br />

Dampaknya adalah curah hujan tinggi disertai angin topan <strong>dan</strong> berdampak pada bencana banjir <strong>dan</strong> longsor berat.<br />

Terdapat beberapa pilihan adaptasi lahan pertanian terhadap perubahan iklim menurut versi World Bank<br />

(2008) meliputi adaptasi reaktif atau responsive <strong>dan</strong> proaktif atau antisipatif. Adaptasi reaktif diantaranya berupa<br />

pengendalian erosi, pembangunan konstruksi bendungan untuk irigasi, perubahan penggunaan <strong>dan</strong> aplikasi pupuk,<br />

pengendalian jenis tanaman baru, pemeliharaan kesuburan tanah, perubahan waktu tanam <strong>dan</strong> panen, peralihan jenis<br />

tanaman <strong>dan</strong> program pelatihan tentang konservasi tanah <strong>dan</strong> air. Sementara untuk atlaptasi proaktif bisa berupa<br />

pengembangan jenis tanaman yang toleran atau resistan terhadap kerawanan tertentu,diversifikasi <strong>dan</strong> intensifikasi<br />

tanaman pangan <strong>dan</strong> perkebunan, kebiijakan insentif pajak atau pasar bebas <strong>dan</strong> pengembangan sistem peringatan<br />

dini.<br />

Perubahan iklim utamanya akan berdampak pada masyarakat wilayah pesisir <strong>dan</strong> mereka yang<br />

menggantungkan hidupnya pada pertanian <strong>dan</strong> per~nan (IPCC, 2008).<br />

9


500<br />

450<br />

400<br />

350<br />

300<br />

250<br />

200<br />

150<br />

100<br />

50<br />

0<br />

--<br />

~1901-1930<br />

w...ra-1931-1960<br />

~961 -1990<br />

~ -·- 1!11 1991-2007<br />

Jan Feb M ar Apr May Jun Jul Aug Sept Oct Nov Dec<br />

Gambar 8. Curah hujan wilayah Bodri selama 100 tahun sejak 1900 (hasil simulasi).<br />

KESIMPULAN<br />

Kesimpulan<br />

Dari hasil penelitian, sementara ini telah ditemukan penyebab banjir ada 3 yaitu : jebolnya tanggul karena air<br />

yang melimpah (overload) di hulu, air pasang yang menahan saluran air, <strong>dan</strong> dataran banjir/rendah. Beberapa pola<br />

adaptasi lahan pertanian dilakukan karena intinya petani telah mengetahui akan ada banjir tahunan. Adaptasi<br />

melahirkan <strong>dan</strong> mempengarhui perilaku bertani di daerah kendala sebagai berikut : (1) fragmentasi lahan, (2) pola<br />

budidaya atau pengolahan tanah, (3) pemilihan jenis <strong>dan</strong> pol a tanaman<br />

Fragmentasi lahan melahirkan beberapa pola model pengolahan lahan <strong>dan</strong> pengolahan tanah. Ilustrasinya<br />

seperti tukang memasang ubin yang mengenal 2-3 pola pasang jenis ubin <strong>dan</strong> keramik yang lurus <strong>dan</strong> mengikuti<br />

pattern tertentu, pola pemasangan paving blok yang saling mengikat <strong>dan</strong> kombinasi antar keduanya. Tujuan<br />

utamanya adalah efisiensi air baik mencegah hilangnya air ke !aut terlalu cepat <strong>dan</strong> sebaliknya mencegah<br />

penggenangan yang terlalu lama.<br />

Pada wilayah dataran banjir pola simetris memanjang <strong>dan</strong> mengikuti arah pattern yang sama sangat cocok<br />

karena air mudah tersalurkan. Demikian pula pada wilayah banjir, beberapa jenis tanaman tampak cukup tahan<br />

tergenang dalam beberapa hari seperti jenis tanaman tembakau. Sehingga pada saat banjir setinggi lutut, tanaman<br />

tembakau sudah mencapai tinggi beberapa centimeter <strong>dan</strong> tahan terhadap genangan air. Pada wilayah pasang surut<br />

model diagonal saling mengikat menghasilkan efisiensi penyerapan air <strong>dan</strong> kebutuhan air tawar pada wilayah di hilir<br />

yang umumnya berupa tambak. Pola ini menurut para petani menghasilkan ketahanan tanaman pertanian yang lebih<br />

baik daripada model simetris. Sementara pada wilayah sedikit berbukit polanya mengikuti kemiringan leereng<br />

dengan sistem tangga.<br />

Pola fragmentasi lahan tampak jelas terlihat dari citra Quickbird <strong>dan</strong> foto lapangan. Masalah utama adalah<br />

pada wilayah pasang surut yang mempunyai areal tambak cukup luas <strong>dan</strong> berdampingan dengan lahan sawah.<br />

Tambak dibuat tidak sejalan dengan adapatasi pengolahan lahan pertanian. Struktur atau pola tambak pada beberapa<br />

lokasi ditemukan malah mengakibatkan air tawar lebih banyak <strong>dan</strong> lama tertahan di wilayah tambak. Air ini sengaja<br />

ditahan untuk membantu proses pencucian tambak, sebaliknya mengakibatkan penggenangan yang cukup lama di<br />

areal persawahan. Pola budidaya lahan pertanian masih bergantung pada kemauan <strong>dan</strong> lokar knowledge sipemilik<br />

lahan. Tembakau ditemukan sebagai tanaman alternatif setelah padi.<br />

Adaptasi dilakukan berdasarkan pengetahuan yang diperoleh secara turun temurun atau dengan karena<br />

pengaruh dari luar. Adaptasi bisa dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah secara terstruktur dalam<br />

bentuk penyuluhan ataupun penyediaan infrastruktur penahan banjir (misalnya pembangunan tanggul) yang<br />

dilakukan oleh secara nyata. ,<br />

Wilayah pesisir sangat rentan atas perubahan iklim, beberapa diantaranya kenaikan temperature yang tidak<br />

terlalu tinggi, curah hujan uang cukup tinggi sepanjang masa, kenaikan permukaan air laut, ketahanan pangan <strong>dan</strong><br />

pengaruh pada keanekaragaman hayati <strong>dan</strong> bahari.<br />

10


DAFTAR PUSTAKA<br />

Cooke, RU and Doornkamp, J. C. 1977. Geomorphology in environmental management: An introduction,<br />

Clarendon Press, Oxford.<br />

Greiving, S. 2006. Multi-risk assessment of Europe's region, Da/am: Birkmann, J (editor). 2006. Measuring<br />

Vulnerability to Natural Hazards, United Nations University, New York.<br />

IPCC, 2008, Linking climate change and water resources: impacts and responses www.ipcc.ch/pdf/technicalpapers/ccw/<br />

chapter3 .pdf.<br />

Jensen, John R. 2007. Introductory digital image processing: a remote sensing perspective, Prentice Hall<br />

Kodoatie R.J. <strong>dan</strong> Sugiyanto. 2002. Banjir, Beberapa Penyebab <strong>dan</strong> Metode Pengendaliannya, Pustaka Pelajar,<br />

Y ogyakarta.<br />

Marfai, Muh Aris. 2003. GIS Modelling on River and Tidal Flood Hazards in a Waterfront City, Case Study:<br />

Semarang, Central Java, Indonesia, Masters Theses, lTC - The Netherlands.<br />

Mather, Paul M. 2004. Computer Processing of Remotely Sensed Images: An Introduction. John Wiley & Sons.<br />

Siswoko. 2003. " Flood Plain Management" untuk Mengatasi Ancaman Banjir, Sinar Harapan 14 Februari 2003.<br />

United Nations. 2009. Guidelines for Reducing Flood Losses, www.unisdr.org, akses internet 8 Januari 2009.<br />

United Nations. 2004. International Strategy for Disaster Reduction. Resolution adopted by the General Assembly<br />

58/214 on the report of the Second Committee (A/58/484/ Add.5). 4p. Akses internet:<br />

http://www.unisdr.org/wcdr/back-docs/docs/a-res-58-214-eng.pdf.<br />

UNDP. 2004. Reducing disaster risk - A challenge for development. United Nations Development Programme,<br />

Bureau for Crisis and Recovery. New York.<br />

Christian C.S. <strong>dan</strong> Stewart G. A. 1968. Methodology of Integrated Surveys.<br />

World Bank. 2008. Agriculture for Development, siteresources.worldbank.org/INTWDR2008/ .. ./WDROver2008-<br />

ENG.pdf<br />

,<br />

II

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!