LAPORAN HASIL PEKERJAAN - KM Ristek - Kementerian Riset dan ...
LAPORAN HASIL PEKERJAAN - KM Ristek - Kementerian Riset dan ...
LAPORAN HASIL PEKERJAAN - KM Ristek - Kementerian Riset dan ...
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
<strong>LAPORAN</strong> <strong>HASIL</strong> <strong>PEKERJAAN</strong><br />
EVALUASI ADAPTASI DAERAH RENTAN BANJIR UNTUK<br />
KAWASAN PERTANIAN PANTURA DENGAN PENDEKATAN<br />
GEOSPASIAL<br />
TIM PENELITI:<br />
Sri Hartini, M.GIS<br />
Prof. Dr. Aris Poniman<br />
Dr. Mulyanto Darmawan<br />
Dr. lbnu Sofian<br />
Drs. Suprajaka MTP<br />
Drs. Jaka Suryanta M.Sc<br />
Mone lye Cornelia Marschiavelli M.Sc<br />
Aswelly<br />
.<br />
BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL<br />
(BAKOSURTANAL)<br />
2010<br />
,
LEMBAR PENGESAHAN<br />
Judul Penelitian<br />
Fokus bi<strong>dan</strong>g penelitian<br />
Lokasi Penelitian<br />
Evaluasi Adaptasi Daerah Rentan Banjir<br />
Untuk Kawasan Pertanian Pantura Dengan<br />
Pendekatan Geo-Spasial<br />
Ketahanan Pangan<br />
Pantai utara Jawa Tengah<br />
A. Lembaga Pelaksanan Penelitian<br />
Keterangan Lembaga Pelaksana/Pengelola Penelitian<br />
•<br />
I<br />
'<br />
Nama Koordinator/Peneliti Utama<br />
:Sri Hartini MGIS<br />
Nama Lembaga/lnstitusi<br />
Unit Organisasi<br />
: Ba<strong>dan</strong> Koordinasi Survei <strong>dan</strong> Pemetaan Nasional<br />
(BAKOSURTANAL)<br />
: Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut<br />
Ala mat : Jl. Raya Jakarta Bogar Km 46 Cibinong, Bogar 16911<br />
Telepon/Faksimili/e-mail : 021 875 9481/021 8759481/<br />
shartini2001@yahoo.com<br />
Rekapitulasi Biaya<br />
No. Uraian Jumlah Biaya (Rp)<br />
1. Gaji <strong>dan</strong> Upah 101.950.000<br />
2. Bahan Habis Pakai 6.180.000<br />
3. Perjalanan 41.910.000<br />
4. Lain-Lain 23.960.000<br />
JUMLAH BIAYA 174.000.000<br />
Mengetahui,<br />
Sekretaris Utama BAOOSURTANAL<br />
~ .<br />
,<br />
. .<br />
Penanggungjawab Kegiatan<br />
~<br />
Sri Hartini, MGIS<br />
NIP. 19690122 199403 2 009
Kata Pengantar<br />
Banjir merupakan proses alam yang secara terus menerus terjadi <strong>dan</strong> berperan<br />
da lam membentuk permukaan bumi. Banjir sesungguhnya tidak selalu menjad i<br />
bencana asalkan manusia dapat mengenali <strong>dan</strong> memahami karakteristik banjir<br />
dengan baik seh ingga dapat beradaptasi secara optimai.Namun demikian, banjir<br />
dapat menjadi bencana karena manusia seringkali mengaba ikan atau ba hkan<br />
tidak menyadari a<strong>dan</strong>ya risiko dibalik kejadian banjir.Banj ir yang me landa laha<br />
pertanian memberikan risiko pada terjadinya gaga! pa nen se hi ngga dapa<br />
mengurangi produksi pangan.<br />
Penel itian ini dilakukan dalam rangka mengembangkan pemahaman mengenai<br />
adaptasi terhadap bahaya banjir khususnya pada lahan pertanian sehingga risiko<br />
dapat dikurangi ataupun dihindarkan.<br />
Kegiatan penelitian ini diawali dengan kajian pustaka, penyiapan data <strong>dan</strong><br />
peta.Data-data tersebut dianalisis sehingga dapat diperoleh pemahaman yang<br />
komprehensif mengenai karakteristik banjir di daerah penelitian.Sementara<br />
pola/perilaku adaptasi masyarakat terhadap banjir digali dari wawancara di<br />
lapangan.Hasil dari analisis ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para<br />
perencana khususnya untuk menangani masalah banjir.<br />
Kami mengucapkan terimakasih kepada para peneliti <strong>dan</strong> pihak-pihak lain yang<br />
terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan penelitian ini.<br />
Semoga penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi semakin meningkatnya<br />
manfaat data geospasial serta bermanfaat dalam menunjang ketahanan pangan<br />
nasional.<br />
Cibinong, 19 November 2010<br />
Pusat Pelayanan Jasa <strong>dan</strong> Jnformasi<br />
Kepala,<br />
,<br />
NIP . 19590513 198403 2 001<br />
11
EVALUASI ADAPTASI DAERAH RENTAN BANJIR UNTUK KAWASAN PERTANIAN<br />
PANTURA DENGAN PENDEKATAN GEOSPASIAL<br />
Abstrak<br />
Banjir di kawasan pesisir adalah suatu peristiwa alam yang tidak dapat dihindari<br />
kejadiannya karena daerah pesisir merupakan daerah dataran rendah yang selalu<br />
tergenang baik oleh pasang air laut maupun hujan. Sementara itu, daerah pesisir juga<br />
merupakan daerah permukiman yang padat penduduk, daerah pertanian, sentra<br />
industri, bahkan pusat pemerintahan. Oleh karenanya diperlukan upaya untuk<br />
mengurangi risiko yang mungkin ditimbulkannya. Penilaian tingkat kerawanan <strong>dan</strong> risiko<br />
suatu wilayah terhadap bencana banjir sebagai bagian dari mitigasi bencana perlu<br />
dilakukan dengan mengenali karakteristik fisik <strong>dan</strong> sosial daerah penelitian.<br />
Wilayah pesisir utara Jawa dipilih sebagai daerah kajian karena wilayah ini sangat rawan<br />
terhadap bencana banjir, baik yang diakibatkan oleh kenaikan muka air laut (rob)<br />
maupun karena curah hujan lokal maupun banjir kiriman dari daerah hulu . Kejadian<br />
bencana di wilayah ini berpotensi mengganggu ketahanan pangan dengan berkurangnya<br />
produksi tanaman pangan karena rusaknya kawasan pertanian <strong>dan</strong> perikanan.<br />
Penelitian ini mencakup kajian mengenai karakteristik wilayah, agihan <strong>dan</strong> tingkat<br />
kerawanan <strong>dan</strong> risiko terhadap bencana banjir serta dampak banjir terhadap produksi<br />
pangan.<br />
Kejadian bencana sesungguhnya dapat disebabkan oleh faktor alam maupun faktor<br />
manusia. Faktor-faktor penyebab bencana yang berasal dari alam dapat dipelajari<br />
sehingga karakteristik bencana yang mungkin terjadi dapat dapat diketahui <strong>dan</strong> langkahlangkah<br />
untuk mengantisipasi atau setidaknya mengurangi risiko dapat diformulasikan.<br />
Penyebab bencana yang disebabkan oleh faktor manusia pada umumnya disebabkan<br />
oleh pemanfaatan sumberdaya yang berlebihan. Untuk itu diperlukan pengaturan<br />
kegiatan manusia dalam pemanfaatan ruang guna menghindari terjadinya bencana.<br />
Langkah-langkah yang diambil untuk menghindarkan diri dari bencana ini tercermin<br />
dalam bentuk adaptasi sebagaimana yang dilakukan di kawasan pertanian untuk<br />
mengurangi risiko banjir.<br />
Abstract<br />
Coastal flood is a natural phenomenon that cannot be avoided since most of coastal<br />
area is characterized by periodic inundation due to tide and rainfall. On the other hand,<br />
coastal area is area that most populated, beside used as agricultural and industrial<br />
centers where many of them have developed as capital cities of states or provinces.<br />
Therefore, reducing the impact when flood hazard turning into disaster should be carried<br />
out to avoid big loss in properties and damaging of infrastructures. Assessment of<br />
physical and social vulnerability to flood is important input for doing adequate<br />
mitigation or adaptation toward the disaster management.<br />
, iii
Java north coast area is well known as a flood prone area. Flood occurs due to high tide,<br />
local rainfall and high rainfall in the hinterland. The flood is potentially impacted to food<br />
security especially in terms of food production due to reduction of crop production and<br />
damaging infrastructures, so that necessary adaptation is required. This research will<br />
focus on the adaptation practice in agriculture followed by analysis of physical<br />
characteristics related to flood such as flood exposure, vulnerability and risk, as well as<br />
its impact to food production.<br />
Existence of natural hazards could be depicted by natural and human factors. The<br />
natural characteristics of a particular hazard can be studied so that we can hove<br />
thorough understanding of the cause, process, and vulnerability ra te of the hazard.<br />
Therefore, this study will be useful for formulating necessary plan to anticipate or reduce<br />
the hazard risk. From the human side, hazards mainly caused by extensive used of<br />
natural resources and thehazard risk can be reduced through spatial planning. After all,<br />
any anticipations or efforts in reducing the hazard risk is reflected in a form of<br />
adaptation.<br />
, iv
Daftar lsi<br />
Kata Pengantar ..... .. .... ............................................................. ......................... ..... ii<br />
Abstrak .. .... .... ...................... .. .............. .. .................. .. ..... ................. .. ... .. .. ......... .... iii<br />
Daftar lsi .. ... ............................. ............. .. ................... ...... ........................ .. .. .... ..... . v<br />
Daftar Gam bar ....... .. .. .................. .................... .... ..................... ............................ vii<br />
Daftar Tabel ................. ..................................................... .... ... ................. ............ vii<br />
BAB I. PENDAHULUAN ................... .. ........................ ........... .. .. .... .... ..... .... ............. .<br />
1.1 Latar Belakang ............................... ............ .. .... .. ..... ... ....... .. ..... ..... ............... •<br />
1.2 Perumusan Masalah .. .... .............. .......... .. .... ........ .. .... .................................. 3<br />
1.3 Lokasi Penelitian .... ...... .. ................ ...... .. ....... .. .. ............ .. .... ......................... 3<br />
1.4 Hasil Yang Diharapkan ... .. .. .. ...... ... ........... .............. .... ........ .......................... 3<br />
Bab II. TINJAUAN PUSTAKA .................... .... .... .................. .... ..... ... .. .. ............... ....... 4<br />
2.1 Diskripsi Wilayah Penelitian ... .... ... ... .............................. ............................. 4<br />
2.1.1 Letak, Batas <strong>dan</strong> Luas Daerah Penelitia n ............ .................................. 4<br />
2.1.2 Kondisi Geologi .......... .......................................... ... .. ............................ 5<br />
2.1.3 Tanah ........................................................................................ .... ....... . 6<br />
2.1.4 Kondisi Hidrologi. ............... ...................... ......... ...... ... ............... .... ... ..... 7<br />
2.1.5 Curah Hujan <strong>dan</strong> Suhu Udara ........... ............................................ ... .... . 8<br />
2.1.6 Penggunaan Lahan .. .......... ................................................................. 10<br />
2.1.7 Penduduk ............................................................................................ 11<br />
2.2 Banjir <strong>dan</strong> Kerentanan ................... ............. ............................................. . 12<br />
2.2.1 Lahan Rawan Banjir .. .................................... ...................................... 12<br />
2.2.2 Kerentanan Terhadap Banjir ............ .................................................. 15<br />
2.2.3 La han Banjir <strong>dan</strong> Pengaruhnya Terhadap Wilayah Pertanian .... ... .. ... 16<br />
2.2.4 Adaptasi Terhadap Bencana Banjir .. ... ..................................... .......... 16<br />
BAB Ill. TUJUAN DAN MANFAAT .......... ................. .......................... ............... ...... 20<br />
3.1 Tujuan ...... .......... ................................... ..................................................... 20<br />
3.2 Manfaat ....... ........... .. .... ............ .... .. .. ............................... ..... ..................... 20<br />
BAB IV. METODE PENELITIAN .................................. ........... ...... .......................... 21<br />
4.1 Metode Pelaksanaan Penelitian ... .. ................ ........................................... 21<br />
4.2 Jenis Data <strong>dan</strong> Macam Data ........................... ........ ... ................................ 23<br />
4.3 Alat <strong>dan</strong> Bahan ............. .. .... .. .......... ............ ...... ............... ....... .. .............. .... 23<br />
4.4 Tahapan Penelitian ............................. ...... ................................ ......... t . . . • ~ •• 25<br />
4.4.1 Pemilihan Lokasi ............................................ .. ........ ................ ........... 25<br />
4.4.2 Tahap Pelaksanaan ....................... ....................... ........... .................... 25<br />
4.4.3 Pemetaan Potensi Banjir ....................... ... .......................................... 28<br />
, v
4.4.4 Evaluasi Adaptasi Terhadap Banjir ..... ................................... ............ 29<br />
BAB V. <strong>HASIL</strong> DAN PEMBAHASAN .......................................... .............................. 30<br />
5.1 Analisis Morfometri DAS Bodri ........ ............ ................................... ..... ..... 30<br />
5.2 Peta Rawan Banjir ..................................... ................................... .. ........ ... 31<br />
5.3 Adaptasi Terhadap Banjir ............................................................ ....... ..... .. 37<br />
5.4 Adaptasi Terhadap Perubahan lklim ... ...................................................... 43<br />
BAB VI. KESIMPULAN ................... ..................................................... ................... 45<br />
6.1 Kesimpulan .................................................. ........ ........ ...... ........................ 45<br />
6.2 Saran ................. .. .. ................................ .. .. .. ... ......... ...... ............................ .!'"<br />
, vi
Daftar Gambar<br />
Gam bar 2.1. Peta batas administrasi DAS Bodri, Jawa Tengah ............................. 5<br />
Gam bar 2.2. Peta kemiringan lereng DAS Bodri, Jawa Tengah ......................... .... 6<br />
Gam bar 2.3. Sebaran jenis tanah di DAS Bodri. .................................................... 7<br />
Gam bar 2.4. Sebaran curah hujan tahunan di DAS Bodri ...................................... 9<br />
Gambar 2.5. Sebaran curah hujan 3-harian di DAS Bodri. .................. .................. 9<br />
Gambar 2.6. Sebaran penggunaan lahan di DAS Bodri, Jawa Tengah ................. 10<br />
Gambar 2.7.Sebaran kepadatan penduduk di DAS Bodri, Jawa Tengah ............. 11<br />
Gambar 2.8. Penahapan adaptasi dalam pertanian (UNDP, 2007) ..................... 19<br />
Gam bar 4.1. Metode Penelitian .......................................................................... 22<br />
Gam bar 4.2. Lokasi Penelitian ............................................................................. 25<br />
Gam bar 4.3. Metode pemetaan potensi banjir ................................................... 29<br />
Gam bar 5.1. Peta kerawanan banjir di bagian hilir DAS Bodri, Jawa Tengah ..... 32<br />
Gam bar 5.2. Kenampakan daerah rawan banjir pada citra satelit ALOS <strong>dan</strong> citra<br />
Quickbird .................................................................. .. ......................................... 33<br />
Gambar 5.3. Kawasan muara sungai DAS Bodri .................................................. 34<br />
Gambar 5.4. Sempa<strong>dan</strong> sungai. .............................................................. ............. 36<br />
Gam bar 5.5. Data ran Banjir di Hilir Sungai Bodri. ...................................... .... ..... 38<br />
Gambar 5.6. Penggunaan lahan (atas) <strong>dan</strong> pergiliran tanaman pada lahan rawan<br />
banjir ....... ....................................................... ................................................ ...... 39<br />
Gambar 5.7. Wawancara dengan Petambak di Desa Kartikajaya, Kecamatan<br />
Pate bon, Kabupaten Kendal ................................................................................ 40<br />
Gam bar 5.8. Tembakau, salah satu komoditi yang tahan banjir ......................... 41<br />
Gam bar 5.9. Wawancara dengan petani setempat.. ........................................... 41<br />
Gambar 5.10. Adaptasi di wilayah Delta Bodri dengan memperbaiki tanggul<br />
a lam dengan membuat tanggul buatan . ............................................................. 42<br />
Gam bar 5.11 Komoditas Okra yang siap dipanen ............................................... 43<br />
Gam bar 5.12. Curah hujan wilayah Bodri selama 100 tahun sejak 1900 ............ 44<br />
Daftar Tabel<br />
Tabel 2.1. Jenis <strong>dan</strong> luas penutup lahan di DAS Bodri ......................................... 11<br />
Tabel 2.2. Jumlah Penduduk <strong>dan</strong> Kepadatannya di DAS Bodri ............................ 12<br />
Tabel 4.1. Jenis Data Penelitian ........................................................................... 24<br />
Tabel 4.2. Alat Pengumpulan Data ...................................................................... 24<br />
Tabel 4.3. Tahap Persia pan Penelitian ................................................................. 26<br />
Tabel 5.1. Penilaian faktor-faktor yang mempengaruhi rawan banjir ................ 31<br />
Tabel 5.2. Kedalaman genangan banjir di kawasan muara ................................. 34<br />
Tabel 5.3. Kedalaman genangan banjir di kawasan dataran banjir ................... : .. 35<br />
Tabel 5.4. Kedalaman genangan banjir di kawasan sempa<strong>dan</strong> sungai/tanggul<br />
a lam ..................................................................................................................... 36<br />
, vii
BAB I. PENDAHULUAN<br />
1.1 Latar Belakang<br />
Wilayah pesisir adalah daera h pe ralihan antara ekosistem darat <strong>dan</strong> laut yang<br />
dipengaruhi oleh perubahan di da rat <strong>dan</strong> laut.Wilayah pesisir mencakup wilayah<br />
pasang surut (intertidal <strong>dan</strong> subtida l) pada <strong>dan</strong> di atas continental shelf (hingga<br />
kedalaman 200 meter) yang langsung bergabung dengan daratan.Wilayah ini<br />
merupakan wilayah yang secara rutin tergenang oleh air laut. Kenaikan muka air<br />
laut akibat perubahan iklim global diprediksi akan menyebabkan meluasnya<br />
wilayah genangan banjir di wilayah pesisir.<br />
Banjir merupakan aliran atau ketinggian air yang sangat ekstrem yang terjadi pada<br />
sungai, <strong>dan</strong>au, waduk, <strong>dan</strong> tubuh air lainnya, dimana air menggenangi wilayah di<br />
luar wilayah tubuh air itu sendiri.Banjir juga dapat terjadi ketika muka air laut<br />
mengalami kenaikan yang ekstrem atau di atas daratan pesisir yang disebabkan<br />
oleh pasang air laut <strong>dan</strong> gelombang tinggi.Di banyak wilayah di seluruh dunia,<br />
banjir merupakan fenomena yang paling banyak menimbulkan kerusakan yang<br />
berpengaruh terhadap kondisi sosial <strong>dan</strong> ekonomi penduduk (Smith et, al., 1998,<br />
dalam Marfai, 2003).<br />
Dalam skala global jumlah penduduk yang menjadi korban banjir menunjukkan<br />
kecenderungan yang semakin meningkat, <strong>dan</strong> jumlah penduduk yang terkena<br />
dampak banjir adalah yang tertinggi dibandingkan dengan jenis sumber bencana<br />
lainnya (United Nation, 2009).Hal ini terkait erat dengan persebaran permukiman<br />
penduduk dimana wilayah banjir pada umumnya juga merupakan wilayah yang<br />
banyak digunakan sebagai pertanian, sentra industri <strong>dan</strong> perdagangan.Data<br />
statistik menunjukkan bahwa hampir 60% penduduk bertempat tinggal di wilayah<br />
pesisir, dimana wilayah ini merupakan salah satu wilayah yang secara rutin<br />
merupakan wilayah genangan banjir, baik yang disebabkan oleh banjir yang berasal<br />
dari sungai maupun dari pasang air laut.<br />
Upaya mitigasi <strong>dan</strong> pengendalian banjir sangat diperlukan sehingga kerugian materi<br />
<strong>dan</strong> korban jiwa dapat dihindari. Untuk dapat melakukan upaya ini dengan baik<br />
diperlukan kajian mengenai potensi bencana yang timbul, tingkat kerawanan <strong>dan</strong><br />
•<br />
ri sikonya guna memperoleh pemahaman tentang konsekuensi yang da'pat timbul<br />
sea ndainya terjadi banjir pada besaran <strong>dan</strong> frekuensi tertentu.<br />
, 1
Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya banjir di daerah pesisir.Kodoatie<br />
<strong>dan</strong> Sugiyanto (2002) mengklasifikasikan penyebab banjir menjadi dua kategori<br />
yaitu banjir yang disebabkan oleh faktor alami <strong>dan</strong> banjir yang disebabkan oleh<br />
tindakan manusia.Sebab-sebab alami terjadinya banjir yaitu curah hujan, fisiografi,<br />
erosi <strong>dan</strong> sedimentasi, kapasitas sungai, kapasitas drainase yang tidak memada i<br />
<strong>dan</strong> pengaruh air pasang. Sementara sebab-sebab banjir karena tindakan ma nusia<br />
adalah pengaruh kondisi daerah pengaliran sungai (DPS), kawasan kum uh, sa mpa h,<br />
drainase lahan, bendung <strong>dan</strong> bangunan air, kerusakan bangunan pe nge nda li ba njir<br />
<strong>dan</strong> perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat.<br />
Sementara itu, perubahan penggunaan lahan dari wilayah ta k terba ngun menja<br />
wilayah terbangun berpotensi menimbulkan banjir.Wi laya h-wilayah yang<br />
merupakan daerah banjir seperti dataran pantai, estuari, <strong>dan</strong> datara n banjir<br />
merupakan wilayah yang banyak dibangun menjad i kawasan industri, perdagangan<br />
<strong>dan</strong> permukiman. Pembangunan wilayah perkotaan denga n segala fasilitasnya<br />
serta penambahan jumlah penduduk akan berpengaruh pada penurunan kapasitas<br />
drainase <strong>dan</strong> infiltrasi tanah, sehingga aliran permukaan menjadi lebih besar. Land<br />
subsidence adalah proses dimana permukaan tanah menjadi lebih rendah dari<br />
posisinya semula. Ketika terjadi gelombang pasang atau aliran air dari sungai,<br />
bagian-bagian yang rendah inilah yang akan tergenang. Land subsidence<br />
menyebabkan meluasnya areal genangan banjir seperti terjadi di pantai utara<br />
Jakarta <strong>dan</strong> Semarang.<br />
Banjir di kawasan pesisir adalah suatu peristiwa alam yang tidak dapat dihindari,<br />
kejadiannya.Oieh karenanya diperlukan upaya untuk mengurangi risiko yang<br />
mungkin ditimbulkannya. Penilaian tingkat kerawanan <strong>dan</strong> risiko terhadap bencana<br />
banjir sebagai bagian dari mitigasi bencana akan dilakukan dengan mengenali<br />
karakteristik fisik <strong>dan</strong> sosial di daerah penelitian.<br />
Komponen risiko bencana secara umum terdiri dari potensi bahaya <strong>dan</strong><br />
kerentanannya, dimana kerawanan ditentukan oleh keterpaparanbahaya (hazard<br />
exposure) <strong>dan</strong> kapasitas bertahan (coping capacity) dari masyarakat yang berada di<br />
daerahbahaya. Kerentanan ini akhirnya dipahami sebagai kombinasi antara potensi<br />
kerusakan <strong>dan</strong> kapasitas menghadapi bencana <strong>dan</strong> diformulasikan sebagai berikut:<br />
a tau<br />
Risk = Hazard potential x Damage potential I Coping capacity,<br />
Risk= Hazard potential x Vulnerability<br />
Dengan demikian maka untuk mengkaji risikodari suatu bahaya diperlukan tiga<br />
elemen dasar yaitu peta bahaya, petakerentanan, <strong>dan</strong> peta risiko.Se<strong>dan</strong>gkan<br />
, 2
adaptasi merupakan langkah-langkah yang dilakukan oleh masyarakat sebagai •<br />
upaya untuk mengurangi risiko.<br />
1.2 Perumusan Masalah<br />
Banjir merupakan fenomena alam yang tidak dapat dihindari kejadiannya terutama<br />
untuk daerah pesisir.Kejadian banjir berpotensi menimbulkan kerugian harta<br />
benda, rusaknya infrastruktur hingga berkurangnya produksi pangan karena<br />
tergenangnya lahan pertanian yang bisa berakibat terjadinya gaga l panen.Namun<br />
banjir yang terjadi tidak harus selalu menjadi bencana apabila pengetahuan<br />
mengenai kerentanan <strong>dan</strong> risiko suatu wilayah terhadap banjir dapat diketahui, <strong>dan</strong><br />
masyarakat melakukan adaptasi terhadap bahaya yang dihadapinya.<br />
Permasalahan dalam penelitian ini adalah baga im ana karakteristik banjir,<br />
dampaknya terhadap produksi pangan <strong>dan</strong> adaptasi yang dilakukan terhadap banjir<br />
di daerah penelitian.<br />
1.3 Lokasi Penelitian<br />
Penelitian ini akan dilakukan di sebagian wilayah pantai utara (pantura) Jawa yaitu<br />
di wilayah pesisir dari DAS Bodri di Kendal, Jawa Tengah.<br />
1.4 Hasil Yang Diharapkan<br />
Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah kajian ilmiah mengenai karakteristik<br />
fisik wilayah berkaitan dengan fenomena banjir serta perilaku adaptasi masyarakat<br />
terhadap banjir di daerah pertanian.<br />
, 3
Bab II. TINJAUAN PUSTAKA<br />
2.1 Oiskripsi Wilayah Penelitian<br />
Berbagai kondisi DAS atau tipologi DAS sangat menentukan sifat-sifat banjir yang<br />
ada pada suatu DAS.Tipologi DAS adalah hal-hal yang berkaitan dengan tipe DAS<br />
yang dapat merujuk pada bentuk <strong>dan</strong> kondisi sehingga dapat memudahkan<br />
pengenalan tipe-tipe DAS tertentu.<br />
Karakteristik DAS adalah gambaran spesifik mengenai DAS yang dicirikan oleh<br />
parameter yang berkaitan dengan keadaan morfologi DAS, morfometri DAS,<br />
hidrologi DAS, tanah, geologi, vegetasi, <strong>dan</strong> manusia.Karakteristik DAS yang<br />
merupakan interaksi dari seluruh faktor yang sangat komplek dimana setiap faktor<br />
terdiri lebih dari satu sub-faktor.<br />
2.1.1 Letak, Batas <strong>dan</strong> Luas Daerah Penelitian<br />
Daerah Aliran Sungai (DAS) Bodri terletak pada empat kabupaten di Provinsi Jawa<br />
Tengah, yaitu Kabupaten Kendal (45%), Kabupaten Semarang (6%), Kabupaten<br />
Temanggung (48%) <strong>dan</strong> Kabupaten Wonosobo (1%) (Data BPS Provinsi Jawa<br />
Tengah <strong>dan</strong> peta batas DAS). Luas total DAS Bodri dari hulu hingga ke muara adalah<br />
610,8 km2 yang terbagi atas 5 Sub DAS, yaitu Sub DAS Lutut, Sub DAS Logung, Sub<br />
DAS Putih, Sub DAS Blorong <strong>dan</strong> Sub DAS Bodri Hilir. Muara sungai Bodri berada di<br />
Kabupaten Kendal, sehingga pada daerah ini banyak terjadi penyesuaianpenyesuaian<br />
(adaptasi) dalam pengolahan lahan maupun rekayasa teknis yang<br />
terkait dengan adaptasi kejadian banjir. Dari Peta Rupa Bumi Indonesia, DAS Bodri<br />
terletak pada koordinat geografis 6° 51' 20" - r 18' 6" LS <strong>dan</strong> 109° 55' 20" - 110°<br />
20' 48" BT (lihat Gam bar 2.1).<br />
Batas wilayah sungai Bodri di sebelah barat adalah DAS Blukar se<strong>dan</strong>gkan DAS<br />
Blorong, DAS Kendal <strong>dan</strong> DAS Buntu di sebelah timur.Sebelah selatan berbatasan<br />
dengan Wilayah Sungai Progo Opak Serang, dengan sebelah utara Laut Jawa .Dilihat<br />
dari bentuk topografinya, hulu sungai Bodri terdiri atas daerah pegunungan, yaitu<br />
Gunung Dieng di sebelah barat <strong>dan</strong> Gunung Ungaran di sebelah timur. Topografi<br />
bagian selatan DAS Bodri merupakan wilayah dari sistem Gunung Sindoro <strong>dan</strong><br />
Dieng Timur, se<strong>dan</strong>gkan bagian timur DAS Bodri merupakan sistem la'hah Gunung<br />
Ungaran, di mana kedua gunung berapi ini diperkirakan berumur kuarter tua.<br />
, 4
.<br />
~-<br />
P£TA ADMINISTRASI<br />
DAS BODRI<br />
• • e ~ • • ' I • • & I •" e -/-'<br />
,..<br />
~ ~i -<br />
···<br />
,d~<br />
~f'<br />
::.a:::.-,;-::,. -·-----<br />
~~!Uitllf•ONo"fW""<br />
~~.--........ c:.r-or,. ........<br />
l.EGEHDA<br />
:.:_·--.:'··<br />
.. •<br />
"'<br />
~ i<br />
"<br />
~ :;; ~on" ..<br />
t\d236"""<br />
- 0)1':5<br />
-,_!_.,_,. _..,<br />
""'<br />
-<br />
- -<br />
--<br />
... o..--.. .....<br />
Gambar 2.1. Peta batas administrasi DAS Bodri, Jawa Tengah .<br />
Ditinjau dari bentuk topografinya, DAS Bodri mempunyai kemiringan yang curam<br />
sampai landau (lihat Gambar 2.2). Elevasi dari dari hilir hingga ke hulu Sungai Bodri<br />
bervariasi mulai dari pantai yang mendekati 0 meter hingga mencapai ketinggian<br />
2.400 meter di atas permukaan air laut. Luas DAS Bodri secara keseluruhan<br />
mencakup wilayah seluas kurang lebih 649,68km 2 •<br />
2.1.2 Kondisi Geologi<br />
Di bagian hilir, wilayah DAS Bodri tersusun dari endapan aluvium yang berumur<br />
holosen.Endapan ini terdiri atas lempung <strong>dan</strong> pasir yang mempunyai ketebalan<br />
berbeda-beda.Di kanan kiri sungai mempunyai ketebalan 1 hingga 3 meter, terdiri<br />
atas kerikil, pasir <strong>dan</strong> lanau.Di daerah pesisir, mempunyai lapisan lempung yang<br />
lebih tebal daripada daerah yang lebih jauh dari laut.<br />
Di sebelah selatan endapan aluvium, terdapat Formasi Damar yang tersusun dari<br />
jenis-jenis batuan sedimen berumur Pleistosen seperti batupasir bertufa,<br />
konglomerat, breksi volkanik <strong>dan</strong> tufa. Selanjutnya terdapat lapisan marin berumur<br />
. '<br />
Miosen-Piiosen yang terdiri atas selang-seling batulempung, napal, batupasir,<br />
konglomerat, breksi volkanik <strong>dan</strong> batugamping.<br />
,<br />
5
Di bagian hulu, terdapat Formasi Panjatan yang secara stratigrafi mirip dengan<br />
Formasi Marin.Formasi batuan berumur Miosen ini tersusun dari batupasir, breksi,<br />
tufa, batulempung <strong>dan</strong> aliran lava.Formasi Panjatan merupakan pemasok utama<br />
material sedimen Delta Sungai Bodri, karena merupakan jenis-jenis batuan sedimen<br />
yang mudah lapuk.<br />
•<br />
; I PETA KELA~~~=·N LER£NG<br />
~.no<br />
••• ~ •• ' ' ••• t .. ~ Cl<br />
-/<br />
,. -<br />
. ... _~·- _,,<br />
~·:l~<br />
~~-<br />
----<br />
..... ""*'~.....a~~<br />
_...,.__ ~.....,~<br />
;::.:;..:-::a-<br />
l.EG£1ClA<br />
-- ..... a...--.... ,t)llf;<br />
.,_,.,_.<br />
-- --<br />
- .-.-....<br />
-~<br />
-~<br />
............-<br />
.<br />
'i~<br />
E<br />
•"--~:..:\~,:-.tl<br />
~--; ~.,.,..<br />
·~o.u<br />
""<br />
-~--.;<br />
""'<br />
.... ~<br />
•.....<br />
- -~-<br />
'-"'--Dofo-1&•· l&QCO~l!I)O;I<br />
l ........ Oolt' ..... -. ... .-so--.lMI-<br />
~...., ........ -o.n ..... c..,-- :X.<br />
Gambar 2.2. Peta kemiringan lereng DAS Bodri, Jawa Tengah.<br />
2.1.3 Tanah<br />
Di DAS Bodri terdapat tiga jenis tanah yaitu aluvial, mediteran <strong>dan</strong> kompleks<br />
latosol. Tanah aluvial terdapat di daerah dataran <strong>dan</strong> delta Sungai Bodri.Tanah ini<br />
merupakan tanah muda, belum mengalami diferensiasi horison, sehingga masih<br />
dianggap sebagai lapisan.Sebaran jenis tanah di DAS Bodri dapat dilihat pada<br />
Gam bar 2.3.<br />
Tanah aluvial terbentuk akibat banjir pada musim hujan, sehingga mempunyai ciri<br />
morfologi berlapis-lapis yang bukan merupakan horison, karena bukan hasil<br />
perkembangan tanah. Sifat tanah aluvial dipengaruhi oleh sumber b.ah,an asal,<br />
seh ingga kesuburannyapun ditentukan oleh sifat bahan asalnya. Tekstur tanah<br />
aluvial bervariasi, baik vertikal maupun horisontai.Jika banyak mengandung<br />
lem pung, tanah sukar diolah <strong>dan</strong> menghambat drainase.Permeabilitas lambat <strong>dan</strong><br />
, 6
kepekaan terhadap erosi besar, namun erosi tidak mencapa i tingkat lanjut karena<br />
daerahnya datar.Tanah mediteran terdapat di lereng tengah DAS Bodri. Bahan<br />
induk jenis tanah ini adalah tuf vulkan intermedier yang berasal dari breksi volkanik<br />
<strong>dan</strong> lapisan marin.<br />
Jenis tanah yang mendominasi wilayah DAS Bodri adalah kompleks latoso i.Jenis<br />
tanah ini utamanya terdapat di lereng atas, dengan bahan induk batuan sedimen<br />
dari Formasi Panjatan.Latosol telah mengalami pelapukan intensif da<br />
perkembangan tanah lanjut.Ciri morfologi yang utama adala h struktur rema<br />
sampai gumpallemah, dengan konsistensi gem bur. Hasil pe lap ukan tanah di lerer.s<br />
atas akan terangkut <strong>dan</strong> terendapkan di muara sungai.<br />
~-<br />
P£TA .JENIS TAHA>I<br />
o.u IIOORl<br />
,-t~<br />
~;:r:_, ___ ,>JlV<br />
::..:..-..=~.-<br />
~~SJAVfl()oi,NPfWf'TMHHASIONAl<br />
.J~--.... IIIololll c..or-ctM!Illlogoo<br />
.. ;.<br />
-. :;,<br />
~·<br />
.,..2"'1007<br />
,!'MI?=<br />
• • I" • ~ t l 10 I o f • ~ • • -'<br />
,. '<br />
~ '·' ... . :"'·<br />
:,<br />
• .! ~~ ~<br />
·, ~<br />
',<br />
i<br />
-; ·-. ~<br />
··--""<br />
"'<br />
,.,<br />
LEGENOA<br />
--<br />
o-.oo~-....... IO.U)<br />
..............<br />
----<br />
_,_<br />
-~<br />
-<br />
NIIAIItAN<br />
---<br />
--- --,-·<br />
.........._.......<br />
--<br />
~~~---·--<br />
~-~-O.W-lltOCIO-=-.!III~liiiOl<br />
lProooo ..... CJ,U;(IOIJI'oii ..........,.-..._,IMIOOO<br />
~~-Oflloo
Daerah yang dikategorikan banjir pada Sub DAS ini seluas 7.366 Ha dengan titik<br />
rawan banjir di Kecamatan Patebon, Kecamatan Cepiring <strong>dan</strong> Kecamatan Pegandon<br />
Kabupaten Kendai.Akibat terjadinya banjir tersebut, di beberapa tempat terdapat<br />
tanggul kritis dengan panjang total mencapai + 1.5 km yang tersebar di beberapa<br />
titik.Sementara daerah yang dikategorikan rawan kekeringan meliputi 4,624 Ha<br />
dengan titik rawan kekeringan di Kecamatan Pegandon <strong>dan</strong> Kecamatan Patea n<br />
Kabupaten Kendal.<br />
Sumber air Sungai Bodri berasal dari Gunung Perahu, Gunung Sundoro, Gunung<br />
Baser, Gunung Tengkik <strong>dan</strong> Gunung Ungaran. Sungai Bodri se ndiri ada lah termasu<br />
sungai perenial yaitu sungai yang airnya mengalir sepanjang tahun. Pada musim<br />
penghujan, debitnya cukup tinggi sehingga sering me nyebab kan ba njir di daerah<br />
hilirnya (di daerah dataran). Debit tertinggi umumnya terjadi pada bulan Jan uari,<br />
se<strong>dan</strong>gkan debit terendah umumnya terjadi pada bu lan Juni sampa i Oktobe r.<br />
Aliran Sungai Bodri membawa hasil erosi atau sed im en dari daerah hulu ke hilir<br />
sungai. Jika aliran sungai besar, maka sedimen yang terangkut juga akan besar.<br />
Sedimen yang diangkut oleh aliran Sungai Bodri, jika telah sampa i pada perairan<br />
yang tenang akan diendapkan di mulut sunga inya .<br />
Untuk keperluan irigasi, air dari sungai dapat dimanfaatkan. Dam Juwero dibuat<br />
untuk membelokkan aliran sungai sebagai sumber irigasi daerah pertanian di<br />
sekitar Sungai Bodri.Namun pada musim kemarau, kebutuhan air untuk irigasi tidak<br />
dapat dicukupi dari sungai Bodri.<br />
Ditinjau dari kondisi air tanahnya, tidak semua air tanah mempunyai kualitas yang<br />
baik.Air tanah asin sering dijumpai di daerah pesisir.Pada musim kemarau, salinitas<br />
air tanah semakin tinggi sehingga tingkat keasinannya lebih terasa.<br />
2.1.5 Curah Hujan <strong>dan</strong> Suhu Udara<br />
Hujan rata-rata tahunan pada DAS Bodri mencapai 1.800- 3.000 mm. Curah hujan<br />
tahunan di DAS Bodri cukup tinggi yaitu sekitar 2.556 mm/tahun. Berdasarkan tipe<br />
ikl imnya, menurut klasifikasi Koppen termasuk tipe Af. Tipe iklim Af adalah iklim<br />
hutan hujan tropis (tropical rain forest climate) yang tidak memiliki bulan kering.<br />
Semua bulan mempunyai jumlah curah hujan lebih dari 60 mm. Sebaran curah<br />
hujan tahunan di DAS Bodri ditunjukkan pada Gambar 2.4.Se<strong>dan</strong>gkan Gam_bar 2.5<br />
menunjukkan sebaran curah hujan 3 (tiga) harian di DAS Bodri.<br />
, 8
.<br />
~-<br />
'ETA INTENSITAS CURAH HUJAN TAHUNA<br />
DAS BOORI<br />
,Jj·<br />
.. ;"· ~·<br />
-...::::..... "·,1'<br />
~.<br />
;, '<br />
f'IMr.J»~<br />
""<br />
'.,<br />
Ditinjau dari suhu udaranya, suhu udara rata-rata tahunan tertinggi di DAS Bodri<br />
adalah 28,3°( yang terjadi pada Bulan September, se<strong>dan</strong>gkan suhu udara rata-rata<br />
tahunan terendah sebesar 26,3° C yang terjadi pada Bulan Januari.<br />
2.1.6 Penggunaan Lahan<br />
Penggunaan lahan di DAS Bodri meliputi permukiman, sawah, tegalan, perkebunan<br />
<strong>dan</strong> hutan. Tanah kosong merupakan kelas hutan berupa lapangan dengan kond isi<br />
gundul atau hampir gundul (semak, hutan belukar, tanaman jarang, tana h kosong.<br />
Di wilayah pesisir, penggunaan lahan terbesar berupa tambak ba ik yang dikelola<br />
secara tradisional maupun modern.Penggunaan lahan permukiman umumnya<br />
terdapat di daerah yang dekat dengan sumber air <strong>dan</strong> di tepi jalan yang dilalui<br />
kendaraan bermotor. Tegalan umumnya terdapat di sebela h timur Sungai Bodri,<br />
se<strong>dan</strong>gkan sawah umumnya terdapat di sebelah barat, kare na air tawar lebih<br />
mudah diperoleh.Jenis penutup lahan beserta luasnya dapat dilihat pa da Gamba r<br />
2.6 atau Tabel 2.1.<br />
i<br />
~·~<br />
PETA PENGGUNAAN LAHAN<br />
DAS BODRI<br />
,~(~_<br />
~~ .... ~-<br />
' u.o.--~·--·ooJIM\<br />
OIOIC:.,.II-GtGUlM<br />
-~·-(W()f·...<br />
~~.tul'tV(IOo\NP£U!TAA N tUoSIC»W.<br />
A lbpoo,.._..,.,.illol ... Cllo!'!Dflg141tllllogrlr<br />
'<br />
J<br />
• • I ~ • & I I " I • l • ~ I -'<br />
..<br />
...<br />
.\<br />
!<br />
.F'··;-- '···<br />
'<br />
,& • •• • ,.. ............. "<br />
-.:_ ...... • , .;i<br />
ltll&liOf!AI<br />
""'<br />
,..<br />
lEGENOA<br />
a....(looo
Tabel 2.1. Jenis <strong>dan</strong> luas penutup lahan di DAS Bodri<br />
No Jenis Penutup Lahan Luas (Ha) %<br />
1. Permukiman 6.828 11<br />
2. Kebun 24.231 37<br />
3. Pertanian lahan kering 11.676 18<br />
4. Sa wah 6979 11<br />
5. Semak belukar 6823 11<br />
6. Hutan lahan kering 6.250 10<br />
7. Tambak 1.642 3<br />
8. Tubuh air 538 1<br />
Total 64.968 100<br />
Sumber: Pusat Sumber Daya Alam Darat, Bakosurtanal (2009).<br />
2.1. 7 Penduduk<br />
Penduduk yang bertempat tinggal di dalam DAS Bodri tersebar dari hulu hingga hilir<br />
pada 4 wilayah kabupaten. Menurut data statistik, jumlah penduduk beserta<br />
kepadatannyadi tiap kabupaten/kota di sekitar DAS Bodri seperti tercantum pada<br />
Tabel 2.2 dengan sebaran kepadatan penduduk seperti terlihat pada Gambar 2.7.<br />
l-<br />
PETA TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK<br />
DASBOORI<br />
.......' ... 1.-: ,~ ~ " ·-·<br />
/<br />
........ _.;,.<br />
/<br />
..<br />
I<br />
..<br />
!-<br />
~ .. '. #. •"'~<br />
' ..,._ ...<br />
I<br />
-~2,-<br />
1 _, ___ 1111\IJ<br />
:::.~~=~· 1,.0<br />
WW.If~SIJII',j£J(WIIP£W"JM"'H.I.SIOO'W.<br />
.J,~.W:-Bar;p!W>-.~1M!J8o¥)1<br />
lEGENDA<br />
-- --<br />
----- --·<br />
_._<br />
-~- -~-... ..._I'DI'IG"<br />
.......... .<br />
-<br />
......<br />
-<br />
. ,.,.,..._<br />
ii<br />
,_,.., l;~~- -~...,<br />
""'<br />
''"-~--Dtv
Tabel 2.2. Jumlah Penduduk <strong>dan</strong> Kepadatannya di DAS Bodri<br />
Kabupaten/Kota Luas Wilayah Jumlah Kepadatan<br />
(km 2 ) Penduduk (jiwa) Penduduk<br />
(jiwa/km 2 )<br />
Kendal 1.002,27 938.115 935,99<br />
Semarang 946,86 900.420 950.95<br />
Temanggung 870,23 700.845 805.36<br />
Wonosobo 984.68 754.447 766,18<br />
Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka, 2008<br />
I<br />
I<br />
2.2 Banjir <strong>dan</strong> Kerentanan<br />
Berbagai kondisi atau tipologi DAS sangat menentukan sifat-sifat banjir yang ada<br />
pada DAS tersebut.Tipologi DAS adalah hal-hal yang berka itan dengan tipe DAS<br />
yang dapat merujuk pada bentuk <strong>dan</strong> kondisi sehingga dapat memudahkan<br />
pengenalan tipe-tipe DAS tertentu.<br />
Karakteristik DAS adalah gambaran spesifik mengenai DAS yang dicirikan oleh<br />
parameter yang berkaitan dengan keadaan morfologi DAS, morfomertri DAS,<br />
hidrologi DAS, tanah, geologi, vegetasi, <strong>dan</strong> manusia.Karakteristik DAS yang<br />
merupakan interaksi dari seluruh faktor yang sangat komplek dimana setiap faktor<br />
terdiri lebih dari satu sub-faktor.<br />
2.2.1 Lahan Rawan Banjir<br />
Pengertian Banjir<br />
Banjir merupakan peristiwa terjadinya genangan di dataran banjir atau daerah<br />
cekungan karena tidak ada pengatusan atau sebagai akibat terjadinya limpasan air<br />
dari sungai yang disebabkan debit sungai melebihi kapasitasnya sehingga meluap<br />
ke daerah tersebut. Daerah di sekitar aliran sungai besar umumnya adalah dataran<br />
banjir yang terbentuk oleh sistem fluvial yang mengakomodasi debit aliran sungai<br />
yang besar <strong>dan</strong> jarang terjadi (Cooke <strong>dan</strong> Doornkamp, 1977).<br />
Banjir juga dapat terjadi ketika muka air laut mengalami kenaikan yang ekstrem<br />
atau di atas daratan pesisir yang disebabkan oleh pasang air laut <strong>dan</strong> gelombang<br />
tinggi. Di banyak wilayah di seluruh dunia, banjir merupakan fenomena. yang paling<br />
banyak menimbulkan kerusakan yang berpengaruh terhadap kondisi sosial <strong>dan</strong><br />
ekonomi penduduk (Smith et al., 1998, dalam Marfai, 2003).<br />
, 12
Banjir terjadi karena a<strong>dan</strong>ya faktor penyebab <strong>dan</strong> faktor lingkungan (Seyhan, 1977).<br />
Faktor penyebab<br />
terjadinya banjir yang utama adalah curah hujan. Dari siklus<br />
hidrologi terlihat bahwa hujan merupakan bagian dari siklus hidrologi, dengan<br />
demikian banjir sebagai proses alam akan selalu terjadi tergantung pada kondisi<br />
curah hujan. Dalam hal ini kejadian banjir juga ditentukan oleh faktor lingkungan<br />
karena perubahan atau transformasi dari curah hujan menjadi banjir merupakan<br />
suatu proses yang juga sangat tergantung pada kondisi lingkungan.<br />
Meskipun hujan merupakan penyebab utama terjadinya banjir, namun banjir tida<br />
selalu terjadi pada semua kejadian hujan <strong>dan</strong> banjir yang terjadi pun tidak se lalu<br />
sama di setiap tempat. Kondisi geologi, bentuklahan, tanah da n penutup lahan<br />
merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh pada proses terjadinya<br />
banjir. Banjir di daerah pesisir bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti hujan<br />
yang tinggi di daerah itu atau pun yang terjadi di daerah hu lu se rta kenaikan muka<br />
air laut.<br />
Banjir di wilayah pesisir secara umum disebabkan oleh faktor ikl im yaitu tingginya<br />
curah hujan <strong>dan</strong> pasang air laut. Banjir di wilayah pesisi r bisa merupakan banjir<br />
lokal yang disebabkan oleh hujan lokal, terutama curah hujan dengan intesitas<br />
yang tinggi <strong>dan</strong> berlangsung dalam periode waktu yang singkat, namun demikian<br />
hujan lebat di daerah hulu juga dapat menyebabkan banjir (banjir kiriman). Selain<br />
itu banjir di pesisir juga bisa terjadi karena a<strong>dan</strong>ya kombinasi antara pasang tinggi<br />
<strong>dan</strong> kenaikan muka<br />
laut serta gelombang yang besar yang berasosiasi dengan<br />
badai yang menyebabkan gelombang laut menjadi besar, yang dikenal dengan<br />
banjir rob. Pada kondisi tertentu gempa bumi, letusan gunung api, longsor lahan<br />
dapat menyebabkan gelombang laut yang besar sehingga dapat menimbulkan<br />
banjir.<br />
Perubahan penggunaan lahan dari wilayah tak terbangun menjadi wilayah<br />
terbangun berpotensi meningkatkan potensi banjir terutama karena berkurangnya<br />
infiltrasi air hujan ke dalam tanah. Wilayah-wilayah yang merupakan daerah banjir<br />
seperti dataran pantai, estuari, <strong>dan</strong> dataran banjir merupakan wilayah yang banyak<br />
dibangun menjadi kawasan industri, perdagangan <strong>dan</strong> permukiman. Pembangunan<br />
wilayah perkotaan dengan segala fasilitasnya serta penambahan jumlah penduduk<br />
akan berpengaruh pada penurunan kapasitas drainase <strong>dan</strong> infiltrasi tanah, sehingga<br />
aliran permukaan menjadi lebih besar.<br />
Setidaknya ada dua pendekatan dalam mengkaji <strong>dan</strong> memetakan lahan daerah<br />
rawan banjir yaitu pendekatan hidrologis <strong>dan</strong> pendekatan geomorfologis.Berikut<br />
uraian singkat mengenai kedua pendekatan ini:<br />
, 13
• Pendekatan Hidrologis<br />
Dengan pendekatan ini, daerah rawan banjir dihitung <strong>dan</strong> dipetakan dengan<br />
menggunakan formula (perhitungan hidrologis) pada sistem daerah aliran sungai,<br />
misalnya yang cukup populer dengan metode rasional. Debit banjir ditentukan<br />
berdasar peluang hujan yang muncul dalam periode waktu tertentu, misalnya 25<br />
tahunan, 50 tahunan, 100 tahunan dll, menyesuaikan kebutuhan data yang<br />
diperlukan guna keperluan perencanaan jembatan, waduk, perumahan, jalan<br />
infrastruktur bangunan dll. Untuk menentukan area rawan bajir diperlukan data<br />
hujan, penggunaan lahan, kapasitas saluran gorong-gorong atau sunga i, lereng <strong>dan</strong><br />
data kontur atau DEM, kemudian debit banjir dihitung salah satunya dengan<br />
metode rasional, namun pendekatan ini tidak dibahas atau diura ikan dalam laporan<br />
ini.<br />
• Pendekatan Geomorfologis<br />
Pendekatan yang kedua dengan cara memetakan banjir berdasar kondisi unit<br />
geomorfologi dimana unit pemetaannya adalah bentuklahan (landform). Dalam<br />
penyusunan peta rawan banjir diperlukan beberapa variabel antara lain peta<br />
penggunaan lahan, peta sistem lahan yang didalamnya terdapat informasi bentuk<br />
lahan. Variabel lain adalah data hujan dasarian <strong>dan</strong> data kejadian banjir. Dengan<br />
data-data tersebut kemudian dapat dilakukan analisis <strong>dan</strong> sintesis dihasilkan<br />
output peta rawan banjir.<br />
Faktor penciri dalam karakterisktik sistem lahan yang dihimpun dari tabel-tabel<br />
entitas pendukung digunakan sebagai dasar penilaian daerah rawan banjir.<br />
Penilaian banjir menggunakan analisa pernyataan logika BOOLEAN. Apabila kondisi<br />
memenuhi faktor penciri, maka sistem lahan dikategorikan RAWAN BANJIR,<br />
se<strong>dan</strong>gkan yang tidak memenuhi dikategorikan TIDAK RAW AN BANJIR.<br />
Sistem lahan adalah suatu daerah atau kumpulan daerah dimana terjadi pola<br />
pengulangan topografi, jenis tanah, <strong>dan</strong> vegetasi (Christian <strong>dan</strong> Stewart, 1968).<br />
Bentuklahan dari konsepsi sistem lahan ini merupakan suatu pola pengulangan<br />
satuan lahan yang ditunjukkan oleh kesamaan sifat morfografi (topografi), tanah,<br />
<strong>dan</strong> vegetasi (penutupan lahan). Faktor lingkungan fisik tersebut digunakan<br />
sebagai faktor penciri dalam penilaian daerah rawan banjir. Sistem lahan yang<br />
dinilai<br />
rawan banjir (mudah terjadi genangan air) atau karena oleh luapan air<br />
sungai yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:<br />
• Merupakan bentuklahan hasil proses fluvial, yaitu suatu proses transportasi<br />
<strong>dan</strong> sedimentasi bahan aluvium oleh aliran sungai<br />
. '<br />
,<br />
14
• Mempunyai topografi datar<br />
• Jenis tanah termasuk lnceptisol atau Entisol <strong>dan</strong> berdrainase terhambat<br />
• Pola drainase berbentuk meandering, recticulate, atau dendritik<br />
2.2.2 Kerentanan Terhadap Banjir<br />
Konsep mengenai kerentanan (vulnerability) sebagai respon terhadap persepsi<br />
yang berorientasi pada kejadian bencana <strong>dan</strong> risiko bencana telah dikemukakan<br />
sejak era 1970an. Salah satu definisi yang paling terkena l ada lah yang<br />
diformulasikan oleh the International Strategy for Disaster Reduct ion (UN "ISO<br />
yang mendefinisikan kerentanan sebagai: "suatu kondisi yang ditentukaq o ,e<br />
faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi <strong>dan</strong> lingkungan, yang mana<br />
meningkatkan kerentanan masyarakat terhadap dampak kejad ian bencana" .<br />
Kerentanan ditentukan oleh dua faktor utama yaitu keterpaparan terhadap bahaya<br />
(hazard exposure) <strong>dan</strong> kapasitas bertahan dalam bahaya (coping capacity). Untuk<br />
mengukur kerentanan ini diperlukan indikator-indikator (contoh indikator dapat<br />
lihat pada Schmidt-Thorne 2004). Terkait dengan sumberdaya air (Unesco, 2010),<br />
menyebutkan bahwa kerentanan dari suatu sistem terhadap bahaya banjir<br />
ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu keterpaparan (exposure), kerawanan<br />
(susceptibility) <strong>dan</strong> ketangguhan (resilience) dalam menghadapi suatu bahaya<br />
tertentu.<br />
Keterpaparan (exposure) merupakan kondisi awal dari suatu sistem yang akan<br />
terkena banjir karena lokasinya berada pada wilayah pengaruh. Dengan demikian<br />
maka keterpaparan (exposure) merupakan nilai dari suatu lokasi pada waktu terjadi<br />
banjir. Terkait dengan penelitian ini maka nilai dari objek yang terpapar adalah<br />
lahan pertanian, meskipun dalam penilaian secara umum dapat berupa barang,<br />
infrastruktur, peninggalan budaya atau penduduknya. Selanjutnya, indikator untuk<br />
komponen ini dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu paparan dari objek (element<br />
at risk) yang berbeda <strong>dan</strong> karakteristik banjirnya.<br />
Kerawanan (suceptibility) berkaitan dengan karakteristik sistem, termasuk<br />
kerusakan yang disebabkan oleh banjir dalam konteks sosial, khususnya<br />
kewaspadaan (awareness) <strong>dan</strong> kesiap-siagaan (preparedness) dari masyarakat yang<br />
terkena banjir terkait dengan risiko dimana mereka tinggal (sebelum terjadinya<br />
banjir), istitusi yang terkait dengan mitigasi <strong>dan</strong> pengurangan pengar~h J)encana<br />
<strong>dan</strong> keberadaan peralatan 'penyelamatan', seperti rute untuk evakuasi yang dapat<br />
digunakan dalam keadaan banjir.Ketangguhan (resilience) terhadap kerusakan yang<br />
disebabkan oleh banjir hanya bisa diperhitungkan berdasarkan kejadian banjir di<br />
, 15
masa lalu, karena fokusnya adalah pada pengalaman-pengalaman yang dimiliki<br />
selama terjadinya banjir <strong>dan</strong> sesudah terjadinya banjir.<br />
2.2.3 lahan Banjir <strong>dan</strong> Pengaruhnya Terhadap Wilayah Pertanian<br />
Kajian mengenai pengaruh banjir pada produksi pangan telah banyak dilakukan<br />
antara lain oleh seperti dikemukakan dalam penelitian yang dilakukan oleh<br />
Octavina et.al 2002, <strong>dan</strong> KLH et.al 2009. Dalam kedua penelitian ini disebutkan<br />
bahwa banjir merupakan salah satu penyebab kegagalan pane n tanaman panga<br />
yang banyak terjadi di Indonesia.<br />
Octavina et.al (2002) mengemukakan dampak atau tingkat kerusakan tanama<br />
pertanian khususnya padi sangat ditentukan oleh la ma genangan banjir, genangan<br />
banjir yang melebihi 3 minggu akan menyebabkan tan aman puso. Sementara itu,<br />
KLH et.al (2009) melakukan melakukan kajian mengenai risiko <strong>dan</strong> adaptasi<br />
terhadap perubahan iklim yang salah satunya menyoroti masalah banjir di Pulau<br />
Lombok. Dalam kajian ini disebutkan bahwa frekuensi <strong>dan</strong> kuantitas cura h hujan<br />
yang berlebihan pada masa menjelang panen (pad i be rumur 95 - 110 hari), maka<br />
kualitas <strong>dan</strong> kuantitas panen akan menurun terlebih apabila frekuensi <strong>dan</strong> curah<br />
hujan yang besar disertai angin kencang akan mengakibatkan batang padi menjadi<br />
rebah. Dengan kata lain, kondisi ekstrim basah pada masa menjelang panen akan<br />
menyebabkan penurunan hasil panen yang didapat.<br />
2.2.4 Adaptasi Terhadap Bencana Banjir<br />
Bagi wilayah tertentu, banjir telah menjadi bagian hidup sehari-hari bagi<br />
masyarakat di daerah tersebut. Berbagai metode untuk mengatasi <strong>dan</strong> mengurangi<br />
dampak banjir telah dikembangkan, baik metode yang telah digunakan selama<br />
puluhan tahun secara turun temurun maupun metode yang berkembang perlahan<br />
seiring waktu <strong>dan</strong> umumnya disesuaikan dengan perubahan-perubahan agroklimat<br />
setempat. Kemampuan adaptasi semacam itu kini dirasakan sangat penting untuk<br />
menghadapi masalah-masalah terkait perubahan iklim, banjir salah satunya. Jika<br />
kegiatan-kegiatan adaptif dilaksanakan lebih intensif, semakin mudah bagi<br />
masyarakat kembali ke kehidupan normal setelah banjir surut.<br />
Pengalaman menunjukan bahwa banyak strategi adaptasi dapat memberikan<br />
manfaat baik dalam penyelesaian jangka pendek <strong>dan</strong> maupun jangk
tingkat teknologi rendah, informasi <strong>dan</strong> keahlian rendah, infrastruktur buruk,<br />
institusi lemah, ketidakadilan kekuasaan, kapasitas sumber daya terbatas; adalah<br />
memiliki kemampuan adaptasi yang lemah <strong>dan</strong> rentan terhadap perubahan iklim.<br />
Berlaku hal yang sebaliknya bagi Negara dengan sumberdaya ekonomi tinggi,<br />
tingkat teknologi tinggi, informasi <strong>dan</strong> keahlian tinggi, infrastruktur baik, institusi<br />
kuat, berkeadilan dalam kekuasaan, kapasitas sumber daya melimpah.<br />
Daya adaptasi terhadap bencana banjir adalah kemampuan suatu sistem untuk<br />
menyesuaikan diri dari bencana banjir dengan cara mengurangi kerusaka n yang<br />
ditimbulkan, mengambil manfaat atau mengatasi perubahan denga n sega la<br />
akibatnya. Adaptasi dapat dilakukan perseorangan maupun secara berkelompo<br />
dalam cakupan wilayah tertentu <strong>dan</strong> merupakan hasil kolaborasi antara<br />
pengalaman <strong>dan</strong> pengetahuan teknis. Adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat<br />
dapat diwujudkan dalam bentuk pengetahuan mengenai langkah-langkah yang<br />
dilakukan apabila terjadi banjir (contoh: panen lebih awal) serta infrastruktur<br />
penahan banjir (contoh: pembuatan tanggul/bendung) atau modifikasi bentuk pola<br />
pertanian (contoh: pembuatan gulu<strong>dan</strong> I pertanian sistim surjan).<br />
Ada enam faktor utama yang membantu masyarakat mengembangkan pertanian<br />
yang adaptif terhadap banjir berdasarkan studi kasus di Uttar Pradesh Timur, Nepal<br />
menurut Wajih (2009), yaitu:<br />
1. lntensifikasi<br />
Pelaksanaan intensifikasi disini yaitu dengan menerapkan kombinasi sistem<br />
penanaman tanaman lain diluar tanaman utama yang selalu terkena banjir.<br />
Apabila terjadi banjir, petani masih dapat memanen dari tanaman sela.<br />
Kegiatan lain yang dilakukan mencakup pembuatan bank benih <strong>dan</strong> biji,<br />
menanam sayur, memelihara ikan, membuat pakan ternak, atau beternak<br />
sa pi.<br />
2. Diversifikasi<br />
Masyarakat mampu beradaptasi karena beragamnya varietas tanaman,<br />
pohon, rumput-rumputan, <strong>dan</strong> hewan serta beragamnya pengetahuan,<br />
keterampilan, pengalaman, <strong>dan</strong> usaha masyarakat. Petani tanpa lahan<br />
mampu mencari nafkah dengan beternak hewan kecil.<br />
3. Tambahan Nilai<br />
Memberi nilai tambah akan meningkatkan manfaat <strong>dan</strong> harga produk.<br />
Contohnya, kelompok-kelompok perempuan setempat memberi nilai tambah<br />
pada produk pertanian dengan cara mengolah padi, susu, tebu, atau sayurmayur<br />
menjadi produk olahan. Meskipun sangat banyak peluang, tetapi<br />
, 17
inisiatif-inisiatif petani belum optimal karena kurangnya sumber daya <strong>dan</strong><br />
informasi.<br />
4. Pengetahuan Teknis Lokal<br />
Berbagai praktik adaptif dalam pertanian memiliki unsur pengetahuan lokal<br />
kuat. Tanpa mekanisme terorganisasi untuk mengembangkan <strong>dan</strong><br />
menyebarkan pengetahuan, masyarakat tidak mampu bertahan menghadapi<br />
banjir <strong>dan</strong> dampak perubahan iklim lainnya. Pengetahuanlah yang membantu<br />
mereka beradaptasi <strong>dan</strong> bertahan hidup. Misalnya pengetahuan mengenai<br />
varietas padi tertentu yang bisa ditanam di daerah banjir, karena tahan a<br />
<strong>dan</strong> cepat tumbuh.<br />
5. Pemasaran<br />
Pasar ternyata merupakan faktor penting dalam adaptasi. Meski petani<br />
mampu menjual produk dari tebu, susu, sayur-mayur, atau ikan, mereka<br />
tidak mendapatkan harga adil untuk produknya.<br />
6. Pengelolaan Daur Tanaman<br />
Para petani menyesuaikan daur tanaman untuk mengurangi kehilangan<br />
tanaman. Strategi umumnya adalah melakukan budi daya prabanjir, saat<br />
banjir <strong>dan</strong> pascabanjir:<br />
• Pembudidayaan prabanjir.<br />
Para petani melakukan budi daya tanaman yang dapat dipanen<br />
sebelum banjir. Mereka memilih varietas yang sesuai <strong>dan</strong> menanam<br />
lebih awal dari biasanya. Ubi jalar, jagung, ketimun, <strong>dan</strong> padi umur<br />
pendek merupakan contoh-contoh tanaman yang dapat dipanen<br />
petani sebelum banjir.<br />
• Pembudidayaan saat banjir.<br />
Petani menggunakan sejumlah tanaman lokal yang tahan terhadap<br />
air. Tanaman ini tumbuh baik bahkan dalam keadaan banjir, antara<br />
lain lili air (Nymphaea, Euryale ferox, Nelumbium speciosum), Cyperus<br />
esculenta, <strong>dan</strong> Ipomoea aquatica.<br />
• Pembudidayaan pascabanjir.<br />
Varietas tanaman yang ditanam seusai banjir dapat membantu<br />
mengganti kerugian akibat banjir. Sejumlah varietas telah<br />
diuji,dikembangkan, <strong>dan</strong> digunakan. Budi daya biji penghasjl minyak,<br />
kentang, kacang arkil, lentil, horse gram, atau melon di pasir ialah<br />
sejumlah contoh yang dilakukan para petani di daerah banjir <strong>dan</strong><br />
tergenang air.<br />
, 18
Penerapan bentuk adaptasi tersebut biasanya terkait dengan kebutuhan <strong>dan</strong><br />
kondisi para petani, semakin buruk kondisi petani, semakin besar kemungkinan<br />
mereka menerapkan pola adaptasi. Faktor-faktor yang menpengaruhi kemampuan<br />
adaptif masyarakat, yaitu: (a) keadaan sumber daya alam di daerah tersebut; (b)<br />
sistem penghidupan <strong>dan</strong> kesempatan pada tingkat lokal; (c) kesempatan<br />
mendatangkan pendapatan di daerah sekitar; (d) infrastruktur, layanan, <strong>dan</strong><br />
fasilitas fisik dasar (misalnya jalan, perumahan, <strong>dan</strong> air minum) pada tingkat lokal;<br />
(e) kepekaan sosio-ekonomi <strong>dan</strong> gender di daerah tersebut; (f) akses masyarakat<br />
terhadap informasi <strong>dan</strong> pengetahuan, serta (g) keberadaan jejaring sosial dalam<br />
masyarakat maupun dengan pemerintah <strong>dan</strong> organisasi sektor formal seperti bank,<br />
ba<strong>dan</strong> pemerintah, <strong>dan</strong> organisasi relawan (Wajih, S.A., 2009) .<br />
Pola adaptasi yang sudah ada di masyarakat hendaknya dapat terdokumentasikan<br />
dengan baik sehingga dapat menjadi suatu informasi yang berguna bagi para petani<br />
dalam menghadapi banjir. Petani diharapkan dapat memiliki akses ke informasi<br />
<strong>dan</strong> sarana yang tepat sehingga mereka akan dapat melakukan sendiri adaptasi<br />
yang dibutuhkan. Contoh penahapan adaptasi dalam pertanian menurut UNDP<br />
(2007) dapat dilihat pada Gambar 2.6 di bawah ini.<br />
ms l OW ms H:!U Jul.S JrJl<br />
-------------<br />
-------- -----------------------.<br />
oF' .;0.'1!'"<br />
1§-ff ~"" ~~<br />
~~ ,c-./JJ ~¢.?; ~<br />
.;#"" ...'-'"' .:!' ~ ~~<br />
~ .,_u ,p" # .,;:;:..<br />
;-{' b-1'- 3-... -1""i; ,b" !t-~(..,.,.... II>~>$>$<br />
~#_c.~_,.~" ~'"' , &' li"<br />
... ~ - ~.7 ~~ ~ ~ ,;; :>!; ..,:,"" ·f" ' """''<br />
' ~~ jl' ;::;"" .f'~ -6 ;f ~ .. ~ ~" .~-- ·.,... ~ ~ . ?'- .#<br />
(,:f;."';-~~'l" ,."~ .. ~.-~ .. ~~·:."<br />
1:t .§''S ~op ~.., / ·~''<br />
"' ~"' ~v ..,.,. ... ~ ~'(t""<br />
~.l' 19" ~~<br />
. ~<br />
H ; ~~ ntry P.: port. 2•:X:•'<br />
Gambar 2.8. Penahapan adaptasi dalam pertanian (UNDP, 2007).<br />
,<br />
19
BAB Ill. TUJUAN DAN MANFAAT<br />
3.1 Tujuan<br />
Penelitian ini dimulai dari mengkaji permasalahan fisik wilayah untuk memahami<br />
karakteristik banjir, dampaknya banjir terhadap produksi pangan <strong>dan</strong> bagaimana<br />
adaptasi yang dilakukan telah dilakukan terhadap banjir di daerah penelitian.<br />
Analisis fisik wilayah penelitian dengan menggunakan data multi-temporal yang<br />
dikombinasikan dengan analisis multi-resolusi, digunakan untuk melakukan kajian<br />
pola <strong>dan</strong> sebaran bencana banjir. Analisis yang didunakan dalam peneltian ini<br />
dengan menggunakan analisis penggunaan lahan atau pentup lahan dengan<br />
pendekatan, spasial, temporal, ekologis <strong>dan</strong> sosial-ekonomis untuk keperluan<br />
kajian yang mendalam tentang<br />
untuk mendukung "Evaluasi Adaptasi Daerah<br />
Rentan Banjir Untuk Kawasan Pertanian Pantura Dengan Pendekatan Geospasial" .<br />
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:<br />
1) Melakukan identifikasi fisik terhadap, pola <strong>dan</strong> dinamika sebaran banjir di<br />
wilayah dataran pesisir Pantai Utara Jawa dengan sampel area di DAS Bodri<br />
Provinsi Jawa Tengah, sebagai lokasi uji untuk analisis dampak banjir<br />
terhadap produksi pangan<br />
2) Melakukan kajian perilaku adaptasi masyarakat (bentuk kearifan lokal) <strong>dan</strong><br />
pemerintah (bentuk kebijakan) dalam menghadapi banjir di wilayah DAS<br />
Bodri, Jawa Tengah.<br />
3.2 Manfaat<br />
Penelitian ini dimaksudkan agar dapat :<br />
1) Memberi kontribusi pada pengembangan teori, konsep <strong>dan</strong> metodologi<br />
dalam melakukan kajian identifikasi pola <strong>dan</strong> sebaran bajir untuk memahami<br />
karakteristik bajir dalam hubungannya dengan dampak produksi pangan<br />
khususnya di kawasan pesisir.<br />
2) Memberi masukan pada para pengambil keputusan terutama terkait dengan<br />
penataan ruang untuk mendukung pengelolaan banjir serta merumuskan<br />
strategi kebijakan ketahanan pangan nasional, diwilayah yang sangat rentan<br />
terhadap banjir<br />
3) Memberi kontribusi pada optimalisasi perencanaan tata ruang khususnya<br />
dalam membantuk pola-pola adaptasi banjir yang sesuai dengan karakter<br />
fisik <strong>dan</strong> karakter sosial ekonomi masyarakat.<br />
, 20
BAB IV. METODE PENELITIAN<br />
4.1 Metode Pelaksanaan Penelitian<br />
Metoda penelitian yang digunakan terkait dengan objek penelitian adalah<br />
metoda survei, yaitu menekankan observasi <strong>dan</strong> pengukuran terhadap variabel<br />
yang digunakan untuk analisis karakterisrik banjir di wilayah Ia han pertanian <strong>dan</strong><br />
perikanan; yang dilengkapi dengan analisis data spasial <strong>dan</strong> data sosial ekonomi<br />
kependudukan di wilayah penelitian. Sebelum survey lapangan dilakukan, data<br />
spasial dalam bentuk peta-peta tematik yang mendukung <strong>dan</strong> citra<br />
penginderaan jauh dianalisis sehingga survei lapangan dapat dilakukan dengan<br />
lebih efisien.<br />
Teknik pengambilan data pada penelitian ini dengan menggunakan sampel.<br />
Sampel yang diambil terkait dengan variabel yang diukur. Mendasarkan pada<br />
objek kajian, teknik pengambilan sampel dengan menggunakan non-probability<br />
sampling. Alasan menggunakan teknik pengambilan sampel ini adalah jumlah<br />
kejadian banjir, pola, <strong>dan</strong> distribusi tidak diketahui secara pasti serta kondisi<br />
ekosistem terutama masyarakat petani <strong>dan</strong> nelayan yang heterogen, sehingga<br />
tidak tepat apabila dilakukan dengan cara acak (random). Beberapa<br />
pertimbangan yang digunakan dalam penentuan sampel adalah satuan<br />
bentuklahan pada ekosistem wilayah dataran rendah pesisir terutama<br />
dikawasan delta dengan asumsi di daerah penelitian, yaitu: bentukan asal<br />
fluvial, bentukan asal marin <strong>dan</strong> bentukan asal fluvio-marin.<br />
Ditinjau dari metoda analisis, penelitian ini bersifat kuantitatif, untuk mengukur<br />
pola <strong>dan</strong> dinamika kejadian banjir. Metoda ini akan diterapkan di daerah<br />
penelitian sesuai dengan variabel yang ada dalam metoda tersebut. Bentuk<br />
pemanfaatan lahan agraris adalah: (a) bentuk pemanfaatan lahan yang<br />
diklasifikasikan sebagai lahan pertanian <strong>dan</strong> perikanan (tambak) yang<br />
berasosiasi dengan kawasan terbangun (permukiman), <strong>dan</strong> (b) bentuk<br />
pemanfaatan agraris khususnya area bervegetasi yang berasosiasi dengan<br />
sektor pedesaan yang lain. Selain itu juga terkait dengan proses perub~han<br />
fungsi dari pemanfaatan Ia han. Se<strong>dan</strong>gkan varia bel dari karakteristik ya~g 'akan<br />
dikaji adalah, (a) fisiografi (morfometri) {b) batuan/tanah (c) vegetasi<br />
(penggunaan/penutup lahan) (d) proses.<br />
, 21
Untuk menganilisis peru0a:...:,.. :::~~~ up lahan <strong>dan</strong> dinamika kepesisiran<br />
digunakan data citra peng ~:::::'":::::- , a ~.~1 multi-waktu yang diintegrasikan <strong>dan</strong><br />
dianalisis dalam sistim in ~ o........, as l geografis (SIG). Sementara penilaian<br />
kerawanan fisik wilayah terr- acap banjir dianalisis berdasarkan kondisi fisik<br />
wilayah. Beberapa variabel 'Jang menentukan kerawanan secara fisik antara lain<br />
bentuk lahan, penutup lahan <strong>dan</strong> kemiringan lereng. Sementara nilai<br />
kerentanan dinilai berdasa rkan objek dalam risiko yaitu lahan pertanian <strong>dan</strong><br />
kesiap-siagaan penduduk dalam menghadapi bencana yang diperoleh dari<br />
pengamatan/wawancara di lapangan. Data mengenai adaptasi diperoleh dari<br />
pengamatan lapangan <strong>dan</strong> wawancara dengan penduduk di daerah penelitian.<br />
SRTM, Topografi,<br />
Geologi, Sistem<br />
Lahan, Bentuklahan,<br />
Citra Satelit<br />
BANJIR Dl WILAYAH PESISIR<br />
~---+---1 Multitemporal (Landsat,<br />
, PANTURA i Aster, ALOS, dll)<br />
_______________ .. _____________________ 1·---------------------------------------------------------------------------------------- -r·---------------------·------------------<br />
Driving factor<br />
Terhadap perubahan alokasi ruang :<br />
(manusia, infrastruktur, kapital,<br />
lainnya)<br />
I<br />
l<br />
BENTUK LAHAN : Karakteristik Karakteristik ~ PENGGUNAAN<br />
WILAYAH DAS i Lokasi Ruang Kebutuhan i LAHAN<br />
BODRI i pada tiap Tipe Ruang pada tiap , (Lahan Pertanian <strong>dan</strong><br />
[ Guna Lahan Guna Lahan : Perikanan)<br />
~~~:.: .. ":~=; !<br />
................ ···· ·· ················· ···························· ................ ) ... '<br />
-H;<br />
DAS Bodri, i i<br />
Morfologi, [ KARAKTERISTIK Perubahan Pola,<br />
Morfometri, [ BANJIR DAS BODRI :.· Bentuk, <strong>dan</strong> Arah<br />
Morfografi <strong>dan</strong> : : Guna/Penutup Lahan<br />
Morfokronologi,<br />
i<br />
i<br />
I .. I MODEL ADAPT ASI BANJIR J.. I<br />
Gam bar 4.1. Metode Penelitian<br />
,<br />
22
4.2 Jenis Data <strong>dan</strong> Macam Data<br />
Penelitian ini menggunakan data primer <strong>dan</strong> data sekunder. Kedua macam data<br />
tersebut meliputi data bentang lahan, hidrologi <strong>dan</strong> sosial-ekonomi. Data<br />
sekunder terdiri dari data spasial beserta atribut yang telah tersedia <strong>dan</strong><br />
dianalisis guna memperoleh gambaran umum mengenai kondisi wilayah secara<br />
komprehensif. Data primer merupakan data yang disadap langsung mela lui<br />
pengamatan, pengukuran, dokumentasi maupun interview/wawancara.<br />
• Data Primer<br />
a) Data yang dikumpulkan langsung dari survei lapanga n berupa<br />
penggunaan lahan, kejadian banjir, <strong>dan</strong> adaptasi yang dilakukan ole<br />
masyarakat dalam menanggulangi bahaya ba njir.<br />
• Data Sekunder<br />
a) Data numerik antara lain: Data Statistik1985-2008, Data Pokok<br />
Pembangunan Provinsi Jawa Tengah, Data Pokok Pembangunan<br />
kabupaten/kota, Data lnfrastruktur Pekerjaan Umum, Data<br />
lnfrastruktur Perhubungan, Data lnfrastruktur Perekonomian, Data<br />
Statistik Pertanian.<br />
b) Peta tematik, antara lain: peta geologi, peta sistem lahan, peta<br />
bentuklahan, peta kawasan pesisir, peta penggunaan lahan, peta<br />
penutup lahan, peta status lahan,<br />
c) Data terkait dengan kebijakan pemanfaatan/penggunaan ruang.<br />
Pengelompokan data primer <strong>dan</strong> data sekunder yang digunakan dalam<br />
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel4.1.<br />
4.3 Alat <strong>dan</strong> Bahan<br />
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas peralatan lapangan<br />
<strong>dan</strong> peralatan laboratorium. Peralatan lapangan yang digunakan yaitu: (GPS),<br />
<strong>dan</strong> Field Data Recorder, Kamera Digital, peta RBI.<br />
Peralatan laboratorium<br />
terdiri atas: Personal Computer <strong>dan</strong> Laptop, dengan software pemrosesan<br />
digital citra satelit <strong>dan</strong> GIS , MS office (Word Processing, power point) serta<br />
Printer.<br />
Untuk wawancara di lapangan juga disusun kuesioner untuk mengumpulkan<br />
informasi mengenai banjir <strong>dan</strong> hal-hal yang terkait serta adaptasi dari penduduk<br />
terhadap banjir.Peralatan yang digunakan dalam penelitian yang digunakan<br />
, 23
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.2, se<strong>dan</strong>gkan bahan yang<br />
digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.3.<br />
Tabel 4.1. Jenis Data Penelitian<br />
No Kelompok Macam/Jenis Data Primer Macam/Jenis Data<br />
Data<br />
Sekunder<br />
No<br />
1 La han • Bentuklahan, kelerengan • Peta RBI<br />
• perlapisan batuan, genesis<br />
• Peta Tanah<br />
• Tebal, struktur, tekstur, <strong>dan</strong> • Peta Geolog .<br />
permeabilitas tanah, kesuburan •<br />
• Jenis penutup <strong>dan</strong> penggunaan •<br />
lahan, dll<br />
2 Hidrologi • Kualitas air, ked ala man air tana h •<br />
• Jenis konservasi dalam<br />
pengelolaan air, dll<br />
I<br />
Citra sate -:<br />
Citra 5~--..·<br />
Da~a ::~ ! ~ ·SU:iSa]<br />
• Jata =~ ra ii li~Jar ..<br />
:er:Jera:..:r, d:J<br />
3 Sosial- • Jumlah penggunaan air untuk • Jum ah penduduk,<br />
Ekonomi pertanian komposisi penduduk<br />
Nama alat<br />
• Tingkat pengetahuan penduduk<br />
mengenai banjir<br />
• Bentuk adaptasi penduduk<br />
terhadap banjir<br />
• Tingkat pendapatan penduduk<br />
tani <strong>dan</strong> non-tani, dll<br />
Tabel 4.2. Alat Pengumpulan Data<br />
• Tingkat pendidikan<br />
penduduk, tingkat<br />
kesejahteraan<br />
penduduk<br />
• Data komoditas<br />
panen wilayah, dll<br />
Kegunaan<br />
1 PC Komputer yang Sebagai media penyimpanan, pengolahan, <strong>dan</strong><br />
dilengkapi dengan software penampilan data <strong>dan</strong> hasil penelitian;<br />
pengolah citra penginderaan Software untuk mengolah citra penginderaan jauh<br />
jauh <strong>dan</strong> software SIG<br />
untuk menghasilkan peta tematik terutama peta<br />
liputan lahan;<br />
Sebagai alat untuk mengolah semua data spasial<br />
<strong>dan</strong> atribut yang digunakan dalam penelitian, <strong>dan</strong><br />
menampilkannya dalam peta .<br />
2 Alat-alat survei lapangan Deskripsi, identifikasi <strong>dan</strong> pengambilan sampel<br />
terhadap obyek yang diobservasi di lapangan<br />
3 Kuesioner<br />
Deskripsi kondisi sosial ekonomi <strong>dan</strong> adaptasi dari<br />
penduduk terhadap banjir.<br />
. '<br />
,<br />
24
4.4 Tahapan Penelitian<br />
4.4.1 Pemilihan Lokasi<br />
Lokasi penelitian ini merupakan bagian ekosistem dataran rendah wilayah<br />
Pantai Utara Jawa Tengah dengan pengaruh rezim perkembangan <strong>dan</strong> dinami ka<br />
Sungai Bodri.Secara alami, wilayah ini dipengaruhi oleh material vu lkan ik yang<br />
subur <strong>dan</strong> Pengunungan Struktural sebagai basis pertanian yang intensif. Sela '<br />
itu wilayah ini juga memiliki wilayah hinterland yang sangat rentan terhada<br />
denudasi <strong>dan</strong> erosi yang mengakibatkan pada setiap musim hujan a .. a<br />
menerima limpahan air <strong>dan</strong> sedimen yang sangat besar ke Laut Ja.•.a . •·a""g<br />
membentuk perkembangan Delta Bodri. Secara ekonomi, wilayah ini<br />
bagian dari pegembangan Kawasan Kendal atau Penge mbangan Ekonomi Bagian<br />
Barat Kota Semarang.<br />
Gam bar 4. 2. Lokasi Penelitian<br />
4.4.2 Tahap Pelaksanaan<br />
• Pra survei lapangan<br />
Tahap persiapan mencakup segala hal yang diperlukan dalam mendukung<br />
kegiatan lapangan. Tahap ini sebagian besar dilakukan di perpustakaan <strong>dan</strong> di<br />
la boratorium, secara detail terlihat pada Tabel 4.3.<br />
,<br />
25
label 4. 3. Tahap Persiapan Penelitian<br />
TAHAP KEGIATAN SASARAN<br />
PERTAMA 1. Kajian Pustaka 1. Memperoleh teori-teori terkait<br />
dengan banjir <strong>dan</strong> adaptasi banjir<br />
2. Pengumpulan data 2. Mendapatkan data pendukung untuk<br />
sekunder<br />
memahami permasalahan serta untuk<br />
merumuskan permasalahan di wilayah<br />
penelitian<br />
3. Persiapan peta 3. Pemahama n umum wilayatt :Je1
erdasa rka n a sc .... :-:-_:: m :;xim ;_,-.-., 'ikelihood, karena berdasarkan<br />
penelitian-pe ne tl2"' s:~I;; mnya t.1ather, 2004; Jensen, 2005) algoritma<br />
ini telah terbukt' me ~ ~:...,lr· a"' "asi, yang pa ling akurat, khususnya apabila<br />
kategorisasi pe nutup 12"' 2 " ;a"'g dijadikan kl as informasionalnya. Untuk<br />
bisa menurunkan peta pem .. n .. p lahan dengan akurasi yang tinggi (di atas<br />
90%), maka citra sate t perlu disampel dengan memperhatikan jumlah<br />
piksel minimal 100 untuk setiap kategori, <strong>dan</strong> tingkat separabailitas antar<br />
sampel berdasarkan metode Transformed Divergence ataupun Jeffries<br />
Matushita (J ense n, 2005) di atas 1.7, apabila perangkat lunak ENVI ang<br />
digunakan, atau di atas 1700 apabila perangkat lunak ERDAS Imagine<br />
yang dipaka i. Se lanjutnya melakukan analisis pada aspek dimensi spasial<br />
yang mengga mbarkan pola spasial fenomena penutup lahan, meliputi<br />
keteraturan, ukura n unit di dalamnya (misalnya bangunan), bentuk, <strong>dan</strong><br />
ukuran bisa diperoleh dengan interpretasi visual maupun segmentasi<br />
berbasis objek.<br />
b. Tahap Ekstraksi lnformasi Satuan Bentuklahan<br />
Peta satuan me<strong>dan</strong> diperlukan sebagai kontrol, di mana hasil klasifikasi<br />
multispektral dibatasi pemberlakuannya melalui suatu himpunan 'objek' .<br />
Object-based classification, selain memanfaatkan peta dimensi spasial<br />
penggunaan lahan, juga memanfaatkan satuan-satuan bentuklahan,<br />
karena diasumsikan bahwa setiap satuan bentuklahan tertentu<br />
mempunyai karakteristik me<strong>dan</strong> yang spesifik pula, yang menentukan<br />
kehadiran penggunaan lahan tertentu. Pemetaan satuan-satuan<br />
bentuklahan dilakukan dengan pendekatan aspek morfologi,<br />
morfokronologi, morfoaransemen, <strong>dan</strong> morfometri digunakan sebagai<br />
dasar penentuan material induk, ekspresi relief, <strong>dan</strong> intensitas prosesnya.<br />
Hasil pemetaan ini nantinya dikaitkan dengan informasi di lapangan, yaitu<br />
berupa penggunaan Ia han yang dominan <strong>dan</strong> faktor-faktor penyebabnya.<br />
c. Tahap lntegrasi Peta Penggunaan Lahan <strong>dan</strong> Bentuklahan<br />
Peta-peta dimensi spektral, spasial, <strong>dan</strong> satuan bentuklahan kemudian<br />
diintegrasikan dengan memperhatikan faktor-faktor di lapangan yang<br />
menentukan kemunculan penggunaan lahan.<br />
. \<br />
Proses klasifikasi ·ini<br />
merupakan knowledge-based classification yang mengintegrasikan<br />
pengolahan citra digital penginderaan jauh <strong>dan</strong> Sistem informasi geografi<br />
, 27
Hasil dari tahap ini adalah peta penggunaan lahan yang menggambarkan<br />
aspek fungsi sosial-ekonomi (misalnya permukiman, industri, sawah).<br />
• Survei Lapangan<br />
Tahap ini dimaksudkan untuk tujuan verifikasi data hasil interpretasi serta<br />
pengumpulan data primer melalui wawancara singkat, pengamatan <strong>dan</strong><br />
pengukuran secara langsung di lapangan, selanjutnya hasi l data lapanga<br />
melakukan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini. Ana lisa data<br />
adalah meliputi tiga aspek utama, yaitu analisis pola da n se baran banjir, a~a .i s is<br />
dampak banjir terhadap produksi pangan <strong>dan</strong> pola da n adaptasi terhadao oa".T<br />
baik yang dilakukan oleh masyarakat <strong>dan</strong> pemerinta h.<br />
• Pasca Lapangan<br />
Pada tahap ini dilakukan pengolahan data lapangan berupa tabulasi <strong>dan</strong> analisis<br />
data yang diperoleh dari wawancara, yang dilanjutkan dengan analisis data.<br />
• Analisis Data<br />
Analisis data spasial akan dilakukan untuk menghasilkan peta agihan bahaya<br />
banjir <strong>dan</strong> peta tingkat kerawanan banjir. Peta bahayaakan menggambarkan<br />
lokasi bencana banjir beserta intensitasnya. Se<strong>dan</strong>gkan peta kerawanan akan<br />
ditentukan dari cakupan bencana (hazard exposure) <strong>dan</strong> kapasitas menghadapi<br />
bencana (coping capacity).<br />
4.4.3 Pemetaan Potensi Banjir<br />
Untuk keperluan analisis banjir diperlukan dukungan data kapasitas saluran<br />
sungai <strong>dan</strong> debit sungai, baik debit rata-rata maupun debit puncak untuk<br />
mengetahui kemampuan sungai untuk mengalirkan airnya ke muara, disamping<br />
data periode ulang banjir. Dengan melimpahkan air dari saluran sungai, maka<br />
lahan yang ledok akan tergenang. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis<br />
bentuklahan, sehingga dapat diketahui daerah-daerah yang rawan mengalami<br />
penggenangan.<br />
Wawancara dengan penduduk juga diperlukan untuk mengetahui luasan, tinggi<br />
muka air atau kedalaman penggenangan, frekuensi banjir da~ .fama<br />
penggenangan. Gabungan antara data sekunder, data pengamatan lapangan,<br />
<strong>dan</strong> data wawancara penduduk dianalisis untuk memperoleh tingkat kerawanan<br />
bencana banjir.<br />
, 28
Penentuan Peta Potensi 3a";':r ·c"'".,asll\·an dari hasil t umpang-susun antara Peta<br />
Lereng, Peta Pe nutup la"'a~ :>e~a 3entuk Lahan, <strong>dan</strong> Peta Tanah. Proses<br />
tumpang-susun dilakukan oe"ga"' "letode perka lian antara skor dari masingmasing<br />
peta inp ut/ masukan. -1asil akhir da ri proses tumpang-susun<br />
diklasifikasikan kem ba li menjad i empat kelompok, yaitu:l}. Potensi Tinggi,2).<br />
Potensi Se<strong>dan</strong>g,3}. Potensi Rendah, <strong>dan</strong> 4}. Tidak Berpotensi.<br />
Secara konseptual data yang dibutuhkan unt uk analisis <strong>dan</strong> menentukan peta<br />
rawan bencana ba njir ada lah sebaga imana disajikan pada Gambar 4.3 di bawah<br />
ini.<br />
Peta Tanah<br />
(infiltrasi)<br />
Peta Lereng<br />
Pet a<br />
Bentuk Lahan<br />
Peta Penutup Lahan<br />
& koefisien limpasan<br />
skoring<br />
Uji lapangan<br />
Peta<br />
Potensi Banjir<br />
Gambar 4. 3. Metode pemetaan potensi banjir<br />
4.4.4 Evaluasi Adaptasi Terhadap Banjir<br />
Adaptasi merupakan perilaku masyarakat dalam menghadapi bahaya banjir<br />
dengan tujuan untuk mengurangi risiko. Adaptasi yang dilakukan oleh<br />
masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk pengetahuan mengenai langkahlangkah<br />
yang dilakukan apabila terjadi banjir (contoh: panen lebih awal) serta<br />
infrastruktur penahan banjir (contoh: pembuatan tanggul/bendung) atau<br />
modifikasi bentuk pola pertanian (contoh: pembuatan gulu<strong>dan</strong> I pertanian<br />
sistim surjan).Bentuk-bentuk adaptasi ini diperoleh dari hasil pengamatan <strong>dan</strong><br />
wawancara dengan masyarakat di daerah penelitian.<br />
, 29
BAB V. <strong>HASIL</strong> DAN PEMBAHASAN<br />
Tujuan dari penelitian ini yaitu mengkaji permasalahan fisik wilayah untuk<br />
memahami karakteristik banjir, dampak banjir terhadap produksi pangan <strong>dan</strong><br />
adaptasi terhadap banjir di daerah penelitian. Kajian kondisi fisik wilayah terka it<br />
dengan banjir dilakukan dengan analisis morfometri daerah aliran sunga i hingga<br />
penyusunan peta kerawanan. Sejarah kejadian banjir merupaka n bagian ya,.,g<br />
sangat penting dalam analisis ini. Sementara itu, adaptasi terhada p banjir diga1 ca<br />
hasil survei lapangan yaitu dengan wawancara dengan pe nduduk <strong>dan</strong> ::;.,~ .•b<br />
masyarakat, disamping dari pola penggunaan lahan yang dianalisis dari o:'C sate•··<br />
Survei lapangan telah dilaksanakan pad a Bulan Juni <strong>dan</strong> Oktober 201.C Be .......<br />
uraian hasil analisis karakteristik banjir <strong>dan</strong> adaptasi terhadap banji OAS Bodri,<br />
Jawa Tengah.<br />
5.1 Analisis Morfometri DAS Bodri<br />
a. Kemiringan dasar sungai<br />
Kemiringan dasar sungai pada bagian hulurelatif curam (>0.06), se<strong>dan</strong>gkan pada<br />
bagian tengah memiliki kemiringan dasar se<strong>dan</strong>g yaitu berkisar antara >0.003 <strong>dan</strong><br />
c. Rasio debit maksimum <strong>dan</strong> minimum<br />
Debit maksimum rata-rata Sungai Bodri adalah sebesar 19,28 m 3 /detik <strong>dan</strong> debit<br />
minimum rata-rata adalah 0,15 m 3 /detik, dengan demikian rasionya sebesar 128,5<br />
mengindikasikan DAS Bodri dalam kategori jelek (lebih dari 120L hal ini<br />
mengindikasikan kekurangan air pada saat kemarau <strong>dan</strong> terjadi banjir pada musim<br />
hujan.<br />
5.2 Peta Rawan Banjir<br />
Peta rawan banjirditentukan berdasarkan analisis data spasia l diantaranva data<br />
histori terjadinya genangan, penutup lahan, hujan tiga harian, geo<br />
terutama klas lereng <strong>dan</strong> kontur (titik ketinggian) . Overlay dari lima data ,'a"g<br />
sudah di tentukan pembobotnya kemudian diklasifikasi tingka<br />
erawanan<br />
banjirnya menjadi 4 klas kerawanan yaitu kerawanan t inggi, seda ng, rendah, <strong>dan</strong><br />
aman.<br />
Matrik yang digunakan sebagai dasar anal isis tingkat kerawanan banjir<br />
dapat dilihat pada Tabel 5.1.<br />
Tabel 5.1. Penilaian faktor-faktor yang mempengaruhi rawan banjir.<br />
- -<br />
No. Variabel Substansi Bobot<br />
1. Histori Kejadian Banjir - Sering banjir 2<br />
- Rawan genangan 1<br />
- Tidak ada banjir 0<br />
2. Penutupan lahan - Pemukiman 5<br />
- Sawah/Tambak 4<br />
- La<strong>dan</strong>g/Tegalan 3<br />
- Semak Belukar 2<br />
- Hutan 1<br />
3. Curah hujan tiga harian - >50 mm 4<br />
- 30-40 mm 3<br />
- 20-30 mm 2<br />
- 10 m 1<br />
- Lereng > _1%, t1_> 10 m 0<br />
Hasil integrasi data rawan genangan air, penutup lahan, <strong>dan</strong> curah hujan dasarian<br />
menjadi peta sintesis rawan banjir. Berdasarkan sebaran nilai bobot yang<br />
tersimpan dalam basisdata sintesis rawan banjir, tingkat kerawan . banjir<br />
diklasifikasikan menjadi 4 klas, yaitu: tinggi (11-13), se<strong>dan</strong>g (7-10), ren'dah (4-6),<br />
<strong>dan</strong> aman (1-3).<br />
, 31
Kerawanan tinggi (warna merah) berarti berisiko terjadi kerugian materi bernilai<br />
ekonomi tinggi bahkan jiwa dengan kejadian banjir tiap tahun pada bulan-bulan<br />
basah .<br />
Kerawanan se<strong>dan</strong>g (warna kuning) berarti berisiko terjadi kerugian materi bernilai<br />
ekonomi tinggi tetapi tidak ada korban jiwa (tidak ada permukiman) dengan<br />
kejadian banjir tidak setiap tahun pada bulan-bulan basah .<br />
Kerawanan rendah (warna ungu) berarti berisiko terjadi kerugian materi bemila·<br />
ekonomi tidak tinggi <strong>dan</strong> tidak ada korban jiwa (tidak ada permukiman) dengan<br />
kejadian banjir lebih dari lima tahunan pada bulan-bulan basa h.<br />
Tidak rawan atau aman (berwarna hijau)<br />
O£u.~<br />
f·'<br />
~<br />
"<br />
~"<br />
-<br />
""<br />
--<br />
;.;;:1~----<br />
::.-=..-..:.~.-<br />
ao.GM~•~-..rwt"lo-.'fPf"'(TANI~<br />
~...,.-a.-~• C....,.-11 .....<br />
LEGENOA<br />
-~...---flio'$1<br />
----··<br />
--·<br />
l'l:ltM.._.NO.lN<br />
----<br />
-<br />
I'IU.IIIIAW ____ ,.....__<br />
,_. ____ ,_ __<br />
Gambar 5.1. Peta kerawanan banjir di bagian hilir DAS Bodri, Jawa Tengah.<br />
Hasil analisis yang di tunjukkan pada Gambar 5.1. Kerawanan banjir se<strong>dan</strong>g sampai<br />
tinggi terjadi di empat kecamatan yaitu Kecamatan Brangsong, Kecamatan<br />
Cepiring, Kendal Kota, <strong>dan</strong> Ngampel. Hasil analisis ini sesuai dengan pengamatan<br />
lapangan <strong>dan</strong> kejadian yang pernah ada (sesuai catatan sejarah banjir pada daerah<br />
tersebut).<br />
Catatan dari kejadian banjir yang direkam adalah sebagai berikut:<br />
• tinggi muka air <strong>dan</strong> data debit sungai Plumbon pada tanggal 7 Pebruari 2009<br />
jam 02.00 Wib adalah : TMA = 200 em, Debit= 121.600 lt/det (SIAGA 1),<br />
, 32
• tinggi muka air <strong>dan</strong> C:ara c:: ~: st.-sa 3odri pada tanggal 7 Pebruari 2009 jam<br />
24.25 Wib ada lah: T'-.':. = 3-!Dcr Jeoit = 946.000 lt/det (Siaga I)<br />
• tinggi muka air <strong>dan</strong> data c:::J ~ L"ga' Blorong pada tanggal 8 Pebruari 2009 jam<br />
03.00 Wib adala h: TMA = :_:-.! c~ Debit = 309.000 lt/det.<br />
Gambar 5. 2. Kenampakan daerah rawan banjir pada citra satelit ALOS <strong>dan</strong> citra Quickbird.<br />
Peristiwa ini menyebabkan terjadinya luapan sungai utama DAS Bodri cukup besar<br />
<strong>dan</strong> menggenangi wilayah Kecamatan Brangsong, Kecamatan Cepiring, Kendal Kota<br />
<strong>dan</strong> Ngampel. Jalan Sukarno-Hata (jalur Pantura <strong>dan</strong> rei kereta api tergenang<br />
setinggi 50-100 em. Kerugian yang ditimbulkan adalah: jumlah penduduk<br />
mengungsi = 200 KK; jumlah rumah terendam = 12.000 unit; jumlah lahan<br />
pertanian tergenang = 107 ha; jumlah Tambak Rusak = 50 ha; jumlah sekolahan<br />
tergenang = 12 unit; jumlah kantor instansi tergenang = 11 unit. Akses jalan<br />
pantura (Kendal -Semarang) macet total10 jam; Jalur kereta api Jakarta-Surabaya<br />
macet total <strong>dan</strong> harus dialihkan ke jalur selatan.<br />
Daerah yang secara alami memiliki karakteristik rawan banjir yang dapat dijumpai<br />
adalah pada kawasan sekitar pesisir <strong>dan</strong> muara sungai, dataran banjir (flood plain<br />
areaL sempa<strong>dan</strong> sungai, <strong>dan</strong> daerah cekungan. Banjir bisa disebabkan oleh hujan<br />
,<br />
33
maupun karena kenaikan muka air laut (rob) (lihat Gambar 5.2.). Wilayah-wilayah<br />
tersebut adalah sebagai berikut:<br />
a. Kawasan pesisir <strong>dan</strong> muara (estuarine).<br />
Kawasan ini merupakan dataran rendah dengan elevasi hampir sama dengan ratarata<br />
muka air laut bahkan bisa lebih rendah dari muka air laut <strong>dan</strong> berdekatan<br />
dengan muara sungai. Keadaan menjadi sangat lebih buruk ketika banjir terjadi<br />
berbarengan dengan air laut yang se<strong>dan</strong>g pasang disertai pula ombak yang tingg·<br />
maka genangan menjadi lebih lama <strong>dan</strong> dalam. Gambar 5.3 merupakan con•,.. ...<br />
muara sungai.<br />
Gambar 5. 3. Kawasan muara sungai DAS Bodri.<br />
Tabel 5.2. Kedalaman genangan banjir di kawasan muara<br />
No. Keeamatan Des a Kedalaman genangan Dampak/kerugian<br />
1. Cepiring Sidomulyo 10-50 em Pertanian sawah<br />
Kalirejo 10-60 em Pertanian sawah<br />
Rejosari 10-40 em Pertanian sawah<br />
Tanjung 15- 60 em Pertanian sawah<br />
Mojo<br />
Daerah yang dapat dikunjungi pada waktu survei pada bulan Juni 2010 antara lain<br />
di Kecamatan Cepiring khususnya desa Sidomulyo, Desa Kalirejo, Desa Rejosari,<br />
Desa Tanjung Mojo. Pemahaman petani secara umum mengatakan bahwa banjir<br />
, 34
yang ada terjadi akibat aliran sungai tidak lancar karena a<strong>dan</strong>ya hambatan tambak<br />
di daerah muara sungai.<br />
b. Kawasan Dataran Banjir (Flood plain area).<br />
Dataran banjir adalah lahan di kanan kiri sungai yang pada saat tertentu dapat<br />
tergenang akibat luapan sungai (Siswoko 2003). Kawasan ini lerengnya datar < 2 %<br />
biasanya berada di kanan <strong>dan</strong> kiri sungai atau merupakan dataran yang sangat luas.<br />
Apabila sungai terjadi debit puncak disertai hujan local yang tinggi maka terja ··<br />
genangan tinggi <strong>dan</strong> lama. Pada daerah yang sudah di bud idayakan, sunga:<br />
sungainya di tanggul untuk mencegah terjadinya luapan ke permukiman se<br />
atau ke daerah pertanian sekitarnya.<br />
Survei lapangan pada daerah dataran banjir telah dilakukan di Kecamata<br />
Kendal khususnya ke desa Wonosari <strong>dan</strong> desa Bangunsari. Desa ini sangat rawan<br />
apabila terjadi tanggul sungai Bodri tidak lagi mampu menampung debit puncak.<br />
Pada tahun 2010 (periode Januari -Oktober) tercatat telah terjadi 2(dua) kali banjir<br />
besar karena tanggul jebol yaitu pada bulan Februari <strong>dan</strong> Juni 2010 sehingga<br />
merusak lahan pertanian <strong>dan</strong> desa sekitarnya . Menurut keterangan Sekretaris Desa<br />
Wonosari, lahan pertanian yang terendam akibat banjir pada bulan Juli 2010<br />
sepuluh adalah: sawah irigasi (125 ha), sawah non irigasi termasuk tegalan (75 ha)<br />
<strong>dan</strong> tambak (200 ha). Tambak bandeng <strong>dan</strong> u<strong>dan</strong>g telah diusahakan sejak lama<br />
dengan cara tradisional (ortodok) <strong>dan</strong> modern (PT. Sumber Tirta Windu).<br />
Selain disebabkan oleh hujan, banjir di wilayah ini juga disebabkan oleh kenaikan<br />
muka air laut (rob). Peristiwa seperti ini telah terjadi berulang kali, khususnya di<br />
perkotaan sebagai akibat dari drainase yang kurang bagus, sehinggasetiap tahun<br />
terjadi banjir.<br />
Tabel 5.3. Kedalaman genangan banjir di kawasan data ran banjir<br />
No. Keeamatan Des a Ked a man Dampak/kerugian<br />
genangan<br />
1 Kota Kendal Rejosari 15-60 em Padi <strong>dan</strong> palawija<br />
Wonosari 15-60 em Padi <strong>dan</strong> palawija<br />
c. Kawasan sempa<strong>dan</strong> sungai (tanggul alam)<br />
Kawasan ini berada di kanan <strong>dan</strong> kiri sungai dalam radius yang tidak jauh dari garis<br />
pusat aliran kuat atau tali arus sepanjang sungai <strong>dan</strong> biasanya dimulai pa~aJereng<br />
landai. Material penyusun dari jarak terdekat sungai biasanya kasar <strong>dan</strong> semakin<br />
jauh dari sungai makin halus, hal ini mencirikan tenaga air saat sungai meluap kuat<br />
, 35
mampu mengangkut material kasar <strong>dan</strong> semakin jauh mengendapkan material<br />
hal us.<br />
Gambar 5. 4. Sempa<strong>dan</strong> sungai.<br />
Survei lapangan telah dilakukan di Kecamatan Gemuh, Desa Gemuh <strong>dan</strong> Desa<br />
Gebang.<br />
Se<strong>dan</strong>gkan di Kecamatan Kangkung khususnya dilakukan di Desa<br />
Kangkung <strong>dan</strong> Desa Jungsemi. Desa ini sangat rawan apabila terjadi Sungai Blukar<br />
tidak mampu menampung debit puncak, bulan Juni 2010 pernah terjadi luapan<br />
yang menggenangi lahan pertanian <strong>dan</strong> desa sekitarnya. Pertanian yang terkena<br />
dampak adalah padi sawah, tembakau <strong>dan</strong> bawang merah.<br />
label 5.4. Kedalaman genangan banjir di kawasan sempa<strong>dan</strong> sungai/tanggul a lam<br />
No Kecamatan De sa Kedalaman Dampak/kerugian<br />
genangan<br />
1 Gemuh Gemuh 20-40 em Pertanian palawija (tembakau)<br />
2 Kangkung Gebang 20-60 em Pertanian palawija (tembakau )<br />
Dari hasil survei lapangan ditemukan ada tiga faktor penyebab banjir yaitu:<br />
a. Akibat tanggul yang jebol karena tidak mampu menahan debit puncak<br />
aliran sungai yang meluap.<br />
b. Air laut pasang yang berakibat pengatusan di daerah persawahan yang<br />
berdekatan dengan tambak u<strong>dan</strong>g tidak lancar.<br />
, 36
c. Daerah dataran/cekungan yang drainasenya kurang/ tidak bagus, sehingga<br />
akan tergenang lebih lama. Daerah ini biasanya di permukiman <strong>dan</strong><br />
perkotaannya.<br />
5.3 Adaptasi Terhadap Banjir<br />
Adaptasi yang dilakukan untuk mengurangi risiko banjir Sungai Bodri yang sa ngat<br />
nyata adalah dengan a<strong>dan</strong>ya tanggul yang dibangun di sepanjang sunga i. Tanggul<br />
tersebut telah dibangun sejak jaman pendudukan Belanda di Indonesia. Perba ikan<br />
tanggu l telah dilakukan secara padat karya pada sekitar ta hun 1985-an. Pada<br />
beberapa bagian, tanggul mencapai ketinggian sekitar 3 (tiga) meter. De"1g3"<br />
a<strong>dan</strong>ya tanggul tersebut masyarakat merasa aman tinggal di dekat sungai l(arer.a<br />
terhindar dari banjir karena luapan Sungai Bodri. Na mun ketika tanggul Jebol<br />
akibatnya menjadi sangat fatal karena banjir me landa wilayah yang luas mencai
Pad i Palawija Tembakau Pad i<br />
Gambar 5. 5. Dataran Banjir di Hilir Sungai Bodri.<br />
Pada musim penghujan, banjir dapat selalu dipastikan terjadi di desa Tegalsari.<br />
Daerah ini merupakan cekungan, dimana banjir setinggi lutut orang dewasa akan<br />
terjadi selama 1 - 2 bulan. Air yang menggenang tidak bisa cepat dibuang karena<br />
tidak ada saluran pembuangan, bahkan pada saat musim kemarau sering mendapat<br />
limpahan air dari bagian hulu. Penduduk di desa ini secara turun temurun sebagian<br />
besar berprofesi sebagai nelayan. Barangkali ini merupakan bentuk adaptasi yang<br />
mereka lakukan, karena pilihan untuk bertani tidak bisa dilakukan.<br />
Pada beberapa wilayah, lahan sawah diubah menjadi tambak, misalnya di Desa<br />
Wonosari, Balok, Bandungan <strong>dan</strong> Karangsari. Pada wilayah ini air laut masuk<br />
semakin jauh ke daratan sehingga lahan tidak sesuai lagi digunakan sebagai lahan<br />
sawah. Alih fungsi lahan juga terjadi di Desa Kertajaya. Pada tahun 1975-an telah<br />
dilakukan transmigrasi lokal sebanyak 200 kepala keluarga (KK) <strong>dan</strong> membentuk<br />
satu desa yaitu Desa Kertajaya. Setiap KK diberikan sebi<strong>dan</strong>g tanah untuk<br />
diusahakan. Pada tahun 1980-an Ia han tersebut tidak produktif lagi, sehingga mulai<br />
tahun 1990-an lahan tersebut dialih fungsikan menjadi tambak.<br />
Abrasi di sepanjang pantai yang menyebabkan lahan pertanian menjaQ,f tidak<br />
produktif. Abrasi di Desa Kartikajaya mencapai lebih kurang 1,5 kilometer. Pada<br />
tahun 1975-an jarak Desa Kertajaya ke arah pantai sekitar 2 kilometer <strong>dan</strong> sekarang<br />
ini tinggal sekitar 600 meter. Untuk mengantisipasi masalah ini pada tahun 2007<br />
telah dilakukan penanaman mangrove yang membentuk sabuk sepanjang pantai.<br />
, 38
tlulan<br />
I 1 I<br />
2<br />
I<br />
3<br />
I 4 I s I 6 I 7 I • I • I 10 I 11 I 12<br />
Banjir<br />
Banjir<br />
Padi<br />
Kering<br />
Padi/Palawija<br />
Bulan<br />
I I 2 I 3 I 4 s I • I , I s I 9 10~12<br />
Banjir Tambak Bandeng Tambak Bandeng/U<strong>dan</strong>g Banjir<br />
Gambar 5. 6. Penggunaan lahan (atas) <strong>dan</strong> pergiliran tanaman pada lahan rawan banjir.<br />
Tambak yang ada di daerah ini cukup baik. Dari 1800 nener yang ditebar pada Ia han<br />
seluas 0,25 hektar, dengan keberhasilan 80% dalam waktu 3 - 4 bulan dapat<br />
dipanen sebanyak 3 kali <strong>dan</strong> setiap kali panen menghasilkan lebih ~ur~ng 1,5<br />
kwintal bandeng. Plankton merupakan makanan yang bagus untuk ikan <strong>dan</strong> untuk<br />
meningkatkan jumlah plankton disebar ponska, NPK <strong>dan</strong> urea. Kegagalan juga<br />
sering dialami oleh para petani tambak terutama jika benih yang ditebar<br />
kualitasnya tidak baik.<br />
, 39
Gambar 5. 7. Wawancara dengan Petambak di Desa Kartikajaya, Kecamatan Pate<br />
Kabupaten Kendal<br />
Selain bertani, sebagian penduduk mencari nafkah dengan menja<br />
pasir. Para penambang pasir ini kebanyakan berasal dari dusun M ojosa r\.<br />
Pada daerah-daerah tertentu, terutama pada daerah yang sa ngat ra wan,<br />
masyarakat telah beradaptasi terhadap banjir. Beberapa pola adaptasi telah<br />
dilakukan karena pada dasarnya para petani sudah tahu akan a<strong>dan</strong>ya banjir,<br />
dengan kata lain mereka menyadari bahwa daerah yang mereka tinggali adalah<br />
daerah rawan banjir. Adaptasi melahirkan <strong>dan</strong> mempengaruhi terjadinya:<br />
a. Fragmentasi lahan<br />
b. Pola budidaya<br />
c. Pemilihan jenis <strong>dan</strong> pola tanaman<br />
Fragmentasi lahan menghasilkan beberapa pola model pengolahan lahan seperti<br />
tukang pasang ubin yang mengenal pola 2-3 pasang jenis ubin <strong>dan</strong> keramik <strong>dan</strong><br />
paving blok ataupun kombinasinya . Tujuannya untuk efisiensi air (mencegah air<br />
hilang ke laut terlalu cepat <strong>dan</strong> sebaliknya juga jangan terlalu lama<br />
menggenang).Pada wilayah dataran banjir pola simetris cocok karena air<br />
tersalurkan dengan baik. Pada wilayah pasang surut, model diagonal menghasilkan<br />
ketahanan tanaman pertanian.<br />
, 40
Gambar 5. 8. Tembakau, salah satu komoditi yang tahan banjir.<br />
Masalah utama adalah pada tambak yang tidak dibuat sesuai adaptasi dengan<br />
lahan pertanian. Struktur tambak malah mengakibatkan tertahannya air tawar<br />
lebih banyak yang mungkin bagus untuk tambak tetapi tergenang lebih lama di<br />
sawah. Pola budidaya masih tergantung pada kemauan <strong>dan</strong> local knowledge dari<br />
pemilik. Tembakau ditemukan sebagai tanaman yang paling tahan terhadap banjir<br />
yang kerap terjadi.<br />
Gambar 5. 9. Wawancara dengan petani setempat.<br />
Tindakan mitigasi banjir pada saat musim hujan adalah dengan memonitor tinggi<br />
air pintu air/bendung Juwero. Ketinggian air di tanggul yang ada di desa Tegalsari<br />
hjuga selalu diperiksa. lnformasi tinggi air akan diinformasikan kepada aparat desa .<br />
Namun demikian, dalam menyikapi banjir di daerah ini, masyarakat bersikap<br />
1/nrimo" menerima saja, sejauh mereka masih dapat mencukupi kebutuhan makan.<br />
Namun demikian, pemerintah berusaha untuk selalu memperkuat tanggul . agar<br />
wilayah ini terhindar dari banjir.<br />
, 41
Padi Palawija Tembakau Padi<br />
.<br />
Gambar 5. 10. Adaptasi di wilayah Delta Bodri dengan memperbaiki tanggul alam dengan<br />
membuat tanggul buatan.<br />
, 42
Jebolnya tanggul akibat tingginya debit sungai, membuat banyak lahan pertanian<br />
yang rusak <strong>dan</strong> haneur, sehingga sebagai alternatifnya petani mulai menanam okra<br />
<strong>dan</strong> diimpor ke luar negeri. Okra adalah suatu komoditas baru yang diperkenalkan<br />
oleh penyuluh pertanian lokal sebagai pengganti tanaman palawija yang biasa<br />
ditanam para petani. Okra mulai ditanam pada awal bulan ke-11; pada hari ke-20<br />
okra mulai berbunga <strong>dan</strong> berbuah <strong>dan</strong> tiap hari dapat dipanen. Hal ini berlangsung<br />
selama 4-5 bulan. Harga okra dihitung berdasarkan dimensi panjang okra terse but<br />
saat dipanen, yaitu: okra dengan panjang kurang dari 10 em akan dipatok harga<br />
3.000/kg se<strong>dan</strong>gkan okra dengan panjang 10-15 em hanya dipatok seharga<br />
1700/kg. Berdasarkan pengalaman apra petani, okra akan menghasilkan has, ."2-5<br />
lebih baik apabila ditanam pada musim hujan.<br />
Gambar 5. 11 Komoditas Okra yang siap dipanen.<br />
5.4 Adaptasi Terhadap Perubahan lklim<br />
Analisis eurah hujan rata-rata 30 tahunan pada wilayah Bodri bersumber dari GPCC<br />
<strong>dan</strong> TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission), menunjukkan a<strong>dan</strong>ya perubahan<br />
jelas (significant) pada pola eurah hujan atau variabilitas iklimnya pada wilayah<br />
Bodri selama 100 tahun terakhir, sebagaimana terlihat pada grafik Gambar 5.7.<br />
Perubahan ini dengan sendirinya mengaeaukan perputaran musim hujan yang<br />
biasa terjadi pada sekitar bulan November, saat ini hingga bulan Mei masih hujan<br />
<strong>dan</strong> banjir. Masih perlu didukung oleh data perubahan suhu <strong>dan</strong> naiknya<br />
permukaan laut. Naiknya pasut akan meningkatkan energi yang tersimpan dalam<br />
atmosfer, sehingga mendorong terjadinya perubahan iklim antara lain ada.nya El<br />
Nino <strong>dan</strong> La Nina. Fenomena El Nino <strong>dan</strong> La Nina sangat berpengaruh terhadap<br />
kondisi iklim wilayah Indonesia, khususnya sepanjang pesisir utara Pulau Jawa.<br />
, 43
Fenomena El Nino aaa 1:;, ,;-, .-~<br />
sehingga menyebab· a~<br />
negatifnya adala h me" ~E.~ ::-<br />
1998, kegagala n pa ne" ::.;j ·:-::.---T...---<br />
-E:rr:.:J:::re :>as;fil< hingga mencapai 31° C,<br />
uar biasa di Indonesia. Dampak<br />
~r:" ·'"' :.:taq seperti kasus kebakaran hutan<br />
:::;:::,.seoiaan air.<br />
:,00<br />
,an feb Mar Apr May , un Jul Aug Sept Oct Nov Dec<br />
Ga mba r 5. 12. Curah hujan wilayah Bodri selama 100 tahun sejak 1900<br />
(hasil simulasi) .<br />
Fenomena La Nina merupakan kebalikan dari El Nino, yaitu gejala menurunnya<br />
suhu permukaa n di Samudera Pasifik yang menyebabkan angin serta hujan ke<br />
Australia <strong>dan</strong> Asia bagian selatan, termasuk Indonesia. Dampaknya adalah curah<br />
hujan tinggi disertai angin topan <strong>dan</strong> berdampak pada bencana banjir <strong>dan</strong> longsor<br />
be rat.<br />
Terdapat beberapa pilihan adaptasi lahan pertanian terhadap perubahan iklim<br />
menurut versi World Bank (2008) meliputi adaptasi reaktif atau responsive <strong>dan</strong> <strong>dan</strong><br />
proaktif atau antisipatif. Adaptasi reaktif diantaranya berupa pengendalian erosi,<br />
pembangunan konstruksi bendungan untuk irigasi, perubahan penggunaan <strong>dan</strong><br />
aplikasi pupuk, pengendalian jenis tanaman baru, pemeliharaan kesuburan tanah,<br />
perubahan waktu tanam <strong>dan</strong> panen, peralihan jenis tanaman <strong>dan</strong> program<br />
pelatihan tentang konservasi tanah <strong>dan</strong> air. Sementara untuk adaptasi proaktif<br />
bisa berupa pengembangan jenis tanaman yang toleran atau resistan terhadap<br />
kerawanan tertentu,diversifikasi <strong>dan</strong> intensifikasi tanaman pangan <strong>dan</strong><br />
perkebunan, kebiijakan insentif pajak atau pasar bebas <strong>dan</strong> pengembangan sistem<br />
peringatan dini.<br />
Perubahan iklim utamanya akan berdampak pada masyarakat wilayah pesisir. <strong>dan</strong><br />
mereka yang menggantungkan hidupnya pada pertanian <strong>dan</strong> perikanal'l ('IPCC,<br />
2008).<br />
, 44
LA<br />
6.1 Kesimpulan<br />
Dari hasil penelitian. s::.:it=c:
pertanian masih b erga l"'tu"'~ ::.:::::: k ::::-;;auan <strong>dan</strong> local knowledge sipemilik<br />
Ia han. Tembakau ditem ukan se:· ::~:: i i:a:.aman alternatif setelah padi.<br />
Adaptasi dilakukan berdasc ...•ar ::>e"getahuan yang diperoleh secara turun<br />
temurun atau denga n kare"a pe"gart...'l dari luar. Adaptasi bisa dilakukan oleh<br />
masyarakat maupun ole E""'e'"'"tah secara terstruktur dalam bentuk<br />
penyuluhan ataupun peme aan infrastruktur penahan banjir (misalnya<br />
pembangunan tanggu l) yang a· ai
j ird, Eric C. F. <strong>dan</strong> Ongkoso ng<br />
coasts of Indonesia, L- :e: ·;=.- ·-<br />
University, Japa n. AKses -:::~=~<br />
mental changes on the<br />
ers :-, Press, Th e United Nations<br />
http://www .un u.edtJ _- _:re::.:: f'::.::::.:.~::ocks/ 80 197 e/ 80197EOO . htm#Con<br />
tents, 28 Juli 2009<br />
3reiving, S. 2006. Multi-risk ass::ss rr-.er.: -::f '::trope' s regi on, Do/am: Birkmann, J<br />
(editor). 2006. Mea sv : -g \''!!~ .r. :: ra3iliry to Nat ural Hazards, United<br />
Nations Un ive rs ity, f\e.·. f ork.<br />
oli l, J.J., War<strong>dan</strong>a, S., Suda Sv..., rat F. Y., 2007, Keadaan <strong>dan</strong><br />
Permasalahan DAS Bocri d: :>rovinsi Jaw a Tengah, Akses internet:<br />
http:/ /www.bpdaspema<br />
lij ratu n. net/ind ex.php ?option =com_ content&view=a rticle&id= 16:<br />
kondisi-das-bod ri &catid=9:pengelolaan-das<emid=88, 28 Juli 2009 .<br />
.J ensen, John R. 2005. Int rod uctory to Digital Image Processing.<br />
Marfai, Muh Aris .2003 . GIS Modelling on River and Tidal Flood Hazards in a<br />
Waterfront City, Case Study: Semarang, Central Java, Indonesia, Master<br />
Theses, lTC- The Netherlands.<br />
KLH , GTZ, WWF <strong>dan</strong> Pemerinta h Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2009.Kajian<br />
Risiko da n Adaptasi Terhadap Perubahan lklim Pulau Lombok, Provinsi<br />
Nusa Tengga ra Ba rat.<br />
Mather, Paul M . 2004. Co mputer Processing of Remotely Sensed Data- an<br />
Introduction, John Wiley & Sons Ltd, England .<br />
Octavina, D., Mattjik, A.A. <strong>dan</strong> Budi Waryanto. 2002. Modifikasi Model<br />
Peramalan Produksi Padi Nasional, Forum Statistika <strong>dan</strong> Komputasi,<br />
Vol.7 No. 2. p1-13<br />
Pusat Sumber Daya Alam Darat. 2009.Pemetaan Neraca Sumber Daya Air, DAS<br />
Bodri, Bakosurtanal.<br />
Seyhan, E. 1977. Fundamental of Hydrology, Geografisch Institute,<br />
Rijksuniversiteit Utrecht, Netherlands.<br />
Shiraz A. Wajih .2009. Pertanian Adaptif di Daerah Banjir. India . Akses<br />
internet:http ://sa lam .leisa.info/index. ph p ?u rl=getblob.php&o id=<br />
221305&a id=211&a seq=O, Diaskes tanggal 8 Oktober 2010.<br />
United Nations Development Programme -Indonesia. 2007. Sisi lain perubahan .<br />
iklim - Mengapa Indonesia harus beradaptasi untuk melindungi rakyat •<br />
miskinnya.<br />
World Bank.2008. Towards a Strategic Framework on Climate Change and<br />
Development for the World Bank Group- Concept and Issues Paper.<br />
, 47
,<br />
N V'}J I d LAJ V'l
,_....,.._.,."""' riset<br />
awancara<br />
gal<br />
Informasi Umum<br />
1.1 Profil Responden<br />
Nama<br />
Umur<br />
Pendidikan<br />
Lama tinggal di area ::e:-~<br />
Jenis kelamin<br />
Status<br />
Etnis<br />
Agama<br />
Pekerjaan<br />
Lokasi pekerjaan<br />
Pendapatan<br />
o Pengeluaran per hari :<br />
Makan<br />
Transportasi<br />
Lainnya<br />
Anggota Keluarga:<br />
1.<br />
2.<br />
3.<br />
4.<br />
Nama<br />
Jenis<br />
Kelamin<br />
(L/P)<br />
(L/P)<br />
(L/P)<br />
(L/P)<br />
0 Perempuan<br />
0 Belum menikah 0 Lainnya<br />
Waktu untuk meru:apai lokasi:<br />
Umur Pendidikan terakhir Pekerjaan<br />
1.2 Informasi Bangunan<br />
RW<br />
ID<br />
Luas bangunan<br />
Umur bangunan<br />
Kepemilikan<br />
RT:<br />
0 0-10 tahun 0 10-20 tahun O 20-30 tahun 0 > 30 tahun<br />
0 Milik pribadi 0 Sewa<br />
Elements at Risk<br />
:.1 Lahan Pertanian<br />
Tipe Lahan Pertanian<br />
· 1) Pertanian Lahan Basah (Sa wah Irigasi)<br />
Jenis tanaman<br />
"2) Pertanian Lahan Kering Campuran (Sawah<br />
,
Tadah Huj_an)<br />
(3) Lahan kering (La<strong>dan</strong>g)<br />
1<br />
(4) Perkebunan<br />
(5) Tambak (ikan, u<strong>dan</strong>g, garam)<br />
1(6) Non Pertanian (hutan) I<br />
l<br />
f·~ l'ermuKmtan 1 nangunan<br />
Fungsi (1) Sekolah 1121 To;.;o/waru (3) Puskesmas (4) Tempat (5) Masjid<br />
ng<br />
tinggal<br />
(6) Lainnya<br />
Materiallantai (1) Ubin (2' Tanah (3) Kayu (4) Kombinasi (5) Lainnya<br />
Material dinding (1) Triplek (2j Kavu (3) Bata (4) Bambu (5) Kombinasi<br />
Material atap (1) Genteng (2) Ashes (3) Kombinasi (4) Lainnya<br />
Pilar Ya Tidak<br />
Jumlah lantai 1 2 3 a tau lebih<br />
Tinggi bangunan<br />
lantai satu (m)<br />
i<br />
~~ I<br />
permukaan tanah<br />
'<br />
~ ~<br />
Tinggi dari jalan<br />
I<br />
(m)<br />
~.3 lsi rumah<br />
.3.1 Peralatan listrik<br />
Furnitultem Q Harga Item Q Harga<br />
TV<br />
Karpet<br />
Kulkas<br />
Sofa<br />
Komputer<br />
Meja makan<br />
AC<br />
Lemari<br />
Radio<br />
Kursi<br />
Tape I stereo<br />
Tern pat tidur<br />
Mesin cuci<br />
Meja<br />
2.4 Prooerti I ·<br />
Mobil<br />
Motor<br />
Sepeda<br />
Temak<br />
Sa wah/ Ia <strong>dan</strong>g<br />
Item Q Harga<br />
•<br />
,
3. Banjir<br />
Penyebab<br />
Apa penyebab banjir di daeral<br />
(1) Bentuk Jahan<br />
(3) Pengelolaan DAS yang tid<br />
Kejadian banjir<br />
• Durasi banjir yang palm<br />
•<br />
daerah ini?<br />
(m)<br />
hari<br />
(m)<br />
Histori banjir<br />
Waktu<br />
Ketinggian<br />
Durasi I Lama<br />
Penyebab<br />
4. Kerugian<br />
4.1 Kerugian pada lahan pertanian<br />
Kerugian maksimum yang pemah te~adi selama 10 tahun terakhir?<br />
Item Tinggi Kerusakan Tinggi Kerusakan<br />
Padi<br />
Palawija<br />
Tembakau<br />
Tebu<br />
Tambak<br />
Tanggul<br />
Sa luran<br />
irigasi<br />
Lainnya<br />
Note: R= Rusak AR=Agak Rusak TR=Tidak Rusak<br />
Tinggi<br />
Kerusakan<br />
,
Biaya memperbaiki kerusakan?<br />
Item Tinggi I Bia¥a I Tinggi Biaya<br />
Padi I I<br />
Palawija I I<br />
Tembakau I !<br />
Tebu<br />
Tambak<br />
Tanggul<br />
Sa luran<br />
irigasi<br />
Lainnya<br />
Note: dalam rupiah<br />
I<br />
I<br />
I<br />
I<br />
I<br />
4.2 Kerusakan pada struktur bangunnan<br />
Kerugian maksimum yang pemah terjadi selama 10 tahun terakhir?<br />
I<br />
I<br />
I<br />
I<br />
I<br />
Tinggi<br />
Biaya<br />
Item Tinggi Kerusakan Tinggi<br />
Lantai<br />
Dinding<br />
Pintu<br />
Jendela<br />
Atap<br />
Kerusakan<br />
Tinggi<br />
Kerusakan<br />
Note: R= Rusak AR=Agak Rusak TR=Tidak Rusak<br />
........... .,. ~ .......... t"' ..................... ·"-"- ....._ ...., .... ........ .<br />
Item Tinggi Biaya Tinggi Biaya Tinggi<br />
Lantai<br />
Din ding<br />
Pintu<br />
Jendela<br />
A tap<br />
Note: dalam rupiah<br />
4.3 Kerusakan isi rumah<br />
lsi rumah apa saja yang pemah rusak selama kejadian banjir 10 tahun terakhir?<br />
Biaya<br />
Item Tinggi Kerusakan Tinggi Kerusakan Tinggi<br />
Perala tan<br />
elektronik<br />
Fumitur<br />
Kerusakan<br />
.<br />
,
Berapa biaya yang diperlukan u::xk ::;;e;;-.;:.erbaiki kerusakan?<br />
Item Tinggi Biava I Tinggi Biaya Tinggi Biaya<br />
Perala tan<br />
elektronik<br />
I<br />
Fumitur I I<br />
Lainnya I I<br />
Note: dalam rupiah<br />
I<br />
4.4 Kerusakan properti di luar rumah<br />
Kerusakan apa saja yang terjadi untuk properti luar rumah selama kejadian banjir 10 tahun<br />
terakhir?<br />
Biaya perbaikan?<br />
4.5 Pembersihan- paska banjir<br />
Apa yang dilakukan untuk membersihkan kerusakan akibat banjir?<br />
Lamanya pembersihan?<br />
Biaya pembersihan banjir?<br />
5. Perseusi B --- --<br />
• Tinggi <strong>dan</strong> lama banjir yang dianggap sebagai:<br />
- Normal<br />
- Mengganggu tp tetap dapat<br />
diatasi<br />
- Tidak dapat diatasi<br />
- Musibah besar<br />
em<br />
em<br />
em<br />
em<br />
hari<br />
hari<br />
hari<br />
hari<br />
6. Coping Mechanism (Adaptasi)<br />
Alasan tinggal di daerah ini?<br />
D Murah<br />
D Milik pribadi<br />
D Milik turun temurun<br />
Akses yang baik<br />
D Lahan yang subur<br />
0Lainnya:: _________________________________________________________________<br />
Apakah sudah melaksanakan coping mechanism/adaptasi (proteksi) untuk mengurangi daf!1pak<br />
banjir?<br />
D Ya D Tidak<br />
,
~--·-- ~-,<br />
b<br />
~-&·&-·-·· .... ""''-t"'-• ..... ............. .<br />
Sebelum banjir I Selama banjir Sesudah banjir<br />
I<br />
I<br />
I<br />
I<br />
7. Dampak banjir<br />
Apakah selama banjir lahan pertanian (sawah, la<strong>dan</strong>g, tambak) masih tetap menghasilkan?<br />
Sebutkan alasannya!<br />
Apakah banjir menyebabkan pengurangan produksi? Jika Ya, berapa banyak? Sebutkan.<br />
Penyakit yang kerap timbul akibat banjir?<br />
Berapa lama waktu yang harus disiapkan untuk mengungsi apabila terjadi banjir? (dalam jam)<br />
Selama banjir dimana anda tinggal?<br />
Tempat pengungsian, lokasi :<br />
Rumah saudara, lokasi :<br />
Lainnya:<br />
Apakah selama banjir anda tetap dapat bekerja? Sebutkan alasannya!<br />
Apakah anda pemah mengalami banjir sebelum pindah ke daerah ini?<br />
0 Ya 0Tidak<br />
Kalau Ya, dimana?<br />
~akah pemah te~kir untuk pindah dari daerah ini?<br />
U Ya UTidak<br />
Kalau Ya, kemana? Mengapa?<br />
Pelajaran apa yang dapat anda ambil dari pengalaman banjir yang pemah terjadi?<br />
-------- Terima kasih----------<br />
,
SURVEIADAPTASIL~~~PERTANIAN TERHADAPPERUBAHANIKLIM<br />
GLOBAL: STUDI KAS"CS 'VILA YAH DAS BODRI, PANTAI UTARA JAWA TENGAH<br />
ri Hanini 'J, Mulyanto Darmawan 2 l, Jaka Suryantil<br />
1) Peneliti Madya Bi<strong>dan</strong>g Geografi. Bakosurtanal; Mahasiswa program doktoral Fakultas Geografi,<br />
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.<br />
2) Peneliti Madya Bi<strong>dan</strong>g Penginderaan Jauh <strong>dan</strong> Geomatika, Bakosurtanal<br />
Kontak email: shartini2001@yahho.com atau drmoel@yahoo.com<br />
ABSTRAK<br />
Salah satu dampak dari perubahan ikli m adalah naiknya permukaan air !aut, yang bagi wilayah pesisir Jawa<br />
Tengah berdampak pada ancaman banjir tiap tahunnya. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi risiko<br />
banjir pada wilayah pesisir. namun upaya tersebut belum sepenuhnya menjawab permasalahan paling krusial pada<br />
wilayah tersebut, yaitu "bagaimana adaptasi lahan pertanian terhadap fenomena perubahan iklim yang diindikasikan<br />
oleh meluasnya kawasan genangan air"?. Penelitian ini adalah bagian dari Program Insentif <strong>Riset</strong>, <strong>Kementerian</strong><br />
<strong>Riset</strong> <strong>dan</strong> Teknologi (KRT) 2010-2011 berjudul "Evaluasi Adaptasi Daerah Rentan Banjir Untuk Kawasan<br />
Pertanian Pantura Dengan Pendekatan Geospasial" yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisik wilayah<br />
sebagai perilaku adaptasi masyarakat terhadap fenomena banjir di daerah pertanian. Penelitian ini dimulai dari<br />
mengkaji permasalahan fisik wilayah untuk memahami karakteristik banjir, <strong>dan</strong> dampaknya terhadap produksi<br />
pangan <strong>dan</strong> bagaimana adaptasi terhadap banjir yang telah dilakukan di kawasan DAS Bodri. Analisis fisik wilayah<br />
penelitian dengan menggunakan data geospasial multi-temporal yang dikombinasikan dengan analisis multiresolusi,<br />
digunakan untuk melakukan kajian pola <strong>dan</strong> sebaran bencana banjir untuk selanjutnya digunakan dalam<br />
mendukung kajian dalam penelitian ini. Anal isis hubungan antara perubahan penggunaan lahan wilayah hulu dengan<br />
perubahan iklim yang diakibatkan perubahan curah hujan tahunan akan membantu menjawab tujuan penelitian ini .<br />
Paper ini menguraikan laporan awal survei lokasi, analisis data <strong>dan</strong> penyajian berupa pemahaman sebaran adaptasi<br />
khususnya berupa identifikasi fisik studi area. Hasil awal, menunjukkan bahwa di wilayah survei terdapat beberapa<br />
karakteristik fisik morfologis yang merupakan adaptasi spasial alami terhadap daerah banjir seperti dijumpai pada<br />
beberapa kecamatan sepanjang DAS Bodri seperti Kecamatan Gemuh desa, Gemuh <strong>dan</strong> Kecamatan Kangkung. Di<br />
wilayah ini banjir menggenangi lahan pertanian <strong>dan</strong> desa sekitarnya setinggi 20-40 em. Fenomena meluasnya<br />
kawasan banjir <strong>dan</strong> meningkatnya frekuensi banjir dapat diketahui dari data lapangan. Lewat interpretasi<br />
geomorfologi data satelit Quickbird tampak dijumpai model adaptasi spasial yang ditemukan pada kawasan<br />
pertanian <strong>dan</strong> tambak berupa sistem pemanfaatan (fragmentasi) lahan, sistem pengolahan lahan <strong>dan</strong> pola budidaya<br />
tanam. Diketahui pula bahwa wilayah pesisir sangat rentan atas perubahan iklim, dampak yang ditimbulkan<br />
beberapa diantaranya berupa kenaikan temperatur yang tidak terlalu tinggi, curah hujan yang cukup tinggi sepanjang<br />
musim, kenaikan permukaan air !aut, ketahanan pangan <strong>dan</strong> pengaruh pada keanekaragaman hayati <strong>dan</strong> bahari.<br />
Masih diperlukan tambahan data untuk mengetahui pola pemanfaatan lahan tersebut <strong>dan</strong> pengaruhnya terhadap<br />
produktifitas padi selama beberapa tahun serta perlunya analisa curah hujan untuk menunjukkan telah terjadinya<br />
perubahan perilaku iklim pada wilayah penelitian.<br />
Kata kunci: Adaptasi, mitigasi, perubahan iklim, analisis fisik wilayah <strong>dan</strong> geospasial.<br />
LA TAR BELAKANG<br />
Pentingnya Daerah Aliran sungai (DAS) Bodri<br />
Daerah Aliran Sungai (DAS) Bodri merupakan sumber reservoir air utama bagi 4 (empat) kabupaten penting<br />
di Jawa Tengah yaitu: Kabupaten Kendal (45%), Kabupaten Semarang (6%), Kabupaten Temanggung (48%) <strong>dan</strong><br />
Kabupaten Wonosobo (1%). Meski sungai utama Bodri bermuara di hamparan pegunurtgan wilayah Kabupaten<br />
Kendal, secara keseluruhan wilayah DAS Bodri termasuk kategori wilayah pesisir, merupakan daerah peralihan<br />
antara ekosistem darat <strong>dan</strong> !aut. Artinya wilayah ini sangat dipengaruhi oleh perubahan di darat <strong>dan</strong> !aut <strong>dan</strong><br />
sebagian wilayah merupakan kawasan yang secara rutin tergenang oleh air !aut.<br />
Kenaikan muka air !aut sebagai akibat terjadinya perubahan iklim global diprediksi oleh beberapa peneliti<br />
<strong>dan</strong> organisaasi akan menyebabkan meluasnya wilayah genangan banjir di wilayah pesisir termasuk kawasan DAS<br />
Bodri ini . Banjir merupakan fenomena yang pal!llfg banyak menimbulkan kerusakan yang berpengaruh terhadap<br />
kondisi sosial <strong>dan</strong> ekonomi penduduk (Smith et, al., 1998, dalam Marfai, 2003). United Nation (2009) menyebutkan<br />
bahwa jumlah penduduk yang menjadi korban ataupun yang terkena dampak banjir menunjukkan kecenderungan<br />
meningkat <strong>dan</strong> yang tertinggi dibandingkan dengan jenis sumber bencana lai nnya.
Fenomena meluasnya ka\\as3Jl tt--r._:;r pada kawasan pesisir Bodri ini bila tidak diantisipasi sedini mungkin<br />
akan mempengaruhi kondisi fisik d:m pen:;elolaan wilayah DAS Bodri secara keseluruhan. Dapat disimpulkan,<br />
setiap perubahan penggunaan lahan ar:!upun pengolahan lahan <strong>dan</strong> rekayasa teknis terkait dengan adaptasi banjir<br />
oleh masyarakat pada kawsan Bodri akan berpengaruh secara luas pada ke tiga kabupaten wilayah lainnya yang saat<br />
ini dikenal sebagai penghasil utama padi <strong>dan</strong> tembakau untuk wilayah Jawa Tengah.<br />
TUJUAN PENELITIAN<br />
Penelitian ini berangkat dari mengkaji permasalahan fisik wilayah pesisir pantura untuk memahami<br />
karakteristik banjir, dampak banjir terhadap produksi pangan <strong>dan</strong> bagaimana adaptasi yang dilakukan khususnya<br />
pada areal lahan pertanian terhadap banjir. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah melakukan identifikasi fisik<br />
terhadap pola <strong>dan</strong> dinamika sebaran banjir di wilayah dataran pesisir Pantai Utara Jawa serta dampaknya terhadap<br />
produksi pangan, khususnya padi. Selain itu untuk mengetahui perilaku masyarakat sebagai bagian dari adaptasi<br />
mereka secara spasial terhadap fenomena banjir sebagai masukan bagi pengambil keputusan dalam mengelola<br />
kawasan pertanian yang wilayah pesisir.<br />
LOKASI PENELITIAN.<br />
Lokasi penelitian adalah sebagian wilayah pantai utara (pantura) Jawa (Gambar 1 <strong>dan</strong> 2) yaitu di wilayah<br />
pesisir dari DAS Bodri Jawa Tengah. Dari Peta Rupa Bumi Indonesia, DAS Bodri terletak pada koordinat<br />
geografis 6° 51' 20" - 7° 18' 6 .. LS <strong>dan</strong> I 09° 55' 20" - II 0° 20' 48" BT. Batas wilayah sungai Bodri di sebelah<br />
barat adalah DAS Blukar se<strong>dan</strong>gkan DAS Blorong, DAS Kendal <strong>dan</strong> DAS Buntu di sebelah timur. Sebelah selatan<br />
berbatasan dengan Wilayah Sungai Progo Opak Serang, dengan sebelah utara Laut Jawa. Secara Topografi, hulu<br />
sungai Bodri terdiri atas daerah pegunungan, yaitu Gunung Dieng di sebelah barat <strong>dan</strong> Gunung Ungaran di sebelah<br />
timur. Topografi pada bagian selatan DAS Bodri merupakan wilayah dari system Gunung Sindoro <strong>dan</strong> Dieng Timur,<br />
se<strong>dan</strong>gkan bagian timur DAS Bodri merupakan system lahan gunung Ungaran, di mana kedua gunung berapi ini<br />
diperkirakan berumur kuarter tua. Ditinjau dari keadaan topografinya, DAS Bodri mempunyai kemiringan yang<br />
curam sampai landai ditunjukkan dengan variasi dari elevasi mulai dari pantai hingga ketinggian 2.400 meter di atas<br />
permukaan air laut. Menurut 2 perhitungan dengan SIG, luas DAS Bodri sendiri kurang lebih 649,68 Km .<br />
Lokasi penelitian ini merupakan bagian ekosistem dataran rendah wilayah Pantai Utara di Jawa Tengah<br />
dengan pengaruh rezim perkembangan <strong>dan</strong> dinamika Sungai Bodri. Secara alami, wilayah ini dipengaruhi oleh<br />
material volkanik yang subur <strong>dan</strong> pengunungan struktural sebagai basis pertanian yang intensif. Selain itu wilayah<br />
ini juga memiliki wilayah hiterland yang sangat rentan terhadap denudasi <strong>dan</strong> erosi yang mengakibatkan pada setiap<br />
musim hujan akan menerima limpahan air <strong>dan</strong> sedimen yang sangat besar ke Laut Jawa, yang membentuk<br />
perkembangan Bodri. Secara ekonomi, wilayah ini merupakan bagian dari Pengembangan Kawasan Kendal atau<br />
Pengembangan Ekonomi Bagian Barat Kota Semarang.<br />
Gam bar~ Lokasi Penelitian<br />
2
3,SOOm<br />
3,0Cl0 m<br />
2,SOOm<br />
2,0CO m<br />
l,SOOm<br />
1 ,CX:O m<br />
SOOm<br />
Om<br />
O km<br />
Gam bar 2. Kawasan DAS pantai Utara<br />
TINJAUAN PUSTAKA<br />
Banjir merupakan peristiwa terjadinya genangan di dataran banjir atau daerah cekungan karena tidak ada<br />
pengatusan atau sebagai akibat terjadinya limpasan air dari sungai yang disebabkan debit sungai melebihi<br />
kapasitasnya sehingga meluap ke daerah tersebut. Daerah di sekitar aliran sungai besar umumnya adalah dataran<br />
banjir yang terbentuk oleh sistem fluvial yang mengakomodasi debit aliran sungai yang besar <strong>dan</strong> jarang terjadi<br />
(Cooke <strong>dan</strong> Doornkamp, 1977). Setidaknya ada dua pendekatan dalam mengkaji <strong>dan</strong> memetakan daerah rawan<br />
banjir yaitu pendekatan hidrologis <strong>dan</strong> pendekatan geomorfologis.<br />
1. Pendekatan Hidrologis<br />
Melalui pendekatan ini , daerah rawan banjir dihitung <strong>dan</strong> dipetakan melalui formula (perhitungan<br />
hidrologis) pada sistem daerah aliran sungai, misalnya yang cukup populer dengan metode rasional. Debit banjir<br />
ditentukan berdasar peluang hujan yang muncul dalam periode waktu tertentu, misalnya 25 tahunan, 50 tahunan,<br />
100 tahunan. Untuk menentukan area rawan bajir diperlukan data hujan, penggunaan lahan, kapasitas saluran<br />
gorong-gorong atau sungai, lereng <strong>dan</strong> data kontur atau DEM.<br />
2. Pendekatan Geomorfologis<br />
Pendekatan yang kedua dengan cara memetakan banjir berdasar kondisi unit geomorfologi dimana unit<br />
pemetaannya adalah bentuklahan (landform). Dalam penyusunan peta rawan banjir diperlukan beberapa variabel<br />
antara lain peta penggunaan lahan, peta sistem lahan yang didalamnya terdapat informasi bentuk lahan. Yariabel lain<br />
adalah data hujan dasarian <strong>dan</strong> data kejadian banjir.<br />
Faktor penciri dalam karakterisktik sistem lahan yang dihimpun dari tabel entitas pendukung digunakan<br />
sebagai dasar penilaian daerah rawan banjir. Penilaian banjir menggunakan analisa pernyataan logika BOOLEAN.<br />
Apabila kondisi memenuhi faktor penciri, maka sistem lahan dikategorikan RA WAN BANJIR, se<strong>dan</strong>gkan yang<br />
tidak memenuhi dikategorikan TIDAK RA WAN BANJIR.<br />
Sistem lahan suatu daerah menggambarkan pola pengulangan topografi, jenis .tanah, <strong>dan</strong> vegetasi yang<br />
relatif sama dalam satu kawasan bentuk lahan, yang ditunjukkan oleh kesamaan sifat,morfografi (topografi), tanah,<br />
<strong>dan</strong> vegetasi (penutupan lahan) (Christian <strong>dan</strong> Stewart, 1968). Faktor lingkungan fisik tersebut digunakan sebagai<br />
faktor penciri dalam penilaian daerah rawan banjir. Sistem lahan yang dinilai rawan banjir atau karena luapan air<br />
sungai yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:<br />
• Merupakan bentuklahan hasil proses fluvial , yaitu suatu proses transportasi <strong>dan</strong> sedimentasi bahan<br />
aluvium oleh aliran sungai<br />
• Mempunyai topografi datar<br />
• Jenis tanah termasuk lnceptisol at~ Entisol <strong>dan</strong> berdrainase terhambat<br />
• Pola drainase berbentuk meandering, recticulate, atau dendritik<br />
3
Upaya pengendalian banjir mutlak diperlukan untuk menekan kerugian materi <strong>dan</strong> korban jiwa. Usaha ini<br />
ditempuh tidak saja mengandalkan pada aspek teknis seperti pembangunan tanggul air atau pengerukan, ak,an tetapi<br />
pada aspek non teknis berupa adaptasi masyarakat dalam menciptakan lingkungan <strong>dan</strong> kehidupan yang selaras<br />
dengan banjir sebagai akibat a<strong>dan</strong>ya perubahan iklim. Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya banjir di<br />
daerah pesisir. Kodoatie <strong>dan</strong> Sugiyanto 2002) membagi penyebab banjir menjadi dua kategori yaitu banjir yang<br />
disebabkan oleh faktor alami <strong>dan</strong> banjir yang di sebabkan oleh tindakan manusia. Sebab-sebab alami terjadinya<br />
banjir yaitu curah hujan, fisiografi . erosi <strong>dan</strong> sedimentasi, kapasitas sungai, kapasitas drainase yang tidak memadai<br />
<strong>dan</strong> pengaruh air pasang. Sementara banjir karena ulah manusia yang berpengaruh pada kondisi daerah pengaliran<br />
sungai seperti : kawasan kumuh, sarnpah. drainase buruk, kerusakan bangunan pengendali banjir, <strong>dan</strong> perencanaan<br />
sistem pengendalian banjir yang tidak tepat.<br />
Perubahan penggunaan lahan dari wilayah tak terbangun menjadi wilayah terbangun berpotensi pula<br />
menimbulkan banjir. Wilayah daerah banjir seperti dataran pantai, estuari, <strong>dan</strong> dataran banjir merupakan wilayah<br />
yang banyak dibangun menjadi kawasan industri , perdagangan <strong>dan</strong> permukiman. Pembangunan wilayah perkotaan<br />
dengan segala fasilitasnya serta penambahan jumlah penduduk berpengaruh pada penurunan kapasitas drainase <strong>dan</strong><br />
infiltrasi air, sehingga aliran perrnukaan menjadi lebih besar <strong>dan</strong> meenyebabkan penurunan muka tanah (land<br />
subsisdence). Ketika terjadi gelombang pasang atau aliran air sungai meluap, bagian-bagian yang rendah inilah yang<br />
akan tergenang. Land subsidence menyebabkan meluasnya areal genangan banjir seperti terjadi di pantai utara<br />
Jakarta <strong>dan</strong> Semarang. Banjir di kawasan pesisir yang secara alamai ada;lah wilayah rendah adalah suatu peristiwa<br />
alam yang tidak dapat dihindari, kejadi annya. Hasil sementara survei lapangan menemukan fakta bahwa banjir pada<br />
kawasan DAS Bodri terjadi karena ti ga faktor yaitu : jebolnya tanggul karena overload water di hulu, air pasang<br />
yang menahan saluran air, <strong>dan</strong> dataran banjir/rendah.<br />
Pengetahuan wilayah banjir biasanya diketahui melalui informasi tentang tingkat kerawanan <strong>dan</strong> risiko<br />
terhadap bencana banjir. Sebagai bagian dari strategi mitigasi <strong>dan</strong> adaptasi terhadap perubahan iklim (climate<br />
change, komponen risiko bencana secara umum terdiri dari potensi bencana <strong>dan</strong> kerentanannya, dimana kerawanan<br />
ditentukan oleh keterpaparan bencana (ha=ard exposure) <strong>dan</strong> kapasitas bertahan (coping capacity) dari masyarakat<br />
yang terkena bencana (secara skematis komponen risiko bencana dapat dilihat pada Gam bar 1 ). Kerentanan ini<br />
akhirnya dipahami sebagai kombinasi antara potensi kerusakan <strong>dan</strong> kapasitas menghadapi bencana <strong>dan</strong><br />
diformulasikan sebagai berikut:<br />
Risk= Hazard potential x Damage potential I Coping capacity, A tau<br />
Risk= Hazard potential x Vulnerability<br />
Metode Penelitian<br />
METODOLOGI<br />
Metode yang digunakan menekankan pada observasi lapangan <strong>dan</strong> pengukuran terhadap variabel banjir di<br />
wilayah lahan pertanian; dilengkapi dengan analisis data spasial <strong>dan</strong> data sosial ekonomi kependudukan di wilayah<br />
penelitian. Teknik pengambilan data pada penelitian ini dengan menggunakan non-probability sampling. Alasan<br />
menggunakan teknik pengambilan sampel ini adalah jumlah kejadian banjir, pola, <strong>dan</strong> distribusi tidak diketahui<br />
secara pasti serta kondisi ekosistem terutama masyarakat yang heterogen, sehingga tidak tepat apabila dilakukan<br />
dengan cara acak (random). Beberapa pertimbangan yang digunakan dalam penentuan sampel adalah satuan<br />
bentuklahan pada ekosistem wilayah dataran rendah pesisir terutama di kawasan delta.<br />
Untuk menganalisis perubahan penutup lahan <strong>dan</strong> dinamika kepesisiran digunakan data citra penginderaan<br />
jauh multi-waktu yang diintegrasikan <strong>dan</strong> dianalisis dalam sistim informasi geografis (SlG). Penilaian kerawanan<br />
fisik wilayah terhadap banjir dianalisis berdasarkan kondisi fisik wilayah. Beberapa variabel yang menentukan<br />
kerawanan secara fisik antara lain bentuk lahan, penutup lahan <strong>dan</strong> kemiringan lereng. S:ementara nilai kerentanan<br />
dinilai berdasarkan objek dalam risiko yaitu lahan pertanian <strong>dan</strong> kesiap-siagaan penduduk dalam menghadapi<br />
bencana yang diperoleh dari pengamatan/wawancara di lapangan. Data mengenai adaptasi diperoleh dari<br />
pengamatan lapangan <strong>dan</strong> wawancara dengan penduduk di daerah penelitian. Metode penelitian dapat dilihat pada<br />
Gambar 3.<br />
,<br />
4
S~""'J F,:~<br />
UdJ1a Tcv...gJ• . u.eo<br />
"'~ s~=--=~<br />
Lai\Jn ~~ ..... U~.JI-<br />
BANJIR 01 WILAYAH PESISIR<br />
PANTURA<br />
Dri vi ng Fx to r<br />
t'I'~ .J j l ;t P ~tUblh >J I'I ~ !e-. a :J R u .t "~9<br />
1-'J"!a, L"l .. l ~f\..qUf 1/JIUt.tl C a ;~ •.t t.C f l' t ts)<br />
,<br />
C1tra SateLt l.lultt<br />
J Te'llpcrc1 l ( l a1d~at<br />
Tl.l CT I.I ->S TE R..O.<br />
LOS)<br />
BENTUK LA HAN<br />
WIILAYAHOAS<br />
BOOR!<br />
K.a,a~:~rrS! 0..<br />
lC· • JS• RUJ')~ hJp<br />
Tn::oe- GunJ L:lh..ln<br />
K Jr Jq~rrS t ~ f<br />
K~?tv~Uh..1 n RUJn-;J t JP<br />
1<br />
.<br />
Tr;:-e Guna Lat\.."tn<br />
PENGUUNAAN<br />
LA HAN<br />
(Lahan Pertanlan <strong>dan</strong><br />
Perl~an
disamping data periode ulang banjir. Oleh karena itu, perlu dilakukan anal isis bentuklahan, sehingga dapat diketahui<br />
daerah-daerah yang rawan mengaJami penggenangan.<br />
Wawancara dengan penduduk juga diperlukan untuk mengetahui luasan, tinggi muka air atau kedalaman<br />
penggenangan, frekuensi banjir <strong>dan</strong> lama penggenangan, sehingga dapat diperoleh gambaran tingkat kerawanan<br />
bencana banjir pada studi area.<br />
Tahap Ekstraksi Informasi Adaptasi Terhadap Banjir<br />
Adaptasi merupakan peri laku masyarakat dalam menghadapi bahaya banjir dengan tujuan untuk mengurangi<br />
risiko. Adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk pengetahuan mengenai langkahlangkah<br />
yang dilakukan apabil a terjadi banjir (contoh: panen lebih awal) serta infrastruktur penahan banjir (contoh:<br />
pembuatan tanggul/bendung) atau modifikasi bentuk pola pertanian (contoh: pembuatan gulu<strong>dan</strong> I pertanian sistim<br />
surjan). Bentuk-bentuk adaptasi ini diperoleh dari hasil pengamatan <strong>dan</strong> wawancara dengan masyarakat di daerah<br />
penelitian ataupun interpretasi visual citra sate! it atas bentukan fisik di lapangan.<br />
Tahap Survei Lapangan<br />
Tahap ini dimaksudkan untuk tujuan verifikasi data hasil interpretasi serta pengumpulan data primer melalui<br />
wawancara singkat, pengamatan <strong>dan</strong> pengukuran secara langsung di lapangan, selanjutnya hasil data lapangan<br />
melakukan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini. Analisa data adalah meliputi tiga aspek utama, yaitu<br />
analisis pola <strong>dan</strong> sebaran banjir, analisis dampak banjir terhadap produksi pangan <strong>dan</strong> pola <strong>dan</strong> adaptasi terhadap<br />
banjir baik yang dilakukan oleh masyarakat <strong>dan</strong> pemerintah.<br />
<strong>HASIL</strong> DAN PEMBAHASAN<br />
Identifikasi Fisik Wilayah Survei<br />
Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk melakukan identifikasi fisik terhadap pola <strong>dan</strong> dinamika<br />
sebaran banjir di daerah penelitian, ditemukan bahwa daerah yang secara alami memiliki karakteristik rawan banjir<br />
yang dapat dijumpai adalah pada kawasan sekitar pesisir <strong>dan</strong> muara sungai, dataran banjir (flood plain area),<br />
sempa<strong>dan</strong> sungai, <strong>dan</strong> daerah cekungan. Wilayah-wilayah tersebut adalah sebagai berikut:<br />
Kawasan Pesisir <strong>dan</strong> Muara (Estuarine)<br />
Kawasan ini merupakan dataran rendah dengan elevasi hampir sama dengan rata-rata muka air !aut bahkan<br />
bisa lebih rendah dari muka air !aut <strong>dan</strong> berdekatan dengan muara sungai. Keadaan menjadi sangat lebih buruk<br />
ketika banjir terjadi berbarengan dengan air !aut yang se<strong>dan</strong>g pasang disertai pula ombak yang tinggi, maka<br />
genangan menjadi lebih lama <strong>dan</strong> dalam. Gam bar berikut contoh muara sungai.<br />
Gam bar 4. Muara sungai DAS Bodri<br />
6
Daerah survei yang dikunjun~i misaLnya Keeamatan Cepiring khususnya Desa Sidomulyo, Desa Kalirejo,<br />
Desa Rejosari, Desa Tanjung ~lojo. Pemaharnan petani seeara umum mengatakan bahwa banjir yang adil terjadi<br />
akibat a! iran sungai tidak lanear karena a<strong>dan</strong>~a hambatan tambak di daerah muara sungai.<br />
Tabel l. Kedalarnan genangan banjir di kawasan muara.<br />
No. Keearnatan Desa Kedalaman genangan Dam pak/kerugian<br />
l. Cepiring Sidomul)o 10 - 50 em Pertanian sawah<br />
Kalirejo 10 - 60 em Pertanian sawah<br />
Rejosari lO- 40 em Pertanian sawah<br />
I Tanjung Mojo 15- 60 em Pertanian sawah<br />
Sumber : hasil intervie\\ lapangan<br />
Kawasan Dataran Banjir (Flood plain area).<br />
Dataran banjir adalah lahan di kanan kiri sungai yang pada saat tertentu dapat tergenang akibat luapan sungai<br />
(Siswoko 2003). Kawasan ini lerengnya datar (< 2 %) biasanya berada di kanan <strong>dan</strong> kiri sungai atau merupakan<br />
dataran yang sangat luas. Apabila sungai meneapai debit puneak disertai hujan lokal yang tinggi maka terjadi<br />
genangan tinggi <strong>dan</strong> lama. Pada daerah yang sudah dibudidayakan, sungai-sungainya ditanggul untuk meneegah<br />
terjadinya luapan ke perrnukiman sekitarnya atau ke daerah pertanian sekitarnya.<br />
Survei lapangan pada daerah dataran banjir telah dilakukan di Keeamatan Kota Kendal khususnya ke Desa<br />
Wonosari <strong>dan</strong> Desa Bangunsari . Desa ini sangat rawan apabila terjadi tanggul Sungai Bodri tidak lagi mampu<br />
menampung debit puneak, bahkan pada bulan Mei 2010 pernah terjadi tanggul jebol sehingga merusak lahan<br />
pertanian <strong>dan</strong> desa sekitarnya. Peristiwa seperti ini terjadi berulang kali , khususnya di perkotaan sebagai akibat dari<br />
drainase yang kurang bagus, sehingga setiap tahun terjadi banjir.<br />
Tabel 2. Kedalaman genangan banjir di kawasan dataran banjir<br />
No. Keeamatan Des a Kedarnan genangan Dampak/kerugian<br />
I Kota Kendal Rejosari 15-60 em Padi <strong>dan</strong> palawija<br />
Wonosari 15-60 em Padi <strong>dan</strong> palawija<br />
Sumber : hasil interview lapangan<br />
Kawasan Sempa<strong>dan</strong> Sungai (tanggul alam)<br />
Kawasan ini berada di kanan <strong>dan</strong> kiri sungai dalam radius yang tidak jauh dari garis pusat ali ran kuat atau tali<br />
arus sepanjang sungai <strong>dan</strong> biasanya dimulai pada lereng landai . Material penyusun dari jarak terdekat sungai<br />
biasanya kasar <strong>dan</strong> semakin jauh dari sungai makin halus, hal ini meneirikan tenaga air saat sungai meluap kuat<br />
mampu mengangkut material kasar <strong>dan</strong> semakin jauh mengendapkan material hal us.<br />
Hasil survei lapangan dilakukan ke Keeamatan Gemuh yaitu di Desa Gemuh <strong>dan</strong> Desa Gebang. Keeamatan<br />
Kangkung khususnya Desa Kangkung <strong>dan</strong> Desa Jungsemi. Desa ini sangat rawan apabila terjadi Sungai Blukar tidak<br />
mampu menampung debit puneak. Pada bulan Mei 2010 pernah terjadi luapan yang menggenangi lahan pertanian<br />
<strong>dan</strong> desa sekitarnya. Pertanian yang terkena dampak adalah padi sawah, tembakau <strong>dan</strong> bawang merah.<br />
Tabel 3. Kedalaman genangan banjir di kawasan sempa<strong>dan</strong> sungai/tanggul alam<br />
No Keeamatan Desa Kedalaman genangan Dampak/kerugian<br />
I Gemuh Gemuh 20-40 em Pertanian palawija {tembakau)<br />
2 Kangkung Gebang 20-60 em Pertanian palawija (tembakau)<br />
Sumber: hasil interview lapangan<br />
,<br />
7
Gambar 5. Sempa<strong>dan</strong> sungai.<br />
Dari hasil survei lapangan ditemukan ada tiga faktor penyebab banjir yaitu:<br />
• Akibat tanggul yangjebol karena tidak mampu menahan debit puncak aliran sungai yang meluap.<br />
• Air !aut pasang yang berakibat pengatusan di daerah persawahan yang berdekatan dengan tambak u<strong>dan</strong>g tidak<br />
Ian car.<br />
• Daerah dataran/cekungan yang drainasenya kurang/ tidak bagus, sehingga akan tergenang lebih lama. Daerah<br />
ini biasanya di permukiman <strong>dan</strong> perkotaannya.<br />
Adaptasi penduduk terhadap banjir<br />
Beberapa pola adaptasi telah dilakukan karena pada dasarnya para petani sudah tahu akan a<strong>dan</strong>ya banjir,<br />
dengan kata lain mereka menyadari bahwa daerah yang mereka tinggali adalah daerah rawan banjir. Adaptasi<br />
melahirkan <strong>dan</strong> mempengaruhi terjadinya:<br />
I. Fragmentasi lahan<br />
2. Pola budidaya<br />
3. Pemilihan jenis <strong>dan</strong> pola tanaman<br />
Fragmentasi lahan menghasilkan beberapa pola model pengolahan lahan seperti tukang pasang ubin yang<br />
men genal pol a 2-3 pasang jenis ubin <strong>dan</strong> keramik <strong>dan</strong> paving blok ataupun kombinasinya. Tujuannya untuk efisiensi<br />
air (mencegah air hi lang ke !aut terlalu cepat <strong>dan</strong> sebaliknya juga jangan terlalu lama menggenang). Pada wilayah<br />
dataran banjir pola simetris cocok karena air tersalurkan dengan baik. Pada wilayah pasang surut, model diagonal<br />
menghasilkan ketahanan tanaman pertanian. Gambar jelas terlihat di data Quickbird <strong>dan</strong> foto lapangan.<br />
Gambar 6. Tembakau, salah satu komoditi yang tahan banjir.<br />
8
Masalah utama adalah pada tambak yang tidak dibuat sesuai adaptasi dengan lahan pertanian. Struktur<br />
tambak malah mengakibatkan tertahannya air tawar lebih banyak yang mungkin bagus untuk tam~ak tetapi<br />
tergenang lebih lama di sawah. Pola budidaya masih tergantung pada kemauan <strong>dan</strong> local knowledge dari pemilik.<br />
Tembakau ditemukan sebagai tanaman yang paling tahan terhadap banjir yang kerap terjadi.<br />
Adaptasi Terhadap Perubahan lklim<br />
Gambar 7 Wawancara dengan petani setempal<br />
Analisis curah hujan rata-rata 30 tahunan pada wilayah Bodri besumber dari GPCC <strong>dan</strong> TRMM (Tropical<br />
Rainfall Measuring Mission), menunjukkan a<strong>dan</strong>ya perubahan jelas (significant) pada pola curah hujan atau<br />
variabilitas iklimnya pada wilayah Bodri selama 100 tahun terakhir, sebagaimana terlihat pada grafik Gambar 8.<br />
Perubahan ini dengan sendirinya mengkacaukan perputaran musim hujan yang biasa terjadi pada sekitar bulan<br />
November, saat ini hingga bulan Mei masih hujan <strong>dan</strong> banjir. Masih perlu didukung oleh data perubahan suhu <strong>dan</strong><br />
naiknya permukaan !aut. Naiknya pasut akan meningkatkan energi yang tersimpan dalam atmosfer, sehingga<br />
mendorong terjadinya perubahan iklim antara lain a<strong>dan</strong>ya El Nino <strong>dan</strong> La Nina. Fenomena El Nino <strong>dan</strong> La Nina<br />
sangat berpengaruh terhadap kondisi iklim wilayah Indonesia, khususnya sepanjang pesisir utara Pulau Jawa.<br />
Fenomena El Nino adalah naiknya suhu di Samudera Pasifik hingga mencapai 31 ° C, sehingga menyebabkan<br />
kekeringan yang luar biasa di Indonesia. Dampak negatifnya adalah meningkatnya kebakaran hutan, seperti kasus<br />
kebakaran hutan 1998, kegagalan panen <strong>dan</strong> penurunan ketersediaan air.<br />
Fenomena La Nina merupakan kebalikan dari El Nino, yaitu gejala menurunnya suhu permukaan di<br />
Samudera Pasifik yang menyebabkan angin serta hujan ke Australia <strong>dan</strong> Asia bagian selatan, termasuk Indonesia.<br />
Dampaknya adalah curah hujan tinggi disertai angin topan <strong>dan</strong> berdampak pada bencana banjir <strong>dan</strong> longsor berat.<br />
Terdapat beberapa pilihan adaptasi lahan pertanian terhadap perubahan iklim menurut versi World Bank<br />
(2008) meliputi adaptasi reaktif atau responsive <strong>dan</strong> proaktif atau antisipatif. Adaptasi reaktif diantaranya berupa<br />
pengendalian erosi, pembangunan konstruksi bendungan untuk irigasi, perubahan penggunaan <strong>dan</strong> aplikasi pupuk,<br />
pengendalian jenis tanaman baru, pemeliharaan kesuburan tanah, perubahan waktu tanam <strong>dan</strong> panen, peralihan jenis<br />
tanaman <strong>dan</strong> program pelatihan tentang konservasi tanah <strong>dan</strong> air. Sementara untuk atlaptasi proaktif bisa berupa<br />
pengembangan jenis tanaman yang toleran atau resistan terhadap kerawanan tertentu,diversifikasi <strong>dan</strong> intensifikasi<br />
tanaman pangan <strong>dan</strong> perkebunan, kebiijakan insentif pajak atau pasar bebas <strong>dan</strong> pengembangan sistem peringatan<br />
dini.<br />
Perubahan iklim utamanya akan berdampak pada masyarakat wilayah pesisir <strong>dan</strong> mereka yang<br />
menggantungkan hidupnya pada pertanian <strong>dan</strong> per~nan (IPCC, 2008).<br />
9
500<br />
450<br />
400<br />
350<br />
300<br />
250<br />
200<br />
150<br />
100<br />
50<br />
0<br />
--<br />
~1901-1930<br />
w...ra-1931-1960<br />
~961 -1990<br />
~ -·- 1!11 1991-2007<br />
Jan Feb M ar Apr May Jun Jul Aug Sept Oct Nov Dec<br />
Gambar 8. Curah hujan wilayah Bodri selama 100 tahun sejak 1900 (hasil simulasi).<br />
KESIMPULAN<br />
Kesimpulan<br />
Dari hasil penelitian, sementara ini telah ditemukan penyebab banjir ada 3 yaitu : jebolnya tanggul karena air<br />
yang melimpah (overload) di hulu, air pasang yang menahan saluran air, <strong>dan</strong> dataran banjir/rendah. Beberapa pola<br />
adaptasi lahan pertanian dilakukan karena intinya petani telah mengetahui akan ada banjir tahunan. Adaptasi<br />
melahirkan <strong>dan</strong> mempengarhui perilaku bertani di daerah kendala sebagai berikut : (1) fragmentasi lahan, (2) pola<br />
budidaya atau pengolahan tanah, (3) pemilihan jenis <strong>dan</strong> pol a tanaman<br />
Fragmentasi lahan melahirkan beberapa pola model pengolahan lahan <strong>dan</strong> pengolahan tanah. Ilustrasinya<br />
seperti tukang memasang ubin yang mengenal 2-3 pola pasang jenis ubin <strong>dan</strong> keramik yang lurus <strong>dan</strong> mengikuti<br />
pattern tertentu, pola pemasangan paving blok yang saling mengikat <strong>dan</strong> kombinasi antar keduanya. Tujuan<br />
utamanya adalah efisiensi air baik mencegah hilangnya air ke !aut terlalu cepat <strong>dan</strong> sebaliknya mencegah<br />
penggenangan yang terlalu lama.<br />
Pada wilayah dataran banjir pola simetris memanjang <strong>dan</strong> mengikuti arah pattern yang sama sangat cocok<br />
karena air mudah tersalurkan. Demikian pula pada wilayah banjir, beberapa jenis tanaman tampak cukup tahan<br />
tergenang dalam beberapa hari seperti jenis tanaman tembakau. Sehingga pada saat banjir setinggi lutut, tanaman<br />
tembakau sudah mencapai tinggi beberapa centimeter <strong>dan</strong> tahan terhadap genangan air. Pada wilayah pasang surut<br />
model diagonal saling mengikat menghasilkan efisiensi penyerapan air <strong>dan</strong> kebutuhan air tawar pada wilayah di hilir<br />
yang umumnya berupa tambak. Pola ini menurut para petani menghasilkan ketahanan tanaman pertanian yang lebih<br />
baik daripada model simetris. Sementara pada wilayah sedikit berbukit polanya mengikuti kemiringan leereng<br />
dengan sistem tangga.<br />
Pola fragmentasi lahan tampak jelas terlihat dari citra Quickbird <strong>dan</strong> foto lapangan. Masalah utama adalah<br />
pada wilayah pasang surut yang mempunyai areal tambak cukup luas <strong>dan</strong> berdampingan dengan lahan sawah.<br />
Tambak dibuat tidak sejalan dengan adapatasi pengolahan lahan pertanian. Struktur atau pola tambak pada beberapa<br />
lokasi ditemukan malah mengakibatkan air tawar lebih banyak <strong>dan</strong> lama tertahan di wilayah tambak. Air ini sengaja<br />
ditahan untuk membantu proses pencucian tambak, sebaliknya mengakibatkan penggenangan yang cukup lama di<br />
areal persawahan. Pola budidaya lahan pertanian masih bergantung pada kemauan <strong>dan</strong> lokar knowledge sipemilik<br />
lahan. Tembakau ditemukan sebagai tanaman alternatif setelah padi.<br />
Adaptasi dilakukan berdasarkan pengetahuan yang diperoleh secara turun temurun atau dengan karena<br />
pengaruh dari luar. Adaptasi bisa dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah secara terstruktur dalam<br />
bentuk penyuluhan ataupun penyediaan infrastruktur penahan banjir (misalnya pembangunan tanggul) yang<br />
dilakukan oleh secara nyata. ,<br />
Wilayah pesisir sangat rentan atas perubahan iklim, beberapa diantaranya kenaikan temperature yang tidak<br />
terlalu tinggi, curah hujan uang cukup tinggi sepanjang masa, kenaikan permukaan air laut, ketahanan pangan <strong>dan</strong><br />
pengaruh pada keanekaragaman hayati <strong>dan</strong> bahari.<br />
10
DAFTAR PUSTAKA<br />
Cooke, RU and Doornkamp, J. C. 1977. Geomorphology in environmental management: An introduction,<br />
Clarendon Press, Oxford.<br />
Greiving, S. 2006. Multi-risk assessment of Europe's region, Da/am: Birkmann, J (editor). 2006. Measuring<br />
Vulnerability to Natural Hazards, United Nations University, New York.<br />
IPCC, 2008, Linking climate change and water resources: impacts and responses www.ipcc.ch/pdf/technicalpapers/ccw/<br />
chapter3 .pdf.<br />
Jensen, John R. 2007. Introductory digital image processing: a remote sensing perspective, Prentice Hall<br />
Kodoatie R.J. <strong>dan</strong> Sugiyanto. 2002. Banjir, Beberapa Penyebab <strong>dan</strong> Metode Pengendaliannya, Pustaka Pelajar,<br />
Y ogyakarta.<br />
Marfai, Muh Aris. 2003. GIS Modelling on River and Tidal Flood Hazards in a Waterfront City, Case Study:<br />
Semarang, Central Java, Indonesia, Masters Theses, lTC - The Netherlands.<br />
Mather, Paul M. 2004. Computer Processing of Remotely Sensed Images: An Introduction. John Wiley & Sons.<br />
Siswoko. 2003. " Flood Plain Management" untuk Mengatasi Ancaman Banjir, Sinar Harapan 14 Februari 2003.<br />
United Nations. 2009. Guidelines for Reducing Flood Losses, www.unisdr.org, akses internet 8 Januari 2009.<br />
United Nations. 2004. International Strategy for Disaster Reduction. Resolution adopted by the General Assembly<br />
58/214 on the report of the Second Committee (A/58/484/ Add.5). 4p. Akses internet:<br />
http://www.unisdr.org/wcdr/back-docs/docs/a-res-58-214-eng.pdf.<br />
UNDP. 2004. Reducing disaster risk - A challenge for development. United Nations Development Programme,<br />
Bureau for Crisis and Recovery. New York.<br />
Christian C.S. <strong>dan</strong> Stewart G. A. 1968. Methodology of Integrated Surveys.<br />
World Bank. 2008. Agriculture for Development, siteresources.worldbank.org/INTWDR2008/ .. ./WDROver2008-<br />
ENG.pdf<br />
,<br />
II