PDF - Digilib
PDF - Digilib
PDF - Digilib
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
• WAWASAN •<br />
Faktor Penyebab<br />
Pemanasan global (global warming) terjadi karena<br />
menumpuknya gas polutan yang disebut gas rumah kaca yang<br />
merupakan selubung gas alami yang pada konsentrasi tertentu<br />
berfungsi menjaga bumi tetap hangat dan nyaman dihuni. Gas<br />
rumah kaca diantaranya adalah karbondioksida (CO2), dinitroksida<br />
(N2O), metana (CH4), sulfur heksafluorida (Sf6) dan<br />
perfluorokarbon (PFCs). Namun meningkatnya konsentrasi gas<br />
CO2 merupakan penyebab utama terjadinya pemanasan global<br />
yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil pada<br />
kegiatan industri, transportasi, pembakaran hutan dan perubahan<br />
tata guna lahan.<br />
Kondisi ini diperparah oleh penipisan lapisan ozon (O3) di<br />
atmosfer sebagai akibat penggunaan aerosol yang berlebihan.<br />
Semakin tipis ozon maka semakin leluasa radiasi gelombang<br />
pendek matahari memasuki bumi. Akibatnya terjadi efek rumah<br />
kaca. Suhu bumi meningkat, mencairkan gunung es di kedua<br />
kutub, sehingga menaikkan permukaan laut dan mengubah pola<br />
iklim dunia.<br />
Perjuangan Panjang<br />
Adalah Svante Arrhennius, ilmuwan Swedia, yang pertama<br />
kali melontarkan kekhawatiran terjadinya pemanasan global<br />
(global warning) pada tahun 1894. Pada intinya ia menyatakan<br />
bahwa CO2 merupakan unsur terpenting yang mengendalikan<br />
suhu bumi. Kenaikan konsentrasi CO2 mengakibatkan kenaikan<br />
suhu bumi. Penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan akan<br />
menjadi sumber peningkatan CO2 yang berdampak pada<br />
kenaikan suhu bumi.<br />
Kekhawatiran ini belum mendapat sambutan sampai kemudian<br />
Sidang Umum Persatuan Bangsa-Bangsa memprakarsai<br />
pembentukan Intergovernmental Negotiating Committee<br />
(INC) yang bertugas menegosiasikan draft materi konvensi<br />
perubahan iklim. Hasilnya kemudian diajukan ke Konperensi<br />
PBB untuk Lingkungan dan Pembangunan (Konperensi Tingkat<br />
Tinggi Bumi/Earth Summit) di Rio de Janeiro tahun 1992, dan<br />
disepakati menjadi Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang<br />
Perubahan Iklim.<br />
Dimulai pada tahun 1995 untuk pertama kalinya digelar<br />
Konperensi para Pihak (Conference of the Parties/COP) di<br />
Berlin. Seterusnya konperensi digelar setiap tahun dan pada<br />
akhirnya Indonesia mendapat giliran menyelenggarakan<br />
Konperensi para Pihak ke-13 Konvensi Perserikatan Bangsa-<br />
Bangsa mengenai Perubahan Iklim (United Nation Framework<br />
Convention on Climate Change/UNFCCC) dan sekaligus juga<br />
Pertemuan para Pihak tentang Protokol Kyoto (Meeting of<br />
Parties on Kyoto Protocol/MOP) ke-3 di Nusa Dua, Bali Tanggal<br />
13-14 Desember 2007.<br />
Protokol Kyoto<br />
Diantara rangkaian konperensi tersebut, Konperensi Kyoto<br />
pada tahun 1997 melahirkan dokumen paling penting yaitu<br />
Protokol Kyoto. Dalam dokumen tersebut tercantum secara jelas<br />
a. Perubahan Iklim<br />
Peningkatan temperatur bumi<br />
Curah hujan yang lebih lebat.<br />
Terjadi peningkatan curah hujan 2-3 persen per tahun dan<br />
musim hujan yang lebih singkat di Indonesia, yang dapat<br />
meningkatkan resiko banjir.<br />
Sahara dan gurun makin kering. Gelombang panas bahkan<br />
makin sering terjadi<br />
Musim dingin yang lebih dingin<br />
b. Pertanian dan kehutanan<br />
Mengubah pola presipitasi, penguapan, air limpasan, dan<br />
kelembaban tanah. Peningkatan suhu, musim hujan yang<br />
pendek, dan curah hujan meningkat menjadi penyebabnya.<br />
Resiko terjadinya ledakan hama dan penyakit tanaman<br />
Terancamnya ketahanan pangan<br />
Menurunnya produktivitas dan tingkat produksi sebagai akibat<br />
terganggunya siklus air karena perubahan pola hujan<br />
dan meningkatnya frekuensi anomali cuaca ekstrim. Data<br />
Bappenas (2004), produktivitas pertanian Indonesia diperkirakan<br />
menurun dengan nilai setara 6 miliar dolar AS per<br />
tahun.<br />
Kebakaran hutan. Udara kering, terik matahari dan tiupan<br />
angin mengakibatkan kebakaran hutan.<br />
c. Kelautan<br />
Naiknya permukaan air laut rata-rata dunia, yang diperkirakan<br />
sekitar 0,77 mm per tahun selama periode 1991-2004.<br />
Kenaikan permukaan laut di Indonesia akan berdampak pada<br />
<br />
penciutan lahan pertanian subur di sepanjang pantai.<br />
Pemanasan air laut yang memengaruhi keanekaragaman hayati<br />
laut<br />
d. Penyakit<br />
Peningkatan jumlah penyakit terkait air dan dibawa melalui<br />
vektor.<br />
<br />
<br />
Dampak Pemanasan Global<br />
Pemanasan global akan mengacaukan iklim yang salah satu<br />
dampaknya adalah banjir. Ketika banjir, beberapa penyakit<br />
akan merebak seperti diare, leptospirosis.<br />
Perubahan iklim membuat nyamuk demam berdarah dan<br />
malaria lebih berbahaya. Siklus hidupnya menjadi lebih pendek.<br />
Populasinya lebih mudah meledak.<br />
e. Satwa<br />
Perubahan habitat. Hilangnya daerah pesisir berakibat pada<br />
keanekaragaman hayati serta migrasi penduduk.<br />
Penurunan populasi amfibi secara global<br />
f. Krisis air tawar<br />
Lapisan es di kutub dan puncak pegunungan meleleh,<br />
sehingga siklus musim berubah drastis, dan dunia akan mengalami<br />
krisis air tawar. •<br />
arahan nyata bagi pelaksanaan Konferensi Perubahan Iklim.<br />
Target reduksi emisi gas rumah kaca ditetapkan sebesar 5,2%<br />
hingga 2012. Selain itu, diperkenalkan pula praktek bisnis baru<br />
yakni transaksi emisi gas rumah kaca atau disebut carbon trading.<br />
Negara maju yang tidak mampu memenuhi kewajibannya<br />
dapat membeli kredit karbon dari negara lain. Kredit karbon<br />
adalah nilai uang dari jumlah emisi karbon yang berhasil dikurangi.<br />
Indonesia menandatangani protokol ini pada tahun 1998<br />
dan meratifikasinya tahun 2004.<br />
Tercatat 3 (tiga) jurus nyata dalam protokol Kyoto untuk<br />
menekan gas rumah kaca yaitu (i) perdagangan emisi (emissions<br />
16 Percik<br />
Oktober 2007