26.04.2015 Views

PDF - Digilib

PDF - Digilib

PDF - Digilib

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

• DARI REDAKSI •<br />

Akibat pendangkalan Sungai Ciliwung, air meluap di musim penghujan.<br />

Foto: Bowo Leksono.<br />

Indonesia sebagai negara beriklim tropis dikaruniai dua<br />

musim. Kemarau dan penghujan. Kedua musim ini terjadi<br />

sepanjang tahun. Sebagai sebuah karunia, perlu kiranya<br />

disyukuri bersama.<br />

Namun ironinya, kerap kedua musim ini membawa bencana.<br />

Dimusim kemarau terjadi kekeringan. Air seperti lenyap<br />

dari permukaan bumi. Orang-orang kelimpungan mencari<br />

sumber mata air.<br />

Pun dimusim penghujan, banjir melanda. Air bah terus<br />

mengintai, bisa datang kapan saja, setiap saat. Dan Jakarta<br />

adalah salah satu daerah yang tak mampu lepas dari persoalan<br />

banjir.<br />

Banjir juga terjadi diberbagai daerah di Indonesia yang<br />

mempunyai predikat langganan banjir. Biasanya musim<br />

penghujan disertai angin kencang dan tanah longsor.<br />

Fenomena alam yang kerap tak sedikit memakan korban jiwa.<br />

Semua itu terjadi, mungkin karena kita benar-benar kurang<br />

menyadari bagaimana semestinya kita bersyukur. Manusia<br />

tidak berusaha menjaga sumber mata air untuk menghadapi<br />

musim kemarau dan tidak menjaga kelestarian alam dalam<br />

menghadapi musim penghujan.<br />

Sepertinya, air menjadi sumber bencana. Walaupun sebenarnya<br />

bukan karena air yang menjadi penyebabnya, sematamata<br />

karena ulah manusianya. Setelah mengalami masa kemarau<br />

cukup panjang yang menyebabkan kekeringan dimanamana,<br />

November adalah bulan dimana musim penghujan tiba.<br />

Musibah banjir, tanah longsor, serta angin ribut mengancam<br />

kita semua.<br />

Selain air baku, yang selalu dicari dikala kekeringan dan<br />

dikala banjir, kebutuhan dasar manusia lainnya adalah sanitasi.<br />

Ketersediaan air baku yang sudah baik, tak menjamin<br />

adanya sanitasi yang baik, pun demikian sebaliknya.<br />

Pembangunan sektor sanitasi yang berwujud pengelolaan<br />

air limbah rumah tangga, termasuk penanganan tinja, merupakan<br />

upaya yang memerlukan dukungan berbagai pihak,<br />

mulai dari pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.<br />

Untuk itulah digelar sebuah Konferensi Sanitasi Nasional<br />

(KSN) 2007. Peristiwa besar ini menjadi bahasan laporan<br />

utama majalah Percik edisi XX ini. Konferensi tingkat nasional<br />

ini digelar pada 19-21 November 2007 di Jakarta dengan<br />

mengusung tema "Mobilitasi Sumber Daya untuk Percepatan<br />

Pembangunan Sanitasi".<br />

Konferensi Sanitasi Nasional 2007 diadakan sebagai salah<br />

satu upaya pemerintah untuk membangun komitmen dan kerjasama<br />

semua pihak dalam rangka pembangunan sektor sanitasi.<br />

Sanitasi di mata para pengambil keputusan diharapkan<br />

dapat makin mendapat prioritas. KSN 2007 ini merupakan<br />

langkah persiapan Indonesia dalam menyambut International<br />

Year of Sanitation 2008.<br />

Pada edisi kali ini, Percik menghadirkan wawancara dengan<br />

Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas Dr. Ir.<br />

Dedy Supriadi Priatna, M.Sc seputar KSN 2007. Ia menegaskan,<br />

masalah sanitasi memang sudah menjadi perhatian<br />

pemerintah, namun belum menjadi prioritas.<br />

Faktanya, masih terbatas perhatian pada pembangunan<br />

sanitasi saat pengalokasian anggaran. Rata-rata anggaran sanitasi<br />

untuk kabupaten dan kota di Indonesia berkisar antara<br />

0,5 - 1,5 persen APBD.<br />

Sementara kebutuhan masyarakat akan sanitasi jelas tak<br />

dapat ditunda-tunda lagi. Diperlukan program yang menuntun<br />

inisiatif dan kemandirian masyarakat. Program Sanitasi Total<br />

Berbasis Masyarakat (STBM) atau yang asalnya dikenal sebagai<br />

CLTS (Community Lead Total Sanitation) dan Sanimas<br />

(Sanitasi Masyarakat) adalah program-program yang dinilai<br />

berhasil dalam membawa masyarakat kepada perbaikan sanitasi<br />

keluarga.<br />

Tampaknya, kita semua perlu belajar dari keberhasilan<br />

Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Salah satu desa di<br />

kabupaten tersebut, yaitu Desa Tanjung Tiga, masyarakatnya<br />

berhasil membangun jamban keluarga tanpa subsidi. Bahasan<br />

ini terdapat pada rubrik Reportase.<br />

Tidak kalah menariknya dan merupakan hal baru, bahwa<br />

isu AMPL (air minum dan penyehatan lingkungan) diusung ke<br />

atas panggung wayang kulit. Hal ini tercetus pada acara<br />

"Sarasehan Dalang Jawa Tengah 2007" yang digelar Komda<br />

Pepadi (Komisariat Daerah Persatuan Pedalangan Indonesia)<br />

Provinsi Jawa Tengah, 27 Oktober 2007, di Semarang. Tulisan<br />

ini terangkum dalam rubrik Seputar WASPOLA.<br />

H. Bambang Murtiyoso, S.Kar., M.Hum, selaku pengamat<br />

sekaligus pelaku jagat pewayangan menjadi Tamu Kita edisi<br />

ini. Diyakini lewat dunia pewayangan isu AMPL sedikit banyak<br />

akan mampu tersosialisasikan.<br />

Kami menyadari, apa yang kami sajikan dalam majalah ini<br />

masih jauh dari sempurna. Karena itu, kritik dan saran sangat<br />

kami butuhkan demi perkembangannya. Dan semoga media ini<br />

menjadi sumber referensi dan informasi yang berguna bagi kita<br />

Percik<br />

Oktober 2007<br />

1

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!