26.04.2015 Views

PDF - DigiLib | AMPL

PDF - DigiLib | AMPL

PDF - DigiLib | AMPL

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

R EPORTASE<br />

FOTO-FOTO: BAMBANG PURWANTO/TANWIR/ISTIMEWA<br />

M<br />

ATANYA BERKACA-KACA. TAK TERASA<br />

AIR MATA MENETES KE PIPI. IA<br />

HANYA BERDIRI TERMANGU. DI DE-<br />

PANNYA HAMPARAN PUING-PUING BANGUNAN<br />

HANCUR TERSAPU TSUNAMI. ''SUNGGUH ALLAH<br />

MAHA BESAR,'' BEGITU PIKIRAN HANDY<br />

LEGOWO BERBICARA DI DEKAT PANTAI LAMNO.<br />

Di benaknya berkecamuk pertanyaan mengapa<br />

peristiwa ini menimpa Aceh? ''Pesan apa di balik<br />

semua ini?'' gumamnya di dalam hati. Staf<br />

Departemen Pekerjaan Umum (DPU) tak habis<br />

mengerti dengan kejadian tersebut dan belum menemukan<br />

jawaban hingga kini. ''Nyawa manusia tak<br />

ada artinya sama sekali, sama dengan ayam dan<br />

kambing,'' jelasnya mengenang.<br />

Yang pasti apa yang dilihatnya membuat perubahan<br />

berarti di dalam dirinya. ''Seumur-umur<br />

saya belum pernah ada rasa takut. Di situlah saya<br />

mulai merasa takut. Dan ini mendorong saya untuk<br />

semakin dekat kepada Allah SWT,'' paparnya.<br />

Handy merupakan bagian dari tim satgas DPU<br />

yang berjumlah 35 orang. Tim ini ditugaskan untuk<br />

membangun barak-barak pengungsi di delapan<br />

kabupaten di Nanggroe Aceh Darussalam. Satu di<br />

antara lokasi yang akan dibangun barak itu termasuk<br />

daerah terisolasi. ''Begitu atasan saya bilang<br />

bahwa satu daerah terisolasi dan dia menyatakan<br />

sudah memilih orang-orang yang akan ke sana,<br />

langsung pikiran saya menyatakan pasti saya nih<br />

yang ditunjuk,'' kenang Handy.<br />

Benar saja, ia yang terpilih untuk ke Lamno<br />

bersama tiga orang lainnya. Mereka pun berangkat<br />

ke Banda Aceh untuk selanjutnya<br />

meneruskan perjalanan<br />

ke lokasi tersebut.<br />

''Kita di penginapan<br />

selalu berantem,<br />

berangkat atau tidak.<br />

Akhirnya diputuskan<br />

berangkat. Kami semua<br />

sepakat harus dicoba<br />

dulu,'' jelasnya.<br />

Perjalanan ke Lamno<br />

pun dimulai. Bukan pakai<br />

helikopter, tapi menggunakan<br />

kapal rakyat. Kapal<br />

direncanakan berangkat<br />

pukul 14.00. Ternyata diundur<br />

hingga pukul 17.00.<br />

Pengunduran ini membuat<br />

tim was-was lagi. Muncul lagi<br />

perdebatan untuk berangkat<br />

atau tidak. Akhirnya nahkoda<br />

memutuskan berangkat. Perjalanan<br />

memakan waktu tujuh jam.<br />

Pukul 24.00 kapal rakyat merapat. ''Kami heran<br />

kenapa para awak kapal lainnya yang ada di<br />

pelabuhan itu pada membicarakan kedatangan<br />

kami. Tapi kami tak mengerti bahasanya karena<br />

menggunakan bahasa Aceh,'' kata Handy.<br />

Sesampai di penginapan, tim ini baru mengetahui<br />

bahwa ada pemberlakuan jam malam di daerah<br />

itu. ''Alhamdulillah kami selamat, ketika bertemu<br />

dengan tentara di jalan kami bilang dari Pekerjaan<br />

Umum dan tak ada masalah.''<br />

Sesampai di penginapan tim disambut longlongan<br />

anjing yang lama sekali. ''Ini gak biasa,''<br />

papar Handy. Begitu akan tidur, gempa susulan pun<br />

mengguncang. Praktis mereka tak bisa tidur<br />

nyenyak malam itu.<br />

Pagi harinya mereka bertemu dengan aparat<br />

keamanan. Dari pertemuan itu, mereka akan dikawal<br />

oleh 10-15 tentara selama menjalankan tugas.<br />

''Dari situ saya tahu bahwa daerah ini adalah wilayah<br />

GAM,'' tutur Handy.<br />

Pekerjaan dimulai. Tim bersama 150 tukang<br />

kayu dan keneknya mulai membangun barak. Lokasi<br />

barak itu di lembah yang dikelilingi bukit dan hanya<br />

berjarak 1,5 km dari batas aman. ''Sepanjang waktu<br />

itulah saya selalu waspada dan selalu melihat ke<br />

sana kemari untuk mencari tempat berlari kalau-<br />

26 Percik<br />

Mei 2005

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!