14.04.2018 Views

koran_sulindo_edisi_1

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Bung Karno saat<br />

mem beri kuliah umum<br />

di Yogyakarta tahun<br />

1959 mengatakan sosialisme<br />

adalah suatu keharusan historis.<br />

Masyarakat sosialis itu akan<br />

datang dengan sendirinya<br />

secara evolusi. Bahwa manusia<br />

itu bertumbuh dan berkembang<br />

dari masa primitif hingga<br />

menuju masyarakat modern<br />

seperti sekarang ini.<br />

Menurut Bung Karno, ada<br />

kalanya warisan pemikiran dan<br />

warisan sosial dari leluhur kita<br />

tidak sesuai lagi dengan tuntutan<br />

zaman sekarang. Tapi tidak<br />

semua. Apa yang harus kita<br />

kesampingkan, sampingkanlah.<br />

Apa yang bisa kita sempurnakan,<br />

sempurnakanlah.<br />

Tetapi, alangkah berbahayanya<br />

bila kita beranggapan<br />

bahwa segala apa yang asli<br />

Indonesia, warisan pemikiran<br />

dan warisan sosial itu, adalah<br />

barang lapuk dan tidak layak<br />

lagi. Sikap yang demikian<br />

sungguh berbahaya, karena<br />

tanpa warisan pemikiran dan<br />

warisan sosial itu kita seakan<br />

hidup dalam kekosongan, tanpa<br />

budaya masa lampau. Hidup<br />

dalam kekosongan seperti<br />

itu adalah hidup tanpa landasan<br />

NASIONAL<br />

Konsepsi Bung Karno<br />

tentang Sosialisme Indonesia<br />

Sosialisme Indonesia adalah konsep rakyat untuk kebahagiaan<br />

rakyat. Sosialisme adalah konsep yang menyertakan rakyat pekerja dan alat<br />

produksinya sehingga mereka merasa ikut serta dalam merasakan suka–duka<br />

mengatasi kebutuhan bersama. Masyarakat sosialis adalah tujuan jangka<br />

panjang revolusi Indonesia.<br />

nationalgeographic.co.id<br />

nasional, hidup ontworteld<br />

tanpa akar, hidup uprooted from<br />

our origin.<br />

Bangsa yang demikian itu<br />

hidup kleyang-kleyang gumantung,<br />

tanpa cantelan.<br />

Bangsa begitu tidak hanya<br />

kehilangan dasar yang sehat<br />

untuk bertumbuh, tanpa bumi,<br />

tanpa sumber, akan tetapi<br />

lebih daripada itu, ia mau tak<br />

mau, besok atau lusa niscaya<br />

akan menjadi permainan<br />

ajang kelananya kekuatanke<br />

kuatan asing, di lapangan<br />

politik, ekonomi, sosial,<br />

dan kebudayaan. Wajahnya<br />

bukan satu cerminan dari dirinya,<br />

tapi adalah wajah bangsa<br />

asing.<br />

Sumber kekuatan kita<br />

adalah dalam semangat dan<br />

jiwa bangsa, dalam sejarah<br />

nasional yang kita warisi dari<br />

nenek-moyang. Segala yang<br />

diwariskan mereka menjadi<br />

pembakar daripada perjuangan<br />

bangsa ini menuju gema-ripah<br />

toto tentrem, karto-raharjo, lohjinawi.<br />

Itulah sosialisme yang dinamakan<br />

our-socialism, yang<br />

kedengarannya kuno, teta pi ini<br />

adalah satu cita-cita kesamarasaan,<br />

kesama-rataan. Inilah<br />

keadilan negara yang dinamakan<br />

dworowati yang panjang-punjung,<br />

panjang pocapane, punjung<br />

kawibawane. Ini adalah<br />

sosialisme yang hidup dalam<br />

masyarakat. Dan kata Bung<br />

Karno, ia justru belajar dari<br />

masyarakat. Satu masyarakat<br />

yang adil dan makmur tanpa<br />

eksploitasi manusia atas manusia,<br />

persahabatan seluruh<br />

manu sia di dunia, hilangnya<br />

imperialisme, hilangnya kolonial<br />

isme, hilangnya penjajahan,<br />

hilangnya kapitalisme di seluruh<br />

dunia.<br />

Beberapa bulan sebelumnya,<br />

20 Mei 1963, dalam rapat raksasa<br />

di alun-alun Bandung, Bung<br />

Karno mengatakan sosialisme<br />

itu bukan sesuatu yang jatuh<br />

dari langit, tapi haruslah dibina<br />

terus-menerus untuk mencapai<br />

Sosialisme Indonesia. Juga<br />

di MPRS, Bung Karno dalam<br />

pidatonya mengatakan: “Jangan<br />

dikira sosialisme itu bisa<br />

diadakan dengan teror, dengan<br />

membakar mobil. Tidak!”<br />

Kita harus berusaha menyusun<br />

alam, yang dinamakan<br />

alam sosialisme. Kita juga<br />

tidak bisa sekonyong-konyong<br />

memohon: “Ya Allah, Ya<br />

Rabbi, minta diturunkan sosialisme<br />

supaya gemah ripah<br />

lohjinawi, tata tentrem kertaraharja.<br />

Innallaha la yughayyiru<br />

ma biqaumin hatta yughayyiru<br />

ma bianfusihim, Allah tidak<br />

akan mengubah nasibmu, sebe<br />

lum engkau sendiri mengubah<br />

nasibmu.” Jadi, sosialisme<br />

adalah hasil dari perjuangan<br />

suatu bangsa.<br />

Pada Hari Bhayangkara tanggal<br />

1 Juli 1962, setelah mem buka<br />

selubung patung Gajah Mada,<br />

Bung Karno meng ingatkan<br />

bahwa revo lusi Indonesia<br />

adalah Revo lusi Sosialis. Karena<br />

itu, ia memerintahkan kepada<br />

Kepoli sian RI agar mengenyahkan<br />

semua anasir-anasir<br />

yang anti sosialis, semua anasir<br />

kontra revolusioner, dan semua<br />

anasir burgerlijk.<br />

Instruksi Bung Karno tentang<br />

Revolusi Sosialis itu sebagai<br />

penegasan dari pidatonya pada<br />

HUT Kemerdekaan 17 Agustus<br />

1961 yang diberi judul<br />

Resopim (Revolusi – Sosialisme<br />

Indonesia – Kepemimpinan nasional).<br />

Menurut Bung Karno,<br />

konsep sosialisme Indonesia<br />

itu sudah ada dalam Manifesto<br />

Politik (Manipol – USDEK,<br />

yaitu isi pidato Bung Karno dua<br />

tahun sebelumnya, 17 Agustus<br />

1959, yang kemudian disahkan<br />

MPRS sebagai Garis-garis besar<br />

Haluan Negara (GBHN).<br />

Kata Bung Karno, dalam<br />

penyelenggaraan sosialisme,<br />

cara pemikiran dan tata kerja<br />

yang dinamis dan dialektis sangatlah<br />

diperlukan. Dalam penyelenggaraan<br />

sosialisme itu<br />

kita tak boleh berpikir dan<br />

bekerja secara statis dan tanpa<br />

inisiatif. Tak ada tempat bagi<br />

ambtenarisme, pegawaisme,<br />

bi ro kratisme dan uler-kambangisme.<br />

Tiap hari harus<br />

melahirkan konsepsi dan ide<br />

“Bung Karno<br />

mengatakan<br />

sosialisme itu<br />

bukan sesuatu<br />

yang jatuh dari<br />

langit,<br />

tapi haruslah<br />

dibina terusmenerus<br />

untuk mencapai<br />

Sosialisme<br />

Indonesia.”<br />

6<br />

yang lebih baik dari ide kemarin.<br />

Siapa yang tidak dinamis, ia tak<br />

mungkin mampu meladeni<br />

pertumbuhan masyarakat yang<br />

dinamis.<br />

Karena itu, setiap pertumbuhan<br />

selalu menjadi dialektis—dengan<br />

akibat munculnya<br />

pikiran-pikiran yang<br />

menen tang atau kontra diksi.<br />

Bahkan, kemajuan, kemenangan,<br />

dan perbaikan pun<br />

bisa menimbulkan paham yang<br />

kontradiksi. Semua itu harus<br />

segera dihadapi dan dipecahkan<br />

agar tidak menjadi rintangan<br />

Sosialisme Indonesia. Siapa yang<br />

tidak dialektis, tak mungkin<br />

dapat meladeni dengan segera<br />

segala kontradiksi itu.<br />

Hanya dengan begitu, segala<br />

persoalan—terutama yang<br />

berkaitan dengan pembangunan—dapat<br />

diselesaikan<br />

atas dasar konsep sosial ke<br />

arah sosialisme. Konsep sosial<br />

yang bewust sebewustnya<br />

(sesadar-sadarnya) menuju<br />

kepada masyarakat sosialisme.<br />

Konsep sosial itu adalah:<br />

pertama, ikut sertakan seluruh<br />

pekerja dalam memikul tanggungjawab<br />

produksi dan alat<br />

produksi, terutama mengenai<br />

bahan pangan. Melakukan bagi<br />

hasil yang adil. Dan hindari<br />

sifat ndoro-ndoroan, juga berhati-hati<br />

terhadap upaya<br />

sabotase Manipol – USDEK.<br />

Kedua, adakanlah terusmenerus<br />

frappez toujours, yaitu<br />

retooling mental dan retooling<br />

organisasi. Ketiga, resapkan<br />

dasar RIL (revolusi, ideologi,<br />

leadership) atau Resopim.<br />

Oleh karena konsep sosialisme<br />

itu adalah konsep rakyat<br />

untuk kebahagiaan rakyat, maka<br />

adalah sangat penting untuk<br />

mengikutsertakan rakyat untuk<br />

bersama-sama menghadapi<br />

tan tangan freefight liberalism<br />

yang senantiasa mengadakan<br />

sabotase dalam segala usaha kita<br />

ke arah masyarakat sosialisme<br />

itu.<br />

Bung Karno mengingatkan<br />

agar kita membangun menuju<br />

masyarakat sosialisme itu<br />

dengan bercancut taliwanda,<br />

ber gegap gempita membangun<br />

masyarakat buat semua, secara<br />

konstruksi dan destruksi. Konstruksi<br />

melaksanakan masyarakat<br />

sosialisme Indonesia, dan<br />

destruksi menghapus rintanganrintangan<br />

dari kolonialisme dan<br />

kapitalisme.<br />

Demikianlah Bung Karno<br />

memberi penjelasan tentang<br />

masyarakat sosialisme Indonesia<br />

yang dicita-citakan, yang<br />

masih membutuhkan waktu<br />

panjang dan tekad bangsa ini<br />

membangun ke arah itu.<br />

Peter A. Rohi<br />

Wartawan senior dan Direktur<br />

Soekarno Institute, Surabaya.<br />

Koran Suluh Indonesia 8 - 17 April 2016<br />

<strong>sulindo</strong>.com<br />

Sulindo 1.indd 6<br />

4/1/2016 1:02:53 pM

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!